• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan Aspek Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus) dan Mujair (Oreochromis mossambicus) di Danau Taliwang, Sumbawa Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan dan Aspek Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus) dan Mujair (Oreochromis mossambicus) di Danau Taliwang, Sumbawa Barat."

Copied!
219
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN

BETOK (

Anabas testudineus

) DAN MUJAIR (

Oreochromis mossambicus

)

DI DANAU TALIWANG, SUMBAWA BARAT

Rahmat Mawardi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahawa tesis “

PERTUMBUHAN DAN

ASPEK REPRODUKSI IKAN BETOK (

Anabas testudineus

) DAN

MUJAIR (

Oreochromis mossambicus

)

DI DANAU TALIWANG,

SUMBAWA BARAT”

adalah karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan

tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2012

(3)

RINGKASAN

Ikan betok dan mujair adalah jenis ikan yang dominan dari hasil tangkapan

nelayan. Ikan betok umumnya tertangkap pada daerah tumbuhan air sedangkan

ikan mujair pada perairan terbuka. Permintaan terhadap ikan betok dan mujair

bagi masyarakat Sumbawa Barat cukup tinggi, sehingga kedua jenis ikan ini

mempunyai nilai ekonomis tinggi. Upaya dalam memenuhi permintaan pasar

masih sepenuhnya tergantung pada hasil tangkapan di alam. Potensi produksi

ikan-ikan di Danau Taliwang termasuk ikan betok dan mujair cenderung

mengalami penurunan. Hal ini diindikasikan oleh semakin berkurangnya hasil

tangkapan nelayan di daerah tersebut, akibat tingkat eksploitasi yang berlebihan

dan perubahan hidrodinamika danau terkait dengan kondisi volume air danau

yang semakin berkurang. Terutama pada musim kemarau yang menyebabkan

berkurangnya ruang gerak atau habitat bagi ikan. Dengan adanya berbagai tekanan

terhadap populasi ikan betok dan mujair, dikhawatirkan populasi kedua jenis ikan

ini akan semakin terancam. Oleh sebab itu, pengelolaan terhadap ikan betok dan

mujair di Danau Taliwang pada masa mendatang perlu dilakukan didasarkan pada

informasi biologis kedua jenis ikan ini di perairan tersebut.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2010 di perairan

Danau Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat

dengan metode deskripsi analitik. Stasiun penelitian ditentukan berdasarkan

pertimbangan karakteristik habitat masing-masing stasiun dan efisiensi

operasional pelaksanaan. Adapun karakterisitk stasiun penelitian sebagai

berikut:

1)

Stasiun 1, 3, dan 5 merupakan daerah perairan terbuka. Stasiun ini

memiliki kondisi permukaan air danau yang terbuka, terletak di

tengah-tengah danau, kedalaman relatif lebih dalam (± 4 m). Diduga merupakan

preferensi habitat bagi ikan mujair.

2)

Stasiun 2 dan 4 merupakan daerah tumbuhan air. Stasiun ini memiliki

kerapatan tumbuhan air yang tinggi (pada stasiun 2 didominasi oleh

Hydrilla verticillata

dan stasiun 4 didominasi oleh

Nelumbo

sp.). Kedua

stasiun ini terdapat di tepi danau, warna air jernih kehitaman, relatif

dangkal (± 2 m) dan airnya stagnan. Kedua stasiun ini diduga merupakan

preferensi habitat ikan betok.

Data yang dikumpulkan berupa parameter biologi meliputi jenis kelamin,

panjang dan bobot total serta jumlah telur. Analisis data meliputi hubungan

panjang dan bobot, faktor kondisi, dugaan parameter pertumbuhan, nisbah

kelamin, tingkat kematangan gonad, fekunditas, indeks kematangan gonad,

ukuran pertama matang gonad dan kebiasaan makanan.

(4)

kondisi ikan jantan berkisar antara 0,5871-0,6542 dan ikan betinanya

0,9422-1,0054. Nilai faktor kondisi rata-rata tertinggi ditemui pada bulan Mei

(masing-masing 0,6542 untuk ikan jantan dan 1,0054 untuk ikan betina. Panjang infiniti

(L

) ikan jantan (171,68 mm) lebih kecil dari ikan betina (182,18). Dengan

persamaan pertumbuhan untuk ikan jantan adalah L

t

= 171,68 mm (1- e

-0,530(t-0,1117)

) dan ikan betina L

t

= 182,18 mm (1- e

-0,54(t-0,1131)

Nilai indeks kematangan gonad tertinggi pada bulan Mei, yang diduga

puncak pemijahan ikan. Fekunditas rata-rata dari ikan betok berkisar antara

1.128-13.218 butir telur pada kisaran panjang total 86-175 mm dan bobot total

11,22-93,80 gram. Ikan jantan dan betina memiliki makanan utama yang sama

masing-masing dari kelompok tumbuhan air, makanan tambahan terdiri dari kelompok

plankton dan dari kelompok potongan crustacea/invertebrata. Hal ini

menunjukkan ikan betok bersifat omnivora.

). Nilai koefisien

pertumbuhan (K) atau kecepatan pertumbuhan ikan betina lebih tinggi

dibandingkan dengan ikan jantan. Artinya ikan betina lebih cepat mencapai

panjang asimtotik dibandingkan dengan ikan jantan.

Komposisi ikan mujair yang tertangkap setiap bulan juga cukup bervariatif,

bulan April ikan jantan dan betina yang tertangkap masing-masing 35 dan 26

ekor. Bulan Mei jumlah ikan yang tertangkap baik pada ikan jantan dan betina

masing 42 dan 24 ekor. Pada bulan Juni jumlah ikan tertangkap

masing-masing 41 dan 26 ekor untuk jantan dan betina, dan pada bulan Juli jumlah ikan

yang tertangkap masing-masing 40 ekor ikan jantan dan 28 ekor ikan betina.

Koefisien regresi (b) ikan mujair jantan dan betina masing-masing 2,756 dan

2.858

yang mengindikasikan p

ola pertumbuhan ikan betok jantan dan betina

adalah allometrik negatif. Berdasarkan waktu maupun stasiun penelitian, nilai

faktor kondisi ikan betina lebih tinggi dari pada ikan jantan.

Rata-rata faktor kondisi ikan jantan berkisar antara 0,9344-1,0015 dan ikan

betina berkisar antara 0,9108-1,0393. Nilai rata-rata faktor kondisi ikan jantan dan

ikan betina tettinggi ditemukan pada Mei. Panjang infiniti (L

) ikan jantan

(231,00 mm) lebih kecil dari ikan betina (266,70). Dengan persamaan

pertumbuhan untuk ikan jantan adalah L

t

= 231,6800 mm (1- e

-1.10(t-0,0683)

) dan

ikan betina L

t

= 266,70 mm (1- e

-0,62(t-0,1070)

Nilai indeks kematangan gonad tertinggi pada bulan Mei, yang diduga

merupakan puncak pemijahan ikan

. F

ekunditas rata-rata dari ikan mujair berkisar

antara 336-9.908 butir telur

.

Ikan jantan dan betina memiliki makanan utama yang

sama masing-masing dari kelompok plankton, dengan makanan utama dari kelas

Bacillariophyceae yang menunjukkan bahwa ikan mujair adalah ikan herbivora.

). Nilai K ikan jantan lebih cepat

dibandingkan dengan ikan betina. Artinya ikan jantan lebih cepat mencapai

panjang asimtotik dibandingkan dengan ikan betina.

(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

(6)
(7)

PERTUMBUHAN DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN

BETOK (

Anabas testudineus

) DAN MUJAIR (

Oreochromis mossambicus

)

DI DANAU TALIWANG, SUMBAWA BARAT

Rahmat Mawardi

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis

: Pertumbuhan dan Aspek Reproduksi Ikan Betok

(

Anabas testudineus

) dan Mujair (

Oreochromis

mossambicus

) di Danau Taliwang, Sumbawa Barat.

Nama

:

Rahmat Mawardi

NRP

:

C251080081

Program Studi

:

Pengelolaan Sumber Daya Perairan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. MF. Rahardjo, DEA

Ketua

Anggota

Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc

Diketahui

Ketua Progran Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Pengelolaan Sumber Daya

Perairan

Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

karunianya sehingga tesis dapat diselesaikan. Judul yang dipilih adalah

Pertumbuhan dan Aspek Reproduksi Ikan Betok (

Anabas testudineus

) dan

Mujair (

Oreochromis mossambicus

) di Danau Taliwang, Sumbawa Barat

yang dimulai dari bulan April sampai Juli 2010.

Terima Kasih Penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Sutrisno Sukimin,

DEA (alm), Bapak Prof. Dr. Ir. MF. Rahardjo DEA, selaku ketua komisi

pembimbing dan Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc selaku anggota komisi

pembimbing, serta Dr. Ir. Syahroma Husni Nasution, M.Si selaku penguji

luar komisi yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama dalam

penulisan tesis ini. Keluarga (ayahanda Margasih, SH, ibunda Kalsom,

adik-adik ku Edi Sumardi, SP, Sri wahyuningsih dan Muhammad

Iksanudin) yang tetap memberikan semangat dan dukungan terhadap

kelancaran penulisan tesis ini. Serta teman-teman SDP Angkatan 2008 (pak

Budi, pak Ali, bang Juli, bang Karmon, Supri, Ibu Pelita, Wati, Dillah,

Desrita dan ibu Ratna) atas kebersamaan selama di kampus IPB.

