v
(Decriptive as a methods research about The Meaning of Non Verbal Communication in a Traditional Ceremony of Melasti at Village of Padang
Sambian Denpasar Bali to welcome the Nyepi day 2015)
Patrisia Indriana Sari NIM. 41811058 Under Guidance, Olih Solihin S, Sos., M.I.Kom
The research purpose to know the meaning of Non Verbal Communication in Ceremony Melasti (descriptive as a methods research about Non Verbal Communication in a traditional ceremony of Melasti at village of Padang Sambian Denpasar Bali to welcome the Nyepi day 2015). To answer the above issues raised sub research focus include Physical Appearance, Parabahasa, Artifact, Orientation of Space, Color
The Method of research used qualitative descriptive method. Informants study consists of 4 (four) people. Most of the data were collected through observation, interview, documentation, supported by the literature and the triangulation of data. The data analysis technique used is data reduction, data collection, data display, collect conclusions and evaluation.
The Results that the selections made by physical appearance of the how they look at the time of Ceremony Melasti, then Parabahasa such as dialect, language, mantras and hymns. Artifacts found on the implementation of the ceremony is like Juli, Arca Pertimo, Unggul-unggul Naga, Payung emas dan tombak and Ratu Gede. and orientation of the place where the ceremony is Pantai Peti Tenget and Pura Ndesa.
The conclusion from this study that the meaning of non-verbal communication can also be found in the traditions and culture, Melasti Ceremony is one that has content and meaning.
Research Suggestion So that people participate in Indonesia help to preserve the nation’s cultural owned.
iv
ABSTRAK
MAKNA KOMUNIKASI NON VERBAL DALAM UPACARA ADAT MELASTI
(Studi Deskriptif Mengenai Makna Komunikasi Non Verbal dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar Bali dalam Rangka
Menyambut Hari Raya Nyepi 2015) Oleh :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Makna Komunikasi Non Verbal dalam Upacara Adat Melasti (studi Deksriptif mengenai Makna Komunikasi Non Verbal dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar Bali dalam menyambut Hari Raya Nyepi 2015). Untuk menjawab permasalahan diatas diangkat sub fokus penelitian yang meliputi Penampilan Fisik, Parabahasa, Artefak, Orientasi Ruang, Warna
Metode Penelitian ini adalah metode desriptif kualitatif. Informan penelitian berjumlah 4 (empat) orang. Sebagian besar data dikumpulkan melalui observasi, wawancara mendalam, dokumentasi, didukung oleh studi pustaka serta triangulasi data. Adapun teknik analisa data yang digunakan yaitu reduksi data, pengumpulan data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan evaluasi.
Hasil penelitian yang diperoleh bahwa penampilan fisik yakni busana yang dikenakan pada saat pelaksanaan Upacara Adat Melasti yaitu menggunakan busana berwarna putih, serta kampen dan ngudeng, lalu Parabahasa yang terdapat seperti dialek, bahasa, mantra serta kidung. Artefak yang terdapat pada pelaksanaan upacara tersebut seperti Juli, Arca Pertimo, Unggul-unggul naga, payung dan tombak serta Ratu Gede. Lalu Orientasi ruang yakni tempat pelaksanaan upacara tersebut yakni di Pantai Peti Tenget serta di Pura Desa. serta warna yang terdapat pada Canang Sari yang isinya memiliki arti dan maka sendiri
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa makna komunikasi non verbal juga dapat ditemukan dalam tradisi dan budaya, Upacara Adat Melasti adalah salah satunya yang memiliki isi dan makna tersendiri.
Saran, agar masyarakat di Indonesia ikut turut melestarikan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia.
Kata Kunci : Komunikasi Non Verbal, Upacara Adat Melasti, Desa Padang
13
2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Dalam tinjauan pustaka, peneliti mengawali dengan menelaah
mengenai penelitian terdahulu yang berkaitan dan relevan dengan
penelitian yang dilakukan dengan peneliti. Dengan demikian peneliti dapat
memiliki rujukan pendukung dan juga pelengkap, pembanding serta
mendapatkan gambaran awal mengenai kajian terkait dengan permasalahan
dalam penelitian ini.Berikut ini peneliti temukan beberapa hasil penelitian
terdahulu mengenai Studi Etnografi Komunikasi yang mengkaji Makna Pesan
Non Verbal:
Tabel 2.1
Tabel Penelitian Terdahulu No Judul Penelitian Nama Peneliti Metode
2.1.2 Tinjauan Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam Bahasa Inggris communication berasal dari bahasa latin communicatio dan bersumber dari komunis yang berarti sama. Sama disini maksudnya sama makna. Jadi, kalau kedua
orang terlibat komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka
komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna
mengenai apa yang dipercakapkan.
“Kesamaan bahasa yang digunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan lain perkataan mengerti bahasanya saja yang lain belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu sendiri. Jelas bahwa percakapan kedua orang tadi tidak dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya. Selain mengerti bahasa yang digunakan juga mengerti makna dari bahan percakapan” (Effendy :2004:9)
Dalam komunikasi merupakan terapan dari bahasa. Bahasa juga
berfungsi sebagai identifikasi sosial di dalam suatu masyarakat dengan
memberikan indikator-indikator lingusitik yang bisa digunakan untuk
mendorong adanya startifikasi sosial. Ciri-ciri linguistik seringkali
diterapkan oleh orang, baik secara sadar ataupun tidak, untuk
mengidentifikasi mereka sendiri dan orang lain, dan dengan demikian
menandai dan mempertahankan kategori dan divisi sosial yang bervariasi.
Fungsi-fungsi bahasa memberikan dimensi primer unutk
mengkarakterisisasi dan mengorganisasi proses komunikatif dan produk
dalam masyarakat, tanpa memahami mengapa bahasa digunakan dalam
penggunaan bahasa itu, tidaklah mungkin untuk memahami maknanya
dalam konteks interaksi sosial.
Adapun menurut Cherry dalam Stuart (1983) sebagaimana dikutip
dalam buku Cangara, menyatakan :
“Istilah komunikasi berpangkal pada pendekatan latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara 2 orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa latin Communico yang artinya membagi”. (Cangara, 2005 : 18)
Berbeda dengan definisi Carl I. Hovland, sebagaimana yang
dikutip dalam buku Widjaja, yaitu :
“Ilmu Komunikasi adalah suatu sistem yang berusahan menyusun prinsip-prinsip dalam bentuk yang tepat mengenai hal memindahkan penerangan dan membentuk pendapat serta sikap-sikap”.
Carl I. Hovland selanjutnya mengemukakan:
“Komunikasi adalah proses dimana seorang individu mengoperkan perangsang untuk mengubah tingkah laku individu-individu yang lain”. (Widjaja, 2000:15)
Dalam definisinya mengenai komunikasi itu sendiri, Hovland
menyatakan proses komunikasi itu ada suatu rangsangan-rangsangan yang
secara sadar atau tidak dapat mengubah dari apa yang dilihat atau
dirasakan oleh komunikan. Sehingga komunikasi bukan hanya
penyampaian pesan saja melainkan ada perubahan-perubahan yang
menjadi tujuan dari pesan yang disampaikan tersebut. Seseorang akan
benar-benar dapat mengubah sikap, pendapat, atau perilaku orang lain
apabila komunikasinya itu memang komunikatif seperti diuraikan di atas.
Dalam prosesnya tak luput dari komponen- komponen didalamya yang
2.1.2.1 Karakteristik Komunikasi
Berdasarkan definisi diatas, maka diperoleh gambaran
bahwa komunikasi secara umum memiliki karakteristik yaitu
sebagai berikut :
1. Komunikasi adalah suatu proses
Komunikasi sebagai suatu proses memiliki pengertian
bahwa komunikasi dilakukan secara berurutan serta
berkaitan dengan tindakan yang lainnya. Akan tetapi,
yang paling terpenting adalah faktor-faktor yang terlibat
dalam proses komunikasi tersebut.
