• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pekerjaan pada Penduduk yang Tinggal di Sekitar Pantai dengan Kejadian Pterigium di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Pekerjaan pada Penduduk yang Tinggal di Sekitar Pantai dengan Kejadian Pterigium di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PEKERJAAN PADA PENDUDUK YANG TINGGAL DI SEKITAR PANTAI DENGAN KEJADIAN PTERIGIUM

DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN

Oleh :

DEWI MEILINDATARI NASUTION 100100253

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN PEKERJAAN PADA PENDUDUK YANG TINGGAL DI SEKITAR PANTAI DENGAN KEJADIAN PTERIGIUM

DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

DEWI MEILINDATARI NASUTION 100100253

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Hubungan Pekerjaan pada Penduduk yang Tinggal di Sekitar Pantai dengan Kejadian Pterigium di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

Nama : Dewi Meilindatari Nasution NIM : 100100253

Pembimbing Penguji I

(dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, Sp.M ) (dr. Ester R. Sitorus, SpPA) NIP : 197604172005012002 NIP : 197112082003122001

Penguji II

(dr. Eka Roina, M.Kes) NIP : 197812232003122002

Medan, Desember 2013 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Pterigium merupakan penyakit mata yang umum dijumpai serta merupakan masalah kesehatan masyarakat. Penyakit ini terjadi di seluruh dunia dengan tingkat prevalensi yang bervariasi mulai dari 1,2% sampai 23,4%. Mengingat tingginya angka kejadian pterigium pada orang-orang yang beraktifitas di luar ruangan dan berbagai faktor risiko yang dapat menyebabkannya. Penelitian ini dirancang untuk menganalisa hubungan pekerjaan pada penduduk yang tinggal di sekitar pantai dengan kejadian pterigium di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.

Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional untuk melihat hubungan pekerjaan pada penduduk di sekitar pantai dengan kejadian pterigium. Sampel diambil dengan metode konsekutif sampling, seluruh populasi masyarakat yang tinggal di sekitar pantai yang telah memenuhi kriteria inklusi dan datang untuk memeriksakan keluhan matanya. Besar sampel adalah sebanyak pemeriksaan jumlah penduduk yang datang memeriksakan matanya dalam 1 hari. Sampel sebanyak 100 orang setelah diuji dengan menggunakan analisis chi-square didapatkan hasil p=0,008, terdapat hubungan yang signifikan pekerjaan pada penduduk yang tinggal di sekitar pantai dengan kejadian pterigium di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.

(5)

ABSTRACT

Pterygium is a kind of disease which is generally found and a problem of public health. The disease happens all over the world with a variative from 1,2 (one point two) up to 23,4 (twenty-three point four) percent. Thinking of the hight of prevalence on the people who have the outdoors activities and many factors which can cause it. This research is planned to analyze the relationship between the work of the people who live on the seashore and the pterygium in Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.

This research is a kind of analytic description research with cross sectional to see the relationship of the work of the people who live on the seashore with the prevalence of pterygium. The sample is taken by using consecutive sampling method on the people who live on the seashore which already fulfilled the inclusion criteria and come to examine their eyes. The amount of sample is according to have many people who come to examine their eyes in one day. The sample is about 100 person and already tested by using chi-square analyze with the result p=0,005, it is found that there is a significant relationship between the work and pterygium occurs in Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah ini. Sebagai salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, laporan hasil penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah turut serta membantu penulis dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, diantaranya:

1. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Kepada dosen pembimbing dalam penulisan penelitian ini, dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, Sp.M, yang dengan sepenuh hati telah meluangkan segenap waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis, mulai dari awal penyusunan penelitian, pelaksanaan di lapangan, hingga selesainya laporan hasil penelitian ini.

3. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Yetti Machrina, M.Kes, yang telah menjadi dosen penasehat akademik penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda H.Armen Juni Nastuion, SE, dan Ibunda Dra.Hj.Yuslizar Usman, SE, M.si, abang penulis Muhammad Aris Fitrah Nasution, SE serta adik penulis, Nur Fairuz Diba Nasution, yang senantiasa mendukung dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

(7)

Kejadian Pterigium di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan” ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan khusunya di bidang ilmu kedokteran.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan proposal penelitian ini di kemudian hari.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2. Tujuan Khusus ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konjungtva ... 4

2.1.1. Anatomi Konjuntiva ... 4

2.1.2. Histologi Konjungtiva ... 4

2.2. Kornea ... 6

2.2.1. Anatomi Kornea ... 6

2.2.2. Histologi Kornea ... 6

(9)

2.3.1. Definisi Pterigium ... 7

2.3.2. Epidemiologi ... 8

2.3.3. Morfologi Pterigium ... 9

2.3.4. Faktor Risiko Pterigium ... 10

2.3.5. Patogenesis Pterigium ... 11

2.3.6. Gejala Klinis Pterigium ... 15

2.3.7. Penatalaksanaan ... 16

2.3.8. Komplikasi dan prognosis ... 18

2.3.9. Pencegahan ... 19

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep ... 20

3.2. Definisi Operasional... 20

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ... 22

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

4.3. Populasi dan Sampel ... 22

4.3.1. Populasi ... 22

4.3.2. Sampel ... 23

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 23

(10)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian ... 24

5.1.1. Gambaran Umum Kecamatan Medan Belawan ... 24

5.1.2. Deskripsi Data Penelitian ... 24

5.1.2.1. Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin .. 24

5.1.2.2. Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Usia ... 25

5.1.2.3. Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan ... 25

5.1.2.4.Distribusi Responden berdasarkan Kejadian Pterigium ... 26

5.1.3. Analisis Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Pterigium ... 27

5.1.3.1. Hubungan Jenis Kelamin dengan Pterigium ... 27

5.1.3.2. Hubungan Kelompok Usia dengan Pterigium ... 27

5.1.3.3. Hubungan Pekerjaan dengan Pterigium... 29

5.2. Pembahasan ... 29

5.3. Keterbatasan Penelitian ... 31

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 32

6.2. Saran ... 32

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Prevalensi Pterigium menurut Provinsi Riskesdas 2007 ... 9

Tabel 5.1. Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin ...25

Tabel 5.2. Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Usia ...25

Tabel 5.3. Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan ...26

Tabel 5.4. Distribusi Responden berdasarkan Kejadian Pterigium ...26

Tabel 5.5. Hubungan Jenis Kelamin dengan Pterigium ...27

Tabel 5.6. Hubungan Kelompok Usia dengan Pterigium ...28

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Konjuntiva ... 5 Gambar 2.2. Vaskularisasi Konjungtiva ... 6

Gambar 2.3. Pterigium ... 7

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

(14)

ABSTRAK

Pterigium merupakan penyakit mata yang umum dijumpai serta merupakan masalah kesehatan masyarakat. Penyakit ini terjadi di seluruh dunia dengan tingkat prevalensi yang bervariasi mulai dari 1,2% sampai 23,4%. Mengingat tingginya angka kejadian pterigium pada orang-orang yang beraktifitas di luar ruangan dan berbagai faktor risiko yang dapat menyebabkannya. Penelitian ini dirancang untuk menganalisa hubungan pekerjaan pada penduduk yang tinggal di sekitar pantai dengan kejadian pterigium di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.

Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional untuk melihat hubungan pekerjaan pada penduduk di sekitar pantai dengan kejadian pterigium. Sampel diambil dengan metode konsekutif sampling, seluruh populasi masyarakat yang tinggal di sekitar pantai yang telah memenuhi kriteria inklusi dan datang untuk memeriksakan keluhan matanya. Besar sampel adalah sebanyak pemeriksaan jumlah penduduk yang datang memeriksakan matanya dalam 1 hari. Sampel sebanyak 100 orang setelah diuji dengan menggunakan analisis chi-square didapatkan hasil p=0,008, terdapat hubungan yang signifikan pekerjaan pada penduduk yang tinggal di sekitar pantai dengan kejadian pterigium di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.

(15)

ABSTRACT

Pterygium is a kind of disease which is generally found and a problem of public health. The disease happens all over the world with a variative from 1,2 (one point two) up to 23,4 (twenty-three point four) percent. Thinking of the hight of prevalence on the people who have the outdoors activities and many factors which can cause it. This research is planned to analyze the relationship between the work of the people who live on the seashore and the pterygium in Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.

This research is a kind of analytic description research with cross sectional to see the relationship of the work of the people who live on the seashore with the prevalence of pterygium. The sample is taken by using consecutive sampling method on the people who live on the seashore which already fulfilled the inclusion criteria and come to examine their eyes. The amount of sample is according to have many people who come to examine their eyes in one day. The sample is about 100 person and already tested by using chi-square analyze with the result p=0,005, it is found that there is a significant relationship between the work and pterygium occurs in Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pterigium adalah semacam pelanggaran batas suatu pinguecula berbentuk segitiga berdaging di kornea, umumnya disisi nasal, secara bilateral. Keadaan ini diduga merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet (UV), pengeringan, dan lingkungan dengan angin banyak, karena sering terdapat pada orang-orang yang sebagian besar hidupnya berada di lingkungan berangin, penuh sinar matahari, berdebu, dan berpasir ( Schwab and Dawson, 2000).

Pterigium merupakan penyakit mata yang umum dijumpai serta merupakan masalah kesehatan masyarakat. Penyakit ini terjadi di seluruh dunia dengan tingkat prevalensi yang bervariasi mulai dari 1,2% sampai 23,4% (Feng, et al., 2010). Pterigium lebih sering terjadi pada daerah yang panas dengan iklim kering dimana prevalensinya dapat mencapai hingga 22% pada daerah ekuator. Pada beberapa pulau-pulau tropis di Indonesia dilaporkan memiliki tingkat prevalensi hingga 17% dan hal yang sama juga dijumpai di daerah Papua Nugini. Sehingga dapat disimpulkan terdapat asosiasi yang kuat antara paparan sinar matahari dengan terjadinya pterigium (Meseret, et al. 2008).

Di Indonesia sendiri telah dilakukan penelitian terhadap 1.200 orang dewasa yang berusia 21 tahun keatas. Dimana penelitian ini dilakukan di Sumatera dan didapati kejadian pterigium yang tinggi yaitu 14,1%. Kejadian ini meningkat sesuai dengan usia dan riwayat aktivitas di luar rumah (paparan sinar matahari). Dimana hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya (Gazzard, et al. 2002).

(17)

dijumpai terjadinya pterigium pada populasi nelayan dan petani sebanyak 23%, tetapi tidak ada satupun yang terkena pterigium pada grup lain (bekerja di ruangan).

Mengingat tingginya angka kejadian pterigium pada orang-orang yang beraktifitas di luar ruangan dan berbagai faktor risiko yang dapat menyebabkannya, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pekerjaan dan lingkungan tempat tinggal di sekitar pantai terhadap kejadian pterigium.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan pekerja nelayan dan bukan nelayan yang tinggal di sekitar pantai dengan kejadian pterigium di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pekerjaan dan lingkungan tempat tinggal di sekitar pantai dengan timbulnya pterigium di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui angka kejadian pterigium pada pekerja nelayan dan bukan nelayan yang tinggal di sekitar pantai di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.

2. Untuk mengetahui distribusi angka kejadian pterigium berdasarkan usia di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.

(18)

1.4. Manfaat penelitian

1. Bagi penulis penelitian ini bermanfaat sebagai pengetahuan di bidang epidemiologi opthalmologi, khususnya tentang hubungan faktor risiko paparan terhadap cahaya Ultraviolet-B, angin, debu, dan angka kejadian pterigium di daerah pantai.

2. Bagi masyarakat penelitian ini bermanfaat sebagai sumber informasi tentang pterigium serta tindakan preventif yang dapat dilakukan. 3. Bagi peneliti lain penelitian ini dapat memberikan informasi untuk

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konjungtiva

2.1.1. Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersatu dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (di forniks superior dan inferior) dan membungkus episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris. Konjugtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbita di forniks dan melipat berkali-kali. Lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (Lang and Lang, 2000).

2.1.2. Histologi Konjungtiva

Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresikan mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan airmata secara merata di seluruh prekornea (Sehu and Lee, 2005).

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid dan satu lapisan fibrosa. Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan

(20)

sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak di tepi atas tarsus atas (Riordan-Eva, 2000).

Gambar 2.1. Anatomi Konjungtiva Sumber : Oftalmologi Umum

(21)

Gambar 2.2. Vaskularisasi Konjungtiva Sumber : Oftalmologi Umum

2.2. Kornea

2.2.1. Anatomi Kornea

Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan di sklera, limbus, lekuk melingkar pada sambungan ini sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm ditengah, sekitar 0,65 mm ditepi dan diameternya sekitar 11,5 mm (Riordan-Eva, 2002).

2.2.2. Histologi Kornea

Dari anterior ke posterior kornea memiliki 5 lapisan yaitu: (Remington, 2005)

1. Lapisan epitel yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris. Lapisan epitel mempunyai 5 atau 6 lapis sel. Berupa stratified squamous epithelium

2. Membrane bowman, merupakan lapisan jernih aseluler, yang merupakan bagian stroma yang berubah

(22)

sejajar dengan permukaan kornea dan karena ukuran dan periodisitasnya secara optik menjadi jernih. Lamellae terletak didalam suatu zat dasar proteoglikan hidrat bersama dengan keratosit yang menghasilkan kolagen dan zat dasar.

4. Membrane descement adalah sebuah membran elastik yang jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron dan merupakan membrane basalin dari endotel kornea.

5. Lapisan endotel

2.3. Pterigium

2.3.1. Definisi Pterigium

Pterigium adalah pertumbuhan fibrovaskular non maligna dari konjungtiva yang biasanya mencapai kornea dan berbentuk segitiga dimana proses pertumbuhannya terdiri dari degenerasi fibroelastis dengan proliferasi fibrotik yang dominan (Lin, et al. 2006).

Gambar 2.3 Pterigium Sumber : www.lpeyecare.com 2.3.2. Epidemiologi

(23)

menemukan bahwa pterigium memiliki hubungan dengan usia tua, jenis kelamin laki-laki, pendidikan, dan riwayat pekerjaan. Beberapa penelitian menunjukkan tingkat prevalensi pterigium lebih rendah pada masyarakat yang menggunakan kacamata hitam saat berada diluar rumah daripada yang tidak menggunakan kacamata (Jacobs, 2012).

Prevalensi pterigium di Indonesia pada kedua mata ditemui 3,2% sedangkan pterigium pada salah satu mata 1,9%. Prevalensi pterigium pada kedua mata tertinggi di Provinsi Sumatera Barat (9,4%), terendah di Provinsi DKI Jakarta (0,4%). Prevalensi pterigium pada salah satu mata tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Barat (4,1%), terendah di Provinsi DKI Jakarta (0,2%). Prevalensi pterigium mengalami peningkatan dengan bertambahnya umur. Prevalensi tertinggi ditemui pada kelompok umur ≥ 70 tahun. Dan tidak didapati perbedaan yang terlalu signifikan pada jenis kelamin laki-laki maupun perempuan (Erry, et al 2011).

Tabel 2.1. Prevalensi Pterigium Menurut Propinsi Riskesdas 2007

(24)

2.3.3. Morfologi Pterigium

Pterigium terdiri dari tiga bagian, yaitu: (Aminlari, et al. 2010). 1. Kapsul atau puncak yang merupakan zona mendatar pada kornea yang

terdiri dari fibroblast yang menginvasi membran bowman. 2. Kepala yang merupakan area vaskular dibawah kapsul.

3. Badan atau ekor yang merupakan bagian pterigium yang mobile di konjungtiva bulbar.

2.3.4. Faktor Risiko Pterigium

Beberapa faktor risiko yang diduga dapat menyebabkan timbulnya pterigium yaitu: (Lu and Chen 2009).

1. Lokasi geografis, berdasarkan hasil studi epidemiologi dijumpai adanya asosiasi antara paparan yang lama terhadap sinar matahari pada daerah-daerah geografis dengan kejadian pterigium. Paparan sinar matahari dan sinar UV, banyak dokter mata menyatakan bahwa pterigium merupakan akibat dari paparan sinar UV disertai adanya degenerasi elastoid pada jaringan ikat subepitel. Penelitian telah menunjukkan bahwa semakin lama berada di luar rumah memiliki risiko yang meningkat terjadinya pterigium. Selain itu paparan terhadap radiasi sinar UV juga memiliki peranan yang penting sehingga dapat di simpulkan pterigium berkaitan erat dengan paparan sinar matahari pada mata.

2. Usia, beberapa penelitian telah dilakukan untuk menentukan prevalensi pterigium, dimana terjadi peningkatan angka kejadian pterigium sesuai dengan meningkatnya usia dimana dijumpai adanya hubungan yang erat, risiko meningkat dan mencapai puncak pada usia 70-81 tahun. Beberapa teori mengatakan ada hubungan usia dengan kejadian pterigium. Tetapi mekanisme pastinya belum diketahui. Sampai saat ini mekanisme yang paling berhubungan adalah paparan sinar UV (Rezvan, et al. 2012).

(25)

masih belum diketahui apakah mata kering menyebabkan pterigium ataupun sebaliknya.

4. Pekerjaan, salah satu pekerjaan yang memiliki risiko terjadinya pterigium adalah orang-orang yang berkerja di luar ruangan seperti petani, nelayan ataupun pelaut. Awalnya diduga pterigium timbul akibat paparan sinar matahari beserta dengan paparan terhadap debu pasir dan angin (Detorakis and Spandidos, 2009).

2.3.5. Patogenesis Pterigium

Sampai saat ini, patogenesis dari pterigium belum mendapatkan suatu kejelasan yang pasti. Berbagai teori telah diajukan terhadap penyakit ini seperti pengaruh inflamasi, degenerasi jaringan ikat, instabilitas genetik, angiogenesis, radikal bebas, penyembuhan luka yang tidak sempurna, gangguan metabolisme lemak, infiltrasi sel mast, dan disfungsi stem sel (Tradjustino, 2009).

Terdapat banyak teori yang mencoba mengemukakan tahap patogenesis dari penyakit ini, dan teori-teori tersebut mencakup :

1. Paparan terhadap sinar UV

Paparan terhadap sinar UV terutama UV-B menyebabkan terjadinya perubahan sel di dekat limbus dan juga terjadi peningkatan produksi dari interleukin yang signifikan yaitu, IL-I, IL-6, IL-8 dan TNFα. Selain itu, terdapat peningkatan proliferasi dari jaringan akibat peningkatan pembentukan enzim metalloproteinase (MMP) dalam kadar yang lebih tinggi daripada tissue inhibitors (Feng, et al. 2010). Beberapa teori menyatakan bahwa radiasi sinar UV menyebabkan mutasi dari supresor gen tumor TP53 sehingga terjadi proliferasi abnormal pada epitel limbus (Aminlari, et al. 2010).

(26)

mutasi gen-gen yang lain sehingga terbentuk pterigium dan sel tumor limbus yang melapisi pinguikula dari fibroblast dan menghasilkan berbagai matrix metalloproteinase (MMP).

Mutasi pada gen TP53 juga menghasilkan TGF-B sehingga disebutkan bahwa pterigium merupakan tumor penghasil TGF-B dimana sekresi berlebihan dari TGF-B bahkan menimbulkan berbagai perubahan jaringan dan ekspresi dari MMP. Awalnya sel pterigium menghasilkan MMp-2, MMp-9, MT1-MMp, dan MT2-MMP yang akan menyebabkan kerusakan ikatan hemidesmosom dan terjadi penyebaran pterigium ke segala arah yang akibat produksi TGF-B, jaringan di sekitar pterigium memiliki lapisan sel yang lebih tipis (Dushku, et al, 2001).

Pada saat sel pterigium mencapai kornea, maka MMP akan menghancurkan membran bowman serta TGF-B yang akan menyebabkan peningkatan monosit dan kapiler dalam epitel. Kemudian, terdapat sel fibroblast yang terletak di ujung epitel limbus untuk menghasilkan MMP-1 dan MMP-3 yang membantu dalam penghancuran membran bowman. Fibrobalst ini akan diaktifasi oleh TGF-B dan sitokin-sitokin untuk bermigrasi ke membran basal kornea dan membentuk pulau-pulau fibroblast.

(27)

Gambar 2.4. Patogenesis Pterigium Akibat Sinar UV

Sumber: Dushku, et al 2001 in Arch Opthalmol volume 119

2. Teori Growth Factor dan Sitokin proinflamasi

Pterigium memiliki komponen vaskular yang dapat menginvasi ke jaringan mata. Komponen vaskular ini timbul melalui proses angiogenesis yang dirangsang oleh VEGF (Vascular Endothelial Growth factor). Inflamasi kronis pada pterigium merangsang keluarnya berbagai growth factor dan sitokin seperti, FGF, PDGF, TGF-β, dan

TNF-α serta VEGF yang akan mengakibatkan proliferasi sel,

remodeling matriks ektra sel dan angiogenesis. Selain meningkatnya

(28)

3. Teori stem cell

Faktor lingkungan (angin, debu) menyebabkan kerusakan sel basal limbus dan merangsang keluarnya sitokin proinflamasi. Sitokin ini akan memproduksi matriks metaloproteinase untuk merusak matriks ektrasel, sehingga pterigium dapat mencapai kornea. Sitokin ini juga dapat merangsang sumsum tulang untuk mengeluarkan stem sel, dimana stem sel ini juga akan memproduksi sitokin sambil juga menyembuhkan kornea. Sitokin dan berbagai growth faktor akan mempengaruhi stem sel di limbus sehingga terjadi perubahan sel fibroblast endotel dan epitel yang akhirnya akan menimbulkan pterigium (Ye, et al. 2004).

Beberapa penelitian juga memberikan hasil yang serupa dimana radiasi sinar UV akan menyebabkan mikro trauma yang menyebabkan timbulnya lesi inflamasi. Gen p53 diduga memegang peranan utama dalam patogenesis pterigium, sedangkan faktor lain seperti “debu, angin, panas, dan kekeringan” merupakan faktor yang sekunder. Keseluruhan faktor ini akan menyebabkan kerusakan lapisan lemak pada lapisan air mata yang akan menyebabkan meningkatnya penguapan dan kekeringan konjugtiva (dellen). Dellen akan merangsang timbulnya respon sikatriks disertai dengan proliferasi dari jaringan konjungtiva yang mengalami inflamasi (Tradjutrisno, 2009).

(29)

2.3.6. Gejala Klinis Pterigium

Pasien biasanya mengeluhkan adanya iritasi ringan dengan keluhan mata merah, kering, atau terasa ada benda pada mata. Keluhan ini dapat diperparah dengan adanya peradangan akut pada pterigium. Selain gejala ini, pasien juga mengeluhkan masalah kosmetik (Clinical Management Guideline, 2012).

Pada pemeriksaan dapat dijumpai benjolan atau tonjolan fibrovaskular berbentuk segitiga dengan pinggiran yang meninggi dengan apeks yang mencapai kornea dan badannya terletak pada konjugtiva inter palpebra. Bagian puncak dari jaringan pterigium ini biasanya menampakkan garis coklat-kemerahan yang merupakan tempat deposisi besi yang disebut garis Stocker. Pada umumnya jaringan ini memiliki vaskularisasi yang baik dan biasanya terletak di nasal (Zwerling).

Pada keadaan ringan pterigium dapat menyebabkan kekaburan pandang yang ringan yang dapat diobati menggunakan kaca mata. Pterigium yang lebih dari 3 mm dapat menimbulkan sedikit astigmat yang masih dapat dikoreksi. Pterigium yang lebih dari 3.5 mm berarti telah mencapai setengah bahkan menyinggung pupil pada kornea yang biasanya berukuran 11-12 mm. Biasanya dapat menyebabkan astigmat lebih dari 1 dioptri dan menyebabkan mata kabur dan tidak dapat di koreksi lagi, seiring dengan meluasnya pterigium maka astigmat akan semakin berat (Jacobs, 2009).

Derajat keparahan pterigium dinilai berdasarkan lokasinya dan keterlibatannya dengan kornea, yaitu: (Zhong, et al. 2012)

1. Grade 0, tidak ada pterigium

2. Grade 1, kepala pterigium mengenai limbus

3. Grade 2, kepala pterigium antara limbus dengan batas pupil 4. Grade 3, kepala pterigium mengenai batas pupil

(30)

2.3.7. Penatalaksanaan

Sampai saat ini belum ditemukan penanganan medis dan bedah yang optimal untuk pterigium. Tatalaksana awal yang digunakan biasanya konservatif, yaitu: (Aminlari, et al. 2010).

1. Mencegah mata kering dengan lubrikasi 2. Penggunakan obat pelindung mata.

Pengobatan dengan menggunakan dekongestan lokal, NSAID, ataupun steroid dapat mengurangi gejala akan tetapi sebaiknya dihindari karena pterigium merupakan penyakit kronis yang tidak dapat dicegah dengan obat-obatan ini dan efek samping yang dihasilkan cukup besar (Jacobs, 2009). Pembedahan pada pterigium di indikasikan pada: (Aminlari, et al. 2010) 1. Astigmatismat yang mempengaruhi penglihatan.

2. Ancaman mengenai axis visual. 3. Iritasi berat.

4. Kosmetik.

Pembedahan pterigium terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu teknik

bare sclera excision, excision with conjunctival closure/transposition,

excision with antimitotic adjunctive therapies, danocular surface transplantation technique (Lee and Slomovic, 2004).

1. Teknik Bare Sclera Excision

Teknik ini dilakukan dengan cara eksisi kepala dan badan pterigium sampai ke region kantus nasal, dan sklera dibiarkan terpapar untuk mengalami re-epiteliasasi. Meskipun memiliki tingkat kesuksesan yang tinggi, teknik ini memiliki tingkat rekurensi yang tinggi sehingga tidak lagi disarankan untuk dipakai baik untuk pterigium primer ataupun rekuren (Lee and Slomovic, 2004).

2. Teknik Excision with conjunctival clusore/transposition

(31)

3. Teknik Excision with adjunctive medical theraphy

Teknik ini menggunakan terapi tambahan setelah dilakukan eksisi pterigium, yaitu dengan radiasi Beta dan Mitomycin C (MMC). Penggunaan radiasi akan menghambat pembelahan sel, akan tetapi dapat menimbulkan komplikasi yang cukup serius seperti sel-sel mata yang dapat menjadi nekrosis. MMC merupakan antibiotik dan agen anti kanker yang menghambat sintesis DNA, RNA, dan protein. Dosis yang biasa dipakai adalah MMC topical 0.02% setelah eksisi pterigium 2x sehari selama 5 hari. Untuk mengurangi komplikasi dan toksisitas pada penggunaan MMC maka beberapa penelitian menyarankan untuk memakai MMC 1x intraoperatif (Lee and Slomovic, 2004).

4. Teknik Ocular Surface Transplantation

Konsep dasar teknik ini adalah konsep bahwa pterigium merupakan penyakit permukaan mata yang bersifat lokal sehingga dapat dilakukan transplantasi dari jaringan permukaan mata lain (Lee and Slomovic, 2004). Autograft dari konjungtiva merupakan prosedur pilihan untuk pterigium primer dan dilakukan bersamaan dengan pemberian MMC pada kasus yang rekuren. Teknik ini merupakan teknik yang aman dan efektif, serta merupakan gold standard terhadap seluruh operasi pterigium serta memberikan hasil kosmetik yang baik. Autograft dari konjungtiva lumbal didasari dengan adanya teori defisiensi stem sel limbus yang menyebabkan pterigium sehingga teknik ini disarankan menjadi modalitas dalam penatalaksanaan. Prosedurnya mirip dengan

autograft konjungtiva hanya saja transplantasi mencakup epitel limbus sehingga stem sel limbus dari epitel tersebut dapat merangsang epitelisasi (Lee and Slomovic, 2004).

(32)

2.3.8. Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi dari pterigium antara lain : (Fisher, 2013). 1. Distorsi dan/atau penurunan penglihatan

2. Kemerahan 3. Iritasi

4. Parut pada konjungtiva dan kornea

5. Diplopia akibat keterlibatan otot ekstraokular yang akan menghambat pergerakan bola mata. Pada pasien yang belum menjalani operasi, parut pada rektus media merupakan penyebab tersering.

Komplikasi pasca operatif: (Fisher, 2013). 1. Infeksi

2. Reaksi alergi terhadap bahan jahit 3. Diplopia

4. Tidak bersatunya graft konjungtiva 5. Parut konrea

6. Komplikasi yang jarang antara lain : perforasi bola mata, perdarahan vitreus, atau retinal detachment

Komplikasi jangka panjang post operasi dengan radiasi beta adalah penipisan kornea dan/atau sklera atau disebut juga ektasia yang dapat timbul tahunan setelah operasi. Komplikasi tersering operasi pterigium adalah kekambuhan post operasi, dimana eksisi sederhana memilki tingkat kekambuhan 50-80%. Akan tetapi tingkat kekambuhan telah menurun hingga 5-15% dengan teknik autograft konjungtiva/limbal atau dengan transplantasi membrane amnion (Fisher, 2013).

(33)

mengalami kekambuhan dapat diterapi dengan berbagai teknik operasi (Fisher, 2013).

2.3.9. Pencegahan

(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1. Kerangka konsep hubungan pekerjaan pada penduduk yang tinggal di sekitar pantai dengan kejadian pterigium

3.2. Definisi Operasional

1. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu untuk menafkahi keluarganya. Pekerjaan pada penelitian ini dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

a. Pekerjaan di dalam ruangan, yang tergolong dalam kelompok ini adalah dokter, guru, pekerja kantoran, ibu rumah tangga, tabib, dan dukun

b. Pekerjaan di luar ruangan, yang tergolong dalam kelompok ini adalah petani, nelayan, satpam, dan pekerja bangunan

Pekerjaan Penduduk

(35)

2. Penduduk sekitar pantai merupakan penduduk/masyarakat yang tinggal di daerah sekitar pantai, ataupun yang tinggal di pinggir pantai/laut.

3. Pterigium merupakan pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah intrapalpebra.

Alat ukur pada penelitian ini adalah penlight

Cara ukur melihat langsung dengan bantuan penlight

Skala ukur Nominal

Cara Kerja Penelitian :

1. Pasien datang ke lokasi penelitian (Kantor Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan)

2. Pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi mendaftar ke meja pendaftaran

3. Pasien diperiksa ketajaman penglihatannya (visus) dengan Snellen Chart

(36)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional untuk melihat hubungan pekerjaan pada penduduk di sekitar pantai dengan kejadian pterigium.

4.2. Waktu Dan Lokasi Penelitain

Penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. Adapun alasan pemilihan daerah ini karena Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan daerah dataran rendah. Dimana pada daerah dataran rendah paparan sinar matahari lebih tinggi sesuai dengan salah satu faktor risiko penyebab pterigium. Selain itu di daerah ini sebagian penduduk beraktivitas di luar ruangan. Sehingga dapat dengan mudah mengumpulkan sampel untuk penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan pada Agustus sampai September 2013 dan dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data.

4.3. Populasi Dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penduduk sekitar pantai dengan kriteria sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi sampel a. Berusia 18 tahun keatas b. Semua penduduk

c. Setuju untuk dijadikan sampel penelitian 2. Kriteria eksklusi

a. Memakai kacamata hitam saat bekerja

(37)

4.3.2 Sampel

Sampel diambil dengan metode konsekutif sampling, seluruh populasi masyarakat yang tinggal di sekitar pantai yang telah memenuhi kriteria inklusi dan datang untuk memeriksakan keluhan matanya. Besar sampel adalah sebanyak pemeriksaan jumlah penduduk yang datang memeriksakan matanya dalam 1 hari.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang didapat langsung dari masing-masing sampel penelitian. Sampel penelitian ini didapatkan dengan cara mengundang penduduk yang tinggal di sekitar pantai untuk memeriksakan keluhan matanya. Data dikumpulkan dengan cara peneliti mengisi identitas sampel di lembar observasi dan mengisi hasil pemeriksaan ada tidaknya pterigium. Dimana pemeriksaan ini dilakukan pada sampel yang telah menyetujui dan menandatangani lembar imformed concent oleh dokter spesialis mata.

4.5. Metode Analisis Data

(38)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Gambaran Umum Kecamatan Medan Belawan

Kecamatan Medan Belawan dengan batas-batas sebagai berikut : - Sebelah Barat berbatasan dengan Kab. Deli Serdang

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kab. Deli Serdang

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Labuhan - Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka.

Kecamatan Medan Belawan dengan luas wilayahnya 21,82 Km2. Kecamatan Medan Belawan adalah daerah pesisir Kota Medan dan merupakan wilayah bahari dan maritim yang berbatasan langsung pada Selat Malaka dengan penduduknya berjumlah 95.506 Jiwa (Pemko Medan, 2012).

Kantor Kelurahan Medan Belawan yang dipimpin oleh Drs. Iwan Lubis merupakan Puskesmas Induk yang cukup ramai dikunjungi oleh masyarakat walaupun letaknya tidak berada di tepi jalan raya.

5.1.2 Deskripsi Data Penelitian

Data penelitian yang digunakan adalah data primer, yaitu data yang diambil berdasarkan jenis kelamin, kelompok usia, pekerjaan, dan observasi langsung pterigium. Data yang diambil dari bulan Agustus- Oktober 2013.

Jumlah responden keseluruhan yang telah dihitung di dapati 100 orang, terdiri dari 60 responden yang menderita pterigium dan 40 responden non-pterigium.

5.1.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

(39)

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin n %

Laki-Laki 43 43.0

Perempuan 57 57.0

Jumlah 100 100

Dari tabel 5.1 terlihat bahwa mayoritas responden yang datang adalah berjenis kelamin perempuan 57 orang (57,0%), sedangkan responden yang berjenis kelamin laki-laki 43 orang (43%).

5.1.2.2 Distribusi Responen Berdasarkan Kelompok Usia

Distribusi data penelitian berdasarkan kelompok usia responden yang datang ke Kantor Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.2

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Usia

Kelompok usia (tahun) n %

(40)

5.1.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Distribusi data penelitian berdasarkan jenis pekerjaan responden yang datang ke Kantor Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.3

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan n %

Dari tabel 5.3 terlihat bahwa mayoritas pekerjaan yang paling banyak mengunjungi kantor kelurahan adalah masyarakat yang bekerja sebagai nelayan yaitu sebanyak 62 orang (62,0%), responden ibu rumah tangga sebanyak 14 orang (14,0%), responden wiraswasta sebanyak 15 orang (15,0%), dan responden pegawai / PNS yaitu sebanyak 9 orang (9,0%).

5.1.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Pterigium

Distribusi data penelitian berdasarkan kejadian pterigium, responden yang datang ke Kantor Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.4

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Pterigium

(41)

Ya 63 63,0

Tidak 37 37,0

Jumlah 100 100

Dari tabel 5.4 dapat terlihat bahwa kebanyakan responden menderita pterigium sebanyak 63 orang (63,0%), sedangkan responden yang tidak menderita pterigium yaitu sebanyak 37 orang (37,0%).

5.1.3 Analisis Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Pterigium 5.1.3.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Pterigium

Distribusi data penelitian berdasarkan jenis kelamin dan pterigium responden yang datang ke Kantor Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.5

(42)

Dari tabel 5.5 dapat dilihat bahwa responden berjenis kelamin perempuan yang menderita pterigium adalah sebanyak 32 orang (53,3%), sedangkan responden yang berjenis kelamin laki-laki yang menderita pterigium adalah sebanyak 28 orang (46,7%). Sedangkan responden yang berjenis kelaimn perempuan yang tidak menderita pterigium adalah sebanyak 25 orang (62,5%), dan responden yang berjenis kelamin laki-laki tidak menderita pterigium adalah sebanyak 15 orang (37,5%). Berdasarkan analisis didapati bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin dan pterigium karena didapati nilai

p = 0,364 (p >0.05).

5.1.3.2 Hubungan Kelompok Usia dengan Pterigium

Distribusi data penelitian berdasarkan kelompok usia dan pterigium responden yang datang ke Kantor Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.6

(43)

% 26,7 12,5 21,0

Dari tabel 5.6 didapati bahwa responden yang berusia 50-59 tahun yang menderita pterigium sebanyak 23 orang (38,3%), kelompok responden yang berusia 40-49 tahun yang menderita pterigium adalah sebanyak 18 orang (30,0%), responden yang berusia >60 tahun yang menderita pterigium adalah sebanyak 16 orang (26,7%). Mayoritas responden yang berusia 40-49 tahun yang tidak menderita pterigium adalah sebanyak 15 orang (37,5%), responden yang berusia 50-59 tahun yang tidak menderita pterigium adalah sebanyak 14 orang (35,0%), responden yang berusia 30-39 tahun yang tidak menderita pterigium adalah sebanyak 6 orang (15,0%), sedangkan responden yang berusia >60 tahun yang tidak menderita pterigium adalah sebanyak 5 orang (12,5%). Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang beirmakna antara kelompok usia seseorang dengan kejadian pterigium karena memiliki nilai p

=0,142 (p >0,05).

5.1.3.3 Hubungan Pekerjaan dengan Pterigium

Distribusi data penelitian berdasarkan pterigium dan pterigium responden yang datang ke Kantor Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.7

Tabel 5.7 Hubungan Pekerjaan dengan Pterigium

Pekerjaan

Pterigium

Total P value

(44)

Nelayan

Dari tabel 5.7 dapat dilihat bahwa responden yang menderita pterigium sebanyak 63 orang, terdiri dari nelayan sebanyak 47 orang (74,5%), ibu rumah tangga sebanyak 6 orang (9,5%), wiraswasta sebanyak 5 orang (8,0%), dan responden yang bekerja sebagai pegawai / PNS adalah sebanyak 5 orang (8,0%). Sedangkan responden yang tidak menderita pterigium sebanyak 37 orang, terdiri dari nelayan sebanyak 15 orang (40,5%), ibu rumah tangga sebanyak 8 orang (21,6%), wiraswasta sebanyak 10 orang (27,1%), pegawai / PNS sebanyak 4 orang (10,8%). Berdasarkan hasil analisis didapati bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kejadian pterigium karena memiliki nilai p = 0,005 (p<0,05).

5.2 Pembahasan

(45)

berjenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 43 orang (43,0%). Didapati perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan karena pengambilan data dilakukan secara total sampling.

Dari hasil penelitian didapatkan mayoritas responden berusia 40-49 tahun yaitu sebanyak 33 orang (33,0%), hal ini menunjukkan bahwa responden yang datang pada penelitian ini lebih banyak pada kelompok usia tersebut.

Dari hasil penelitian mayoritas responden adalah bekerja sebagai nelayan sebanyak 58 orang (58,0%), hal ini dikarenakan kebanyakan penduduk yang tinggal di Kecamatan Medan Belawan memiliki pekerjaan sebagai nelayan.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian pterigium dengan p = 0,364, dimana mayoritas responden yang berjenis kelamin perempuan menderita pterigium adalah sebanyak 32 orang (53,3%), hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhong, et al (2012) dimana hasil penelitian didapatkan bahwa prevalensi perempuan yang menderita pterigium dibandingkan laki-laki lebih besar yaitu 27,3% : 11,7%.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kelompok usia dengan kejadian pterigium dengan p = 0,142, dimana mayoritas responden dengan kelompok usia 50-59 tahun yang menderita pterigium adalah sebanyak 23 orang (28,3%), hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sun, et al (2013) dimana hasil penelitian yang didapatkan bahwa prevalensi meningkat dengan bertambahnya usia.

(46)

5.3 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat bias seleksi responden berdasarkan jenis kelamin dimana proporsi laki-laki lebih sedikit daripada perempuan. Untuk kelompok usia terjadi bias seleksi karena jumlah kelompok usia 40-49 lebih banyak dari kelompok usia 30-39, kelompok usia 50-59, dan kelompok usia >60. Sedangkan untuk distribusi data berdasarkan pekerjaan terdapat juga bias seleksi karena jumlah responden yang pekerjaannya sebagai nelayan lebih banyak daripada ibu rumah tangga, wiraswasta dan pegawai / PNS.

BAB 6

(47)

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan uraian dari pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari penelitian ini didapatkan bahwa responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 57 orang (57,0%)

2. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kebanyakan responden adalah berusia 40-49 tahun yaitu sebanyak 33 orang (33,0%)

3. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kebanyakan responden adalah masyrakat yang bekerja sebagai nelayan yaitu sebanyak 47 orang (74,6%) 4. Dari hasil penelitian tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan

kejadian pterigium karena memiliki p =0,364

5. Dari hasil penelitian tidak terdapat hubungan antara kelompok usia dengan kejadian pterigium karena memiliki p = 0,142

6. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan dengan kejadian pterigium karena memiliki p = 0,005

6.2. Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut, yaitu:

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut berupa analisis multivariate mengenai berbagai faktor risiko terjadinya pterigium sehingga dapat mencegah prevalensi kejadian pterigium.

(48)

3. Pada pekerja di luar ruangan (nelayan, buruh bangunan, dan penjemur ikan) disarankan memakai kacamata hitam dan topi yang lebar saat bekerja untuk mencegah terjadinya pterigium.

(49)

Aminlari, A., et al., 2010.Management of Pterygium. Ophthalmic Perals ; 37-38 Aspotise, et al., 2007. Angiogenesis in Pterygium ; Study of Microvessel Density,

Vaskular Endothelial Growth Factor, and Thrombospondin-1. Eye: 21; 1095-1101

Clinical Management Guidelines, 2012.Pterygium.The College Of Optometrists. Detorakis, E., F., Spandidos, D., A., 2009. Pathogenetic Mechanisms and

Treatment Options for Ophthalmic Pterygium: Trends and Perspectives. International Journal of Molecular Medicine. 23; 439-447

Dushku, et al., 2001.Corneal Invasion by Matrix Metalloproteinase expressing Altered Limbal Epithelial Basal Cells. Arch Ophthalmol : 119 ; 695-706 Feng, L., Q., et al., 2010.Epidemiology of Pterygium in Aged Rural Population of

Beijing, China.Chinese Medical journal. 123 (13); 1699-1701 Fisher et al., 2013.Pterygium.Available from

2013]

Gazzard, G., et al.,2002. Pterygium in Indonesia : Prevalence, Severity and Risk Factors. Br J Ophthalmol. 86 (12) ; 1341

Jacobs, D., S., 2009.Pterygium.Available from

April 2013]

Jacobs, D., S., 2012.Pterygium. Available from:

Lang, G., K., dan Lang, G., E., 2000. Ophthalmology a Short Textbook. Newyork; Thieme; 67-68 dan 117-119

Lee, S., B., Slomovic, A., 2004. Pterygium – An Update on Current Concepts and treatment Modalities. Ophthalmology Rounds. 2 (7)

Lin, S.,F., Tsai, R., K., Tung, I., C., Sheu, M., M., 2006. An Epidemiologic Study of Pterygium in Middle – aged and Elderely Aboriginal Populations of the Tao Tribe of Orchid Island in Taiwan. Tzu Chi Med J. 18 (4); 283-285 Lu, P., Chen, X., M., 2009.Prevalence and Risk Factors of Pterygium. Int J

(50)

Meseret, A., Bejiga, A., Ayalew, M., 2008.Prevalence of Pterygium in a Rural Community of Meskan District, Southern Ethiopia. Ethiop J Health Dev. 22 (2) ; 191-194

Remington, L., A., 2005. Clinical Anatomy of The Visual System. Ed 2. Elsevier; 9-24

Rezvan, et al. 2012.The prevalence and determinants of pterygium and pinguecula in an urban population in shahrouud Iran.arta medica iranica; 50(10); 689-696

Riordan – Eva, P., 2000.Anatomi dan Embriologi Mata.Dalam Vaughan, D., G., Asbury, T., Riordan-Eva, p., Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC; 5-7

Schwab, I., R., Dawson, C., R., 2000. Konjungtiva.Dalam Vaughan, D., G., Asbury, T., Riordan-Eva, p., Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC ; 123

Sehu, K., W., Lee, W., R., 2005. Ophthalmic Pathology; an Ilustrated Guide For Clinicans. Oxford: Blacwell Publishing;40

Sun, LP., et al., 2013. The Prevalence of and Risk Factor Associated with Pterygium in a Rural Adult Chinese Population: The Handan Eye study. 20 (3); 148-154

Tradjutrisno, N., 2009. Pterygium: Degeneration, Exuberant Wound Healing or Benign Neoplasm ?. Universa Mediana: 28 (3) ; 179- 187

Ye, et al., 2004. Involvement of Bone Marrow – derived Stem and Progenitor cells in The Pthogenesis of Pterygium. Eye 18; 839-843

Zhong,H., et al., 2012. Prevalence of and Risk Factors for Pterygium in Rural Adult Chinese Populations of The Bai Nationality in Dali: The Yunnan Minority Eye Study. Invetstigative Ophthalmology & Visual Science. 53 (10); 6617-6621

Zwerling, C., S. Easy Guide To Pterygium. Available from :

(51)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dewi Meilindatari Nasution Tempat/Tanggal Lahir : Tebing Tinggi, 18 Mei 1992

Agama : Islam

Alamat : Jl. Bunga Cempaka Gg. H. M. Affan Nst No. 3 Riwayat Pendidikan : 1. TK Aisyiah Bustanul Athfal

2. SD Percobaan Negeri Medan 2. SMP Negeri 1 Medan

(52)

LAMPIRAN 2

Lembar Penjelasan Penelitian

“ Hubungan Pekerjaan pada Penduduk yang Tinggal di sekitar Pantai dengan Kejadian Pterigium di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan

Belawan ”

Saya, Dewi Meilindatari Nasution, mahasiswi Angkatan 2010 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sedang melaksanakan penelitian berjudul “Hubungan Pekerjaan pada Penduduk yang Tinggal di sekitar Pantai dengan Kejadian Pterigium di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan pekerjaan pada penduduk yang tinggal di sekitar pantai dengan kejadian pterigium di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Kedokteran Universitas Utara. Untuk kepentingan pengumpulan data dalam penelitian ini, saya mohon partisipasi saudara/i untuk menjadi responden dalam penelitian saya ini. Saya akan menjamin kerahasiaan identitas saudara/i, informasi yang saudara/i berikan hanya digunakan untuk proses penelitian. Partisipasi saudara/i dalam penelitian ini bersifat sukarela, saudara/i bebas menerima menjadi responden penelitian atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Jika saudara/i bersedia menjadi responden, silahkan menandatangani surat persetujuan ini pada tempat yang telah disediakan dibawah ini sebagai bukti saudara/i bersedia menjadi responden pada penelitian ini. Terimakasih atas perhatian bapak/ibu untuk penelitian ini.

Medan, 2013

Hormat saya,

(53)

LAMPIRAN 3

Surat Persetujuan Menjadi Responden .

Setelah mendapatkan penjelasan atas tindakan yang akan dilakukan, maka saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Pekerjaan :

Bersedia untuk menjadi responden (sampel penelitian) dalam penelitian ini. Dimana saya akan diminta untuk diperiksa ketajaman penglihatan saya dan bola mata saya diperiksa oleh dokter spesialis mata.

Persetujuan ini diambil dan disepakati dalam keadaaan sadar dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Medan, 2013

(54)
(55)
(56)
(57)
(58)

79 1 1 58 1 30/20//3/0 2

80 1 1 51 1 30/20//30/20 2

81 2 1 49 2 80/20//160/20 1

82 2 1 50 2 30/20//25/20 1

83 2 1 47 2 30/20/120/20 1

84 2 1 40 2 30/20//30/20 2

85 2 2 42 2 120/20//30/20 2

86 2 2 48 2 50/20//50/20 1

87 2 1 30 1 30/20//30/20 2

88 1 2 42 2 120/20//40/20 1

89 1 1 45 2 30/20//5/60 1

90 1 1 32 1 20/20//60/20 2

91 2 1 53 2 50/20//80/20 1

92 2 3 58 1 60/20//80/20 2

93 1 1 44 1 3/60//120/20 2

94 2 3 34 1 30/20//40/20 2

95 2 2 56 2 25/20//25/20 1

96 1 4 45 2 25/20//25/20 1

97 1 1 72 1 80/20//80/20 2

98 1 1 56 1 40/20//40/20 2

99 1 4 60 2 120/20//80/20 1

(59)

HASIL OUTPUT

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Statistics

jeniskelamin pekerjaan kelompok usia pterigium

N Valid 100 100 100 100

Missing 0 0 0 0

Frekuensi

1. Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid laki-laki 43 43.0 43.0 43.0

perempuan 57 57.0 57.0 100.0

(60)

2. Kelompok Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 30-39 9 9.0 9.0 9.0

40-49 33 33.0 33.0 42.0

50-59 37 37.0 37.0 79.0

>60 21 21.0 21.0 100.0

(61)

3. Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Nelayan 62 62.0 62.0 62.0

ibu rumah tangga 14 14.0 14.0 76.0

wiraswasta 15 15.0 15.0 91.0

pegawai/pns 9 9.0 9.0 100.0

(62)

4. Pterigium

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 63 63.0 63.0 63.0

tidak 37 37.0 37.0 100.0

(63)

Analisa Faktor Risiko dengan Pterigium

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

kelompok usia * pterigium 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

jeniskelamin * pterigium 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

(64)

1. Crosstab Jenis Kelamin * Pterigium

pterigium

Total

ya tidak

jeniskelamin laki-laki Count 28 15 43

% within pterigium 46.7% 37.5% 43.0%

perempuan Count 32 25 57

% within pterigium 53.3% 62.5% 57.0%

Total Count 60 40 100

% within pterigium 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square .823a 1 .364

Continuity Correctionb .491 1 .483

Likelihood Ratio .827 1 .363

Fisher's Exact Test .414 .242

Linear-by-Linear Association .815 1 .367

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.20.

(65)

2. Crosstab Kelompok Usia * Pterigium

pterigium

Total

ya tidak

kelompok usia 30-39 Count 3 6 9

% within pterigium 5.0% 15.0% 9.0%

40-49 Count 18 15 33

% within pterigium 30.0% 37.5% 33.0%

50-59 Count 23 14 37

% within pterigium 38.3% 35.0% 37.0%

>60 Count 16 5 21

% within pterigium 26.7% 12.5% 21.0%

Total Count 60 40 100

(66)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 5.441a 3 .142

Likelihood Ratio 5.536 3 .136

Linear-by-Linear Association 5.093 1 .024

N of Valid Cases 100

a. 1 cells (12.5%) have expected count less than 5. The minimum

(67)

3. Crosstab pekerjaan * pterigium

pterigium

Total

Ya tidak

pekerjaan nelayan 47 15 62

ibu rumah tangga 6 8 14

wiraswasta 5 10 15

pegawai/pns 5 4 9

Total 63 37 100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 12.677a 3 .005

Likelihood Ratio 12.600 3 .006

Linear-by-Linear Association 7.655 1 .006

N of Valid Cases 100

a. 1 cells (12.5%) have expected count less than 5. The minimum

Gambar

Gambar 2.1. Anatomi Konjungtiva
Gambar 2.2. Vaskularisasi Konjungtiva
Gambar 2.3 Pterigium
Tabel 2.1. Prevalensi Pterigium Menurut Propinsi Riskesdas 2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita yang bertempat tinggal di Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli yaitu sebanyak 770 ibu dan sampel yang

N of Rows in Working Data File 100 Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated