• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Semantik Frasa Ishikei + To Omou dan Jishokei + Tsumori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Semantik Frasa Ishikei + To Omou dan Jishokei + Tsumori"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SEMANTIK FRASA

“ISHIKEI + TO OMOU” DAN “JISHOKEI + TSUMORI”

“ISHIKEI + TO OMOU” TO “JISHOKEI + TSUMORI” HYOUGEN NO IMIRON NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu persyaratan mengikuti

ujian sarjana bidang ilmu Sastra Jepang

Oleh: Delirosa Sitinjak

110722002

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG EKSTENSI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ANALISIS SEMANTIK “ISHIKEI + TO OMOU” DAN “JISHOKEI + TSUMORI”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan baik dari segi penulisan, pembahasan maupun pemahaman. Untuk itu, penulis secara terbuka menerima kritik dan saran dari pembaca agar dapat menutupi kekurangan-kekurangan tersebut.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menerima banyak bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara, yang sekaligus menjadi Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.

(3)

4. Seluruh staf pengajar Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya yang telah memberikan pendidikan dan bimbingan kepada penulis selama menjadi mahasiswa, terkhusus Drs. Nandi S yang selalu memberikan dorongan dan semangat kepada penulis selama proses menyelesaikan skripsi ini, “Arigatou gozaimashita, Sensei”.

5. Seluruh staf pegawai Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya yang telah membantu penulis dalam hal non-teknis dalam penulisan skripsi ini, khususnya Mas Djoko dan Pak Ponisan.

6. Orang tua penulis, ayahanda terkasih Muller Sitinjak yang akan selalu hidup di dalam hati penulis dan ibunda tercinta Reni Sinaga yang selalu memberikan doa dan dukungan selama ini hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Keluarga besar penulis, keluarga Sitinjak, kedua abang penulis, Frans dan keluarga dan Alapan yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis. Para saudari penulis yang tidak lupa menyemangati penulis selama proses penulisan skripsi ini, Murni, Lusi, Mei dan keluarga, serta adik penulis, Marselina.

8. Teristimewa untuk teman-teman seperjuangan di Sastra Jepang Ekstensi 2011.

(4)

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa jurusan sastra jepang.

Tuhan memberkati

Medan, Oktober 2013

Penulis,

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………. … i

DAFTAR ISI ………. .. iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………... 1

1.2 Perumusan Masalah ………... 7

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ………... 7

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ………8

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 13

1.6 Metode Penelitian ………. 13

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG STRUKTUR KALIMAT BAHASA JEPANG, FRASA “ISHIKEI + TO OMOU” DAN “JISHOKEI + TSUMORI”, SEMANTIK DAN SINONIM 2.1 Struktur Kalimat Bahasa Jepang ……….. 15

2.2 Pemaknaan dan Fungsi Frasa “Ishikei + To Omou” dan “Jishokei + Tsumori” ……… 19

2.2.1 Makna dan Fungsi “Ishikei + To Omou” ……….. 20

2.2.2 Makna dan Fungsi “Jishokei + Tsumori” ……….. 22

(6)

2.3 Studi Semantik ……… 25

2.3.1 Pengertian Semantik ……… 25

2.3.2 Jenis-jenis Makna Dalam Semantik ……… 25

2.4 Pengertian Sinonim ………. 30

BAB III ANALISIS SEMANTIK FRASA”ISHIKEI + TO OMOU” DAN “JISHOKEI + TSUMORI” 3.1 Makna Frasa “Ishikei + To Omou” ………. 32

3.2 Makna Frasa “Jishokei + Tsumori” ……… 46

3.3 Analisis Perbedaan Nuansa Makna Frasa “Ishikei + To Omou” dan “Jishokei + Tsumori” ……….. 58

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ……….. 65

4.2 Saran ……… 66

DAFTAR PUSTAKA

(7)

ABSTRAK

Bahasa merupakan sarana penting dalam berkomunikasi guna menjalin hubungan baik dengan orang lain. Dalam mempelajari suatu bahasa, tidak pernah terlepas dari kaidah-kaidah yang terdapat dalam bahasa yang disebut dengan tata bahasa. Seseorang perlu mempelajari tata bahasa yang baik dan benar. Linguistik adalah ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Salah satu bidang kajian linguistic adalah semantik atau kajian makna

Demikian halnya dengan bahasa Jepang. Bahasa Jepang merupakan bahasa yang mempunyai banyak sekali kata atau frasa yang memiliki arti sama (sinonim), namun sulit untuk mencari padanannya dalam bahasa Indonesia. Salah satunya adalah ishikei + to omou dan jishokei + tsumori, seperti yang dibahas dalam skripsi ini. Adapaun judul skripsi ini adalah “Analisis Semantik Frasa Ishikei + To Omou dan Jishokei + Tsumori”.

Frasa ishikei + to omou dan jishokei + tsumori termasuk dalam kelas kata yang berbeda, ishikei + to omou termasuk dalam kelas kata doushi sedangkan jishokei + tsumori termasuk dalam kelas kata keshiki meishi. Frasa ishikei + to omou dan jishokei + tsumori adalah frasa yang bersinonim karena keduanya

mempunyai makna yang sama yaitu “bermaksud, berencana”. Namun keduanya mempunyai perbedaan dalam penggunaannya.

(8)

Dalam teori kontekstual dinyatakan bahwa makna terikat pada lingkungan kultur dan ekologis pemakai bahasa. Teori juga mengisyaratkan bahwa sebuah kata atau syimbol ujaran tidak mempunyai makna jika ia terlepas dari konteks.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif (descriptive research) yang berupa penjelasan dan pemaparan. Penulis juga menggunakan metode kepustakaan (library research). Dalam hal ini penulis mengumpulkan buku-buku yang relevan dengan topic permasalahan yang diangkat, khususnya buku-buku yang berhubungan dengan kesinoniman (ruigigo).

Frasa ishikei + to omou dan jishokei + tsumori yang bermakna sama yaitu bermaksud, di dalam bahasa Jepang termasuk ke dalam yang berbeda yaitu doushi dan keshiki meishi. Ciri-ciri doushi adalah menjadi predikat dan dapat berdiri sendiri. Doushi dibagi menjadi 3 jenis yaitu godan-doushi, ichidan-doushi, fukisoku-doushi.

Ishikei + to omou adalah frasa yang biasanya digunakan untuk mengekspresikan keinginan pembicara. Ishikei + to omou mengekspresikan persentasi keinginan pembicara yang menyatakan tingkat keinginan yang tinggi namun masih ada kemungkinan keinginan tersebut tidak terpenuhi.

Jishokei + tsumori adalah untuk menyatakan keinginan pembicara dengan

(9)

Setelah dilakukan analisis diketahui bahwa walaupun frasa ishikei + to omou dan jishokei + tsumori termasuk dalam frasa yang bersinonim karena memiliki makna yang sama yaitu bermaksud, tetapi pemakaian dari kedua frasa tersebut berbeda dalam kalimat, tergantung pada nuansa makna dan konteks kalimatnya. Sehingga frasa ishikei + to omou dan jishokei + tsumori belum tentu dapat saling menggantikan kedudukannya dalam sebuah kalimat.

Berdasarkan data yang diperoleh dari majalah Wochikochi, frasa ishikei + to omou yang paling sering dipakai dan ditemukan, karena makna ishikei + to omou

mewakili makna “bermaksud” secara umum yaitu yang mengekspresikan keinginan. Dan juga karena merupakan frasa yang mengandung verba sehingga dapat dipakai secara fleksibel, sedangkan fungsi jishokei + tsumori yang terbanyak yaitu menunjukkan ketika suatu hal yang sudah sangat pasti terjadi seperti yang diharapkan.

(10)

言語 人 良好 関係 確立 コ ュ ー ン 具 あ あ 言語 学 通 文法 いう 言語 ー

い あ 誰 いい文法 学 必要 あ 言語学 研究 象 言語 科学 あ 言語学 研究 象 意味論 あ

日本語 意味[類義語] 持 い 言語 あ イン ネ ア語 等々 見 困 あ 日本語 例 論文 分析 意志形+ 思う 辞書形+ う あ 論文 イ 意志形+ 思う 辞書形+

意味論 分析 あ 意志形+ 思う 辞書形+ 異 品詞 あ 意志形+ 思う 動詞 あ 辞書形+ 形

式 詞 あ 意志形+ 思う 辞書形+ “bermaksud”

意味 持 い 類義語 あ 使い方

議文 意志形+ 思う 辞書形+ 意味論 分析

焦点 Wochikochi 文脈理論的 意味

(11)

理論 単語 ン 発話 関係 文脈 意味 持 い 示唆 い 本研究 用い 方法 記述方法

明 露出 あ 筆者 図書研究 使用 場合 筆者 提起 課題 関連 あ 図書 集 特 類義語 関係 あ 書籍 あ

”Bermaksud” 意味 持 い 意志形+ 思う 日本語

動詞 あ 辞書形+ 辞書形+ 形式 詞 あ 動詞 特性 自立 述語 動詞 類 分

わ 五段動詞位 段動詞 不規則動詞

意志形+ 思う 通常 ー ー 意志 表現

使用 表現 あ 意志形+ 思う 関心 高 所望 ー 割合 表現 発現 欲求 満 い可能性 依然 存在

辞書形+ ー ー 願望 就 信念 表

現 い 表現 ー ー 彼 願い 身 信 い 確

就 表現 い 辞書形+ 不確

示 傾向 あ 準 間 い 満 大 自信 表 現

分析 義語 意志形+ 思う 辞書形+

(12)

い 応 文章 言葉 使用 持 い 意志形+ 思う 辞書形+ 必 互い 交換

い 言え い

雑 意志形+ 思う 頻繁 い

場合 使用 見 般的 " 均" 意味 表現

明示願い あ 使用 う 動詞柔軟性 あ

辞書形+ 機能 予想 発生 非常 確信 い

表示 い

分析 辞書形+ 使う全 文章 意味 持

い 意志形+ 思う 交換 い

辞 書 形 + 意 志 形 + 思 う 交 換 い

意志形+ 思う 辞書形+ 交換 い あ

文章 意味 文脈 決定

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan sarana komunikasi yang digunakan oleh manusia sejak zaman dahulu. Selain untuk menyampaikan pesan, bahasa juga merupakan salah satu aspek terpenting bagi manusia karena bahasa mencerminkan identitas, kebudayaan, dan cara berpikir penutur. Melalui bahasa dapat terjadi percakapan antar manusia, kemudian manusia saling membentuk hubungan satu sama lain, sehingga pada akhirnya melahirkan sebuah masyarakat penutur bahasa.

