PELATIHAN GURU PEMANDU MATA PELAJARAN
DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU
SEKOLAH DASAR/MADRASAHIBTIDAIYAH
(Studi Kasus Pada Gugus Binaan Basic Education Project
Propinsi Jawa Barat di Tiga Kecamatan Kota Bandung)
Tesis
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Bidang Studi Administrasi Pendidikan
Disusun Oleh H. DADI SUPRIADI
NIM. 999486
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN (S2)
PROGRAM PASCA SARJANA
UNNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
ABSTRAK
PELATIHAN GURU PEMANDU MATA PELAJARAN
DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU
SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH
( Studi Kasus Pada Gugus Binaan Basic Education Project Propinsi Jawa
Barat di Tiga Kecamatan Kota Bandung)
Dalam konsep learning organization atau quality circle, guru bersama
teman sejawatnya termasuk fasilitator (guru pemandu), di setiap gugus
melakukan upaya memperbaiki diri, terutama yang berkaitan dengan
masalah yang dihadapi dalam pekerjaan. Guru pemandu mata pelajaran
dipandang sebagai salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
pembelajaran. Karena itu, Basic Educational Project melakukan upaya
pelatihan untuk guru pemandu mata pelajaran..
Dalam rangka mengoptimalkan peran guru pemandu tersebut,
banyak persoalan yang perlu dikaji secara terus menerusnya, diantaranya
(1) bagaimana pelatihan guru pemandu mata pelajaran dilakukan- (2)
bagaimanakah kinerjanya di tingkat gugus; dan (3) bagaimanakah
kontnbusinya terhadap peningkatan mutu proses belajar mengajar di
kelas. Untuk menjawab persoalan tersebut dianalisis mengenai fenomena
pelatihan guru pemandu mata pelajaran di tingkat propinsi, kinerjanya di
tingkat gugus dan "efek penyertanya" di kelas. Kajian terhadap hal
tersebut dilakukan melalui studi kasus sebagai salah satu metoda dalam
penelitian kualitatif dengan sumber data dikategorisasikan
berdasarkan
kasus yaitu kasus pelatihan di tingkat propinsi, kasus kinerja guru
pemandu di
tingkat gugus, dan kasus efek penyerta kinerja dalam
peningkatan mutu PBM.Hasil kajian dapat disimpulkan bahwa (1) pelatihan guru pemandu
mata pelajaran di tingkat propinsi masih perlu diperbaiki
dalam hal
identifikasi kebutuhan, substansi program, dan implementasi pelatihan
terutama yang berkaitan dengan pendekatan "pembelajaran berdasarkan
pengalaman"; (2) kinerja guru pemandu pada tingkat gugus cenderung
bersifat delivering of information dari pada sebagai "pemandu"; (3) efek
terhadap mutu PBM
mengandung bias karena orientasi kepentingan
antara guru pemandu mata pelajaran, kepala sekolah dan pengawas.
Berdasarkan kesimpulan tersebut, paling tidak terdapat tiga hal
yang perlu diperbaiki di masa akan datang, yaitu pertama, pada tingkat
pelatihan di propinsi diperlukan gugus pengembang pelatihan baik dalam
pengembangan disain program, implementasi dan evaluasi yang
mengakomodasikan
berbagai kepentingan profesional baik dari pihak
manajemen proyek, guru, guru pemandu, kepala sekolah dan pengawas.
Kedua, pada tingkat gugus dan sekolah dilakukan upaya "pembebasan"
bias kepentingan yang bersumber dari berbagai kepentingan antara guru,
guru pemandu, kepala sekolah dan pengawas kepada arah peningkatan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMAKASIH iii
ABSTRAK v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAM PI RAN xi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Fokus Penelitian 6
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 8
D. Manfaat dan Pentingnya Penelitian 9
E. Asumsi dan Kerangka Pikir Penelitian 10
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Pelatihan Guru
1. Peningkatan Mutu Guru Melalui SPP 21
2. Pelatihan Dan Kinerja Guru 25
B. Konsep Pelatihan
1. Perencanaan Pelatihan 31
2. Melaksanakan Program Pelatihan 35
3. Monitoring dan Evaluasi 36
C. Proses Pembelajaran Dalam Pelatihan
1. Unsur Dalam Pembelajaran 37
2. Tahapan Siklus Belajar 39
D. Kinerja Guru Pemandu Mata Pelajaran Dalam Memfasilitasi
Pelatihan di Tingkat Gugus
1. Prinsip-prinsip Pelatihan
44
2. Kinerja Yang Dituntut Dalam Mempersiapkan Pelatihan....45
3. Kinerja Yang Dituntut Dalam Melaksanakan Pelatihan
47
4. Kinerja Yang Dituntut Dalam Mengevaluasi Pelatihan
50
E. Hasil Penelitian Terdahulu
1. Pelatihan Kinerja Guru Dalam PBM 52
2. Kinerja Guru 53
3. Mekanisme Pelatihan 53
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
A. Metoda Penelitian 54
B. Subyek Penelitian 56
C. Teknik Pengumpulan Data 60
D. Tahap Penelitian 62
E. Teknik Analisis ;' 64
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Perencanaan Pelatihan 66
2. Pelaksanaan Pelatihan 71
3. Evaluasi Pelatihan 82
4. Kinerja Guru Pemandu 83
5. Efek Sertaan Peranan Guru Pemandu Mata Pelajaran
dalam PBM 88
B. Pembahasan
1. Disain Program 92
2. Pelaksanaan Pelatihan 94
3. Evaluasi Pelatihan 96
4. Kinerja Guru Pemandu 96
5. Efek Sertaan Pelatihan di Gugus Dalam PBM 99
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 101
B. Implikasi 105
C. Rekomendasi 106
DAFTAR PUSTAKA.
109
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
12
131
DAFTAR TABEL
Nomor ,_, .
Halaman
1. Rekapitulasi Respon Peserta Terhadap Pelaksanaan Pelatihan...79
2. Umpan Balik Peserta Mengenai Pelatihan
82
3. Pelaksanaan Pelatihan Di Gugus
87
4. Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah
g0
Nomor
DAFTAR GAM BAR
Halaman
1. Sistem Pelatihan Guru Pemandu Mata Pelajaran
13
2. Kerangka Pikir Penelitian
19
3. Model Pengembangan Program Pembinaan
25
4. Dimensi Kinerja Guru
27
5. Langkah Pokok Pelatihan
31
6. Siklus Belajar Berdasarkan Pengalaman
41
7. Lokasi dan Jenis Data Yang Dikumpulkan
59
8. Visi dan Misi Pelatihan
67
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Pedoman Observasi dan Dokumentasi Pelatihan Tk. Propinsi... 112
2. Pedoman Observasi dan Dokumentasi Pelatihan Tk. Gugus
115
3. Pedoman Wawancara Tingkat Propinsi
117
4. Pedoman Wawancara Tingkat Gugus
119
5. Matrik Hasil Penelitian
122
6. Izin Penelitian
129
7. SK Pembimbing
130
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Upaya peningkatan mutu pendidikan khususnya pada tingkat
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah merupakan salah satu kebijakan
nasional yang perlu mendapat perhatian dan diupayakan oleh semua
unsur yang terlibat di dalamnya. Hal ini merupakan perwujudan dari
adanya tuntutan perundang-undangan yang ada baik dalam Pembukaan
UUD 45 khususnya aliena IV, juga secara eksplisit dinyatakan dalam UU
nomor 2 Tahun 1989 pasal 13 yang menyatakan bahwa :
Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan
sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam
masyarakat
serta
mempersiapkan
peserta
didik
yang
memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah
Untuk merealisasikan tuntutan tersebut, dalam Pembangunan
Jangka Panjang Tahap Ke-dua (PJP II), prioritas pembangunan
pendidikan nasional diarahkan kepada peningkatan mutu pada semua
jenis dan jenjang pendidikan (dasar, menengah dan tinggi), dengan
memusatkan perhatian pada tiga faktor utama, salah satunya yaitu mutu
dan jumlah sumber-sumber pendidikan
untuk menunjang proses
pendidikan dalam arti penyediaan jumlah dan mutu guru; penyediaan
Belum memadainya mutu guru khususnya di SD/MI disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan (Depdikbud, 1986:486) yang dimiliki
oleh guru itu sendiri, sehingga pemerintah beserta masyarakat perlu
didorong agar guru-guru dapat meningkatkan kemampuan melalui pelatihan baik berupa penataran, lokakarya, seminar dan sebagainya.
