• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adsorpsi Logam Cu(II) dan Cr(VI) pada kitosan bentuk serpihan dan butiran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Adsorpsi Logam Cu(II) dan Cr(VI) pada kitosan bentuk serpihan dan butiran"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

ADSORPSI LOGAM Cu(II) DAN Cr(VI) PADA

KITOSAN BENTUK SERPIHAN DAN BUTIRAN

DIAN NURDIANI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

DIAN NURDIANI. Adsorpsi Logam Cu(II) dan Cr(VI) pada Kitosan Bentuk Serpihan dan Butiran. Dibimbing oleh AHMAD SJAHRIZA dan PURWANTININGSIH SUGITA. Kitosan merupakan polimer alam yang dihasilkan dari limbah kulit udang. Kitosan dapat digunakan sebagai biopolimer yang bermanfaat untuk menjerap ion logam berat. Bentuk kitosan yang digunakan adalah bentuk serpihan dan butiran. Ion logam yang digunakan adalah Cu(II) dan Cr(VI). Studi adsorpsi kedua bentuk kitosan terhadap kedua jenis ion logam dilakukan pada kondisi pH 3 dan pH 7, konsentrasi larutan logam 1000 ppm dan 500 ppm dengan waktu pengamatan 2, 4, 6, 8, 10, 15, dan 30 menit. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 560 nm untuk logam Cu(II) dan 540 nm untuk logam Cr(VI).

Kapasitas adsorpsi maksimum untuk logam Cu(II) terjadi pada pH 7, konsentrasi 1000 ppm dan kitosan bentuk serpihan. Kapasitas adsorpsi maksimum untuk logam Cr(VI) terjadi pada pH 3, konsentrasi 1000 ppm dan kitosan bentuk serpihan. Kondisi yang sama terjadi pada ion logam dalam campuran ion logam Cu(II) dan Cr(VI), kapasitas adsorpsi kitosan terhadap logam Cu(II) lebih tinggi dari pada kapasitas adsorpsi kitosan terhadap logam Cr(VI).

(3)

ABSTRACT

DIAN NURDIANI. Cu(II) and Cr(VI) Adsorption in Chitosan Flakes and Beads. Supervised by AHMAD SJAHRIZA and PURWANTININGSIH SUGITA.

Chitosan is a natural polymer derived from shrimp crust. Chitosan is a biopolymer that could be applied to adsorp some heavy metals. Chitosan used in this experiment was in flake and bead forms. Adsorption of those chitosan forms were observed in two different pH conditions, namely 3 and 7, and at concentrations 1000 ppm and 500 ppm, respectively. Adsorption was observed after 2, 4, 6, 8, 10, 15, and 30 minutes. Heavy metal concentration was measured using visible spectrophotometer method at 560 nm for Cu(II) and 540 nm for Cr(VI).

Maximum adsorption capacity of Cu(II) for flakes occured at pH 7, 1000 ppm concentration. While, for Cr(VI), the maximum adsorption for flakes also happened at pH 3, 1000 ppm concentration. Similar condition was occurred for solution made of mixture of equal volume of Cu(II) and Cr(VI), applied and it found adsorption capacity of the Cu(II) was higher than Cr(VI).

The appropriate adsorption isotherm fitting Langmuir and Freundlich models. The constant of Langmuir isotherm of the flakes form obtained graphically was k1 = 0.28 ± 9.64 x 10-2 dm3.g-1, k2= -8.58 x 10-3± 2.41 x 10-3 dm3.mg with linearity 90.65% and the constant of Freundlich isotherm of flakes chitosan obtained was k = 2.08 x 10-2± 0.035 g.dm-3, 1/n = 1.82 ± 0.124 mg.g-1 with linearity 91.84%. Furthermore, the constant Langmuir isotherm constant of beads form was k1= 0.14 ± 3.11 x 10-2 dm3.g-1, k2 = -9.74 x 10-3± 7.79 x 10-4 dm3.mg with linearity 96.32% and the Freundlich constant of it was k

(4)

ADSORPSI LOGAM Cu(II) DAN Cr(VI) PADA

KITOSAN BENTUK SERPIHAN DAN BUTIRAN

DIAN NURDIANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Adsorpsi Logam Cu(II) dan Cr(VI) pada Kitosan Bentuk

Serpihan dan Butiran

Nama : Dian Nurdiani

NIM : G01400051

Disetujui

Drs. Ahmad Sjahriza Dr. Purwantiningsih Sugita, M.S.

Ketua Anggota

Diketahui

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono

NIP 131 473 999

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian ini adalah kajian penjerapan logam berat pada kitosan, dengan judul

Adsorpsi Logam Cu(II) dan Cr(VI) pada Kitosan Bentuk Serpihan dan Butiran.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Ahmad Sjahriza dan Dr.

Purwantiningsih Sugita, M.S. selaku pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan karya tulis ini. Ungkapan terima

kasih juga kepada Mama, Mimi, A Hamid, Teh Yoyoh, Mas Parno, Teh Tuti, dan

keluarga atas dukungan baik moril maupun materiil serta kasih sayang dan

doanya. Penghargaan penulis sampaikan kepada Pak Mail, Pak Nano, Ibu Ai, Pak

Pam, Om Em, Pak Sabur, Mas Toni, Mas Heri serta staf dosen kimia fisik FMIPA

IPB atas bantuannya. Selain itu, ucapan terima kasih kepada Isye, Nisa, Ulil,

selaku rekan kerja yang baik (

Shrimp family

), Mbak Retno, Mbak Ain, Denny,

Ira, Mila, Dewi, Adi, Dede, Gana, Hisam, rekan Kimia 37, Frans Hadi Nugroho,

teman-teman di Bafak 5, Lia, Desi, Susi, Dina, Afini, Nova atas persahabatan,

perhatian, ilmu, semangat yang diberikan serta kebersamaan yang indah.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2005

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 12 Oktober 1981 dari ayah

Djunaedi dan ibu Lili Djulaeliyah. Penulis merupakan putri keempat dari enam

bersaudara.

Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Majalengka dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata

kuliah Komia Koloid pada tahun ajaran 2002/2003; Kimia Lingkungan pada tahun

ajaran 2003/2004; Kimia Fisik pada tahun ajaran 2002/2003 dan 2004/2005. Pada

tahun 2003 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Balai Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Bandung. Penulis juga pernah

mengajar di Lembaga Bimbingan Belajar PrestasIPB pada tahun 2003/2004 dan

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA... 1

Kitosan... 1

Isoterm Adsorpsi ... 2

Logam Berat ... 3

Tembaga ... 3

Kromium... 4

METODE PENELITIAN ... 4

Bahan dan Alat... 4

Metode ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

Pembuatan Kitosan Bentuk Butiran... 5

Pembuatan Larutan Tunggal Ion Logam... 5

Pembuatan Kurva Standar ... 6

Adsorpsi Ion Logam pada Kitosan ... 6

Analisis FTIR ... 7

Isoterm Adsorpsi... 8

SIMPULAN DAN SARAN ... 9

Simpulan ... 9

Saran ... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 10

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Parameter mutu kitosan ... 2