Dengan kata lain, bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang berfungsi sebagai piranti untuk menyokong kehidupan masyarakat yang diperoleh manusia bukan sebagai warisan yang diturunkan secara biologis, melainkan dengan cara dipelajari sebagai suatu kebudayaan. Bahasa sangat beragam karena keberadaan manusia itu sendiri yang majemuk dilihat dari faktor usia, jenis kelamin, status sosial, lingkungan sosial, dan sebagainya. Bahasa juga berubah dari waktu ke waktu karena masyarakatnya yang dinamis dan selalu berkembang setiap saat.

Menurut Poerwadarmita (1985:5) bahasa adalah alat yang digunakan seseorang untuk melahirkan pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan dalam perasaan. Ia berfungsi sebagai alat komunikasi anatara anggota masyarakat sebagai pemakai bahasa, sehingga saling menginformasikan gagasan dan perasaannya dari informasi tersebut.

(14)

yang dimaksud, tiada lain karena ia memahami makna (imi/ 意味) yang dituangkan

melalui bahasa tersebut. Jadi, fungsi bahasa merupakan media untuk menyampaikan (dentatsu/ ) suatu makna kepada seseorang baik secara lisan maupun secara tertulis (Sutedi, 2004:2).

Berdasarkan fungsinya, bahasa dapat dikaji baik secara internal maupun secara eksternal. Yang dimaksud kajian secara internal adalah pengkajian itu hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja, yaitu struktur fonologis, morfologis, sintaksis, dan semantis. Kajian ini dilakukan dengan menggunakan teori-teori atau prosedur yang telah menjadi disiplin linguistik. Sedangkan kajian eksternal adalah pengkajian yang dilakukan terhadap struktur di luar bahasa itu sendiri.

Dalam kajian internal bahasa terdapat empat cabang linguistik yaitu :

1. Fonologi (音韻論景on-inron) merupakan cabang linguistik yang mengkaji tentang lambang bunyi bahasa berdasarkan fungsinya

2. Morfologi (形態論景keitairon) merupakan cabang linguistik yang mengkaji

tentang kata dan proses pembentukannya

3. Sintaksis (統語論景tougoron) merupakan cabang linguistik yang mengkaji

tentang struktur dan unsur-unsur pembentuk kalimat

(15)

Kridalaksana (2008: 216) mengemukakan dua pengertian tentang semantik : (1) bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan makna dan struktur makna kdalam suatu wicara; (2) sistem dan penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya. Makna suatu kata mengalami perkembangan karena dipengaruhi oleh konteks atau situasi dalam kalimatnya.

Dalam Kogo-Jiten dijelaskan pengertian semantik yaitu :

意味論 いう 語学 単語 形態素 意味 応 史的変遷 民族心理 諸方面 考察 言語学 分 読[哲]記

指示 関系 扱う記 論 理学 分

Imiron to iu no wa 1) [go-gaku] tango. Keitaiso no imi to no taiou wo

rekishiteki hensen ya minzoku shinri nado no shohoumen kousatsusuru gengogaku no ippunya ; 2) [tetsu] kigou to sore ga shijisuru mono to no kankei wo toriatsukau kigoron rigaku no ippunya.

Terjemahan :

Imiron adalah 1[ilmu semantik]. Cabang linguistik yang mengkaji transisi

sejarah dan psikologis dari suatu bangsa dengan pihak lain dengan makna morfem yang berbeda;2) [penjelasan] 普 Cabang linguistik yang kajiannya berhubungan dengan logika.

(16)

Salah satu relasi makna yang dibahas dalam semantik adalah sinonim. Secara etimologi sinonim berasal dari kata Yunani kuno, yaitu onoma ‘nama’ dan syn ‘dengan’. Secara harafiah kata sinonim berarti nama lain untuk benda atau hal yang sama (Chaer, 1995: 82).

Dua buah kata atau lebih yang mempunyai makna yang sama, dapat dikatakan sebagai kata yang bersinonim. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satuan ujaran dengan satuan ujaran yang lainnya (Chaer, 2007:267).

Dalam bahasa Jepang sinonim disebut ruigigo ( 類義語). Dalam kamus

Super Dai Jiten dijelaskan :

類義語 いう 言語体系 中 語形 異 い 意味 似 あ 以上 語 例え 旅館普普普

Ruigigo to iu no wa onaji ichi no gengo taikei no naka de gokei wa kotonatte

ite mo imi no niru ka atta futatsu ijyou no go. Tatoeba hoteru to ryokan …. nado.

(17)

Ruigigo adalah dua atau lebih kata-kata yang berbeda morfem atau pun bentuk namun memiliki arti yang mirip. Contohnya hoteru dan ryokan, dan lain-lain.

Sehubungan dengan makna ruigigo, dalam Kogo-jiten juga dijabarkan sebagai berikut :

類義語 いう 意味 似 い 以上 単語

意味 使い方 微妙 い あ 般 い 明確

明 い 例え 母 母 普普普

Ruigigo to iu no wa imi ga onajika, mata wa yoku nite iru futatsu ijyo no tango. Imi ya tsukaikata ni bimyou nara ga iga atte, ippan ni wa sono chigai

wo meikaku ni setsumeishi nikui. Tatoeba yuragu to yureru, haha to okaasan, ….. nado.

Terjemahan :

Ruigigo adalah kata dari dua atau lebih sinonim yang berarti sangat mirip, atau sama. Ada sedikit keraguan dalam arti dan penggunaan, sulit untuk menjelaskan bahwa pada umumnya berbeda. Sebagai contoh, yuragu dan yureru, haha dan okaasan, dan lain-lain.

Sinonim dalam bahasa Jepang dapat ditemukan baik dalam kategori nomina ( 詞景meishi), adjektiva (形容詞景keiyooshi) maupun verba (動詞景doushi), bahkan

(18)

“ishikei + to omou” dan “jishokei + tsumori”. Secara umum, kedua frasa tersebut apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki makna yang mirip “bermaksud” .

Contoh :

1. 明日映画見 行 う 思い

Ashita eiga mini ikouto omoimasu. Besok bermaksud pergi menonton film.

Kalimat ini mengandung pengertian berencana pergi menonton ke bioskop (masih dalam pikiran saja, kemungkinan ada perubahan rencana).

2. 明日映画見 行

Ashita eiga mini iku tsumori desu. Besok bermaksud pergi menonton film.

Kalimat ini mengandung pengertian memiliki rencana menonton film (sudah membeli tiket, sudah ada tindakan).

Frasa “ishikei + omou” dan “jishokei + tsumori” merupakan contoh Frasa yang bersinonim dan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga dibutuhkan ketelitian dalam penggunaannya agar dimengerti oleh lawan bicara yang sama-sama menggunakan bahasa Jepang.

(19)

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini mencoba menjelaskan mengenai makna dari frasa “ishikei + to omou” dan “jishokei + tsumori” yang memiliki kemiripan arti “bermaksud,

berencana”, tetapi kemungkinan memiliki perbedaan juga dalam artinya masing-masing. Hal ini merupakan salah satu kesulitan dalam mempelajari bahasa Jepang karena harus memikirkan kontekstualnya ataupun situasi.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah sabagai berikut:

1. Apa makna rrasa “ishikei to omou” dan “jishokei + tsumori”?

2. Apa perbedaan semantik rrasa “Ishikei to omou” dan “jishokei + tsumori” dalam bahasa Jepang?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

(20)

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori a. Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari kesalahan dan kekaburan dalam menginterpretasikan makna dari kata-kata atau istilah yang digunakan dalam penelitian ini, penulis mencoba mendefinisikan beberapa istilah linguistik, khususnya yang berkenaan dengan semantik.

Dalam bahasa Jepang banyak terdapat sinonim baik dalam kelas kata nomina ( 詞 景meishi), adjektiva (形容詞 景keiyoushi) maupun kata kerja (動詞 景doushi). Pengertian sinonim adalah bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan

bentuk lsin, perasamaan ini berlaku bagi kata, kelompok kata, atau kalimat, walaupun umumnya yang dianggap sinonim adalah kata-kata saja. (Kridalaksana, 2001: 196).

Menurut Chaer (1994: 296) sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Frasa ishikei + to omou dan jishokei + tsumori yang akan dibahas ini termasuk dua frasa yang memiliki makna yang mirip namun akan terlihat perbedaan maknanya apabila dilekatkan dengan partikel atau kata lain. Untuk itulah dilakukan pendekatan linguistik.

b. Kerangka Teori

(21)

artinya ilmu linguistik tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, namun juga mengkaji seluk-beluk bahasa pada umumnya.