Bank Dunia melalui West Java Basic Education Project (BEP),
menyadari benar kondisi di atas, sehingga dalam melaksanakan
programnya lebih menekankan kepada upaya peningkatan layanan pendidikan melalui peningkatan kemampuan para pelaksana proses
belajar mengajar yang dalam hal ini guru-guru SD/MI. Salah satu bentuk
kegiatan upaya peningkatan kemampuan guru adalah pelatihan guru
pemandu mata pelajaran.
Kegiatan pelatihan bagi guru pemandu mata pelajaran di tingkat SD/MI telah berjalan sejak tahun ajaran 1998/1999 dan 1999/2000. Guru
pemamdu mata pelajaran sebagai salah satu bagian dari Sistem
Pembinaan Profesional, berkedudukan di gugus sekolah dengan tugas selain mengajar juga membantu guru-guru lainnya yang berada di gugus tersebut dalam menciptakan proses belajar mengajar agar lebih kondusif bagi anak dalam belajar. Dengan demikian secara konseptual, dari setiap gugus sekolah akan memiliki guru pemandu sebanyak mata pelajaran
yang diajarkan di sekolah/madrasah yang bersangkutan.
nara sumber dan Iain-Iain. Oleh karena itu pelatihan guru pemandu mata
pelajaran dilaksanakan secara bertahap dan bergilir. Pelatihan guru pemandu mata pelajaran bam diarahkan kepada mata-mata pelajaran yang di-Ebtanas-kan yaitu meliputi mata pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Matematika, llmu Pengetahuan Alam (IPA) dan llmu Pengetahuan Sosial (IPS).
SD/MI di Propinsi Jawa Barat jumlahnya sebanyak 21.024 yang terdiri dari 19.107 Sekolah Dasar dan 1.917 Madrasah Ibtidaiyah. Sekolah-sekolah tadi tergabung dalam gugus sekolah yang secara
proporsional menyebar di setiap Kantor Kecamatan. {Dinas Pendidikan,
per 31 Agustus 2001)
Berdasarkan data ini pihak BEP akan terus menerus mengembangkan program sejenis di tahun anggaran yang akan datang,
sehingga semua gugus SD/MI yang ada di Propinsi Jawa Barat yang
jumlahnya mencapai 3.504 buah dapat diselesaikan secara merata. Oleh karena itu, upaya penyempurnaan program terus menerus dilaksanakan sesusai dengan tuntutan yang ada di lapangan dengan harapan pelatihan yang diberikan akan mampu memberikan dampak positif terhadap kelancaran proses belajar-mengajar yang diciptakan oleh guru-guru.
Seperti telah diungkapkan di atas bahwa seorang guru setelah mengikuti
pelatihan guru pemandu mata pelajaran, selain dia memiliki tugas
mengajar juga mendapat tugas tambahan untuk membantu guru-guru lain
anak. Kemudian program inipun akan terus berjalan mengingat belum semua gugus sekolah memiliki pemandu mata pelajaran. Hal lain juga karena pelatihan yang diselenggarakan oleh BEP belum mencakup
semua mata pelajaran yang ada di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Pelaksanaan pelatihan bagi guru-guru pada umumnya menpunyai banyak hambatan. Salah satu hambatan yang sering terjadi adalah akuntabilitas pelatihan terhadap peningkatan mutu pembelajaran di kelas.
Sebagai contoh, misalnya Shaeffer (1990:65) menyatakan bahwa sejak
perubahan kurikulum 1975 upaya-upaya pelatihan guru-guru telah banyak dilakukan, namun menpunyai dampak yang tidak signifikan terhadap perubahan-perubahan kualitas pembelajaran di kelas. Dikatakan bahwa:
" .. .the massive amount of cascade trainning wich had attempted
to implement this curriculum; despite the millions of new textbooks and teachers' guides printed and disseminated, it appeared that the nature of teaching and the quality of the education produced had changed very little".
Pendekatan pelatihan yang kurang memperhatikan kebutuhan guru-guru sering ditanggapi sebagai sesuatu yang "tidak berguna", yang pada akhirnya tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam proses pembelajaran di kelas. Fenomena ini harus menjadi bahan pertimbangan dalam merancang bangun program pelatihan bagi guru-guru.
Dari kondisi inilah penulis terdorong untuk mengadakan penelitian
Kasus pada Gugus Binaan Basic Education Project Propinsi Jawa Barat di
Tiga Kecamatan Kota Bandung)
Masalah tersebut penting untuk dikaji karena alasan teoritis dan
praktis. Secara teoritis, profesi keguruan terus berkembang disebabkan oleh tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemampuan guru-guru dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan profesi perlu dikembangkan melalui pelatihan. Mekanisme pelatihan yang diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi guru untuk mengembangkan dirinya adalah gugus sekolah tertentu sebagai wahana untuk guru bersama rekan kerjanya memecahkan masalah yang timbul dalam pekerjaannya. Gugus-gugus ini dalam pandangan manajemen sumber daya manusia sering disebut sebagai quality circles sebagai small groups of employees who
meet regularly with their common leader to identify and solve work-related
problem (Werther Jr. and Davis, 1985:495). Posisi guru pemandu dalam
gugus tersebut amat penting, karena ia bertindak sebagai fasilitator bagi rekan-rekannya dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan
pekerjaan.
manajemen gugus maupun aspek substansi garapan pelatihan (materi
pelatihan).
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah yang akan diteliti difokuskan pada pertanyaan bagaimanakah strategi pelatihan guru pemandu mata pelajaran guna meningkatkan kinerja guru
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah pada gugus binaan Basic Education
Project Propinsi Jawa Barat.
Pelatihan merupakan sub sistem dari sistem organisasi
pendidikan, ia bukan merupakan bagian yang terpisah atau diwujudkan untuk kepentingan sesaat. Pelatihan merupakan ongoing need dari suatu organisasi untuk tetap survival dalam mewujudkan misinya. Sebab
pelatihan bersentuhan dengan kepentingan pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi. Unggul atau tidaknya suatu organisasi amat tergantung pada kemampuan sumber daya manusia dalam melaksanakan
perannya.
Begitu pula pelatihan guru pemandu mata pelajaran harus merupakan sub sistem dari sistem organisasi pendidikan. Sub sistem tersebut mempunyai peran untuk mengadakan kegiatan dalam upaya
peningkatan kemampuan dan atau pencerahan profesional. Pelatihan
melatih dirinya agar memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap
organisasi tempat ia bekerja.
