Oleh:
ARUM WANDAYANI
G64103077
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
ARUM WANDAYANI
G64103077
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama
: Arum Wandayani
NIM :
G64103077
Menyetujui:
Pembimbing I
Rindang Karyadin, S.T., M.Kom.
NIP 132 311 915
Pembimbing II
Hari Agung A., S.Kom., M.Si.
NIP 132 311 918
Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS
NIP 131 473 999
ARUM WANDAYANI. Perbandingan Metode Brovey dan PCA dalam Fusi Citra Pankromatik dan Multispektral. Dibimbing oleh RINDANG KARYADIN dan HARI AGUNG ADRIANTO.
Citra multispektral dengan resolusi spasial dan spektral yang tinggi sangat berguna untuk mempermudah kegiatan analisis dalam bidang penginderaan jauh. Akan tetapi terdapat keterbatasan sensor satelit penginderaan bumi dalam menyediakan citra multispektral resolusi tinggi tersebut secara langsung. Pada umumnya satelit penginderaan dalam sekali perekaman hanya mampu menghasilkan sepasang citra resolusi berbeda untuk suatu area pengamatan, yaitu sebuah citra pankromatik (hitam putih) resolusi tinggi dan sebuah citra multispektral dengan resolusi lebih rendah. Agar didapatkan citra multispektral dengan resolusi lebih tinggi dilakukanlah penggabungan pasangan citra pankromatik dan multispektral awal, atau biasa disebut teknik fusi citra (image fusion).
Penelitian ini bertujuan mengimplementasikan teknik fusi citra pada citra satelit dengan resolusi berbeda. Selain itu melakukan perbandingan antara metode fusi dengan menggunakan kriteria spasial dalam menghitung kesamaan informasi spasial citra hasil fusi dengan citra pankromatik awal dan kriteria fidelitas dalam menghitung hilangnya informasi spektral citra awal. Data yang digunakan adalah pasangan citra QuickBird dengan resolusi spasial citra pankromatik dan resolusi citra multispektral awal sebesar 0.6 meter dan 2.4 meter, serta citra Landsat dengan resolusi citra sebesar 15 meter dan 30 meter. Teknik fusi yang dilakukan adalah transformasi Brovey dan transformasi PCA.
Penelitian menunjukkan bahwa metode Brovey mampu memberikan penambahan informasi spasial yang hampir menyamai informasi spasial yang terkandung pada citra pankromatik awal, akan tetapi kurang memberikan fidelitas secara spektral. Hal sebaliknya ditunjukkan oleh citra hasil metode PCA yang kurang memberikan penambahan informasi spasial akan tetapi mampu memberikan fidelitas spektral yang tinggi. Pemilihan antara kedua teknik fusi ini didasarkan pada keperluan analisis, secara spasial atau secara spektral. Penelitian selanjutnya dapat difokuskan untuk melihat sejauh mana citra hasil fusi mampu memberikan keakuratan secara spasial baik dalam hal klasifikasi tak terbimbing maupun terbimbing, ataupun dalam hal pengekstraksian objek spasial.
Kata kunci: Fusi Citra Satelit, Image Fusion, Analisis Multispektral, Pankromatik, Brovey
ARUM WANDAYANI. Comparison of Brovey and PCA Transform in Fusing Panchromatic and Multispectral Images. Under the direction of RINDANG KARYADIN and HARI AGUNG ADRIANTO.
Multispectral image with high spatial and spectral resolution facilitates a remote sensing analysis. But the sensor of existing earth resource satellite has a limitation in providing this high resolution multispectral image (HRMI) directly. In general, for a single take of an area, satellite sensor can only produce a bundle of images with different resolution which consist of a high resolution panchromatic image and a multispectral image in lower resolution. In order to obtain high resolution multispectral image, the panchromatic and multispectral images are being integrated with a technique called image fusion.
The objective of this research is to implement the image satellite fusion method with different resolution. Other goal is to make comparisons between fusion methods by using the spatial criterion in measuring the likeness of spatial information between the resulted image and the initial high resolution panchromatic image (HRPI) and using the fidelity criterion in measuring spectral information’s loss from the initial low resolution multispectral image (LRMI). Data that being used are QuickBird’s imagery with HRPI’s and LRMI’s resolution reach 0.6 meters and 2.4 meters, and also Landsat’s imagery with image resolution of 15 meters and 30 meters each. The fusion method that being applied are the Brovey and the PCA Transform.
This research shows that Brovey method adds more spatial information of the HRPI, but this method fails to give good result in the domain of spectral fidelity. The opposite thing happens with PCA method which poorly increases the spatial information but gives higher spectral fidelity. The choice between the two methods depends on the objective of the remote sensed analysis, whether spatial or spectral analysis. Further research can be focused on evaluating the capability of fused image to give the spatially accuracy in unsupervised or supervised classification, or even in subtracting the spatial object.
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Dalam penelitian ini, diambil judul Perbandingan Metode Brovey dan PCA dalam Fusi Citra Pankromatik dan Multispektral.
Terima kasih ditujukan kepada Bapak Rindang Karyadin, S.T., M.Kom. dan Bapak Hari Agung Adrianto, S.Kom, M.Si. selaku pembimbing, serta kepada Ibu Yeni Herdiyeni, S.Si., M.Kom. selaku penguji, atas bantuan dan masukan yang diberikan guna penyelesaian penelitian ini. Terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Sayudiyanta S.Si. selaku pembimbing praktik kerja lapangan yang telah memberikan saran dan memperkenalkan topik penelitian ini serta Bapak Bambang Trisasongko yang telah banyak memberi masukan dan nasehat. Tak lupa pula terima kasih diperuntukkan kepada Maryam Dehghani, Mr. Armenakis Costas, Mr. Bruno Aiazzi, Mr. Victor JD. Tsai, Ibu Sri Nurdiati, Bapak Ahmad Ridha, staf Tata Usaha Departemen Ilmu Komputer, Bapak Soleh, Bapak Pendi dan Mas Irvan yang telah memberikan bantuan dan masukan dalam pengerjaan tugas akhir ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua tercinta, Mbak Yayuk, Aryo, Mas Aul, rekan-rekan ilmu komputer angkatan 40 serta pihak-pihak yang tidak dapat seluruhnya disebutkan, atas perhatian, doa, nasehat, dan dukungan yang telah diberikan. Terima kasih banyak.
Penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian diharapkan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya.
Bogor, Agustus 2007
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 11 Desember 1981, putri pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Kuswantoro S.Sos., M.Sc. dan Sri Suyani. Tahun 2000 penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan tingkat atas di SMUN 1 Bogor dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dengan program studi pilihan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Akan tetapi karena satu dan lain hal penulis tidak meneruskan studinya di IPB pada tahun yang sama.
Halaman
DAFTAR TABEL ...iv
DAFTAR GAMBAR ...v
DAFTAR LAMPIRAN ...vi
PENDAHULUAN...1
Latar Belakang...1
Tujuan Penelitian...1
Ruang Lingkup ...1
Manfaat Penelitian...1
TINJAUAN PUSTAKA...1
Fusi Citra (Image Fusion) ...1
Pemulihan Citra ...2
Metode Interpolasi...2
Metode Interleave...2
Transformasi Brovey ...3
Principal Component Analysis (PCA)...3
Analisis Kinerja Kuantitatif Hasil Fusi...3
METODE PENELITIAN...4
Metode Penelitian ...4
Lingkungan Pengembangan ...5
HASIL DAN PEMBAHASAN...5
Persiapan Data ...5
Registrasi, Crop, dan Resampling...6
Metode Fusi ...6
Perbandingan Visualisasi ...7
Perbandingan Kriteria Kuantitatif ...8
KESIMPULAN DAN SARAN...9
Kesimpulan ...9
Saran ...9
DAFTAR PUSTAKA ...9
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Ukuran dan dimensi data...7
2 Perbandingan proses fusi...7
3 Koefisien korelasi antara citra multispektral hasil fusi dengan citra pankromatik awal ...8
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Representasi citra multispektral...2
2 Diagram alir penelitian. ...4
3 Diagram alir metode fusi PCA. ...4
4 Subset citra QuickBird (uint16). ...5
5 Subset citra Landsat (uint8). ...5
6 Proses penentuan GCP...6
7 Citra hasil fusi Brovey. ...6
8 Citra hasil fusi PCA. ...7
9 Subset citra pankromatik dan multispektral QuickBird awal. ...8
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Visualisasi dan karakteristik data awal QuickBird...12
2 Visualisasi dan karakteristik data awal Landsat ...14
3 Hasil metode fusi citra ...17
PENDAHULUAN
Latar BelakangPada sistem sensor satelit penginderaan jauh (inderaja), resolusi spasial dan resolusi spektral citra merupakan hal yang saling bertolak belakang. Beberapa satelit penginde-raan mampu memberikan citra dengan informasi multispektral yang dapat membedakan fitur secara spektral tetapi tidak secara spasial, begitu pula sebaliknya (Wang et al. 2005). Bahkan sebuah sensor satelit penginderaan yang mampu memberikan rekaman citra pankromatik (hitam putih) dengan resolusi spasial tertinggi, hanya mampu merekam citra multispektral dengan resolusi spasial seperempat kali lebih rendah.
