11
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Karakteristik Produk (
product characteristics)
Menurut Kottler & Keller (2006), karakteristik produk adalah kondisi yang berbeda dari suatu produk dibandingkan para pesaingnya yang dapat ditawarkan kepada konsumen untuk memenuhi kebutuhan. Setiap produk memiliki karakteristik yang berbeda-beda, dan setiap produsen selalu berusaha menciptakan produk yang memiliki karakteristik tersendiri sehingga konsumen memiliki persepsi khusus terhadap produk tersebut. Banyaknya variasi produk yang ditawarkan oleh suatu perusahaan merupakan langkah untuk menghadapi persaingan dalam merebut pangsa pasar. Dalam industri otomotif yang semakin berkembang ini, mobil sudah menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menawarkan berbagai macam variasi dan tipe, tentunya akan konsumen akan memiliki banyak pilihan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Produsen juga harus jeli dalam menangkap selera pasar lalu menuangkannya dalam produk yang dihasilkan dengan karakteristik sesuai apa yang konsumen inginkan, sehingga bisa disebut karakteristik produk merupakan salah satu faktor penting yang membuat produk tersebut diterima oleh pasar.
memenuhi tujuan yang lebih besar. Dengan kata lain, karakteristik produk adalah suatu pola yang akan menentukan suatu produk layak untuk di konsumsi atau tidak. Dalam industri otomotif, tiap produsen kendaraan berlomba-lomba dalam menciptakan suatu produk baru dan bertujuan untuk meraih pangsa pasar. Perusahaan yang dapat menciptakan suatu produk dengan memiliki kelebihan pada karakteristik produknya, merupakan nilai tambah yang akan membantu perusahaan dalam mencapai tujuannya. Perusahaan pasti sudah menentukan target konsumennya, sepertinya halnya PT. NMI melalui produknya Nissan Livina yang memiliki beberapa tipe dan variasi sehingga bisa masuk kedalam beberapa segmen kendaraan dan tentunya disesuaikan dengan selera dan kebutuhan dari target konsumennya.
2.2 Persepsi Harga (
price perception
)
muncul penafsiran (interpretasi) yang merupakan pemaknaan dari apa yang diterima oleh seseorang tersebut.
Strategi harga dapat menentukan bagaimana konsumen mengkategorikan harga dari suatu merek (apakah rendah, sedang, atau tinggi), dan bagaimana perusahaan atau seberapa fleksibel mereka dalam memikirkan harga (Keller, 2008). Menurut Keller (2008) konsumen selalu mengurutkan merek berdasarkan tingkatan harga dalam kategori produk. Misalnya kategori mobil dimana pasti ada hubungan antara harga dan kualitas. Mobil yang harganya semakin mahal pasti kualitas juga semakin bagus, dan ada beberapa merek mobil yang sudah tertanam di benak konsumen bila melihat dari harga dan kualitasnya, contohnya Mercedes Benz, BMW, Jaguar, dan lain sebagainya. Dalam tingkatan harga, terdapat area dimana sebuah harga dapat diterima, disebut price bands, yang menunjukkan fleksibilitas dan pemasar dapat menerapkan harga pada merek ke dalam tingkatan tersebut. Beberapa perusahaan menjual beberapa merek agar dapat berkompetisi di beberapa kategori.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap kewajaran suatu harga. Pertama, perception of price differences (Nagle & Hogan, 2006), pembeli cenderung untuk melakukan evaluasi terhadap perbedaan harga antara harga yang ditawarkan terhadap harga dasar yang diketahui. Faktor lain yang mempengaruhi persepsi terhadap kewajaran suatu harga adalah Price references (Schiffman & Kanuk, 2000) yang dimiliki oleh pelanggan yang didapat dari pengalaman sendiri (Internal Price) dan informasi luar yaitu iklan dan pengalaman orang lain (external
references prices).
2.3 Kesadaran akan Merek (
brand awareness
)
Membangun brand awareness adalah cara untuk memastikan konsumen potensial untuk mengetahui masuk kategori apa merek itu bersaing (Keller & Davey, 2001) dalam (Romaniuk, Sharp, Paech & Driesener, 2004). Menurut Aaker (1991), brand awareness sebagai salah satu kunci pilar ekuitas merek. Dan menurut Rossiter
dan Percy (1991) bahwa brand awareness adalah langkah pertama dalam membangun merek.
Brand awareness menurut Kotler (p.268, 2006) adalah kesanggupan seorang
calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Peran brand awareness pada brand equity tergantung pada tingkat pencapaian kesadaran di benak konsumen, dan tingkatan brand awareness dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Top of Mind (puncak pikiran)
Top of mind merupakan merek pertama kali disebut atau diingat oleh
responden ketika yang bersangkutan ditanya tentang suatu kategori produk. Jawaban untuk pertanyaan top of mind hanya boleh satu seperti: sebutkan satu merek mobil yang muncul di benak anda.
b. Brand Recall (pengingat kembali merek)
Brand recall atau pengingatan kembali merek menggambarkan merek-merek
disebut, jawaban untuk pertanyaan brand recall bisa lebih dari satu tanpa diberikan bantuan.
c. Brand Recognition (pengenalan merek)
Brand recognition merupakan pengukuran brand awareness responden
dimana kesadarannya diukur dengan memberikan bantuan dengan menyebutkan ciri-ciri dari produk merek tersebut.
d. Brand Unaware (tidak menyadari merek)
Pengukuran brand unaware merupakan pegukuran brand awareness responden dimana responden tidak mengenal sama sekali atau tidak tahu mengenai suatu produk.
Kesadaran merek berada pada rentang antara perasaan yang tak pasti terhadap pengenalan suatu merek sampai dengan perasaan yakin bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya dalam kelas produk yang bersangkutan. Jika suatu merek menjadi satu-satunya merek yang diingat oleh responden, berarti merek tersebut memiliki awareness yang tinggi dan disebut dominant brand. Agar suatu merek baru dapat diterima, harus dikembangkan kesadaran atas merek tersebut dan mengasosiasikan dengan kelas produk tertentu. Brand awareness memberikan familiaritas yang bisa mempengaruhi pembelian untuk sejumlah produk low involvement dan membantu menentukan merek-merek mana yang diperhitungkan
2.3.1 Keuntungan
Brand Awareness
Menurut Keller (2008), ada tiga keuntungan dalam menciptakan brand awareness, yaitu sebagai berikut:
a. Learning advantages
Brand awareness mempengaruhi kekuatan sebuah asosiasi/perusahaan yang
akan menciptakan brand image. Untuk menciptakan brand image, tenaga pemasar harus memunculkan merek ke dalam memori konsumen terlebh dahulu. Langkah itu juga merupakan langkah pertama dalam menciptakan brand equity. Jika elemen merek yang tepat dipilih, maka tugas selanjutnya
akan lebih mudah.
b. Consideration advantages
Meningkatkan brand awareness meningkatkan juga kemungkinan bahwa merek tersebut akan masuk dalam pertimbangan pembelian, termasuk dalam beberapa merek yang menjadi pertimbangan serius untuk dibeli oleh konsumen. Karena biasanya konsumen hanya mempertimbangkan beberapa merek untuk pembelian, jadi harus bisa memastikan bahwa merek tersebut masuk dalam pertimbangan pembelian dan membuat merek lain cenderung kurang dianggap atau diingat.
c. Choice advantages
besar apabila merek yang masuk dalam pertimbangan pembelian hanya sedikit dan pengetahuan akan salah satu merek lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya.
2.3.2 Menciptakan
Brand Awareness
Menciptakan brand awareness berarti meningkatkan keakraban merek melalui pemaparan yang berulang-ulang, meskipun hal ini biasanya lebih efektif untuk pengenalan merek daripada untuk mengingat merek. Semakin banyak pengalaman konsumen dengan suatu merek, seperti dengan melihat, mendengar, atau memikirkannya, semakin besar kemungkinan ia menanamkan merek ke memori dengan kuat. Dengan demikian, melalui nama merek, simbol, logo, karakter, kemasan, atau slogan termasuk iklan dan promosi, sponsor, kegiatan pemasaran, publisitas, humas dan periklanan, sedikit banyak akan meningkatkan kesadaran dan familiaritas sebuah merek. Ditambah dengan unsur-unsur pemasaran yang baik tentunya akan lebih memperkuat.
Pengulangan meningkatkan pengenalan lebih jauh, tetapi meningkatkan brand recall juga membutuhkan hubungan dalam memori untuk kategori produk yang
menjalin hubungan yang kuat dengan kategori produk yang sesuai atau pembelian yang relevan (untuk brand recall).
2.4 Minat
Pembelian
(
purchase intention
)
Menurut Belch dan Belch (2007, p.119) minat pembelian adalah menyesuaikan motif pembelian dengan atribut dan karakter dari merek (termasuk didalamnya, motivasi, persepsi, attitude formation, dan integrasi. Konsumen memiliki lima sub-keputusan sebelum menentukan pembelian, yaitu brand, dealer, quantitiy, timing, dan cara pembayaran. Pembelian untuk produk yang digunakan
setiap hari melibatkan lebih sedikit keputusan dan pertimbangan (Kotler dan Keller, 2006)
memuaskan dari perspektif dia sendiri. Tahapan terakhir adalah tahap di mana konsumen memutuskan untuk membeli atau tidak membeli produk.
Solomon (2004) membagi 5 (lima) tahapan dalam pengambilan keputusan konsumen, seperti pada Gambar berikut ini.
Sumber:Michael R. Solomon (2004). Consumer Behavior – Buying, Having and Being, 6th Edition. New Jersey: Pearson Education International, pg.293
Gambar 2.1. Stages in Consumer Decision Making
Secara umum, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi konsumen dalam tahap pengambilan keputusan pembelian, yaitu:
1. Pengaruh bauran pemasaran: produk, harga, promosi, tempat.
2. Pengaruh psikologis: motivasi, kepribadian, persepsi, pembelajaran, nilai, kepercayaan, sikap, dan gaya hidup.
3. Pengaruh sosial budaya: pengaruh individu, grup referensi, keluarga, kelas sosial, budaya, sub-budaya.
4. Pengaruh situasional: fungsi pembelian, lingkungan sosial, lingkungan fisik, efek temporer.
Product Choice
Outcomes
Evaluation of Alternatives Information Search
Dalam mengambil keputusan pembelian, konsumen juga cenderung menghubungkan tipe dari produk dengan tipe konsumen itu sendiri (Solomon, 2004), yang terbagi atas:
1. Self-concept attachment; produk membantu membangun identitas pengguna
2. Nostalgic attachment; produk membawa/mengingatkan kembali memori masa lalu
3. Interdependence; produk merupakan bagian dari rutinitas pengguna sehari-hari 4. Love; produk membawa ikatan emosional bagi pengguna
Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi diantara merek-merek yang masuk dalam pilihan. Konsumen juga bisa membentuk minat pembelian untuk membeli merek yang disukai. Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi minat beli dan keputusan untuk membeli sebuah produk (Kotler, 1994), yaitu:
1. Sikap konsumen lain, dimana terdapat tingkatan sikap konsumen (pihak ketiga) lain yang akan mempengaruhi preferensi konsumen yang berminat untuk membeli sebuah produk:
a. Intensitas dari sikap negatif konsumen lain (pihak ketiga) terhadap preferensi dari alternatif konsumen yang berminat untuk membeli sebuah produk.
b. Motivasi konsumen untuk menyetujui sikap konsumen lain (pihak ketiga) tersebut.
mengambil keputusan, faktor situasional tersebut mampu merubah minat pembelian.
Keputusan konsumen untuk menunda atau membatalkan pembelian sangat dipengaruhi oleh resiko-resiko. Harga yang mahal tentu memiliki resiko dalam pembelian. Konsumen tidak bisa yakin dengan hasil pembeliannya, sehingga menghasilkan kecemasan. Konsumen bisa melakukan rutinitas untuk mengurangi resiko tersebut, seperti menghindari keputusan yang terlalu cepat dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai merek tersebut. Pemasar harus memahami faktor-faktor yang memicu munculnya kecemasan pada konsumen dan memberikan informasi dan dukungan yang akan mengurangi resiko yang dirasakan.
2.5 Model Konseptual dan Hipotesis
2.5.1 Model Konseptual
Gambar 2.2. Model Konseptual
2.5.2 Hipotesis
Minat beli konsumen terhadap suatu produk dapat terwujud setelah individu-individu konsumen menerima produk yang sesuai dengan harapan mereka. Beberapa faktor yang mempengaruhi minat beli pelanggan antara lain adalah karakteristik produk, persepsi akan harga produk itu sendiri, dan tingkat kesadaran akan merek. Dalam merumuskan hubungan antara karakteristik produk, persepsi harga, kesadaran merek terhadap minat pmebelian dapat dilihat melalui penjelasan dibawah ini:
Pentingnya karakteristik produk khususnya pada produk otomotif menyebabkan perusahaan berusaha untuk selalu konsisten dengan trend yang ada termasuk dalam penambahan fitur dan mendesain tampilan agar lebih fresh dan tidak ketinggalan jaman. Hal ini juga dimaksudkan agar konsumen tertarik dengan mobil yang dipasarkan sehingga mengambil keputusan untuk membeli. Dalam model rerangka penelitian ditunjukkan adanya hubungan langsung antara karakteristik
produk dengan persepsi harga dari konsumen. Penambahan dan perbaikan fitur dianggap penting oleh konsumen karena konsumen sangat mengandalkan nilai dan manfaat mobil dalam menunjang aktivitas mereka. Tetapi apakah karakteristik produk yang dimiliki sebuah mobil akan berpengaruh pada persepsi harga oleh konsumen. Bisa saja dengan beragam fitur yang ditawarkan sebuah mobil, konsumen akan beranggapan bahwa harga mobil tersebut akan semakin mahal, begitu pula sebaliknya, semakin minim fitur yang dimiliki sebuah mobil bisa jadi konsumen akan beranggapan harga mobil tersebut haruslah lebih murah.
Hipotesis 1: Karakteristik produk memiliki pengaruh positif terhadap persepsi harga
konsumen.
Karakteristik produk akan membentuk kesadaran merek dari suatu produk dimata konsumen. Karakteristik dari suatu produk dapat menentukan nilai dari produk tersebut sehingga konsumen akan memiliki kesadaran akan merek dari produk tersebut dan tentunya berpengaruh langsung kepada minat beli konsumen dan loyalitas mereka kepada produk yang diberikan perusahaan. Karakteristik produk yang positif akan meningkatkan kesadaran akan merek dan mendorong keputusan pembelian dan menciptakan loyalitas terhadap produk yang ditawarkan. Setiap mobil dari merek yang berbeda-beda pasti memiliki karakteristik yang berbeda pula, hal inilah yang menjadi bahan pertimbangan konsumen dalam memilih mobil. Terkadang konsumen sudah hapal dengan karakteristik suatu mobil sehingga menjadi loyal dalam satu merek saja. Jadi karakteristik suatu mobil sudah tentu akan menciptakan brand awareness dari merek mobil tesebut.
Berdasarkan asumsi tersebut, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 2: Karakteristik produk memiliki pengaruh positif terhadap kesadaran atas
merek.
konsumen itu sendiri. Dikarenakan adanya keterikatan emosional, pengalaman yang memuaskan atas produk yang digunakan, rasa kepercayaan yang besar kepada suatu merek, latar belakang historis dan faktor-faktor lain yang menyebabkan konsumen memiliki minat beli yang besar terhadap suatu produk. Faktor-faktor tersebut sedikit banyak mempengaruhi minat beli konsumen, yang pada akhirnya mempengaruhi loyalitas konsumen.
Berdasarkan asumsi tersebut, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 3: Kesadaran atas merek memiliki pengaruh positif terhadap minat beli
pelanggan.
kapasitas mesin, kecepatan, dan fitur-fitur keselamatan. Lalu muncul mobil yang masuk dalam segmen low, seperti contohnya Toyota Avanza, Daihatsu Xenia, Suzuki APV, dan lain-lain, yang merupakan mobil keluarga dengan kapasitas tujuh orang penumpang tetapi harga yang ditawarkan sangat terjangkau. Bisa dilihat mobil-mobil dari segmen inilah yang memadati jalanan di Indonesia saat ini.
Berdasarkan asumsi tersebut, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 4: Persepsi atas harga memiliki pengaruh positif terhadap minat beli
konsumen.
Berdasarkan asumsi tersebut, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 5: Karakteristik produk memiliki pengaruh positif terhadap minat beli
konsumen.