2 Pencemaran utama dari logam dan sumbernya di alam ... 3

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur kitosan... 1

2 Hubungan antara waktu dan kapasitas adsorpsi maksimum pada

larutan tunggal ion logam pH 3.00 ... 6

3 Hubungan antara waktu dan kapasitas adsorpsi maksimum pada

larutan tunggal ion logam pH 7.00... 6

4 Bentuk kelat kitosan dengan ion logam Cu(II) ... 7

5 Hubungan antara waktu dan kapasitas adsorpsi maksimum pada

larutan campuran ion logam pH 3.00 ... 7

6 Hubungan antara waktu dan kapasitas adsorpsi maksimum pada

larutan campuran ion logam pH 7.00 ... 7

7 Spektrum FTIR kitosan-Cu(II) (a), kitosan (b), kitosan-Cr(VI) (c)... 8

8 Isoterm adsorpsi Langmuir logam Cu(II) pada kitosan bentuk serpihan ... 8

9 Isoterm adsorpsi Freundlich logam Cu(II) pada kitosan bentuk serpihan... 9

10 Isoterm adsorpsi Langmuir logam Cu(II) pada kitosan bentuk butiran ... 9

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Bagan alir penelitian... 12

2 Panjang gelombang maksimum larutan CuSO

4

.5H

2

O dan K

2

Cr

2

O

7

... 13

3 Kurva standar CuSO

4

.5H

2

O dan K

2

Cr

2

O

7

... 14

4 Kapasitas adsorpsi maksimum pada larutan tunggal ion logam pH 3.00... 15

5 Kapasitas adsorpsi maksimum pada larutan tunggal ion logam pH 7.00... 15

6 Kapasitas adsorpsi maksimum pada larutan campuran ion logam pH 3.00 .. 16

(11)

ADSORPSI LOGAM Cu(II) DAN Cr(VI) PADA

KITOSAN BENTUK SERPIHAN DAN BUTIRAN

DIAN NURDIANI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRAK

DIAN NURDIANI. Adsorpsi Logam Cu(II) dan Cr(VI) pada Kitosan Bentuk Serpihan dan Butiran. Dibimbing oleh AHMAD SJAHRIZA dan PURWANTININGSIH SUGITA. Kitosan merupakan polimer alam yang dihasilkan dari limbah kulit udang. Kitosan dapat digunakan sebagai biopolimer yang bermanfaat untuk menjerap ion logam berat. Bentuk kitosan yang digunakan adalah bentuk serpihan dan butiran. Ion logam yang digunakan adalah Cu(II) dan Cr(VI). Studi adsorpsi kedua bentuk kitosan terhadap kedua jenis ion logam dilakukan pada kondisi pH 3 dan pH 7, konsentrasi larutan logam 1000 ppm dan 500 ppm dengan waktu pengamatan 2, 4, 6, 8, 10, 15, dan 30 menit. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 560 nm untuk logam Cu(II) dan 540 nm untuk logam Cr(VI).

Kapasitas adsorpsi maksimum untuk logam Cu(II) terjadi pada pH 7, konsentrasi 1000 ppm dan kitosan bentuk serpihan. Kapasitas adsorpsi maksimum untuk logam Cr(VI) terjadi pada pH 3, konsentrasi 1000 ppm dan kitosan bentuk serpihan. Kondisi yang sama terjadi pada ion logam dalam campuran ion logam Cu(II) dan Cr(VI), kapasitas adsorpsi kitosan terhadap logam Cu(II) lebih tinggi dari pada kapasitas adsorpsi kitosan terhadap logam Cr(VI).

(13)

ABSTRACT

DIAN NURDIANI. Cu(II) and Cr(VI) Adsorption in Chitosan Flakes and Beads. Supervised by AHMAD SJAHRIZA and PURWANTININGSIH SUGITA.

Chitosan is a natural polymer derived from shrimp crust. Chitosan is a biopolymer that could be applied to adsorp some heavy metals. Chitosan used in this experiment was in flake and bead forms. Adsorption of those chitosan forms were observed in two different pH conditions, namely 3 and 7, and at concentrations 1000 ppm and 500 ppm, respectively. Adsorption was observed after 2, 4, 6, 8, 10, 15, and 30 minutes. Heavy metal concentration was measured using visible spectrophotometer method at 560 nm for Cu(II) and 540 nm for Cr(VI).

Maximum adsorption capacity of Cu(II) for flakes occured at pH 7, 1000 ppm concentration. While, for Cr(VI), the maximum adsorption for flakes also happened at pH 3, 1000 ppm concentration. Similar condition was occurred for solution made of mixture of equal volume of Cu(II) and Cr(VI), applied and it found adsorption capacity of the Cu(II) was higher than Cr(VI).

The appropriate adsorption isotherm fitting Langmuir and Freundlich models. The constant of Langmuir isotherm of the flakes form obtained graphically was k1 = 0.28 ± 9.64 x 10-2 dm3.g-1, k2= -8.58 x 10-3± 2.41 x 10-3 dm3.mg with linearity 90.65% and the constant of Freundlich isotherm of flakes chitosan obtained was k = 2.08 x 10-2± 0.035 g.dm-3, 1/n = 1.82 ± 0.124 mg.g-1 with linearity 91.84%. Furthermore, the constant Langmuir isotherm constant of beads form was k1= 0.14 ± 3.11 x 10-2 dm3.g-1, k2 = -9.74 x 10-3± 7.79 x 10-4 dm3.mg with linearity 96.32% and the Freundlich constant of it was k

(14)

ADSORPSI LOGAM Cu(II) DAN Cr(VI) PADA

KITOSAN BENTUK SERPIHAN DAN BUTIRAN

DIAN NURDIANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

Judul Skripsi : Adsorpsi Logam Cu(II) dan Cr(VI) pada Kitosan Bentuk

Serpihan dan Butiran

Nama : Dian Nurdiani

NIM : G01400051

Disetujui

Drs. Ahmad Sjahriza Dr. Purwantiningsih Sugita, M.S.

Ketua Anggota

Diketahui

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono

NIP 131 473 999

(16)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian ini adalah kajian penjerapan logam berat pada kitosan, dengan judul

Adsorpsi Logam Cu(II) dan Cr(VI) pada Kitosan Bentuk Serpihan dan Butiran.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Ahmad Sjahriza dan Dr.

Purwantiningsih Sugita, M.S. selaku pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan karya tulis ini. Ungkapan terima

kasih juga kepada Mama, Mimi, A Hamid, Teh Yoyoh, Mas Parno, Teh Tuti, dan

keluarga atas dukungan baik moril maupun materiil serta kasih sayang dan

doanya. Penghargaan penulis sampaikan kepada Pak Mail, Pak Nano, Ibu Ai, Pak

Pam, Om Em, Pak Sabur, Mas Toni, Mas Heri serta staf dosen kimia fisik FMIPA

IPB atas bantuannya. Selain itu, ucapan terima kasih kepada Isye, Nisa, Ulil,

selaku rekan kerja yang baik (

Shrimp family

), Mbak Retno, Mbak Ain, Denny,

Ira, Mila, Dewi, Adi, Dede, Gana, Hisam, rekan Kimia 37, Frans Hadi Nugroho,

teman-teman di Bafak 5, Lia, Desi, Susi, Dina, Afini, Nova atas persahabatan,

perhatian, ilmu, semangat yang diberikan serta kebersamaan yang indah.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2005

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 12 Oktober 1981 dari ayah

Djunaedi dan ibu Lili Djulaeliyah. Penulis merupakan putri keempat dari enam

bersaudara.

Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Majalengka dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata

kuliah Komia Koloid pada tahun ajaran 2002/2003; Kimia Lingkungan pada tahun

ajaran 2003/2004; Kimia Fisik pada tahun ajaran 2002/2003 dan 2004/2005. Pada

tahun 2003 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Balai Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Bandung. Penulis juga pernah

mengajar di Lembaga Bimbingan Belajar PrestasIPB pada tahun 2003/2004 dan

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA... 1

Kitosan... 1

Isoterm Adsorpsi ... 2

Logam Berat ... 3

Tembaga ... 3

Kromium... 4

METODE PENELITIAN ... 4

Bahan dan Alat... 4

Metode ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

Pembuatan Kitosan Bentuk Butiran... 5

Pembuatan Larutan Tunggal Ion Logam... 5

Pembuatan Kurva Standar ... 6

Adsorpsi Ion Logam pada Kitosan ... 6

Analisis FTIR ... 7

Isoterm Adsorpsi... 8

SIMPULAN DAN SARAN ... 9

Simpulan ... 9

Saran ... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 10

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Parameter mutu kitosan ... 2

2 Pencemaran utama dari logam dan sumbernya di alam ... 3

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur kitosan... 1

2 Hubungan antara waktu dan kapasitas adsorpsi maksimum pada

larutan tunggal ion logam pH 3.00 ... 6

3 Hubungan antara waktu dan kapasitas adsorpsi maksimum pada

larutan tunggal ion logam pH 7.00... 6

4 Bentuk kelat kitosan dengan ion logam Cu(II) ... 7

5 Hubungan antara waktu dan kapasitas adsorpsi maksimum pada

larutan campuran ion logam pH 3.00 ... 7

6 Hubungan antara waktu dan kapasitas adsorpsi maksimum pada

larutan campuran ion logam pH 7.00 ... 7

7 Spektrum FTIR kitosan-Cu(II) (a), kitosan (b), kitosan-Cr(VI) (c)... 8

8 Isoterm adsorpsi Langmuir logam Cu(II) pada kitosan bentuk serpihan ... 8

9 Isoterm adsorpsi Freundlich logam Cu(II) pada kitosan bentuk serpihan... 9

10 Isoterm adsorpsi Langmuir logam Cu(II) pada kitosan bentuk butiran ... 9

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Bagan alir penelitian... 12

2 Panjang gelombang maksimum larutan CuSO

4

.5H

2

O dan K

2

Cr

2

O

7

... 13

3 Kurva standar CuSO

4

.5H

2

O dan K

2

Cr

2

O

7

... 14

4 Kapasitas adsorpsi maksimum pada larutan tunggal ion logam pH 3.00... 15

5 Kapasitas adsorpsi maksimum pada larutan tunggal ion logam pH 7.00... 15

6 Kapasitas adsorpsi maksimum pada larutan campuran ion logam pH 3.00 .. 16

(21)

PENDAHULUAN

Kekayaan sumber daya alam di bidang perikanan di Indonesia sangat melimpah. Salah satu potensi dari sumber daya tersebut adalah udang. Industri budidaya udang yang disertai pengolahan udang untuk ekspor, masih menjadi andalan bagi para pengusaha perikanan di Indonesia. Selama ini potensi udang Indonesia rata-rata meningkat sebesar 7,4 % per tahun. Peningkatan ekspor ke luar negeri dalam berbagai bentuk, baik itu segar, beku maupun olahan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Data tahun 2001, potensi udang nasional mencapai 633,681 ton. Dengan asumsi laju peningkatan tersebut tetap, maka pada tahun 2004 potensi udang diperkirakan sebesar 785,025 ton. Dari proses pembekuan udang untuk ekspor, 60-70 % dari berat udang akan menjadi limbah (bagian kepala dan kulit) sehingga diperkirakan akan akan dihasilkan limbah udang sebesar 510,266 ton (Prasetyo 2004). Limbah sebanyak itu, jika tidak ditangani secara tepat akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, karena selama ini pemanfaatan limbah cangkang udang hanya terbatas untuk pakan ternak saja seperti itik, bahkan sering dibiarkan membusuk. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan limbah tersebut menjadi produk kitosan yang merupakan polisakarida turunan dari kitin yang terdapat pada kulit crustacea seperti udang, kepiting, dan lobster.

Kitosan sebagai biopolimer dapat digunakan untuk menjerap ion logam berat yang terdapat dalam air permukaan dan limbah industri. Selain karena biopolimer ini mudah diperoleh dan ramah lingkungan, biopolimer tersebut memiliki gugus-gugus fungsi yang berbeda seperti hidroksil dan amina yang memungkinkan ion logam dapat terikat baik secara adsorpsi fisik maupun adsorpsi kimia (Schmul et al. 2001). Penggunaan biopolimer ini dapat bermanfaat dalam pengolahan limbah industri yang mengandung logam-logam berat sepeti Cd, Pb, Hg, dan Cu (Marganof 2003). Pencemaran logam-logam berat tersebut dapat membahayakan kehidupan perairan dan kesehatan manusia meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa telah banyak metode yang digunakan untuk menghilangkan logam berat dalam perairan di antaranya presipitasi, filtrasi, penukar ion, elektrodeposisi, adsorpsi dan sistem membran (Schmul et al. 2001).

Metode-metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, bahkan terkadang masih menyisakan masalah.

Penelitian ini bertujuan menentukan kapasitas adsorpsi kitosan bentuk serpihan dan butiran terhadap logam Cu(II) dan Cr(VI) dalam larutan tunggal ion logam dan larutan campuran logam tersebut. Menentukan koefisien adsorpsi serta menentukan isoterm adsorpsi yang sesuai Hasil penelitian ini diharapkan akan memperluas pemanfaatan limbah udang dan membuka peluang pemanfaatan kitosan sebagai adsorben untuk menangani limbah cair industri khususnya yang tercemari logam berat.

TINJAUAN PUSTAKA

Kitosan

Kitosan disebut juga dengan â -(1,4)-2-amino-2-dioksi-D-glukopiranosa merupakan turunan dari kitin yang diperoleh melalui proses deasetilasi. Polimer ini dapat diisolasi dari kulit udang, kulit kepiting, lobster, kerang bahkan jamur (fungi). Kitosan juga mempunyai tiga jenis gugus fungsi yaitu asam amino, gugus hidroksil primer dan sekunder. Adanya gugus fungsi menyebabkan kitosan memiliki reaktifitas kimia yang tinggi (Marganof 2003). Kitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, namun hanya larut dalam asam organik dan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein (Karthikeyan

et al 2004). Menurut Li et al. (1992), kitosan juga dapat larut dalam asam anorganik seperti asam nitrat, HCl, asam perklorat, dan H3PO4

setelah dikocok dan dipanaskan untuk waktu yang lama. Kelarutannya dalam asam organik disebabkan oleh persen amino yang dimiliki oleh kitosan dan akan membentuk larutan kental yang dapat digunakan untuk membentuk gel dalam berbagai bentuk seperti partikel, membran, lapisan, serat dan spon (Jin

et al. 2003).

Gambar 1 Struktur kitosan

(22)

mempunyai bobot molekul sekitar 100.000-1.200.000. Viskositas kitosan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti derajat deasetilasi, bobot molekul, konsentrasi pelarut, kekuatan ionik, pH, dan suhu (Li et al. 1992).

Tabel 1 Parameter mutu kitosan * Parameter Nilai Ukuran

partikel

Serpihan sampai bubuk Kadar Air ≤ 10% Kadar Abu ≤ 2% Derajat

Deasetilasi

≥ 70%

Warna larutan

Jernih

Viskositas: 1% kitosan (cps) Rendah <200 Medium 200-799 Tinggi 800-2.000 Sangat tinggi >2.000

* Sumber: Lab Protan dalam Manullang (1997)

Rustono (2000) melaporkan bahwa derajat putih kitosan merupakan parameter yang tak kalah pentingnya, dan hidrogen peroksida, H2O2 dapat digunakan untuk meningkatkan

derajat putih kitosan. Namun H2O2 juga dapat

merusak cincin kitosan sehingga membentuk kitosan dengan bobot molekul yang rendah (Yin et al. 2004). Variasi konsentrasi NaOH dan suhu proses turut mempengaruhi derajat deasetilasi kitosan (Fauzan 2001).