Bogor, Agustus 2012

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dompu, pada tanggal 27 November 1984 dari

pasangan Bapak Margasih, SH dan Ibu Kalsom. Penulis merupakan anak pertama

dari empat bersaudara. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1988 di Taman

Kanak-Kanak Bayangkari Dompu. Pada tahun 1990 penulis bersekolah di Sekolah

Dasar Negeri (SDN) 3 Dompu dan lulus pada tahun 1996. Pada tahun 1996-1999

penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)

Negeri 1 Dompu. Pada tahun yang sama yaitu tahun 1999 penulis melanjutkan

pendidikan di Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Dompu dan lulus tahun

2002. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2002 melalui jalur

USMI (undangan Seleksi Mahasiswa IPB) pada Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya

Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

(12)

x

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ...

xiii

DAFTAR GAMBAR ...

xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...

xvii

BAB I PENDAHULUAN ...

1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan ... 4

1.4. Kerangka Pemikiran ... 4

1.5.Hipotesis ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...

6

2.1. Danau dan Pengelolaannya ... 6

2.2. Deskripsi Ikan... 7

2.2.1.

Ikan Betok ... 7

2.2.2.

Ikan Mujair ... 8

2.3. Pertumbuhan Ikan... 9

2.3.1.

Hubungan Panjang Bobot ... 9

2.3.2.

Faktor Kondisi ... 10

2.3.3.

Pertumbuhan ... 11

2.4. Reproduksi Ikan ... 11

2.4.1.

Waktu dan Tempat Pemijahan ... 11

2.4.2.

Fekunditas ... 12

2.4.3.

Ukuran Pertama Ikan Matang Gonad ... 12

2.5.Kebiasaan Makanan ... 13

2.6.Sifat Fisik, Kimiawi, dan Biologi Air ... 13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...

15

3.1. Waktu, Tempat dan Lokasi Penelitian ... 15

3.2. Analisis Data ... 18

(13)

xi

3.2.1.1. Hubungan Panjang dan Bobot Ikan ... 18

3.2.1.2. Faktor Kondisi ... 19

3.2.1.3.Dugaan Pertumbuhan ... 19

3.2.2.

Aspek Reproduksi ... 20

3.2.2.1. Nisbah Kelamin ... 20

3.2.2.2. Tingkat Kematangan Gonad ... 20

3.2.2.3. Indeks Kematangan Gonad ... 21

3.2.2.4. Ukuran Pertama Matang Gonad ... 22

3.2.2.5. Fekunditas ... 22

3.2.3.

Makanan ... 22

3.2.3.1. Komposisi Isi Lambung ... 22

3.2.4.

Kerapatan Tumbuhan Air ... 23

3.2.5.

Kelimpahan Plankton ... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...

24

4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 24

4.2. Ikan Betok ... 26

4.2.1.

Komposisi dan Distribusi Ikan ... 26

4.2.2.

Nisbah Kelamin ... 28

4.2.3.

Pertumbuhan ... 29

4.2.3.1.

Hubungan Panjang dan Bobot ... 29

4.2.3.2.

Faktor Kondisi ... 30

4.2.3.3.

Dugaan Pertumbuhan ... 33

4.2.4.

Reproduksi ... 35

4.2.4.1.

Tingkat Kematangan Gonad ... 35

4.2.4.2.

Ukuran Pertama Matang Gonad ... 37

4.2.4.3.

Preparat Histologis ... 38

4.2.4.4.

Indeks Kematangan Gonad ... 40

4.2.4.5.

Fekunditas ... 42

4.2.5.

Kebiasaan Makanan ... 45

4.2.5.1.

Komposisi Makanan ... 45

(14)

xii

4.3.Ikan Mujair ... 48

4.3.1.

Komposisi dan Distribusi Ikan ... 48

4.3.2.

Nisbah Kelamin ... 50

4.3.3.

Pertumbuhan ... 51

4.3.3.1.

Hubungan Panjang dan Bobot... 51

4.3.3.2.

Faktor Kondisi ... 52

4.3.3.3.

Dugaan Pertumbuhan ... 55

4.3.4.

Reproduksi ... 57

4.3.4.1.

Tingkat Kematangan Gonad ... 57

4.3.4.2.

Ukuran Pertana Matang Gonad ... 59

4.3.4.3.

Preparat Histologis ... 60

4.3.4.4.

Indeks Kematangan Gonad ... 62

4.3.4.5.

Fekunditas ... 64

4.3.5.

Kebiasaan Makanan ... 66

4.3.5.1.

Komposisi Makanan ... 66

4.3.5.2.

Hubungan Kebiasaan Makanan

Dengan Reproduksi ... 68

4.4. Kerapatan Tumbuhan Air ... 69

4.5. Kelimpahan Plankton ... 70

4.6. Aspek Pengelolaan Danau Taliwang ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...

68

5.1.

Kesimpulan ... 68

5.1.1.

Ikan Betok ... 68

5.1.2.

Ikan Mujair ... 68

5.2.

Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ...

71

(15)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel

Hal

1.

Metode dan Alat ... 17

2.

Perbandingan Tingkat Kematangan Gonad Ikan ... 21

3.

Kualitas Air Danau Taliwang di Daerah Tengah Perairan ... 24

4.

Kualitas Air Danau Taliwang di Daerah Tepi Perairan ... 24

5.

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Betok Jantan dan Betina ... 40

6.

Nilai Fekunditas Ikan Betok ... 43

7.

Komposisi Jenis Makanan Ikan Betok ... 45

8.

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Mujair Jantan dan Betina ... 62

9.

Nilai Fekunditas Ikan Mujair ... 64

10.

Komposisi Jenis Makanan Ikan Mujair ... 66

11.

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Mujair Berdasarkan

Waktu Pengamatan ... 42

(16)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Hal

1.

Alur Kerangka Pemikiran ... 5

2.

Ikan Betok ... 7

3.

Ikan Mujair ... 8

4.

Peta Lokasi Penelitian ... 15

5.

Komposisi Tangkapan Ikan Betok Berdasarkan Stasiun Pengamatan... 26

6.

Distribusi Tangkapan Ikan Betok ... 27

7.

Distribusi Tangkapan Ikan Betok Berdasarkan Waktu Pengamatan ... 28

8.

Nisbah Kelamin Ikan Betok Berdasarkan Waktu Pengamatan ... 28

9.

Nisbah Kelamin Ikan Betok Berdasarkan Kelas Panjang ... 29

10.

Hubungan Panjang dan Bobot Total Ikan Betok ... 30

11.

Faktor Kondisi Ikan Betok Berdasarkan Waktu Pengamatan ... 31

12.

Faktor Kondisi Ikan Betok Berdasarkan TKG Pada Stasiun Penelitian . 32

13.

Pertumbuhan dan Distribusi Frekwensi Panjang Ikan Betok

Berdasarkan Waktu Pengamatan ... 34

14.

Kurva Pertumbuhan Panjang Total Ikan Betok Jantan dan Betina ... 35

15.

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Betok Berdasarkan

Waktu Pengamatan ... 36

16.

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Betok Berdasarkan

Selang Kelas Panjang ... 37

17.

Hasil Preparat Histologis Gonad Ikan Betok ... 39

18.

Indeks Tingkat Kematangan Gonad Ikan Betok Berdasarkan

Waktu Pengamatan ... 41

19.

Indeks Tingkat Kematangan Gonad Ikan Betok Berdasarkan

Stasiun Pengamatan ... 42

20.

Hubungan Fekunditas Ikan Betok dengan Bobot dan Panjang Total ... 44

21.

Komposisi Makanan Ikan Betok Berdasarkan Jenis Kelamin ... 46

22.

Komposisi Makanan Ikan Betok Berdasarkan Waktu Pengamatan... 46

23.

Komposisi Makanan Ikan Betok Jantan Berdasarkan TKG ... 47

(17)

xv

25.

Komposisi Tangkapan Ikan Mujair Berdasarkan Stasiun Pengamatan . 49

26.

Distribusi Tangkapan Ikan Mujair ... 49

27.

Distribusi Tangkapan Ikan Mujair Berdasarkan Waktu Pengamatan ... 50

28.

Nisbah Kelamin Ikan Mujair Berdasarkan Waktu Pengamatan ... 51

29.

Nisbah Kelamin Ikan Mujair Berdasarkan Kelas Panjang... 51

30.

Hubungan Panjang dan Bobot Total Ikan Mujair ... 52

31.

Faktor Kondisi Ikan Mujair Berdasarkan Waktu Pengamatan ... 53

32.

Faktor Kondisi Ikan Mujair Berdasarkan TKG Pada Stasiun Penelitian 54

33.

Pertumbuhan dan Distribusi Frekwensi Panjang Ikan Mujair

Berdasarkan Waktu Pengamatan ... 56

34.

Kurva Pertumbuhan Panjang Total Ikan Mujair Jantan dan Betina ... 57

35.

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Mujair Berdasarkan

Waktu Pengamatan ... 58

36.

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Mujair Berdasarkan

Selang Kelas Panjang ... 59

37.

Hasil Preparat Histologis Gonad Ikan Mujair ... 61

38.

