• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Analisis Rasio Keuangan Dalam Penilaian Kinerja Pada PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Analisis Rasio Keuangan Dalam Penilaian Kinerja Pada PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

TINDAK PIDANA PENGGELAPAN YANG DILAKUKAN PEJABAT NOTARIS DIKAITKAN DENGAN SUMPAH JABATAN NOTARIS (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn)

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

ERWIN HARRIS RAHMAN

NIM: 050200088

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan yang tiada henti-hentinya akan kehadhirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kesempatan penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan salam tak lupa penulis panjatkan kepada junjungan nabi muhammad saw yang telah memberikan jalan dan menuntun umatnya dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang yang disinari oleh nur iman dan Islam.

Skripsi ini berjudu l: Tindak Pidana Penggelapan yang Dilakukan oleh Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris.

Penulis menyadari bahwa di dalam pelaksanaan pendidikan ini banyak mengalami kesulitan-kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan serta kekurangan-kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya suatu masukan serta saran yang bersifat membangun di masa yang akan datang.

(3)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp. A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M. Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU.

4. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM, sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU.

5. Bapak Muhammad Husni, SH, M. Hum sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU.

6. Bapak Abul Khair, SH, M. Hum sebagai Ketua Jurusan Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M. Hum sebagai Penasehat Akademik dan Dosen Pembimbing I, terima kasih atas bimbingan dan dukungan Bapak selama ini kepada penulis.

8. M. Nuh, SH, M. Hum, sebagai Dosen Pembimbing II dan Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU atas perhatian dan bimbingan Bapak kepada penulis selama penulisan skripsi.

9. Seluruh staf Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU. 10.Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum USU.

(4)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

dapat menyelesaikan studi di perguruan tinggi, serta seluruh keluarga besar yang memberikan dorongan semangat kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga selesai skripsi ini.

12.Buat teman-temanku yang tidak bisa di sebutkan satu persatu, kalian akan selalu dihatiku.

13.Buat semua pihak yang telah berpartisipasi atas penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Demikianlah yang penulis dapat sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangannya penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan 05 Desember 2009

(5)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 4

D. Keaslian Penulisan ... 5

E. Tinjauan Kepustakaan ... 5

F. Metode Penelitian ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KENOTARIATAN DAN PENGGELAPAN ... 19

A. Sejarah notariat ... 19

B. Notaris sebagai pejabat umum ... 25

C. Peraturan tentang Notaris dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia ... 35

D. Pengaturan tentang Penggelapan dalam Peraturan Hukum Pidana Indonesia ... 36

E. Unsur-unsur Penggelapan ... 36

BAB III KEDUDUKAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS ... 43

A. Sumpah Jabatan dan Rahasia Jabatan Notaris ... 43

(6)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

BAB IV TINDAK PIDANA PENGGELAPAN PEJABAT NOTARIS

DIKAITKAN DENGAN SUMPAH JABATAN NOTARIS ... 55

A. Tindak Pidana Penggelapan Notaris dalam Perspektif Sumpah Jabatan Notaris ... 55

B. Kasus ... 57

C. Analisa kasus ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

A. Kesimpulan... 70

B. Saran ... 71

(7)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

ABSTRAKSI

Dalam kaitan dengan jabatan notaris yang berwenang membuat akta otentik tertentu, tidak jarang terjadi bahwa ada oknum notaris yang terjebak dalam tindak pidana. Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn menggambarkan bahwa notaris sebagai salah satu pejabat negara telah melakuan tindak pidana penggelapan biaya pengurusan perlaihan/ balik nama sertifikat Hak Guna Bangunan dan pengurusan biaya pajak atas peralihan tersebut. Berbeda dengan tindak pidana yang umumnya dilakukan oleh masyarakat biasa pada umumnya, notaris yang melakukan tindak pidana terkait dengan pemalsuan akta otentik tertentu dipandang sangat ironi, sebab jabatan yang disandang merupakan jabatan yang diberikan oleh negara melalui serangkaian sumpah jabatan yang mengukuhkan status mereka sebagai pejabat negara.

Permasalahan dalam skripsi ini adalah mengenai Bagaimana kedudukan pejabat notaris dalam Undang-undang tentang Jabatan Notaris dan Bagaimana tindak pidana penggelapan yang dilakukan notaris dikaitkan dengan sumpah jabatan notaris.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal

research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis

didalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through

judicial process). Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data

sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.

(8)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Notaris sebagai pejabat umum merupakan suatu jabatan yang lebih dari sekedar suatu profesi karena notaris adalah suatu jabatan umum yang selain sebagai seseorang yang membuat akta otentik, dia berperan pula sebagai penasehat hukum, penemu hukum, dan penyuluh hukum dalam hal-hal yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya tersebut. Eksistensi Notaris sebagai Pejabat Umum didasarkan atas Undang-undang Jabatan Notaris, yakni Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 yang menetapkan rambu-rambu bagi “gerak langkah” seorang notaris.

Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Jabatan Notaris, di dalamnya menyatakan bahwa: Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

Pejabat Umum1

1. anggota masyarakat yang menjadi klien notaris, menghendaki agar notaris membuatkan akta otentik yang berkepentingan;

dalam menjalankan tugas jabatannya mengemban amanat yang berasal dari dua sumber, yaitu:

2. amanat berupa perintah dari undang-undang secara tidak langsung kepada notaris, agar untuk perbuatan hukum itu dituangkan dan dinyatakan dengan akta otentik, hal ini mengandung makna bahwa notaris terikat dan

1

(9)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

berkewajiban untuk menaati peraturan yang mensyaratkan untuk sahnya sebagai akta otentik.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dilihat bahwa notaris dalam melaksanakan jabatannya selaku Pejabat Umum mengandung beberapa kemungkinan, yaitu membuat akta otentik dalam hal adanya permintaan dari masyarakat sebagai klien untuk membuat pembuktian bagi perbuatan yang mereka lakukan, serta membuat akta otentik sebagai perintah atau amanat dari perundang-undangan. Kedua kemungkinan tersebut kemudian mewajibkan notaris untuk melakukan tugas dan wewenangnya dalam pembuatan akta otentik, seperti halnya yang disebutkan dalam Pasal 1 UUJN. Dua kemungkinan ini membawa konsekuensi bahwa ada dua kepentingan yang diemban oleh notaris selaku pejabat umum, yaitu kepentingan masyarakat sebagai klien dan kepentingan negara sebagai institusi sah yang operasionalnya diselenggarakan oleh pemerintah sebagai penentu kebijakan. Dua kepentingan yang disebutkan tersebut merupakan kepentingan yang jauh lebih penting dan harus lebih diperhatikan daripada hanya mempersoalkan masalah tugas notaris secara teknis dan teoritis. Adanya beberapa kepentingan tersebut mengharuskan seorang Notaris selaku pejabat umum mempunyai dedikasi yang tinggi dengan pekerjaannya dan tentu saja harus mengerti dan bijaksana menyikapi beberapa kepentingan tadi dengan bijaksana.

(10)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

notaris juga mempunyai kompetensi sebagai seorang penasehat hukum yang memberikan nasehat-nasehat hukum pada klien yang datang kepadanya pada saat minta dibuatkan akte atau sekedar datang hanya untuk berkonsultasi mengenai masalah hukum yang berkenaan dengan masalah kenotariatan ataupun hukum secara umum. Berbeda halnya dengan Notaris pada aliran anglo saxon yang hanya mempunyai peranan murni sebagai pembuat akta otentik, tanpa mempunyai peranan yang lain berkenaan dengan tugas dan wewenangnya untuk membuat akta otentik.

Dalam kaitan dengan jabatan notaris yang berwenang membuat akta otentik tertentu, tidak jarang terjadi bahwa ada oknum notaris yang terjebak dalam tindak pidana. Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn menggambarkan bahwa notaris sebagai salah satu pejabat negara telah melakuan tindak pidana penggelapan biaya pengurusan perlaihan/ balik nama sertifikat Hak Guna Bangunan dan pengurusan biaya pajak atas peralihan tersebut.

Berbeda dengan tindak pidana yang umumnya dilakukan oleh masyarakat biasa pada umumnya, notaris yang melakukan tindak pidana terkait dengan pemalsuan akta otentik tertentu dipandang sangat ironi, sebab jabatan yang disandang merupakan jabatan yang diberikan oleh negara melalui serangkaian sumpah jabatan yang mengukuhkan status mereka sebagai pejabat negara.

(11)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

B. Permasalahan

1. Bagaimana kedudukan pejabat notaris dalam Undang-undang tentang Jabatan Notaris?

2. Bagaimana tindak pidana penggelapan yang dilakukan notaris dikaitkan dengan sumpah jabatan notaris?

C. Tujuan dan manfaat Penulisan 1. Tujuan

a. Untuk mengetahui kedudukan notaris sebagai pejabat pembuat akta otentik di Indonesia.

b. Untuk mengetahui tindak pidana penggelapan yang dilakukan notaris dikaitkan dengan sumpah jabatan notaris.

2. Manfaat

a. Secara Teoritis

Diharapkan akan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan ilmu hukum pidana umumnya.

b. Secara Praktis

(12)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Suatu peraturan yang baik adalah peraturan yang tidak saja memenuhi persyaratan-persyaratan formal sebagai suatu peraturan, tetapi menimbulkan rasa keadilan dan kepatutan dan dilaksanakan/ditegakkan dalam kenyataannya.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Tindak Pidana Penggelapan yang Dilakukan oleh Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus Putusan PN Medan Nomor 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn).” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan skripsi ini asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Tindak pidana Penggelapan

(13)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

sebagai suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan diketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan atau tindakan. Hazewinkel-Suringa membuat rumusan yang umum dari strabaar feit sebagai perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus diadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya.2

a. Untuk adanya suatu strafbar feit itu diisyaratkan bahwa di situ harus terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan undang-undang, dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam mitu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum;

Menurut Pompe, perkataan strafbaar feit itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang pelaku, dimana penjatuhan terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum, alasan mengapa strafbaar feit itu harus dirumuskan karena:

b. Agar sesuatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan dalam undang-undang;

2

(14)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

c. Setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban menurut undang-undang itu, pada hakikatnya merupakan suatu tindakan melawan hukum atau merupakan suatu onrechtmatige handeling.3

Tindak pidana penggelapan diatur dalam pasal 372 KUHP yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak suatu benda yang sama sekali atau sebahagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan benda itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak Rp. 900,-“4

Dimana sering terjadi penggelapan di kalangan kawan-kawan maupun kenalan dalam kehidupan sosial. Terjadinya kejahatan penggelapan itu karena ada

Ditinjau dari segi yuridis, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang, untuk dapat melihat apakah perbuatan itu melanggar undang-undang atau harus diciptakan dulu peraturan sebelum peristiwa agar mencegah tindakan sewenang-wenang dan member kepastian hukum, dari segi sosiologis kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan penderita juga sanga tmerugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.

Perbuatan yang merusak kepercayaan ini serupa dengan mengingkari janji dengan iktikad yang tidak baik dan karena itu dalam KUHP digolongkan dengan kejahatan penggelapan, selanjutnya R. Tresna, mengatakan:

3

Ibid, hal. 182. 4

(15)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

hubungan kerja, hubungan dagang, baik penitipan benda maupun pemberian kuasa atau seorang pegawai yang berhubungan dengan keadaan sosial masyarakat.5

Dalam MvT mengenai pembentukan pasal 372 menerangkan bahwa memiliki adalah perbuatan menguasai suatu benda seolah-olah ia memiliki benda itu. Kiranya pengertian ini dapat diterangkan demikian, bahwa “petindak dengan melakukan perbuatan memiliki atas sesuatu benda yang ada. Pengertian benda yang berada dalam kekuasaannya, adalah ia melakukan suatu perbuatan sebagaimana pemilik melakukan perbuatan terhadap benda.6

Kekuasaannya sebagai adanya suatu hubungan langsung dan sangat erat dengan benda itu, yang sebagi indikatornya ialah dia dapat melakukannya secara langsung tanpa harus melakukan perbuatan lain terlebih dahulu, adalah hanya terhadap benda-benda berwujud dan bergerak saja, dan tidak mungkin terjadi pada benda-benda yang tidak berwujud dan benda-benda tetap.7

5

R. Tresna, Asas-asas Hukum Pidana Diserta Pembahasan Beberapa Perbuatan yang Penting, PT. Tiara, Jakarta, 1979, hal. 241.

