• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbaikan Ruang Tumbuh Umbi Uwi (Dioscorea Alata L) Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Dan Produktivitas Umbi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbaikan Ruang Tumbuh Umbi Uwi (Dioscorea Alata L) Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Dan Produktivitas Umbi"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PERBAIKAN RUANG TUMBUH UMBI UWI (

Dioscorea alata L

)

DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

PRODUKTIVITAS UMBI

ROMADHONA ABDILLAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbaikan Ruang Tumbuh Umbi Uwi (Dioscorea alata L) dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Umbi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya saya ini kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Romadhona Abdillah NIM A24100054

(4)
(5)

ABSTRAK

ROMADHONA ABDILLAH. Perbaikan Ruang Tumbuh Umbi Uwi (Dioscorea alata L) dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Umbi. Dibimbing oleh EKO SULISTYONO.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui metode modifikasi ruang tumbuh umbi Dioscorea alata untuk menghasilkan pertumbuhan dan produktivitas umbi yang maksimal. Bibit yang digunakan berupa umbi dari Dioscorea alata aksesi Ponorogo. Penelitian dilakukan bulan Maret sampai Desember 2014 di Kebun Percobaan Sawah Baru IPB, Bogor, Jawa Barat dengan ketinggian ± 250 meter di atas permukaan laut. Rancangan yang digunakan berupa Rancangan Acak Kelompok dengan 1 faktor perlakuan. Terdapat lima perlakuan yaitu (M0) tanpa lubang tanam, (M1) dengan lubang tanam, (M2) dengan lubang tanam, ditambah sekam (50% volume lubang), (M3) dengan lubang tanam, ditambah sekam (50% volume lubang) dan pupuk kandang (25% volume lubang), (M4) dengan lubang tanam, ditambah pupuk kandang (25% volume lubang). Pada karakteristik fisik tanah, tanah dengan perbaikan ruang tumbuh umbi berupa penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang memiliki nilai bobot jenis tanah terendah dan nilai kapasitas lapang tanah tertinggi. Pada fase pertumbuhan vegetatif, tanaman dengan perbaikan ruang tumbuh umbi berupa penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang memiliki rataan nilai jumlah cabang tertinggi dan rataan nilai pertambahan jumlah daun secara umum tertinggi. Pada peubah pertambahan tinggi tanaman nilainya tidak berbeda signifikan untuk semua modifikasi perbaikan ruang tumbuh umbi. Pada hasil produksi umbi, perbaikan ruang tumbuh umbi tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap berbagai peubah produksi umbi seperti bobot basah umbi, bobot kering umbi, kadar air umbi, panjang umbi dan diameter umbi. Hubungannya dengan karakteristik tanah, tanah dengan nilai bobot jenis tanah 0.883 g/cm3 masih sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan Dioscorea alata. Kata kunci: bobot jenis tanah, bobot basah umbi, pupuk kandang, sekam.

ABSTRACT

ROMADHONA ABDILLAH. Improvement of Tuber Growth Space of Yam (Dioscorea alata L) and the Effect on the Growth and the Productivity of Tuber. Supervised by EKO SULISTYONO.

(6)

(25% of the hole’s volume), (M4) with the planting hole, plus manure (25% of the

hole’s volume). For the physical characteristics of the soil, soil with tuber growth

space improvements such as the addition of planting hole, husks and manure has the lowest value of soil density and the highest value of soil field capacity. For the vegetative growth phase, plants with tuber growth space improvements such as the addition of planting hole, husks and manure has the highest average value of the number of branches and generally highest average value of the growing number of leaves. As for the plant height increment variable, the value is not significantly different for all improvement modifications of tuber growth space. For the production of tuber, improvements of tuber growth space does not give a significant difference to all variables of tubers production, such as wet weight of tuber, dry weight of tuber, moisture content of tuber, length of tuber, and diameter of tuber. In conjunction with soil characteristics, land with the soil density value of 0.883 g/cm3 is still appropriate for the growth and development of Dioscorea alata.

(7)

PERBAIKAN RUANG TUMBUH UMBI UWI (

Dioscorea alata L

)

DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

PRODUKTIVITAS UMBI

ROMADHONA ABDILLAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)

Judul : Perbaikan Ruang Tumbuh Umbi Uwi (Dioscorea alata L) dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Umbi

Nama : Romadhona Abdillah NIM : A24100054

Disetujui oleh

Dr Ir Eko Sulistyono, MSi Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc. Agr Ketua Departemen

(10)
(11)

i

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 hingga Desember 2014 ini adalah Perbaikan Ruang Tumbuh Umbi Uwi (Dioscorea alata L) dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Umbi.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Eko Sulistyono, MSi selaku dosen pembimbing skripsi, Dr Ir Endang Murniati, MS dan Dr Ir Heni Purnamawati, MSc.Agr selaku dosen pembimbing akademik, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Selain itu, ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, serta seluruh kerabat dan rekan-rekan yang telah memberikan doa serta dukungan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

(12)
(13)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN ii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Informasi Umum Dioscorea alata 2

Syarat Tumbuh Tanaman Dioscorea alata 3

Budidaya Tanaman Dioscorea alata 4

METODE PENELITIAN 4

Tempat dan Waktu Percobaan 4

Bahan 4

Alat 5

Prosedur Percobaan 5

Rancangan Percobaan 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kondisi Umum 8

Pengamatan Awal Tanah 9

Pertambahan tinggi Tanaman 10

Pertambahan jumlah Daun 11

Jumlah Cabang 13

Peubah Produksi 15

Pembahasan Umum 15

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 21

(14)

ii

DAFTAR TABEL

1 Bobot jenis tanah dan kapasitas lapang tanah rata-rata pada berbagai

perlakuan perbaikan ruang tumbuh umbi 9

2 Rata-rata pertambahan tinggi tanaman pada berbagai perlakuan

perbaikan ruang tumbuh umbi 10

3 4

5

Rata-rata pertambahan jumlah daun pada berbagai aplikasi perbaikan ruang tumbuh umbi

Rata-rata jumlah cabang pada berbagai perlakuan perbaikan ruang tumbuh umbi

Rata-rata bobot umbi per tanaman, ukuran umbi, dan kadar air umbi pada berbagai perlakuan perbaikan ruang tumbuh umbi

