• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian kebiasaan makanan dan kaitannya dengan aspek reproduksi ikan betok (Anabas testudineus Bloch) pada habitat yang berbeda di lingkungan Danau Melintang Kutai Kartanegara Kalimantan Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian kebiasaan makanan dan kaitannya dengan aspek reproduksi ikan betok (Anabas testudineus Bloch) pada habitat yang berbeda di lingkungan Danau Melintang Kutai Kartanegara Kalimantan Timur"

Copied!
250
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KEBIASAAN MAKANAN DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK REPRODUKSI IKAN BETOK (Anabas testudineus Bloch) PADA HABITAT YANG BERBEDA Dl LINGKUNGAN DANAU MELINTANG

KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TlMUR

MOH. MUSTAKIM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTlTUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Kebiasaan Makanan dan Kaitannya dengan Aspek Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch) pada Habitat yang Berbeda di Lingkungan Danau Melintang Kutai Kartanegara Kalimantan Tirnur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belurn diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber infonnasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalarn teks dan dicantumkan dalam Daflar Pustaka di bagian &r tesis ini.

Moh. Mustakim

(3)

ABSTRACT

MOH,

MSTAKIM. Study

on

Feeding Habit and its Correlatron with

Reproductive Aspect of Climbing Perch (Anabus testudineus Bloch) on Different Habitats in Melintang Lake Area Kutai Kartanegara East Kalimantan. Under direction of M. MUKHLIS KAMAL, RIDWAN AFFANDI,

and

MAS

TRI

DJOKO

SUNARNO.

The Melintang Lake area which have three habitat types, namely swamp, river, and lake are the habitat for the climbing perch one of economically important species in that region. The aim of the research was to know feeding habit, grow, and reproductive aspect so to know the correlation between feeding habit and reproductive aspect of the climbing perch (A.testudinars). The research was conducted h r n Nopember 2007

until January 2008 at. Data were collected monthly by using several of traditional fishing gears, such as : gill net, lift net, and trap net. Anatomy digestive track and index of preponderance analysis showed that climbing perch is omnivore which tend to be carnivore. The value of prediction growth coeficient (K) and length growth maximum

(L)

was different on each station. Swamp value

K

and

L,

(0,73 years"and 21430

mm), River (0,66 and 204,23), and Lake (130 year-' and 200,55). Based on GSI

and gonad development percentage it is indicated that fish spawn in Nopember until

Januari which peak season found on December. The first maturity male fish varied from

106-1 10 mm and female fish 960-1 12 mrn. Fecundity varied from 6.944-48.414 eggs.

Analysis on histology gonad and size eggs distribution indicated to partial spawning of such fish. This research showed that climbing perch could grow and rejmduce of in swamp, rivers, and lake habitat but Lake is more appropriate than others. Principles component analysis showed there was a positif correlation between environmental of waters condition and feeding habit with the reproduction aspect.

(4)

RINGKASAN

MOH. MUSTAKIM. Kajian Kebiasaan Makanan dan Kaitannya dengan Aspek Reproduksi Zkan Betok (Anabas testudineus Bloch) pada Habitat yang Berbeda di Lingkungan Danau Melintang Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Dibimbing

oleh. M. MUKHLIS KAMAL, RIDWAN AFFANDI, dan MAS TRI DJOKO

SUNARNO.

Lingkungan Danau Melintang terdiri dari beberapa tipe habitat seperti rawa, sungai dan danau. Ikan betok merupakan salah satu jenis ikan yang ditemukan di tiga habitat tersebut di atas, Ikan ini mempunyai nilai ekonomis tinggi dan disukai di Kalimantan. Saat ini populasi ikan betok diduga mengalami penurunan akibat tingginya usaha penangkapan. Melihat adanya berbagai tekanan terhadap populasi ikan betok di atas, dilchawatirkan pada masa yang akan datang keberadaan ikan betok di lingkungan Danau Melintang akan terancam. Oleh sebab itu jenis ikan ini perlu dilestarikan keberadaannya dengan cara mendapatkan informasi data tentang aspek biologinya Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kebiasaan makanan, pertumbuhan dan reproduksi serta mengkaji keterkaitan antara kebiasaan makanan dengan aspek reproduksi ikan betok pada habitat yang berbeda. Penelitian ini memberikan inforrnasi untuk dijadikan salah

satu dasar dalam, (I) pengelolaan sumberdaya ikan betok agar dapat dimanfmtkan

secara optimal dan berkesinarnbungau, (2) upaya domestikasi dengan hijuan melakukan restocking untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas populasi ikan hetok, d m (3) domestikasi ke arah pengembangan budidaya.

Pelaksanaan peneli tian untuk pengumpulan data terdiri dari d m tahap, yaitu penelitian di lapangan d m pengamatan serta analisis di laboratorium. Kondisi kuali- air masing-masing habitat sebagai data penunjang penelitian diamati d m diukur. Pcngmatan dan pengukuran parameter kualitas air dilakukan di imitu dan laboratoriun untuk setiap daerah terpilih, bemamaan dengan waktu pcngarnbilan c o n t h ikan. Sedangkm koieksi ikan contoh dilah~kan setiap bdan dengan mengpnakan alat tangkap vanp dipersunakan oleh nelavan setempat, seperti iarinn insang. perangkap (trawl). dan tanghi. Peranqkap (kcblatj diopemsikan d i habitat rawa yang di pasang pada daerahdaerah yang azak terbuka, selama satu hari satu malam, tan-gkul dioperasikan di habitat sungai denisan umpan sisa makanan dan ptongan daging ikan. Gillnet dipamnrr di

habitat danau pada waktu sore hari dan di angkat pada waktu pagi harinva. ikan hasil tangkapan dipisahkan berdasarkan habitat pengamatan. Sampel ikan diambil sekurang-kurangnya 10 %, secara acak mulai yang terkecil sampai yang terbesar.

Sebagian sampel ikan dibedah di lapangan dan diambil gonadnva Gonad iantan dan betina kemudian difiksasi dengan larutan Bouin dan dimasukkan ke ddam botol film untuk keperluan analisis histologis di laboratoriun. Untuk keperluan pengukuran diameter telur di laboratorium, gonad betina diawetkan dengan formalin 4%. kemudian dimasukkan ke botol film. Sampel ikan y a n tidak dibedah di lapangan. segera diawetkan dalam larutan formalin 10% dan dimasukkan ke dalam toples kedap udara kemudian diberi label, untuk selanjutnya

(5)

Pengamatan di lahratorium meliputi pengukuran panjang total clan bob& ikan dengan menggunakan papan ukur dengan ketelitian 0,01 dan timbangan digital dengan ketelitian 0,01, kebiasaan makanan dengan menganalisis secasa makroanatomis saluran pencemaan ikan dan analisis isi lambung (indeks bagian terbesar), serta pengarnatan beberapa aspek reproduksi seperti penentuan jenis kelamin, tingkat kematangan gonad (secara maltrokospis dan mikrokospis), indeks kematangan gonad (KG), ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas, dan pola sebaran diameter telur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, ikan betok termasuk ikan omnivora yang cenderung ke kamivora. Makanan utamanya adalah; insekta, makanan laimya adalah; ikan, krustase, serasah (tumbuhan) dan plankton.Pola pertumbuhan ikan betok jantan di habitat rawa adalah isometrik sedangkan ikan betina alometrik, di sungai dan di danau pola pertumbuhan ikan jantan dan betina adalah: alometrik. B e r b k a n dugaan parameter pertumbuhan von bertalanfi

diperoleh nilai (K dan

L)

di rawa: 0,73 th-I dan 2 14, 2 mm, sungaj: 0,66

th

-'

clan 204,23 mm, dan danau: 1,30 th-' dan 200,55 mm. Faktor kondisi ikan betok di habitat rawa lebih tinggi dibandingkan habitat sungai dan danau. Ikan W o k memijah sepanjang musim penghujan dan puncak pemi'jahannya pada bdan Demnber, dengan ukuran pertama kali matang gonad di habitat r a w pada ikan

jantan 106-107 mm dan betina 96-97 rnm, di habitat sungai ikan jantan 109-1 10 mm dan betina 1 12 mm, di habitat danau ikan jantan 106- 107 mm, dan betina 109-1 10 mm. Fekunditas ikan betok di rawa berkisar antara 744047097, di sungti 6.944-48414 clan di danau 6188-44764. Pola pemijahan ikan betok h i f a t partial spawning.

Habitat yang paling baik bagi ikan betok untuk tumbuh dan ber-reproduksi adalah habitat danau Terdapat keterkaitan (korelasi positif) antam kondisi lingkungan perairan dengan kebiasaan makanan, pertumbuhan dan aspek reproduksi ikan betok.

