STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA PEMASARAN IKAN
BANDENG DI JAWA BARAT
DINA AZHARA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Struktur, Perilaku Dan Kinerja Pemasaran Ikan Bandeng Di Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Dina Azhara
RINGKASAN
DINA AZHARA. Struktur, Perilaku dan Kinerja Pemasaran Ikan Bandeng di Jawa Barat. Dibimbing oleh RATNA WINANDI dan SITI JAHROH.
Jawa Barat merupakan sentra produksi ikan bandeng di Indonesia. Produksi ikan bandeng di Jawa Barat mencapai 74 680 ton pada tahun 2012. Produksi ikan bandeng di Indonesia didominasi oleh petani kecil (smallholder) dimana petani kecil memiliki posisi tawar menawar yang lemah dalam pemasaran ikan bandeng. Selain itu, harga bandeng di tingkat konsumen yang belum ditransmisikan dengan baik pada harga bandeng di tingkat petani menandakan pemasaran belum efisien.
Efisiensi pemasaran ikan bandeng dapat dilihat dengan menganalisis pemasaran dengan pendekatan struktur, perilaku dan kinerja pasar ikan bandeng. Struktur pasar ikan bandeng melihat seberapa banyak petani dan lembaga pemasaran ikan bandeng (pedagang atau pengolah) yang terlibat dalam pasar ikan bandeng, dan bagaimana posisi setiap lembaga tersebut dalam pasar. Jika petani atau pedagang ikan bandeng memiliki market power yang cukup besar maka dengan mudah dapat mempengaruhi harga jual ikan bandeng di pasar, hal ini terkait juga dengan jumlah pedagang yang terlibat pada proses penjualan, apabila hanya terdapat sedikit pedagang pengumpul maka petani cenderung tidak memiliki pilihan saat menjual ikan bandeng yang diproduksi. Sedangkan perilaku pasar ikan bandeng terlihat dari bagaimana hubungan antar petani atau pedagang ikan bandeng, hubungan pedagang ikan bandeng dengan pembeli dan pemasok, serta strategi dari petani maupun pedagang dalam menjalankan fungsi pemasaran ikan bandeng. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemasaran ikan bandeng di Jawa Barat melalui pendekatan struktur, perilaku dan kinerja pasar dan menganalisis efisiensi pemasaran ikan bandeng di Jawa Barat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur pasar bandeng di tingkat pedagang besar memiliki konsentrasi yang cukup tinggi dilihat dari nilai CR4 mendekati 50 persen. Selain itu, dilihat dari nilai CR8, konsentrasi pasar ikan bandeng juga tinggi. Pasar bandeng tidak memiliki hambatan yang signifikan untuk masuk dilihat dari nilai MES 6.8 persen. Ada enam saluran pemasaran bandeng di Jawa Barat, di mana agen pemasaran yang terlibat termasuk petani, pedagang pengumpul desa, pedagang, pengecer dan prosesor. Margin pemasaran tertinggi ditemukan pada saluran 2 (petani-pedagang pengumpul desa-pedagang besar-pengecer). Berdasarkan analisis integrasi pasar antara harga ikan bandeng di tingkat petani Jawa Barat dengan harga ikan bandeng di tingkat konsumen di Jakarta pada jangka pendek, perubahan harga tidak berpengaruh signifikan. Hal ini berarti perubahan harga bandeng di tingkat konsumen tidak mempengaruhi harga bandeng di tingkat petani. Namun, dalam integrasi pasar ikan bandeng dalam jangka panjang, variabel harga signifikan. Hal ini menandakan bahwa perubahan harga bandeng di tingkat konsumen di Jakarta mempengaruhi harga yang diterima petani bandeng di Jawa Barat dalam jangka panjang.
SUMMARY
DINA AZHARA. Structure, Conduct and Performance of Milkfish Marketing in West Java. Supervised by RATNA WINANDI dan SITI JAHROH.
West Java is the center of milkfish production in Indonesia. Production of milkfish in West Java reached 74 680 tons in 2012. Production of milkfish in Indonesia is dominated by small farmers (smallholder), where small farmers have a weak bergaining position in milkfish marketing. In addition, the price of milkfish at the consumer level that is not well transmitted to the price at the farm gate indicated that the marketing system is not efficient.
Milkfish marketing efficiency can be seen by analyzing the market structure, market conduct and market performance approach. The market structure seeing how many milkfish farmers and milkfish marketing agencies (trader or processor) are involved in the milkfish market, and how the position of each of those institutions in the market. If the farmer or fish trader have a strong market power then it can easily affect the selling price of milkfish in the market, it is also related to the number of traders involved in the sales process, if there are very few traders exist, then farmers do not have a selling choice. The conduct of milkfish market seen how the relationship between the farmer and milkfish trader, milkfish relationships with buyers and suppliers, as well as strategies of farmers and traders in carrying out the functions of marketing fish. This study aims to analyze milkfish marketing system in West Java through the market structure, conduct and performance approach and to analyze efficiency of milkfish marketing in West Java.
The results showed that the structure of the milkfish market at the wholesale level have seen a quite high concentration of CR4 value close to 50 percent. Moreover, judging from the value of CR8, milkfish market also have a high concentration. The milkfish market does not have significant barriers to entry seen from the MES value 6.8 percent. There are six milkfish marketing channels in West Java, where the marketing agents consisted of farmers, village traders, wholesale, retailers and processors. The highest marketing margin is found on channel 2 (farmer - villages trader – wholesalers - retailers). Based on the analysis of market integration between milkfish price at the farmer level in West Java and milkfish price at the consumer level in Jakarta, in the short term, the price changes are not significant. It means price changes at the consumer level do not affect the price of milkfish at the farmer level in short term. However, in the long term, milkfish market integration is significant. It means that in the long term the milkfish price changes at the consumer level in Jakarta affect the price received by farmers in West Java.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis
STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA PEMASARAN IKAN
BANDENG DI JAWA BARAT
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
Penguji dari luar komisi: Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Judul dari tesis ini adalah “Struktur, Perilaku dan Kinerja Pemasaran Ikan Bandeng di Jawa Barat” yang penelitiannya dilakukan sejak bulan Maret 2016.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen pembimbing pertama dan Siti Jahroh, PhD selaku dosen pembimbing kedua, yang telah memberikan banyak saran serta arahan dan bimbingannya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dr. Netti Tinaprilla, MM dan Dr. Ir. Suharno, M.Adev selaku penguji luar komisi dan penguji dari program studi yang telah memberikan banyak saran dalam perbaikan tesis ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh responden petani dan pedagang yang telah memberikan informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tesis ini. Kemudian penghargaan penulis sampaikan kepada staf Badan Pusat Statistik, staf Kementerian Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia, dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Karawang yang membantu dalam pengumpulan data sekunder. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh anggota keluarga terutama kedua orangtua dan teman-teman atas dukungannya.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Bogor, November 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
1 PENDAHULUAN 9
Latar Belakang 9
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 5
Manfaat Penelitian 5
Ruang Lingkup Penelitian 5
2 TINJAUAN PUSTAKA 6
Pemasaran Perikanan 6
Analisis Efisiensi Pemasaran dengan Pendekatan Structure, Conduct and
Performance (SCP) 7
3 KERANGKA PEMIKIRAN 10
Kerangka Pemikiran Teoritis 10
Kerangka Pemikiran Operasional 20
4 METODE 22
Lokasi dan Waktu 22
Jenis dan Sumber Data 23
Metode Pengumpulan Data 23
Metode Analisis Data 23
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 29
Analisis Struktur Pasar 34
Analisis Perilaku Pasar 37
Analisis Kinerja Pasar 48
6 SIMPULAN DAN SARAN 53
Simpulan 53
Saran 54
DAFTAR PUSTAKA 54
LAMPIRAN 58
