LAMPIRAN
Lampiran 1. Massa Kering Serasah Contoh: Plot I, Petak 1, SH (Serasah Halus)
Massa Kering (ton/ha) Serasah pada Tegakan Pinus Keterangan : SH(Serasah Halus); SK(Serasah Kasar)
Contoh: Plot I, Petak 1, SH (Serasah Halus)
Karbon = Massa Kering x %Karbon = (2,33 x 21,34/100) ton/ha = 0,50ton/ha
Karbon(ton/ha) Serasah pada Agroforestri Kopi dengan Tanaman Pokok Suren
Lampiran 3.Hasil Uji Laboratorium Kimia Hasil Hutan IPB
a. Kadar Air Segar/Basah (KAS) Pada Agroforestri Kopi dengan Tanaman Pokok Suren
c. Karbon (Fixed Carbon) Serasah Pada Agroforestri Kopi dengan Tanaman Pokok Suren
d. Karbon (Fixed Carbon) Serasah Pada Tegakan Pinus
Lampiran 4. Hasil Uji Independent Sample T Test Karbon Serasah pada Agroforestri Kopi dan Tegakan Pinus
T-TEST GROUPS=x(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=y
/CRITERIA=CI(.95). T-Test
[DataSet1] H:\T Test\data karbon.sav
Group Statistics
Tegakan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Karbon Agroforestri kopi dengan
tanaman pokok suren 15 .5847 .47279 .12207
Tegakan pinus 15 1.8867 .94546 .24412
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Karbon Equal variances assumed 5.706 .024 -4.770 28 .000 -1.30200 .27294 -1.86109 -.74291
Lampiran 5. Dokumentasi
Gambar 1. Areal agroforestri Gambar 2. Areal pinus
Gambar 3. Petak contoh agroforestri Gambar 4. Petak contoh pinus
Gambar 7. Pengeringan dan pemisahan serasah Gambar 8. Pencacahan serasah
Gambar 9. Pengemasan serasah Gambar 10. Contoh sampel serasah halus
Gambar 13. Pengovenan sampel Gambar 14. Kadar air serasah total
DAFTAR PUSTAKA
AAK Aksi Agraris Kansius, 1991. Budidaya Tanaman Kopi. Kanisius, Yogyakarta
Alikodra, H. 2008. Global Warming. Nuansa. Bandung.
Adinugroho,W.C, Syahbani, I, Rengku, M.T, Arifin, Z dan Mukhaidil. 2009. Pendugaan Cadangan Carbon (C-Stock) dalam rangka Pemanfaatan Fungsi Hutan Sebagai Penyerap Karbon. Diakses: http://www.sith.itb.ac.id [28 September 2015].
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta.
Australian Greenhouse Office. 1999. National Carbon Accounting System, Methods for Estimating Woody Biomass. Technical Report No. 3, Commonwealth of Australia. Australia.
Badan Litbang Kehutanan. 2010. Cadangan Karbon Pada Berbagai Tipe Hutan dan Jenis Tanaman di Indonesia. Kementrian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.
Badan Penelitian Kehutanan Aek Nauli. 2006. Profil Aek Nauli. Simalungun. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. Pengukuran dan Perhitungan
Cadangan Karbon – Pengukuran Lapangan Untuk Penelitian Cadangan Karbon Hutan (Ground Based Forest Carbon Accounting). Jakarta.
Djam‟an, F.D. 1998. Penanganan Benih Suren (Toona sureni Merr). Buletin Teknologi Perbenihan Vol. 5 No. 2 : 113-115.
Hairiah, K. Rahayu S. dan Berlian. 2006. Layanan lingkungan agroforestri berbasis kopi: Cadangan karbon dalam biomasa pohon dan bahan organik tanah (studi kasus di Sumberjaya, Lampung Barat). AGRIVITA, 28 (3): 298-309.
Hairiah, K. Rahayu S. 2007. Pengukuran „karbon tersimpan‟ di berbagai macam penggunaan lahan. Bogor. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p. Hairiah K, Ekadinata A, Sari RR, Rahayu S. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon:
Hamilton, L.S dan HLM. N. King. 1988. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika. Yogyakarta : UGM Press.
Herawatiningsih, R., dan Hardiansyah, G. 2013. Pendugaan Biomassa Karbon Serasah Dan Tanah Pada Hutan Tanaman (Shorea leprosula Miq) Sistem
TPTII PT. Suka Jaya Makmur. Jurnal Hutan Lestari, 1(3).
Hidayat, J dan Hansen, C.P, IFSP. 2001. Informasi Singkat Benih. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan No. 12. Bandung. Diakses: www.dephut.go.id [28 Desember 2015].
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta. Penerbit: PT Bumi Aksara.
Irawan, D.J. 2009. Pendugaan Kandungan Karbon Pada Tegakan Jati (Tectona Grandis) Tidak Terbakar Dan Pasca Kebakaran Permukaan Di Kph Malang, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Diakses : http://www.resipitory.ipb.ac.id. [7 Juli 2016]
IPCC. 2006. Guildelines for National Greenhouse Gas Inventories, Prepared by the National Greenhouse Gas Inventories Programme (Eggleston HS, Buendia L, Miwa K, Ngara T, Tanabe K eds). IGES. Japan.
Jayusman. 2006. Mengenal dan Membudidayakan Surian Jenis dengan Spektrum Pemanfaatan Luas. Yogyakarta. Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman.
Kauffman, J.B. and Donato, D.C., 2012. Protocols For The Measurement, Monitoring And Reporting Of Structure, Biomass And Carbon Stocks In Mangrove Forests. Working Paper 86. CIFOR, Bogor, Indonesia.