2. Komunikasi bersifat transaksional
Anggapan ini mengacu pada pihak-pihak yang
berkomunikasi secara serempak dan bersifat sejajar
yang menuntut dua tindakan yaitu menyampaikan dan
menerima pesan. Pengertian transaksional juga
mengacu pada kondisi dari keberhasilan proses
komunikasi yang dilakukan, yang tidak hanya
tergantung pada satu pihak saja. Tetapi juga tergantung
pada kedua belah pihak yang terlibat.
3. Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan
Komunikasi merupakan tindakan yang disadari dan juga
memiliki tujuan. Tujuan komunikasi itu mencakup
banyak hal tergantung dari keinginan dan harapan dari
para pelaku komunikasi. Komunikasi merupakan
tindakan yang disadari dan juga disengaja. Selain itu,
komunikasi yang dilakukan juga memiliki tujuan.
Tujuan komunikasi ini mencakup banyak hal tergantung
dari keinginan dan harapan dari para pelaku komunikasi
4. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat
Kegiatan komunikasi akan berjalan dengan baik apabila
ada pihak-pihak yang melakukan komunikasi. Dimana
pihak-pihak tersebut terlibat dan mempunyai perhatian
yang sama terhadap topik yang dibicarakan
5. Komunikasi bersifat simbolik
Komunikasi pada dasarnya merupakan proses
pertukaran simbol-simbol yang diberi makna. Lambang
yang sering digunakan dalam proses komunikasi ini
terdiri dari bahasa verbal dan bahasa nonverbal.
6. Komunikasi menembus faktor waktu dan ruang
Komunikasi memiliki karakter menembus ruang dan
waktu maksudnya adalah para pihak atau pelaku
komunikasi yang terlibat tidak harus hadir pada waktu
dengan menggunakan media atau sarana lain. (Sendjaja,
2004:1, 13)
2.1.2.2 Komponen Komunikasi
Komunikasi itu sendiri memiliki komponen-komponen
yang terdapat pada komunikasi. Dari pengertian komunikasi
sebagaimana diutarakan diatas tampak adanya sejumlah komponen
atau unsur yang dicakup, yakni :
1. Komunikator
Dalam komunikasi, komunikator ini memiliki
pengertian orang yang membawa, memberikan dan
menyampaikan ide atau gagasan yang berupa
pesan-pesan. Dimana pesan-pesan tersebut akan disampaikan
pada komunikan
2. Pesan
Pesan merupakan keseluruhan dari apa yang
disampaikan oleh komunikator. Pesan yang diberikan
bisa berupa data-data, fakta-fakta, kata-kata bahkan bisa
berupa simbol dan juga isyarat. Penyampaian pesan bisa
dilakukan melalui lisan, face to face, secara langsung atau menggunakan media atau saluran. Adapun pesan
yang disampaikan bisa berbentuk persuasif, informatif
dan koersif. Bentuk pesan persuasif adalah pesan yang
informatif adalah pesan yang berisi informasi, ataupun
hal-hal yang baru. Sedangkan pesan koersif adalah
pesan yang bersifat memaksa.
3. Media
Dalam melakukan komunikasi, media merupakan alat
atau sarana yang menjadi penghubung antara
komunikator dengan komunikan dalam meyampaikan
pesan. Media komunikasi ini adalah terdiri menjadi dua
yaitu media umum dan media massa. Media umum
adalah media yang dapat digunakan oleh segala bentuk
komunikasi. Sedangkan media massa adalah media
yang digunakan untuk komunikasi massa. Disebut
demikian karena sifatnya yang massal.
4. Komunikan
Komunikan merupakan orang yang menerima pesan
yang disampaikan oleh komunikator.
5. Efek/feed back
Efek atau feed back merupakan hasil dari komunikasi
yang dilakukan adapun bentuk-bentuk efek atau
feedback yaitu :
a. Efek yang diterima langsung oleh komunikator dan
komunikator. Efek ini bisa dilihat melalui ekspresi
dari komunikan.
b. Internal feedback
Efek yang diterima komunikator yang berasal dari
pesan yang kita sampaikan. Efek ini merupakan
suatu bentuk intropeksi komunikator dengan
melihat ekspresi komunikan.
c. Direct feedback
Efek yang diberikan secara langsung oleh
komunikan yang diberikan melalui gerakan tubuh.
Hal ini dikarenakan komunikan merasa bosan atau
tertarik dengan pesan yang disampaikan.
d. Indirect feedback
Efek yang diberikan tidak secara langsung akan
tetapi adanya jeda waktu atau membutuhkan waktu.
e. Inferential feedback
Efek yang diterima diberikan berdasarkan penarikan
kesimpulan secara umum, akan tetapi tetap relevan
dengan pesan yang disampaikan
f. Neliteral feedback
Efek ini bisa terjadi ketika komunikan tidak
mengerti dengan apa yang disampaikan oleh
diterima oleh komunikator tidak relevam dengan
pesan yang disampaikan.
g. Zero feedback
Hal ini berarti bahwa komunikasi yang kita lakukan
tidak menghasilkan apapun
h. Positive feedback
Efek ini terjadi apabila pesan yang disampaikan
oleh komunikator kepada komunikan mendapat
tanggapan yang positif.
i. Negative feedback
Efek ini terjadi apabila pesan yang disampaikan
oleh komunikator mendapatkan tantangan dari
komunikan.
2.1.2.3 Fungsi Komunikasi
Begitu pentingnya komunikasi dalam hidup manusia,
sehingga komunikasi itu sendiri memiliki fungsi-fungsi dalam
kehidupan manusia. William I. Gorden dalam buku Dedy Mulyana
2007 hal: 5-33 mengemukakan empat fungsi komunikasi yaitu :
1. Komunikasi Sosial
Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial
setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting
untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk
terhindar dari tekanan dan ketegangan antara lain lewat
komunikasi yang bersifat menghibur dan memupuk
hubungan dengan orang lain.
Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan
manusia dipastikan dia akan tersesat, karena ia tidak dapat
berkesempatan menata dirinya dalam suatu lingkungan
sosial. Komunikasilah yang memungkinkan individu
membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya
sebagai panduan untuk menafsirkan apapun yang ia hadapi.
Tanpa melibatkan diri dalam komunikasi, seseorang tidak
akan tahu bagaimana makan, minum, berbicara sebagai
manusia dan memperlakukan manusia lain secara beradab,
Karena cara-cara berperilaku tersebut didapat dari
pengasuhan keluarga dan pergaulan dengan orang lain yang
intinya adalah komunikasi. Implisit dalam fungsi
komunikasi sosial ini adalah fungsi komunikasi kultural.
Para ilmuwan sosial mengakui bahwa budaya dan
komunikasi itu ibarat dua sisi mata uang yang mempunyai
hubungan timbal balik. Budaya menjadi bagian dari
komunikasi dan komunikasi turut menentukan, memelihara,
2. Komunikasi Ekspresif
Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan
mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh
komunikasi tersebut menjadi instrument untuk
menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) seseorang.
Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan
melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli,
simpati,rindu, sedih, takut, marah, prihatin, benci dapat
disampaikan melalui bahasa nonverbal. Emosi juga dapat
diungkapkan lewat bentuk-bentuk seni, puisi, novel, musik,
tarian atau lukisan. Ada banyak cara untuk mengungkapkan
perasaan atau emosi yang ada dalam diri kita, namun semua
itu tidak bisa lepas dari yang namanya komunikasi.