Pada dasarnya sebuah citra pankromatik (hitam putih) mempunyai rentang spektrum gelombang yang lebih besar daripada kanal
(band) multispektral (berwarna). Dengan
demikian untuk menerima sejumlah energi yang sama, ukuran sensor pankromatik dapat lebih kecil dibandingkan sensor multispektral. Oleh karena itu dalam sekali perekaman, sensor pankromatik dengan ukuran yang sama dapat memberikan lebih banyak informasi spasial. Selain itu volume data sepasang citra pankromatik resolusi tinggi dan citra multispektral resolusi rendah akan jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan volume sebuah citra multispektral resolusi tinggi (Zhang 2004).
Keterbatasan pada penyediaan citra multispektral beresolusi tinggi ini menyebabkan diperlukannya solusi untuk menghasilkan citra multispektral yang kaya akan informasi spasial maupun informasi warna. Image fusion (fusi citra) atau
pan-sharpening adalah teknik untuk
menggabungkan detail geometri (spasial) dan detail warna (spektral) pada pasangan citra awal sehingga didapatkan citra multispektral baru dengan informasi spasial dan spektral setajam mungkin. Proses fusi citra pada bidang penginderaan jauh bertujuan mempermudah langkah analisis citra satelit, terutama pada analisis yang memerlukan ekstraksi objek citra secara detail, antara lain pada analisis penggunaan lahan (land use), analisis tata ruang kota, analisis tren perkembangan wilayah ataupun aplikasi prediksi bencana alam. Pada dasarnya penelitian yang dilakukan ini mengacu pada jurnal penelitian Dehghani 2003, Tsai 2004, dan Wang et al. 2005.
Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan
mengaplikasikan teknik fusi citra (image
fusion) pada suatu citra satelit. Tujuan lain yang ingin dicapai adalah mengevaluasi dan membandingkan sejauh mana metode
transformasi Brovey dan Principal
Component Analysis (PCA) mampu
memberikan kedetailan informasi warna dan informasi spasial. Ukuran perbandingan yang ingin diamati adalah nilai penambahan informasi spasial dan nilai kesalahan informasi warna antara citra hasil fusi dan pasangan citra awal.
Ruang Lingkup
Metode fusi citra yang diaplikasikan dan dibandingkan adalah metode transformasi
Brovey dan Principal Component Analysis.
Dalam pengujian aplikasi digunakan citra subset yang lebih kecil dari pasangan citra awal. Adapun citra multipektral hasil fusi merupakan citra GEOTIFF/TIFF yang hanya dapat menampung sebatas informasi dari 4 kanal spektral.
Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran akan manfaat teknik fusi citra satelit. Gambaran ini berupa peningkatan informasi spasial dan informasi warna pada citra hasil fusi.
TINJAUAN PUSTAKA
Fusi Citra (Image Fusion)Pada bidang penginderaan jauh dikenal definisi dari fusi data (data fusion), yaitu sebuah format kerja formal tentang cara dan alat bantu untuk menggabungkan data yang
didapatkan dari sumber yang berbeda. Data
fusion bertujuan mendapatkan informasi dengan kualitas yang lebih baik. Definisi ’kualitas yang lebih baik’ akan bergantung kepada aplikasinya (Wald 1999).
maupun ultra ungu) yang lebih memberikan informasi warna berdasarkan pantulan dan penyerapan sinar elektromagnetik oleh objek yang ditangkap oleh sensor. Pada umumnya citra multispektral yang ada beresolusi rendah, dalam arti memiliki informasi spasial yang rendah meskipun mampu memberi informasi warna yang tinggi.
Kedua citra pankromatik dan multispektral ini, terlebih lagi penggabungannya, memiliki andil yang besar dalam aplikasi inderaja. Proses penggabungan citra pankromatik dan citra multispektral ini umum dikenal sebagai image fusion atau pan-sharpening. Fusi citra (image fusion) secara umum diartikan sebagai teknik untuk mengintegrasikan detail geometri atau spasial dari suatu citra pankromatik (hitam putih) beresolusi tinggi dengan citra multispektral beresolusi rendah. Tujuan yang hendak dicapai dalam tahapan ini adalah
didapatkannya tepian objek (edge) yang
semakin jelas serta didapatkannya informasi warna yang paling tajam dan representatif dengan mengacu pada citra multispektral awal.
Pemulihan Citra
Pada umumnya citra mengalami distorsi yang menyebabkan ketidaksesuaian dengan keadaan aslinya. Pemulihan distorsi citra dilaksanakan baik dengan koreksi geometrik maupun koreksi radiometrik. Distorsi geometrik terjadi karena adanya pergeseran piksel dari letak yang sebenarnya. Hal ini disebabkan oleh ketidakstabilan sensor ataupun kurang sempurnanya sistem kerja pemindai. Distorsi secara geometrik pada data asli dapat diperbaiki dengan cara melakukan registrasi koordinat dengan bantuan titik kontrol tanah (ground control point atau GCP) yang lokasinya diketahui dengan tepat ( geo-rectification). Selain itu distorsi geometrik dapat pula diperbaiki dengan teknik resampling. Perbaikan dengan teknik resampling umumnya digunakan dengan
menggunakan teknik nearest neighbor,
bilinear, dan cubic interpolation.
Distorsi radiometrik antara lain diakibatkan oleh adanya pengaruh atmosfer
berupa penghamburan dan penyerapan, noise
pada waktu transmisi data, perubahan cahaya, radiasi dan buramnya bagian optik pada sistem pencitraan. Pada umumnya distorsi radiometrik mempengaruhi kanal spektrum visible (panjang gelombang 0.4-0.7 µm), sedangkan sebagian besar kanal infra merah
dekat terbebas dari distorsi tersebut.
Penyesuaian histogram (histogram
adjustment) dengan mengurangi nilai kanal terdistorsi ke arah kiri, sehingga nilai minimum kanal menjadi nol, akan dapat memperbaiki citra secara radiometris (Lillesand & Kiefer 1990).
Metode Interpolasi
Interpolasi digunakan untuk memperkira-kan nilai antar piksel yang tidak diketahui, akibat proses perubahan geometris citra,
seperti proses resize, ataupun proses
transformasi. Tiga metode umum yang digunakan adalah nearest-neighbor, bilinear, dan bicubic. Nearest-neighbor memberikan nilai piksel keluaran sesuai dengan nilai pada titik acuan, sehingga memberikan kecepatan proses yang tinggi. Bilinear memberikan nilai keluaran yang mempertimbangkan nilai 2x2 piksel tetangga terdekat dari titik acuan, umumnya digunakan karena ketepatan dan
kecepatannya. Adapun bicubic
mempertim-bangkan nilai keluaran dari informasi 4x4 tetangga terdekat (Matlab 2004).
Metode Interleave
Interleave menspesifikasikan bagaimana sebuah data disimpan. Pada umumnya kanal
(band) citra multispektral didefinisikan
sebagai dimensi ketiga dalam array 3D,
sebagaimana dijelaskan Gambar 1 berikut ini. Metode interleave ini terbagi menjadi tiga format yaitu BSQ, BIL, dan BIP.
Gambar 1 Representasi citra multispektral.
Pada format BSQ (Band Sequential), tiap keseluruhan kanal diikuti oleh keseluruhan
kanal berikutnya. Pada format BIL (Band
Interleaved by Line) baris pertama dari kanal pertama kemudian diikuti dengan baris pertama kanal kedua dan selanjutnya untuk
setiap kanal. Lalu pada format BIP (Band
Transformasi Brovey
Transformasi Brovey merupakan metode mudah untuk mengkombinasikan data dari sensor berbeda, hanya saja terbatas untuk komposisi tiga kanal spektral. Metode Brovey bertujuan untuk menormalisasikan 3 kanal
spektral yang digunakan untuk display RGB
(Red Green Blue). Kemudian hasil
normalisasi dikalikan dengan informasi data yang diinginkan, dalam hal ini citra pankromatik (Pan), untuk menambah komponen intensitas dan kecerahan citra. Formula yang digunakan dijelaskan pada persamaan (1) berikut (Dehghani 2003):
Red=Band3/(Band1+Band2+Band3)×Pan
Green=Band2/(Band1+Band2+Band3)×Pan
Blue=Band1/(Band1+Band2+Band3)×Pan, (1)
dengan Pan adalah citra Pankromatik, Band1 adalah kanal merah, Band2 adalah kanal hijau, dan Band3 adalah kanal biru.
Transformasi ini dapat meningkatkan tingkat kekontrasan citra hasil. Dengan demikian akan dihasilkan citra yang lebih terang dari segi spektral warna. Akan tetapi transformasi ini tidak cocok jika ingin tetap mempertahankan nilai radiometri (spektral) dari citra multispektral awal.
Principal Component Analysis (PCA)
Transformasi PCA bertujuan mereduksi informasi dari komponen yang saling berkorelasi menjadi komponen tereduksi baru yang saling tidak berkorelasi. Dalam teknik fusi citra, PCA digunakan untuk menransformasi citra multispektral beresolusi rendah untuk mendapatkan komponen penting (principal component) representatif baru yang saling tidak berkorelasi. Komponen penting berisi informasi umum dari keseluruhan kanal spektral, yang direpresentasikan dalam vektor-vektor nilai eigen.
Proses untuk mendapatkan komponen penting ini disebut sebagai transformasi forward. Secara matematis dijelaskan pada persamaan (2) dengan DNMSl adalah digital
number (DN) dari citra input multispektral resolusi spasial rendah, PC1 adalah principal component pertama, dan matriks transformasi
ν terdiri dari vektor-vektor eigen yang
diurutkan berdasarkan nilai eigennya.
= l MSn l MS l MS DN DN DN vnn n v n v vn v v vn v v PCn PC PC M L L L L L L L L 2 1 2 1 2 22 12 1 21 11 2 1 . (2) Vektor eigen yang memiliki nilai eigen
tertinggi merupakan komponen penting
pertama (PC1). PC1 ini yang akan
digantikan oleh data citra pankromatik beresolusi spasial tinggi, yang sebelumnya
direntangkan agar memiliki rataan (mean)
yang menyamai PC1. Secara matematis
transformasi backward dari metode fusi citra menggunakan PCA dijelaskan pada
persamaan (3), dengan h
MS
DN adalah citra
multispektral hasil yang memiliki resolusi
spasial lebih tinggi dan h'
PAN
DN adalah citra
pankromatik yang telah direntangkan agar menyamai rataan dari PC1.
= PCn PC DN vnn vn vn n v v v n v v v DN DN
DN hPAN
h MSn h MS h MS M L L L L L L L M 2 2 1 2 22 21 1 12 11 ' 2 1 . (3) Jika digabungkan maka akan didapat
persamaan (4) berikut:
(
)
− + = 1 21 11 ' 2 1 2 1 vn v v DN DN DN DN DN DN DN DN l PAN h PAN l MSn l MS l MS h MSn h MS h MS M M M (4) dengan DNPANl = PC1 dan h'PAN
DN adalah
h PAN
DN , yang telah direntangkan agar
memiliki nilai rataan dan ragam menyerupaiPC1 (Wang et al. 2005).
Analisis Kinerja Kuantitatif Hasil Fusi
Analisis kinerja kuantitatif citra hasil fusi terdiri dari dua kriteria, yaitu kriteria spasial dan kriteria fidelitas.
¾ Kriteria Spasial (Spatial Criterion)
[
∑
−∑
∑
∑
][
∑
∑
−∑
]
−= Υ
Χ, 2 2 2 2
) ( ) ( ) )( ( Y Y MN X X MN Y X XY MN cor (5)
dengan X adalah citra multispektral hasil fusi, Y adalah citra pankromatik, dan M×N adalah ukuran citra (Tsai 2004).
¾ Kriteria Fidelitas (Fidelity Criterion)
Kriteria ini bertujuan meminimalkan hilangnya informasi dari citra hasil fusi dengan berpedoman pada citra multispektral awal. Kriteria fidelitas dapat didefinisikan
dengan meminimalkan nilai root mean square
error (RMSE) pada persamaan (6) berikut.
( )
∑∑
−(
(
) (
)
)
= − = − = 1 0 1 0 2 , , , , 1 M x N y k y x f k y x g MN k RMSE (6)dengan
f
(
x
,
y
,
k
)
adalah citra multispektralawal dari kanal k yang telah di-resampling
sebesar ukuran citra pankromatik, dan
) , , (x y k
g adalah citra hasil fusi dengan
ukuran M×N (Tsai 2004).
METODE PENELITIAN
Metode PenelitianMetode penelitian yang dilakukan menggunakan data pasangan citra pankromatik dan multispektral satelit QuickBird pencitraan area Taman Nasional Kerinci Semblat serta citra pankromatik dan 6 citra spektral satelit Landsat pencitraan area Singkawang. Secara garis besar metode penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1 Dilakukan persiapan data citra dengan
bantuan perangkat lunak pemrosesan citra satelit, ENVI, guna mendapatkan citra dengan ukuran lebih kecil dari citra awal untuk memudahkan komputasi dengan Matlab.
2 Dilakukan pengimplementasian teknik fusi
citra menggunakan bahasa pemrograman Matlab dengan alur seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
C itra M ultis pek tral
T eregis tras i
C itra P ank rom atik
T eregis tras i
R egis tras i, C rop, R es am pling
M etode F us i B rov ey
C itra H as il F us i
R es haping dan Im age W rite P e rh itu n g a n S ta tistik (m e a n,P D F)
P e rh itu n g a n S ta tistik (m e a n,P D F)
P enghitungan K riteria K uantitatif dan P erbandingan
D is play C itra H as il dan N ilai P erbandingan M etode F us i
B rov ey
Gambar 2 Diagram alir penelitian.
Penjabaran dari metode fusi dengan menggunakan transformasi PCA digambarkan oleh Gambar 3 berikut ini.
Concatenating dan Vectorizing Multispektral
Teregistrasi
PCA Forward Transform
PCA Backward Transform Citra Pankromatik
Teregistrasi
Perhitungan PDF Citra Pan (Input) dan PC1 (Citra Referensi)
Perhitungan Fungsi Inversi Perhitungan Fungsi Citra Pan (Input) dan PC1 (Citra Referensi)
Citra Pan resolusi rendah dgn mean seperti PC1
P e ren ta nga n Hist ogr am
Penggantian PC1 dgn Pan resolusi rendah
Lingkungan Pengembangan
Perangkat lunak yang digunakan pada penelitian ini adalah compiler Matlab versi 7.0.1. dengan sistem operasi Microsoft Window XP. Langkah persiapan citra menggunakan perangkat lunak pemrosesan citra satelit, ENVI versi 4.0., sedangkan spesifikasi perangkat keras yang digunakan adalah PC dengan prosesor Pentium IV 2GHz, memori sebesar 512MB, dan kapasitas penyimpanan sebesar 40GB.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data sumber pertama adalah pasangan citra pankromatik hitam putih beresolusi spasial 0.6 meter dan citra multispektral beresolusi spasial 2.4 meter dari wilayah Taman Nasional Kerinci Semblat. Citra pankromatik awal berdimensi 7762×9350×1 [BSQ] dan berukuran 141.821 kb. Pasangan-nya adalah citra multispektral berdimensi 1941×2338×4 dan berukuran 35.528 kb.
Keduanya bertipe kelas unsigned int16
(uint16) dengan ukuran digital number (DN) piksel berada pada rentang [0 65536]. Pasangan citra awal merupakan file GeoTIFF yang merupakan citra standar hasil foto udara satelit observasi bumi QuickBird.
Data sumber kedua merupakan citra standar hasil pencitraan dari satelit Landsat. Data citra terdiri dari sebuah citra pankromatik hitam putih beresolusi spasial 15 meter dan 6 citra spektral beresolusi spasial 30 meter dari wilayah Singkawang. Citra pankromatik awal berdimensi 15721 x 13921 x 1 [BSQ] dan berukuran 213.832 kb. Citra penyertanya adalah 6 citra spektral dari kanal sensor satelit Landsat, yang masing-masing memiliki dimensi 7861 x 6961 x 1 [BSQ] dan berukuran 53.493 kb. Ketujuh citra Landsat ini bertipe kelas unsigned int8 (uint8) dengan rentang nilai [0 256].
Pasangan data citra QuickBird dan Landsat ini dipilih karena data tersedia untuk
penelitian dan telah mengalami proses
geo-rectification, yaitu telah disesuaikan dengan informasi geografis di lapangan. Visualisasi dan karakteristik pasangan citra QuickBird awal ditunjukkan pada Lampiran 1. Adapun visualisasi dan karakteristik citra Landsat ditunjukkan pada Lampiran 2.
Persiapan Data
Ukuran data yang besar menjadi masalah yang signifikan dalam usaha pembacaan citra dengan menggunakan Matlab. Oleh karena itu dilakukan pengambilan sampel kecil dari kedua pasangan citra dengan cara melakukan resize data menggunakan perangkat lunak pemrosesan citra, ENVI versi 4.0. Proses yang
dilakukan dalam resizing adalah dengan
memilih sub bagian citra yang akan diambil (subsetting) dengan sedapat mungkin tidak mengubah informasi registrasi citra awal.
Citra yang di-resize terlebih dahulu adalah citra pankromatik. Kemudian resizing citra multispektral dilakukan dengan berpedoman dari file citra pankromatik yang telah didapat sebelumnya agar memiliki daerah yang sama. Setelah dilakukan resizing, filesubset diubah ke dalam bentuk TIFF/GeoTIFF dan dibentuk file header-nya. Pada umumnya setelah proses ini ENVI akan menghasilkan file .tfw (TIFF world files) dan .hdr sebagai penyerta tiap file .tif.
Subset citra pankromatik Landsat yang digunakan berukuran 631 kb dengan dimensi 800 × 800×1, sedangkan keenam subset citra spektral Landsat yang digunakan berukuran masing-masing 160 kb dan berdimensi 400×400×1. Pada citra QuickBird diambil subset citra pankromatik berukuran 709 kb dengan dimensi 600×600×1, dan subset citra multispektral berukuran 181 kb dengan dimensi 150×150×1. Gambar 4 merupakan subset citra QuickBird yang diambil untuk input penelitian, sedangkan Gambar 5 merupakan subset citra Landsat.
Gambar 4 Subset citra QuickBird (uint16).
Registrasi, Crop, dan Resampling
Di dalam Matlab, pembacaan kanal citra multispektral yang memiliki lebih dari 3 kanal memerlukan perlakuan yang berbeda. Pertama-tama citra multispektral yang telah diregistrasi dibaca dengan menggunakan fungsi imread untuk mendapatkan informasi 3 kanal display (Red Green Blue) pertama. Kemudian dilakukan pembacaan sisa kanal spektral dengan menggunakan fungsi multibandread. Pada penelitian ini pembacaan
dengan menggunakan fungsi multibandread
hanya diberlakukan pada citra QuickBird yang memiliki informasi 4 kanal spektral. Pada citra Landsat tidak perlu diberlakukan hal yang sama karena data keenam kanal spektralnya telah tersimpan dalam file yang terpisah.
Dalam pembacaan sisa kanal spektral QuickBird, didapatkan bahwa sisa kanal yang
dibaca dengan fungsi multibandread akan
mengalami distorsi berupa pergeseran letak titik pojok kiri atas kanal. Oleh karena itu diberlakukan proses registrasi dengan mendefinisikan terlebih dahulu GCP dari data
masukan (input) dan GCP dari data basis
(salah satu dari ketiga kanal yang telah terbaca sebelumnya). Proses ini dilakukan dengan menggunakan controlpointtool pada Matlab. Proses penentuan GCP dari kanal referensi (kanal basis) dan kanal yang akan diregistrasi
(kanal input) ditunjukkan pada Gambar 6.
Selanjutnya dengan berbasis data GCP input
dan data GCP basis dilakukan pemotongan (cropping) pada kanal yang telah diregistrasi untuk menghilangkan piksel-piksel yang tidak bersesuaian.
Gambar 6 Proses penentuan GCP.
Dari proses pemilihan GCP dengan bantuan tool Matlab didapatkan variabel GCP
input dan GCP basis dari kedua pasangan
citra. Titik GCP input untuk citra
multispektral QuickBird adalah [1 1;1 26;35 1;35 26]. Adapun titik GCP basisnya adalah [9 9;9 34;43 9;43 34].
Setelah dilakukan proses registrasi diberlakukanlah proses cropping. Titik (9, 9) diambil sebagai titik kiri atas baru untuk citra multispektral QuickBird. Kemudian untuk mendapatkan ukuran sampel yang sama
dengan kanal display (Red Green Blue)
diberlakukan proses resize. Kanal yang
teregistrasi dan telah diberlakukan proses cropping di-resize dengan menggunakan metode interpolasi bilinear.
Metode Fusi
Metode transformasi Brovey dan metode PCA sama-sama menggunakan kombinasi linear dari pasangan citra awal untuk mendapatkan citra multispektral baru dengan resolusi spasial menyamai resolusi citra pankromatik awal. Metode Brovey merupakan komposisi dari rasio ketiga nilai kanal multispektral untuk keperluan display, dalam hal ini kanal RGB yang dipadukan dengan nilai spasial dari citra pankromatik awal. Adapun perhitungan nilai kanal infra merah dekat (NIR) dilakukan dengan melakukan
kombinasi dari rasio kanal NIR, Red dan
Green (Wang et al. 2005). Hasil tampilan RGB untuk subset citra QuickBird dan citra Landsat hasil fusi Brovey diperlihatkan pada Gambar 7 berikut.
Gambar 7 Citra hasil fusi Brovey.
Pada metode fusi Principal Component
Analysis, sebelum diberlakukan transformasi forward PCA, data citra dibentuk menjadi vektor. Kemudian diberlakukan transformasi forward PCA untuk mencari principal component dari citra multispektral awal. Hasil dari proses ini adalah matriks vektor-vektor eigen yang terurut. Setelah itu vektor eigen dengan nilai terbesar diambil sebagai vektor PC1, dan definisikan DNPANl =PC1.
' h PAN
DN , dengan rataan yang sama dengan
PC1. Proses ini dilakukan untuk mengurangi distorsi warna pada citra hasil fusi akibat jauhnya perbedaan rentang citra pankromatik dan citra multispektral. Langkah perentangan histogram adalah sebagai berikut:
1 Nilai PDF dari vektor PC1 dan citra
pankromatik dihitung dahulu untuk mendapatkan fungsi yang merepresenta-sikannya.
2 Dari kedua fungsi yang diperoleh dari
langkah 1 dihitung suatu fungsi inversi.
3 Citra pankromatik dipetakan dengan
bantuan fungsi inversi. Hasilnya adalah citra pankromatik baru dengan resolusi spasial lebih rendah, namun lebih mendekati karakteristik kanal PC1.
Setelah proses perentangan histogram,
dilakukan transformasi backward PCA
dengan terlebih dahulu menggantikan kanal PC1 dengan citra pankromatik baru hasil
perentangan ( h'
PAN
DN ) dan mendefinisikan
1
PC
DNlPAN = . Kanal-kanal multispektral
baru hasil transformasi backward inilah yang dibentuk menjadi citra multispektral baru.
Hasil tampilan RGB untuk subset citra
QuickBird dan citra Landsat hasil fusi PCA diperlihatkan pada Gambar 8 berikut. Adapun perbandingan setiap citra hasil metode fusi ditunjukkan pada Lampiran 3.
Gambar 8 Citra hasil fusi PCA.
Pada dasarnya file citra hasil fusi
mempunyai ukuran yang lebih besar daripada kedua file citra awal. Hal ini disebabkan oleh penggabungan informasi spasial dan informasi warna dari pasangan citra awal. Perbandingan ukuran sebelum dan sesudah proses fusi antara kedua metode dinyatakan pada Tabel 1.
Tabel 1 Ukuran dan dimensi data
Ukuran (bytes) dan dimensi data subset Citra Pan- kromatik Citra Multi-spektral Citra Hasil Fusi Quick-Bird 600x600x1 (uint16) Res:0.6 m
150x150x4 (uint16) Res:2.4 m
600x600x4 (uint16) Res:0.6 m
725.166 kb 185.182 kb PCA :
2904.284 kb Brovey : 2904.262 kb Land-sat 800x800x1 (uint8) Res:15 m
646.754 kb
400x400x6 (uint8) Res:30 m
979.566 kb
800x800x4 (uint8) Res:15 m
PCA : 2583.456 kb
Brovey : 2584.592 kb
Adapun dalam hal lama waktu pemrosesan, metode Brovey membutuhkan waktu proses yang jauh lebih singkat bila dibandingkan dengan metode PCA. Lama waktu pemrosesan pada metode PCA disebabkan oleh proses perentangan histogram. Pada citra yang memiliki kelas uint16 harus dilakukan pemetaan dari rentang nilai [0 65536] untuk menemukan fungsi inversi. Waktu yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perbandingan proses fusi
Perbandingan Visualisasi
Secara visual dapat diamati bahwa citra fusi hasil transformasi Brovey memiliki informasi spasial dengan ketajaman tinggi. Akan tetapi dari segi warna, citra hasil transformasi ini memberikan informasi yang jauh berbeda dengan informasi warna pada citra multispektral awal. Citra hasil fusi cenderung berwarna lebih terang kebiruan. Hal ini disebabkan karena metode transformasi Brovey hanya menggunakan rasio dari 3 kanal spektral dan tidak memperhitungkan perbedaan rentang nilai gelombang antara kanal pankromatik maupun kanal multispektral.
Pada citra hasil metode fusi PCA, terdapat distorsi berupa titik-titik hitam dan kurang tajamnya informasi tepian objek yang diperoleh. Akan tetapi warna citra hasil fusi PCA memperlihatkan kedekatan dengan warna citra multispektral awal. Kedekatan warna ini dikarenakan PCA melakukan perentangan histogram sebelum proses perhitungan kanal multispektral baru. Dengan
Waktu proses fusi Brovey (Quick-Bird) Brovey (Landsat) PCA (Quick- Bird) PCA (Landsat) Waktu
demikian metode PCA menghasilkan histogram kanal spektral baru yang lebih menyebar dan menyerupai karakteristik citra multispektral awal.
Perbedaan hasil kedua metode ini dapat diamati secara visual melalui Gambar 9 dan 10 berikut. Gambar 9 menunjukkan citra pankromatik QuickBird resolusi 0.6 meter dan citra multispektral QuickBird resolusi 2.4 meter. Kemudian zoom area di dalam persegi merah ditunjukkan oleh Gambar 10. Terurut
dari kiri ke kanan bawah, adalah area zoom
citra pankromatik resolusi 0.6 meter, citra hasil fusi PCA resolusi 0.6 meter, dan citra hasil Brovey resolusi 0.6 meter. Adapun perbandingan citra hasil kedua metode fusi secara visual ditunjukkan pada Lampiran 4.
Gambar 9 Subset citra pankromatik dan multispektral QuickBird awal.
(a) (b)
(c)
Gambar 10 Area zoom (a) citra Pan, (b) hasil fusi PCA, (c) hasil fusi Brovey.
Perbandingan Kriteria Kuantitatif
Perbandingan kriteria kuantitatif yang dilakukan adalah perbandingan nilai koefisien
korelasi dan nilai root mean square error
(RMSE). Nilai koefisien korelasi mengukur kesamaan informasi spasial antara citra hasil fusi dengan citra pankromatik awal yang ditunjukkan pada Tabel 3. Nilai ini berada pada rentang [-1 1]. Nilai mendekati 1 menyatakan semakin tingginya nilai informasi spasial yang terkandung pada citra hasil fusi.
Tabel 3 Koefisien korelasi antara citra multi-spektral hasil fusi dengan citra pankromatik awal
Koefisien Korelasi Citra Hasil Fusi Band1 Band2 Band3 Band4 Pan Brovey
(QuickBird)0.95545 0.98656 0.88220 0.83130
Pan Brovey
(Landsat) 0.90588 0.86050 0.75164 0.95656
Pan PCA
(QuickBird)0.23383 0.42907 0.22611 0.32744
Pan PCA
(Landsat) 0.42467 0.38026 0.21460 0.88567
Metode Brovey memberikan nilai koefisien korelasi yang tinggi. Nilai korelasi yang tinggi menandakan bahwa citra hasil transformasi fusi Brovey memiliki informasi spasial yang mendekati informasi spasial citra pankromatik awal. Hal ini mendukung pengamatan visual bahwa pada citra hasil Brovey informasi tepi objek dapat dikenali lebih mudah.
Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan pada metode PCA sangat kecil bila dibandingkan dengan metode Brovey. Pada dasarnya karakteristik kanal NIR mendekati karakteristik citra pankromatik, sehingga nilai korelasi kanal 4 (NIR) akan lebih mendekati nilai 1. Akan tetapi pada perbandingan kanal NIR QuickBird dengan citra pankromatik diperoleh nilai yang sangat kecil. Nilai yang kecil ini disebabkan kerusakan kanal NIR citra multispektral QuickBird awal akibat proses pembacaan dengan multibandread.
Lain halnya dengan perhitungan koefisien korelasi, perhitungan kriteria RMSE bertujuan untuk melihat tingkat perubahan informasi warna dari perbandingan antara citra hasil fusi dengan citra multispektral awal. Nilai RMSE yang baik adalah nilai seminimal mungkin. Nilai RMSE dari data citra percobaan ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai RMSE antara citra multispektral hasil fusi dengan citra multispektral awal
RMSE Citra Hasil Fusi Band1 Band2 Band3 Band4 Brovey
(QuickBird) 72.724 102.49 63.496 352.01
Brovey
(Landsat) 75.954 61.304 53.116 74.340
PCA
(QuickBird)0.85599 0.34977 1.8992 27.132
PCA
Bila dibandingkan dengan nilai RMSE metode Brovey, nilai RMSE hasil metode fusi PCA menunjukkan nilai yang lebih kecil. Rendahnya nilai RMSE metode PCA ini menunjukkan rendahnya informasi warna citra multispektral awal yang hilang pada proses fusi PCA. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode PCA mampu mempertahankan informasi warna lebih baik daripada metode Brovey. Hal ini dapat dilihat dari representasi visual kanal RGB. Secara visual, informasi warna citra hasil metode PCA terlihat hampir menyerupai informasi warna citra multispektral awal.
KESIMPULAN DAN SARAN
KesimpulanDari hasil penelitian didapat bahwa nilai koefisien korelasi antara citra multispektral hasil metode Brovey dan citra pankromatik awal memberikan nilai korelasi tertinggi. Hal ini menunjukkan penambahan informasi spasial yang tinggi. Akan tetapi metode Brovey kurang meminimalkan nilai RMSE pada perbandingan informasi warna antara citra hasil dan citra multispektral awal.
Hal sebaliknya terjadi pada citra hasil fusi dengan menggunakan metode PCA. Metode PCA mampu memberikan informasi warna yang baik dengan nilai RMSE hasil fusi yang lebih rendah. Akan tetapi metode PCA kurang dapat menyumbangkan penambahan informasi spasial. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi citra hasil metode PCA yang nilainya jauh lebih rendah daripada nilai koefisien korelasi metode Brovey.
Pada dasarnya metode Brovey dan PCA memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Terlepas dari kekurangannya, kedua metode mampu memberikan citra multispektral hasil fusi baru yang memiliki penambahan informasi spasial dan informasi warna dari pasangan citra awal. Pemilihan metode fusi yang cocok bergantung pada keperluan analisis citra, untuk pengamatan spektral atau untuk pengamatan tepian objek.
Saran
Penelitian ini masih belum sempurna dilakukan. Beberapa hal dapat dilakukan untuk pengembangan topik penelitian ini lebih lanjut, antara lain:
1 Dilakukannya penggabungan metode fusi
Brovey dan PCA untuk mendapatkan hasil yang lebih baik secara spasial maupun warna.
2 Diterapkannya pemrosesan paralel dengan
menggunakan block processing guna
mengakomodasi data citra satelit yang berukuran besar.
3 Dilakukannya pengukuran keakuratan
spasial dengan menggunakan proses klasifikasi pada citra hasil fusi.
4 Dilakukannya proses enhancement yang
mendukung pendeteksian tepi objek, guna melihat kinerja fusi citra dalam pengekstraksian objek-objek penting pada citra hasil fusi, seperti jalan atau objek-objek penting lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aiazzi B, et al. 2004. Spectral Information Extraction by means of MS+PAN Fusion. Di dalam: ESA Special Publication no.
553, Theory and Applications of
Knowledge driven Image Information Mining, with focus on Earth Observation, in press.
Dehghani M. 2003. Wavelet-based Image
Fusion Using “A trous” Algorithm.
http://www.gisdevelopment.net/technolog y/ip/pdf/53.pdf [30 Oktober 2006]
ENVI. 2003 ENVI 4.0 Online Help. Research Systems Inc.
Gonzalez RC, Woods RE, Eddins SL. 2004. Digital Image Processing Using MATLAB. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Dulbahri, Suharsono P, Hartono, Suharyadi, penerjemah; Sutanto, penyunting; Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Matlab. 2004. Matlab’s Manual Release 7.0.1. MathWorks Inc.
Tsai VJD. 2004. Evaluation of Multiresolution Image Fusion Algorithms. IEEE Trans. Geosci. Remote Sens., no. 0-7803-8742-2, 2004. hlm 621-624.
Wald L. 1999. Some terms of reference in
Wang Z, et al. 2005. A Comparative Analysis of Image Fusion Methods. IEEE Trans. Geosci. Remote Sens., vol. 43, no. 6, Juni 2005. hlm 1391-1402.
Zhang Y. 2004. Understanding Image
Fusion. Photogramm. Eng. Remote Sens., vol. 70, no. 6, Juni 2004. hlm 657-661.
Lampiran 1 Visualisasi dan karakteristik data awal QuickBird
Panjang Gelombang Sensor Satelit QuickBird
Band Number Wavelength Interval Spectral Response Resolution
1 0.45-0.52 µm Blue 2.4 meter
2 0.52-0.60 µm Green 2.4 meter
3 0.63-0.69 µm Red 2.4 meter
4 0.76-0.90 µm Near IR 2.4 meter
0.45-0.90 µm Panchromatic 0.6 meter
Visualisasi data QuickBird (dari kiri ke kanan adalah citra pankromatik dan display RGB citra multispektral)
Karakteristik citra pankromatik (hitam putih) QuickBird: File: C:\MATLAB701\work\JPG-TIF\TN_pan.tif Dims: 7762 x 9350 x 1 [BSQ]
Size: [Unsigned Int] 145,224,566 bytes. File Type : TIFF
Sensor Type: Unknown Byte Order : Host (Intel)
Projection : UTM, Zone 47 South Pixel : 0.6 Meters
Datum : WGS-84
Wavelength : Panchromatic : 450 - 900 nm Upper Left Corner: 1,1
Description: GEO-TIFF File Imported into ENVI [Sat Dec 30 11:33:52 2006]
Band Min Max Mean Stdev
1 0.000000 2047.000000 292.331432 92.578677
Karakteristik citra multispektral (berwarna) QuickBird: File: C:\MATLAB701\work\JPG-TIF\TN_xs.tif Dims: 1941 x 2338 x 4 [BSQ]
Lampiran 1 Lanjutan
Sensor Type: Unknown Byte Order : Host (Intel)
Projection : UTM, Zone 47 South Pixel : 2.4 Meters
Datum : WGS-84
Wavelength : Blue : 450 - 520 nm (1st band) Green :520 - 600 nm (2nd band) Red : 630 - 690 nm (3rd band) Near IR: 760 - 900 nm (4th band) Upper Left Corner: 1,1
Description: GEO-TIFF File Imported into ENVI [Sat Dec 30 11:33:43 2006]
Band Min Max Mean Stdev
1 0.000000 755.000000 148.301443 14.939142 2 0.000000 1189.000000 197.109739 35.420139 3 0.000000 796.000000 94.238888 25.930675 4 0.000000 1269.000000 520.509057 165.687005
Num Eigenvalue
1 28274.501610
2 1240.226462
3 54.861461
4 32.758117
Lampiran 2 Visualisasi dan karakteristik data awal Landsat
Panjang Gelombang Sensor Satelit Landsat :
Band Number Wavelength Interval Spectral Response Resolution
1 0.45-0.52 µm Blue-Green 30 meter
2 0.52-0.60 µm Green 30 meter
3 0.63-0.69 µm Red 30 meter
4 0.76-0.90 µm Near IR 30 meter
5 1.55-1.75 µm Mid-IR 30 meter
6 10.40-12.50 µm Thermal IR 120 (TM) 60 (ETM+)
7 2.08-2.35 µm Mid-IR 30 meter
0.50-0.90 µm Panchromatic 15 meter
Visualisasi data pankromatik Lansat resolusi 15 meter (dari kiri ke kanan adalah citra pankromatik dan perbesaran areanya)
Lampiran 2 Lanjutan
Karakteristik citra pankromatik (hitam putih) Landsat: File: C:\MATLAB701\work\JPG-TIF\LB8.TIF Dims: 15721 x 13921 x 1 [BSQ]
Size: [Byte] 218,963,786 bytes. File Type : TIFF
Sensor Type: Unknown Byte Order : Host (Intel)
Projection : UTM, Zone 47 South Pixel : 15 Meters
Datum : WGS-84
Wavelength : Panchromatic 0.50-0.90 µm Upper Left Corner: 1,1
Description: GEO-TIFF File Imported into ENVI [Mon Jul 16 12:27:44 2007]
Band Min Max Mean Stdev
1 0 255 53.079025 47.703822
Karakteristik citra multispektral (berwarna) Landsat: File: C:\RSI\IDL60\LB_xs.tif
Dims: 7902 x 7001 x 6 [BSQ] Size: [Byte] 332,267,826 bytes. File Type : TIFF
Sensor Type: Unknown Byte Order : Host (Intel)
Projection : UTM, Zone 47 South Pixel : 30 Meters
Datum : WGS-84
Wavelength : Band 1 0.45-0.52 µm Blue-Green
Band 2 0.52-0.60 µm Green
Band 3 0.63-0.69 µm Red
Band 4 0.76-0.90 µm Near IR
Band 5 1.55-1.75 µm Mid-IR
Band 7 2.08-2.35 µm Mid-IR
Upper Left Corner: 1,1
Description: GEO-TIFF File Imported into ENVI [Mon Jul 16 12:50:51 2007]
Band Min Max Mean Stdev
1 0 255 81.295229 67.547918
2 0 255 64.732265 60.500488
3 0 255 57.159061 61.280270
4 0 255 90.279063 72.015382
5 0 255 60.992681 58.849396
6 0 255 35.370546 42.822187
Lampiran 2 Lanjutan
Histogram data pankromatik Landsat
Lampiran 3 Hasil metode fusi citra
Hasil fusi citra dengan metode Brovey (data QuickBird)
Lampiran 3 Lanjutan
Hasil fusi citra dengan metode PCA (data QuickBird)
Lampiran 4 Perbandingan visual citra hasil fusi Brovey dan PCA
Perbandingan citra QuickBird hasil fusi metode Brovey dan PCA:
ARUM WANDAYANI. Perbandingan Metode Brovey dan PCA dalam Fusi Citra Pankromatik dan Multispektral. Dibimbing oleh RINDANG KARYADIN dan HARI AGUNG ADRIANTO.
Citra multispektral dengan resolusi spasial dan spektral yang tinggi sangat berguna untuk mempermudah kegiatan analisis dalam bidang penginderaan jauh. Akan tetapi terdapat keterbatasan sensor satelit penginderaan bumi dalam menyediakan citra multispektral resolusi tinggi tersebut secara langsung. Pada umumnya satelit penginderaan dalam sekali perekaman hanya mampu menghasilkan sepasang citra resolusi berbeda untuk suatu area pengamatan, yaitu sebuah citra pankromatik (hitam putih) resolusi tinggi dan sebuah citra multispektral dengan resolusi lebih rendah. Agar didapatkan citra multispektral dengan resolusi lebih tinggi dilakukanlah penggabungan pasangan citra pankromatik dan multispektral awal, atau biasa disebut teknik fusi citra (image fusion).
Penelitian ini bertujuan mengimplementasikan teknik fusi citra pada citra satelit dengan resolusi berbeda. Selain itu melakukan perbandingan antara metode fusi dengan menggunakan kriteria spasial dalam menghitung kesamaan informasi spasial citra hasil fusi dengan citra pankromatik awal dan kriteria fidelitas dalam menghitung hilangnya informasi spektral citra awal. Data yang digunakan adalah pasangan citra QuickBird dengan resolusi spasial citra pankromatik dan resolusi citra multispektral awal sebesar 0.6 meter dan 2.4 meter, serta citra Landsat dengan resolusi citra sebesar 15 meter dan 30 meter. Teknik fusi yang dilakukan adalah transformasi Brovey dan transformasi PCA.
Penelitian menunjukkan bahwa metode Brovey mampu memberikan penambahan informasi spasial yang hampir menyamai informasi spasial yang terkandung pada citra pankromatik awal, akan tetapi kurang memberikan fidelitas secara spektral. Hal sebaliknya ditunjukkan oleh citra hasil metode PCA yang kurang memberikan penambahan informasi spasial akan tetapi mampu memberikan fidelitas spektral yang tinggi. Pemilihan antara kedua teknik fusi ini didasarkan pada keperluan analisis, secara spasial atau secara spektral. Penelitian selanjutnya dapat difokuskan untuk melihat sejauh mana citra hasil fusi mampu memberikan keakuratan secara spasial baik dalam hal klasifikasi tak terbimbing maupun terbimbing, ataupun dalam hal pengekstraksian objek spasial.
Kata kunci: Fusi Citra Satelit, Image Fusion, Analisis Multispektral, Pankromatik, Brovey
ARUM WANDAYANI. Comparison of Brovey and PCA Transform in Fusing Panchromatic and Multispectral Images. Under the direction of RINDANG KARYADIN and HARI AGUNG ADRIANTO.
Multispectral image with high spatial and spectral resolution facilitates a remote sensing analysis. But the sensor of existing earth resource satellite has a limitation in providing this high resolution multispectral image (HRMI) directly. In general, for a single take of an area, satellite sensor can only produce a bundle of images with different resolution which consist of a high resolution panchromatic image and a multispectral image in lower resolution. In order to obtain high resolution multispectral image, the panchromatic and multispectral images are being integrated with a technique called image fusion.
The objective of this research is to implement the image satellite fusion method with different resolution. Other goal is to make comparisons between fusion methods by using the spatial criterion in measuring the likeness of spatial information between the resulted image and the initial high resolution panchromatic image (HRPI) and using the fidelity criterion in measuring spectral information’s loss from the initial low resolution multispectral image (LRMI). Data that being used are QuickBird’s imagery with HRPI’s and LRMI’s resolution reach 0.6 meters and 2.4 meters, and also Landsat’s imagery with image resolution of 15 meters and 30 meters each. The fusion method that being applied are the Brovey and the PCA Transform.