Ilmu linguistik juga mempunyai beberapa bidang kajian yang menyangkut struktur-struktur dasar tertentu, salah satunya yaitu bidang kajian makna (semantik / 意味論 imiron) yang mengkaji antara lain makna kata, relasi makna antar suku kata

dengan kata lainnya, makna frasa dalam sebuah idiom, dan makna kalimat.

Pengertian makna adalah 1) arti; 2) maksud pembicara dan penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan.

Menurut Parera (2004 : 46), secara umum teori makna dapat dibedakan atas: 1. Teori Referensial / Korespondensi

2. Teori Kontekstual

3. Teori Mentalisme / Konseptual 4. Teori Formalisme

Dari keempat teori tersebut yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas adalah teori kontekstual. Teori kontekstual mengisyaratkan bahwa sebuah kata/simbol ujaran tidak mempunyai makna jika ia terlepas dari konteks (Parera, 2004:47). Didukung juga oleh Chaer (1995:81), makna kontekstual mengandung 2 arti, yaitu pertama, makna penggunaan sebuah kata (gabungan kata) dalam konteks kalimat tertentu; kedua, makna keseluruhan kalimat (ujaran) dalam konteks situasi tertentu.

(22)

的意味 (makna kamus) atau goi teki imi/語彙的意味(makna kata) adalah makna

kata sesungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai hasil pengamatan indera dan terlepas dari unsur gramatikalnya, atau bisa juga dikatakan sebagai makna asli suatu kata. Sedangkan makna gramatikal yang dalam bahasa Jepang disebut bunpou teki imi/ 文 法 的 意 味(makna kalimat) yaitu makna yang muncul akibat proses gramatikalnya.

Dalam buku yang berjudul Nihongo Bunkei Ziten, Migotoko (1998:316) menjelaskan beberapa bentuk dari verba omou mempunyai beberapa bentuk namun penulis hanya akan mengambil tiga bentuk yang akan menjadi acuan dalam pembahasan pada skripsi ini, seperti:

- to omou : digunakan untuk menyatakan pemikiran atau pendapat kepada lawan bicara.

Contoh :

山 生 来 い 思う

Yamada Sensei wa konai to omou

Saya kira Guru Yamada tidak akan datang.

- to omotte iru : digunakan untuk menunjukkan orang ketiga yang berarti harus dalam bentuk kalimat progresif ( Eriko Satou, 2008) dan bermakna ‘berpikir’.

Contoh :

警察 あ 男 犯人 思 い

(23)

Polisi berpikir pria itu adalah penjahat

- ishikei + to omou : digunakan untuk menyatakan rencana atau maksud si pembicara.

Contoh :

今日 休 う 思う

Kyou wa yukkuri yasumou to omou Hari ini bermaksud benar-benar istirahat

Dari beberapa contoh diketahui bahwa verba omou memiliki beberapa bentuk, begitu pun dengan tsumori ( Isao, 2001:20), di antaranya yakni :

- jishokei + tsumori da : digunakan untuk menyatakan maksud, rencana. Contoh :

A: 雨 降 う

B : う 持 い

A : ame ga furi sou desuyo.

B : sou desuka. Ja, kasa wo motte iku tsumori desu.

Makna dari percakapan di atas adalah B berencana membawa payung karena sepertinya akan turun hujan.

- jishokei + tsumori de …. : digunakan untuk menunjukkan arti dan kemauan. Contoh :

(24)

Densha no naka de taberu tsumori de bentou wo katta ga, tabenai uchi ni mokuteki chi ni tsuite shimatta

Sudah membeli bekal karena bermaksud makan di dalam kereta api, tetapi selama perjalanan tidak di makan hingga sampai ke tempat tujuan.

Dari perbedaan conton di atas maka penulis akan mencoba menguraikan penjelasan dari frasa “ishikei + to omou” dan “jishokei + tsumori” yang memiliki arti yang mirip yaitu “bermaksud, berencana” melalui cuplikan-cuplikan dan cerita-cerita dari majalah Wochikochi yang menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini yaitu frasa yang menunjukkan maksud pembicara. Selain menganalisis teori perbedaan nuansa makna frasa “ishikei + to omou” dan “jishokei + tsumori”, penulis juga akan menguraikan fungsi dari kedua frasa tersebut.

Definisi-definisi dan konsep-konsep yang penulis kemukakan di atas tadi inilah yang dipakai sebagai acuan dasar dalam penulisan skripsi ini.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui makna frasa ishikei to omou dan jishokei + tsumori.

(25)

b. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Mudah-mudahan memberikan pemahaman yang lebih baik bagi adik-adik mahasiswa dan pembaca tentang frasa ishikei + to omou dan jishokei + tsumori.

2. Dapat dijadikan sebagai informasi tambahan untuk penelitian mengenai frasa yang bersinonim lainnya.

1.6 Metode Penelitian

(26)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG STRUKTUR KALIMAT BAHASA JEPANG, FRASA “ISHIKEI + TO OMOU” DAN “JISHOKEI + TSUMORI”, SEMANTIK

DAN SINONIM

2.1 Struktur Kalimat Bahasa Jepang

Setiap bahasa mempunyai aturan-aturannya sendiri yang menguasai hal-hal bunyi dan urutan-urutannya, hal-hal kata dan bentuk-bentuknya, hal-hal kalimat dan susunan-susunannya. Dapat diketahui bahwa bahasa itu merupakan kumpulan aturan-aturan, kumpulan pola-pola, kumpulan kaidah-kaidah atau dengan singkat merupakan sistem (Samsuri, 1983:10).

Untuk dapat menggunakan kalimat dengan baik dan benar, perlu kita pahami terlebih dahulu struktur dasar suatu kalimat. Kalimat adalah bagian ujaran yang memiliki sturktur minimal subjek (S) dan predikat (P) dan intonasinya menunjukkan kalimat itu sudah lengkap dengan makna. Penetapan struktur minimal subjek dan predikat dalam hal ini menunjukkan bahwa kalimat bukanlah semata-mata gabungan atau rangkaian kata-kata yang tidak mempunyai kesatuan bentuk. Kalimat harus mendukung pokok pikiran yang lengkap sebagai pengungkap maksud penuturnya.

(27)

Contoh:

Watashi wa hon wo yomimasu Saya membaca buku

S O P S P O

Anata wa mizu wo nomimasu Anda minum air

S O P S P O

Dalam contoh kalimat di atas menunjukkan dengan jelas bahwa struktur kalimat bahasa Jepang berbeda dengan bahasa Indonesia. Partikel yang terdapat dalam bahasa Jepang berfungsi untuk menjelaskan kata yang mengikutinya, seperti partikel “wa” menjelaskan subjek dan partikel “wo” menjelaskan objek dalam kalimat.

Dalam bahasa Jepang, tata bahasa baku kata diklasifikasikan menjadi sepuluh kelas kata. Murakami dalam Dahidi (2004:147) menjelaskan bahwa terdapat sepuluh kelas kata bahasa Jepang, yaitu:

1. Kata benda (meishi = 詞) 2. Kata kerja (doushi = 動詞)

3. Kata sifat I (I keiyoushi / keiyoushi = い~形容詞) 4. Kata sifat II (na keiyoushi / keiyoudoushi = ~形容詞) 5. Kata keterangan (fukushi = 副詞)

(28)

8. Kata seru (kandoushi = 感動詞) 9. Kata kerja bantu (jodoshi = 助動詞) 10.Kata bantu / partikel (joshi = 助詞)

Menurut Sutedi (2004:48) verba bahasa Jepang dalam bentuk kamus (jishokei) berdasarkan perubahannya digolongkan ke dalam tiga kelompok, yakni:

a. Kelompok I

Kelompok ini disebut dengan godan-doushi (五段動詞) karena mengalami perubahan dalam lima deretan bunyi bahasa Jepang yaitu A-I-U-E-O ( あ - い - う - え - ). Cirinya yaitu verba yang berakhiran gobi U, TSU, RU, MU, NU, BU, KU,

GU, SU ( う, , , , , , , , ).

Contoh :

- 買う ka-u membeli - 待 ma-tsu menunggu

- 売 u-ru menjual

- 書 ka-ku menulis - 泳 oyo-gu berenang

- yo-mu membaca

- 死 shi-nu mati

(29)

- 話 hana-su bicara b. Kelompok II

Kelompok ini disebut ichidan-doushi ( 段動 詞) karena perubahannya terjadi hanya dalam satu deretan bunyi saja. Ciri utama dari verba ini yaitu yang berakhiran suara e-ru (e- ) disebut kami ichidan doushi atau berakhiran i-ru (i- ) disebut shimo ichidan doushi.

Contoh:

- 食 tabe-ru makan

- 浴 abi-ru mandi

- 寝 ne-ru tidur - 見 mi-ru melihat c. Kelompok III

Verba kelompok III merupakan verba yang perubahannya tidak beraturan sehingga disebut henkaku-doushi (変革 動詞) dan hanya terdiri dari dua verba berikut:

(30)

2.2 Pemaknaan dan Fungsi Frasa “Ishikei + To Omou” dan “Jishokei + Tsumori”

Keistimewaan lain dari bahasa Jepang adalah banyaknya kata yang mempunyai makna yang hampir sama dengan kata lainnya. Salah satu contoh adalah ishikei + to omou dan jishokei + tsumori yang berarti ‘maksud, niat, rencana, kehendak’. Tetapi apabila kata tersebut digunakan dalam kalimat maka akan terlihat perbedaan-perbedaan yang menonjol, salah satunya adalah perubahan kata kerja atau kata benda yang mengiringi bentuk ishikei + to omou dan jishokei + tsumori.

