• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagian DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ABSES PERITONSIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bagian DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ABSES PERITONSIL"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher

Fakultas Kedokteran Univer sitas Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang

1

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

ABSES PERITONSIL

Novialdi, Jon Prijadi

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher

Fakult as Kedokt er an Univer sit as Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang

Abstr ak

Latar belakang : Abses peritonsil mer upakan salah satu abses leher dalam yang dapat menyebabkan komplikasi

sehingga diper lukan penatalaksanaan yang optimal. Tujuan : Dengan mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan yang optimal dapat mencegah ter jadinya komplikasi abses per itonsil. Tinjauan Pustaka : Diagnosis pasti abses peritonsil ditegakkan dengan ditemukannya pus pada saat melakukan aspir asi. Ada beber apa car a dalam penatalaksanaan ber upa aspir asi dengan jar um, insisi abses , drainase dan antibiotik diser tai tindakan tonsilektomi. Kesimpulan : Abses per itonsil ber awal dari infeksi pada kr ipta tonsil per ifer yang menembus kapsul, mengisi daerah potensial di antar a kapsul dan otot konstriktor super ior . Saat ini penanganan abses peritonsil yang standar dilakukan ber upa aspir asi dengan jarum, insisi, dr ainase dan antibiotika ser ta tindakan operasi ber upa tonsilektomi. Penatalaksanaan yang baik dan optimal akan mampu mencegah timbulnya komplikasi.

Kata kunci : Abses leher dalam, abses peritonsil, tonsilektomi

Abstract

Background: Per it onsillar abscess is one of t he neck abscess t hat can cause complicat ions w hich is r equir ed an opt imal t r eat ment . Purpose :By diagnosis and opt imal t r eat ment may pr event per it onsillar abscess complicat ion. Review : Definit ive diagnosis depends on det ect ing pus in per it onsillar abscess at t he t ime of aspir at ion. Ther e ar e sever al t r eat ment for m such a needle aspir at ion, abscess incision, dr ainage and ant ibiot ics follow ed by t onsillect omy. Conclusion: Per it onsillar abscess or iginat ed fr om infect ion of t he t onsil cr ypt e penet r at e per ipheral capsule, fill t he pot ent ial r egion betw een t he capsule and t he super ior const r ict or muscle. Cur r ent ly t he standar d t r eat ment of per it onsillar abscess per for med a needle aspir at ion, incision, dr ainage and ant ibiot ics and sur gical t r eat ment of t onsillect omy. Right and opt imal management can pr event t he complicat ion.

Key wor d : Deep neck abscess, per it onsillar abscess, t onsillect omy

Pendahuluan

Abses per itonsil atau Quinsy merupakan suatu infeksi akut yang diikuti dengan terkumpulnya pus pada jaringan ikat longgar antar a m.konstr iktor faring dengan tonsil pada fosa tonsil.1 Infeksi ini menembus kapsul tonsil (biasanya pada kutub atas). Abses per itonsil mer upakan infeksi pada tenggor ok yang seringkali mer upakan komplikasi dari tonsilitis akut.2

Abses per itonsil mer upakan infeksi pada kasus kepala leher yang sering ter jadi pada orang dewasa. Timbulnya abses peritonsil dimulai dari infeksi super fisial dan ber kembang secara pr ogresif menjadi tonsilar selulitis. Komplikasi abses per itonsil yang mungkin ter jadi antara lain per luasan infeksi ke parafar ing, mediastinitis, dehidrasi, pneumonia, hingga infeksi ke intrakr anial berupa thr ombosis sinus kaver nosus, meningitis, abses otak dan obstruksi jalan nafas2.

Penyakit-penyakit infeksi pada tenggor ok telah diketahui sejak abad ke dua Masehi oleh Ar et aues of Cappadocia. Pada abad ke 2 dan 3 sebelum Masehi, ia mener angkan tentang dua tipe penyakit pada tonsil yaitu pembengkakan tonsil tanpa ulser asi dan pembengkakan tonsil dengan obstr uksi jalan nafas. Beberapa kepustakaan menjelaskan bahw a abses per itonsil yang kita kenal sekarang ini per tama kali dikemukakan pada aw al tahun 1700-an.1

Keker apan

Abses per itonsil sering mengenai or ang dew asa pada usia 20 sampai 40 tahun. Pada anak jar ang ter jadi, kecuali yang mengalami gangguan penyakit kekebalan

tubuh, tetapi pada anak infeksi dapat menyebabkan gangguan obstr uksi jalan nafas. Per sentase efek gangguan jalan nafas sama pada anak laki-laki dan perempuan.3

Pada umumnya infeksi di bagian kepala leher ter jadi pada or ang dewasa. Insiden abses peritonsil di A.S ter jadi 30 per 100.000 orang/ tahun.3 Dikutip dari Hanna BC3, Her zon melapor kan data insiden ter jadinya abses peritonsil; 1/ 6500 populasi atau 30.1/ 40.000 orang per tahun di Amer ika Ser ikat. Di Ir landia Utara dilapor kan 1 per 10.000 pasien per tahun, dengan rata-r ata usia 26.4 tahun.4

Anatomi

(2)

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher

Fakultas Kedokteran Univer sitas Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang

2

Cincin Waldeyer mer upakan jaringan limfoid yang

mengelilingi faring. Cincin Waldeyer ter dir i atas susunan kelenjar limfa yang ter dapat di dalam r ongga mulut yaitu tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil faring (adenoid), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (later al band dinding far ing/ Ger lach’s tonsil).5 Tonsil palatina adalah suatu masa jaringan limfoid yang ter letak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut or ofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofar ingeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil.5

Permukaan sebelah dalam tonsil atau permukaan yang bebas, tertutup oleh membran epitel skuamosa ber lapis yang sangat melekat. Epitel ini meluas ke dalam kantung atau kripta yang membuka ke permukaan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsil, daerah yang kosong di atasnya dikenal sebagai fosa supratonsil. Bagian luar tonsil terikat longgar pada m.konstriktor faring super ior , sehingga ter tekan setiap kali menelan. Muskulus palatoglosus dan m.palatofar ingeus juga menekan tonsil. Tonsil ter letak di lateral or ofar ing, dibatasi oleh: 6