Indeks Tingkat Kematangan Gonad Ikan Mujair Berdasarkan

Waktu Pengamatan ... 63

39.

Indeks Tingkat Kematangan Gonad Ikan Mujair Berdasarkan

Stasiun Pengamatan ... 64

40.

Hubungan Fekunditas Ikan Mujair dengan Bobot dan Panjang Total .... 65

41.

Komposisi Makanan Ikan Mujair Berdasarkan Jenis Kelamin ... 67

42.

Komposisi Makanan Ikan Mujair Berdasarkan Waktu Pengamatan ... 68

43.

Komposisi Makanan Ikan Mujair Jantan Berdasarkan TKG ... 68

44.

Komposisi Makanan Ikan Betok Betina Berdasarkan TKG ... 69

45.

Kerapatan Tumbuhan Air... 70

46.

Kondisi Tumbuhan Air ... 70

47.

Kelimpahan Plankton ... 71

(18)

xvi

51.

Indeks Kematangan Gonad Ikan Mujair Berdasarkan

(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Hal

1.

Pembuatan Preparat Histologi Gonad Dengan Metode Mikroteknik ... 88

2.

Kondisi Lokasi Stasiun Penangkapan di Danau Taliwang... 90

3.

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Betok Berdasarkan

Waktu Pengamatan ... 91

4.

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Betok Berdasarkan

Stasiun Pengamatan ... 91

5.

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Mujair Berdasarkan

(20)

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Danau Taliwang merupakan perairan tergenang yang terletak bagian barat

daya Pulau Sumbawa yaitu pinggir Kota Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat

(KSB), pada ketinggian 13 m di atas permukaan laut (BPS KSB 2005).

Lingkungan Danau Taliwang merupakan salah satu tipe ekologi lahan basah yang

berada di Pulau Sumbawa dengan status

Taman Wisata Alam (TWA) yang

ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor

418/Kpts-II/1999. Kawasan ini berada di bawah Departemen Kehutanan c.q. Balai

Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Barat (Wahyuni & Kurniawan

2004).

Secara ekologi perairan Danau Taliwang terbagi menjadi tiga tipe biotop

(Praptokardiyo

et al.

1996) yaitu:

1.

Daerah persawahan yang terdapat di sepanjang tepi perairan.

2.

Daerah tumbuhan air meliputi :

a)

Tumbuhan air darat yang senang dekat air yaitu

Aeschyonome

sp.,

Phragmintes

sp

.

,

Cyperus haspan

,

Cyperus

sp., dan

Alternantheria

sp.

b)

Tumbuhan air berakar di dasar, mengapung di permukaan yaitu

Polygonum

sp.,

Nelumbo

sp.,

Nymphaea

sp., dan

Alisma

sp.

c)

Tumbuhan air tenggelam yaitu

Hydrilla verticillata

,

Utricularia

sp.,

Myriophyllum

sp.,

Ceratophyllum demersum

L. dan

Najas indica

W.

3.

Daerah perairan terbuka, berada di bagian tengah perairan.

(21)

2

pertanian. Apabila dibiarkan dikhawatirkan akan terjadi suksesi ekologi menjadi

daratan.

Pada musim penghujan air akan meluap menggenangi daerah paparan

Danau Taliwang, sehingga mengakibatkan beragamnya habitat yang tersedia.

Besarnya keragaman habitat yang tersedia (daerah rawa dan perairan terbuka)

memungkinkan banyak spesies ikan memanfaatkan daerah ini dalam berbagai

cara dalam menunjang proses kehidupan mereka seperti untuk pemijahan,

pembesaran, dan tempat untuk mencari makanan. Habitat yang bervariasi tersebut

akan menyediakan lebih banyak makanan serta perlindungan bagi anak-anak

ikan.

Jenis-jenis ikan air tawar yang asli hidup pada daerah ini yaitu lele (

Clarias

batrachus

), gabus (

Chana striata

), belut (

Monopterus albus

), belukis

(

Eugnathogobius microps

) dan betok (

Anabas testudineus

), sedangkan jenis

ikan-ikan yang diintroduksi yaitu nilem (

Osteochilus vittatus

), karper (

Cyprinus

carpio

), mujair (

Oreochromis mossambicus

), tawes (

Puntius javanicus

), sepat

siam (

Trichogaster pectoralis

), dan gurame (

Osphronemus gourame

) (Sarnita dan

Jangkaru 1977

in

Praptokardiyo

et al.

1996). Jenis ikan introduksi lain yang

ditemukan adalah ikan koan (

Ctenopharyngodon idella

Ikan betok dan mujair adalah jenis ikan yang dominan dari hasil tangkapan

nelayan. Ikan betok umumnya tertangkap pada daerah tumbuhan air sedangkan

ikan mujair pada perairan terbuka. Permintaan terhadap ikan betok dan mujair

bagi masyarakat Sumbawa Barat cukup tinggi, sehingga kedua jenis ikan ini

mempunyai nilai ekonomis tinggi. Upaya dalam memenuhi permintaan pasar

masih sepenuhnya tergantung pada hasil tangkapan di alam. Potensi produksi

ikan-ikan di Danau Taliwang termasuk ikan betok dan mujair cenderung

mengalami penurunan. Hal ini diindikasikan oleh semakin berkurangnya hasil

tangkapan nelayan di daerah tersebut, akibat tingkat eksploitasi yang berlebihan

dan perubahan hidrodinamika danau terkait dengan kondisi volume air danau

yang semakin berkurang. Terutama pada musim kemarau yang menyebabkan

berkurangnya ruang gerak atau habitat bagi ikan. Selain itu penggunaan alat

tangkap yang tidak selektif juga memberikan pengaruh terhadap penurunan dan

kelangsungan hdup ikan-ikan tersebut.

(22)

3

Dengan adanya berbagai tekanan terhadap populasi ikan betok dan mujair,

dikhawatirkan populasi kedua jenis ikan ini akan semakin terancam. Oleh sebab

itu, pengelolaan terhadap ikan betok dan mujair di Danau Taliwang pada masa

mendatang perlu dilakukan mengingat informasi biologis serta populasi kedua

jenis ikan ini di perairan Danau Taliwang masih sangat terbatas.

1.2

Perumusan Masalah

Ikan betok dan mujair merupakan ikan dominan yang ditangkap oleh

nelayan. Populasi kedua jenis ikan ini diperkirakan cenderung mengalami

penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini diduga karena adanya tekanan

penangkapan yang tinggi, perubahan kondisi lingkungan danau, serta interaksi

antara tekanan penangkapan dan perubahan lingkungan Danau Taliwang.

Usaha penangkapan yang dilakukan oleh nelayan sekitar Danau Taliwang

menggunakan alat tangkap yang tidak selektif, seperti jala lempar dan jaring

insang yang ukuran mata jaringnya semakin kecil (dari 2,5 dan 3 inci menjadi 1,5

inci), yang diduga menyebabkan ukuran ikan yang tertangkap cenderung

mengecil.

Selain alat tangkap yang tidak selektif, penurunan populasi ikan diduga juga

disebabkan oleh kondisi lingkungan danau. Semula Danau Taliwang merupakan

daerah genangan banjir yang secara musiman terendam luapan air banjir

(Praptokardiyo

et al.

1996). Namun sejak tahun 1999 daur hidrologi ini terganggu

sejak terbangunnya jaringan irigasi yang melintas batas Danau Taliwang dari

timur ke barat yang memisahkan danau tersebut dengan Sungai Taliwang,

sehingga perairan danau taliwang menjadi perairan tertutup.

Mengingat adanya penurunan populasi terhadap ikan betok dan mujair di

Danau Taliwang. Diperlukan usaha untuk melindungi dalam bentuk pengelolaan,

dengan melihat dan mengkaji aspek biologi ikan serta faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya penurunan populasi tersebut. Salah satu informasi yang

diperlukan adalah aspek pertumbuhan dan reproduksi dari ikan betok dan mujair.

(23)

4

1.3

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah :

1.

Menganalisis aspek pertumbuhan ikan betok dan mujair.

2.

Menganalisis aspek reproduksi ikan betok dan mujair.

3.

Mengajukan alternatif pengelolaan ikan betok dan mujair di Danau Taliwang.

1.4 Kerangka Pemikiran

Kemampuan bertahan dan lestari populasi ikan betok dan mujair di Danau

Taliwang dipengaruhi oleh struktur populasi, pola pertumbuhan dan kemampuan

reproduksi dari ikan-ikan tersebut. Struktur populasi ikan dapat dilihat dari

komposisi panjang, pertumbuhan dari koefisien pertumbuhan dan reproduksi dari

ukuran pertama kali matang gonad. Parameter-parameter yang mempengaruhi

kemampuan bertahan ikan betok dan mujair dipengaruhi oleh kondisi habitat

Danau Taliwang dan aktvitas masyarakat di sekitar danau. Diagram alir kerangka

pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

1.5

Hipotesis

(24)
(25)

6

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Danau dan Pengelolaanya

Danau didefiniskkan sebagai habitat air tergenang yang merupakan

cekungan yang terjadi karena peristiwa alam atau buatan manusia yang berfungsi

menampung air dan menyimpan air yang berasal dari air hujan, air tanah, mata air

ataupun air sungai (UU Nomor 7 Tahun 2004). Danau mempunyai sifat multi

fungsi baik fungsi ekologi, ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya dan secara

teknis berfungsi sebagai sumber air baku, tempat hidup berbagai biota air,

pengatur dan penyeimbang tata air, pengendali banjir dan lainnya.