(6)

O

Hak

cipta

milik

IPB,

tahun

2008

Hak

cipta dilindungi Undang-undang

I . Dzlmung mngutip sebagian atau s e l d h atulis ini tanpa rnenpnfumkun

atou menyebuth sumber

a Pengufipn h n y u untuk kepentingun pendidikcm, penelitiun, karyu ilmiuh, penuyusunan lupran, penuhsan kritik utuu tiryauan suatu mc~~alah

6. P e n g u t i p tidak m m g i h kepiwingan yang wajar l P 3

2. Dilurung mengumumhn dan rnemperbunyuk sebugiun lrtuu seluruh k-uryu tulis

(7)

KAJIAN KEBIASAAN MAKANAN DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK REPRODUKSI IKAN BETOK (Anabas testudineus Bloch) PADA HABITAT YANG BERBEDA Dl LlNGKUNGAN DANAU MELlNTANG

KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TlMUR

MOH. MUSTAKIM

TESlS

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada

Departemen Perikanan dan llmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Kajian Kebiasaan Makanan dan Kaitannya dengan Aspek Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch) pada Habitat yang Berbeda di Lingkungan Danau Melintang Kutai Kartanegara Kalimantan Timur

Nama : Moh. Mustakim

NRP : C151060091

Disetujui :

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc.

Ketua

Dr. Ir. ~ i d d a n ~ f f & d i . DEA Aw3gota

u

Dr. Ir. Mas Tri Dioko Sunamo, MS A%gota

Ketua Program Studi Ilmu Perairan

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul Kajian Kebiasaan Makanan dan Kaitannya dengan Aspek Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudines Bloch) pada Habitat yang Berbeda di Lingkungan Danau Melintang Kutai Kartanegara Kalimantan Timur.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada Bapak: Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc (selaku Ketua Komisi Pembimbing), Dr. Ir, Ridwan Affandi, DEA (selaku Anggota Komisi Pembimbing I), dan Dr. Ir.

Mas Tri Djoko Sunamo, MS (selaku Anggota Komisi Pembimbing 11) yang telah banyak memberi saran dan bimbingan serta evaluasi sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan. Demikian juga ucapan terima kasih saya haturkan kepada Ibu

Dr. Ir. Yunizar Emawati, MS selaku penguji luar komisi, Bapak Prof. Dr. Ir. Enang Harris, Ms selaku Ketua Program Studi Ilmu Perairan (AIR) dan para staf pengajar yang telah berperan dalam menambah wawasan, pengetahuan dan

keilmuan selama saya menempuh masa perkuliahan.

Dengan penuh rasa cinta yang mendalam penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada isteri tercinta, Yuli Anggeraini dan ananda tersayang Muhammad

Nabil yang dengan sabar dan setia menemani dan selalu memherikan semangat, doa dan motivasi selama menjalani studi ini, tidak lupa juga saya ucapakan terima kasih kepada yang saya horrnati ibu mertua, ibunda Hapipah dan semua keluarga rercinta. Saya hanya bisa berdoa semoga semua pengcrbanan yang telah diberikan mendapat ridho dari Allah SWT, d i n . Semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2008

(10)

RWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 04 Juli 1974 dari seorang ayah tercinta yang bernama Masngut (Alm) clan ibu Pardiyah (Alm) dengan sembilan orang kakak yang senantiasa saling menyayangi. Penulis adalah putra bungsu dari sepuluh bersaudara.

Riwayat studi penulis diawali dengan memasuki sekolah dasar di SDN I1 Banjarjo pada tahun 198 1 dan lulus tahun 1987, selanjutnya SMPN I1 Bojonegoro lulus pada tahun 1990, SMAN IV Bojonegoro lulus pada tahun 1993. Pada tahun 1995 penulis diterima sebagai mahasiswa melalui jalur UMPTN di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman dan lulus pada tahun 2000.

(11)

DAFTAR IS1

DAFTARISI

...

x

DAFTAR TABEL

...

xii

...

DAFTAR GAMBAR

...

xlii DAFTAR LAMPIRAN

...

xiv

I

.

PENDAWULUAN

...

1

1.1. Latar Belakang

...

1

...

1.2. Pendekatan Masalah 4

...

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelit ian 4

...

.

I1 TINJAUAN PUSTAKA

...

2.1. Klasifikasi Ikan Betok

...

2.2. Tipologi Lingkungan dan Komunitas Ikan di Danau Melintang

...

2.3. Distribusi Ikan

...

2.5. Kebiasaan M

akanan..

2.4. Pertumbuhan

...

...

2.6. Reproduksi I kan 2.7. Seksualitas. Perkembangan Gonad, dan Fekunditas

...

.

...

2.8. Sifat Fisika, Kimia dan Biologi Air

.

111 METODOLOGI

...

18

.

.

3 1 Waktu dan Lokasi Penelitian

...

18

3.2. Metode Pengumpulan Data

. .

...

19

3.2.1. Penehtian di Lapangan

...

19

3.2.2. Pengamatan di Laboratorium

...

21

3.3. Analisis Data

...

21

3.3.1. Kebiasaan Makaaan

...

21

3.3.2. Pertumbuh

...

22

3.3.3. Aspek Reproduksi

...

23

3.3.4. Kerapatan Tanaman Air

...

25

3.3.5. Indeks Keanekarqpmn Plankton.

...

25

3.3.6. Indeks Dominansi

...

26

3.3.7. Kondisi Kualitas Perairan

...

26

3.3.8. Hubungan Kualitas perairan dengan Aspek Biologi Ikan Betok (A

.

restudinem)

...

28

IV

.

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

29

...

4.1. Hail 29

...

4.1.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 29

...

4.1.2. Distribusi Hasil Tangkapan 32

...

4.1 .3

.

Komposisi Hasil Tangkagan

...

, 32
(12)

4.1 .5 . Pertumbuhan ...

.

.

.

.

... 40

...

4.1.6. Aspek Reproduksi 43

4.1.7. Keterkaitan antara Kualitas Perairan dengan Aspek Biologi lkan Betok

.

...

( A testudinew) 54

...

...

...

4.2. Pembahasan ,.

.

.

.

.

58

...

4.2.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 58

...

4.2.2. Distribusi dan Komposisi Hasil Tangkapan 59 4.2.3. Kebiasaan Makanan

...

61 4.2.4. Pertumbuhan

...

63 4.2.5. Aspek Repduksi ...

....

... 67 4.2.6. Keterkaitan mtara Kualitas Peraim dengan Aspek Biologi 3km Ektok

...

.

(A testzdinew) 74

...

...

V

. KESIMPULAN

DAN

SARAN .... 77

...

5.1. Kesimpulan 77

5.2. Saran

...

77
(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Parameter, metode, alat, dan tempat pengukuran contoh kualitas air

...

2. Rerata kualitas air tiap bulan di masing-masing habitat penelitian di

...

lingkungan Danau Melintang selama penelitian

3. Skor kondisi kualitas perairan di masing-masing habitat pengamatan di lingkungan Danau Melintang

...

...

4. Pengukuran biometrik ikan betok (A. testudineus)

5. Komposisi jenis makanan ikan betok (A. testudineus) berdasarkan tingkat kematangan gonad

...

...

6. Hubungan panjang dan bobot ikan betok (A. testudineus)

7. Nilai War kondisi ikan betok (A. testudineus) jantan dan betina di masing-

...

masing habitat selaaa penelitian

8. Faktor kondisi ikan betok (A. testudineus) jantan dan betina di masing-masing

...

habitat berdasarkan tingkat kernatangan gonad

9. Analisis Chi kuadrat pada nisbah kelamin di masing-masing habitat selama penelitian

...

10. Nilai rata-rata indeks kematangan gonad ikan betok (A. testudineus) di

masing-masing habitat selama penelitian

...

11. Hasil perhitungan ukuran pertama kali matang gonad pada ikan betok (A.
(14)

1. Skema pendekatan masalah pengelolaan sumberdaya ikan betok (A. testudineus)

...

4

2. Ikan betok (A. testudineus)

...

. ...

.

.

.

..

...

..

..

.

.

...

.

.

.. . ...

.

.

. . .

. .

. . . . .

. .

,

.

.

.

. .

. .

5

3. Peta lokasi penelitian dan habitat pengarnbilan sampel air dan ikan

...

18

4. Persentase kerapatan tumbuhan air di masing-rnasing habitat selama penelitian

.

....

.

. . . .

. . . .

. . . .

. . .

.

. . .

.

. . .

. . .

. .

. .

.

. .

. . .

.

.

. .

. . .

.

.

. .

.

.

. .

.

.

. . .

. . .

. .

.

.

.

.

. . .

. .

. . .

.

.

.

. .

. . .

. . . .

.

.

.

.

. . .

.

.

30 5. Distribusi hasil tangkapan ikan betok (A. testudineus) di masing-masing

habitat selarna penelitian

...

32 6. Hubungan kerapatan tumbuhan

. .

air dengan jumlah ikan yang tertangkap di

masing-masing habitat peneblan.

...

60

7. Distribusi jumlah selang ukuran panjang ikan betok (A. testdineus) Z jantan dan ,? betina di masing-masing habitat..

. . .

. .

. . .

.

.

.

. . .

.

.

. . .

.

. .

.

. . . .

.

. . .

.

. . . .

3 5

8. Struktur anatomi insang dan pence;maan ikan betok (A. testudineus)

...

36 9. Spekturn makanan ikan betok (A. testudineus) di masing- masing habitat

penelitian

.

.

.

.

.

.

. .

.

. .. . ..

.

. . .

. . . .

.

.

.

. .

.

.

.

.

. . .

. .

.

. .

.

.

.

.

. .

.

.

.

. . .

.

.

. .

.

. .

.

.

.

. . .

.

. . .

. .

. . . .

.

.

. . .

.

. .

. . . .

.

3 8 10. Kurva pertumbuhan panjang ikan betok (A testudineus) di masing-masing

habitatpenelitian

...

42 1 1. Nisbah kelamin ikan betok (A. testudineus) di masing-masing habitat

...

43

12. Persentase tingkat kematangan gonad ikan betok (A. testudineus) jantan dan betina di masing-masing habitat selama penelitian

...

44

13. Persentase tingkat kematangan gonad ikan betok (A. testudineus) jantan dan betina berdasarkan selang

ukuan

panjang (mm) di masing-masing habitat penelitian

...

48

14. Hubungan berat gonad, bobot ikan, dan panjang total dengan fekunditas ikan betok (A. testdineus).

...

5 1 15. Ukwan dan sebaran diameter telur ikan betok (A. testudineus) ' K G I11 dan

IV

di masing-masing habitat

...

52 16. Struktur histologis testes ikan betok (A. testdineus)

...

53 1 7. Struktur histologis ovarium ikan betok (A. testdineus)

...

...

...

54

18. Grafik analisis komponen utama parameter fisika, kimia, dan biologi

lingkaran korelasi antar habitat pada sumbu 1 dan 2.

...

56

19.

Grafik

analisis kornponen utama parameter aspek biologi ikan pada TKG IV lingkaran korelasi antar habitat pada sumbu 1 dan 2.

...

57 20. Skema rnatrik korelasi antar variabel kondisi lingkungan Danau Melintang
(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Foto lokasi penelitian habitat rawa, habitat sungai, clan habitat danau di

...

lingkungan Danau Melintang Kutai Kartanegara

...

2. Tingkat kematangan gonad ikan

...

3. Pembuatan preparat histologi gonad dengan metode mikroteknik

...

4. Data klimatologi di Kalimantan Timur.

5. Rerata jenis dan jumlah plankton masing-masing habitat di lingkungan Danau

...

Melintang

6. Analisis regresi limier twnbuhan air dengan hasil tangkapan di masing-masing habitat selama penelitian

...

7. Komposisi jenis makanan ikan betok (A. testudineus) berdasarkan

TKG

di masing-masing habitat

...

8. Hasid uji t terhadap nilai b hubungan panjang berat ikan di masing-masing

...

babitat

9. Analisis ragam hubungan panjang total dan bobot

ikan

betok (A. testudineus)

jantan clan betina di habitat ram

...

10. Analisis ragarn hubungan panjang total dan bobot ikan betok (A. testudineus)

...

jantan dan betina di habitat sungai

11. Analisis ragam hubungan panjang total dan bobot ikan betok (A. testudineus)

...

jantan dan b e t i i di habitat danau

12. Hasil perhitungan dugaan pertumbuhan dengan menggunakan persamaan von

...

bertulunfi..

13. Nilai rata-rata W o r kondisi ikan betok (A. testudineus) jantan dan betina

berdasarkan selang

ukuran

panjang

...

14. A d i s i s Chi kuadrat pada nisbah kelamin ikan yang matang gonad (TKG

IV)

setiap bulan

...

15. Indeks kematangan gonad berdasarkan tingkat kematangan gonad di masing- rnasing habitat

...

16. Distribusi panjang total dan perhitungan ukuran pertama kali matang g o d

ikan betok (A. testudineus) jantan di habitat rawa

...

17. Distribusi panjang total dan perhitungan ukuran pertanr;l kali matang gonad

ikan betok (A. testudineus) betina di habitat rawa

...

18. Distribusi panjang total dan perhitungan ukuran pertama kali matang gonad

ikan betok (A. testudineus) jantan di habitat sungai

...

19. Distribusi panjang total dan perhitungan ukuran pertarna kali matang gonad

ikan betok (A. testdineus) betina di habitat w a i

...

(16)

2 1. Distribusi panjang total dan perhitungan ukuran pertama kaii rnatang gonad

...

ikan betok (A. testudineus) betina di habitat danau 1 03

22. Hasil perhitungan fekunditas

ikan

betok (A. testudineus) di masing-masing

...

habitat 104

23. Analisis regresi : Fekunditas dengan berat gonad, bobot dan panjang total

...

ikan betok (A. testudineus) di habitat rawa 105

24. Analisis regresi: fekunditas dengan berat gonad, berat total dan panjang total ikan betok (A. testudineus) di habitat sungai

...

106

25. Analisis regresi: fekunditas dengan berat gonad, bobot ikan dan panjang total ikan betok (A. testudineus) di habitat danau.

...

107
(17)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Perairan daratan (inland waters) merupakan gabungan dari berbagai

ekosistem perairan yang ada di daratan. Potensi dan pengelolaan perairan tersebut dipandang penting karena letak geografisnya yang berkaitan erat dengan berbagai

aktifitas manusia. Perairan daratan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan mengalir (lothik) dan perairan menggenang (lenthik). Perairan mengalir adalah

perairan yang mempunyai massa air yang bergerak terus menerus ke arah tertentu, mengalir dari daerah pedalaman sampai ke laut, termasuk semua sungai dengan segala ukuran. Perairan menggenang meliputi rawa, waduk, kolam, dan danau (Ewusie, 1990).

Salah satu ekosistem perairan daratan yang unik adalah ekosistem lahan basah (wet land). Sebutan lahan basah menunjukkan suatu keadaan daIarn ha1

mana wilayah ini seldu basah dengan curah hujan > 2.000 mm per tahun

dan

merniliki 6-7 bdan basah serta ditumbuhi vegetasi rurnput dm tanaman air dalam

kondisi selalu tergenang (Noor, 2007)

Daerah Mahakam Tengab

(DMT)

yang terletak pada koordinat 1 1 6"- 1 1 7"

BT dan O0-30" LS rnerupakan salah satu daerah 1- basah terbesar di Kalimantan (Budiono et al., 2005). Daerah lahan basah tersebut terdiri dari tiga

danau besar (Jempang, Melintang

dan

Semayang) dan beberapa danau kecil, rawa garnbut dan anak sungai utama. Daerah tersebut terletak di Provinsi Kalimantan

Timur dalam wilayah ekologi Paparan Sunda. Lingkungan Danau Melintang terdiri dari beberapa tipe habitat seperti rawa, sungai dan danau. Pada saat musim kemarau volume air sangat kecil, sedangkan pada musirn penghujan air meluap menggenangi daerah paparan danau, rawa, daratan, dan alur-alur sungai. Kondisi

ini

rnengakibatkan beragamnya habitat yang tersedia bagi organisme akuatik (Welcomrne, 1985). Besarnya keragaman habitat di kawasan tersebut mempunyai

peranan penting bagi ikan untuk mencari makan, berkembangbiak dan

pengasuhan anak-anak ikan, termasuk betok (A. testudineus).

Ikan betok merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang umum ditemukan di rawa-rawa, sawah, sungai kecil dan parit-parit, juga pada kolam-kolam yang

(18)

mempunyai nilai ekonomis tinggi dan disukai di Kalimantan, sehingga permintaan

terhadap ikan tersebut cukup tinggi. Hingga saat ini, upaya untuk memenuhi permintaan pasar masih sepenuhnya tergantung pada hasil tangkapan di darn,

karena kegiatan budidaya ikan betok masih belurn intensif dilakukan,

Semakin meningkatnya kegiatan penangkapan ikan-ikan di lingkungan

Danau Melintang termasuk ikan betok, menyebabkan penurunan populasinya. Hal ini terbukti dengan berkurangnya hasil tangkapan nelayan di daerah tersebut. Pada

tahun 2000 hasil tangkapan ikan adalah 14.850 ton dan menjadi 9200 ton pada tahun 2005 (Syachraini et al., 2005). Selain itu penggunaan alat tangkap yang

tidak rarnah lingkungan seperti keblat dan p e r u b h kondisi lingkungan seperti meningkatnya kekeruhan (Pollnac dan Malvestuto, 1991) memberikan andil dan

pengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan-ikan di daerah tersebut termasuk ikan

betok.

