• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Memperkuat Kearifan Budaya Lokal Pada Remaja Melalui Perfilman Indonesia: Studi Kasus Film Laskar Pelangi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya Memperkuat Kearifan Budaya Lokal Pada Remaja Melalui Perfilman Indonesia: Studi Kasus Film Laskar Pelangi"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

UPAYA MEMPERKUAT KEARIFAN BUDAYA LOKAL PADA REMAJA MELALUI PERFILMAN INDONESIA: STUDI KASUS FILM LASKAR

PELANGI

BIDANG KEGIATAN : PKM Gagasan Tertulis

Diusulkan oleh :

Rd Rina Nurapriani (F24061109) /2006 Tito Tegar (F24062873) / 2006 Rahajeng Aditya (F24070120) / 2007

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan : Upaya Memperkuat Kearifan Budaya Lokal Pada Remaja Melalui Perfilman Indonesia: Studi Kasus Film Laskar Pelangi

2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI (X) PKM-GT 3. Ketua Pelaksana Kegiatan

a. Nama Lengkap : Tito Tegar

b. NIM : F24062873

c. Jurusan : Ilmu dan Teknologi Pangan

d. Universitas/Institut/Politeknik : Institut Pertanian Bogor

e. Alamat Rumah dan No.Tel./HP :Asrama PPSDMS Cihideung ilir Darmaga- Bogor/ 081335279752 f. Alamat Email : rivendell_1109@yahoo.co.id

4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 2 orang

5. Dosen Pendamping

a. Nama Lengkap dan Gelar : Dian Herawati, STP

b. NIP : 132. 324. 489

c. Alamat Rumah dan No.Tel./HP : Perumahan IPB Alam Sinarsari, JL Kemangi Blok D19 Cibereum/ 081513046290

Bogor, 6 April 2009 Menyetujui,

Ketua Departemen Ketua Pelaksana Kegiatan

Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tito Tegar

NIP. 131878503 NIM. F24062873

Wakil Rektor Dosen Pendamping

Bidang Akademik dan Kemahasiswaan

Prof.Dr.Ir.H. Yonny Koesmaryono, MS. Dian Herawati, STP

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga penulisan karya tulis ini dapat terselesaikan dengan baik. Karya tulis ini merupakan salah satu tulisan yang mengkaji “Upaya Memperkuat Kearifan Budaya Lokal Pada Remaja Melalui Perfilman Indonesia: Studi Kasus Film Laskar Pelangi”.

Dewasa ini, masyarakat khususnya remaja cenderung mengikuti tren kebudayaan yang dibawa oleh arus globalisasi. Nilai-nilai kebudayaan tersebut kurang sesuai dengan jati diri asli bangsa Indonesia, karena tidak berbasis pada kebudayaan lokal. Globalisasi juga telah mengikis sedikit demi sedikit nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam kebudayaan asli Indonesia. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk melestarikan kebudayaan tersebut agar kelak remaja Indonesia tidak kehilangan identitasnya sebagai bangsa yang kaya akan nilai-nilai luhur kebudayaan lokal.

Penulis mengharapkan Karya Tulis ini dapat memberikan masukan dan saran kepada pihak yang memerlukannya. Penulis menyadari, tulisan ini sangat jauh dari kesempurnaan. saran dan kritik yang konstruktif sangat diperlukan untuk kesempurnaan Karya Tulis ini. Semoga tulisan ini menjadi inspirasi untuk menunjang kehidupan yang lebih baik.

Bogor, 6 April 2009

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul……… i

Halaman Pengesahan……… ii

Kata Pengantar……… iii

Daftar Isi………... iv

Ringkasan……… v

PENDAHULUAN TELAAH PUSTAKA Film Sebagai Media Transfer Kebudayaan………...4

Dampak Film terhadap Remaja Indonesia saat ini…..…………....4

Kearifan Lokal Sebagai Perwujudan Budaya………. 5

Film Lokal: Laskar Pelangi………...7

METODE PENULISAN………......8

PEMBAHASAN Film Dan Kebudayaan...9

Warisan Budaya Lokal Untuk Memperkuat Kearifan Lokal……..10

Kearifan Lokal Sebagai Upaya Penguatan Remaja………...11

Laskar Pelangi dan Kearifan Lokal di Dalamnya………12

KESIMPULAN DAN SARAN………..……….15 DAFTAR PUSTAKA

(5)

RINGKASAN

Generasi muda adalah salah satu aset Indonesia pada masa mendatang. Bangsa ini harus mampu menempatkan remaja-remajanya saat ini menjadi pemimpin-pemimpin bangsa di masa mendatang. Tentu saja harus ada upaya-upaya untuk menanamkan sebuah ciri khas budaya bangsa ini untuk membedakannya dengan orang dari negeri lain. Selain itu adanya budaya lokal yang melekat pada diri pemuda-pemuda Indonesia akan mampu memperkuat jati diri dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.

Bangsa Indonesia yang kaya budaya tidak memiliki kepercayaan diri terhadap kebudayaan lokalnya, bahkan memilih melebur dengan budaya global. Hal ini menyebabkan Indonesia makin kehilangan jati dirinya sehingga hanya menjadi kumpulan orang-orang yang tak lagi memiliki akar kebudayaan lokal. Padahal Indonesia memiliki kearifan lokal dan nilai-nilai khas yang dapat dijadikan dasar pijakan untuk hidup bernegara. Indonesia dengan kebhinekaan dan kebesaran nusantaranya kini kesulitan menghadapi gejolak-gejolak yang terjadi di masyarakat. Indonesia ibarat tidak memiliki landasan nilai-nilai kearifan lokal untuk menyelesaikan berbagai problema.

Dalam konteks kekinian, para pemuda, kurang dapat merasasakan hadirnya nilai-nilai kearifan lokal sebagai tuntunan hidup Nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam kebudayaan Indonesia tentunya dapat mempengaruhi psikologi dan mengubah pola pikir generasi muda. Akan tetapi publikasi dan promosi yang kurang berbagai bentuk budaya lokal yang membawa nilai-nilai kearifan lokal Indonesia menjadi sebuah batasan yang akhirnya membuat Indonesia terpuruk.

Membangkitkan nilai-nilai daerah untuk kepentingan pembangunan menjadi sangat bermakna bagi perjuangan daerah untuk mencapai prestasi

terbaik. Selama ini, kearifan lokal tiarap bersama kepentingan pembangunan yang bersifat sentralistik dan top down. Oleh karena itu, sudah saatnya untuk menggali lebih banyak kearifan-kearifan lokal sebagai alat atau cara mendorong pembangunan daerah sesuai daya dukung daerah dalam menyelesaikan masalah-masalah daerahnya secara bermartabat.Permasalah-masalahan-permasalah-masalahan tersebut tentunya ibarat benang yang kusut yang harus diurai permasalahannya dan dicarikan solusi konkret dalam upaya penguatan kepemudaan Indonesia. Salah satu media yang dapat digunakan untuk mempromosikan dan menguatkan kembali nilai-nilai lokal tersebut adalah melalui kombinasi dengan kebudayaan modern yang dekat dengan masyarakat dan pemuda khususnya, yaitu film.

Film saat ini berkembang sebagai sebuah budaya baru yang meluas di kalangan masyarakat. Remaja (Pemuda) yang notabenenya masih dalam tahap-tahap pencarian jati diri tentu akan mencoba budaya-budaya baru tersebut. Mereka akan melihat, mengamati, dan memahami apa kandungan budaya dan nilai yang dibawa dalam film tersebut. Terkadang hal tersbut dapat bersifat konstruktif dalam mengembangkan pola pikir para remaja di Indonesia, akan tetapi tidak jarang masuknya nilai-nilai yang tidak sesuai dengan khasanah budaya Indonesia tersebut akan merusak tatanan nilai yang sudah terbentuk sebelumnya.

(6)

isue – isue sosial yang dialami suatu negara dimana penonton bisa berasosiasi dengan karakter yang ada dalam film. Sinema dapat menjadi alat yang sangat efektif karena dapat menembus kalangan luas dan sifatnya populis. Artinya film akan sangat mudah menyebar dalam masyarakat dalam berbagai tingkatan hidup. Film juga dengan mudah mendapatkan atensi dari media, serta dalam pemutarannya penonton tidak akan merasa digurui. Melihat beberapa pertimbangan tersebut peran film dinilai dapat meningkatkan dan mengembangkan kearifan lokal daerah yang diselipkan melalui film-film berbudaya lokal.

Studi kasus film Indonesia sebagai media pengembangan nilai-nilai kearifan lokal dapat dilihat dalam kisah Laskar Pelangi. Laskar Pelangi sebagai sebuah perwujudan karya anak bangsa mampu menuai sukses bukan hanya dari segi komersial, tetapi dalam hal manfaatnya sebagai pengembangan budaya lokal. Dalam konteks ke-Indonesiaan Laskar Pelangi merupakan kisah tentang persoalan nasionalis-religius Indonesia, yang sesuai dengan Pancasila. Nilai-nilai keberagaman diangkat begitu dramatis eksotis dalam film tersebut. Kisahnya juga mengandung nilai-nilai pendidikan, moral, dan spiritual yang universal. Indahnya kehidupan yang penuh kebersamaan, kejujuran, kesederhanaan, sikap pantang menyerah, keuletan, dan kesabaran merupakan nilai-nilai ideal manusia Indonesia.Sangat sesuai untuk ditampilkan saat kondisi Indonesia dan pemudanya seperti ini. Selain itu, tokoh dan karakter orang-orang di dalam film ini sangat beragam namun bisa bersahabat erat. Ada tokoh Ikal yang sangat imajinatif dan punya cita-cita ingin pergi ke Paris. Ada Lintang, seorang jenius yang anak nelayan miskin. Ada juga Mahar yang punya talenta seni yang luar biasa. Ada A Kiong yang keturunan Tionghoa. Ada juga Flo, gadis tomboi yang berasal dari keluarga kaya. Karakter-karakter tersebut mengajarkan bahwa perbedaan bukan menjadi suatu masalah terhadap kelompok. Justru saling menguatkan karena saling mengisi kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Pengembangan film sekarang harus memperhatikan manfaat dan tujuan dibuatnya sebuah film tersebut. Bukan berarti film hanya berorientasi profit tetapi harus ada juga bentuk keuntungan sosial (social advantage) yang diperoleh masyarakat atas terbitnya film tersebut. Laskar Pelangi sebagai sebuah film, mampu menyisipkan nilai-nilai kearifan lokal Melayu-Belitong yang direpresentasikan oleh cerita anak-anak kecil dalam kelompok Laskar Pelangi. Nilai-nilai kearifan lokal tersebut dapat berperan sebagai modal dasar dalam bernegara sekaligus memantapkan ciri khas budaya lokal di Indonesia.

(7)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering pula disebut kebudayaan etnis atau folklore (budaya tradisi). Kebudayaan lokal ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang didukung oleh masyarakat adat yang bersangkutan. Budaya daerah yang merupakan sesuatu hal yang menjadi ciri khas di setiap daerah. Kebudayaan ini terdapat pada setiap daerah di Indonesia, seperti kebudayaan Aceh, Batak, Melayu, Minangkabau, Kerinci, Jambi, Palembang, Bengkulu, Lampung, Sunda, Betawi, Jawa, Bali, dan sebagainya.

Menurut Koentjaraningrat (1996), kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Kebudayaan lokal adalah jati diri bangsa karena berakar dalam budaya masyarakat pendukungnya. Oleh karena itu perlu dilestarikan dan dikembangkan untuk menjaga ketahanan budaya. Hal ini dimaksudkan agar dalam menghadapi pengaruh globalisasi, akulturasi, dan komunikasi lintas budaya, bangsa ini dapat memelihara eksistensinya serta tidak kehilangan jati diri, harga diri ataupun sejarah peradabannya.

Beragam wujud warisan budaya lokal memberi kita kesempatan untuk mempelajari kearifan lokal dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi di masa lalu. Namun kondisi di Indonesia saat ini, kearifan lokal tersebut seringkali diabaikan, dianggap tidak ada relevansinya dengan masa sekarang apalagi masa depan. Dampaknya adalah banyak warisan budaya terkikis, padahal banyak bangsa yang kurang kuat sejarahnya justru mencari-cari jatidirinya dari tinggalan sejarah dan warisan budayanya yang sedikit jumlahnya.

Bangsa Indonesia yang kaya budaya tidak memiliki kepercayaan diri terhadap

kebudayaan lokalnya, bahkan memilih melebur dengan budaya anonim bergaya

(8)

menjadi kumpulan orang-orang yang tak lagi memiliki akar kebudayaan lokal.

Indonesia dengan kebhinekaan dan kebesaran nusantaranya kini tak berarti apa-apa

menghadapi gejolak-gejolak budaya luar.

Hal yang menjadi sorotan penting disini adalah pemuda Indonesia. Para pemuda

yang notabene-nya merupakan generasi penerus bangsa lebih menyukai tren-tren

yang diciptakan oleh bangsa asing daripada kebudayaannya sendiri. Nilai-nilai

budaya yang terkandung dalam tren semacam itu dapat mempengaruhi psikologi

dan mengubah pola pikir bangsa Indonesia. Hal ini dapat menghilangkan identitas

budaya bangsa Indonesia.

Permasalahan tentang identitas budaya bangsa ini dapat diatasi dengan mengaudit

kembali aset budaya yang tercerai-berai dan sudah mulai ditinggalkan. Aset-aset

budaya ini bisa berasal dari komunitas etnis, bisa juga aset-aset unggulan pada

pribadi. Nilai-nilai universal bisa memperkaya budaya unggul dan mempertemukan

nilai-nilai lokal secara saling melengkapi, tidak harus saling berbenturan. Budaya

lokal ini akan memberikan kontribusi identitas nasional. Indonesia yang baru harus

mampu membaca tren kompetisi global. Oleh karena itu, hal yang utama adalah

bagaimana Indonesia bisa menghargai lagi kekayaan lokal itu sebagai basis

identitas nasional serta membentuk karakter bangsa dengan disertai penegasan

identitasnya agar tak lagi mudah dipenetrasi budaya luar. Identitas nasional tanpa

punya akar lokal maka akan rapuh. Terlebih jika berbenturan dengan peradaban

global tanpa akar nasional maka akan semakin rapuh.

Peradaban global, membuat arus komunikasi dan informasi semakin mudah dan

cepat. Hal itu berdampak langsung pada kebudayaan dan kesenian asing yang

masuk ke Indonesia, misalnya film. Masuknya film-film asing ke dalam kancah

perfilman nasional mengakibatkan tersisihnya kesenian dan kebudayaan lokal.

Masyrakat cenderung mengikuti tren global yang bukan berasal dari kebudayaan

lokal Indonesia.

(9)

hendaknya dijatuhkan pada media yang paling disukai oleh sebagian besar masayarakat setempat (Kayam, 1982). Hal yang dapat dijadikan salah satu alternatif dalam menggali kecintaan masyarakat terhadap budaya lokal adalah pengangkatan

kearifan sumber daya lokal yang dituangkan ke dalam kemasan film. Alasannya

adalah minat yang tinggi dari masyarakat Indonesia terhadap dunia perfilman.

Pembuatan film dengan menyisipkan kearifan budaya lokal dirasa mampu

memunculkan kembali nilai-nilai dan budaya asli sesuai jati diri bangsa.

Pemunculan secara kontinuitas cerita rakyat melalui dunia perfilman merupakan

alternatif media yang cukup efektif. Hal tersebut didasarkan atas tingkat kesukaan

masyarakat Indonesia dalam melihat film dan pengaruhnya terhadap gaya hidup

masyarakat Indonesia.

(10)

Film Sebagai Media Transfer Kebudayaan

Sebagai media rekam, film menyajikan gambar figuratif dalam bentuk objek-objek fotografis yang dekat dengan kehidupan manusia. Gambar gerak figuratif, secara semiotik, dapat disebut tanda tingkat pertama, sedangkan tanda tingkat keduanya ada pada gerakan gambar itu sendiri (Garsies, 1993).

Film adalah salah satu jenis media massa bagi para khalayak ramai, khususnya bagi para remaja. Film merupakan media komunal dan hasil adaptasi dari berbagai teknologi dan unsur-unsur kesenian, yaitu dari perkembangan teknologi fotografi dan rekaman suara.

Para pecinta film biasanya menonton melalui televisi (TV) dan video yang dapat dilakukan di dalam rumah, dan mereka juga dapat menonton di suatu tempat khusus, yaitu gedung bioskop. Bagi sebagian masyarakat, menonton film bioskop adalah kegiatan yang sengaja dilakukan dengan meluangkan waktu untuk menonton film yang diputarkan dalam suatu ruangan khusus dan tentunya dengan peralatan yang khusus pula (Nirfitria dalam Marniaty, 2006).

Dampak Film terhadap Remaja Indonesia saat ini

Terdapat banyak adegan kontroversi dalam film-film nasional yang kini menjadi trend di masyarakat Indonesia, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut. Di dalam film Jelangkung ada adegan seorang wanita pergi berhari-hari bersama 3 orang teman laki-lakinya dengan alasan berkemah dan dibolehkan oleh orangtuanya. Dalam Film Ada Apa Dengan Cinta terdapat adegan mencium mesra lawan mainnya dan dalam Cau bau khan bahkan lebih. Di dalam hal kevulgaran ini, banyak insan film menangkis dan berkelit bahwa memang adegan tersebut yang terjadi saat ini di masyarakat dan itulah kebenaran dan keindahan yang memang perlu masyarakat ketahui.

(11)

tersebut. Hal ini didukung dengan adanya anggapan dan pemikiran yang mengatasnamakan modernitas dan kemajuan zaman.

Mengamati hal tersebut, kecenderungan yang terjadi saat ini di kalangan remaja menjadi sesuatu hal yang sangat tidak mendidik pola berpikir dan bersikap kaum remaja di Indonesia. Remaja mulai menganggap bahwa kekhawatiran itu adalah sesuatu hal yang kuno, konservatif, dan kolot. Hal ini menjadi sesuatu hal yang bertentangan dengan norma-norma dan budaya Indonesia yang mengangkat masyarakat berpola kolektivistik bukan individualistik. Dalam hal ini individu adalah sebagai entitas dan selalu terikat oleh norma-norma adat daerah ketimuran lokal.

Saat ini pencinta film nasional sudah sangat rindu pada wajah-wajah asli perfilman Indonesia. Di mana dalam beberapa adegan film nasional banyak yang berupaya mengangkat citra dan tradisi asli Indonesia. Misalnya adegan ketika Benyamin. S (alm.) mengatakan ”haram hukumnya wanita berduaan dengan pria”, dalam Si Doel Anak Betawi. Juga adegan bermesraan Rano Karno dengan Yessy Gusman yang digambarkan secara simbolik implisit dengan deburan ombak dalam ”Gita Cinta SMA”, dan lain-lain.

Kearifan Lokal Sebagai Perwujudan Budaya

Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama (Tiezzi, et al, 1992). Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai.

(12)

terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari. Kearifan lokal juga lebih menggambarkan satu fenomena spesifik yang biasanya akan menjadi ciri khas komunitas kelompok tersebut. misalnya alon-alon asal klakon (masyarakat Jawa Tengah), rawe-rawe rantas malang-malang putung (masyarakat Jawa Timur), ikhlas kiai-ne manfaat ilmu-ne, patuh guru-ne barokah urip-e (masyarakat pesantren), dan sebagainya. Konsep kearifan lokal merupakan bagian kecil dari konsep kebudayaan masyarakat.

E.B. Taylor (1871) memberikan definisi mengenai kebudayaan yaitu kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiada, lain kemampuan-kemampuan dan kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Antropolog lain menyatakan bahwa kebudayaan mencakup semua yang didapatkan dan dipelajari dari pola-pola perilaku normatif, artinya mencakup segala cara atau pola berpikir, merasakan dan bertindak (Soekanto, 1996). Kebudayaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam model kehidupan masyarakat melalui penerepan nilai-nilai kearifan lokal dalam kehidupan dan kebiasaan setempat.

Kearifan lokal seharusnya ada dilingkungan masing-masing dari generasi ke generasi dipertahankan dan dikembangkan sebab kearifan lokal bukan didasari oleh teknologi namun pembelajaran kebaikan yang secara tidak langsung kepada manusia dan tidak ada pendidikan formal dan pelatihan untuk meneruskan kearifan lokal, Manusia menciptakan budaya dan lingkungan sosial lalu beradaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologisnya. Kebiasaan tradisi diwariskan dari generasi ke generasi dan terkadang tidak menyadari dari mana asal warisan tersebut.

Film Lokal: Laskar Pelangi

(13)

Pelangi. Laskar Pelangi adalah kumpulan orang besar dalam tubuh anak kecil. yang luar biasa dalam mencapai cita-cita. Film ini merupakan kehidupan yang mewakili kisah para orang kecil. Kisah keteguhan dan kerja keras dalam mencapai impian, kemauan kuat dan kesungguhan untuk berjuang demi Nilai-nilai luhur.

Film ini menceritakan tentang orang-orang Melayu yang memiliki pribadi yang sederhana yang memperoleh kebijakan Melayu dari para guru mengaji dan orang-orang tua di Surau sehabis shalat maghrib. Nilai yang terkandung di dalamnya yang menjadi sentuhan menarik dari film Laskar Pelangi adalah nilai-nilai perjuangan dalam memajukan pendidikan, nilai keagamaan, nilai sosial, kedisiplinan, kepemimpinan, dan lain-lain. Nilai nilai tersebut relevan dikembangkan sekarang ini, karena Pulau Bangka dan Belitung masih mengalami krisis sumber daya manusia. Nilai-nilai ini mengangkan kearifan lokal budaya setempat khususnya kearifan lokal suku bangsa Melayu, yang dimasukkan oleh dalam alur cerita film tersebut.

Telah kita ketahui bahwa jumlah budaya (adat istiadat dan tradisi) Nusantara yang lahir dan berkembang dari dulu sampai sekarang begitu banyak. Namun, tidak semua masyarakat dapat mengetahui setiap budaya yang tersebar di seluruh Indonesia itu karena minimnya media publikasi yang dilakukan oleh para pemilik budaya tersebut. Maka dari itu, sangat diperlukan pengeksplorasian budaya suatu bangsa untuk disebarkan ke masyarakat luas agar semua masyarakat dapat mengetahuinya, salah satunya melalui film, seperti halnya kita dapat mengetahui seluk beluk cerita-cerita yang membawa kearifan lokal di Indonesia melalui film Denias, Gie, Opera Jawa, Nagabonar, dan lain

METODE PENULISAN

(14)

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan studi pustaka terhadap literatu- literatur terkait baik melalui literatur di buku-buku maupun di media elektronik, berupa jurnal-jurnal elektronik.

Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan melakukan analisis terhadap masalah yang dikaji berdasarkan data dan fakta terkait serta melakukan pengkajian dan perumusan suatu solusi untuk masalah tersebut. Penyusunan dilakukan secara komprehensif, runtut dan tajam.

Kerangka Pemikiran

Berdasarkan kedua hal diatas, maka kerangka pemikiran dikembangkan dengan menganalisis adanya masalah kecenderungan remaja yang mengikuti tren kebudayaan asing, terutama di dunia sinematografi, khususnya film. Selanjutnya, dilakukan pengkajian terhadap kebudayaan lokal sebagai penguat identitas bangsa. Kemudian mensinergikan antara sinematografi berbasis kebudayaan lokal sebagai penguat identitas bangsa pada remaja.

(15)

Film merupakan sebuah generasi kebudayaan yang baru. Kemunculannya sekitar hampir satu abad yang lalu telah menimbulkan berbagai fenomena baru dalam perkembangan peradaban budaya manusia. Film mampu menjadi penyelaras bermacam-macam kebudayaan tradisional yang telah lama bersemayam di masyarakat. Munculnya film memiliki dampak positif dan negatif dalam kaitannya dengan kebudayaan lokal. Terkadang film dapat bersifat komplementer dengan budaya lokal, dan saling menguatkan fungsi masing-masing. Namun tak jarang budaya-budaya lokal khas daerah juga mulai terpinggirkan akibat film-film asing yang mengabaikan budaya lokal. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa film telah menjadi sebuah sarana baru dalam media pengembangan kebudayaan.

Tema-tema film di Indonesia, sebagian besar dibuat berkisar di kisah-kisah percintaan, kehidupan yang konsumtif dan kekerasan. Tidak dapat dipungkiri bahwa film-film tersebut secara keseharian sering mengisi layar-layar televisi atau bioskop di Indonesia. Akibatnya banyak nilai-nilai yang kurang sesuai budaya lokal masuk ke dalam kehidupan remaja di Indonesia. Namun beberapa film yang mendapatkan perhatian dunia secara khusus terkadang justru film-film yang mengangkat konflik sosial, politik dan budaya.

Dalam hal ini laskar pelangi sebagai sebuah karya film, dapat dirasakan telah membawa arus baru dalam perfilman Indonesia. Film garapan Riri riza yang diangkat dari karya sastra Andrea Hirata ini mampu menembus berbagai kalangan khusunya remaja Indonesia. Penonton disuguhkan berbagai nilai-nilai lokal yang mencirikan kekhasan budaya setempat, khususnya Budaya Melayu khas Belitong. Film sebagai bentuk kebudayaan akan sangat bermakna apabila nilai-nilai yang terdapat dalam film tersebut mampu masuk ke dalam diri penontonnya. Menjadi bentuk penguatan kembali budaya lokal Indonesia.

(16)

Menurut Davidson (1991:2) warisan budaya diartikan sebagai produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen pokok dalam jatidiri suatu kelompok atau bangsa. Jadi warisan budaya merupakan hasil budaya fisik

(tangible) dan nilai budaya (intangible) dari masa lalu.

Nilai budaya dari masa lalu (intangible heritage) inilah yang berasal dari budaya-budaya lokal yang ada di Nusantara, meliputi: tradisi, cerita rakyat dan legenda, bahasa ibu, sejarah lisan, kreativitas (tari, lagu, drama pertunjukan), kemampuan beradaptasi dan keunikan masyarakat setempat. Keunikan ini yang membuat setiap daerah memiliki cirri khasnya masing-masing, dengan nilai-nilai yang masing-masing telah mendarah daging pada masyarakat setempat.

Menurut (Galla, 2001: 12), kata lokal yang tercakup disini tidak mengacu pada wilayah geografis, khususnya kabupaten/kota, dengan batas-batas administratif yang jelas, tetapi lebih mengacu pada wilayah budaya yang seringkali melebihi wilayah administratif dan juga tidak mempunyai garis perbatasan yang tegas dengan wilayah budaya lainnya. Kata budaya lokal juga bisa mengacu pada budaya milik penduduk asli (inlander) yang telah dipandang sebagai warisan budaya.

(17)

Laskar Pelangi sebagai sebuah film, membuktikan bahwa budaya lokal bila dikemas dengan baik, bisa sangat indah, menarik dan mampu memberikan gambaran mengenai kearifan lokal masyarakat setempat, dalam hal ini budaya Melayu-Belitong. Banyak nilai-nilai budaya lokal terselip dalam setiap alur ceritanya. Budaya Melayu Belitong menjadi ciri khas lokal yang benar-benar tercermin di setiap cerita, kisah, dan momen pada film Laskar Pelangi. Laskar Pelangi menceritakan tentang budaya orang-orang Melayu yang memiliki kepribadian sederhana dan bershaja di setiap hidupnya. Orang-orang melayu ini banyak memperoleh kebijakan & nilai-nilai kearifan Melayu dari para guru mengaji dan orang-orang tua di Surau sehabis shalat maghrib. Kebijakan yang disarikan dalam cerita, hikayat para Nabi, kisah Hang Tuah dan lantunan-lantunan Gurindam, serta pantun Melayu.

Kearifan Lokal Sebagai Upaya Penguatan Remaja

Istilah adololesscene atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya,

adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau tumbuh menjadi

dewasa (Piaget dalam Hurlock, 1991). Pemuda dalam hal ini adalah remaja merupakan embrio regenerasi suatu bangsa. Mereka memiliki masa adelonsia dimana pemuda untuk pertama kali secara harus menentukan siapakah dan apakah dia ketika itu dan ingin menjadi siapa dan apa dia dimasa depan. Masa-masa ini erat sekali hubungannya dengan masa pencarian jati diri. Kerentanan pencarian jati diri di usia remaja merupakan hal yang kritis. Masalah jati diri remaja ialah masalah bagaimana suatu kesinambungan ditentukan antara masa lampau dan masa depan masyarakat, dimana identitas pemuda sebagai transformator kritis dari kedua masa sosial tadi..

(18)

ironis, karena bangsa sendirilah yang mengubur dalam-dalam sesuatu hal yang dapat memberikan ciri khas dan identitas terhadap bangsa ini.

Film yang ditayangkan di kancah perfilman indonesia kebanyakan merupakan adopsi dari budaya barat. Cerita-cerita di film dan sinema tersebut jauh dari kenyataan bangsa indonesia saat ini. Terlebih lagi, dampak dari pengaruh tayangan tersebut telah menciptakan perubahan pola pikir remaja sehingga menyimpang jauh dari nilai-nilai luhur kearifan dan budaya lokal. Bila hal ini berkelanjutan, maka nilai-nilai kearifan lokal akan terhapuskan dan pada akhirnya budaya bangsa sebagai ciri khas Indonesia terpinggirkan.

Keinginan untuk membangun kembali pemuda Indonesia melalui kearifan lokal, pada hakikatnya dapat dipertimbangkan sebagai salah satu sarana yang penting untuk menyeleksi budaya-budaya yang membawa nilai-nilai kurang sesuai dengan budaya lokal Indonesia. Menggali dan menanamkan kembali kearifan lokal lewat media film berbasis kebudayaan lokal dapat dikatakan sebagai gerakan kembali pada basis nilai budaya daerahnya sendiri sebagai bagian upaya membangun bangsa. Nilai-nilai kearifan lokal itu meniscayakan fungsi yang strategis bagi pembentukan karakter pemuda Indonesia.

Laskar Pelangi dan Kearifan Lokal di Dalamnya

(19)

Nilai-nilai tersebut merupakan lokal wisdom yang memiliki arti penting dalam upaya eksistensi Indonesia di mata masyarakat sendiri.

Kebiasaan yang telah mentradisi, yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat secara turun-temurun merupakan yang hingga saat ini masih dipertahankan Kearifan lokal merupakan nilai-nilai yang berada dalam suatu komunitas lokal. Selain itu, kearifan lokal yang diungkap bisa juga berbentuk bahasa suatu daerah, cara bertutur, kebiasaan, dan masih banyak lagi yang mencirikhaskan suatu komunitas atau daerah. Berikut beberapa nilai kearifan lokal yang terdapat dalam film Laskar Pelangi.

Kemajemukan

Beberapa nilai-nilai kemajemukan dapat dilihat dalam film ini. Penghargaan terhadap SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan) begitu terasa dalam kehidupan masyarakat di Belitong. Sepuluh anak Laskar Pelangi ini merupakan gambaran nyata akan nilai-nilai kemajemukan yang ada di masyarakat Belitong. Mereka berasal dari kelompok masyarakat yang berbeda, suku, dan ras. Mereka saling mendukung, saling menguatkan, saling menolong, bekerjasama demi pengembangan diri. Nilai-nilai ini yang sekarang jarang terdapat dalam kompleksitas masyarakat sekarang ini, khususnya remaja & pemuda Indonesia.

Semangat Berjuang

(20)

 Minat dan Bakat orang sebagai ciri khas

Lintang dan Mahar dalam film ini adalah gambaran yang sempurna untuk mendefinisikan minat dan bakat masing-masing orang berbeda. Keduanya sama-sama cerdas dalam bidangnya masing-masing. Keduanya akan lebih baik apabila dapat disatukan dan akan menghasilkan karya yang luar biasa. Akan tetapi dalam konteks nyata sekarang, sering ketika membicarakan kecerdasan, yang akan kita pikirkan adalah kemampuan matematis.

Bertanggungjawab

Remaja Indonesia harusnya menjadi pribadi yang bertanggungjawab. Tanggungjawab terhadap dirinya sendiri, terhadap keluarga dan kepada lingkungan. Ada kisah menarik mengenai tanggung jawab dalam film ini. Momennya ketika anak-anak Laskar Pelangi mau menghadapi ujian. Flo dan Mahar berusaha untuk bisa lulus ujian denga mencari bantuan kepada “orang pintar”(Tuk Bayan Tula). Setelah melalui perjalanan yang panjang untuk menemui Tuk Bayan Tula, jawaban yang diperoleh sederhana, Kalau Ingin Lulus Ujian: Buka Buku, Belajar!! Sebagai seorang pelajar, belajar adalah tanggungjawab terbesar.

 Sikap dan tujuan hidup

Sosok Ikal adalah orang yang mempunyai tujuan hidup dan arah hidup yang jelas Ikal berhasil memperoleh beasiswa dari pemerintah Perancis karena usaha kerasnya untuk maju di bidang pendidikan. Sikap & tujuan hidup yang baik adalah modal untuk terus mengembangkan diri. Seseorang bisa saja memiliki pengetahuan dan kecerdasan yang sangat tinggi,namun jika tujuan & sikap hidupnya tidak baik ia akan gagal.

(21)

Kesimpulan

Pembangunan bangsa di masa depan tentu akan sangat ditentukan oleh generasi muda yang ada saat ini. Perlu dilakukan berbagai upaya untuk menanamkan rasa memiliki budaya lokal dalam konteks budaya nasional sebagai pedoman hidup bangsa dan bernegara di masa mendatang. Nilai-nilai kearifan lokal saat ini sangat diperlukan untuk mengatasi krisis jati diri pemuda Indonesia saat ini. Salah satu alternatif cara untuk mewujudkannya adalah melalui penyampaian nilai-nilai kearifan lokal dengan media yang dekat dan diminati oleh masyarakat secara umum dan remaja khususnya. Salah satu media yang tepat adalah melalui dunia film.

Film merupakan cermin keadaan sosial dan budaya suatu bangsa. Pengembangan film sekarang harus memperhatikan manfaat dan tujuan dibuatnya sebuah film tersebut. Bukan berarti film hanya berorientasi profit tetapi harus ada juga bentuk keuntungan sosial (social advantage) yang diperoleh masyarakat atas terbitnya film tersebut. Laskar Pelangi sebagai sebuah film, mampu menyisipkan nilai-nilai kearifan lokal Melayu-Belitong yang direpresentasikan oleh cerita anak-anak kecil dalam kelompok Laskar Pelangi. Nilai-nilai kearifan lokal tersebut dapat berperan sebagai modal dasar dalam bernegara sekaligus memantapkan ciri khas budaya lokal di Indonesia.

Saran

Penguatan jati diri remaja Indonesia dapat diwujudkan melalui upaya penyisipan nilai-nilai kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu alternatifnya dapat digunakan film sebagai media edukasi dan pemantapan nilai-nilai kearifan lokal. Upaya ini tentunya melibatkan berbagai pihak untuk mencapai tataran pemaknaan kearifan lokal sebagai sistem hidup generasi muda saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

(22)

Davison, G. dan C Mc Conville. 1991. A Heritage Handbook. St. Leonard, NSW. Allen

E. Tiezzi, N. Marchettini, & M. Rossini. Extending the Environmental Wisdom beyond the Local Scenario: Ecodynamic Analysis and the Learning Community. Galla, A. 2001. Guidebook for the Participation of Young People in Heritage Conservation. Brisbane: Hall and jones Advertising.

Garcies, André. 1993. Le Récit filmique. Universitaires de Frances, Paris. Greetz, Clifford. 1992. Politik dan Kebudayaan. Kanisius: Jakarta

Hurlock, Elizabeth B.1980. Psikologi Perkembangan : Suatu Perkembangan : Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Ed. Ke-5. Erlangga. Jakarta. Kayam, Umar. 1981/1982. “Kreativitas dalam Seni dan Masyarakat Suatu

Dimensi dalam Proses Pembentukan Nilai Budaya dalam Masyarakat”, dalam Jurnal Analisis Kebudayaan, Tahun II, No. 2.

Koenjoroningrat , 1996. Pengantar Antropologi 1, PT Rineka Cipta,Jakarta

Nirfitria, Jessica Witri. 2006. Pengaruh Film Remaja Terhadap Perubahan Sikap Remaja Desa Dalam Dimensi Gaya Hidup : studi eksperimental Pada Siswi Kelas 2 SMA negeri 1 leuwiliang, Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Soekanto, Soerjono. 1996. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Taylor, Edward B. 1871. The Origins of Culture and Religion in Primitive

Culture. New York: Harper &Brothers.

(23)

Nama : Tito Tegar

Tempat, Tanggal Lahir : Ponorogo/ 01 September 1988 Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat Rumah : Perumnas Singosaren Blok D-5 Ponorogo, Jawa Timur Alamat Kost : Asrama PPSDMS Cihideung ilir Darmaga- Bogor No. Telepon : 08133527972 Kaya akan Vitamin C Berbasis Buah Kemang sebagai Oleh-Oleh Khas Kota Bogor

Strategi Pemasaran Jajanan Sehat “ J-Cookies” dengan Bentuk Unik Berbasis Tepung Biji Nangka sebagai Alternatif Substitusi Tepung Terigu untuk Diversifikasi Pangan.

(24)

Jenis Kelamin : Perempuan

(25)

2008

Strategi Pengembangan dan Pemasaran Produk “ Caesia” Minuman Fungsional Kaya akan Vitamin C Berbasis Buah Kemang sebagai Oleh-Oleh Khas Kota Bogor

Strategi Pemasaran Jajanan Sehat “ J-Cookies” dengan Bentuk Unik Berbasis Tepung Biji Nangka sebagai Alternatif Substitusi Tepung Terigu untuk Diversifikasi Pangan.

Program Kreativitas Mahasiswa

Program Kreativitas Mahasiswa

Nama : Rahajeng Aditya

NRP : F24070120

TTL : Solo,19 Januari 1990

Alamat rumah : Jl. Arjuna Raya no.RT 02/15 Indra Prasta Bogor 16153 Alamat kost : Wisma Nusa Indah - Balio

Telp rumah : 0251-8343322

Hp : 081310750560

Hobi : Membaca, Olah Raga, Jalan-Jalan, Denger Lagu Nasyid Cita-cita : Konsultan Pangan

Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat

Tahun Judul Keterangan

-

(26)

Biodata Dosen Pembimbing

Nama : Dian Herawati, STP

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 11 Januari 1975

Agama : Islam

Pekerjaan : Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pangan, IPB Instansi : Institut Pertanian Bogor

Alamat Kantor : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pangan, IPB

Kampus IPB Darmaga - Darmaga - Bogor Phone 0251- 862 67 25

Alamat Rumah :

Perumahan IPB Alam Sinarsari, JL Kemangi Blok D19 Cibereum/

Phone

081-513-046-290 Fax -

Riwayat Pendidikan

No Pendidikan

Universitas Tahun

Lulus 1.

2.

Undergraduate for Food Science and

Technology (S1)

Postgraduate for Food Science (S2)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian hasil penelitian sesuai permasalahan yang ada di stasiun televisi khususnya program “Seputar iNews Siang” di RCTI adalah bagaimana sebuah produser

Itulah semua yang dilakukan oleh Rasulullah SAW selama tiga belas tahun berdakwah dan membina sahabat-sahabatnya di Makkah; menyiapkan semua perangkat yang diperlukan

Ukuran perusahaan merupakan variabel yang paling berpengaruh dominan dalam pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan karena berdasarkan teori agensi yang

25 Saya merasa rendah diri bila bergaul dengan orang yang penampilannya lebih menarik dari saya. SS S TS

Newby (2000), menggambarkan proses pengembangan suatu nstructional media berbasis multimedia dilakukan dalam 4 tahapan dasar, yaitu : 1) planning, berkaitan dengan perencanaan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi proses produksi patung jangir dengan tungku ukuran kecil dan mengumpulkan variabel keuangan

Laporan keuangan koperasi merupakan suatu laporan mengenai pertanggungjawaban kegiatan usaha kepada pihak luar yang mempunyai hubungan dengan koperasi baik sebagai

Simpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT yang dilengkapi dengan Word Square efektif untuk meningkatkan aktivitas, keterampilam