• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penatalaksanaan Abses Submandibula dengan Penyulit Uremia dan Infark Miokardium Lama.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penatalaksanaan Abses Submandibula dengan Penyulit Uremia dan Infark Miokardium Lama."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

Penatalaksanaan Abses Submandibula dengan Penyulit Uremia

dan Infar k Miokar dium Lama

Novialdi, Ade Asyar i

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakult as Kedokt er an Univer sit as Andalas Padang

Abstr ak

Abses submandibula mer upakan salah satu abses leher dalam yang banyak disebabkan oleh infeksi gigi. Diagnosis harus ditegakkan dengan cepat dan akur at untuk menentukan lokasi dan per luasan abses. Faktor penyulit seper ti uremia dan infark miokar dium lama har us didiagnosis dan ditatalaksana dengan tepat karena dapat menyebabkan kematian. Terapi meliputi pemberian antibiotik, drainase abses, menghilangkan fokus infeksi dan tatalaksana penyulit. Dilapor kan seorang pasien laki-laki dengan umur 88 tahun dengan diagnosis abses submandibula yang disebabkan oleh infeksi gigi dengan penyulit uremia dan infark miokar dium lama. Telah dilakukan insisi, drainase abses, pember ian antibi otik dan penatalaksanan penyulit. Namun pasien meninggal kar ena faktor penyulit yang tidak ter atasi.

Kata kunci : Abses submandibula, uremia dan infar k miokar dium lama.

Abstract

Submandibular abscess is one of deep neck abscess, caused by dent al infect ion. The diagnosis have t o be est ablished fast ly and accur at ely t o det er mine t he locat ion and t he ext ension of abscess. The complicat ing fact or s such as ur emia and old myocar diac infar ct ion (old MCI) have t o be diagnosed and managed pr ecisely because can lead t o deat h. The t her apy includes ant ibiot ic administ r at ion, abscess dr ainage, eliminat e t he focal infect ion and t her apy of complicat ion. One case, a male 88 year s old diagnosed w it h submandibular abscess t hat caused by dent al infect ion w it h t he complicat ion of uremia and old MCI have been r epor t ed. The incision, abscess dr ainage, ant ibiot ic administ r at ion and t her apy of complicat ion have been done. But, t he pat ient w as deat h because of t he complicat ing fact or s w hich could not been managed.

Key wor d : Submandibular abscess, ur emia and old MCI

Korespondensi: dr . Ade Asyari; adeasyari2@gmail.com

ABSES SUBMANDIBULA Pendahuluan

Abses submandibula di defenisikan sebagai ter bentuknya abses pada ruang potensial di regio submandibula yang diser tai dengan nyeri tenggor ok, demam dan terbatasnya ger akan membuka mulut.1

Abses submandibula mer upakan bagian dari abses leher dalam. Abses leher dalam ter bentuk di r uang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalar an infeksi dari berbagai sumber , seper ti gigi, mulut, tenggor ok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher . Gejala dan tanda klinik biasanya ber upa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yang ter libat.1,2,3

Kuman penyebab infeksi terbanyak adalah golongan St r ept ococcus, St aphylococcus, kuman anaer ob Bact er oides atau kuman campur.3

Abses leher dalam yang lain dapat ber upa abses peritonsil, abses retr ofar ing, abses parafaring dan angina Ludovici (Ludw ig’s angina)1,3

Ruang submandibula merupakan daerah yang paling sering ter libat penyebaran infeksi dar i gigi. Penyebab lain adalah infeksi kelenjar ludah, infeksi saluran nafas atas, trauma, benda asing, dan 20% tidak diketahui fokus infeksinya.4,5

Pengetahuan anatomi fasia ser vikal sangat penting dalam menegakkan diagnosis, mengetahui komplikasi dan penatalaksanaan abses submandibula.4,6

Komplikasi dapat diper berat karena adanya kelainan ginjal seperti uremia dan kelainan jantung seper ti old MCI, dimana komplikasi yang diperberat dengan penyakit penyerta dapat menyebabkan kematian.1,2

Penatalaksanaannya meliputi mengamankan jalan nafas, antibiotik yang adekuat, drainase abses ser ta menghilangkan sumber infeksi.2 Kelainan-kelainan penyakit penyer ta juga harus ditatalaksana dengan baik.2

Anatomi

Pada daerah leher ter dapat beber apa r uang potensial yang dibatasi oleh fasia ser vikal. Fasia ser vikal dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisialis dan fasia pr ofunda. Kedua fasia ini dipisahkan oleh m. plastima yang tipis dan meluas ke anter ior leher. Muskulus platisma sebelah inferior berasal dari fasia ser vikal pr ofunda dan klavikula ser ta meluas ke superior untuk ber inser si di bagian inferior mandibula.2 (Gambar 1)

(2)

2

Ruang potensial leher dibagi menjadi r uang

yang melibatkan selur uh leher , r uang suprahioid dan r uang infrahioid. Ruang yang melibatkan selur uh leher ter dir i dar i r uang retr ofar ing, r uang bahaya (danger space) dan r uang prever tebra. Ruang suprahioid ter dir i dari r uang submandibula, r uang parafar ing, ruang par otis, r uang peritonsil dan r uang temporalis. Ruang infr ahioid meliputi bagian anterior dar i leher mulai dar i kar tilago tir oid sampai superior mediastinum setinggi ver tebra ke empat dekat ar kus aor ta.2

Ruang Submandibula

Ruang submandibula ter diri dari r uang sublingual, submaksila dan submental. Muskulus milohioid memisahkan r uang sublingual dengan r uang submental dan submaksila.2,3 Ruang sublingual dibatasi oleh mandibula di bagian later al dan anterior , pada bagian infer ior oleh m. milohioid, di bagian super ior oleh dasar mulut dan lidah, dan di poster ior oleh tulang hioid. Di dalam r uang sublingual terdapat kelenjer liur sublingual beserta duktusnya.2

Gambar 2. Anatomi r uang submandibul a.7

Ruang submental di anterior dibatasi oleh fasia leher dalam dan kulit dagu, di bagian later al oleh venter anterior m. digastr ikus, di bagian superior oleh m. milohioid, di bagian inferior oleh gar is yang melalui tulang hyoid. Di dalam ruang submental ter dapat kelenjer limfa submental.2 (gambar 2)

Ruang maksila bagian superior dibatasi oleh m. milohioid dan m. hipoglossus. Batas inferior nya adalah lapisan anterior fasia leher dalam, kulit leher dan dagu. Batas medial adalah m. digastr ikus anterior dan batas poster ior adalah m. stilohioid dan m. digastrikus poster ior . Di dalam r uang submaksila ter dapat kelenjer liur submaksila atau submandibula beser ta duktusnya. Kelenjar limfa submaksila atau submandibula beser ta duktusnya ber jalan ke posterior melalui tepi m. milohioid kemudian masuk ke r uang sublingual. Akibat infeksi pada r uang ini mudah meluas dar i satu r uang ke r uang lainnya.2

Keker apan

Huang dkk,5 dalam penelitiannya pada tahun 1997 sampai 2002, menemukan kasus infeksi leher dalam sebanyak 185 kasus. Abses submandibula (15,7%) mer upakan kasus terbanyak ke dua setelah abses

parafar ing (38,4), diikuti oleh angina Ludovici (12,4%), par otis (7%) dan retr ofar ing (5,9%).

Sakaguchi dkk,4 menemukan kasus infeksi leher dalam sebanyak 91 kasus dari tahun 1985 sampai 1994. Rentang usia dari umur 1-81 tahun, laki-laki sebanyak 78% dan per empuan 22%. Infeksi per itonsil paling banyak ditemukan, yaitu 72 kasus, diikuti oleh parafar ing 8 kasus, submandibula, sublingual dan submaksila 7 kasus dan retr ofar ing 1 kasus.

Fachr uddin8 melapor kan 33 kasus abses leher dalam selama Januari 1991-Desember 1993 di bagian THT FKUI-RSCM dengan rentang usia 15-35 tahun yang ter dir i dar i 20 laki-laki dan 13 per empuan. Ruang potensial yang ter ser ing adalah submandibula sebanyak 27 kasus, retr ofaring 3 kasus dan parafar ing 3 kasus.

Di sub bagian lar ing faring FK Unand/ RSUP M Djamil Padang selama Januari 2009 sampai April 2010, ter catat kasus abses leher dalam sebanyak 47 kasus, dengan abses submandibula menempati ur utan ke dua dengan 20 kasus dimana abses per itonsil 22 kasus, abses parafar ing 5 kasus dan abses retr ofar ing 2 kasus.

Etiologi

Infeksi dapat ber sumber dari gigi, dasar mulut, far ing, kelenjer liur atau kelenjer limfa submandibula. Sebagian lain dapat mer upakan kelanjutan infeksi r uang leher dalam lainnya.2,3

Sebelum ditemukan antibiotika, penyebab ter ser ing infeksi leher dalam adalah far ing dan tonsil, tetapi sekarang adalah infeksi gigi.4,6,9 Bottin dkk,9 mendapatkan infeksi gigi mer upakan penyebab yang ter banyak kejadian angina Ludovici (52,2%), diikuti oleh infeksi submandibula (48,3%), dan par afaring.

Sebagian besar kasus infeksi leher dalam disebabkan oleh berbagai kuman, baik aer ob maupun anaer ob.3.9 Kuman aer ob yang paling sering ditemukan adalah St r ept ococcus sp, Staphylococcus sp, Neisser ia sp, Klebsiella sp, Haemophillus sp. Pada kasus yang berasal dari infeksi gigi, sering ditemukan kuman anaer ob Bact er oides melaninogenesis, Eubact er ium Pept ost r ept ococcus dan yang jarang adalah kuman Fusobact er ium.2

Patogenesis

Beratnya infeksi tergantung dari vir ulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi anatomi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitar nya.6,10,11

Infeksi dar i submandibula dapat meluas ke r uang mastikor kemudian ke parafaring. Per luasan infeksi ke par afaring juga dapat langsung dari r uang submandibula. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya.2,10 (Gambar 3)

(3)

3

Gambar 3. Skema per l uasan i nfeksi pada r uang pot ensial l eher .