Melihat adanya berbagai tekanan terhadap kelangsungan hidup dan populasi

ikan betok di atas, dikhawatirkan pada masa yang akan datang keberadaan ikan betok di lingkungan Danau Melintang akan terancam. Oleh sebab itu jenis ikan ini perlu dilestarikan keberadaannya dengan cara mengelola perairan yang menjadi habitat ikan tersebut. Melihat uraian tersebut, maka perlu dikaji fsktor-faktor yang berkaitan dengan kebiasaan makanan, pertumbuhan, dan aspek reproduksi ikan

betok, sebagai dasar untuk pengelolaannya agar supaya tidak tejadi penurunan populasi ikan tersebut. Pendekatan melalui kajian aspek biologi ini merupakan langkah awal sebagai upaya dalam pengelolaan sumberdaya perikanan agar pernanfaatannya dapat dilakukan secara optimal dan berkesinambungan.

1.2. Pendekatan Masalah.

Populasi ikan betok di lingkungan Danau Melintang cendemg menurun, ha1 ini diduga karena adanya berbagai tekanan seperti tingginya usaha

penangkapan clan perubahan kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan di Danau Melintang sangat dipengaruhi oleh perubahan musim "dinamika hidrologi", ketika

musim kemarau panjarlg, air hanya dijurnpai di badan sungai, rawa lebak, clan

(19)

gerak dan habitat ikan betok. Pada m u s h penghujan air meluap menggenangi daerah paparan danau, daratan, rawa (rapak), dan alur-alur sungai. Saat i t - terjadi perubahan kuantitas dan kualitas air serta ketersediaan makanan dari ekstrirn

menjadi lebih baik bagi ikan-ikan di setiap habitat di lingkungan Danau Melintang

tersebut. Hal ini berpengaruh terhadap proses-proses pertumbuhan reproduksinya. Agar proses pertumbuhan reproduksi dapat berjalan dengan baik, maka perlu

adanya pengelolaan sumberdaya ikan Langkah yang dikedepankan untuk dapat melakukan pengelolaan sumberdaya ikan betok adalah sebagai berikut: (1) Pembatasan upaya penangkapan, (2) Pengaturan ukuran ikan yang boleh ditangkap, (3) Pengaturan musim penangkapan, clan (4) Pengaturan lokasi penangkapan.

Untuk dapat mengelola sumberdaya ikan di lingkungan di Danau Melintang

dibutuhkan i n f o m i yang lengkap, terutama tentang aspek ekologi dan biologi ikan tersebut. Lebih jelasnya, kerangka pendekatan masalah dapat dilihat pada

Gambar 1.

13. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makanan, pertumbuhaa

clan reproduksi serta mengetahui keterkaitan antara kebiasaan makanan dengan aspek reproduksi ikan betok pada habitat yang berbeda di lingkungan Danau Melintang Kalirnantan Timur.

Hasil penelitian

ini

diharapkan dapat memberikan informasi untuk dijadikan

dasar dalam, (1) pengelolaan sumberdaya ikan betok agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkesinambungan, (2) upaya domesGkasi agar nantinya dapat

(20)
[image:20.814.66.739.73.432.2]

Gambar 1. Skema pendekatan masalah pengelolaan sumberdaya ikan betok (A. testudineus)

Pengelolaan Sumberdaya

rL---l

Pengaturan ukuran

ikan yang ditangkap

Pengaturan musim ~ e n a n g k a ~ -

4 4 4 4

Pengaturan lokasi ~ n a n g k a ~ a n

4

Ukuran pertama matang gonad

Pembatasan I

en^

B k a ~

-

Musirn pemijaban

t

t

t

..

t

t

-

Hubungan antara panjang ikan dengan

TKG

Tempat memijah

Hubungan antara

waktu dengan TKG

Potensi reproduksi dm Pols pemijahan

t

t

.

t

t

t

Sampling ikan pada

berbagai Wit

Pelacakan ukuran

pertama kali matang gonad

Hubungan fekunditas dengan

ukuran ikan

Pelacakan waktu ikan

memijah

Distribusi

u k m

diameter telur

ikan

t

t .

t

I

t

Pelacakan lokasi ikan

memijah

Dinarnika hidrologi dan Kualitas air Penghitungau jumlah Fekunditas --b Pengukuran diameter telur

(21)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifiiisi Ikan Betok

Betok adalah nama sejenis ikan yang umumnya hidup liar di perairan tawar. Ikan ini juga dikenal dengan beberapa nama lain seperti bethok atau bethik (Jawa.), puyu (Malaysia) atau pepuyuk (Bahasa Banjar). Dalam Bahasa Inggris dikenal sebagai climbing gouramy atau climbing perch, merujuk pada kemampuannya memanjat ke daratan. Narna ilrniabnya adalah Anabas testudineus (Bloch, 1792). Klasiftkasi ilmiah

ikan

betok adalah sebagai berikut:

Kingdom: Animalia Phylum: Chordata

Kelas: Pisces

Ordo: Labyrinthici

Sub ordo: Anabantoidei Famili: Anabantidae

Genus: Anabas

Spesies: A. testudineus

D XVII-XVIII 8-10, P I 13-14. V 15, A VIII-XI 9-11, C 17, LL 28-32 (Kottelat et al., 1 993 .)

Ikan

ini

umumnya berukuran kecil dengan panjang maksimum sekitar 25 cm, narnun kebanyakan lebih kecil. Berkepala besar dan bersisik keras dan kaku. Sisik bagian atas tubuh (dorsal) berwarna gelap kehitaman agak atau kecoklatan atau kehijauan. Sisik bagian samping (lateral) kekuningan, terutama di sebelah bawah, dengan garis-garis gelap melintzing yang samar dan talc beraturan. Sebuah

bintik hitam (terkadang tak jelas kelihatan) terdapat di ujung belakang tutup insang. Sisik pada belakang tutup insang bergerigi tajam seperti duri

(http:llwikipedia.~~miinfo/ikan betowhtml) (Gambar 2).

(22)

&an betok umumnya ditemukan di rawa-rawa, sawah, sungai kecil dan

parit-parit, serta di kolam-kolam yang mendapatkan air banjir atau berhubungan

dengan saluran air terbuka. Ikan ini memangsa aneka serangga dan hewan-hewan

air yang berukuran kecil. Ikan betok jarang dipelihara orang, dan lebih sering ditangkap sebagai ikan liar. Dalam keadaan normal, sebagaimana ikan umumnya,

betok bernafas dalam air dengan insang. Akan tetapi seperti ikan gabus dan lele, betok juga merniliki kemampuan untuk mengambil oksigen langsung dari udara

karena adanya organ labirin (labyrinth organ) yang terdapat pada bagian atas

rongga insang. Alat pernapasan tarnbahan ini sangat berguna manakala ikan

mengalami kekeringan, dan

ikan

harus berpindah ke tempat lain yang masih berair

(http://www.fishbase.org/Summary/speciesSum.php/O7 September 2007)

Ikan betok mampu merayap naik dan berjalan di daratan dengan

menggunakan tutup insang yang dapat dikernbangkan, dan berlaku sebagai

semacam 'kaki depan'. Narnun tentu saja ikan ini tidak dapat terlalu lama bertahan di daratan, dan hams mendapatkan air dalam beberapa jam. Ikan ini menyebar luas, mulai dari India, Tiongkok hingga Asia Tenggara dan Kepulauan

Nusantara di sebelah Barat Garis Wallace

(http:l~.fishbase.org~Summary/species. Summary.phpl07 September 2007) 2.2, Tipologi Lingkungan dan Komunitas Ikan di Danau Melintang

Lingkungan Danau Melintang merupakan salah satu tipe ekologi lahan basah (wet land) yang berada di Daerah Mahakam Tengah (DMT). Daerah tersebut mempunyai ekosistem yang sangat beragam, baik secara spasial maupun

temporal. Sebagai bagian dari ekosistem sungai, daerah ini dicirikan oleh fluktuasi air antara musirn kemarau dan penghujan yang sangat bervariasi sepanjang tahun. Habitat yang ada di sekitar Danau Melintang terdiri dari daerah lothik, yaitu alur

sungai (rivers channel) baik yang besar maupun yang kecil; daerah Ienthik yaitu

daerah rawa, dan danau atau genangan yang semi perrnanen maupun permanen. Lingkungan Danau Melintang bertipe paparan banjir. Pada saat musim penghujan luas paparan banjir tersebut mencapai 165.800 ha dengan kedalaman

(23)

Pada saat musim penghujan air meluap menggenangi daerah paparan danau, rawa, daratan, dm alur-alur sungai. Kondisi ini mengakibatkan beragarnnya habitat yang tersedia. Besarnya keragaman habitat yang tersedia memungkinkan banyak spesies ikan memanfaatkan daerah ini dalam berbagai cara untuk menunjang proses kehidupan mereka seperti untuk pemijahan (Copp, 1989; Lim et al,, 2004 dalam Simanjuntak, 2007), pengasuhan anak-anak ikan (Riberio et al.,

2004; Sommer et al., 2004 dalam Simanjuntak, 2007).

Penggenangan dalam waktu yang lama &an mengakibatkan kekayaan spesies ikan khususnya kelimpahan ikan di daerah genangan. Vegetasi yang tergenangi akan meningkatkan kelimpahan ikan dengan menciptakan struktur habitat yang komplek dan menyediakan lebih banyak makanan serta perlindungan bagi anak-anak ikan (Simanjuntak, 2007). Kondisi ini sering ditemui pada tipe ekologi rawa banjiran.

Dalam konteks ekologi, daerah rawa banjiran termasuk lahan basah (Notohadiprawiro, 1979; Andriese, 1988; Mitsch dan Gosselink, 1 993 dalam Noor, 2007), Pengertian iahan basah mempunyai cakupan lebih luas lagi, menurut konvensi Ramsar (1971) dalam Noor (2007), yaitu sernua badan perairan (danau, waduk, sungai, rawa, tarnbak), persawahan (irigasi, tadah hujan, pasang surut) dan kawasan pantai yang mempunyai kedalaman air minimal 6 meter.

Daerah rawa banjiran merupakan salah s a t - tipe ekosistem yang produktif bagi @anan air tawar (Welcomme, 1985). Komunitas ikan yang berasosiasi di rawa banjiran dapat dikelompokan menjadi dua yaitu, (1) ikan-ikan peruaya

(24)

Haryono (2006) dan UNMUL (2006) menyatakan bahwa, lingkungan Danau Melintang memiliki kekayaan iktiofauna dengan ditemukannya beragam spesies, antara lain: Barbichthys laevis, Barbodes collingwoodi, Osteochilus kappni, Thynichthys vaillanti, Rasbora sp, Chela oxygastroides, Pangasius sp, Anabas testudineus, Hemibragus nemurus, Trichogaster trichopterus, T. pectoralis, Pristolepis fasciata, Oxyoleotris marmorata, Helostoma teminckii, Macrognuthus aculeatus, Clarias sp, Ophiocepalus striatus, Ophiocepalus sp. Tingginya keragaman fauna ikan yang ditemukan merupakan ciri dinamika ekologi sebagai respon ikan terhadap heterogenitas habitat (Agostinho et al., 2000).

2.3. Distribusi Ikan

Pada umumnya ikan-ikan perairan umum seperti sungai, danau, dan rawa berdistribusi pada perairan yang bisa ditolerii oleh ikan tersebut. Ikan-ikan yang hidup di danau clan rawa banjiran juga akan melakukan ruaya apabila kondisi perairannya memburuk, mencari tempat yang lebih bagus kondisi kualitas perairannya Faktor-Wor yang mempengaruhi ikan dalarn ~nelakukan ruaya pemijahan, dibagi dalam dua kelompok, yaitu faktor eksternal dan fhktor internal. Faktor eksternal ialah W o r lingkungan yang secara langsung atau tidak langsung herperan dalam aktivitas ruaya ikan. seperti suhu, intensitas cahaya matahari, air hujan (menimbulkan arus), dan perubahan tinggi perm* perairan dapat menjadi rangsangan ikan untuk beruaya. Faktor internal ialah faktor yang ter&pat di dalam tubuh misalnya sekresi kelenjar hormon dan lain- lain yang berhubungan dengan faktor eksternal tadi (Effendie, 2002).

2.4. Kebiasaan Makanan

(25)

bemacam-macam makanan; Stenophagic, ikan pemakan yang macamnya sedikit

atau sempit; dan monophagic, ikan yang makanannya terdiri dari satu macam

makanan saja.

Kebanyakan cara ikan mencari makanan dengan menggunakan mata.

Pembauan dan persentuhan digunakan juga untuk mencari makanan terutarna

oleh ikan pemakan dasar dalam perairan yang kekurangan cahaya atau dalam

perairan keruh. Pada umumnya ikan mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap kebiasaan makannya serta dalam memanfaatkan rnakanan yang tersedia. Menurut

Bhukaswan (1980), variasi distribusi ikan di suatu perairan berhubungan dengan

kebiasaan makan dan ketersediaan makanan.

2.5. Pertumbuhan

Perhunbuhan adalah suatu indikator yang baik untuk melihat kondisi

kesehatan individu, populasi, dan lingkungan. Laju pertumbuhan yang cepat menunjukkan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan tempat hidup yang sesuai. Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai perubahan ukuran (panjang, dan

bobot ikan) selama waktu tertentu. Pertumbuhan dari segi energi juga dapat diartikan sebagai perubahan jaringan somatik dan reproduksi dilihat dari kalori yang tersimpan. Definisi pertumbuhan dari segi energi berguna untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pertmibuhan ikan, yaitu asupan energi dari

rnakanan, keluaran energi untuk metabolisme, keluaran energi untuk

pertumbuhan, dan keluaran energi melalui ekskresi (Brett dan Groves, 1979 dalam Moyle dan Cech, 2004). Pertumbuhan dalam individu acidah pertambahan jaringan akibat pembelahan sel secara mitosis (Effendie, 1997).

Pada muianya, saat ukuran ikan kecil, ukufan ikan mulai meningkat secara lambat. Akan tetapi kemudian, laju pertumbuhan semakin cepat. Setelah waktu

tertentu, laju pertumbuhan kembali meningkat dengan larnbat sampai akhirnya

tetap pada suatu garis asimtotik. Sebagian besar ikan memiliki kemampuan untuk

menemkan pertumbuhan selama hidup bila kondisi iingkungannya sesuai

dan

ketersediaan makanan cukup baik, walaupun pada umur tua pertumbuhan ikan hanya sedikit. Ikan tidak memiliki limit tertentu untuk membatasi pertumbuhan

(26)

Secara urnurn pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu keturunan (genetik), jenis kelamin, parasit dan penyakit (Effendie, 1997), serta umur dan maturitas (Moyle dan Cech, 2004). Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu jurnlah dan ukuran makanan yang tersedia, jurnlah ikan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut (Weatherley, 1972), kadar amonia di perairan, dan salinitas (Moyle dan Cech, 2004). Pertumbuhan ikan bersifat sangat labil (Weatherley, 1972).

2.6. Reproduksi Ikan

Ikan yang ukuran tububnya kecil dan masa hidupnya singkat, akan mencapai dewasa kelamin pada umur yang lebii muda, jika dibandingkan dengan spesies ikan yang lebih besar dm umurnya yang lebii panjang (Lagler et al., 1977). Pemijahan buatan pada ikan liar masih menghadapi banyak kendala diantaranya ikan yang mernijah di habitatnya tidak dapat memijah di kolarn-kolam. Hal tersebut terjadi karena masih kurangnya penelitian mengenal siklus reproduksi khususnya ikan-ikan di Indonesia di habitat alamiahnya. Faktor-faktor yang mengontrol siklus reproduksi ikan di perairan terdiri dari faktor fisika, kimia dan biologi. Ikan yang hidup di daerah tropis, faktor fisika utama yang mengontrol siklus reproduksi adalah arus, suhu dan substrat. Faktor kimia adalah gas-gas terlarut, pH, nitrogen dan metabolitnya serta zat buangan yang berbahaya bagi kehidupan ikan diperairan. Faktor biologi yang mengontrol siklus reproduksi ikan dibagi menjadi faktor dalam dan luar. Faktor dalam meliputi faktor fisiologis individu dan respon terhadap berbagai faktor lingkungan, selanjutnya faktor luar adalah patogen, predator dan kompetisi sesama spesies ikan tertentu atau dengan spesies lain.

(27)

(dorman). Menurut Lam (1985), bila rangsangan diberikan pada saat ini akan menyebabkan te rjadinya migrasi inti ke perifer, inti pecah atau lebur, se!anjutnya terjadi ovulasi (pecahnya folikel) dan oviposisi. Effendie (2002) menyatakan, bilarnana kondisi lingkungan tidak cocok dan rangsangan tidak diberikan, telur yang dorman tersebut akan mengalami degradasi atau gagal diovulasikan lalu diserap kembali oleh sel-sel ovarium, telur yang demikian dikenal dengan oosit atresia.

Ikan air tawar di daerah tropis memiliki waktu musim pemijahan yang lebih panjang. Setiap individu dapat memijah pada waktu yang berlainan dengan individu lainnya, tetapi masih terlihat adanya puncak-puncak musim pemijahan dalam setiap periode waktu tertentu, yaitu biasanya terjadi pada saat m u s h penghujan (Welcomrne, 1985). Lama pemijahan pada ikan dapat diduga dari ukuran diameter telur. Jika waktu pemijahan pendek, semua telur masak yang terdapat dalam ovarium berukuran sama dimana ukuran ini berbeda dengan ukuran telur pada saat folikel masih muda. Tetapi bila waktu pemijahan tersebut terus menerus pada kisaran waktu yang lama, maka ukuran telur yang berada dalam ovarium berbeda-beda (Hoar, 1957). Menurut Selman dan Wallace (1981), bila dihubungkan dengan periode waktu pemijahan dengan oosit yang berada dalam ovarium, maka ovarium ikan dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu sinkronisrne total (seluruh oosit berada pada tingkat perkembangan atau stadia yang sama), sinkronisme kelompok (sedikitnya ada dua populasi yang berada dalam stadia yang sama) dan tidak ada sinkronisrne atau metakrom (oosit terdiri dari semua tingkat perkembangan).

2.7. Seksualitas, Perkembangan Gonad, dan Fekunditas

Perbedaan jenis kelamin pada ikan dapat diidentifikasi dengan cara mengamati ciri-ciri seksual sekunder dan primer. Ciri-ciri seksual sekunder diidentifikasi dengan mengarnati bentuk luar tubuh clan pelengkapnya. Seksual primer adalah mengarnati organ yang secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi yaitu ovarium dengan pembuluhnya pada ikan betina dan testis dengan pembuluhnya pada ikan jantan (Effendie, 1997).

(28)

ideal adalah mengikuti pola 1 : 1. Penyimpangan nisbah kelamin dari pola 1 : 1 dapat timbul dari faktor yang mencakup perbedaan distribusi, aktifitas, dan gerakan ikan (Turkmen et al., 2002). Nikolsky (1963) menambahkan bahwa, jika ketersediaan makanan berlimpah maka ikan betina akan lebih dominan, sebaliknya ikan jantan dominan saat ketersediaan makanan berkurang.

Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah memijah. Selama proses reproduksi sebagian besar energi hasil metabolisme ikan akan tertuju untuk perkembangan gonad atau pertumbuhan gonad (Effendie, 2002). Perkembangan gonad ikan sangat berkaitan erat dengan pertumbuhan ikan sehingga faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan juga berpengaruh pada perkembangan gonad. Ada dua tahapan perkembangan gonad yaitu tahap perkembangan gonad ikan menjadi dewasa kelamin (sexually mature) dan tahapan pematangan gamet (garnet maturation). Pada hewan vertebrata termasuk ikan, saat terjadinya kematangan gonad adalah mempakan periode dimana ikan yang muda memiliki kemampuan untuk melakukan reproduksi. Hal ini terjadi dengan teraktivasinya axis hipotalamus- pituitary- gonad (Amer et al., 2001).

Perkembangan gonad pada ikan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertumbuhan gonad hingga mencapai tingkat dewasa kelamin dan tahap pematangan produksi seksual. Tahap pertumbuhan berlangsung sejak ikan menetas hingga mencapai dewasa kelamin, sedangkan tahap pematangan berlangsung setelah ikan dewasa. Tahap pernatangan akan terus beriangsung dan berkesinambungan selama h g s i reproduksi ikan be rjalan normal (Lagler, et al., 1 977)

Pada proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil metabolisme tertuju

untuk

perkembangan gonad. Gonad akan semakin bertambah
(29)

Pada saat proses perkembangan dan pematangan gonad ikan maka sebagian

besar energi pertumbuhan akan dialihkan dari perkembangan sel somatis menjadi

perturnbuhan sel garnet. Sehingga pada saat ikan sudah matang gonad, bobot

gonad pada ikan betina beratnya dapat mencapai 10-25% dari berat tubuhnya sedangkan pada ikan jantan antara 510% dari berat tubuhnya (Effendi, 1979).

Secara kuantitatif tingkat perkembangan gonad ini dapat dihitung dengan mengunakan Gonadal Somatic Index (GSI). Semakin tinggi perkembangan gonad maka perbandingan antara berat tubuh dan gonad semakin besar yang diperlihatkan dengan nilai GSI yang besar, semakin besar nilai GSI maka dapat dijadikan indikator semakin dekatnya waktu pernijahan.

Fekunditas merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting

untuk pembentukan ovulasi dengan dinamikanya. Dari nilai fekunditas dapat ditaksir jumlah an& ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan jumlah ikan ddam kelas umur yang bersangkutan. Fekunditas adalah jurnlab telur ikan betina sebelum dikeluarkan pada waktu akan memijah. Secara terperinci Wootton (1 992)

mendefkisikan tentang fekunditas yaitu, pada

ikan

yang berbiak setahun sekali, fekunditas adalah jumlah telur yang diproduksi per tahun. Sebelurnnya Nikolsky

(1 963) menyatakan bahwa fekunditas individu adalah jumlah telur yang terdapat di dalam ovarium &an. Menentukan fekunditas ikan sebaiknya dilakukan pada

tingkat kematangan gonad IV dan yang paling baik sesaat sebelum tejadinya

pernijahan. Nilai fekunditas dari suatu spesies ikan dipengaruhi olen beberapa

faktor, antara lain ketersediaan makanan, ukuran ikan (panjang dan berat) dan faktor lingkungan (Effendie, 2002).

2.8. Sifat Fisika, kimia

,

dan Biologi Air

Bagi biota air terutama ikan, air berfkgsi sebagai media, baik media internal maupun ekstemal. Sebagai media internal, air b e h g s i sebagai bahan

baku untuk reaksi di dalam tubuh, pengangkutan bahan makanan keseiuruh tubuh, pengangkutan sisa metabolisme, dan pengaturan atau penyangga suhu tubuh.

Sementara sebagai media eksternal, air berfimgsi sebagai habitatnya. Oleh karena

(30)

berpengaruh terhadap keberadaan benih ikan clan ketersediaan makanan. Fluktuasi air juga mempengaruhi proses-proses reproduksi ikan pada saat tertentu seperti pada musim penghujan ikan banyak berada di daerah banjiran untuk berbagai kepentingan seperti mencari makan, mijah dm sebagai kawasan habitat anakan. Kedalaman air mempengaruhi temperatur, kandungan oksigen, ruang gerak dan media untuk kehidupan produsen primer maupun sekunder.

Suhu air berpengaruh terhadap sintasan, reproduksi, pertumbuhan organisme muda dan kompetisi (Krebs, 1985). Naiknya suhu air menyebabkan pengurangan konsentrasi oksigen terlarut dalam air. Semakin tinggi suhu maka semakin meningkat metabolisme organisme yang hidup di perairan dm semakin meningkat kebutuhan oksigen, tetapi kemampuan haemoglobin untuk mengikat oksigen sernakin berkurang. Walk et al., (2000) menyatakan bahwa suhu tinggi akan berpengaruh langsung terhadap proses fisiologis pada beberapa jenis ikan dan menurunkan kelimpahannya di perairan. Sejalan dengan itu Pescod (1973) mengemukakan bahwa perubahan suhu di perairan yang mengalir tidak boleh melebiihi 28OC.

Bagi ikan yang hidup di perairan tawar, perubahan suhu perairan pada musirn penghujan memberikan tanda secara alamiah untuk melakukan pemijahan, beruaya dan mencari makan. Suhu juga mempengaruhi distribusi ikan dan kelimpahan makanan di suatu perairan. Rifai (1983) mengemukakan bahwa distribusi ikan akan berubah jika suhu perairan di sekitarnya berubah.

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan yang disebabkan oleh bahan organik seperti plankton clan

anorganik baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur dan pasir halus. Kekeruhan tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi seperti pernapasan, daya lihat organisme akuatik serta dapat mengharnbat penetrasi cahaya di dalam air.

(31)

LODOS (Low Dissolved Oxigen), stres ekologi pada ikan, tidak stabilnya ekologi (Schimttou, 1991). Konsentrasi oksigen terlarut berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk kedalam air (Effendi, 2000).

Parameter pH air menunjukkan reaksi basa atau asam terhadap titk netral pH

7,O (Schmittou, 1991). Nilai pH berkaitan erat dengan CO2 bebas d m alkalinitas. Semakin tinggi pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah konsentrasi C02 bebas. Nilai pH juga mempengarubi toksisitas suatu senyawa kirnia. Pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan ammonia yang talc terionisasi dan bersifat toksik. Arnonia talc terionisasi lebih mudah diserap tubuh oranisme akuatik dibandingkan dengan amonium (Tebbut dalam Effendi, . 2000). Nilai pH perairan berfluktuasi pada siklus siang harildiurnal secara primer dipengaruhi oleh konsentrasi C 0 2 , kepadatan fitoplankton, alkalinitas total dan tingkat kesadahan (Schmittou, 1 99 1).

Alkalinitas berperan sebagai buffer perairan terhadap perubahan pH yang drastis. Tingkat produktivitas perairan sebenamya tidak berkaitan secara langsung dengan nilai alkalinitas tetapi berkaitan dengan keberadaan fosfor dan elemen esensial lain yang kadarnya meningkat dengan meningkatnya nilai alkalinitas. Alkalinitas yang baik berkisar antara 30 -500 mgL CaC03, jika > 40 mg/L CaC03 disebut perairan sadah dan jika < 40 mg/L CaC03 disebut perairan dengan kesadahan sedang (Effendi, 2000).

Senyawa nitrat dan fosfat merupakan zat hara yang dapat dijadikan sebagai petunjuk kesuburan perairan d m dibutuhkan organisme dalam perturnbuhan dan

perkembangan hidupnya. Salah satu organisme yang mengkonsurnsi zat hara adalah fitoplankton. Menurut Nybakken (1 992) zat-zat organik utama yang yang diperlukan fitoplankton untuk perturnbuhan dan perkembangbiakan adalah nitrogen (sebagai nitrat) dan fosfor (sebagai fosfat).

(32)

melebihi kebutuhan normal organisme nabati akan menyebabkan keadaan lewat subur (eutrofikasi) yang &an merangsang terjadinya blooming. Hal ini memungkinkan terjadinya keadaan air yang an-aerob sehingga akan menyebabkan kematian massal oragnisme perairan terutarna ikan ( Wardojo, 1975).

Dampak yang merugikan

dari

melimpahnya konsentrasi unsur hara fosfat dan nitrat di suatu perairan adalah, terjadinya alga bloom di Waduk Karang Kates (Brahrnana et al., 2002). Tingginya kadar total nitrogen dan fosfat yang merupakan bahan nutrisi utarna ganggang. Populasi ganggang yang sangat padat di waduk karang kates tersebar di pinggir-pinggir periran waduk terutama di bagian teluknya. Ganggang yang terperangkap tersebut membentuk lapisan- lapisan. Dari hasil pengamatan di lapangan lapisan ganggang yng terbentuk tersebut mencapai ketebalan 5-15 cm. dan terjadi pembusukan yang mengakibatkan terbentuknya H2S,CHs yang beracun bagi organisme air termasuk ikan.

Adapun ditinjau dari sifat biologi air, plankton merupakan organime yang memegang peranan penting bagi proses-proses jaring makanan. Plankton merupakan organisme yang melayang bebas dalam air serta lemah daya renangnya. Hal ini menyebabkan pergerakan plankton sangat dipengaruhi oleh pergerakan air (Nybakken, 1992). Plankton dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu, fitoplankton dan zooplankton.

Kehidupan plankton terkait erat dengan kondisi lingkungan seperti suhu, intensitas cahaya, dan unsur hara sebagai sumber rnakanan. Perbedaan komposisi plankton pada suatu perairan disebabkan oleh daya toleransi dari masing-masing plankton tersebut pada keadaan lingkungan. Pada interval waktu tertentu beberapa

genus atau spesies plankton secara bergantian mendominasi dalam suatu perairan. Hal ini juga tergantung pada keadaan musim. Komposisi spesies, jumlah, nilai penting, jurnlah sel, volume dari masing-masing plankton adalah parameter yang mencerminkan stabilitas komunitas bersangkutan (Nybakken, 1992).

Penurunan -. kualitas . .- . -. . habitat terjadi akibat penebangan hutan di hulu sungai

(33)

merangsang pertumbuhan tumbuhan air di sungai dan danau-danau karena tingginya kandungan unsur hara. Tanarnan air yang berlebihan akan menyebabkan penwnan kandungan oksigen di dalam air dan meningkatkan kadar asam akibat proses pembusukan.

Penebangan pohon akan rneningkatkan laju arus perrnukaan dan mengurangi naungan, dengan demikian meningkatkan kapasitas sungai untuk rnenyerap panas. Di perairan yang lebih tenang, khususnya danau dan rawa di dataran rendab, yang suhunya lebih tinggi, oksigen yang lebih sedikit dan hara yang lebih banyak, akan menyebabkan eutrofikasi dan meningkatkan kadar asam, sehingga menjadikan habitat tersebut h a n g cocok untuk jenis-jenis ikan putih seperti suku Cyprinidae dan jika terjadi peningkatan yang b e r l e b i i maka kemungkinan jenis-jenis

ikan

hitam pun tidak akan mampu bertahan hidup. Temperatur tinggi akan meningkatkan kebutuhan ikan

akan

oksigen, namun akan men& daya serap haemglobin terhadap oksigen. Selama musim kemarau, ha1 tersebut dapat menyebabkan kematian massal (Santiapillai dan Suprahman, 1984).
(34)

111. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan Nopember 2007 hingga Januari 2008 di perairan Daerah Mahakam Tengah khususnya lingkungan Danau Melintang. Analisis sampel ikan dilakukan di Laboratorium Ekobiologi Fakultas Perikanan dan Ilrnu Kelautan Ikan Institut Pertanian Bogor. Adapun analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Kualitas Air Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Falrultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Samarinda.

Stasiun penelitian ditentubn berdasatkan pertimbangan-pertimbangan kamkteristik habitat masing-masing stasiun, dan efisiensi operasiond pelaksanaan, yaitu mendapatkan Monnasi dari nelayan setempat W t a n

dengan lokasi penangkapan ikan dan tempat ikan betok melakukan pemijahan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, ditdapkan 3 =tat pewfitian yaitu, (Gambar 3, data primer diolah 2007). Stasiun I : Habitat rawa

[image:34.574.59.505.192.766.2]

Stasiun

II

: Habitat sungai Stasim III : Habitat danau
(35)

Habitat rawa yang dijadikan sebagai stasiun I memiliki karakteristik seperti kerapatan tumbuhan air yang tinggi, warna air yang jernih kehitaman, kedalaman yang relatif dangkal dan airnya stagnan. Habitat sungai sebagai stasiun I1 dicirikan dengan adanya aliran air, dan warna air keruh sedangkan habitat danau memiliki ciri-ciri sifat airnya yang stagnan dan warna air mirip dengan habitat sungai.

3.2. Metode Pengumpulan Data

Pelaksanaan penelitian untuk pengumpulan data terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian di lapangan dan pengamatan serta analisis di laboratorium

3.2.1. Penelitian di Lapangan

Kondisi kualitas air masing-masing habitat sebagai data penunjang penelitian diamati dan diukur. Pengarnatan dan pengukuran parameter kualitas air dilakukan untuk setiap daerah terpilih, bersamaan dengan waktu pengambilan contoh ikan Pengukuran parameter suhu, kekeruhan, pH, dan oksigen terlarut dilakukan dengan menggunakan water checker merk horriba, sampling tumbuhan air dilakukan di setiap titik pengambilan sampel yang terdapat tumbuhan

air,

pendataan dilakukan dengan cara rnemperkirakan persentase luas penutupan area transek 1 x 1 m. Pengambilan sampel plankton dengan cara mengarnbil air sampel sebanyak 50 liter yang disariig dengan plankton net ukuran 25 pm, selanjutnya air saringan tersebut diawetkan dengan formalin 4%. Adapun pengukuran parameter kualitas air yang diamati beserta metode dan alat yang digunakan dalam penelitian disajikan pa& Tabel 1.

Untuk menentukan indeks kualitas perairan di setiap habitat pengamatan digunakan cara skoring. Hasil pengukuran parameter fisika-kirnia air yang diperoleh dibandingkan dengan baku mutu air untuk menopang kehidupan organisme akuatik berdasarkan Kep. Gubemur No. 339 Tahun 1988, UNESCO/WHO/UNEP, 1992 dan PP No 8 2 2001. Kondisi ideal kerapatan tumbuhan air dilakukan berdasarkan hubungan antara kelimpahan ikan yang tertangkap dengan persentase kerapatan. Adapun kondisi ideal kualitas plankton dilakukan dengan pendekatan indeks keanekaragaman jenis (H') menurut Shannon-Wienner clan indeks dominansi berdasarkan (Odum, 1998 dalam

(36)

Tabel 1. Parameter, metode, alat,

dm

tempat pengukuran contoh kualitas air

Parameter Satuan Metode dan Alat Lokasi

Fisika Air

*

Suhu o c Pembacaan skala (water chekker) Insitu

Kedalaman cm Visual, Tali penduga Insitu

Kekeruhan NTU Pembacaan skala (water chekker) Insitu

Kimia Air

PH

-

Pembacaan skala (water chekker) lnsitu

Oksigen Terlarut Mg/l Pembacaan skala (water chekker) Insitu

Alkalinitas Mg/l Titrimetric

NO; Mgll Spectrophotometric Laboratorium Laboratorium

PO, Mgll Spectrophotometric Laboratorium

Biologi Air

~ G b u h a n air %Id Transek 1 x 1 m Insitu

Plankton Ind/l Plankton net ukuran 25 pm Laboratorium

Penangkapan ikan dilakukan setiap bulan dengan menggunakan alat tangkap yang dipergunakan oleh nelayan setempat, seperti jaring insang, perangkap

(trawl), clan tangkul. Perangkap (keblat) dioperasikan di habitat rawa yang di pasang pada daerah-daerah yang agak terbuka, selama satu hari satu rnalam. Tangkul dioperasikan di habitat sungai dengan umpan sisa makanan dan potongan daging ikan Gillnet dipasang di habitat danau pada waktu sore hari dan diangkat pada waktu pagi harinya

Ikan hasil tangkapan dipisahkan berdasarkan habitat pengarnataa Sampel

ikan diambil sekurang-hgnya 10 %, secara acak mulai yang terkecil sarnpai yang terbesar. Sebagian sampel ikan dibedah di lapangan dan diambil gonadnya. Gonad ikan jantan dan betina kemudian difiksasi dengan larutan Bouin dan dimasukkan ke dalam botol film untuk keperluan analisis histologis di laboratoriun. Untuk keperluan pengukuran diameter telur di laboratorium, gonad

ikan betina diawetkan dengan formalin 4%, kemudian dimasukkan ke botol film.

Sampel ikan yang tidak dibedah di lapangan, segera diawetkan dalam larutan

(37)

3.2.2. Pengamatan di Laboratorium

Pengarnatan di laboratorium meliputi pengukuran panjang total dan bobot ikan dengan menggunakan papan ukur dengan ketelitian 0,l dan timbangan

dengan ketelitian 0,Ol. Kebiasaan makanan dianalisis secara malcroanatomis saluran pencernaan ikan dan isi lambung. Pengamatan beberapa aspek reproduksi seperti penentuan jenis kelamin, tingkat kematangan gonad (secara makrokospis

dan mikrokospis), indeks kematangan gonad (IKG), ukuran pertama kali matang

gonad, Fekunditas, dan pola sebarm diameter telur.

3.3. Analisis Data

3.3.1. Kebiasaan Makanan

3.3.1.1. Struktur Saluran Pencernaan

Analisis struktm saluran pencernaan dilakukan pengamatan secara makroanatomi, dengan mengarnati posisi mulut, bentuk gigi, struktur tapis insang,

faring, bentuk larnbung dan panjang usus. Rasio panjang usus dihitung dengan

rumus sebagai berikut:

PU

Rasio panjang usus (%) = - x 100

PT

Keterangan : PU = Panjang total ikan (mm)

PT

= Panjang usus ikan (mm)

3.3.1.2. Komposisi Isi Lambung

Analisis komposisi isi larnbung dilakukan dengan menggunakan indeks

bagian terbesar (Index of Preponderance) oleh Natarajan dan Jhingran (1961)

dalam Effendie (1 979), Yaitu:

ViOi

IP =

2

K O ~

Keterangan : Vi = persentase volume satu rnacam makanan (%)

Oi = persentase fiekuensi kejadian satu macam makanan (%)

(38)

33.2. Pertumbuhan

33.2.1. Hubungan Panjang total dan Bobot ikan

Analisis hubungan panjang bobot ikan menggunakan uji regresi, dengan

rumus sebagai berikut (Effendie 1979): W = aL

Keterangan: W = Berat tubuh ikan (gram)

L = Panjang ikan (mm), a dan b = konstanta

Uji t dilakukan terhadap nilai b untuk mengetahui apakah b=3 (isomertik) atau

b#3 (alometrik).

3.3.2.2. Dugaan Pertumbuhan

Pertumbuhan panjang ikan dapat dihitung dengan model von Bertalanffi

sebagai berikut (Sparre clan Venema, 1999).

Keterangan: L, = Panjang ikan pada umur ke-t (mrn) L, = Panjang maksimal (rnm)

K = Koefisien perturnbuhan (t

-'

)

to = Umur hipotesis ikan pada panjang no1 (tahun)

Nilai L, dan K didapatkan dari hasil penghitungan dengan metode ELEFAN 1 yang terdapat dalarn program FISAT 11.

Nilai to dapat diduga dengan persamaan berikut (Utomo, 2002).

Log -(to) = -0,3922

-

0,2752 Log L,

-

1,038 Log K

3.3.2.3. Faktor Kondisi

Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan Ponderal Index, untuk pertumbuhan isometrik (b=3) faktor kondisi

(KTL)

dengan menggunakan rumus (Effendie, 1 979):
(39)

3.3.3. Aspek Reproduksi 3.3.3.1 Nisbah kelamin

Nisbah kelamin diketahui berdasarkan jumlah ikan jantan dan betina yang

tertangkap pada setiap sampling yang dilakukan. Jenis kelamin ditentukan setelah

dilakukan pembedahan sampel ikan tersebut. Untuk mengetahui perbandingan jenis kelamin, dilakukan uji Chi kuadrat (X2) sebagai berikut (Sugiyono, 2001):

Keterangan :

X2 = Nilai Chi kuadrat

f0 = Nilai ikan yang diobservasi

F = Nilai ynng harapan

S = J d a h pengamatan

Apabila nilai X2& Xzbb cops), maka Ho ditolak yang berarti nisbah kelamin tidak seimbang, sedangkan jika X2hit< XZtab (0,051 HO diterima, yang berarti

nisbah kelamin seimbang.

33.3.2. Tingkat Kematangan Gonad

Penentuan tingkat kematangan gonad (TKG) ikan jantan dan betina

ditentukan secara morfologis mencakup warm, bentuk, dan ukuran gonad. Perkembangan gonad secara kualitatif ditentukan dengan mengamati TKG I-V

berdasarkan morfologi gonad, mengacu kepada deskripsi menurut Effendie (1 979)

(Lampiran 2).

3.3.33. Indeks Kematangan Gonad

Indeks kematangan gonad (IKG) diketahui dengan pengukwan bobot ikan dan berat gonad ikan jantan dan ikan betina menggunakan timbangan O h s yang mempunyai ketelitian 0,01. Indeks kernatangan gonad diukur dari semua ikan

hasil tangkapan. Pengukuran IKG dilakukan di laboratorium. Pengukuran indeks

kematangan gonad dihitung dengan cara membandingkan berat gonad terhadap

(40)

IKG = (Bg : B t ) x 100

Keterangan : IKG = Indeks kematangan gonad (%)

Bg = Berat gonad (g) Bt = Bobot ikan (g)

3.3.3.4. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad

Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad dengan menggunakan metode

Sperrnan Karber (Udupa, 1986 dalam Najarnuddin st al., 2004). Kriteria matang gonad adalah pada TKG 111, IV, dan V. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

X

LogM = X , + - - ( x C p i )

2

Keterangan :

Xk = Logaritma nilai tengah pada saat &an matang gonad 100%

X = Selisih logaritma nilai tengah kelas

Xi = Logaritma nilai tengah kelas

pi = ri/ni

Ri = Jurnlah ikan rnatang gonad pada kelas ke i

Ni = Jumlah ikan pada kelas ke i

Qi = iePi

Pada selang kepercayaan 95% yaitu =

m

k 2,

,

,

,/='

3.3.3.5. Fekunditas

Fekunditas dia

Gambar

Gambar 1. Skema pendekatan masalah pengelolaan sumberdaya ikan betok (A. testudineus)
Gambar 3. Peta lokasi penelitian dan stasiun pengambilan sampel air dan ikan
Gambar 4. Persentase kerapatan tumbuhan air di masing-masing habitat selama penelitian
Tabel 2. Rerata parameter fisika dan kimia air tiap bulan di masing-masing habitat penelitian di lingkungan Danau Melintang
+7

Referensi

Dokumen terkait