Mengingat betapa strategisnya peranan pelatihan, maka rancangan
program, media dan metoda serta aplikasi dan sumber daya harus ditata
dalam suatu sistem untuk kepentingan sistem yang lebih lebar. Dalam
pelatihan, guru pemandu mata pelajaran mempunyai kepentingan dalam menghasilkan guru pemandu yang handal bagi pengembangan gugus
sekolah sebagai salah satu bagian dari sistem pembinaan profesional. Oleh karena itu, hasil dari pelatihan adalah kinerja guru dalam memandu rekan sejawat untuk mengembangkan profesinya, yang pada gilirannya akan menyentuh kepentingan proses belajar peserta didik. Dengan demikian, peningkatan kemampuan guru pemandu merupakan intermediate output sedangkan terminal output-nya adalah terdapatnya
peningkatan kualitas dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan uraian di atas aspek-aspek rinci yang menjadi fokus
1. Bagaimanakah perencanaan pelatihan guru pemanafc^fltaito*^
pelajaran dilaksanakan ?
2. Bagaimanakah pelaksanaan pelatihan guru pemandu mata pelajaran dilaksanakan ?
3. Bagaimanakah evaluasi pelatihan guru pemandu mata pelajaran dilaksanakan ?
4. Aspek-aspek kinerja guru pemandu apa saja yang meningkat
sebagai hasil pelatihan ?
5. Apakah kinerja tersebut (butir 4) dapat memberikan efek-sertaan
kepada teman sejawat untuk kepentingan peningkatan kualitas
proses belajar mengajar ?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi rancangan program, pelaksanaan, evaluasi dalam pelatihan guru pemandu mata pelajaran serta dampaknya terhadap kinerja guru
pemandu mata pelajaran.
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi komponen-komponen, sebagai berikut:
1. Perencanaan pelatihan guru pemandu mata pelajaran
2. Pelaksanaan pelatihan guru pemandu mata pelajaran
4. Aspek-aspek kinerja guru pemandu yang meningkat sebagai hasil
pelatihan
5. Effek penyerta" kinerja guru pemandu mata pelajaran ( butir 4) terhadap kinerja teman sejawat untuk kepentingan peningkatan
kualitas proses belajar mengajar
2. Manfaat Penelitian
Kebijakan penyelenggaraan pelatihan bagi guru pemandu mata pelajaran mempunyai dampak lansung maupun tidak langsung terhadap
proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru pemandu maupun oleh
guru-guru lain yang ada di gugus binaan Basic Education Project Propinsi
Jawa Barat. Oleh karena itu, dipandang perlu adanya penelitian yang akan bermanfaat baik secara teoritik maupun operasional.
Manfaat teoritik yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini berkenaan dengan pengembangan ilmu administrasi pendidikan terutama
dalam mengembangkan wacana akademik mengenai pelatihan dalam
meningkatkan kinerja guru. Di samping itu, penelitian ini diharapkan dapat merekomendasikan pendekatan teknologis yang berbasis pada kondisi dan situasi tempat peserta pelatihan bekerja. Hal ini penting sebab
kegagalan pelatihan sering disebabkan karena strategi yang diterapkan tidak cocok dengan kondisi dan situasi dimana seorang guru bekerja
Secara operasional, penelitian ini dapat memberikan inforrr^sT^Jgrv^^^
pemecahan masalah dalam meningkatkan effektifitas penyelengaraaiT"
pelatihan guru pemandu mata pelajaran terutama yang berkaitan dengan proses pelatihan serta perolehan yang merupakan hasil pelatihan. Di samping itu pula, penelitian ini dapat memberikan informasi dan
pemecahan masalah untuk merancang-bangun strategi pelatihan dengan
memperhatikan kondisi dan situasi nyata yang terjadi di sekolah masing-masing. Rancang bangun strategi pelatihan ini dapat dijadikan prosedur
kerja pelatihan yang lebih kolaboratif dengan kondisi dan situasi setempat.
D. Asumsi dan Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian mengenai strategi pelatihan guru pemandu mata pelajaran dalam meningkatkan kinerja guru bertitik tolak dari asumsi
bahwa:
1. Pelatihan merupakan suatu sistem dari sistem yang lebih besar
yaitu sistem pembinaan personil. Dalam pandangan Schuler (1987:
394-396) pelatihan dan pengembangan merupakan sistem yang terkait dengan sistem lainnya, yaitu human resources planning, job
analysis and performance appraisal, recruitrmen and selection, dan
compensation.
2. Sebagai suatu sub sistem, pelatihan menpunyai komponen krusial
yang meliputi (1) analisis kebutuhan pelatihan; (2), disain program;
(3) aplikasi; (4) evaluasi; dan (5) output.(Craig, 1987:222-223).
11
3. Pelatihan merupakan investasi sumber daya manusia yang bermanfaat bagi kinerja organisasi, individu dan hubungan antara personil dalam organisasi. Werther, Jr. and Davis (1985:234) mengemukakan manfaat pelatihan adalah "helps the organization,
the individual, and the human relations of the workgroup".
4. Pelatihan guru pemandu mata pelajaran merupakan proses edukasi
yang khas, berbeda dengan proses pendidikan biasa, karena mereka termasuk orang-orang yang telah dewasa. Karena itu,
pelatihan guru pemandu mata pelajaran perlu dilaksanakan dalam
konsep pendidikan orang dewasa (Knowles dalam Craig, 1987)
Asumsi tersebut di atas diturunkan dari kerangka konseptual,
sebagai berikut:
1. Pelatihan merupakan subsistem dari suatu sistem
Perubahan yang terjadi pada lingkungan eksternal organisasi pendidikan menpunyai dampak terhadap organisasi sekolah. Karena kemampuan mempertahankan "kelangsungan hidup" organisasi ditentukan oleh desakan-desakan eksternal terutama dari pihak
stakeholders (pihak yang berkepentingan), maka organisasi pendidikan
sebagai suatu sistem harus mempunyai mekanisme untuk menyesuaikan
diri dengan perubahan-perubahan tersebut. Teori Galbraith (Schien,
1984:258-266) mengemukakan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi
dalam organisasi merupakan hal yang wajar. Pendapat ini bertitik tolak
12
mengorganisasi; dan (2) tidak semua cara untuk mengorganisasi sama efektifnya. Galbraith (Schein, 1984) mencatat bahwa " persoalan utama yang dihadapi organisasi ialah 'ketidakpastian tugas' yang dirumuskan sebagai ' perbedaan antara banyaknya informasi yang diperiukan untuk melakukan tugas dengan banyak organisasi yang sudah ada pada organisasi itu". Semakin banyak ketidakpastian semakin banyak pengambilan keputusan yang berdasar pada informasi yang berlimpah. Semakin banyak pengambilan keputusan semakin banyak perubahan dan
pengembangan organisasi yang semuanya diarahkan untuk meningkatkan kemapanan organisasi dalam menghadapi lingkungan esktemal yang
setiap saat dapat berubah.
Gambar 1
Sistem Pelatihan Guru Pemandu Mata Pelajaran
Analisis Kebutuhan
Perencanaan Evaluasi
SEKOLAH
I
Pelaksanaan
Keluaran
13
Diadopsi dari Craig, ed. (1987), Training and Development Handbook,
New York : McGraw-Hill Book Co.