12 14 15

DAFTAR GAMBAR

1 Organ-organ tanaman Dioscorea alata (daun, batang, bunga, buah,

umbi) 3

2 Pemotongan umbi dan pemberian abu gosok 5

3 Bentuk tempat pembibitan 5

4 Layout lahan penelitian 6

5 Grafik rata-rata pertambahan tinggi tanaman pada berbagai perlakuan

perbaikan ruang tumbuh umbi 11

6 Grafik rata-rata pertambahan jumlah daun pada berbagai perlakuan

perbaikan ruang tumbuh umbi 13

7 Grafik rata-rata jumlah cabang pada berbagai perlakuan perbaikan

ruang tumbuh umbi 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data iklim bulanan bulan Maret – Desember 2014 21

2 Contoh perhitungan bobot jenis tanah 21

3 4 5

Contoh perhitungan kapasitas lapang tanah (berdasarkan bobot kering tanah)

Contoh perhitungan kadar air umbi (berdasarkan bobot basah umbi) Contoh perhitungan bobot kering umbi per tanaman

21 22 22

6 Keadaan tanaman di lahan penelitian 22

7 Pemanenan umbi uwi 23

8 Penghitungan bobot jenis tanah 23

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini isu tentang ketahanan pangan dan diversifikasi pangan di Indonesia sedang ramai dibicarakan. Penyebabnya tidak lain adalah karena pertumbuhan penduduk Indonesia yang pesat dengan jumlah mencapai 237 juta jiwa (BPS 2010), serta peningkatan produksi beras di Indonesia yang tidak stabil, sehingga terjadi impor beras tiap tahunnya. Ketahanan pangan lokal bisa dilakukan dengan memanfaatkan potensi pangan non-beras di Indonesia. Ada berbagai bahan pangan alternatif yang bisa dikonsumsi untuk pengganti beras sebagai sumber karbohidrat, salah satunya adalah dari tanaman Dioscorea. Dioscoreasudah sejak lama dikenal dan dimanfaatkan dalam kehidupan manusia. Pengguna tanaman ini juga luas mulai dari negara maju sampai negara berkembang, dan bentuk penggunaannya bervariasi. Dua bentuk pemanfaatan Dioscorea yang menonjol adalah sebagai bahan pangan dan obat. Salah satu spesies yang terdapat di Indonesia adalah Dioscorea alata L (uwi, ubi kelapa, keribang, water yam).

Menurut Epriliati (2000) terdapat beberapa keunggulan Dioscorea sebagai bahan pangan: Umbi Dioscorea berukuran besar dengan kandungan karbohidrat yang tinggi mencapai 75-84%, mempunyai potensi untuk menurunkan gula darah sehingga dapat dikonsumsi oleh penderita diabetes mellitus, dan kandungan mineral yang lebih besar dibandingkan umbi-umbian lain. Selain itu, umbi Dioscorea juga memilki kadar inulin yang cukup tinggi. Disebutkan Winarti (2011), kadar inulin pada Dioscorea alata berkisar 14,77% (db), kadar abu berkisar 0,59 - 1,83%, dan tekstur antara 0,012-0,055 (mm/g.dt). Produktivitas Dioscorea alata mencapai 12-35 ton perhektar (Widodo 1995), sedangkan menurut Herison et al. (2010) potensi produksi Dioscorea alata sendiri mencapai 40 ton perhektar.

Bentuk olahan dari Dioscorea alata sebagian besar masih sederhana, yaitu dikonsumsi dalam bentuk umbi utuh. Potensi pengolahan Dioscorea sebenarnya seluas pemanfaatan bahan pangan sumber pati lainnya, akan tetapi belum dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat. Contoh potensi pengolahan yang dimaksud adalah penepungan umbi, produk pasta, bahan pengental puding, dan saus. Sifat fungsional utama produk-produk tersebut mencakup efek hipoglisemik untuk penderita diabetes (Epriliati 2000).

Penanaman Dioscorea jarang menggunakan pupuk kimia/anorganik, karena selain penggunaan pupuk kimia lebih diprioritaskan ke komoditas pokok nasional (misal: padi dan jagung), tanaman Dioscorea cenderung lebih kuat dan tahan terhadap cekaman lingkungan meskipun hanya menggunakan teknik budidaya secara organik. Walaupun begitu, produktivitas tanaman Dioscorea di Indonesia masih belum optimal. Peningkatan produktivitas Dioscorea alata secara organik bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan pupuk kandang, penambahan sekam, maupun dengan cara tanam yang tepat.

(16)

2

Service of US Dept. of Agriculture (1976) menyatakan bahwa umbi Dioscorea alata berkembang dengan baik pada tanah jenis liat bersolum dalam dengan drainase baik, ruang tumbuh umbi yang luas, dan penyangga batang yang tinggi dan kuat. Hal ini dikarenakan dengan ruang tumbuh yang baik pembentukan umbi di dalam tanah tidak akan terhambat, serta sirkulasi udara dan air yang baik akan membuat pertumbuhan umbi optimal. Perbaikan ruang tumbuh umbi dapat dilakukan dengan pembuatan lubang tanam dan penambahan bahan organik. .

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode modifikasi ruang tumbuh umbi Dioscorea alata yang dapat menghasilkan pertumbuhan dan produktivitas umbi yang maksimal.

Hipotesis

Diperoleh perlakuan lubang tanam, penambahan sekam dan pupuk kandang paling optimal untuk pertumbuhan dan produksi umbi.

TINJAUAN PUSTAKA

Informasi Umum Dioscorea alata

Klasifikasi spesies Dioscorea alata secara taksonomi dari yang tertinggi adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae/Tumbuhan

(17)

3

betina berbentuk malai yang lebih pendek. Buah berukuran panjang 3.5 cm, lebar 2.5 cm bersayap tiga, dengan biji juga bersayap. Tanaman memiliki umbi tunggal dengan bentuk tidak beraturan dan ukuran, tekstur dan warna yang bervariasi. (French 2006).

Gambar 1 Organ-organ tanaman Dioscorea alata (daun, batang, bunga, buah, umbi)

Syarat Tumbuh Tanaman Dioscorea alata

Menurut pustaka dari Kementan (2013) Uwi umumnya ditanam di lahan-lahan kering seperti tegalan, ladang dan kebun, Tanaman ini tumbuh ditanah datar hingga ketinggian 800 mdpl, tetapi dapat juga tumbuh pada ketinggian 2 000 mdpl. Tanaman ini dapat tumbuh optimal pada curah hujan 1 000 – 1 500 mm/tahun dengan kelembaban (RH) berkisar 40%. Tanaman ini akan tumbuh baik bila ditanam pada tanah dengan pH 5.5 – 6.5. Selain itu, tanaman Dioscorea

Daun Dioscorea alata

Batang Dioscorea alata

Bunga Dioscorea alata

(18)

4

alata dikenal toleran pada lahan yang miskin hara dan lahan dengan keadaan minim air.