(PMS; r uang far ingo maksila, VVS; r uang vaskuler viser al).2

Gejala klinis

Pada abses submandibula didapatkan pembengkakan di baw ah dagu atau di bawah lidah baik unilateral atau bilateral, diser tai rasa demam, nyer i tenggor ok dan tr ismus. Mungkin didapatkan r iwayat infeksi atau cabut gigi. Pembengkakan dapat berfluktuasi atau tidak.1,2,3

Diagnosis

Diagnosis abses leher dalam ditegakkan ber dasar kan hasil anamnesis yang cermat, pemer iksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada beber apa kasus kadang-kadang sulit untuk menentukan lokasi abses ter utama jika melibatkan beberapa daerah leher dalam dan jika pasien sudah mendapatkan pengobatan sebelumnya.2

Pemeriksaan penunjang sangat ber peran dalam menegakkan diagnosis. Pada foto polos jaringan lunak leher anter oposter ior dan lateral didapatkan gambaran pembengkakan jaringan lunak, cairan di dalam jaringan lunak, udara di subkutis dan pendor ongan trakea. Pada foto polos tor aks, jika sudah ter dapat komplikasi dapat dijumpai gambaran pneumotoraks dan juga dapat ditemukan gambaran pneumomediastinum.2

Jika hasil pemeriksaan foto polos jar ingan lunak menunjukkan kecur igaan abses leher dalam, maka pemer iksaan tomografi komputer idealnya dilakukan. Tomogr afi Komputer (TK) dengan kontr as mer upakan standar untuk evaluasi infeksi leher dalam. Pemer iksaan ini dapat membedakan antar a selulitis dengan abses, menentukan lokasi dan per luasan abses. Pada gambaran TK dengan kontr as akan ter lihat abses ber upa daerah hipodens yang berkapsul, dapat diser tai udara di dalamnya, dan edema jaringan sekitar . TK dapat menentukan w aktu dan per lu tidaknya operasi.2,12

Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemer iksaan pencitraan resonansi magnetik (Magnet ic r esonance Imaging / MRI) yang dapat mengetahui lokasi abses, per luasan dan sumber infeksi. Sedangkan Ult r asonogr afi (USG) adalah pemeriksaan penunjang diagnostik yang tidak invasif dan relatif lebih murah

dibandingkan TK, cepat dan dapat menilai lokasi dan per luasan abses.2,13

Foto panor amik digunakan untuk menilai posisi gigi dan adanya abses pada gigi. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada kasus abses leher dalam yang diduga sumber infeksinya ber asal dari gigi.2

Pemeriksaan darah rutin dapat melihat adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda infeksi. Analisis gas darah dapat menilai adanya sumbatan jalan nafas. Pemer iksaan kultur dan resistensi kuman har us dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotik yang sesuai.2

Komplikasi

Komplikasi ter jadi karena keter lambatan diagnosis, terapi yang tidak tepat dan tidak adekuat. Komplikasi diperberat jika disertai dengan penyakit diabetes mellitus, adanya kelainan hati dan ginjal dan kehamilan. Komplikasi yang berat dapat menyebabkan kematian.1,2,12,13

Infeksi dapat menjalar ke r uang leher dalam lainnya, dapat mengenai str uktur neur ovaskular seperti ar ter i kar otis, vena jugular is inter na dan n. X. Penjalaran infeksi ke daerah selubung kar otis dapat menimbulkan er osi sarung kar otis atau menyebabkan tr ombosis vena jugularis interna. Infeksi yang meluas ke tulang dapat menimbulkan osteomielitis mandibula dan vertebra ser vikal. Dapat juga ter jadi obstr uksi saluran nafas atas, mediastinitis, dehidr asi dan sepsis.2,13,14,15,16

Ter api

Antibiotik dosis tinggi ter hadap kuman aer ob dan anaer ob har us diberikan secara parenter al. Hal yang paling penting adalah ter jaganya saluran nafas yang adekuat dan drainase abses yang baik.3,15,16

Sehar usnya pemberian antibiotik ber dasar kan hasil biakan kuman dan tes kepekaan ter hadap bakter i penyebab infeksi, tetapi hasil biakan membutuhkan w aktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pengobatan harus seger a diber ikan.16 Sebelum hasil mikr obiologi ada, diberikan antibiotik kuman aer ob dan anaer ob.2.3,13

Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan ter lokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas.2,3,13

Adanya trismus menyulitkan untuk masuknya pipa endotrakea peroral. Pada kasus demikian diper lukan tindakan trakeostomi dalam anastesi lokal. Jika ter dapat fasilitas bronkoskop fleksibel, intubasi pipa endotr akea dapat dilakukan secara intr anasal.2,4

(4)

4

Gambar 4. Algor itma penatalaksanaan abses leher dalam.2

UREMIA Definisi

Uremia adalah keadaan toksik yang disebabkan gagal ginjal. Hal ini ter jadi bila fungsi ginjal tidak dapat membuang ur ea keluar dar i tubuh sehingga ur ea menumpuk dalam dar ah.17,18

Etiologi:

Kenaikan pr oduksi urea dalam hati :

- Diet tinggi protein

- Meningkatnya pemecahan pr otein (infeksi, tr auma, kanker)

- Per darahan pada saluran pencer naan

- Obat-obatan ter tentu seper ti kor tikoster oid. Penurunan pembuangan urea :

- Menur unnya aliran dar ah melalui ginjal seper ti hipotensi atau tekanan darah rendah dan gagal ginjal.

- Obstr uksi atau gangguan pada aliran kemih.17

Gejala

Gejala klinis dapat ber upa mual, muntah, kelelahan, anoreksia, penur unan ber at badan, kram otot, pr uritus dan perubahan status mental.

Gejala lain dapat ter jadi anemia, asidosis, koagulopati, hiperkalemia, kelainan endokrin dan kelainan jantung.17,18,19

Ter api

Penatalaksanaan utama adalah dialisis. Ter api ditujukan pada penyebab ter jadinya uremia misalnya memberikan pr epar at besi pada pasien uremia kar ena anemia defisiensi besi.19

Diet r endah pr otein dianjurkan pada pasien ur emia yang dengan gagal ginjal ringan sampai sedang, meskipun hal ini masih kontr over sial. Diet r endah pr otein dapat mengurangi beber apa gejala ur emia seper ti mual dan muntah.19

Obat-obat yang digunakan ditujukan untuk mengobati kelainan metabolik dan elektr olit, seperti anemia, hiper kalemia, hipocalcemia, dan kekur angan zat besi.19

INFARK MIOKARDIUM LAMA Definisi

Infar k miokar dium adalah nekr osis miokar d akibat gangguan aliran dar ah ke otot jantung. Klinis sangat mencemaskan karena ser ing ber upa serangan mendadak umumnya pada pr ia 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan.20

Infar k miokar d biasanya disebabkan oleh tr ombus arteri kor oner . Pr osesnya beraw al dar i r uptur nya plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan tr ombus oleh tr ombosit. Lokasi dan luasnya infar k miokar d ter gantung pada jenis ar teri yang oklusi dan alir an darah kolater al.20

Gejala klinis

Nyer i dada kir i seper ti ditusuk-tusuk atau diiris-iris menjalar ke lengan kir i. Nyeri dada serupa dengan angina tetapi lebih intensif dan lama, serta tidak sepenuhnya hilang dengan istir ahat atau pember ian nitrogliser in. Rasa nyeri kadang di daer ah epigastrium dan dapat menjalar ke punggung sehingga pasien merasa gelisah, takut, berker ingat dingin dan lemas.20

Pemer iksaan Penunjang

- Pada EKG ter dapat elevasi segmen ST diikuti dengan per ubahan sampai inver se gelombang T, kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal di 2 sadapan.

- Peningkatan kadar enzim atau isoenzim20

Penatalaksanaan

Secar a umum

- Penjelasan mengenai penyakit dimana pasien merasa ter tekan, khawatir ter utama untuk melakukan aktivitas

- Pasien har us menyesuaikan aktivitas fisik dan psikis

- Pengendalian faktor resiko

- Pencegahan sekunder dengan aspir in

- Pember ian O2 Secar a khusus

- Istr ir ahat total

- Diet makanan lunak dan rendah garam

- Pasang infuse dekstr ose 5 % emer gensi

- Atasi nyeri dengan mor fin 2,5 mg iv atau petidin 25 mg im

- Oksigen 2-4 liter/ menit

- Sedatif sedang seper ti diazepam

- Antikoagulan seper ti hepar in

(5)

5

Lapor an Kasus

Seor ang pasien laki-laki umur 88 tahun dengan ber at badan 78 kg dan tinggi badan 165 cm (MR 682970) datang ke IGD RSUP M. Djamil Padang tanggal 1 Maret 2010. Pasien dikonsulkan oleh dokter jaga IGD ke bagian penyakit dalam dan didiagnosis dengan abses submandibula dan uremia ec dehidrasi ec low intake, dengan anjur an konsul ke bagian bedah. Di bagian bedah dilakukan aspirasi dan tidak ditemukan pus dan pasien di diagnosis tumor regio submandibula dengan diagnosis banding curiga abses submandibula dan dianjurkan untuk konsul ke bagian THT. Di bagian THT didapatkan keluhan bengkak pada baw ah dagu sejak 5 har i yang lalu. Bengkak makin lama terasa makin nyer i dan ber war na kemerahan. Keluhan demam dirasakan sejak 5 har i yang lalu, hilang timbul. Nyeri menelan dikeluhkan sejak 5 har i yang lalu namun pasien pada saat itu masih bisa makan dan minum biasa. Susah buka mulut sejak 3 hari yang lalu. Pasien mempunyai riwayat sakit gigi sebelumnya dan tidak terdapat r iwayat ketulangan. Pasien telah ber obat ke bidan dan diberi 2 macam obat, tetapi pasien tidak ingat nama obatnya.

Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis kooperatif, tekanan darah 120/ 90 mmHg, suhu 36,90C, dan tidak ada sesak nafas. Dari pemeriksaan telinga dan hidung tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan or ofaring ter dapat gangren radiks insisivus 1 dan 2 kanan bawah dan M2 kanan baw ah. Pada pemeriksaan regio mandibula ter dapat pembengkakan pada bagian anter ior dan bagian dextra dengan perabaan panas, fluktuatif, ter dapat nyer i tekan dan pembengkakan ber war na merah, tr ismus 2 cm, angulus submandibula teraba.

Dari pemer iksaan laboratorium kadar haemoglobin 10.8 g/ dl, leukosit 23800 / mm3, gula darah sew aktu 103 mg/ dl, ureum 105 mg/ dl, didapatkan kesan leukositosis dan uremia. Dilakukan aspirasi pada daerah yang paling fluktuatif dan didapatkan pus. Pus hasil aspir asi dikir im ke bagian mikr obiologi untuk kultur dan uji tes sensitivitas. Pasien di diagnosis sebagai abses submandibula. Dar i pemer iksaan Rontgen foto cervical AP dan later al dan TK leher didapatkan kesan sugestif abses sub mandibula kanan. Direncanakan untuk dilakukan insisi dan eksplor asi abses dengan anastesi lokal, tapi pasien menolak. Pasien diraw at di bangsal THT dengan ter api : IVFD NaCl 0,9℅, inj ceftriaxon 2x1gr, metr onidazol drip 3x500mg, inj deksamethason 3x5 mg dan posisi tidur Tr edelenburg.

Pada tanggal 2 Maret 2010 didapatkan bengkak pada bagian bawah rahang makin membesar , sukar membuka mulut, nyer i menelan ber kurang, pasien dapat makan makanan cair dan dar i pemer iksaan fisik daerah fluktuatif pada bagian abses makin banyak, angulus submandibula masih teraba, trismus 2 cm, tapi pasien masih menolak untuk dilakukan tindakan.

Pada tanggal 3 maret 2010 pasien setuju untuk dilakukan insisi dan eksplorasi dengan anestesi lokal, sebelum dilakukan tindakan pasien diberikan analgetik sub lingual.

Laporan operasi :

 Pasien tidur telentang diatas meja operasi

 Dilakukan septik dan antiseptik di lapangan operasi

 Daerah insisi pada ± 2 jar i dibawah tulang submandibula depan disemprotkan chloretil

 Dilakukan insisi horizontal sepanjang 5 cm

 Ter lihat pus keluar dari tempat insisi dan pus dihisap dengan suct ion, pus ± 50 cc dikeluar kan secara maksimal

 Ruang abses dieksplor asi ke superior, medial, infer ior dan sedikit ke later al dengan membebaskan jar ingan ikat secara tumpul

 Dicuci dengan H2O2 3%yang di tambah dengan betadine

 Dipasang kasa dr ain

 Operasi selesai

Pada tanggal 4 Maret 2010, keadaan umum pasien sedang, bengkak di bawah dagu ber kurang, nyer i menelan ber kurang, dan keluhan susah membuka mulut tidak ada. Dari pemeriksaan fisik, luka bekas insisi baik, pus mer embes minimal dan tidak ada trismus. Dari hasil labor atorium : haemoglobin 11,3 g/ dl, leukosit 16400 / mm3 haematokrit 34 ℅, trombosit 152.000 /mm3 ureum darah 103 mg/ dl, kreatinin dar ah 1,0 mg/ dl. Ter api ditambah dengan betadin kumur dan ranitidine 1 ampul 2 kali sehari. Redressing 3 kali sehari dengan kompr es r ivanol pada bekas insisi ser ta dilakukan pemer iksaan Rontgen foto panor amik.

Pada tanggal 5 Maret 2010, keadaan umum sedang, bengkak di bawah dagu minimal, nyeri menelan tidak ada dan pasien sudah bisa makan dan minum biasa. Luka bekas oper asi baik dan pus minimal. Ter api dilanjutkan dan diputuskan tidak lagi memakai kasa dr ain dan redr essing 2 kali sehari. Pasien dikonsulkan ke bagian penyakit dalam untuk evaluasi dan tatalaksana uremia dan konsul bagian gigi untuk mencari kemungkinan fokus infeksi.