Dari sistem tersebut di atas, pelatihan merupakan sub sistem yang
mempunyai komponen : Pertama, analisis kebutuhan merupakan kajian terhadap kebutuhan-kebutuhan personil sekolah dalam rangka meningkatkan kinerjanya. Kedua, disain program pelatihan sebagai upaya
14
mata pelajaran di gugus-gugus. Keenam, sekolah tempat terjadinya
proses belajar mengajar.
2. Identifikasi kebutuhan, Perencanaan Program, Pelaksanaan
Program dan Evaluasi Program
Konsep identifikasi kebutuhan, perencanaan program, pelaksanaan dan evaluasi pada penelitian ini berdasakan atas konsep yang dikembangkan dalam pendidikan orang dewasa ((Knowles dalam Craig,1987) dan juga konsep pelatihan dan pengembangan yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia dan manajemen personil (Schuler,1987; Werther Jr. and Davis, 1985) yang dibahas
sebagai berikut:
a. Identifikasi Kebutuhan
15
dalam penelitian ini menjawab pertanyaan "kinerja yang bagaimana yang seharusnya dimiliki oleh guru pemandu mata pelajaran?".
b. Perencanaan Program Pelatihan
Dalam mendisain program pelatihan hendaknya melibatkan semua pihak terkait, terutama yang akan terkena dampak langsung atas kegiatan pelatihan tersebut. Tampaknya ada suatu "hukum" atau setidak tidaknya suatu kecenderungan dari sifat manusia bahwa mereka akan merasa
'committed' terhadap suatu keputusan apabila mereka terlibat dan
berperanserta dalam pengambilan keputusan: (1) Libatkan peserta untuk menyusun rencana pelatihan, baik yang menyangkut penentuan materi pembelajaran, penentuan waktu dan Iain-Iain; (2) Temuilah dan
diskusikanlah segala hal dengan berbagai pihak terkait yang menyangkut
pelatihan; (3) Terjemahkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi
ke dalam tujuan yang diharapkan dan ke dalam materi pelatihan; dan (4) Tentukan pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas di antara pihak terkait, siapa melakukan apa dan kapan (Lunandi, 1984)
Setelah menganalisis hasil identifikasi kebutuhan dan permasalahan yang ada, langkah selanjutnya adalah merumuskan tujuan yang disepakati bersama dalam proses perencanaan partisipatif. Dalam
merumuskan tujuan hendaknya dilakukan dalam bentuk deskripsi tingkah
16
c. Pelaksanaan Program
Ini merupakan aspek seni dan arsitektural dari perencanaan pelatihan dimana harus disusun secara harmonis antara beberapa kegiatan belajar seperti kegiatan diskusi kelompok besar, kelompok kecil, urutan materi dan lain sebagainya. Dalam hal ini tentu harus diperhitungkan pula kebutuhan waktu dalam membahas satu persoalan
dan penetapan waktu yang sesuai.
Dalam menetapkan materi dan metoda atau teknik pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) Materi pelatihan atau pembelajaran hendaknya ditekankan pada pengalaman-pengalaman nyata dari peserta pelatihan; (2) Materi pelatihan hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan berorientasi pada aplikasi praktis: (3) Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya menghindari teknik yang bersifat pemindahan pengetahuan dari fasilitator kepada peserta: (4) Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya tidak bersifat satu arah namun lebih bersifat
partisipatif (Lunandi, 1984).
d. Evaluasi Program
1/
perubahan perilaku setelah mengikuti proses pembelajaran /pelatihan; (2)
Sebaiknya evaluasi dilaksanakan melalui pengujian terhadap dan oleh
peserta pelatihan itu sendiri (self evaluation); (3) Perubahan positif
perilaku merupakan tolok ukur keberhasilan; (4) Ruang lingkup materi
evaluasi "ditetapkan bersama secara partisipatif atau berdasarkan
kesepakatan bersama seluruh pihak terkait yang terlibat; (5) Evaluasi
ditujukan untuk menilai efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan program pelatihan yang mencakup kekuatan maupun kelemahan program; dan (6) Menilai efektifitas materi yang dibahas dalam kaitannya dengan perubahan sikap dan perilaku (Lunandi, 1984).
3. Kinerja Guru Pemandu Mata Pelajaran
Kinerja merupakan performa (unjuk kerja) yang ditampilkan atas dasar penguasaannya terhadap kompetensi sebagai guru pemandu. Memandu berarti memfasilitasi. Memfasilitasi berasal dari kata bahasa
Inggris "facilitation" yang akar katanya berasal dari bahasa Latin "facilis" yang mempunyai arti "membuat sesuatu menjadi mudah". Dalam Oxford Dictionary disebutkan "to render easier, to promote, to help forward; to
free from difficulties and obstacles". Secara umum pengertian "facilitation"
(fasilitasi) dapat diartikan sebagai suatu proses "mempermudah" sesuatu
18
tujuan berdasarkan pengalaman". Sedangkan orang yang "mempermudah" disebut dengan "fasilitator" (pemandu).
Dalam kaitannya dengan guru pemandu mata pelajaran, kinerja yang dimaksud adalah kinerja dalam memfasilitasi proses pembelajaran
guru-guru di gugus masing-masing.
Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Pertama, yang dilakukan dalam pelatihan adalah analisis kebutuhan guru-guru terutama yang berkaitan dengan pengembangan profesinya. Kedua, merencanakan program yang cocok dengan kebutuhan tersebut. Ketiga, pelaksanaannya melibatkan kepemimpinan, organisasi dan manajemen organisasi pada Sistem
Pembinaan Profesional (SPP). Pelaksanaan tersebut merupakan
pelaksanaan pelatihan dalam rangka mewujudkan program, media dan metoda serta daya dukung sumber daya. Keempat, output berupa kinerja guru pemandu pada setiap gugus dan kinerja guru dalam proses belajar
Gambar 2
Kerangka Pikir Penelitian Strategi Pelatihan Guru Pemandu Mata
Pelajaran Dalam Meningkatkan Kinerja Guru
T9^
Pada kerangka pikir penelitian tersebut dinyatakan bahwa pelatihan guru pemandu mata pelajaran merupakan upaya memfasilitasi guru pemandu mata pelajaran melalui pelatihan di tingkat propinsi. Atas dasar
hasil pelatihan tesebut maka guru pemandu mata pelajaran menpunyai
peranan di setiap gugus/kecamatan untuk "memandu" guru-guru
lain.
^ a r
"pemandu" dalam kegiatan pembinaan professional di tingkat
kecamatan/gugus.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Prosedur penelitian menampilkan tahapan kegiatan penelitian yang terdiri
atas aspek-aspek berikut ini: (A) Metodologi penelitian; (B) Populasi dan
sampel penelitian; (C) Teknik pengumpulan data; (D) Tahap-tahap
penelitian; (E) Analisis data.
A. Metoda Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk menggali data dan informasi yang
bekaitan dengan strategi pelatihan guru pemandu mata pelajaran. Metoda
yang digunakan adalah metoda kualitatif sebab dengan menggunakan
metoda kualitatif, peneliti dapat
memusatkan
diri
pada
persoalan-persoalan aktual melalui pengumpulan data, penyusunan data, penjelasan
data dan analisis data.
Metoda kualitatif berusaha menjelaskan fenome secara
komprehensif dan alamiah (natural). Fenoma yang terjadi dalam pelatihan
guru pemandu mata pelajaran untuk berusaha dimaknai berdasarkan
konstruk berpikir yang telah ditentukan.
Masalah
pelatihan guru pemandu mata pelajaran merupakan
masalah yang kontekstual, menpunyai sifat khas tertentu dalam situasi
tertentu. Masalah yang digali secara kontekstual cocok untuk dikaji melalui
pendekatan kualitatif secarawajar dan sebagaimana adanya.