Lestarina, P. M. 2011. Produktifitas Serasah Mangrove dan Potensi Kontribusi Unsur Hara di Perairan Mangrove Pulau Panjang Banten. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Paembonan, S.A. (2012). Hutan Tanaman dan Serapan Karbon. Masagena Press. Makassar.
Pratisto, S.D. 2007. Skema Hutan Mereduksi Emisi. GATRA. No. 02 Tahun XIV. Hal. 158-159.
Rahayu, S. Betha L. dan Meine N. 2003. Pendugaan Cadangan Karbon Di Atas Permukaan Tanah Pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan Di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur.
Sitompul, S.M dan Bambang Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Situmorang, F.R.D. 2011. Pendugaan Simpanan Karbon pada Tegakan Eukalipthus hybrid pada Umur 0-3 Tahun di PT. Toba Pulp Lestari (TPL). Tbk. Diakses : http://www.resipitory.usu.ac.id. [7 Juli 2016]
Soemarwoto, O. 2001. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan. Bandung. Hutan Konservasi dan Agrforestry Gambut di Sumatera Utara. Badan Litbang Kehutanan. Aek Nauli
Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa. Sebuah Pengantar Untuk studi karbon dan Perdagangan Karbon. Wetlands International Indonesia Programme. Bogor.
Syarif, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Jakarta.
USDA, NRCS. 2006. The PLANTS Database, Version 5.1.1. Data compiled from various sources by Mark W. Skinner. National Plant Data Center, Baton Rouge, LA 70874-4490 USA. Diakses: http://plants.usda.gov/ [28 Desember 2015]
Wardhana, W.A. 2010. Dampak Pemanasan Global. Andi. Yogyakarta.
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian lapangan dilakukan di Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli Kecamatan Girsang Simpangan Bolon, Kabupaten Simalungun dan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan tahapan di lapangan berupa pengukuran dan pengumpulan data serta tahapan pengolahan data. Pengukuran dan pengumpulan data lapangan dilakukan pada bulan April sampai Mei 2016.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, kantong plastik, tali raffia, GPS (Global Positioning Systems), kompas, spidol permanen, ember, kertas label, ayakan dengan ukuran lubang 2 mm, sekop kecil, tally sheet, parang, kuadran kayu dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serasah di atas permukaan tanah pada agroforestri Kopi (Coffea arabica) dengan tanaman pokok Suren (Toona sinensis) dan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) di Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli.
Metode Penelitian
Desain plot penelitian
Pada setiap plot dibuat 5 petak contoh berukuran 1 m x 1 m, sehingga jumlah petak contoh yang diteliti sebanyak 30 petak contoh. Luas areal hutan yang diteliti seluas 30.000 m2, peneliti membuat 30 petak contoh dianggap sudah dapat mewakili luasan yang diteliti. Petak contoh pengamatan diletakkan secara systematic sampling. Desain plot pengamatan dapat dilihat pada Gambar 1.
Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan yaitu pengukuran massa kering, berat basah sample serasah dan keseluruhan cadangan karbon (C) tiap sub plot pada kawasan Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli.
b. Data Sekunder
Data sekunder berupa data kondisi umum lokasi berupa peta lokasi, iklim dan topografi.
Batasan Penelitian
Serasah dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu serasah kasar dan serasah halus, serasah kasar terdiri dari serasah daun yang masih utuh dan ranting
yang berdiameter < 5 cm atau panjang < 5 m dan serasah halus terdiri dari bahan organik lainnya yang telah terdekomposisi sebagian yang berukuran > 2 mm.
Prosedur Penelitian
Prosedur Penelitian di Lapangan
Penelitian di lapangan yaitu pengambilan data dilakukan dengan pemanenan/pengumpulan seluruh seresah daun yang masih utuh (seresah kasar), ranting pohon dan bahan organik lainnya yang telah terdekomposisi sebagian
yang berukuran > 2 mm (seresah halus) yang terdapat pada setiap petak contoh. Penentuan sampel plot dilakukan dengan menggunakan metode sistematis dengan menggunakan petak contoh dengan ukuran 1m x 1m (Hairiah, 2011).
Pengumpulan Data Serasah Kasar di Lapangan
Cara mengambil contoh seresah kasar
a. Digunakan kayu sebagai kuadran petak pengambilan serasah kasar. Diambil contoh seresah kasar langsung setelah pemotongan tumbuhan bawah.
b. Diambil semua sisa-sisa bagian tanaman mati, daun-daun dan ranting-ranting gugur yang terdapat dalam tiap-tiap kuadran, masukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label sesuai dengan kode sub plotnya.
c. Diikat semua kantong plastik berisi seresah yang diambil dari satu plot. Dimasukkan dalam karung besar untuk mempermudah pengangkutan ke laboratorium.
Pengumpulan Data Serasah Halus di Lapangan
Cara mengambil contoh serasah halus
a. Diambil semua seresah halus yang terletak di permukaan tanah yang terdapat
di dalam kuadran, biasanya setebal 5 cm, tetapi ketebalan ini bervariasi
tergantung pada pengelolaan lahannya. Hentikan pengambilan serasah halus
bila telah sampai pada tanah mineral.
b. Dimasukkan semua serasah halus yang terdapat pada kuadran ke dalam ayakan
dengan lubang pori 2 mm untuk diayak. Diambil serasah halus dan akar yang
tertinggal di atas ayakan.
(Hairiah dkk, 2011)
Analisis di Laboratorium
Kadar air
Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut :
1. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103 ± 2oC sampai tercapai berat konstan, kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang berat keringnya.
2. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur ialah kadar air contoh uji.
Pengukuran kadar karbon
1. Kadar zat terbang
Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut :
a. Diambil sampel sub-contoh serasah
b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80oC selama 48 jam.
c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill). d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran
40-60 mesh.
e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 g, dimasukkan kedalam cawan porselin, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupnya, dan ditimbang dengan timbang Sartorius.
f. Contoh uji dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 950oC selama 2 menit. Kemudian didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang.
g. Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang. Pengukuran persen zat terbang terhadap sampel dari serasah dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
2. Kadar abu
Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 2866-94. Prosedurnya adalah sebagai berikut :
a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 900oC selama 6 jam.
c. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji. Pengukuran kadar abu terhadap sampel dari tiap serasah dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
3. Kadar karbon
Penentuan kadar karbon contoh uji dari serasah menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contoh uji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu.
Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan untuk memperoleh data kadar air (KA) dan juga kadar karbon yang terdapat pada serasah. Analisis KA dan kadar karbon serasah diukur di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Rumus perhitungan kadar air, massa keirng dan kadar karbon mengacu pada buku pendugaan cadangan karbon tersimpan (Hairiah dan Rahayu, 2007).
1. Perhitungan Kadar Air
Perhitungan persentase kadar air serasah dihitung dengan rumus:
Keterangan: % KA = Persentase Kadar Air (%) BB = Berat Basah contoh sampel (g) BKT = Berat Kering Tanur (g)
2. Perhitungan Massa Kering/Biomassa
Massa kering/Biomassa serasah dihitung dengan rumus: (Haygreen & Bowyer, 1996 dalam Purwitasari, 2011).
[ ]
Dimana:
Bo = Massa kering/Biomassa Serasah (ton/ha)
BB = Berat Basah total per luas areal petak contoh (ton/ha) %KA = Persen Kadar Air
3. Perhitungan Karbon
Kadar zat terbang
Kadar zat yang mudah menguap dinyatakan dalam persen berat dengan rumus sebagai berikut :
Dimana :
A = Berat kering tanur pada suhu 105OC
B = Berat contoh uji dikurangi (berat cawan, sisa contoh uji berat cawan dan sisa contoh uji pada suhu 950OC)
Kadar abu
Besarnya kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Penentuan kadar karbon terikat (fixed carbon) ditentukan berdasarkan rumus berikut ini:
Kadar karbon terikat (%C) = 100% − kadar zat terbang arang − kadar abu Perhitungan karbon dari biomassa
Perhitungan karbon dari serasah menggunakan rumus sebagai berikut (Badan Standardisasi Nasional (2011).
Cm = Bo x % C Dimana :
Cm = Kandungan karbon dari serasah (g/m2) Bo = Total massa kering serasah (g/m2)
%C = Kadar karbon terikat (hasil pengukuran di laboratorium). Analisis Data
Untuk mengetahui adanya perbedaan nilai yang diperkirakan dengan hasil perhitungan statistik karbon serasah, dilakukan uji t statistik menggunakan software spss:
Hipotesis yang diajukan :
Ho : Tidak terdapat perbedaan antara rata-rata kadar karbon serasah pada agroforestri dengan tegakan pinus
Ha : Terdapat perbedaan antara rata-rata kadar karbon serasah pada Agroforestri dengan tegakan pinus
Dasar pengambilan keputusan berdasarkan signifikansi:
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Agroforestri dan Tegakan di BP2LHK Aek Nauli
Lokasi penelitian yaitu terletak di Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli berada di Kecamatan Girsang Simpang Bolon, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara. Aksesibilitas ke lokasi ini sangat tinggi karena terletak di antara kota Parapat dan Pematang Siantar melalui jalur lintas Sumatera. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2
Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa luas areal yang diteliti yaitu 3.000 m2. Penelitan ini terdiri dari 2 variasi tegakan yaitu agroforestri kopi dengan tanaman pokok Suren dan pada tegakan Pinus. Masing-masing jarak tanam dari tegakan yaitu Suren 3 m x 2 m, Kopi 1,5 m x 1,5 m dan tegakan Pinus 3 m x 3 m, adapun usia tanaman yaitu Suren 12-15 tahun, Kopi 4-5 tahun dan Pinus 12-15 tahun .
Jenis agroforestri yang diteliti di BP2LHK Aek Nauli termasuk agroforestri sederhana. Dikarenakan tegakan suren dimanfaatkan sebagai tegakan pelindung (naungan) dan disampingnya ditanami tanaman kopi sebagai tanaman pertaniannya. Tegakan juga berfungsi sebagai pagar yang mengelilingi petak lahan tanaman pertanian, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar. Di Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli jenis tegakan yang mendominasi yaitu jenis tegakan Pinus merkusii.
Kadar Air
Hasil perhitungan laboratorium diperoleh nilai Kadar Air pada Agroforestri kopi dengan tanaman pokok Suren dan pada tegakan Pinus dapat dilihat pada Tabel 2, untuk data lengkap Kadar Air dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 2. Rekapitulasi Kadar Air (%) Serasah pada Agroforestri Kopi dengan
Tanaman Pokok Suren dan pada Tegakan Pinus
No No Plot KA pada Agroforestri KA pada tegakan pinus
SH SK SH SK
*Keterangan : SH(Serasah Halus); SK(Serasah Kasar)
serasah kasar terbesar terdapat pada tegakan Pinus, Hal ini dikarenakan perbedaan kerapatan tajuk pada kedua tegakan yang mengakibatkan kondisi kelembaban pada lantai hutan masing-masing tegakan berbeda. Perbedaan kelembaban berpengaruh terhadap kadar air pada kedua tegakan tersebut. Sumardi dan Widyastuti (2004) juga mengemukakan bahwa kelembaban udara di dalam hutan biasanya selalu lebih tinggi dibandingkan di luar hutan. Makin lebat atau rapat hutannya, makin tinggi kelembabannya.
Kadar air serasah pada penelitian ini melebihi 100% dikarenakan kadar air yang dihasilkan merupakan persentase kandungan air serasah yang dinyatakan berdasarkan berat kering serasahnya. Hal ini didukung dengan pernyataan Syarif dan Halid (1993) yang menyatakan bahwa kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah atau berat kering. Kadar air berdasarkan berat basah adalah perbandingan antara berat air dalam suatu bahan dengan berat total bahan, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering adalah perbandingan antara berat air dalam suatu bahan dengan berat kering bahan tersebut.
Massa Kering Serasah
Tabel 3. Rekapitulasi Rataan Massa Kering (ton/ha) Serasah pada Agroforestri Kopi dengan Tanaman Pokok Suren dan Tegakan Pinus
Serasah Pada Tegakan Plot
*Keterangan : SH(Serasah Halus); SK(Serasah Kasar)
Rata-rata total massa kering serasah dari seluruh petak contoh pada kedua tegakan sebesar 5,18 ton/ha. Bila dibandingkan massa kering serasah pada kedua tegakan, rata-rata total massa kering yang paling tinggi terdapat pada tegakan Pinus yaitu sebesar 7,7 ton/ha dan paling rendah pada agroforestri Kopi dengan tanaman pokok Suren sebesar 2,66 ton/ha. Perbedaan besar nilai total massa kering serasah pada kedua tegakan yaitu sebesar 5,04 ton/ha. Perbedaan massa kering serasah pada kedua tegakan diakibatkan karena lebih banyaknya jumlah serasah yang terdapat pada tegakan pinus.
Karbon Serasah
Hasil perhitungan laboratorium diperoleh nilai karbon pada Agroforestri Kopi dengan tanaman pokok Suren dan pada tegakan Pinus dapat dilihat pada Tabel 4, untuk data lengkap karbon serasah dapat dilihat pada (Lampiran 2). Tabel 4. Rekapitulasi Rataan Karbon (ton/ha) Serasah pada Agroforestri Kopi
dengan Tanaman Pokok Suren dan pada tegakan Pinus
Plot Karbon Serasah (ton/ha)
Agroforestri Kopi Pinus *Keterangan : SH(Serasah Halus); SK(Serasah Kasar)
Rata-rata karbon serasah pada agroforestri Kopi dengan tanaman pokok Suren yaitu karbon serasah halus sebesar 0,28 ton/ha dan serasah kasar 0,30 ton/ha, pada tegakan Pinus yaitu karbon serasah halus sebesar 0,52 ton/ha dan serasah kasar 1,37 ton/ha. Rata-rata total karbon serasah yang dihasilkan pada agroforestri kopi dengan tanaman pokok Suren sebesar 0,58 ton/ha dan rata-rata total karbon pada tegakan pinus sebesar 1,88 ton/ha.
Bila dibandingkan dengan penelitian lain besarnya kandungan karbon serasah pada tegakan Pinus lebih kecil dibandingkan karbon serasah pada tegakan Eukaliptus (Eucalyptus hybrid) yang sebesar 10,76 ton/ha (Situmorang, 2011).
Berdasarkan Tabel 4, rata-rata total keseluruhan kandungan karbon serasah pada agroforestri Kopi dengan tanaman pokok Suren dan pada tegakan Pinus di Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli yaitu sebesar 1,23 ton/ha. Nilai ini dapat menambah besarnya simpanan karbon yang tersimpan di dalam hutan.
Uji Independent Sample T-test
Hasil Rekapitulasi Uji Independent Sample T-test pada Agroforestri Kopi Dengan Tanaman Pokok Suren dan Pinus dapat dilihat pada Tabel 5, untuk data lengkap SPSS uji T-test dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 5. Hasil Uji Independent Sample T-Test Karbon Serasah pada Agroforestri Kopi dengan Tanaman Pokok Suren dan tegakan Pinus
Uji Levene untuk
Kesetaraan Varian t-test untuk Kesetaraan Means Sig. Sig.(2-tailed) Beda Rataan
Kadar
dengan rata-rata karbon serasah pada tegakan agroforestri lebih kecil dari tegakan Pinus. Massa kering dan kadar karbon pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan peneliti lainnya, perbandingan data dapat dilihat pada Tabel 6.
umum ditentukan oleh kondisi musim. Pada tanaman Eukaliptus di Hutan Tanaman Industri sendiri jumlah serasah lebih besar dikarenakan pada saatpemanenan daun, ranting dan cabang pohon dibiarkan tetap tertinggal di lahan, Sribudiani (2014) menyatakan hal serupa yaitu pada saat pemanenan dilakukan, serasah atau limbah tanaman seperti daun, dahan dan ranting banyak
ditinggalkan dan umumnya dibiarkan sampai membusuk. Produksi serasah juga dipengaruhi oleh penutupan tajuk, suhu dan
kelembaban, Snedaker (1974) dalam Lestarina (2011) yang menyatakan bahwa semakin tipis penutupan tajuk semakin berkurang produksi serasah. Dan naiknya suhu udara akan menyebabkan menurunnya kelembaban udara sehingga transpirasi akan meningkat, dan untuk menguranginya maka daun harus segera digugurkan (Salisbury, 1992).
Serasah pada agroforestri Kopi dengan penaung Suren dan pada tegakan Pinus berpotensi melepaskan CO2 ke atmosfer melalui proses dekomposisi yang
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Rata-rata total massa kering serasah pada agroforestri Kopi dengan tanaman pokok Suren dan pada tegakan Pinus yaitu sebesar 5,18 ton/ha dengan massa kering serasah terbesar terdapat pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) yaitu sebesar 7,7 ton/ha. Rata-rata total jumlah karbon dari kedua tegakan yaitu sebesar 1,23 ton/ha dengan karbon serasah terbesar terdapat pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) yaitu sebesar 1,88 ton/ha.
2. Hasil uji Independent Sample T-Test dengan selang kepercayaan 95% didapatkan nilai Sig.(2-tailed) sebesar 0,000 yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar karbon serasah pada agroforestri Kopi dengan tanaman pokok Suren terhadap Tegakan Pinus.
Saran
TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan Iklim
Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi rata-rata iklim dan keragaman iklim dari satu kurun waktu ke kurun waktu yang lain sebagai akibat dari aktivitas manusia. Perubahan iklim merupakan fenomena global yang terjadi akibat terjadinya pemanasan global karena meningkatnya kosentrasi gas rumah kaca di atmosfir sehingga suhu rata-rata di permukaan bumi meningkat. Perubahan iklim tersebut ditandai dengan mencairnya es di daerah kutub, naiknya permukaan laut serta berubahnya pola curah hujan sehingga memberikan dampak yang sangat besar bagi seluruh makhluk hidup di berbagai belahan dunia (Susandi, 2004).
Pemanasan global disebabkan pelbagai pencemaran yang kompleks. Diantara kontributor global warming terbesar adalah karbondioksida, nitrogen oksida, metana, dan chlorofluorocarbon (CFCs). Meningkatnya konsentrasi karbondioksida, nitrogen oksida dan metana sebenarnya merupakan konsekuensi pertambahn penduduk. Sedangkan meningkatnya konsentrasi CFCs karena makin meningkatnya kebutuhan tersier manusia seperti alat pendingin, AC, plastik dan lain-lain. Dalam jangka panjang, CFCs inilah yang sangat membahayakan. Disamping mengakibatkan efek rumah kaca (green house effect), juga bersifat menghancurkan lapisan ozon di stratosfir yang berfungsi menahan sinar ultraviolet yang dipancarkan matahari (Alikodra, 2008).
mengakibatkan mencairnya sebagian besar bongkahan es dan lambat laun mengakibatkan banyak daerah pantai yang terendam (Arief, 2001). Pemanasan global dapat menimbulkan berbagai kerusakan melalui dampak terhadap atmosfer, hidrosfer, geosfer dan terakhir terhadap manusia. Semua dampak akan menimbulkan bencana bagi umat manusia, baik yang melakukan pencemaran maupun yang tidak melakukannya (Wardhana, 2010).
Dampak dari pemanasan global saat ini sudah sangat nyata dan telah mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem (Hairiah dan Rahayu, 2007). Dengan demikian diperlukan upaya penanganan yang segera untuk menyelamatkan ekosistem bumi. Sebagaimana diketahui bahwa terjadinya pemanasan global disebabkan terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer karena peningkatan konsentrasi GRK. Dengan demikian untuk meminimumkan dampak dari pemanasan global dan perubahan iklim ini, diperlukan upaya menstabilkan konsentrasi CO2 di atmosfer. Upaya tersebut
merupakan upaya mitigasi, dimana sebagaimana penyebabnya, maka upaya penanganannyapun dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok besar, yaitu : pertama, mengurangi emisi CO2 ke atmosfer, dan kedua, memindahkan CO2 dari
atmosfer dan menyimpannya di daratan atau dalam lautan. Kedua upaya tersebut harus dilakukan secara bersamaan agar upaya menstabilkan konsentrasi GRK dapat tercapai (Sukmana, 2010).
Hutan
satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Pengertian hutan tersebut dibedakan pengertiannya dengan kawasan hutan, yakni wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Hutan berperan dalam upaya penyerapan CO2 di mana dengan bantuan
cahaya matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklofil mampu menyerap CO2
dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini antara lain disimpan dalam bentuk biomasa yang menjadikan vegetasi tumbuhan menjadi besar dan tinggi (Adinugroho dkk., 2009). Cara mudah untuk mereduksi CO2di
atmosfer adalah dengan menanam dan membangun pohon hutan. Dedaunan pohon hutan mampu menyerap gas CO2yang ada di udara melalui proses fotosintesis
(Pratisto, 2007).
Berkaitan dengan perubahan iklim, kehutanan juga mempunyai peranan penting karena hutan dapat menjadi sumber emisi karbon ( Spurce) dan juga dapat menjadi penyerap karbon dan menyimpannya (Sink). Hutan melalui proses fotosintesis mengabsorbsi CO2 dan menyimpannya sebagai materi organik dalam
biomassa tanaman. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomassa yang terdapat dalam bentuk kayu, dahan, daun, akar, dan sampah hutan atau serasah dan jasad renik. Tetapi terjadi kebakaran hutan, penebangan liar dan konversi hutan telah menyebabkan kerusakan hutan berkurang yang berakibat karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas ke atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara melalui fotosintesis hutan
Taksonomi Suren, Kopi dan Pinus
- Suren (Toona sinensis)
Klasifikasi Suren (Toona sinensis) berdasarkan (Jayusman, 2006) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Sapindales Famili : Meliaceae Genus : Toona
Spesies : Toona sinensis
obat tradisional yaitu diare. Kulit dan buahnya dapat digunakan untuk minyak atsiri.
- Kopi (Coffea arabica)
Klasifikasi tanaman kopi (Coffea arabica ) berdasarkan (USDA, 2002). Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida/Dicotyledons Subclass : Asteridae
Ordo : Rubiales Famili : Rubiaceae Genus : Coffea
Spesies : Coffea arabica
- Pinus (Pinus merkusii)
Menurut USDA (United States Departement of Agriculture) 2006, Pinus tersusun dalam sistematika sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Subdivisi : Spermatophyta Divisi : Coniferophyta Kelas : Pinopsida Ordo : Pinales Famili : Pinaceae Genus : Pinus
Spesies : Pinus merkusii
Agroforestri
Agroforestri merupakan salah satu teknik yang bisa ditawarkan untuk mengurangi konsentrasi CO2 di udara, karena potensinya yang cukup tinggi dalam
menyimpan C, baik dalam biomasa dari berbagai komponen penyusunnya, dan sebagai fraksi stabil dalam bahan organik tanah, serta dalam produksi kayu yang dihasilkan. Sistem ini sangat sesuai untuk diimplementasikan pada daerah-daerah pertanian dan daerah-daerah terdegradasi yang harus dihutankan kembali (Hairiah dkk, 2006). Jumlah rata-rata C yang disimpan dalam sistem agroforestri umumnya adalah sekitar 9, 21, 50, dan 63 Mg C ha-1 untuk daerah semiarid, subhumid, humid, dan daerah temperate (Montagnini dan Nair, 2004 dalam Hairiah dkk, 2006). Untuk agroforestri pada tingkat petani kecil didaerah tropika, penyerapan potensial C adalah sekitar 1.5 hingga 3.5 Mg C ha-1 th-1. Dengan demikian, dalam waktu 20 tahun cadangan C menjadi 70 Mg ha-1 (Hairiah dkk, 2006).
Cadangan Karbon
Karbon merupakan salah satu unsur yang mengalami daur dalam ekosistem. Mulai dari karbon yang ada di atmosfir berpindah melalui tumbuhan hijau (produsen), konsumen dan organisme pengurai kemudian kembali ke atmosfir dan di atmosfir karbon terikat dalam bentuk senyawa karbon dioksida (Indriyanto, 2006).
keseluruhan IPCC menetapkan 5 sumber karbon hutan yang perlu dihitung dalam upaya penurunan emisi akibat perubahan tutupan lahan.
Tabel 1. Definisi sumber karbon berdasarkan IPCC guidelines (2006)
Sumber Penjelasan
Biomassa Atas Permukaan Semua biomasa dari vegetasi hidup di atas tanah, termasuk batang, tunggul, cabang, kulit, daun serta buah. Baik dalam bentuk pohon, semak maupun tumbuhan herbal. Ket: tumbuhan bawah di lantai hutan yang relatif sedikit, dapat dikeluarkan dari metode penghitungan
Bawah Permukaan
Semua biomasa dari akar yang masih hidup. Akar yang halus dengan diameter kurang dari 2 mm seringkali dikeluarkan dari penghitungan, karena sulit dibedakan dengan bahan organik mati tanah dan serasah.
Semua bahan organik tanah dalam kedalaman tertentu ( 30 cm untuk tanah mineral). Termasuk akar dan serasah halus dengan diameter kurang dari 2mm, karena sulit dibedakan.
Cadangan karbon adalah kandungan karbon tersimpan baik itu pada permukaan tanah sebagai biomasa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati (nekromasa), maupun dalam tanah sebagai bahan organik tanah. Perubahan wujud karbon ini kemudian menjadi dasar untuk menghitung emisi, dimana sebagian besar unsur karbon (C) yang terurai ke udara biasanya terikat dengan O2 (oksigen)
dan menjadi CO2 (karbon dioksida). Itulah sebabnya ketika satu hektar hutan
lahan tersebut kemudian menjadi ukuran jumlah karbon yang tersimpan sebagai biomasa (cadangan karbon). Sehingga efek rumah kaca karena pengaruh unsur CO2 dapat dikurangi, karena kandungan CO2 di udara otomatis menjadi
berkurang. Namun sebaliknya, efek rumah kaca akan bertambah jika tanaman-tanaman tersebut mati (Kauffman dan Donato, 2012).
Biomassa
Biomassa merupakan istilah untuk bobot hidup, biasanya dinyatakan sebagai bobot kering, untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme, populasi, atau komunitas. Biomassa tumbuhan merupakan jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan hidup. Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap karbondioksida (CO2) dari udara dan mengubah zat ini
menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut, terdapat interaksi yang erat baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh secara dinamis vegatasi, tanah dan iklim berhubungan eratdan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik (Hamilton dan King, 1988).
Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu (i) sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in situ (dilaksanakan langsung di tempatnya);(ii) sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ (dilaksanakan langsung di tempatnya); (iii) Pendugaan melalui penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model. Untuk masing masing metode di atas, persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi cuplikan data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standard yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies, penggunaan persamaan standard ini dapat mengakibatkan galat yang signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi (Australian greenhouse office, 1999).
Serasah dan Nekromassa
Serasah didefinisikan sebagai bahan organik mati yang berada di atas tanah mineral. Hanya kayu mati yang ukuran diameternya kurang dari 10 cm diaktegorikan sebagi serasah. Serasah umumnya diestimasi biomassanya dengan metode pemanenan/pengumpulan. Serasah bias saja dipilahkan lagi menjadi lapisan atas dan bawah. Lapisan atas disebut serasah yang merupakan lapisan di lantai hutan yang terdiri dari guguran daun segar, ranting, serpihan kulit kayu, lumut dan lumut kerak mati, dan bagian-bagian buah dan bunga. Lapisan dibawah serasah disebut dengan humus yang terdiri dari serasah yang sudah terdekomposisi dangan baik (Sutaryo, 2009).
musim dan tegakan. Selain faktor-faktor tersebut ketipisan tajuk dan morfologi daun juga ikut mempengaruhi besar kecilnya serasah. Semakin tipis penutupan tajuk semakin berkurang produksi serasah (Lugo dan Snedaker, 1974 dalam Lestarina 2011).
Nekromassa merupakan massa kering dari bagian pohon yang telah mati
baik yang masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon), kayu
tumbang/tergeletak di permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun
gugur (seresah) yang belum terlapuk. Nekromasa dibagi menjadi nekromasa berkayu dan nekromasa tidak berkayu. Nekromasa bekayu: pohon mati yang masih berdiri maupun yang roboh, tunggul-tunggul tanaman, cabang dan ranting yang masih utuh yang berdiameter > 5 cm. Nekromasa tidak berkayu: serasah daun yang masih utuh (serasah kasar), dan bahan organic lainna yang telah terdekomposisi sebagian dan berukuran > 2 mm (serasah halus) (Hairiah dan Rahayu 2007).
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
heterogen yang disebut juga hutan alam dengan beberapa jenis tegakan seperti Suren (Toona sinensis) dan tanaman Kopi (Coffea Arabica). Hutan alam Aek Nauli berada pada ketinggian 1200 mdpl seluas 1900 Ha. Secara geografis terletak pada 430 25‟ BT dan 40 89‟ LU. Hutan ini memiliki kelerengan 2 sampai 15%
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanasan global sudah bukan lagi merupakan masalah masa depan, tetapi sudah menjadi masalah yang sedang dihadapi sekarang. Pemanasan global pada umumnya disebabkan oleh menumpuknya gas CO2 di atmosfer yang di
sebabkan oleh aktivitas manusia terutama aktivitas industri dan pembakaran pembukaan lahan serta pemanasan global juga disebabkan oleh degradasi dan deforestasi hutan, fenomena ini menjadi permasalahan yang sangat serius yang harus di hadapi oleh dunia.
Indonesia sangat berpotensi menjadi negara penyerap emisi karbon karena Indonesia mempunyai hutan tropis yang luas. Dalam rangka pemanfaatan fungsi hutan sebagai penyerap karbon melalui sebuah kerangka carbon trade sangat diperlukan upaya mengkuantifikasi berapa besar karbon yang dapat diserap dan disimpan oleh hutan. Stern (2007), mengungkapkan bahwa upaya mitigasi untuk mengurangi sumber emisi atau meningkatkan penyerapan emisi GRK yang berbasis tata guna lahan dipercaya merupakan kegiatan yang lebih murah dibandingkan dengan melakukan mitigasi emisi melalui kegiatan lain.
untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan memelihara pohon (Lasco dkk., 2004 dalam Rahayu dkk., 2007).
Karbon yang terdapat di hutan tersimpan di atas dan bawah permukaan tanah. Sumber karbon hutan salah satunya terdapat pada bahan organik mati (dead organic matter) termasuk di dalamnya nekromasa dan serasah yang berpotensi untuk melepaskan CO2 ke atmosfir melalui proses dekomposisi. Dekomposisi dari
nekromasa yang cukup besar tersebut juga menghasilkan emisi karbon. Karena itu nekromasa di hutan merupakan salah satu sumber karbon yang penting untuk diukur.
Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli berada di Kecamatan Girsang Simpangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara. Hutan Aek Nauli terbagi dua berdasarkan komposisinya, yaitu hutan homogen dengan dominasi tegakan Pinus (Pinus merkusii), dan hutan heterogen yang disebut juga hutan alam dengan beberapa
jenis tegakan seperti suren dan kopi. Hutan alam Aek Nauli berada pada ketinggian 1200 mdpl seluas 1900 Ha. Secara geografis terletak pada 430 25' BT dan 40 89' LU (Balithut Aek Nauli, 2006).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
2. Menganalisis adanya perbedaan kadar karbon serasah pada agroforestri Kopi (Coffea arabica) dengan tanaman pokok Suren (Toona sinensis) dan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) di Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli Kabupaten Simalungun.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya perbedaan jumlah massa kering serasah dan potensi kandungan karbon serasah akibat perbedaan struktur dan komposisi tegakan
Manfaat Penelitian
ARIDO JUNIOR FATULESI SIMORANGKIR: Pendugaan Cadangan Karbon Serasah pada Agroforestri Kopi (Coffea arabica) dengan Tanaman Pokok Suren (Toona sinensis) dan pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii). di bawah bimbingan SITI LATIFAH dan MUHDI
Pengukuran massa kering dan karbon sangat penting untuk menduga seberapa besar jumlah karbon yang tersimpan pada bagian tumbuhan yang sudah mati. Objek penelitian ini adalah serasah pada kawasan Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli Sumatera Utara. Metode pengukuran yang digunakan adalah destructive sampling yaitu dengan cara pemanenan/pengambilan serasah yang berada pada petak contoh 1m x 1m sebanyak 30 petak contoh.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karbon serasah yang tersimpan pada agroforestri kopi dengan tanaman suren adalah 0,58 ton/ha dan serasah pada tegakan pinus sebesar 1,88 ton/ha. berdasarkan hasil uji statistik, cadangan karbon serasah pada agroforestri kopi dengan tanaman pokok suren dan pada tegakan pinus berbeda secara nyata. perbedaan cadangan karbon tersebut disebabkan oleh perbedaan struktur dan komposisi tegakan.
ARIDO JUNIOR FATULESI SIMORANGKIR : The Estimate of Carbon Stock of Litter at Agroforestry Coffe (Coffea arabica) with the Main Plant of Suren (Toona sinensis) and Pine Stand (Pinus merkusii). Guided by SITI LATIFAH and MUHDI.
Measurement of dry mass and carbon were very important to know how much the amount of carbon stock by dead plant parts. Object of this research was the litter at Research and Development of Environmental and Forestry Center Aek Nauli of North Sumatera. The method of measurement used was the destructive sampling that was by harvesting/retrieval the entire litter was located on bottom of 1m x 1m sample plots as much as 30 sample plots.
The results of this research indicate that the litter carbon stock in agroforestry coffe with the main plant of suren was 0,58 ton/ha and in stand Pine was 1,88 ton/ha. Statistical analysis showed significantly different on carbon stock at agroforestry coffe with the main plant of suren and pine stand. The different of carbon stock was caused by difference in the structure and composition of stands.
POKOK SUREN (Toona sinensis) DAN PADA TEGAKAN
PINUS (Pinus merkusii)
SKRIPSI
OLEH:
ARIDO JUNIOR F SIMORANGKIR 121201147
MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ARIDO JUNIOR FATULESI SIMORANGKIR: Pendugaan Cadangan Karbon Serasah pada Agroforestri Kopi (Coffea arabica) dengan Tanaman Pokok Suren (Toona sinensis) dan pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii). di bawah bimbingan SITI LATIFAH dan MUHDI
Pengukuran massa kering dan karbon sangat penting untuk menduga seberapa besar jumlah karbon yang tersimpan pada bagian tumbuhan yang sudah mati. Objek penelitian ini adalah serasah pada kawasan Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli Sumatera Utara. Metode pengukuran yang digunakan adalah destructive sampling yaitu dengan cara pemanenan/pengambilan serasah yang berada pada petak contoh 1m x 1m sebanyak 30 petak contoh.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karbon serasah yang tersimpan pada agroforestri kopi dengan tanaman suren adalah 0,58 ton/ha dan serasah pada tegakan pinus sebesar 1,88 ton/ha. berdasarkan hasil uji statistik, cadangan karbon serasah pada agroforestri kopi dengan tanaman pokok suren dan pada tegakan pinus berbeda secara nyata. perbedaan cadangan karbon tersebut disebabkan oleh perbedaan struktur dan komposisi tegakan.
ARIDO JUNIOR FATULESI SIMORANGKIR : The Estimate of Carbon Stock of Litter at Agroforestry Coffe (Coffea arabica) with the Main Plant of Suren (Toona sinensis) and Pine Stand (Pinus merkusii). Guided by SITI LATIFAH and MUHDI.
Measurement of dry mass and carbon were very important to know how much the amount of carbon stock by dead plant parts. Object of this research was the litter at Research and Development of Environmental and Forestry Center Aek Nauli of North Sumatera. The method of measurement used was the destructive sampling that was by harvesting/retrieval the entire litter was located on bottom of 1m x 1m sample plots as much as 30 sample plots.
The results of this research indicate that the litter carbon stock in agroforestry coffe with the main plant of suren was 0,58 ton/ha and in stand Pine was 1,88 ton/ha. Statistical analysis showed significantly different on carbon stock at agroforestry coffe with the main plant of suren and pine stand. The different of carbon stock was caused by difference in the structure and composition of stands.
Penulis dilahirkan di kota Rantauprapat pada tanggal 01 Juni 1994 dari pasangan bapak Edwart Simorangkir dan Ibu Rita Hotma Hutabarat. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan formal di SDN 116875 Rantau Selatan Kabupaten Labuhanbatu dan lulus pada tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP N 1 Rantau Selatan Kabupaten Labuhanbatu dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2012 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Swasta R.K Bintang Timur Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu. Pada tahun 2012 penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB-PTN.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah mengkaruniakan berkah dan kasih sayang-Nya sehingga atas izin-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pendugaan Cadangan Karbon Serasah Pada Agroforestri Kopi (Coffea arabica) dengan Tanaman Pokok Suren (Toona sinensis) dan Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii)”.
Dalam penyelesaian skripsi ini banyak pihak yang telah membantu penulis. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua, Bapak Edwart Simorangkir dan Ibu Rita Hotma Hutabarat, yang senantiasa memberikan kasih sayang sepanjang masa, dan dukungan berupa moril maupun materil kepada penulis. Serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan segala dukungan baik moril maupun materil hingga skripsi ini terselesaikan. Terima kasih atas segala yang telah diberikan demi penulis dan restu yang selalu mengiringi langkah sehingga penulis bisa sampai ke titik ini.
2. Ibu Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Bapak Dr. Muhdi, S.Hut., M.Si. selaku Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, serta memberikan kritik dan saran terhadap penulisan skripsi ini.
semangat dan kerjasama saat melakukan penelitian, serta teman-teman angkatan 2012 di Program Studi Kehutanan, khususnya di Manajemen Hutan 2012.
5. Terakhir, penulis hendak menyapa setiap nama yang tidak dapat penulis cantumkan satu per satu, terima kasih atas doa yang senantiasa mengalir tanpa sepengetahuan penulis. Terimakasih sebanyak-banyaknya kepada orang-orang yang turut bersuka cita atas keberhasilan penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa pembuatan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga kedepannya skripsi ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang kehutanan.
Medan, Oktober 2016
ABSTRAK ... i
Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 14
METODE PENELITIAN Jenis Agroforestri dan Tegakan di BP2LHK Aek Nauli ... 24
Kadar Air ... 25
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 32
Saran ... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
Halaman 1. Definisi sumber karbon berdasarkan IPCC guidelines (2006) ... 11 2. Rekapitulasi Kadar Air (%) Serasah pada Agroforestri Kopi dengan
Tanaman Pokok Suren dan Pada Tegakan Pinus ... 25 3. Rekapitulasi Rataan Massa Kering (ton/ha) Serasah pada Agroforestri
Kopi dengan Tanaman Pokok Suren dan pada Tegakan Pinus ... 27 4. Rekapitulasi Rataan Karbon (ton/ha) Serasah pada Agroforestri Kopi
dengan Tanaman Pokok Suren dan pada Tegakan Pinus ... 28 5. Hasil Uji Independent Sample T-Test Karbon Serasah pada Agroforestri
Kopi dengan Tanaman Pokok Suren dan pada Tegakan Pinus ... 29 6. Perbandingan Nilai Massa Kering dan Karbon Serasah Agroforestri
Halaman 1. Massa Kering Serasah ... 36 2. Karbon Serasah... 38 3. Hasil Uji Laboratorium Kimia Hasil Hutan IPB ... 40 4. Hasil Uji Independent Sample T Test Karbon Serasah pada Agroforestri