• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diagnosis Dan Penatalaksanaan Rinosinusitis Dengan Polip Nasi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Diagnosis Dan Penatalaksanaan Rinosinusitis Dengan Polip Nasi."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Diagnosis Dan Penatalaksanaan Rinosinusitis Dengan

Polip Nasi

Bestar i j Budiman, Ade Asyar i

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang

Abstrak

Rinosinusitis merupakan masalah yang penting dan mer upakan permasalahan kesehat an pada masyar akat luas, kar ena sebagian besar penyakit ini penat alaksanaannya ser ing mengalam i kegagalan. Sampai saat ini penanganan penyakit ini adalah secar a medikamentosa dan oper at if, yaitu polipektomi dan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF). Dilaporkan satu kasus rinosinusit is dengan polip pada w anita 20 t ahun yang di t at alaksana dengan ekst ir pasi polip dan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional

Kat a Kunci : Rinosinusit is, Polip, Polipektomi, BSEF

Abstr act

Rhinosinusit is and polyps ar e a significant and incr easing healt h pr oblem which results in a large financial bur den on societ y, because it ’s significant par t administ ration was mainly fail. To day, this rhinosinusit is and polyps medicine in pharmacotherapy and oper at ively, i.e, polypect omy and funct ional endoscopic sinus sur gery (FESS). A case of 20 year s old women was r eport ed with rhinosinusitis w ith polyps underwent ext irpat ion of the polyps and functional endoscopic sinus surger y

Key Words : Rhinosinusit is, Polyps, polypect omi, and FESS

RI NOSINUSITIS Pendahuluan

Rinosinusitis merupakan penyakit yang ser ing dit emukan dalam prakt ek dokter sehar i-sehar i, bahkan dianggap sebagai salah sat u penyebab gangguan kesehatan tersering seluruh

dunia. Penyebab ut am anya adalah selesm a

(common cold) yang mer upakan infeksi vir us, aler gi dan gangguan anatomi yang selanjutnya dapat di ikuti infeksi bakt er i1,2.

Bila mengenai beberapa sinus disebut mult isinusit is, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.

Yang paling ser ing t er kena ial ah sinus ethmoid dan m aksila, sedangkan sinus fr ont al lebih jar ang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi.1,3

Sinus maksila disebut juga ant rum highmore, let aknya dekat akar gigi r ahang at as, maka infeksi gigi mudah menyebar kesinus, disebut sinusit is dentogen.

Sinusit is dapat m enjadi berbahaya kar ena

menyebabkan komplikasi keorbit a dan

int rakr anial, sert a m enyebabkan peningkat an ser angan asma yang sulit diobati.1,4

Definisi

Rinosinusit is (t er masuk polip hidung)

didefinisikan sebagai3 :

o Inflamasi hidung dan sinus par anasal

yang ditandai dengan adanya dua at au

lebih gejala, salah sat unya har us

t er masuk sumbatan hidung / obst r uksi / kongest i atau pilek (sekr et hidung

ant er ior / post er ior ), nyer i / tekanan w ajah, penurunan / hilangnya penghidu

o Salah satu dar i temuan endoskopi:

1. Polip dan / atau

2. Sekret m ukopurulen dari

meat us medius dan / at au

3. Edem a / obst ruksi m ukosa

dimeat us media

o Gambar an tomogr afi komput er

memperlihatkan per ubahan m ukosa

dikompleks osteomeatal dimeatus media

Anatomi

Sinus par anasal mer upakan salah sat u or gan t ubuh manusia yang sulit dideskripsikan kar ena sangat ber var iasi pada t iap individu. Ada empat pasang sinus par anasal, m ulai dar i yang t er besar yaitu sinus maksila, sinus front al, sinus ethmoid dan sinus sphenoid kanan dan kiri. Sinus par anasal mer upakan hasil pneumatisasi t ulang-t ulang kepala, sehingga ulang-t erbenulang-tuk rongga didalam t ulang. Semua sinus mempunyai muar a ke dalam r ongga hidung5. (Gambar 1)

(2)

Etiologi

Beberapa faktor et iologi dan predisposisi ant ar a lain ISPA akibat virus, bermacam rinit is t er ut am a r initis alergi, r init is hor monal pada w anit a hamil, polip hidung, kelainan anatomi seper ti deviasi sept um at au hiper tr ofi konka, sumbat an kompleks ost io-meat al (KOM), infeksi t onsil, infeksi gigi, kelainan im unologik, diskinesia silia sepert i pada sindrom kar tagener, dan diluar negr i adalah penyakit fibr osis kist ik2

Beratnya penyakit

Penyakit ini dapat dibagi menjadi, r ingan, sedang dan ber at ber dasar kan skor tot al visual

Kesehat an sinus dipengar uhi oleh pat ensi

ost ium-ostium sinus dan lancar nya klir ens

mukosiliar didalam KOM. Mukus juga mengandung subst ansi antimikroba dan zat -zat yang ber fungsi sebagai mekanisme pert ahanan t ubuh t er hadap kuman yang masuk ber sama udar a pernafasan.

Or gan-organ yang m embentuk KOM ini bisa dianggap sebagai rinosit is non-bakt er ial dan biasanya sembuh dalam beber apa hari t anpa

kar ena ada faktor pr edisposisi), inflamasi

ber lanjut , t er jadi hipoksia dan bakteri anaerob ber kembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan r ant ai siklus yang ter us berput ar sampai akhir nya per ubahan mukosa m enjadi

kr onik yait u hipert rofi, polipoid at au

pembengkakan polip dan kista3,4.

POLIP NASI licin mengkilat , ber tangkai dan mudah diger akkan. Ber asal dar i epit el dimeat us m edius, et hmoid at au lain adalah sfenokoanal dan etmoidokoanal8,9,10

(Gambar 2)

Gambar 2. Endoscopic image of nasal polyps, di kut ip dari kepustakaan11

Kekerapan

Insiden polip nasi sangat sulit dit entukan, ada yang melapor kan, insidennya 1-4% dan ber usia 20-40 tahun. Jarang ditemukan pada anak-anak insidennya adalah 0,1% .

Klasifikasi dan st adium polip nasi Stadium polip nasi menur ut mackay12 :

Stadium 0 : tidak ada polip

Stadium 1 : polip t er batas dimeat us media

(MM) t idak keluar ke rongga hidung. Tidak t ampak dengan pemeriksaan rinoskopi anter ior hanya t er lihat dengan pemer iksaan endoskopi.

Stadium 2 : polip sudah keluar dar i MM

dan t ampak dirongga hidung tet api t idak

memenuhi / menut upi r ongga hidung.

Stadium 3 : polip sudah memenuhi r ongga

(3)

3. Adanya peningkat an tekanan cair an inter st isial dan edema mukosa hidung.

Fenomena Bernoulli menyatakan bahw a udar a yang mengalir m elalui t empat yang sempit akan m enyebabkan t ekanan negat if pada daer ah sekit ar nya. Jar ingan yang lemah akan terhisap oleh t ekanan negat if ini sehingga mengakibat kan edema mukosa dan menyebabkan polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip banyak ber asal dari area yang sempit di infundibulum etmoid, hiat us semilunar is dan ar ea lain di meat us medius.2,7

Pada aw al pembentukan polip ditemukan edem a mukosa yang kebanyakan t er jadi didaer ah meat us medius. Kemudian strom a akan t erisi oleh cai ran int er seluler , sehingga m ukosa yang sem bab akan menjadi polipoid. Bila proses terus ber lanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan tur un kedalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga t er bent uk polip.2,7,9

Histopatologi Makr oskopis

Polip mer upakan m asa bulat at au lonjong dengan per mukaan licin berw ar na pucat keabuan, lobuler , dapat mult iple dan ber sifat sangat t idak sensitif. War na polip yang pucat tersebut disebabkan oleh sedikitnya aliran dar ah yang memasok polip t er sebut. Bila ter jadi t raum a Membr an basal t ebal, stoma edematosa, sel-selnya t er dir i dar i campur an limfosit , sel plasm a, eosinofil dan makr ofag, kadang-kadang di dapat i banyak neut rofil. Mukosa mengandung sel-sel goblet. Pembuluh darah sangat sedikit , dan t er lihat

mengandung kelenjer di submukosa yang berbeda dengan kelenjer dimukosa hidung. Kelenjer- kelenjer ini m uncul setelah polip t erbentuk.2,7,13.

Hellquist mem bagi polip nasi m enjadi 4 sub-tipe histologis, yaitu, tipe I polip aler gik dengan

eosinofil yang dominan, tipe II polip

fibr oinflamatorik dengan net r ofil yang dominan,

t ipe III polip dengan hiperplasia kelenjer

mengeluarkan ingus dan hiposmia atau anosmia. Gejala sekunder t er masuk ingus t ur un kear ah t enggorok (post nasal dr ip), rinor e, nyer i w ajah, sakit kepala, t elinga r asa penuh, mengorok, gangguan tidur , dan penur unan prest asi kerja.7,11

Biasanya polip sudah dapat terlihat pada pemeriksaan r inoskopi anterior. Polip yang sangat besar dapat mendesak dinding rongga hidung sehingga menyebabkan deformit as w ajah (hidung mekar). Polip kecil yang berada di celah meat us medius ser ing t idak t er deteksi pada r inoskopi ant er ior dan bar u t er lihat pada nasoendoskopi.9

Pada pemer iksaan foto sinus par anasal

ser ing m enunjukkan rinosinusit is. Pada

pemeriksaan CT scan akan t er lihat bagaimana sel-sel ethmoid dan kompleks ost io-meatal t empat biasanya polip t umbuh. CT scan per lu dilakukan bila ada polip unilat er al, bila t idak membaik dengan pengobat an konservat if selama 4-6 m inggu, bila akan dilakukan operasi BESF dan bila ada kecur igaan komplikasi sinusitis.10 (Gambar 4)

(4)

Pemeriksaan lain yang mungkin per lu dilakukan adalah t es aler gi pada pasien yang diduga atopi, biopsi bila ada kecurigaan keganasan dan kultur polip nasi .10

Diagnosis Banding

Diagnosis banding polip nasi t er masuk t umor-t umor jinak yang dapat tumbuh dihidung seper ti kondroma, neurofibr oma, angiofibr oma dan lain-lain. Papiloma inversi (Invert ed papiloma) adalah tumor hidung yang secar a hist ologis jinak t api per angai klinisnya ganas dapat menyebabkan pendesakan / dest ruksi dan ser ing kambuh kembali, penampakannya sangat mer upai polip. Tumor ganas hidung seper ti kar sinoma at au sar koma biasanya unilat eral, ada rasa nyeri dan mudah berdar ah, ser ing menyebabkan destr uksi t ulang.

Polip nasi dapat timbul pada hidung yang t idak terinfeksi kemudian menyebabkan sumbat an yang mengakibatkan r inosinusitis, tet api dapat juga t im bul set elah ada r inosinusitis kronis.

Pada patofisiologi sinusitis, perm ukaan mukosa ditempat yang sempit di komplek ost eomeat al sangat ber dekat an dan jika mengalami oedem, mukosa yang ber hadapan akan saling ber temu sehingga silia t idak dapat bergerak dan lendir t idak dapat dialir kan. Maka t er jadi gangguan dr ainase dan ventilasi dar i sinus maksila dan sinus front al, sehingga akibat nya akt ifit as sili a t er ganggu dan t erjadi genangan lendir sahingga lendir menjadi lebih kent al dan m er upakan media yang baik untuk t umbuh bakt er i patogen. Bila sumbat an ber langsung t erus maka akan ter jadi hipoksia dan r et ensi lendir sehingga bakt er i anaer ob pun akan ber kembang biak. Bakt er i juga memproduksi t oksin yang akan merusak silia. Selanjutnya dapat t er jadi per ubahan jar ingan m enjadi hiper tofi, polipoid atau t er bentuk polip dan kist a.11

Pr ognosis

Polip nasi ser ing kambuh kembali, oleh kar ena it u pengobat annya juga per lu dit ujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. Tet api yang paling ideal pada r initis aler gi adalah menghindari kont ak dengan aler gen penyebab.

Secar a medikam entosa dapat diber ikan ant ihist amin, dengan at au tanpa dekongestan yang ber bentuk t et es hidung yang bisa mengandung kor tikost eroid at au t idak. Dan untuk alergi inhalan dengan gejala yang ber at dan sudah ber langsung lama dapat dilakukan imunoterapi dengan car a desensitisasi dan hiposensit isasi, yang m enjadi pilihan apabila pengobat an cara lain t idak

memberikan hasil yang memuaskan10,11

Penatalaksanaan

Skema Penat alaksanaan Rhinosinusit is Kr onis dengan Polip Hidung Pada Dew asa unt uk Dokt er spesifik ini secar a signifikan mengur angi

ukur an peradangan polip dan

memperbaiki gejal a lain secar a cepat. Sayangnya, masa ker ja sebentar dan polip ser ing t umbuh kembali dan munculnya gejal a yang sama dalam w akt u mingguan hingga bulanan17

b. Kort ikost eroid Topikal Hidung

Respon antiinflamasi non-spesifiknya

secar a t eor itis m engur angi ukur an polip dan mencegah t umbuhnya polip kem bali jika digunakan berkelanjut an. Tersedia semprot hidung st er oid yang efekt if dan r elat i f aman unt uk pemakaian jangka panjang dan jangka pendek seper ti flut icson, mometason, budesonid dan lain-lain.17

Follow up17,18

 Pasien dengan gejala minimal dapat dimonitor

sekali set ahun at au dua kali set ahun.

 Pasien dengan gejala obst rukt if yang

mengganggu m emerlukan follow up yang lebih

ser ing, ter ut ama jika mer eka sedang

menerima kor t ikosteroid or al dosis tinggi at au menggunakan semprot hidung st er oid topikal dalam jangka lam a.

 Int ervensi bedah pada polip nasal

diper timbangkan set elah terapi

medikamentosa gagal dan unt uk pasien dengan infeksi / per adangan sinus berulang yang mem er lukan per aw atan dengan berbagai ant ibiot ik.

2. Operatif

(5)

mudah. Dengan persiapan yang telit i, m aka keadaan pasien akan opt imal untuk menjalani

bedah sinus endoskopi dan kemungkinan

t im bulnya komplikasi juga ditekan seminimal mungkin.19,20

Dapat dilakukan ekst r aksi polip

(polipektomi) menggunakan senar polip at au cunam dengan analget ik lokal, bisa juga dengan menggunakan alat yang sangat menguntungkan

seper ti microdebr ider yang dapat memotong

langsung menghisap polip sehingga per darahan sangat minimal, yang ter baik ial ah Bedah Sinus lubang hidung rasa t ersumbat kir i dan kanan sejak 14 tahun yang lalu, makin lama makin t ersumbat dan 10 har i yang lalu pasien sudah tidak bisa ber nafas lew at hidung. Penciuman ber kur ang sejak 10 tahun yang lalu, makin lama makin menghilang, pasien juga mengeluhkan ingus r asa t er tel an, sakit kepala hilang t imbul ser ta nyeri pada w ajah kanan hilang t imbul. Riw ayat bersin-bersin di pagi har i, lebih dar i 5 kali sekali serangan dan disert ai rasa gat al pada hidung dan m at a semenjak kecil.

Dari pemer iksaan fisik didapat kan

keadaan um um baik, t elinga dan t enggor ok t idak dit em ukan kelainan. Pada pemeriksaan r inoskopi ant er ior t er lihat massa pada kedua kavum nasi ber w ar na put ih pucat , mengkilat , licin, mudah diger akkan, ber t angkai dan t idak menyebabkan nyer i jika disent uh. Pada pemeriksaan r inoskopi post erior t idak t erlihat masa polip. Kemudian

dilakukan pem er iksaan nasoendoskopi, dan

t er lihat masa polip memenuhi kavum nasi dan sukar unt uk menilai dar i mana asal polip.

Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik didapat kan diagnosa polip nasi bilat eral dan

r inosinusitis kronis dan diber ikan terapi

kor tikost eroid or al (Pr ednison) t appering off selam a 15 har i, steroid topikal (momethason spr y), ant i histamin (loratadin) sert a ant ibiot ik klindam icin per or al. Dan setelah 2 minggu ter api, pasien dimint a unt uk kontrol kembali dan set elah dievaluasi t ernyata tidak t er dapat per baikan.

Kemudian dilakukan pemer iksaan CT

Scan sinus paranasal didapat kan per selubungan pada kedua sinus maxillaris, kedua sinus et hmoid dan sinus fr ontalis dext ra dan juga per selubungan pada kedua kavum nasi, ost eomeat al kompleks t er tut up.

Pasien dianjur kan unt uk pemeriksaan t es aler gi (Cur kit t est), t api pasien menolak.

Pasien diper siapkan untuk dilakukan

oper asi polipektom i dan BESF, kemudian media polipoid. Dilakukan polipektomi dengan for cep dan set elah polip ber sih dilanjut an dengan unsinektomi, t er lihat keluar pus dari ostium sinus maksila dan ostium sinus maksila diperlebar. Dilanjut kan dengan et hmoidektomi dan pungsi iri gasi pada sinus maksila. Hal yang sam a dilakukan pada kavum nasi kir i. Pada akhir operasi dipasang t ampon ant er ior pada kedua kavum nasi. Polip yang diekst irpasi dikir im ke laborator ium patologi anatomi.

Pasca t indakan diberikan terapi

ceftr iaxon 2x1gr , dexametason 3x1amp, t ramadol dr ip 3x500mg. Tanggal 8 Maret 2009 pasien dilakukan pembukaan t ampon ant erior dan pasien diper bolehkan pulang dengan t er api klindam isin 3x300mg, methyl pr ednisolon 3x4mg asam mefenamat 3x500mg, dan Nacl 0,9% cuci hidung..