Gambar 2 : Potongan sagital tonsil 5

 Lateral : m.konstriktor far ing superior

 Anterior : m.palatoglosus

 Posterior : m.palatofar ingeus

 Superior : palatum mole

 Infer ior : tonsil lingual

Fosa Tonsil

Fosa tonsil atau sinus tonsil yang di dalamnya ter letak tonsil palatina, dibatasi oleh otot-otot or ofaring, yaitu batas anterior adalah muskulus palatoglosus atau disebut pilar posterior, batas later al atau dinding luar nya adalah muskulus konstr iktor faring super ior . 6

Pilar anterior mempunyai bentuk seper ti kipas pada r ongga mulut, mulai dari palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot ver tikal yang ke atas mencapai palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkor ak dan ke arah baw ah meluas hingga dinding lateral esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus hati-hati agar pilar posterior tidak ter luka. 7 Pilar anterior dan pilar posterior ber satu di bagian atas pada

palatum mole, ke ar ah baw ah ter pisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring.6,7

Kapsul Tonsil

Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat, yang disebut kapsul. Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi par a klinisi menyatakan bahw a kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/ 5 bagian tonsil. Kapsul tonsil mempunyai trabekula yang ber jalan ke dalam parenkim. Tr abekula ini mengandung pembuluh darah, saraf-saraf dan pembuluh eferen.7

Kr iptus Tonsil

Kr iptus tonsil berbentuk salur an yang tidak sama panjang dan masuk ke bagian dalam jaringan tonsil. Umumnya ter diri dari 8-20 buah dan kebanyakan ter jadi penyatuan beberapa kriptus. Permukaan kriptus ditutupi oleh epitel yang sama dengan epitel permukaan medial tonsil. Saluran kriptus ke arah luar , biasanya ber tambah luas. Pada fosa supratonsil, kr iptus meluas kearah bawah dan luar , maka fosa ini dianggap pula sebagai kr iptus yang besar . Hal ini membuktikan adanya sisa perkembangan berasal dari kantong brakial ke II. Secara klinik ter lihat bahwa kr iptus mer upakan sumber infeksi, baik lokal maupun sistemik karena dapat terisi sisa makanan, epitel yang ter lepas dan kuman.7

Plika Tr iangular is

Di antara pangkal lidah dan bagian anter ior kutub bawah tonsil terdapat plika tr iangular is yang mer upakan suatu str uktur nor mal yang telah ada sejak masa embrio. Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukar an saat pengangkatan tonsil dengan jer at. Komplikasi yang sering ter jadi adalah ter dapatnya sisa tonsil atau ter potongnya pangkal lidah.5,6,7

Kadang-kadang plika tr iangularis membentuk suatu kantong atau saluran buntu. Keadaan ini dapat mer upakan sumber infeksi lokal maupun umum karena kantong ter sebut ter isi sisa makanan atau kumpulan debr is. 6,7

Pendar ahan

Gambar 3. Per darahan tonsil5

Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang ar ter i kar otis ekster na, yaitu

(3)

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher

Fakultas Kedokteran Univer sitas Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang

3

2. Ar ter i maksilar is inter na dengan cabangnya ar ter i

palatina desenden

3. Ar ter i lingualis dengan cabangnya ar ter i lingualis dor sal

4. Ar ter i far ingeal asenden.

Kutub bawah tonsil bagian anter ior diper darahi oleh arteri lingualis dor sal dan bagian posterior oleh ar ter i palatina asenden, diantara kedua daer ah ter sebut diper dar ahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diper dar ahi oleh ar ter i faringeal asenden dan ar teri palatina desenden.8

Ar ter i tonsilaris ber jalan ke atas pada bagian luar m.konstriktor super ior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arter i palatina asenden, mengirimkan cabang-cabang melalui m.konstriktor super ior melalui tonsil. Arter i faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m.konstriktor super ior . Arteri lingualis dor sal naik ke pangkal lidah dan mengir imkan cabangnya ke tonsil, pilar anterior, dan pilar poster ior . Arter i palatina desenden atau arter i palatina minor atau ar teri palatina poster ior memper darahi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan arter i palatina asenden.7,8

Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang ber gabung dengan pleksus dari far ing. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faring.7,8

Per darahan adenoid berasal dar i cabang-cabang ar ter i maksila inter na. Disamping memper darahi adenoid pembuluh darah ini juga memper darahi sinus sphenoid.8

Alir an getah bening

Alir an getah bening dar i daer ah tonsil akan menuju r angkaian getah bening ser vikal pr ofunda (deep jugular node) bagian super ior di bawah m.ster nokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar torak dan akhir nya menuju duktus torasikus. Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui per jalanan aliran getah bening. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferen sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada. 8

Per sar afan

Gambar 4 : Per sarafan tonsil5

Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V (ner vus t r igeminus) melalui ganglion sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf ke IX (ner vus glosofar ingeus).8

Ruang Per itonsil

Gambar 5. Potongan oblik leher 5

Ruang peritonsil digolongkan sebagai ruang intrafaring w alaupun secar a anatomi ter letak di antara fasia leher dalam.Ruang per itonsil mer upakan salah satu dari r uang leher dalam, Scott B.A 6 membagi r uang leher dalam menjadi :

1. Ruang yang mencakup selur uh panjang leher a. Ruang retr ofaring

b. Ruang bahaya

c. Ruang vaskular viseral

2. Ruang yang ter batas pada sebelah atas os hioid

a. Ruang far ingomaksila b. Ruang submandibula c. Ruang par otis d. Ruang mastikator e. Ruang peritonsil f. Ruang tempor al

3. Ruang yang ter batas pada sebelah bawah os hioid

(4)

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher

Fakultas Kedokteran Univer sitas Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang

4

Gambar 6. Potongan hor izontal tonsil5

Dinding medial ruang per itonsil dibentuk oleh kapsul tonsil, yang terbentuk dari fasia faringo-basilar dan menutupi bagian lateral tonsil. Dinding lateral ruang peritonsil dibentuk oleh ser abut hor izontal otot konstriktor super ior dan serabut vertikal otot palatofar ingeal.8

Pada seper tiga baw ah per mukaan bagian dalam tonsil, ser abut-serabut otot palatofaringeal meninggalkan dinding lateral dan meluas secara horizontal menyeberangi r uang per itonsil kemudian menyatu dengan kapsul tonsil. Hubungan ini disebut ligamen tr iangular atau ikatan tonsilofaring.8 Batas-batas super ior , inferior , anterior dan posterior r uang per itonsil ini juga dibentuk oleh pilar-pilar anter ior dan poster ior tonsil.7,8

Etiopatogenesis

Abses peritonsil atau Quinsy adalah suatu infeksi akut dan ber at di daerah orofaring. Abses peritonsil mer upakan kumpulan pus yang ter lokalisir pada jaringan peritonsil yang umumnya mer upakan komplikasi dari tonsilitis akut ber ulang atau bentuk abses dari kelenjar Weber pada kutub atas tonsil. Infeksi yang ter jadi akan menembus kapsul tonsil (umumnya pada kutub atas tonsil) dan meluas ke dalam r uang jaringan ikat di antara kapsul dan dinding poster ior fosa tonsil.9 Per luasan infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga ter jadi abses parafar ing9

Finkelstein dkk9, mengatakan lokasi infeksi abses peritonsil ter jadi di jaringan per itonsil dan dapat menembus kapsul tonsil. Hal ini kemudian akan menyebabkan penumpukan pus atau pus meluas ke arah otot konstr iktor faring superior menuju r uang parafar ing dan retr ofar ing ter dekat.

Pada fosa tonsil ditemukan suatu kelompok kelenjar di ruang supr a tonsil yang disebut kelenjar Weber. Fungsi kelenjar -kelenjar ini adalah mengeluar kan cairan ludah ke dalam kr ipta-kr ipta tonsil, membantu untuk menghancurkan sisa-sisa makanan dan debr is yang ter perangkap di dalamnya lalu dievakuasi dan dicer na. Jika ter jadi infeksi ber ulang, dapat ter jadi gangguan pada pr oses ter sebut lalu timbul sumbatan ter hadap sekr esi kelenjar Weber yang mengakibatkan ter jadinya pembesaran kelenjar. Jika tidak diobati secar a maksimal, akan ter jadi infeksi ber ulang selulitis peritonsil atau infeksi kr onis pada kelenjar Weber dan sistem saluran kelenjar ter sebut akan membentuk pus sehingga menyebabkan ter jadinya abses.10

Dikutip dari Megalamani11, pemeriksaan kultur yang telah dilakukan menumbuhkan populasi bakteri aer ob dan anaer ob sama banyaknya dengan campuran flora yang melibatkan mikr oor ganisme gr am negatif dan gram positif. Beberapa penelitian dengan mengisolasi bakteri menunjukkan St r ept ococcus vir idians mer upakan penyebab ter banyak infeksi abses per itonsil, diikuti oleh St r ept ococcus bet a hemolyt icus gr up A. Bakter i anaer ob dan St r ept ococcus gram positiftelah diidentifikasi sebagai agen etiologi umum.11

Hanna3 melapor kan hasil pemeriksaan kultur kuman sebanyak 43 % ditemukan bakteri aer ob, 31% bakteri anaer ob, dan 23 % ter dir i gabungan bakteri aer ob dan anaerob. Dikutip dar i Mar om4, Megalamani dkk, menunjukkan adanya peningkatan kejadian bakter i aer ob gram negatif yang menyebabkan abses peritonsil di India, sedangkan Sakae dkk, melaporkan banyaknya kasus polimikmikr obial dengan dominasi kuman aer ob pasien di Brazil.11

Dikutip dari Segal N1, Brook dkk melaporkan sebanyak 34 orang dewasa dan anak-anak yang dilakukan aspirasi pus dan didapatkan 76% bakteri gabungan aer ob-anaerob dan 18 % bakteri anaer ob.1 Apapun bakteri/ kuman yang menjadi penyebabnya, pr oses infeksi ini menunjukkan bahwa mekanisme pertahanan pertama dar i or ofar ing penerima (host) telah ditembus dan sebagai akibatnya mikr oor ganisme ter sebut masuk menembus jaringan or ofar ing.11

Ketika bakter i menembus jar ingan, tubuh secara alami akan menggerakkan beber apa mekanisme pertahanan. Secar a umum bakteri akan mati oleh aktifitas sel-sel fagosit. Antibodi memainkan peranan penting melawan toksin-toksin bakteri, tetapi bagaimana peranan antibodi dalam melawan bakteri penyebab inflamasi peritonsil akut masih belum diketahui.11,12

Gejala Klinis

Gambar 7: Abses peritonsil13

Beberapa gejala klinis abses peritonsil antara lain ber upa pembengkakan aw al hampir selalu ber lokasi pada daer ah palatum mole di sebelah atas tonsil yang menyebabkan tonsil membesar ke arah medial. Onset gejala abses peritonsil biasanya dimulai sekitar 3 sampai 5 hari sebelum pemeriksaan dan diagnosis.13

Gejala klinis ber upa rasa sakit di tenggor ok yang ter us menerus hingga keadaan yang memburuk secara pr ogr esif w alaupun telah diobati. Rasa nyer i ter lokalisir ,

(5)

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher

Fakultas Kedokteran Univer sitas Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang

5

demam tinggi, (sampai 40°C), lemah dan mual. Odinofagi

dapat mer upakan gejala menonjol dan pasien mungkin mendapatkan kesulitan untuk makan bahkan menelan ludah. Akibat tidak dapat mengatasi sekresi ludah sehingga ter jadi hiper salivasi dan ludah seringkali menetes keluar . Keluhan lainnya berupa mulut berbau (foet or ex or e), muntah (r egur git asi) sampai nyer i alih ke telinga (otalgi). Trismus akan muncul bila infeksi meluas mengenai otot-otot pterigoid.13

Pender ita mengalami kesulitan berbicara, suara menjadi seperti suar a hidung, membesar seper ti mengulum kentang panas (hot pot at o’s voice) karena penderita ber usaha mengurangi rasa nyer i saat membuka mulut13. Seper ti dikutip dari Finkelstein9, Ferguson mendefinisikan hot pot at o voice merupakan suatu penebalan pada suara.