3. Komunikasi Ritual
Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah
komunikasi ritual, yang biasanya dilakukan secara kolektif.
Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara
berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang
disebut para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari
upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan
(melamar, tukar cincin), siraman, pernikahan (ijab qabul,
Dalam acara acara itu orang mengucapkan kata-kata
atau menampilkan perilaku-perilaku tertentu yang bersifat
simbolik dan sarat akan makna. Komunikasi ritual juga
kadang-kadang bersifat mistik dan mungkin sulit dipahami
oleh orang-orang di luar komunitas tersebut. Namun hingga
kapanpun tampaknya ritual akan tetap menjadi kebutuhan
manusia, meskipun bentuknya berubah-ubah, demi
pemenuhan jati diri sebagai individu, sebagai anggota
komunitas sosial dan sebagai salah satu unsur dari alam
semesta
4. Komunikasi Instrumental
Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan
umum yakni menginformasikan, mengajar, mendorong,
mengubah sikap dan keyakinan, dan mengubah perilaku
atau menggerakkan tindak, dan juga untuk menghibur. Bila
disimpulkan, maka kesemua tujuan tersebut disebut
membujuk (bersifat persuasif). Komunikasi yang berfungsi
memberitahukan atau menerangkan mengandung muatan
persuasif dalam arti bahwa pembicara menginginkan
pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi
yang disampaikannya akurat dan layak untuk diketahui.
Sebagai instrument, komunikasi tidak hanya digunakan
untuk menghancurkan hubungan tersebut. Studi komunikasi
membuat kita peka terhadap berbagai strategi yang dapat
kita gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih
baik dengan orang lain demi keuntungan bersama.
Komunikasi juga berfungsi sebagai instrument untuk
mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan
jangka pendek ataupun tujuan jangka panjang. Tujuan
jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian,
menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh simpati,
empati, keuntungan materil, ekonomi dan politik yang
antara lain dapat diraih lewat pengelolaan kesan, yakni
taktik verbal dan nonverbal. Sementara itu tujuan jangka
panjang dapat diraih lewat keahlian komunikasi, misalnya
keahlian berpidato, berunding, berbahasa asing ataupun
keahlian menulis. Itu menunjukkan bahwa kemampuan
berkomunikasi berperan penting mengantarkan seseorang
ke puncak karirnya.
2.1.2.4 Proses Komunikasi A. Proses Komunikasi Primer
Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses
penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator)
Proses komunikasi dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan
Praktek, proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni :
“Proses komunikasi secara primer, Proses ini adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan” (Effendy, 2003: 11)
Onong Uchjana Effendy bahwa:
“Bahasa digambarkan paling banyak dipergunakan dalam proses komunikasi karena dengan jelas bahwa bahasa mampu menerjemahkan pikiran seseorang untuk dapat dimengerti dan dipahami oleh orang lain secara terbuka.” (Effendy, 2003: 11)
Apakah penyampaian bahasa tersebut dalam bentuk ide,
informasi atau opini mengenai hal yang jelas (kongkret) maupun
untuk hal yang masih samar (abstrak), bukan hanya mengenai
peristiwa atau berbagai hal yang sedang terjadi melainkan pada
waktu dulu dan masa yang akan datang.
Kial (gesture) merupakan terjemahan dari pikiran seseorang
sehingga dapat terekspresikan secara nyata dalam bentuk fisik,
tetapi kial ini hanya dapat mengkomunikasikan hal-hal tertentu
secara terbatas.
Isyarat juga merupakan cara pengkomunikasian yang
menggunakan alat “kedua” selain bahasa yang biasa digunakan
seperti misalnya kentongan sirine dan lain lain. Pengkomunikasian
Warna sama seperti halnya isyarat yang dapat
mengkomunikasian dalam bentuk warna-warna tertentu sebagai
pengganti bahasa dengan kemampuannya sendiri. Dalam hal
kemampuan menerjemahkan pikiran seseorang, warna tetap tidak
“berbicara” banyak untuk menerjemahkan pikiran seseorang karena
kemampuannya yang sangat terbatas dalam mentrasmisikan pikiran
seseorang kepada orang lain.
Gambar sebagai lambang yang lebih banyak porsinya
digunakan dalam komunikasi memang melebihi kial, isyarat, dan
warna dalam hal kemampuan menerjemahkan pikiran seseorang,
tetapi tetap tidak dapat melebihi kemampuan bahasa dalam
pengkomunikasian yang terbuka dan transparan. Penggunaan
bahasa sebagai “penerjemah” pikiran dapat didukung dengan
menggunakan gambar sebagai alat bantu pemahaman, tetapi
posisinya hanya sebagai pelengkap bahasa untuk lebih
mempertegas maksud dan tujuannya.
Media primer atau lambang yang paling banyak digunakan
dalam komunikasi adalah bahasa, tetapi tidak semua orang dapat
mengutarakan pikiran dan perasaan yang sesungguhnya melalui
kata-kata yang tepat dan lengkap. Hal ini juga diperumit dengan
adanya makna ganda yang terdapat dalam kata-kata yang
Oleh karena itu bahasa isyarat, kial, sandi, simbol, gambar dan
lain-lain dapat memperkuat kejelasan makna.
B. Proses komunikasi Sekunder.
“Proses komunikasi secara sekunder, adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.” (Effendy, 2003: 16)
Seseorang komunikator menggunakan media kedua dalam
melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya
berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat,
telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan
banyak lagi media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.
Media kedua ini memudahkan proses komunikasi yang
disampaikan dengan meminimalisir berbagai keterbatasan manusia
mengenai jarak, ruang dan waktu.
C. Proses Komunikasi secara Linear
Istilah linear mengandung makna lurus. Dalam konteks
komunikasi, proses secara linear adalah proses penyampaian pesan
oleh komunikator kepada komunikan sebagai titik terminal
(Effendy, 2003: 38). Komunikasi linear berlangsung baik dalam
situasi komunikasi tatap muka
D. Proses Komunikasi secara sirkular
Dalam konteks komunikasi yang dimaksudkan dengan
yaitu terjadinya arus dari komunikan ke komunikator. oleh karena
itu ada kalanya feed back tersebut mengalir dari komunikan ke
komunikator itu adalah respon atau tanggapan komunikan terhadap
pesan yang diterima dari komunikator
2.1.2.5 Tujuan Komunikasi
Kegiatan atau upaya komunikasi yang dilakukan tentunya
mempunyai tujuan tertentu. Tujuan yang dimaksud disini menunjuk
pada suatu hasil atau akibat yang diinginkan oleh pelaku
komunikasi. Effendy dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan
Praktek, tujuan komunikasi adalah :
1. Perubahan sikap (Attitude Change)
2. Perubahan Pendapat (Opinion Change)
3. Perubahan Perilaku (Behavior Change)
4. Perubahan Sosial (Sosial Change). (Effendy, 2004:8)
2.1.2.6 Tinjauan Tentang Komunikasi Non Verbal A. Definisi Komunikasi Non Verbal
Manusia dipersepsi tidak hanya lewat bahasa verbalnya
bagaimana bahasanya (halus, kasar, intelektual, mampu
berbahasa asing, dan sebagainya), namun juga melalui perilaku
non verbalnya. menurut Knapp dan Hall (Mulyana, 2008:342),
isyarat non verbal, sebagaimana simbol verbal, jarang punya
makna denotatif yang tunggal, salah satu faktor yang
Secara sederhana, pesan non verbal adalah semua setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima”. (Mulyana, 2008:343)
Sementara menurut Edward T. Hall dalam (Mulyana,
2008:344)
“Menamai bahasa non verbal sebagai “bahasa diam” (slient language) dan “dimensi tersembunyi” (hiden dimension) suatu budaya. Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan-pesan non verbal tertanam dalam konteks komunikasi. Selain isyarat situasional dan relasional dalam transaksi komunkasi, pesan non verbal memberi kita isyarat-isyarat kontekstual. Berssama isyarat verbal dan isyarat kontekstual, pesan non verbal membantu kita menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi”. (Mulyana, 2008:344)
B. Fungsi Komunikasi Non Verbal
Dilihat dari fungsinya, perilaku non verbal mempunyai
beberapa fungsi, Paul Ekman menyebutkan lima fungsi pesan non
verbal, seperti yang dapat dilukisan dengan perilaku mata, yakni
sebagai :
a. Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan simbol
b. Ilustrator. Pandangan kebawah dapat menunjukan
depresi atau kesedihan.