DAFTAR TABEL
1 Karakteristik struktur pasar 13
2 Produksi ikan bandeng di Jawa Barat 22
3 Jumlah lembaga keuangan di Provinsi Jawa Barat tahun 2014 31 4 Jumlah responden petani berdasarkan daerah sampel lokasi
penelitian 31
5 Karakteristik petani responden 32
6 Karakteristik responden pedagang pengumpul desa (PPD) 33
7 Karakteristik Pedagang Besar (wholeseller) 33
8 Karakteristik pengecer 34
9 Pangsa pasar dan konsentrasi pasar 10 pedagang besar (wholeseller)
ikan bandeng di Pelabuhan Pendaratan Ikan Muara Angke 35 10 Pangsa pasar dan konsentrasi pasar 10 pedagang besar (wholeseller)
ikan bandeng di Pelabuhan Pendaratan Ikan Muara Baru 36 11 Pangsa pasar dan konsentrasi pasar 15 petani ikan bandeng di Jawa
Barat 37
12 Minimum Efficiency Scale (MES) pasar ikan bandeng di PPI Muara
Angke dan Muara Baru 37
13 Aktivitas penjualan petani ikan bandeng 38
14 Fungsi pemasaran di tingkat petani 39
15 Tujuan penjualan dan alasan menjual petani 39
16 Aktivitas penjualan ikan bandeng di tingkat PPD 40
17 Fungsi pemasaran di tingkat PPD 40
18 Bentuk perilaku pasar PPD ikan bandeng 41
19 Aktivitas penjualan ikan bandeng di tingkat pedagang besar 42
20 Fungsi pemasaran di tingkat pedagang besar 42
21 Bentuk perilaku pasar pedagang besar ikan bandeng 43 22 Aktivitas penjualan ikan bandeng di tingkat pengecer 43
23 Fungsi pemasaran di tingkat pengecer 44
24 Bentuk perilaku pasar pedagang besar ikan bandeng 44 25 Penentuan harga ikan bandeng di setiap tingkat lembaga pemasaran 46 26 Sistem pembayaran pada setiap tingkat lembaga pemasaran 47
27 Marjin pemasaran ikan bandeng di Jawa Barat 48
28 Farmer's share pada setiap saluran pemasaran ikan bandeng di Jawa
Barat 49
29 Hasil output uji stasioneritas data pada tingkat level 50 30 Hasil output uji stasioneritas data harga konsumen Jakarta pada
tingkat first difference 50
31 Tabel Hasil uji kointegrasi harga ikan bandeng tingkat konsumen
Jakarta dengan harga ikan bandeng tingkat produsen Jawa Barat 51 32 Hasil regresi ECM harga ikan bandeng tingkat konsumen Jakarta
dengan harga ikan bandeng tingkat produsen Jawa Barat 51 33 Estimasi pengaruh jangka pendek harga ikan bandeng tingkat
konsumen Jakarta dengan harga ikan bandeng tingkat produsen Jawa
34 Estimasi jangka panjang harga ikan bandeng tingkat konsumen
Jakarta terhadap harga bandeng tingkat petani Jawa Barat 53
DAFTAR GAMBAR
Nilai produksi perikanan budidaya tahun 2013 9
Produksi ikan bandeng berdasarkan negara produsen terbesar di dunia 2 Pergerakan harga ikan bandeng tingkat konsumen dan produsen 4
Model dinamis dari pendekatan SCP 12
Derajat penguasaan pasar 15
Marjin pemasaran 18
Kerangka pemikiran operasional penelitian 21
Residual harga ikan bandeng di tingkat konsumen Jakarta dan harga ikan
bandeng di tingkat produsen Jawa Barat 28
Panjang jalan kabupaten atau kota menurut kondisi jalan di Jawa Barat 30
Jumlah angkutan darat di Jawa Barat tahun 2014 30
Saluran pemasaran ikan bandeng ukuran sedang-besar 45
Saluran pemasaran ikan bandeng ukuran kecil 45
DAFTAR LAMPIRAN
Produksi perikanan tambak di Kabupaten Indramayu 58 Produksi perikanan tambak ikan bandeng di Kabupaten Karawang 58 Harga ikan bandeng di tingkat konsumen di Provinsi DKI Jakarta 59 Harga ikan bandeng di tingkat petani di Provinsi Jawa Barat 59
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Budidaya perikanan tambak sangat potensial untuk dikembangkan mengingat kondisi geografis Indonesia yang memiliki garis pantai terpanjang ke empat di dunia yaitu sebesar 95 181 km1. Budidaya perikanan tambak menggunakan air payau sehingga umumnya dilakukan di kawasan pesisir. Hingga tahun 2013, pemanfaatan lahan tambak di Indonesia mencapai 650 509 ha dan potensi pengembangan lahan tambak yang belum dimanfaatkan masih sangat tinggi yaitu sebesar 2 313 822 ha (78.05 persen) (KKP 2013). Selain itu, tambak juga merupakan jenis perikanan budidaya yang memiliki kontribusi terbesar pada nilai produksi perikanan budidaya yaitu sebesar 38.08 persen atau Rp42.48 triliun pada tahun 2013 (KKP 2014) (Gambar 1).
Gambar 1 Nilai produksi perikanan budidaya tahun 2013 Sumber: KKP (2014)
Komoditas perikanan tambak yang mendominasi di Indonesia adalah ikan bandeng. Ikan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan bahan pangan sumber protein hewani lainnya seperti daging ayam atau daging sapi, yaitu bersifat universal, praktis serta dapat dikonsumsi oleh semua kelompok umur. Sumbangan protein ikan terhadap konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia mencapai 57 persen, ini terjadi seiring dengan kecenderungan pergeseran konsumen dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dari red meat kepada white meat2.
1 Berdasarkan artikel pada antaranews.com (http://www.antaranews.com/ berita/487732/ garis-pantai-indonesia-terpanjang-kedua-di-dunia)
2
Indonesia bersama dengan negara Filipina dan Taiwan menjadi negara produsen ikan bandeng tertinggi di dunia. Sejak tahun 2010 Indonesia menempati posisi pertama negara produsen ikan bandeng. Peningkatan produksi ikan bandeng di Indonesia menandakan potensi ikan bandeng masih sangat besar dan dapat dikembangkan (Gambar 2)
.
Gambar 2 Produksi ikan bandeng berdasarkan negara produsen terbesar di dunia Sumber: FAO (2014)
Budidaya ikan bandeng juga semakin diminati oleh pelaku usaha. Hal ini terlihat dari peningkatan permintaan benih ikan bandeng (nener). Pada tahun 2010 kebutuhannya mencapai 1.78 miliar benih dan meningkat pada tahun 2012 menjadi 1.93 miliar benih. Pada tahun 2013 juga meningkat menjadi 3.02 miliar benih3. Pihak KKP juga semakin mendorong produsen benih ikan bandeng untuk dapat meningkatkan produksi dan kualitas benih ikan bandeng (nener) agar mampu mencapai target produksi ikan bandeng di Indonesia.
Provinsi Jawa Barat adalah sentra produksi ikan bandeng di Indonesia. Produksi ikan bandeng di Jawa Barat mencapai 74 680 ton pada tahun 2012 (KKP 2013). Budidaya ikan bandeng didominasi oleh petani kecil (smallholder). Terdapat 634 043 orang pembudidaya ikan dan 245 390 rumah tangga dalam budidaya perikanan tambak, sedangkan jumlah perusahaan perikanan tambak sebesar 123 perusahaan (BPS 2013; KKP 2014). Selain itu, jumlah pembudidaya ikan pada budidaya perikanan tambak juga terus mengalami pertumbuhan sebesar 6.57 persen dari tahun 2009 hingga tahun 2013 (KKP 2014).
Pendapatan petani kecil (smallholder) ikan bandeng dapat dikatakan masih rendah. Hal ini sudah lama terjadi dan belum terdapat perbaikan yang signifikan terhadap isu tersebut. Posisi tawar menawar petani ikan bandeng yang lemah dalam pemasaran ikan bandeng membuat petani hanya dapat bertindak sebagai
rice taker sehingga hal ini berpengaruh terhadap pendapatan petani ikan bandeng.
3 Karakteristik produk pertanian yang mudah rusak (perishable), membutuhkan banyak ruang (bulky) dan bervolume (voluminous) juga berlaku pada produk-produk perikanan termasuk ikan bandeng. Oleh karena itu, aspek pemasaran ikan bandeng menjadi penting untuk diperhatikan. Selain itu, pemasaran ikan bandeng juga merupakan aspek penting yang menentukan harga yang diterima petani ikan bandeng yang berpengaruh terhadap pendapatan petani ikan bandeng.
Perubahan harga yang terjadi di pasar, posisi tawar menawar petani ikan bandeng, sangat berkaitan dengan kondisi struktur dan perilaku pasar ikan bandeng. Struktur dan perilaku pasar ikan bandeng mempengaruhi kepada kinerja pasar ikan bandeng begitu juga sebaliknya. Struktur pasar ikan bandeng akan menjelaskan bagaimana kondisi pasar yang dihadapi oleh petani dan pedagang ikan bandeng sebagai pelaku pasar dan mempengaruhi proses pembentukan harga ikan bandeng. Sedangkan perilaku pasar ikan bandeng mencerminkan bagaimana para petani dan pedagang ikan bandeng bersikap dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas bisnis sehingga akan mempengaruhi besarnya biaya. Besaran biaya yang dikeluarkan oleh pedagang ikan bandeng akan mempengaruhi besaran marjin. Biaya, harga dan marjin tersebut akan tercermin dalam kinerja pasar (market performance) ikan bandeng. Oleh karena itu, dibutuhkan analisis pemasaran ikan bandeng dengan pendekatan SCP untuk melihat bagaimana struktur pasar yang dihadapi oleh petani ikan bandeng serta perilaku pasar pelaku pemasaran ikan bandeng yang akan berpengaruh terhadap pembentukan harga di tingkat petani.
Perumusan Masalah
Provinsi Jawa Barat merupakan daerah yang potensial untuk memenuhi kebutuhan ikan bandeng di daerah pusat konsumsi seperti Jakarta dan sekitarnya. Ikan bandeng sebagai sebuah produk tidak lepas dari aspek pemasaran. Pemasaran pertanian merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi dan kurangnya pemasaran yang berfungsi dengan baik akan menghambat peningkatan kesejahteraan sosial, distribusi pendapatan, dan keamanan pangan dari negara-negara berkembang (Urgessa 2011). Isu pemasaran yang seringkali menghambat peningkatan kesejahteraan petani adalah harga jual petani yang rendah dan marjin yang tinggi antara petani dan konsumen.
Harga yang rendah membuat sebagian besar petani ikan bandeng memperoleh pendapatan yang rendah. Dalam satu musim tanam yaitu selama enam sampai delapan bulan, petani ikan bandeng di Jawa Barat hanya memeroleh pendapatan rata-rata sebesar 3.81 juta rupiah per hektar (Ula 2015). Jika dikonversikan dalam rupiah per bulan, maka petani ikan bandeng hanya memeroleh pendapatan sebesar 600 ribu rupiah per bulan per hektar. Harga yang rendah ini disebabkan oleh posisi tawar menawar petani yang lemah dalam pemasaram sehingga petani hanya berperan sebagai price taker (Azhara 2015).
4
pasar induk ikan, karena petani tidak memiliki bergaining position yang kuat. Posisi tawar menawar petani yang lemah dalam pemasaran ikan bandeng dapat dikatakan sebagai indikasi adanya inefisiensi pemasaran.
Efisiensi pemasaran dapat dilihat dari aspek efisiensi harga. Efisiensi harga dapat dicapai apabila masing-masing pihak yang terlibat dengan pemasaran puas atau responsif terhadap harga yang berlaku. Efisiensi harga dapat dianalisa melalui keterpaduan pasar atau integrasi pasar. Integrasi pasar melihat apakah harga pada suatu tingkat pasar ditransmisikan dengan baik pada pasar di tingkat lainnya. Namun perubahan harga ikan bandeng di tingkat konsumen belum dapat ditransmisikan dengan baik kepada petani. Hal ini juga terlihat dari marjin di tingkat pedagang pengecer yang sangat tinggi dibandingkan pedagang besar dan pedagang pengumpul desa.
Dalam Gambar 3 terlihat bahwa harga ikan bandeng di tingkat produsen atau petani tidak mengikuti harga ikan bandeng di tingkat konsumen. Kondisi yang mencerminkan pemasaran yang baik adalah adanya keterkaitan harga di tingkat konsumen dan di tingkat petani. Hal ini didukung dengan pernyataan bahwa salah satu ciri pemasaran yang efisien yaitu perubahan harga komoditi pada pasar yang berbeda ditransmisikan ke pasar lainnya dengan baik (World Food Programme 2011). Sehingga dapat dikatakan bahwa pemasaran ikan bandeng belum efisien.
Gambar 3 Pergerakan harga ikan bandeng tingkat konsumen dan produsen Sumber : BPS (2010-2015)
5 pasar dilihat secara vertikal yaitu melihat struktur pasar pada tingkat lembaga pemasaran tertentu. Jika petani atau pedagang ikan bandeng memiliki market power yang cukup besar maka dengan mudah dapat mempengaruhi harga jual ikan bandeng di pasar, hal ini terkait juga dengan jumlah pedagang yang terlibat pada proses penjualan, apabila hanya terdapat sedikit pedagang pengumpul maka petani cenderung tidak memiliki pilihan saat menjual ikan bandeng yang diproduksi. Selain itu, tingkat konsentrasi pasar ikan bandeng juga berpengaruh terhadap harga ikan bandeng. Jika pasar ikan bandeng semakin terkonsentrasi maka harga ikan bandeng cenderung dipengaruhi oleh individu yang memiliki kekuasaan baik dari sisi petani maupun pedagang. Selain itu, proses penentuan harga ikan bandeng juga tidak terlepas dari hubungan antar individu didalamnya.
Perilaku pasar merupakan suatu bentuk sikap, tindakan atau strategi individu yang terdapat dalam suatu pasar untuk mencapai tujuan masing – masing individu tersebut. Perilaku pasar ikan bandeng terlihat dari bagaimana hubungan antar petani atau pedagang ikan bandeng, hubungan pedagang ikan bandeng dengan pembeli dan pemasok, serta strategi dari petani maupun pedagang dalam menjalankan fungsi pemasaran ikan bandeng. Perilaku dan struktur pasar ikan bandeng yang terbentuk akan menentukan bagaimana kinerja pasar ikan bandeng serta efisiensi pemasaran ikan bandeng. Dari beberapa pemaparan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pemasaran ikan bandeng di Jawa Barat melalui pendekatan struktur, perilaku dan kinerja pasar?
2. Apakah pemasaran ikan bandeng di Jawa Barat berjalan dengan efisien?
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis pemasaran ikan bandeng di Jawa Barat melalui pendekatan struktur, perilaku dan kinerja pasar
2. Menganalisis efisiensi pemasaran ikan bandeng di Jawa Barat
Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1. Bagi pemerintah daerah, sebagai bahan masukan dan evaluasi dalam pengembangan pemasaran perikanan tambak khususnya budidaya ikan bandeng
2. Bagi stakeholder ikan bandeng, sebagai bahan informasi mengenai pemasaran dalam agribisnis ikan bandeng.
3. Bagi akademisi, sebagai sumber informasi untuk dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
6
pemasaran ikan bandeng meliputi petani, pedagang pengumpul desa, pedagang besar dan pengecer. Penelitian ini menganalisis struktur pasar mencakup pangsa pasar, konsentrasi pasar dan hambatan masuk pasar, perilaku pasar yaitu praktek fungsi pemasaran, mekanisme penentuan harga dan sistem pembayaran, serta kinerja pasar yaitu margin pemasaran dan farmer share untuk menilai efisiensi operasional dan integrasi pasar vertikal untuk menilai efisiensi harga.
2
TINJAUAN
PUSTAKA
Pemasaran Perikanan
Terdapat dua aspek yang digunakan dalam pengertian pemasaran yaitu aspek ekonomi dan aspek manajemen. Pengertian pemasaran dari aspek manajemen menekankan pada beberapa hal seperti pemilihan target dan segmentasi pasar, strategi pemasaran, dan komoditi manajemen pemasaran. Sedangkan pemasaran dalam aspek ekonomi lebih menekankan kepada sebuah sistem yang didalamnya terdapat fungsi–fungsi pemasaran yang dilaksanakan oleh lembaga–lembaga pemasaran (Asmarantaka 2012). Definisi pemasaran lainnya dikemukakan oleh Kohls dan Downey (1972) yaitu pemasaran merupakan performa dari seluruh aktivitas bisnis yang mencakup aliran barang dan jasa dari titik awal produksi pertanian sampai ke tangan konsumen akhir.
Efisiensi dalam pemasaran perlu dicapai agar mampu memberikan manfaat yang merata baik bagi produsen, lembaga pemasaran dan termasuk konsumen. Dalam pemasaran perikanan seringkali pembudidaya sebagai produsen menerima harga yang relatif rendah dan selisih harga yang besar dengan konsumen. Panjang pendeknya saluran pemasaran umumnya berpegaruh terhadap efisiensi pemasaran, karena akan berpengaruh terhadap besaran farmer’s share dan marjin. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh komoditas perikanan tergantung pada beberapa faktor, yaitu jarak antara produsen dan konsumen, cepat tidaknya produk rusak, skala produksi, dan posisi keuangan pengusaha.
7 pemasaran juga diamati dalam penelitian Nwabunike (2015), dimana kendala utama untuk pemasaran ikan asap di Abakaliki Nigeria adalah masalah pengolahan yang tidak memadai dalam ikan pemasar kios atau toko. Kendala lain adalah masalah umum bagi pemasar yang meliputi konsumen pilihan pada ikan, fluktuasi harga, dan ketidakmampuan untuk menjual barang atau memproduksi dengan cepat adalah tantangan utama yang dihadapi pemasar ikan di daerah penelitian (Nwabunike, 2015).
Dalam penentuan harga produk perikanan, petani budidaya memiliki posisi yang cenderung lemah. Wallong et al. (2015) mengatakan bahwa pedagang pegumpul memiliki peran penting sebagai penentu harga ikan kerapu. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bhakti et al. (2014) bahwa pada praktek penentuan harga rumput laut, petani menjadi pihak yang paling lemah diantara mata rantai pemasaran.
Praktek kerjasama dalam pemasaran produk perikanan terjadi pada pemasaran rumput laut di Kabupaten Luwu (Bhakti et al. 2014). Petani budidaya yang melakukan pinjaman kepada pedagang maka harus menjual produknya kepada pedagang tersebut dan dikenakan pengurangan harga hingga Rp1 000 per kg. Bentuk kerjasama pada pemasaran juga terjadi pada pemasaran ikan mas di Kalimantan dimana pedagang pengumpul masing-masing telah memilih pedagang pengecer sebagai langganan dan merupakan suatu ikatan kerjasama yang dijaga secara bersama-sama, sehingga tidak mudah bagi pedagang pengumpul untuk menjual kepada pedagang pengecer yang bukan langganannya (Lilimantik 2011). Praktek kerjasama ini merupakan salah satu bentuk strategi yang dijalankan oleh lembaga pemasaran dalam menghadapi persaingan.
Kondisi pemasaran perikanan di Indonesia seharusnya dapat lebih memperhatikan petani kecil (smallholder). Dilihat dari mekanisme penentuan harga, petani memiliki posisi tawar menawar (bergaining power) yang rendah dibandingkan lembaga-lembaga pemasaran lainnya yang terlibat dalam pemasaran produk perikanan.
Analisis Efisiensi Pemasaran dengan Pendekatan Structure, Conduct and Performance (SCP)
Pendekatan structure, conduct and performance (SCP) merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk menganalisis pasar atau industri (Waldman dan Jensen 2007). Struktur pasar diartikan sebagai sifat–sifat organisasi pasar yang mempengaruhi perilaku dan kinerja pasar (Asmarantaka 2012). Kaimakoudi (2009) melakukan penelitian tentang industri produk perikanan di Greece dan mendapatkan bahwa perilaku usaha dipengaruhi oleh struktur pasar dan berturut-turut keduanya memiliki hubungan terhadap kinerja pasar.
8
pasar oligopsoni. Berbeda dengan penelitian SCP pada pemasaran pisang raja di Nigeria oleh Eronmwon et al. (2014) yang memperoleh hasil bahwa terdapat banyak penjual dan pembeli yang dapat keluar masuk pasar dengan bebas. Hal tersebut menunjukkan kecondongan kearah struktur pasar yang berkompetitif murni.
Penelitian mengenai struktur pasar juga dilakukan Nzima dan Dzanja (2015) dan didapat bahwa dominansi dari beberapa penjual di pasar menunjukkan kompetisi yang rendah diantara para penjual. Hal tersebut dilihat dari nilai HHI yang lebih dari 0.5 pada beberapa pasar kedelai di Malawi. Bhakti et al. (2014) menggunakan Concentration Ratio (CR) dan Minimum Efficiency Scale (MES) untuk melihat struktur pasar rumput laut dari segi konsentrasi pasar dan hambatan masuk pasar pada pemasaran rumput laut di Kabupaten Luwu. Dilihat dari nilai CR, struktur pasar rumput laut di Kabupaten Luwu termasuk kedalam oligopoli dan berdasarkan nilai MES disimpulkan bahwa pasar rumput laut memiliki hambatan yang cukup besar karena nilai MES yang lebih dari 10 persen (Bhakti et al. 2014).
Market conduct (perilaku pasar) melihat strategi atau reaksi yang dilakukan pastisipan pasar secara individu maupun kelompok (Asmarantaka 2012). Tijani et al. (2014) melakukan analisis mengenai perilaku pasar ikan kering di Nigeria dengan melihat praktek jual beli serta perilaku harga di pasar. Dalam pemasaran ikan bandeng di Taiwan, sebagian besar petani (75 persen) menjual produknya kepada pedagang besar yang menyediakan kredit dan pembayaran yang fleksibel dan fasilitas transport, sisanya menjual melalui koperasi (Lee 1983). Studi perilaku pasar lainnya pada pemasaran kedelai oleh Nzima dan Dzanja (2015), dinyatakan bahwa tidak terdapat pedagang berbasis organisasi atau kelompok pemasaran di semua pasar yang mempengaruhi kekuatan tawar menawar. Penentuan harga ditentukan oleh masing-masing individu dan dipengaruhi oleh permintaan (58.2 persen), biaya pemasaran (56.7 persen), kualitas dalam grading dan kematangan (26.9 persen) dan harga pembayaran (20.9 persen) (Nzima dan Dzanja 2015).
9 Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983) marjin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir. Harahap (2011), Apriono
et al.. (2012) dan Setiorini (2008) mendapatkan nilai marjin pemasaran yang lebih besar pada saluran pemasaran yang lebih panjang. Pada sistem pemasaran ikan gurame, Harahap (2011) menyatakan bahwa nilai rasio keuntungan dan biaya pemasaran dipengaruhi oleh volume penjualan yang berbeda. Setiawan et al..
(2008) menyatakan bahwa besarnya nilai marjin pemasaran pada tiap–tiap saluran distribusi sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya operasional dan tingkat keuntungan yang diambil oleh tiap lembaga yang terlibat. Selain itu, marjin pemasaran yang diterima tiap lembaga pemasaran di Muara gembong tidak merata. Dalam penelitiannya, Ganesh et al. (2010) mendapati harga eceran untuk ikan karper yang diproduksi oleh perusahaan swasta lebih rendah dari ikan karper lokal di berbagai daerah, hal ini mencerminkan efisiensi saluran pemasaran dalam menyediakan ikan dengan harga murah yang diangkut dengan jarak yang jauh dan melalui sejumlah besar perantara.
Farmer’s share merupakan porsi dari nilai yang dibayar konsumen akhir yang diterima oleh petani dalam bentuk persentase (Asmarantaka 2012). Nilai
farmer’s share lebih besar pada saluran pemasaran yang lebih pendek (Harahap 2011; Apriono et al. 2012; Setiorini 2008). Berdasarkan studi analisis ekonomi pemasaran ikan segar di Nigeria oleh Ali (2008), diperoleh margin pemasaran adalah 38,37 persen, sedangkan pangsa produsen (farmer’s share) adalah 61,62 persen. Masalah yang terkait dengan pemasaran ikan mencakup pembusukan selama penyimpanan, tingginya biaya bahan memancing dan tingginya biaya transportasi (Ali, 2008).
Analisis regresi sederhana merupakan metode lain dalam melihat kinerja pasar melalui elastisitas transmisi harga (Bhakti et al. 2014; Shinoj et al. 2008). Bhakti et al. (2014) mendapatkan nilai transmisi harga dari analisis regresi sederhana sebesar 1.2 persen dan nilai elastisitas transmisi harga yang lebih dari satu menunjukkan bahwa pemasaran efisien. Hal ini menandakan bahwa harga pada suatu tingkat pasar dapat ditransmisikan dengan baik pada pasar lainnya.
10
3
KERANGKA
PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Pemasaran
Pengertian pasar secara umum adalah sebagai tempat terjadinya transaksi antara penjual dan pembeli. Beckman et al. (1957) mendefinisikan pasar sebagai tempat atau dimensi dimana perpindahan kepemilikan atas suatu barang terjadi. Hammond dan Dahl (1997) mendefinisikan pasar sebagai ruang atau dimensi dimana kekuatan penawaran dan permintaan bekerja untuk menentukan harga yang merupakan himpunan semua pelanggan potensial melalui proses pertukaran. Saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses transaksi jual beli tidak lagi berinteraksi secara langsung, namun dilaksanakan bersama–sama dengan beberapa lembaga pemasaran terutama untuk menjangkau konsumen yang berjarak dengan produsen. Sehingga dikenal konsep pemasaran (marketing). Pemasaran memiliki makna yang lebih luas dibandingkan pasar (market). Pemasaran (marketing) merupakan aktivitas atau kegiatan dalam mengalirkan produk mulai dari produsen sampai ke konsumen (Asmarantaka 2012). Sementara menurut Kotler (2004) dalam Rahmawati (2013) pemasaran dapat dibedakan menjadi definisi sosial dan definisi manajerial. Definisi sosial pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dari pihak lain, sedangkan definisi manajerial, pemasaran sering digambarkan sebagai seni menjual produk.
Dalam sistem agribisnis, pemasaran merupakan salah satu subsistem off farm yang memegang peranan penting. Kohls dan Uhl (2002) dalam Harahap (2011), mendefinisikan pemasaran atau tataniaga pertanian merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang atau jasa komoditas pertanian mulai dari tingkat produksi (petani) sampai konsumen akhir, yang mencangkup aspek input dan output pertanian.
Produk pertanian yang bersifat mudah rusak (perishable), berat (bulky) dan membutuhkan banyak ruang (voluminous) membutuhkan suatu perlakuan khusus dalam proses pemasaran. Pemasaran produk pertanian seringkali terdapat permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik hasil pertanian dan konsumen, jumlah produsen, jangkauan produk, perbedaan tempat dan efisiensi pemasaran. Oleh karena itu, aspek pemasaran merupakan aspek penting untuk dianalisis. Saluran Pemasaran
11 Setiap lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran akan melakukan fungsi pemasaran. Fungsi pemasaran memiliki peran dalam meningkatkan nilai tambah pada suatu produk. Nilai tambah produk yang diberikan dapat berupa nilai tambah waktu, tempat dan kepemilikan.
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu hasil perikanan tergantung pada beberapa faktor, yaitu: jarak antara produsen dan konsumen, cepat tidaknya produk rusak, skala produksi, dan posisi keuangan pengusaha. Panjang pendeknya saluran pemasaran akan berpengaruh terhadap marjin pemasaran. Nilai marjin pemasaran akan berpengaruh terhadap efisiensi pemasaran.
Konsep Efisiensi Pemasaran
Menurut Cramer dan Jensen (1994) efisiensi pemasaran dapat dilihat dari dua aspek yaitu efisiensi teknis dan efisiensi harga. Efisiensi harga berkaitan dengan akurasi, presisi, dan kecepatan dengan yang harga mencerminkan tuntutan konsumen dan disampaikan kembali melalui saluran pasar untuk produsen (Cramer dan Jensen 1994).
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), efisiensi pemasaran dapat dilihat dari sudut pandang pengusaha dan dari sudut pandang sosial. dari sudut pandang pengusaha swasta, efisiensi pemasaran ditujukan untuk mencapai suatu keuntungan kompetitif dengan biaya yang lebih rendah dan jasa yang lebih baik, sedangkan sudut pandang sosial efisiensi pemasaran terpusat pada pemenuhan keputusan individu secara maksimum dan tidak terkait pada ukuran kualitatif saja, ditujukan untuk melihat apakah sistem pemasaran sebagai keseluruhan bekerja efektif dalam rangka memaksimumkan kepuasan konsumen (Hanafiah dan Saefuddin 1983).
Menurut Kohl dan Downey (1972) efisiensi pemasaran terdiri dari:
a. Efisiensi operasional, yaitu perubahan dalam biaya pemasaran sebagai akibat perubahan biaya penyelenggaraan fungsi-fungsi pemasaran tanpa mempengaruhi sisi output. Efisiensi pemasaran diukur dari marjin pemasaran dan biaya pemasaran. Indikator yang sering digunakan untuk menilai efisiensi operasional antara lain adalah marjin pemasaran dan
farmer’s share.
b. Efisiensi harga merupakan hasil dari kompetisi alamiah dan keseimbangan dari kekuatan ekonomi yang terjadi di dalam proses pemasaran (Kohls dan Downey 1972). Menurut Kohls dan Downey (1972) banyak aspek yang terkait dengan efisiensi harga, seperti survey mengenai jumlah perusahaan yang menyediakan produk di pasar, kemampuan perusahaan untuk masuk kedalam pasar dan kemungkinan terjadinya kolusi antara manajer perusahaan.
12
Konsep SCP (Structure, Conduct, Performance)
Dasar paradigma structure, conduct and performance (SCP) dicetuskan oleh Edward Mason dan Joe Bain pada tahun 1940 dan 1950-an (Waldman dan Jensen, 2007). Paradigma ini mengemukakan pendapat bahwa adanya hubungan langsung antara struktur, perilaku dan kinerja pasar. Dalam mikroekonomi, hal ini sudah terlihat namun tidak dikemukakan secara terbuka. Model struktur, perilaku dan keragaan pasar menekankan pada hubungan fungsional antara perusahaan atau organisasi dengan perilaku pasar sebagai suatu kelompok yang memberikan kondisi dasar (Mmasa et al. 2013).
Pendekatan struktur, perilaku dan kinerja pasar digunakan oleh para ekonom mempelajari pasar (industri). Paradigma SCP dalam menganalisis suatu industri terus berkembang. Salah satu kerangka konsep SCP dikemukakan oleh Waldman dan Jensen (2007) dimana kondisi dasar pasar yaitu kondisi permintaan dan kondisi penawaran membentuk struktur pasar (market structure). Kemudian struktur pasar mempengaruhi perilaku pasar dan perilaku pasar mempengaruhi kinerja pasar secara simultan. Model pendekatan SCP ini juga sejalan dengan pemikiran Luu Thanh (2003) yang menyatakan bahwa pendekatan SCP merupakan model yang dinamis dan saling mempengaruhi antara struktur, perilaku dan kinerja pasar. Struktur dari sebuah industri, seperti organisasi sosial lainnya, merupakan hasil dari aktivitas manusia. Artinya, struktur pasar yang terbentuk saat ini merupakan hasil dari perilaku individu di masa lampau yang membentuk struktur tersebut sebagai sebuah permulaan (Baldwin 1987). Berikut ini adalah model dinamis dari pendekatan SCP:
Sumber: Baldwin (1987)
Dalam sebuah pasar atau industri terdapat kekuatan permintaan dan penawaran. Permintaan berkaitan erat dengan elastisitas harga, keberadaan barang substitusi, pertumbuhan pasar tipe produk dan metode pembayaran. Sedangkan penawaran terdapat indikator teknologi, bahan baku, serikat pekerja, ketahanan produk dan lokasi (Waldman dan Jensen 2007). Seluruh indikator tersebut akan mempengaruhi struktur pasar dimana didalam struktur pasar terdapat sejumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk, hambatan keluar masuk pasar dan lain-lain. Beberapa indikator dalam analisis struktur pasar tersebut akan mempengaruhi tingkah laku perusahaan yang ada di pasar (market conduct). Perilaku pasar dapat diidentifikasi melalui strategi harga dan produk yang dilakukan perusahaan, kolusi, periklanan dan lain-lain. Kinerja pasar (market performance) pada akhirnya akan menggambarkan hasil dari perilaku perusahaan
Market Structure
Market Conduct
Market Performance
13 yang dimungkinkan oleh struktur pasar yang terbentuk dilihat dari harga produk dan biaya-biaya yang mencerminkan efisiensi alokasi dan produksi. Berikut ini adalah beberapa indikator dalam analisis pemasaran dengan pendekatan SCP:
Struktur Pasar
Struktur pasar merupakan karakteristik pasar atau industri. Tingkah laku dari sebuah organisasi dipengaruhi oleh lingkungan dan struktur pasar dimana organisasi tersebut berada (Kohls dan Uhl 2002). Berikut ini adalah beberapa
Oligopoli Oligopsoni Monopoli Monopsoni
Jumlah penjual Banyak Banyak Beberapa Banyak Satu Banyak
Jumlah pembeli Banyak Banyak Banyak Beberapa Banyak Satu
Keberagaman
Sulit Sulit Sangat sulit
atau
Sumber :Kohls dan Uhl(2002); Hutabarat dan Rahmanto (2004); Asmarantaka (2012)
Pada pasar persaingan sempurna penentuan harga berdasarkan mekanisme pasar yaitu pergerakan supply dan demand. Pasar persaingan sempurna didasari oleh dua asumsi penting yaitu pertama mengenai perilaku perusahaan individual dan kedua mengenai sifat industri tempatnya beroperasi (Lipsey et al. 1987). Perilaku perusahaan yang dimaksud diasumsikan sebagai pengikut harga (price taker) seperti yang disebutkan dalam Tabel 1. Sedangkan dari sisi industri, diasumsikan industri dalam pasar persaingan sempurna memiliki ciri kebebasan keluar masuk pasar. Setiap perusahaan dapat masuk kedalam industri tanpa adanya hambatan. Hal ini mencerminkan suatu kondisi persaingan dimana kondisi bersaing adalah efisien. Perusahaan di dalam struktur pasar persaingan sempurna akan bersaing sedemikian rupa dan menghasilkan keuntungan sebesar laba normal bagi setiap perusahaan atau individu yang ada didalamnya. Keuntungan maksimum pada pasar persaingan sempurna terjadi saat harga sama dengan biaya marjinal (P=MC). Namun, walaupun dikatakan efisien, pada kenyataannya pasar persaingan sempurna tidak benar–benar ada. Pasar persaingan sempurna hanya sebagai model acuan.
14
yang membedakan adalah terdapat diferensiasi antara produk–produk yang ditawarkan penjual (Pappas dan Hirschey 1995). Differensiasi produk yang terjadi dalam pasar monopolistik membuat perusahaan atau individu didalamnya memiliki lebih banyak alternatif keputusan untuk mempengaruhi pasar dalam merebut pangsa pasar dibandingkan pada struktur pasar persaingan sempurna (Teguh 2010). Differensiasi produk yang terdapat dalam pasar monopolistik ini juga membuat perusahaan atau individu dalam pasar mampu membuat strategi pasar.
Pasar monopoli terjadi ketika suatu perusahaan merupakan produsen tunggal dari sebuah produk yang tidak memiliki pengganti yang dekat, sehingga dengan kata lain hanya terdapat satu perusahaan dalam suatu pasar atau industri (Pappas dan Hirschey 1995). Permintaan perusahaan merupakan permintaan pasar. Monopoli merupakan struktur pasar yang tidak efisien begitu juga dengan oligopoli. Hal ini dikarenakan perusahaan dalam struktur pasar monopoli, perusahaan dapat memproduksi output sedikit mungkin dan menetapkan harga yang sangat tinggi untuk dapat mengambil seluruh surplus konsumen. Artinya, harga yang terbentuk di pasar tidak mencerminkan biaya produksi suatu produk. Monopoli merupakan situasi pasar dimana kompetisi di dalam industri diabaikan dengan mengasumsikan perusahaan itu sendiri adalah industri (Breit et al. 1986). Sedangkan struktur pasar monopsoni berarti hanya ada satu pembeli di dalam sebuah pasar atau industri. Dalam struktur pasar monopsoni, hanya terdapat satu pembeli yang disuplai oleh banyak penjual. Struktur pasar monopsoni umumnya ditemukan pada pasar dalam tingkatan lembaga pemasaran (pedagang). Seringkali perusahaan yang berada dalam struktur pasar monopoli atau monopsoni menyalahgunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan tersebut untuk mempengaruhi kondisi pasar secara ekstrim (market power abuse).