Pada pemeriksaan tonsil, ada pembengkakan unilateral, kar ena jar ang kedua tonsil terinfeksi pada w aktu ber samaan. Bila keduanya terinfeksi maka yang kedua akan membengkak setelah tonsil yang satu membaik. Bila terjadi pembengkakan secara ber samaan, gejala sleep apnea dan obstr uksi jalan nafas akan lebih ber at. Pada pemer iksaan fisik pender ita dapat menunjukkan tanda-tanda dehidrasi dan pembengkakan ser ta nyeri kelenjar ser vikal / ser vikal adenopati. Di saat abses sudah timbul, biasanya akan tampak pembengkakan pada daerah peritonsilar yang ter libat diser tai pembesar an pilar-pilar tonsil atau palatum mole yang ter kena.13

Tonsil sendiri pada umumnya ter tutup oleh jaringan sekitar nya yang membengkak atau tertutup oleh mukopus. Timbul pembengkakan pada uvula yang mengakibatkan terdor ongnya uvula pada sisi yang ber lawanan. Paling ser ing abses per itonsil pada bagian supratonsil atau di belakang tonsil, penyebaran pus ke arah infer ior dapat menimbulkan pembengkakan supraglotis dan obstr uksi jalan nafas. Pada keadaan ini penderita akan tampak cemas dan sangat ketakutan.10,13

Abses per itonsil yang ter jadi pada kutub infer ior tidak menunjukkan gejala yang sama dengan pada kutub super ior . Umumnya uvula tampak nor mal dan tidak ber geser , tonsil dan daer ah peritonsil super ior tampak berukuran normal hanya ditandai dengan kemerahan.13

Diagnosis

Menegakkan diagnosis penderita dengan abses peritonsil dapat dilakukan berdasarkan anamnesis tentang riw ayat penyakit, gejala klinis dan pemer iksaan fisik pender ita. Aspirasi dengan jar um pada daerah yang paling fluktuatif, atau punksi mer upakan tindakan diagnosis yang akurat untuk memastikan abses peritonsil. Seper ti dikutip dari Hanna3, Similar ly Snow dkk ber pendapat untuk mengetahui jenis kuman pada abses per itonsil tidak dapat dilakukan dengan car a usap tenggor ok. Pemeriksaan penunjang akan sangat membantu selain untuk diagnosis juga untuk perencanaan penatalaksanaan.14

Pemeriksaan secara klinis ser ingkali sukar dilakukan kar ena adanya tr ismus. Palatum mole tampak menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak detritus, terdor ong ke ar ah tengah, depan dan baw ah. Uvula ter dor ong ke

arah kontr a later al. Gejala lain untuk diagnosis sesuai dengan gejala klinisnya.9,13,14

Pemeriksaan laborator ium dar ah ber upa faal hemostasis, ter utama adanya leukositosis sangat membantu diagnosis. Pemeriksaan radiologi ber upa foto r ontgen polos, ultrasonografi dan tomografi komputer. 10

Saat ini ultrasonogr afi telah dikenal dapat mendiagnosis abses per itonsil secar a spesifik dan mungkin dapat digunakan sebagai alter natif pemer iksaan. Mayoritas kasus yang diperiksa menampakkan gambaran cincin isoechoic dengan gambar an sentr al hypoechoic.10

Gambar8: Intraoral ultrasonografi15

Gambaran ter sebut kur ang dapat dideteksi bila volume relatif pus dalam selur uh abses adalah kur ang dari 10% pada penampakan tomogr afi komputer . Penentuan lokasi abses yang akur at, membedakan antara selulitis dan abses peritonsil ser ta menunjukkan gambar an penyebaran sekunder dari infeksi ini mer upakan kelebihan penggunaan tomogr afi komputer . Khusus untuk diagnosis abses peritonsil di daer ah kutub bawah tonsil akan sangat ter bantu dengan tomografi komputer.10

Gambar 9: Tomografi komputer abses peritonsil.18

Fasano10 mengatakan bahwa pemeriksaan dengan menggunakan foto r ontgen polos dalam mengevaluasi abses peritonsil ter batas. Bagaimanapun tomografi komputer dan ultrasonografi dapat membantu untuk membedakan antara abses peritonsil dengan selulitis tonsil. Dikutip dar i Fasano10, Lyon dkk melapor kan kasus diagnosis abses per itonsil bilateral di r uang gawat darurat dengan menggunakan intr aoral sonogr afi.

(6)

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher

Fakultas Kedokteran Univer sitas Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang

6

Ultrasonografi juga dapat digunakan di ruang

pemer iksaan gaw at dar urat untuk membantu mengidentifikasi r uang abses sebelum dilakukan aspir asi dengan jar um.15

Diagnosis banding

Penonjolan satu atau kedua tonsil, atau setiap pembengkakan pada daerah peritonsilar har us diper timbangkan penyakit lain selain abses per itonsil sebagai diagnosis banding. Contohnya adalah infeksi mononukleosis, benda asing, tumor / keganasan / limfoma, penyakit Hodgkin leukemia, adenitis ser vikal, aneurisma ar teri kar otis inter na dan infeksi gigi. Kelainan-kelainan ini dapat dibedakan dar i abses peritonsil melalui pemer iksaan darah, biopsi dan pemer iksaan diagnostik lain.5,7,15

Tidak ada kr iter ia spesifik yang dianjur kan untuk membedakan selulitis dan abses peritonsil. Karena itu disepakati bahw a, kecuali pada kasus yang sangat r ingan, semua pender ita dengan gejala infeksi daerah peritonsil har us menjalani aspirasi/ punksi. Apabila hasil aspir asi positif (terdapat pus), berar ti abses, maka penatalaksanaan selanjutnya dapat dilakukan. Bila hasil aspir asi negatif (pus tidak ada), pasien mungkin dapat didiagnosis sebagai selulitis peritonsil.14,15

Komplikasi

Komplikasi segera yang dapat ter jadi ber upa dehidr asi kar ena masukan makanan yang kurang. Pecahnya abses secara spontan dengan aspirasi darah atau pus dapat menyebabkan pneumonitis atau abses paru. Pecahnya abses juga dapat menyebabkan penyebaran infeksi ke r uang leher dalam, dengan kemungkinan sampai ke mediastinum dan dasar tengkor ak.1,4,16

Komplikasi abses peritonsil yang sangat serius per nah dilapor kan sekitar tahun 1930, sebelum masa penggunaan antibiotika. Infeksi abses per itonsil menyebar ke arah par afaring menyusur i selubung kar otis kemudian membentuk r uang infeksi yang luas.

Per luasan Infeksi ke daerah parafaring dapat menyebabkan ter jadinya abses parafar ing, penjalaran selanjutnya dapat masuk ke mediastinum sehingga dapat ter jadi mediastinitis. 16

Pembengkakan yang timbul di daerah supra glotis dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas yang memer lukan tindakan trakeostomi. Keter libatan r uang-r uang faringomaksilar is dalam komplikasi abses peritonsil mungkin memer lukan drainase dari luar melalui segitiga submandibular .17

Bila ter jadi penjalar an ke daerah intrakranial dapat mengakibatkan thr ombus sinus kaver nosus, meningitis dan abses otak. Pada keadaan ini, bila tidak ditangani dengan baik akan menghasilkan gejala sisa neur ologis yang fatal. Komplikasi lain yang mungkin timbul akibat penyebaran abses adalah endokar ditis, nefritis, dan peritonitis juga per nah ditemukan.16 Mar om4, melapor kan sebanyak 13 pasien (3%) mengalami komplikasi seper ti selulitis par afaring atau edema supraglotis dan penanganan komplikasi yang serius di r umah sakit.

Ming CF13 mengatakan bila tidak dilakukan pengobatan abses peritonsil dengan segera maka dapat menyebabkan komplikasi antara lain limfadenitis

ser vikal, infeksi par afaring dan per dar ahan, edema laring, abses leher dalam, dan jarang ter jadi seper ti fascitis nekr otik ser vikal, dan mediastinitis.

Penatalaksanaan

Meskipun fakta menunjukkan bahw a abses peritonsil mer upakan komplikasi ter sering dari tonsilitis akut, penatalaksanaan dar i abses peritonsil masih kontr over sial. Penatalaksanaan yang umum dikenal untuk abses per itonsil adalah insisi, drainase dan terapi antibiotika, diikuti oleh tonsilektomi beberapa minggu kemudian17.

Dikutip dar i Badr an14, Her zon menyatakan bahwa aspirasi jar um saja dapat digunakan sebagai dr ainase pr osedur pembedahan awal karena tingkat r esolusi dengan teknik ini adalah 94-96%. Pada 54% kasus abses peritonsil, penanganannya menggunakan teknik insisi dan dr ainase, 32% digunakan jar um aspirasi, dan 14% dilakukan tonsilektomi. Sebelum jaman antibiotika dikenal pada akhir 1930-an dan aw al 1940-an, beberapa tipe pembedahan telah digunakan pada sebagian besar infeksi abses per itonsil.14

Dikutip dari Ming CF13, Xue melapor kan bayi ber umur 53 hari yang mengalami abses per itonsil unilateral dilakukan tonsilektomi dengan anestesi umum. Delapan tahun terakhir, terapi abses per itonsil dengan aspir asi jar um dan penggunaan antibiotika parenteral agak lebih sering dilakukan dibandingkan insisi dan dr ainase.18

Ter api antibiotika

Salah satu faktor yang masih mer upakan kontr over si dalam penanganan abses per itonsil adalah pemilihan ter api antibiotika sebelum dan sesudah pembedahan. Antibiotika pada gejala awal diberikan dalam dosis tinggi diser tai obat simptomatik, kumur-kumur dengan cair an hangat dan kompres hangat pada leher (untuk mengendurkan tegangan otot).18

Dengan mengutamakan pemeriksaan kultur dan sensitifitas, pember ian terapi antibiotika ditunjukkan pada jenis bakteri mana yang lebih banyak muncul. Penisilin dan sefalosporin (generasi pertama kedua atau ketiga) biasanya mer upakan obat pilihan. Penisilin dalam dosis tinggi sebagai obat pilihan diberikan dengan memper timbangkan kontra indikasi seper ti alergi atau timbulnya kemungkinan adanya reaksi koagulasi or ganisme.4,11,19

Penisilin dapat digunakan pada penderita abses peritonsil yang diperkirakan disebabkan oleh kuman st aphylococcus. Metr onidazol mer upakan antimikr oba yang sangat baik untuk infeksi anaer ob. Tetrasiklin mer upakan antibiotika alter natif yang sangat baik bagi or ang dew asa, meskipun klindamisin saat ini diper timbangkan sebagai antibiotik pilihan untuk menangani bakteri yang memproduksi beta laktamase. Penting untuk dicatat bahwa memberikan antibiotika intravena pada penderita abses per itonsil yang dirawat inap belakangan ini sudah kurang umum digunakan. 18,19

Insisi dan dr ainase

(7)

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher

Fakultas Kedokteran Univer sitas Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang

7

utama tindakan ini adalah mendapatkan drainase abses

yang adekuat dan ter lokalisir secara cepat. Lokasi insisi biasanya dapat diidentifikasi pada pembengkakan di daerah pilar-pilar tonsil atau dipalpasi pada daerah paling berfluktuasi.20

Teknik insisi

Pada pender ita yang sadar , tindakan dapat dilakukan dengan posisi duduk menggunakan anestesi lokal. Anestesi lokal dapat dilakukan pada cabang tonsilar dari ner vus glossofaringeus (N.IX) yang memberikan iner vasi sensoris mayor itas pada daerah ini, dengan menyuntikkan lidokain melalui mukosa ke dalam fosa tonsil. 4,18

Gambar 10 : Teknik Insisi14

Pada penderita yang memer lukan anestesi umum, posisi penderita saat tindakan adalah kepala lebih r endah (t r endelenber g) menggunakan ETT (Endot r akeal t ube). Anestesi topikal dapat ber upa xylocaine spr ay atau menggunakan lidokain 4-5% atau tetrakain 2% untuk mencegah keter libatan jar ingan tonsil yang lain. Menggunakan pisau skalpel no.11.

Gambar 11 : Lokasi insisi19

Lokasi insisi biasanya dapat diidentifikasi pada 19:  Pembengkakan di daer ah pilar -pilar tonsil atau

dipalpasi pada daerah yang paling fluktuatif  Pada titik yang ter letak dua per tiga dari garis

khayal yang dibuat antara dasar uvula dengan molar terakhir .

 Pada per tengahan gar is horizontal antara pertengahan basis uvula dan M3 atas

 Pada pertemuan garis ver tikal melalui titik potong pinggir medial pilar anterior dengan lidah dengan gar is hor izontal melalui basis uvula

 Pada per temuan garis vertikal melalui pinggir medial M3 bawah dengan garis horizontal melalui basis uvula

Insisi diper dalam dengan klem dan pus yang keluar langsung dihisap dengan menggunakan alat penghisap.19,20

Tindakan ini (menghisap pus) penting dilakukan untuk mencegah aspir asi yang dapat mengakibatkan timbulnya pneumonitis. Biasanya bila insisi yang dibuat tidak cukup dalam, harus lebih dibuka lagi dan diper besar. Setelah cukup banyak pus yang keluar dan lubang insisi yang cukup besar , penderita kemudian disur uh berkumur dengan antiseptik dan diberi terapi antibiotika.19,20

Umumnya setelah drainase ter jadi, rasa nyeri akan seger a berkurang. Pus yang keluar juga sebaiknya diperiksakan untuk tes kultur dan sensitifitas, biasanya diambil saat aspirasi (diagnosis).20

Dr ainase dengan aspir asi jarum

Model ter api abses peritonsil yang digunakan sampai saat ini, pertama insisi dan drainase ser ta yang kedua tonsilektomi. Saat ini ada beberapa penelitian yang mendiskusikan tentang aspirasi menggunakan jar um sebagai salah satu terapi bedah pada abses peritonsil.20

Beberapa keuntungan dar i evaluasi penatalaksanaan aspirasi jar um dibanding insisi dan dr ainase adalah 20:

1. Mudah untuk dilakukan, sederhana, aman, dan mur ah.

2. Dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis dengan tr auma minimal (yang biasanya dapat dilakukan sebelum insisi dan drainase).

3. Dapat ditoler ansi (ditahan) oleh penderita / tidak menakutkan.

4. Tidak / kurang mencederai str uktur jaringan sekitar . 5. Lebih memudahkan untuk mengumpulkan spesimen / pus guna pemeriksaan mikr oskopis dan tes kultur / sensitifitas.

6. Member ikan penyembuhan segera, mengurangi kesakitan.

7. Mencegah pr osedur bedah dan anestesi umum. 8. Mer upakan prosedur yang dapat diper caya untuk

abses per itonsil.

Ker ugian ter api dengan dr ainase dengan aspirasi jar um adalah20:

1. Bila pus terkumpul kembali dapat menyebabkan infeksi yang berulang.

2. Tidak dapat melakukan pember sihan kantung pus secara maksimal.

3. Pus yang ter sisa tidak maksimal keluar sehingga dapat menyebabkan pr oses penyembuhan lama.

Teknik aspir asi

(8)

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher

Fakultas Kedokteran Univer sitas Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang

8

Gambar 12: Tindakan Aspirasi abses per itonsil14.

Lokasi aspirasi per tama adalah pada titik atau daerah paling berfluktuasi atau pada tempat pembengkakan maksimum. Bila tidak ditemukan pus, aspir asi kedua dapat dilakukan 1 cm di baw ahnya atau bagian tengah tonsil.13,14

Aspir asi jarum, seper ti juga insisi dan drainase, mer upakan tindakan yang sulit dan jar ang ber hasil dilakukan pada anak dengan abses per itonsil karena biasanya mer eka tidak dapat beker ja sama. Selain itu tindakan ter sebut juga dapat menyebabkan aspir asi darah dan pus ke dalam saluran nafas yang relatif ber ukuran kecil.13,14

Tonsilektomi

Tindakan pembedahan pada abses per itonsil mer upakan topik yang kontr over sial sejak beberapa abad. Filosofi dari tindakan tonsilektomi pada abses peritonsil adalah karena ber dasar kan pemikir an bahwa kekambuhan pada pender ita abses peritonsil ter jadi cukup banyak sehingga tindakan pengangkatan kedua tonsil ini dilakukan untuk memastikan tidak ter jadinya kekambuhan.14,17,21

Sementara insisi dan drainase abses mer upakan tindakan yang paling banyak diterima sebagai terapi utama untuk abses peritonsil, beberapa bentuk tonsilektomi kadang-kadang dilakukan.4,14,20

Waktu pelaksanaan tonsilektomi sebagai terapi abses per itonsil, ber variasi20 :

1. Tonsilektomi a chaud: dilakukan segera / ber samaan dengan drainase abses.

2. Tonsilektomi a t iede : dilakukan 3-4 hari setelah insisi dan dr ainase.

3. Tonsilektomi a fr oid : dilakukan 4-6 minggu setelah drainase.

Ming CF13 mengatakan tonsilektomi mer upakan penanganan yang ter baik untuk mencegah rekur ensi abses peritonsil. Pada masa lalu, or ang ber pendapat operasi harus dilakukan 2-3 minggu setelah infeksi akut ber kur ang. Tetapi setelah 2-3 minggu, menimbulkan bekas luka yang ter dapat pada kapsul tonsil, sehingga tindakan operasi sulit dan menimbulkan per darahan ser ta sisa tonsil.