c. Regulator. Kontak mata berarti saluran percakapan
terbuka.
d. Penyesuai. Kedipan mata yang cepat meningkat
ketika orang berada dalam tekanan. Itu merupakan
respon tidak di sadari yang merupakan upaya tubuh
untuk mengurangi kecemasan.
e. Affect Display. Pembesaran manik mata (upil dilation) menunjukan tingkat emosi.
Lebih jauh lagi, dalam hubungannya dengan
perilaku verbal, perilaku non verbal mempunyai fungsi-fungsi
sebagai berikut :
a. Perilaku non verbal dapat mengulangi perilaku verbal
b. Memperteguh, menekankan atau melengkapi perilaku
verbal
c. Perilaku non verbal dapat menggantikan perilaku verbal
d. Perilaku non verbal dapat meregulasi perilaku verbal.
e. Perilaku non verbal dapat membantah atau bertentangan
dengan perilaku verbal
C. Klasifikasi Pesan Non Verbal
Perilaku non verbal kita terima sebagai suatu “paket” siap
tidak pernah mempersoalkan mengapa kita harus memberi
isyarat begini untuk mengatakan suatu hal atau isyarat begitu
untuk mengatakan hal lain.
Sebagaimana lambang verbal, asal-usul isyarat non
verbal sulit dilacak, meskipun ada kalanya kita memperoleh
informasi terbatas mengenai hal itu, berdasarkan agama, sejarah,
atau cerita rakyat (folklore).
Kita dapat mengklasifikasikan pesan-pesan nonverbal
ini dengan berbagai cara. Jurgen Ruesch mengklasifikasikan
isyarat nonverbal menjadi tiga bagian.
Pertama, bahasa tanda (sign language) acungan jempol
untuk menumpang mobil secara gratis; bahasa isyarat
tunarungu;
Kedua, bahasa tindakan (action language) semua gerakan tubuh yang tidak digunakan secara eksklusif untuk memberikan
sinyal, misalnya berjalan;
Ketiga, bahasa objek (object language) pertunjukkan benda, pakaian, dan lambing nonverbal bersifat public lainnya
seperti ukuran ruangan, bendera, gambar (lukisan), music
(misalnya marching band), dan sebagainya, baik secara sengaja
Secara garis besar Larry A. Samovar dan Richard E. Porter
membagi pesan-pesan nonverbal menjadi dua kategori besar,
yakni;
Pertama, perilaku yang terdiri dari penampilan dan
pakaian, gerakan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata,
sentuhan, bau -bauan, dan parabahasa;
Kedua, ruang, waktu dan diam. (Mulyana 2005:316-317)
Sedangkan Deddy Mulyana dalam buku Ilmu Komunikasi
Suatu Pengantar mengklasifikasikan Komunikasi Non Verbal
menjadi sembilan kategori yakni;
a. Bahasa Tubuh
Bahasa Tubuh diklasifikasikan lagi menjadi
Isyarat Tangan
Gerakan Kepala
Postur Tubuh dan Postur Kaki
Ekspresi Wajah dan Tatapan Mata (Deddy
Mulyana 2011, 353-378)
b. Sentuhan
Menurut Heslin, terdapat 5 kategori sentuhan, yang
merupakan suatu rentang dari yang sangat
impersonal hinggayang sangat personal. Kategori
tersebut adalah
Sosial-sopan
Persahabatan-kehangatan
Cinta-keintiman
Rangsangan seksual (Deddy Mulyana,
2011: 380)
c. Parabahasa
Parabahasa atau vokalika merujuk pada aspek-aspek
suara selain ucapan yang dapat dipahami, misalnya
kecepatan berbicara, nada (tinggi atau rendah),
intensitas (volume) suara, serak, suara sengau, suara
terputus-putus, suara yang gemetar, siulan, tawa,
erangan, tangis, gerutuan, gumaman, desahan, dan
sebagainya. Setiap karateristik suara ini
mengkomunikasikan emosi dan pikiran kita (Deddy
Mulyana, 2011 : 387)
d. Penampilan Fisik
Setiap orang mempunyai persepsi mengenai
tampilan fisik seseorang, baik itu busananya (model,
kualitas bahan, warna), dan juga ornmen lain yang
dipakainya. Seringkali orang memberi makna
tertentu pada karateristik orang yang bersangkutan,
seperti bentuk tubuh, warna kulit, model rambut dan
- Busana
- Karakteristik fisik. (Deddy Mulyana, 2011 :
392-397)
e. Bau-bauan
Kita dapat menduga bagaimana sifat seseorang dan
selera makanannya atau kepercayaannya
berdasarkan bau yang berasal dari tubuhnya dan
dari rumahnya (Deddy Mulyana, 2011 : 401)
f. Orientasi Ruang dan Jarak Pribadi
Terbagi menjadi :
- Ruang pribadi vs ruang publik
- Posisi duduk dan pengaturan ruangan (Deddy
Mulyana, 2011: 406-410)
g. Konsep Waktu
Waktu menentukan hubungan antar manusia.
Edward T.H membedakan konsep waktu menjadi 2,
yaitu: waktu monokronik, dan waktu polikronik
(Deddy Mulyana, 2011 : 416)
h. Diam
Ruang dan waktu adalah bagian dari lingkungan
kita dan juga dapat diberikan makna. John Cage
mengatakan tidak ada sesuatu yang disebut ruang
sesuatu untuk didengar. Sebenernya bagaimanapun
kita berusaha diam, kita tidak dapat melakukannya.
Warna - Dalam tiap budaya terdapat konvensi tidak
tertulis mengenai warna pakaian yang layak dipakai
ataupun tidak. (Deddy Mulyana, 2011 : 424)
i. Artefak
Benda apa saja yang dihasilkan kecerdasan manusia
aspek ini merupakan perluasan lebih jauh dari
pakaian dan penampilan. (Deddy Mulyana, 2011 :
433)
j. Warna
Warna bersifat simbolik maka dari itu warna bisa
menimbulkan suatu pertikaian (Deddy Mulyana,
2011 : 427)
2.1.4 Definisi Makna
Upaya memahami makna, sesungguhnya merupakan
salah satu masalah filsafat yang tertua dalam umur manusia.
Konsep makna telah menarik perhatian disiplin komunikasi,
psikologi, sosiologi, antropologi dan linguistic. Itu
sebabnya,beberapa pakar komunikasi sering menyebut kata makna
ketika merumuskan defenisi komunikasi. misalnya menyatakan
“Komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua
Juga Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson (1979:3),
“Komunikasi adalah proses memahami makna dan berbagi
makna”. (Sobur, 2009:255).
Sementara itu Brown dalam buku “Semiotika Komunikasi”
Alex Sobur mendefenisikan makna sebagai:
“kecendrungan (disposisi) untuk menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Terdapat banyak komponen dalam makna yang dibangkitkan suatu kata atau kalimat.”