6

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayumedia, Malang, 2003, hal. 72. 7

Ibid, hal. 77.

Ciri khusus kejahatan penggelapan ini jika dibandingkan dengan pencurian adalah terletak pada unsur beradanya benda dalam kekuasaan sebagai mencuri atas benda milik orang lain telah berada dalam kekuasaan sendiri.

(16)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

Tiap kejahatan yang diatur dalam KUHP maupun diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lain mempunyai unsur-unsur yang harus dipenuhi sesuai dengan yang dilakukan. Dalam hal kejahatan penggelapan hampir sama dengan kejahatan pencurian, ada beberapa unsur yang sama. Demikian pula perlu diperhatikan bahwa jangan sampai ada kekeliruan tentang hukum, tegasnya jika disangka ada penggelapan harus diteliti dahulu, oleh karna dapat terjadi bahwa yang disankga itu sebenarnya adalah suatu jual beli.

Untuk dapat mengemukakan unsur-unsur kejahatan penggelapan, maka sebaiknya diturunkan dari bunyi ketentuan bunyi pasal 372 KUHP, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa untuk dapat dinyatakan seseorang melakukan kejahatan penggelapan harus terpenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

a. Yang bersalah harus bermaksud memiliki benda itu

b. Benda itu harus kepunyaan orang lain, baik seluruhnya atau sebahagian c. Benda itu harus sudah ada di tangan yang melakukan perbuatan itu, bukan

dengan jalan suatu kejahatan

d. Memiliki benda itu harus tanpa hak.8

2. Jenis-jenis Tindak Pidana Penggelapan

Dengan melihat cara perbuatan dilakukan, maka dapat dibagi kejahatan penggelapan dalam beberapa jenis, yaitu:

a. Penggelapan dalam bentuk pokok

8

(17)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

Kejahatan penggelapan ini diatur dalam pasal 372 KUHP sebagaimana telah diterangkan sebelumnya. Benda yang menjadi objek kejahatan ini tidak ditentukan jumlah atau harganya.

b. Penggelapan ringan (lichte verduistering)

Dikatakan penggelapan ringan, bila objek dari kejahatan bukan dari hewan atau benda itu berharga tidak lebih dari Rp. 250, tentunya harga ini tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang ini. Namun demikian, dalam praktek disesuaikan dengan kondisi sekarang dan tergantung dari pertimbangan hakim. Kejahatan ini diatur dalam pasal 373 KUHP dengan ancaman hukuman selama-lamanya 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900.

Pasal 373 KUHP menentukan bahwa:

Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 372 yang digelapkan bukan hawan dan harganya tidak lebih dari Rp. 250 dihukum, karena penggelapan ringan dengan hukuman penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-.

c. Penggelapan dengan pemberatan

Kejahatan ini diancam dengan hukuman yang lebih berat, yaitu selama-lamanya 5 tahun. Unsur pokok yang berakibat adanya pemberatan adalah karena hubungan pekerjaan, jabatan atau menerima upah.

Pasal 374 KUHP menyatakan bahwa:

(18)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

Kejahatan ini juga diatur dalam pasal 375 KUHP, pasal tersebut berbunyi: “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa disuruh menyimpan barang itu, atau wali, curator, pengurus, orang yang menjalankan wasiat atau mengurus balai harta derma, tentang sesuatu benda yang ada dalam tangannya karena jabatan tersebut, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun.”

d. Penggelapan di kalangan keluarga

Penggelapan dalam keluarga diatur dalam pasal 376 KUHP. Sebagaimana disinggung sepintas lalu, bahwa kejahatan penggelapan adalah delik aduan relatif, artinya delik atau kejahatan ini adalah kejahatan bukan delik aduan, tetapi jika dilakukan oleh dan di kalangan keluarga, maka menjadi delik aduan.

Dalam kejahatan terhadap harta benda, pencurian, pengancaman, pemerasan, penggelapan, penipuan apabila dilakukan dalam keluarga, maka dapat menjadi:

a. Tidak dapat dilakukan penuntutan baik terhadap petindaknya maupun terhadap pelaku pembantunya (pasal 376 ayat 1).

b. Tindak pidana aduan, tanpa adanya pengaduan, baik terhadap petindaknya maupun pelaku pembantunya tidak dapat dilakukan penuntutan (pasal 376 ayat 2).9

9

(19)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

F. Metode Penelitian

Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan. tanpa metode ilmiah, suatu ilmu pengetahuan itu sebenarnya bukan suatu ilmu tetapi suatu himpunan pengetahuan saja tentang berbagai gejala yang satu dengan gejala lainnya.10

Sedangkan penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.11 selain itu, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala bersangkutan.12

Metodologi memiliki peranan dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu di antaranya:13

a. menambah kemampuan para ilmuwan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap

10

Koenjtaraningrat, Pengantar Antropologi, Aksara Baru, Jakarta, hal. 37. 11

Peter Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, hal. 35. 12

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1997, hal. 38.

13

(20)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

b. memberikan kemungkinan yang lebih besar, untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui

c. memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner.

Untuk dapat merampungkan penyajian skripsi ini agar dapat memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah diperlukan data yang relevan dengan skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka penulis menerapkan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Menurut Soerjono Soekanto penelitian hukum dapat dibagi dalam:14 a. Penelitian hukum normatif

b. Penelitian hukum sosiologis atau empiris

Metode penelitian digunakan dalam suatu penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah ialah penalaran yang mengikuti suatu alur berfikir atau logika yang tertentu dan yang menggabungkan metode induksi (empiris), karena penelitian ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian empiris dan hipotesis-hipotesis atau teori yang disusun secara deduktif.15

14

Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. 15. 15

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Bandung, 1994, hal. 105.

(21)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

by the judge through judicial process)16. Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.17

Jadi disimpulkan bahwa metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.

Adapun data yang digunakan dalam menyusun penulisan ini diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research), sebagai suatu teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan berbagai literatur berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, karya-karya ilmiah, bahan kuliah, putusan pengadilan, serta sumber data sekunder lain yang dibahas oleh penulis. Digunakan pendekatan yuridis normatif karena masalah yang diteliti berkisar mengenai keterkaitan peraturan yang satu dengan yang lainnya.

18

Logika keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.