Pada musim kemarau umbi Dioscorea alata mengalami masa istirahat, dan menjelang musim hujan umbi ini akan bertunas. Umbi yang telah bertunas akan digunakan sebagai bibit, dan oleh karena itu penanaman Dioscorea alata umumnya dilakukan pada musim hujan. Setelah masa tanam 9-12 bulan, umbinya dapat dipanen (Plantus 2008).

Budidaya Tanaman Dioscorea alata

Tanaman ini umumnya dibudidayakan dalam pekarangan, tanpa perlakuan budidaya intensif seperti irigasi dan pemupukan, seperti dikutip dari Balitkabi (2013) bahwa Dioscorea secara alami bersifat toleran naungan dan kekeringan, hidup merambat dan menghasilkan umbi di dalam tanah. Perbanyakan yang biasa digunakan adalah menggunakan tunas umbi. Penanaman intensif Dioscorea alata umumnya dilakukan secara tumpang sari dengan tanaman budidaya lainnya. Jika ditanam secara monokultur maka menggunakan jarak tanam 1 x 1 m.

Menurut Saleh (2011) jika tanaman ini ditanam pada lahan yang tergenang di musim hujan maka budidaya yang dilakukan adalah dengan sistem surjan. Pada musim kemarau budidaya dilakukan dengan sistem monokultur.

Pada budidaya Dioscorea alata juga menggunakan rambatan/lanjaran, yang berfungsi sebagai tempat merambat batang tanaman, sehingga tanaman lebih banyak mendapatkan cahaya matahari. Dari hasil penelitian Mirza (2005) menjelaskan bahwa tinggi lanjaran berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif dan produksi umbi Dioscorea alata. Hal ini membuktikan bahwa lanjaran menjadi salah satu komponen penting dalam budidaya tanaman Dioscorea alata.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 sampai Desember 2014 di lahan penelitian Kebun Percobaan Sawah Baru Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Pasca Panen Departemen AGH Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Lahan berukuran 10 x 8 m berada di lokasi dengan ketinggian tempat ± 250 mdpl.

Bahan

(19)

5

Alat

Alat-alat yang digunakan adalah alat pengolah tanah (cangkul dan linggis), arit, meteran, pisau, penggaris, timbangan, oven, alumunium foil, gunting, dan alat tulis.

Prosedur Percobaan Persiapan Bahan Tanam

Bahan tanam didapatkan dari pemotongan umbi Dioscorea alata aksesi Ponorogo. Umbi dipotong dengan pisau kira-kira sebesar kepalan tangan, dengan bentuk yang tidak seragam mengikuti bentuk umbi. Kemudian hasil potongan umbi ditaburi abu gosok di bagian luka untuk mengurangi hilangnya air, mengurangi hilangnya nutrisi dalam umbi, dan menghambat pembusukan di bagian luka.

Gambar 2 Pemotongan umbi dan pemberian abu gosok

Pembibitan

Lahan berukuran 2 x 1 m dibersihkan dan diolah, kemudian ditambahkan sekam dan pupuk kandang secukupnya. Bambu berukuran 65 cm ditancapkan di tiap ujung, kemudian paranet dipasang di atas bambu sebagai penaung. Bahan tanam ditanam di tempat pembibitan dengan jarak tanam 20 x 20 cm, dan ditambahkan furadan untuk mengurangi serangan hama dalam tanah. Bahan tanam harus dalam keadaan tertutup tanah penuh.

(20)

6

Persiapan Lahan

Lahan yang akan digunakan dibersihkan dari sampah, baik organik maupun nonorganik, serta dibersihkan dari semua jenis tanaman. Pada lahan tersebut dibuat lubang tanam berukuran 40 x 40 x 30 cm dengan jarak 1 x 1 m sebanyak 20 lubang untuk semua perlakuan kecuali perlakuan kontrol (tanpa lubang tanam). Sebelumnya telah dilakukan pengacakan perlakuan dalam layout penelitian. Persiapan dan pengolahan tanah ini dilakukan seminggu sampai dua hari sebelum pindah tanam.

Gambar 4 Layout lahan penelitian

Pindah Tanam dan Penyulaman

(21)

7

Pemupukan

Pemupukan yang dilakukan berupa pemupukan dasar dan dilakukan dua kali. Pemupukan pertama dilakukan pada 1 MST dengan dosis 10 g Urea, 10 g KCl, dan 15 g SP-36. Pemupukan kedua dilakukan pada 4 MST dengan dosis yang sama. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara disebar merata di sekitar tanaman.

Pemeliharaan

Pemeliharaan berupa pengendalian gulma yang dilakukan secara manual oleh tenaga kerja setempat. Waktu pengendalian disesuaikan dengan keadaan lahan.

Pengamatan

Terdapat tiga jenis pengamatan yang dilakukan pada percobaan ini, yaitu pengamatan terhadap tanah, pertumbuhan tanaman, dan hasil produksi. Pengamatan terhadap tanah dilakukan sebelum pindah tanam, pengamatan terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman dilakukan setelah pindah tanam sampai senescence, dan pengamatan terhadap hasil umbi dilakukan setelah panen. Panen dilakukan pada saat umur tanaman 26 MST.

Pengamatan terhadap tanah meliputi:

1. Penghitungan bobot jenis tanah, dengan mengambil sampel tanah pada volume 125 cm3 dari tiap satuan percobaan kemudian dioven dan ditimbang bobot keringnya. Contoh perhitungan terdapat pada lampiran 2.

2. penghitungan kapasitas lapang tanah, dengan mengambil sampel tanah dari tiap satuan percobaan kemudian ditimbang bobot basah dan bobot keringnya (setelah dioven). Contoh perhitungan terdapat pada lampiran 3.

Pengamatan yang dilakukan terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman meliputi: 1. Pertambahan tinggi tanaman batang utama. Tinggi tanaman diukur dari

permukaan tanah sampai ujung tangkai daun terpanjang, dilakukan tiap dua minggu.

2. Pertambahan jumlah daun pada batang utama dan cabang. Jumlah daun dihitung yang telah membuka sempurna dan dilakukan tiap dua minggu. 3. Jumlah cabang per tanaman dihitung tiap 2 minggu.

Pengamatan yang dilakukan terhadap umbi (setelah panen) meliputi:

1. Bobot panen umbi per tanaman (bobot basah dan bobot kering). Contoh perhitungan bobot kering umbi per tanaman terdapat pada lampiran 5.

2. Ukuran umbi (panjang dan diameter umbi).

3. Kadar air umbi. Contoh perhitungan kadar air umbi terdapat pada lampiran 4.

Rancangan Percobaan

(22)

8

dan tiap unit percobaan terdiri atas satu tanaman Dioscorea alata, sehingga ada 25 satuan percobaan. Model aditif linier dari rancangan tersebut adalah:

Yij = μ + αi + βj + εij

Keterangan:

Yij = nilai pengamatan peubah Y pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j. i = 1,2,3,4,5

j = 1,2,3,4,5

μ = nilai tengah umum αi = pengaruh perlakuan ke-i βj = pengaruh kelompok ke-j

εij = pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i, kelompok ke-j

Prosedur Analisis Data

Data pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji sidik ragam (uji F) pada taraf 5%. Apabila hasil sidik ragam (uji F) menunjukkan pengaruh nyata pada taraf 5%, maka dilakukan uji lanjut dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Desember 2014. Selama penelitian, kegiatan penyiraman tidak dilakukan. Hal ini dikarenakan tanaman Diocorea alata merupakan tanaman yang resisten terhadap keadaan minim air, sehingga irigasi hanya mengandalkan curah hujan yang pada saat pembibitan dan awal penanaman sangat tinggi. Semua perlakuan perbaikan ruang tumbuh umbi diaplikasikan, kemudian diambil sampel tanah untuk penghitungan bobot jenis tanah dan kadar air pada kapasitas lapang tanah.

Pada kegiatan pembibitan, umbi mulai bertunas pada 5 - 7 minggu setelah tanam (MST). Persentase daya tumbuh pada pembibitan sekitar 82%. Pindah tanam dilakukan pada 6 – 7 minggu setelah penanaman bahan tanam. Persentase daya tumbuh setelah penanaman sekitar 84%. Pemupukan dasar dilakukan pada 1 MST dan 4 MST dengan dosis yang sama untuk semua perlakuan dan ulangan, yaitu 10 g Urea, 10 g KCl dan 15 g SP-36. Umbi dipanen pada 26 minggu setelah pindah tanam.

Serangan hama dan penyakit pada tanaman antara lain: walang sangit, belalang, dan ulat. Pengaruh hama tersebut tidak signifikan, sehingga tidak dilakukan pengendalian teknis (kimia). Pengendalian yang dilakukan hanya berupa pengendalian gulma secara manual.

(23)

9

data menggunakan transformasi data log x. hal ini disebabkan nilai koefisien keragaman data yang tinggi pada peubah-peubah yang diamati tersebut. Onwueme (1979) menyebutkan bahwa salah satu sifat umum dalam penanaman uwi adalah adanya keragaman yang tinggi antar tanaman. Bahkan ketika semua kondisi penanaman seperti jenis tanah, pengolahan lahan, waktu tanam, dsb telah diseragamkan, tanaman akan tetap memperlihatkan keragaman dalam hal waktu bertunas, waktu inisiasi umbi, waktu pembesaran umbi, serta hasil produksi.

Pengamatan Awal Tanah

Karakteristik pada tanah yang diamati dalam penelitian ini antara lain bobot jenis tanah dan kadar air pada kapasitas lapang tanah. Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa perbaikan ruang tumbuh umbi berpengaruh sangat nyata terhadap bobot jenis tanah dan kapasitas lapang tanah.

Tabel 1 memperlihatkan bahwa peubah bobot jenis tanah yang diamati pada perlakuan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang (M3) memiliki nilai terendah dan berbeda nyata dengan perlakuan penambahan lubang tanam saja (M1), penambahan lubang tanam dan pupuk kandang (M4), dan kontrol, namun tidak nyata berbeda dengan perlakuan penambahan lubang tanam dan sekam (M2). Nilai tertinggi untuk bobot jenis tanah dihasilkan oleh kontrol yaitu 0.883 g/cm3. Sedangkan untuk peubah kapasitas lapang tanah, perlakuan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang memiliki nilai tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan penambahan lubang tanam, penambahan lubang tanam dan pupuk kandang, dan kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan penambahan lubang tanam dan sekam. Nilai terendah untuk kapasitas lapang tanah dihasilkan oleh kontrol yaitu 33.97%.

Tabel 1 Bobot jenis tanah dan kapasitas lapang tanah rata-rata pada berbagai perlakuan perbaikan ruang tumbuh umbi.

Perlakuan Bobot jenis tanah (g/cm3) Kapasitas lapang tanah (%)

Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji DMRT).

Keterangan : - M0 tanpa lubang tanam

- M1 dengan lubang tanam

- M2 dengan lubang tanam, ditambah sekam

- M3 dengan lubang tanam, ditambah sekam dan pupuk kandang

- M4 dengan lubang tanam, ditambah pupuk kandang

(24)

10

terhadap tanah seperti pengolahan lahan maupun penambahan bahan organik. Nilai bobot jenis tanah yang rendah berarti tanah tersebut mengandung bahan organik yang tinggi, memiliki ruang pori total yang tinggi, serta memiliki struktur tanah yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Perlakuan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang memiliki nilai bobot jenis tanah terendah disebabkan adanya pembuatan lubang tanam serta penambahan pupuk kandang dan sekam.

Tanah dengan bobot jenis tanah rendah juga berpengaruh dengan kemampuan tanah dalam menyimpan air, yang disebabkan adanya ruang pori total yang tinggi. Oleh karena itu perlakuan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang yang memiliki nilai bobot jenis tanah rendah juga memiliki kapasitas lapang tanah yang tinggi. Tanah dengan bobot jenis tanah yang rendah dan kapasitas lapang tanah yang tinggi memiliki korelasi positif dalam mendukung pertumbuhan serta perkembangan tanaman.

Pertambahan Tinggi Tanaman

Menurut data hasil penelitian, pertambahan tinggi rata-rata tanaman pada 4 MST hingga 20 MST dengan perbaikan ruang tumbuh umbi seperti penambahan lubang tanam (M1), penambahan lubang tanam dan sekam (M2), penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang (M3), serta penambahan lubang tanam dan pupuk kandang (M4) tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (Tabel 2). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbaikan ruang tumbuh umbi tidak berpengaruh nyata dalam peningkatan pertambahan tinggi tanaman di setiap dua minggu pengamatan. Transformasi data log x dilakukan karena koefisien keragaman data yang tinggi.

Tabel 2 Rata-rata tinggi tanaman dan pertambahan tinggi tanaman pada berbagai perlakuan perbaikan ruang tumbuh umbi.

Umur (MST)

Tinggi tanaman dan pertambahan tinggi tanaman (cm)

M0 M1 M2 M3 M4

Angka dalam kurung adalah pertambahan tinggi, angka tanpa kurung adalah tinggi tanaman

b

Angka dalam kurung pada baris yang sama, diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji DMRT), dengan menggunakan transformasi data log x.

Keterangan : - M0 tanpa lubang tanam

- M1 dengan lubang tanam

- M2 dengan lubang tanam, ditambah sekam

- M3 dengan lubang tanam, ditambah sekam dan pupuk kandang

(25)

11

Gambar 5 menunjukkan bahwa pertambahan tinggi rata-rata tanaman cenderung sangat pesat pada periode awal setelah pindah tanam untuk semua perlakuan. Ketika tanaman berumur 6 MST hingga 18 MST pertambahan tinggi rata-rata tanaman cenderung menurun dan mendekati nol pada 20 MST untuk semua perlakuan. Pada tanaman berumur lebih dari 20 MST tanaman mulai mengalami senescence dan tinggi tanaman cenderung konstan dan mengalami penurunan, sehingga pertambahan tinggi tanaman bernilai negatif. Nilai rata-rata pertambahan tinggi tanaman tertinggi dihasilkan tanaman kontrol yaitu 76.6 cm pada 4 MST. Nilai rata-rata pertambahan tinggi tanaman tertinggi secara umum juga dihasilkan oleh tanaman kontrol, yang memiliki nilai tertinggi pada 4 – 12 MST dan 20 MST.

Keterangan : - M0 tanpa lubang tanam

- M1 dengan lubang tanam

- M2 dengan lubang tanam, ditambah sekam

- M3 dengan lubang tanam, ditambah sekam dan pupuk kandang

- M4 dengan lubang tanam, ditambah pupuk kandang

Gambar 5 Grafik rata-rata pertambahan tinggi tanaman pada berbagai perlakuan perbaikan ruang tumbuh umbi

Pertambahan Jumlah Daun

Menurut data hasil penelitian (Tabel 3), perbaikan ruang tumbuh umbi dengan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang (M3) memiliki nilai rata-rata pertambahan jumlah daun yang berbeda nyata dengan perlakuan penambahan lubang tanam saja (M1), penambahan lubang tanam dan sekam (M2) serta kontrol (M0) ketika tanaman berumur 8 MST. Pada 16 MST, perlakuan penambahan lubang tanam dan sekam, dan penambahan lubang tanam, sekam dan

(26)

12

pupuk kandang memiliki nilai rata-rata pertambahan jumlah daun yang berbeda nyata terhadap perlakuan penambahan lubang tanam dan pupuk kandang serta kontrol.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbaikan ruang tumbuh umbi memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan jumlah daun pada umur 8 MST dan 16 MST. Pada 4 - 6 MST, 10 – 12 MST dan 18 – 20 MST menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Transformasi data log x dilakukan karena koefisien keragaman data yang tinggi.

Tabel 3 Rata-rata jumlah daun dan pertambahan jumlah daun pada berbagai aplikasi perbaikan ruang tumbuh umbi.

Umur (MST)

Jumlah daun dan pertambahan jumlah daun

M0 M1 M2 M3 M4

Angka dalam kurung adalah pertambahan jumlah daun, angka tanpa kurung adalah jumlah daun

b

Angka dalam kurung pada baris yang sama, diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji DMRT), dengan menggunakan transformasi data log x.

Keterangan : - M0 tanpa lubang tanam

- M1 dengan lubang tanam

- M2 dengan lubang tanam, ditambah sekam

- M3 dengan lubang tanam, ditambah sekam dan pupuk kandang

- M4 dengan lubang tanam, ditambah pupuk kandang

(27)

13

Keterangan : - M0 tanpa lubang tanam

- M1 dengan lubang tanam

- M2 dengan lubang tanam, ditambah sekam

- M3 dengan lubang tanam, ditambah sekam dan pupuk kandang

- M4 dengan lubang tanam, ditambah pupuk kandang

Gambar 6 Grafik rata-rata pertambahan jumlah daun pada berbagai perlakuan perbaikan ruang tumbuh umbi

Jumlah Cabang

Menurut data hasil penelitian, perbaikan ruang tumbuh umbi dengan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang (M3) memiliki jumlah cabang yang berbeda nyata dengan semua perlakuan lain dan kontrol mulai umur 4 MST, kemudian juga pada umur 8 dan 12 MST . Pada 6, 14, 16, dan 20 MST perlakuan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang serta penambahan lubang tanam dan pupuk kandang (M4) memiliki jumlah cabang yang berbeda nyata dengan 2 perlakuan lain dan kontrol. Secara umum tanaman dengan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang menghasilkan jumlah cabang paling banyak, sedangkan jumlah cabang paling sedikit dihasilkan tanaman kontrol (Tabel 4). Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa perbaikan ruang tumbuh umbi memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah cabang pada 4 dan 10 MST, serta pengaruh yang sangat nyata pada 6 - 8 MST dan 12 - 20 MST. Pada umur tanaman 2 MST menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata.

Gambar 7 menunjukkan bahwa peningkatan jumlah cabang cenderung masih rendah pada awal pindah tanam hingga 10 MST. Peningkatan jumlah cabang yang tinggi kemudian terjadi ketika tanaman berumur 12 - 14 MST. Pada 16 - 20 MST peningkatan jumlah cabang cenderung mendekati konstan. Pada gambar terlihat bahwa tanaman dengan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang menghasilkan jumlah cabang yang relatif paling tinggi dari semua taraf perlakuan dan kontrol. Rata-rata jumlah cabang tertinggi dicapai tanaman

(28)

14

dengan perlakuan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang pada 20 MST dengan nilai 6.8.

Tabel 4 Rata-rata jumlah cabang pada berbagai aplikasi perbaikan ruang tumbuh umbi.

Angka pada baris yang sama, diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji DMRT).

Keterangan : - M0 tanpa lubang tanam

- M1 dengan lubang tanam

- M2 dengan lubang tanam, ditambah sekam

- M3 dengan lubang tanam, ditambah sekam dan pupuk kandang

- M4 dengan lubang tanam, ditambah pupuk kandang

Keterangan : - M0 tanpa lubang tanam

- M1 dengan lubang tanam

- M2 dengan lubang tanam, ditambah sekam

- M3 dengan lubang tanam, ditambah sekam dan pupuk kandang

- M4 dengan lubang tanam, ditambah pupuk kandang

(29)

15

Peubah Produksi

Peubah produksi panen yang diamati dalam penelitian ini antara lain: bobot basah umbi (BB umbi), bobot kering umbi (BK umbi), kadar air umbi (KA umbi), panjang umbi, dan diameter umbi. Pada penelitian ini, umbi dipanen pada umur 26 MST. Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa perbaikan ruang tumbuh umbi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah umbi per tanaman, bobot kering umbi per tanaman, kadar air umbi, panjang umbi, dan diameter umbi. Transformasi data log x dilakukan karena koefisien keragaman data yang tinggi

Tabel 5 Rata-rata bobot umbi per tanaman, ukuran umbi, dan kadar air umbi pada berbagai perlakuan perbaikan ruang tumbuh umbi.

Perlakuan

Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji DMRT), dengan menggunakan transformasi data log x (pada peubah BB umbi dan BK umbi).

Keterangan : - M0 tanpa lubang tanam

- M1 dengan lubang tanam

- M2 dengan lubang tanam, ditambah sekam

- M3 dengan lubang tanam, ditambah sekam dan pupuk kandang

- M4 dengan lubang tanam, ditambah pupuk kandang

Tabel 5 menunjukkan bahwa peubah bobot basah umbi per tanaman, bobot kering umbi per tanaman, kadar air umbi, panjang umbi, dan diameter umbi menunjukkan nilai yang tidak nyata untuk semua perlakuan perbaikan ruang tumbuh umbi. Nilai bobot basah umbi per tanaman dan bobot kering umbi per tanaman tertinggi dihasilkan oleh perlakuan penambahan lubang tanam dan sekam, dengan nilai BB umbi 1 323.40 g per tanaman dan BK umbi 393.26 g per tanaman. Pada peubah kadar air umbi dan diameter umbi nilai tertinggi dihasilkan perlakuan penambahan lubang tanam, dengan nilai 74.05% dan 22.86 cm. Pada peubah panjang umbi nilai tertinggi dihasilkan perlakuan penambahan lubang tanam dan pupuk kandang yaitu 30.16 cm. Nilai bobot basah umbi per tanaman, bobot kering umbi per tanaman, panjang umbi, dan diameter umbi terendah dihasilkan oleh perlakuan kontrol (M0), sedangkan nilai kadar air umbi terendah dihasilkan oleh tanaman dengan penambahan lubang tanam dan sekam.

Pembahasan Umum Pertumbuhan Vegetatif

(30)

16

tanah. Keadaan tanah yang dimaksud dalam hal ini berupa ruang tumbuh akar dan umbi, yang secara aktual bisa diketahui melalui bobot jenis tanah, serta kemampuan tanah dalam menyimpan air (kapasitas lapang tanah). Ruang tumbuh akar dan umbi berpengaruh dalam kemampuan penyerapan hara dan air oleh akar serta ketersediaan hara dan air. Ruang tumbuh umbi itu sendiri bisa diperbaiki dengan pembuatan lubang tanam serta penambahan bahan organik seperti pupuk kandang maupun sekam.

Bobot jenis tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang paling penting. Bobot jenis tanah berkaitan erat dengan kemudahan penetrasi akar ke dalam tanah, drainase, serta aerasi tanah (Agus et al. 2006). Oleh karena itu, bobot jenis tanah memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Bobot jenis tanah dipengaruhi oleh beberapa hal seperti struktur dan tekstur tanah, bahan organik, dan organisme tanah.

Peubah pertambahan tinggi tanaman dalam penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan serta kontrol. Hal ini dikarenakan tinggi tanaman lebih dipengaruhi oleh adanya lanjaran, yang berfungsi memberikan dukungan tanaman untuk merambat dan membelitkan batang serta cabang sesuai dengan karakter hidupnya (Mirza 2005), sedangkan pada penelitian ini lanjaran yang digunakan seragam yaitu 2 m. Selain itu, tunas-tunas pucuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dengan adanya lanjaran. Tinggi tanaman tidak menunjukkan perbedaan yang nyata mungkin dikarenakan ukuran lanjaran yang digunakan dalam penelitian ini sama untuk semua perlakuan, sehingga pertumbuhan tinggi tanaman pun relatif sama meskipun ruang tumbuh umbi dan akar berbeda.

Pada peubah pertambahan jumlah daun, hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang memiliki tingkat pertambahan jumlah daun per tanaman secara umum paling besar dibanding perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan adanya pembuatan lubang tanam serta penambahan sekam dan pupuk kandang yang memperbaiki ruang tumbuh akar. Menurut Melati (2005) pupuk kandang dan sekam yang ditambahkan ke dalam tanah tidak hanya berperan dalam membantu ketersediaan unsur hara dalam tanah tetapi juga turut membantu dalam perbaikan sifat fisik tanah seperti ruang pori total tanah dan struktur tanah, serta perbaikan sifat biologi tanah seperti kandungan bahan organik dan organisme tanah. Adanya perbaikan ruang tumbuh dalam tanah tersebut membuat penetrasi akar, drainase, dan aerasi tanah menjadi lebih baik, serta meningkatkan ketersediaan air dan hara dalam tanah. Kondisi tersebut membuat daun-daun dapat tumbuh dan berkembang serta melakukan aktivitas metabolismenya dengan baik.

Data hasil pengamatan memperlihatkan bahwa secara umum tanaman dengan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang menghasilkan jumlah cabang paling banyak. Nilai jumlah tersebut juga nyata berbeda dibanding dengan perlakuan lain dan kontrol. Hal ini sama dengan peubah jumlah daun, besar kemungkinan disebabkan oleh adanya perbaikan ruang tumbuh akar dan umbi berupa perbaikan drainase dan aerasi tanah, sifat fisik tanah, serta peningkatan ketersediaan air dan hara dalam tanah. Kondisi tersebut merupakan imbas dari adanya penambahan lubang tanam, sekam, dan pupuk kandang.

(31)

17

(2009) dalam studinya menyatakan bahwa pertumbuhan uwi dibagi ke dalam empat fase. Fase I merupak munculnya tunas. Fase II merupakan pembentukan kanopi daun dan inisiasi umbi yang terjadi pada 50 – 57 hari setelah tanam. Fase III merupakan fase dimana perkembangan kanopi dan pertumbuhan umbi pada tingkat maksimum yang terjadi pada 100 – 107 hari setelah tanam. Fase IV merupakan fase dimana kanopi mulai mengalami senescence dan umbi masuk pada fase pematangan, yang terjadi pada 147 – 154 hari setelah tanam.

Pengamatan pada peubah pertumbuhan vegetatif tanaman dihentikan pada 20 MST dikarenakan organ tanaman seperti batang dan daun sudah mulai mengalami senescence. Tanda-tanda yang terlihat secara kuantitatif yaitu berkurangnya jumlah daun pada 20 MST karena layu dan gugur, serta secara visual kualitatif terlihat dari mulai mengeringnya batang utama dan cabang serta berkurangnya daya pegang batang terhadap lanjaran. Secara umum, peubah pertumbuhan vegetatif menunjukkan perbedaan nilai yang nyata untuk semua perlakuan, kecuali tinggi tanaman yang diduga lebih dipengaruhi oleh ukuran/tinggi lanjaran.

Peubah Hasil Produksi

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perbaikan ruang tumbuh umbi tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah hasil produksi. Kondisi ini diduga karena adanya batasan lingkungan lain yang lebih besar sehingga respon tanaman terhadap perbaikan ruang tumbuh umbi menjadi rendah atau tidak siginifikan. Batasan lingkungan yang dimaksud kemungkinan berupa respon tanaman terhadap keadaan cuaca, seperti curah hujan dan ketersediaan air, seperti dinyatakan oleh Agricultural Research Service of US Dept. of Agriculture (1976) bahwa respon musim dan iklim dari tanaman Dioscorea alata merupakan salah satu batasan terbesarnya sebagai tanaman budidaya. Hal ini didukung oleh pernyataan Diby et al. (2009) dalam studinya bahwa jumlah dan penyebaran curah hujan berpengaruh besar pada produktivitas umbi uwi, dimana produktivitasnya lebih baik pada musim tanam yang basah dibanding musim tanam yang kering. Keadaan cuaca yang demikian juga menyebabkan adanya ketidakseimbangan fisiologi tanaman dimana peningkatan biomassa organ-organ tanaman di atas tanah seperti batang dan daun tidak diikuti dengan peningkatan biomassa umbi, seperti dinyatakan oleh Hgaza et al. (2010). Ketidakseimbangan fisiologi ini dapat disebabkan oleh kurangnya ketersediaan air dan buruknya penyebaran curah hujan dalam 1 musim tanam.

Pada awal bulan september 2014 ketika organ vegetatif tanaman mulai mengalami senesence dan perkembangan umbi sedang intensif, cuaca sangat panas dan curah hujan sangat rendah. Suhu rata-rata pada bulan September adalah 26.3oC dengan suhu maksimum mencapai 33.4oC, sedangkan curah hujan rata-rata bulanan pada bulan September sangat rendah yaitu 21.8 dengan total hari hujan hanya tujuh (BMKG 2015). Kondisi lingkungan seperti ini menyebabkan kapasitas fotosintesis tanaman menurun terutama pada daun yang berguguran dengan cepat, dan sedikitnya fotosintat yang dihasilkan diprioritaskan untuk mempertahankan organ vegetatif tanaman seperti daun dan batang daripada perkembangan umbi.

(32)

18

tahun aplikasi (Gutser et al. 2005). Hal ini menyebabkan penambahan pupuk kandang dan sekam tidak memberikan efek signifikan terhadap hasil produksi. Ajayi et al. (2006) juga menyatakan bahwa perlakuan pemberian unsur hara (kimia maupun organik) seringkali tidak berpengaruh terhadap hasil dan bobot kering umbi pada tanah-tanah yang unsur hara bukan merupakan faktor pembatas, sehingga respon tanaman Dioscorea alata terhadap penambahan bahan organik rendah.

Studi Sibuea (2014) menyatakan bahwa tanaman Dioscorea alata baik dipanen saat tanaman berumur kurang lebih 1 tahun, bahkan kadang dipanen lebih lama lagi untuk hasil umbi yang lebih besar. Pada penelitian ini umbi dipanen ketika tanaman berumur kurang lebih 32 MST, dikarenakan organ vegetatif tanaman sudah lebih dulu mati. Hal ini juga yang menyebabkan nilai produksi umbi pertanaman pada penelitian ini memiliki keragaman yang tinggi, dikarenakan waktu panen yang belum optimal.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa aplikasi beberapa modifikasi perbaikan ruang tumbuh umbi seperti penambahan lubang tanam, sekam, pupuk kandang, serta kombinasinya berpengaruh nyata pada karakteristik fisik tanah, jumlah cabang, dan pertambahan jumlah daun (pada waktu tertentu), namun tidak berpengaruh nyata dalam pertambahan tinggi tanaman dan peningkatan produksi umbi. Modifikasi ruang tumbuh umbi berupa penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang merupakan yang paling optimal dalam menunjang pertumbuhan vegetatif Dioscorea alata. Sedangkan untuk produksi umbi, penambahan lubang tanam dan sekam adalah yang paling optimal.

Pada karakteristik fisik tanah, tanah dengan nilai bobot jenis tanah 0.654 g/cm3 merupakan yang terbaik untuk pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanah dengan nilai bobot jenis tanah 0.883 g/cm3 masih sesuai untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Saran

(33)

19

DAFTAR PUSTAKA

Agricultural Research Service. 1976. Tropical Yams and Their Potential: Part 3, Dioscorea alata. Agriculture handbook no 495. United States: US Department of Agriculture.

Agus F, Yustika RD, Haryati U. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Kurnia U, editor. Jakarta (ID): BB Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Balitbang Pertanian, Departemen Pertanian.

Ajayi SS, Akinrinde EA, Asiedu R. 2006. Fertilizer treatment effect on yam (Dioscorea species) tuber yield in two soil types of Nigeria. Journal of Agronomy. 5(3): 492-496

[Balitkabi] Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. 2013. Uwi-uwian (Dioscorea): pangan alternatif yang belum banyak dieksploitasi [internet].

[diunduh 2014 Sep 5]. Tersedia pada:

http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/.

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2015. Buletin Analisis Hujan Bulan Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November, Desember 2014 [Internet]. [diunduh 2015 Agustus 4]. Tersedia pada: http://bogor.jabar.bmkg.go.id/diseminasi/publikasi/

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Penduduk Indonesia Menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010 [Internet]. [diunduh 2014 Juni 6].

Tersedia pada:

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=12.

Diby LN, Hgaza VK, Tie Bi T, Assa A, Carsky R, Girardin O, Frossard E. 2009. Productivity of yams (Dioscorea spp.) as affected by soil fertility. J. Anim. Plant Sci. 5(2): 494-506

Epriliati, Indah. 2000. Potensi Dioscorea dalam pangan fungsional. Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi. 1(1): 29-38.

French, B.R. 2006. Food plants of Papua New Guinea. A compendium. Privately published as an electronic book in pdf format. Downloaded at: http://papuaweb.org/dlib/bk/french/

Gutser R, Ebertseder Th, Weber A, Schraml M, Schmidhalter U. 2005. Nitrogen release from organic fertilizers after short and long-term application to arable land. Plant Nutrition for Food Security, Human Health and Environmental Protection: 952-953

Herison C, Turmudi E, Handajaningsih M. 2010. Studi kekerabatan genetik aksesi uwi (Dioscorea sp) yang dikoleksi dari beberapa daerah di pulau Jawa dan Sumatera. Akta Agrosia. 13(1): 55-61.

Hgaza VK, Diby LN, Assa A, Ake S. 2010. How fertilization affects yam (Dioscorea alata L.) growth and tuber yield across the years. African Journal of Plant Science. 4(3): 53-60

(34)

20

Mirza MS. 2005. Pengujian beberapa taraf tinggi lanjaran terhadap pertumbuhan dan produktivitas Dioscorea esculenta (Lour.) Burk. (Combilium) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

O'Hair SK. 1990. Tropical Root and Tuber Crops. p. 424-428. In: J. Janick and J.E. Simon (eds.), Advances in new crops. Timber Press, Portland, OR. www.hort.purdue.edu/newcrop/proceedings1990/VI-h424.html#Yams (Desember 2014)

Onwueme IC. 1979. Tuber physiology in yams (Dioscorea spp). Proceeding of fifth International Symposium on Tropical Root and Tuber Crops. 235- 243.

Plantus. 2008. Mengenal Plasma Nutfah Tanaman Pangan [internet]. [diunduh

2014 Sep 5]. Tersedia pada:

http://anekaplanta.wordpress.com/2008/03/02/mengenal-plasma-nutfah-tanaman-pangan

Saleh Muhammad. 2011. Keragaman fenotipe ubi alabio (Dioscorea alata L) di lahan Rawa Lebak Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2011. 817-824

Sibuea SM, Kardhinata EH, Ilyas S. 2014. Identifikasi dan inventarisasi jenis tanaman umbi-umbian yang berpotensi sebagai sumber karbohidrat alternatif di kabupaten Serdang Bedagai. Jurnal Online Agroteknologi. 2(4): 1408-1418.

Winarti S, Harmayani E, Nurismanto R. 2011. Karakteristik dan profil inulin beberapa jenis uwi (Dioscorea spp). Agritech. 31(4): 378-389.

(35)

21

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data iklim bulanan bulan Maret – Desember 2014

Bulan

Sumber: Badan meteorologi klimatologi dan geofisika (BMKG) Stasiun klimatologi Dramaga, Bogor

Lampiran 2 Contoh perhitungan bobot jenis tanah Pada perlakuan kontrol ulangan satu (M0U1) Volume sampel : 125 cm3

Lampiran 3 Contoh perhitungan kapasitas lapang tanah (berdasarkan bobot kering tanah)

Pada perlakuan kontrol ulangan satu (M0U1) Bobot basah sampel (BB) : 140 g

Bobot kering sampel (BK) : 103.7 g

(36)

22

Lampiran 4 Contoh perhitungan kadar air umbi (berdasarkan bobot basah umbi)

Pada perlakuan kontrol ulangan satu (M0U1) Bobot basah sampel (BB) : 114 g

Bobot kering sampel (BK) : 40.75 g

Lampiran 5 Contoh perhitungan bobot kering umbi per tanaman Pada perlakuan kontrol ulangan satu (M0U1)

Bobot basah panen umbi (BB) : 1201 g Kadar air umbi (KA) : 64.25%

Lampiran 6 Keadaan tanaman di lahan penelitian

(37)

23

Lampiran 7 Pemanenan umbi uwi

Lampiran 8 Penghitungan bobot jenis tanah

Sampel tanah dibungkus plastik

Sampel tanah dibungkus alumunium foil

(38)

24

Lampiran 9 Penghitungan kadar air umbi

Sampel diambil dengan memotong umbi sampel dibungkus dan ditimbang

(39)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 9 Maret 1992 dari pasangan Ir Edy Handoyo, MSi dan Ir Suijah. Penulis adalah putra pertama dari empat bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Rembang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Penulis aktif pada kegiatan kampus sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Agronomi (Himagron) divisi eksternal, panitia Masa Perkenalan Departemen AGH 48 divisi pendamping, Panitia Studi Banding Himagron 2012 divisi PDD, Panitia AGS divisi acara, Panitia FBBN 2013 dan 2014 divisi logistik dan transportasi, dan kegiatan-kegiatan non formal lainnya.

Gambar

Gambar 1 Organ-organ tanaman Dioscorea alata (daun, batang, bunga, buah,
Gambar 3 Bentuk tempat pembibitan
Gambar 4 Layout lahan penelitian
Gambar 5 menunjukkan bahwa pertambahan tinggi rata-rata tanaman
+4

Referensi

Dokumen terkait

Anthurium hookeri dengan perlakuan komposisi media pakis : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:2:1) dengan macam zat pengatur tumbuh.. Anthurium hookeri dengan perlakuan

Memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu pengetahuan tentang waktu fermentasi dan dosis ragi yang optimal untuk menghasilkan kadar alkohol tertinggi pada fermentasi sari

Media tanam pupuk kandang, arang sekam dan batang pakis merupakan media tanam yang mampu menyediakan aerasi yang sangat baik dan mampu menyimpan kelembaban yang cukup

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan media tanam arang sekam dengan takaran pupuk kandang kambing 1:1 memberikan pertumbuhan dan hasil sawi hijau yang

Hal ini memperlihatkan bahwa penambahan arang sekam dan pupuk kandang sapi yang dicampur tanah dengan perbandingan yang sama (1:1:1) dapat menyediakan hara N, P

Komposisi media tanam juga mempengaruhi pertumbuhan setek tanaman jarak pagar dan media tanam terbaik dijumpai pada komposisi media tanam pasir : tanah : pupuk kandang : sekam

Pada pengamatan umur 14 HST menunjukkan jumlah anakan (Tabel 2) perlakuan tanam pindah dan perlakuan jajar legowo baik dengan penambahan pupuk kandang maupun tanpa pupuk

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa biji yang berasal dari bagian pangkal buah yang ditanam pada media tanah tanpa penambahan pupuk kandang memperlihatkan nilai vigor