Dengan kata-kata Brown
“seseorang mungkin menghabiskan tahun-tahunnya yang produktif untuk menguraikan makna suatu kalimat tunggal dan akhirnya tidak menyelesaikan tugas itu”. (Mulyana dalam Sobur, 2009:256).
Tampaknya, kita perlu terlebih dahulu membedakan
pemaknaan secara lebih tajam tentang istilah-istilah yang nyaris
berimpitan antara apa yang disebut
(1)Terjemahan atau translate
(2) Tafsir atau interpretasi
(3) Ekstrapolasi
(4) Makna atau meaning (Muhadjir dalam Sobur 2009:256)
Ada tiga hal yang coba dijelaskan oleh para filsafat dan
linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna.
ketiga hal itu yakni:
(1) menjelaskan makna kata secara alamiah,
(3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi
(Kempson, 1977:11).
Dalam kaitan ini Kempson berpendapat untuk
menjelaskan istilah makna harus dilihat dari segi:
(1) kata
(2) kalimat
(3) apa yang dibutuhkan pembicara untuk
berkomunikasi. (Sobur, 2009:256)
2.1.4.1Makna dalam Komunikasi
Makna Dalam Komunikasi Secara etimologi penjelasan
mengenai definisi komunikasi telah banyak diarahkan pada suatu
sumber yang sama mengenai asal mulanyayang berasal dari kata
Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang
berarti sama. Hal ini menunjukan satu karakteristikyang jelas dari
makna yang relevan dengan komunikasi manusia adalah
“kebersamaan”: makna yang berkaitan dengan komunikasi
padahakikatnya merupakan fenomena sosial. Aubrey Fisher
menjelaskan mengenai konsepsi makna dalamhubungannya
sebagai inisiasi dalam komunikasi, bahwa
Akan tetapi, aspek kebersamaan tersebut tidak harus
menunjukanbahwa semua peserta dalam proses komunikatif
memiliki pemahamanyang identik dengan lambing atau
pikiran-pikiran (atau apapun), namunbahwa pemahman tertentu menjadi
milik bersama mereka semua.Tanpa adanya suatu derajat tentang
apa yang disebut Goyer dalam kutipan Fisher, yakni
“Kebersamaan makna (commonality of meaning)
yakni pemilikan pengalaman secara bersama. (Fikri,
2011: 56).
Aspek makna yang fundamental sebagaimana terdapat dalam
komunikasi manusia adalah alat sosialnya keumumannya atau
konsnensus atau kebersamaannya dari makna-makna individual.
Faham tentang makna bersama sebagaian besar memasuki setiap
perfektif komunikasi manusia, tetapi hal ini tidak berarti bahwa
tinjauan komunikasi manusia tentang “makna bersama” itu sama.
Dalam kenyataannya, konsepsi tentang kebersamaan tersebut
berbeda-bedadiantara berbagai sudut penciptaan dan
pemaknaannya
2.1.5 Tinjauan Tentang Upacara Adat
Upacara merupakan serangkaian tindakan atau perbuatan
yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat,
agama, dan kepercayaan. Jenis upacara dalam kehidupan
perkawinan, dan upacara pengukuhan kepala suku. Upacara
adat salah satu cara menelusuri jejak sejarah masyarakat Indonesia
pada masa lalu dapat kita jumpai pada upacara-upacara adat
merupakan warisan nenek moyang kita.
Selain melalui mitologi dan legenda, cara yang dapat
dilakukan untuk mengenal kesadaran sejarah pada masyarakat
yang belum mengenal tulisan yaitu melalui upacara. Upacara
pada umumnya memiliki nilai sakral oleh masyarakat
pendukung kebudayaan tersebut (Wahyudi Pantja Sunjata, 1997:1).
Upacara adat tradisional adalah peraturan hidup sehari-hari
ketentuan yang mengatur tingkah anggota masyarakat dalam
segala aspek kehidupan manusia. Pengertian adat adalah tingkah
laku dalam suatu masyarakat (sudah, sedang, akan) diadakan.
Wahyudi Pantja Sunjata (1997:2), mengatakan upacara
tradisional merupakan bagian yang integral dari tradisi
masyarakat pendukungnya dan kelestariannya, hidupnya
dimungkinkan oleh fungsi bagi kehidupan masyarakat
pendukungnya. Penyelanggaraan upacara tradisional itu sangat
penting artinya bagi pembinaan sosial budaya warga
masyarakat yang bersangkutan. Norma-norma dan nilai-nilai
budaya itu secara simbolis ditampilkan melalui peragaan dalam
bentuk upacara yang dilakukan oleh seluruh masyarakat
Pelaksanaan upacara adat tradisioanal termasuk dalam
golongan adat yang tidak mempunyai akibat hukum, hanya saja
apabila tidak dilakukan oleh masyarakat maka timbul rasa
kekhawatiran akan terjadi sesuatu yang menimpa dirinya.
Upacara adat adalah suatu upacara yang dilakukan secara turun
menurun yang berlaku di suatu daerah. Dengan demikian, setiap
daerah memiliki upacara adat sendiri-sendiri, seperti upacara
perkawinan, upacara labuhan. Upacara adat yang dilakukan di
daerah sebenarnya juga tidak lepas dari unsur sejarah.
2.2 Kerangka Pemikiran
Kerangka Pemikiran merupakan alur pikir peneliti yang dijadikan
sebagai skema pemikiran yang melatarbelakangi penelitian ini. Dalam
kerangka pemikiran ini, peneliti akan mencoba menjelaskan pokok masalah
penelitian. Penjelasan yang disusun akan menggabungkan antara teori
dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini.
Kerangka pemikiran merupakan pemetaan (mind maping) yang
dibuat dalam penelitian untuk mengambarkan alur pikir peneliti. Tentunya
kerangka pemikiran memiliki esensi tentang pemaparan hukum atau teori
yang relevan dengan masalah yang diteliti dan berdasarkan teknik
pengutipan yang benar. Dengan kerangka pemikiran, memberikan dasar
pemikiran bagi peneliti untuk diangkatnya sub fokus penelitian, serta adanya
Dalam kegiatan Upacara Adat Melasti syarat akan makna komunikasi
nonverbal dalam tiap prosesi pelaksanaan upacara tersebut. Komunikasi
nonverbal itu sendiri pada intinya menitikberatkan pada semua tindak
komunikasi diluar komunikasi lisan, atau lengkapnya menurut Larry A.
Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi non verbal mencakup semua
rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi,
yang dihasilkan dari individu dan penggunaan lingkungan individu, yang
mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. (Mulyana,
2010 : 343)
Komunikasi Non Verbal merupakan komunikasi yang menggunakan
isyarat seperti gerakan tangan, gerakan tubuh dan mencakup semua
rangsangan dan juga mempunyai pesan potensial bagi pengirim maupun
penerima pesan. Dari pengertian diatas Peneliti mengambil 5 sub fokus dari 9
klasifikasi Komunikasi Non Verbal yang diungkapkan oleh Deddy
Mulyanan, yakni Penampilan Fisik, Parabahasa, Artefak, Orientasi Ruang,
Warna untuk melakukan penelitian yang akan diteliti
Dalam kerangka teoritis ini selain menggunakan teori dari Deddy
Mulyana mengenai pengklasifikasian pesan non verbal penelitian ini pun
ditambah oleh pemikiran peneliti sendiri yang digunakan sebagai
landasan penelitian mengenai Komunikasi Nonverbal dalam Upacara
Adat Melasti, dimana Upacara Adat yang berasal dari Desa Padang Sambian
nonverbal yang tentu saja ada makna yang berbeda bila dibandingkan
dengan bentuk komunikasi nonverbal lainnya.