Dengan demikian penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, dokumen-dokumen terkait dan beberapa buku mengenai tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh notaris dikaitkan dengan sumpah jabatan notaris.

16

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, 2006, hal. 118.

17

J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Jakarta, 2003, hal. 3. 18

(22)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

2. Sumber Data

Materi dalam skripsi ini diambil dari sekunder, yakni: a. Bahan Hukum Primer

Yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.19

b. Bahan Hukum Sekunder

Dalam tulisan ini di antaranya Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait.

Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh notaris dikaitkan dengan sumpah jabatannya, seperti: seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas.

c. Bahan Huku m Tertier

Yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan lain-lain.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang

19

(23)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut:20

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan degan objek penelitian.

b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel- artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan.

c. Mengelompokan data-data yang relevan dengan permasalahan.

d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

4. Alat Pengumpulan Data

Agar dapat diperoleh hasil yang baik yang bersifat objektif ilmiah maka dibutuhkan data-data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran akan hasilnya, maka dalam hal ini peneliti memperoleh data dalam penelitian ini dengan menggunakan alat pengumpul data melalui studi dokumen, yaitu berupa penelitian yang mempelajari dan memahami bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan dengan objek penelitian ini. Studi dokumen dari literatur yang berasal

20

(24)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

dari kepustakaan ataupun yang diperoleh dari lapangan yang berkaitan dengan masalah tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh pejabat notaris.

5. Analisa data

Data primer dan sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menterjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik dengan skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesui dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

(25)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

tentang penggelapan dalam peraturan hukum pidana Indonesia, dan unsur-unsur penggelapan.

BAB III : Bab ini akan membahas tentang kedudukan notaris sebagai pejabat umum dalam Undang-undang Jabatan Notaris, yang memuat tentang Sumpah jabatan dan rahasia jabatan dan kode etik notaris.

BAB IV: Bab ini akan dibahas tentang tindak pidana penggelapan pejabat notaris dikaitkan dengan sumpah jabatan notaris, yang mengulas tentang Tindak pidana penggelapan notaris dalam perspektif sumpah jabatan notaris, deskripsi kasus dan analisa kasus.

(26)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KENOTARIATAN DAN PENGGELAPAN

A. Sejarah Notariat

Notaris berasal dari kata notarius, yaitu orang yang menjalankan pekerjaan menulis pada zaman Romawi. Pada abad kelima dan keenam sebutan notarius, majemuknya notarii, diberikan kepada penulis atau sekretaris pribadi raja.21

Pejabat-pejabat yang dinamakan notarii tersebut merupakan pejabat yang menjalankan tugas untuk pemerintah dan tidak melayani publik. Yang melayani publik dinamakan tabelliones, yaitu pejabat yang menjalankan pekerjaan sebagai penulis untuk publik yang membutuhkan keahliannya.

Fungsi notarius pada saat itu sangat berbeda dengan fungsi Notaris pada saat ini. Pada akhir abad kelima sebutan notarii diberikan kepada pegawai-pegawai istana yang melaksanakan pekerjaan-pekerjaan administratif. Mereka memiliki keahlian untuk mempergunakan suatu bentuk tulisan cepat, yang sekarang dikenal sebagai stenografen.

22

Pada dasarnya fungsi tabelliones mirip dengan fungsi Notaris pada masa sekarang, hanya saja akta-akta yang dibuatnya tidak mempunyai sifat otentik dan hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah tangan.23

21

Nico, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center for Documentation and Studies of Business Law, Yogyakarta, CDSBL, 2003, hal. 31.

22 Ibid 23

(27)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

Selain tabelliones terdapat juga pejabat lain yang dinamakan tabularii yang bertugas memegang dan mengerjakan buku-buku keuangan kota serta mengadakan pengawasan terhadap administrasi kota. Tabularii juga ditugaskan menyimpan surat-surat dan berwenang membuat akta. Tabularii berhak menyatakan secara tertulis terhadap tindakan-tindakan hukum yang ada dari para pihak yang membutuhkan jasanya.24

Lembaga Notaris masuk ke Indonesia pada permulaan abad XVII dengan keberadaan Vereenigde Oost Ind. Compagnie (VOC)

Tabularii merupakan saingan berat bagi para

tabelliones.

25

Pada tanggal 27 Agustus 1620, Melchior Kerchem, sekretaris dari

College van Schepenen (Urusan Perkapalan Kota) di Jakarta, diangkat sebagai

Notaris pertama di Indonesia.

di Indonesia. Jan Pieterszoon Coen pada waktu itu sebagai Gubernur Jendral di Jacatra (sekarang Jakarta) antara tahun 1617 sampai 1629, untuk keperluan para penduduk dan para pedagang di Jakarta menganggap perlu mengangkat seorang Notaris.

26

Pada tahun 1625 jabatan Notaris dipisahkan dari jabatan Sekretaris

College van Schepenen, yaitu dengan dikeluarkan instruksi untuk para Notaris

pada tanggal 16 Juni 1625. Instruksi ini hanya terdiri dari 10 (sepuluh) pasal,

Dalam akta pengangkatannya sebagai Notaris, secara singkat dimuat suatu instruksi yang menguraikan bidang pekerjaan dan wewenangnya, yaitu menjalankan tugas jabatannya di Jakarta demi kepentingan publik dan berkewajiban untuk mendaftarkan semua dokumen-dokumen dan akta-akta yang dibuatnya.

24

Ibid 255

G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1996, hal. 15. 26

(28)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

antara lain menetapkan bahwa Notaris wajib merahasiakan segala sesuatu yang dipercayakan kepadanya dan tidak boleh menyerahkan salinan-salinan dari akta-akta kepada orang-orang yang tidak berkepentingan.27 Tanggal 7 Maret 1822 (Stb. No. 11) dikeluarkan Instructie voor de Notarissen Residerende in

Nederlands Indie. Pasal 1 instruksi tersebut mengatur secara hukum batas-batas

dan wewenang dari seorang Notaris dan juga menegaskan Notaris bertugas untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak, dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya, menyimpan asli atauminutanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga memberikan salinannya yang sah dan benar.28

Tahun 1860 Pemerintah Hindia Belanda memandang perlu untuk membuat peraturan-peraturan yang baru mengenai jabatan Notaris di Nederlands Indie untuk disesuaikan dengan peraturan-peraturan mengenai jabatan Notaris yang berlaku di Belanda. Sebagai pengganti Instructie voor de Notarissen Residerende

in Nederlands Indie, kemudian tanggal 1 Juli 1860 ditetapkan Reglement op

HetNotaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl. 1860: 3).29

Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945, keberadaan Notaris di Indonesia tetap diakui berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang- Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu: “Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang- undang dasar ini.” Dengan dasar Pasal II Aturan Peralihan

27

R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia: Suatu Penjelasan, Rajawali, Jakarta, 1982, hal. 23.

