• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Komunikasi Non Verbal Dalam Upacara Adat Melasti (Studi Deskriptif Mengenai Makna Komunikasi Non Verbal Dalam Upacara Adat Melasti Di Desa Padang Sambian Denpasar Bali Dalam Rangka Menyambut Hari Raya Nyepi 2015)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Makna Komunikasi Non Verbal Dalam Upacara Adat Melasti (Studi Deskriptif Mengenai Makna Komunikasi Non Verbal Dalam Upacara Adat Melasti Di Desa Padang Sambian Denpasar Bali Dalam Rangka Menyambut Hari Raya Nyepi 2015)"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

v

(Decriptive as a methods research about The Meaning of Non Verbal Communication in a Traditional Ceremony of Melasti at Village of Padang

Sambian Denpasar Bali to welcome the Nyepi day 2015)

Patrisia Indriana Sari NIM. 41811058 Under Guidance, Olih Solihin S, Sos., M.I.Kom

The research purpose to know the meaning of Non Verbal Communication in Ceremony Melasti (descriptive as a methods research about Non Verbal Communication in a traditional ceremony of Melasti at village of Padang Sambian Denpasar Bali to welcome the Nyepi day 2015). To answer the above issues raised sub research focus include Physical Appearance, Parabahasa, Artifact, Orientation of Space, Color

The Method of research used qualitative descriptive method. Informants study consists of 4 (four) people. Most of the data were collected through observation, interview, documentation, supported by the literature and the triangulation of data. The data analysis technique used is data reduction, data collection, data display, collect conclusions and evaluation.

The Results that the selections made by physical appearance of the how they look at the time of Ceremony Melasti, then Parabahasa such as dialect, language, mantras and hymns. Artifacts found on the implementation of the ceremony is like Juli, Arca Pertimo, Unggul-unggul Naga, Payung emas dan tombak and Ratu Gede. and orientation of the place where the ceremony is Pantai Peti Tenget and Pura Ndesa.

The conclusion from this study that the meaning of non-verbal communication can also be found in the traditions and culture, Melasti Ceremony is one that has content and meaning.

Research Suggestion So that people participate in Indonesia help to preserve the nation’s cultural owned.

(2)

iv

ABSTRAK

MAKNA KOMUNIKASI NON VERBAL DALAM UPACARA ADAT MELASTI

(Studi Deskriptif Mengenai Makna Komunikasi Non Verbal dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar Bali dalam Rangka

Menyambut Hari Raya Nyepi 2015) Oleh :

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Makna Komunikasi Non Verbal dalam Upacara Adat Melasti (studi Deksriptif mengenai Makna Komunikasi Non Verbal dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar Bali dalam menyambut Hari Raya Nyepi 2015). Untuk menjawab permasalahan diatas diangkat sub fokus penelitian yang meliputi Penampilan Fisik, Parabahasa, Artefak, Orientasi Ruang, Warna

Metode Penelitian ini adalah metode desriptif kualitatif. Informan penelitian berjumlah 4 (empat) orang. Sebagian besar data dikumpulkan melalui observasi, wawancara mendalam, dokumentasi, didukung oleh studi pustaka serta triangulasi data. Adapun teknik analisa data yang digunakan yaitu reduksi data, pengumpulan data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan evaluasi.

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa penampilan fisik yakni busana yang dikenakan pada saat pelaksanaan Upacara Adat Melasti yaitu menggunakan busana berwarna putih, serta kampen dan ngudeng, lalu Parabahasa yang terdapat seperti dialek, bahasa, mantra serta kidung. Artefak yang terdapat pada pelaksanaan upacara tersebut seperti Juli, Arca Pertimo, Unggul-unggul naga, payung dan tombak serta Ratu Gede. Lalu Orientasi ruang yakni tempat pelaksanaan upacara tersebut yakni di Pantai Peti Tenget serta di Pura Desa. serta warna yang terdapat pada Canang Sari yang isinya memiliki arti dan maka sendiri

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa makna komunikasi non verbal juga dapat ditemukan dalam tradisi dan budaya, Upacara Adat Melasti adalah salah satunya yang memiliki isi dan makna tersendiri.

Saran, agar masyarakat di Indonesia ikut turut melestarikan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia.

Kata Kunci : Komunikasi Non Verbal, Upacara Adat Melasti, Desa Padang

(3)

13

2.1

Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Dalam tinjauan pustaka, peneliti mengawali dengan menelaah

mengenai penelitian terdahulu yang berkaitan dan relevan dengan

penelitian yang dilakukan dengan peneliti. Dengan demikian peneliti dapat

memiliki rujukan pendukung dan juga pelengkap, pembanding serta

mendapatkan gambaran awal mengenai kajian terkait dengan permasalahan

dalam penelitian ini.Berikut ini peneliti temukan beberapa hasil penelitian

terdahulu mengenai Studi Etnografi Komunikasi yang mengkaji Makna Pesan

Non Verbal:

Tabel 2.1

Tabel Penelitian Terdahulu No Judul Penelitian Nama Peneliti Metode

(4)
(5)
(6)

2.1.2 Tinjauan Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam Bahasa Inggris communication berasal dari bahasa latin communicatio dan bersumber dari komunis yang berarti sama. Sama disini maksudnya sama makna. Jadi, kalau kedua

orang terlibat komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka

komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna

mengenai apa yang dipercakapkan.

“Kesamaan bahasa yang digunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan lain perkataan mengerti bahasanya saja yang lain belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu sendiri. Jelas bahwa percakapan kedua orang tadi tidak dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya. Selain mengerti bahasa yang digunakan juga mengerti makna dari bahan percakapan” (Effendy :2004:9)

Dalam komunikasi merupakan terapan dari bahasa. Bahasa juga

berfungsi sebagai identifikasi sosial di dalam suatu masyarakat dengan

memberikan indikator-indikator lingusitik yang bisa digunakan untuk

mendorong adanya startifikasi sosial. Ciri-ciri linguistik seringkali

diterapkan oleh orang, baik secara sadar ataupun tidak, untuk

mengidentifikasi mereka sendiri dan orang lain, dan dengan demikian

menandai dan mempertahankan kategori dan divisi sosial yang bervariasi.

Fungsi-fungsi bahasa memberikan dimensi primer unutk

mengkarakterisisasi dan mengorganisasi proses komunikatif dan produk

dalam masyarakat, tanpa memahami mengapa bahasa digunakan dalam

(7)

penggunaan bahasa itu, tidaklah mungkin untuk memahami maknanya

dalam konteks interaksi sosial.

Adapun menurut Cherry dalam Stuart (1983) sebagaimana dikutip

dalam buku Cangara, menyatakan :

“Istilah komunikasi berpangkal pada pendekatan latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara 2 orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa latin Communico yang artinya membagi”. (Cangara, 2005 : 18)

Berbeda dengan definisi Carl I. Hovland, sebagaimana yang

dikutip dalam buku Widjaja, yaitu :

“Ilmu Komunikasi adalah suatu sistem yang berusahan menyusun prinsip-prinsip dalam bentuk yang tepat mengenai hal memindahkan penerangan dan membentuk pendapat serta sikap-sikap”.

Carl I. Hovland selanjutnya mengemukakan:

“Komunikasi adalah proses dimana seorang individu mengoperkan perangsang untuk mengubah tingkah laku individu-individu yang lain”. (Widjaja, 2000:15)

Dalam definisinya mengenai komunikasi itu sendiri, Hovland

menyatakan proses komunikasi itu ada suatu rangsangan-rangsangan yang

secara sadar atau tidak dapat mengubah dari apa yang dilihat atau

dirasakan oleh komunikan. Sehingga komunikasi bukan hanya

penyampaian pesan saja melainkan ada perubahan-perubahan yang

menjadi tujuan dari pesan yang disampaikan tersebut. Seseorang akan

benar-benar dapat mengubah sikap, pendapat, atau perilaku orang lain

apabila komunikasinya itu memang komunikatif seperti diuraikan di atas.

Dalam prosesnya tak luput dari komponen- komponen didalamya yang

(8)

2.1.2.1 Karakteristik Komunikasi

Berdasarkan definisi diatas, maka diperoleh gambaran

bahwa komunikasi secara umum memiliki karakteristik yaitu

sebagai berikut :

1. Komunikasi adalah suatu proses

Komunikasi sebagai suatu proses memiliki pengertian

bahwa komunikasi dilakukan secara berurutan serta

berkaitan dengan tindakan yang lainnya. Akan tetapi,

yang paling terpenting adalah faktor-faktor yang terlibat

dalam proses komunikasi tersebut.

2. Komunikasi bersifat transaksional

Anggapan ini mengacu pada pihak-pihak yang

berkomunikasi secara serempak dan bersifat sejajar

yang menuntut dua tindakan yaitu menyampaikan dan

menerima pesan. Pengertian transaksional juga

mengacu pada kondisi dari keberhasilan proses

komunikasi yang dilakukan, yang tidak hanya

tergantung pada satu pihak saja. Tetapi juga tergantung

pada kedua belah pihak yang terlibat.

3. Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan

Komunikasi merupakan tindakan yang disadari dan juga

(9)

memiliki tujuan. Tujuan komunikasi itu mencakup

banyak hal tergantung dari keinginan dan harapan dari

para pelaku komunikasi. Komunikasi merupakan

tindakan yang disadari dan juga disengaja. Selain itu,

komunikasi yang dilakukan juga memiliki tujuan.

Tujuan komunikasi ini mencakup banyak hal tergantung

dari keinginan dan harapan dari para pelaku komunikasi

4. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat

Kegiatan komunikasi akan berjalan dengan baik apabila

ada pihak-pihak yang melakukan komunikasi. Dimana

pihak-pihak tersebut terlibat dan mempunyai perhatian

yang sama terhadap topik yang dibicarakan

5. Komunikasi bersifat simbolik

Komunikasi pada dasarnya merupakan proses

pertukaran simbol-simbol yang diberi makna. Lambang

yang sering digunakan dalam proses komunikasi ini

terdiri dari bahasa verbal dan bahasa nonverbal.

6. Komunikasi menembus faktor waktu dan ruang

Komunikasi memiliki karakter menembus ruang dan

waktu maksudnya adalah para pihak atau pelaku

komunikasi yang terlibat tidak harus hadir pada waktu

(10)

dengan menggunakan media atau sarana lain. (Sendjaja,

2004:1, 13)

2.1.2.2 Komponen Komunikasi

Komunikasi itu sendiri memiliki komponen-komponen

yang terdapat pada komunikasi. Dari pengertian komunikasi

sebagaimana diutarakan diatas tampak adanya sejumlah komponen

atau unsur yang dicakup, yakni :

1. Komunikator

Dalam komunikasi, komunikator ini memiliki

pengertian orang yang membawa, memberikan dan

menyampaikan ide atau gagasan yang berupa

pesan-pesan. Dimana pesan-pesan tersebut akan disampaikan

pada komunikan

2. Pesan

Pesan merupakan keseluruhan dari apa yang

disampaikan oleh komunikator. Pesan yang diberikan

bisa berupa data-data, fakta-fakta, kata-kata bahkan bisa

berupa simbol dan juga isyarat. Penyampaian pesan bisa

dilakukan melalui lisan, face to face, secara langsung atau menggunakan media atau saluran. Adapun pesan

yang disampaikan bisa berbentuk persuasif, informatif

dan koersif. Bentuk pesan persuasif adalah pesan yang

(11)

informatif adalah pesan yang berisi informasi, ataupun

hal-hal yang baru. Sedangkan pesan koersif adalah

pesan yang bersifat memaksa.

3. Media

Dalam melakukan komunikasi, media merupakan alat

atau sarana yang menjadi penghubung antara

komunikator dengan komunikan dalam meyampaikan

pesan. Media komunikasi ini adalah terdiri menjadi dua

yaitu media umum dan media massa. Media umum

adalah media yang dapat digunakan oleh segala bentuk

komunikasi. Sedangkan media massa adalah media

yang digunakan untuk komunikasi massa. Disebut

demikian karena sifatnya yang massal.

4. Komunikan

Komunikan merupakan orang yang menerima pesan

yang disampaikan oleh komunikator.

5. Efek/feed back

Efek atau feed back merupakan hasil dari komunikasi

yang dilakukan adapun bentuk-bentuk efek atau

feedback yaitu :

a. Efek yang diterima langsung oleh komunikator dan

(12)

komunikator. Efek ini bisa dilihat melalui ekspresi

dari komunikan.

b. Internal feedback

Efek yang diterima komunikator yang berasal dari

pesan yang kita sampaikan. Efek ini merupakan

suatu bentuk intropeksi komunikator dengan

melihat ekspresi komunikan.

c. Direct feedback

Efek yang diberikan secara langsung oleh

komunikan yang diberikan melalui gerakan tubuh.

Hal ini dikarenakan komunikan merasa bosan atau

tertarik dengan pesan yang disampaikan.

d. Indirect feedback

Efek yang diberikan tidak secara langsung akan

tetapi adanya jeda waktu atau membutuhkan waktu.

e. Inferential feedback

Efek yang diterima diberikan berdasarkan penarikan

kesimpulan secara umum, akan tetapi tetap relevan

dengan pesan yang disampaikan

f. Neliteral feedback

Efek ini bisa terjadi ketika komunikan tidak

mengerti dengan apa yang disampaikan oleh

(13)

diterima oleh komunikator tidak relevam dengan

pesan yang disampaikan.

g. Zero feedback

Hal ini berarti bahwa komunikasi yang kita lakukan

tidak menghasilkan apapun

h. Positive feedback

Efek ini terjadi apabila pesan yang disampaikan

oleh komunikator kepada komunikan mendapat

tanggapan yang positif.

i. Negative feedback

Efek ini terjadi apabila pesan yang disampaikan

oleh komunikator mendapatkan tantangan dari

komunikan.

2.1.2.3 Fungsi Komunikasi

Begitu pentingnya komunikasi dalam hidup manusia,

sehingga komunikasi itu sendiri memiliki fungsi-fungsi dalam

kehidupan manusia. William I. Gorden dalam buku Dedy Mulyana

2007 hal: 5-33 mengemukakan empat fungsi komunikasi yaitu :

1. Komunikasi Sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial

setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting

untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk

(14)

terhindar dari tekanan dan ketegangan antara lain lewat

komunikasi yang bersifat menghibur dan memupuk

hubungan dengan orang lain.

Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan

manusia dipastikan dia akan tersesat, karena ia tidak dapat

berkesempatan menata dirinya dalam suatu lingkungan

sosial. Komunikasilah yang memungkinkan individu

membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya

sebagai panduan untuk menafsirkan apapun yang ia hadapi.

Tanpa melibatkan diri dalam komunikasi, seseorang tidak

akan tahu bagaimana makan, minum, berbicara sebagai

manusia dan memperlakukan manusia lain secara beradab,

Karena cara-cara berperilaku tersebut didapat dari

pengasuhan keluarga dan pergaulan dengan orang lain yang

intinya adalah komunikasi. Implisit dalam fungsi

komunikasi sosial ini adalah fungsi komunikasi kultural.

Para ilmuwan sosial mengakui bahwa budaya dan

komunikasi itu ibarat dua sisi mata uang yang mempunyai

hubungan timbal balik. Budaya menjadi bagian dari

komunikasi dan komunikasi turut menentukan, memelihara,

(15)

2. Komunikasi Ekspresif

Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan

mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh

komunikasi tersebut menjadi instrument untuk

menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) seseorang.

Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan

melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli,

simpati,rindu, sedih, takut, marah, prihatin, benci dapat

disampaikan melalui bahasa nonverbal. Emosi juga dapat

diungkapkan lewat bentuk-bentuk seni, puisi, novel, musik,

tarian atau lukisan. Ada banyak cara untuk mengungkapkan

perasaan atau emosi yang ada dalam diri kita, namun semua

itu tidak bisa lepas dari yang namanya komunikasi.

3. Komunikasi Ritual

Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah

komunikasi ritual, yang biasanya dilakukan secara kolektif.

Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara

berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang

disebut para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari

upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan

(melamar, tukar cincin), siraman, pernikahan (ijab qabul,

(16)

Dalam acara acara itu orang mengucapkan kata-kata

atau menampilkan perilaku-perilaku tertentu yang bersifat

simbolik dan sarat akan makna. Komunikasi ritual juga

kadang-kadang bersifat mistik dan mungkin sulit dipahami

oleh orang-orang di luar komunitas tersebut. Namun hingga

kapanpun tampaknya ritual akan tetap menjadi kebutuhan

manusia, meskipun bentuknya berubah-ubah, demi

pemenuhan jati diri sebagai individu, sebagai anggota

komunitas sosial dan sebagai salah satu unsur dari alam

semesta

4. Komunikasi Instrumental

Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan

umum yakni menginformasikan, mengajar, mendorong,

mengubah sikap dan keyakinan, dan mengubah perilaku

atau menggerakkan tindak, dan juga untuk menghibur. Bila

disimpulkan, maka kesemua tujuan tersebut disebut

membujuk (bersifat persuasif). Komunikasi yang berfungsi

memberitahukan atau menerangkan mengandung muatan

persuasif dalam arti bahwa pembicara menginginkan

pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi

yang disampaikannya akurat dan layak untuk diketahui.

Sebagai instrument, komunikasi tidak hanya digunakan

(17)

untuk menghancurkan hubungan tersebut. Studi komunikasi

membuat kita peka terhadap berbagai strategi yang dapat

kita gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih

baik dengan orang lain demi keuntungan bersama.

Komunikasi juga berfungsi sebagai instrument untuk

mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan

jangka pendek ataupun tujuan jangka panjang. Tujuan

jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian,

menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh simpati,

empati, keuntungan materil, ekonomi dan politik yang

antara lain dapat diraih lewat pengelolaan kesan, yakni

taktik verbal dan nonverbal. Sementara itu tujuan jangka

panjang dapat diraih lewat keahlian komunikasi, misalnya

keahlian berpidato, berunding, berbahasa asing ataupun

keahlian menulis. Itu menunjukkan bahwa kemampuan

berkomunikasi berperan penting mengantarkan seseorang

ke puncak karirnya.

2.1.2.4 Proses Komunikasi A. Proses Komunikasi Primer

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses

penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator)

(18)

Proses komunikasi dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan

Praktek, proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni :

“Proses komunikasi secara primer, Proses ini adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan” (Effendy, 2003: 11)

Onong Uchjana Effendy bahwa:

“Bahasa digambarkan paling banyak dipergunakan dalam proses komunikasi karena dengan jelas bahwa bahasa mampu menerjemahkan pikiran seseorang untuk dapat dimengerti dan dipahami oleh orang lain secara terbuka.” (Effendy, 2003: 11)

Apakah penyampaian bahasa tersebut dalam bentuk ide,

informasi atau opini mengenai hal yang jelas (kongkret) maupun

untuk hal yang masih samar (abstrak), bukan hanya mengenai

peristiwa atau berbagai hal yang sedang terjadi melainkan pada

waktu dulu dan masa yang akan datang.

Kial (gesture) merupakan terjemahan dari pikiran seseorang

sehingga dapat terekspresikan secara nyata dalam bentuk fisik,

tetapi kial ini hanya dapat mengkomunikasikan hal-hal tertentu

secara terbatas.

Isyarat juga merupakan cara pengkomunikasian yang

menggunakan alat “kedua” selain bahasa yang biasa digunakan

seperti misalnya kentongan sirine dan lain lain. Pengkomunikasian

(19)

Warna sama seperti halnya isyarat yang dapat

mengkomunikasian dalam bentuk warna-warna tertentu sebagai

pengganti bahasa dengan kemampuannya sendiri. Dalam hal

kemampuan menerjemahkan pikiran seseorang, warna tetap tidak

“berbicara” banyak untuk menerjemahkan pikiran seseorang karena

kemampuannya yang sangat terbatas dalam mentrasmisikan pikiran

seseorang kepada orang lain.

Gambar sebagai lambang yang lebih banyak porsinya

digunakan dalam komunikasi memang melebihi kial, isyarat, dan

warna dalam hal kemampuan menerjemahkan pikiran seseorang,

tetapi tetap tidak dapat melebihi kemampuan bahasa dalam

pengkomunikasian yang terbuka dan transparan. Penggunaan

bahasa sebagai “penerjemah” pikiran dapat didukung dengan

menggunakan gambar sebagai alat bantu pemahaman, tetapi

posisinya hanya sebagai pelengkap bahasa untuk lebih

mempertegas maksud dan tujuannya.

Media primer atau lambang yang paling banyak digunakan

dalam komunikasi adalah bahasa, tetapi tidak semua orang dapat

mengutarakan pikiran dan perasaan yang sesungguhnya melalui

kata-kata yang tepat dan lengkap. Hal ini juga diperumit dengan

adanya makna ganda yang terdapat dalam kata-kata yang

(20)

Oleh karena itu bahasa isyarat, kial, sandi, simbol, gambar dan

lain-lain dapat memperkuat kejelasan makna.

B. Proses komunikasi Sekunder.

“Proses komunikasi secara sekunder, adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.” (Effendy, 2003: 16)

Seseorang komunikator menggunakan media kedua dalam

melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya

berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat,

telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan

banyak lagi media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.

Media kedua ini memudahkan proses komunikasi yang

disampaikan dengan meminimalisir berbagai keterbatasan manusia

mengenai jarak, ruang dan waktu.

C. Proses Komunikasi secara Linear

Istilah linear mengandung makna lurus. Dalam konteks

komunikasi, proses secara linear adalah proses penyampaian pesan

oleh komunikator kepada komunikan sebagai titik terminal

(Effendy, 2003: 38). Komunikasi linear berlangsung baik dalam

situasi komunikasi tatap muka

D. Proses Komunikasi secara sirkular

Dalam konteks komunikasi yang dimaksudkan dengan

(21)

yaitu terjadinya arus dari komunikan ke komunikator. oleh karena

itu ada kalanya feed back tersebut mengalir dari komunikan ke

komunikator itu adalah respon atau tanggapan komunikan terhadap

pesan yang diterima dari komunikator

2.1.2.5 Tujuan Komunikasi

Kegiatan atau upaya komunikasi yang dilakukan tentunya

mempunyai tujuan tertentu. Tujuan yang dimaksud disini menunjuk

pada suatu hasil atau akibat yang diinginkan oleh pelaku

komunikasi. Effendy dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan

Praktek, tujuan komunikasi adalah :

1. Perubahan sikap (Attitude Change)

2. Perubahan Pendapat (Opinion Change)

3. Perubahan Perilaku (Behavior Change)

4. Perubahan Sosial (Sosial Change). (Effendy, 2004:8)

2.1.2.6 Tinjauan Tentang Komunikasi Non Verbal A. Definisi Komunikasi Non Verbal

Manusia dipersepsi tidak hanya lewat bahasa verbalnya

bagaimana bahasanya (halus, kasar, intelektual, mampu

berbahasa asing, dan sebagainya), namun juga melalui perilaku

non verbalnya. menurut Knapp dan Hall (Mulyana, 2008:342),

isyarat non verbal, sebagaimana simbol verbal, jarang punya

makna denotatif yang tunggal, salah satu faktor yang

(22)

Secara sederhana, pesan non verbal adalah semua setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima”. (Mulyana, 2008:343)

Sementara menurut Edward T. Hall dalam (Mulyana,

2008:344)

“Menamai bahasa non verbal sebagai “bahasa diam” (slient language) dan “dimensi tersembunyi” (hiden dimension) suatu budaya. Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan-pesan non verbal tertanam dalam konteks komunikasi. Selain isyarat situasional dan relasional dalam transaksi komunkasi, pesan non verbal memberi kita isyarat-isyarat kontekstual. Berssama isyarat verbal dan isyarat kontekstual, pesan non verbal membantu kita menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi”. (Mulyana, 2008:344)

B. Fungsi Komunikasi Non Verbal

Dilihat dari fungsinya, perilaku non verbal mempunyai

beberapa fungsi, Paul Ekman menyebutkan lima fungsi pesan non

verbal, seperti yang dapat dilukisan dengan perilaku mata, yakni

sebagai :

a. Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan simbol

(23)

b. Ilustrator. Pandangan kebawah dapat menunjukan

depresi atau kesedihan.

c. Regulator. Kontak mata berarti saluran percakapan

terbuka.

d. Penyesuai. Kedipan mata yang cepat meningkat

ketika orang berada dalam tekanan. Itu merupakan

respon tidak di sadari yang merupakan upaya tubuh

untuk mengurangi kecemasan.

e. Affect Display. Pembesaran manik mata (upil dilation) menunjukan tingkat emosi.

Lebih jauh lagi, dalam hubungannya dengan

perilaku verbal, perilaku non verbal mempunyai fungsi-fungsi

sebagai berikut :

a. Perilaku non verbal dapat mengulangi perilaku verbal

b. Memperteguh, menekankan atau melengkapi perilaku

verbal

c. Perilaku non verbal dapat menggantikan perilaku verbal

d. Perilaku non verbal dapat meregulasi perilaku verbal.

e. Perilaku non verbal dapat membantah atau bertentangan

dengan perilaku verbal

C. Klasifikasi Pesan Non Verbal

Perilaku non verbal kita terima sebagai suatu “paket” siap

(24)

tidak pernah mempersoalkan mengapa kita harus memberi

isyarat begini untuk mengatakan suatu hal atau isyarat begitu

untuk mengatakan hal lain.

Sebagaimana lambang verbal, asal-usul isyarat non

verbal sulit dilacak, meskipun ada kalanya kita memperoleh

informasi terbatas mengenai hal itu, berdasarkan agama, sejarah,

atau cerita rakyat (folklore).

Kita dapat mengklasifikasikan pesan-pesan nonverbal

ini dengan berbagai cara. Jurgen Ruesch mengklasifikasikan

isyarat nonverbal menjadi tiga bagian.

Pertama, bahasa tanda (sign language) acungan jempol

untuk menumpang mobil secara gratis; bahasa isyarat

tunarungu;

Kedua, bahasa tindakan (action language) semua gerakan tubuh yang tidak digunakan secara eksklusif untuk memberikan

sinyal, misalnya berjalan;

Ketiga, bahasa objek (object language) pertunjukkan benda, pakaian, dan lambing nonverbal bersifat public lainnya

seperti ukuran ruangan, bendera, gambar (lukisan), music

(misalnya marching band), dan sebagainya, baik secara sengaja

(25)

Secara garis besar Larry A. Samovar dan Richard E. Porter

membagi pesan-pesan nonverbal menjadi dua kategori besar,

yakni;

Pertama, perilaku yang terdiri dari penampilan dan

pakaian, gerakan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata,

sentuhan, bau -bauan, dan parabahasa;

Kedua, ruang, waktu dan diam. (Mulyana 2005:316-317)

Sedangkan Deddy Mulyana dalam buku Ilmu Komunikasi

Suatu Pengantar mengklasifikasikan Komunikasi Non Verbal

menjadi sembilan kategori yakni;

a. Bahasa Tubuh

Bahasa Tubuh diklasifikasikan lagi menjadi

 Isyarat Tangan

 Gerakan Kepala

 Postur Tubuh dan Postur Kaki

 Ekspresi Wajah dan Tatapan Mata (Deddy

Mulyana 2011, 353-378)

b. Sentuhan

Menurut Heslin, terdapat 5 kategori sentuhan, yang

merupakan suatu rentang dari yang sangat

impersonal hinggayang sangat personal. Kategori

tersebut adalah

(26)

 Sosial-sopan

 Persahabatan-kehangatan

 Cinta-keintiman

 Rangsangan seksual (Deddy Mulyana,

2011: 380)

c. Parabahasa

Parabahasa atau vokalika merujuk pada aspek-aspek

suara selain ucapan yang dapat dipahami, misalnya

kecepatan berbicara, nada (tinggi atau rendah),

intensitas (volume) suara, serak, suara sengau, suara

terputus-putus, suara yang gemetar, siulan, tawa,

erangan, tangis, gerutuan, gumaman, desahan, dan

sebagainya. Setiap karateristik suara ini

mengkomunikasikan emosi dan pikiran kita (Deddy

Mulyana, 2011 : 387)

d. Penampilan Fisik

Setiap orang mempunyai persepsi mengenai

tampilan fisik seseorang, baik itu busananya (model,

kualitas bahan, warna), dan juga ornmen lain yang

dipakainya. Seringkali orang memberi makna

tertentu pada karateristik orang yang bersangkutan,

seperti bentuk tubuh, warna kulit, model rambut dan

(27)

- Busana

- Karakteristik fisik. (Deddy Mulyana, 2011 :

392-397)

e. Bau-bauan

Kita dapat menduga bagaimana sifat seseorang dan

selera makanannya atau kepercayaannya

berdasarkan bau yang berasal dari tubuhnya dan

dari rumahnya (Deddy Mulyana, 2011 : 401)

f. Orientasi Ruang dan Jarak Pribadi

Terbagi menjadi :

- Ruang pribadi vs ruang publik

- Posisi duduk dan pengaturan ruangan (Deddy

Mulyana, 2011: 406-410)

g. Konsep Waktu

Waktu menentukan hubungan antar manusia.

Edward T.H membedakan konsep waktu menjadi 2,

yaitu: waktu monokronik, dan waktu polikronik

(Deddy Mulyana, 2011 : 416)

h. Diam

Ruang dan waktu adalah bagian dari lingkungan

kita dan juga dapat diberikan makna. John Cage

mengatakan tidak ada sesuatu yang disebut ruang

(28)

sesuatu untuk didengar. Sebenernya bagaimanapun

kita berusaha diam, kita tidak dapat melakukannya.

Warna - Dalam tiap budaya terdapat konvensi tidak

tertulis mengenai warna pakaian yang layak dipakai

ataupun tidak. (Deddy Mulyana, 2011 : 424)

i. Artefak

Benda apa saja yang dihasilkan kecerdasan manusia

aspek ini merupakan perluasan lebih jauh dari

pakaian dan penampilan. (Deddy Mulyana, 2011 :

433)

j. Warna

Warna bersifat simbolik maka dari itu warna bisa

menimbulkan suatu pertikaian (Deddy Mulyana,

2011 : 427)

2.1.4 Definisi Makna

Upaya memahami makna, sesungguhnya merupakan

salah satu masalah filsafat yang tertua dalam umur manusia.

Konsep makna telah menarik perhatian disiplin komunikasi,

psikologi, sosiologi, antropologi dan linguistic. Itu

sebabnya,beberapa pakar komunikasi sering menyebut kata makna

ketika merumuskan defenisi komunikasi. misalnya menyatakan

“Komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua

(29)

Juga Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson (1979:3),

“Komunikasi adalah proses memahami makna dan berbagi

makna”. (Sobur, 2009:255).

Sementara itu Brown dalam buku “Semiotika Komunikasi”

Alex Sobur mendefenisikan makna sebagai:

“kecendrungan (disposisi) untuk menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Terdapat banyak komponen dalam makna yang dibangkitkan suatu kata atau kalimat.”

Dengan kata-kata Brown

“seseorang mungkin menghabiskan tahun-tahunnya yang produktif untuk menguraikan makna suatu kalimat tunggal dan akhirnya tidak menyelesaikan tugas itu”. (Mulyana dalam Sobur, 2009:256).