Perbedaan kedua bentuk maksud ini akan lebih jelas saat digunakan dalam kalimat.

Contoh:

夏休 日本 行 う 思 い

Bermaksud pergi ke Jepang liburan musim panas.

夏休 日本 行

Liburan musim panas bermaksud pergi ke Jepang.

Kedua kalimat memiliki makna yang hampir sama yaitu untuk menyampaikan suatu maksud atau berencana, namun terdapat perbedaan terhadap perubahan kata yang mengiringi bentuk to omou dan tsumori.

(31)

dan lain-lain namun tetap berencana akan pergi di lain waktu, sedangkan kalimat kedua memiliki arti dan pembicara terkesan lebih yakin karena sudah direncanakan dan persiapan pun telah dilakukan seperti membeli tiket, menyewa hotel, dan rute perjalanan (Yoshikawa, 2003:179). Dari kedua kalimat tersebut dapat terlihat perbedaan kandungan makna meskipun ishikei + to omou dan jishokei + tsumori adalah bersinonim.

2.2.1 Makna dan Fungsi “Ishikei + To Omou”

Dalam bahasa Jepang ada bentuk-bentuk frasa yang digunakan untuk menyampaikan keinginan, niat, dan maksud (ishi), dan biasanya tidak dapat berdiri sendiri, seperti yang akan penulis bahas dalam skripsi ini. Frasa ini biasanya tidak digunakan sendirian tetapi berkonjugasi dengan –to omou dan omou merupakan golongan doushi. Dalam buku A Dictionary Of Basic Japaneses Grammar, Seiishimakino dan Tsutsui dalam Simanjuntak (2010:17) meegklasifikasikan verba secara semantik menjadi beberapa jenis, antara lain:

1. Verba stative (menyatakan diam / tetap)

Verba ini menunjukkan keberadaan. Biasanya verba ini tidak muncul bersamaan dengan verba bantu –iru.

Contoh:

- い iru (ada)

- dekiru (dapat)

(32)

2. Verba Contional (menyatakan selalu, terus menerus)

Verba ini berkonjugasi dengan verba bantu –iru untuk menunjukkan aspek pergerakan.

Contoh:

- 食 taberu (makan)  食 い tabete iru (sedang makan)

- 飲 nomu (minum)  飲 い nonde iru (sedang minum)

3. Verba Punctual (menyatakan tepat pada waktunya)

Verba ini berkonjugasi dengan verba bantu –iru untuk menunjukkan tindakan atau perbuatan yang berulang-ulang atau suatu tingkatan / posisi setelah melakukan suatu tindakan atau penempatan suatu benda.

Contoh:

- 知 shiru (tahu)  知 い shitte iru (mengetahui)

- 打 utsu (memukul)  打 い utte iru (memukuli)

4. Verba Volitional (menyatakan kemauan / keinginan)

(33)

Contoh:

- 行 iku (pergi)  行 う 思うikou to omou (berniat pergi)

- 入 hairu (masuk)  入 う 思うhairou to omou (berniat masuk)

5. Verba Movemen (menyatakan pergerakan)

Verba ini menunjukkan pergerakan.

Contoh:

- 走 hashiru (berlari)

- 行 iku (pergi)

2.2.2 Makna dan Fungsi “Jishokei + Tsumori”

Kata ungkapan tsumori termasuk dalam golongan keshiki meishi yang berada dalam kelas kata meishi. Sakakura dalam Cahjadi (2009:14) membagi meishi menjadi empat jenis. Pembagian tersebut yaitu:

1. Futsuu meishi ( 通 詞) yaitu nomina yang menyatakan nama-nama benda, barang, peristiwa, dan sebagainya yang bersifat umum, misalnya: Hon, kutsu, tsukue, isu.

2. Keishiki meishi (形式 詞), yaitu nomina yang menerangkan fungsinya secara formalitas tanpa memiliki hakekat atau arti yang sebenarnya sebagai nomina, misalnya:

(34)

3. Suushi ( 数 詞 ), yaitu nomina yang menyatakan bilangan, jumlah, kuantitas, dan urutan, misalnya:

Hitotsu, ni, yotsu, rokko, sangoo, daiichi.

4. Daimeishi (代 詞), yaitu kata-kata yang dipakai sebagai pengganti nama orang, barang, benda, perkara, arah, tempat dan sebagainya. Misalnya: Watakushi, anata, kore, koko, kare.

Berdasarkan pengelompokkan verba tersebut, Yoshikawa (2003:2) berpendapat bahwa tsumori merupakan salah satu dari keishiki meishi (形式 詞).

Keishiki meishi yaitu nomina yang menerangkan fungsinya secara formalitas tanpa memiliki hakekat atau arti yang sebenarnya sebagai nomina, misalnya :

Koto, mono, wake, bakari, hodo, gurai

Izumi dalam Yoshikawa (2003:1) menjelaskan definisi keshiki meishi adalah sebagai berikut:

“Kata yang kehilangan makna sebenarnya dan menjadi kata benda yang hanya memiliki peranan secara formalitas dengan syarat, jika dipadukan dengan kata lain maka akan memiliki fungsi yang sangat penting dalam tata bahasa.”

(35)

“Keishiki meishi adalah nomina yang menerangkan fungsinya secara formalitas tanpa memiliki hakekat atau arti sebenarnya sebagai nomina.”

Yoshikawa (2003:177) menyebutkan bahwa tsumori pada tahap awal mengeskpresikan keinginan pembicaranya. Fungsi hyougen ini mirip dengan bentuk kalimat to omou. Contohnya, frase iku tsumori desu mengekspresikan keinginan pembicaranya untuk pergi, yang mana memiliki kegunaan yang mirip dengan ikou to omou. Kemiripan inilah yang akan dibahas oleh penulis dalam skripsi ini.

2.2.3 Konsep Hyougen

Pola kalimat yang berkaitan dengan hyougen (ungkapan) biasanya digunakan dalam kalimat, maka yang disebut dengan kalimat adalah struktur ekspresi bahasa atau gengo hyougen no kata (言語表現 型). Metode dalam pengajaran bahasa pada pendidikan bahasa Jepang , berbagai macam ekspresi bahasa disusun dalam tipe yang sederhana dalam jumlah yang terbatas, dengan mempertimbangkan ekspresi dan tingkat kesulitannya dan memperkenalkannya dalam urutan yang sudah ditentukan, mengubahnya dan secara berurutan mendekati hyougen yang rumit. (Takamizawa, 1997:112)

Berdasarkan pada sudut pandang bahasa, pola kalimat diatur dalam jenis sebagai berikut: kelas kata atau hinshi (品 詞), konjugasi atau katsuyo (活 用),

(36)

2.3 Studi Semantik

2.3.1 Pengertian Semantik

Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa Yunani sema (nomina) ‘tanda’: atau dari verba samaino ‘menandai’, ‘berarti’. Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna. (Djajasudarma, 2008:1)

Menurut Sutedi (2004:111), semantik (imiron / 意味論) merupakan salah satu cabang linguistik (gengogaku / 言 語 学) yang mengkaji tentang makna.

Semantik memegang peranan penting dalam berkomunikasi, karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi tiada lain untuk menyampaikan suatu makna.

Objek kajian semantik antara lain makna kata (go no imi), relasi makna antar satu kata dengan kata lainnya (go no imi kankei) , makna frase (ku no imi) dan makna kalimat (bun no imi).

2.3.2 Jenis-jenis Makna Dalam Semantik

Ada banyak jenis atau tipe makna menurut beberapa ahli linguistik, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

(37)

meaning, external meaning) adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain-lain; makna leksikal ini memiliki unsur-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks (Djajasudarma, 1999:13). Ada juga yang mengatakan bahwa makna leksikal adalah makna kamus. Misalnya kata hon (本) dan gakusei (学生) memiliki makna leksikal ‘buku’ dan ‘pelajar’.

Makna gramatikal dalam bahasa Jepang disebut juga dengan bunpouteki imi ( 文法的意味). Menurut Djajasudarma (1999:13) makna gramatikal (bhs. Inggris –

grammatical meaning, functional meaning, structural meaning, internal meaning)

adalah makna yang menyangkut ubungan intra bahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata dalam kalimat.

Menurut Sutedi (2004:115), dalam bahasa Jepang partikel atau joshi (助詞) dan kopula atau jodoushi (助動詞) tidak memiliki makna leksikal, tetapi memiliki

makna gramatikal, sebab baru jelas maknanya jika digunakan dalam kalimat. Misalkan partikal atau joshi [ to] secara leksikal tidak jelas artinya, namun pada saat digunakan dalam kalimat sebagai berikut:

私 生 話

Watashi wa Sensei to hanashimasu.

Saya berbicara dengan guru.

(38)

‘panas’ dan ‘berjalan’, sedangkan gobi-nya yaitu [い i] dan [ ku] sebagai makna

gramatikalnya.

2. Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Dalam bahasa Jepang, makna denotatif adalah meijiteki imi (明示的意味) atau gaien (外縁). Makna denonatif adalah makna unsur bahasa yang sangat dekat

hubungannya dengan dunia luar bahasa (objek atau gagasan), dan dapat dijelaskan oleh analisis komponen (Kridalaksana, 2008:149).

Sedangkan makna konotatif dalam bahasa Jepang adalah anjiteki imi (暗示 的 意 味) tau naihou (内 包). Makna konotatif yaitu makna yang ditimbulkan

perasaan atau pikiran pembicara dan lawan bicara. Perbedaan makna denotatif dan konotatif dapat kita lihat dari contoh berikut ini:

- Ureshii (う い) dan tanoshii (楽 い)

Makna denotatif dari kedua kata tersebut sama, karena memiliki referen yang sama yaitu ‘senang’, tetapi nilai rasa berbeda. Kata ureshii merujuk pada rasa gembira yang biasanya disertai rasa terharu, tanoshii lebih kepada rasa senang yang ada prosesnya.

