• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Biaya Pengelolaan Pascapanen Sayuran Kubis Ekspor (Kasus : Gapoktan Dolok Mariah di Desa Seribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Biaya Pengelolaan Pascapanen Sayuran Kubis Ekspor (Kasus : Gapoktan Dolok Mariah di Desa Seribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun)"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lanjutan Lampiran 1a. Umur Petani (Tahun), Lama Bertani (Tahun), Luas Lahan (Ha), Produksi Per Musim Tanam (Kg) yang Menggunakan Packing House.

No Sampel Umur

(tahun)

Lama Bertani (tahun)

Luas Lahan (Ha)

Produksi Per musim tanam (kg)

27 45 25 0,5 20.000

28 31 11 0.3 12.000

29 26 7 0.2 8.000

30 38 11 0.2 8.000

Total 1,360.00 448.00 14.40 440.000

(3)
(4)

Lanjutan Lampiran 1b. Umur Petani (Tahun), Lama Bertani (Tahun), Luas Lahan (Ha), Produksi Per Musim Tanam (Kg) yang Tidak Menggunakan Packing House.

No Sampel Umur

(tahun)

Lama Bertani (tahun)

Luas Lahan (Ha)

Produksi Per musim tanam (kg)

27 50 25 0,6 17000

28 31 8 0,3 12000

29 37 11 0,7 26000

30 38 7 0,5 15000

Total 1257 479 13,3 472500

(5)

Lampiran 2a. Karakteristik Petani Sampel yang Menggunakan Packing House di Daerah Penelitian

No Sampel Umur (tahun) Pendidikan (tahun) Jumlah Tanggungan

(6)

Lanjutan Lampiran 2a. Karakteristik Petani Sampel yang Menggunakan Packing House di Daerah Penelitian

No Sampel Umur (tahun) Pendidikan (tahun) Jumlah Tanggungan

(Jiwa) Lama Bertani (tahun)

Luas Lahan (Ha)

27 45 12 5 25 0,5

28 31 12 4 11 0.3

29 26 12 2 7 0.2

30 38 12 4 11 0.2

Total 1,360.00 357.00 120.00 448.00 14.40

(7)

Lampiran 2b. Karakteristik Petani Sampel yang Tidak Menggunakan Packing House di Daerah Penelitian

No Sampel Umur (tahun) Pendidikan (tahun) Jumlah Tanggungan

(Jiwa) Lama Bertani (tahun)

(8)

Lanjutan Lampiran 2b. Karakteristik Petani Sampel yang Tidak Menggunakan Packing House di Daerah Penelitian

Lampiran 3a. Total Biaya Pembungkus Kubis, Peralatan, dan Kapur Petani Kubis Ekspor yang Menggunakan Packing House di Daerah Penelitian

No Sampel Umur (tahun) Pendidikan (tahun) Jumlah Tanggungan

(Jiwa) Lama Bertani (tahun)

Luas Lahan (Ha)

27 50 12 2 25 0,6

28 31 12 0 8 0,3

29 37 12 2 11 0,7

30 38 12 0 7 0,5

Total 1257 348 116 479 13,3

(9)

No. Sampel

Produksi (Ton)

Biaya Pembungkus kubis, peralatan, dan kapur per musim tanam 3 bulan (Rp)

Pembungkus kubis Peralatan Kapur Total

biaya (Rp/Ton)

Kertas Koran Jaring Timbangan Rak jaring besi

(10)

29 8 - - - - - - 1 440.000 55.000,00 - - - - - - 55.000,00

30 8 - - - - - - 1 720.000 90000,00 - - - - - - 90.000,00

(11)

Lampiran 3b. Total Biaya Pembungkus Kubis, Peralatan, dan Kapur Petani Sampel yang Tidak Menggunakan Packing House Per Musim Tanam (Rp) di

Biaya pembungkus kubis, peralatan, dan kapur per musim tanam 3 bulan

Pembungkus kubis Peralatan Kapur Total biaya

(12)

Lampiran 4a. Total Biaya Tenaga Kerja, Penyusutan Peralatan, dan Listrik, Air, dan Telepon Petani Sampel yang Menggunakan Packing House di daerah Penelitian.

No. Sampel Biaya Tenaga kerja, Penyusutan Peralatan, dan Listrik, Air, dan Telepon 3 bulan (Rp) Tenaga Kerja

(Rp/ Ton)

Penyusutan peralatan Listrik, Air,

(13)

30 112.500,00 1 720.000 60 4.500,00 - - - 117.000,00

Total 3.318.276,31 30 17.165.000 1608 79.261,83 - - - - - 3.397.538,13

(14)

Lampiran 4b. Total Biaya Tenaga Kerja, Penyusutan Peralatan, dan Listrik, Air, dan Telepon Petani Sampel yang Tidak Menggunakan Packing House di Daerah Penelitian.

No. Sampel Biaya Tenaga kerja, Penyusutan Peralatan, dan Listrik, Air, dan Telepon 3 bulan (Rp) Tenaga Kerja

(Rp)

Penyusutan Peralatan Listrik, Air, dan

Telepon (Rp)

Total biaya (Rp)

Timbangan Rak Jaring Besi

(15)

29 1.140.000 1 520.000 36 43.333,33 1 140.000 36 11.666,67 220.000 1.415.000,00

30 660.000 - - - - 1 120.000 36 10.000,00 170.000 840.000,00

Total 23.280.000 13 6.490.000 516 449.666.65 9 1.240.000 324 103.333,33 5.865.000 29.697.999,98

(16)

Lampiran 5a. Total Biaya Produksi Petani Sampel yang Menggunakan Packing House Per Musim Tanam (Rp) di Daerah Penelitian

Biaya Tetap (Rp) Biaya Variabel (Rp) Total Biaya

(17)

Lanjutan Lampiran 5a. Total Biaya Produksi Petani Sampel yang Menggunakan Packing House Per Musim Tanam (Rp) di Daerah Penelitian

Biaya Tetap (Rp) Biaya Variabel (Rp) Total Biaya

(18)

Lampiran 5b. Total Biaya Produksi Petani Sampel yang Tidak Menggunakan Packing House Per Musim Tanam (Rp) di Daerah Penelitian

Biaya Tetap (Rp) Biaya Variabel (Rp) Total Biaya

(19)

Lanjutan Lampiran 5b. Total Biaya Produksi Petani Sampel yang Tidak Menggunakan Packing House Per Musim Tanam (Rp) di Daerah Penelitian

Biaya Tetap (Rp) Biaya Variabel (Rp) Total Biaya

Produksi

Total 13,3 472,5 36.022,85 3.396.638,88 393.601,43 893.354,47 499.173,18 91.391,23 5.310.182,04

(20)

Lampiran 6a. Volume Penjualan (Kg) dan Penerimaan Petani Sampel yang Menggunakan Packing House (Rp) di Daerah Penelitian

No Sampel Volume Penjualan (Ton) Harga Jual (Rp/Kg) Penerimaan (Rp) Penerimaan / Ton (Rp)

(21)

Lanjutan Lampiran 6a. Volume Penjualan (Kg) dan Penerimaan Petani Sampel yang Menggunakan Packing House (Rp) di Daerah Penelitian

No Sampel Volume Penjualan (Ton) Harga Jual (Rp/Kg) Penerimaan (Rp) Penerimaan/ Ton (Rp)

28 12 1.800,00 21.600.000,00 1.800.000,00

29 8 1.800,00 14.400.000,00 1.800.000,00

30 8 1.800,00 14.400.000,00 1.800.000,00

Total 440 54.000,00 792.000.000,00 54.000.000,00

(22)

Lampiran 6b. Volume Penjualan (Ton) dan Penerimaan Petani Sampel yang Tidak Menggunakan Packing House (Rp) di Daerah Penelitian

No Sampel Volume Penjualan (Ton) Harga Jual (Rp/Kg) Penerimaan

(23)

Lanjutan Lampiran 6b. Volume Penjualan (Ton) dan Penerimaan Petani Sampel yang Tidak Menggunakan Packing House (Rp) di Daerah Penelitian

No Sampel Volume Penjualan (Ton) Harga Jual (Rp/Kg) Penerimaan (Rp) Penerimaan/ Ton

28 12 1200 14.400.000,00 1.200.000,00

29 26 1400 36.400.000,00 1.400.000,00

30 15 1400 21.000.000,00 1.400.000,00

Total 472,5 41.300 675.100.000,00 41.300.000,00

(24)

Lampiran 7a. Pendapatan Petani Sampel yang Menggunakan Packing House Per Musim Tanam di Daerah Penelitian

No Sampel Penerimaan/Ton (Rp) Biaya Pascpanen/ Ton (Rp) Pendapatan/ Ton (Rp)

1 1.800.000,00 148.587,96 1.651.412,04

2 1.800.000,00 335.500,00 1.464.500,00

3 1.800.000,00 139.044,12 1.660.955,88

4 1.800.000,00 227.031,25 1.572.968,75

5 1.800.000,00 102.228,26 1.697.771,74

6 1.800.000,00 279.187,50 1.520.812,50

7 1.800.000,00 246.406,25 1.553.593,75

8 1.800.000,00 88.729,17 1.711.270,83

9 1.800.000,00 191.520,84 1.608.479,16

10 1.800.000,00 145.267,86 1.654.732,14

11 1.800.000,00 146.100,00 1.653.900,00

12 1.800.000,00 129.046,06 1.670.953,94

13 1.800.000,00 134.656,86 1.665.343,14

14 1.800.000,00 154.800,00 1.645.200,00

15 1.800.000,00 63.360,00 1.736.640,00

16 1.800.000,00 213.697,92 1.586.302,08

17 1.800.000,00 150.843,75 1.649.156,25

18 1.800.000,00 169.131,94 1.630.868,06

19 1.800.000,00 89.250,00 1.710.750,00

20 1.800.000,00 140.307,70 1.659.692,30

21 1.800.000,00 124.711,54 1.675.288,46

22 1.800.000,00 169.227,28 1.630.772,72

23 1.800.000,00 152.275,64 1.647.724,36

24 1.800.000,00 202.500,00 1.597.500,00

25 1.800.000,00 90.662,88 1.709.337,12

26 1.800.000,00 90.662,88 1.709.337,12

(25)

Lanjutan Lampiran 7a. Pendapatan Petani Sampel yang Menggunakan Packing House Per Musim Tanam di Daerah Penelitian

No Sampel Penerimaan (Rp) Biaya Produksi (Rp) Pendapatan/ Ton (Rp)

28 1.800.000,00 90.075,00 1.709.925,00

29 1.800.000,00 182.750,00 1.617.250,00

30 1.800.000,00 147.750,00 1.652.250,00

Total 54.000.000,00 4.815.052,54 49.184.947,46

(26)

Lampiran 7b. Pendapatan Petani Sampel yang Tidak Menggunakan packing House Per Musim Tanam di Daerah Penelitian

No Sampel Penerimaan/Ton (Rp) Biaya Pascpanen/ Ton (Rp) Pendapatan/ Ton (Rp)

1 1.200.000,00 201.529,41 998.470,59

2 1.200.000,00 202.601,85 997.398,15

3 1.200.000,00 174.764,71 1.025.235,29

4 1.400.000,00 160.404,76 1.239.595,24

5 1.600.000,00 129.687,50 1.470.312,50

6 1.800.000,00 207.041,67 1.592.958,33

7 1.300.000,00 187.504,63 1.112.495,37

8 1.400.000,00 193.847,83 1.206.152,17

9 1.600.000,00 209.513,16 1.390.486,84

10 1.400.000,00 199.203,13 1.200.796,88

11 1.400.000,00 133.937,50 1.266.062,50

12 1.500.000,00 206.130,21 1.293.869,79

13 1.200.000,00 182.167,84 1.017.832,16

14 1.200.000,00 173.750,00 1.026.250,00

15 1.400.000,00 177.574,07 1.222.425,93

16 1.500.000,00 217.361,11 1.282.638,89

17 1.200.000,00 171.235,29 1.028.764,71

18 1.400.000,00 189.764,71 1.210.235,29

19 1.200.000,00 171.705,13 1.028.294,87

20 1.200.000,00 170.233,33 1.029.766,67

21 1.200.000,00 183.407,41 1.016.592,59

22 1.400.000,00 197.847,22 1.202.152,78

23 1.600.000,00 103.208,33 1.496.791,67

24 1.600.000,00 149.884,62 1.450.115,38

25 1.400.000,00 197.562,50 1.202.437,50

26 1.400.000,00 125.086,96 1.274.913,04

(27)

Lanjutan Lampiran 7b. Pendapatan Petani Sampel yang Tidak menggunakan Packing House Per Musim Tanam di Daerah Penelitian

No Sampel Penerimaan (Rp) Biaya Produksi (Rp) Pendapatan/ Ton (Rp)

28 1.200.000,00 108.541,67 1.091.458,33

29 1.400.000,00 203.692,31 1.196.307,69

30 1.400.000,00 178.900,00 1.221.100,00

Total 41.300.000,00 5.310.181,98 35.989.818,02

(28)

Lampiran 8a. Tabel summary Regresi Linier Berganda

a. Predictors: (Constant), biaya penyusutan, biaya tenaga kerja, biaya peralatan

b. Dependent Variable: pendapatan

Lampran 8b. Tabel ANOVA Regresi Linier Berganda

ANOVAb

(29)

Lampiran 8c. Tabel Coefficient Regresi Linier Berganda

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant)

509216,176 1912772,20

8 -.266 .792

biaya tenaga

kerja -3.188 1.002 -.875 -3.180 .004 .637 1.571

biaya peralatan 2.746 3.455 -.172 .795 .435 .584 1.713

(30)

Lampiran 9a. Tabel summary Regresi Linier Berganda

Model Summaryb

Model

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

d i m e n s i o n 0

1 .990a .980 .975 1.59919E6 2.048

a. Predictors: (Constant), biaya listrik, air dan telepon, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan, biaya kapur, biaya peralataan, biaya pembungkus kubis

(31)

Lampran 9b. Tabel ANOVA Regresi Linier Berganda

ANOVAb

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 2.955E15 6 4.925E14 192.586 .000a

Residual 5.882E13 23 2.557E12

Total 3.014E15 29

a. Predictors: (Constant), biaya listrik, air dan telepon, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan, biaya kapur, biaya peralataan, biaya pembungkus kubis

b. Dependent Variable: pendapatan

Lampiran 9c. Tabel Coefficient Regresi Linier Berganda

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

B Std. Error Beta

1 (Constant) 2304847.249 4483226.648

(32)

biaya tenaga kerja -3.682 1.061 .342

biaya peralataan .477 3.632 .017

biaya penyusutan -18.113 48.371 -.042

biaya kapur 76.731 27.406 .222

biaya listrik, air dan telepon

28.050 27.268 -.056

a. Dependent Variable: pendapatan

Coefficientsa

Model

t Sig.

1 (Constant) .514 .612

biaya pembungkus kubis 3.886 .001

biaya tenaga kerja -3.469 .002

biaya peralataan .131 .897

(33)

biaya kapur 2.800 .010

biaya listrik, air dan telepon

2.089 .044

(34)

Lampiran 10. Tabel Uji Beda Rata-rata (Independent Sample T-Test) Pendapatan Petani Kubis Ekspor yang Menggunakan Packing House dan Pendapatan Petani yang Tidak Menggunakan Packing House

Group Statistics

pengelolaan pasca

panen N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

pendapatan PH 30 1.6641E6 44844.15549 8187.38518

NPH 30 1.1997E6 1.61795E5 29539.63370

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

pendapatan Equal variances assumed 20.701 .000 15.151 58 .000 4.64418E5 30653.27446 4.03059E5 5.25777E5

Equal variances not

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Algifari. 1997. Analisis Regresi Teori, Kasus dan Solusi Jilid 1. BPFE- Yogyakarta. Yoyakarta.

Anonimous. 2006. Tanaman Obat Indonesia.http://www.google.com

Badan Pusat Statistik. 2011. Kabupaten Simalungun Dalam Angka. Sumatera Utara. Medan

Case dan Fair. 2007. Prinsip-Prinsip Ekonomi. Penerbit Erlangga. Jakarta

Doll, John P dan Orazem. 1984. Production economics theory with application. Jhon Wiley & Sons Inc. New York

Hamang,Abdul. 2005. Metode Statistik. Graha Ilmu. Yogyakarta

Kompas. 2011. Ekspor Sayur ke Singapura di Genjot. Diakses tanggal 30 Maret 2014, Pukul 14.20 Wib. Sumber: Api.or.id>Aliansi Petani Indonesia>Hortikultur.

Mutiarawati, T. 2007. Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung.

Pracaya. 2001. Kubis alias Kol. Penebar Swadaya. Jakarta.

Priyatno, Duwi. 2012. Belajar Cepat Olah Data Statistik dengan SPSS. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Putong,Iskandar. 2002. Ekonomi Mikro & Makro. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta

Rosyidi,S. 2006. Pengantar Ilmu Ekonomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Rukmana, R. 1994. Bertanam Kubis. Kanisius. Yogyakarta.

Sarnowo, H. dan Sunyoto,D. 2011. Pengantar Ilmu Ekonomi ( Teori & Soal). PT Buku Seru. Jakarta

Soleh, A.Z. 2005. Ilmu Statistika Pendekatan Teoritisdan Aplikasi Disertai Contoh

Penggunaan SPSS. Rekayas Sais. Bandung

(36)

_______. 2010. Metode Penelitian Bisnis, Cetakan kesebelas. CV Alfabeta, Bandung

Sukirno, S. 2001. Pengantar Teori Mikroekonomi. PT Raja Gafindo Persada. Jakarta.

Trihendradi, C. 2011. Langkah Mudah Menggunakan Analisis Statistik

Menggunakan SPSS 19. CV Andi Offset. Yogyakarta.

Utama, I.M. 2001. Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. Bali.

Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistik. PT. Gramedia Utama. Jakarta

Wibowo, A.E. 2012. Aplikasi Praktis SPSS Dalam Penelitian. Gava Media. Yogyakarta

Zulkarnain. 2009. Dasar-dasar hortikultura. Bumi Aksara. Jakarta.

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive atau sengaja. Penelitian ini dilakukan di Desa Seribu Dolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun, dengan alasan bahwa desa Seribu Dolok telah mendapatkan bantuan pasca panen dari Pemerintah (dalam hal ini Dinas Pertanian) yaitu sebuah rumah pengepakan

(packing house).

3.2 Metode Penentuan Sampel

Berdasarkan data yang diperoleh dari Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Saribudolok Meriah, bahwa ada 11 kelompok tani, masing-masing kelompok tani berjumlah 20 petani sehingga total petani yang tergabung dalam kelompok tani ada 220 petani. Namun, kelompok tani yg aktif menanam kubis hanya ada 6 kelompok tani atau berkisar 120 petani. Menurut Sugiyono (2006), sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat menggambarkan populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah individu yang melakukan usaha tani sayuran kubis.

(38)

telah menyebar normal. Penentuan sampel minimal 30 orang secara empiris sudah memiliki distribusi peluang rata-rata yang akan mengikuti distribusi normal dan sampel tersebut sudah besar.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber informasi dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder hanya sebagai data pelengkap yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara.

3.4 Metode Analisis Data

Identifikasi masalah 1 akan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu melalui survey langsung ke lapangan.

Identifikasi masalah 2 akan dianalisis dengan menggunakan rumus mengenai Total Cost (TC). Total cost dapat diperoleh dengan menjumlahkan semua biaya baik itu biaya tetap (fixed cost) maupun biaya variabel (variable cost). Yang termasuk biaya pengemasan dalam pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor adalah biaya pembungkus kubis ( kertas koran dan jaring), biaya tenaga kerja, biaya pembelian rak jaring besi, biaya pembelian timbangan, biaya pembelian kapur, biaya penyusutan, dan biaya listrik, air, dan telepon. Untuk memperoleh besar biaya pengemasan (produksi) digunakan rumus sebagai berikut.

(39)

Keterangan :

TC = Total cost atau biaya total

FC = Fixed cost atau biaya tetap

VC = Variable cost atau biaya variabel

Identifikasi masalah 3 akan dianalisis dengan menggunakan rumus penerimaan dan pendapatan. Penerimaan diperoleh setelah kubis dijual ke pedagang pengumpul. Pendapatan diperoleh setelah penerimaan dikurangi dengan biaya pengelolaan pasca panen. Total penerimaan (TR) diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

TR = P x Q Keterangan :

TR = Total Revenue atau total penerimaan

P = Price atau Harga

Q = Jumlah produksi

Selanjutnya pendapatan diperoleh dengan rumus :

Pd = TR – TC Keterangan :

Pd = Pendapatan (Rp)

(40)

Identifikasi masalah 4 akan dianalisis dengan analisis regresi linear berganda. Data diolah dengan menggunakan program SPSS dengan meregresikan data biaya pengelolaa pascapanen dengan pendapatan pengelolaan pasca panen. Biaya pengemasan (produksi) dalam pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor meliputi biaya pembungkus kubis ( kertas koran dan jaring), biaya tenaga kerja, biaya pembelian rak jaring besi, biaya pembelian timbangan, biaya pembelian kapur, biaya penyusutan, dan biaya listrik, air, dan telepon.

Setelah data biaya pengemasan (produksi) dan pendapatan pengelolaan pasca panen diperoleh, selanjutnya dilakukan analisis regresi linear berganda. Persamaannya dinotasikan sebagai berikut :

Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5 + b6x6 + ε Keterangan :

Y = Pendapatan pengelolaan pasca panen a = Nilai konstanta

b1 s/d b6 = Koefisien regresi

x1 = Biaya bahan pembungkus kubis (kertas koran dan jaring) (Rp) x2 = Biaya tenaga kerja (Rp)

x3 = Biaya peralatan ( timbangan dan rak jaring besi) (Rp) x4 = Biaya penyusutan (Rp)

x5 = Biaya kapur (Rp)

x6 = Biaya listrik, air, dan telepon (Rp)

(41)

3.4.1 Uji Kesesuaian Model

Uji kesesuaian model digunakan untuk mengukur kemampuan dari peubah penjelas untuk menerangkan keragaman atau variasi dari peubah endogen pada masing-masing persamaan. Ukuran yang digunakan untuk uji ini adlah koefisien determinansi (R2). Suatu angka yang mengukur keragaman pada variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variasi pada model regresi disebut koefisien determinasi. Nilai R2 berkisar antara 0 < R2 < 1, dengan criteria pengujiannya adalah R2 yang semakin tinggi (mendekati 1) menunjukkan model yang terbentuk mampu menjelaskan keragaman dari variabel dependen, demikian sebaliknya.

3.3.2 Uji F (Uji Simultan)

Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Kriteria uji :

Jika F hitung > F tabel atau Sig < 0.05 ; H0 ditolak dan H1 diterima Jika F hitung ≤ F tabel atau Sig > 0.05 ; H0 diterima dan H1 ditolak

H0 : biaya bahan pembungkus kubis, biaya tenaga kerja, biaya peralatan, biaya penyusutan, biaya kapur dan biaya listrik, air dan telepon secara serempak tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor

H1 : biaya bahan pembungkus kubis, biaya tenaga kerja, biaya peralatan, biaya penyusutan, biaya kapur dan biaya listrik, air dan telepon secara serempak tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor

(42)

Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Tujuan dari uji t ini adalah untuk menguji koefisien regresi secara invidual. kriteria uji :

Jika t hitung < t tabel atau Sig > 0.05 ; H0 diterima dan H1 ditolak

Jika t hitung > t tabel atau Sig ≤ 0.05 ; H0 ditolak dan H1 diterima

H0: biaya bahan pembungkus kubis, biaya tenaga kerja, biaya peralatan, biaya penyusutan, biaya kapur dan biaya listrik, air dan telepon secara parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor.

H1: biaya bahan pembungkus kubis, biaya tenaga kerja, biaya peralatan, biaya penyusutan, biaya kapur dan biaya listrik, air dan telepon secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor.

3.3.4 Uji Asumsi Klasik

Normalitas

(43)

Multikolinieritas

Penyimpangan asumsi model klasik yang pertama adalah adanya multikolinieritas dalam model regresi yang dihasilkan. Artinya, antar variabel independen yang terdapat dalam model memiliki hubungan yang sempurna atau mendekati sempurna (koefisien korelasinya tinggi atau bahkan 1). Adanya multikolinieritas adalah model regresi yang diperoleh tidak sahih (valid) untuk menaksir nilai variabel independen (Algifari, 2000)

Menurut Gujarati (1994) multikolinieritas dapat dideteksi dengan beberapa metode, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Nilai toleransi kurang dari 0,1 atau VIF (Variance Inflation Factor) melebihi 10

2. Terdapat koefisien sederhana yang mencapai atau melebihi 0,8

3. Nilai F-hitung melebihi nilai F-tabel dari regresi antar variabel bebas

Ada beberapa cara menghilangkan Multikolinieritas yaitu menghilangkan salah satu atau beberapa variabel yang memiliki korelasi tinggi dalam model, menambah data atau mentransformasi nilai variabel yang digunakan mundur 1 tahun.

Untuk identifikasi masalah 5 akan dianalisis dengan uji beda rata-rata Independent

Samples Test. Data yang akan dianalisis beda rata-ratanya adalah pendapatan

pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor antara yang menggunakan packing

house dan tanpa menggunakan packing house. Data diolah dengan menggunakan

(44)

Keterangan :

: Rata-rata pendapatan pengelolaan pasca panen menggunakan packing house

: Rata-rata pendapatan pengelolaan pasca panen tanpa menggunakan packing house

n1 : Jumlah sampel pengelolaan pasca panen menggunakan packing house

n2 : Jumlah sampel pengelolaan pasca panen tanpa menggunakan packing house

: Varian dari pengelolaan pasca panen menggunakan packing house

: Varian dari pengelolaan pasca panen tanpa menggunakan packing house

Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut :

Jika t hitung > t tabel atau sig < 0.05, maka H0 ditolak dan H1 diterima

Jika t hitung < t tabel atau sig > 0.05, maka H0 diterima dan H1 ditolak

H0 : Tidak ada perbedaan pendapatan pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor antara yang menggunakan packing house dan tanpa menggunakan

packing house

(45)

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami penelitian ini maka dibuat definisi dan batasan operasional.

3.5.1 Definisi

1. Petani dalam penelitian adalah responden atau sampel penelitian sayuran kubis. Petani menjual kubisnya ada yang ke pedagang pengumpul (dalam hal ini yang menjadi pedagang pengumpul adalah Gapoktan yang ada di daerah penelitian) dan ada juga yang menjual kubisnya ke tengkulak (tentenir).

2. Eksportir dalam penelitian adalah perusahaan yang membeli sayuran kubis dari pedagang pengumpul (Gapoktan dan tengkulak).

3. Harga jual di tingkat petani yang menggunakan packing house adalah harga yang telah disepakati oleh petani dan pedagang pengumpul (dalam hal ini yang menjadi pedagang pengumpul adalah Gapoktan yang ada di daerah penelitian), yaitu sebesar Rp 1.800,-/kg.

4. Harga jual kubis pada petani yang tidak menggunakan packing house bervariasi sesuai dengan kesepakatan antara petani dan tengkulak.

(46)

6. Biaya pengemasan (produksi) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses pengemasan sayuran kubis ekspor berlangsung, yaitu terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost)

7. Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah mengikuti perubahan output yang dihasilkan, seperti biaya penyusutan peralatan, biaya listrik, air dan telepon.

8. Biaya variabel adalah biaya yang selalu berubah, tergantung pada output yang diinginkan, seperti biaya bahan baku utama dan penunjang,

9. Biaya penyusutan adalah biaya yang diperoleh dengan cara membagikan harga beli produk dengan umur ekonomisnya.

10. Penerimaan usahatani pascapanen adalah jumlah produksi sayuran kubis ekspor dikalikan dengan harga jual sayuran kubis ekspor yang belum dikurangi dengan biaya pengelolaan pascapanen.

11. Pendapatan usaha petani adalah pendapatan dari usahatani dan pengelolaan pasca panen yang dilakukan oleh petani.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Desa Seribu Dolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun.

2. Waktu penelitian dilakukan pada tahun 2015.

(47)

BAB IV

DESKRIPSI DA

ERAH PENELITIAN

4.1 Letak Geografis dan Batasan Wilayah

Desa Saribudolok berada di Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Silimakuta terletak pada ketinggian ±1,400m di atas permukaan laut dengan jarak ±34 km dari Ibukota Kabupaten Simalungun. Luas wilayah Desa Saribudolok 2.400,4 km2 dengan kepadatan penduduk rata-rata 285 jiwa / Km2.

Kecamatan Silimakuta berbatasan dengan: Sebelah Utara : Kecamatan Dolok Silou

Sebelah Selatan : Kecamatan Pematang Silimakuta Sebelah Barat : Kabupaten Karo

Sebelah Timur : Kecamatan Purba

4.2 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk di Kecamatan Silimakuta sebanyak 14,793 jiwa yang terdiri dari 7,622 jiwa laki-laki dan 7,171 jiwa perempuan.

Tabel 1. Penduduk Menurut Desa/ Kelurahan dan Jenis Kelamin di Kecamatan Silimakuta 2012

No Desa/ Kelurahan Laki-laki

(Jiwa)

(48)

Jumlah penduduk Desa Saribudolok sebanyak 8,285 jiwa yang terdiri dari 4,297 jiwa laki-laki dan 3,988 jiwa perempuan. Jumlah rumah tangga di Desa Saribudolok sebanyak 1,945 kepala keluarga. Penduduk desa terdiri dari berbagai macam suku, yaitu suku Simalungun, Karo, Tapanuli, Jawa, China, dan lain-lain. Ada 3 agama yang terdapat di Desa Saribudolok, yaitu agama Islam 13%, Kristen 85%, dan Budha 2% dari jumlah penduduk.

Berikut tabel persentase mata pencaharian penduduk Desa Saribudolok 2012.

Tabel 2. Persentase Mata Pencaharian penduduk Desa SeribuDolok Tahun 2012

No Mata Pencaharian Persentase (%)

1 Sektor Pertanian 67

2 PNS/ TNI/ Polri 14

3 Sektor Perdagangan 12

4 Sektor Jasa 5

5 Pensiun/ Karyawan 2

Sumber: Kantor Kepala Desa, 2013

Berdasarkan tabel 2 diatas, dapat kita lihat bahwa persentase mata pencaharian yang paling tinggi adalah sektor pertanian sebesar 67%. Dan persentase mata pencaharian yang paling kecil adalah pensiun/karyawan sebesar 2%. Ini menandakan bahwa penduduk Desa Seribu Dolok sebagian besar berprofesi sebagai petani.

4.3 Sarana Pendukung Agribisnis

(49)

Tabel 3. Sarana Pendukung Agribisnis di Desa Saribudolok 2012 2 Lembaga Financial @1 Unit

(Bri, Mandiri, Bank Sumut, Danamon, BPR Agribisnis, dan BPR NBP)

Sumber: Kantor Kepala Desa, 2013

Dari tabel 3, dapat dilihat bahwa sarana pendukung agribisnis di Desa Saribudolok sudah cukup lengkap karena tersedia gudang pertanian yang digunakan sebagai tempat pengumpulan produk-produk pertanian, pabrik kilang padi, pasar, dan lembaga-lembaga pendukung agribisnis, seperti bank dan KUD.

4.4 Sarana Angkutan Desa

Berikut sarana angkutan desa di daerah penelitian, yaitu Desa Saribudolok Kecamatan Silimakuta.

Tabel 4. Sarana Angkutan di Desa Saribudolok 2012

No Jenis Sarana Jumlah (Unit)

1 Bus 185

2 Becak Bermotor 112

3 Truk 98

Total 395

Sumber: Kantor Kepala Desa, 2013

(50)

masyarakat desa, serta truk yang digunakan untuk mengangkut produk-produk pertanian.

4.5 Karakteristik Petani Sampel

Sampel petani dalam penelitian adalah petani kubis yang ada di daerah penelitian, yaitu di Desa Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun. Karakteristik sampel meliputi: umur, pendidikan, jumlah tanggungan, pengalaman bertani, dan luas lahan petani. Karakteristik sampel dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5. Karakteristik Petani Sampel di Daerah Penelitian

Sumber: Data diolah dari Data Lampiran 2

Dari tabel 5, dapat diketahui bahwa umur rata-rata petani sampel adalah 43,60 tahun, lama pendidikan rata-rata 11,75 tahun menunjukkan tingkat pendidikan petani rata-rata tamatan SMA/sederajat, pengalaman bertani 15,45 tahun, jumlah tanggungan petani sampel rata-rata 4 jiwa, dan rata-rata luas lahan petani sampel adalah 0.46 Ha.

4.6 Karakteristik Pedagang Pengumpul

Pedagang pengumpul di daerah penelitian adalah Gapoktan yang ada di desa tersebut, yaitu Gapoktan Dolok Mariah dan para tengkulak yang berperan sebagai pedagang pengumpul yang ada di daerah penelitian. Gapoktan terbentuk pada tahun 2008 dengan jumlah anggota sebanyak 11 kelompok tani, satu kelompok tani ada sebanyak 20 orang petani. Produksi kubis per musim tanam yang tergabung dalam

(51)

Gapoktan adalah ± 9 ton. Gapoktan akan memanen langsung kubis di kebun petani. Setelah itu, kubis akan di bawa ke tempat pengepakan sayur (packing house).

Gudang atau tempat pengepakan sayur (Packing house)dibangun pada tahun 2010. Tempat pengepakan sayur tersebut dipimpin oleh manager yang bertanggung jawab penuh terhadap segala sesuatu yang terjadi di dalam gudang tersebut. Jumlah tenaga kerja yang ada di packing house tersebut ada 12 orang. Kegiatan yang ada di

packing house, yaitu pengangkutan kubis ke Gapoktan, pembersihan, sortasi, dan

pengemasan.

Seperti pada umumnya masalah yang sering terjadi pada produk pertanian adalah mengenai harga produk. Harga kontrak dengan eksportir tidak ada fluktuasi harga, sehingga harga di eksportir terkadang lebih rendah daripada harga di pasaran lokal.

Pada awal Maret 2011, Kabupaten Simalungun melalui Gapoktan Seribu Dolok Mariah Kecamatan Silimakuta mengekspor sebanyak 15 ton kubis ke Singapura. Volume berat kubis tersebut harus terpenuhi setiap minggunya untuk dipasok ke eksportir. Apabila volume berat kubis tidak terpenuhi, maka Gapoktan harus bisa mengisinya dengan sayuran lain, seperti labu, kentang, wortel, dan lain sebagainya sampai volume kubis mencapai sebanyak 15 ton.

Kriteria standar kubis yang dijual ke eksportir, yaitu seberat 1,5-2 kg per satu buah kubis. Selain berat kubis, kriteria yang harus dipenuhi, yakni kesegaran dan keamanan pangan pada kubis.

(52)

Eksportir yang menjalin kerjasama dengan Gapoktan Seribu Dolok Mariah di Simalungun adalah PT. Alamanda Sejati Utama. PT. Alamanda Sejati Utama merupakan salah satu perusahaan eksportir buah dan sayuran terbesar di Indonesia yang berdiri pada tahun 2002 yang berlokasi di Jl. Raya Banjaran Km. 20.5 No. 486 Kab. Bandung.

Perusahaan ini telah berhasil mendapatkan kepercayaan dan pengakuan dari para pelanggannya. PT Alamanda Sejati Utama memiliki visi dan misi perusahaan guna meningkatkan kinerja usaha dalam melakukan ekspor ke luar negeri. Visi dari perusahaan tersebut adalah untuk menjadi eskportir terkemuka dalam mengekspor sayuran, buah-buahan, dan bunga yang menempatkan kepuasan pelanggan sebagai prioritas utama. Misi dari perusahaan tersebut adalah bekerjasama dengan semua pemangku kepentingan petani untuk memajukan ekspor hortikultura Indonesia terhadap negara-negara seluruh dunia.

Peluang ekspor sayur dan buah Indonesia ke Singapura terbuka lebar. Pemerintah Indonesia dan Singapura sepakat, pada 2014 ada peningkatan pangsa pasar ekspor buah dan sayur Indonesia ke Singapura sebesar 30 persen. Untuk memenuhi target peningkatan itu, diperlukan produksi yang berkesinambungan dalam kualitas, kuantitas, penerapan praktik pertanian yang baik, keamanan pangan, dan rantai pasok yang memadai (Kompas, 2011).

(53)

dilakukan penandatanganan kontrak dagang pemasaran sayuran untuk ekspor ke Singapura antara Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Dolok Mariah.

Suswono menyatakan peningkatan ekspor melalui kerja sama pemasaran antara petani dan eksportir merupakan bentuk terobosan pemerintah dalam meningkatkan pendapatan petani. Hal itu juga merupakan upaya menjaga harga di tingkat petani agar tidak terlalu fluktuatif. Suswono berharap kepada petani dan perusahaan eksportir untuk menjaga kerjasama yang telah dirintis.

(54)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Proses Pengelolaan Pasca Panen Kubis

Pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor di daerah penelitian terdiri dari 2 proses pengelolaan, yaitu proses pengelolaan pasca panen yang menggunakan

packing house dan proses pengelolaan pasca panen yang tidak menggunakan

packing house.

Pada proses pengelolaan pasca panen yang menggunakan packing house, petani terlebih dahulu memanen sayuran kubis ekspor di lahan mereka. Kemudian dikumpulkan pada satu tempat serta dilakukan sortasi sesuai dengan berat dan kualitasnya. Setelah dilakukan sortasi maka sayuran akan dibawa ke tempat pengepakan (packing house) dengan menggunakan mobil bak terbuka yang disediakan oleh packing house. Di tempat tersebut sayuran akan dibersihkan dari sisa-sisa tanah yang menempel pada sayuran lalu dilakukan trimming. Trimming

(55)

skema proses pengelolaan pasca panen kubis yang menggunakan packing house di daerah penelitian

Panen Sortasi Pembersihan Trimming

Pengemasan Pengeringan Pengapuran

Gambar 2. Skema Proses Pengelolaan Pasca Panen Kubis yang menggunakan Packing House

Pada proses pengelolaan pasca panen yang tidak menggunakan packing house ada perbedaan sedikit dibandingkan dengan yang menggunakan packing house. Perbedaan tersebut ada pada proses trimming dan pengeringan. Setelah kubis dipanen lalu disortasi langsung di lahan, maka dilakukan pembersihan sisa-sisa tanah yang masih menempel pada kubis. Setelah dilakukan pembersihan di lahan maka kubis akan dibawa ke rumah petani untuk proses selanjutnya. Di rumah dilakukan proses pengapuran. Guna dari pengapuran ini adalah untuk menghindari busuknya tongkol kubis. Kemudian dikemas dengan kertas koran lalu dimasukkan ke dalam jaring rajut. Berbeda halnya dengan yang menggunakan packing house, dalam 1 jaring rajut memiliki berat 15-18 kg kubis. Setelah itu langsung diantar ke pedagang pengumpul.

(56)

Panen Sortasi Pembersihan

Pengemasan Pengapuran

Gambar 3. Skema Proses Pengelolaan Pasca Panen Kubis yang Tidak menggunakan Packing House

5.1.2 Biaya-biaya Pada Pengelolaan Pasca Panen Kubis

Dalam proses pengelolaan pasca panen kubis baik yang menggunakan packing

house maupun yang tidak menggunakan packing house pasti memerlukan biaya.

Biaya ini disebut dengan biaya produksi atau biaya pengepakan.

Biaya-biaya yang diperlukan antara lain biaya pembungkus kubis (kertas koran dan jaring), biaya tenaga kerja, biaya pembelian rak jaring besi, biaya pembelian timbangan, biaya pembelian kapur, biaya penyusutan dan biaya listrik, air, dan telepon. Biaya-biaya pengelolaan pasca panen kubis yang menggunakan packing

house dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 6. Biaya Pengelolaan Pasca Panen Kubis Petani yang menggunakan Packing House di daerah penelitian

No. Uraian Total Biaya/Ton Rata-rata

Biaya/petani/ton

1. Biaya pembungkus kubis 0 0

2. Biaya tenaga kerja 3.318.276,31 110.609,21

3. Biaya pembelian peralatan 1.417.514,40 47.250,48

4. Biaya penyusutan 79.261,83 2.642,06

5. Biaya kapur 0 0

6. Biaya listrik,air dan telepon 0 0

Total 4.815.052,54 160.501,75

(57)

Dari tabel 6, dapat diketahui bahwa total biaya pembungkus kubis per ton petani yang menggunakan packing house adalah Rp 0/ton, biaya tenaga kerja sebesar Rp 3.318.276,31/ton, total biaya pembelian peralatan sebesar Rp657.126,55/ton, total biaya penyusutan adalah Rp 102.239,22/ton, total biaya kapur adalah Rp 0/ton, dan total biaya listrik, air dan telepon adalah Rp 0/ton. Dari tabel di atas juga dapat diketahui bahwa biaya yang paling besar adalah biaya tenaga kerja, yaitu sebesar Rp 3.318.276,31/ ton, sedangkan biaya yang paling kecil adalah penyusutan, yaitu sebesar Rp 102.239,22/ton. Total semua biaya pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor petani per ton yang menggunakan packing house di daerah penelitian adalah Rp 4.815.052,54/ton.

Biaya-biaya pengelolaan pasca panen kubis yang tidak menggunakan packing house dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 7. Biaya Pengelolaan Pasca Panen Kubis Petani yang Tidak Menggunakan Packing House di Daerah Penelitian

No. Uraian Total Biaya/Ton Rata-rata

Biaya/petani/ton

1. Biaya pembungkus kubis 893.354,47 29.778,48

2. Biaya tenaga kerja 3.396.638,88 113.221,30

3. Biaya pembelian peralatan 499.173,18 16.639,11

4. Biaya penyusutan 36.022,85 1.200,76

5. Biaya kapur 91.391,23 3.046,37

6. Biaya listrik,air dan telepon

Total

393.601,43

5.310.182,04

13.120,05

177.006,07

Sumber : Dari Lampiran 5b

(58)

kerja sebesar Rp 3.396.638,88/ton, total biaya pembelian peralatan sebesar Rp. 499.173,18/ton, total biaya penyusutan adalah Rp 36.022,85/ton, total biaya kapur adalah Rp 91.391,23/ton, dan total biaya listrik, air dan telepon adalah Rp 393.601,43/ton. Dari tabel di atas juga dapat diketahui bahwa biaya yang paling besar adalah biaya tenaga kerja, yaitu sebesar Rp 3.396.638,88/ton, sedangkan biaya yang paling kecil adalah biaya penyusutan, yaitu sebesar Rp 36.022,85/ton. Total semua biaya pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor petani per ton yang tidak menggunakan packing house di daerah penelitian adalah Rp 5.310.182,04/ton.

Dari hasil perhitungan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa biaya pasca panen petani kubis ekspor yang menggunakan packing house lebih rendah daripada petani yang tidak menggunakan packing house.

5.1.3 Pendapatan pada Pengelolaan Pasca panen Kubis

Pendapatan pada pengelolaan pasca panen kubis ekspor ini didapat setelah penerimaan dikurangi dengan total biaya pengelolaan pasca panen. Setelah dilakukan perhitungan dengan rumus, maka pendapatan pengelolaan pasca panen yang menggunakan packing house adalah sebesar Rp 1.639.498,25/ton, dan pendapatan pengelolaan pascapanen yang tidak menggunakan packing house

adalah sebesar Rp 1.199.660,60/ton.

Dari hasil analisis, dapat diketahui bahwa pendapatan petani yang menggunakan

packing house lebih tinggi daripada pendapatan petani yang tidak menggunakan

(59)

5.1.4 Analisis Pengaruh Biaya Pengelolaan Pasca Panen Terhadap Pendapatan Petani yang Menggunakan Packing House di Daerah Penelitian

Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data primer yang telah diolah, yaitu data pada lampiran 5. Setelah itu data akan diolah dengan menggunakan persamaan regresi linier berganda dengan menggunakan variabel terikat yaitu pendapatan dan variabel bebas yang terdiri dari biaya bahan pembungkus kubis (X1), biaya tenaga kerja (X2), biaya peralatan (X3), biaya penyusutan (X4), biaya kapur (X5) dan biaya listrik, air dan telepon (X6). Dikarenakan pada pengelolaan pasca panen yang menggunakan packing house tidak mengeluarkan biaya pembungkus kubis, biaya kapur, dan biaya listrik, air, dan telepon, maka biaya tersebut tidak diregresikan atau bernilai 0. Maka digunakan persamaan yang tertulis di metode penelitian untuk memudahkan melihat koefisien regresi dan interpretasi.

Untuk memberikan kepastian bahwa persamaan regresi yang akan diperoleh nanti memiliki ketepatan dalam estimasi, tidak bias, dan konsisten, maka dilakukan uji asumsi klasik dahulu.

Hasil Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

(60)

Gambar 4. Histogram Uji Normalitas

(61)

Gambar 5. Scatter Plot Uji Normalitas

Plot di atas memiliki aturan jika titik-titik (gradient antara probabilita kumulatif observasi dan probabilita kumulatif harapan) berada sepanjang garis, maka residual mengikuti distribusi normal. Melihat plot di atas dimana titik-titik yang relatif tidak jauh dari garis, maka dapat diambil kesimpulan bahwa residual telah mengikuti distribusi normal.

Uji Multikolinieritas

Uji Multikolinieritas dapat dilihat dari nilai Tolerance dan VIF masing-masing variabel seperti tabel di bawah ini:

Tabel 8. Nilai Tolerance dan VIF

Variabel Tolerance VIF

Biaya Tenaga Kerja 0,637 1,571

Biaya Peralatan 0,584 1,713

Biaya penyusutan 0,579 1,728

(62)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai Tolerance masing-masing variabel lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF < 10. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa tidak terjadi gejala multikolinieritas di dalam model persamaan tersebut.

Tabel 9. Hasil Analisis

Constanta 2304847,249 4483226,648 0,514 0,612

X1 = Biaya pembungkus kubis - - - -

Adapun persamaan yang diperoleh dari hasil analisis adalah : Y = 2304847,25 - 3,188X2 + 2,746X3 – 57,508X4

Uji Kesesuaian Model ( Test of Goodness of Fit )

(63)

Uji F ( Uji Simultan )

Berdasarkan tabel ANOVA (lampiran 9b) dapat dilihat bahwa secara serempak pengaruh variabel biaya tenaga kerja, biaya peralatan, dan biaya penyusutan

signifikan secara statistik pada α = 5%. Hal ini dapat dilihat dari uji F dimana F -Hitung (192,586) > F-Tabel (2,62). Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel bebas biaya tenaga kerja, biaya peralatan, dan biaya penyusutan mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel pendapatan.

Uji t (Uji Parsial)

1. Biaya Tenaga Kerja (X2)

Secara parsial, variabel tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani. Dimana dapat dilihat bahwa signifikansi lebih kecil daripada 0,05 ( 0,001 < 0,05). Tanda minus pada T-hitung menandakan pengaruh biaya tenaga kerja pada pendapatan petani berlawanan arah.

2. Biaya Peralatan (X3)

Variabel biaya peralatan ternyata tidak signifikan secara statistik pada α = 5%. Hal

ini dapat dilihat pada tabel 9 bahwa signifikansi biaya peralatan sebesar 0,897 > 0,05. Artinya variabel biaya peralatan tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani kubis yang menggunakan packing house di daerah penelitian.

(64)

3. Biaya Penyusutan (X4)

Secara parsial, variabel biaya penyusutan berpengaruh secara tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%. Dimana dapat dilihat pada tabel 9 bahwa signifikansi biaya penyusutan sebesar 0,711 (> 0,05).

Interpretasi Model

Dari model di atas. Dapat diinterpretasikan pengaruh setiap variabel. Variabel biaya peralatan dan penyusutan tidak dapat diinterpretasikan karena tidak berpengaruh kepada pendapatan petani yang menggunakan packing house. Maka interpretasi Biaya tenaga kerja terhadap pendapatan petani yang menggunakan packing house

sebagai berikut :

1. Biaya Tenaga Kerja (X2)

Secara teoritis dilihat dari basis koefisien regresi biaya tenaga kerja memiliki pengaruh negatif terhadap pendapatan petani yang menggunakan packing house. Koefisien 3,682 menerangkan bahwa ketika biaya tenaga kerja naik 1 rupiah maka pendapatan petani akan turun sebesar 3,682 Rupiah.

5.1.5 Analisis Pengaruh Biaya Pengelolaan Pasca Panen Terhadap Pendapatan Petani yang Tidak Menggunakan Packing House di Daerah Penelitian

Hasil Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

(65)

Gambar 6. Histogram Uji Normalitas

(66)

Gambar 7. Scatter Plot Uji Normalitas

(67)

Tabel 10. Hasil Analisis

Constanta 2304847,249 4483226,648 0,514 0,612

X1 = Biaya pembungkus kubis 37,553 9,664 3,886 0,001

Adapun persamaan yang diperoleh dari hasil analisis adalah :

Y = 2304847,249+ 37,553X1 - 3,682X2 + 0,477X3 – 18,113X4 - 76,731X5 + 28,050X6

Uji Kesesuaian Model ( Test of Goodness of Fit )

Setelah dilakukan analisis terhadap model regresi tersebut (data lampiran 5), maka diperoleh hasil R2 (lampiran 10a) sebesar 0,980 yang artinya 98% variasi variabel pendapatan telah dapat dijelaskan oleh variabel biaya pembungkus kubis, biaya tenaga kerja, biaya peralatan, biaya penyusutan, biaya kapur, dan biaya listrik, air, dan telepon. Sisanya sebesar 2% dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Uji F ( Uji Simultan )

(68)

statistik pada α = 5%. Hal ini dapat dilihat dari uji F dimana F-Hitung (192,586) > F-Tabel (2,53). Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel bebas biaya pembungkus kubis, biaya tenaga kerja, biaya peralatan, biaya penyusutan, biaya kapur, dan biaya alistrik, air, dan telepon mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel pendapatan.

Uji t (Uji Parsial)

1. Biaya Pembungkus Kubis (X1)

Secara parsial, variabel biaya pembungkus kubis berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95%. Dimana dapat dilihat pada tabel 13 bahwa signifikansi 0,001 < 0,05.

2. Biaya Tenaga Kerja (X2)

Secara parsial, variabel tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani. Dimana dapat dilihat bahwa signifikansi sebesar 0,002 < 0,05. Tanda minus pada T-hitung menandakan pengaruh biaya tenaga kerja pada pendapatan petani berlawanan arah.

3. Biaya Peralatan (X3)

Variabel biaya peralatan ternyata tidak sigifikan secara statistik pada α = 5%. Hal

(69)

4. Biaya Penyusutan (X4)

Secara parsial, variabel biaya penyusutan berpengaruh secara tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%. Dimana dapat dilihat pada tabel 13 bahwa signifikansi 0,711 > 0,05.

5. Biaya Kapur (X5)

Variabel biaya kapur berpengaruh nyata secara parsial terhadap pendapatan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini dapat dilihat dari signifikansinya, dimana signifikansi 0,010 < 0,05.

6. Biaya listrik, air, dan telepon

Secara parsial, variabel biaya listrik, air, dan telepon signifikan secara statistik pada

α = 5%. Hal ini dapat dilihat dari tabel 13 bahwa signifikansi sebesar 0,044 lebih kecil dari 0,05.

Interpretasi Model

Dari model di atas, dapat diinterpretasikan pengaruh setiap variabel. Variabel biaya peralatan, biaya penyusutan dan biaya listrik, air, dan telepon tidak berpengaruh terhadap pendapatan petani kubis ekspor yang tidak menggunakan packing house. Sehingga interpretasi variabel biaya pembungkus kubis, biaya tenaga kerja, dan biaya kapur terhadap pendapatan petani yang tidak menggunakan packing house

(70)

1. Biaya pembungkus kubis (X1)

Secara teoritis dilihat dari basis koefisien regresi biaya pembungkus kubis memiliki pengaruh positif terhadap pendapatan petani yang tidak menggunakan packing

house. Koefisien sebesar 37,553 menjelaskan bahwa ketika biaya pembungkus

kubis naik 1 Rupiah maka pendapatan petani juga akan naik sebesar 37,553 Rupiah.

2. Biaya Tenaga Kerja (X2)

Secara teoritis dilihat dari basis koefisien regresi biaya tenaga kerja memiliki pengaruh negatif terhadap pendapatan petani yang tidak menggunakan packing

house. Koefisien -3,682 menerangkan bahwa ketika biaya tenaga kerja naik 1

Rupiah maka pendapatan petani akan turun sebesar 3,682 Rupiah.

3. Biaya Kapur (X5)

Secara teoritis dilihat dari basis koefisien regresi biaya kapur memiliki pengaruh negatif terhadap pendapatan petani yang tidak menggunakan packing house. Koefisien -76,731 menjelaskan bahwa ketika biaya kapur naik 1 Rupiah maka pendapatan petani akan turun sebesar 76,731 Rupiah.

4. Biaya Listrik, Air dan Telepon (X6)

Secara teoritis dilihat dari basis koefisien regresi biaya listrik, air dan telepon memiliki pengaruh positif terhadap pendapatan petani yang menggunakan packing

house. Koefisien 28,050 menjelaskan bahwa ketika biaya listrik, air dan telepon

(71)

Sehingga dari hasil regresi maka diambil kesimpulan bahwa biaya pengelolaan pasca panen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan petani kubis ekspor yang tidak menggunakan packing house.

5.1.5 Uji Beda Rata-rata Pendapatan Petani Kubis Ekspor yang Menggunakan Packing House dan yang Tidak Menggunakan Packing House

Data yang digunakan untuk melihat beda rata-rata pendapatan petani kubis ekspor yang menggunakan packing house dan yang tidak menggunakan packing house di daerah penelitian adalah data primer yang telah diolah yang dapat dilihat pada lampiran. Adapun hasil analisis dengan menggunakan uji beda rata-rata independent sample T-test, maka dihasilkan output sebagai berikut:

Tabel 11. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Independent Sample T-test

Variabel Nilai

thitung 15,151

Signifikansi 0,000

Df 58

Sumber : Lampiran 11

Berdasarkan uji beda rata-rata didapat thitung 15,151 dan ttabel dengan df 58 sebesar 2,008, sehingga thitung > ttabel (15,151 > 2,008), maka H1 terima dan H0 ditolak. Dengan uji t dapat ditarik kesimpulan bahwa secara signifikan ada perbedaan pendapatan petani yang menggunakan packing house dan pendapatan petani yang tidak menggunakan packing house di daerah penelitian. Hal ini juga dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,000 sebab p-value < 0,05 ( tingkat kepercayaan 95%).

Maka hipotesis diterima yang menyatakan ada perbedaan yang signifikan antara pendapatan pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor yang menggunakan

(72)

5.2 Pembahasan

5.2.1 Biaya Pembungkus Kubis.

Pada petani yang menggunakan packing house, biaya pembungkus kubis tidak ada, karena biaya pembungkus kubis telah ditanggung oleh pihak Gapoktan di packing

house. Ini merupakan salah satu keuntungan yang diterima oleh petani yang

menggunakan packing house, karena petani tidak perlu susah payah untuk membeli pembungkus kubis. Sehingga penggunaan packing house yang bertujuan untuk menekan biaya ini tercapai. Menurut hasil penelitian, Biaya pembungkus kubis pada petani yang tidak menggunakan packing house berpengaruh positif kepada pendapatan usahatani pascapanen. Biaya pembungkus kubis berhubungan dengan hasil produksi kubis petani, apabila produksi kubis petani meningkat otomatis biaya pembungkus kubis juga meningkat dan berpengaruh positif kepada pendapatan petani. Artinya, semakin tinggi biaya pembungkus kubis maka pendapatan petani juga akan naik. Tetapi ini tidak sesuai dengan teori, dimana apabila biaya semakin tinggi maka pendapatan semakin rendah.

5.2.2 Biaya Tenaga Kerja

(73)

waktu yang singkat kubis harus segera dibersihkan dan di trimming supaya meminimalisir kerusakan pada kubis.

5.2.3 Biaya Peralatan

Biaya peralatan berpengaruh positif terhadap pendapatan petani yang menggunakan packing house maupun yang tidak menggunakan packing house. Semakin banyak petani mengeluarkan biaya untuk membeli peralatan maka pendapatannya akan semakin menurun. Sedikitnya pengaruh biaya peralatan disebabkan karena pembelian peralatan ini hanya sekali, pembelian peralatan selanjutnya akan dilakukan apabila peralatan yang lama telah rusak. Pemakaian peralatan yang berulang-ulang dapat menghemat biaya yang dikeluarkan oleh petani. Namun kenyataannya, biaya peralatan tidak memiliki pengaruh yang siginifikan kepada pendapatan petani yang menggunakan packing house maupun yang tidak menggunakan packing house walaupun dapat menghemat biaya yang dikeluarkan oleh petani.

5.2.4 Biaya Penyusutan

(74)

sebesar 18,113 Rupiah, dan hal ini sesuai dengan teori. Tetapi walaupun biaya penyusutan berpengaruh negatif terhadap pendapatan, ini tidak dapat dipakai karena sesuai dengan hasil penelitian biaya penyusutan pada petani yang menggunakan packikng house maupun yang tidak menggunakan packing house

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan petani.

5.2.5 Biaya Kapur

Biaya kapur pada petani yang menggunakan packing house tidak ada, karena sudah ditanggung oleh pihak Gapoktan (packing house). Inilah salah satu keuntungan lainnya apabila menggunakan packing house. Biaya kapur pada petani yang tidak menggunakan packing house berpengaruh negatif terhadap pendapatan petani dimana ketika penggunaan kapur yang digunakan untuk menghindari busuknya tongkol kubis naik maka biaya untuk pembelian kapur juga akan naik. Inilah yang menyebabkan pendapatan petani yang tidak menggunakan packing house menurun.

5.2.6 Biaya Listrik, Air, dan Telepon

Biaya listrik, air, dan telepon petani yang menggunakan packing house untuk pengelolaan pasca panen kubis ini tidak ada, karna proses berlangsung di packing house. Biaya listrik, air, dan telepon pada petani yang tidak menggunakan packing house memiliki pengaruh positif kepada pendapatan petani. Artinya apabila biaya listrik, air dan telepon ini naik, maka pendapatan petani juga akan meningkat. Namun, hal ini tidak sesuai dengan teori. Seharusnya pendapatan petani akan meningkat apabila biaya yang dikeluarkan petani semakin menurun.

(75)

5.2.7 Penggunaan Packing House untuk Meningkatkan Pendapatan Petani

Pendapatan pengelolaan pasca panen kubis ekspor petani di daerah penelitian cukup bervariasi. Hal ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

(76)

Dilihat dari segi biaya menurut hasil penelitian, biaya pengelolaan pascapanen yang menggunakan packing house lebih rendah daripada pengelolaan pascapanen yang tidak menggunakan packing house.

Modal petani untuk memulai usahatani juga berpengaruh kepada pendapatan petani. Modal usaha petani yang menggunakan packing house berasal dari modal sendiri, sedangkan modal usaha petani yang tidak menggunakan packing house berasal dari dana pinjaman oleh tengkulak. Di antara petani yang tidak menggunakan packing house dengan tengkulak terjadi kesepakatan bahwa hasil panen petani harus dijual ke pemodal yaitu tengkulak dengan harga di bawah rata-rata pasaran. Inilah yang menyebabkan pendapatan petani rendah. Salah satu cara untuk mengatasi masalah permodalan ini adalah dengan memanfaatkan modal yang bersumber dari kredit bank.

Apabila dilihat dari segi harga yang terima oleh petani juga berbeda. Harga yang didapat oleh petani yang menggunakan packing house merupakan harga yang telah disepakati di dalam kontrak kemitraan oleh gapoktan dan petani, yaitu sebesar Rp 1.800,00/ kg. Harga yang didapat oleh petani yang tidak menggunakan packing house bervariasi, sesuai dengan hasil penelitian harga rata-rata yang diterima petani yang tidak menggunakan packing house sebesar Rp 1.370,00 /kg. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan pendapatan antara petani yang menggunakan packing

house dan petani yang tidak menggunakan packing house.

(77)

sangat signifikan antara petani yang menggunakan packing house dan yang tidak menggunakan packing house.

Ternyata penggunaan packing house yang tujuannya untuk meningkatkan mutu hasil pertanian (dalam hal ini sayuran kubis) ternyata efektif untuk meningkatkan pendapatan petani. Hal ini dikarenakan petani telah mampu mengaplikasikan pembinaan-pembinaan yang telah diberikan oleh pihak Gapoktan mengenai bagaimana penanganan produk sayuran dengan baik, pembinaan tentang pengendalian hama dan penyakit pasca panen, pembinaan tentang pengemasan, dan sebagainya, sehingga harga kontrak yang ditawarkan oleh Gapoktan juga meningkat dikarenakan kubis yang dihasilkan petani bermutu baik. Dengan naiknya harga kontrak dari Gapoktan, maka pendapatan petani juga akan meningkat.

Usaha sektor pertanian dipandang usaha yang mempunyai risiko tinggi terhadap dinamika alam dan rentan terhadap serangan hama dan penyakit yang mengakibatkan penurunan produksi hasil bahkan gagal panen serta risiko fluktuasi harga sehingga pendapatan petani menurun. Oleh karena itu petani menderita kerugian yang cukup besar sehingga untuk usaha berikutnya tidak mempunyai modal lagi, bahkan bagi petani meminjam kredit tidak mampu mengembalikannya sehingga menimbulkan kredit macet.

(78)

petani/peternak pentingnya peningkatan ketrampilan dan perbaikan manajemen usaha pertanian, mengurangi ketergantungan petani/peternak pada permodalan yang berasal dari pihak lain dan membantu petani menyediakan biaya/ongkos produksi atau modal usaha, meningkatkan pendapatan/keberhasilan para petani dalam melaksanakan usahatani berladang /peternak secara berkesinambungan.

(79)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Proses pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor yang menggunakan

packing house adalah panen, sortasi, pembersihan, trimming, pengapuran,

pengeringan dan pengemasan. Sedangkan proses pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor yang tidak menggunakan packing house adalah panen, sortasi, pembersihan, pengapuran, dan pengemasan.

2. Biaya pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor yang menggunakan

packing house lebih rendah dari biaya pengelolaan pasca panen sayuran kubis

ekspor yang tidak menggunakan packing house.

3. Pendapatan pengelolaan pasca panen kubis ekspor yang menggunakan packing

house lebih tinggi daripada pendapatan pengelolaan pasca panen yang tidak

menggunakan packing house.

4. Tidak ada pengaruh yang signifikan antara biaya pengelolaan pascapanen yang menggunakan packing house terhadap pendapatan petani kubis ekspor. Tidak ada pengaruh yang signifikan antara biaya pengelolaan pasca panen yang tidak menggunakan packing house terhadap pendapatan petani di daerah penelitian. 5. Ada perbedaan yang signifikan antara pendapatan pengelolaan pasca panen

sayuran kubis ekspor yang menggunakan packing house dan tanpa menggunakan

(80)

6.2Saran

1. Kepada Pemerintah (Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah) hendaknya membentuk wadah yang dapat menampung kubis yang diekspor dengan jaminan harga yang stabil. Apabila harga kubis dipasar ekspor meningkat, maka Pemerintah harus meningkatkan harga kubis ditingkat petani agar petani tidak selalu dirugikan. Dilihat dari hasil penelitian di atas, belum ada pengaruh yang signifikan antara biaya-biaya pengelolaan pasca panen terhadap pendapatan petani yang menggunakan packing house, artinya pemanfaatan packing house

yang bertujuan untuk menekan biaya produksi belum sepenuhnya terpenuhi. Diharapkan Pemerintah dapat memberikan bantuan yang lebih memadai dan yang benar-benar dibutuhkan agar petani dapat menekan biaya produksi dan pendapatan juga akan meningkat. Dibutuhkan juga peran pemerintah untuk mengucurkan dana pinjaman sebagai modal petani untuk menjalankan usahataninya.

2. Kepada petani yang belum menggunakan packing house disarankan untuk segera bergabung dengan petani yang telah menggunakan packing house. Hal ini dikarenakan pendapatan petani yang telah menggunakan packing house

(81)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Kubis atau kol atau engkol yang kita kenal sekarang pada mulanya merupakan tumbuhan liar dari daerah sub tropik. Tanaman ini berasal dari Eropa dan Asia kecil, terutama tumbuh di daerah Great Britain dan Mediteranian. Asal usul tanaman kubis budidaya diduga berawal dari kubis liar (Brassica olerasea var

sylvestris) yang tumbuh di sepanjang Pantai Laut Tengah, Inggris, Denmark dan

sebelah utara Prancis Barat, serta Pantai Glamourgan (Rukmana, 1994).

Kubis liar tersebut ada yang tumbuh sebagai tanaman biennial dan ada juga yang perennial. Kubis yang telah dibudidayakan dibuat menjadi tanaman annual. Untuk memperoleh bijinya, kubis tersebut dibiarkan tumbuh sebagai tanaman biennial (Annonimous, 2006).

Pracaya (2001) menyebutkan bahwa, secara umum kubis dapat tumbuh pada semua jenis tanah. Namun demikian, pertumbuhannya akan ideal bila ditanam pada tanah liat berpasir yang mengandung bahan organik. Selama hidupnya kubis memerlukan air yang cukup tetapi tidak boleh berlebihan.

(82)

Biasanya kubis dapat dipanen pada umur 3-4 bulan. Untuk mendapat hasil yang maksimum, kubis harus sudah dipanen apabila kropnya telah keras. Tanda ini biasa dirasakan dengan memegang atau menekan krop kubis tersebut (Pracaya, 2001).

Sebagaimana telah diketahui, bahwa harga produk hortikultura, baik sayuran, buah-buahan, maupun tanaman hias sangat ditentukan oleh mutunya. Penilaian terhadap mutu sesungguhnya sangat bersifat kualitatif dan sulit untuk dikuantifikasi. Pada sayuran, mutu ditentukan oleh kesegaran, warna daun, dan ada/tidaknya lubang-lubang bekas serangan hama (Zulkarnain, 2009).

Menurut Utama (2001), perlakuan-perlakuan pascapanen adalah bertujuan memberikan penampilan yang baik dan kemudahan-kemudahan untuk konsumen, memberikan perlindungan produk dari kerusakan dan memperpanjang masa simpan. Sukses penanganan pascapanen memerlukan koordinasi dan integrasi yang hati-hati dari seluruh tahapan dari operasi pemanenan sampai ke tingkat konsumen untuk mempertahankan mutu produk awal. Beberapa tahapan perlakuan umum pascapanen antara lain adalah pre-sorting, pencucian, pelilinan, pengendalian penyakit, pengendalian insekta, dan grading.

2.2Landasan Teori

Teori Biaya Produksi

Gambar

Tabel 1. Penduduk Menurut Desa/ Kelurahan dan Jenis Kelamin di Kecamatan Silimakuta 2012
Tabel 2. Persentase Mata Pencaharian penduduk Desa SeribuDolok Tahun 2012 No Mata Pencaharian Persentase (%)
Tabel 3. Sarana Pendukung Agribisnis di Desa Saribudolok 2012 No Jenis Sarana Jumlah (Unit)
Tabel 5. Karakteristik Petani Sampel di Daerah Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Banyak ilmuwan melihat bahwa penyebab utama kerusakan terumbu karang adalah manusia (anthropogenic impact), misalnya melalui kegiatan tangkap lebih

Profesionalisme Aparatur Pemerintah di Badan Kepegawaian daerah (BKD) Kabupaten Kepulauan Talaud tidak lepas dari peran serta pimpinan disamping kemauan dan tekat

Dengan mengetahui pola konsumsi ubi kayu masyarakat akan dapat disusun kebijakan terkait dengan penyediaan ubi kayu, baik yang berasal dari produksi dalam negeri maupun

Mengundang seluruh anggota Pelkat PKB untuk hadir dalam ibadah Pelkat PKB gabungan yang akan dilaksanakan pada hari Senin, 25 Juli 2016, Pukul : 19.00 Wita, Tempat :

[r]

Untuk' rnenganalisis masalah GADR yang abstrak maka dapat dilakukan pengkajian dengan membuat sketsa dari hal- hal yang diketahui dalam masalah. Dengan demikian dapat

Berdasarkan deskripsi data di atas menunjukkan bahwa, subjek FI 2 telah mengidentifikasi masalah dengan menyatakan bahwa pernah menjumpai permasalahan itu sebelumnya. Subjek FI 2

Dengan membaca teks yang memuat ukuran berat benda, siswa dapat menyebutkan ukuran berat benda yang satu lebih berat daripada benda yang lain dengan benar.. Dengan membaca teks