Di Jepang lebih dari 20 tahun terakhir, kitin dan kitosan digunakan dalam bidang kesehatan. Diantaranya dapat digunakan sebagai obat, mengobati luka bakar, komponen pada lensa kontak, komponen dalam alat-alat operasi seperti sarung tangan, benang operasi, membran pada operasi plastik, dan lain-lain. Di bidang kosmetik kitosan digunakan sebagai pelembab dan lotion. Di bidang industri antara lain sebagai perekat kualitas tinggi, pemurnian air minum, peningkatan zat warna dalam industri kertas, tekstil, dan pulp karena sifatnya yang baik untuk mencegah pengerutan, dan sebagai senyawa pengkelat atau penjerap, bahkan Chung et al. (2004) melaporkan bahwa kitosan dapat berinteraksi dengan bakteri dengan mempelajari karakteristiknya pada dinding sel.

Kitosan dapat digunakan sebagai biopolimer yang bermanfaat di bidang

lingkungan yaitu menjerap ion logam berat seperti Pb, Cu, Hg, dan U pada air permukaan sehingga menjadi lebih mudah dipisahkan dan ditangani. Kitosan dapat mengkelat ion logam 5-6 kali lebih besar dari pada kitin. Polimer ini dapat berfungsi sebagai penjerap ion logam selama gugus amino pada cincin kitosan berfungsi sebagai sisi aktif untuk mengkelat logam (Karthikeyan et al. 2004).

Isoterm Adsorpsi

Segi penting dari adsorpsi adalah kesetimbangan dan kinetika. Hubungan antara partikel yang terjerap (adsorbat) dengan penjerapnya (adsorben) digambarkan dengan isoterm adsorpsi, yang merupakan gambaran keadaan setimbang antara konsentrasi zat terlarut yang terjerap pada permukaan padatan dengan jumlah penjerap pada suhu tetap (Muhammad et al. 1998). Terdapat dua jenis isoterm adsorpsi, yaitu isoterm adsorpsi Lamgmuir dan isoterm adsorpsi Freundlich.

Isoterm Langmuir. Irving Langmuir mengemukakan hubungan antara jumlah gas yang terjerap pada permukaan dengan tekanan gas tersebut. Isoterm adsorpsi juga sering digunakan untuk adsorpsi zat terlarut dalam suatu larutan (Muhammad et al. 1998)

Isoterm Langmuir biasanya digunakan untuk menggambarkan proses kimisorpsi. Sistem yang menjalani tipe isoterm Langmuir akan terus melakukan adsorpsi sampai tercapai lapisan monolayer.

Persamaan untuk isotherm Langmuir adalah:

Bentuk linear persamaan isoterm Langmuir adalah sebagai berikut:

Keterangan:

Q = jumlah adsorbat per unit adsorben

k = konstanta empiris

c = konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi

Meskipun isoterm Langmur ini jarang digunakan untuk sistem yang heterogen, namun dapat menggambarkan konsep yang jelas tentang lapisan monolayer.

(23)

Isoterm Freundlich. Herbert Max Finley Freundlich mengemukakan suatu persamaan isoterm adsorpsi untuk sistem non ideal pada tahun 1906. Isoterm ini paling umum digunakan karena dapat mengkarakterisasi kebanyakan proses adsorpsi dengan baik (Pope 2004), selain itu dapat digunakan untuk permukaan yang heterogen yang sering terdapat pada bahan alam.

Persamaan untuk isoterm Freundlich adalah:

Apabila persamaan tersebut diubah ke dalam bentuk logaritma akan diperoleh

Isoterm Freundlich menganggap bahwa pada sisi permukaan adsorben akan terjadi proses adsorpsi di bawah kondisi yang diberikan. Isoterm Freundlich tidak mampu memperkirakan adanya sisi-sisi pada permukaan yang mempu mencegah adsorpsi pada saat kesetimbangan tercapai, dan hanya ada beberapa sisi aktif saja yang mampu mengadsorpsi molekul terlarut (Pope 2004).

Logam Berat

Istilah logam secara khas menggambarkan suatu unsur yang merupakan konduktor listrik yang baik dan mempunyai konduktivitas panas, rapatan, kemudahan ditempa, kekerasan dan keelektropositifan yang tinggi (Connel & Miller 1995).

Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak pada pengaruh yang dihasilkan bila logam berat berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup (Palar 2004). Logam berat didefinisikan sebagai unsur-unsur kimia dengan densitas lebih dari 5 g/cm3 dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dan terletak pada perioda 4 sampai 7 dalam sistem periodik unsur Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada makhluk hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat menjadi racun bagi tubuh makhluk hidup. Proses alam seperti perubahan siklus alamiah, memberikan kontribusi yang sangat besar ke lingkungan (Tabel 2).

Tabel 2 Pencemaran utama dari logam dan sumbernya di alam *

Unsur Sumber logam di alam

Antimoni Stibrit (Sb2O3), sumber panas bumi,

drainase tambang

Arsenik Logam arsenida dan arsenat, arsenoprit, arsenit (HAsO2)

Berilium Beril (Be3Al2Si6O16), fenasit (Be2SiO4)

Kadmium Zink karbonat, tembaga karbonat, dan bijih besi

Kromium Kromit (FeCr2O), krom oksida

(Cr2O3)

Nikel Mineral besi magnesia, besi sulfida, nikel oksida, pentladit ([Fe,Ni]9S8,

nikel hidroksida (Ni(OH)3)

Perak Perak bebas (Ago), perak klorida,

argentida (Ag2S), tembaga, timbal,

bijih zink

Raksa Raksa bebas (Hgo), sinabar (HgS)

Selen Selen bebas (Seo), feroselit (FeS

2),

deposit uranium, deposit kalkoprit-pentaldit-pirotit

Talium Residu tembaga, timbal, perak Tembaga Tembaga bebas (Cuo), tembaga

sulfida, kalkoprit (CuFeS2)

Timbel Galena (PbS)

Zink Zink sulfida, willemit (ZnSiO4),

kalamit (ZnCO3), drainase tambang

* Suhendrayatna (2001)

Kegiatan manusia juga merupakan suatu sumber utama pemasukan logam ke lingkungan perairan, seperti pertambangan minyak, emas dan batu bara, pembangkit tenaga listrik, pestisida, keramik, peleburan logam, pabrik-pabrik pupuk dan kegiatan industri lainnya.

Tembaga

Unsur tembaga dengan nomor atom 29, bobot atom 63,546 g/mol dan densitas 8,96 g/cm3 merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena unsur ini dapat mengganggu saluran pernafasan yaitu menimbulkan kerusakan pada selaput lendir yang berhubungan dengan hidung (Palar 2004). Secara kimia senyawa-senyawa yang dibentuk oleh logam tembaga mempunyai bilangan valensi +1 dan +2. Tembaga merupakan penghantar listrik yang baik setelah perak (Ag), karena itu logam tembaga banyak digunakan dalam bidang elektronik dan perlistrikan (Palar 2004). Meskipun tembaga mengakibatkan keracunan atas makhluk hidup, dalam jumlah yang sangat kecil merupakan logam atau mineral penting tubuh. Namun bila jumlahnya berlebih, maka akan berubah fungsi menjadi zat racun bagi tubuh. Secara alamiah tembaga dapat masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan akibat dari berbagai peristiwa alam. Unsur ini dapat bersumber dari peristiwa pengikisan (erosi) dari batuan mineral. Melalui jalur non

n kC Q 1 = C n k

(24)

alamiah, tembaga masuk ke tatanan lingkungan sebagai akibat aktivitas manusia. Sebagai contoh adalah limbah industri yang menggunakan tembaga dalam proses produksinya.

Toksisitas logam yang dimiliki logam tembaga baru akan bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya bila logam ini telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah besar atau melebihi nilai toleransi organisme tersebut.