Komponen dari konsep dan hasil pemikiran peneliti diadaptasikan
kedalam model dibawah ini, hal ini untuk mempermudah dan
menggambarkan proses terjadinya pesan-pesan komunikasi nonverbal yang
terdapat dalam Upacara Adat Melasti di kebudayaan masyarakat Desa
Padang Sambian Denpasar, Bali yang urutannya berkaitan satu sama lain
sehingga menjadikan informasi yang lebih efektif dan terencana, seperti
Upacara Adat Melasti Masyarakat di Desa Padang
Sambian
Komunikasi Non Verbal
Alur Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Sumber, Peneliti 2015
Penampilan Fisik Parabahasa
Makna Komunikasi Non Verbal dalam Upacara Melasti di Desa Padang Sambian
Denpasar, Bali
Artefak Orientasi
Ruang
50
Pada desain penelitian ini, peneliti melakukan suatu penelitian
dengan pendekatan secara Kualitatif dimana untuk mengetahui dan mengamati segala hal yang menjadi ciri sesuatu hal. Bogdan dan Taylor
dalam buku Lexy J Moleong mengatakan:
“Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic ( utuh ). Dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. ( Moleong, 2007 : 4 )
Adapun menurut penulis pada buku kualitatif lainnya, seperti yang
diungkapkan oleh Denzin dan dalam buku Lexy Moleong, menyatakan: “Bahwa penelitian kualitatif adalah penlitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada” (Moleong, 2007:5)
Adapun pengertian kualitatif lainnya, seperti yang diungkapkan
oleh Denzin dan Lincoln dalam Moleong, menyatakan:
biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen”. (Moleong, 2007:5)
Sedangkan Definisi penelitian deskriptif menurut Elvinaro :
“Metode Deskriptif menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah (Natural Setting). Peneliti terjun langsung ke lapangan, bertindak sebagai pengamat. Ia membuat kategori perilaku, mengamati gejala, dan mencatatnya dalam buku observasi ia tidak berusaha untuk memanipulasi variabel” (Elvinaro, 2010:60)
Menurut Definisi Creswell dalam buku “Metode Penelitian Public
Relation” metode deskriptif-kualitatif termasuk paradigma penelitian
positivistik. Asumsi dasar yang menjadi inti paradigma penelitian
post-positivisme adalah
a. Pengetahuan bersifat konjektural dan tidak berlandaskan
apapun.
b. Penelitian merupakan proses membuat klaim-klaim, kemudian
menyaring sebagian klaim tersebut menjadi klaim-kalim lain
yang kebenarannya jauh lebih kuat.
c. Pengetahuan dibentuk oleh data, bukti dan pertimbangan logis.
d. Penelitian harus mampu mengembangkan pernyataan yang
relevan dan benar, pernyataan yang dapat menjelaskan situasi
yang sebenarnya atau mendeskripsikan relasi kausalitas dari
suatu persoalan
e. Aspek terpenting dalam penelitian adalah sikap objektif.
Dalam melakukan suatu penelitian sangat diperlukan perencanaan
dan perancangan dalam penelitian, agar penelitian dapat berjalan lancar,
baik dan sistematis.
Berdasarkan penelitian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
desain penelitian merupakan rencana dan struktur penyelidikan terhadap
pengumpulan data sehingga dapat menjawab pertanyaan dalam penelitian
Dalam melakukan penelitian diperlukan melakukan perancangan
dan perencanaan. Maka langkah-langkah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Menetapkan judul yang akan diteliti, sehingga dapat diketahui apa
yang akan diteliti dan menjadi masalah dalam penelitian. Dalam
penelitian ini penulis mengambil judul Makna Komunikasi Non
Verbal dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian
Denpasar, Bali
2. Menetapkan masalah-masalah yang akan dianalisis mengenai
Makna Komunikasi Non Verbal dalam Upacara Adat Melasti di
Desa Padang Sambian Denpasar, Bali. Dalam penelitian ini
menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut:
a. Penampilan Fisik
b. Parabahasa
c. Artefak
d. Orientasi Ruang
3. Memilih Teknik Pengumpulan Data, Teknik Pengumpulan Data
yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan 2 cara
yaitu dengan pengumpulan data melalui studi Lapangan antara lain
wawancara mendalam, observasi, dokumentasi serta studi pustaka
yakni dari sumber lain seperti buku
3.2Informan Peneliti
Pemilihan informan-informan pada penlitian ini menggunakan
teknik purposive sampling, sebagaimana maksud yang disampaikan oleh Rachmat Kriyantoro dalam buku Teknik Praktis Riset Komunikasi adalah:
“Persoalan utama dalam teknik purposive sampling dalam menentukan kriteria, dimana kriteria harus mendukung tujuan penelitian. Beberapa riset kualitatif sering menggunakan teknik ini dalam penelitian observasi eksploratoris atau wawanacara mendalam. Biasanya teknik ini dipilih untuk penelitian yang lebih mengutamakan kedalaman data dari pada untuk tujuan representatif yang dapat digeneralisasikan” (Kriyantoro, 2007: 154-155)
Dalam penelitian ini yang menjadi informan penelitian adalah
orang-orang yang dipilih oleh peneliti yang dapat memberikan informasi
yang dibutuhkan peneliti. Para informan penelitian tersebut adalah
Tabel 3.1 Informan Penelitian
No Nama Umur Keterangan
1. Pak Wayan Sutrisno 42 tahun Pemangku adat
2.
Ni Wayan Septiniya
Eka Pratiwi
28 tahun Pemangku adat permpuan
3. Ni Made Susyari 18 tahun
Masyarakat Desa Padang
Sambian
4. Mas Made 32 tahun
Masyarakat Desa Padang
Sambian
Sumber, Peneliti 2015
Alasan peneliti memilih Informan
a. Pak Wayan Sutrisno
Pak Wayan adalah salah satu pemangku adat dari Desa Padang
Sambian tepatnya dari Pura Taman Sekar Paibon, Pak Wayan sendiri
diyakini mengetahui dengan jelas mengenai Upacara Adat Melasti.
Pak Wayan adalah Pemangku Adat yang dipilih berdasarkan warga
disekitar Pura Taman Sekar Paibon
Mbok Eka adalah salah satu Pemangku Adat perempuan dari Desa
Padang Sambian tepatnya dari Pura Taman Sekar Paibon, Mbok Eka
pun mengetahui dengan jelas mengenai Upacara Adat Melasti. Mbok
Eka adalah Pemangku Adat yang dipilih oleh Roh Leluhur warga Pura
Taman Sekar, dipilih dengan cara kerasuki Roh Leluhur tersebut.
c. Ni Made Susyari
Ni Made Susyari atau biasa disapa Arik adalah salah satu warga
Padang Sambian yang diyakini bisa memberikan informasi mengenai
Upacara Adat Melasti yang biasa dilakukan di Desanya.
d. Mas Made
Mas Made adalah salah satu warga Padang Sambian yang diyakini bisa
memberikan informasi mengenai Upacara Adat Melasti yang biasa
dilakukan di Desanya.
3.3Teknik Pengumpulan Data
Sebagai bentuk penunjang dari penelitian yang valid tidak hanya
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, melainkan informasi-informasi
dalam bentuk data yang relevan dan dijadikan bahan-bahan penelitian
untuk dianalisis pada akhirnya. Adapun teknik pengumpulan data yang
dilakukan, sebagai berikut:
3.3.1 Studi Lapangan
Adapun studi lapangan yang dilakukan oleh peneliti untuk
berkenaan dengan penelitian yang dilakukan mencakup beberapa
cara diantaranya yakni:
1. Wawancara mendalam
Dalam penelitian perlu adanya data-data yang relevan
untuk dijadikan sebagai penunjang dalam penelitian yang
berlangsung, salah satunya adalah melalui wawancara.
Menurut Berger (2000:11) dalam buku Rachmat Kriyantoro, menyatakan Wawancara adalah percakapan
antara periset-seseorang yang berharap mendapatkan
informasi dan informan-seseorang uang diasumsikan
mempunyai informasi paling penting tentang suatu objek.
Wawancara dibagi dua :
a. Wawancara dalam riset kualitatif, yang disebut sebagai wawancara mendalam (depth interview), atau
b. Wawancara secara intensif (intensive interview) dan kebanyakan tak berstruktur. Tujuannya untuk
mendapatkan data kualitatif yang mendalam.
(Kriyantoro, 2007:96)
Maka, dalam hal ini peneliti pun mengumpulkan data-data
dengan salah satu caranya melalui wawancara untuk
mendapatkan informasi yang benar-benar relevan dari
Pemangku Adat upacara Melasti serta kepada masyarakat Desa
Padang Sambian
1. Observasi Partisipan
Di dalam hal ini observer ikut terjun langsung ke
lapangan sebagai partisipan yang mengikuti Upacara
Melasti tersebut. 2. Dokumentasi
Memuat data-data pada penelitian sebagai upaya
untuk menafsirkan segala hal yang ditemukan dilapangan,
perlu adanya dokumentasi-dokumentasi dalam berbagai
versi.
Studi dokumenter merupakan merupakan suatu teknik
pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis
dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumen
yang telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai), dibandingkan dan
dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu
dan utuh. Jadi studi dokumenter tidak sekedar mengumpulkan dan
menuliskan atau melaporkan dalam bentuk kutipan-kutipan tentang
sejumlah dokumuen yang dilaporkan dalam penelitian adalah hasil analisis
terhadap dokumen-dokumen tersebut.
Pada penelitian ini, peneliti turut mendokumentasikan segala
kegiatan maupun aktivitas yang dilakukan dalam menyambut Upacara
3.3.2 Studi Pustaka
Memahami apa yang diteliti, maka upaya untuk menjadikan
penelitian tersebut baik. Perlu adanya materi-materi yang diperoleh
dari pustaka-pustaka lainnya. Menurut J.Supranto dalam buku
Rosadi Ruslan, mengemukakan:
“Studi pustaka adalah “Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan materi data atau informasi melalui jurnal ilmiah, buku-buku referensi dan bahan-bahan publikasi yang tersedia di perpustakaan” (Ruslan, 2003:31)
a. Tinjauan pustaka
Mengumpulkan data melalui buku-buku literatur dan
sumber data lainnya, dilengkapi dengan pendapat para ahli
yang berhubungan dengan permasalahan dibahas untuk
mendapatkan data teoritis yang akan dijadikan sebagai bahan
pembanding dalam pembahasan masalah. Seluruh data yang
telah diperoleh melalui cara ini merupakan data yang disajikan
dengan cara mengutip dan mengungkapkan kembali teori-teori
yang ada yang berhubungan dengan penelitian yang sedang
dilakukan demi menunjang kesempurnaan dari hasil penelitian.
3.4Teknik Analisis Data
Teknik Analisa Data merupakan suatu kegiatan yang mengacu
pada penelaahan atau pengujian yang sistematik mengenai suatu hal
dalam rangka mengetahui bagian-bagian, hubungan diantara bagian, dan
“Analisis dara kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menentukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain” (Bodgan dan Biklen dalam Moleong, 2005:248)
Data kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan
berlandaskan kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses proses
yang terjadi dalam lingkup setempat. Dengan data kualitatif kita
dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai
sebab akibat serta untuk membentuk kerangka teori baru.
Data yang dikumpulkan diperiksa kembali bersama-sama
dengan informan, langkah ini memungkinkan dilihat kembali akan
kebenaran informasi yang dikumpulkan, selain itu juga dilakukan
cross check data kepada narasumber lain yang dianggap faham terhadap masalah yang diteliti, sedangkan triangulasi metode
dilakukan untuk mencocokan informasi yang diperoleh dari satu teknik
pengumpulan data (wawancara mendalam) dengan teknik yang lainnya
(observasi), terkait dengan itu menurut Huberman dan Miles melukiskan
Gambar 3.1
Komponen-komponen Analisa Data Kualitatif
1) Reduksi Data (data reduction)
Merupakan kategorisasi dan mereduksi data, yaitu melakukan
pengumpulan terhadap informasi penting yang terkait dengan masalah
penelitian selanjutnya data dikelompokan sesuai topik masalah. Dalam
Pelaksanaan di lapangan peneliti mengumpulkan beberapa data dari
informan tentang informasi mengenai Upacara Adat Melasti, setelah itu
peneliti memilih beberapa data yang menurut peneliti sesuai dengan topik
yang peneliti butuhkan guna menunjang penelitian ini.
2) Pengumpulan Data(data collection)
Data yang dikelompokkan selanjutnya disusun dalam bentuk
narasi-narasi, sehingga berbentuk rangkaian informasi yang bermakna
sesuai dengan masalah penelitian. Setelah mendapatkan informasi dari
Data
Collection
Data
Display
Data
Reduction
Conclution,
Drawing &
informan mengenai Upacara Adat Melasti lalu peneliti mengumpulkan
data untuk kemudian dijelaskan dalam berbentuk narasi
3) Penyajian Data (data display)
Melakukan interpretasi data yaitu menginterpretasikan apa yang
telah diinterpretasikan informan terhadap masalah yang diteliti. Setelah
mengumpulkan Data dari informan mengenai Upacara Adat Melasti dalam
bentuk narasi setelah itu peneliti menyajikan data tersebut.
4) Menarik Kesimpulan
Merupakan verifikasi berdasarkan reduksi, interprestasi dan
penyajian data yang telah dilakukan pada tahap sebelumya selaras
dengan mekanisme logika pemikiran induktif, maka penarikan
kesimpulan akan bertolak belakang dengan hal-hal yang khusus
sampai pada rumusan kesimpulan yang sifatnya umum. Sedangkan
Miles berpendapat bahwa :
“Kesimpulan adalah tinjauan ulang pada catatan dilapangan atau kesimpulan dapat ditinjau sebagai makna yang muncul dari data yang harus diuji kebenarannya,
kekokohannya dan kecocokannya, yaitu yang merupakan validitasnya”. (Miles 1992:20)
Kesimpulan merupakan hasil dari seluruh penelitian yang peneliti
lakukan berdasarkan hasil dari informan dan berdasarkan pengamatan
5) Evaluasi
Melakukan verifikasi hasil analisis data dengan informan,
yang didasarkan pada kesimpulan tahap keempat. Tahap ini
dimaksudkan untuk menghindari kesalahan interpretasi dari hasil
wawancara dengan sejumlah informan yang dapat mengaburkan makna
persoalan sebenarnya dari fokus penelitian
Dari kelima tahap analisis data diatas setiap bagian-bagian
yang ada di dalamnya berkaitan satu sama lainnya, sehingga saling
berhubungan antara tahap yang satu dengan tahap yang lainnya.
Analisis dilakukan secara continue dari pertama sampai akhir
penelitian, untuk mengetahui makna komunikasi nonverbal dalam
Upacara Melasti.
3.5 Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan Data yang akan dilakukan dalam penelitian
kualitatif meliputi beberapa pengujian. Peneliti menggunakan uji
credibility atau uji kepercayaan terhadap hasil penelitian. Menurut Sugiyono (2010:270) cara pengujian kredibilitas data atau kepercayaan
terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan
perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian,
triangulasi data, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negative, dan membercheck. Tetapi memilih beberapa saja sesuai dengan kebutuhan
1. Meningkatkan Ketekunan (Persistent observation)
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara
lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian
data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.