55
Ditinjau dari jenis data yang dikumpulkan, peneliti
dapat
menghasilkan data deskriptif berupa tulisan atau lisan dari sumber data
yang perlu diamati, kemudian menyimpulkannya. Kesimpulan tersebut
tidak hanya dapat digeneralisasikan pada latar substantif yang sama,
tetapi juga pada latar lainnya (Bogdan dan Tylor, 1982).
Nasution (1988:15) mengemukakan
bahwa
penelitian kualitatif
disebut juga penelitian naturalistik karena sifat data yang dikumpulkan
bercorak kualitatif, bukan kuantitatif, karena tidak mempergunakan alat
pengukur. Disebut naturalistik, karena situasi lapangan penelitian bersifat
"natural" atau wajar, sebagaimana adanya, tanpa dimanipulasi, diatur
dengan eskperimen atau test.
Hal yang sama dikemukakan Lexy J.
Moleong (1996:4), bahwa karakteristik penelitian kualitatif adalah berakar
pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan. Karenanya
peneliti' harus mengambil tempat pada keutuhan konteks. Peneliti harus
menyadari bahwa konteks sangat menentukan arti bagi konteks lainnya,
dan sebagian struktur nilai kontekstual bersifat determinatif terhadap apa
yang akan dicari.
Berdasarkan pendapat di atas, metoda kualitatif menpunyai sifat
yang berbeda dengan metoda yang bersifat kuantitatif. Perbedaannya
tampak dalam disain penelitian dan proses penelitian. Dalam disain
penelitian, metoda kualitatif lebih bersifat "terbuka",sedangkan metoda
kuantitatif bersifat
"ketat"
dalam arti sedikti sekali peluang untuk
56
bersifat partisipatoris terhadap konteks yang diteliti sehingga instrument
penelitian sering dirinya sendiri, sedangkan dalam metoda kuantitatif
peneliti mempunyai "jarak" tertentu untuk menjaga kelerlibatannya dalam
konteks yang diteliti.
Dengan
menggunakan
metoda
atau pendekatan
penelitian
tersebut, penelitian
untuk mengidentifikasi dan medeskripsikan hal-hal
yang terjadi dalam pelatihan sehingga dapat diungkapkan pola-polanya
sebagai
bahan untuk dijadikan wacana akademik dalam disiplin
pengembangan sumber daya manusia.
Metoda yang digunakan adalah
studi kasus seperti yang disampaikan oleh Bogdan dan Biklen, bahwa: a
case study is a detailed examination of one setting, or one single subject,
or on single depository of documents, or particular event (Bogdan, Robert
and Biklen, Sari Knoop, 1982:58).
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian
adalah keseluruhan nilai yang mungkin
diperhitungkan atau diukur secara kuantitatif atau kualitatif dari
karakteristik tertentu mengenai obyek yang lengkap untuk dipelajari
sifat-sifatnya. Dalam penelitian kualitatif yang dijadikan subyek penelitian hanya
sumber yang dapat memberikan informasi lengkap dan cermat mengenai
persitiwa, manusia, dan situasi yang diobservasi. Dalam kaitannya dengan
sumber data ini, Nasution (1988:32) mengemukakan bahwa sumber data
57
tertentu. Penelitian ini mempergunakan sumber data secara purposif
karena berkaitan dengan cara pengumpulan data, yakni responden
ditentukan berdasarkan tingkat penguasaannya terhadap informasi yang
akan diungkapkan. Responden yang menpunyai informasi lengkap dan
cermat diutamakan menjadi sampel.
Agar data dan informasi dapat dikaji secara utuh dan mendalam,
peneliti menerapkan teknik snow ball sampling,
dengan
meminta
responden untuk menunjuk responden lain agar dapat menambahkan dan
mengklarifikasi data dan informasi, begitu seterusnya hingga pada suatu
titik dimana informasi yang diterima tentang materi yang diinginkan sudah
mencapai titik jenuh, artinya data dan informasi berulang-ulang dalam
materi yang sama pada saat itulah penarikan sampel dihentikan (Lexy J.
Moloeng, 1996:166). Sehingga dengan demikian memungkinkan peneliti
mendapatkan data dan informasi lebih memadai dan mendalam.
Macam dan sumber data yang akan dikumpulkan dalam penelitian
ini, antara lain : (a) sumber data primer, merupakan data yang diperoleh
langsung dari sumber pertama dari responden yang dipilih sebagai nara
sumber; dan (b) data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari pihak
lain yang layak memberikan informasi dan mempunyai hubungan tidak
langsung sebagai konfirmasi dari sumber primer mengenai aspek-aspek
58
Berdasarkan pemikiran di atas, maka yang akan dijadikan sumber
data dalam penelitian ini adalah (1) Orang-orang yang teriibat dalam
pelatihan guru pemandu mata pelajaran di Dinas Pendidikan Propinsi ; (2)
Peristiwa yang terjadi dalam proses pelatihan baik peristiwa yang dapat
diobservasi langsung, misalnya rapat pimpinan dalam membahas usulan
program maupun peristiwa yang telah tercatat dalam bentuk dokumen
atau observasi langsung pada gugus-gugus sekolah; (3) Peristiwa yang
terjadi
yang
berkaitan
dengan
pelatihan
guru-guru
di
tingkat
gugus/kecamatan yang dibimbing
oleh guru pemandu mata pelajaran;
dan
(4)
Pengalaman-pengalaman
guru
yang
berkaitan
dengan
kemampuan guru pemandu mata pelajaran ditingkat gugus ketika
melakukan proses pelatihan.
Apabila ditinjau dari lokasi dan jenis data yang dikumpulkan adalah
(1) lokasi pengumpulan data terdiri dari tiga lokasi yaitu tingkat propinsi,
tingkat kecamatan/gugus, dan tingkat sekolah; dan (2) jenis data yang
dikumpulkan adalah data pelatihan guru pemandu mata pelajaran yang
terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelatihan; data kinerja
guru pemandu mata pelajaran yang meliputi kemampuan memfasilitasi
dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pelatihan di
tingkat gugus, yaitu kasus di kecamatan Cicadas, Arcamanik dan Ujung
Lokasi Sumber
Data
Pelatihan Guru
Pemandu Di Tingkat Propinsi
Peran Guru Pemandu di Tingkat Gugus
Perubahan-perubahan dalam
PBM yang
dirasakan Guru
Gambar 7
Lokasi dan Jenis Data Yang Dikumpulkan
Jenis Data Yang Dikumpulkan
Perencanaan Pelatihan Pelaksanaan Pelatihan
Evaluasi Pelatihan
Kemampuan memfasilitasi: • Kemampuan merencanakan • Kemampuan Melaksanakan
• Kemampuan mengevaluasi
pelatihan di Gugus
Dalamkemampuan
• interaksional
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, peneliti bertindak sebagai instrumen
penelitian atau peneliti sebagai alat penelitian utama yang terjun langsung
ke lapangan. Peneliti melaksanakan langsung penelitian dan pengamatan
atau melakukan wawancara, atau hanya menggunakan buku catatan
(Nasution, 1988; Lexy J. Moloeng, 1996).
Data dan informasi yang ingin peneliti kumpulkan dalam penelitian
ini meliputi setting, perilaku atau sikap, dokumen dan data-data statistik,
penilaian terhadap peristiwa atau fenomena tertentu. Sehubungan dengan
kategori data dan informasi itu, maka teknik pengumpulan data yang
penulis gunakan terdiri atas, yaitu : (1) Observasi; (2) Wawancara; (3)
Studi dokumentasi/kepustakaan.