Kromium

Unsur Cr dengan nomor atom 24, bobot atom 51, 996 g/mol merupakan salah satu jenis logam berat yang mempunyai daya racun tinggi. Daya racun yang dimiliki oleh logam Cr ditentukan oleh valensi ionnya. Ion Cr6+ merupakan bentuk logam Cr yang paling banyak dipelajari sifat racunnya, bila dibandingkan dengan ion-ion Cr2+ dan Cr3+. Sifat racun yang dibawa logam ini menyebabkan terjadinya keracunan akut dan kronis.

Cr telah dimanfaatkan secara luas dalam kehidupan manusia. Logam ini banyak digunakan sebagai bahan pelapis (plating) pada bermacam-macam peralatan mulai dari peralatan rumah tangga sampai bahan pembuat mobil. Cr juga banyak dibentuk menjadi alloy (Palar 2004). Logam ini masuk ke tatanan lingkungan diduga paling banyak dari kegiatan-kegiatan perindistrian, rumah tangga dan pembakaran serta mobilisasi bahan-bahan bakar.

Logam atau persenyawaan Cr yang masuk ke dalam tubuh akan ikut dalam proses fisiologis atau metabolisme tubuh. Logam ini akan berinteraksi dengan bermacam-macam unsur biologis yang terdapat dalam tubuh. Interaksi yang terjadi antara Cr dengan unsur-unsur biologis tubuh, dapat menyebabkan terganggunaya fungsi-fungsi tertentu yang bekerja dalam proses metabolisme tubuh (Palar 2004).

METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah kitosan dengan derajat deasetilasi 75.97%, asam asetat, NaOH, CuSO4· 5H2O, etilen

diamina, HCl, NH4OH, H2SO4, K2Cr2O7,

difenil karbazida (DPC), dan akuades. Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer Spektronic-20, FTIR Bio

Rad Excalibur Series, kuvet, kertas saring, neraca analitik, pengaduk magnet, pH meter, penangas air, dan alat-alat kaca lain yang biasa terdapat di laboratorium.

Metode

Tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas isolasi kitosan

,

pembuatan kitosan bentuk butiran, pembuatan larutan tunggal ion logam Cu(II) dan Cr(VI), penentuan panjang gelombang maksimum larutan Cu(II) dan Cr(VI), pembuatan kurva standar larutan Cu(II) dan Cr(VI), adsorpsi logam Cu(II) dan Cr(VI) pada kitosan bentuk serpihan dan butiran, isoterm adsorpsi, dan analisis FTIR (Lampiran 1).

Pembuatan Kitosan Bentuk Butiran

Sebanyak 3 gram kitosan berbentuk serpihan dilarutkan ke dalam 100 mL larutan asam asetat 1 %. Larutan kitosan yang terbentuk diteteskan pada larutan basa NaOH 4% sehingga diperoleh butiran berbentuk bola dengan diameter rata-rata 2,5 mm. Kitosan butiran yang terbentuk dikumpulkan dan dicuci dengan akuades sampai pH netral.

Pembuatan Larutan Tunggal Ion Logam

Ion logam yang digunakan adalah Cu(II). Larutan tunggal ion logam Cu(II) stok dibuat dari CuSO4· 5H2O dengan konsentrasi 1000

ppm. Sebanyak 0.5 gram kristal CuSO4· 5 H2O

ditimbang kemudian dilarutkan dengan akuades. Larutan dipindahkan ke dalam labu takar 1 L lalu ditepatkan volumenya sampai tanda tera. Larutan stok Cr(VI) dibuat dengan melarutkan 0.5 g kristal K2Cr2O7 dengan

akuades, kemudian ditepatkan volumenya sampai 1 L sehingga diperoleh konsentrasi 1000 ppm.

Pembuatan Larutan Standar

Larutan stok CuSO4· 5H2O dibuat dengan

konsentrasi 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700, 800, 900, dan 1000 ppm. Sebanyak 5.0 mL dari masing-masing larutan dipipet ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 0.5 mL etilen diamin lalu ditambah akuades sampai volume akhir 7 mL, hingga larutan berwarna ungu.Larutan stok K2Cr2O7 dibuat dengan

variasi konsentrasi 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, 0.6, 0.7, 0.8, 0.9, dan 1.0 ppm. Ke dalam masing-masing larutan ditambah dengan 0.5 mL H2SO4 9M dan 1 mL larutan difenilkarbazida,

(25)

Pembuatan Kurva Standar

Kurva standar diukur pada panjang gelombang maksimum yang ditentukan terlebih dahulu dengan mengukur absorban larutan pada panjang gelombang antara 400-600 nm. Kemudian setiap larutan standar Cu(II) yang telah dibuat diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh. Kurva standar dibuat dengan memplotkan absorban dengan konsentrasi larutan standar Cu(II). Prosedur yang sama dilakukan untuk membuat kurva standar logam Cr(VI) pada kisaran panjang gelombang 400-600 nm.

Adsorpsi Ion Logam pada Kitosan

Sebanyak 1.0 gram kitosan (bentuk serpihan dan butiran) ditambah dengan 50 mL larutan tunggal ion logam Cu(II) dan Cr(VI). pH awal larutan dalam gelas piala diukur kemudian ditutup dengan gelas arloji. Campuran dikocok dengan pengaduk magnet dengan kecepatan 300 rpm selama 2, 4, 6, 8, 10, 15 dan 30 menit kemudian disaring. Sebanyak 40 mL supernatan diambil, dimasukkan ke dalam gelas piala. 5 mL dari larutan tersebut ditambah dengan 0.5 etilen diamin dan diencerkan dengan akudes sampai volume 7 mL untuk penentuan kadar Cu(II) yang tersisa sedangkan untuk penentuan kadar Cr(VI) yang tersisa 5 mL larutan tersebut ditambah dengan 0.5 mL H2SO4 9M dan 1.0

mL larutan defenilkarbazida. Larutan kemudian dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer spektronik-20 pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh untuk menentukan konsentrasi ion logam bebas yang masih terlarut. Konsentrasi ion logam dihitung dengan menggunakan kurva standar yang dibuat dari hubungan absorbansi dengan konsentrasi larutan standar. pH residu diukur sebagai pH akhir. Selanjutnya kapasitas adsorpsi dapat dihitung dengan persamaan

Keterangan:

Q = kapasitas adsorpsi per bobot kitosan (mg/g)

V = volume larutan (mL)

Co = konsentrsi awal larutan (ppm)

Ca = konsentrasi akhir larutan (ppm)

m = massa kitosan (g)

Prosedur yang sama dilakukan untuk larutan campuran logam Cu(II) dan Cr(VI).

Isoterm Adsorpsi

Sebanyak 1.0 gram kitosan (bentuk serpihan dan butiran) ditambah dengan 50 mL larutan tunggal ion logam Cu(II) dan Cr(VI) dengan konsentrasi 100, 250, 500, 750, dan 1000 ppm pada kondisi pH 7. Larutan kemudian dikocok dengan menggunakan stirer pada kecepatan 250 rpm pada suhu 25ºC. Reaksi dihentikan pada menit ke-30. Larutan kemudian disaring dan kadar ion logam yang tersisa diukur dengan menggunakan spektofotometer Spektronik-20. Kapasitas adsorpsi (Q) dan konstanta afinitas (k) dihitung dengan model isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich.