Saat ini tampaknya dibenar kan bahwa tonsilektomi pada abses peritonsil, dilakukan dalam anestesi umum, melalui tonsilektomi secara diseksi dan dalam per lindungan terapi antibiotika adalah suatu

operasi yang member ikan resiko yang sama dengan tonsilektomi abses pada fase tenang (cold t onsillect omy).

Beberapa keuntungan dari tonsilektomi segera pada abses peritonsil adalah:20

1. Penanganan penderita dilakukan dalam satu tahap pada saat sakit.

2. Member ikan dr ainase pus yang lengkap.

3. Mengurangi kesulitan tonsilektomi selang waktu yang kadang-kadang timbul.

4. Mengurangi waktu peraw atan (bila penderita dirawat inap di r umah sakit)

5. Mengurangi rasa sakit dengan seger a dan menghilangkan perasaan tidak enak mengalami pr osedur yang lain (insisi dan dr ainase)

Beberapa ker ugian tindakan tonsilektomi segera pada abses peritonsil adalah20 :

1. Dapat ter jadinya perdar ahan pada saat tindakan tonsilektomi.

2. Dapat ter jadi tr ombosis, sinus kavernosus, aspir asi par u, dan meningitis.

Indikasi tonsilektomi seger a, yaitu10 :

1. Abses peritonsil yang tidak dapat diinsisi dan dr ainase karena trismus atau abses yang ber lokasi di kutub bawah.

2. Abses peritonsil yang meluas dar i hipofar ing ke daerah parafaring, dengan resiko meluas ke daerah leher dalam.

3. Pender ita dengan DM (Diabetes Melitus) yang memer lukan toleransi ter hadap ter api ber bagai antibiotika.

4. Pender ita diatas 50 tahun dengan tonsil-tonsil yang melekat, kar ena abses akan sangat mudah meluas ke daerah leher dalam.

Pada umumnya insisi dan drainase diikuti dengan tonsilektomi 6-12 minggu kemudian adalah pr osedur terapi abses peritonsil.21 Dikutip dar i Ming CF13, KY Wen mer ekomendasikan bahwa pasien har us dilakukan oper asi 2-3 hari setelah infeksi ter kontr ol jika ukuran luka pada abses yang pecah spontan kurang dari 2,5 cm. Namun, bila ukuran luka pada abses yang pecah spontan lebih dari 2,5 cm maka tindakan operasi har us dilakukan segera dengan tetap memper hatikan kondisi umum dan komplikasi sistemik pada pasien.

Faktor penyulit

Beberapa faktor sering kali menjadi penyulit penanganan abses peritonsil, diantar anya tr ismus dan penyakit sistemik (khususnya DM).

a. Tr ismus

Keadaan ini ter jadi bila abses sudah mengenai dan menyebabkan iritasi pada muskulus pterigoid inter na. Penderita menjadi sulit membuka mulut karena nyeri dan kaku. Untuk mengatasi rasa nyeri diberikan analgetik lokal dengan menyuntikkan silokain atau novokain 1% di ganglion sphenopalatinum.14

Ganglion ini ter letak di bagian belakang atas lateral konka media. Ganglion sphenopalatinum mempunyai cabang saraf palatina anterior media dan poster ior yang mengir imkan cabang aferennya ke tonsil dan palatum mole di atas tonsil.14

b. Diabetes Melitus ( DM)

(9)

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher

Fakultas Kedokteran Univer sitas Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang

9

bila ia tidak mengetahui masalahnya. Setiap orang yang

mengalami atau menjalani pembedahan akan mendapatkan stres metabolik ber upa asupan kalori yang ber kur ang karena pengar uh anestesi, trauma pembedahan ataupun diikuti oleh infeksi sebagai akibatnya. Pada penderita DM dengan oper asi terencana (efektif), dapat menghabiskan kalori sebesar 10%, sedangkan pada oper asi dar urat bisa mencapai 40% dibandingkan dengan or ang non DM yang dioperasi. Infeksi dan infar k miokar d, adalah dua hal yang ditakuti pada penderita DM yang mengalami pembedahan, yang mer upakan akibat langsung atau tidak langsung dari hiperglikemia.18

Pengendalian gula dar ah per lu dilakukan sebelum pasien dioperasi. Untuk operasi darurat yang memer lukan penurunan gula darah segera, sulit didapat melalui diet atau antidiabetik oral, dapat dilakukan dengan pemberian insulin regular.12,18

Per syaratan kadar gula darah yang optimal

 Dr ainase melalui pembedahan masih mer upakan ter api pilihan. Peraw atan pender ita pasca drainase yang dilanjutkan tonsilektomi dengan interval tonsilektomi juga mer upakan tindakan pilihan.

 Tujuan tindakan drainase adalah untuk mendapatkan dr ainase abses yang adekuat dan ter lokalisir .

 Dr ainase menggunakan teknik aspirasi selain untuk mendiagnosis abses per itonsil juga dapat mengurangi r asa sakit dan sebagai terapi pilihan dengan bantuan antibiotika.

 Tindakan insisi / aspirasi dan drainase dapat dilakukan dalam anestesi lokal atau umum.

 Terapi abses peritonsil melalui aspir asi jar um mulai banyak dilakukan karena mempunyai banyak kelebihan yang menguntungkan penderita.

 Tonsilektomi pada abses peritonsil dapat dilakukan pada fase akut ataupun fase tenang pasca drainase.

 Terapi antibiotika masih tetap digunakan terutama untuk mengatasi per luasan yang mungkin ter jadi.