(39)

Makna denotatif kedua kata tersebut sama yaitu ‘ayah’, tetapi nilai rasa berbeda. Kata chichi digunakan lebih formal dan halus, oyaji terkesan lebih akrab dan dekat.

3. Makna Dasar dan Makna Perluasan

Makna dasar disebut dengan kihon-gi ( 本義) merupakan makna asli yang dimiliki oleh suatu kata. Makna asli yang dimaksud adalah makna bahasa yang digunakan pada masa sekarang ini. Hal ini perlu ditegaskan karena berbeda dengan gen-gi (原義) atau makna asal. Dalam bahasa Jepang modern banyak sekali makna

asal suatu kata yang sudah berubah dan tidak digunakan lagi. (Sutedi, 2004:116)

Makna perluasan atau disebut juga dengan ten-gi ( 義 ) merupakan makna

yang muncul sebagai hasil perluasan dari makna dasar, diantaranya akibat penggunaan secara kiasan atau majas (hiyu).

4. Makna Kontekstual

Makna kontekstual (contextual meaning, situational meaning) adalah hubungan antar ujaran dan situasi di mana ujaran itu dipakai (Kridalaksana, 2008:149). Sehubungan dengan hal itu Parera (2004:47) berpendapat bahwa makna sebuah kata terikat pada lingkungan kultural dan ekologis pemakai bahasa tertentu.

(40)

Dalam skripsinya Roma Tiodolores (2012:36-37) menulis, konteks yang dimaksud adalah (a) konteks perorangan, dalam hal ini berkaitan dengan jenis kelamin, kedudukan pembicara, usia pendengar/pembicara, latar belakang social ekonomi pendengar/pembicara; (b) konteks situasi, misalnya situasi aman, situasi ribut, dan lain-lain; (c) konteks tujuan, seperti meminta, mengahrapkan sesuatu; (d) konteks formal/tidaknya pembicara; (e) konteks suasana hati pembicara /pendengar, misalnya, takut, gembira, jengkel; (f) konteks waktu misalnya malam, pagi; (g) konteks tempat, apakah tempatnya di pasar, di sekolah atau di luar bioskop; (h) konteks objek, maksudnya apa yang menjadi fokus pembicaraan; (i) konteks alat kelengkapan pembicara/pendengar pada pembicara/pendengar; (j) konteks kebahasaan, maksudnya apakah memenui kaidah bahasa yang digunakan kedua belah pihak; dan (k) konteks bahasa, bahasa apa yang digunakan. (Pateda, 2001:116)

5. Makna Tekstual

Menurut Pateda (2001:129), makna tekstual (textual meaning) adalah makna yang timbul setelah membaca teks secara keseluruhan. Makna tekstual tidak diperolah hanya melalui makna setiap kata atau pun setiap kalimat, tetapi makna tekstual dapat ditemukan setelah sesorang membaca keseluruhan teks. Dengan demikian makna tekstual lebih berhubungan dengan bahasa tertulis. Orang harus membaca teks secara keseluruhan, setelah itulah baru maknanya dapat ditentukan. Makna tekstual lebih berhubungan dengan amanat, pesan, atau boleh juga tema yang ingin disampaikan melalui teks.

(41)

Salah satu hubungan antara satu makna dan makna lain secara leksikal adalah sinonim. Secara etimologi, sinonim atau dalam bahasa Inggris synonym berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma atau ‘nama’ dan syn ‘dengan’. Secara harafiah, kata sinonim berarti nama lain untuk benda atau hal yang sama. (Chaer, 1995:82)

Dalam bahasa Jepang sinonim disebut dengan ruigigo. Pengertian ruigigo menurut Shirou (1984:969) adalah:

“katachi wa chigau ga, arawasu imi ga daitai nikayotteiru tango. Tatoeba jikan to jikoku ….nado.”

Artinya, yang dimaksud dengan sinonim adalah kata yang memiliki bentuk berbeda tetapi mengandung pengertian atau makna yang hampir sama. Misalnya kata jikan, jikoku, dan lain-lain.

(42)

BAB III

ANALISIS SEMANTIK FRASA

“ISHIKEI + TO OMOU” DAN “JISHOKEI + TSUMORI”

Pada bab sebelumnya telah dipaparkan pengertian frasa ishikei + to omou dan jishokei + tsumori. Dalam bab ini, penulis akan mencoba menganalisa pemakaian frasa ishikei + to omou dan jishokei + tsumori yang terdapat pada beberapa buku dan majalah bahasa Jepang sesuai dengan pendapat beberapa ahli yang telah dipaparkan sebelumnya.

3.1 Makna Frasa “Ishikei + To Omou”

Struktur frasa ishikei + to omou adalah sebagai berikut:

V inf 思う

行 う 思う

Struktur ini akan lebih jelas apabila diaplikasikan dalam kalimat sebagai berikut :

Cuplikan 1 :

伯父 建築技師 簇 富 大

父 伯父 金 浪費 私 子 時代 祖

(43)

父母 影響 あ , 私 イ ン ー 大学 工学部 入 う 思い

Ojitachi mo kenchiku gishi de, ichizoku no tomi wa masumasu ookiku

narimashita. Shikashi, chichi to ojitachi wa sono okane wo rouhi shimashita. Watashi ga kodomo jidai ni sobo ga naite ita no wo yoku oboete imasu. Daigaku ni hairu koro, hakufu to sofubo no eikyou mo atte, watashi ha

Istanbul daigaku no kougakubu ni hairou to omoimashita. (Wochikochi edisi 3, 2005:56)

Karena paman juga seorang insinyur arsitektur, kekayaan keluarga menjadi lebih banyak. Namun, ayah dan paman, telah menyia-nyiakan uang. Masa kecil saya, saya masih ingat dengan jelas nenek menangis. Pada waktu akan masuk perguruan tinggi ada pengaruh dari paman dan nenek, saya bermaksud masuk fakultas teknik Universitas Instanbul.

Analisis:

(44)

menangis. Oleh karena pengaruh nenek dan pamannya maka Orhan berencana kuliah di fakultas teknik Universitas Instanbul.

Pemakaian ishikei + to omou tersebut sudah tepat sesuai yang diutarakan Matsuoka (1995:570) bahwa verba omou adalah verba yang mewakili perasaan pembicara sendiri, namun dengan keyakinan dan kepercayaan diri pembicara maka hairou to omou juga dapat diganti dengan hairu tsumori.

Cuplikan 2 :

う 地域 発想力 豊 う 言葉 悪い

者 いう 大 いい 人形劇 行政

担当者 出身 あ 地元 人 考え

い い 自分 行政 入 何 う 思

Sou shita koto ga, chiiki no hassou ryoku no yutakasa deshoune. Kotoba wa

warui desuga, “yosomono” to iu no wa daiji desune. Ii da ningyou geki

fesuta no gyousei no tantousha moji moto shusshinde wa arimasen. Jimoto

no hito dewa nakanaka kangaenai kamoshirenai node, jibun ga gyousei ni

haitte nanika tsunagou to omotte, sore de seikoushitan desune.

(Wochikochi edisi 3, 2005:7)

(45)

administrasi festival wayang yang baik tidak lahir di wilayah lokal. Karena mungkin orang-orang lokal tidak memikirkan hal itu, maka saya bermaksud akan mengikat administrasi apapun sehingga saya sukses.

Analisis :

Pada cuplikan 2, tsunagou to omotte memiliki arti bermaksud mengikat. Fungsi frasa tsunagou to omotte pada cuplikan 2 adalah mengekspresikan keinginan yang berkelanjutan hingga masa yang akan datang. Pemakaian ishikei + to omou dalam kalimat ini karena pelaku drama akan melakukan registrasi administrasi dan perbuatan ini merupakan suatu hal yang berkelanjutan.

Cuplikan 3 :

人 風 出会い あ 思考 流 い 変わ い

転 あ 現在 起 転 果

起 い う 少 変化 延々 今 続い い

思え あ 時転 遠慮

い 堂々 転 う 思う

Hito ya fuukei to no de ai mo areba, shikou no nagare mo isasaka kawatte

iru. Koronda ato kara genzai made ni okotta koto wa moshi korobanakattara, hatashite okite ita ka dou ka. Sono sukoshi no henka ga en’en to ima ni tsuzuite iru no da to omoeba, yahari ano toki koronde yokatta

(46)

(Wochikochi edisi 9, 2006:6)

Jika beberapa pertemuan dengan pemandangan dan orang-orang, aliran pemikiran juga sedikit berubah. Jika Anda tidak jatuh, apa yang akan terjadi sampai saat ini jika Anda jatuh, apakah benar-benar terjadi. Ketika saya berpikir bahwa sedikit perubahan dan adalah baik bila ketika jatuh Anda terus berlanjut tanpa henti. Jika berdiam diri, oleh karena itu saya bermaksud jatuh dengan gagah.

Analisis :

  Pada cuplikan 3, frasa korobou to omou memiliki makna berniat jatuh. Penulis menceritakan tentang pengalamannya di Ubud, Bali, tentang dirinya yang bertemu dengan orang-orang dan pemandangan yang berbeda sedikit banyak membuat pola piker dan sudut pandang penulis berubah. Banyak tantangan yang terjadi, penulis berpikir apakah yang akan terjadi bila seseorang jatuh, karena bila seseorang jatuh dan terus berlanjut adalah hal yang tidak baik. Maka dari pada itu penulis berpikir apabila jatuh tidak terus berdiam diri namun tetap maju dan membuat perubahan yang baik.