1. Observasi
Observasi dilaksanakan berdasarkan pengamatan langsung dan
berstruktur. Pengamatan langsung memiliki kemungkinan untuk mencatat
hal-hal, sikap, peristiwa, perkembangan, pertumbuhan dan sebagainya,
sewaktu kejadian atau perilaku itu berlangsung. Sedangkan berstruktur
artinya, bahwa pengamatan tersebut mengisyaratkan adanya kategorisasi
fenomena
yang
diamati,
pencatatan
yang
sistematik atas
hasil
pengamatan, penerimaan kelompok yang diamati terhadap kehadiran
pengamat tanpa kesan akan merugikan mereka (Nasution, 1988).
propinsi dan pelaksanaan pelatihan di tingkat gugus. Aspek-as
dituangkan dalam pedoman observasi terlampir (lampiranl dan 2).
2. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu instrumen pengumpulan data
yang dilakukan untuk mendapatkan pendapat atau persepsi secara lisan.
Wawancara antara lain bermanfaat untuk mengisi data yang tidak dapat
dicatat dari pengamatan.
Dalam pelaksanaanya wawancara dilakukan oleh peneliti dengan
cara mengorientasikan
kepada perolehan data dan keterangan dari
individu tertentu untuk keperluan informasi, perolehan sikap dan pendapat,
serta pemahaman mereka tentang persoalan dan permasalahan yang
dihadapi berkaitan dengan pelatihan guru pemandu mata pelajaran.
Aspek-aspek yang diwawancarai terdiri dari perencanaan, pelaksanaan
dan penilaian pelatihan di tingkat propinsi dan tingkat gugus berdasarkan
persepsi panitia pelaksana pelatihan tingkat propinsi, guru pemandu dan
guru kelas. Pedoman wawancara terlampir (lampiran 3 dan 4).
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi atau studi kepustakaan dilakukan dengan
menelaah dan mengkaji berbagai dokumen dan data tertulis lainnya yang
relevan dengan persoalan yang sedang diteliti, seperti dokumen
administratif, data statistik, dan informasi tertulis lainnya. Hasil studi
dokumentasi tersebut, penulis mendapatkan berbagai informasi penting
yang dikaji adalah pedoman pelatihan guru pemandu tingkat propinsi,
dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pelatihan di tingkat
propinsi,
dan dokumen sebagai bukti fisik hasil kerja pelatihan guru
pemandu pelajaran. Pedoman studi dokumentasi terlampir (lampiran 1
dan 2).
D. Tahap Penelitian
Baik
Nasution
(1992:85)
maupun
Moleong
(1993:85)
mengemukakan bahwa penelitian pada dasarnya terdiri dari tiga tahapan,
yaitu (1) tahap orientasi; (2) tahap eksplorasi; (3) tahap member-check.
Hanya kedua ahli tersebut menggunakan istilah yang berbeda satu sama
lain, misalnya Moleong (1993) mengemukakan tiga tahapan, yaitu (1)
pra-lapangan; (2) kegiatan pra-lapangan; dan (3) analisis intensif.
Dalam pelaksanaannya peneliti melakukan pengumpulan data
sesuai dengan tahapan-tahapan yang dikemukakan di atas, sebagai
berikut:
1. Tahap orientasi.
Kegiatan pada tahapan ini, peneliti melakukan orientasi atau
pengenalan terhadap
masalah yang diteliti beserta aspek-aspeknya.
Kegiatan pada tahap ini peneliti banyak melakukan kegiatan observasi
mengidentifikasi dimensi-dimensi masalah yang akan diteliti.
Untuk
melengkapi orientasi masalah, peneliti menelaah dan mengkaji berbagai
dokumen dan studi kepustakan serta berbagai data tertulis yang
berhubungan dengan masalah penelitian.
Berdasarkan berbagai data dan informasi hasil dari orientasi
lapangan, penulis melakukan berbagai revisi dan perubahan struktur
masalah yang diteliti, sehingga masalah penelitian lebih terfokus dalam
batasan yang jelas dan tegas. Dengan berbekal fokus masalah tersebut,
peneliti mulai menyusun kisi-kisi dan pedoman wawancara serta kegiatan
administratif yang berhubungan dengan kepentingan penelitian.
2. Tahap eksplorasi
Pada tahapan ini dilakukan kegiatan, peneliti mulai mempersiapkan
diri untuk melakukan penelitian secara intens; berupaya memperoleh data
dengan sikap yang
lebih selektif,
menjauhi
keadaan yang akan
mempengaruhi data; dan mencari informasi yang relevan. Dengan
demikian, peneliti lebih terfokus pada masalah dan dimensi-dimensi yang
merupakan sub struktur masalah. 3. Tahap "member check".
Tujuan utama dari tahapan ini, antara lain melakukan konfirmasi
terhadap data yang diperoleh dengan mengecek kebenaran data bersama
dengan sumber data untuk memberikan tanggapan dan komentar sebagai
menuntaskan kebenaran data dengan meminta tanggapan mengenai
kebenaran data yang diperoleh kepada fihak yang relevan dan diyakini
dapat memberikan informasi.
Pada tahapan ini peneliti mengembangkan kesimpulan mengenai
pelatihan sesuai dengan data dan informasi yang diperoleh.
Kesimpulan-kesimpulan yang bersifat tentatif perlu diverifikasi untuk meningkatkan
validitas hasil penelitian.
E. Teknik Analisis Data Hasil Penelitian
Analisis
data
adalah
proses
mengatur
urutan
data,
mengorganisasikannya di dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian
dasar sehingga memberikan arti yang signifikan terhadap analisis,
menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan di antara dimensi uraian
(Lexy J. Moleong, 1996: 103). Sedangkan menurut Nasution (1996:126),
analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan tiga
langkah, yaitu :
1. Reduksi Data.
Bebagai data masukan pada peneliti yang berkaitan dengan
pelatihan guru pemandu mata pelajaran, dilakukan seleksi dengan
mereduksi data dan informasi difokuskan kepada hal-hal yang sangat
penting dan signifikan.
Data yang berlimpah mulai diseleksi dan
05
Tahap reduksi ini penting sebagai upaya memisahkan data dan
informasi yang dianggap tidak relevan sehingga dapat mengakibatkan
kerancuan data akibat dari tidak terfokuskannya pada masalah pokok
yang dibutuhkan.
2. Display data
Kegiatan ini adalah membuat tata hubungan antar data yang telah
dikumpulkan dalam bentuk bagan, matriks, network atau chart, sehingga
data diperoleh dengan mudah dapat dibaca dipahami secara jelas.
3. Mengambil kesimpulan dan verifikasi
Kesimpulan dan verifikasi data merupakan tahapan pengungkapan
temuan-temuan penelitian yang harus dilakukan sebagai langkah untuk
memperoleh makna dari berbagai data dan informasi hasil penelitian.
Dengan melalui tahapan reduksi (data yang berlimpah dipilah-pilah
sebagian yang tidak berguna dibuang, dan sebagian dipakai), display
data, peneliti melakukan penarikan kesimpulan setelah semua persoalan
serta berbagai data dan informasi terungkap. Kesimpulan yang masih
bersifat tentatif tersebut diperkuat, dilengkapi dan dikonfirmasi dengan
melakukan verifikasi kepada sumber data dan pihak-pihak lainnya yang
relevan dan dipandang memiliki kompetensi dalam kegiatan pelatihan
**. i.
r* jcrwJi,
-=._ -I • " - i«3
BABV
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diungkapkan pada bab
sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Pelatihan guru pemandu mata pelajaran mempunyai mekanisme
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelatihan. Pelatihan ini
dilaksanakan pada tingkat propinsi dan hasilnya diterapkan pada
tingkat gugus, kemudian dampaknya dinyatakan dalam proses
belajar mengajar di kelas.
2. Guru pemandu mata pelajaran merupakan peserta pelatihan yang
dibina agar menpunyai kemampuan sebagai fasiliator pada tingkat
gugus bersama-sama dengan guru-guru yang lain untuk berusaha
memperbaiki dan atau memecahkan masalah-masalah yang timbul
dalam pekerjaan.
3. Perencanaan pelatihan guru pemandu mata pelajaran, dilakukan
pada tingkat propinsi yang menpunyai gambaran sebagai berikut: a. Identifikasi terhadap kebutuhan pelatihan cenderung dilakukan
melalui pengamatan kepakaran, laporan-laporan lapangan dan
hasi-hasil penelitian sederhana. Keputusan bahwa dibutuhkan peningkatan mutu guru dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran yang berdampak terhadap prestasi belajar siswa
1U2
1V „ '
^ */
adalah merupakan hasil elaborasi pikiran mengenai konsep;- .
konsep peningkatan mutu pendidikan. \y^ ^'-^^ >•'' b. Kebutuhan mengenai pentingnya pemahaman SPP adalah
sebagai cerminan bahwa pelatihan yang teriepas dari konteks
dan kontent yang' terjadi di lapangan biasanya berakhir dengan
kegagalan. Karena itu, disain program yang memfokuskan pada
pemahaman SPP adalah suatu keharusan karena guru pemandu
mata pelajaran pada akhirnya akan terjun ke ekologi asalnya
yaitu bekerja bersama dengan guru-guru, memecahkan bersama guru-guru guna kepentingan peningkatan mutu pembelajaran yang pada gilirannya terjadi peningkatan prestasi belajar siswa.
c. Disain program yang menunjukkan keterkaitan dengan tingkat
j
i
kota/kabupaten dan kecamatan merupakan cerminan dari i keinginan menjaga akuntabilitas program. Dalam arti bahwa
program pelatihan harus mempunyai dampak sampai pada ;
tingkat grass root.
I
d. Antara
proyek dengan instruktur (pelatih) telah kehilangan
!
kontak visi mengenai pelatihan guru pemandu mata pelajaran. Dalam pelaksanaan pelatihan diketahui bahwa (1) guru pemandu mata pelajaran dituntut memahami seluk beluk Sistem Pembinaan Profesional terutama dalam bagaimana membangun tim (ream building) pada tingkat KKG menpunyai proporsi yang
103
seperti yang dituntut oleh GBPP; dan (2)
instruktur sebagai
komponen
operasional
pelatihan
lebih
menekankan
pada
substansi
mata
pelajaran
daripada
mendorong
munculnya
kekuatan motivasional dari guru pemandu untuk lebih memberdayakan dirinya dan paham bahwa dirinya dituntut sebagai innovator pada tingkat gugus.
4. Pada tingkat pelaksanaan pelatihan disimpulkan bahwa mekanisme
pembelajaran lebih cenderung
berorientasi pada delivering of
information dari pada transforming of experiences. Instuktur lebih dominan sebagai penguasa materi dan guru pemandu mata
pelajaran sebagai penerima materi. Pembelajaran yang bersifat
andragogik kurang berkembang.
5. Pada tingkat evaluasi pelatihan bersifat informatif dari pada
diagnostik. Evaluasi yang dilakukan baik dalam pre-test. evaluasi proses maupun post-test dapat mengungkapkan kemajuan-kemajuan yang diperoleh selama pelatihan tetapi tidak dijadikan dasar untuk mengdiagnosa kelemahan-kelemahan yang terjadi selama pelatihan.
6. Kinerja guru pemandu mata pelajaran mengalami peningkatan paling tidak mereka memperoleh pencerahan-pencerahan yang berkaitan dengan substansi mata pelajaran sebagaimana yang
104
berkaitan
dengan
perannya
sebagai
fasilitator
merupakan
kemampuan yang kurang mendapat perhatian dalam pelatihan.
7. Efek penyerta pelatihan
seperti peningkatan kepuasaan dalam
bekerja,
rencana
pengembangan
karier,
serta
factor-faktor
motivasional lainnya dalam bekerja tidak dikontrol oleh makanisme
pelatihan. Padahal efek ini penting sebagai faktor yang mendorong
guru pemandu "mau melakukan" hal-hal yang telah diterima dalam
pelatihan.
8. Peranan
guru
pemandu
sebagai
fasiliator
membutuhkan
kemampuan networking yang bagus. Kemampuan tersebut dapat
dijadikan sebagai kebutuhan dilaksanakan pelatihan pada tingkat
kota/kabupaten dan atau propinsi.
9. Dampak terhadap
KBM
masih berhadapan dengan berbagai
kendala yaitu kendala sumber-sumber kekuasaan. Orientasi
kekuasaan kepala sekolah dan pengawas yang ditujukan untuk
kepentingan peningkatan mutu pembelajaran membantu
efektifitas
peranan guru pemandu. Pembaharuan atau peningkatan mutu pembelajaran sepenuhnya dilakukan oleh kemauan dan
kemampuan guru kelas. Guru pemandu mata pelajaran telah
menunjukkan kemampuan dalam mentransformasikan informasi
yang berkaitan dengan kemampuan professional. Sedangkan yang
berkaitan dengan kemauan guru akan terpulang pada
105
B. Implikasi
1. Implikasi
manajemen pelatihan adalah perlu dikembangkan suatu
model pelatihan yang melibatkan pihak guru pemandu, kepala
sekolah, pengawas dalam perencanaan program, pelaksanaan
program dan evaluasi program.
2. Implikasi pelaksanaan pelatihan adalah model interaksi edukasi
pada pelatihan harus didasarkan pada prinsip-prinsip demokratik,
kejujuran dam kemintraan dengan tekanan pada pembelajaran
berdasarkan pengalaman.
3. Implikasi
pengembangan budaya professional yaitu mendorong
terbentuknya learning community bagi guru, guru pemandu, kepala
sekolah dan pengawas.
4. Implikasi
pengembangan
kemampuan guru pemandu mata
pelajaran dalam kemampaun memenej pelatihan. Ketrampilan yang
perlu ditumbuhkembangkan adalah keterampilan dalam mengelola
suatu pelatihan di tingkat gugus, dengan asumsi bahwapenguasaan materi (substansi mata pelajaran) telah dimiliki guru
pemandu.
5. Implikasi dalam manajemen pelatihan adalah terbatas kemampuan
pengelola pelatihan menjamin bahwa hasil pelatihan diterapkan di
106
C. Rekomendasi
Dari beberapa implikasi tersebut di atas maka peneliti mengajukan
beberapa rekomendasi sebagai berikut:1. Implikasi mengenai dikembangkannya suatu model pelatihan yang
melibatkan pihak guru pemandu, kepala sekolah, pengawas dalam
perencanaan program, pelaksanaan program dan evaluasi program
dapat dilaksanakan
dengan
mengajukan
rekomendasi
bahwa
pelatihan guru pemandu mata pelajaran telah menpunyai disain
program yang dilandasi konstruk yang jelas. Sebagai pentujuk
operasional dalam manajemen pembelajaran di pelatihan perlu
adanya: (a) pelatihan para instruktur guna menyamakan persepsi
mengenai pembelajaran andragogi yang akan dilaksanakan; dan (b)
untuk kepentingan disain program perlu ada
"wadah" sebagai
tempat guru-guru pemandu mata pelajaran dan pengelola pelatihan,
mengidentifikasi kebutuhan
agar keterkaitan pelatihan dengan
kebutuhan lapangan
semakin
memadai;
dan
(c)
pelatihan
dilaksanakan di tingkat gugus bukan lagi di tingkat kabupaten atau
propinsi atau dengan kata lain block grant peningkatan mutu guru
diserahkan ke tingkat gugus.
2. Berdasarkan Implikasi
pelaksanaan pelatihan adalah model
interaksi edukasi
didasarkan pada prinsip-prinsip demokratik,
kejujuran dam kemintraan dengan tekanan pada pembelajaran
107
kedekatan formal antara guru pemandu, pengawas dan kepala
sekolah perlu dibangun dalam suatu sistem pembinaan professional
dengan mengkaji ulang peran-peran yang ditetapkan sebelumnya.
Operasionalisasi rekomendasi ini dilakukan dengan
mereduksi
kepentingan-kepentingan yang menghambat upaya peningkatan
mutu pembelajaran di kelas dengan
mengembangkan budaya
learning communityatau learning organization .3. Berdasarkan implikasi bahwa kemampuan guru pemandu mata
pelajaran dalam kemampaun memenej pelatihan masih rendah,
maka direkomendasikan bahwa struktur program pelatihan bagi
pemandu
mata
pelajaran
lebih
menekankan
pada
aspek
penguasaan
kemampuan
sebagai
fasilitator dalam
mengelola
pelatihan di tingkat gugus.
4. Manajemen
pelatihan
guru
pemandu
mata
pelajaran
masih
dirasakan kurang memadai dalam aspek monitoring
perubahan-perubahan yang terjadi pada tingkat gugus. Strategi pemantauan
hendaknya dilakukan dalam saluran professional bukan birokrasi.
Saran
yang
memungkinkan
adalah
mengoptimalkan
fungsi
pengawas
kearah pengembangan professional bukan merupakan
alat birokrasi.
5. Untuk penelitian lanjutan diperiukan penajaman penelitian terhadap
dampak pelatihan terhadap peningkatan mutu pembelajaran di
108
yang menyentuh kepentingan-kepentingan nyata di lapangan. Tema
penelitian yang disarankan adalah Pengembangan Model Pelatihan
dalam Sistem Pembinaan Profesional Guru. Prinsip-prinsip dasar
yang
perlu
dikembangkan
adalah
(1)
manajemen pelatihan
dikembangkan melalui manajemen partisipatif dimana guru, kepala
sekolah dan pengawas teriibat merancang, melaksanakan dan
mengevaluasi pelatihan tersebut; (2) sentra pelatihan dilaksanakan
di tingkat gugus; (3) peran Pemerintah Kota/Kabupaten
(Dinas
Pendidikan) dan Pemerintah Daerah Propinsi sebagai tim asistensi
dalam pelatihan tersebut; (4) terdapat standar minimal kebermutuan
pelatihan sebagai instrumen untuk menjamin mutu pelatihan pada
tingkat gugus; dan (5) pelatihan menggambarkan
peta yang jelas
DAFTAR PUSTAKA
109
o
*9. i' 1
Bappenas, (1992), Model Terpadu Perencanaan Sumber Daya /l%?l^*. ,<>
Nasional, Jakarta : P4-UI dan KKPSDM Bappenas.
s '
Barndsford, John D., & Bary S. Stein, (1993), The Ideal Problem Solver: A
Guide for Improving Thinking, Learning and Creativity, Second
Edition, New York: Freeman & Co.
Bernardin, John H., and Joyce E.A.Russel, (1993), Human Resources
Management: An Experintial Approach, New York: Mc-Graw-Hill.
Bogdan, R.C., & S.K. Biklen, (1982;, Qualitative Research for Education:
An Introduction to Theory and Methods, Massachussets: Allyn &
Bacon, Inc.
Cascio, Wayne F., 1991, Applied Psychology in Personnal Management,
NJ: Prentice-Hall.
Castetter, William B., (1981), The Personnel Function in Education
Administration, New York: McMillan Publishing Co.
Craig, Robert L. & Lester R. Bittel, (1987). Training and Development
Handbook, New York: McGraw-Hill Book Co.
Departemen
Pendidikan
dan Kebudayaan
(1989).
Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989. Jakarta:
Depdikbud
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1994/1995). Pembinaaan
Profesiopnal Guru SD, Jakarta
Flippo, Edwin B., (1984), Personnel Management, (sixth Ed.). Mc
Graw-Hill Book Company.
Hord, Shirley M. (1991/ School Restructuring Program,South Educational
Development Laboratory.
Gaffar, M. Fakry. (1993). Manajemen Pelatihan. Diklat Jurusan Administrasi Pendidikan FIP IKIP BAndung
Goad, Tom W.,
(1982), Delivering Effective Training, San Diego,
110
Lunandi, A.G. (1964). Pendidikan Orang Dewasa, Jakarta: Gramedia.
McAfee, R. Bruce &William Poffenberger, (1982), Productivity Strategies
NJ: Prentice-Hall.Moleong,
L.J.
(1993)
Metodologi Penelitian
Klualitatif.
Bandung;
Rosdakarya.Mondy, R. Wayne and Robert M. Noe III, (1993), Human Resourses
Management, 5 th ed., Boston : Allyn and Bacon, Inc.
Nasution, S. (1988). Metoda Penelitian Kualitatif. Bandung : Tarsito.
Oteng Sutisna, (1985), Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk
Praktek Profesional, Bandung: Angkasa
Pareek, Udai. (1984). "Perilaku Organisasi". Terjemahan, Jakarta : PT Binaman
Pressindo
Rae, Leslie A., (1990), Mengukur Efektivitas Pelatihan, Jakarta: Pustaka
Binaman Pressindo.
Robert S, David, (1998) Quality Leadership Studies, Sanford University,
AlabamaSalusu, J., (1996), Pengambilan Keputusan Stratejik: Untuk Organisasi
Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta: Grassindo.
Schein, Edgar H., (1983). "Psikologi Organisasi", Terjemahan, Jakarta :
PT Binaman Pressindo.
Schuler Randall S, (1987). Personnel And Human Resourcess
Management, New York: West Publishing Company
Siagian, Sondang P., (1995), Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta:
Bumi Aksara.
Shaeffer, Sheldon, (1990) Educational Chance in Indonesia: A Case Study
of Three Innovations, Canada : IDRC
Steer, Richard M., (1980), Efektivitas Organisasi, (Terjemahan), Jakarta:
Erlangga.
Sutermeister, Robert A., (1976), People and Productivity, Third Edition,
I l l
Tim MKDK (1996;. Pengantar Pendidikan. Bandung: IKIP-FIP
Robert S, David (1998). Quality Leadership Studies. Alabama : Sanford
University
Wherther Jr. and Davis, (1985),
Personnel Management And Human
Resources, New York:: McGraw-Hill Book Company
Winardi, (1989), Pengantar tentang Teori Sistem dan Analisis Sistem,
Bandung: Mandar Maju.
Wolfbein, Seymour L, (1967), Education and Training for Full