Analisis FTIR

Kitosan yang telah menjerap ion logam Cu(II) dan Cr(VI) diamati perubahan gugus fungsinya dengan menggunakan FTIR. Sampel digerus dan dimasukkan ke dalam pelet KBr, setelah itu sampel dilarik pada bilangan gelombang antara 400-4000 cm-1. Spektrum yang dihasilkan dianalisis untuk melihat perubahan gugus fungsi yang terbentuk pada sampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Kitosan Bentuk Butiran

Pembuatan kitosan bentuk butiran dilakukan pada larutan kitosan dengan konsentrasi 3% dan larutan NaOH 4%, kondisi ini dipilih setelah melakukan optimasi pada bentuk kitosan butiran yang dihasilkan, sehingga diperoleh butiran kitosan yang sempurna. Kitosan bentuk butiran yang diperoleh berwarna putih kecokelatan dengan diameter butiran rata-rata 2.5 mm.

Pembuatan Larutan Tunggal Ion Logam

Larutan standar yang digunakan adalah larutan CuSO4.5H2O dan larutan K2Cr2O7.

Kedua larutan dibuat dalam konsentrasi 1000 ppm sebagai larutan stok. Larutan CuSO4.5H2O berwarna biru terang sedangkan

larutan K2Cr2O7 berwarna kuning kecoklatan.

Pengompleks yang digunakan untuk logam Cu(II) adalah etilena diamina yang membentuk kompleks berwarna ungu sedangkan untuk logam Cr(VI) adalah difenil karbazida yang akan membentuk kompleks berwarna ungu dengan ion logam.

(

)

m Ca Co V

(26)

Pembuatan Kurva Standar

Kurva standar diukur pada panjang gelombang 560 nm untuk logam Cu(II) dan 540 nm untuk logam Cr(VI). Panjang gelombang ini merupakan panjang gelombang pada saat absorban maksimum dari kedua larutan (Lampiran 2).

Kurva standar untuk kedua jenis larutan memiliki linieritas yang tinggi yang ditunjukkan dengan nilai R2 yang hampir mendekati 1 (Lampiran 3).

Adsorpsi Ion Logam pada Kitosan

Kapasitas adsorpsi maksimum (Q) untuk larutan tunggal ion logam diamati pada pH 3 dan pH 7. Pemilihan nilai pH ini didasarkan pada kisaran nilai pH air limbah yang umum terdapat di perairan, di samping itu untuk mencegah terbentuknya hidroksida logam yang mungkin terjadi pada pH tinggi. pH terlalu rendah dihindari untuk mencegah terjadinya persaingan proton dengan ion logam. Konsentrasi larutan yang dipilih adalah 500 ppm dan 1000 ppm dengan bentuk kitosan serpihan (S) dan butiran (B). Gambar 2 menunjukkan kapasitas adsorpsi maksimum kitosan terhadap logam Cu(II) pada larutan tunggal ion logam pH 3.00.

0,0000 5,0000 10,0000 15,0000 20,0000 25,0000 30,0000 35,0000 40,0000 45,0000 50,0000

2 4 6 8 10 15 W aktu (me n it)

Q ( m g/ g) S/Cu /1000 B/Cu /1000 S/Cu /500 B/Cu /500 S/Cr/1000 B/Cr/1000 S/Cr/500 B/Cr/500

Gambar 2 Hubungan antara waktu dan kapasitas adsorpsi maksimum pada larutan tunggal ion logam pH 3.00

Gambar 2 memberikan informasi bahwa pada kondisi larutan pH 3 logam Cu(II) lebih banyak terjerap dari pada logam Cr(VI) hal ini terjadi karena perbedaan ukuran kedua jenis logam, logam Cu(II) memiliki muatan +2 sedangkan logam Cr(VI) memiliki muatan +6 sehingga logam Cu(II) lebih mudah terikat pada permukaan kitosan. Selain karena perbedaan jenis logam, kapasitas adsorpsi juga dipengaruhi oleh konsentrasi larutan ion logam yang digunakan dan bentuk kitosan yang digunakan sebagai penjerap. Kapasitas

adsorpsi kitosan lebih besar pada konsentrasi larutan 1000 ppm, hal ini terjadi karena lebih banyak ion logam yang terlarut sehingga lebih banyak juga ion logam terjerap pada permukaan kitosan. Bentuk kitosan yang mampu menjerap logam lebih banyak adalah bentuk serpihan karena lebih banyak menyediakan sisi aktif untuk mengikat ion logam daripada bentuk butiran.

Hal yang sama terjadi pada kondisi larutan ion logam pH 7 (Gambar 3). Pada kondisi pH ini logam Cu(II) lebih banyak terjerap dari pada logam Cr(VI), kapasitas adsorpsi lebih tinggi pada konsentrasi larutan 1000 ppm dan bentuk kitosan serpihan.

0,0000 10,0000 20,0000 30,0000 40,0000 50,0000 60,0000

2 4 6 8 10 15 30 W aktu (men it)

Q ( m g/ g) S/Cu /1000 B/Cu /1000 S/Cu /500 B/Cu /500 S/Cr/1000 B/Cr/1000 S/Cr/500 B/Cr/500

Gambar 3 Hubungan antara waktu dan kapasitas adsorpsi maksimum pada larutan tunggal ion logam pH 7.00

Gambar 2 dan 3 menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi untuk kedua jenis logam memiliki pola yang sama pada kondisi pH yang berbeda, namun kapasitas adsorpsi logam Cu(II) lebih tinggi pada pH 7 (lampiran 6 dan 7). Meningkatnya kapasitas adsorpsi kitosan terhadap logam Cu(II) pada pH 7 dibandingkan dengan pH 3 terjadi karena gugus aktif kitosan (NH2) pada pH 3 lebih

banyak terdapat dalam keadaan terprotonasi sehingga kompleks antara kitosan dengan ion logam Cu sulit terbentuk. Sedangkan kapasitas adsorpsi kitosan terhadap logam Cr(VI) mengalami sedikit perbedaan, Cr(VI) lebih banyak terjerap pada kondisi pH 3.00. Kapasitas adsorpsi kitosan terhadap logam Cr(VI) lebih tinggi pada pH 3.00, diduga karena Cr(VI) dalam larutan berada dalam bentuk Cr2O7

2-, sedangkan kitosan pada kondisi pH 3 lebih banyak terprotonasi sehingga anion Cr2O7

lebih banyak terjerap pada permukaan kitosan

.

(27)

Gambar 4 Bentuk kelat kitosan dengan ion logam Cu(II) (Kamiñski dan Modrzejewska dalam Schmul et al. 2000)

Reaksi yang terjadi antara logam Cu(II) dapat dilihat pada Gambar 4. Pembentukan senyawa kompleks antara kitosan dengan ion logam, kitosan berperan sebagai ligan dan ion logam sebagai ion pusat. Hal ini terjadi karena melimpahnya pasangan elektron bebas pada oksigen dan nitrogen pada struktur molekul kitosan sehingga kitosan berperan sebagai donor pasangan elektron bebas (basa Lewis) dan ion logam sebagai reseptor pasangan elektron bebas (asam Lewis).

Gambar 5 dan 6 menunjukkan kapasitas adsorpsi kitosan pada larutan yang mengandung campuran logam Cu(II) dan Cr(VI) dengan volume yang sama pada pH larutan 3.00 dan pH 7.00.

0 ,0 0 0 0 5 ,0 0 0 0 1 0 ,0 0 0 0 1 5 ,0 0 0 0 2 0 ,0 0 0 0 2 5 ,0 0 0 0 3 0 ,0 0 0 0

2 4 6 8 1 0 1 5 3 0 W a k t u ( m e n it )

Q (

m

g

/g

)

S/C u/1 0 0 0 B /C u/1 0 0 0 S/C u/5 0 0 B /C u/5 0 0 S/C r /1 0 0 0 B /C r /1 0 0 0 S/C r /5 0 0 B /C r /5 0 0

Gambar 5 Hubungan antara waktu dan kapasitas adsorpsi maksimum pada larutan campuran ion logam pH 3.00

Gambar 5 menunjukkan bahwa secara umum kapasitas adsorpsi kitosan terhadap logam Cu(II) pada konsentrasi 1000 ppm lebih tinggi dari pada logam Cr(VI), hasil ini sama dengan saat logam Cu(II) berada pada larutan tunggal. Kapasitas adsorpsi kitosan terhadap logam Cu(II) dan Cr(VI) juga

memberikan hasil yang sama pada kondisi larutan pH 7 seperti terlihat pada Gambar 6.