Pemakaian korobou to omou sudah tepat namun dapat digantikan dengan korobu tsumori karena dari kesalahan sebelumnya makan penulis berniat untuk lebih

(47)

Cuplikan 4 :

ア ー ン 言葉 問題 ー 高い 僕

作品 比較的 少 い 初 世界 出

う 思 い わ あ 僕 う 短編ア ー

ン 日本 上映 う 思 映画館 い

売 わ い 発表 場 映画祭 求 海外

知 う わ

Animeeshon demo kotoba no mondai wa yahari haadoru ga takai no desuga,

boku no sakuhin wa hikakuteki serifu ga sukunai desu kara. Tada, saisho kara sekai ni deyou to omotte ita wake dewa arimasen. Boku no tsukuru you na tanpen animeshion wo nihon de jyoueishishiyou to omotte mo eigakan

dewa kakerarenaishi, terebi ni ureru wake demo nai. Happyou no ba toshite eiga matsuri wo motome, sore de kaigai de dandan shirareru you ni natta

wake desu.

(Wochikochi edisi 13, 2006:9)

(48)

Analisis:

Pada cuplikan 4, jyoueishishiyou to omotte memiliki makna berencana menayangkan. Seorang penulis animasi Yamamura Kouji dan komentator komik Takekumaken Tarou menceritakan tentang panjangnya sejarah komik khususnya komik Jepang. Yamamura-san dan Takekumaken-san diajukan pertanyaan “Mengapa mengambil pekerjaan mereka saat ini?”. Jawaban Takekumaken-san adalah bahwa seluruh dunia mencoba untuk mengerti film dan komik dengan baik. Selanjutnya, Yamamura-san menjawab bahwa dalam animasi pun memang banyak rintangan dengan masalah kosakata tetapi hal tersebut karena dialognya yang relatif sulit. Dari awal Yamamura-san berencana mengeluarkannya ke dunia luar, dan masyarakat luar memberikan respon yang baik dan sebagai tempat presentasi maka mengikuti festival film. Oleh karena hal tersebut, Yamamura-san pun berencana untuk tidak hanya menayangkannya di bioskop tetapi juga di layar televisi.

(49)

Cuplikan 5 :

酒 関 ー ン 国 思い 隣 米国 様 酒 外 公共 場 飲 い 路上公園 公共交通機関 飲酒

法 禁 酒 出 持 歩 法 公園

ーベ ュー 潮 眺 ー 飲

馬 う 思う 念 い

Osake no kanshite ha oopun na kuni ka omoi kiya, otonari no Beikoku to douyou, osake wa soto (kookyou no ba) de nomenai. Rojou kouen. Koukyou koutsuu kikan nado de no inshu ha houritsu de kinshisare, osake wo

mukidashi de mochiaruku koto sura ihou da. Koen de baabekyuu wo shitari, chou wo nagame nagara biiru wo nondara, sazokashi uma karou to omou

ga, zannen nagara koko dewa dekinai.

(Wochikochi edisi 17, 2007:35)

(50)

Analisis :

Pada cuplikan 5, karou to omou memiliki arti bermaksud membuat. Koresponden menceritakan sopan santun di negara lain seperti halnya di Amerika ada larangan minum minuman beralkohol di luar (di tempat umum), di angkutan umum, bahkan di taman seperti berjalan di taman, barbekyu, membuat kuda berlari di taman dan memandang air pancuran sambil minum minuman yang beralkohol adalah hal yang dilarang oleh hukum negara tersebut.

Pemakaian karou to omou dalam kalimat ini sudah tepat karena sesuai yang diutarakan Sutedi (2003:55) bahwa verba ini digunakan untuk menyatakan hasrat yang dalam konteks kalimat ini penulis hanya mengekspresikan maksud yang spontan dan hanya sebagai contoh dari tindakan yang dilarang oleh hukum di negara tertentu. 

Cuplikan 6 :

前 ソ 交通 故 遭い 傷 う いう衝撃的 体験 力 月間 入院 車椅子 帰国 実 時妊娠初期 あ 流産 心配 い 子供 無 生 怪

遺症 症状 今 至 霊山 礼参

故 命 助 入院 長々 地

留 い 言え 時 経 い 再 戻

(51)

Ichi-nen hodo mae, Souru de koutsuu jiko ni ai juushou woo u to iu shougeki-teki na taiken wo shita. Ichiriki gekkan nyuuinshi, kurumaisu de kikoku shita.

Jitsu wa sono toki ninshin shoki demo ari ryuuzan ga shinpaisarete ita. Shikashi kodomo wa buji ni umare kega mo kouishou rashiki shoujou mo naku, ima ni itaru. Kono reizan ni ha reimairi no tsumori de yatte kita Jiko

de futatsu no inochi ga tasukatta no mo, nyuuin de naganaga koto no chi ni tomatte ita no mo, sara ni ieba toki wo keitaima futatabi koko ni modotte kita

no mo, nan ka ookina chikara ga michibiite iru sei de aru ki ga shi, naraba inori no fuukei no naka ni mi wo oite miyou to omotta no datta.

(Wochikochi edisi 8, 2006:6)

Sekitar setahun yang lalu, saya punya pengalaman yang mengejutkan yang mengakibatkan cedera serius ketika mengalami kecelakaan lalu lintas di Seoul. Bantuan rawat inap selama sebulan, kembali pulang dengan kursi roda. Sebenarnya pada waktu itu adalah tri semester kehamilan pertama saya khawatir keguguran. Tapi inilah saya sekarang, tanpa bekas luka dan anak saya lahir dengan selamat. Dengan jiwa yang keramat, saya bermaksud melakukan dengan Reimairi (kunjungan ke kuil). Dalam kecelakaan walaupun sudah dibantu dengan kehidupan kedua, dan di rawat inap yang sangat lama, ditambah lagi ketika apabila dikatakan kembali ke sini dua kali lagi, sebuah kekuatan yang besar juga dituntun, menjaga kesehatan, telah bermaksud mencoba untuk menempatkan diri dalam sudut pandang doa.

(52)

Nakagami Yuri menceritakan pengalamannya ketika mengalami kecelakaan di Seoul. Ketika kecelakaan terjadi, Nakagami sedang dalam keadaan hamil, tri semester pertama. Nakagami mengira telah keguguran dalam kecelakaan yang menimpanya dan akibat dari kecelakaan tersebut, Nakagami harus dirawat selama satu bulan di rumah sakit dengan kursi roda. Namun sebuah keajaiban karena sekarang dia sudah pulih tanpa bekas luka dan melahirkan anak dengan selamat. Setelah peristiwa tersebut, Nakagami pun bermaksud mengucap syukur dengan berkunjung dan berdoa ke kuil.

Pada cuplikan 6, miyou to omotta memiliki makna bermaksud mencoba dalam bentuk lampau. Yoshikawa (2003:179) mengutarakan bahwa frasa ishikei + to omotta dan jishokei + tsumori datta memiliki makna bahwa ada kemungkinan apa yang menjadi tujuan pembicara bisa saja tidak terjadi. Dengan kata lain, dalam kalimat ini pola oite miyou to omotta dapat digantikan dengan oite miru tsumori datta karena memiliki makna yang kurang lebih sama. (Yoshikawa, 2003:181)

Cuplikan 7 :

修士課程 終え 日本 ベン ャー企業 〜 働い い 日本 関係 ベ 会社 働 う 思い

修士課程 終え 日本 ベン ャー企業 〜 働い い 出張 駐在 日本 ベ 行 来 いわ 架橋

(53)

Suushi katei wo oetara, Nihon no benchaa kigyou de 3-4 nen hataraite mitai desu. Sono ato wa nihon ni kankeisuru Vietnam no kaisha de hatarakou to

omoimasu. Shucchou ya chuuzai de Nihon to Betonamu wo ittari kitari shite iwaba kakyou ni naritai desune.

(Wochikochi edisi 14, 2007:37)

Setelah selesai gelar master, saya ingin bekerja 3-4 tahun di perusahaan cabang Jepang. Setelah itu bermaksud bekerja di perusahaan Vietnam yang berhubungan dengan Jepang. Saya ingin menjadi cross-linked, untuk menjadi penerjema, Pergi dan datang bolak-balik antara Jepang dan Vietnam dalam perjalanan bisnis dan menetap.

Analisis :

Pada cuplikan 7, frasa hatarakou to omoimasu bermakna bermaksud bekerja. Fungsi frasa ini pada kalimat tersebut digunakan untuk menyatakan maksud atau rencana dengan menyelesaikan program studi magister kemudian bekerja di perusahaan yang berhubungan dengan Jepang agar bisa penerjemah antara Jepang dan Vietnam. Nguyin adalah orang Vietnam yang memiliki pekerjaan yang memungkinkan dirinya untuk bisa bolak-balik pergi dan pulang antara Jepang dan Vietnam dan menetap.

Pemakaian frasa hatarakou to omoimasu di atas sudah tepat karena ishikei + to omou tersebut menyatakan keadaan yang menunjukkan berkelanjutan, hal tersebut

(54)

ini digunakan untuk menyatakan maksud atau hasrat yang menunjukkan berkelanjutan dalam melakukan suatu perbuatan. Frasa hatarakou to omoimasu dalam kalimat ini dapat digantikan dengan hataraku tsumori karena adanya proses yang panjang dan determinasi yang kuat untuk mencapai sesuatu.

Cuplikan 8 :

イン 日本語教育 情 初 日本語セン ー 日本語コー

明 聞 着 う 日本語 勉強 う 思

聞 日本語 勉強 いい会社 就職

いう答え 返 い 多 私 ー

日本語 教え始 14 前 う 答え 多 日本 語 イン 誰 知 い 習

わ う イン 日本語学習者 動機 明 変化 い

Saisho, nihongo senta he nihongo ko-su- no setsumei wo kiki ni kiru hitotachi

ni doushite nihongo wo benkyoushiyou to omottan desuka to kiku to

nihongo wo benkyousureba, ii kaisha ni shuushoku dekiru kara desu to iu

kotae ga kaette iru koto ga ooku natta. Watashi ga Derii de nihongo wo oshie hajimeta 14 nen mae wa, kono youna kotae ga ookatta. Nihongo wa

Indo dewa dare mo shiranai node, narrate mitakatta. Kono koto kara mo wakaru you ni, Indo ni okeru Nihongo gakushuusha no douki wa, akiraka ni

(55)

(Wochikochi edisi 18, 2007:40)

Situasi pendidikan bahasa Jepang di India. Pada awalnya, saya bertanya “Mengapa Anda bermaksud belajar bahasa Jepang?” kepada orang-orang yang mendengar penjelasan program ke pusat Jepang, banyak jawaban yang dikembalikan adalah “Karena jika belajar bahasa Jepang, dapat mencari pekerjaan di perusahaan yang bagus”. Saya mulai mengajar bahasa Jepang di New Delhi 14 tahun yang lalu, ada banyak jawaban seperti ini. “Karena di India tidak ada yang mengerti bahasa Jepang , saya ingin mencoba belajar”. Seperti yang dapat Anda lihat dari ini, motivasi peserta didik Jepang di India, telah jelas berubah.

Analisis :

Pada cuplikan 8, benkyoushiyou to omottan adalah telah berencana/ bermaksud belajar. Dalam kalimat ini dijelaskan bagaimana situasi pendidikan bahasa Jepang di India. Sebagian besar pelajar mengikuti program bahasa Jepang demi mendapatkan pekerjaan di perusahaan yang bagus, makna yang terkandung adalah adanya tujuan yang berkelanjutan dalam melakukan suatu perbuatan. Frasa benkyoushiyou to omottan dalam kalimat ini sudah tepat karena apabila digantikan

(56)

3.2 Makna Frasa “Jishokei + Tsumori”

Struktur frasa jishokei + tsumori adalah sebagai berikut: Vinf

Makna dari struktur frasa ini adalah mirip dengan jishokei + tsumori yaitu bermaksud, berencana, berkehendak, berniat. Beberapa contoh berikut akan memberikan penjelasan yang lebih rinci.

Cuplikan 1 :

私 ュ ー ー 間 あ 大 溝 設営時 鮮明 見え いう 通 ベ い問題 溝 存在

わ い 私 埋 前 多

ュ ー ー 会い 私 考え 寧 明 あ 彼

私 話 聞い 溝 埋 う 見え

Watashi to kyureetaa no ma ni atta ookina mizo ga, setsuei-ji ni senmei ni miete shimatta to iu, futsuu no reberu dewanai mondai data. Mizo ga sonzai suru koto wa wakatte ita. Watashi wa sore wo uzumeru tame ni, jizen ni

dekiru dake ooku kyureetaa ni ai, watashi no kangae wo teinei ni setsumeishite kuru tsumori de aru.Kare mo watashi no hanashi wo jikkuri to

(57)

(Wochikochi edisi 23, 2007:6)

Masalahnya adalah selokan besar yang berada di antara kurator dan saya, yang muncul untuk menghapus waktu yang diatur, tidak pada tingkat normal. Saya tahu bahwa ada jalannya. Untuk mengisinya, sebelumnya saya telah bertemu kurator sebanyak mungkin, saya berniat datang menjelaskan pikiran saya dengan sopan. Dia juga mendengarkan perkataan saya dengan cermat, sepertinya saya telah dapat melihat alurnya.

Analisis :

Pada cuplikan 1, kuru tsumori mengandung makna berniat datang untuk menjelaskan. Fungsi frasa jishokei tsumori pada kalimat tersebut digunakan untuk hal penyampaian keinginan, niat, tujuan. Pemakaian kuru tsumori dalam kalimat tersebut sudah tepat karena jishokei + tsumori mengekspresikan keinginan pembicaranya yang mengandung nuansa makna khusus untuk melakukan sesuatu yang sukar direalisasikan. (Yoshikawa, 2003:178)

Cuplikan 2 :

月 ー 大統領 訪日 予定 い

入質法改 月 流 う い 当時 来日

子 人 迎え 間 地方自治体

可能 組 あ 移民 周

(58)

社会 員 疎外 入 開 社会

近 い い 期待 自 行働 い い

Kono 5-tsuki ni wa, ruura daitouryou no hou-nichi mo yotei sarete iru.

1990-nen no nyuushichi hou kaisei kara 15-1990-nen no saigetsu ga nagareyou toshite iru. Touji 5-sai de rainichi shita ko mo, mohaya seijin wo mukaeta koto to naru. Sono aida, chihou jichita toshite kanou na koto wa subete tori konde

kita tsumori de atta. Imin 100-shuunen to naru 2008-nen, kono kuni ga, Nihon ni kyojuushi katsudou suru gaikoku hito ga onaji shakai no ichiin

toshite sogai sareru koto naku ukeirerareru, akareta shakai ni chika zuite iru koto wo kitaishi, sono tameni mizukara koudoushite ikitai.

(Wochikochi edisi 3, 2005: )

(59)

Analisis :

Pada cuplikan 2, konde kita tsumori datta memiliki makna telah berencana membangun. Fungsi frasa kita tsumori datta dalam kalimat ini adalah untuk menyampaikan maksud, rencana yang ingin dilakukan di masa lampau. Hukum amandemen yang dikeluarkan pada tahun 1990 tentang pendanaan anak hingga umur 15 tahun, pemerintah membuat kebijakan untuk menciptakan masyarakat yang terbuka bagi warga asing tanpa merasa asing dengan merayakan 100 tahun hari peringatan imigrasi bagi orang-orang asing yang ingin bekerja dan menetap di Jepang.

Pemakaian kita tsumori datta dalam kalimat ini sudah tepat dan mengandung makna adanya penyesalan dalam arti ada kesalahan yang terjadi atau rencana yang belum selesai. Yoshikawa (2003:179) mengutarakan bahwa kalimat yang mengandung kata tsumori yang diikuti bentuk lampau memiliki makna bahwa ada kemungkinan apa yang menjadi tujuan pembicara bisa saja tidak tercapai.

Cuplikan 3 :

ン ベ ン市民 容 い 日本

大衆文化 あ 識 日本 全体 映 出

い いう疑問 感 う いえ ン 生

活 部 容 商業的需要 あ 否定

い 日本文化 端 ベ ン市民 身近 存在

(60)

Naruhodo, sushi ya manga wa Berurin shimin ni uke ire rarete iru. Nihon no taishuu bunka na no da to aratamete ninshiki suru ga, Nihon no zentai wo

tadashiku utsushidashite iru ka to iu gimon wo kanjite shimasu. Tohaie, sushi ya manga wa seikatsu no ichibu toshite juyousare, shougyou teki juyou ga aru no dakara, hiteisuru tsumori wa nai shi, nihon bunka no ittan ga berurin

shimin ni mo miika na sonzai ni natte iru kangaereba, keshite ureu beki koto dewanai.

(Wochikochi edisi 8, 2006:13)

Memang, untuk mengenali sesuatu yang baru, manga dan sushi adalah budaya populer Jepang yang telah diterima oleh warga Berlin, tapi ada rasa mempertanyakan apakah benar mencerminkan seluruh Jepang. Dikatakan, manga dan sushi akan diterima sebagai bagian dari kehidupan karena ada permintaan komersial, tidak bermaksud akan menyangkal, dan jika Anda berpikir salah satu dari budaya Jepang telah menjadi kehadiran akrab bagi warga Berlin, saya tidak besedih.

Analisis :

Pada cuplikan 3, hiteisuru tsumori wa nai merupakan bentuk negatif dari hiteisuru tsumori yang mengandung makna tidak berniat untuk menyangkal.

(61)

Sesuai dalam Yoshikawa (2003:184) bahwa verba biasa tsumori wa nai adalah bentuk negatif dari verba biasa tsumori yang bermakna sama sekali tidak ada maksud atau tujuan. Terhadap hal tersebut hiteisuru tsumori wa nai berarti bahwa pembicara punya niat atau tujuan untuk tidak menyangkal, namun ada nuansa kemungkinan pada akhirnya beliau akan menyangkal juga (keadaan yang sebaliknya dengan yang pembicara ucapkan).

Cuplikan 4 :

私 初 国際交流 いう 文化 関

い 常 歩 新 い う いう意識

持 特 法人 いうあ 意味 役所 人 あ 思い

Watashi wa saisho wa kokusai kouryuu to iu yori mo, bunka ni sekisuru koto

wo zutto yatte iku tsumori deshita. Tsune ni ippo saki ni atarashii koto wo yarou to iu ishiki dake wa mocha, tokushu houjin to iu aru imi yakusho no naka dewa, yajin de ari tsuzuketa to omoimasu.

(Wochikochi edisi 15, 2007:10 )

(62)

Analisis :

Enokida Katsutoshi, seorang ahli ekonomi dan duta dengan posisi pekerjaan di pusat yang terkenal di Jepang, Enokida bermaksud untuk tetap mengikuti perkembangan kebudayaan meskipun pada awalnya hanya sekedar pertukaran secara internasional. Enokida mengatakan bahwa kita memiliki rasa untuk lebih maju atau hanya menjadi seorang “Yeti” (pekerja kasar) saja.

Pemakaian iku tsumori dalam kalimat ini sudah tepat seperti yang diutarakan Yoshikawa (2003:185) bahwa jishokei + tsumori mengekspresikan keinginan untuk melanjutkan mengikuti perjalanan kebudayaan dan percaya diri dengan keterampilan yang dia miliki bahwa dia akan mencapai apa yang diharapkan.

Cuplikan 5 :

今度 日本人 自分自身 言い聞 誓い う

私 聞 え 日本 い 産 い 親戚

い い 孤独 身 日本人

Kondo koso nihon-jin ni naruzo, jibun jishin ni ii kikaseru chikai no you ni,

(63)

(Wochikochi edisi edisi 9, 2006:21)

Menjadi orang Jepang saat ini, seperti bersumpah mengingatkan diri sendiri, dapat terdengar oleh saya. Namun, tidak ada pekerjaan di Jepang. Tidak ada properti. Bahkan kerabat. Selanjutnya, apakah menjadi orang Jepang pun bermaksud menjadikan orang merasa kesepian?

Analisis :

Pada cuplikan 5, kakeru tsumori darouka memilki makna bermaksud mejadikan. Fungsi kakeru tsumori darouka dalam kalimat tersebut untuk menyatakan maksud atau tujuan yang sulit direalisasikan (Yoshikawa, 2003:179). Saat ini, telah terjadi perubahaan keadaan yang yang terjadi di banyak negara salah satunya adalah pengangguran. Tanpa pekerjaan, tanpa materi, dan tanpa kerabat merupakan hal yang membuat seseorang merasa khawatir dengan rasa kesepian dan perubahan dalam hidupnya.

Seperti yang diutarakan Yoshikawa (2003:185) bahwa kakeru tsumori darouka mengisyaratkan keraguan pembicara akan keadaan hidupnya tanpa kerabat,

tanpa harta benda di masa selanjutnya.

Cuplikan 6 :

講義 英語 行 大学 講師 国際部 ッ 交 私

(64)

授業 あ 果 上

今 推移 見 い

Kougi wa eigo de okonatta. Daigaku no koushi ya sutaffu kokusai-bu no ga

koutai de, watashi no eigo wa Betonamu-go ni zuuyaku shite kureta. Watashi nari ni dainamikku na jugyoushite kuru tsumori de aru ga, sate, dokomade seika ga agattaka ha, ima, ato no suii wo miru koto to shitai..

(Wochikochi edisi 8, 2006:63)

Perkuliahan menggunakan bahasa Inggris. Karena giliran pergantian staf dan dosen universitas di Departemen Internasional. Saya menafsirkan bahasa Vietnam dengan bahasa Inggris saya. Bermaksud segera belajar secara dinamis, di mana pun apakah hasilnya membaik, sekarang, ingin melakukan perubahan setelahnya.

Analisis :

(65)

Cuplikan 7 :

国境 越え 移動 自 経済発展 ベ 近い韓国 い ネ 観 親戚訪問

来日 始 い 考え 日本 生 ュー ー外国

人 子 勢い 増え い う .彼

女 日本 済住 続 在留資 国籍 得

保持… い い い 要求 起 う 日本 国際

的規範 応 い ー ッ

国々 出生地主義 原則 導入 いう い 考え方 学 い い あ あ

Mata, kokkyou wo koeru idou wa motto jiyuu to naru beki de, keizai hatten

reberu no chikai Kankoku nado nit suite ha, bijinesu, kankou Shinseki houmon nado dewa biza na shi no rainichi ga hajimatte yoi to kangaeru.

Nihon de umareru nyuukamaa gaikoku hito no kodomo wa korekara kanari no ikioi de fuete iku darou ga, kare. Kanojo raga Nihon ni zutto sumi tsuzukeru nara, sono zairyuu shikaku, kokuseki toridoku, futatsu no hoji… ni

tsuite iroiro na youkyuu ga okoru darou. Nihon yori kokusai-teki kihan ni nottotta taiou wo shinakute wa naranai. Mata, yoroppa nu kuniguni no

(66)

(Wochikochi edisi 8, 2006:17)

Selain itu, transfer lintas-perbatasan harus lebih bebas, memikirkan, seperti Korea Selatan dengan tingkat perkembangan ekonomi yang sama, mengunjungi Jepang tanpa visa dan dapat memulai bisnis, di bidang pariwisata dan kunjungan kerabat. Anak-anak pendatang baru asing lahir di Jepang, akan terus meningkat dalam momentum yang cukup dari sekarang. Jika mereka terus hidup jauh-jauh ke Jepang, berbagai permintaan akan terjadi status tempat tinggal, perolehan kewarganegaraan, untuk pemeliharaan. Hal ini diperlukan untuk menanggapi dan menjauhkan norma-norma internasional daripada di Jepang. Lagipula, banyak hal yang dipelajari karena cara berpikir seperti itu yang tidak bermaksud untuk memperkenalkan prinsip tuan tanah negara Eropa.

Analisis :

Pada cuplikan 7, frasa iu tsumori wa nai memiliki makna tidak bermaksud memperkenalkan. Fungsi frasa tersebut menyatakan ekspresi pembicara tidak berniat memperkenalkan prinsip negara Eropa, namun mengizinkan masyarakat Korea untuk datang, bekerja, dan menetap karena adanya kemiripan budaya.

(67)

kemungkinan pada akhirnya pembicara akan memperkenalkan juga (keadaan yang sebaliknya dengan yang pembicara ucapkan).

3.3 Analisis Perbedaan Nuansa Makna Frasa “Ishikei + To omou” dan “Jishokei + Tsumori”

Tabel 1. Pemakaian Ikoukei + To Omou

No. Cuplikan Ikoukei + To Omou Jishokei + Tsumori

(Wochikochi edisi 3, 2005:56)

(68)

(Wochikochi edisi 3, 2005:7)

(Wochikochi edisi 9, 2006:6)

O

O

(Wochikochi edisi 13, 2006:9)

(69)

出 持 歩

(Wochikochi edisi 8, 2006:6)

(70)

行 来 い わ 架橋 い

(Wochikochi edisi 14, 2007:37)

Berdasarkan Tabel (1) di atas dapat diketahui bahwa tidak semua kalimat yang menggunakan ishikei + to omou dapat diganti dengan jishokei + tsumori. Pada cuplikan (1) - (7), ishikei + to omou tidak bisa diganti dengan jishokei + tsumori, karena kalimat di dalam cuplikan tersebut ada yang mengandung perbedaan dalam nuansa makna. Sesuai dengan yang diutarakan Machida (1989:57) yang mengatakan bahwa ishikei + to omou berfungsi menyatakan pemikiran pembicara pada saat ini genzai wo arawasu (現在 表 ).

Tabel 2. Pemakaian Jishokei + Tsumori

(71)

(Wochikochi edisi 23, 2007:6)

(Wochikochi edisi 3, 2005: )

(72)

定 い 日 本文化 端 ベ ン市 民 身近 存在

い 考え 決 憂う い (Wochikochi edisi 8, 2006:13)

4

(73)

推 移 見

(Wochikochi edisi 8, 2006:63)

7

ー ッ 国々 出生地主義 原則

導入 いう

い 考え方

学 い い あ あ (Wochikochi edisi 8, 2006:17)

X O

(74)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada uraian-uraian dari bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Struktur frase ishikei + to omou merupakan suatu ungkapan yang berbentuk verba yang mengalami perubahan bentuk digunakan untuk mengungkapkan suatu niat atau maksud dari pembicara kepada lawan bicara.

V inf 思う

行 う 思う

2. Frasa jishokei + tsumori merupakan suatu ungkapan yang berbentuk nomina terikat yang digunakan untuk mengungkapkan suatu niat atau maksud pembicara kepada lawan bicara dengan nuansa adanya determinasi yang lebih mendekati pasti.

Vinf 帰

Gambar

Tabel 1. Pemakaian Ikoukei + To Omou
Tabel 2. Pemakaian Jishokei + Tsumori

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis menunjukkan terdapat sembilan pola yang sama dari 29 pola pembentukan word graph frasa keterangan bahasa Indonesia. Pola-pola

Dalam linguistik, bentuk bahasa (kata, frasa, dan sebagainya) yang memiliki makna lebih dari satu dikenal dengan istilah polisemi (Kridalaksana, 2010).. Dalam

Penggunaan kata nakama pada kalimat di atas juga tidak tepat, karena makna teman pada kalimat ini bukanlah teman dalam lingkungan kelompok yang sama seperti

Pasaribu (2012) dalam skripsinya yang berjudul Struktur Frasa Verba bahasa Pakpak Dairi Analisis Teori X-Bar menjelaskan bahwa, struktur internal frasa bahasa Pakpak Dairi

Apabila suatu kata memiliki makna yang hampir sama (mirip) dengan satu atau lebih kata yang lain, maka dapat dikatakan bahwa kata-kata tersebut memiliki hubungan atau relasi

Makna terjemahan frasa preposisi yang terdapat pada kalimat dalam bahasa sumber dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran; sama sekali tidak terjadi

sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Komponen Makna Kata dan Frasa Bahasa Asing dalam Iklan Elektronik pada Surat Kabar Suara Merdeka Edisi

DATA 4: Obat mujarab yang berkemampuan mengubah … KATEGORI ANALISIS Obat mujarab yang berkemampuan mengubah … Frasa endosentrik Obat mujarab Kata benda UP Obat Kata sifat Atr