This research shows that Brovey method adds more spatial information of the HRPI, but this method fails to give good result in the domain of spectral fidelity. The opposite thing happens with PCA method which poorly increases the spatial information but gives higher spectral fidelity. The choice between the two methods depends on the objective of the remote sensed analysis, whether spatial or spectral analysis. Further research can be focused on evaluating the capability of fused image to give the spatially accuracy in unsupervised or supervised classification, or even in subtracting the spatial object.
Oleh:
ARUM WANDAYANI
G64103077
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENDAHULUAN
Latar BelakangPada sistem sensor satelit penginderaan jauh (inderaja), resolusi spasial dan resolusi spektral citra merupakan hal yang saling bertolak belakang. Beberapa satelit penginde-raan mampu memberikan citra dengan informasi multispektral yang dapat membedakan fitur secara spektral tetapi tidak secara spasial, begitu pula sebaliknya (Wang et al. 2005). Bahkan sebuah sensor satelit penginderaan yang mampu memberikan rekaman citra pankromatik (hitam putih) dengan resolusi spasial tertinggi, hanya mampu merekam citra multispektral dengan resolusi spasial seperempat kali lebih rendah.
Pada dasarnya sebuah citra pankromatik (hitam putih) mempunyai rentang spektrum gelombang yang lebih besar daripada kanal
(band) multispektral (berwarna). Dengan
demikian untuk menerima sejumlah energi yang sama, ukuran sensor pankromatik dapat lebih kecil dibandingkan sensor multispektral. Oleh karena itu dalam sekali perekaman, sensor pankromatik dengan ukuran yang sama dapat memberikan lebih banyak informasi spasial. Selain itu volume data sepasang citra pankromatik resolusi tinggi dan citra multispektral resolusi rendah akan jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan volume sebuah citra multispektral resolusi tinggi (Zhang 2004).
Keterbatasan pada penyediaan citra multispektral beresolusi tinggi ini menyebabkan diperlukannya solusi untuk menghasilkan citra multispektral yang kaya akan informasi spasial maupun informasi warna. Image fusion (fusi citra) atau
pan-sharpening adalah teknik untuk
menggabungkan detail geometri (spasial) dan detail warna (spektral) pada pasangan citra awal sehingga didapatkan citra multispektral baru dengan informasi spasial dan spektral setajam mungkin. Proses fusi citra pada bidang penginderaan jauh bertujuan mempermudah langkah analisis citra satelit, terutama pada analisis yang memerlukan ekstraksi objek citra secara detail, antara lain pada analisis penggunaan lahan (land use), analisis tata ruang kota, analisis tren perkembangan wilayah ataupun aplikasi prediksi bencana alam. Pada dasarnya penelitian yang dilakukan ini mengacu pada jurnal penelitian Dehghani 2003, Tsai 2004, dan Wang et al. 2005.
Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan
mengaplikasikan teknik fusi citra (image
fusion) pada suatu citra satelit. Tujuan lain yang ingin dicapai adalah mengevaluasi dan membandingkan sejauh mana metode
transformasi Brovey dan Principal
Component Analysis (PCA) mampu
memberikan kedetailan informasi warna dan informasi spasial. Ukuran perbandingan yang ingin diamati adalah nilai penambahan informasi spasial dan nilai kesalahan informasi warna antara citra hasil fusi dan pasangan citra awal.
Ruang Lingkup
Metode fusi citra yang diaplikasikan dan dibandingkan adalah metode transformasi
Brovey dan Principal Component Analysis.
Dalam pengujian aplikasi digunakan citra subset yang lebih kecil dari pasangan citra awal. Adapun citra multipektral hasil fusi merupakan citra GEOTIFF/TIFF yang hanya dapat menampung sebatas informasi dari 4 kanal spektral.
Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran akan manfaat teknik fusi citra satelit. Gambaran ini berupa peningkatan informasi spasial dan informasi warna pada citra hasil fusi.
TINJAUAN PUSTAKA
Fusi Citra (Image Fusion)Pada bidang penginderaan jauh dikenal definisi dari fusi data (data fusion), yaitu sebuah format kerja formal tentang cara dan alat bantu untuk menggabungkan data yang
didapatkan dari sumber yang berbeda. Data
fusion bertujuan mendapatkan informasi dengan kualitas yang lebih baik. Definisi ’kualitas yang lebih baik’ akan bergantung kepada aplikasinya (Wald 1999).
PENDAHULUAN
Latar BelakangPada sistem sensor satelit penginderaan jauh (inderaja), resolusi spasial dan resolusi spektral citra merupakan hal yang saling bertolak belakang. Beberapa satelit penginde-raan mampu memberikan citra dengan informasi multispektral yang dapat membedakan fitur secara spektral tetapi tidak secara spasial, begitu pula sebaliknya (Wang et al. 2005). Bahkan sebuah sensor satelit penginderaan yang mampu memberikan rekaman citra pankromatik (hitam putih) dengan resolusi spasial tertinggi, hanya mampu merekam citra multispektral dengan resolusi spasial seperempat kali lebih rendah.
Pada dasarnya sebuah citra pankromatik (hitam putih) mempunyai rentang spektrum gelombang yang lebih besar daripada kanal
(band) multispektral (berwarna). Dengan
demikian untuk menerima sejumlah energi yang sama, ukuran sensor pankromatik dapat lebih kecil dibandingkan sensor multispektral. Oleh karena itu dalam sekali perekaman, sensor pankromatik dengan ukuran yang sama dapat memberikan lebih banyak informasi spasial. Selain itu volume data sepasang citra pankromatik resolusi tinggi dan citra multispektral resolusi rendah akan jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan volume sebuah citra multispektral resolusi tinggi (Zhang 2004).
Keterbatasan pada penyediaan citra multispektral beresolusi tinggi ini menyebabkan diperlukannya solusi untuk menghasilkan citra multispektral yang kaya akan informasi spasial maupun informasi warna. Image fusion (fusi citra) atau
pan-sharpening adalah teknik untuk
menggabungkan detail geometri (spasial) dan detail warna (spektral) pada pasangan citra awal sehingga didapatkan citra multispektral baru dengan informasi spasial dan spektral setajam mungkin. Proses fusi citra pada bidang penginderaan jauh bertujuan mempermudah langkah analisis citra satelit, terutama pada analisis yang memerlukan ekstraksi objek citra secara detail, antara lain pada analisis penggunaan lahan (land use), analisis tata ruang kota, analisis tren perkembangan wilayah ataupun aplikasi prediksi bencana alam. Pada dasarnya penelitian yang dilakukan ini mengacu pada jurnal penelitian Dehghani 2003, Tsai 2004, dan Wang et al. 2005.
Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan
mengaplikasikan teknik fusi citra (image
fusion) pada suatu citra satelit. Tujuan lain yang ingin dicapai adalah mengevaluasi dan membandingkan sejauh mana metode
transformasi Brovey dan Principal
Component Analysis (PCA) mampu
memberikan kedetailan informasi warna dan informasi spasial. Ukuran perbandingan yang ingin diamati adalah nilai penambahan informasi spasial dan nilai kesalahan informasi warna antara citra hasil fusi dan pasangan citra awal.
Ruang Lingkup
Metode fusi citra yang diaplikasikan dan dibandingkan adalah metode transformasi
Brovey dan Principal Component Analysis.
Dalam pengujian aplikasi digunakan citra subset yang lebih kecil dari pasangan citra awal. Adapun citra multipektral hasil fusi merupakan citra GEOTIFF/TIFF yang hanya dapat menampung sebatas informasi dari 4 kanal spektral.
Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran akan manfaat teknik fusi citra satelit. Gambaran ini berupa peningkatan informasi spasial dan informasi warna pada citra hasil fusi.
TINJAUAN PUSTAKA
Fusi Citra (Image Fusion)Pada bidang penginderaan jauh dikenal definisi dari fusi data (data fusion), yaitu sebuah format kerja formal tentang cara dan alat bantu untuk menggabungkan data yang
didapatkan dari sumber yang berbeda. Data
fusion bertujuan mendapatkan informasi dengan kualitas yang lebih baik. Definisi ’kualitas yang lebih baik’ akan bergantung kepada aplikasinya (Wald 1999).
maupun ultra ungu) yang lebih memberikan informasi warna berdasarkan pantulan dan penyerapan sinar elektromagnetik oleh objek yang ditangkap oleh sensor. Pada umumnya citra multispektral yang ada beresolusi rendah, dalam arti memiliki informasi spasial yang rendah meskipun mampu memberi informasi warna yang tinggi.
Kedua citra pankromatik dan multispektral ini, terlebih lagi penggabungannya, memiliki andil yang besar dalam aplikasi inderaja. Proses penggabungan citra pankromatik dan citra multispektral ini umum dikenal sebagai image fusion atau pan-sharpening. Fusi citra (image fusion) secara umum diartikan sebagai teknik untuk mengintegrasikan detail geometri atau spasial dari suatu citra pankromatik (hitam putih) beresolusi tinggi dengan citra multispektral beresolusi rendah. Tujuan yang hendak dicapai dalam tahapan ini adalah
didapatkannya tepian objek (edge) yang
semakin jelas serta didapatkannya informasi warna yang paling tajam dan representatif dengan mengacu pada citra multispektral awal.
Pemulihan Citra
Pada umumnya citra mengalami distorsi yang menyebabkan ketidaksesuaian dengan keadaan aslinya. Pemulihan distorsi citra dilaksanakan baik dengan koreksi geometrik maupun koreksi radiometrik. Distorsi geometrik terjadi karena adanya pergeseran piksel dari letak yang sebenarnya. Hal ini disebabkan oleh ketidakstabilan sensor ataupun kurang sempurnanya sistem kerja pemindai. Distorsi secara geometrik pada data asli dapat diperbaiki dengan cara melakukan registrasi koordinat dengan bantuan titik kontrol tanah (ground control point atau GCP) yang lokasinya diketahui dengan tepat ( geo-rectification). Selain itu distorsi geometrik dapat pula diperbaiki dengan teknik resampling. Perbaikan dengan teknik resampling umumnya digunakan dengan
menggunakan teknik nearest neighbor,
bilinear, dan cubic interpolation.
Distorsi radiometrik antara lain diakibatkan oleh adanya pengaruh atmosfer
berupa penghamburan dan penyerapan, noise
pada waktu transmisi data, perubahan cahaya, radiasi dan buramnya bagian optik pada sistem pencitraan. Pada umumnya distorsi radiometrik mempengaruhi kanal spektrum visible (panjang gelombang 0.4-0.7 µm), sedangkan sebagian besar kanal infra merah
dekat terbebas dari distorsi tersebut.
Penyesuaian histogram (histogram
adjustment) dengan mengurangi nilai kanal terdistorsi ke arah kiri, sehingga nilai minimum kanal menjadi nol, akan dapat memperbaiki citra secara radiometris (Lillesand & Kiefer 1990).
Metode Interpolasi
Interpolasi digunakan untuk memperkira-kan nilai antar piksel yang tidak diketahui, akibat proses perubahan geometris citra,
seperti proses resize, ataupun proses
transformasi. Tiga metode umum yang digunakan adalah nearest-neighbor, bilinear, dan bicubic. Nearest-neighbor memberikan nilai piksel keluaran sesuai dengan nilai pada titik acuan, sehingga memberikan kecepatan proses yang tinggi. Bilinear memberikan nilai keluaran yang mempertimbangkan nilai 2x2 piksel tetangga terdekat dari titik acuan, umumnya digunakan karena ketepatan dan
kecepatannya. Adapun bicubic
mempertim-bangkan nilai keluaran dari informasi 4x4 tetangga terdekat (Matlab 2004).
Metode Interleave
Interleave menspesifikasikan bagaimana sebuah data disimpan. Pada umumnya kanal
(band) citra multispektral didefinisikan
sebagai dimensi ketiga dalam array 3D,
[image:36.612.332.515.479.589.2]sebagaimana dijelaskan Gambar 1 berikut ini. Metode interleave ini terbagi menjadi tiga format yaitu BSQ, BIL, dan BIP.
Gambar 1 Representasi citra multispektral.
Pada format BSQ (Band Sequential), tiap keseluruhan kanal diikuti oleh keseluruhan
kanal berikutnya. Pada format BIL (Band
Interleaved by Line) baris pertama dari kanal pertama kemudian diikuti dengan baris pertama kanal kedua dan selanjutnya untuk
setiap kanal. Lalu pada format BIP (Band
Transformasi Brovey
Transformasi Brovey merupakan metode mudah untuk mengkombinasikan data dari sensor berbeda, hanya saja terbatas untuk komposisi tiga kanal spektral. Metode Brovey bertujuan untuk menormalisasikan 3 kanal
spektral yang digunakan untuk display RGB
(Red Green Blue). Kemudian hasil
normalisasi dikalikan dengan informasi data yang diinginkan, dalam hal ini citra pankromatik (Pan), untuk menambah komponen intensitas dan kecerahan citra. Formula yang digunakan dijelaskan pada persamaan (1) berikut (Dehghani 2003):
Red=Band3/(Band1+Band2+Band3)×Pan
Green=Band2/(Band1+Band2+Band3)×Pan
Blue=Band1/(Band1+Band2+Band3)×Pan, (1)
dengan Pan adalah citra Pankromatik, Band1 adalah kanal merah, Band2 adalah kanal hijau, dan Band3 adalah kanal biru.
Transformasi ini dapat meningkatkan tingkat kekontrasan citra hasil. Dengan demikian akan dihasilkan citra yang lebih terang dari segi spektral warna. Akan tetapi transformasi ini tidak cocok jika ingin tetap mempertahankan nilai radiometri (spektral) dari citra multispektral awal.
Principal Component Analysis (PCA)
Transformasi PCA bertujuan mereduksi informasi dari komponen yang saling berkorelasi menjadi komponen tereduksi baru yang saling tidak berkorelasi. Dalam teknik fusi citra, PCA digunakan untuk menransformasi citra multispektral beresolusi rendah untuk mendapatkan komponen penting (principal component) representatif baru yang saling tidak berkorelasi. Komponen penting berisi informasi umum dari keseluruhan kanal spektral, yang direpresentasikan dalam vektor-vektor nilai eigen.
Proses untuk mendapatkan komponen penting ini disebut sebagai transformasi forward. Secara matematis dijelaskan pada persamaan (2) dengan DNMSl adalah digital
number (DN) dari citra input multispektral resolusi spasial rendah, PC1 adalah principal component pertama, dan matriks transformasi
ν terdiri dari vektor-vektor eigen yang
diurutkan berdasarkan nilai eigennya.
= l MSn l MS l MS DN DN DN vnn n v n v vn v v vn v v PCn PC PC M L L L L L L L L 2 1 2 1 2 22 12 1 21 11 2 1 . (2) Vektor eigen yang memiliki nilai eigen
tertinggi merupakan komponen penting
pertama (PC1). PC1 ini yang akan
digantikan oleh data citra pankromatik beresolusi spasial tinggi, yang sebelumnya
direntangkan agar memiliki rataan (mean)
yang menyamai PC1. Secara matematis
transformasi backward dari metode fusi citra menggunakan PCA dijelaskan pada
persamaan (3), dengan h
MS
DN adalah citra
multispektral hasil yang memiliki resolusi
spasial lebih tinggi dan h'
PAN
DN adalah citra
pankromatik yang telah direntangkan agar menyamai rataan dari PC1.
= PCn PC DN vnn vn vn n v v v n v v v DN DN
DN hPAN
h MSn h MS h MS M L L L L L L L M 2 2 1 2 22 21 1 12 11 ' 2 1 . (3) Jika digabungkan maka akan didapat
persamaan (4) berikut:
(
)
− + = 1 21 11 ' 2 1 2 1 vn v v DN DN DN DN DN DN DN DN l PAN h PAN l MSn l MS l MS h MSn h MS h MS M M M (4) dengan DNPANl = PC1 dan h'PAN
DN adalah
h PAN
DN , yang telah direntangkan agar
memiliki nilai rataan dan ragam menyerupaiPC1 (Wang et al. 2005).
Analisis Kinerja Kuantitatif Hasil Fusi
Analisis kinerja kuantitatif citra hasil fusi terdiri dari dua kriteria, yaitu kriteria spasial dan kriteria fidelitas.
¾ Kriteria Spasial (Spatial Criterion)
[
∑
−∑
∑
∑
][
∑
∑
−∑
]
−= Υ
Χ, 2 2 2 2
) ( ) ( ) )( ( Y Y MN X X MN Y X XY MN cor (5)
dengan X adalah citra multispektral hasil fusi, Y adalah citra pankromatik, dan M×N adalah ukuran citra (Tsai 2004).
¾ Kriteria Fidelitas (Fidelity Criterion)
Kriteria ini bertujuan meminimalkan hilangnya informasi dari citra hasil fusi dengan berpedoman pada citra multispektral awal. Kriteria fidelitas dapat didefinisikan
dengan meminimalkan nilai root mean square
error (RMSE) pada persamaan (6) berikut.
( )
∑∑
−(
(
) (
)
)
= − = − = 1 0 1 0 2 , , , , 1 M x N y k y x f k y x g MN k RMSE (6)dengan
f
(
x
,
y
,
k
)
adalah citra multispektralawal dari kanal k yang telah di-resampling
sebesar ukuran citra pankromatik, dan
) , , (x y k
g adalah citra hasil fusi dengan