0 ,0 0 0 0 5 ,0 0 0 0 1 0 ,0 0 0 0 1 5 ,0 0 0 0 2 0 ,0 0 0 0 2 5 ,0 0 0 0 3 0 ,0 0 0 0

2 4 6 8 1 0 1 5 3 0 W ak t u ( m e n it )

Q (

m

g

/g

)

S/C u/1 0 0 0 B /C u/1 0 0 0 S/C u/5 0 0 B /C u/5 0 0 S/C r /1 0 0 0 B /C r /1 0 0 0 S/C r /5 0 0 B /C r /5 0 0

Gambar 6 Hubungan antara waktu dan kapasitas adsorpsi maksimum larutan campuran ion logam pH 7.00

Analisis FTIR

Spektrum FTIR pada gambar 7 memperlihatkan puncak serapan yang sama Gambar 7 merupakan spektrum FTIR dari kitosan sebelum dan setelah menjerap ion logam Cu(II) dan Cr(VI).

(28)

Gambar 7 Spektrum FTIR kitosan-Cu(II) (a), kitosan (b), kitosan-Cr(VI) (c)

Setelah menjerap logam Cu(II) spektrum dari kitosan sedikit mengalami perubahan. Gambar 7a menunjukkan adanya puncak baru pada bilangan gelombang 1620.7 cm-1 yang menandakan gugus N-H. Artinya ikatan amina telah putus dan telah ada interaksi dengan logam Cu(II). Pernyataan ini didukung dengan hasil penelitian Taboada et al. (2003) yang menyatakan bahwa kitosan yang telah menjerap logam Cu(II) menghasilkan puncak baru pada bilangan gelombang 1620.7 cm-1. Selain itu puncak pada bilangan gelombang 3543.0 cm-1 merupakan puncak tunggal yang menunjukkan gugus N-H dalam amina sekunder. Pola spektrum FTIR untuk kitosan yang telah menjerap logam Cr(VI) tidak memberikan informasi yang cukup penting (Gambar 7c), mengingat kapasitas adsorpsi logam Cr(VI) terhadap kitosan sangat rendah sehingga spektrum FTIR yang dihasilkan mirip dengan struktur kitosan sebelum menjerap logam. Hal ini berarti bahwa ikatan kovalen antara kitosan dengan logam Cu(II) lebih kuat dari pada ikatan kovalen antara kitosan dengan logam Cr(VI).

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari analisis FTIR maka untuk penentuan isoterm adsorpsi hanya dilakukan pada kitosan yang menjerap logam Cu(II) saja karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya kapasitas adsorpsi pada logam Cr(VI) sangat rendah.

Isoterm Adsorpsi

Gambar 7 dan 8 memperlihatkan model isoterm adsorpsi logam Cu(II) dalam larutan tunggal ion logam pH 7.00 yang terjerap pada kitosan bentuk serpihan.

Gambar 8 Isoterm adsorpsi Langmuir logam Cu(II) pada kitosan bentuk serpihan

Konstanta k1 pada persamaan isoterm Langmuir dapat digunakan untuk menentukan entalpi adsorpsi sedangkan konstanta k2

berhubungan dengan energi atau entalpi bersih pada proses penjerapan. Nilai konstanta yang diperoleh dari plot antara konsentrasi saat kesetimbangan dengan kapasitas adsorpsi maksimum kitosan bentuk serpihan (Gambar 8) adalah k1= 0.28 ± 9.64 x 10-2 dan k2 = -8.58 x 10

-3

± 2.41 x 10-3, linearitas 90.65%.

(a)

(b)

(29)

Gambar 9 Isoterm adsorpsi Freundlich logam Cu(II) pada kitosan bentuk serpihan

Konstanta k pada persamaan isoterm Freundlich digunakan untuk menentukan kapasitas adsorpsi sedangkan konstanta 1/n

merupakan gaya yang dikeluarkan oleh permukaan kitosan saat menjerap logam. Nilai yang diperoleh dari Gambar 9 adalah k = 2.08 x 10-2 ± 0.035 dan 1/n = 1.82 ± 0.124, linearitas 91.84%.

Berdasarkan data yang diperoleh pada kitosan bentuk serpihan dapat terjadi pola adsorpsi monolayer dan multilayer.

Gambar 10 dan 11 merupakan model isoterm adsorpsi logam Cu(II) dalam larutan tunggal ion logam pH 7.00 yang terjerap pada kitosan bentuk butiran

.

Gambar 10 Isoterm adsorpsi Langmuir logam Cu(II) pada kitosan bentuk butiran

Konstanta pada persamaan isoterm Langmuir adalah k1 = 0.14 ± 3.11 x 10

-2

, k2 = -9.74 x 10-3± 7.79 x 10-4, linearitas

96.32%.

Gambar 11 Isoterm adsorpsi Freundlich logam Cu(II) pada kitosan bentuk butiran

Konstanta pada persamaan isoterm Freun dlich adalah k = 1.92 x 10-4 ± 2.26 x 10-4, 1/n

= 2.93 ± 3.41 x 10-2, linearitas 98.76%. Berdasarkan hasil yang diperoleh pola isotern pada kedua bentuk kitosan dalam menjerap ion logam Cu(II) mengikuti pola isoterm Langmuir dan Freundlich, hal ini berarti bahwa sisi aktif pada permukaan kitosan adalah heterogen dan adsorpsi dapat terjadi secara monolayer dan multilayer.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(30)

Saran

Perlu dilakukan analisis lanjutan untuk mengetahui kompetisi logam dengan variasi massa zat terlarut dalam larutan campuran ion logam, sehingga penentuan isoterm adsorpsi dapat dilakukan untuk logam Cr(VI). Modifikasi terhadap kitosan juga perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi kitosan.

DAFTAR PUSTAKA

Chung YC et al. 2001. Relationship between antibacterial activity of chitosan and surface characteristics of cell wall.

Acta Pharmacol Sin. 25:936

932-936.

Connell DW, Miller GJ. 1995. Kimia dan

Ekotoksikologi Pencemaran.

Terjemahan Y. Koestoer. Jakarta: UI Press.

Fauzan A. 2001. Pengaruh konsentrasi NaOH dan suhu proses terhadap derajat deasetilasi kitosan. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, FPIK, Institut Pertanian Bogor.

Jin J, Song M, Hourston DJ. 2004. Novel chitosan-based film cross-linked by genipin with improved physical properties. Biomacromol. 5:162-168.

Karthikeyan G, Anbalagan K, Andal NM. 2004. Adsorption dynamic and equilibrium studies of Zn(II) onto chitosan. J Chem Sci 116:119-127.

Li Q, Dunn ET, Grandmaison EW, Goosen MFA. 1992. Applications and properties of chitosan. Di dalam: Goosen MFA, editor. Applications of

Chitin and Chitosan. Lancaster:

Technomic. hlm 3-21.

Manullang EH. 1997. Optimasi proses pembuatan kitin dari limbah udang

(Penaid sp.) dengan menggunakan

bahan teknis. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, FPIK, Institut Pertanian Bogor.

Marganof. 2003. Potensi limbah udang sebagai penyerap logam berat (timbal, kadmium, dan tembaga) di perairan. [Makalah Pribadi]. Bogor: Program Pascasarjana/S3, Institut Pertanian Bogor.

Muhammad N, Parr J, Smith MD, Wheatley AD.1998. Adorption of heavy metal in slow sand filters. Proceedings of the

24th WEDC International Conference

on Water Supply and Sanitation.

Durban, South Africa. 346-349.

Palar H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi

Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta.

Pope JP. 2004. Activated carbon and some application for the remediation of soil and groundwater pollution. http://www.cee.vt.edu/program_areas/e nvironmental/teach/gwprimer/group23. webpage.html. [8 Juni 2004].

Prasetiyo KW. 15 Jul 2004. Pemanfaatan Limbah Cangkang Udang. Kompas:47.

Rustono, 2000. Pengaruh konsentrasi hidrogen peroksida (H2O2) dan lama

perendaman terhadap warna kitosan. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, FPIK, Institut Pertanian Bogor.

Schmul R, Krieg HM, Keizer K. 2001. Adsorption of Cu(II) and Cr(VI) ions by chitosan kinetic and equilibrium studies.http://www.wrc.org.za [2 Mei 2004].

Suhendrayatna. 2001. Heavy metal bioremoval by microorganism: A literature study. Seminar On-Air:

Biotek untuk Indonesia Abad 21.

(31)
(32)

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Isolasi Kitosan

Pembuatan kitosan bentuk butiran

Pembuatan larutan tunggal ion logam

Cu(II) dan Cr(VI)

Penentuan panjang gelombang maksimum

larutan Cu(II) dan Cr(VI)

Pembuatan kurva standar larutan Cu(II) dan Cr(VI)

Adsorpsi logam Cu(II) dan Cr(VI) pada kitosan bentuk serpihan dan butiran

Isoterm adsorpsi

Analisis FTIR

(33)

0.0000 0.0200 0.0400 0.0600 0.0800 0.1000 0.1200 0.1400 0.1600 0.1800

0 200 400 600 800

Panjang gelombang (nm)

A

bs

o

rba

n

s

0 0 .1 0 .2 0 .3 0 .4 0 .5 0 .6

400 440 480 520 545 580

P an ja n g ge lo m ban g ( n m )

A

b

so

rb

an

s

Lampiran 2 Panjang gelombang maksimum larutan CuSO

4

·

5H

2

O dan K

2

Cr

2

O

7

(a)

(b)

Hubungan antara panjang gelombang dan absorbans CuSO

4

·5H

2

O (a) dan

(34)

y = 0.0002x - 0.0023 R2 = 0.9995

0.0000 0.0500 0.1000 0.1500 0.2000 0.2500

0 500 1000 1500

Konsentrasi (ppm)

A

b

so

rb

a

n

s

y = 0.2524x + 0.0145 R2 = 0.9959

0.0000 0.0500 0.1000 0.1500 0.2000 0.2500 0.3000

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

Konsentrasi (ppm)

A

b

so

rb

an

s

Lampiran 3 Kurva standar CuSO

4

· 5

H

2

O dan K

2

Cr

2

O

7

(a)

(b)

(35)

Lampiran 4 Kapasitas adsorpsi maksimum pada larutan tunggal ion logam pH

3.00

Q (mg/g)

Logam Cu (II) Logam Cr (VI)

1000 ppm 500 ppm 1000 ppm 500 ppm Waktu

(menit)

Serpihan Butiran Serpihan Butiran Serpihan Butiran Serpihan Butiran

2 35,6273 30,3500 12,2749 17,2861 20,3456 15,8501 8,8207 0,8088 4 42,4932 41,9771 14,7009 18,4454 21,1220 17,4144 10,4067 5,8971 6 45,4454 39,6583 19,4042 18,4425 22,9179 19,0613 11,0778 6,5268 8 46,6404 37,2071 19,8266 18,7781 22,9071 20,2223 12,0912 6,5533 10 45,1749 41,8378 20,1561 18,8356 24,8317 20,3190 12,5716 6,8204 15 46,4736 44,1781 20,3549 19,2222 25,3213 21,1661 12,6752 7,9299 30 47,3179 45,4831 21,0361 19,5409 25,8840 22,8689 12,7834 9,6209

Lampiran 5 Kapasitas adsorpsi maksimum pada larutan tunggal ion logam pH

7.00

Q (mg/g)

Logam Cu Logam Cr

1000 ppm 500 ppm 1000 ppm 500 ppm Waktu

(menit)

Serpihan Butiran Serpihan Butiran Serpihan Butiran Serpihan Butiran

(36)

Lampiran 6 Kapasitas adsorpsi maksimum pada larutan campuran ion logam pH

3.00

Q (mg/g)

Logam Cu(II) Logam Cr(VI)

1000 ppm 500 ppm 1000 ppm 500 ppm Waktu

(menit)

Serpihan Butiran Serpihan Butiran Serpihan Butiran Serpihan Butiran

2 23,1015 19,1914 10,9065 8,4856 20,8806 10,5437 9,7082 0,6545 4 23,1095 19,4793 11,5207 8,8003 21,4907 11,2394 9,9188 4,2235 6 23,2411 20,1219 11,5724 8,9820 21,5978 12,2327 9,8618 4,1336 8 23,7343 21,0595 11,5737 9,0083 21,6527 14,6516 9,8481 4,7826 10 23,9370 21,7149 11,6195 9,1188 21,9392 14,9972 9,8501 6,0720

15 23,9299 22,5105 11,7116 9,1425 22,0345 15,0389 9,8433 6,0293 30 23,7492 22,9076 11,8090 9,5707 22,5221 15,1688 10,1923 6,5531

Lampiran 7 Kapasitas adsorpsi maksimum pada larutan campuran ion logam pH

7.00

Q (mg/g)

Logam Cu(II) Logam Cr(VI)

1000 ppm 500 ppm 1000 ppm 500 ppm Waktu

(menit)

Serpihan Butiran Serpihan Butiran Serpihan Butiran Serpihan Butiran

(37)
(38)
(39)
(40)

Gambar

Gambar 1 Struktur kitosan
Tabel 2 Pencemaran utama dari logam dan
Gambar 2  Hubungan
Gambar 6 Hubungan antara waktu dan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kemampuan adsorpsi karbon aktif batang pisang terhadap ion logam Cr(VI) dengan melihat konsentrasi awal dan waktu kontak pada adsorpsi

Berdasarkan pada Gambar 2 terlihat bahwa adsorpsi ion logam Ni(II) oleh komposit kitosan- alumina mencapai titik optimum pada pH 5 dengan daya adsorpsi sebesar

Kajian kinetika adsorpsi menunjukkan bahwa adsorpsi ion logam Cd(II), Cr(III) dan Cu(II) menggunakan adsorben ini mengikuti model kinetika Ho, pseudo orde 2, sementara

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan daya serap adsorpsi arang aktif pada fariasi massa untuk logam Cd, Cu dan Cr diperoleh berat optimum optimum 2,5

Gambar 4.15 Grafik hubungan antara waktu dan konsentrasi akhir larutan Cu(II) pada proses adsorbsi fluidisasi dengan adsorben kitosan-urea pada kolom 5cm. Dari hasil data

Dari hasil kapasitas adsorpsi yang dipe roleh maka dapat disimpulkan bahwa adsorpsi kation multilogam (Ag(I), Ni(II), Cu(II), Pb(II), dan Cr(III)) yang dilakukan secara

Berdasarkan hasil analisis SAA, rerata jari- jari pori kitosan-silika bead lebih besar daripada kitosan bead, sehingga pada saat interaksi dengan ion logam Cd(II)

Persamaan yang dihasilkan dari kurva isoterm Freundlich digunakan untuk menghitung kapasitas adsorpsi, Pada jenis tanah Andisol memiliki kapasitas adsorpsi paling rendah dibandingkan