Pada tanggal 6 Mar et 2010, keluhan bengkak di dagu berkurang, tidak ada keluhan susah menelan dan buka mulut, pasien telah dapat makan dan minum biasa. Dari pemer iksaan fisik keadaan umum sedang, kesadaran komposmentis, tidak demam, tidak ada trismus dan dar i tempat insisi tidak lagi ditemukan pus. Jawaban konsul penyakit dalam didapatkan kesan leukositosis dan uremia ec dehidr asi, dan anjur annya : rehidrasi sampai jumlah ur ine 1 cc/ kgbb/ jam, IVFD Nacl 0.9% 8 jam/ kolf, balance cairan dan asam folat 1x1, ter api lain sesuai bagian THT, cek ulang ur eum dan kr eatinin bila telah tercapai jumlah ur in 1 cc/ kg/ jam.

Kontr ol balance cairan dalam 24 jam dari tanggal 6 Maret 2010 sampai tanggal 7 Mar et 2010 dengan int ake cairan NaCl 0,9℅ 4 kolf, minum 1 liter air dengan jumlah urine 1600 cc

Tanggal 7 Maret 2010 pada pemer iksaan regio submandibula tidak ditemukan lagi pus dan edema bekas insisi sudah minimal. Pada pukul 20.00 WIB, pasien sesak nafas setelah BAB di kamar mandi dan ber kur ang jika duduk, BAB kehitaman dan BAK seper ti teh, ditemukan edem pretibia pada kedua kaki. Pasien dipasang O2 2 liter/ menit dan dikonsul ke bagian penyakit dalam untuk penatalaksanaan sesak nafas dan melena, tapi bagian penyakit dalam menolak karena pasien belum dilengkapi pemer iksaan darah lengkap, analisa gas darah, Rontgen thoraks dan pemeriksaan EKG.

(6)

6

22℅, trombosit 164.000/mm3, glukosa dar ah sew aktu

141 mg/ dl, ureum darah 101 mg/ dl, kr eatinin darah 1,3 mg/ dl, natrium 132 mg/ dl, kalium 5,2 mg/ dl, klor ida 1,2 mg/ dl, SGOT 72 u/ l, SGPT 60 u/ l. Analisis gas dar ah jam (08:47:22). Pr essur ed (37.00 C) = pH 7,44, pCO2 28 mmHg, pO2 98 mmHg. Temp-Cor r ect ed (36,00 C) = pH (T) 7,45, pCO2 (T) 27 mmHg, pO2 92 mmHg. Der ived Par amet er s = Ca++ (7,4) HCO3- 19,0 mmol/ l, HCO3std 21,8 mmol/ l, TCO2 19,9 mmol/ l, BEecf -5,2 mmol/ l, BE(B) -4,0 mmol/ l, SO2c 98℅. Didapatkan kesan asidosis metabolik ter kompensasi

Kemudian pasien dikonsul ulang citto ke bagian penyakit dalam pada tanggal 8 Maret 2010 jam 10.00 wib dengan hasil (jam 16.30 w ib) : kesan anemia ec perdar ahan akut dan diagnosis banding abses mediastinum (Rontgen thor aks : tr akea ter dor ong) , old MCI infer ior . Anjuran : transfusi PRC sampai Hb ≥ 10 g/dl dan CT-Scan Thor ax.

Pasien di kontrol ketat setiap 1 jam. Pada jam 18.00 WIB pasien masih sesak dan mengeluh per ih di lambung dengan keadaan umum lemah, kesadaran apatis, tekanan darah 110/ 60 mmHg, nadi 82 kali per menit, nafas 20 kali per menit dan suhu 36,70 C. Kemudian dipasang O2 2 liter .

Pukul jam 00.45 WIB keadaan umumnya lemah, kesadaran apatis, tekanan dar ah 110/ 70 mmHg, nafas 22 kali per manit, nadi 86 kali per menit dan suhu 360 C. kemudian dilakukan transfusi PRC 250 cc.

Pukul 04.00 WIB pasien makin sesak, kesadaran tiba-tiba menur un menjadi somnolen dan pasien sudah tidak dapat berkomunikasi, tekanan darah 100/ 60 mmHg, nafas 34 kali per menit suhu 360 C. Pasien direncanakan konsul citto ke bagian penyakit dalam untuk penatalaksanaan penur unan kesadaran. Pukul 04.15 WIB kesadar an pasien menjadi comatous. Pukul 04.25 WIB tekanan darah tidak ter ukur, nadi tidak teraba, r eflek pupil tidak ada dan pasien dinyatakan meninggal di hadapan dokter , peraw at dan keluar ga.

Pukul 04.30 WIB bagian penyakit dalam datang tetapi pasien telah dinyatakan meninggal.

Diskusi

Dilapor kan satu kasus abses submandibula yang ber asal dar i infeksi gigi dengan faktor penyulit uremia dan old MCI. Abses ter bentuk pada r uang submandibula dan belum terbentuk pada r uang yang lainnya.