28

Ibid, hal. 24-25. 29

(29)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

tersebut tetap diberlakukan Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl. 1860: 3). Sejak tahun 1948 kewenangan pengangkatan Notaris dilakukan oleh Menteri Kehakiman, berdasarkan Peraturan Pemerintah Tahun 1948 Nomor 60, tanggal 30 Oktober 1948, Tentang Lapangan Pekerjaan, Susunan, Pimpinan dan TugasKewajiban Kementerian Kehakiman.30

Tahun 1949 melalui Konfrensi Meja Bundar (KMB) yang dilaksanakan di Den Haag, Nederland, tanggal 23 Agustus – 22 September 1949, salah satu hasil KMB terjadi Penyerahan Kedaulatan dari Pemerintah Belanda kepada Republik Indonesia Serikat untuk seluruh Wilayah Indonesia (kecuali Irian Barat-Papua sekarang), adanya penyerahan kedaulatan tersebut, membawa akibat kepada status Notaris yang berkewarganegaraan Belanda yang ada di Indonesia, harusmeninggalkan jabatannya.31

Dengan demikian terjadi kekosongan Notaris di Indonesia, untuk mengisi kekosongan tersebut sesuai dengan kewenangan yang ada pada Menteri Kehakiman Republik Indonesia Serikat dari tahun 1949 sampai dengan tahun 1954 menetapkan dan mengangkat Wakil Notaris untuk menjalankan tugas Jabatan Notaris dan menerima protokol yang berasal dari Notaris yang berkewarganegaraan Belanda.32

(30)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

diwajibkan menjalankan pekerjaan-pekerjaan Notaris. Mereka yang ditunjuk dengan kewajiban seperti tersebut dalam pasal ini disebut sebagai Wakil Notaris (Pasal 1 huruf c dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954). Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (2) disebutkan, sambil menunggu ketetapan dari Menteri Kehakiman, Ketua Pengadilan Negeri dapat menunjuk seorang untuk sementara diwajibkan menjalankan pekerjaan-pekerjaan Notaris. Mereka yang ditunjuk dengan kewajiban seperti tersebut dalam pasal ini disebut sebagai Wakil Notaris Sementara (Pasal 1 huruf d Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954), sedangkan yang disebut Notaris adalah mereka yang diangkat berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl. 1860: 3)- (Pasal 1 huruf a Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954). Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 juga sekaligus menegaskan berlakunya Reglement op Het

Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl. 1860: 3) sebagai Reglemen tentang

Jabatan Notaris di Indonesia (Pasal 1 huruf a) untuk Notaris Indonesia.33

33

Ibid

Notaris yang masih berada di Indonesia sampai dengan tahun 1954 merupakan Notaris (berkewarganegaraan Belanda) yang diangkat oleh Gubernur Jenderal (Gouverneur Generaal) berdasarkan Pasal 3 Reglement op Het

Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl. 1860: 3). Ketentuan pengangkatan

(31)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

Tahun 2004 diundangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris atau disebut UUJN pada tanggal 6 Oktober 2004. Pasal 91 UUJN telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi:

1. Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stbl. 1860: 3)34

2. Ordonantie 16 September 1931 Tentang Honorarium Notaris;

sebagaimana telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara 1954 Nomor 101;

3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 Tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Nomor 700);

4. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4379); dan

5. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 Tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris.

Dijelaskan dalam Penjelasan UUJN bagian Umum, UUJN merupakan pembaharuan dan pengaturan kembali secara menyeluruh dalam satu undang- undang yang mengatur tentang Jabatan Notaris sehingga dapat tercipta suatu

34

(32)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

unifikasi hukum yang berlaku untuk semua penduduk di seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

Dengan demikian UUJN merupakan satu-satunya undang- undang yang mengatur Jabatan Notaris di Indonesia dan berdasarkan Pasal 92 UUJN, dinyatakan UUJN tersebut langsung berlaku, yaitu mulai tanggal 6 Oktober 2004. Salah satu contoh unifikasi substansi UUJN yang harus dilakukan oleh para Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya yaitu Pasal 16 ayat (1) huruf i UUJN mengenai kewajiban mengirimkan daftar akta wasiat yang dibuat di hadapan Notaris ke Daftar Pusat Wasiat Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya. Pengiriman daftar akta wasiat ini, sebelumnya hanya dilakukan oleh para Notaris untuk Warga Negara Indonesia yang selama ini dikualifikasikan tunduk atau baginya berlaku ketentuan-ketentuan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

(33)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

B. Notaris sebagai Pejabat Umum 1. Jabatan notaris

Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.35

Istilah Pejabat Umum merupakan terjemah dari istilah Openbare

Ambtenaren yang terdapat dalam Pasal 1 PJN36 dan Pasal 1868 KUHPerdata.37 Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris menyebutkan:38

35

Pasal 1 angka 1 UUJN 36

Istilah Openbare Ambtenaren yang terdapat dalam Art. 1 Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl. 1860: 3) diterjemahkan menjadi Pejabat Umum oleh G.H.S. Lumban Tobing. Lihat G.H.S. Lumban Tobing, op.cit., hal 31.

37

Istilah Openbare Ambtenaren yang terdapat dalam Pasal 1868 KUHPerdata diterjemahkan menjadi Pejabat Umum oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983.

38

G.H.S. Lumban Tobing, op.cit.

“Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.”

(34)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

Menurut Habib Adjie, khusus berkaitan dengan Openbare Ambtenaren yang diterjemahkan sebagai Pejabat Umum diartikan sebagai pejabat yang diserahi tugas untuk membuat akta otentik yang melayani kepentingan publik, dan kualifikasi itu diberikan kepada Notaris.39

Pejabat Umum. Sekarang ini yang diberi kualifikasi sebagai Pejabat Umum bukan hanya Notaris, tetapi ada juga pejabat lain misalnya: Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Pejabat Lelang. Pemberian kualifikasi sebagai Pejabat Umum kepada pejabat lain selain Pejabat Umum, bertolak belakang dengan makna dari Pejabat Umum itu sendiri, karena seperti PPAT hanya membuat akta-akta tertentu saja yang berkaitan dengan pertanahan dengan jenis akta yang sudah ditentukan, dan Pejabat Lelang hanya untuk lelang saja.

Baik PJN maupun UUJN tidak memberikan batasan atau definisi mengenai

40

“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang- undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.”

Pemberian kualifikasi Notaris sebagai Pejabat Umum berkaitan dengan wewenang Notaris. Pasal 15 ayat (1) UUJN menyebutkan:

39

Habib Adjie, op.cit., hal. 27. 40

(35)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

Pemberian wewenang kepada pejabat atau instansi lain, seperti Kantor Catatan Sipil, tidak berarti memberikan kualifikasi sebagai Pejabat Umum tapi hanya menjalankan fungsi sebagai Pejabat Umum saja ketika membuat akta-akta yang ditentukan oleh aturan hukum dan kedudukan mereka tetap dalam jabatannya seperti semula sebagai Pegawai Negeri. Misalnya akta-akta yang dibuat oleh Kantor Catatan Sipil juga termasuk akta otentik. Kepala Kantor Catatan Sipil yang membuat dan menandatanganinya tetap berkedudukan sebagai Pegawai Negeri.41

Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini mereka yang diangkat sebagaiNotaris harus mempunyai semangat untuk melayani masyarakat dan atas pelayanan tersebut, masyarakat yang merasa telah dilayani oleh Notaris sesuai dengan tugas jabatannya, dapat memberikan honorarium kepada Notaris.42

Menurut Habib Adjie, Notaris sebagai suatu Jabatan Publik mempunyai karakteristik:

Oleh karena itu Notaris tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkannya.

43

a. Sebagai jabatan;

Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara. Menempatkan Notaris sebagai Jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan

41

Ibid., hal. 29.

42

Mengenai honorarium ini diatur dalam Pasal 36 UUJN. 43

(36)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu (kewenangan tertentu) serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap.

b. Notaris mempunyai kewenangan tertentu;

Setiap wewenang yang diberikan kepada Jabatan harus dilandasi aturan hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian jika seorang pejabat (Notaris) melakukan suatu tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang. Dalam UUJN Wewenang Notaris dicantumkan dalam Pasal 15. c. Diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah;

Pasal 2 UUJN menentukan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh menteri (pemerintah), dalam hal ini menteri yang membidangi kenotariatan (Pasal 1 angka 14 UUJN). Meskipun Notaris secara administratif diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, tidak berarti Notaris menjadi subordinasi (bawahan) dari yang mengangkatnya. Dengan demikian Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya:

1. Bersifat mandiri (autonomous); 2. Tidak memihak siapa-pun (impartial);

3. Tidak tergantung kepada siapa-pun (independent), yang berarti dalam menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh pihak yang mengangkatnya atau oleh pihak lain.

(37)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

Notaris meskipun diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah tetapi tidak menerima gaji dan pensiun dari pemerintah. Notaris hanya menerima honorarium dari masyarakat yang telah dilayaninya-atau dapat memberikan pelayanan Cuma-Cuma untuk mereka yang tidak mampu. e. Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat.

Kehadiran Notaris untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan dokumen hukum (akta) otentik dalam bidang hukum perdata, sehingga Notaris mempunyai tanggung jawab untuk melayani masyarakat yang dapat menggugat secara perdata, menuntut biaya, ganti rugi dan bunga jika ternyata akta tersebut dapat dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Hal ini merupakan bentuk akuntabilitas Notaris kepada masyarakat.

2. Syarat, kewajiban dan larangan bagi notaris

Notaris dengan segala fungsi dan kewenangannya dalam rangka pelayanan di bidang hukum, dituntut untuk memiliki kecakapan teknis di bidangnya, dedikasi tinggi, wawasan pengetahuan yang luas disertai integritas moral. Untuk itu ditetapkan berbagai ketentuan mengenai syarat-syarat, kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan yang wajib dilaksanakan dan dipenuhi Notaris dalam melaksanakan jabatannya.

Pasal 3 UUJN menyebutkan syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris adalah:

(38)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun; d. sehat jasmani dan rohani;

e. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan; f. telah menjalani magang atau nyat-nyata telah bekerja sebagai karyawan

notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan; dan

g. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.

Mengenai kewajiban Notaris diatur dalam Pasal 16 UUJN, yang selengkapnya berbunyi:

a. Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:

1. bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

2. membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;

3. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta;

4. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

(39)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-undang menentukan lain; 6. menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku

yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam 1 (satu) buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari 1 (satu) buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;

7. membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;

8. membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;

9. mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksuddalam huruf h atau daftarnihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

10.mencatat dalam Repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;

11.mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya ditulis nama, jabatan dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

(40)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

juga oleh penghadap, saksi dan Notaris; 13.menerima magang calon Notaris

b. Menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan akta dalam bentuk originali.

c. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akta: 1. pembayaran uang sewa, bunga dan pensiun;

2. penawaran pembayaran tunai;

3. protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;

4. akta kuasa;

5. keterangan kepemilikan; atau

6. akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

d. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata “berlaku sebagai satu dan satu berlaku untuk semua.

e. Akta originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap;

f. Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k ditetapkan dengan Peraturan Menteri

(41)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

penghadap telah membaca sendiri, mengetahui dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi dan Notaris.

h. Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l dan ayat (7) tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

i. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku untuk pembuatan akta wasiat.

Mengenai larangan bagi Notaris dalam melaksanakan jabatannya diatur dalam Pasal 17 UUJN, yang selengkapnya berbunyi: Notaris dilarang:

a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut- turut tanpa alasan yang sah;

c. merangkap sebagai pegawai negeri; d. merangkap jabatan sebagi pejabat negara; e. merangkap jabatan sebagai advokat;

f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha milik swasta; g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar

wilayah jabatan Notaris;

h. menjadi Notaris Pengganti; atau

(42)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

agama, kesusilaan atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

C. Peraturan tentang Notaris dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Peraturan yang mengatur tentang jabatan notaris dalam peraturan perundang-undangan Indonesia saat ini yakni diatur di dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Selain dari Undang-undang tersebut, terdapat beberapa ketentuan yang tersebar yang juga mengatur tentang notaris, terutama pengaturan tentang pengawasan jabatan notaris, yakni:

1. Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesia (Lembaran Negara 1847 Nomor 57 jo Lembaran Negara 1848 Nomor 57).

2. Rechtsreglement Buitengewesten (Lembaran Negara 1927 Nomor 227) 3. Peraturan Jabatan Notaris (Lembaran Negara 1860 Nomor 3 ) Terdapat

dalam Bab IV, Pasal 50 – 56

4. Ordonantie Buitengerechtelijke Verrichtingen (Lembaran Negara 1946 Nomor 135)

5. Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Susunan dan Kekuasaan Mahkamah Agung

(43)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

D. Pengaturan tentang Penggelapan dalam Peraturan Hukum Pidana Indonesia

Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan 377 KUHP. Tindak pidana penggelapan tersebut lebih tepat disebut sebagai “tindak pidana penyalahgunaan hak” atau “penyalahgunaan kepercayaan”. Sebab, inti dari tindak pidana yang diatur dalam Bab XXIV tersebut adalah “penyalahgunaan hak” atau penyalahgunaan kepercayaan”.

Dengan penyebutan tersebut, akan memberikan kemudahan bagi setiap orang untuk mengetahui perbuatan apa sebenarnya dilarang dan diancam pidana dalam ketentuan tersebut.

Penggelapan dalam bentuk pokok diatur dalam ketentuan Pasal 372 KUHP yang menyatakan:

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri sesuatu barang yang seluruh atau sebagian adalah milik orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam, karena penggelapan, dengan pidana paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.

E. Unsur-unsur Penggelapan

Berdasarkan rumusan Pasal 372 KUHP, unsur-unsur yang terdapat dalam tindak pidana penggelapan adalah sebagai berikut:

1. Unsur-unsur objektif, yang meliputi a. Perbuatan memiliki

(44)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

sebagai milik, dengan kata lain memiliki adalah setiap perbuatan penguasaan atas benda atau lebih tegas pada setiap tindakan yang mewujudkan suatu kehendak untuk melakukan kekuasaan yang nyata dan mutlak atas benda itu, hingga tindakan itu merupakan perbuatan sebagai pemilik atas benda itu.44

Pada penggelapan memiliki unsur objektif, yakni unsur tingkah laku atau perbuatan yang dilarang dalam penggelapan, maka memiliki itu harus ada bentuk Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 25 Februari 1958 No. 308 K/Kr/1957 menyatakan bahwa perkataan Zicht toe. Igenen dalam bahasan Indonesia belum ada terjemahan resmi sehingga kata-kata itu dapat diterjemahkan dengan perkataan mengambil atau memiliki.

Pemilikan itu pada umumnya terdiri atas setiap perbuatan yang menghapuskan kesempatan untuk memperoleh kembali benda itu oleh pemilik yang sebenarnya dengan cara-cara seperti menghabiskan atau memindahtangan-kan benda itu, memamemindahtangan-kan, memakai, menjual, menghadiahmemindahtangan-kan, dan menukar. Adapun juga dalam hal-hal yang masih dimungkinkan memperoleh kembali benda itu seperti pinjam meminjam, menjual dengan hak membeli kembali termasuk dalam pengertian bahkan menolak pengembalian atau menahan benda itu dengan menyembunyikan atau mengingkari penerimaan benda sudah dapat dinyatakan dengan perbuatan memiliki.

Jadi memiliki dengan melawan hukum berarti bertindak seakan-akan pemilik atau bertindak sebagai pemilik, sedangkan ia bukan pemilik atau ia tidak memiliki hak milik atas benda itu.

44

(45)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

dan wujudnya, bentuk mana harus sudah selesai dilaksanakan sebagai syarat untuk menjadi selesainya penggelapan.

Perbuatan memiliki adalah aktif, jadi harus ada wujud konkretnya. Pada kenyataannya wujud perbuatan memiliki empat kemungkinan, yaitu:

1. Perbuatan yang wujudnya berupa mengalihakn kekuasaan atas benda objek penggelapan atau dengan kata lain perbuatan yang mengakibatkan beralihnya kekuasaan atas benda ke dalam kekuasaan orang lain, selesainya perbuatan ini apabila kekuasaan atas benda telah beralih ke dalam kekuasaan orang lain atau sudah lepas dari kekuasaan pembuat.

2. Perbuatan tidak mengakibatkan beralihnya kekuasaan atas benda objek kejahatan, akan tetapi mengakibatkan benda menjadi lenyap (bukan hilang) atau habis.

3. Perbuatan memiliki atas benda yang berakibat benda itu berubah bentuknya atau menjadi benda lain.

4. Perbuatan memiliki yang tidak menimbulkan akibat beralihnya kekuasaan atas benda dan juga benda tidak lenyap atau habis atau berubah bentuk melainkan benda digunakan dengan melawan hak.

b. Unsur objek kejahatan: suatu benda

(46)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

melakukannya secara langsung tanpa harus melakukan perbuatan lain terlebih dahulu adalah hanya terhadap benda-benda berwujud dan bergerak saja dan tidak mungkin terjadi pada benda-benda yang tidak berwujud dan benda-benda tetap.

Perumusan dari tindak pidana ini termuat dalam pasal 372 KUHP dari title XXIV buku II KUHP sebagai berikut: dengan sengaja memiliki dengan melanggar hukum suatu benda yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dan yang ada di bawah kekuasaannya secara lain daripada dengan melakukan suatu kejahatan.

