• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing Bandar Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Distribusi Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing Bandar Lampung"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN DI PELABUHAN

PERIKANAN PANTAI LEMPASING BANDAR LAMPUNG

APRILIA SYAH PUTRI

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Distribusi Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing Bandar Lampung benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2014

Aprilia Syah Putri

(4)

Pantai Lempasing Bandar Lampung. Dibimbing oleh IIN SOLIHIN dan RETNO MUNINGGAR.

Provinsi Lampung memiliki produksi kelautan dan perikanan yang besar, mulai dari sumberdaya perikanan yang tinggi, khususnya untuk kegiatan penangkapan ikan. Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Ilmu Kelautan Provinsi Lampung produksi perikanan tangkap di Provinsi Lampung pada tahun 2010 sebesar 143 811.9 ton. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui aktivitas pendistribusian hasil tangkapan serta mendeskripsikan karakteristik distribusi hasil tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing Bandar Lampung. Metode penelitian menggunakan metode survei dan teknik pengumpulan data

dengan cara purposive sampling. Analisis data dengan metode deskriptif dibantu

dengan tampilan gambar.Aktivitas distribusi hasil tangkapan di PPP Lempasing

dilakukan mulai dari pendaratan, penanganan sampai dengan pemasaran. Pendaratan hasil tangkapan pada pukul 03.00-05.00 WIB dan 17.00-19.00 WIB Penanganan yang dilakukan kurang memperhatikan kualitas ikan. Pemasaran dilakukan melalui Tempat Pelelangan Ikan maupun langsung ke nelayan. Karakteristik distribusi hasil tangkapan ini meliputi volume, harga dan kualitas. Volume hasil tangkapan pada tahun 2013 sebesar 1 438.462 ton dengan nilai Rp17 304 740 500 dan kualitas hasil tangkapan di PPP Lempasing masih kurang segar.

Kata kunci: aktivitas distribusi, karakteristik hasil tangkapan, Pelabuhan

Perikanan Pantai Lempasing.

ABSTRACT

APRILIA SYAH PUTRI. Catches distribution in the Coastal Fishing Port of Lempasing Bandar Lampung. Supervised by IIN SOLIHIN and RETNO MUNINGGAR.

(5)
(6)
(7)

DISTRIBUSI

HASIL TANGKAPAN DI PELABUHAN

PERIKANAN PANTAI LEMPASING BANDAR LAMPUNG

APRILIA SYAH PUTRI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan

pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

NIM : C44100021

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui oleh

Dr Iin Solihin, SPi, MSi Pembimbing I

Retno Muninggar, SPi, ME Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Ketua Departemen

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini berjudul Distribusi Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing Bandar Lampung. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Februari hingga April tahun 2014.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Iin Solihin, SPi, MSi dan Retno Muninggar, SPi, ME selaku dosen pembimbing, Prof Dr Domu Simbolon, MSi selaku dosen penguji serta Dr Yopi Novita, SPi, MSi selaku Komisi Pendidikan yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan saran. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Pantai (UPT PPP) Lempasing, Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lempasing serta nelayan dan pedagang di PPP Lempasing yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya serta kepada teman-teman FKM-C, Pondok ACC Putri lorong tikus, PSP 47 dan seluruh civitas PSP yang telah memberikan bantuan dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(11)

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Manfaat 2

Batasan 2

METODOLOGI PENELITIAN 3

Waktu dan Lokasi Penelitian 3

Metode Penelitian 3

Jenis data yang dikumpulkan 4

Metode pengumpulan data 5

Analisis Data 5

Aktivitas distribusi 5

Karakteristik distribbusi 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Aktivitas Distribusi 6

Pendaratan hasil tangkapan 6

Penanganan hasil tangkapan 7

Pemasaran hasil tangkapan 10

Karakteristik Distribusi 14

Volume hasil tangkapan 14

Harga hasil tangkapan 20

Kualitas hasil tangkapan 22

KESIMPULAN DAN SARAN 23

Kesimpulan 23

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 26

(12)

Tabel 1 Jenis data penelitian yang dikumpulkan 4 Tabel 2 Volume dan nilai beberapa jenis ikan berdasarkan volume terbesar tahun

2013 17

Tabel 3 Volume tujuan pasar tradisional Bandar Lampung 17

Tabel 4 Rata-rata volume HT di Provinsi Lampung 18

Tabel 5 Jumlah persentase tujuan pasar 20

Tabel 6 Harga ikan segar per kilogram tahun 2014 21

Tabel 7 Nilai produksi hasil tangkapan tahun 2013 21

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di PPP Lempasing 3

Gambar 2 Asal hasil tangkapan 11

Gambar 3 Jalur pemasaran ikan segar di PPP Lempasing 12

Gambar 4 Peta lokasi hasil tangkapan yang masuk ke PPP Lempasing

tahun 2014 15

Gambar 5 Grafik volume hasil tangkapan tahun 2013 16

Gambar 6 Peta tujuan pasar di Bandar Lampung beserta volume hasil

tangkapannya 18

Gambar 7 Peta tujuan pasar di Provinsi Lampung beserta volume hasil

tangkapannya 19

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Produksi perikanan tangkap di Laut menurut Kabupaten/Kota

Provinsi Lampung tahun 2005-2010 26

Lampiran 2 Aktivitas distribusi hasil tangkapan 27

Lampiran 3 Data statistik perikanan tangkap PPP Lempasing Bulan

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kota Bandar Lampung merupakan ibu kota Provinsi Lampung dan merupakan sebuah provinsi paling selatan di Pulau Sumatera, Indonesia. Lampung banyak menyimpan potensi kelautan dan perikanan yang besar mulai dari sumberdaya perikanan yang tinggi, khususnya untuk kegiatan penangkapan ikan. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan, produksi perikanan tangkap Provinsi Lampung pada tahun 2010 sebesar 143 811.9 ton (Lampiran 1). Ikan merupakan sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi yang tinggi. Terlihat banyak sekali masyarakat Lampung yang mengkonsumsi ikan segar dan ikan olahan. Permintaan akan hasil tangkapan menuntut agar penyedia hasil tangkapan untuk meningkatkan produktivitas hasil tangkapannya. Mulai dari aktivitas yang meliputi pendaratan hasil tangkapan, penanganannya sampai dengan pemasaran. Mengingat sifat ikan yang cepat membusuk diperlukan penanganan yang baik dalam proses aktivitasnya sehingga dapat sesuai dengan keinginan konsumen (untuk memenuhi keinginan pasar).

Kota Bandar Lampung memiliki pelabuhan, salah satunya adalah Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lempasing. PPP Lempasing merupakan pelabuhan yang cukup besar di Lampung dan memiliki potensi dalam mendistribusikan hasil tangkapannya. Jenis hasil tangkapan ini beragam mulai dari ikan pelagis dan ikan demersal. Semuanya didapatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen sehingga dilakukanlah pelelangan ikan dalam suatu pemasarannya. Pemasaran hasil perikanan sebagai subsistem ekonomi perikanan memegang peranan penting dalam pengembangan usaha perikanan dan peningkatan nilai jual produk perikanan. Distribusi merupakan pergerakan barang-barang dan jasa dari produsen ke tangan atau pihak konsumen (Hanafiah dan Saefuddin 1986). Distribusi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan setiap daerah agar merata dan sesuai dengan permintaan. Proses pendistribusian akan berjalan dengan baik apabila tersedia fasilitas yang mendukung dalam pendistribusian tersebut. Fasilitas tersebut merupakan fasilitas fisik meliputi pengangkutan dan penyimpanan. Pengangkutan (transport) berarti bergeraknya atau pemindahan barang-barang dari tempat produksi dan tempat penjualan ke tempat barang-barang tersebut yang akan dipakai. Penyimpanan berarti menahan barang-barang selama jangka waktu antara dihasilkan atau diterima sampai dengan dijual (Hanafiah dan Saefuddin 1986).

(14)

mempengaruhi efektivitas distribusi meliputi pengelolaan, persediaan, pergudangan dan transportasi. Pengelolaan merupakan kegiatan yang sangat penting untuk memastikan bahwa konsumen mendapatkan layanan yang sesuai dengan kepuasan. Ketepatan waktu adalah tujuan utama dari proses pengolaan. Persediaan hasil tangkapan dalam sistem distribusi tujuannya adalah untuk memenuhi volume permintaan konsumen. Penyimpanan hasil tangkapan merupakan strategi yang digunakan untuk menyimpan hasil tangkapan sebelum dijual. Transportasi mempengaruhi penetapan harga hasil tangkapan, kinerja pengiriman dan kondisi barang saat barang itu tiba yang akan mempengaruhi kepuasan konsumen (Hanafiah dan Saefuddin 1986).

PPP Lempasing merupakan pelabuhan tipe C yang memiliki keterbatasan dalam fasilitasnya sehingga berpengaruh terhadap proses penyimpanan, pengiriman dan aksesibilitas. Kegiatan untuk meningkatkan perekonomian dalam pelabuhan ini adalah dilakukannya kegiatan distribusi hasil tangkapan, sehingga

memerlukan fasilitas yang mendukung dari pelabuhan tersebut seperti cold

storage, dermaga, lahan parkir, Tempat Pelelangan Ikan (TPI), jenis transportasi dan lain-lain sehingga penanganan kualitas ikan tetap terjaga dan harga tetap tinggi dipasaran. Oleh karena itu, suatu studi mengenai distribusi hasil perikanan laut dari daerah ini sangat penting untuk dilakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menguraikan aktivitas pendistribusian hasil tangkapan di PPP Lempasing

2. Mendeskripsikan karakteristik distribusi hasil tangkapan di PPP Lempasing

Bandar Lampung.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh setelah melakukan penelitian ini adalah dapat memberikan sumber informasi mengenai distribusi hasil tangkapan di PPP Lempasing Bandar Lampung kepada pihak yang membutuhkan.

Batasan Penelitian

(15)

volume asal daerah hasil tangkapan dari luar Provinsi Lampung ke PPP Lempasing yang membatasi penelitian ini.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Bulan Februari hingga April tahun 2014 di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lempasing Bandar Lampung. Pelabuhan

Perikanan Pantai Lempasing Bandar Lampung ini terletak di titik koordinat 050

29’ 15’’ Lintang Selatan dan 050

15’12,5’’ Bujur Timur (Gambar 1).

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di PPP Lempasing

Metode Penelitian

(16)

menggunakan kuisioner, kemudian untuk data sekunder diperoleh dari literatur yaitu dari UPT PPP Lempasing, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dan tulisan-tulisan pustaka yang mendukung penelitian.

Jenis data yang dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan berdasarkan tujuan penelitian ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan

No Tujuan

penelitian

Data yang diperlukan Jenis data Cara pengambilan

(17)

Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah bertujuan untuk memperoleh data primer. Teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu pemilihan responden tertentu

secara sengaja dengan catatan responden dapat berkomunikasi dengan baik sehingga dapat mewakili pemilik informasi secara keseluruhan data yang ingin diperoleh dalam pengisian kuisioner. Responden yang dituju adalah nelayan, para pedagang dan Kepala PPI. Nelayan yang diwawancarai sebanyak 12 orang yaitu untuk mengetahui informasi mengenai transportasi hasil tangkapan baik pendaratan kapal, penanganan hasil tangkapan di atas kapal, volume hasil tangkapan yang didapatkan serta asal daerah pendaratan hasil tangkapan. Para pedagang diwawancarai sebanyak 13 orang yaitu untuk mengetahui informasi mengenai harga pada setiap hasil tangkapan per kilogramnya ketika membeli dari nelayan, pedagang hingga sampai ke konsumen. Selain itu juga untuk mengetahui tujuan pasarnya.

Analisis Data

Aktivitas distribusi

Analisis data ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif.

Menurut Travers (1978) dalam Sevilla et al (1993) metode deskriptif merupakan

pengumpulan informasi tentang keadaan-keadaan nyata untuk menggambarkan sifat suatu keadaan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Aktivitas pendistribusian hasil tangkapan yang dilakukan tersebut meliputi pendaratan, penanganan hingga pemasaran hasil tangkapan.

Karakteristik distribusi

(18)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Distribusi

Aktivitas distribusi hasil tangkapan dilakukan dengan berbagai cara yaitu mulai dari pendaratan, penanganan hingga pemasaran. Aktivitas ini harus diperhatikan untuk menjaga kualitas ikan, sehingga dapat menarik konsumen untuk membeli hasil tangkapan sesuai dengan keinginan dan harga ikan dipasaran pun akan tetap tinggi.

Pendaratan hasil tangkapan

Hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Lempasing meliputi proses pembongkaran ikan, penyortiran ikan dan pengangkutan ikan ke TPI. Hasil tangkapan yang didaratkan terbagi menjadi dua waktu pendaratan yaitu pagi hari

pada pukul 03.00-05.00 WIB berupa kapal dengan alat tangkap dogol dan purse

seine kemudian untuk jenis ikan yang didaratkan adalah pada alat tangkap dogol

berupa ikan demersal dan pada alat tangkap purse seine seperti ikan pelagis.

Kemudian pendaratan kedua pada pukul 17.00-19.00 WIB meliputi kapal dengan alat tangkap rampus, pancing dan payang kemudian untuk jenis ikan yang didaratkan yaitu ikan-ikan pelagis. Kapal yang berukuran 5-10 GT terdapat pada alat tangkap rampus dan pancing. Ukuran <5-10 GT untuk alat tangkap payang,

kemudian ukuran <5-30 GT untuk alat tangkap purse seine dan ukuran 10-30 GT

pada alat tangkap dogol.

Kapal yang akan melakukan pembongkaran hasil tangkapan disesuaikan dengan kedatangan kapal. Lamanya aktivitas pembongkaran hasil tangkapan tergantung dari banyaknya hasil tangkapan. Pada saat musim puncak, pembongkaran membutuhkan waktu yang lebih lama dan sebaliknya ketika terjadi musim paceklik pembongkaran akan lebih cepat. Menurut Lubis (2012) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memperlambat pembongkaran adalah tertundanya waktu bongkar karena terjadinya antrean bongkar di pelabuhan.

Pembongkaran dilakukan oleh ABK (Anak Buah Kapal) yang dibantu buruh angkut untuk mengeluarkan hasil tangkapan. Menurut Lubis (2012) pembongkaran merupakan proses mengeluarkan hasil tangkapan dengan menggunakan alat bantu atau tidak dari dalam palka kapal ke atas dek kapal. Pembongkaran dilakukan dengan memindahkan keranjang yang berada di dalam palka kemudian disusun di atas dek kapal untuk diturunkan ke dermaga. Penurunan ini dilakukan secara manual tanpa menggunakan alat oleh nelayan dan

buruh dengan sistem estafet (Lampiran 2a).

(19)

dimasukkan ke dalam palka. Wadah yang digunakan untuk meletakkan hasil tangkapan ini sederhana mudah dan murah yaitu berupa keranjang atau basket,

boxfibre dan drum (Lampiran 2b). Menurut Irawan (1995) wadah yang digunakan untuk tempat ikan-ikan ataupun hasil perikanan sebaiknya terbuat dari alumunium atau bahan-bahan yang mudah dibersihkan dan tidak mudah pecah.

Penyortiran berikutnya dilakukan oleh nelayan di pelabuhan, hasil tangkapan ditimbang untuk proses pelelangan. Penyortiran ini berfungsi untuk mempermudah saat proses pelelangan. Pedagang pengecer yang membeli hasil tangkapan langsung dari nelayan menyortir hasil tangkapannya sendiri (Lampiran 2c).

Pengangkutan hasil tangkapan dilakukan oleh buruh angkut untuk memindahkan barang-barang dari tempat produksi atau tempat penjualan ke tempat-tempat tujuan pemasaran. Pengangkutan hasil tangkapan yang dilakukan oleh buruh angkut dari dermaga ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dengan

menggunakan lori untuk mengangkut keranjang atau box fibre yang berisi hasil

tangkapan. Sekali angkut biasanya satu sampai dua box fibre, dimana satu box

fibre berisi 100 kg ikan. Pengangkutan menggunakan lori dilakukan karena letak tempat pelelangan ikan yang tidak terlalu jauh dari dermaga sehingga tidak memerlukan alat pengangkutan yang lain (Lampiran 2d). Pengangkutan ini dilakukan oleh buruh angkut dengan tambahan biaya sebesar Rp5 000 untuk sekali angkut.

Penanganan hasil tangkapan

Penanganan hasil tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing ada tiga tahap yaitu penanganan hasil tangkapan di atas kapal, penanganan di pelabuhan perikanan dan penanganan selama pendistribusian. Penanganan di atas kapal dilakukan setelah ikan tertangkap dan diangkat dari perairan yang kemudian

diletakkan di atas dek kapal untuk dimasukkan dalam box fibre. Peletakan ikan di

atas dek kapal menyebabkan ikan banyak mengalami pemberontakan sebelum mati. Menurut Irawan (1995) ikan yang banyak mengalami pemberontakan

sebelum mati akan mengalami kondisi rigor mortis (keadaan kaku) lebih cepat

dibandingkan dengan ikan yang tidak banyak berontak sebelum mati. Semakin banyak ikan berontak semakin cepat pula mengalami kekakuan dan juga makin rendah daya simpannya. Mutu kesegaran ikan pun dipengaruhi oleh kondisi tubuhnya. Pada saat ikan mengalami luka atau memar pada tubuhnya maka daya simpannya pun akan rendah dan ikan cepat membusuk karena bakteri-bakteri pembusuk yang berada disekujur tubuh ikan ataupun yang berada di dek kapal cepat menular masuk ke dalam tubuh ikan.