Danau Taliwang merupakan perairan litoral yang banyak ditumbuhi oleh

berbagai jenis tumbuhan air. Tumbuhan air ini berperan penting dalam ekosistem

perairan antara lain sebagai makanan, pelindung, dan habitat bagi sejumlah

organisme perairan (ikan). Pada musim penghujan air akan meluap

menggenangi daerah paparan Danau Taliwang, sehingga mengakibatkan

beragamnya habitat yang tersedia. Besarnya keragaman habitat yang tersedia

(daerah rawa dan perairan terbuka) memungkinkan banyak spesies ikan

memanfaatkan daerah ini dalam berbagai cara dalam menunjang proses

kehidupan mereka seperti untuk pemijahan, pembesaran, dan tempat untuk mencari

makanan. Kondisi ini akan mengakibatkan kekayaan spesies ikan khususnya

kelimpahan ikan di daerah genangan. Habitat yang komplek tersebut akan

menyediakan lebih banyak makanan serta perlindungan bagi anak-anak ikan.

Berdasarkan pendekatan ekosistem, tumbuhan air perlu dipertahankan

dalam jumlah terbatas untuk kehidupan biota terutama beberapa satwa liar

(burung) yang memanfaatkan dan menggunakan ekosistem tumbuhan air sebagai

tempat hidupnya. Bebera jenis burung yang hidup di Danau Taliwang adalah

(Departemen PU dan SEAMEO BIOTROP, 1997) :

(26)

7

f)

Itik Gunung (

Anas superciliosa

)

g)

Belibis Batu (

Dendrocygna javanica

)

h)

Sepatu Jengger (

Irediparra galliracea

)

Pengelolaan kawasan danau diperlukan sebagai salah satu upaya untuk

mengendalikan pemanfaatan danau dan lahan sekitar sehingga keseimbangan

antara kepentingan eksploitasi dan kemampuan daya dukung perairan danau serta

fungsi ekosistem danau bagi keperluan kehidupan biota secara keseluruhan tetap

terjaga. Pemanfaatan ekosistem danau didasarkan kepada pertimbangan bahwa

perairan danau berfungsi selain untuk habitat biota air (ikan) juga berperan

sebagai daerah reservat dan konservasi bagi satwa lainnya yang hidup dan tinggal

di perairan danau untuk melakukan sebagian atau keseluruhan daur hidupnya.

2.2

Deskripsi Ikan

2.2.1

Ikan Betok

Betok (Gambar 2) adalah nama sejenis ikan yang umumnya hidup liar di

perairan tawar. Ikan ini juga dikenal dengan beberapa nama lain seperti

bethok

atau

belhik

(Jawa.),

puyu

(Malaysia.) atau

pepuyuk

(Bahasa Banjar). Dalam

Bahasa Inggris dikenal sebagai climbing gouramy

,

terlihat dari kemampuannya

memanjat ke daratan. Nama ilmiahnya adalah

Anabas testudineus

(Bloch 1792)

dari kelas Actinopterygii, ordo Perciformes, famili Anabantidae dan genus

Anabas

(Kottelat

et al.

1993).

Gambar 2. Ikan betok (sumber:

(27)

8

13-14, V 15, A VIII-XI 9-11, C17, LL 28-32 (Kottelat

et al.

1993). Ikan betok

umumnya ditemukan di rawa, sawah, sungai kecil dan parit, serta di kolam

yang mendapatkan air banjir atau berhubungan dengan saluran air terbuka.

Dalam keadaan normal, sebagaimana ikan umumnya, betok bernafas dalam

air dengan insang. Akan tetapi betok juga memiliki kemampuan untuk

mengambil oksigen langsung dari udara karena adanya organ labirin.

Kadang-kadang juga dapat berjalan di darat manakala kondisi perairan mengalami

kekeringan (Binoy & Thomas 2003). Binoy & Thomas (2003) juga

menambahkan bahwa ikan ini tersebar luas di India dan beberapa negara

dibagian selatan sampai timur Asia.

2.2.2

Ikan Mujair

Menurut Webb

et al.

(2007), nama umum ikan mujair adalah

Tilapia

mozambique

atau Mozambique

mouth brooder

, Kurper atau mud bream (south

Africa), ikan mujair (Indonesia). Nama ilmiahnya adalah

Orechromis

mossambicus

(Peters 1852) dari kelas Actinopterygii, ordo Perciformes, famili

Cichlidae dan genus

Oreochromis

(Gambar 3).

Gambar 3. Ikan mujair (foto oleh: Mawardi)

Ikan mujair mempunyai bentuk badan pipih dan bulat, kepala bagian atas

cembung, sirip dada hampir sama atau lebih panjang dari panjang kepala, sirip

perut sampai ke dubur. Warna kebanyakan abu-abu dan sebagian hitam. Panjang

total ikan mujair jantan berkisar antara 30-40 cm dan ikan betina berkisar antara

25-33 cm (Webb

et al.

2007). Bobot maksimum 1.130 g dan umur maksimum

(28)

9

C.18. Ikan mujair hidup berkelompok di daerah reservoir, sungai, rawa dan aliran

anak sungai yang masih dipengaruhi oleh pasang. Ikan ini juga mempunyai

kisaran terhadap salinitas yang lebar, baik pada perairan tawar maupun laut

(Philippart & Ruwet 1982

in

Henna

et al

. 2005

)

.

Ikan mujair berasal dari Afrika, yaitu sekitar dataran rendah Zambezi, Shire

dan dataran pantai delta Zambezi sampai pantai Angloa. Pada saat ini, ikan mujair

telah tersebar luas sekurang-kurangnya ke-90 negara di dunia (Webb

et al

. 2007).

Keberadaan ikan mujair yang berlimpah akan menjadi gangguan terhadap

ikan-ikan lain, bahkan dapat menghilangkan ikan-ikan-ikan-ikan asli yang hidup di perairan

tawar. Ikan-ikan asli di beberapa danau dan reservoir di India dan Srilangka

mengalami penurunan dengan di introduksinya ikan mujair (

O. mossambicus

) (de

Silva 1988, Bhagat & Dwivedi 1988). Dampak introduksi ikan mujair terhadap

komunitas akuatik meliputi adanya predasi, persaingan untuk ruang dan makanan,

vektor terhadap adanya penyakit yang patogen, merubah lingkungan abiotik

(kualitas air).

Fuselier (2001) telah melakukan penelitian terhadap dampak introduksi ikan

mujair pada danau-danau di Meksiko, hasilnya menunjukkan terjadinya

penurunan terhadap populasi ikan endemik

pupfishes

yang menyebabkan

terbatasnya akses sumber daya makanan dan kondisi sub-optimal untuk bertahan

hidup. Fuselier (2001) juga menambahkan pemangsaan langsung oleh ikan

mujair terhadap telur ikan dan ikan

pupfish

yang kecil pada danau alami

berkontribusi terhadap penurunan populasi.

2.3

Pertumbuhan Ikan

2.3.1

Hubungan Panjang Bobot

Studi tentang pertumbuhan pada dasarnya menyangkut penentuan ukuran

badan sebagai suatu fungsi dari umur. Von Bertalanffy telah mengembangkan suatu

model matematik bagi pertumbuhan individu (Spare & Venema 1999). Pola

pertumbuhan ikan dapat didekati dengan hubungan panjang dan bobot. Panjang dan

bobot merupakan dua komponen dasar biologi dalam spesies ikan. Hubungan panjang

bobot ikan merupakan parameter utama untuk menduga stok suatu ikan (Ekelemu

et

(29)

10

Rahardjo & Simanjuntak (2008); Manik (2009).

Pola pertumbuhan tubuh ikan betok khususnya ikan jantan, betina maupun

gabungan di perairan rawa sekitar Desa Teratak Buluh adalah allometrik positif

(Pulungan & Amin 1990). Mustakim (2008) menemukan bahwa pola

pertumbuhan ikan betok jantan di habitat rawa adalah isometrik sedangkan ikan

betina allometrik positif, di sungai dan danau pola pertumbuhan ikan jantan dan

betina adalah allometrik positif. Riedel (1976) melaporkan bahwa

Tilapia

mossambica

di danau Moyua memiliki pola pertumbuhan allometrik. Bataragoa

& Rondo (1990) melaporkan bahwa pertumbuhan ikan mujair di Danau Mooat

adalah allometrik negatif. Sedangkan pola pertumbuhan ikan mujair di Danau

Galela baik jantan maupun betina adalah allometrik negatif (Abdullah 2005).

2.3.2

Faktor kondisi

Faktor kondisi merupakan suatu angka yang menunjukkan kegemukan

ikan. Dari sudut pandang nutrisional, faktor kondisi merupakan akumulasi lemak

dan perkembangan gonad (Le Cren 1951

in

Rahardjo & Simanjuntak 2008).

Nikolsky (1969) menyatakan bahwa faktor kondisi secara tidak langsung

menunjukkan kondisi fisiologis ikan yang menerima pengaruh dari faktor intrinsik

(perkembangan gonad dan cadangan lemak) dan faktor ekstrinsik (ketersediaan

sumber daya makanan dan tekanan lingkungan. Selain menunjukkan kondisi ikan,

faktor kondisi juga memberikan informasi kapan ikan memijah (Weatherley &

Rogers, 1978; Hossain

et al

. (2006)

in

Rahardjo & Simanjuntak 2008).

(30)

11

2.3.3

Pertumbuhan

Estimasi parameter pertumbuhan merupakan langkah awal untuk

memperkirakan model dinamika dari suatu sumber daya yang bertujuan sebagai

acuan dalam pengelolaan sumber daya perikanan (Tzeng & Yeh 1998).

Mustakim (2008) melaporkan bahwa dugaan parameter pertumbuhan Von

Bartalanffy ikan betok diperoleh nilai (K dan L

) di rawa masing-masing 0,73/th

dan 214,2 mm dengan persamaan Lt = 214,2 (1-e

-0,73(t+0,13)

), sungai

masing-masing 0,66/th dan 204,23 mm dengan persamaan Lt = 204,23 (1-e

-0,66(t+0,14)

) dan

danau masing-masing 1,30/th dan 200,55 mm dengan persamaan Lt = 200,55 (1-e

-1,3(t+0,072)

). Yuliastuti (1988) menduga nilai koefisien pertumbuhan ikan mujair di

waduk Selorejo dengan menggunakan regresi Ford-Walford sebesar 0,286/th

dengan L

sebesar 34,66 cm dan umur ikan pada saat panjangnya sama dengan

nol (t

0

) = -0,56 th. Pendugaan parameter pertumbuhan ikan mujair di Sri Langka

diperoleh nilai K= 0,48/th dan L

= 39,3 cm (de Silva 1991). Amir (1995)

melaporkan bahwa dari pengukuran dugaan parameter pertumbuhan diperoleh

nilai K dengan metode Gulland dan Holt Plot sebesar 0,1/bln, L

= 26,3 cm dan

t

0

= -0,13 bulan, dengan persamaan Lt = 26,3 (1-e

-0,1(t+0,13)

Perbedaan nilai K dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti makanan, suhu

dan kondisi lingkungan (Weatherley 1972). Menurut Sulistiono

et al.

(2001)

makanan yang berlimpah berpengaruh terhadap pertumbuhan yang cepat.

).

2.4

Reproduksi Ikan

2.4.1

Waktu dan Tempat Pemijahan

Pulungan & Amin (1993) melaporkan bahwa pemijahan ikan betok di

perairan Teratak Buluh dapat berlangsung sepanjang tahun. Waktu pemijahan ikan

betok di Danau Melintang terjadi pada musim penghujan dan terjadi setiap bulan

(Mustakim 2008). Musim pemijahan pada kebanyakan spesies ikan di daerah

tropis adalah pada musim penghujan, karena pada saat itu air melimpah bahkan

cenderung banjir (Welcomme 1985). Lagler (1972) menambahkan bahwa

melimpahnya air pada suatu perairan akan mempengaruhi berubahnya ketinggian

permukaan air yang akan merangsang ikan untuk melakukan pemijahan.

(31)

12

reservoir adalah menguntungkan, karena juvenil ikan akan berekspansi ke zona

litoral selama musim hujan untuk memanfaatkan sumber makanan. Pemijahan

meningkat selama periode musim kemarau, ketika penurunan tinggi air relatif

kecil dari bulan ke bulan hingga mencapai tingkat kedalaman air minimum dari

reservoir. Pemijahan ikan mujair di waduk Selorejo diperkirakan tersebar pada

perairan waduk bagian selatan (dekat muara Sungai Konto). Hal itu sesuai dengan

profil dasar perairan yang diinginkan oleh ikan mujair untuk membuat sarang

yaitu lumpur berpasir (Wardoyo & Sukimin 1978

in

Amir 1995).

2.4.2

Fekunditas

Pulungan & Amin (1993) melaporkan bahwa fekunditas ikan betok di

perairan Teratak Buluh antara 712-8224 butir. Fekunditas ikan betok di Danau

Arang-Arang Jambi berkisar antara 12.300-12.725 butir (Samuel

et al.

2002). Di

Danau Melintang fekunditas ikan betok berkisar antara 6.188-48.414 butir

(Mustakim 2008).

Fekunditas ikan mujair di waduk Selorejo pada ukuran 8,9-24,3 cm

berkisar antara 87-1.347 butir, pada ukuran 8,9-12,9 cm fekunditas rata-ratanya

sekitar 357 butir. Fekunditas yang tinggi pada jenis ikan, diduga merupakan

mekanisme dan strategi untuk meningkatkan jumlah telur serta laju pertumbuhan

larva ikan (Bagenal 1973). Team TAB-BIOTROP (1985) telah mengukur

fekunditas ikan mujair di Waduk Bening yang menyatakan bahwa ikan mujair

untuk seluruh stadia pemijahannya diperkirakan fekunditasnya mencapai 8.000

butir. Rondo (1977)

in

Bataragoa & Rondo (1990) melaporkan bahwa fekunditas

ikan mujair di danau Tondano berukuran panjang 115-215 mm dan berat 30-226

g berkisar antara 324-1.618 butir. Di danau Mooat fekunditas ikan mujair

berkisar antara 76-686 butir (Bataragoa & Rondo 1990).

2.4.3

Ukuran Pertama Ikan Matang Gonad

(32)

13

ukuran 109-110 (Mustakim 2008).

Soenarjanto (1977) melaporkan bahwa ikan mujair di Waduk Selorejo

memijah pertama kali pada ukuran 13-15 cm. Ukuran pertama matang gonad

ikan mujair di Danau Mooat adalah 7,2 cm (Bataragoa & Rondo 1990).

2.5

Kebiasaan Makanan

Mustakim (2008) melaporkan bahwa ikan betok di Danau Melintang

termasuk ikan omnivora yang cenderung ke karnivora, makanan utamanya adalah

insekta sedangkan makanan lainnya adalah ikan, krustase, serasah (tumbuhan) dan

plankton. Abdullah (2005) menyatakan bahwa makanan utama ikan mujair adalah

Chlorophyceae

dan makanan tambahannya adalah

Bacillariophyceae

. Berbagai

hasil penelitian mengemukakan bahwa ikan mujair adalah pemakan plankton,

detritus dan juga makrofita (Pittman

et al.

(1998); Bhakta & Bandyopadhyay

2007). Hal ini hampir sama dengan makanan dari genus yang sama (

Oreochromis)

(Kariman, Shalloof & Khalifa 2009). Bowen (1976, 1982)

in

Webb

et al

. (2007)

berpendapat bahwa umumnya jenis Tilapia termasuk

O. mossambicus

mengganti

cara memakan (contohnya dari herbivor ke detrivor atau antara pemakan

fitoplankton dan zooplankton). Hal ini berkaitan dengan pola memakan yang

insidental.

2.6

Sifat Fisik, Kimiawi, dan Biologi Air

Walk

et al.

(2000) menyatakan bahwa suhu tinggi akan berpengaruh

langsung terhadap proses fisiologis pada beberapa jenis ikan dan menurunkan

kelimpahannya di perairan. Bagi ikan yang hidup di perairan tawar, perubahan suhu

perairan pada musim penghujan memberikan tanda secara alamiah untuk

melakukan pemijahan, beruaya dan mencari makan. Suhu juga memengaruhi

distribusi ikan dan kelimpahan makanan di suatu perairan.

Ikan mujair mempunyai toleransi yang besar terhadap kadar salinitas,

temperatur air yang tinggi, oksigen terlarut yang rendah, dan konsentrasi ammonia

yang tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya yang umum untuk

budidaya (Webb

et al.

2007). Huet (1971) menyatakan ikan mujair tahan

terhadap daerah yang bersuhu panas dan optimalnya pada suhu 20

0

C, untuk

(33)

14

Philippart & Ruwet (1982) menyatakan bahwa toleransi ikan mujair terhadap

salinitas berkisar antara 0-60 ‰, suhu terendah berkisar antara 8-15

O

C dan

maksimum pada suhu 39-40

0

C. Pada kondisi yang ekstrim (lethal) kisaran

toleransi terhadap suhu berkisar antara 41-42

0

C (Philippart & Ruwet 1982;

Stauffer 1986). Beberapa studi tentang kisaran toleransi ikan mujair dan famili

Ciclidae lainnya terhadap suhu telah dilaporkan (Allanson

et al.

1971; Chervinski

& Lahar 1976). Chen (1976) melaporkan bahwa suhu optimal perairan untuk

memijah bagi ikan mujair berkisar antara 20-35

0

C, dimana suhu 22-24

0

C dan

26

0

C merupakan suhu optimal yang terbaik untuk reproduksi. Mustakim (2008)

melaporkan kisaran suhu untuk perkembangan ikan betok berkisar antara 28,0

0

C-30,02

0

C. Balarin & Haller (1980) mengemukakan ikan mujair tahan terhadap kadar

O

2

kurang dari 5,0 ppm. Kisaran kadar O

2

ikan betok di Danau Melintang berkisar

(34)

15

III METODE PENELITIAN

3.1.

Waktu, Tempat dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2010 di perairan

Danau Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat

(Gambar 4).