Sebagai bekal peneliti untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan cara
membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau
dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti.
Dengan membaca ini maka wawasan peneliti akan semakin luas dan
tajam, sehingga dapat digunakan untuk memeriksa data yang ditemukan
itu benar/dipercaya atau tidak. (Sugiyono, 2010:272
2. Triangulasi
Diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan
berbagai cara dan berbagai waktu. Triangulasi sumber dilakukan dengan
cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
Triangulasi teknik dilakukan dengan cara megecek data kepada sumber
yang sama dengan teknik berbeda. Misalnya data diperoleh dengan
wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi. Triangulasi waktu
dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara,
observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.
3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.6.1 Lokasi
Lokasi yang menjadi tempat penelitian berada di Denpasar
tepatnya daerah Denpasar Barat yakni Desa Padang Sambian.
3.6.2 Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama lima bulan dari
bulan Maret sampai dengan Bulan Agustus 2015 dan waktu observasi
peneliti melakukan penelitian selama satu minggu penuh selama bulan
Tabel 3.2
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Sidang Skripsi Pada Program Studi Ilmu Komunikasi
Patrisia Indriana Sari
41811058
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG
viii
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 8
1.2.1 Pertanyaan Makro ... 8
1.2.2 Pertanyaan Mikro ... 8
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9
1.3.1 Maksud Penelitian ... 9
1.3.2 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Kegunaan Penelitian ... 10
1.4.1 Kegunaan penelitian teoritis ... 10
1.4.2 Kegunaan penelitian praktis ... 10
ix
2.1 Tinjauan Pustaka ... 13
2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu... 13
2.1.2 Tinjauan Komunikasi ... 16
2.1.2.1Karakteristik Komunikasi ... 18
2.1.2.2Komponen Komunikasi ... 20
2.1.2.3Fungsi Komunikasi ... 23
2.1.2.4Proses Komunikasi ... 27
2.1.2.5Tujuan Komunikasi... 31
2.1.2.6Tinjauan Komunikasi Non Verbal ... 31
2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Antar Budaya ... 38
2.1.3.1Fungsi Komunikasi Antar Budaya ... 39
2.1.4 Definisi Makna ... 42
2.1.4.1Makna dalam Komunikasi ... 43
2.1.5 Tinjauan Tentang Upacara Adat ... 45
2.2 Kerangka Pemikiran ... 46
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 50
3.2 Informan Peneliti ... 53
3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 55
x
3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 65
3.6.1 Lokasi ... 65
3.6.2 Waktu Penelitian... 65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 66
4.1.1 Gambaran Objek Penelitian ... 66
4.1.2 Deskripsi Informan Penelitian ... 74
4.1.3 Analisa Hasil Penelitian ... 80
4.1.3.1 Penampilan Fisik dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar bali ... 82
4.1.3.2 Parabahasa dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar bali ... 85
4.1.3.3 Artefak dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar bali ... 88
4.1.3.4 Orientasi Ruang dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar bali ... 94
xi
4.2 Pembahasan ... 103
4.2.1 Penampilan Fisik dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar Bali ... 104
4.2.2 Parabahasa dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar Bali ... 105
4.2.3 Artefak dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar Bali ... 108
4.2.4 Orientasi Ruang dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar Bali ... 113
4.2.5 Warna dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar Bali... 117
4.2.6 Makna Komunikasi Non Verbal dalam Upacara Adat Melasti…….120
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 122
5.1.1 Penampilan Fisik ... 122
5.1.2 Parabahasa ... 122
xii
5.1.6 Makna Komunikasi Non Verbal dalam Upacara Adat Melasti ... 124
5.2 Saran ... 124
5.2.1 Universitas ... 125
5.2.2 Mahasiswa ... 125
5.2.3 Masyarakat Umum ... 125
DAFTAR PUSTAKA ... 126
LAMPIRAN ... 128
xiii
Tabel 4.1 Pedoman Observasi ... 73
xiv
Gambar 4.1 Pura Taman Sekar ... 73
Gambar 4.2 Wayan Sutrisno ... 76
Gambar 4.3 Ni Wayan Septiniya Eka Pratiwi ... 78
Gambar 4.4 Ni Made Susyari ... 79
Gambar 4.5 Bli Made ... 80
Gambar 4.6 Busana yang digunakan pada saat Upacara Adat Melasti ... 85
Gambar 4.7 Saat Pemangku menyanyikan kidung ... 88
Gambar 4.8 Juli yang ada di Desa Padang Sambian ... 90
Gambar 4.9 Arca Pertimo ... 91
Gambar 4.10 Gambar unggul-unggul dan tombak ... 92
Gambar 4.11 Ratu Gede ... 93
Gambar 4.12 Payung sebagai sarana pelengkap Upacara ... 94
Gambar 4.13 Pura Desa Padang Sambian ... 96
Gambar 4.14 Pantai Peti Tenget... 96
Gambar 4.15 Posisi Duduk di pinggir pantai ... 98
xv
Lampiran 2 Berita Acara Bimbingan ... 129
Lampiran 3 Surat Rekomendasi Pembimbing mengikuti SUP ... 130
Lampiran 4 Lembar Revisi UP ... 131
Lampiran 5 Pengajuan Pendaftaran Ujian Sidang Sarjana ... 132
Lampiran 6 Surat Rekomendasi Pembimbing untuk Mengikuti Sidang Sarjana . 133 Lampiran 7 Lembar Revisi Skripsi ... 134
Lampiran 8 Pedoman Observasi ... 135
Lampiran 9 Hasil Observasi ... 137
Lampiran 10 Jadwal Wawancara ... 139
Lampiran 11 Pedoman Wawancara ... 140
Lampiran 12 Transkrip Hasil Wawancara ... 143
Lampiran 13 Dokumentasi ... 169
126
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro. 2010. Metode Penelitian untuk Public Relation – Kuantitatif dan Kualitatif: Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
Effendy, Onong Uchjana. 2009. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya.
Kriyantoro, Rachmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana
Maruli, Sihol 2010. Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi. Bandung: Perpustakaan
UNIKOM.
Meleong, Lexy.2007. Metode Penelitian Kualitatif . PT Rosda karya, Bandung
Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Mulyana,Deddy. 2007. Suatu Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Mulyana, Deddy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung
Spradley, James P. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : CV Alfabeta
Widjaja. 2000 Ilmu Komunikasi Pengantar , Jakarta : Rineka Cipta
Skripsi :
Erni Sundari. Makna Komunikasi Non Verbal Dalam Tradisi Siramam Pada
Proses Pernikahan Adat Sunda Di Kelurahan Pasanggrahan Kecamatan
Ujungberung. (Studi Deskriptif mengenai Makna Komunikasi Non Verbal Dalam
Tradisi Siramam Pada Proses Pernikahan Adat Sunda Di Kelurahan Pasanggrahan
Kecamatan Ujungberung)
Redi Setiawan. Makna Komunikasi Nonverbal Dalam Kesenian Benjang Helaran
Di Ujungberung Kota Bandung. (Studi Deskriptif mengenai Makna Komunikasi
Nonverbal Dalam Kesenian Benjang Helaran Di Ujungberung Kota Bandung)
Andhika Anugrah Utama. Makna Komunikasi Non Verbal Dalam Upacara Adat
Penyucian Pusaka Nyangku di Desa Panjalu. (Studi Deskriptif mengenai Makna
Komunikasi Non Verbal Dalam Upacara Adat Penyucian Pusaka Nyangku di
Desa Panjalu)
SumberLain :