Tampaknya, kita perlu terlebih dahulu membedakan

pemaknaan secara lebih tajam tentang istilah-istilah yang nyaris

berimpitan antara apa yang disebut

(1)Terjemahan atau translate

(2) Tafsir atau interpretasi

(3) Ekstrapolasi

(4) Makna atau meaning (Muhadjir dalam Sobur 2009:256)

Ada tiga hal yang coba dijelaskan oleh para filsafat dan

linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna.

ketiga hal itu yakni:

(1) menjelaskan makna kata secara alamiah,

(30)

(3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi

(Kempson, 1977:11).

Dalam kaitan ini Kempson berpendapat untuk

menjelaskan istilah makna harus dilihat dari segi:

(1) kata

(2) kalimat

(3) apa yang dibutuhkan pembicara untuk

berkomunikasi. (Sobur, 2009:256)

2.1.4.1Makna dalam Komunikasi

Makna Dalam Komunikasi Secara etimologi penjelasan

mengenai definisi komunikasi telah banyak diarahkan pada suatu

sumber yang sama mengenai asal mulanyayang berasal dari kata

Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang

berarti sama. Hal ini menunjukan satu karakteristikyang jelas dari

makna yang relevan dengan komunikasi manusia adalah

“kebersamaan”: makna yang berkaitan dengan komunikasi

padahakikatnya merupakan fenomena sosial. Aubrey Fisher

menjelaskan mengenai konsepsi makna dalamhubungannya

sebagai inisiasi dalam komunikasi, bahwa

(31)

Akan tetapi, aspek kebersamaan tersebut tidak harus

menunjukanbahwa semua peserta dalam proses komunikatif

memiliki pemahamanyang identik dengan lambing atau

pikiran-pikiran (atau apapun), namunbahwa pemahman tertentu menjadi

milik bersama mereka semua.Tanpa adanya suatu derajat tentang

apa yang disebut Goyer dalam kutipan Fisher, yakni

“Kebersamaan makna (commonality of meaning)

yakni pemilikan pengalaman secara bersama. (Fikri,

2011: 56).

Aspek makna yang fundamental sebagaimana terdapat dalam

komunikasi manusia adalah alat sosialnya keumumannya atau

konsnensus atau kebersamaannya dari makna-makna individual.

Faham tentang makna bersama sebagaian besar memasuki setiap

perfektif komunikasi manusia, tetapi hal ini tidak berarti bahwa

tinjauan komunikasi manusia tentang “makna bersama” itu sama.

Dalam kenyataannya, konsepsi tentang kebersamaan tersebut

berbeda-bedadiantara berbagai sudut penciptaan dan

pemaknaannya

2.1.5 Tinjauan Tentang Upacara Adat

Upacara merupakan serangkaian tindakan atau perbuatan

yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat,

agama, dan kepercayaan. Jenis upacara dalam kehidupan

(32)

perkawinan, dan upacara pengukuhan kepala suku. Upacara

adat salah satu cara menelusuri jejak sejarah masyarakat Indonesia

pada masa lalu dapat kita jumpai pada upacara-upacara adat

merupakan warisan nenek moyang kita.

Selain melalui mitologi dan legenda, cara yang dapat

dilakukan untuk mengenal kesadaran sejarah pada masyarakat

yang belum mengenal tulisan yaitu melalui upacara. Upacara

pada umumnya memiliki nilai sakral oleh masyarakat

pendukung kebudayaan tersebut (Wahyudi Pantja Sunjata, 1997:1).

Upacara adat tradisional adalah peraturan hidup sehari-hari

ketentuan yang mengatur tingkah anggota masyarakat dalam

segala aspek kehidupan manusia. Pengertian adat adalah tingkah

laku dalam suatu masyarakat (sudah, sedang, akan) diadakan.

Wahyudi Pantja Sunjata (1997:2), mengatakan upacara

tradisional merupakan bagian yang integral dari tradisi

masyarakat pendukungnya dan kelestariannya, hidupnya

dimungkinkan oleh fungsi bagi kehidupan masyarakat

pendukungnya. Penyelanggaraan upacara tradisional itu sangat

penting artinya bagi pembinaan sosial budaya warga

masyarakat yang bersangkutan. Norma-norma dan nilai-nilai

budaya itu secara simbolis ditampilkan melalui peragaan dalam

bentuk upacara yang dilakukan oleh seluruh masyarakat

(33)

Pelaksanaan upacara adat tradisioanal termasuk dalam

golongan adat yang tidak mempunyai akibat hukum, hanya saja

apabila tidak dilakukan oleh masyarakat maka timbul rasa

kekhawatiran akan terjadi sesuatu yang menimpa dirinya.

Upacara adat adalah suatu upacara yang dilakukan secara turun

menurun yang berlaku di suatu daerah. Dengan demikian, setiap

daerah memiliki upacara adat sendiri-sendiri, seperti upacara

perkawinan, upacara labuhan. Upacara adat yang dilakukan di

daerah sebenarnya juga tidak lepas dari unsur sejarah.

2.2 Kerangka Pemikiran

Kerangka Pemikiran merupakan alur pikir peneliti yang dijadikan

sebagai skema pemikiran yang melatarbelakangi penelitian ini. Dalam

kerangka pemikiran ini, peneliti akan mencoba menjelaskan pokok masalah

penelitian. Penjelasan yang disusun akan menggabungkan antara teori

dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini.

Kerangka pemikiran merupakan pemetaan (mind maping) yang

dibuat dalam penelitian untuk mengambarkan alur pikir peneliti. Tentunya

kerangka pemikiran memiliki esensi tentang pemaparan hukum atau teori

yang relevan dengan masalah yang diteliti dan berdasarkan teknik

pengutipan yang benar. Dengan kerangka pemikiran, memberikan dasar

pemikiran bagi peneliti untuk diangkatnya sub fokus penelitian, serta adanya

(34)

Dalam kegiatan Upacara Adat Melasti syarat akan makna komunikasi

nonverbal dalam tiap prosesi pelaksanaan upacara tersebut. Komunikasi

nonverbal itu sendiri pada intinya menitikberatkan pada semua tindak

komunikasi diluar komunikasi lisan, atau lengkapnya menurut Larry A.

Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi non verbal mencakup semua

rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi,

yang dihasilkan dari individu dan penggunaan lingkungan individu, yang

mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. (Mulyana,

2010 : 343)

Komunikasi Non Verbal merupakan komunikasi yang menggunakan

isyarat seperti gerakan tangan, gerakan tubuh dan mencakup semua

rangsangan dan juga mempunyai pesan potensial bagi pengirim maupun

penerima pesan. Dari pengertian diatas Peneliti mengambil 5 sub fokus dari 9

klasifikasi Komunikasi Non Verbal yang diungkapkan oleh Deddy

Mulyanan, yakni Penampilan Fisik, Parabahasa, Artefak, Orientasi Ruang,

Warna untuk melakukan penelitian yang akan diteliti

Dalam kerangka teoritis ini selain menggunakan teori dari Deddy

Mulyana mengenai pengklasifikasian pesan non verbal penelitian ini pun

ditambah oleh pemikiran peneliti sendiri yang digunakan sebagai

landasan penelitian mengenai Komunikasi Nonverbal dalam Upacara

Adat Melasti, dimana Upacara Adat yang berasal dari Desa Padang Sambian

(35)

nonverbal yang tentu saja ada makna yang berbeda bila dibandingkan

dengan bentuk komunikasi nonverbal lainnya.

Komponen dari konsep dan hasil pemikiran peneliti diadaptasikan

kedalam model dibawah ini, hal ini untuk mempermudah dan

menggambarkan proses terjadinya pesan-pesan komunikasi nonverbal yang

terdapat dalam Upacara Adat Melasti di kebudayaan masyarakat Desa

Padang Sambian Denpasar, Bali yang urutannya berkaitan satu sama lain

sehingga menjadikan informasi yang lebih efektif dan terencana, seperti

(36)

Upacara Adat Melasti Masyarakat di Desa Padang

Sambian

Komunikasi Non Verbal

Alur Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1

Sumber, Peneliti 2015

Penampilan Fisik Parabahasa

Makna Komunikasi Non Verbal dalam Upacara Melasti di Desa Padang Sambian

Denpasar, Bali

Artefak Orientasi

Ruang

(37)

50

Pada desain penelitian ini, peneliti melakukan suatu penelitian

dengan pendekatan secara Kualitatif dimana untuk mengetahui dan mengamati segala hal yang menjadi ciri sesuatu hal. Bogdan dan Taylor

dalam buku Lexy J Moleong mengatakan:

“Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic ( utuh ). Dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. ( Moleong, 2007 : 4 )

Adapun menurut penulis pada buku kualitatif lainnya, seperti yang

diungkapkan oleh Denzin dan dalam buku Lexy Moleong, menyatakan: “Bahwa penelitian kualitatif adalah penlitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada” (Moleong, 2007:5)

Adapun pengertian kualitatif lainnya, seperti yang diungkapkan

oleh Denzin dan Lincoln dalam Moleong, menyatakan:

(38)

biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen”. (Moleong, 2007:5)

Sedangkan Definisi penelitian deskriptif menurut Elvinaro :

“Metode Deskriptif menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah (Natural Setting). Peneliti terjun langsung ke lapangan, bertindak sebagai pengamat. Ia membuat kategori perilaku, mengamati gejala, dan mencatatnya dalam buku observasi ia tidak berusaha untuk memanipulasi variabel” (Elvinaro, 2010:60)

Menurut Definisi Creswell dalam buku “Metode Penelitian Public

Relation” metode deskriptif-kualitatif termasuk paradigma penelitian

positivistik. Asumsi dasar yang menjadi inti paradigma penelitian

post-positivisme adalah

a. Pengetahuan bersifat konjektural dan tidak berlandaskan

apapun.

b. Penelitian merupakan proses membuat klaim-klaim, kemudian

menyaring sebagian klaim tersebut menjadi klaim-kalim lain

yang kebenarannya jauh lebih kuat.

c. Pengetahuan dibentuk oleh data, bukti dan pertimbangan logis.

d. Penelitian harus mampu mengembangkan pernyataan yang

relevan dan benar, pernyataan yang dapat menjelaskan situasi

yang sebenarnya atau mendeskripsikan relasi kausalitas dari

suatu persoalan

e. Aspek terpenting dalam penelitian adalah sikap objektif.

(39)

Dalam melakukan suatu penelitian sangat diperlukan perencanaan

dan perancangan dalam penelitian, agar penelitian dapat berjalan lancar,

baik dan sistematis.

Berdasarkan penelitian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

desain penelitian merupakan rencana dan struktur penyelidikan terhadap

pengumpulan data sehingga dapat menjawab pertanyaan dalam penelitian

Dalam melakukan penelitian diperlukan melakukan perancangan

dan perencanaan. Maka langkah-langkah dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Menetapkan judul yang akan diteliti, sehingga dapat diketahui apa

yang akan diteliti dan menjadi masalah dalam penelitian. Dalam

penelitian ini penulis mengambil judul Makna Komunikasi Non

Verbal dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian

Denpasar, Bali

2. Menetapkan masalah-masalah yang akan dianalisis mengenai

Makna Komunikasi Non Verbal dalam Upacara Adat Melasti di

Desa Padang Sambian Denpasar, Bali. Dalam penelitian ini

menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut:

a. Penampilan Fisik

b. Parabahasa

c. Artefak

d. Orientasi Ruang

(40)

3. Memilih Teknik Pengumpulan Data, Teknik Pengumpulan Data

yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan 2 cara

yaitu dengan pengumpulan data melalui studi Lapangan antara lain

wawancara mendalam, observasi, dokumentasi serta studi pustaka

yakni dari sumber lain seperti buku

3.2Informan Peneliti

Pemilihan informan-informan pada penlitian ini menggunakan

teknik purposive sampling, sebagaimana maksud yang disampaikan oleh Rachmat Kriyantoro dalam buku Teknik Praktis Riset Komunikasi adalah:

“Persoalan utama dalam teknik purposive sampling dalam menentukan kriteria, dimana kriteria harus mendukung tujuan penelitian. Beberapa riset kualitatif sering menggunakan teknik ini dalam penelitian observasi eksploratoris atau wawanacara mendalam. Biasanya teknik ini dipilih untuk penelitian yang lebih mengutamakan kedalaman data dari pada untuk tujuan representatif yang dapat digeneralisasikan” (Kriyantoro, 2007: 154-155)

Dalam penelitian ini yang menjadi informan penelitian adalah

orang-orang yang dipilih oleh peneliti yang dapat memberikan informasi

yang dibutuhkan peneliti. Para informan penelitian tersebut adalah

(41)

Tabel 3.1 Informan Penelitian

No Nama Umur Keterangan

1. Pak Wayan Sutrisno 42 tahun Pemangku adat

2.

Ni Wayan Septiniya

Eka Pratiwi

28 tahun Pemangku adat permpuan

3. Ni Made Susyari 18 tahun

Masyarakat Desa Padang

Sambian

4. Mas Made 32 tahun

Masyarakat Desa Padang

Sambian

Sumber, Peneliti 2015

Alasan peneliti memilih Informan

a. Pak Wayan Sutrisno

Pak Wayan adalah salah satu pemangku adat dari Desa Padang

Sambian tepatnya dari Pura Taman Sekar Paibon, Pak Wayan sendiri

diyakini mengetahui dengan jelas mengenai Upacara Adat Melasti.

Pak Wayan adalah Pemangku Adat yang dipilih berdasarkan warga

disekitar Pura Taman Sekar Paibon

(42)

Mbok Eka adalah salah satu Pemangku Adat perempuan dari Desa

Padang Sambian tepatnya dari Pura Taman Sekar Paibon, Mbok Eka

pun mengetahui dengan jelas mengenai Upacara Adat Melasti. Mbok

Eka adalah Pemangku Adat yang dipilih oleh Roh Leluhur warga Pura

Taman Sekar, dipilih dengan cara kerasuki Roh Leluhur tersebut.

c. Ni Made Susyari

Ni Made Susyari atau biasa disapa Arik adalah salah satu warga

Padang Sambian yang diyakini bisa memberikan informasi mengenai

Upacara Adat Melasti yang biasa dilakukan di Desanya.

d. Mas Made

Mas Made adalah salah satu warga Padang Sambian yang diyakini bisa

memberikan informasi mengenai Upacara Adat Melasti yang biasa

dilakukan di Desanya.

3.3Teknik Pengumpulan Data

Sebagai bentuk penunjang dari penelitian yang valid tidak hanya

berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, melainkan informasi-informasi

dalam bentuk data yang relevan dan dijadikan bahan-bahan penelitian

untuk dianalisis pada akhirnya. Adapun teknik pengumpulan data yang

dilakukan, sebagai berikut:

3.3.1 Studi Lapangan

Adapun studi lapangan yang dilakukan oleh peneliti untuk

(43)

berkenaan dengan penelitian yang dilakukan mencakup beberapa

cara diantaranya yakni:

1. Wawancara mendalam

Dalam penelitian perlu adanya data-data yang relevan

untuk dijadikan sebagai penunjang dalam penelitian yang

berlangsung, salah satunya adalah melalui wawancara.

Menurut Berger (2000:11) dalam buku Rachmat Kriyantoro, menyatakan Wawancara adalah percakapan

antara periset-seseorang yang berharap mendapatkan

informasi dan informan-seseorang uang diasumsikan

mempunyai informasi paling penting tentang suatu objek.

Wawancara dibagi dua :

a. Wawancara dalam riset kualitatif, yang disebut sebagai wawancara mendalam (depth interview), atau

b. Wawancara secara intensif (intensive interview) dan kebanyakan tak berstruktur. Tujuannya untuk

mendapatkan data kualitatif yang mendalam.

(Kriyantoro, 2007:96)

Maka, dalam hal ini peneliti pun mengumpulkan data-data

dengan salah satu caranya melalui wawancara untuk

mendapatkan informasi yang benar-benar relevan dari

(44)

Pemangku Adat upacara Melasti serta kepada masyarakat Desa

Padang Sambian

1. Observasi Partisipan

Di dalam hal ini observer ikut terjun langsung ke

lapangan sebagai partisipan yang mengikuti Upacara

Melasti tersebut. 2. Dokumentasi

Memuat data-data pada penelitian sebagai upaya

untuk menafsirkan segala hal yang ditemukan dilapangan,

perlu adanya dokumentasi-dokumentasi dalam berbagai

versi.

Studi dokumenter merupakan merupakan suatu teknik

pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis

dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumen

yang telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai), dibandingkan dan

dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu

dan utuh. Jadi studi dokumenter tidak sekedar mengumpulkan dan

menuliskan atau melaporkan dalam bentuk kutipan-kutipan tentang

sejumlah dokumuen yang dilaporkan dalam penelitian adalah hasil analisis

terhadap dokumen-dokumen tersebut.

Pada penelitian ini, peneliti turut mendokumentasikan segala

kegiatan maupun aktivitas yang dilakukan dalam menyambut Upacara

(45)

3.3.2 Studi Pustaka

Memahami apa yang diteliti, maka upaya untuk menjadikan

penelitian tersebut baik. Perlu adanya materi-materi yang diperoleh

dari pustaka-pustaka lainnya. Menurut J.Supranto dalam buku

Rosadi Ruslan, mengemukakan:

“Studi pustaka adalah “Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan materi data atau informasi melalui jurnal ilmiah, buku-buku referensi dan bahan-bahan publikasi yang tersedia di perpustakaan” (Ruslan, 2003:31)

a. Tinjauan pustaka

Mengumpulkan data melalui buku-buku literatur dan

sumber data lainnya, dilengkapi dengan pendapat para ahli

yang berhubungan dengan permasalahan dibahas untuk

mendapatkan data teoritis yang akan dijadikan sebagai bahan

pembanding dalam pembahasan masalah. Seluruh data yang

telah diperoleh melalui cara ini merupakan data yang disajikan

dengan cara mengutip dan mengungkapkan kembali teori-teori

yang ada yang berhubungan dengan penelitian yang sedang

dilakukan demi menunjang kesempurnaan dari hasil penelitian.

3.4Teknik Analisis Data

Teknik Analisa Data merupakan suatu kegiatan yang mengacu

pada penelaahan atau pengujian yang sistematik mengenai suatu hal

dalam rangka mengetahui bagian-bagian, hubungan diantara bagian, dan

(46)

“Analisis dara kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menentukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain” (Bodgan dan Biklen dalam Moleong, 2005:248)

Data kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan

berlandaskan kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses proses

yang terjadi dalam lingkup setempat. Dengan data kualitatif kita

dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai

sebab akibat serta untuk membentuk kerangka teori baru.

Data yang dikumpulkan diperiksa kembali bersama-sama

dengan informan, langkah ini memungkinkan dilihat kembali akan

kebenaran informasi yang dikumpulkan, selain itu juga dilakukan

cross check data kepada narasumber lain yang dianggap faham terhadap masalah yang diteliti, sedangkan triangulasi metode

dilakukan untuk mencocokan informasi yang diperoleh dari satu teknik

pengumpulan data (wawancara mendalam) dengan teknik yang lainnya

(observasi), terkait dengan itu menurut Huberman dan Miles melukiskan

(47)

Gambar 3.1

Komponen-komponen Analisa Data Kualitatif

1) Reduksi Data (data reduction)

Merupakan kategorisasi dan mereduksi data, yaitu melakukan

pengumpulan terhadap informasi penting yang terkait dengan masalah

penelitian selanjutnya data dikelompokan sesuai topik masalah. Dalam

Pelaksanaan di lapangan peneliti mengumpulkan beberapa data dari

informan tentang informasi mengenai Upacara Adat Melasti, setelah itu

peneliti memilih beberapa data yang menurut peneliti sesuai dengan topik

yang peneliti butuhkan guna menunjang penelitian ini.

2) Pengumpulan Data(data collection)

Data yang dikelompokkan selanjutnya disusun dalam bentuk

narasi-narasi, sehingga berbentuk rangkaian informasi yang bermakna

sesuai dengan masalah penelitian. Setelah mendapatkan informasi dari

Data

Collection

Data

Display

Data

Reduction

Conclution,

Drawing &

(48)

informan mengenai Upacara Adat Melasti lalu peneliti mengumpulkan

data untuk kemudian dijelaskan dalam berbentuk narasi

3) Penyajian Data (data display)

Melakukan interpretasi data yaitu menginterpretasikan apa yang

telah diinterpretasikan informan terhadap masalah yang diteliti. Setelah

mengumpulkan Data dari informan mengenai Upacara Adat Melasti dalam

bentuk narasi setelah itu peneliti menyajikan data tersebut.

4) Menarik Kesimpulan

Merupakan verifikasi berdasarkan reduksi, interprestasi dan

penyajian data yang telah dilakukan pada tahap sebelumya selaras

dengan mekanisme logika pemikiran induktif, maka penarikan

kesimpulan akan bertolak belakang dengan hal-hal yang khusus

sampai pada rumusan kesimpulan yang sifatnya umum. Sedangkan

Miles berpendapat bahwa :

“Kesimpulan adalah tinjauan ulang pada catatan dilapangan atau kesimpulan dapat ditinjau sebagai makna yang muncul dari data yang harus diuji kebenarannya,

kekokohannya dan kecocokannya, yaitu yang merupakan validitasnya”. (Miles 1992:20)

Kesimpulan merupakan hasil dari seluruh penelitian yang peneliti

lakukan berdasarkan hasil dari informan dan berdasarkan pengamatan

(49)

5) Evaluasi

Melakukan verifikasi hasil analisis data dengan informan,

yang didasarkan pada kesimpulan tahap keempat. Tahap ini

dimaksudkan untuk menghindari kesalahan interpretasi dari hasil

wawancara dengan sejumlah informan yang dapat mengaburkan makna

persoalan sebenarnya dari fokus penelitian

Dari kelima tahap analisis data diatas setiap bagian-bagian

yang ada di dalamnya berkaitan satu sama lainnya, sehingga saling

berhubungan antara tahap yang satu dengan tahap yang lainnya.

Analisis dilakukan secara continue dari pertama sampai akhir

penelitian, untuk mengetahui makna komunikasi nonverbal dalam

Upacara Melasti.

3.5 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan Data yang akan dilakukan dalam penelitian

kualitatif meliputi beberapa pengujian. Peneliti menggunakan uji

credibility atau uji kepercayaan terhadap hasil penelitian. Menurut Sugiyono (2010:270) cara pengujian kredibilitas data atau kepercayaan

terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan

perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian,

triangulasi data, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negative, dan membercheck. Tetapi memilih beberapa saja sesuai dengan kebutuhan

(50)

1. Meningkatkan Ketekunan (Persistent observation)

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara

lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian

data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.

Sebagai bekal peneliti untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan cara

membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau

dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti.

Dengan membaca ini maka wawasan peneliti akan semakin luas dan

tajam, sehingga dapat digunakan untuk memeriksa data yang ditemukan

itu benar/dipercaya atau tidak. (Sugiyono, 2010:272

2. Triangulasi

Diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan

berbagai cara dan berbagai waktu. Triangulasi sumber dilakukan dengan

cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

Triangulasi teknik dilakukan dengan cara megecek data kepada sumber

yang sama dengan teknik berbeda. Misalnya data diperoleh dengan

wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi. Triangulasi waktu

dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara,

observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.

(51)

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.6.1 Lokasi

Lokasi yang menjadi tempat penelitian berada di Denpasar

tepatnya daerah Denpasar Barat yakni Desa Padang Sambian.

3.6.2 Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama lima bulan dari

bulan Maret sampai dengan Bulan Agustus 2015 dan waktu observasi

peneliti melakukan penelitian selama satu minggu penuh selama bulan

(52)

Tabel 3.2

(53)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Sidang Skripsi Pada Program Studi Ilmu Komunikasi

Patrisia Indriana Sari

41811058

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG

(54)

viii

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.2.1 Pertanyaan Makro ... 8

1.2.2 Pertanyaan Mikro ... 8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

1.4.1 Kegunaan penelitian teoritis ... 10

1.4.2 Kegunaan penelitian praktis ... 10

(55)

ix

2.1 Tinjauan Pustaka ... 13

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu... 13

2.1.2 Tinjauan Komunikasi ... 16

2.1.2.1Karakteristik Komunikasi ... 18

2.1.2.2Komponen Komunikasi ... 20

2.1.2.3Fungsi Komunikasi ... 23

2.1.2.4Proses Komunikasi ... 27

2.1.2.5Tujuan Komunikasi... 31

2.1.2.6Tinjauan Komunikasi Non Verbal ... 31

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Antar Budaya ... 38

2.1.3.1Fungsi Komunikasi Antar Budaya ... 39

2.1.4 Definisi Makna ... 42

2.1.4.1Makna dalam Komunikasi ... 43

2.1.5 Tinjauan Tentang Upacara Adat ... 45

2.2 Kerangka Pemikiran ... 46

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 50

3.2 Informan Peneliti ... 53

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 55

(56)

x

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 65

3.6.1 Lokasi ... 65

3.6.2 Waktu Penelitian... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 66

4.1.1 Gambaran Objek Penelitian ... 66

4.1.2 Deskripsi Informan Penelitian ... 74

4.1.3 Analisa Hasil Penelitian ... 80

4.1.3.1 Penampilan Fisik dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar bali ... 82

4.1.3.2 Parabahasa dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar bali ... 85

4.1.3.3 Artefak dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar bali ... 88

4.1.3.4 Orientasi Ruang dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar bali ... 94

(57)

xi

4.2 Pembahasan ... 103

4.2.1 Penampilan Fisik dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar Bali ... 104

4.2.2 Parabahasa dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar Bali ... 105

4.2.3 Artefak dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar Bali ... 108

4.2.4 Orientasi Ruang dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar Bali ... 113

4.2.5 Warna dalam Upacara Adat Melasti di Desa Padang Sambian Denpasar Bali... 117

4.2.6 Makna Komunikasi Non Verbal dalam Upacara Adat Melasti…….120

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 122

5.1.1 Penampilan Fisik ... 122

5.1.2 Parabahasa ... 122

(58)

xii

5.1.6 Makna Komunikasi Non Verbal dalam Upacara Adat Melasti ... 124

5.2 Saran ... 124

5.2.1 Universitas ... 125

5.2.2 Mahasiswa ... 125

5.2.3 Masyarakat Umum ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 126

LAMPIRAN ... 128

(59)

xiii

Tabel 4.1 Pedoman Observasi ... 73

(60)

xiv

Gambar 4.1 Pura Taman Sekar ... 73

Gambar 4.2 Wayan Sutrisno ... 76

Gambar 4.3 Ni Wayan Septiniya Eka Pratiwi ... 78

Gambar 4.4 Ni Made Susyari ... 79

Gambar 4.5 Bli Made ... 80

Gambar 4.6 Busana yang digunakan pada saat Upacara Adat Melasti ... 85

Gambar 4.7 Saat Pemangku menyanyikan kidung ... 88

Gambar 4.8 Juli yang ada di Desa Padang Sambian ... 90

Gambar 4.9 Arca Pertimo ... 91

Gambar 4.10 Gambar unggul-unggul dan tombak ... 92

Gambar 4.11 Ratu Gede ... 93

Gambar 4.12 Payung sebagai sarana pelengkap Upacara ... 94

Gambar 4.13 Pura Desa Padang Sambian ... 96

Gambar 4.14 Pantai Peti Tenget... 96

Gambar 4.15 Posisi Duduk di pinggir pantai ... 98

(61)

xv

Lampiran 2 Berita Acara Bimbingan ... 129

Lampiran 3 Surat Rekomendasi Pembimbing mengikuti SUP ... 130

Lampiran 4 Lembar Revisi UP ... 131

Lampiran 5 Pengajuan Pendaftaran Ujian Sidang Sarjana ... 132

Lampiran 6 Surat Rekomendasi Pembimbing untuk Mengikuti Sidang Sarjana . 133 Lampiran 7 Lembar Revisi Skripsi ... 134

Lampiran 8 Pedoman Observasi ... 135

Lampiran 9 Hasil Observasi ... 137

Lampiran 10 Jadwal Wawancara ... 139

Lampiran 11 Pedoman Wawancara ... 140

Lampiran 12 Transkrip Hasil Wawancara ... 143

Lampiran 13 Dokumentasi ... 169

(62)

126

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro. 2010. Metode Penelitian untuk Public Relation – Kuantitatif dan Kualitatif: Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

Effendy, Onong Uchjana. 2009. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung :

PT. Remaja Rosdakarya.

Kriyantoro, Rachmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana

Maruli, Sihol 2010. Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi. Bandung: Perpustakaan

UNIKOM.

Meleong, Lexy.2007. Metode Penelitian Kualitatif . PT Rosda karya, Bandung

Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Mulyana,Deddy. 2007. Suatu Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya. Bandung.

Mulyana, Deddy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung

Spradley, James P. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya

Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : CV Alfabeta

Widjaja. 2000 Ilmu Komunikasi Pengantar , Jakarta : Rineka Cipta

(63)

Skripsi :

Erni Sundari. Makna Komunikasi Non Verbal Dalam Tradisi Siramam Pada

Proses Pernikahan Adat Sunda Di Kelurahan Pasanggrahan Kecamatan

Ujungberung. (Studi Deskriptif mengenai Makna Komunikasi Non Verbal Dalam

Tradisi Siramam Pada Proses Pernikahan Adat Sunda Di Kelurahan Pasanggrahan

Kecamatan Ujungberung)

Redi Setiawan. Makna Komunikasi Nonverbal Dalam Kesenian Benjang Helaran

Di Ujungberung Kota Bandung. (Studi Deskriptif mengenai Makna Komunikasi

Nonverbal Dalam Kesenian Benjang Helaran Di Ujungberung Kota Bandung)

Andhika Anugrah Utama. Makna Komunikasi Non Verbal Dalam Upacara Adat

Penyucian Pusaka Nyangku di Desa Panjalu. (Studi Deskriptif mengenai Makna

Komunikasi Non Verbal Dalam Upacara Adat Penyucian Pusaka Nyangku di

Desa Panjalu)

SumberLain :

Gambar

Tabel Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1
Tabel 3.1
Gambar 3.1
+2

Referensi

Dokumen terkait

Telah dibahas pada bab metode penelitian, bahwa penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif dengan judul Makna Pesan Non Verbal

Upacara adat gusaran itu sendiri akan dilakukan satu hari sebelum arak-arakan dimulai, dimana para calon penunggang sisingaan wajib melakukan upacara adat gusaran,

Makna Simbol yang Terkadung pada Orang yang Melakukan Penepung Tawaran atau yang Menepung Tawari dalam Kegiatan Budaya dan Praktek Adat Tradisi Upacara Tepuk

Berdasarkan parameter orientasi nilai budaya dari penelitian umpasa dalam upacara adat manulangi tulang tercermin nilai budaya: Nilai kedamaian yang dimaksud

Berdasarkan parameter orientasi nilai budaya dari penelitian umpasa dalam upacara adat manulangi tulang tercermin nilai budaya: Nilai kedamaian yang dimaksud adalah

Jadi hubungan antara komunikasi dan kebudayaan sungguh sangat erat, jika dikaitkan dengan kegiatan budaya dan praktek adat tradisi upacara kematian saurmatua bagi

Terkandung dalam Tradisi Upacara Adat Macera Manurung sebagai Aset Budaya Bangsa yang Perlu Dilestarikan. Maccera manurung merupakan tradisi upaca adat yang dilakukan

Jadi hubungan antara komunikasi dan kebudayaan sungguh sangat erat, jika dikaitkan dengan kegiatan budaya dan praktek adat tradisi upacara kematian saurmatua bagi