1. Benda di bawah kekuasaan si pelaku

Unsur ini adalah unsur pokok dari penggelapan benda yang membedakan dari tindak pidana lain dari kekayaan orang lain

2. Benda milik orang lain

Unsur ini adalah unsur yang menimbulkan kesulitan dalam hal jumlah uang tunai yang dipercayakan oleh empunya kepada orang lain untuk disimpan atau untuk dipergunakan melakukan pembayaran tertentu

c. Unsur objek kejahatan: suatu benda

(47)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

penggelapan tidak diisyaratkan bahwa menurut hukum terbukti siapa pemilik benda itu, sudah cukup terbukti penggelapan bila seseorang menemukan sebuah arloji di kamar mandi di stasiun kereta api, diambilnya dan kemudian timbul niatnya untuk menjualnya, lalu menjualnya.45

d. Benda berada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan

Ciri khusus tindak pidana penggelapan ini adalah terletak pada unsur beradanya benda dalam kekuasan pelaku, suatu benda milik orang lain berada dalam kekuasaan seseorang dapat oleh sebab perbuatan melawan hukum maupun oleh sebab perbuatan yang sesuai dengan hukum, sedangkan yang menjadi syarat dalam penggelapan ini adalah bahwa benda tersebut berada dalam kekuasaan pelaku itu haruslah oleh sebab perbuatan yang sesuai dengan hukum seperti karena penitipan, pinjaman, perjanjian sewa, penggadaian, dan lain sebagainya.

2. Unsur subjektif

a. Unsur Kesengajaan

Unsur ini adalah merupakan unsur kesalahan dalam penggelapan, kesalahan (schuld) terdiri dari dua bentuk yakni kesengajaan (opzettelijk atau dolus) dan kelalaian.

Apabila diterangkan lebih lanjut kesengajaan pelaku dalam penggelapan berarti:

45

(48)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

1. Pelaku mengetahui sadar bahwa perbuatan memiliki benda orang lain yang berada dalam kekuasaannya itu sebagai perbuatan melawan hukum, suatu perbuatan hukum, suatu perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya atau bertentangan dengan hak orang lain/ pelaku dengan kesadarannya yang demikian itu menghendaki untuk melakukan perbuatan memiliki

2. Pelaku mengetahui menyadari bahwa ia melakukan perbuatan memiliki itu adalah terhadap suatu benda yang juga disadarinya bahwa benda itu adalah milik orang lain sebahagian atau seluruhnya

3. Pelaku mengetahui, menyadari bahwa benda milik orang lain itu berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.46

b. Unsur Kesengajaan

Bersifat melawan hukum mutlak untuk setiap tindak pidana. Roeslan Saleh mengatakan, “memidana sesuatu yang tidak bersifat melawan hukum tidak ada artinya”, sementara itu Andi Zaenal Abidin mengatakan slah satu unsur esensial delik adalah sifat melawan hukum dinyatakan dengan tegas atau tidak di dalam suatu pasal undang-undang pidana, karena alangkah janggalnya kalau seseorang dipidana yang melakukan perbuatan yang tidak melawan hukum. Dengan demikian, untuk dapat dikatakan seesorang melakukan tindak pidana, perbuatannya tersebut harus bersifat melawan hukum. Suatu perbuatan baru dapat dikatakan tindak pidana, jika perbuatan itu juga bersifat melawan hukum. Bukan

46

(49)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

berarti tindak pidana yang tidak memuat perkataan “melawan hukum” tidak dapat bersifat melawan hukum. Sifat melawan hukumnya akan tersimpul dari unsur tindak pidana lain. Dengan demikian melawan hukum dibuktikan sepanjang menjadi rumusan tindak pidana. Hal tersebut juga berdampak pada bunyi putusan.47

47

(50)

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601/Pid.B/2003/ PN.Mdn), 2009.

BAB III

KEDUDUKAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

A. Sumpah Jabatan dan Rahasia Jabatan Notaris

Sumpah Jabatan Notaris merupakan sumpah seorang Notaris sebelum menjalankan jabatannya yang wajib dilakukan atau dapat dikatakan sebagai syarat lebih lanjut dalam menjalankan jabatannya. Merupakan konsekuensi dalam Peraturan Jabatan Notaris sehingga menjadi suatu azas hukum publik, bahwa seorang pejabat umum, sebelum dapat menjalankan jabatannya dengan sah, harus terlebih dahulu mengangkat sumpah (diambil sumpah). Selama sumpah tersebut belum dilakukan, maka jabatan sebagai notaris itu tidak boleh dan tidak dapat dijalankan dengan sah.

Di dalam Ketentuan Peraturan Jabatan Notaris, yaitu pada Pasal 18 PJN, dinyatakan bahwa Notaris yang diangkat itu, sebelum mengangkat sumpah, tidak diperkenankan untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang termasuk dalam bidang tugas Jabatan Notaris. Jika ketentuan ini dilanggar, maka akan dikenakan dengan ancaman dikenakan denda. Secara lengkap bunyi Pasal 18 PJN, sebagai berikut : Sebelum disumpah, notaris tidak boleh melakukan tindakan apapun juga yang termasuk jabatannya, dengan ancaman hukuman denda 100,- sampai Rp. 300,- gulden ,dan tidak mengurangi kewajiban untuk membayar biaya, kerugian, dan bunga.

Referensi

Dokumen terkait

Capaian Program Persentase Pelaksanaan Fasilitasi Ruang Dialog Masyarakat Terkait Dengan Ketahanan Seni, Agama, Budaya, Dan

Although visible/near-infrared spectral threshold method is simple, it is difficult to differentiate cloud and land surface because of the similarity between them

Capaian Program Persentase Pelaksanaan Fasilitasi Pendidikan Kebhinekaan Melalui Pendekatan Seni dan Kearifan

(3) Ketentuan mengenai tata cara pengumpulan data, analisis, mobilitas dan persebaran penduduk sebagai bagian dari perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga

Transmitter adalah salah satu elemen dari sistem pengendalian proses seperti yang sudah diketahui bahan untuk mengukur besaran fisik suatu proses digunakan alat ukur yang

Penulis telah melakukan anal isis mengenai struktur organisasi dan prosedur penyelesaian kredit PPAK Ill-eks BPPN dan mendapatkan beberapa kesimpulan, yaitu dalam melaksanakan

Pola Kota Gorontalo untuk tahun 2006 hampir sama dengan pola Kota Gorontalo tahun 2000, dimana membentuk konsentris di bagian pusat kota dan memanjang dan terserak

Berdasarkan karakteristik objek, penelitian ini menggunakan pendekatan survei dan wawancara terbatas, berdasarkan karakeristik populasi, lima kawasan kumuh yang telah

MONTHLY FOOD SECURITY BULLETIN OF SOUTH AFRICA: MAY 2019 Issued: 5 June 2019 Directorate: Statistics and Economic Analysis Highlights:  During May 2019, significant rainfall