15 Struktur pasar menunjukkan tingkat kompetitif yang berbeda-beda. Pasar dengan tingkat kompetisi yang paling baik adalah pasar persaingan sempurna. Asmarantaka (2012) berpendapat bahwa kompetitif adalah efisien, dengan demikian pemasaran agribisnis harus diciptakan kondisi yang menimbulkan persaingan yang sehat atau fair, sehingga semua partisipan akan memiliki kepuasan dari sistem yang ada. Beberapa indikator dalam menganalisis struktur pasar antara lain:
1. Pangsa pasar (Market share)
Pangsa pasar menggambarkan porsi atau bagian yang diterima oleh suatu perusahaan dari total penjualan pada suatu industri atau pasar. Pada pasar persaingan sempurna, perusahaan hanya memiliki sedikit pangsa pasar sehingga tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi harga pasar (Colman dan Young 1989). Market share penting dalam menganalisis kebijakan produksi dan harga dalam suatu perusahaan (Lee 2008). Pangsa pasar suatu perusahaan dapat dihitung dengan membagi jumlah penjualan suatu perusahaan dengan jumlah penjualan seluruh industri. Pangsa pasar seringkali menjadi indikator dalam menentukan kekuatan pasar (market power).
2. Konsentrasi pasar (Marketconcentration)
Variabel kunci dalam hampir seluruh pendekatan SCP adalah pengukuran konsentrasi pasar (market concentration). Konsentrasi pasar erat kaitannya dengan tingkat kompetisi yang tedapat dalam pasar, dimana kompetisi menandakan efisiensi. Konsentrasi pasar atau industri adalah situasi yang memperlihatkan derajat penguasaan pasar oleh perusahaan atau individu-individu yang berada dalam industri. Berikut ini adalah derajat penguasaan pasar jika dihubungkan dengan struktur pasarnya:
Sumber: Teguh (2010)
Perbedaan dalam tingkat konsentrasi pasar dapat berbeda-beda bahkan dalam satu struktur pasar. Oleh karena itu, dikenal istilah oligopoli lemah dan oligopoli kuat, karena perbedaan konsentrasi pasar yang relaif kecil namun masih dalam kategori oligopoli. Dalam struktur pasar monopoli, keadaan pasar sepenuhnya dikuasai oleh perusahaan tunggal sehingga derajat konsentrasi perusahaan dalam industrinya mencapai titik ekstrim yaitu 100 persen.
Hubungan terbalik antara tingkat konsentrasi pasar dengan tingkat kompetisi telah mendasari asumsi dari hipotesis SCP (Shaik et al. 2009). Tingkat
16
konsentrasi pasar yang tinggi menandakan bahwa terdapat kompetisi yang rendah dalam pasar. Hal ini juga menandakan bahwa peluang terjadinya kolusi lebih besar. Sehingga pasar dengan tingkat konsentrasi yang tinggi cenderung tidak efisien mengingat bahwa pasar bekerja dengan baik ketika pasar tersebut kompetitif (Waldman dan Jensen 2007).
Terdapat dua pengukuran yang berkembang dalam menganalisis konsentrasi pasar. Pengukuran yang pertama adalah concentration ratio (CR). Concentration ratio adalah share kumulatif dari K perusahaan terbesar dalam pasar, dimana beberapa nilai K adalah 4, 8, dan 12 (Waldman dan Jensen 2007). Pengukuran kedua adalah Herfindahl-Hirschman Index. Herfindahl-Hirschman Index
menghitung jumlah perusahaan dan ketidaksamaan dari market share perusahaan tersebut (Waldman dan Jensen 2007).
3. Hambatan masuk (Barriers to Entry)
Terdapat beberapa definisi dari hambatan masuk. Menurut Waldman dan Jensen (2007), hambatan masuk adalah segala faktor yang menghalangi perusahaan untuk masuk seketika. Menurut pemikiran seorang ekonom Joe Bain, terdapat empat elemen struktur pasar yang menandakan adanya hambatan masuk, yaitu economic of scale, keuntungan biaya absolut, kebutuhan biaya kapital, dan keuntungan diferensiasi produk (Waldman dan Jensen 2007). Metode yang seringkali digunakan dalam menganalisis hambatan masuk adalah MES atau
minimum efficiency scale yang menunjukkan output terkecil dari biaya rata-rata yang paling minimum.
Perilaku Pasar
Perilaku pasar merupakan suatu bentuk sikap, tindakan atau strategi individu yang terdapat dalam suatu pasar untuk mencapai tujuan masing – masing individu tersebut. Perilaku pasar menggambarkan hubungan penjual dengan penjual lainnya dan hubungan penjual dengan pembeli. Purcell (1979) dalam Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa perilaku pasar dapat berupa praktik penentuan harga, persaingan non harga, praktik advertensi, dan penambahan pangsa pasar. Perilaku pasar dan struktur pasar yang terbentuk dalam sebuah pasar akan menentukan bagaimana keragaan pasar tersebut. Dalam perilaku pemasaran juga terlihat kondisi kerjasama antar lembaga pemasaran dalam praktek fungsi pemasaran yang dilakukan (Dahl dan Hammond 1977).
17 1. Perusahaan atau individu dapat mempengaruhi harga (merupakan perilaku pasar) hanya jika produknya dijual dalam kondisi pasar yang tidak bersaing sempurna. Jika tidak, perusahaan hanya akan dapat menentukan seberapa banyak produk yang ingin mereka jual pada tingkat harga yang dibentuk dari kekuatan supply dan demand.
2. Kolusi yang sukses bergantung pada karakteristik struktural. Dua hal yang terpenting adalah jumlah perusahaan yang berkolusi dan pengurangan pendatang baru.
3. Diskriminasi harga membutuhkan paling tidak dua bentuk konsumen dengan elastisitas permintaan yang berbeda sehingga maksimisasi keuntungan pada kedua pasar tersebut berbeda.
Struktur pasar dapat menjadi awal yang menentukan dari kinerja yang dihubungkan dengan bentuk-bentuk dari perilaku pasar seperti diskriminasi pasar, peraturan yang mengikat, pembatasan untuk penjualan kembali, bahkan penetapan harga pada kolusi (Baldwin 1987). Terlihat dari pemaparan diatas bahwa dalam struktur pasar yang berbeda akan membentuk perilaku yang berbeda sehingga akan menghasilkan kinerja yang berbeda untuk setiap industri atau pasar.
Kinerja Pasar
Kinerja pasar (market performance) merupakan hasil atau pengaruh dari struktur pasar dan perilaku pasar dalam realita yang terlihat dari jumlah produk atau output, harga dan biaya pada pasar–pasar tertentu (Asmarantaka 2012). Harga merupakan variabel penting yang membedakan kinerja pasar industri yang bersaing secara sempurna dengan industri yang relatif tidak bersaing (Teguh 2010). Menurut Agustin et al. (2013), kinerja pasar termasuk didalamnya tingkat harga dan stabilitas harga pendek dan jangka panjang, tingkat keuntungan, biaya, efisiensi dan kuantitas serta kualitas komoditas pangan yang dijual. Harga yang terbentuk dipasar akan mempengaruhi besaran marjin dan juga farmer’s share. Kedua aspek tersebut akan menjadi indikator dalam menentukan apakah pasar berada dalam kondisi yang efisien, dilihat juga hubungannya dengan struktur dan perilaku pasar. Berikut ini adalah beberapa indikator dalam keragaan pasar yang digunakan untuk menganalisis efisiensi pemasaran:
1. Marjin pemasaran
18
Sumber: Asmarantaka (2012) Keterangan :
Pr = Harga di tingkat konsumen Pf = Harga di tingkat produsen
Sf = Penawaran di tingkat petani (Primary supply) Df = Permintaan di tingkat petani (Derived demand) Sr = Penawaran di tingkat pengecer (Derived supply) Df = Permintaan di tingkat pengecer (Primary demand) (Pr – Pf) = Marjin pemasaran
(Pr – Pf) Q r,f = Nilai marjin tataniaga
Q = Jumlah produk
Gambar grafik marjin pemasaran diatas memiliki asumsi yaitu pasar berupa pasar persaingan sempurna dan terdapat dua tingkat pasar yang berbeda yaitu di tingkat petani dan pengecer (retailer). Gambar tersebut menunjukkan definisi lain dari marjin pemasaran, yaitu merupakan harga dari kumpulan jasa-jasa dalam pemasaran, sebagai akibat dari adanya aktivitas produktif atau konsep nilai tambah (Asmarantaka 2012).
Pengertian ini dilihat dari pemahaman proses aliran pemasaran dan mengandung konsep derived supply dan derived demand. Derived demand
merupakan permintaan turunan, yaitu permintaan dari lembaga-lembaga pemasaran karena adanya primary demand. Dimana primary demand adalah kondisi yang menentukan respon dari konsumen akhir, sebagai permintaan awal dari proses pemasaran (Asmarantaka 2012). Perbedaan antara demand curve dan
derived demand curve mencerminkan biaya dari penambahan nilai tambah waktu, bentuk dan kepemilikan pada tiap tingkat pasar (Kohls dan Uhl 2002). Sedangkan
primary supply merupakan kondisi respon produsen (petani) sebagai penawaran awal dari proses pemasaran produk.
Terdapat dua tingkat harga pada kuantitas yang sama, dimana harga yang dihadapi konsumen (Pr) berbeda dengan harga yang berada pada tingkat petani (Pf). Perbedaan kedua tingkat harga tersebut menunjukkan besarnya marjin pemasaran. Besarnya marjin pemasaran ditunjukkan oleh besaran (Pr–Pf).
19 Sedangkan nilai marjin pemasaran merupakan perkalian antara (Pr – Pf) dengan (Qr, f).
2. Farmer’s share
Farmer’s share merupakan porsi nilai yang dibayar konsumen akhir yang diterima oleh petani dalam bentuk presentase (Asmarantaka 2012). Farmer’s
share merupakan salah satu indikator efisiensi pemasaran operasional. Farmer’s
share dilihat sebagai rasio harga produsen (farm value) dengan pengeluaran konsumen (consumer expenditure) untuk suatu produk. Menurut Kohls dan Downey (1972) dalam kasus peningkatan harga di tingkat konsumen, peningkatan
share yang diterima petani menunjukkan bahwa penyebab peningkatan harga memang diakibatkan dari harga di tingkat petani itu sendiri. Sedangkan penurunan
share yang diterima petani ketika harga di tingkat konsumen meningkat menunjukkan bahwa pedagang perantara mendapatkan keuntungan yang semakin besar dibandingkan petani.
3. Integrasi pasar vertikal
Integrasi pasar mencerminkan seberapa besar pengaruh pembentukan harga komoditi pada suatu pasar pada tingkat lembaga tertentu kepada harga di tingkat lembaga lainnya di pasar yang berbeda. Metodologi dalam mengevaluasi hubungan antara pasar yang terpisah secara geografis menjadi menarik diantara analis pasar (Garcia dan Salayo 2011).
Integrasi pasar dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu integrasi pasar vertikal dan integrasi pasar spasial. Integrasi pasar vertikal melihat keterkaitan antar dua harga pada pasar yang berbeda tingkatan lembaga pemasarannya. Sedangkan integrasi pasar spasial melihat keterkaitan antara dua harga pada pasar yang berbeda namun pada tingkatan lembaga pemasaran yang sama.
Terdapat beberapa pendekatan yang berkembang dalam analisis integrasi pasar vertikal. Pada awalnya pendekatan yang seringkali digunakan adalah analisis Indeks of Marketing Connection (IMC) dengan model Ravallion yang dikembangan oleh Ravallion pada tahun 1986. Model ini mengasumsikan bahwa harga di pasar lokal dipengaruhi oleh pasar lainnya (pasar acuan) dengan melihat harga di masa lalu dan harga di masa sekarang.
Namun, saat ini peneliti mulai menggunakan model vector autoregression
(VAR) dimana model ini dibangun dengan pertimbangan meminimalkan pendekatan teori dengan tujuan agar mampu menangkap fenomena ekonomi dengan baik (Widarjono 2013). Meminimalkan teori yang dimaksud adalah, dalam model ini tidak ditentukan variabel mana yang dipengaruhi dan mempengaruhi karena dianggap variabel-variabel tersebut saling mempengaruhi. Sehingga tujuan penggunaan model VAR ini ialah untuk mengetahui variabel mana yang lebih dulu mempengaruhi.
20
Kerangka Pemikiran Operasional
Ikan bandeng merupakan produk perikanan tambak yang memiliki produksi cukup tinggi. Kegiatan produksi ikan bandeng didominasi oleh petani kecil atau
smallholder. Dalam sistem pemasaran ikan bandeng, petani cenderung berperan sebagai penerima harga (price taker) dan tidak memiliki posisi tawar menawar (bargaining power) yang cukup kuat. Harga yang diterima petani tidak mengikuti pola pegerakan harga di tingkat konsumen. Kondisi tersebut menjadi dasar hipotesis bahwa terdapat disintegrasi pada dua tingkat pasar vertikal dalam pemasaran ikan bandeng. Kondisi pasar yang tidak terintegrasi dengan baik menunjukkan bahwa pasar ikan bandeng belum berjalan dengan efisien. Salah satu ciri pasar yang efisien adalah harga dapat ditransmisikan dari pasar konsumen ke pasar produsen secara terintegrasi dan sebaliknya.
Secara teoritis, pasar yang efisien adalah pasar yang bersaing (kompetitif). Idealnya pasar yang bersaing adalah struktur pasar persaingan sempurna. Jika struktur pasar yang berlaku adalah persaingan sempurna maka harga ditentukan oleh mekanisme pasar, tidak ada perusahaan atau individu yang mampu mempengaruhi pasar. Indikator yang digunakan untuk menganalisis struktur pasar yang terjadi antara lain pangsa pasar, konsentrasi pasar dan hambatan masuk pasar. Struktur pasar yang terbentuk akan berpengaruh pada perilaku pasar. Perilaku pasar mencerminkan bagaimana sebuah lembaga berperilaku. Dalam struktur pasar yang bersaing, maka perilaku dari perusahaan atau individu tidak dapat mempengaruhi harga di pasar. Dalam menganalisis perilaku pasar beberapa hal yang diamati adalah praktek fungsi pemasaran, mekanisme penentuan harga dan sistem pembayaran.
21
Kondisi pemasaran yang kurang efisien
Marjin pemasaran ikan bandeng yang tinggi serta farmer’s share rendah akibat kurangnya bergaining power
Pergerakan harga di tingkat konsumen tidak diikuti oleh pergerakan harga di tingkat produsen
Bagaimana struktur, perilaku dan kinerja pemasaran ikan bandeng di Jawa Barat
Struktur pasar 1. Konsentrasi pasar 2. Hambatan masuk pasar
Perilaku pasar
1. Praktek fungsi pemasaran 2. Mekanisme penentuan
harga
3. Sistem pembayaran Kinerja pasar
1. Efisiensi Operasional Margin Pemasaran Farmer’s share 2. Efisiensi Harga
Integrasi pasar
Efisiensi pemasaran
Saran dan rekomendasi
Alur pemikiran Mempengaruhi
Peubah yang diteliti
22
4
METODE
Lokasi dan Waktu
Lokasi penelitian dilakukan dengan metode purposive. Penelitian dilakukan di Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan salah satu penghasil ikan bandeng ketiga terbesar setelah Sulawesi Selatan dan Jawa Timur. Selain itu, provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan penduduk terbesar di Pulau Jawa.
Kabupaten yang ditetapkan sebagai fokus utama kajian adalah Kabupaten Karawang dan Kabupaten Indramayu yaitu daerah yang menjadi sentra penghasil ikan bandeng di Provinsi Jawa Barat. Berikut ini adalah produksi ikan bandeng di Jawa Barat berdasarkan Kabupaten.
Tabel 2 Produksi ikan bandeng di Jawa Barat
Kabupaten Produksi (ton) Persentase (%)
Kabupaten Tasikmalaya 21.3 0.03
Kabupaten Cirebon 2 213.75 3.35
Kabupaten Indramayu 36 285.71 54.86
Kabupaten Subang 4 366.49 6.60
Kabupaten Karawang 17 058.25 25.79
Kabupaten Bekasi 6 172.08 9.33
Kota Cirebon 28.08 0.04
Total 66 145.66 100.00
Sumber: KKP (2014)
Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa produksi ikan bandeng tertinggi terdapat pada kabupaten Indramayu dan Kabupaten Karawang. Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Karawang menyumbang sebesar 80.64 persen dari seluruh total produksi ikan bandeng di Jawa Barat. Sedangkan pemilihan lokasi kecamatan dan desa penelitian juga dipertimbangkan berdasarkan produksi tertinggi. Kecamatan yang terpilih menjadi lokasi penelitian adalah Kecamatan Tirtajaya di Kabupaten Karawang dan Kecamatan Cantigi di Kabupaten Indramayu. Kecamatan Tirtajaya memproduksi 29.87 persen dari total produksi ikan bandeng di Kabupaten Karawang. Sedangkan Kecamatan Cantigi menyumbang 32.01 persen dari total produksi perikanan tambak di Kabupaten Indramayu. Total produksi dari masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Pemilihan sampel desa penelitian didasarkan dari lokasi desa yang merupakan daerah pesisir dimana lokasi tambak berada.
23 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang di desain khusus untuk penelitian ini. Pengumpulan data primer dilakukan langsung oleh peneliti melalui wawancara secara mendalam kepada petani sampel dan lembaga-lembaga pemasaran terkait. Wawancara menggunakan kuesioner dan dibimbing oleh peneliti tanpa melakukan intervensi.
Selain itu, peneliti juga melakukan observasi. Observasi atau pengamatan dilakukan dengan mengamati langsung rantai pemasaran ikan bandeng sehingga didapat gambaran yang jelas mengenai pemasaran ikan bandeng di Jawa Barat. Data sekunder didapat melalui media seperti internet atau Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Karawang, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, dan BPS Jawa Barat.
Metode Pengumpulan Data
Responden yang dipilih dalam penelitian adalah petani, dan lembaga– lembaga pemasaran serta pengolah. Pengambilan sampel petani dilakukan secara
purposive. Setelah itu penentuan lembaga pemasaran selanjutnya dilakukan dengan menggunakan metode snowball sampling. Snowball Sampling merupakan metode pengambilan sampel dimana satuan sampling dipilih atau ditentukan berdasarkan informasi dari responden sebelumnya (Setiawan 2005).
Metode Analisis Data
Metode pengolahan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.Analisis kualitatif dilakukan untuk mendeskripsikan perilaku pasar. Analisis kuantitatif digunakan untuk menentukan struktur pasar dan kinerja pasar. Pengolahan data kuantitatif menggunakan software Microsoft Excel dan Eviews.
Analisis Struktur Pasar
Analisis yang dilakukan terhadap struktur pasar yaitu pangsa pasar, konsentrasi pasar, dan hambatan masuk pasar (Kohls dan Uhl 2002). Struktur pasar dianalisis secara deskriptif kuantitatif yaitu dengan mengamati pangsa pasar,konsentrasi pasar, serta hambatan lembaga pemasaran masuk pasar. Analisis struktur pasar bertujuan untuk mengetahui apakah pasar ikan bandeng cenderung mengarah pada pasar persaingan sempurna atau pasar persaingan tidak sempurna yang akan mempengaruhi perilaku dan kinerja pasar. Pada penelitian ini struktur pasar yang diamati adalah struktur pasar ikan bandeng tingkat pedagang besar dan petani.
1. Analisis pangsa pasar
24
Four Firm Concentration Ratio (CR4). Nilai CR4 mendekati 0 diindikasikan berada pada pasar yang memiliki banyak penjual, yang memberikan peningkatan banyaknya persaingan antar produsen untuk menjualnya ke konsumen. Namun, jika nilai CR4 mendekati 1 diindikasikan pasar mengalami sedikit persaingan (pasar terkonsentrasi) antar produsen untuk menjualnya ke konsumen (Baye dan Prince 2013). Berikut ini adalah rumus perhitungan pangsa pasar:
Keterangan :
Market Share = Pangsa pasar pedagang ikan bandeng (persen) Sn = Penjualan ikan bandeng pedagang ke-n (kg/bulan)
SA = Total penjualan ikan bandeng di Pelabuhan Pendaratan Ikan (kg/bulan)
Analisis pangsa pasar dilakukan di tingkat pedagang besar untuk melihat struktur pasar ikan bandeng di Jawa Barat secara keseluruhan. Pedagang besar ikan bandeng berada di pasar Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke dan Muara Baru di Jakarta. Selain menghitung pangsa pasar di tingkat pedagang besar, perhitungan pangsa pasar juga dilakukan di tingkat petani.
2. Konsentrasi pasar
Dalam menganalisis konsentrasi pasar, digunakan analisis Four Firm Concentration Ratio (CR44). Nilai CR4 mendekati 0 diindikasikan berada pada pasar yang memiliki banyak penjual, yang memberikan peningkatan banyaknya persaingan antar produsen untuk menjualnya ke konsumen. Namun, jika nilai CR4 mendekati 1 mengindikasikan bahwa pasar mengalami sedikit persaingan (pasar terkonsentrasi) antar produsen untuk menjualnya ke konsumen (Baye 2010). Berikut ini adalah CR4 secara matematis:
Keterangan :
CR4 = Konsentrasi rasio
S1 = Penjualan pedagang ikan bandeng 1 (kg/hari) S2 = Penjualan pedagang ikan bandeng 2 (kg/hari) S3 = Penjualan pedagang ikan bandeng 3 (kg/hari) S4 = Penjualan pedagang ikan bandeng 4 (kg/hari)
Sama halnya dengan analisis pangsa pasar, analisis konsentrasi pasar juga dilakukan di tingkat pedagang besar yaitu pada pasar PPI Muara Angke dan Muara Baru di Kota Jakarta. Selain itu, analisis konsentrasi pasar juga dilakukan di tingkat petani Jawa Barat.
3. Hambatan keluar dan masuk pasar
25 bandeng yang masuk kedalam pasar pelabuhan pendaratan ikan (PPI). Jika nilai MES lebih besar dari 10 persen mengindikasikan bahwa terdapat hambatan masuk pada pasar. Jika hambatan masuk tinggi maka tingkat persaingannya sangat rendah. Sehingga pasar akan berada pada kondisi kurang efisien.
Keterangan:
MES = Minimum Efficiency Scale Analisis Perilaku Pasar
Perilaku pasar dapat dilihat dari bentuk–bentuk strategi dan reaksi dalam hubungan kompetitif antara individu lainnya dalam mencapai tujuan pemasaran. Dalam penelitian ini terdapat tiga indikator yang akan digunakan untuk menganalisis perilaku pasar, yaitu: praktek fungsi pemasaran, mekanisme penentuan harga, dan sistem pembayaran.
Analisis Kinerja Pasar
Kinerja pasar dianalisis dengan melihat harga serta biaya yang terbentuk di pasar. Harga dan biaya tersebut akan mempengaruhi marjin pemasaran dan
farmer’s share sebagai salah satu indikator dalam efisiensi operasional. Selain itu, hubungan antar pasar juga dianalisis menggunakan konsep integrasi pasar sebagai indikator dalam efisiensi harga.
1. Marjin dan Biaya
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1982), biaya pemasaran merupakan total dari biaya–biaya yang dikeluarkan oleh tiap–tiap lembaga pemasaran dalam melakukan aktivitas yang bernilai tambah. Berikut ini adalah penjelasan biaya pemasaran secara matematis:
Bp = Bp1 + Bp2 + ... + Bpn Keterangan:
Bp = Biaya pemasaran ikan bandeng
Bp1, Bp2..Bpn = Biaya pemasaran tiap lembaga pemasaran ikan bandeng Bpn = Biaya pemasaran ikan bandeng lembaga pemasaran ke-n
Hanafiah dan Saefuddin (1982) menyatakan bahwa marjin pemasaran didefinisikan sebagai perbedaan antara berapa harga yang dibayar konsumen dan berapa harga yang diterima oleh produsen untuk suatu produk. Marjin pemasaran terbagi atas marjin pemasaran total dan marjin pemasaran di tingkat lembaga pemasaran. Marjin pemasaran total juga dapat dihitung dengan menjumlahkan marjin pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran (Asmarantaka 2012). Marjin pemasaran total dapat dihitung secara absolut maupun persentase. Marjin pemasaran total secara absolut dirumuskan :
MT = ∑ Mn = Pr - Pf Keterangan:
26
Pr = Harga ikan bandeng di tingkat konsumen
Mn = Marjin pemasaran ikan bandeng pada lembaga pemasaran ke-n
Sedangkan majin pemasaran dalam bentuk persentase seringkali digunakan sebagai indikator efisiensi dalam pemasaran karena lebih mudah untuk dibandingkan. Persentase marjin pemasaran dapat dihitung dengan rumus :
Keterangan:
MT = Marjin pemasaran total
Pf = Harga ikan bandeng di tingkat petani Pr = Harga ikan bandeng di tingkat konsumen
Keuntungan adalah selisih antara total penerimaan dan total biaya yang digunakan (Soekartawi 1998). Secara matematis keuntungan pemasaran tiap lembaga pemasaran dijabarkan sebagai berikut:
Keterangan:
Kpn = Keuntungan lembaga pemasaran ke-n
Pbn = Harga beli ikan bandeng lembaga pemasaran ke-n Psn =Harga jual ikan bandeng lembaga pemasaran ke-n Bpn = Biaya pemasaran ikan bandeng
2. Farmer’s share
Farmer;s share merupakan rasio harga di petani dengan harga di retailer. Berikut ini rumus farmer’s share secara matematis:
Keterangan:
Fs = Farmer’s share
Pf = Harga ikan bandeng di tingkat petani Pr = Harga ikan bandeng di tingkat konsumen
Saluran pemasaran dianggap relatif lebih efisien apabila saluran pemasaran tersebut memiliki nilai presentase marjin pemasaran yang relatif rendah serta bagian yang diterima petani (farmer’s share) relatif lebih tinggi.
3. Integrasi Pasar Vertikal