Peletakan ikan ke dalam boxfibre dilakukan pula dengan pemberian es. Es

digunakan oleh para nelayan di PPP Lempasing sebagai bahan pengawet, namun nelayan kurang terlalu memperhatikan banyaknya es yang digunakan terutama untuk kapal yang beroprasi dalam waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan karena nelayan mengalami kesulitan dan memiliki keterbatasan kemampuan akan daya beli es dalam jumlah yang banyak. Ukuran balok es sekitar 100 x 50 cm untuk setiap balok es, dengan pembiayaan sebesar Rp30 000 per balok es.

(20)

membutuhkan waktu hanya sehari semalam yang membutuhkan balok es yang lebih sedikit dari pada pengoprasian kapal dengan alat tangkap dogol yang membutuhkan waktu selama 6 hari. Menurut Irawan (1995) penanganan hasil tangkapan yang baik yaitu mengusahakan agar ikan tetap berada pada suhu yang

rendah mendekati 0 0C dan suhu selalu dijaga agar tetap stabil. Menurut Indriati

dan Anggawati (2007) dalam Heruwati et al (2007) untuk perbandingan es dan

ikan kira-kira 1:1.

Penanganan hasil tangkapan yang akan didaratkan sebelum melakukan pembongkaran apabila terjadi antrean kapal, nelayan di PPP Lempasing menunggu antrean kapal dengan tanpa memperhatikan kondisi dari hasil tangkapan itu sendiri sehingga ikan membutuhkan es yang lebih banyak untuk mempertahankan kualitasnya. Menurut Lubis (2012) keterlambatan waktu bongkar mengakibatkan turunnya mutu ikan atau produsen harus mengeluarkan biaya ekstra untuk membeli es sebagai pengawet. Selain itu, menurut Indriati dan

Anggawati dalam Heruwati et al (2007) menyatakan bahwa pembongkaran

muatan harus dilakukan secara cepat dengan menghindarkan terjadinya kenaikan suhu ikan.

Penurunan hasil tangkapan dari kapal ke dermaga dilakukan oleh nelayan dengan bantuan buruh angkut. Hasil tangkapan yang telah diturunkan dari kapal didiamkan begitu saja di bawah sinar matahari oleh nelayan tanpa pemberian es yang lebih banyak untuk menunggu penurunan hasil tangkapan berikutnya (Lampiran 2e). Penurunan hasil tangkapan ini tanpa menggunkan bantuan alat

dalam proses pembongkarannya. Menurut Poernomo dalam Heruwati et al (2007)

menyatakan bahwa ikan dapat diturunkan dari kapal ke dermaga secara manual, namun sebaiknya menggunakan papan peluncur dan di atas diberi tenda pelindung dari sinar matahari untuk penurunan yang lebih cepat. Pengangkutan ke TPI harus dilakukan secepat mungkin, ikan tidak boleh menunggu lebih dari 8 menit dan dalam waktu 10 menit sudah harus mencapai TPI.

Pengangkutan ikan dari deramaga ke TPI menggunakan lori sebagai alat bantu dalam transportasi hasil tangkapannya. Pengangkutan hasil tangkapan ini

menggunakan wadah berupa box fibre dan keranjang. Wadah dengan

menggunakan keranjang dan box fibre ini diangkut oleh para buruh, namun untuk

wadah berupa keranjang tidak menggunakan atap sebagai penutupnya (Lampiran 2f), sehingga ikan akan cepat mengalami pembusukan karena terkena suhu yang lebih tinggi dari luar sekaligus berpengaruh terhadap kualitas ikan itu sendiri. Penanganan hasil tangkapan ini menggunakan pengawet berupa es namun beberapa dari nelayan tidak menggunakan bahan pengawet. Hal ini dikarenakan menghemat biaya pembelian bahan pengawet yang dianggap mahal dan juga karena mereka beranggapan bahwa lokasi TPI yang tidak terlalu jauh dari

dermaga pembongkaran hasil tangkapan. Menurut Poernomo dalam Heruwati et

al (2007) Peletakan ikan di kereta dorong (lori) hendaklah dengan permukaan

yang telah dibasahi oleh air dan pelindung ikan (plastik/kain/karung tebal) juga harus selalu dalam keadaan basah agar kualitas ikan akan tetap terjaga

kesegarannya. Selain itu, menurut Indriati dan Anggawati dalam Heruwati et al

(21)

Pada saat hasil tangkapan sampai di pelabuhan, ikan ditimbang terlebih dahulu untuk mempermudah proses pelelangan. Proses pelelangan ikan berlangsung setelah ikan disortir dan ditimbang. Terdapat berbagai jenis ikan yang dilelang seperti ikan layur, kembung, tongkol, cumi dan lain-lain yang tersusun rapi di atas lantai TPI tetapi peletakan hasil tangkapan ini tidak menggunakan alas dan lantai TPI masih terlihat adanya genangan air dan kotoran (Lampiran 2g), sehingga bakteri-bakteri yang ada pada lantai TPI akan masuk ke tubuh ikan sehingga dapat menurunkan kualitasnya. Proses pelelangan di PPP Lempasing ini biasanya didatangi oleh masyarakat di sekitar Lempasing, namun ada juga dari berbagai Kota/Kabupaten Provinsi Lampung. Kegiatan proses pelelangan ikan merupakan suatu kegiatan untuk menyebarluaskan hasil tangkapan hingga sampai ke tangan konsumen melalui para pedagang yang memasarkan hasil tangkapan ke pasar-pasar tradisional maupun ke pusat pasar ikan yang ada di Lempasing itu sendiri.

Penanganan hasil tangkapan selama pendistribusian di pusat pasar ikan Lempasing menggunakan pengawetan ikan berupa es dengan menggunakan

wadah berupa box fibre dan ember. Peletakan hasil tangkapan ini diletakkan di

atas meja semen, namun terlihat di atas meja banyak sekali lalat yang hinggap di ikan tersebut dan terlihat pula masih ada darah pada tubuh ikan tersebut. Air yang digunakan untuk membersihkan ikan maupun meja yaitu dengan menggunakan air yang disuplai setiap harinya dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang berada di Kota Bandar Lampung dan air laut di kolam pelabuhan, namun air laut di kolam pelabuhan sudah tercemar atau kotor sehingga apabila tubuh ikan terkena oleh cemaran air tersebut menyebabkan turunnya kualitas ikan. Air yang tercemar ini disebabkan oleh tumpahan minyak pada kapal dan kotoran sampah maupun jeroan ikan yang dibuang ke laut dalam waktu yang lama. Para pedagang hasil tangkapan ini biasanya didatangi oleh pedagang pengecer yang akan menjual hasil tangkapannya kembali. Pada saat hasil tangkapan tidak terjual habis atau

masih tersisa pedagang melakukan penyimpanan di dalam box fiber yang telah

diberi bongkahan es. Konsumen atau pedagang besar yang akan membeli hasil tangkapan datang ke pusat pasar ikan apabila pelelangan sedang tidak berlangsung. Menurut Irawan (1995) menjelaskan bahwa hasil tangkapan yang sampai ke pedagang harus tetap terjaga kebersihannya, dan harus memperhatikan baik kondisi kesegaran dan kebersihan terhadap ikan itu sendiri maupun sarana yang digunakan baik berupa air maupun tempat (wadah) yang digunakan.

Penanganan hasil tangkapan pun dilakukan oleh pedagang yang memasarkan hasil tangkapannya ke berbagai Kota/Kabupaten Provinsi Lampung. Penanganan ini menggunakan transportasi darat berupa sepeda motor maupun mobil. Pengangkutan hasil tangkapan di sekitar PPP Lempasing biasanya menggunakan transportasi berupa sepeda motor maupun angkutan umum, sedangkan untuk transportasi di luar Bandar Lampung menggunakan trasportasi

berupa mobil pick up. Pedagang melakukan penanganan hasil tangkapan dengan

(22)

dikeluarkan. Pada saat penanganan ini harus tetap diperhatikan, sebagaimana

menurut Heruwati et al (2007) yang menjelaskan bahwa selama penjualan dan

pengeceran, ikan harus dipertahankan suhunya agar tetap rendah dan ditempatkan khusus terpisah dari produk pangan lainnya. Ikan terlindung dari pengaruh panas sinar matahari, debu, serangga, binatang dan kotoran lainnya dan ikan jangan terlalu sering tersentuh oleh tangan.