 Jenis-jenis antibiotika yang umum digunakan adalah penisilin, metronidazol, sefalosporin dan klindamisin (bakter i penghasil beta laktamase).

 Pada dasar nya penanganan abses peritonsil dengan r awat jalan mer upakan penatalaksanaan yang murah dan menyenangkan pasien.

 Pilihan ter akhir untuk penatalaksanaan penderita abses peritonsil ter gantung pada dokter / ahli THT yang menanganinya.

 Faktor -faktor kenyamanan penderita dan biaya mer upakan beber apa hal yang per lu diper timbangkan.

Daftar Pustaka

1. Segal N, Sabr i SE. Peritonsillar Abscess in Children in The Souther n Distr ict of Isr ael. Int Jour nal of Ped Otol 2009;73:1148-50.

2. Ster reyu. Peritonsillar Abscess.

http:/ / ster reyu.w ordpress.com last up date

09/ 17/ 2010.

3. Hanna B, Ronan MM. The Epidemiology of Per itonsillar Abscess Disease in Nor ther n Ireland. Jour nal of Infection 2006; 52:247-53.

4. Mar om T, Cinamon U. Changing Tr ends of Per itonsillar Abscess. Am J of Otol HNS 2010; 31:162-67.

5. Ellis H, editor . Clinical Anatomy. 11th ed. Australia: 2006: 279-80.

6. Scott BA, Stier nber g CM. Infection of the Deep Spaces of The Neck. In: Bayle BJ. editor. Head and Neck Surger y Otolar yngology. 3r d ed. Philadelphia; 2001 p. 701-15.

7. Weed H.G, Forest LA. Deep Neck Infection. In: Cummings CW. editor s. Otolar yngology Head and Neck Surger y. 4th ed. Philadelphia: Pennsylvania; 2005 p.2515-24.

8. Gadre AK, Gadre KC. Infection of the Deep Spaces of The Neck. In: Bayle BJ , Johnson JT. editor s. Head and Neck Sur gery Otolar yngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Company 2006. p.666-81 9. Finkelstein Y, Ziv JB. Peritonsillar Abscess as a

Cause of Transient Velophar yngeal Insufficiency. Cleft Palate Cr aniofacial Jour nal, July 1993;30:421-28.

10. Fasano J.C, Chudnofsky C. Bilateral Per itonsillar Abscesses: Not Your Usual Sore Thr oat. The Jour nal of Emer gency Medicine 2005;29 p. 45-7. 11. Megalamani SB, Sur ia G. Changing Tr ends In

Bacter iology of Per itonsillar Abscess. Jour nal of Lar yngol & Otol 2008;122:928-30.

12. Repanos C, Mukher jee P. Role of Micr obiological Studies in Management of Peritonsillar Abscess. Jour nal of Lar yngol & Otol 2008;123:877-79. 13. Ming CF. Effycacy of Thr ee Theraupetic Methods

for Per itonsillar Abscess. Jour nal of Chinese Clinical Medicine 2006;2:108-11.

14. Badran KH, Karkos PD. Aspir ation of Per itonsillar Abscess in Sever e Trismus. Jour nal of Laryngol & Otol 2006;120:492-94.

15. Lyon M, Blaivas M. Intr aoral Ultrasound In the Diagnosis and Tr eatment of Suspected Per itonsillar Abscess In The Emergency Department. ACAD Emerg Med 2005;12:85-8. 16. Losanoff JE, Missavage AE. Neglected Per itonsillar

Abscess Resulting In Necr otizing Soft Tissue Infection of The Neck and Chest Wall. Int J Clin Pract 2005;59:1476-78.

17. Beriault M, Green J. Innovative Air way Management for Peritonsillar Abscess. Car diothoracic J Anesth 2006;53:92-5.

18. Su WY, Hsu WC. Inferior pole Peritonsillar Abscess Successfully Treated With Non Sur gical Approach In Four Cases. Tsu Chi Med J 2006;18:287-90. 19. Kieff, Bhattachar yya. Selection of Antibiotic After

Incision and Drainage of Per itonsillar Abscesses. Otolar yngol Head Neck Sur g.1999:120 (1):57-61. 20. Br aude DA, Shalit M. A Novel Appr oach to

Enchance Visualization Dur ing Dr ainage of Per itonsillar Abscess. The Jour nal of Emergency Medicine 2007;35:297-98.

(10)

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher

Fakultas Kedokteran Univer sitas Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang

Gambar

Gambar 5. Potongan oblik leher 5
Gambar 7: Abses peritonsil13
Gambar 10  : Teknik Insisi14
Gambar 12:  Tindakan Aspirasi abses  peritonsil14.

Referensi

Dokumen terkait

Langkah-langkah pelaksanaan penggunaan media audiovisual adalah sebagai berikut guru memberikan apersepsi/pengantar tentang materi yang akan diajarkan dengan maksud

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui individu dengan harga diri tinggi lebih cenderung dapat menyelesaikan masalah dengan baik, terbuka dengan masukan orang

( = kitosan kontrol, = kitosan 1%, = kitosan 2%, = kitosan 3%) Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 6), penambahan kitosan sebagai edible coating

Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam perkembangan anak. Ibu yang mempunyai pengetahuan kurang, maka tidak akan

SD Budi Mulia Dua Sedayu PGSD 12144600062 Zuhria Vivit Rahmawati Wahyu Kurniawati, M.Pd. SD Budi Mulia Dua Sedayu PGSD 12144600120 Muhani Anggraini Susanti Wahyu

Perumusan pesan harus mampu menjawab pertanyaan dasar dari rancangan sebuah sebuah kampanye yang dirumuskan dalam 4 masalah: apa yang dikatakan (isi pesan); bagaimana

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dari masing-masing variabel dapat dilihat dengan membandingkan nilai probabilitas (p-value) dengan tingkat signifikasi yang digunakan

Bagikan kartu indeks kepada setiap peserta didik, mintalah para peserta didik menulis sebuah pertanyaan yang mereka miliki tentang materi pelajaran yang sedang