St. 1

St. 2

St. 3

St. 4

St. 5

Gambar 4. Peta lokasi penelitian

Keterangan :

Daerah Perairan Terbuka
(35)

16

Bentuk morfologi perairan Danau Taliwang berupa segi empat dari suatu

dataran rendah yang melandai ke arah selatan, dengan luas total 1.085 ha terdiri

dari luas perairan 856 ha dan sawah 229 ha pada elevasi muka air 7,5 m. Pada

elevasi muka air 5,5 m luas total Danau Taliwang 827 ha yang terdiri dari luas

perairan 553 ha, luas tumbuhan air 250 ha dan luas persawahan 24 ha. Sedangkan

pada elevasi muka air 3,5 m luas total Danau Taliwang sebesar 490 ha yang terdiri

dari luas perairan 231 ha, luas tumbuhan air 251 ha dan luas persawahan 8 ha

(Praptokardiyo

et al.

1996). Sekitar wilayah Danau Taliwang terdapat perbukitan

dan pegunungan serta sebagian lereng berbukit. Di bagian utara dan selatan danau

berupa daratan yang didominasi oleh persawahan dan tegalan. Keadaan iklim

Danau Taliwang yang berada di Kecamatan Seteluk dan Kecamatan Taliwang

adalah relatif kering dengan rata-rata curah hujan masing-masing 1.216 dan 1.934

mm/tahun (BPS 2005), tergolong rendah dengan suhu udara rata-rata 26,61

0

Stasiun penelitian ditentukan berdasarkan pertimbangan karakteristik

habitat masing-masing stasiun dan efisiensi operasional pelaksanaan, yaitu

mendapatkan informasi dari nelayan setempat berkaitan dengan lokasi

penangkapan ikan dan tempat ikan betok dan mujair melakukan pemijahan.

Adapun karakterisitk stasiun penelitian sebagai berikut:

C.

1)

Stasiun 1, 3, dan 5 merupakan daerah perairan terbuka. Stasiun ini dipilih

karena kondisi permukaan air danau yang terbuka, terletak di

tengah-tengah danau, kedalaman relatif lebih dalam (± 4 m). Diduga merupakan

preferensi habitat bagi ikan mujair.

2)

Stasiun 2 dan 4 merupakan daerah tumbuhan air. Stasiun ini dipilih karena

kerapatan tumbuhan air yang tinggi (pada stasiun 2 didominasi oleh

Hydrilla verticillata

dan stasiun 4 didominasi oleh

Nelumbo

sp.). Kedua

stasiun ini terdapat di tepi danau, warna air jernih kehitaman, kedalaman

yang relatif dangkal (± 2 m) dan airnya stagnan. Kedua stasiun ini diduga

merupakan preferensi habitat ikan betok.

(36)

17

Penelitian di Lapangan

Kondisi kualitas air masing-masing stasiun sebagai data penunjang

penelitian diamati dan diukur. Pengamatan dan pengukuran parameter kualitas

air dilakukan untuk setiap daerah terpilih, bersamaan dengan waktu

pengambilan contoh ikan. Pengukuran parameter suhu, kekeruhan, pH, dan

oksigen terlarut dilakukan dengan menggunakan water quality checker merk

Horriba, Adapun pengukuran parameter kualitas air yang diamati beserta

metode dan alat yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 1.

Contoh ikan diambil setiap dua minggu sekali dengan menggunakan alat

tangkap yang dipergunakan oleh nelayan setempat (jaring insang dengan

ukuran 1,5 inci), dan alat tangkap non selektif (jaring insang experimental)

dengan ukuran mata jaring yang berbeda (1,5; 2,0; 2,5; 3,0; dan 3,5 inci)

dengan panjang masing-masing ukuran mata jaring 25 m dan tinggi 2 meter

yang dioperasikan di habitat tumbuhan air dengan cara ditempatkan pada sisi

luar tumbuhan air dan perairan terbuka dengan cara membentangkan di tengah

perairan terbuka selama 24 jam. Ikan-ikan yang terjaring dikoleksi keesokan

harinya.

Tabel 1. Metode dan alat

Parameter

Satuan

Metode dan Alat

Fisika

Suhu

Kedalaman

Kekeruhan

0

cm

C

NTU

Pembacaan skala (water quality checker)

Visual, tongkat berskala

Pembacaan skala (water quality checker)

Kimia

pH

Oksigen terlarut

-

mg/l

Pembacaan skala (water quality checker)

Pembacaan skala (water quality checker)

Biologi

Tumbuhan air

Plankton

%/m

sel/l

2

Transek kuadrat (1m x 1 m)

Plankton net (ukuran 25 μm)

Ikan hasil tangkapan dipisahkan berdasarkan habitat pengamatan dan

ukuran mata jaring. Sampel ikan diambil mulai dari ukuran yang terkecil

sampai yang terbesar. Sebagian sampel ikan dibedah di lapangan dan diambil

gonadnya. Gonad ikan jantan dan betina kemudian difiksasi dengan larutan

(37)

18

histologis di laboratoriun. Gonad ikan diawetkan dengan formalin dengan

konsentrasi 4%, kemudian dimasukkan ke botol sampel. Sampel ikan yang

tidak dibedah di lapangan, segera diawetkan dalam larutan formalin dengan

konsentrasi 10% dan dimasukkan ke dalam botol sampel dan diberi label,

untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium.

Pengukuran tumbuhan air dilakukan dengan menggunakan transek kuadrat

dengan ukuran 1 x 1 m dengan 3 kali ulangan yang ditempatkan pada daerah

tumbuhan air. Pengambilan contoh plankton dilakukan dengan menyaring air

sebanyak 100 L. Pengambilan dilakukan dengan menggunakan ember yang

berukuran 10 L yang dituangkan ke dalam plankton net dengan ukuran mata

jaring 50 - 63 µm yang pada ujungnya dikaitkan dengan tabung film sebagai

wadah penampung plankton, kemudian diberi lugol dan kertas label. Setiap jenis

plankton yang diperoleh jumlahnya dicatat kemudian dihitung kelimpahannya.

Pengamatan di Laboratorium

Analisis sampel ikan dilakukan di Laboratorium Biomikro. Analisis

kualitas air dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan Departemen

Manajemen Sumber Daya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor.

Pengamatan di laboratorium meliputi pengukuran panjang total dan

penimbangan bobot ikan untuk melihat pola pertumbuhan ikan. Pengukuran panjang

menggunakan papan ukur dengan ketelitian 0,1 cm dan penimbangan bobot

menggunakan timbangan dengan ketelitian 0,01 g. Pengamatan beberapa aspek

reproduksi seperti penentuan jenis kelamin, tingkat kematangan gonad (secara

makrokospis dan mikrokospis), indeks kematangan gonad, ukuran pertama kali

matang gonad, fekunditas, dan kebiasaan makanan.

3.2.

Analisis Data

3.2.1.

Pertumbuhan

3.2.1.1.

Hubungan Panjang Total dan Bobot Ikan

Analisis hubungan antara panjang dengan berat menggunakan rumus yang

dikemukakan oleh Ricker (1970) :

(38)

19

keterangan:

W

= berat ikan (gram)

L

= panjang total ikan (mm)

a dan b konstanta

Nilai b = 3 menunjukkan pola pertumbuhan isometrik. Nilai b

3

menunjukkan pola pertumbuhan allometrik (jika b>3 = allometrik positif

(pertumbuhan berat lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan panjang) dan

jika b<3 = allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan

dengan pertumbuhan berat).

Nilai b yang diperoleh diuji dengan uji t pada selang kepercayaan 95 % (α

= 0.05) (Steel dan Torrie 1993). Pada uji ini berlaku hipotesis h

0

: b = 3 dan h

1

:

b

3. kaidah keputusan diperoleh dengan membandingkan hasil t

hitung

dengan

t

tabel

pada selang kepercayaan 95 %, jika t

hitung

> t

tabel

keputusannya adalah tolak

h

0

dan jika t

hitung

< t

tabel

keputusannya adalah terima h

0

(Walpole 1995).

3.2.1.2.

Faktor Kondisi

Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan

Ponderal

Index,

faktor kondisi (K) menggunakan rumus (Effendie 1979):

3.2.1.3.

Dugaan Pertumbuhan

Pendugaan pertumbuhan panjang ikan dihitung dengan model

von

Bertalanffy

sebagai berikut (Sparre & Venema 1999).

L t = L

( 1 - e

-K ( t - t o )

Keterangan: Lt = Panjang ikan pada umur ke-t (mm)

)

L

K = Koefisien pertumbuhan (t

= Panjang maksimal (mm)

-1

t

)

o

Nilai K dan L

= Umur hipotesis ikan pada panjang nol (tahun)

L

ditentukan dengan menggunakan metode Ford Walford

in

Sparre & Venema (1999):

t+1

=L

(1-e

- K

) + e

– K

L

t

Maka diperoleh koefisien pertumbuhan (K) dan panjang infiniti (L

)

sebagai

(39)

20

K = - (1/

∆t) x ln b

L

Untuk menduga umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan nol (t

= a / 1-b

o

Log(-t

),

digunakan persamaan empiris Pauly (1983), yaitu :

o

)= -0.3922 - 0.2752log L

Hasil penghitungan menggunakan metode ELEFAN I yang terdapat dalam

program FISAT II.

