• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip Di Lahan Sawah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip Di Lahan Sawah"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KINERJA TRAKSI RODA BESI BERSIRIP

DI LAHAN SAWAH

MUHAMMAD TAUFIQ

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip di Lahan Sawah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2016

(4)

RINGKASAN

MUHAMMAD TAUFIQ. Analisis Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip di Lahan Sawah. Dibimbing oleh TINEKE MANDANG dan WAWAN HERMAWAN.

Sebagai alat traksi pada traktor roda dua di lahan sawah, roda besi bersirip harus mampu beroperasi secara optimal dan mempunyai efisiensi traksi yang tinggi. Berdasarkan kondisi lahan sawah di Indonesia yang pada umumnya memiliki lapisan lumpur yang dalam, maka rancangan roda besi bersirip sangat perlu untuk diperhatikan. Untuk mendapatkan desain roda besi bersirip yang optimal, kinerja traksi roda besi bersirip harus dapat diduga sebelum roda besi bersirip dibuat. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk mengembangkan sebuah metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip, 2) untuk menganalisis kinerja traksi roda besi bersirip, 3) untuk menentukan konfigurasi desain roda besi bersirip terbaik.

Metoda untuk mengembangkan metode pendugaan kinerja traksi dibuat berdasarkan gaya-gaya reaksi yang bekerja pada sirip aktif pada saat roda besi bersirip beroperasi di lahan. Gaya-gaya reaksi yang bekerja pada sirip-sirip aktif roda besi bersirip tersebut diduga dengan menggunakan data hasil pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat. Untuk mengukur tahanan tanah terhadap penetrasi plat, sebuah penetrometer digunakan dengan plat pada ujung penetrometer tersebut. Variasi ukuran dari plat tersebut yaitu 5 cm x 5 cm, 5 cm x 10 cm, 5 cm x 15 cm dan 5 cm x 20 cm. Pengukuran dilakukan pada sudut penekanan 30°, 45°, 60°, 75° dan 90°. Tahanan tanah diukur pada kedalaman penekanan tanah 0 – 5 cm, 5 – 10 cm, 10 – 15 cm dan 15 – 20 cm. Pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat menghasilkan persamaan regresi linear yang dapat digunakan sebagai persamaan untuk menduga gaya reaksi tanah terhadap sirip-sirip aktif roda besi bersirip. Tahanan tanah terhadap penetrasi plat ini dilakukan pada tanah sawah dengan jenis tanah lempung berliat (clay loam) dengan rata-rata kadar air 62.59%, dry bulk density 1.05 g/ cm3, porositas 58.33%, indeks plastisitas 17.83%. Hasil pengukuran menjelaskan bahwa tahanan tanah semakin meningkat pada kondisi plat yang menekan tanah semakin dalam. Pengaruh sudut penekanan yang semakin besar juga secara signifikan mempengaruhi tahanan tanah menjadi semakin besar.

(5)

Berdasarkan hasil pengukuran drawbar pull, kecepatan maju roda, torsi pada poros roda dan kecepatan sudut roda yang diperoleh maka nilai efisiensi traksi dapat dihitung dengan membandingkan daya luaran (daya output) dengan daya masukan (daya input). Daya luaran diperoleh dari hasil perkalian drawbar pull dengan kecepatan maju roda, sedangkan daya masukan diperoleh dari hasil perkalian torsi pada poros roda dengan kecepatan sudut roda. Nilai efisiensi traksi dihitung dalam persen. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai efisiensi traksi tertinggi adalah pada roda besi bersirip dengan jumlah sirip 12 dan sudut sirip 30° yaitu sebesar 47.81%, sedangkan nilai efisiensi terendah adalah pada roda besi bersirip dengan jumlah sirip 10 dan sudut sirip 40° yaitu sebesar 34.35%. Berdasarkan hasil pendugaan dan hasil pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip di lahan sawah, maka nilai efisiensi traksi roda besi bersirip divalidasi untuk melihat error yang terjadi pada metode pendugaan kinerja traksi yang dikembangkan. Hasil validasi efisiensi traksi duga dan efisiensi traksi ukur pada setiap jumlah sirip dan sudut sirip menunjukkan bahwa : (1) rata-rata error jumlah sirip 10 untuk setiap sudut sirip adalah sebesar 90.77%, sehingga akurasinya adalah sebesar 9.23%, (2) rata-rata error jumlah sirip 12 untuk setiap sudut sirip adalah sebesar 64.57%, sehingga akurasinya adalah sebesar 35.43%, (3) rata-rata error jumlah sirip 14 untuk setiap sudut sirip adalah sebesar 78.33%, sehingga akurasinya adalah sebesar 21.67%. Hasil validasi efisiensi traksi duga dengan efisiensi traksi ukur menunjukkan bahwa tingkat error efisiensi traksi hasil pendugaan masih sangat besar dan tingkat akurasinya tidak mendekati nilai efisiensi traksi pengukuran. Rata-rata pendugaan efisiensi traksi menghasilkan tingkat error lebih dari 60% pada setiap jumlah sirip dan sudut sirip.

Roda besi bersirip terbaik ditentukan dari hasil efisiensi traksi yang paling tinggi di lahan sawah. Berdasarkan hasil pengukuran kinerja traksi di lahan sawah, roda besi bersirip dengan jumlah sirip 12 dan sudut sirip 30° menghasilkan nilai efisiensi traksi tertinggi. Efisiensi traksi roda besi bersirip dengan jumlah sirip 12 dan sudut sirip 30° pada tingkat drawbar pull 170 N yaitu sebesar 47.81%. Oleh karena itu dapat ditentukan konfigurasi desain roda besi bersirip terbaik di lahan sawah dari hasil efisiensi traksi terbesar adalah desain roda besi bersirip dengan jumlah sirip 12 dan sudut sirip 30°.

(6)

SUMMARY

MUHAMMAD TAUFIQ. Analysis of Lug Wheel Tractive Performance in Paddy Fields. Supervised by TINEKE MANDANG and WAWAN HERMAWAN.

As traction elements on the two-wheel tractor in paddy fields, lug wheels must be able to operate optimally and have a high efficiency traction value. Based on general existing paddy field conditions in Indonesia that have deep layer of mud, the process of designing the lug wheel very need to be considered. To get the optimal design on lug wheel, the lug wheel tractive performance should be predicted before designing lug wheel. The purpose of this research were 1) to develop a prediction method of lug wheel performance, 2) to analyze the performance of lug wheel, and 3) to select the best configuration of lug wheel design.

The method used to develop traction performance prediction was based on the reaction of the forces acting on an active lug at a time when lug wheels operate on land. Reaction forces acting on lug wheels could be predicted by using data measurements results of soil resistance against penetration of the plate. To measure the soil resistance against penetration of plate, a penetrometer with a plat on the tip was used. Size of the plate was varied, i.e 5 cm x 5 cm, 5 cm x 10 cm, 5 cm x 15 cm and 5 cm x 20 cm. The measurement was conducted on 30°, 45°, 60°, 75° and 90° of penetration angle. The soil resistance was measured at 0 – 5 cm, 5 – 10 cm, 10 – 15 cm, and 15 – 20 cm of penetration depth. The measurement of soil resistance against penetration of the plate generated linear regression equation which could be used as an equation to predict the soil reaction forces against the active lugs on lug wheels. Soil resistance against penetration of the plate was done on the clay loam type of paddy soil with an average value 62.59% of moisture content, 1.05 g/ cm3 of dry bulk density, 58.33% of porosity, 17.83% of plasticity index. The measurement results explained that soil resistance increasing on the conditions of plate pressing deeper soil. The influence of the angle on penetration also significantly affected the soil resistance becomes increasingly large.

(7)

while the input power was obtained from the results of the multiplication of torque on the axle with the angular velocity of wheel. Traction efficiency values calculated in percent. The measurements results shows that the lug wheels with 12 lugs and lug angle of 30° resulted the highest traction efficiency value (47.81 %), while the lug wheels with 11 lugs and lug angle of 40° resulted the lowest traction efficiency value (34.35 %).

Based on the results of prediction and measurement results of tractive performance of lug wheels in the paddy fields, the value of the lug wheel traction efficiency was validated to view errors that occurred on development method of the prediction tractive performance. The validation results of predicted traction efficiency and measured traction efficiency at any number of lugs and angle lug shows that : (1) the average error value of lug numbers 10 for any lug angle was 90.77 %, (2) the average error value of lug numbers 12 for any lug angle was 64.57 %, (3) the average error value of lug numbers 14 for any lug angle was 78.33 %. The results of the validation indicated that the level of traction efficiency results prediction error was still very large and the level of accuracy was not approaching with the measurement results of traction efficiency value. The average prediction of traction efficiency generated the error level of over 60% on each lug numbers and lug angle.

The best lug wheel was determined from the measurements results of the higgest traction efficiency value in paddy fields. Based on the results of traction performance measurement in paddy fields, the lug wheel with 12 lugs and lug angle of 30° resulted the highest traction efficiency. Traction efficiency of the lug wheel with 12 lugs and lugs angle of 30° at drawbar pull 170 N was 47.81%. Thus it could be determined that the best configuration of lug wheel design for the paddy fields was the wheel with 12 lugs and 30° lug angle.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

ANALISIS KINERJA TRAKSI RODA BESI BERSIRIP

DI LAHAN SAWAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)

Judul Tesis : Analisis Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip di Lahan Sawah

Nama : Muhammad Taufiq

NIM : F151130031

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Tineke Mandang, MS Ketua

Dr Ir Wawan Hermawan, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Teknik Mesin Pertaniandan Pangan

Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas karunia dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Karya Ilmiah yang telah dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini berjudul Analisis Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip di Lahan Sawah.

Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan arahan selama proses penyelesaian karya ilmiah ini kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Tineke Mandang, M.S selaku ketua komisi pembimbing dan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S selaku anggota komisi pembimbing. Ucapan terima kasih penulis ucapkan pula kepada Ibu Dr. Lenny Saulia, S.TP, M.Si selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan saran yag bermanfaat untuk kesempurnaan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih penulis haturkan kepada keluarga Ibunda Ellya Karim Tamin, Kakanda Abdul Hafis, S.T dan Adinda dr. Fitria Najib atas doa serta semangat yang selalu diberikan. Terima kasih terakhir tak lupa penulis ucapkan kepada seluruh pihak pada program studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas dukungannya dan juga kepada seluruh teman-teman TMP seperjuangan atas bantuan dan motivasinya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan dan penyajian karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan menerima saran, masukan dan kritikan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhir kata penulis berharap agar karya ilmiah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pihak dan terutama bagi penulis sendiri sehingga lebih dapat mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh. Terima kasih.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI xiii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Karakteristik Tanah Pada Lahan Sawah 3

Traktor Roda Dua 6

Roda Besi Bersirip 8

Konsep Pendugaan Kinerja Traksi 9

Efisiensi Traksi 11

Tenaga Tarik (Pull) 12

Torsi Roda 13

Kecepatan Maju Roda dan Kecepatan Sudut Roda 14

Ketenggelaman Roda (Sinkage) 15

Slip Roda 15

3 METODE 16

Waktu dan Tempat Penelitian 16

Bahan Penelitian 16

Alat Penelitian 17

Prosedur Pelaksanaan Penelitian 17

Pengukuran Sifat Fisik Tanah 18

Pengukuran Tahanan Tanah Terhadap Penetrasi Plat 20

Pendugaan Efisiensi Traksi Roda Besi Bersirip 21

Roda Uji Besi Bersirip untuk Pengukuran Kinerja Traksi 23 Prosedur Pengukuran Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip 24 Validasi Efisiensi traksi duga dengan efisiensi traksi ukur 29 Penentuan Desain Roda Besi Bersirip Terbaik di Lahan Sawah 30

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 30

Hasil Pengukuran Sifat Fisik dan Tahanan Penetrasi Tanah 30 Hasil Pendugaan Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip 33 Hasil Kalibrasi Instrumen Pengukur Kinerja Traksi 34 Pengukuran Kinerja Traksi Roda Uji di Lahan Sawah 36 Hasil Validasi Efisiensi Traksi Duga Dengan Efisiensi Traksi Ukur 47

5 SIMPULAN DAN SARAN 49

Simpulan 49

(14)

DAFTAR PUSTAKA 50

LAMPIRAN 53

RIWAYAT HIDUP 67

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Nilai indeks plastisitas dan sifat tanah (Hardiyatmo 1992) 6 Tabel 2 Nilai kadar air, kohesi (C) dan sudut gesek tanah (ɸ) tanah

sawah Dramaga Bogor (Simanungkalit 1993) 6

Tabel 3 Sifat fisik dan mekanik tanah sawah Dramaga (Simanungkalit

1993) 6

Tabel 4 Kisaran nilai kecepatan maju traktor roda dua (Sakai et al. 1998) 14

Tabel 5 Spesifikasi desain roda uji 24

Tabel 6 Persamaan regresi linear yang dihasilkan untuk ukuran plat sirip 9 cm x 36 cm pada sudut penekanan 30°, 45°, 60°, 75° dan 90° 32 Tabel 7 Hasil pendugaan gaya-gaya reaksi pada sirip-sirip aktif roda besi

bersirip 33

Tabel 8 Pendugaan efisiensi traksi roda besi bersirip 34 Tabel 9 Hasil kinerja traksi roda besi bersirip pada drawbar pull 170 N 46 Tabel 10 Perbandingan hasil efisiensi traksi duga dengan efisiensi traksi

ukur 48

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Lahan sawah (Siradz 2006) 4

Gambar 2 Batas-batas Atterberg (Hardiyatmo 1992) 5

Gambar 3 Traktor roda dua (a) tipe mini tiller (b) tipe traksi (c) tipe gerak

(d) tipe Thai (Sakai et al. 1998) 7

Gambar 4 Roda besi bersirip (a) tipe Jepang (b) tipe Thai (Sakai et al.

1998) 8

Gambar 5 Diagram gaya dari sistem sirip-tanah dalam teori kerusakan

horizontal (Hettiaratchi et al. 1966) 9

Gambar 6 Hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan kedalaman tanah pada sudut penetrasi 45° (Cebro 2006) 10 Gambar 7 Gaya yang bekerja pada sirip aktif (Hermawan et al. 2001) 10 Gambar 8 Sirip dan gerakannya (Sakai et al. 1998) 11 Gambar 9 Grafik tenaga maksimum yang tersedia untuk traktor (Crossley

dan Kilgour 1983) 13

Gambar 10 Prosedur pelaksanaan penelitian 18

Gambar 11 Skema pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat 20 Gambar 12 Pelaksanaan pengukuran tahanan penetrasi di lahan sawah 20 Gambar 13 Sudut-sudut dan gaya reaksi yang terbentuk oleh sirip aktif 21

Gambar 14 Desain roda uji 24

Gambar 15 Perangkaian instrumen-instrumen pengukur kinerja traksi 25

Gambar 16 Instrumen pemberi beban tarik 26

Gambar 17 Skema pengukuran gaya tarik (drawbar pull) 26

(15)

Gambar 19 Perangkaian transduser torsi pada poros traktor 27 Gambar 20 Sistem perekaman data torsi dan ketenggelaman roda (sinkage) 27

Gambar 21 Instrumen slider pengukur sinkage 28

Gambar 22 Skema pengukuran ketenggelaman roda (sinkage) 28 Gambar 23 Skema pengukuran kecepatan maju, kecepatan putar dan slip 29 Gambar 24Grafik hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan

kedalaman tanah pada ukuran plat 5 cm x 5 cm 31 Gambar 25Grafik hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan

kedalaman tanah pada ukuran plat 5 cm x10 cm 31 Gambar 26Grafik hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan

kedalaman tanah pada ukuran plat 5 cm x 15 cm 31 Gambar 27Grafik hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan

kedalaman tanah pada ukuran plat 5 cm x 20 cm 32 Gambar 28Grafik kalibrasi rata-rata hubungan torsi (N.m) dengan regangan

(μɛ) transduser torsi 35

Gambar 29Grafik kalibrasi rata-rata hubungan sinkage (cm) dengan

tahanan (Ω) instrumen slider sinkage 35

Gambar 30 Pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip di lahan sawah 36 Gambar 31Grafik hubungan perlakuan sudut sirip dengan rata-rata hasil

pengukuran drawbar pull untuk setiap perlakuan jumlah sirip 37 Gambar 32Grafik rata-rata hubungan torsi poros roda dengan drawbar pull

pada roda besi bersirip jumlah sirip 10 38

Gambar 33Grafik rata-rata hubungan torsi poros roda dengan drawbar pull

pada roda besi bersirip jumlah sirip 12 38

Gambar 34Grafik rata-rata hubungan torsi poros roda dengan drawbar pull

pada roda besi bersirip jumlah sirip 14 39

Gambar 35Grafik rata-rata hubungan sinkage dengan drawbar pull pada

roda besi bersirip jumlah sirip 10 40

Gambar 36 Grafik rata-rata hubungan sinkage dengan drawbar pull pada

roda besi bersirip jumlah sirip 12 40

Gambar 37 Grafik rata-rata hubungan sinkage dengan drawbar pull pada

roda besi bersirip jumlah sirip 14 40

Gambar 38Grafik rata-rata hubungan slip roda dengan drawbar pull pada

roda besi bersirip jumlah sirip 10 42

Gambar 39Grafik rata-rata hubungan slip roda dengan drawbar pull pada

roda besi bersirip jumlah sirip 12 43

Gambar 40Grafik rata-rata hubungan slip roda dengan drawbar pull pada

roda besi bersirip jumlah sirip 14 43

Gambar 41Grafik rata-rata hubungan efisiensi traksi dengan drawbar pull

pada roda besi bersirip jumlah sirip 10 44

Gambar 42Grafik rata-rata hubungan efisiensi traksi dengan drawbar pull

pada roda besi bersirip jumlah sirip 12 45

Gambar 43Grafik rata-rata hubungan efisiensi traksi dengan drawbar pull

pada roda besi bersirip jumlah sirip 14 45

Gambar 44Validasi efisiensi traksi duga dengan efisiensi traksi ukur pada

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Gambar Teknik instrumen pemberi beban tarik 54 Lampiran 2 Gambar teknik sistem pemberi beban - tuas pengerem

(piktorial) 55

Lampiran 3 Gambar teknik sistem pemberi beban - tuas pengerem

(ortogonal) 56

Lampiran 4 Gambar teknik silinder penggulung kawat sling 57 Lampiran 5 Gambar teknik roda uji besi bersirip jumlah sirip 10 58 Lampiran 6 Gambar teknik roda uji besi bersirip jumlah sirip 12 59 Lampiran 7 Gambar teknik roda uji besi bersirip jumlah sirip 14 60 Lampiran 8 Gambar teknik instrumen slider sinkage 61

Lampiran 9 Gambar teknik transduser torsi 62

Lampiran 10Data rata-rata pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi

plat di lahan sawah 63

Lampiran 11Data rata-rata kalibrasi transduser torsi dan rata-rata kalibrasi

instrumen slider sinkage 64

Lampiran 12Data rata-rata pengukuran kinerja roda besi bersirip di lahan

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengolahan tanah adalah salah satu faktor yang sangat penting dan berperan dalam peningkatan produksi suatu usaha pertanian. Usaha pertanian yang umum dan banyak dijumpai di Indonesia adalah usaha pertanian pada lahan sawah atau disebut juga dengan lahan basah. Sebagaimana juga disebut sebagai lahan basah, maka dapat dipastikan bahwa lahan sawah mempunyai kadar air yang tinggi. Pada umumnya lahan sawah yang ada di Indonesia banyak digunakan untuk usaha pertanian budidaya tanaman padi. Saat ini kegiatan pengolahan tanah pada lahan sawah sudah banyak dilakukan dengan menggunakan alat dan mesin pertanian (alsintan) oleh kebanyakan petani di Indonesia.

Adapun jenis alsintan untuk pengolahan tanah yang sering digunakan untuk lahan sawah adalah jenis traktor tangan atau disebut juga dengan traktor roda dua. Pemakaian traktor roda dua untuk pengolahan tanah pada lahan sawah ini bertujuan agar dapat mempermudah pekerjaan pengolahan tanah, meningkatkan kapasitas, efisiensi, dan kenyamanan dalam bekerja. Traktor roda dua ini juga sangat sesuai dengan kondisi lahan sawah yang ada di Indonesia yaitu umumnya mempunyai petakan-petakan sawah yang relatif kecil dan terdapat pada perbukitan dengan kelerengan yang cukup curam, selain itu juga traktor roda dua ini tidak terlalu mahal untuk biaya pengoperasiannya.

Pengolahan tanah yang baik akan menunjang tercapainya peningkatan produksi padi. Agar pengolahan tanah dapat berlangsung dengan baik dalam hal ini dengan menggunakan tenaga traktor, maka sangatlah penting untuk mengoptimalkan performansi dari kinerja traktor tersebut. Wanders (1978) menyatakan bahwa performansi yang dapat dihasilkan suatu traktor dipengaruhi oleh kondisi alat traksi, kondisi tanah, keadaan permukaan tanah dan interaksi alat traksi dengan tanah. Performansi kinerja traktor yang optimal akan menghasilkan efisiensi lapangan dengan nilai yang maksimum, dengan demikian kegiatan pengolahan tanah dapat berlangsung dengan baik. Agar efisiensi lapangan dapat bernilai maksimum maka sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kondisi tanah dan alat traksi traktor tersebut. Adapun alat traksi pada traktor roda dua adalah pada bagian penggerak traktor yaitu roda besi bersirip. Untuk mencapai efisiensi lapangan maksimum maka traktor tersebut harus menghasilkan nilai traksi yang maksimum pula. Salah satu penyebab menurunnya nilai efisiensi lapangan adalah penggunaan traktor dengan kondisi alat traksi yang tidak tepat.

Gill dan Berg (1968) menyatakan bahwa besarnya tenaga tarik yang dapat diberikan oleh traktor umumnya dibatasi oleh alat traksinya dan kondisi lahan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa alat traksi pada suatu traktor dapat menentukan besarnya tenaga tarik yang dihasilkan oleh traktor tersebut. Traktor dapat menghasilkan gaya tarik yang maksimum pada saat kemampuan alat traksi maksimum. Selain kemampuan alat traksi harus maksimum, faktor lain yang juga menghasilkan gaya tarik maksimum pada traktor yaitu tahanan guling dan slip harus minimum.

(18)

2

menyatakan bahwa roda traktor yang bergelinding dapat mengalami gaya traksi, tahanan gelinding, gaya kemudi, gaya dukung tanah, dan gaya akibat berat traktor itu sendiri. Triratanasirichai et al. (1990) menyatakan bahwa efisiensi traksi maksimum dan daya drawbar maksimum pada traktor roda dua jenis roda besi bersirip secara signifikan dipengaruhi oleh lug angle (sudut sirip), lug pitch (spasi antar sirip), slip roda dan kondisi tanah.

Roda besi bersirip perlu didesain dengan cermat berdasarkan kondisi tanah dan traktor yang digunakan. Agar roda yang didesain dapat diperkirakan kinerja traksinya, maka metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersisip perlu dikembangkan. Hermawan et al. (1998) mempertimbangkan sistem sirip-tanah untuk menduga gaya reaksi tanah terhadap sirip yang memerlukan banyak parameter karakteristik tanah yang harus diukur atau diketahui. Sebagai alternatif, perlu dilakukan pengukuran dengan instrumen yang praktis dan mudah dilakukan, salah satunya dengan memanfaatkan penetrometer. Gaya reaksi tanah pada sirip-sirip roda yang aktif dapat diduga dengan pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat (Hermawan 2009). Dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh desian terbaik untuk roda besi bersirip yang digunakan pada tanah sawah yang sudah diketahui kondisinya.

Perumusan Masalah

Faktor utama yang secara langsung sangat mempengaruhi besarnya nilai traksi pada traktor roda dua yang beroperasi pada lahan sawah adalah roda besi bersirip. Hermawan et al. (1998) menyatakan bahwa roda besi bersirip telah terbukti menjadi salah satu yang terbaik untuk bekerja pada lahan sawah dengan kondisi permukaan tanah jenuh dan tergenang air. Pada traktor roda dua yang menggunakan jenis roda besi bersirip, besarnya nilai traksi jelas dipengaruhi oleh kondisi sirip pada roda besi tersebut. Selanjutnya dalam perkembangan penelitian roda besi bersirip tersebut semakin banyak variasi parameter pengamatan yang telah dilakukan untuk meningkatkan besarnya nilai traksi pada traktor ruda dua. Watyotha dan Salokhe (2001) menyatakan bahwa hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan besarnya traksi dari variasi parameter desain untuk roda besi bersirip adalah lug angle (sudut sirip), lug spacing (jarak sirip), lug size (ukuran sirip), lug shape (bentuk sirip), lug mechanism (mekanisme sirip) dan circumferential angle (sudut keliling).

(19)

3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengembangkan metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip. 2. Menganalisis kinerja traksi roda besi bersirip.

3. Menentukan konfigurasi desain roda besi bersirip terbaik. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Diperolehnya metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip.

2. Diperolehnya metode pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip di lahan sawah.

3. Diperolehnya konfigurasi desain roda besi bersirip yang terbaik dan tepat untuk digunakan pada lahan sawah.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup untuk melakukan penelitian ini meliputi :

1. Penyusunan konsep metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip. 2. Pembuatan roda uji yang dapat diatur jumlah sirip dan sudut siripnya. 3. Pengujian kinerja traksi roda besi bersirip dilakukan pada lahan sawah.

4. Perhitungan validasi dan error hasil pendugaan dengan hasil pengukuran efisiensi traksi roda besi bersirip.

5. Penentuan konfigurasi desain roda besi bersirip terbaik untuk lahan sawah.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Tanah Pada Lahan Sawah

Tanah sawah berbeda dengan tanah lahan kering. Ciri utama tanah sawah adalah identik dengan genangan air dalam waktu yang lama. Penggenangan tanah menyebabkan terjadinya perubahan sifat fisika tanah. Kondisi inilah yang membedakan lahan sawah dengan lahan kering (Siradz 2006). Lahan sawah merupakan tipe lahan pertanian dengan permukaan horizontal dan dikelilingi oleh batas-batas untuk menampung dan menjaga tanah agar tanah tetap tergenang air.

(20)

4

irigasi menjadi lebih besar. Ketiga, menghindari perkolasi yang berlebihan dari air irigasi, yaitu lebih dari 40 mm/hari kedalaman air tanah baik di dalam atau di bawah subsoil. Perkolasi yang berlebihan berarti menyebabkan hilangnya pupuk kandang dan pupuk buatan yang menyebabkan penurunan produktivitas lahan.

Gambar 1 Lahan sawah (Siradz 2006)

Hillel (1980) menerangkan bahwa besarnya gaya mekanis yang diperlukan untuk mengubah kondisi tanah berhubungan erat dengan sifat mekanik tanah antara lain kohesi, tahanan penetrasi, tahanan geser dan sudut gesekan. Sedangkan sifat fisik yang umum dipakai sebagai parameter untuk menentukan kondisi tanah antara lain berat isi tanah (bulk density), porositas dan kadar air tanah. Selanjutnya Mandang dan Nishimura (1991) berpendapat bahwa kondisi tanah dapat ditentukan dengan parameter-parameter seperti void ratio, porositas, berat isi tanah (bulk density) dan berat jenis isi.

Kadar air tanah ialah perbandingan antara berat air dengan berat tanah. Kadar air tanah dinyatakan dalam basis basah (bb) dan basis kering (bk). Menurut Wesley dalam Mudzakir (2013) kadar air dan bulk density dapat dihitung dengan persamaan:          r tk tk tb A m m m m K (1)         r r tk d V m m  (2)

Dimana KA adalah kadar air (%), ρd adalah bulk density (g/cm3), mtb adalah

massa tanah basah dan ring (g), mtk adalah massa tanah kering dan ring (g), mr

adalah massa ring (g), dan Vr adalah volume ring (cm3).

(21)

5 Porositas adalah proporsi ruang pori (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang ditempati oleh air dan udara (Plaster dalam Mudzakir 2013). Menurut Das (2014), porositas (n) didefenisikan sebagai perbandingan antara perbandingan antara volume pori (Vv) dan volume tanah total (V) yang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini :

V V nv

(3) Dimana n adalah porositas (%), Vv adalah volume pori (cm3) dan V adalah volume tanah total (cm3) (Pusparini 2008).

Tahanan penetrasi adalah suatu indeks kekuatan tanah pada suatu kondisi pengukuran. Indeks tersebut mencakup kepadatan tanah, kadar air tanah, tekstur, dan mineral liat. Tahanan penetrasi meningkat dengan menurunnya kadar air. Selain itu, tahanan penetrasi juga meningkat dengan menurunnya kedalaman (Baver et al. dalam Mudzakir 2013). Tahanan penetrasi tanah merupakan kemampuan tanah untuk menahan gaya yang bekerja tegak lurus terhadap permukaan tanah. Besarnya tahanan penetrasi ini tergantung pada bulk density tanah (Mandang dan Nishimura 1991). Persamaan berikut ini dapat digunakan untuk menghitung nilai tahanan penetrasi (Mudzakir 2013):

         P P P p A M F

T 98 (4)

Dimana Tp adalah tahanan penetrasi (kPa), Fp adalah gaya penetrasi (N), Mp

adalah berat penetrometer (N) dan Ap adalah luas penampang plat (cm2).

Konsistensi merupakan salah satu sifat mekanik tanah. Konsistensi menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah atau daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Hal ini ditunjukkan oleh daya tahan tanah terhadap gaya yang dapat mengubah bentuk seperti pengolahan tanah (Hardjowigeno 1995).

Gambar 2 Batas-batas Atterberg (Hardiyatmo 1992)

Atterberg memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kadar airnya. Batas-batas tersebut adalah batas cair, batas plastis, dan batas susut. Kedudukan batas konsistensi dari tanah kohesif dapat dilihat pada Gambar 2. Nilai indeks plastisitas dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :

L L I L P

P   (5)

Dimana PI adalah indeks plastisitas (plasticity indeks), LL adalah batas cair

(liquid limit) dan PL adalah batas plastis (plastic limit). PI, LL dan PL dalam persen

(%).

(22)

6

cair dinamakan batas cair. Indeks plastisitas merupakan selisih dari batas plastis dan batas cair. Batasan mengenai indeks plastisitas dan sifat tanah diberikan oleh atterberg dalam Hardiyatmo (1992) seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai indeks plastisitas dan sifat tanah (Hardiyatmo 1992) Indeks plastisitas Sifat

0 Nonplastis

< 7 Plastisitas rendah 7 – 17 Plastisitas sedang > 17 Plastisitas tinggi

Simanungkalit (1993) menunjukkan hasil pengukuran sifat-sifat fisik dan mekanik untuk jenis tanah sawah latosol coklat kemerahan bertekstur liat dari kebun percobaan Sawah Baru, Darmaga, Bogor. Hasil pengukuran tersebut seperti pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2 Nilai kadar air, kohesi (C) dan sudut gesek tanah (ɸ) tanah sawah Dramaga Bogor (Simanungkalit 1993)

Kedalaman (cm)

Kadar air (%)

Kohesi (C) (kg/ cm2)

Sudut gesekan dalam (ɸ) (derajat)

0 – 30

55.5 44.3 32.8 23.5 0.33 0.30 0.70 1.17 10.29 20.12 48.83 46.12

30 – 60

54.6 46.7 34.7 24.4 0.32 0.41 0.79 1.62 8.09 8.36 27.17 30.17

Tabel 3 Sifat fisik dan mekanik tanah sawah Dramaga (Simanungkalit 1993)

Sifat Kedalaman 0 - 30 cm

- Berat jenis partikel (g/cc) - Berat isi (g/cc)

- Tekstur (%) : - pasir - debu - liat

- Ruang pori total (% volume) - Batas cair (%)

- Batas plastis (%) - Indeks plastisitas (%)

2.48 0.98 11 23 66 60.50 60.40 40.10 20.30 Traktor Roda Dua

(23)

7

Gambar 3 Traktor roda dua (a) tipe mini tiller (b) tipe traksi (c) tipe gerak (d) tipe Thai (Sakai et al. 1998)

Jenis motor penggerak yang sering dipakai adalah motor diesel satu silinder dengan daya yang dihasilkan kurang dari 12 hp. Penggunaan motor diesel umumnya lebih murah, baik pada saat pengoperasiannya maupun perawatannya. Motor diesel lebih awet dibanding motor jenis lain, jika perawatannya dilakukan dengan baik dan benar sejak awal pemakaian. Untuk menghidupkan motor diesel digunakan engkol, sedangkan untuk motor bensin dan minyak tanah menggunakan tali starter.

Sakai et al. (1998) mengklasifikasikan traktor roda dua berdasarkan tenaga dari mesin yang digunakan yaitu:

1. Tipe Mini Tiller (2-3 PS)

Ini adalah tipe terkecil dari traktor roda 2. Mesin ini digunakan untuk berkebun di sekitar rumah, bukan untuk suatu usaha tani profesional. Mesin ini disebut motor-tiller atau cultivatior tanpa roda.

2. Tipe Traksi (4-6 PS)

Mesin ini digunakan untuk membajak dengan bajak dan mengangkut dengan gandengan dan tidak dipakai untuk pengolahan dengan rotari. Mesin ini dapat disebut power tiller dan mampu untuk menggantikan dan mengungguli ternak sebagai sumber tenaga tarik.

3. Tipe Ganda (5-7 PS)

Tipe ini berukuran sedang, berada antara tipe traksi dan tipe gerak. Traktor jenis ini dapat melakukan pembajakan dan menggunakan bajak rotari dengan lebar lintasan yang sempit. Kinerja multigunanya lebih baik dibandingkan dengan tipe gerak tetapi kinerja pembajakannya lebih rendah. 4. Tipe Gerak (7-14 PS)

Mesin ini mengolah tanah dengan menyalurkan tenaga tarik traktor secara mekanis pada alat pengolahan tanah yang dipasang di belakang kedua roda traktor. Ini adalah mesin khusus untuk mengolah tanah. Mesin khusus yang dilengkapi dengan alat pengolah tanah rotari disebut rotary power tiller.

(24)

8

multigunanya rendah karena ukurannya besar dan berat. Berat traktor bersama alat pengolah tanah rotari adalah 300-400 kg.

5. Tipe Thai (8-12 PS)

Ini adalah mesin dengan struktur sederhana yang dibuat secara lokal menggunakan motor diesel dengan pendinginan air, batang kendalinya lebih panjang, dan lebih berat dari traktor roda 2 tipe traksi yang biasa. Berat mesin dengan roda sangkar adalah 350-450 kg, yang kuat untuk membajak dan menarik trailer, akan tetapi kemampuan multigunanya sangat terbatas.

Roda Besi Bersirip

Roda besi bersirip pada traktor roda dua umumnya tersusun dari bagian berikut ini :

1. Sirip, yaitu bagian yang langsung menyentuh tanah dan menghasilkan traksi saat roda traktor bergerak.

2. Rim, yaitu bagian yang berfungsi sebagai tempat dudukan sirip dan tempat tumpuan jari-jari roda yang terhubung ke flens.

3. Jari-jari, yaitu bagian yang berfungsi sebagai penghubung atau penerus beban antara rim dengan flens.

4. Flens, yaitu bagian yang menghubungkan roda dengan poros traktor

Menurut Hermawan et al. (1998) struktur roda besi bersirip terdiri dari flens, jari-jari yang dipasang pada flens, satu atau dua buah rim dan beberapa plat sirip yang dipasang pada jari-jari atau pada rim dengan sudut sirip tertentu. Watyotha dan Salokhe (2001) berpendapat bahwa yang perlu diperhatikan dari variasi faktor desain untuk roda besi bersirip yang mempengaruhi performansi adalah sudut sirip, jarak sirip, ukuran sirip dan bentuk sirip.

(a) (b)

Gambar 4 Roda besi bersirip (a) tipe Jepang (b) tipe Thai (Sakai et al. 1998) Roda besi bersirip dibagi menjadi roda besi bersirip untuk lahan kering dan roda besi bersirip untuk lahan sawah. Banyak sirip ditempatkan pada plat pelek dari roda untuk penggunaan di lahan kering. Untuk penggunaan di lahan sawah sirip yang lebih lebar dan jumlahnya lebih sedikit dibanding yang ada pada roda lahan kering yang ditempatkan pada rim pipa dari roda. Karena jarak sirip lebih lebar, atau picth sirip lebih panjang, dan jumlah sirip lebih sedikit pada pipa pelek, maka sangat efektif untuk mencegah bongkah-bongkah tanah menempel atau terperangkap di antara sirip (Sakai et al. 1998).

(25)

9 Peningkatan jumlah sirip menyebabkan adanya peningkatan gaya-gaya yang dihasilkan oleh roda bertambah hingga mencapai batas tertentu.

Konsep Pendugaan Kinerja Traksi

Kemampuan traksi roda besi bersirip ditentukan oleh : (a) kondisi tanah, (b) ukuran dan desain roda besi bersirip, (c) tingkat pembebanan (beban mendatar dan beban tegak). Berbagai penelitian untuk meningkatkan kemampuan traksi dan gaya angkat roda besi bersirip telah dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan untuk mendapatkan konfigurasi optimum sirip seperti spasi sirip, sudut sirip, ukuran sirip dan sudut arah pemasangan sirip (Hermawan et al. 2001).

Pendugaan kinerja traksi dapat dilakukan salah satunya dengan memprediksi besar gaya tanah per unit lebar sirip (P). Dalam praktiknya penelitian untuk memprediksi besar gaya tanah tersebut memerlukan beberapa parameter karakteristik tanah yang harus diukur atau diketahui yang memungkinkan menghabiskan waktu dan biaya yang besar.

Hettiaratchi et al. (1966) sebelumnya telah melakukan penelitian untuk melihat seberapa besar gaya rekasi tanah per unit lebar sirip. Berikut merupakan data yang diperoleh dengan mempertimbangkan sistem sirip yang bekerja pada tanah dalam teori kerusakan horizontal yang ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Diagram gaya dari sistem sirip-tanah dalam teori kerusakan horizontal (Hettiaratchi et al. 1966)

Hermawan et al. (1998) menyatakan bahwa penambahan gaya per unit lebar sirip P yang terjadi sepanjang permukaan sirip dan K adalah sudut rake. Peenelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Triratanasirichai (1991) mengenai gaya reaksi tanah per unit lebar sirip menyatakan bahwa adhesi, kohesi dan ketenggelaman sirip merupakan komponen yang mempengaruhi gaya reaksi tanah per unit lebar sirip.

(26)

10

penekanan tertentu. Penetrasi tanah yang dilakukan dengan alat penetrometer plat dapat menghasilkan hubungan antara gaya penekanan dan kedalaman penekanan untuk tiap sudut penekanan yang berbeda. Hubungan yang diperoleh dibuat dalam persamaan regresi pada tiap sudut penekanan. Berikut adalah hasil penelitian terhadap pengukuran tahanan penetrasi yang telah dilakukan sebelumnya oleh Cebro (2006) yang disajikan pada Gambar 6

Gambar 6 Hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan kedalaman tanah pada sudut penetrasi 45° (Cebro 2006)

Hermawan et al. (2001) menyatakan bahwa untuk menentukan gaya reaksi tanah pada sirip harus ditentukan terlebih dahulu gaya resultan yang bekerja pada masing-masing sirip (Fr), gaya reaksi tanah horizontal (Fh), gaya reaksi tanah

vertikal (Fv), beban yang diterima oleh sirip (Wt), dan jumlah sirip yang aktif (Jsa).

Nilai tahanan tanah terhadap penetrasi plat (Tp) dapat ditentukan dengan

persamaan regresi yang dibentuk dari setiap sudut penekanan (α) dengan nilai kedalaman dan sudut penenekanan yang berbeda (Gambar 7).

(27)

11 tarikan kotor (gross traction) dengan tahanan gerak (motion resistance) yang minimum (Gambar 8) (Sakai et al. 1998).

Gambar 8 Sirip dan gerakannya (Sakai et al. 1998) Efisiensi Traksi

Traksi adalah gaya dorong (thrust) yang dapat dihasilkan oleh roda traktor atau alat traksi lainnya. Keragaman alat traksi yang dapat dihasilkan traktor dipengaruhi oleh kondisi tanah, roda penggerak, kondisi permukaan tanah, dan interaksi roda dengan tanah (Liljedahl et al. 1979). Selanjutnya Liljedahl et al. (1989) menerangkan kembali bahwa traksi adalah penggunaan (interaksi) tenaga penggerak yang dihasilkan oleh roda, track dan peralatan traksi yang lain dengan tanah. Roda merupakan peralatan traksi utama yang sangat dipertimbangkan. Ketika roda bekerja di atas tanah, tanah tertekan dengan tujuan untuk memperoleh tenaga yang cukup untuk menghasilkan gaya traksi yang tinggi pada roda. Penekanan yang terjadi dihasilkan oleh pergerakan relatif antara roda dengan tanah. Oleh karena itu kekuatan tanah merupakan faktor penting dalam traksi.

Traksi dapat diperoleh sebagai reaksi dari roda penggerak melawan tanah, yang sangat tergantung pada keadaan dan kualitas tanah (Mandang dan Nishimura 1991). Gill dan Berg (1968) telah mencoba menjelaskan hubungan tersebut secara teoritis dan dipandang dari sudut kekuatan tanah. Hasil dari beberapa percobaan yang dilakukan untuk membuktikan teori ini dapat digunakan dalam hubungannya dengan operasi traktor yang bekerja di lahan sawah.

Besarnya tenaga maksimum yang dapat dilakukan oleh roda ke permukaan tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah terhadap roda sehingga memungkinkan roda menghasilkan tenaga tarik lebih besar. Hal ini tergantung pada ketahanan tanah terhadap keretakan (shearing), kohesi tanah (pada tanah liat) dan sudut gesekan dalam tanah (internal friction). Besarnya gaya traksi akibat reaksi tanah menurut Liljedahl et al (1989) ditunjukkan oleh persamaan berikut :

tan   

A C W

F (6)

Dimana F adalah gaya traksi maksimum (N), A adalah luas bidang kontak (m2), C adalah kohesi tanah (N/m2), W adalah beban dinamis roda (N) dan adalah sudut gesekan dalam (derajat).

(28)

12

rr r

pull T F

Dmax  (7)

Dimana Dpull adalah gaya tarik (N), Trmax adalah traksi maksimum yang

dihasilkan roda (N) dan Frr adalah tahanan guling (N).

Efesiensi traksi ( ) adalah perbandingan tenaga yang dihasilkan atau daya output (do) suatu alat traksi dengan tenaga yang dibutuhkan atau daya input (di)

untuk menggerakkan alat traksi (Richey et al. 1961; Liljedahl et al. 1979). Selanjutnya Liljedahl et al. (1989) menyatakan bahwa karakteristik dari gaya tarik, torsi, dan slip pada roda menentukan besaran dan efisiensi kinerja traksi. Perbandingan “pull/weight” atau “net tractive coefficient” merupakan istilah yang digunakan untuk menetapkan tingkatan kinerja. Istilah “tractive efficiency” dipakai untuk mengartikan efisiensi traksi roda yang ditunjukkan persamaan berikut : i o d d   (8)

Ciptohadijoyo (1993) menyatakan bahwa nilai traksi yang tinggi dapat meningkatkan nilai koefisien traksi dan efisiensi traksi dari traktor pertanian. Efisiensi traksi dapat ditingkatkan dengan mengurangi tahanan gelinding dan slip pada roda (Jones dan Alfred 1980). Faktor slip berperan utama dalam peningkatan atau penurunan efisiensi. Dengan demikian pengendalian slip pada operasi traktor sangat berarti dalam peningkatan efisiensi traksi (Sembiring et al. 1990).

Tenaga Tarik (Pull)

Roda traksi pada traktor pertanian berfungsi untuk menghasilkan tenaga tarik (Sakai et al. 1998). Tenaga tarik yang diperoleh tersebut merupakan hasil dari aksi-reaksi roda traksi dengan landasannya (daerah bidang kontak roda dengan tanah). Pada kondisi tanah dan keadaan permukaan tanah tertentu maka faktor yang mempengaruhi traksi dapat dilihat dari segi alat traksi adalah jenis dan keadaan alat traksi serta beban yang diterima (Gill dan Berg 1968).

Suastawa (2000) menyatakan bahwa drawbar pull merupakan gaya tarik (pull) bersih yang diperlukan agar sebuah traktor dapat bergerak di atas suatu permukaan bidang gerak. Drawbar pull yang dihasilkan tergantung pada jenis mesin yang digunakan dan kondisi tanah di mana traktor digunakan serta distribusi berat pada roda traksi. Beban tarik (draft) didefenisikan sebagai komponen tarikan (pull) arah horizontal yang sejajar dengan garis gerak alat penarik atau traktor (Kepner et al. 1982). Beban tarik suatu implemen diartikan sebagai total gaya yang digunakan pada implemen oleh suatu unit tenaga tarik. Selanjutnya Kepner et al. (1982) mengartikan besar draft dalam setiap luas pemotongan pengolahan tanah sebagai draft spesifik, sedangkan draft yang tegak lurus arah gerak dinamakan side draft. Draft rata-rata diartikan sebagai total kerja yang dilakukan sepanjang interval jarak dibagi dengan jarak perpindahan suatu alat (Carter 1981). Gaya tarik optimum traktor roda dua tipe roda besi bersirip pada saat mengolah lahan di sawah yang bertekstur debu-liat-berpasir menurut Triratanasirichai (1991) berkisar antara 240 – 400 N.

(29)

13 yang besar dan kecepatan maju yang rendah jika traktor ini digunakan untuk pengolahan tanah atau kegiatan-kegiatan lainnya yang memerlukan gaya tarik yang besar, sedangkan untuk kegiatan transportasi yang lebih memerlukan kecepatan yang tinggi dibandingkan gaya tarik yang kecil (Widen 2006).

Hubungan antara tenaga tarik (drawbar power), gaya tarik (pull) dan kecepatan maju dapat dilihat pada gambar 9. Pada titik A dengan gaya tarik sebesar 1 kN dan kecepatan 10 m/s umumnya digunakan untuk transportasi, karena dengan gaya tarik (pull) yang kecil traktor tidak dapat menarik implemen untuk mengolah tanah. Pada titik B dengan gaya tarik (pull) sebesar 10 kN dan kecepatan 1 m/s dapat digunakan untuk mengolah tanah atau menarik implemen karena dengan gaya tarik (pull) yang maksimum traktor dapat digunakan untuk menarik implemen dalam pengolahan tanah seperti bajak bahkan pada kondisi tanah yang keras sekalipun (Crossley dan Kilgour 1983).

Gambar 9 Grafik tenaga maksimum yang tersedia untuk traktor (Crossley dan Kilgour 1983)

Untuk menentukan besarnya tenaga tarik pada traktor digunakan persamaan sebagai berikut :

f pull

d D V

P   (9)

Dimana Pd adalah tenaga tarik (watt), Dpull adalah gaya tarik (N) dan Vf

adalah kecepatan maju roda (m/s)

Torsi Roda

Tahanan gelinding terjadi akibat pergerakan dari traktor di lahan ketika pengolahan lahan. Tahanan gelinding berasal dari tahanan tanah yang diberikan ketika roda traktor bergerak. Torsi yang terjadi pada poros roda adalah akibat reaksi tanah pada roda untuk menghasilkan tarikan dan mengatasi tahanan gelinding pada saat roda bergerak.

(30)

14

Triratanasirichai (1991) dengan menggunakan strain gauge yang diletakkan pada poros roda dari traktor roda dua.

Kecepatan Maju Roda dan Kecepatan Sudut Roda

Menurut Triratanasirichai (1991) kecepatan putar roda diukur dengan menggunakan sebuah contact switch yang dipasang pada sebelah kanan poros roda uji. Metode pengukuran kecepatan maju dari traktor roda 2 yang biasa dilakukan adalah dengan mengukur waktu yang diperlukan traktor roda 2 untuk menempuh jarak tertentu. Kecepatan maju traktor dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

t s

v(10)

Dimana s adalah jarak tempuh (m), t adalah waktu tempuh (detik) dan v adalah kecepatan maju traktor (m/detik)

Menurut Sakai et al. (1998) kecepatan maju traktor roda 2 untuk kegiatan pengolahan lahan pertanian berkisar antara 0.25 m/s – 1.2 m/s. Kisaran kecepatan maju traktor roda 2 disajikan pada tabel 4 berikut.

Tabel 4 Kisaran nilai kecepatan maju traktor roda dua (Sakai et al. 1998) Jenis kegiatan Kecepatan maju traktor roda dua

cm/ detik km/ jam m/ detik Pengolahan tanah (rotary) 35 – 50 0.9 – 1.8 0.25 – 0.5 Berbagai kerja di lapangan* 50 – 70 1.8 – 2.5 0.5 – 0.7

Membajak 70 – 120 12.5 – 4.3 0.7 – 1.2

Transportasi** - 15/ 20/ 30 4.2/ 5.6/ 8.3

Catatan : * melumpur, menyiangi, menanam, membabat dan sebagainya.

** UU lalu lintas menentukan kecepatan legal. Kecepatan maksimum mungkin ditentukan oleh kebiasaan lokal.

Kecepatan putaran dari roda biasanya diukur dalam revolutions per minute (rpm) atau revolutions per second (rps) tetapi satuan ini bukan bagian dari sistem satuan yang koheren (sejenis). Dasar yang digunakan dalam satuan SI adalah sudut yang berputar dalam radian dalam satu detik. Kecepatan putar didefinisikan sebagai laju perubahan perpindahan sudut terhadap waktu t untuk objek yang berputar pada sumbu dengan kecepatan konstan. Dengan demikian jika pada objek sebuah roda, maka besarnya kecepatan sudut roda (ω) yang terjadi pada 1 kali perputaran roda adalah sebesar 2 π radian dikali kecepatan putar roda (nrpm)

dibagi dengan waktu konversi menit ke detik (60 detik).          60 2  nrpm

(31)

15 Ketenggelaman Roda (Sinkage)

Sinkage adalah terjadinya penurunan permukaan tanah akibat gaya dari luar dengan mengabaikan distribusi dalam tanah khususnya lalu lintas, yang dapat mengakibatkan pemadatan tanah. Penurunan permukaan terjadi sampai pada keadaan di mana gaya penahan dari tanah seimbang dengan beban yang diberikan. Kenaikan beban dapat menyebabkan kenaikan sinkage (Mandang dan Nishimura 1991). Batas sinkage pada kemampuan lalu lintas traktor maksimum adalah 15–20 cm, tetapi hal ini tergantung pada alat traksi traktor, kondisi profil dan permukaan tanah. Mandang dan Nishimura (1991) menyatakan bahwa mobilitas traktor tidak hanya ditentukan oleh kelunakan dan kelemahan tanah tetapi juga tergantung pada kemampuan alat tersebut untuk bekerja pada kondisi tanpa adanya sinkage. Kemampuan ini disebut sebagai daya apung dari kendaraan.

Ketenggelaman roda (sinkage) yang besar dapat menaikkan tahanan gelinding dan gaya angkat serta dapat menurunkan gaya tarik. Sembiring et al. (1990) menyatakan bahwa beban tarik roda sangat dipengaruhi oleh adanya kontak antara roda dengan tanah. Kontak antara roda dengan tanah dipengaruhi oleh ukuran roda, berat roda, berat traktor yang ditumpu roda, dan kondisi tanah tumpuan roda. Semakin besar beban tarik maka ketenggelaman roda semakin besar. Menurut Triratanasirichai (1991), semakin besar slip yang terjadi maka ketenggelaman roda juga semakin besar. Metode pengukuran ketenggelaman roda yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode alat ski dengan mekanisme 4 batang hubung yang dilengkapi sensor infrared distancemeter. Kisaran ketenggelaman roda yang terjadi pada traktor dua roda di sawah berkisar 10 – 42 cm.

Hasil penelitian Sudianto (2000) menyimpulkan bahwa dengan meningkatnya beban horisontal maka nilai ketenggelaman roda cenderung bertambah. Hal ini disebabkan oleh terdeformasinya tanah untuk mengatasi beban tarik yang ditumpu oleh tanah yang ditekan sirip lebih besar pada saat pembebanan mendatar yang besar. Ketenggelaman roda menunjukaan tingkat penetrasi roda ke dalam tanah yang mempengaruhi besarnya traksi roda yang dapat dihasilkan. Ini dipengaruhi oleh bobot traktor, bentuk sirip dan jenis tanah. Ketenggelaman ini juga dipengaruhi oleh jumlah sirip pada roda. Semakin banyak jumlah sirip, maka semakin kecil pula kemampuan roda melakukan penetrasi ke dalam tanah (Sebastian 2002).

Slip Roda

Menurut Kepner et al. (1982) slip dapat terjadi pada traktor tanpa beban dan dapat bertambah besar dengan meningkatnya gaya penarikan. Selanjutnya Sembiring et al. (1990) menyatakan secara matematis slip dapat dihitung dengan persamaan berikut :

100          ro ri ro J J J S (12)

Dimana S adalah slip roda (%), Jro adalah jarak tempuh dalam 1 putaran

roda tanpa beban (m) (Jro = jarak tempuh teoritis) dan Jri adalah jarak tempuh

(32)

16

Jarak tempuh teoritis dapat dihitung dengan menggunakan rumus : n

D

Jro   (13)

Dimana D adalah diameter gelinding roda traksi (m) dan n adalah banyak putaran roda penggerak.

Penurunan tenaga yang dibutuhkan untuk mengatasi slip dapat menaikkan tenaga tarik traktor. Besarnya slip sangat dipengaruhi oleh beban pada penarik, landasan roda dan jenis tarikan. Perbedaan kecepatan dengan perbedaan transmisi yang digunakan juga dapat memberikan pengaruh slip. Efisiensi tenaga tarik yang tertinggi dapat dicapai oleh traktor bekerja di lapangan mengolah tanah adalah pada tingkat slip antara 15-25%.

Menurut Triratanasirichai (1991) kelengketan tanah pada sirip roda sirip adalah salah satu masalah yang menyebabkan rendahnya mobilisasi dan tingginya slip dari roda sirip. Jika kelengketan tanah pada sirip sangat banyak, maka dapat menimbulkan roda bersirip ditutupi tanah sehingga roda bersirip tidak menghasilkan gaya angkat yang besar karena bentuk roda menjadi seperti roda tanpa sirip dan menyebabkan terjadinya slip roda.

Menurut Kepner et al. (1982), proses terjadinya slip pada dasarnya ditimbulkan akibat ketidakseimbangan antara gaya yang disalurkan jari-jari dari sumbu roda ke permukaan tapak dan medan tahanan geser tanah yang dilalui roda. Slip pada suatu roda bergantung pada tingkat kandungan air tanah, dimana kandungan tanah mempengaruhi nilai tahanan geser dan daya dukung tanah terhadap suatu pembebanan (Richey et al. 1961). Slip dikatakan tidak ekonomis jika slip yang terjadi berada di atas 15%, dimana gaya tarik yang meningkat dapat mengakibatkan kecepatan maju berkurang dan mengurangi tenaga tarik traktor sampai kondisi dimana traktor mengalami spin out (100% slip) (Crossley dan Kilgour 1983).

3

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Desember 2014 sampai dengan Desember 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo Leuwikopo, Laboratorium Teknik Mesin Otomasi, dan Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Bahan Penelitian

(33)

17 traktor roda dua. Selain itu bahan-bahan tersebut juga dibutuhkan dalam pembuatan roda besi bersirip untuk pengukuran kinerja traksi di lahan sawah.

Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dari beberapa tahapan dalam pengukuran seperti pengukuran sifat fisik dan tahanan penetrasi tanah yaitu penetrometer plat tipe SR-2, ring sample, timbangan digital kapasitas 500 gram, oven, penggaris, jangka sorong dan alat uji batas cair tanah. Alat-alat yang digunakan pada tahap pembuatan instrumen pengukur yaitu meliputi peralatan perbengkelan seperti mesin gerinda potong dan asah, mesin bor, mesin las dan kunci ring-pass. Selanjutnya alat-alat yang digunakan pada tahap pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip yaitu strain gauge, slip ring, bridge box, strain amplifier, data logger, power supply, accu 12 V, power inverter, potensiometer, timbangan digital kapasitas 300 kg, meteran, stopwatch, laptop, kamera digital dan traktor roda dua.

Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dimulai dengan pengambilan data pra penelitian seperti sifat fisik tanah yaitu kadar air (KA), bulk density (ρd), porositas (Pt),

indeks plastisitas, kedalaman lumpur, dan juga pengambilan data tahanan tanah terhadap penetrasi plat (Tp). Tahapan awal penelitian yaitu pembuatan roda besi

bersirip yang dibuat untuk diuji kinerja traksinya. Bersamaan dengan pembuatan roda uji dilakukan juga beberapa persiapan untuk pengujian di lahan sawah seperti persiapan instrumen yaitu instrumen pemberi beban tarik, instrumen pengukur ketenggelaman roda (slider sinkage) dan transduser torsi. Selain itu juga dilakukan persiapan lahan sawah sebagai tempat dilakukannya pengujian kinerja traksi roda uji.

Tahapan pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip dilakukan sebelum melakukan tahapan pengujian kinerja traksi roda uji. Pendugaan kinerja traksi ini meliputi pendugaan terhadap gaya-gaya yang bekerja pada sirip aktif pada roda besi bersirip, gaya tarik (drawbar pull), torsi dan efisiensi traksi roda besi bersirip. Selanjutnya dilakukan pengujian kinerja traksi roda uji yang telah dibuat. Pengujian kinerja traksi roda uji ini meliputi uji gaya tarik (drawbar pull), uji kecepatan maju roda, uji kecepatan putar roda, uji slip roda, uji torsi poros roda dan uji ketenggelaman roda (sinkage).

Tahapan analisis kinerja traksi dilakukan setelah tahapan pengujian roda uji. Analisis terhadap hasil pengujian dilakukan untuk mengukur optimal atau tidaknya kinerja traksi dari roda besi bersirip. Kinerja traksi roda besi bersirip dapat dikatakan optimal apabila nilai efisiensi traksinya tinggi serta nilai ketenggelaman roda (sinkage) dan slipnya rendah. Selanjutnya hasil pendugaan kinerja traksi yang telah dilakukan sebelumnya divalidasi dengan hasil pengujian kinerja traksi. Validasi ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar akurasi dan penyimpangan yang terjadi dari pendugaan kinerja traksi yang dibangun. Adapun kinerja traksi roda besi bersirip yang divalidasi yaitu nilai efisiensi traksinya.

(34)

18

[image:34.595.72.465.108.602.2]

dilakukakan berdasarkan variasi desain dari jumlah sirip dan sudut sirip roda besi bersirip yang diuji di lahan sawah.

Gambar 10 Prosedur pelaksanaan penelitian Pengukuran Sifat Fisik Tanah

Sifat/ karakteristik tanah diukur dengan mengambil sampel tanah pada kedalaman tanah diantara rentang 5 cm sampai dengan 20 cm terhadap pengukuran kadar air, bulk density dan porositas. Hal ini mengacu pada Mandang dan Nishimura (1991) yang menyatakan bahwa batas sinkage pada kemampuan lalu lintas traktor maksimum adalah 15 – 20 cm, tetapi hal ini tergantung pada alat traksi traktor serta kondisi profil dan permukaan tanah. Pengambilan sampel tanah dilakukan secara acak sebanyak tiga titik dengan menggunakan ring sample. Kadar Air

Pengukuran kadar air tanah dilakukan dengan menghitung selisih berat basah tanah dikurang berat kering tanah dalam persen. Massa ring harus ditimbang terlebih dahulu sebelum pengukuran untuk mendapatkan bobot ringnya (mr), kemudian diukur massa tanah basah beserta berat ring sample (mtb). Tanah

(35)

19 mendapatkan massanya (mtk). Apabila semua data sudah berhasil diperoleh maka

nilai kadar air dapat diketahui dengan menggunakan persamaan 1. Bulk Density

Berdasarkan data massa tanah basah (mtb), massa tanah kering (mtk), massa

ring yang telah ditimbang dan volume ring sample yang telah diukur volumenya, maka dapat dihitung besarnya nilai bulk density (ρd). Nilai bulk density basis

basah diperoleh dari massa tanah basah (mtb) dikurang dengan massa ring (mr) lalu

dibagi dengan volume ring (Vr). Sedangkan nilai bulk density basis kering

diperoleh dari massa tanah kering (mtk) dikurang dengan massa ring (mr) lalu

dibagi dengan volume ring (Vr).

Porositas

Menurut Hardjowigeno (1995), porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur dan tekstur tanah. Porositas tinggi jika bahan organik tinggi pula. Tanah-tanah dengan struktur remah atau granuler mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah yang berstruktur pejal. Proporsi antara air dan udara dalam pori-pori tanah tergantung dari kadar air tanah, semakin tinggi kadar air tanah maka semakin rendah pori-pori yang dapat diisi oleh udara atau sebaliknya (Hardjowigeno 1995). Persentase porositas tersebut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 3.

Indeks Plastisitas

Keplastisan merupakan derajat yang menggambarkan kemampuan tanah untuk melakukan perubahan bentuk tanpa menimbulkan retakan ketika diberikan gaya dari manapun. Keplastisan merupakan keadaan di mana kadar air tanah berada di atas batas plastis maksimum namun berada di bawah kelengketan. Determinasi batas plastis tanah dilakukan dengan mengatur kadar air pada tanah sehingga tanah dapat digulung dengan diameter 3 mm tanpa ada retakan.

Batas cair didefinisikan sebagai keadaan di mana kadar air tanah berada di antara batas keadaan cair dan keadaan plastis. Tanah contoh yang digunakan untuk pengujian yaitu tanah yang lolos saringan 0.84 mm sebanyak 100 gram yang telah dicampur air lalu dimasukan ke dalam cawan yang kemudian diratakan dengan spatula sejajar dengan alas dengan tinggi kira-kira 10 mm. Alat pembuat alur (grooving tool) digunakan untuk membuat alur garis tengah pada cawan dengan posisi tegak lurus permukaan cawan. Tuas kemudian diputar dengan kecepatan dua putaran perdetik sampai kedua sisi bersinggungan, kemudian diambil sampel untuk uji kadar air.

Jika nilai indeks plastisitas tinggi, maka tanah tersebut banyak mengandung butiran lempung, sedangkan jika nilai indeks plastisitas rendah, maka dengan sedikit saja pengurangan air tanah menjadi kering (Hardiyatmo 2010). Nilai indeks plastisitas dapat dihitung menggunakan persamaan (5).

(36)

20

Pengukuran Tahanan Tanah Terhadap Penetrasi Plat

Pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat di sawah dilakukan dengan menggunakan alat penetrometer yang dilengkapi plat datar dan penahan kemiringan. Plat penekan yang digunakan terdiri dari empat ukuran yang dapat dilihat pada Gambar 11. Variasi sudut penekanan yaitu 30°, 45°, 60°, 75°, dan 90° masing-masing pada tiap kedalaman 5 cm, 10 cm, 15 cm, dan 20 cm.

[image:36.595.58.480.78.812.2]

Alat penetrometer yang dipasangkan plat diujungnya dirangkaikan pada sebuah dudukan penahan kemiringan penetrometer. Sudut kemiringan penetrasi penetrometer dapat diatur dengan adanya mekanisme pengatur sudut pada dudukan penahan penetrometer. Beban yang terukur pada skala penekanan penetrometer direkam dengan menggunakan kamera digital. Berdasarkan beban yang direkam ini maka gaya penetrasi dapat dihitung, selanjutnya dengan nilai gaya penetrasi yang telah dihitung tersebut maka nilai tahanan tanah terhadap penetrasi plat (Tp) dapat juga dihitung dengan menggunakan persamaan 4. Skema pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat ini disajikan pada Gambar 11. Pelaksanaan pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat di lahan sawah yang disajikan pada Gambar 12.

Gambar 11 Skema pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat

(37)

21 Pendugaan Efisiensi Traksi Roda Besi Bersirip

[image:37.595.131.455.228.450.2]

Kinerja traksi roda besi bersirip dapat diduga dari hasil pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat. Pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat dapat digunakan untuk mengetahui besarnya gaya reaksi tanah yang bekerja pada plat. Pada saat roda berinteraksi dengan tanah pada kedalaman sinkage (Z) tertentu, terdapat beberapa sirip aktif yang bereaksi untuk menghasilkan gaya reaksi pada tanah. Banyaknya sirip aktif ini sangat menentukan besarnya gaya angkat dan gaya tarik yang dihasilkan roda. Posisi sudut serta arah gaya reaksi yang dibentuk oleh sirip aktif disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Sudut-sudut dan gaya reaksi yang terbentuk oleh sirip aktif Berikut ini tahapan yang dilakukan dalam pendugaan efisiensi traksi roda besi bersirip :

1. Penentuan sudut juring ( jr) berdasarkan jari-jari roda (Rr) dan sinkage (Z),

nilai Z sama dengan Z2 (asumsi sesuai dengan kedalaman lumpur 20 cm).

          r r jr R Z R 1 cos 2  (14)

2. Penentuan jumlah sirip aktif (Jsa) berdasarkan jumlah sirip (Js). s

jr

sa J

J  

360

(15) 3. Penentuan sudut antar sirip ( s) berdasarkan jumlah sirip (Js).

s s J 360   (16)

4. Penentuan sudut yang dibentuk oleh sirip aktif arah horizontal ke-n ( n)

berdasarkan sudut antar sirip ( s).

a. Jika jumlah sirip aktif (Jsa) = 3 s

1 90 (17)

90 2  

s

(38)

22

b. Jika jumlah sirip aktif (Jsa) = 4

s

s

1 90 0.5  (18)

s

2 90 0.5

s

3 90 0.5

s

s

4 90 0.5 

5. Penentuan sudut (αn) yang dibentuk gaya resultan (Fr) sirip aktif ke-n ke arah

horizontal tanah dan sudut (βn) yang dibentuk gaya penetrasi (Fp) sirip aktif

ke-n ke arah horizontal tanah berdasarkan sudut sirip (λ). 

nn(19)

n

n

 90 (20)

6. Penentuan ketenggelaman roda (Zn) dari setiap sirip aktif pada jumlah sirip

roda genap (Js = 10, 12 dan 14) berdasarkan diameter roda dalam (Drd = 72

cm) dan sudut antar sirip ( s) (Cebro 2006).

a. Jika jumlah sirip aktif (Jsa) = 3

              s rd D Z Z

Z 1 cos

2 3

1 (21)

Z Z2

b. Jika jumlah sirip aktif (Jsa) = 4

                             2 cos 1 2 4 1 s s rd D Z Z

Z   (22)

                            2 cos 1 2 3 2 s rd D Z Z Z

7. Penentuan tahanan tanah terhadap penetrasi plat (Tp) berdasarkan persamaan

regresi linear yang dihasilkan dari ketenggelaman roda (Zn) pada setiap sirip

aktif dan sudut yang dibentuk oleh gaya penetrasi pada setiap sirip aktif ke arah horizontal tanah (βn) dan interpolasi persamaan regresi linear dari

sudut-sudut (βn) yang telah diuji. Berikut adalah persamaan regresi linear yang

dihasilkan dari tahanan tanah terhadap penetrasi plat pada sudut-sudut (βn) :

(a) 30°, (b) 45°, (c) 60°, (d) 75° dan (e) 90°.

a. Tp

0.731Zn

4.242 (23)

b. Tp

0.921Zn

3.916 (24)

c. Tp

1.032Zn

3.589 (25)

d. Tp

0.895Zn

7.509 (26)

e. Tp

0.790Zn

11.26 (27)

8. Perhitungan gaya reaksi resultan (Fr), gaya reaksi vertikal (Fv), gaya reaksi

horizontal (Fh) yang bekerja pada setiap sirip aktif berdasarkan tahanan

penetrasi tanah terhadap plat (Tp) dan luas permukaan sirip (As) dan sudut

dibentuk gaya resultan ke arah horizontal tanah (αn).

p s

r A T

F   (28)

n r

v F

F  cos (29)

n r

Gambar

Gambar 1 Lahan sawah (Siradz 2006)
Gambar 3 Traktor roda dua (a) tipe mini tiller (b) tipe traksi (c) tipe gerak (d)
Gambar 5   Diagram gaya dari sistem sirip-tanah dalam teori kerusakan horizontal
Gambar 7 Gaya yang bekerja pada sirip aktif (Hermawan et al. 2001)
+7

Referensi

Dokumen terkait