Pada anamnesis didapatkan pasien mengalami sakit gigi yang sudah diber i obat antibiotik, tetapi tidak

ter dapat per baikan, diikuti pembengkakan pada dagu dan ber lanjut dengan pembengkakan ke mandibula kanan bawah. Dar i kepustakaan diketahui bahwa infeksi gigi mer upakan penyebab ter ser ing infeksi submandibula.4,6,9 Pada kasus ini kemungkinan fokus infeksi ber asal dar i gangren radiks insisivus 1 dan 2 kanan bawah dan M2 kanan bawah. Ini ditemukan dari pemeriksaan fisik gigi dan Rontgen panoramik.

Pada pemer iksaan fisik ditemukan adanya daerah yang berfluktuatif, dilakukan aspirasi dan didapatkan pus, kemudian dilakukan insisi dan didapatkan pus 50 cc.

Pada pemer iksaan TK didapatkan gambaran kesan abses submandibula kanan dan belum meluas ke r uang leher dalam lainnya. Dari kepustakaan diketahui bahwa jika dicurigai adanya abses leher dalam maka idealnya har us dilakukan pemeriksaan TK, kar ena pemer iksaan ini dapat membedakan antara selulitis dengan abses, menentukan lokasi dan per luasan abses.2,13

Pasien diistir ahatkan dengan posisi Tredelenbur g untuk mencegah tur unnya abses ke daerah mediastinum dan mencegah aspirasi jika abses pecah. Diberikan antibiotik untuk kuman aer ob dan anaer ob. Kar ena abses leher dalam dapat disebabkan oleh beberapa kuman baik aer ob maupun anaer ob.16

Idealnya antibiotik yang diberikan har us sesuai dengan hasil kultur dan tes resistensi.16 Kar ena pemer iksaan ini membutuhkan hasil yang lama, maka pemberian antibiotik dapat ber dasar kan empir is atau sesuai dengan pola kuman pada deerah ter sebut. Pada kasus ini digunakan antibiotik seftriakson dan metr onidazol. Seftr iakson mer upakan antibiotik golongan sefalosporin gener asi ketiga yang efektif untuk kuman aer ob sedangkan metronidazol untuk kuman anaer ob.

Sumber infeksi diketahui dar i gigi maka pasien dikonsulkan pada bagian gigi. Sehar usnya penatalaksanaan gigi dilakukan secepatnya, namun kar ena keadaan umum pasien tidak memungkinkan maka ekstr aksi gigi direncanakan setelah keadaan umum pasien memungkinkan.

Pada pasien ini tindakan drainase abses dilakukan dengan anastesi lokal karena abses yang masih dangkal dan ter lokalisasi. Tetapi tindakan drainase abses ter lambat karena pada aw alnya pasien menolak untuk dilakukan tindakan sehingga tindakan insisi bar u dapat dilakukan pada har i ke tiga r awatan. Menurut kepustakaan tindakan insisi dan dr ainase abses har us segera dilakukan setelah hasil aspir asi abses ter dapat pus dan sudah ter lihat gambaran abses pada pemer iksaan tomografi komputer .2

Pada hari raw atan ke 7 sudah tidak ditemukan lagi pus pada regio mandibula dan tidak ditemukan tanda-tanda mediastinitis

Pada kasus ini didapatkan kasus penyulit uremia dan old MCI. Pada tanggal I Mar et 2010, hasil labor atorium pemeriksaan ureum 105 mg/ dl dan didiagnosis dengan uremia ec dehidrasi oleh bagian penyakit dalam. Pasien diber i terapi dengan IVFD NaCl 0,9%. Pada tanggal 4 dan 7 Maret 2010 ureum kembali diperiksa dan didapatkan nilai masih 103 mg/ dl dan 101 mg/ dl. Sedangkan int ake cairan dan makanan baik dan balance cairan telah ter capai, tetapi ureum masih tetap tinggi.

(7)

7

didapatkan hasil old MCI infer ior . Ber dasar kan

kepustakaan dinyatakan bahwa old MCI didiagnosis jika pada EKG terdapat elevasi segmen ST diikuti dengan perubahan sampai inver se gelombang T, kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal di 2 sadapan. Pada pasien ini ditemukan gejala klinis seperti sesak nafas dan edema pada pretibia. Selain itu juga didapatkan hasil EKG yang sesuai dengan old MCI.

Melena pada pasien ini dapat disebabkan oleh gastr itis kor osif akut karena pemakaian obat-obatan untuk ter api abses yang meningkatkan asam lambung.

Dari pemeriksaan analisa gas darah didapatkan hasil asidosis metabolik terkompensasi. Hal ini sesuai dengan kepustakaan, bahwa uremia yang tidak ter kendali akan menimbulkan gejala asidosis metabolik.19

Penyebab kematian dari komplikasi abses submandibula ke mediastinum masih belum dapat disingkirkan w alaupun kemungkinannya kecil, kar ena pada pasien ini tidak ditemukan gejala komplikasi ke mediastinum dan pus di regio submandibula telah ker ing. Sedangkan pada pemer iksaan, bar u dilakukan pemer iksaan Rontgen thoraks dan belum dilakukan TK.

Pendor ongan trakea yang ter lihat pada r ontgen thoraks bisa karena posisi pasien saat difoto dalam posisi supine.

Penyebab kematian pada pasien ini bisa disebabkan oleh kelainan ginjal dan jantung atau kar ena sindr oma kar diorenal yaitu penurunan fungsi ginjal yang ter jadi pada pasien gagal jantung dan menimbulkan perbur ukan pr ognosis.21

Daftar Pustaka

1. Ballenger JJ. Infection of the facial space of neck and floor of the mouth. In: Ballenger JJ editor s. Diseases of the nose, thr oat, ear , head and neck.15th ed. Philadelphia, London: Lea and Febiger . 1991:p.234-41

2. Scott BA, Steinber g CM, Dr iscoll BP. Infection of the deep Space of the neck. In: Bailley BJ, Jhonson JT, Kohut RI et al editor s. Otolar yngology Head and neck sur ger y. Philadelphia: JB.Lippincott Company 2001.p.701-15

3. Fachr uddin D. Abses leher dalam. Dalam: Iskandar M, Soepar di AE editor . Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggor ok. Edisi ke 7. Jakar ta: Balai Pener bit FK-UI. 2007:p. 185-8

4. Sakaguchi M, Sato S, Ishiyama T, Katsuno T, Taguchi K. char acterization and management of deep neck infection. J. Oral Maxillofac Surg. 1997;26:131-134 5. Huang T, chen T, Rong P, Tseng F, Yeah T, Shyang C.

Deep neck infection: analysis of 18 cases. Head and neck. Ock, 2004.860-4

6. Law son W, Reino AJ. Odontogenic infection. In: Byr on Bailey, MD editor . Otolar yngologi head and neck sur ger y. Philadelphia: JB.Lippincott.Co 1998:p. 671-80

7. Lemonick DM. Ludw ig’s Angina: Diagnosis and Treatment. [update July 2002; cited May 1st, 2010] Available from: http:/ / w w w .tur ner-w hite.com

8. Fachr uddin DR, Helmi. Penatalaksanaan infeksi leher dalam. Up-date 1995. Pr insip dasar penatalaksanaan penyakit infeksi, dalam rangka dies natalis FK-UI ke-46(1995)

9. Bottin R, Marioni G, Rinalsi R, boninsema M, Salvador i L, Staffieri A. Deep neck infection: a

pr esent-day complication. A r etr ospective review of 83 cases (1998-2001). Eur Arch Otolar yngol.2003; vol 260;576-9

10. Ariji Y. Odontogenic infection pathw ay to the submandibular space: imaging assessment. Int J. or al Maxillofac. Surg. 2002; 31:165-9

11. Rosen EJ. Deep neck spaces and infections. Grand r ounds Presentation Univer sity of Texas Dept of Otolar yngology; 2002.p

12. Munoz A, Castillo M, Melchor MA, Gutier rez R. Acute Neck infection:pr ospective comparison between CT and MRI in 47 patient. J comput Assist Tomogr .2001;25:733-41

13. Al-Ebrahim KE. Descending necr otizing mediastenitis: a case report and review of the literatur e. Eur J Car dio-thorac Sur g 1995;9:161-2 14. Gadre AK, Gadre KC. Infection of the Deep Spaces of

the Neck. Bailey BJ, et al. In: Head & Neck Sur gery-Otolar yngology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins 2006.p.666-82

15. Yusa H, Yoshida H, Euno E, Onizawa K, Yanagaw a T. Ultrasound-guided sur gical drainage of face and neck abscess. J oral Maxillofac Surger y.2002;31:327-9 16. Rosenblatt. Air w ay Management. In: Barash

PG,Cullen BF, Stoelting RK editor s.5th ed Clinical anasthesia. Philadelphia: Lippincont Williams & Wilkins. 2006.p.596-693

17. Mitchell H. Rosner . Acute kidney injur y in the elder ly. Amer ican Society of Nephr ology.2009;18:1-5 18. Eric Scott Cantor , MD. Identyfying acute kidney

injury in high-r isk patients. A GE Healhcare MR publication.2008;1:71-3

19. A Brent Alpert Jr, MD, MPH. Uremia. [update Mar 17,

2010] Available fr om :

http:/ / emedicine.medscape.com/ ar ticle/

245296-overview.

20. Kr istian T et al. Univer sal defeniton of Miocar dial infarction. Eur opean Hear t Jour nal.2007;28:2525-38 21. Patrick PS, N. Foley R. The clinical epidemiology of

Gambar

Gambar 1. Potongan Sagital Leher 2
Gambar 4. Algoritma penatalaksanaan abses leher dalam. 2

Referensi

Dokumen terkait