Sat u minggu kemudian pasien kont rol ke poli klinik THT dengan tidak ada keluhan dan hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi adalah t ampak keping-keping jaringan diliput i epitel r espir at or ik, dengan stoma longgar , hiper emik, mengandung

kelenjer -kelenjer yang sebagian kist ik dan

(6)

pada 2 bulan ber ikutnya unt uk evaluasi. Dir encanakan untuk dilakukan t es alergi tapi pasien tidak datang lagi unt uk kont rol set elah bulan kedua dengan alasan tidak ada keluhan dan t empat tinggal yang jauh.

DI SKUSI

Telah dilapor kan sat u kasus polip nasi dengan mult i sinusitis pada seor ang w anit a usia 20 t ahun dan t elah menjalani oper asi polipektomi dan

BSEF. Diagnosis dit egakkan ber dasar kan

anamnesis dan pemer iksaan fisik baik r inoskopi

ant er ior , r inoskopi post er ior maupun

nasoendoskopi yang mem berikan gambar an polip dan dar i mana polip polip berasal7,10.

Pemeriksaan penunjang seper ti CT Scan sinus par anasal juga sangat dibut uh sebelum dilakukan tindakan oper asi, kar ena dengan pemeriksaan ini kita bisa menget ahui dari m ana asal t umbuhnya polip dan bisa menget ahui secar a pasti apakah t elah ada komplikasi sinusit is sehingga operasi dapat dir encanakan dengan baik8,10.

Jenis polip berupa eosinofilik at au net rofilik dapat diket ahui dengan pemer iksaan patologi anatom i tet api pada kasus ini bagian patologi anatomi hanya member ika hasil polip nasi t anpa m ember ikan jenis polipnya.

Pada saat operasi, oper asi terhenti sebelum sampai ke sinus front alis, kar ena perdarahan yang banyak, hal ini bisa disebabkan kar ena ket er bat asan alat dan t eknik anastesi. Menurut kepust akaan dengan t eknik anastesi hipot ensi dan alat micr odebr ider maka per darahan pada polipektomi dapat di minimalisir17,20

Ter api polip bisa ber upa medikamentosa dan oper at if, berdasar kan kepust akaan tindakan oper atif dilakukan jika gagal ter api medikamentosa ber upa t er api kort ikost er oid baik lokal at au t opikal12. Pada pasien ini kemungkinan akan t er jadi rekurensi kar ena diper kirakan disebabkan

oleh alergi, sedangkan pasien belum dilakukan t es aler gi.

(7)

Gambar

Gambar 1. Anatomi Sinus, dikutip dari kepustakaan 5
Gambar 2.  Endoscopic image of nasal polyps, dikutip dari      kepustakaan
Gambar 4. This sinus CT scan shows polyps. Ther e is dari kepustakaanobstr uction of the ostium (maxillary sinus ostium)

Referensi

Dokumen terkait

Rinosinusitis didefinisikan secara klinis sebagai suatu kondisi yang merupakan manifestasi dari respon keradangan membran mukosa sinus paranasalis yang biasanya dihubungkan

Penatalaksanaan Pott’s puffy tumor dilakukan dengan pendekatan medikamentosa dan bedah untuk drainase sinus frontal dan untuk membersihkan jaringan dan tulang yang

Pemeriksaan CT scan sesuai dengan teori bahwa tumor dapat terbatas pada rongga hidung dalam yang dapat berkisar dari beberapa milimeter hingga lebih dari 2

Struktur SEM PLS Tahap Pemeriksaan Fisik Dengan Basis Pengisian Borang Model TAM Original Sedangkan pada tahap penunjang diketahui dari nilai uji t (p- value) bahwa

Pemeriksaan feses dapat dilakukan untuk melihat melena.21-22,32 Manifestasi klinik pada pasien gastritis erosif kronik superfasialis akan menunjukkan sindrom dispepsia dengan keluhan

Gambar 2.2 Pembesaran Kelenjar limfa pada leher bagian kanan Dikutip dari: Rumah Sakit Mata Cicendo Gambar 2.3 Pemeriksaan CT-scan Orbita Kepala Dikutip dari: Rumah Sakit Mata

Menganalisis korelasi antara derajat deviasi septum nasi pada pasien yang menjalani pemeriksaan CT scan kepala terhadap tingkat keparahan obstruksi nasal NOSE scale 1.4 Hipotesis