Penanganan yang dilakukan di PPP Lempasing tidak hanya untuk ikan segar saja namun juga terdapat ikan olahan. Mengingat sifat ikan yang cepat membusuk, Penanganan hasil tangkapan ini sangat penting untuk dilakukan. Oleh karena itu, sangat diperlukan tindakan yang tepat dan cermat dalam pencegahan pembusukan tersebut yaitu mulai dari saat penangkapan sampai tiba ditangan konsumen. Tindakan yang dimaksud adalah berupa pengawetan dan pengolahan seperti pengasinan/pengeringan, dan ikan fillet. Pengawetan/pengasinan pada ikan olahan di PPP Lempasing ini disortir berdasarkan jenis-jenis ikan kemudian dibuang isi perutnya untuk ikan yang berukuran agak besar, berbeda untuk ikan teri. Setelah dibuang isi perutnya kemudian ikan dicuci bersih dan ikan dimasukkan kedalam tong yang telah berisi rendaman garam lalu ditutup. Perendaman dilakukan selama 24 jam kemudian ikan dijemur di teriknya sinar matahari sampai kering. Penjemuran ini dilakukan dengan menggunakan kayu atau bambu yang masih menggunakan cara tradisional (Lampiran 2h). Berbeda untuk ikan fillet pertama dibersihkan dan dipisahkan antara tulang, kulit dan kepala dan dicuci bersih dan daging ditumbuk atau digiling halus kemudian dikemas per kilogram kemudian ditumpuk dengan bongkahan es agar kualitas tetap terjaga.

Pemasaran hasil tangkapan

Pemasaran hasil tangkapan di PPP Lempasing berupa produk ikan segar dan ikan olahan (ikan asin, fillet). Kegiatan pemasaran hasil tangkapan yang dilakukan oleh nelayan di PPP Lempasing pada umumnya melalui Tempat Pelelangan Ikan (TPI), waktu lelang dilaksanakan pada pukul 05.00-07.00 WIB untuk pendaratan pertama dan mulai jam 19.00-21.00 WIB untuk pendaratan kedua, namun tidak

semua nelayan menjual hasil tangkapannya melalui TPI. Menurut Rahardi et al

(1998) tempat pelelangan ikan adalah pusat penampungan dan pemasaran beberapa jenis ikan dimana terjadinya transaksi penjualan dalam jumlah besar.

Menurut Nasution et al (2004) sistem lelang adalah mempertemukan secara

(23)

menjual hasil tangkapannya ke luar TPI karena dikhawatirkan mengalami kerugian karena mutu hasil tangkapan yang menurun.

Daerah tujuan distribusi hasil tangkapan di PPP Lempasing ini meliputi Kota Bandar Lampung (lokal) dan distribusi di luar Kota Bandar Lampung. Untuk memenuhi kebutuhan ikan di PPP Lempasing, sebagian besar ikan berasal dari nelayan setempat yang didatangkan melalui laut namun ada juga dari daerah lain melalui jalur darat diantaranya dari Rembang, Tegal, Jakarta, Bengkulu, Palembang dan Medan (Gambar 2).

Gambar 2 Asal hasil tangkapan

Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing menerima hasil tangkapan dari luar karena untuk memenuhi permintaan pasar. Hasil tangkapan ini datang ketika pasokan hasil tangkapan di PPP Lempasing rendah. Asal daerah hasil tangkapan ini mendistribusikan hasil tangkapannya ke PPP Lempasing karena untuk mendapatkan harga yang lebih baik dari daerah asalnya selain itu juga untuk memenuhi jenis ikan yang tidak terdapat di PPP Lempasing. Pengangkutan hasil tangkapan ini melalui jalur darat yaitu dengan menggunakan truck berpendingin. Penggunaan transportasi darat sering kali digunakan oleh para pedagang. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983) menjelaskan bahwa penggunaan transportasi darat seperti penggunaan truk dan bus memiliki banyak keuntungan yaitu kecepatannya lebih tinggi, fleksibel (dapat diselenggarakan kapan saja dan dimana saja dan arahnya dapat diubah-ubah), tarif dan biaya lebih rendah, dan sanggup mengangkut barang tanpa banyak pengerjaan dan pemindahan sehingga resiko kerusakan kecil.

Daerah penangkapan ikan oleh nelayan Lempasing ini meliputi daerah Laut Jawa dan di sekitar Teluk Lampung. Hasil tangkapan berupa ikan segar yaitu ikan

alu-alu (Sphyraena spp), peperek (Leiognatus spp), selar (Selaroides leptolepis),

tembang (Sardinela fimbriata), layur (Trichiurus lepturus) dan lain-lain. Ikan-ikan

yang mendominasi di daerah tersebut adalah ikan kurisi (Nemipterus spp), kuniran

(Upeneus sulphureus), tongkol (Auxis spp), cumi-cumi (Loligo spp) dan sotong (Sephia spp).

Pemasaran ikan segar di PPP Lempasing terdiri dari 3 macam cara distribusi yaitu distribusi secara langsung, semi langsung dan tidak langsung. Distribusi langsung tidak mempergunakan pedagang perantara. Distribusi semi langsung produsen memasarkan hasil produksinya ke tangan pedagang eceran lalu ke konsumen. Distribusi tidak langsung dipengaruhi oleh jarak produsen ke konsumen, semakin jauh jarak konsumen maka semakin panjang dan rumit rantai

pemasarannya (Rahardi et al 1998). Saluran pemasaran di PPP Lempasing dapat

dilihat pada Gambar 3.

PPP Lempasing

(24)

Gambar 3 Jalur pemasaran ikan segar di PPP Lempasing

Gambar 3 merupakan saluran pemasaran yaitu kegiatan pedagang yang menyalurkan barang-barangnya dari produsen ke konsumen. Jalur pemasaran ini menunjukkan adanya kelompok yang berperan seperti nelayan/produsen, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang eceran, pengolah dan konsumen. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983) nelayan adalah mereka yang tugas utamanya menghasilkan barang-barang. Pedagang pengumpul adalah mereka yang aktif membeli dan mengumpulkan barang dari produsen di daerah produksi dan menjualnya kepada pedagang perantara berikutnya dan jarang menjual kepada konsumen terakhir. Pedagang besar adalah mereka yang memperdagangkan hasil tangkapan dalam jumlah yang besar. Pedagang eceran adalah mereka yang menjual barang kepada konsumen terakhir di pasar eceran atau mendatangi rumah konsumen terakhir. Pengolah adalah mereka yang mengolah hasil tangkapan. Konsumen adalah setiap orang yang memakai barang yang telah tersedia untuk memenuhi kebutuhannya.

Saluran pemasaran ikan segar di PPP Lempasing sebagian besar nelayan memasarkan hasil tangkapannya melalui TPI dengan cara di lelang namun ada juga nelayan yang memasarkan hasil tangkapannya langsung ke pedagang pengumpul/besar/pengolah. Distribusi langsung dilakukan oleh nelayan yang mendistribusikan langsung kepada konsumen. Distribusi semi langsung nelayan mendistribusikan hasil tangkapan melalui pedagang yang kemudian menjualnya kembali kepada konsumen. Distribusi tidak langsung dipengaruhi oleh jarak produsen ke konsumen, nelayan ke TPI kemudian memasarkan hasil tangkapannya ke pedagang pengumpul/besar/pengolah hingga sampai kepada konsumen akhir.

Apabila dilihat dari pihak pedagang, sebagian pedagang banyak yang tidak membeli hasil tangkapan melalui pelelangan ikan dikarenakan mereka tidak sanggup jika harus membayar melalui transaksi saat pelelangan. Biaya yang dikeluarkan saat lelang lebih mahal dari pada langsung membeli ketika

Pengolah Pengumpul/pedagang besar

Pedagang lokal/pengecer

Konsumen Nelayan

Pengecer

(25)

pembongkaran hasil tangkapan oleh nelayan tersebut. Sebagaimana menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aziza (2000) menyatakan bahwa ada sebab lain nelayan menjual hasil tangkapan tidak melalui pelelangan yaitu karena pedagang memberikan modal bagi nelayan untuk biaya oprasi penangkapan dengan perjanjian hasil tangkapan nelayan dijual ke pedagang tersebut.

Hasil tangkapan ikan segar yang dijual melalui pelelangan ikan didistribusikan ke daerah tujuan pemasaran seperti pusat pasar ikan Lempasing dan masyarakat yang tinggal di sekitar PPP Lempasing. Pedagang memasarkan hasil tangkapan tidak hanya di lokal Bandar Lampung saja tetapi juga mencapai Kota/Kabupaten Provinsi Lampung. Tujuan pasar di Bandar Lampung meliputi tujuan pasar tradisional. Pasar-pasar tradisional yang terdapat di Bandar Lampung meliputi pasar gudang lelang, pasar kangkung/ mambo, pasar pasir gintung, pasar cimeng, pasar way kandis, pasar panjang, pasar tamin, pasar tugu, pasar way halim, pasar bawah, pasar kemiling dan pasar smep, namun pedagang hanya memasarkan hasil tangkapannya di Kecamatan Kemiling, Tanjung Senang, Tanjung Karang Pusat, Kedaton, Teluk Betung Selatan dan Panjang. Selain itu, tujuan pasar di Kota/Kabupaten Provinsi Lampung meliputi Liwa, Tanggamus, Metro, Kalianda, dan Tulang Bawang. Transportasi yang digunakan yaitu jalur

darat berupa transportasi motor, mobil pick up dan mobil angkutan umum.

Saluran pemasaran ikan di PPP Lempasing tidak hanya untuk ikan segar saja namun juga ada untuk ikan olahan. Nelayan yang menjual hasil tangkapan ke pedagang pengolah akan diolah menjadi ikan asin dan fillet. Tempat pengolahan ini tidak jauh dari dermaga. Pembeli ikan olahan ini biasanya langganan dari pedagang pengolah dimana konsumen membeli langsung ke tempat pengolahan ikan di PPP Lempasing setiap hari. Ikan yang digunakan sebagai ikan asin yaitu

ikan teri (Setipinna tenuifilis) dan ikan layur (Trichiurus lepturus). Ikan fillet yang

akan diolah kembali menjadi produk bakso, tekwan, mpek-mpek, otak-otak

biasanya menggunakan ikan layur (Trichiurus lepturus), ikan buntal

(Tetranodon), ikan sebelah (Psettodidae), ikan lidah (Cynoglossus lingua), ikan raja ganteng dan ikan mata goyang. Hasil tangkapan yang telah diolah dikemas dengan menggunakan plastik untuk ikan fillet dan kardus/karung untuk ikan asin yang sebelumnya telah melalui proses penimbangan.

Memasarkan hasil tangkapan dengan sifat yang cepat dan mudah rusak,

memerlukan kecepatan dan perawatan serta handling tambahan selama perjalanan.

Kecepatan pengangkutan sangat penting dalam distribusi hasil perikanan, sebab kalau terlambat ada dua resiko yang mungkin diderita oleh pedagang bersangkutan, yaitu pertama resiko yang disebabkan oleh turunnya harga barang dipasar yang dituju, dan kedua menyebabkan merosotnya kualitas barang. Pengangkutan ini melalui jalur darat karena jika menggunakan jalur air akan memakan waktu yang lebih lama (Irawan 1995). Ikan laut harus dilakukan

handling dan packing dengan menggunakan es secukupnya guna mencegah pembusukan selama pemasaran (Hanafiah dan Saefuddin 1983).

(26)

komunikasi yang belum memadai untuk mendukung distribusi atau penyampaian produk perikanan dari produsen ke konsumen secara tepat waktu.

Keadaan di PPP Lempasing sendiri yaitu masih lemahnya kemampuan teknologi pasca panen (penanganan dan pengolahan) produk perikanan sesuai dengan selera konsumen dan standarisasi mutu produk, prasarana, sarana sistem transportasi dan komunikasi yang belum memadai untuk mendukung distribusi atau penyampaian produk perikanan dari produsen ke konsumen secara tepat waktu.

Pelabuhan perikanan pantai Lempasing ini memegang peranan penting sebagai tempat berlabuh kapal/perahu perikanan dan tempat melakukan kegiatan bongkar muat sarana produksi. Keberadaan pelabuhan perikanan di PPP Lempasing dalam arti fisik, seperti kapasitas pelabuhan harus mampu mendorong kegiatan ekonomi lainnya sehingga pelabuhan perikanan menjadi kawasan pengembangan industri perikanan. Pelabuhan sebagai tempat pemasaran, pengolahan dan distribusi hasil perikanan. Penjualan ikan dengan sistem pelelangan dapat menstabilkan harga ditingkat produsen. Kegiatan TPI yang ada di wilayah pelabuhan ini dapat dipakai sebagai indikator fungsi pelabuhan perikanan sebagai tempat pemasaran dan pengolahan ikan. Menurut Rashid dan Chaudhry (1973) dalam Soekartawi (2002) memberikan beberapa faktor yang dapat dipakai sebagai ukuran efisiensi pemasaran yaitu 1. Keuntungan pemasaran. 2. Harga yang diterima konsumen. 3. Tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan 4. Kompetisi pasar. Terlaksananya suatu kegiatan pemasaran dalam pelelangan ikan di PPP Lempasing ini memberikan keuntungan dalam hal ekonomi di pelabuhan tersebut, dengan mengikuti pelaksanaan pelelangan ikan konsumen akan mendapatkan harga yang lebih baik karena saluran pemasaran yang pendek sehingga memperkecil margin. Tersedianya fasilitas fisik pemasaran sangat berperan penting dalam lancarnya pelaksanaan suatu pelelangan ikan.

Karakteristik Distribusi

Volume hasil tangkapan

Menurut Darmawan (2006) volume persediaan adalah jumlah barang atau komoditi perikanan yang siap untuk dipasarkan di pasar tertentu. Volume penjualan adalah jumlah barang atau komoditi perikanan tertentu dan dalam jangka waktu tertentu.

Volume hasil tangkapan di PPP Lempasing memiliki jumlah yang berbeda untuk setiap bulannya. Jenis ikan yang didaratkan yaitu ikan pelagis dan ikan

demersal berupa ikan alu-alu (Sphyraena spp), peperek (Leiognatus spp), selar

(Selaroides leptolepis), tembang (Sardinela fimbriata), cumi-cumi (Loligo spp)

dan sotong (Sephia spp), layur (Trichiurus lepturus) dan lain-lain. Hasil

tangkapan ini langsung didaratkan oleh nelayan PPP Lempasing yang

mengoprasikan alat tangkapnya berupa dogol, purse seine, rampus, pancing dan

(27)

Provinsi Lampung yaitu dari Medan, Jakarta, Palembang, Bengkulu, Rembang dan Tegal. PPP Lempasing mempunyai posisi yang cukup potensial sebagai daerah pemasaran hasil perikanan. Hal ini karena PPP Lempasing terletak di Teluk Betung yang merupakan lokasi ibukota Provinsi Lampung yang terdapat aktivitas perokonomian yang menjadi daya tarik masyarakat melakukan aktivitas ekonomi untuk memenuhi kebutuhan produk perikanan baik untuk kebutuhan pangan maupun industri. Asal daerah hasil tangkapan yang masuk ke PPP Lempasing dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Peta lokasi hasil tangkapan yang masuk ke PPP Lempasing tahun 2014

Gambar 4 menunjukkan hasil tangkapan yang masuk ke PPP Lempasing berasal dari luar Kota/Kabupaten Provinsi Lampung meliputi Rembang, Tegal, Jakarta, Bengkulu, Palembang dan Medan. Hasil tangkapan dari berbagai kota ini datang mendistribusikan hasil tangkapannya ketika musim paceklik, nelayan tidak berani melaut karena cuaca yang tidak memungkinkan untuk melaut. Pihak luar datang membawa hasil tangkapannya karena adanya informasi/relasi/hubungan baik diantara sesama nelayan/pedagang. Alasan hasil tangkapan mendistribusikan ke PPP Lempasing adalah agar dapat meningkatkan perekonomian dan untuk memperoleh harga yang lebih baik dari harga di daerah asalnya. Transportasi yang digunakan yaitu dengan menggunakan jalur darat berupa truk berpendingin.

(28)

Gambar 5 Grafik volume hasil tangkapan tahun 2013

Gambar 5 menunjukkan adanya fluktuasi hasil tangkapan yang masuk ke PPP Lempasing. Menurut Amri (2008) dalam Septiana (2013) musim barat (Desember hingga Februari), musim peralihan 1 (Maret hingga Mei), musim timur (Juni hingga Agustus), dan musim peralihan 2 (September hingga November). Musim timur adalah keadaan ketika perairan tenang dan nelayan dapat melakukan penangkapan ikan. Sedangkan untuk musim barat adalah keadaan ketika cuaca tidak mendukung untuk melakukan penangkapan ikan seperti terjadi akibat bulan purnama dan terjadinya gelombang atau ombak yang cukup besar yang mengakibatkan nelayan tidak melaut. Hasil tangkapan terendah yaitu pada Bulan Agustus sebesar 54.518 ton dan jumlah hasil tangkapan tertinggi pada Bulan Juli sebesar 202.263 ton. Bulan Juli dan Agustus merupakan musim timur, namun pada Bulan Agustus ini terjadi penurunan hasil tangkapan karena disebabkan oleh beberapa faktor. Hal ini sesuai dengan penelitian Mulyadi (2007) yang menyatakan bahwa faktor utama yang menghambat nelayan mendapat ikan lebih banyak selain faktor dari cuaca adalah kerusakan mesin, jaring/alat tangkap yang rusak, mahalnya harga perbekalan, dan transportasi/perahu yang digunakan terbatas. Selain itu juga menurut Murdiyanto (2004) faktor yang mempengaruhi produksi adalah faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi volume produksi ikan (cuaca, mesin, kondisi perairan laut) dan faktor internal meliputi jumlah nelayan, jumlah armada, jumlah alat tangkap, jenis dan ukuran alat tangkap, jenis dan ukuran armada.

Hasil tangkapan di PPP Lempasing memiliki jenis yang beragam, mulai dari ikan pelagis dan ikan demersal. Ikan-ikan pelagis seperti ikan alu-alu, bandeng, japuh, lemuru, kembung, tembang dan lain-lain namun ada beberapa jenis ikan demersal seperti bawal, kakap, kuniran, kurisi, cumi-cumi, sotong, dan lain-lain (Lampiran 2). Berikut volume dan nilai jenis hasil tangkapan yang mendominasi, apabila dilihat dari volume hasil tangkapan terbesar tahun 2013 (Tabel 2).

20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000 160.000 180.000

Vo

lu

m

e

HT

(To

n

)

(29)

Tabel 2 Volume dan nilai beberapa jenis ikan berdasarkan volume terbesar

Hasil Tangkapan Volume (ton) Nilai (Rp milyar)

Kurisi 306.060 3.63

Kuniran 189.739 1.58

Tongkol 127.297 1.89

Cumi-cumi 67.209 1.68

Sotong 62.750 1.12

Sumber : UPT PPP Lempasing, 2014 (diolah kembali)

Tabel 2 menunjukkan ikan yang memiliki volume hasil tangkapan terbanyak yaitu pada ikan kurisi dan jenis ikan pelagis lainnya. Hal ini karena alat tangkap yang digunakan di PPP Lempasing sebagian besar untuk menangkap ikan pelagis

seperti purse seine, pancing, rampus dan payang. Nelayan biasanya melakukan

penangkapan ikan hanya di sekitar Teluk Lampung saja karena kapal yang dipakai adalah kapal motor tempel yang memiliki keterbatasan melakukan penangkapan di perairan yang lebih luas.

Hasil tangkapan yang didapatkan oleh nelayan ini kemudian didistribusikan menuju tujuan pasar. Pedagang membeli hasil tangkapan dari nelayan yang kemudian mendistribusikannya ke konsumen akhir. Tujuan pasar ini tidak hanya di Bandar Lampung (lokal) saja tetapi juga mencapai luar Bandar Lampung. Tujuan pasar Bandar Lampung meliputi kecamatan Kedaton, Tanjung Senang, Teluk Betung, Panjang, Kemiling dan Tanjung Karang (Tabel 3).

Tabel 3 Volume tujuan pasar tradisional Bandar Lampung

Tujuan Pasar Rata-rata volume HT (ton)

Kedaton 55.479

Tanjung Senang 55.479

Teluk Betung 176.712

Panjang 91.644

Kemiling 115.092

Tanjung Karang 127.397

Sumber : wawancara dan UPT PPP Lempasing, 2014 (diolah kembali)

(30)

Gambar 6 Peta tujuan pasar di Bandar Lampung beserta volume hasil tangkapannya

Gambar 6 menunjukkan pedagang memasarkan hasil tangkapan di Bandar lampung menuju pasar-pasar tradisional seperti pasar tradisional Kemiling, Tanjung Karang Pusat, Tanjung Senang, Kedaton, Teluk Betung Selatan dan pasar tradisional Panjang. Rata-rata volume hasil tangkapan tujuan Kedaton dan Tanjung Senang masing-masing mencapai 55.479 ton, Teluk Betung sebesar 176.712 ton, Panjang sebesar 91.644 ton, Kemiling sebesar 115.092 ton dan Tanjung Karang sebesar 127.397 ton. Para pedagang ini memasarkan hasil tangkapan ke pasar-pasar tradisional dengan menggunakan sepeda motor, mobil

angkutan umum maupun mobil pick up. Terlihat bahwa rata-rata volume hasil

tangkapan terbesar pada tujuan Teluk Betung yaitu sebesar 176.712 ton. Pedagang lebih banyak memasarkan hasil tangkapannya ke Teluk Betung, hal ini karena letak dari pusat produksi yaitu PPP Lempasing sendiri adalah di Teluk Betung Bandar Lampung sehingga dapat memudahkan pedagang untuk menjual hasil tangkapannya lebih banyak.

Hasil tangkapan ini didistribusikan pula oleh pedagang ke luar Bandar Lampung meliputi Kabupaten Lampung Barat, Lampung Selatan, Kota Metro, Tanggamus dan Tulang Bawang. Tujuan pasar beserta volume hasil tangkapan ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Rata-rata Volume HT di Provinsi Lampung

Tujuan pasar Rata-rata volume HT (ton)

Lampung Barat 93.370

(31)

Tabel 4 Rata-rata Volume HT di Provinsi Lampung (lanjutan)

Tujuan pasar Rata-rata volume HT (ton)

Metro 189.041

Tanggamus 189.041

Tulang Bawang 156.164

Sumber : wawancara dan UPT PPP Lempasing, 2014 (diolah kembali)

Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata volume hasil tangkapan untuk setiap tujuan Kabupaten Lampung Barat, Lampung Selatan, Kota Metro, Tanggamus dan Tulang Bawang sesuai dengan kebutuhan para pedagang yang akan mendistribusikan hasil tangkapan tersebut. Berikut peta pemasaran hasil tangkapan dari PPP Lempasing menuju tujuan pasar Kabupaten Lampung Barat, Lampung Selatan, Kota Metro, Tanggamus dan Tulang Bawang (Gambar 7).

Gambar 7 Peta tujuan pasar di Provinsi Lampung beserta volume hasil tangkapannya

Gambar 7 pedagang mendistribusikan hasil tangkapan dari Lempasing ke Kabupaten Lampung Barat, Lampung Selatan, Kota Metro, Tanggamus dan Tulang Bawang dengan menggunakan jalur darat yaitu melalui transportasi sepeda

motor maupun dengan mobil pick up. Penggunaan transportasi darat ini sering

(32)

dan Tanggamus. Hal ini karena faktor lokasi yang berdekatan dengan tempat produksi, selain itu dimungkinkan jumlah permintaan yang tinggi terhadap konsumen untuk mengkonsumsi ikan dan dimungkinkan pula adanya jenis hasil tangkapan yang tidak dimiliki dalam tujuan pasar tersebut. Hasil tangkapan terendah yaitu rata-rata volume hasil tangkapan pada tujuan pasar Lampung Barat sebesar 93.370 ton. Hal ini karena lokasi tujuan pasar yang jauh dari tempat produksi yang dapat mempengaruhi kualitas dari banyaknya hasil tangkapan yang didistribusikan.

Rata-rata volume hasil tangkapan yang didapatkan berdasarkan masing-masing tujuan pasar lokal maupun antar Kota/Kabupaten Provinsi Lampung dihasilkan jumlah persentase untuk masing-masing tujuan pasar. Adapun persentase untuk setiap tujuan pasar tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah persentase tujuan pasar

Tujuan pasar Jumlah HT (ton) Persentase (%)

Lokal Bandar Lampung 621.804 43.23

Antar Kabupaten/ Kota Provinsi Lampung

Lampung Barat 93.370 6.49

Lampung Selatan 189.041 13.14

Metro 189.041 13.14

Tanggamus 189.041 13.14

Tulang Bawang 156.164 10.86

Sumber : UPT PPP Lempasing, 2014 (diolah kembali)

Tabel 5 menunjukkan persentase jumlah hasil tangkapan lokal dan antar Kabupaten/Kota Provinsi Lampung. Jumlah persentase terbesar yaitu 43.23% pada tujuan pasar Bandar Lampung dan persentase tujuan pasar Provinsi Lampung untuk Lampung Selatan, Metro dan Tanggamus masing-masing sebesar 13.14%. Tulang Bawang sebesar 10.86 %. dan persentase Lampung Barat 6.49%. Persentase tujuan pasar terbesar yaitu pada tujuan pasar lokal (Bandar Lampung) karena merupakan dekat dengan pusat produksi hasil tangkapan yaitu Teluk Betung yang bertepatan di Bandar Lampung dan pedagang tidak mau mengambil resiko untuk memasarkan ke luar Lampung yang membutuhkan biaya lebih besar. Jarak yang ditempuh pun jauh sehingga memerlukan penanganan yang membutuhkan biaya yang besar untuk transportasi dan penanganannya berupa penggunaan bahan pengawet dan lain-lain.

Harga hasil tangkapan

(33)

Harga hasil tangkapan di PPP Lempasing untuk setiap jenis ikan berbeda-beda baik ikan pelagis maupun ikan demersal. Hasil tangkapan yang dominan berdasarkan volume hasil tangkapannya di PPP Lempasing ini ada lima komoditas utama yaitu ikan kurisi, ikan kuniran, ikan tongkol, cumi-cumi dan sotong. Berbagai jenis hasil tangkapan yang dominan ini memiliki harga yang berbeda untuk pembelian langsung dari nelayan maupun ketika sudah berada ditangan konsumen (Tabel 6).

Tabel 6 Harga ikan segar per kilogram tahun 2014

Nama Ikan Nelayan (Rp) Pedagang (Rp) Konsumen (Rp) Margin (Rp)

Kurisi 11 000 12 000 16 000 5 000

Kuniran 9 000 16 000 20 000 11 000

Tongkol 15 000 18 000 25 000 10 000

Cumi-cumi 30 000 45 000 50 000 20 000

Sotong 40 000 55 000 60 000 20 000

Sumber : UPT PPP Lempasing dan hasil wawancara pedagang, 2014

Tabel 6 menunjukkan harga ikan untuk setiap pembelian akan berbeda jika pembelian langsung dari nelayan maupun ketika sampai ditangan konsumen. Pembelian melalui pedagang akan mendapatkan harga yang lebih tinggi dibandingkan langsung membeli ke nelayan. Sebagaimana menurut Aziza (2000) jarak saluran pemasaran dengan sumber produksi ikan berpengaruh pada harga. Semakin jauh saluran pemasaran terhadap sumber produksi, harga akan semakin tinggi karena ditambah dengan biaya transportasi dan biaya penanganan.

Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983) margin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir. Saluran pemasaran yang panjang biasanya memperbesar margin pemasarannya yang menjadi beban bagi konsumen. Apabila dilihat dari data statistik produksi perikanan tangkap di PPP Lempasing tahun 2013 harga untuk setiap jenis ikan dari setiap bulannya cenderung stabil. Harga tersebut dapat dilihat dari pembagian antara nilai hasil tangkapan dan volumenya (Lampiran 3).

Berikut nilai hasil tangkapan yang terdapat di PPP Lempasing pada tahun 2013 (Tabel 7)

Tabel 7 Nilai Produksi hasil tangkapan tahun 2013

Bulan Nilai hasil tangkapan (Rp milyar) Volume HT (ton)

Januari 1.56 131.435

Februari 1.35 115.531

Maret 1.77 153.515

April 1.61 135.181

Mei 1.64 140.344

Juni 1.38 117.598

Juli 1.82 139.056

(34)

Tabel 7 Nilai Produksi hasil tangkapan tahun 2013 (lanjutan)

Bulan Nilai hasil tangkapan (Rp milyar) Volume HT (ton)

September 1.91 156.196

Oktober 1.25 107.540

November 1.14 98.314

Desember 1.16 89.234

Sumber : UPT PPP Lempasing (diolah kembali)

Tabel 7 menunjukkan nilai produksi hasil tangkapan di PPP Lempasing. Nilai produksi tertinggi pada Bulan September yaitu sebesar Rp1.91 milyar dan untuk nilai terendah yaitu pada Bulan Agustus sebesar Rp0.73 milyar Hal ini berbanding lurus dengan data volume hasil tangkapan. Sebagaimana pernyataan Hanafiah dan Saefuddin (1983) yang menyatakan bahwa ukuran produk baik dalam besar maupun berat berpengaruh pada harga. Harga tertinggi akan diterima untuk produk yang ukuran individunya lebih besar atau lebih berat.

Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing dalam pemasaran hasil tangkapan membutuhkan biaya dalam penanganan hasil tangkapan yaitu seperti biaya es, transportasi dan air bersih. Pembiayaan untuk satu balok es sebesar Rp30 000. Terutama untuk musim ikan dengan kelimpahan sumberdaya ikan yang membutuhkan es yang banyak mengingat bahwa sifat ikan yang cepat membusuk, nelayan memasarkan hasil tangkapan dengan harga yang rendah untuk menarik konsumen agar membeli hasil tangkapan dalam jumlah yang banyak sehingga terhindar percepatan pembusukan ikan dan kerugian. Begitu pula sebaliknya ketika musim paceklik dengan hasil tangkapan yang sedikit, nelayan melakukan penanganan dengan menggunakan es sehingga harga jual ikan akan tinggi dipasaran karena ditambah biaya penanganannya. Sesuai pernyataan Hanafiah dan Saefuddin (1983) jika harga lebih tinggi maka jumlah barang yang dibeli lebih kecil dan jika harga lebih rendah jumlah yang dibeli lebih besar.

Banyaknya hasil tangkapan tergantung oleh musim. Tingkat variasi dalam harga musiman dari tiap produk menunjukkan perbedaan dari satu musim kemusim lainnya. Harga ikan yang selalu berfluktuasi setiap musim penangkapan karena ketersediaan sumberdaya ikan di perairan. Fluktuasi harga musiman dapat terjadi secara tidak teratur karena disebabkan oleh faktor-faktor diluar kendali manusia seperti keadaan cuaca. Ciri-ciri lain dari produk perikanan yang dapat berpengaruh pada harganya adalah mutu, ukuran dan warna dari produk tersebut (Hanafiah dan Saefuddin 1983).

Kualitas hasil tangkapan

(35)

penggunaan es dan juga nelayan yang merokok saat pembongkaran sehingga dikhawatirkan serbuk rokok akan menempel pada tubuh ikan. Apabila dilihat saat pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga ke TPI juga masih kurang karena hasil tangkapan yang terbuka tanpa pemberian terpal penutup maupun lapisan es menyebabkan kualitas ikan menurun. Kemudian untuk hasil tangkapan ketika pelelangan dengan peletakan ikan di atas lantai yang kotor tanpa alas dan masih terdapat genangan air dapat menyebabkan bakteri masuk ke tubuh ikan.

Berdasarkan pengamatan di lapang bahwa hasil tangkapan terlihat warna daging merah, otot daging agak elastik, jaringan daging tidak pecah, mata bersih, terang dan menonjol, kulit normal, bersih, dan sedikit berlendir, tidak ada kerusakan fisik. Namun beberapa terlihat warna daging kurang merah, kulit normal dan berlendir, otot kulit kurang elastik, kondisi ikan tidak utuh, umumnya

pada bagian punggung. Menurut Indriati dan Anggawati (2007) dalam Heruwati et

al (2007) ciri-ciri ikan segar meliputi: 1. rupa dan warna ikan secara keseluruhan

masih cerah, mengkilap spesifik sesuai dengan jenis ikan. 2. lender yang tipis, bening, encer menyelubungi tubuh ikan baunya normal dan khas jenis ikan. 3. sisik melekat kuat mengkilat dengan warna atau tanda khusus sesuai jenis ikan. 4. mata cemerlang, cembung, bening, pupil hitam dan tidak nampak. 5. insang berwarna merah cerah khas menurut jenis ikan, tertutup lender yang tipis, bening dan berbau segar. 6. bagian perut masih kuat, tidak pecah dan lubang dubur tertutup.

Pengangkutan ketika menuju tujuan pasar, pedagang masih jarang yang memperhatikan penggunaan fasilitas di dalam transportasi. Sebagaimana menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983) hasil perikanan harus didistribusikan dengan segera sejauh mana daerah konsumen berada. Hal ini membutuhkan kecepatan

dan fasilitas pengangkutan, wadah (container), fasilitas penyimpanan dan

pendinginan (refrigeration), pembiayaan dan mengharuskan tersedianya jasa-jasa

penting lainnya untuk mengumpulkan hasil perikanan dari banyak usaha perikanan atau pelabuhan perikanan serta menyalurkannya kepada konsumen yang tersebar di seluruh daerah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Aktivitas distribusi hasil tangkapan di PPP Lempasing meliputi pendaratan,

(36)

hanya di sekitar produksi (Bandar Lampung) seperti Kedaton, Kemiling, Panjang, Teluk Betung, Tanjung Karang, dan Tanjung Senang saja namun mencapai Provinsi Lampung meliputi Lampung Selatan, Lampung Barat, Metro, Tulang Bawang dan Tanggamus.

2. Karakteristik distribusi di PPP Lempasing meliputi volume, harga dan

kualitas hasil tangkapan. Persentase volume hasil tangkapan lokal (Bandar Lampung) yaitu 43.23% dan persentase antar daerah Lampung Selatan, Metro dan Tanggamus masing-masing sebesar 13.14%. Tulang Bawang sebesar 10.86%. dan persentase Lampung Barat 6.49%. Harga untuk setiap jenis ikan berbeda antara hasil tangkapan yang dibeli langsung ke nelayan maupun ketika sudah berada ditangan pedagang. Harga ketika sampai ke pedagang akan lebih besar dari harga nelayan. Kualitas hasil tangkapan di PPP Lempasing kurang segar.

Saran

Saran yang diusulkan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Nelayan harus memiliki kesadaran untuk melakukan penanganan hasil

tangkapan yang baik agar hasil tangkapan tetap terjaga kesegarannya sehingga pendistribusian hasil tangkapan dapat menyebar secara meluas.

2. Perlu dilakukannya pendataan lengkap oleh UPT PPP Lempasing baik asal

daerah hasil tangkapan maupun tujuan pasarnya.

3. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai alasan mengapa hasil tangkapan

didistribusikan ke PPP Lempasing.

DAFTAR PUSTAKA

Anggara C. 2013. Analisis Pendapatan Nelayan PPP Lempasing Studi Kasus

Nelayan Purse Seine dan Payang. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Aziza L. 2000. Studi Perbandingan Fasilitas Pangkalan Pendaratan Ikan Labuhan Maringgai dan Lempasing Berkaitan dengan Kualitas Produksi Ikan yang didaratkan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Dahuri R. 2000. Membangun kembali perekonomian melalui reformasi perikanan.

Di dalam: Budiman, Ikawati Y, Widyanto U, editor. Pendayagunaan

(37)

Darmawan TRA. 2006. Distribusi Hasil Tangkapan DI Pelabuhan Perikanan

Samudera Nizam Zahman Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

[DPK] Dinas Perikanan dan Kelautan. Produksi Perikanan Tangkap di Laut menurut Kabupaten/Kota Provinsi Lampung tahun 2005-2010. Lampung.

Hanafiah AM, Saefuddin AM. 1983. Tata Niaga Hasil Perikanan. UI Press

Heruwati ES, Ariyani F, Murniyati. 2007. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Pascapanen Perikanan Edisi Revisi. Jakarta (ID): Balai Besar Rist Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.

Irawan A. 1995. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. Solo: CV Aneka.

Jogiyanto. 2008. Metodologi Penelitian Sistem Informasi. Yogyakarta (ID): CV

ANDI.

Lubis E. 2012. Pelabuhan Perikanan. Bogor (ID): IPB Pr.

Mulyadi MD. 2007. Analisis Pendaratan dan Penanganan Hasil Tangkapan dan Fasilitas terkait di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Murdiyanto B. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pantai. Jakarta (ID):

COFISH Prosect.

Nasution Z, Koehendrajana S, Purnomo AH. 2004. Jalur tataniaga hasil tangkapan ikan studi kasus kelompok penangkap ikan di Selat Atlas Lombok Timur Nusa Tenggara Barat. Di dalam: Hikmayani Y, Ramadhan A, editor.

Prosiding Seminar Indikator Kinerja dan Hasil Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 2014 Jul 10; Bogor, Indonesia. Jakarta (ID): Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. hlm 82.

Rahardi F, Kristiawati R, Nazaruddin. 1998. Agribisnis Perikanan. Jakarta:

Penebar Swadaya

Septiana E. 2013. Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Kecil berdasarkan Kandungan Klorofil-A dan Komposisi Hasil Tangkapan di Perairan Teluk Lampung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sevilla CG, Ochave JA, Punsalan TG, Regala BP, Uriarte GG. 1993. Pengantar

Metode Penelitian. Jakarta (ID) : UI Press

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID): PT Raja

Grafindo.

(38)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Produksi Perikanan Tangkap di Laut menurut Kabupaten/Kota Provinsi Lampung tahun 2005-2010 (satuan: Ton)

No. Kabupaten/Kota 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Bandar Lampung 25,800.10 23,532.84 22,344.60 25,315.34 26,363.70 28,264.90 2 Lampung Tengah 9,561.00 9,728.20 8,710.80 9,242.25 14,526.80 2,806.10 3 Lampung Selatan 27,236.30 28,382.50 28,596.20 24,185.69 31,297.70 28,966.9 4 Lampung Barat 7,228.70 7,595.10 8,636.30 9,359.30 10,340.40 10,719.20 5 Tulangbawang 12,874.20 9,462.40 6,531.90 6,873.10 13,907.40 5,765.30 6 Tanggamus 15,999.10 17,590.06 18,416.30 18,953.90 20,659.80 18,298.90 7 Lampung Timur 39,028.50 37,254.90 41,978.10 41,641.89 39,942.00 38,496.40 8 Pesawaran - - - 9,284.80 7,513.30 9,326.80

9 Mesuji 1,167.40

Jumlah 137,727.90 133,546.00 135,214.20 144,856.27 164,551.10 143,811.900

(39)

Lampiran 2 Aktivitas Distribusi Hasil Tangkapan

2a. Penurunan HT sistem estafet 2b. Wadah HT

2c. Penyortiran oleh pedagang pengecer 2d.Pengangkutan dengan lori

2e. Penurunan HT tanpa es 2f.Pengangkutan keranjang tanpa

(40)
(41)

29 Lampiran 3Data Statistik Produksi Perikanan Tangkap PPP Lempasing Bulan Januari sampai April tahun 2013

No. ITEM

Januari Pebruari Maret April

(42)

Lampiran 3Data Statistik Produksi Perikanan Tangkap PPP Lempasing Bulan Januari sampai April tahun 2013 (lanjutan)

No. ITEM

Januari Pebruari Maret April

(43)

31 Lampiran 3Data Statistik Produksi Perikanan Tangkap PPP Lempasing Bulan Januari sampai April tahun 2013 (lanjutan)

No. ITEM

Januari Pebruari Maret April

(44)

Lampiran 3Data Statistik Produksi Perikanan Tangkap PPP Lempasing Bulan Januari sampai April tahun 2013 (lanjutan)

No. ITEM

Januari Pebruari Maret April

(45)

33 Lampiran 3Data Statistik Produksi Perikanan Tangkap PPP Lempasing Bulan Mei sampai Agustus tahun 2013 (lanjutan)

(46)
(47)

35 Lampiran 3Data Statistik Produksi Perikanan Tangkap PPP Lempasing Bulan Mei sampai Agustus tahun 2013 (lanjutan)

(48)

Lampiran 3Data Statistik Produksi Perikanan Tangkap PPP Lempasing Bulan Mei sampai Agustus tahun 2013 (lanjutan)

(49)

37 Lampiran 3Data Statistik Produksi Perikanan Tangkap PPP Lempasing Bulan Mei sampai Agustus tahun 2013 (lanjutan)

No. ITEM

September Oktober November Desember

(50)

Lampiran 3Data Statistik Produksi Perikanan Tangkap PPP Lempasing Bulan Mei sampai Agustus tahun 2013 (lanjutan)

No. ITEM

September Oktober November Desember

(51)

39 Lampiran 3Data Statistik Produksi Perikanan Tangkap PPP Lempasing Bulan Mei sampai Agustus tahun 2013 (lanjutan)

No. ITEM

September Oktober November Desember

(52)

Lampiran 3Data Statistik Produksi Perikanan Tangkap PPP Lempasing Bulan Mei sampai Agustus tahun 2013 (lanjutan)

No. ITEM

September Oktober November Desember

Volume

(Kg) Nilai (Rp.)

Volume

(Kg) Nilai (Rp.)

Volume

(Kg) Nilai (Rp.)

Volume

(Kg) Nilai (Rp.)

40 Tembang 290 1,526,000 166 993,000 183 1,229,000 483 2,437,000

41 Tenggiri

66

2,207,000

29

780,000

65

1,601,000 -

42 Teri 197 1,785,000 25 351,000 243 2,905,000 76 672,000

43 Tetengkek 133 1,336,000 326 3,324,000 588 4,490,000 1,981 21,998,000

44 Tongkol Krai 26,809 402,098,000 16,248 239,389,000 8,157 118,194,000 3,091 46,410,000

45 Ikan Lainnya 27,563 314,984,000 32,102 397,639,000 20,880 254,941,000

21409

289,893,000

JUMLAH

156,196

1,906,860,000

107,540

1,251,699,500

98,314

1,135,501,000

89,234

1,155,874,000

(53)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Teluk Betung Bandar Lampung pada tanggal 02 April tahun 1992 dari pasangan Bapak A. Syihabuddin HS dan Ibu Yulida Awaliyah. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SD Negeri 1 Waydadi Sukarame Bandar Lampung.Lalu pada tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertamanya di MTsN 2 Bandar Lampung. Tahun 2010penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengahnya di MAN 1 (MODEL) Bandar Lampung. Selanjutnya pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur USMI di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan penulis mengambil Minor Komunikasi.

Gambar

Tabel 1  Jenis data yang dikumpulkan
Gambar 2 Asal hasil tangkapan
Gambar 3  Jalur pemasaran ikan segar di PPP Lempasing
Gambar 4  Peta lokasi hasil tangkapan yang masuk ke PPP Lempasing tahun 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

… While the larynx produces the vibrations without which you would have no voice, it is these other parts of your vocal apparatus that make your voice so flexible and versatile..

Alasan yang paling mendasar ketika Kelompok Usaha Bersama melakukan pengembangan masyarakat dengan sistem magang dan memberikan keterampilan ( skill ) sebagai

Berdasarkan hasil dan analisa data, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran role playing dapat meningkatkan hasil belajar IPS

Diterapkannya Primary Care di UPTD Puskesmas Cisalak diharapkan untuk menciptakan kemudahan dalam menggunakan Primary Care dikalangan petugas untuk melayani pasien peserta

Lampiran pada praktikum diletakkan pada bagian akhir laporan praktikum yang diberi judul daftar lampiran dengan tujuan untuk memudahkan pembaca mencari

a) Melakukan kunjungan ke SD Negeri 01 untuk melihat ketersediaan sarana CTPS nya kemudian dilanjutkan dengan mengukur tingkat pengetahuan Siswa kelas 5 untuk

Usman dkk., (2016:187) dalam penelitiannya menyatakan bahwa proses pemberian motivasi kepada siswa dapat menentukan hasil belajar, untuk meningkatkan motivasi siswa dalam

Observasi, observasi lapangan guna mendapatkan fakta dari kenyataan wilayah perbatasan Jagoi Babang, melalui pengamatan yang terlihat kondisi perbatasan Jagoi Babang