- 1.038 log K

3.2.2.

Aspek Reproduksi

3.2.2.1 Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin dihitung dengan membandingkan jumlah ikan jantan

dengan jumlah ikan betina.

Keterangan:

J = Jumlah ikan jantan (ekor)

B = Jumlah ikan betina (ekor)

Selanjutnya menguji keseimbangan nisbah kelamin dengan menggunakan

rumus (Walpole 1995) sebagai berikut :

Keterangan :

X

2

O

= Chi-square

i

e

= Frekuensi ikan jantan atau betina yang diamati.

i

= Frekuensi harapan (Frekuensi jantan + frekuensi betina) dibagi 2.

3.2.2.2.

Tingkat Kematangan Gonad

(40)

21

Tabel 2. Perbandingan tingkat kematangan gonad ikan

TKG Betina Jantan

I Ikan muda, gonad seperti sepasang benang

yang memanjang pada sisi lateral rongga peritoneum bagian depan, berwarna bening dan permukaan licin

Gonad berupa sepasang benang tetapi jauh lebih pendek dibandingkan ovarium ikan betina pada stadium yang sama dan berwarna jernih

II Masa perkembangan gonad berukuran

lebih besar, berwarna putih kekuningan, telur-telur belum bisa dilihat satu-persatu dengan mata telanjang

Gonad berwarna putih susu dan terluhat lebih besar dibandingkan pada gonad tingkat I

III Gonad mengisi hampir setengah rongga

peritoneum, telur-telur sudah mulai terlihat dengan mata telanjang berupa butiran halus, gonad berwarna kuning kehijauan

Gonad mengisi hampir setengah dari rongga peritoneum, berwarna putih susu dan mengisi sebagian besar peritoneum

IV Matang gonad mengisi sebagian besar

ruang peritoneum, warna lebih hijau kecoklatan dan lebih gelap, telur-telur terlihat jelas dengan butiran-butiran yang jauh lebih besar dibandingkan dengan tingkat III

Gonad makin besar dan pejal berwarna putih susu dan mengisi sebagian besar peritoneum

V Mijah,gonad gonad masih terlihat seperti

tingkat IV, sebagian gonad kempes karena sebagian telur telah mengalami oviposisi (mijah)

Gonad bagian anal telah kosong dan lebih lembut

Penentuan tingkat kematangan gonad (TKG) ikan jantan dan betina

ditentukan secara morfologis dan histologis (mencakup warna, bentuk, dan

ukuran gonad).

Analisis secara histologis gonad ikan sampel dilakukan untuk mengetahui

tingkat kematangan gonad secara histologis dan pola pemijahannya (Lampiran

1). Untuk keperluan pengamatan histologi tersebut, dilakukan pengambilan

gonad ikan jantan dan betina yang masih segar. Gonad ikan difiksasi dengan

larutan

Bouin,

kemudian dianalisis di laboratorium dengan proses jaringan

(agar bisa dipotong 5-7 mikron), pemotongan jaringan, dan pewarnaan

menggunakan

haemotoxylin

dan

eosin

(Gunarso 1989).

3.2.2.3.

Indeks Kematangan Gonad

Pengukuran indeks kematangan gonad dihitung dengan membandingkan

(41)

22

Keterangan : IKG

= Indeks kematangan gonad (%)

Bg

= Berat gonad (g)

Bt

= Bobot ikan (g)

3.2.2.4.

Ukuran Pertama Kali Matang Gonad

Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad dengan menggunakan

metode

Least Square Regression

(metode Marquardt) (Yoneda

et al.

2002).

Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

N = 100/(1+ e

(a+bxPT)

Keterangan: N = Peluang ikan matang gonad (%);

)

e = Eksponensial bilangan natural;

a = Intersep (garis potong);

b = Slope (kemiringan);

PT = Panjang total (mm)

3.2.2.5.

Fekunditas

Fekunditas diasumsikan sebagai jumlah telur yang terdapat dalam ovari

ikan yang telah mencapai TKG IV. Fekunditas dapat dihitung dengan metode

gravimetrik dengan rumus (Effendie 1997):

Keterangan

: F

= Fekunditas (butir)

G

= Berat gonad (g)

Q

= Berat gonad contoh (g)

N

= Jumlah telur tiap gonad contoh

Hubungan fekunditas dengan ukuran ikan (panjang dan bobot) ditentukan

menggunakan analisis regresi linier (Walpole 1995).

3.2.3.

Makanan

3.2.3.1. Komposisi Isi Lambung

(42)

23

Keterangan: Vi

= persentase volume satu macam makanan (%)

Oi

= persentase frekuensi kejadian satu macam makanan (%)

IP

= Indeks bagian terbesar

3.2.4.

Kerapatan Tumbuhan Air

Kerapatan jenis tumbuhan air dihitung berdasarkan pada luas

penutupannya yaitu :

Keterangan:

C = Persentase penutupan suatu jenis (%/m

2

a = Penutupan jenis ke-i (%)

)

A = Luas transek (m

2

)

3.2.5.

Kelimpahan Plankton

Kelimpahan plankton dihitung dengan menggunakan rumus (APHA 1989):

Keterangan:

K

= Kelimpahan Plankton (individu/ml)

C

= Jumlah individu plankton yang tercacah

At

= Luas sedgwick raffter cell counting (mm

2

S

= Jumlah strip yang diamati

)

V

= Volume air contoh pada

sedgwick raffter cell counting

(ml)

As

= Luas strip

(43)

24

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Berdasarkan hasil pengamatan pada lokasi penelitian, tipe habitat Danau

Taliwang dikelompokkan menjadi perairan terbuka dan perairan yang tertutup

oleh tumbuhan air. Daerah perairan terbuka terletak di tengah danau sedangkan

daerah yang tertutup oleh tumbuhan air terletak di sepanjang tepi danau.

Pengamatan di lokasi penelitian dilakukan pada bulan April-Mei (musim

hujan) dan Juni-Juli (musim kemarau). Tingginya curah hujan selain memberi

dampak positif terhadap perairan danau, yaitu mengalirkan zat-zat hara dari

daratan ke perairan, sering juga menimbulkan dampak negatif yaitu sedimentasi

(meningkatkan kekeruhan). Hasil analisis parameter kualitas air (fisika-kimia)

Danau Taliwang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kualitas air Danau Taliwang di daerah tengah perairan

Parameter

Bulan

Kisaran

Rata-Rata

April Mei

Juni

Juli

Suhu (

o

C)

26,80

27,24 27,60 29,75 26,80-29,75 27,85±1,28

Kedalaman (cm)

250

250

250

300

250-300

262,50±25

Kecerahan (cm)

85

95

90

105

85-105

93,75±8,37

Kekeruhan (NTU)

85,15 84,66 78,40 80,25 78,40-85,15 82,12±3,25

pH

8,22

8,84

8,10

8,66

8,10-8,66

8,64±0,34

Oksigen (mg/l)

5,15

5,30

5,57

5,10

5,10-5,57

5,28±0,21

Tabel 4. Kualitas air Danau Taliwang di daerah tepi perairan

Parameter

Bulan

Kisaran

Rata-Rata

April Mei

Juni

Juli

Suhu (

o

C)

26,80

27,24 27,60 29,75 26,80-29,75

27,85±1,28

Kedalaman (cm)

150

150

150

170

150-170

155,00±9,80

Kecerahan (cm)

50

55

70

60

50-70

58,75±8,37

Kekeruhan (NTU) 60,20 54,35 48,70 49,50 48,70-60,20

53,19±5,19

pH

7,64

7,90

8,05

6,17

6,17-8,05

7,44±0,85

Oksigen (mg/l)

4,40

4,55

4,30

5,00

4,30-5,00

4,56±0,30

Suhu air dapat mempengaruhi aktifitas fotosintesis serta kelarutan gas-gas

yang ada di dalamnya. Pengaruh suhu secara langsung terhadap kehidupan biota

perairan adalah pada laju fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologis

hewan khususnya metabolisme dan siklus reproduksinya. Suhu perairan pada

(44)

rata-25

rata 27,85±1,28

0

C. Nilai kisaran suhu tersebut mendukung untuk pertumbuhan

biota air baik makro maupun mikro seperti dinyatakan oleh Riley (1967)

in

Seameo Biotrop (1997) bahwa pada umumnya biota perairan dapat tumbuh dan

berkembang pada suhu 25

0

Intensitas cahaya matahari dapat merupakan faktor pembatas bagi

pertumbuhan organisme perairan secara keseluruhan. Gambaran penetrasi cahaya

matahari yang masuk ke perairan ditunjukkan oleh nilai kecerahan. Nilai

kecerahan selama pengamatan berkisar 85-105 cm pada daerah terbuka dan 50-70

cm pada daerah yang tertutup tumbuhan air.

C atau lebih.

Kedalaman perairan berkisar antara 250-300 cm pada daerah terbuka dan

150-170 cm pada daerah yang tertutup tumbuhan air. Pada daerah tepi danau

kedalaman air lebih rendah dibandingkan dengan daerah terbuka pada tengah

danau, hal ini disebabkan tingginya proses sedimentasi di daerah tepi danau.

Rata-rata nilai kekeruhan pada daerah terbuka berkisar 82,12±3,25 NTU dan

pada daerah tumbuhan air sebesar 53,19±5,19. Tingginya nilai kekeruhan pada

daerah terbuka diduga disebabkan adanya partikel tersuspensi yang terbawa oleh

aliran air yang masuk ke danau.

Derajat keasaman (pH) di perairan tergenang mempunyai peranan penting

karena dapat mempengaruhi pertumbuhan organisme perairan. Derajat keasaman

(pH) di perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain proses fotosintesis,

biologis dan terdapatnya berbagai kation dan anion di perairan tersebut. Keasaman

air berperan penting baik dalam proses kimiawi maupun biologis yang

kesemuanya dapat menentukan kualitas perairan alami. Kandungan pH di Danau

Taliwang dapat dipengaruhi oleh buangan limbah rumah tangga dan limbah

pertanian. Kisaran pH di perairan Danau Taliwang antara 8,10-8,66 di perairan

terbuka dan 6,17-8,05 pada daerah tumbuhan air, nilai pH tersebut masih cukup

baik untuk kehidupan biota perairan. Nilai kisaran pH menurut Odum (1972) yang

masih layak untuk kehidupan organisme perairan antara 6-9.

Menurut Novotny & Olem (1994) bahwa oksigen terlarut (O

2

) dalam

perairan berasal dari difusi udara serta hasil fotosintesis oleh tumbuhan air dan

fitoplankton. Kandungan oksigen terlarut di perairan disarankan tidak kurang dari

(45)

26

mendukung kehidupan biota perairan khususnya ikan. Rata-rata kandungan

oksigen terlarut di Danau Taliwang sebesar 5,28±0,21 mg/l di daerah perairan

terbuka dan 4,56±0,30 di daerah tumbuhan air (

Nelumbo sp

). Rendahnya

kandungan oksigen terlarut pada daerah tumbuhan air diduga bahwa pada daerah

tumbuhan air terjadi proses dekomposisi bahan organik, dan jenis-jenis biota

perairan (ikan) yang mendiami perairan tersebut adalah jenis-jenis ikan yang

mempunyai alat pernafasan tambahan yaitu

labyrinth

.

4.2. Ikan Betok

4.2.1. Komposisi dan Distribusi Ikan

Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan bahwa ikan betok umumnya

ditemukan pada daerah tumbuhan air. Ditemukan juga ikan gabus (

Chana striata

)

dan ikan sepat (

Trichogaster

sp). Jumlah sampel ikan betok yang tertangkap

selama penelitian sebanyak 205 ekor, terdiri dari 117 ekor ikan betina dan 88 ekor

ikan jantan (Gambar 5).

Gambar 5. Komposisi tangkapan ikan betok berdasarkan stasiun pengamatan

Sampel ikan betok tersebut tertangkap di stasiun 2 dan 4 yang merupakan

daerah yang tertutup oleh tumbuhan air. Distribusi tangkapan ikan betok setiap

bulan cukup bervariatif, secara keseluruhan ikan betok jantan banyak ditemukan

pada ukuran 89-98 mm sedangkan ikan betina banyak ditemukan pada selang

ukuran 119-128 mm. Bulan April dan Mei ikan jantan yang tertangkap

masing 21 ekor dan pada bulan Juni dan Juli ikan betina yang tertangkap

masing-masing 23 ekor. Ikan betok betina pada bulan April tertangkap sebesar 37 ekor

yang merupakan tangkapan tertinggi, pada Mei jumlah yang tertangkap 30 ekor

2 4

(46)

27

dan pada bulan Juni dan Juli masing-masing sebesar 28 dan 22 ekor. Bulan April

dan Mei Danau Taliwang masih mendapat pengaruh musim hujan diduga

ikan-ikan jantan cenderung berlindung sedangkan ikan-ikan betina keluar untuk mencari

makanan. Sedangkan pada bulan Juni dan Juli telah masuk musim kemarau,

diduga ikan betina cenderung untuk berlindung dibandingkan dengan ikan jantan.

Gambar 6. Distribusi tangkapan ikan betok

Bulan April ikan betok jantan pada selang kelas 139-148 mm merupakan

ukuran yang paling banyak ditemukan yaitu 4 ekor sedangkan ikan betina pada

selang kelas 159-168 mm sebanyak 7 ekor. Bulan Mei ukuran ikan jantan yang

paling banyak ditemukan yaitu pada selang kelas 89-98 mm, 99-108 mm, 119-128

mm dan 129-138 masing-masing sebanyak 4 ekor sedangkan betina pada ukuran

109-118 dan 128-138 mm sebanyak 6 ekor. Ikan jantan bulan Juni pada selang

kelas 79-88 mm merupakan ukuran yang paling banyak ditemukan 8 yaitu ekor

sedangkan betina pada ukuran 119-128cm sebanyak 6 ekor. Bulan Juli ukuran

ikan jantan yang paling banyak ditemukan yaitu pada selang kelas 89-98 cm

sebanyak 8 ekor sedangkan betina pada ukuran 109-118 dan 119-128 mm

(47)
[image:47.595.39.482.42.843.2]

28

Gambar 7. Distribusi tangkapan ikan betok berdasarkan waktu pengamatan

4.2.2. Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin ikan betok jantan dan betina adalah 1:1,32 atau 42,93 %

ikan jantan dan 57,07 % ikan betina. Berdasarkan uji “chi-square” pada taraf

nyata 0.05 diperoleh bahwa nisbah kelamin jantan dan betina adalah tidak

seimbang.

Gambar 8. Nisbah kelamin ikan betok berdasarkan waktu pengamatan

Nilai nisbah kelamin tertinggi ditemui bulan Juli. Pada bulan ini jumlah ikan

jantan lebih banyak daripada ikan betina. Pada bulan April terendah dengan

jumlah ikan jantan yang diamati sebesar 21 ekor, sedangkan ikan betina 37 ekor.

Perbedaan jumlah ikan jantan dan betina yang cukup besar disebabkan antara lain

oleh aktifitas ikan di dalam perairan, kemampuannya beradaptasi dan faktor

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20

April Mei Juni Juli

N

is

ba

h

K

ela

m

in

(J

/B

)

(48)

29

genetiknya. Menurut Bal dan Rao (1984), Perbedaan jumlah jantan dan betina

dapat disebabkan oleh adanya perbedaan tingkah laku bergerombol diantara ikan

jantan dan betina.

Ernawati

et al.

(2009) melaporkan nisbah kelamin ikan betok di Danau

Melintang tidak seimbang (tidak mengikuti pola 1:1). Perbandingan nisbah

kelamin ikan betok jantan dan betina berdasarkan selang kelas panjang bervariasi

(Gambar 9). Ikan jantan dan betina banyak terdapat pada selang kelas 89-98 mm.

Nikolsky (1963) menyatakan bahwa perbandingan kelamin dapat berubah

menjelang dan selama pemijahan berlangsung. Pada waktu melakukan

pemijahan, populasi ikan didominasi oleh ikan jantan dan betina seimbang dan

diikuti oleh dominasi ikan betina.

Gambar 9. Nisbah kelamin ikan betok berdasarkan selang kelas panjang

4.2.3. Pertumbuhan

4.2.3.1. Hubungan Panjang dan Bobot

Analisis hubungan panjang dan bobot ikan betok menghasilkan model

pertumbuhan dan hubungan panjang-bobot (Gambar 10) dengan nilai koefisien

korelasi (r) yang mendekati 1, yaitu r = 0.902 pada ikan jantan dan r = 0.828 pada

ikan betina menunjukkan keeratan hubungan antara panjang total dengan berat

tubuh. Menurut Walpole (1998) nilai koefisien korelasi (r) mendekati 1 atau -1

(49)

30

Gambar

Gambar 7. Distribusi tangkapan ikan betok berdasarkan waktu pengamatan
Gambar 12. Faktor kondisi ikan betok berdasarkan TKG pada stasiun penelitian
Gambar 13. Pertumbuhan dan distribusi frekwensi panjang ikan betok
Gambar 14.  Kurva pertumbuhan panjang total ikan betok jantan dan betina
+7

Referensi

Dokumen terkait

Temuan teknologi yang dikembangkan pada penelitian ini adalah model pemadam kebakaran mandiri, tidak bergantung dengan energi listrik dari jaringan, bekerja

Tanggung jawab sosial perusahaan dalam penelitian ini adalah komitmen dari pelaku usaha untuk memberikan perhatian terhadap pemberdayaan komunitas adat terpencil dan

- Warna Warna kuning kuning adalah pengetahuan kritis yang berpotensi untuk hilang adalah pengetahuan kritis yang berpotensi untuk hilang - Akan dilakukan pelatihan internal

Pengaruh variabel produk (X1), harga (X2), distribusi (X3), dan promosi (X4) terhadap proses keputusan pembelian pasta gigi Sensodyne (Y) lewat uji F dengan R square

identifikasi masalah. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kimia kelas X SMA N 1 Karanganyar pada tanggal 2 desember 2014, diketahui bahwa salah satu materi

Merajuk pada hasil analisis penelitian, bahwa penggunaan metode eksperimen dengan panduan kerja terstruktur dapat memotivasi siswa untuk belajar, memusatkan

Berdasarkan hasil pengolahan data yang dibicarakan di bab V di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca puisi siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri