• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reproduction Study of Lemuru(Sardinella lemuru Blk.) Based on Sexual Maturity and Fish Length to Predict Spawning Season at East Coast of Siberut Island

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Reproduction Study of Lemuru(Sardinella lemuru Blk.) Based on Sexual Maturity and Fish Length to Predict Spawning Season at East Coast of Siberut Island"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN REPRODUKSI IKAN LEMURU

(Sardinella lemuru Blk.) BERDASARKAN

PERKEMBANGAN GONAD DAN UKURAN IKAN

DALAM PENENTUAN MUSIM PEMIJAHAN

DI PERAIRAN PANTAI TIMUR PULAU SIBERUT

MUFTI GINANJAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KAJIAN REPRODUKSI IKAN LEMURU

(Sardinella lemuru Blk.) BERDASARKAN

PERKEMBANGAN GONAD DAN UKURAN IKAN

DALAM PENENTUAN MUSIM PEMIJAHAN

DI PERAIRAN PANTAI TIMUR PULAU SIBERUT

MUFTI GINANJAR

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Jurusan Biologi Reproduksi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

ABSTRAK

MUFTI GINANJAR. Kajian Reproduksi Ikan Lemuru (Sardinella Lemuru Blk.) Berdasarkan Perkembangan Gonad dan Ukuran Ikan dalam Penentuan Musim Pemijahan di Perairan Pantai Timur Pulau Siberut. Dibimbing oleh TUTY L YUSUF dan ODANG CARMAN.

Sardinella lemuru memiliki nilai ekonomis dan prospek pengembangan

yang cukup baik. Pengelolaan sumber daya perikanan lemuru perlu untuk segera dibuat sebagai salah satu antisipasi terhadap meningkatnya interest masyarakat dalam pengolahan ikan lemuru ini. Untuk mendukung adanya aturan pengelolaan perikanan lemuru maka diperlukan data reproduksi ikan lemuru di perairan pantai Pulau Siberut..

Penelitian dilakukan mulai bulan Juni 2004 sampai Mei 2005 di perairan pantai timur Pulau Siberut. Materi penelitian adalah ikan lemuru yang diambil setiap bulannya dengan jumlah minimal 50 ekor. Pengambilan data reproduksi dilakukan dalam dua kelompok pengamatan yaitu pengukuran komposisi ukuran panjang berdasarkan tingkat kematangan gonad bulanan selama satu tahun dan kelompok pengamatan analisa hasil preparat histologi gonad.

Hasil penelitian tentang ukuran ikan diketahui bahwa pada ukuran panjang ikan dibawah 150 mm ikan lemuru belum dewasa secara kelamin. Secara keseluruhan populasi ikan memiliki rata-rata panjang 168±1.43 mm dengan ukuran terkecil 120 mm dan ukuran terbesar 214 mm. Pada ikan betina ukuran panjang rata-rata 172 ± 1.58 mm dan ikan jantan 164 ± 1.20. Nilai GSI tertinggi pada jantan adalah 3,29 dan nilai GSI terendah adalah 0,20 sedangkan ikan betina nilai GSI tertinggi adalah 2,70 dan nilai GSI terendah adalah 0,31. Perbandingan populasi antara jantan dan betina secara keseluruhan adalah 1,12 : 1. Pada ukuran kelas panjang 120-140 mm perbandingannya 0,81: 1, kelas panjang 140 -170 mm perbandingannya 1,9 : 1, dan pada ukuran >170 mm perbandingannya 0,5 : 1. Fekunditas berkisar antara 1.688 – 21.573 butir dengan rata-rata 7.850 telur/betina dengan diameter telur TKG-4 rataannya berkisar antara 0,28 – 0,36 mm dan rataan kedua berkisar antara 0,47 - 0,55 mm sedangkan rata-rata ukuran diameter telur pada keseluruhan gonad adalah 0,46 mm. Pada distribusi diameter telur TKG-6, rataan yang pertama berkisar antara 0,25 – 0,36 mm dan rataan yang kedua berkisar antara 0,48 – 0,57 mm dengan rata-rata pada keseluruhan gonad adalah 0,41 mm. Berdasarkan hasil analisa histologi diketahui bahwa dalam satu gonad tahapan perkembangan kematangan gonad tidak secara bersamaan. Persamaan linier untuk mengetahui hubungan antara fekunditas dan panjang ikan adalah Y = -7.217 + 7.749X dengan nilai koefisien korelasi (r) 0,673.

Pada penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal (1) Pada ikan jantan ukuran pertama kali memijah adalah pada panjang 153 ± 0.73 mm dan pada ikan betina pada panjang 163 ± 0.62mm. Ukuran minimal ikan yang dapat untuk ditangkap adalah pada ukuran 163 mm, (2) Musim pemijahan ikan lemuru di perairan pantai timur Pulau Siberut terjadi antara bulan Juni hingga September dengan puncaknya terjadi pada bulan September, (3) Musim pemijahan ikan lemuru hanya terjadi satu kali dalam setahun dengan periode pemijahan/ovulasi dapat terjadi beberapa kali dalam rentang waktu musim pemijahan tersebut

(4)

KAJIAN REPRODUKSI IKAN LEMURU (SARDINELLA LEMURU BLK.) BERDASARKAN PERKEMBANGAN GONAD DAN UKURAN IKAN DALAM MENENTUKAN MUSIM PEMIJAHAN DI PERAIRAN PANTAI

TIMUR PULAU SIBERUT

(Reproduction study of lemuru(Sardinella lemuru Blk.) based on sexual maturity and fish length to predict spawning season

at east coast of Siberut Island)

Mufti Ginanjar1,Tuty L Yusuf2,Odang Carman3

ABSTRACT

The aim of this research is to evaluate reproductive pattern of Sardine

(Sardinella lemuru Blk.) in east coast of Siberut Island. The study was focused on

observation of reproductive attributes including sexual maturity, fecundity, body length and body weight by collecting =50 samples monthly for one year. A total sampel of 777 fish were caught using gillnet and measured individually before dissecting to analyze sex and gonadal maturity.

Gonadal Somatic Index (GSI) and egg diameter were analyzed according Gaughan et al. (2000) to determine body size at first maturity and spawning season that will be useful as important consideration for management policy of Sardinella in Siberut Island.

Based on the relationship between sexual maturity and body size, Sardinella

lemuru begin to spawn at 163 mm and 153 mm in length for female and male

respectively. Female Lemuru can produce 1.688 – 21.573 egg for each spawning time with average fecundity 7.850 egg.

Sexual maturity status that recorded for one year indicated that spawning season take place between September and October. There is no evidence that lemuru spawn more than one time a year and distribution of egg diameter showed that Sardinella lemuru is partial spawner that spawn more than one time during spawning season.

Key words : Sardinella lemuru, breeding season, fish length, Siberut Island.

PENDAHULUAN

(5)

Masyarakat di Pulau Siberut memanfaatkan ikan lemuru sebagai kebutuhan pangan secara langsung dalam keadaan segar karena di Siberut belum terdapat usaha pengolahan ikan. Lemuru sangat berperan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat karena ketersediaan protein hewani dari ikan yang hidup di sungai kurang berperan dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan karena memiliki biomassa yang kecil.

Suatu rencana pengelolaan perikanan khususnya lemuru saat ini perlu untuk segera dibuat di wilayah perairan pantai Siberut. Hal ini berkaitan dengan potensi dan peluang di masa mendatang dalam pemanfaatan sumber daya perikanan lemuru menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Adanya perencanaan pengelolaan sumber daya perikanan lemuru merupakan inti atau dasar dari lahirnya suatu aturan pengelolaan perikanan yang dapat merupakan suatu peluang untuk meningkatkan kontrol dan tindakan antisipatif terhadap kondisi yang akan dan mungkin terjadi (Elmer, 2001). Salah satu upaya penerapan kebijakan pengelolaan manajemen perikanan adalah dengan melakukan beberapa aturan yang mengikat para nelayan yang dapat dibakukan dalam bentuk peraturan daerah. Atur an tersebut misalnya dalam hal pembatasan jumlah armada tangkap, penggunaan ukuran mata jaring yang digunakan, penggunaan jaring yang selektif dan pengaturan wilayah penangkapan. Data pendukung hasil penelitian yang dapat dijadikan acuan dalam menyusun suatu kebijakan manajemen pengelolaan ikan lemuru adalah dengan mengetahui data biologi reproduksi ikan lemuru dan ketersediaan (stock) ikan lemuru di suatu perairan.

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai reproduksi ikan lemuru di perairan pantai timur Pulau Siberut sebagai suatu upaya dalam mendukung adanya kebijakan pengelolaan perikanan di wilayah ini.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pola reproduksi ikan lemuru yang hidup di perairan pantai timur Pulau Siberut yang meliputi hubungan antara ukuran ikan dengan tingkat kematangan gonad dan hubungan antara fekunditas dengan ukuran ikan yang pada akhirnya akan dapat diketahui terjadinya musim pemijahan dalam satu tahun. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk menyusun rencana kebijakan pengelolaan lemuru di Pulau Siberut.

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah : 1)Tingkat kematangan gonad ikan lemuru berkorelasi positif dengan musim pemijahan. 2) Dewasa kelamin ikan lemuru berkorelasi positif dengan ukuran/bobot ikan. 3)Fekunditas lemuru ditentukan oleh ukuran tubuh ikan

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2004 sampai Mei 2005 di perairan pantai timur Pulau Siberut propinsi Sumatera Barat.

Metode Penelitian

(6)

Pengukuran Komposisi Panjang dengan TKG dalam 1 tahun

Pengambilan data dilakukan dengan pengambilan sampel ikan lemuru satu kali setiap bulannya. Jumlah sampel ikan yang diamati jumlahnya berdasarkan hasil tangkapan yang didapat pada saat pengambilan sampel dengan jumlah minimal 50 ekor tanpa membedakan ukuran ikan.

Data reproduksi yang diamati meliputi:

1. Panjang dan berat, yang diukur adalah fork length (FL) dan berat ikan diukur dengan neraca analitis.

2. Nisbah Kelamin dan Perkembangan Gonad, data diperoleh dengan cara membedah ikan pada bagian perut kemudian dilihat gonadnya apakah testis atau ovarium. Pengamatan tahap perkembangan gonad secara makroskopis berdasarkan pada (Gaughan dkk., 2000)

3. Fekunditas dan diameter telur, pengukuran dilakukan pada gonad yang memiliki tingkat kematangan gonadnya IV–VI. Sampel diawetkan dalam larutan Gibson kemudian telur dihitung denggan menggunakan alat hitung. Untuk pengukuran diameter telur dilakukan dengan mikroskop yang dilengkapi mikrometer dengan jumlah sampel sebanyak 100 butir. Untuk menghitung fekunditas dilakukan dengan menggunakan metode gravimetrik F/f = B/b dimana :

(F) = Fekunditas Total, (f) = jumlah telur dari contoh

(B) = Berat gonad, (b) = berat gonad contoh.

4. Gonadal Somatic Indeks (GSI), dilakukan penimbangan berat gonad dan berat ikan pada seluruh sampel pada ikan jantan dan betina. Nilai GSI dihitung dengan menggunakan rumus:

GSI = berat gonad x 100 / (Berat total – Berat Gonad)

5. Hubungan antara panjang dan fekunditas diukur dianalisa secara regresi mengikuti persamaan : W = aLb dengan menggunakan software SPSS Ver.13.

Perkemba ngan Gametogenesis melalui analisa histologis

Untuk pengamatan tingkat perkembangan gonad secara mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat histologis gonad. Gonad difiltrasi dengan larutan Bouin lalu dilakukan pencucian dengan air dan alkohol mulai 80% sampai 100%. Dilakukan penjernihan dengan xylol dan diinfiltrasi dengan parafinu ntuk embedding. Dilakukan pemotongan dengan mikrotom setebal 6-7 µm lalu dilakukan pewarnaan dengan hematoksilin dan eosin dan dijernihkan dengan xylol. Referensi yang digunakan untuk mengamati preparat histologis adalah menurut Gaughan dkk. (2000).

Analisa Data

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbandingan Komposisi Ukuran Panjang dengan TKG dalam 1 tahun

Lemuru di perairan Selat Mentawai pada ukuran di bawah 140 mm FL berada pada kondisi reproduksi yang belum matang (TKG 1-2). Lemuru mulai mengalami kematangan gonad (di atas TKG 1-2) pada ukuran 140 - 150 mm FL, dan mulai matang gonad pada ukuran 150 mm FL.

0%

Gambar 1. Histogram tingkat kematangan gonad ikan lemuru dengan ukuran kelas panjang (mm FL) pada pengamatan 1 tahun.

Berdasarkan pada data komposisi TKG dan ukuran kelas panjang tersebut di atas maka dapat diperkirakan bahwa pertama kali ikan lemuru di perairan Siberut mulai memijah adalah pada ukuran panjang antara 140 – 160 mm FL. Pada ikan jantan mulai matang gonad (TKG 3) pada ukuran 153 mm dan pada ikan betina pada ukuran 163 mm. Hal yang serupa terjadi juga pada ikan lemuru di perairan Australia dan Bali (Gaughan dkk., 2000) dan (Whitehead,1985).

Struktur Ukuran Panjang

Pada penghitungan distribusi kelas panjang (Gambar. 2) terlihat bahwa ukuran kelas panjang antara 170 – 180 mm mendominasi populasi ikan dengan rata-rata panjang 168 mm. Ukuran terkecil pada kelas panjang 120 – 130 mm yaitu 120 mm dan ukuran terbesar pada kelas panjang 210 – 220 yaitu 214 mm.

0

(8)

Gonadal Somatic Indeks (GSI)

Variasi nilai GSI tiap bulan dalam satu tahun pengamatan sangat bervariasi (Gambar 3), peningkatan nilai GSI yang tinggi pada keseluruhan individu tanpa membedakan kelamin (gabungan) terjadi dimulai pada bulan Juni (1,56) hingga bulan September (2,86). Nilai GSI terendah terjadi antara bulan Oktober (0,39) hingga Desember (0,29).

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan

Nilai GSI

Gambar 3. Grafik nilai GSI ikan lemuru tiap bulan selama satu tahun. (Gabungan nilai keseluruhan sampel jantan dan betina).

Hal yang sama juga terjadi pada nilai GSI setelah dilakukan pemisahan antara jantan dan betina (Gambar 4). Nilai GSI tertinggi pada jantan terjadi pada bulan September (3,29) dan nilai GSI terendah terjadi pada bulan Desember (0,20). Pada betina nilai GSI tertinggi juga terjadi pada bulan September (2,70) dan nilai GSI terendah terjadi antara bulan Desember (0,31).

0

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan

Gambar 4. Grafik perubahan nilai GSI tiap bulan selama 1 tahun

(9)

Perubahan Tingkat Kematangan Gonad Bulanan

Proporsi tingkat kematangan gonad pada tiap individu yang mendekati proses pemijahan terjadi pada bulan yang sama saat nilai GSI yang tinggi. Dimana komposis TKG 3-5 (Pre Spawning) yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan komposis TKG 1-2,9 (No Spawning) terjadi pada kisaran bulan Juni hingga September. Demikian pula sesuai dengan nilai GSI yang rendah, bahwa pada kisaran bulan Oktober – Januari komposisi TKG 1-2,9 (No Spawning) berada pada kisaran yang cukup tinggi dibandingkan dengan bulan yang lainnya.

0%

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan

Persentase

Post Spawning

Pre Spawning

No Spawning

Gambar 5. Histogram proporsi tingkatan gonad pada individu (>140 mm FL) tiap bulan. Pembagian tahapan gonad dibagi menjadi no spawning (TKG 1,2-9), pre spawning (TKG 3-5) dan post spawning (TKG 6-8).

Gambar 6. Histogram rasio kelamin lemuru pada tiap ukuran kelas panjang

(10)

0

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Bulan

Persentase (%)

Betina

Jantan

Gambar 7. Histogram rasio kelamin ikan lemuru berdasarkan waktu (---- = rata- rata rasio betina,--- = rata-rata rasio jantan)

Bila rasio jenis kelamin diklasifikasikan berdasarkan pada waktu/bulan (Gambar 7) maka terlihat bahwa rata-rata jumlah jantan (51,7%) lebih banyak dibandingkan dengan jumlah betina (48,3%). Pada bulan Januari ikan jantan sangat mendominasi (93%) dibandingkan dengan ikan betina. Pada saat terjadinya proses pemijahan di bulan September, terlihat bahwa komposisi rasio betina lebih banyak dibandingkan dengan jantan

Fekunditas dan Diameter Telur

Fekunditas dari seluruh sampel pada TKG 4-6 didapatkan bahwa nilai rata-rata jumlah telur setiap 0,1 gram berat sampel telur adalah 449 butir. Fekunditas total dari ikan lemuru di perairan pantai timur Pulau Siberut berkisar antara 1.688 – 21.573 butir dengan rata-rata fekunditas keseluruhan adalah 7.850 telur/betina. Jumlah sampel keseluruhan pada ikan yang berada pada TKG-4 adalah 20 ekor, pada TKG-5 25 ekor dan pada TKG-6 sebanyak 29 ekor. Ikan yang fekunditasnya paling tinggi adalah ikan yang berukuran 21 cm, berat 120,1 gr pada TKG-4 dengan jumlah telur 21.573 butir sedangkan ikan yang fekunditasnya paling rendah adalah ikan yang berukuran 17 cm, berat 67,2 gr pada TKG-6 dengan jumlah 1.688 butir.

(11)

KAJIAN REPRODUKSI IKAN LEMURU

(Sardinella lemuru Blk.) BERDASARKAN

PERKEMBANGAN GONAD DAN UKURAN IKAN

DALAM PENENTUAN MUSIM PEMIJAHAN

DI PERAIRAN PANTAI TIMUR PULAU SIBERUT

MUFTI GINANJAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

KAJIAN REPRODUKSI IKAN LEMURU

(Sardinella lemuru Blk.) BERDASARKAN

PERKEMBANGAN GONAD DAN UKURAN IKAN

DALAM PENENTUAN MUSIM PEMIJAHAN

DI PERAIRAN PANTAI TIMUR PULAU SIBERUT

MUFTI GINANJAR

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Jurusan Biologi Reproduksi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

ABSTRAK

MUFTI GINANJAR. Kajian Reproduksi Ikan Lemuru (Sardinella Lemuru Blk.) Berdasarkan Perkembangan Gonad dan Ukuran Ikan dalam Penentuan Musim Pemijahan di Perairan Pantai Timur Pulau Siberut. Dibimbing oleh TUTY L YUSUF dan ODANG CARMAN.

Sardinella lemuru memiliki nilai ekonomis dan prospek pengembangan

yang cukup baik. Pengelolaan sumber daya perikanan lemuru perlu untuk segera dibuat sebagai salah satu antisipasi terhadap meningkatnya interest masyarakat dalam pengolahan ikan lemuru ini. Untuk mendukung adanya aturan pengelolaan perikanan lemuru maka diperlukan data reproduksi ikan lemuru di perairan pantai Pulau Siberut..

Penelitian dilakukan mulai bulan Juni 2004 sampai Mei 2005 di perairan pantai timur Pulau Siberut. Materi penelitian adalah ikan lemuru yang diambil setiap bulannya dengan jumlah minimal 50 ekor. Pengambilan data reproduksi dilakukan dalam dua kelompok pengamatan yaitu pengukuran komposisi ukuran panjang berdasarkan tingkat kematangan gonad bulanan selama satu tahun dan kelompok pengamatan analisa hasil preparat histologi gonad.

Hasil penelitian tentang ukuran ikan diketahui bahwa pada ukuran panjang ikan dibawah 150 mm ikan lemuru belum dewasa secara kelamin. Secara keseluruhan populasi ikan memiliki rata-rata panjang 168±1.43 mm dengan ukuran terkecil 120 mm dan ukuran terbesar 214 mm. Pada ikan betina ukuran panjang rata-rata 172 ± 1.58 mm dan ikan jantan 164 ± 1.20. Nilai GSI tertinggi pada jantan adalah 3,29 dan nilai GSI terendah adalah 0,20 sedangkan ikan betina nilai GSI tertinggi adalah 2,70 dan nilai GSI terendah adalah 0,31. Perbandingan populasi antara jantan dan betina secara keseluruhan adalah 1,12 : 1. Pada ukuran kelas panjang 120-140 mm perbandingannya 0,81: 1, kelas panjang 140 -170 mm perbandingannya 1,9 : 1, dan pada ukuran >170 mm perbandingannya 0,5 : 1. Fekunditas berkisar antara 1.688 – 21.573 butir dengan rata-rata 7.850 telur/betina dengan diameter telur TKG-4 rataannya berkisar antara 0,28 – 0,36 mm dan rataan kedua berkisar antara 0,47 - 0,55 mm sedangkan rata-rata ukuran diameter telur pada keseluruhan gonad adalah 0,46 mm. Pada distribusi diameter telur TKG-6, rataan yang pertama berkisar antara 0,25 – 0,36 mm dan rataan yang kedua berkisar antara 0,48 – 0,57 mm dengan rata-rata pada keseluruhan gonad adalah 0,41 mm. Berdasarkan hasil analisa histologi diketahui bahwa dalam satu gonad tahapan perkembangan kematangan gonad tidak secara bersamaan. Persamaan linier untuk mengetahui hubungan antara fekunditas dan panjang ikan adalah Y = -7.217 + 7.749X dengan nilai koefisien korelasi (r) 0,673.

Pada penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal (1) Pada ikan jantan ukuran pertama kali memijah adalah pada panjang 153 ± 0.73 mm dan pada ikan betina pada panjang 163 ± 0.62mm. Ukuran minimal ikan yang dapat untuk ditangkap adalah pada ukuran 163 mm, (2) Musim pemijahan ikan lemuru di perairan pantai timur Pulau Siberut terjadi antara bulan Juni hingga September dengan puncaknya terjadi pada bulan September, (3) Musim pemijahan ikan lemuru hanya terjadi satu kali dalam setahun dengan periode pemijahan/ovulasi dapat terjadi beberapa kali dalam rentang waktu musim pemijahan tersebut

(14)

KAJIAN REPRODUKSI IKAN LEMURU (SARDINELLA LEMURU BLK.) BERDASARKAN PERKEMBANGAN GONAD DAN UKURAN IKAN DALAM MENENTUKAN MUSIM PEMIJAHAN DI PERAIRAN PANTAI

TIMUR PULAU SIBERUT

(Reproduction study of lemuru(Sardinella lemuru Blk.) based on sexual maturity and fish length to predict spawning season

at east coast of Siberut Island)

Mufti Ginanjar1,Tuty L Yusuf2,Odang Carman3

ABSTRACT

The aim of this research is to evaluate reproductive pattern of Sardine

(Sardinella lemuru Blk.) in east coast of Siberut Island. The study was focused on

observation of reproductive attributes including sexual maturity, fecundity, body length and body weight by collecting =50 samples monthly for one year. A total sampel of 777 fish were caught using gillnet and measured individually before dissecting to analyze sex and gonadal maturity.

Gonadal Somatic Index (GSI) and egg diameter were analyzed according Gaughan et al. (2000) to determine body size at first maturity and spawning season that will be useful as important consideration for management policy of Sardinella in Siberut Island.

Based on the relationship between sexual maturity and body size, Sardinella

lemuru begin to spawn at 163 mm and 153 mm in length for female and male

respectively. Female Lemuru can produce 1.688 – 21.573 egg for each spawning time with average fecundity 7.850 egg.

Sexual maturity status that recorded for one year indicated that spawning season take place between September and October. There is no evidence that lemuru spawn more than one time a year and distribution of egg diameter showed that Sardinella lemuru is partial spawner that spawn more than one time during spawning season.

Key words : Sardinella lemuru, breeding season, fish length, Siberut Island.

PENDAHULUAN

(15)

Masyarakat di Pulau Siberut memanfaatkan ikan lemuru sebagai kebutuhan pangan secara langsung dalam keadaan segar karena di Siberut belum terdapat usaha pengolahan ikan. Lemuru sangat berperan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat karena ketersediaan protein hewani dari ikan yang hidup di sungai kurang berperan dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan karena memiliki biomassa yang kecil.

Suatu rencana pengelolaan perikanan khususnya lemuru saat ini perlu untuk segera dibuat di wilayah perairan pantai Siberut. Hal ini berkaitan dengan potensi dan peluang di masa mendatang dalam pemanfaatan sumber daya perikanan lemuru menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Adanya perencanaan pengelolaan sumber daya perikanan lemuru merupakan inti atau dasar dari lahirnya suatu aturan pengelolaan perikanan yang dapat merupakan suatu peluang untuk meningkatkan kontrol dan tindakan antisipatif terhadap kondisi yang akan dan mungkin terjadi (Elmer, 2001). Salah satu upaya penerapan kebijakan pengelolaan manajemen perikanan adalah dengan melakukan beberapa aturan yang mengikat para nelayan yang dapat dibakukan dalam bentuk peraturan daerah. Atur an tersebut misalnya dalam hal pembatasan jumlah armada tangkap, penggunaan ukuran mata jaring yang digunakan, penggunaan jaring yang selektif dan pengaturan wilayah penangkapan. Data pendukung hasil penelitian yang dapat dijadikan acuan dalam menyusun suatu kebijakan manajemen pengelolaan ikan lemuru adalah dengan mengetahui data biologi reproduksi ikan lemuru dan ketersediaan (stock) ikan lemuru di suatu perairan.

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai reproduksi ikan lemuru di perairan pantai timur Pulau Siberut sebagai suatu upaya dalam mendukung adanya kebijakan pengelolaan perikanan di wilayah ini.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pola reproduksi ikan lemuru yang hidup di perairan pantai timur Pulau Siberut yang meliputi hubungan antara ukuran ikan dengan tingkat kematangan gonad dan hubungan antara fekunditas dengan ukuran ikan yang pada akhirnya akan dapat diketahui terjadinya musim pemijahan dalam satu tahun. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk menyusun rencana kebijakan pengelolaan lemuru di Pulau Siberut.

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah : 1)Tingkat kematangan gonad ikan lemuru berkorelasi positif dengan musim pemijahan. 2) Dewasa kelamin ikan lemuru berkorelasi positif dengan ukuran/bobot ikan. 3)Fekunditas lemuru ditentukan oleh ukuran tubuh ikan

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2004 sampai Mei 2005 di perairan pantai timur Pulau Siberut propinsi Sumatera Barat.

Metode Penelitian

(16)

Pengukuran Komposisi Panjang dengan TKG dalam 1 tahun

Pengambilan data dilakukan dengan pengambilan sampel ikan lemuru satu kali setiap bulannya. Jumlah sampel ikan yang diamati jumlahnya berdasarkan hasil tangkapan yang didapat pada saat pengambilan sampel dengan jumlah minimal 50 ekor tanpa membedakan ukuran ikan.

Data reproduksi yang diamati meliputi:

1. Panjang dan berat, yang diukur adalah fork length (FL) dan berat ikan diukur dengan neraca analitis.

2. Nisbah Kelamin dan Perkembangan Gonad, data diperoleh dengan cara membedah ikan pada bagian perut kemudian dilihat gonadnya apakah testis atau ovarium. Pengamatan tahap perkembangan gonad secara makroskopis berdasarkan pada (Gaughan dkk., 2000)

3. Fekunditas dan diameter telur, pengukuran dilakukan pada gonad yang memiliki tingkat kematangan gonadnya IV–VI. Sampel diawetkan dalam larutan Gibson kemudian telur dihitung denggan menggunakan alat hitung. Untuk pengukuran diameter telur dilakukan dengan mikroskop yang dilengkapi mikrometer dengan jumlah sampel sebanyak 100 butir. Untuk menghitung fekunditas dilakukan dengan menggunakan metode gravimetrik F/f = B/b dimana :

(F) = Fekunditas Total, (f) = jumlah telur dari contoh

(B) = Berat gonad, (b) = berat gonad contoh.

4. Gonadal Somatic Indeks (GSI), dilakukan penimbangan berat gonad dan berat ikan pada seluruh sampel pada ikan jantan dan betina. Nilai GSI dihitung dengan menggunakan rumus:

GSI = berat gonad x 100 / (Berat total – Berat Gonad)

5. Hubungan antara panjang dan fekunditas diukur dianalisa secara regresi mengikuti persamaan : W = aLb dengan menggunakan software SPSS Ver.13.

Perkemba ngan Gametogenesis melalui analisa histologis

Untuk pengamatan tingkat perkembangan gonad secara mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat histologis gonad. Gonad difiltrasi dengan larutan Bouin lalu dilakukan pencucian dengan air dan alkohol mulai 80% sampai 100%. Dilakukan penjernihan dengan xylol dan diinfiltrasi dengan parafinu ntuk embedding. Dilakukan pemotongan dengan mikrotom setebal 6-7 µm lalu dilakukan pewarnaan dengan hematoksilin dan eosin dan dijernihkan dengan xylol. Referensi yang digunakan untuk mengamati preparat histologis adalah menurut Gaughan dkk. (2000).

Analisa Data

(17)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbandingan Komposisi Ukuran Panjang dengan TKG dalam 1 tahun

Lemuru di perairan Selat Mentawai pada ukuran di bawah 140 mm FL berada pada kondisi reproduksi yang belum matang (TKG 1-2). Lemuru mulai mengalami kematangan gonad (di atas TKG 1-2) pada ukuran 140 - 150 mm FL, dan mulai matang gonad pada ukuran 150 mm FL.

0%

Gambar 1. Histogram tingkat kematangan gonad ikan lemuru dengan ukuran kelas panjang (mm FL) pada pengamatan 1 tahun.

Berdasarkan pada data komposisi TKG dan ukuran kelas panjang tersebut di atas maka dapat diperkirakan bahwa pertama kali ikan lemuru di perairan Siberut mulai memijah adalah pada ukuran panjang antara 140 – 160 mm FL. Pada ikan jantan mulai matang gonad (TKG 3) pada ukuran 153 mm dan pada ikan betina pada ukuran 163 mm. Hal yang serupa terjadi juga pada ikan lemuru di perairan Australia dan Bali (Gaughan dkk., 2000) dan (Whitehead,1985).

Struktur Ukuran Panjang

Pada penghitungan distribusi kelas panjang (Gambar. 2) terlihat bahwa ukuran kelas panjang antara 170 – 180 mm mendominasi populasi ikan dengan rata-rata panjang 168 mm. Ukuran terkecil pada kelas panjang 120 – 130 mm yaitu 120 mm dan ukuran terbesar pada kelas panjang 210 – 220 yaitu 214 mm.

0

(18)

Gonadal Somatic Indeks (GSI)

Variasi nilai GSI tiap bulan dalam satu tahun pengamatan sangat bervariasi (Gambar 3), peningkatan nilai GSI yang tinggi pada keseluruhan individu tanpa membedakan kelamin (gabungan) terjadi dimulai pada bulan Juni (1,56) hingga bulan September (2,86). Nilai GSI terendah terjadi antara bulan Oktober (0,39) hingga Desember (0,29).

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan

Nilai GSI

Gambar 3. Grafik nilai GSI ikan lemuru tiap bulan selama satu tahun. (Gabungan nilai keseluruhan sampel jantan dan betina).

Hal yang sama juga terjadi pada nilai GSI setelah dilakukan pemisahan antara jantan dan betina (Gambar 4). Nilai GSI tertinggi pada jantan terjadi pada bulan September (3,29) dan nilai GSI terendah terjadi pada bulan Desember (0,20). Pada betina nilai GSI tertinggi juga terjadi pada bulan September (2,70) dan nilai GSI terendah terjadi antara bulan Desember (0,31).

0

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan

Gambar 4. Grafik perubahan nilai GSI tiap bulan selama 1 tahun

(19)

Perubahan Tingkat Kematangan Gonad Bulanan

Proporsi tingkat kematangan gonad pada tiap individu yang mendekati proses pemijahan terjadi pada bulan yang sama saat nilai GSI yang tinggi. Dimana komposis TKG 3-5 (Pre Spawning) yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan komposis TKG 1-2,9 (No Spawning) terjadi pada kisaran bulan Juni hingga September. Demikian pula sesuai dengan nilai GSI yang rendah, bahwa pada kisaran bulan Oktober – Januari komposisi TKG 1-2,9 (No Spawning) berada pada kisaran yang cukup tinggi dibandingkan dengan bulan yang lainnya.

0%

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan

Persentase

Post Spawning

Pre Spawning

No Spawning

Gambar 5. Histogram proporsi tingkatan gonad pada individu (>140 mm FL) tiap bulan. Pembagian tahapan gonad dibagi menjadi no spawning (TKG 1,2-9), pre spawning (TKG 3-5) dan post spawning (TKG 6-8).

Gambar 6. Histogram rasio kelamin lemuru pada tiap ukuran kelas panjang

(20)

0

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Bulan

Persentase (%)

Betina

Jantan

Gambar 7. Histogram rasio kelamin ikan lemuru berdasarkan waktu (---- = rata- rata rasio betina,--- = rata-rata rasio jantan)

Bila rasio jenis kelamin diklasifikasikan berdasarkan pada waktu/bulan (Gambar 7) maka terlihat bahwa rata-rata jumlah jantan (51,7%) lebih banyak dibandingkan dengan jumlah betina (48,3%). Pada bulan Januari ikan jantan sangat mendominasi (93%) dibandingkan dengan ikan betina. Pada saat terjadinya proses pemijahan di bulan September, terlihat bahwa komposisi rasio betina lebih banyak dibandingkan dengan jantan

Fekunditas dan Diameter Telur

Fekunditas dari seluruh sampel pada TKG 4-6 didapatkan bahwa nilai rata-rata jumlah telur setiap 0,1 gram berat sampel telur adalah 449 butir. Fekunditas total dari ikan lemuru di perairan pantai timur Pulau Siberut berkisar antara 1.688 – 21.573 butir dengan rata-rata fekunditas keseluruhan adalah 7.850 telur/betina. Jumlah sampel keseluruhan pada ikan yang berada pada TKG-4 adalah 20 ekor, pada TKG-5 25 ekor dan pada TKG-6 sebanyak 29 ekor. Ikan yang fekunditasnya paling tinggi adalah ikan yang berukuran 21 cm, berat 120,1 gr pada TKG-4 dengan jumlah telur 21.573 butir sedangkan ikan yang fekunditasnya paling rendah adalah ikan yang berukuran 17 cm, berat 67,2 gr pada TKG-6 dengan jumlah 1.688 butir.

(21)

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

17 20 23 27 30 33 36 40 45 48 51 54 57 62 65 68 72

Diameter Telur (mm) x 10-2

Jumlah Telur (butir)

Gambar 8. Histogram distribusi diameter telur lemuru pada TKG-4. (n =200)

0 5 10 15 20 25

19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 44 48 50 52 54 56 58

Diameter telur (mm) x 10-2

Jumlah Telur (butir)

Gambar 9. Histogram distribusi diameter telur lemuru pada TKG 6 (n = 200)

Hubungan Panjang dengan Fekunditas

(22)

Histologis Gonad

Gambar 10 (Kiri). Histologi ovarium ikan lemuru pada berbagai tahap kematangan. (A). Tahap 1. Ovari belum berkembang (Ep= Early perinuklear stage, Lp= Late perinuklear stage). (B). Tahap 2. (Ey=Early yolk stage, Ly= Late yolk stage). (C) dan (D). Tahap 3 (Pembentukan kuning telur ) dan Tahap 4 (Tahap pematangan akhir dan migrasi inti) (N = Inti sel , Yg=Yolk globules). Tahap 5 (Post ovulatory folicel) (Tanda panah adalah oosit atresia).

Gambar 11 (Kanan). Histologi testis pada berbagai tahap perkembangan. A). Tahap 1 (Immature Stage) ( Sc = Spermatosit, Sd= Spermatid, Sz=Sperma, I= tubulus seminiferus, Tanda panah= Spermatogonium). B). Tahapan Spermatogenesis C) dan D). Tahap pematangan spermatid (I= tubulus seminiferus, Sc dan tanda panah=spermatid)

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Pada penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal:

1. Pada ikan jantan ukuran pertama kali memijah adalah pada panjang 153 mm dan pada ikan betina pada panjang 163 mm.

2. Musim pemijahan ikan lemuru di perairan pantai timur Pulau Siberut terjadi antara bulan Juli hingga September dengan puncaknya terjadi pada bulan September

3. Perbandingan populasi antara jantan dan betina secara keseluruhan adalah 1,12 : 1. Pada ukuran kelas panjang 120-140 mm perbandingannya adalah 0,81: 1, kelas panjang 140 -170 mm perbandingannya adalah 1,9 : 1, dan pada ukuran >170 mm perbandingannya adalah 0,5 : 1.

(23)

Saran

1. Untuk mendukung data biologi dan reproduksi agar dapat dimanfaatkan dalam usaha pengelolaan kebijakan perikanan lemuru maka perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai dinamika populasi ikan lemuru di Selat Mentawai.

2. Diperlukan penelitian lanjutan mengenai larva ikan lemuru dan kondisi lingkungan secara fisik dan biologi untuk mengetahui tempat terjadinya proses pemijahan terjadi di Selat Mentawai

DAFTAR PUSTAKA

Arukwe, Augustine and Anders Goksøyr. 2003. Egg shell and egg yolk proteins in fish:hepatic proteins for the next generation: oogenetic,population,and evolutionary implications of endocrine disruption. Comparative Hepatology

2 : 4.

Billard R. 1992. Reproduction in rainbow trout: sex differentiation, dynamics of gametogenesis, biology and preservation of gametes. J. Aquaculture. 100: 35-42.

Effendy MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor : Yayasan Dewi Sri

Gaughan DJ, Mitchell RWD. 2000. The biology and stock assessment of the tropical sardine, Sardinella lemuru, off the mid-west coast of Western

Australia. Australia. Final Report, FRDC Project 95/037: FISHERIES

RESEARCH REPORT NO. 119.

Martosubroto P. 2001. Report on a workshop to refine the draft management plan

for the Bali Strait sardine (lemuru) fishery. Fishcode management. Roma :

FAO.

Merta IGS. 1992. Dinamika Populasi Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) di

perairan Selat Bali dan Alternatif Pengelolaannya. Disertasi. IPB. Bogor

Merta IGS, Widana K, Yunizal, and R. Basuki. 1999. Status of the lemuru fishery

in Bali Strait, Its development and prospects. In Fish Code Management.

Rome : FAO. 1-40 p.

Murua H, Saborido F. 2003. Female Reproductin Strategi of Marine Fish Species of the North Atlantic. J. Northw. Atl. Fish. Sci, Vol. 33: 23-31

Myers RA, Ottensmeyer CA. 2005. Extinction Risk in Marine Species. In Norse, E.A. and L.B. Crowder, eds. Marine Conservation Biology:The Science of Maintaining the Sea’sBiodiversity. Washington DC (US A): Island Press. Nagahama Y. 1983. The Functional Morphology of Teleost Gonads. In W.S.

Hoar, D.J. Randal, E.M. Donaldson (eds) Fish Physiology, Vol.XIA. Florida: Academic Press.

Swan LD.1997. A Fish Farmer’s Guide to Understanding Water Quality. Aquaculture Extension. Illinois: Indiana Sea Grant Program.

Whitehead PJP. (1985). FAO Species Catalogue Vol 7. Clupeoid fishes of the

world. Part I. FAO Fisheries Synopsis Rome. 125 (7).

(24)

SEMINAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

NAMA : MUFTI GINANJAR

NOMOR POKOK : B025014011

PROGRAM STUDI : BIOLOGI REPRODUKSI

JUDUL : KAJIAN REPRODUKSI IKAN LEMURU

(SARDINELLA LEMURU BLK.) BERDASARKAN

PERKEMBANGAN GONAD DAN UKURAN IKAN DALAM MENENTUKAN MUSIM PEMIJAHAN DI PERAIRAN PANTAI TIMUR PULAU SIBERUT

KOMISI PEMBIMBING : Dr. Drh. Tuty L. Yusuf , M.S Dr. Odang Carman, M.Sc

KELOMPOK/BID.ILMU : HEWAN

HARI/ TANGGAL : SENIN/ 6 MARET 2006

WAKTU : 11.00 – 12.00 WIB

(25)

Halaman

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian... 4

Kegunaan Penelitian... 4

Hipotesis ... 4

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Lemuru ... 5 Karakteristik ikan lemuru... 5 Habitat ikan lemuru ... 7 Usaha Penangkapan ikan lemuru... 8 Ikan lemuru di Siberut ... 10

Perkembangan Gonad ... 12 Perkembangan Testis ... 13 Perkembangan Ovarium... 15

Keadaan Umum P. Siberut ... 19

Parameter Lingkungan... 21 Oksigen ... 21 Suhu ... 23 pH... 24

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian... 26

Bahan dan Alat ... 26

Metode Penelitian... 26 Pengukuran Komposisi Panjang dengan TKG selama 1 tahun ... 26 Perkembangan Gametogenesis melalui Analisa Histologi ... 29

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Ukuran Panjang dengan TKG selama 1 tahun ... 30

Gonadal Somatic Indeks (GSI) ... 32

Struktur Ukuran Kelas Panjang ... 34

Perubahan Bulanan Tingkat Kematangan Gonad ... 37

Rasio Jenis Kelamin ... 38

Fekunditas dan Diameter Telur ... 40

Histologi Gonad ... 42

Hubungan Panjang dan Berat ... 44

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan... 45

Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(27)

Halaman

1 Data morfologi dan morfometri ikan lemuru di P. Siberut ... 6

2 Beberapa strategi reproduksi pada ikan laut ... 17

(28)

Halaman

1 Sardinella lemuru yang tertangkap di P.Siberut ... 5

2 Penyebaran ikan lemuru di dunia... 7

3 Jenis lain ikan tamban di P. Siberut ... 11

4 Histogram tingkat kematangan gonad ikan lemuru pada tiap ukuran

kelas panj ang pada pengamatan selama 1 tahun ... 30

5 Grafik nilai GSI ikan lemuru tiap bulan selama 1 tahun (Gabungan

nilai keseluruhan sampel jantan dan betina ) ... 33

6 Grafik nilai GSI lemuru jantan dan betina selama 1 tahun ... 33

7 Distribusi sebaran uk uran kelas panjang ikan lemuru ... 35

8 Distribusi kelas panjang ikan lemuru berdasarkan waktu/bulan... 36

9 Histogram proporsi tingkatan kematangan gonad tiap bulan ... 37

10 Histogram rasio kelamin lemuru pada tiap ukuran kelas panjang ... 39

11 Histogram rasio kelamin ikan lemuru berdasarkan waktu... 39

12 Histogram distribusi diameter telur lemuru pada TKG-4 ... 41

13 Histogram distribusi diameter telur lemuru pada TKG-6 ... 41

14 Pemotongan melintang testis ikan lemuru pada berbagai tahapan

perkembangan ... 43

15 Pemotongan melintang ovarium ikan lemuru pada berbagai tahap

(29)

Halaman

1 Ukuran pertama kali ikan lemuru jantan memijah di P.Siberut ... 50

2 Ukuran pertama kali ikan lemuru betina memijah di P.Siberut ... 51

3 Nilai Gonadal Somatic Indeks (GSI) bulanan ikan lemuru ... 52

4 Data parameter pengukuran sampel bulanan ikan lemuru... 53

5 Fekunditas ikan lemuru TKG 4-6 selama satu tahun... 52

(30)

Latar Belakang

Ikan tamban (Sardinella lemuru Bleeker 1853) atau lebih dikenal dengan

nama lemuru merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang terdapat di perairan

Indonesia. Ikan ini tersebar mulai dari perairan Laut Cina Selatan, perairan pantai

selatan Jawa Timur dan Bali juga tersebar sampai wilayah Indo-Pasifik, barat

daya Australia dan barat daya Laut Pasifik (Laut Jawa sampai bagian utara

Filipina, Hongkong, Taiwan dan Jepang). Awalnya nama lemuru mewakili

beberapa jenis ikan yaitu Sardinella longiceps, Sardinella aurita, Sardinella

leiogaster dan Sardinella clupeoides, kemudian berdasarkan (Whitehead, 1985)

selanjutnya nama ilmiah untuk lemuru hanya untuk satu spesies yaitu Sardinella

lemuru yang dalam bahasa Inggris lebih dikenal dengan nama Bali Sardinella.

Lemuru termasuk ikan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup

menguntungkan. Biasanya hasil tangkapan ikan lemuru dikonsumsi dalam

keadaan segar atau dimanfaatkan sebagai bahan baku olahan dalam bentuk

pengalengan, pengeringan, pemindangan dan tepung ikan yang disesuaikan

dengan kualitas dari ikan hasil tangkapan. Ikan yang memiliki kualitas terbaik

dijadikan produk pengalengan sedangkan ikan yang kualitasnya kurang baik

dijadikan tepung ikan untuk bahan pakan ternak. Salah satu produk dari ikan

lemuru yang potensial untuk dikembangkan dan memiliki nilai ekonomi tinggi di

pasaran internasional adalah minyak ikan lemuru. Minyak ikan memiliki

kandungan Omega-3 (O-3) yang tinggi yang dapat digunakan dalam dunia

pengobatan sebagai pencegahan dari penyakit jantung. Selain itu ikan lemuru juga

digunakan sebagai umpan dalam usaha perikanan long line untuk menangkap ikan

tuna (Merta, 1992).

Masyarakat di Pulau Siberut memanfaatkan ikan lemuru sebagai kebutuhan

pangan secara langsung dalam keadaan segar karena di Siberut belum terdapat

usaha pengolahan ikan. Pusat penjualan ikan ini terdapat di Muara Siberut yang

merupakan kota kecamatan di wilayah Siberut Selatan. Bagi sebagian besar

masyarakat Siberut, lemuru sangat berperan penting dalam memenuhi kebutuhan

(31)

pantai. Selain dari harganya yang cukup terjangkau dibandingkan dengan jenis

ikan laut lainnya juga disebabkan karena ketersediaan protein hewani dari ikan

yang hidup di sungai kurang berperan dan tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat karena memiliki biomassa yang kecil (Hartoto dan

Mulyana, 1997).

Suatu rencana pengelolaan perikanan khususnya lemuru saat ini perlu

untuk segera dibuat di wilayah perairan pantai Siberut. Hal ini berkaitan dengan

potensi dan peluang di masa mendatang bila melihat mulai meningkatnya interest

lokal, nasional dan internasional dalam pemanfaatan sumber daya perikanan

lemuru menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, terutama bila

diolah menjadi produk minyak ikan. Adanya perencanaan pengelolaan sumber

daya perikanan lemuru merupakan inti atau dasar dari lahirnya suatu aturan

pengelolaan perikanan yang dapat merupakan suatu peluang untuk meningkatkan

kontrol dan tindakan antisipatif terhadap kondisi yang akan dan mungkin terjadi

(Elmer, 2001). Proses perencanaan dan pembuatan aturan pengelolaan sumber

daya perikanan lemuru harus melibatkan banyak pihak yang terkait. Hal ini

berkaitan dengan karakteristik sumber daya perikanan yang khas dan berbeda

dengan sumber daya lainnya. Sumber daya perikanan selama masih dalam air

tidak dimiliki oleh siapapun, selalu bergerak dan berpindah dari satu tempat ke

tempat lainnya, memiliki interaksi yang kuat antar spesies dan kondisi perairan

yang tidak statis (Martosubroto, 2001).

Kegiatan penangkapan sumber daya perikanan yang besar-besaran dapat

menyebabkan terjadinya lebih tangkap (overfishing). Ada dua pengertian lebih

tangkap yaitu lebih tangkap pertumbuhan (growth overfishing) dan lebih tangkap

rekruitmen (recruitmen overfishing). Lebih tangkap pertumbuhan terjadi bila ikan

kecil/muda ditangkap sebelum mencapai ukuran yang bisa untuk dilakukan

penangkapan yang dapat menyebabkan berkurangnya induk ikan yang melakukan

pemijahan, sedangkan lebih tangkap rekruitmen terjadi bila ikan dewasa yang

akan memijah tertangkap sehingga menyebabkan tidak cukupnya induk-induk

ikan untuk menghasilkan ikan- ikan yang muda (Froese, 2004). Salah satu bentuk

dari penerapan kebijakan pengelolaan perikanan adalah dengan melakukan

(32)

peraturan daerah. Aturan tersebut mengatur dalam hal pembatasan jumlah armada

tangkap, penggunaan ukuran mata jaring yang digunakan, penggunaan jaring yang

selektif, pengaturan wilayah dan waktu penangkapan serta penerapan selektivitas

pasar (Effendy, 1979, Myers dan Ottensmeyer, 2005).

Di dalam proses perencanaan pengelo laan perikanan lemuru maka

sebelumnya perlu diketahui beberapa data pendukung yang meliputi data biologi

ikan lemuru, data keadaan sosial masyarakat di sekitar perairan (jumlah nelayan,

jumlah kapal dan usaha pengolahan ikan) serta mekanisme kontrol dan

pengawasan dalam pelaksanaan aturan pengelolaan tersebut. Untuk mengetahui

data biologi ikan lemuru maka sebelumnya perlu untuk dilakukan penelitian dan

pengkajian mengenai ikan lemuru ini. Data penunjang hasil penelitian yang dapat

dijadikan acuan dalam menyusun suatu kebijakan manajemen pengelolaan ikan

lemuru adalah dengan mengetahui data biologi reproduksi ikan lemuru dan

ketersediaan (stock) populasi ikan lemuru di suatu perairan. Dari data tersebut

maka dapat diketahui waktu/musim ikan tersebut bereproduksi, rasio antara jantan

dan betina saat melakukan pemijahan, panjang dan berat ikan saat mencapai

tingkat kematangan gonad dan pada ukuran berapa ikan lemuru terkecil yang

boleh ditangkap untuk menjamin pemanfaatan yang lestari. Data pendukung

lainnya yang berkaitan dengan pola reproduksi ikan lemuru adalah aspek

lingkungan perairan (suhu, oksigen terlarut, pH dan salinitas). Hal ini berkaitan

dengan pola reproduksi ikan lemuru yang dipengaruhi oleh faktor internal

(hormon) dan faktor eksternal (sinyal lingkungan). Pola reproduksi adalah

aktivitas yang berkaitan dengan fungsi perkembangbiakan ikan termasuk proses

pematangan gonad, migrasi dan pembuatan sarang (Nagahama, 1983), dimana

berdasarkan pola reproduksi tersebut proses pemijahan hanya akan terjadi pada

kondisi lingkungan perairan yang baik/sesuai untuk dilakukannya proses

reproduksi.

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai

reproduksi ikan lemuru dan analisa faktor lingkungan di perairan pantai timur

Pulau Siberut sebagai suatu upaya dalam mendukung adanya kebijakan

(33)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk me mpelajari pola reproduksi ikan lemuru

yang hidup di perairan pantai timur Pulau Siberut yang meliputi:

1. hubungan antara tingkat kematangan gonad dengan waktu pemijahan.

2. hubungan antara tingkat kematangan gonad dengan ukuran/bobot ikan.

3. hubungan antara panjang dan berat dengan fekunditas.

4. waktu pemijahan ikan lemuru dalam 1 tahun.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dapat menjadi acuan menyusun rencana kebijakan

pengelolaan lemuru di Pulau Siberut, dengan diketahuinya musim pemijahan,

ukuran pertama kali memijah, dan pola pemijahannya sehingga pemanfaatan

sumber daya perikanan ikan lemuru akan selalu lestari.

Hipotesis

Hal yang dapat dijadikan hipotesis pada penelitian ini antara lain:

1. Dominasi tingkat kematangan gonad pada populasi ikan lemuru di Pulau

Siberut memiliki korelasi positif dengan musim pemijahan.

2. Dewasa kelamin ikan lemuru di Pulau Siberut memiliki korelasi positif

dengan ukuran/bobot ikan.

(34)

Ikan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker , 1853) Karakteristik Ikan Lemuru

Menurut Whitehead (1985), sistematika ikan lemuru adalah:

Famili : Clupeidae

Sub.famili : Clupeinae

Genus : Sardinella

Sub.Genus : Sardinella

Spesies : Sardinella lemuru

Gambar 1. Sardinella lemuru yang tertangkap di pantai timur Pulau Siberut

Sebelumnya terdapat perbedaan sistematika dari ikan lemuru terutama pada

lemuru yang terdapat di Selat Bali. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa

lemuru yang tertangkap di selat tersebut adalah Sardinella longiceps dan

penelitian lainnya menyebut nya sebagai Sardinella lemuru. Hal ini terjadi karena

adanya kemiripan antara dua spesies tersebut. Berdasarkan hasil identifikasi FAO

(Whitehead, 1985) maka ditetapkan bahwa lemuru yang terdapat di Selat Bali dan

di wilayah Indonesia termasuk pada Sardinella lemuru Bleeker 1853 (Gaughan

dkk., 2000). Lemuru memiliki nama yang berbeda di tiap negara yaitu Bali

Sardinella (Inggris), Hwang Tseih (Hong Kong), Hwang Sha-tin (Taiwan).

Sardinella lemuru memiliki bentuk badan yang memanjang dengan bentuk

perut yang membundar. Panjang kepala 25-29% dari panjang baku, dengan tinggi

badan sekitar 27-31%, dan panjang baku maksimum 23 cm. Jari-jari sirip

punggung berjumlah 14; jari-jari sirip anal 13-15; jari- jari sirip dada 16; jari- jari

(35)

tulang belakang 47-48. Pada bagian dalam insang ada bintik keemasan yang

berlanjut dengan warna keemasan pada bagian gurat sisinya disertai adanya bintik

hitam di bagian tutup insang.

Di Laut Hindia bagian timur dan Pasifik bagian barat, lemuru mudah

dibedakan dari semua Clupeid lainnya dengan melihat jumlah jari- jari sirip

pectoral, dan sirip pelvicnya. Hal yang membedakan Sardinella lemuru dengan S.

longicep adalah bagian kepala yang lebih pendek (26 sampai 29% dari panjang

standar; S. longicep 29-35%) dan memiliki selaput insang yang lebih sedikit (77

sampai 188 pada ikan ukuran 6,5 sampai 22 cm; pada S. longiceps 150-253 pada

ukuran 8 – 15.5 cm. Badan S. lemuru berwarna keperakan dengan biru gelap pada

bagian belakang (posterior); tidak terdapat bercak gelap pada dasar sirip

punggung dan pinggiran tepi sirip ekor berwarna gelap (Whitehead,1985).

Tabel 1. Data morfologi dan morfometrik ikan lemuru (Sardinella lemuru Blk.) di perairan pantai timur Pulau Siberut.

Morfologi

- Tipe mulut terminal

- Ekor homocercal

Morphometrik :

- SL : 16,1 cm - Panjang sirip pelvic : 1,4 cm

- BDP : 3,7 cm - Sirip dorsal terpanjang : 2,7 cm

- CPL : 1,6 cm - Panjang kepala : 4,2 cm

- CPD : 1,3 cm - Lebar kepala : 1,7 cm

- Panjang sebelum sirip dorsal : 8,2 cm - Panjang snout : 1,4 cm

- Panjang basis sirip dorsal : 2 cm - Lebar suborbital : 1,1 cm

- Panjang basis sirip ekor : 1,5 cm - Orbit - sudut preoperculum : 1,3 cm

- Tinggi sirip dorsal : 1 cm - Diameter mata : 1 cm

- Tinggi sirip ekor : 3,5 cm - Panjang maxilla : 1,2 cm

- Panjang sirip dada : 2,8 cm - Lebar bawah kepala : 1,5 cm

Meristik :

(36)

Karakter morfologi dan morfometri ikan Sardinella yang tertangkap di

Pulau Siberut (Tabel 1.) memiliki mulut yang letaknya tepat ada di bagian depan

kepala (terminal) dengan cabang sirip ekor yang sama bentuk dan panjang

(homocercal). Panjang kepala dan lebar badan sekitar 25-30% dari panjang

seluruh tubuhnya. Jumlah linear lateralis adalah 46 yang letaknya ada diantara

sisik keempat dari bagian atas tubuh dan sisik ketiga dari bagian bawah tubuh

ikan. Jumlah jari sirip punggung berjumlah 18, jari sirip perut 24 dan

jari-jari sirip dada berjumlah 18.

Habitat Ikan Lemuru

Penyebaran ikan lemuru di dunia banyak terdapat di sekitar Asia Tenggara,

Asia Timur dan Australia Bagian Barat. Di wilayah Samudera Hindia bagian

Timur di sekitar daerah Thailand, Jawa Timur dan Bali dan perairan Australia

Barat dan di Samudera Pasifik berdapat di daerah utara Jawa sampai Filipina,

Hongkong, Taiwan sampai Selatan Jepang (Gambar 2.).

Gambar 2. Penyebaran lemuru di dunia ( warna merah (Sardinella lemuru), merah muda (Non S. Lemuru).

Ikan lemuru hidup di sekitar perairan pantai sehingga relatif toleran terhadap

salinitas yang rendah (200/00). Ikan lemuru termasuk pada kelompok ikan pelagis

kecil dan biasanya melakukan migrasi dan bergerombol serta memakan

phytoplankton dan zooplankton (copepoda). Pembentukan kelompok/bergerombol

(schooling) yang besar pada ikan lemuru biasanya pada ukuran ikan yang sama

(37)

lemuru untuk menghindari predator, mencari lingkungan yang sesuai dan karena

adanya ketersediaan/kelimpahan pakan.

Pada siang hari, kelompok ikan ini dekat dasar perairan sementara ketika

malam hari kelompok ikan ini bergerak mendekati permukaan air dengan

kelompok-kelompok yang terpisah. Terkadang saat siang hari ketika cuaca

mendung ikan ini muncul pula berkelompok di dekat permukaan air. Penangkapan

ikan ini biasanya dilakukan pada saat malam hari ketika mendekati permukaan air

dibantu dengan cahaya lampu. Jumlah yang besar banyak terdapat di perairan

pantai terutama di Selat Bali saat terjadi upwelling di waktu tertentu, banyak

ditemukan di perairan teluk dan laguna (Merta dkk., 1999).

Pemijahan lemuru terjadi di perairan pantai ketika salinitas rendah pada

awal musim penghujan walaupun tempat yang pasti terjadinya pemijahan belum

dapat diketahui. Tipe pemijahan ikan lemuru termasuk pada tipe pemijahan ikan

yang tidak menjaga telurnya (non guard parental) dan eksternal spawning dimana

proses pemijahan terjadi di luar tubuh induknya secara berkelompok. Pada tipe

ikan yang melakukan eksternal spawning biasanya memiliki jumlah telur yang

banyak yang berkaitan dengan strategi dalam menjaga kelangsungan hidup

keturunannya.

Usaha Penangkapan Lemuru

Penangkapan ikan lemuru di Indonesia semakin lama semakin meningkat

dari tahun ke tahun. Berdasarkan pada data FAO (www. FAO.org), pada tahun

1983 jumlah penangkapan ikan lemuru hanya mencapai 59.980 ton kemudian

pada tahun 1999 jumlah penangkapan meningkat mencapai 161.470 ton.

Peningkatan usaha penangkapan lemuru meningkat sebanding dengan

peningkatan usaha pengolahan lemuru dan penggunaan alat tangkap yang

digunakan. Sebagai contoh di Selat Bali dimana saat penggunaan dan

berkembangnya alat tangkap purse seine pada tahun 1974 secara jelas

memperlihatkan adanya usaha penangkapan yang sangat cepat dan diikuti oleh

perkembangan usaha pengalengan ikan dan pembuatan tepung ikan sebagai bahan

pakan. Peningkatan usaha penangkapan ikan yang cepat ternyata mempengaruhi

(38)

menyebabkan di Selat Bali status perikanan lemuru dalam keadaan ya ng lebih

tangkap (overfishing) berdasarkan pada beberapa model yang telah dikembangkan

(Merta, 1999).

Overfishing terjadi bila satu spesies ikan tertangkap lebih cepat

dibandingkan ikan tersebut dapat melakukan pertumbuhan dan reproduksi. Ada

beberapa jenis overfishing yaitu growth overfishing, recruit overfishing, economic

overfishing, ecosystem overfishing dan malthusian overfishing. Growth

overfishing adalah suatu keadaan dimana ikan ditangkap sebelum mencapai tahap

perkembangan untuk mencapai dewasa. Biasanya terjadi pada ikan yang berumur

panjang dan lambat dalam mencapai matang gonad sedangkan recruitment

overfishing terjadi bila usaha penangkapan yang dilakukan menurunkan jumlah

ikan dewasa (breeding stock) yang dapat menghasilkan larva dan ikan baru

biasanya terjadi pada ikan pelagis yang berukuran kecil dan mengalami

kematangan gonad lebih cepat seperti ikan sarden dan teri. Jenis overfishing yang

lain adalah yang berkaitan dengan nilai ekonomi dari usaha penangkapan yaitu

economic overfishing, yang dapat terjadi bila biaya yang dikeluarkan pada setiap

unit penangkapan melebihi nilai ekonomi dari jumlah ikan yang didapat. Pada

overfishing ecosystem terjadi berkaitan dengan hubungannya antara satu spesies

ikan dengan spesies lain dalam ekosistem secara keseluruhan. Dimana perubahan

komposisi dari satu populasi jenis ikan tertentu akan menyebabkan berubahnya

komposisi spesies lainnya dalam suatu ekosistem secara keseluruhan, karena

berkaitan dengan pola rantai makanan yang terjadi dalam ekosistem tersebut

sedangkan malthusian overfishing biasa terjadi pada suatu daerah dengan jumlah

nelayan dan usaha penangkapan yang tinggi tetapi tidak ada cukup ikan yang

dapat ditangkap. Hal ini mengakibatkan penangkapan ikan dilakukan dengan cara

yang illegal (bom, penggunaan potas atau listrik). Biasanya terjadi pada daerah

yang populasi penduduknya padat, semakin meningkat populasi manusia maka

usaha penangkapan dilakukan lebih tinggi intensitasnya (Fisheries Component,

2001).

Untuk menanggulangi dan mengurangi dampak terjadinya overfishing maka

ada beberapa langkah yang dapat dilakukan. Langkah- langkah tersebut adalah

(39)

perikanan dan mengkombinasikan antara kebijakan pasar dengan pengelolaan

perikanan yang berkelanjutan. Penurunan aktivitas usaha penangkapan dilakukan

ketika akan melakukan rehabilitasi stok ikan tertentu yang telah mengalami

overfishing di suatu perairan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan jumlah ikan

yang dewasa sehingga meningkatkan populasi/stok ikan di suatu perairan dan

mengembalikannya pada kondisi yang normal/seimbang. Pembuatan aturan

pengelolaan usaha perikanan dilakukan dengan tujuan untuk membangun kembali

populasi ikan yang overfishing sekaligus memperbaiki kondis i lingkungan

perairan habitat tempat ikan itu hidup. Aturan yang dapat diterapkan misalnya

dengan melakukan penutupan daerah penangkapan ikan dan selektivitas alat

tangkap. Penggunaan alat tangkap yang selektif adalah dengan menggunakan alat

tangkap yang dapat menangkap ikan pada ukuran yang lebih besar sehingga

meningkatkan nilai keberlanjutan populasi ikan. Selektivitas alat tangkap dapat

dilakukan dengan meningkatkan ukuran mata jaring, dan penerapan alat yang

memungkinkan keluarnya ikan kecil yang tertangkap oleh jaring. Penutupan

daerah penangkapan dilakukan berkaitan dengan dibatasinya usaha penangkapan

di suatu daerah atau wilayah tempat terjadinya pemijahan ikan di suatu daerah. Ini

dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada ikan dewasa dalam melakukan

pemijahan dan memberikan kesempatan hidup kepada ikan yang kecil sehingga

rekruitmen terhadap populasi ikan akan bertambah. Hal lain yang dapat dilakukan

untuk mengurangi dampak dari overfishing adalah dengan mengkombinasikan

antara kebijakan pasar dengan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Dimana

kontrol/penerimaan pasar terhadap usaha perdagangan ikan hanya dilakukan

berdasarkan pada ukuran/jenis ikan tertentu yang sesuai dengan ukuran minimal

ikan yang dapat menjamin populasi ikan pada kondisi yang berkelanjutan

(Wallace dan Fletcher, 1996).

Ikan Lemuru di Siberut

Saat ini potensi perikanan secara umum di perairan pantai Pulau Siberut

masih baik, nelayan masih mudah untuk mendapatkan ikan hanya dengan

menggunakan peralatan tradisional. Masyarakat di Pulau Siberut menyebut ikan

(40)

masyarakat Siberut yaitu tamban duyung (Gambar 1.), tamban keru dan tamban

bakau (Gambar 3.). Tamban duyung terdapat di perairan pantai yang agak dalam,

tamban bakau terdapat di sekitar hutan bakau di tepi pantai dan tamban keru

ditangkap di sekitar muara sungai. Tamban bakau dan keru ditangkap oleh

nelayan setempat pada sore hari atau pagi hari dengan menggunakan jaring

insang. Ikan tamban duyung memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan

dengan tamban keru dan tamban bakau. Selain karena ukurannya relatif lebih

besar juga rasanya lebih enak, tetapi untuk nelayan pemancing biasanya

menggunakan umpan tamban keru atau tamban bakau dibandingkan dengan

tamban duyung karena dagingnya relatif lebih tahan di dalam air.

Nelayan di perairan pantai Siberut biasanya menangkap ikan tamban

duyung (Sardinella lemuru) saat malam hari dengan mempergunakan jala insang

(Gill Net) yang dihanyutkan atau dengan mempergunakan perahu bagan yang

menggunakan jaring angkat (Lift Net) yang dibantu dengan cahaya lampu.

Nelayan yang mempergunakan jaring insang untuk menangkap ikan lemuru

biasanya me nggunakan sampan dengan mesin di bawah 15 PK atau dayung dan

dioperasionalkan tidak lebih dari 2 orang. Daerah penangkapan nelayan ini hanya

terbatas di sekitar pantai. Biasanya nelayan ini mencari gerombolan ikan yang

kemudian menghanyutkan/memasang jaringnya memutari kelompok ikan ini

Gambar 3. Jenis lain ikan tamban (keru dan bakau) yang tertangkap oleh nelayan di P. Siberut

Nelayan yang menggunakan perahu bagan memiliki kapasitas kapal yang

(41)

tamban biasanya digunakan cahaya lampu neon untuk menarik ikan- ikan

berkumpul, setelah ikan terkumpul lampu bagan mulai dimatikan satu persatu

hingga kelompok ikan mengumpul tepat dibawah jaring, kemudian jaring

diangkat ketika jumlah ikan yang mengumpul cukup banyak. Perahu bagan daerah

tangkapannya lebih luas jauh dari pantai dan hanya menetap di satu tempat.

Aktivitas penangkapan ikan oleh kebanyakan nelayan di Siberut biasanya

dilakukan di mulut Teluk Saibi Sarabua yang menghadap ke perairan laut bebas.

Di wilayah ini terdapat satu pulau yang cukup besar yang dinamakan Pulau Bugei

yang memiliki gugusan terumbu karang dan rumput laut serta lamun.

Penangkapan ikan biasanya dilakukan pada malam hari saat matahari mulai

terbenam sampai pagi hari atau dilanjutkan sampai tengah hari, tetapi tergantung

pada keadaan bulan saat itu atau kemunculan kelompok ikan. Nelayan tidak

secara khusus melaut untuk mendapatkan ikan tamban karena tergantung pada

musim dan kemunculan kelompok ikan ini.

Perkembangan Gonad

Perkembangan gonad ikan sangat berkaitan erat dengan pertumbuhan ikan

sehingga faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan juga

berpengaruh pada perkembangan gonad. Ada dua tahapan perkembangan gonad

yaitu tahap perkembangan gonad ikan menjadi dewasa kelamin (sexually mature)

dan tahapan pematangan gamet (gamet maturation). Pada hewan vertebrata

termasuk ikan, saat terjadinya kematangan gonad adalah merupakan periode

dimana ikan yang muda memiliki kemampuan untuk melakukan reproduksi. Hal

ini terjadi dengan teraktivasinya axis hipotalamus- pituitary- gonad (Amer dkk.,

2001).

Mekanisme pengaturan hormon dalam tahapan gametogenesis pada ikan

diatur oleh hormon Pituitary Gonadotropin (GtH) dan steroid hormon dari gonad.

Kedua hormon tersebut mengatur proses perkembangan gonad dan proses

pematangan gonad. Mekanisme kerja dari hormon tersebut diatur/dipicu oleh

keadaan lingkungan (suhu, cahaya matahari) yang memberikan sinyal lingkungan

kepada sistem syaraf untuk memulai proses pematangan dari gonad. Adanya

(42)

gonadotropin releasing hormon (GnRH) yang dapat menstimulasi keluarnya

hormon Pituitary Gonadotropin (GtH). Pada ikan struktur dari GtH ada dua

bentuk yaitu GtH I dan GtH 2 dimana memiliki kesamaan struktur dengan FSH

(Folikel Stimulating Hormon) dan LH (Luteinising Hormon) pada mamalia.

Hormon GtH I berperan dalam proses spermatogenesis dan vitelogenesis pada

ikan sedangkan GtH II berperan dalam proses pematangan oosit/spermatid dan

proses ovulasi (Collins dkk., 2001).

Pada saat proses perkembangan dan pematangan gonad ikan maka sebagian

besar energi pertumbuhan akan dialihkan dari perkembangan sel somatis menjadi

pertumbuhan sel gamet. Sehingga pada saat ikan sudah matang gonad bobot

gonad pada ikan betina beratnya dapat mencapai 10-25% dari berat tubuhnya

sedangkan pada ikan jantan antara 5-10% dari berat tubuhnya (Effendi, 1979).

Secara kuantitatif tingkat perkembangan gonad ini dapat dihitung dengan

mengunakan Gonadal Somatic Index (GSI). Semakin tinggi perkembangan gonad

maka perbandingan antara berat tubuh dan gonad semakin besar yang

diperlihatkan dengan nilai GSI yang besar, semakin besar nilai GSI maka dapat

dijadikan indikator semakin dekatnya waktu pemijahan.

Pengaturan sex kelamin pada hewan mama lia dan sebagian besar ikan

ditentukan oleh faktor genetik. Adanya kromosom Y merupakan faktor penyebab

berkembangnya testis, bila tidak ada kromosom Y maka gonad akan berkembang

menjadi ovarium. Sperma secara umum merupakan sel heterozigotik (XY) yang

merupakan pasangan genotip yang berbeda sedangkan telur merupakan sel

homozigotik (XX). Kromosom yang menentukan dalam pembentukan sex dari

keturunan yang dihasilkan ditentukan oleh kromosom dari sperma (Y). Bila

kromosom- X dari sperma yang bertemu dengan kromosom-X dari telur maka

keturunan yang dihasilkan adalah betina, bila yang bertemu adalah kromosom-Y

maka keturunannya adalah jantan (Viveiros dkk., 2001).

Perkembangan Testis

Testis adalah organ tempat terjadinya proses produksi spermatozoa. Pada

ikan golongan teleost, testis terdiri dari sepasang organ yang terletak pada bagian

(43)

Pada induk jantan yang matang anterior testisnya berisi ¾ volume dari sperma.

Pada bagian belakang dari masing- masing testis terbentuk saluran sperma yang

menuju bagian genital papila. Testis terdiri dari seminiferous tubules dan aliran

darah. Pada Teleost ada dua tipe dasar struktur testis yaitu tipe lobular dan tipe

tubular (Nagahama,1983).

Testis terdiri dari banyak lobul yang saling terpisah oleh jaringan

penghubung. Pada tiap lobul diselimuti oleh tunica albuginea dengan lapisan otot

yang halus. Leydig sel tersebar pada lapisan tubulus seminiferus yang merupakan

sel yang memproduksi hormon androgen yang merangsang pertumbuhan karakter

seksual sekunder dan melepaskan spermatozoa pada saat musim pemijahan. Sel

sertoli terletak antara sel spermatogenik dalam tubulus seminiferus yang

merupakan suplai nutrien bagi sperma..

Perkembangan sel dalam testis tidak mengalami perubahan yang berarti,

saat terjadi proses spematogenesis tidak memperlihatkan perubahan yang nyata

dibandingkan pada proses oogenesis di ovarium. Saat spematogenesis sel dalam

testis hanya mengalami perubahan dari bentuk dari sel spermatogonia menjadi

spermatozoa. Peningkatan volume terjadi di dalam testis saat proses pematangan

sel yang berhubungan dengan tubulus seminiferus yang berisi spermatozoa yang

densitasnya meningkat dan biasanya terjadi saat mendekati musim pemijahan.

Spermatogenesis terbagi menjadi dua tahapan proses yaitu

spermatositogenesis dan spermiogenesis. Proses ini terjadi di sepanjang tubulus

dengan berbagai macam tahapan perkembangan. Spermatogenesis terjadi di

lobular atau tubular dalam kista yang berisi sel primer spermatogonia. Kista

tersebut dibentuk oleh sel somatik sertoli yang menempel pada sel primer

spermatogonia. Ketika proses spermatogenesis berkembang, kista membesar dan

akhirnya luluh melepaskan sperma pada lobular lumen dan bergerak ke kantung

sperma. Tahap yang berbeda pada proses spermatogenesis ditentukan dari

karakter struktural dari germ cell dan keadaan inti selnya. Spermatogonia primer

melakukan pembelahan mitosis untuk membentuk spermatogonia sekunder yang

berbentuk sel kista. Spermatogonia sekunder kemudian membentuk spermatosit

primer yang kemudian melakukan pembelahan miosis I untuk membentuk

(44)

Spermatid yang terbentuk dari spermatosit sekunder melalui pembelahan miosis II

kemudian berkembang menjadi spermatozoa melalui proses spermiogenesis. Saat

proses spermiogenesis ini tidak terjadi pembelahan sel hanya terjadi perubahan

struktur sperma sehingga menjadi bagian kepala, leher dan ekor. Pada akhir

spermiogenesis, sel kista luluh dan melepaskan spermatozoa pada lumen lobul

dalam testis (Billard, 1992).

Proses spermatogenesis diatur oleh hormon gonadotropin dan hormon testis

(androgen). Gonadotropin menstimulasi pembentukan androgen oleh Leydig sel

dan kemudian mengkontrol proses spermatogenesis dan spermiasi. Pada

kebanyakan spesies teleost jenis steroid androgennya adalah 11-ketotestosterone,

saat spermatogene sis jumlah hormon androgen ini meningkat sampai pada tahap

akhir proses spermatogenesis dan proses pemijahan (Amer dkk., 2001). Di dalam

testis dan salurannya (seminal vesicle) juga terdapat jenis hormon steroid lain

yang dapat membantu proses pemijahan terjadi yaitu jenis hormon steroid

glucuronides. Hormon ini berperan sebagai sex pheromon yang dapat

menstimulasi perkembangan ovarium pada ikan betina, meningkatkan

responsifitas pemijahan dan membantu terjadinya ovulasi saat terjadinya

pemijahan (Viveiros dkk., 2001)

Perkembangan Ovarium

Pada ikan dewasa, ovarium secara umum berjumlah sepasang yang

menempel pada rongga tubuh (body cavity). Oosit yang berkembang terletak di

tengah dalam lapisan folikel yang dilindungi oleh suatu lapisan sel yang

memproduksi steroid. Lapisan folikel terdiri dari lapisan dalam yaitu lapisan

granulose dan lapisan luar yang disebut dengan sel theca. Lapisan theca dan sel

granulose dipisahkan oleh membran sel. Di antara lapisan luar oosit dan sel

granulose dipisahkan oleh lapisan yang disebut dengan zona radiata atau lapisan

telur. Selama perkembangan telur, lapisan protein zona radiata dihasilkan dari

plasma darah dan disimpan pada lapisan ini. Saat yang sama maka oosit diisi oleh

protein kuning telur (lipovitellin, phosvitin) yang diturunkan dari vitelogenin

(Vtg). Kedua protein telur yaitu protein zona radiata dan protein vitelogenin

Gambar

Tabel 1. Data morfologi dan morfometrik ikan lemuru (Sardinella lemuru Blk.)   di perairan pantai timur Pulau Siberut
Tabel 2.  Beberapa strategi reproduksi pada spesies ikan laut ( Murua dan
Tabel 3.  Parameter kualitas air di perairan P. Siberut (Puslit Bung Hatta (1999)
Gambar 6.   Grafik perubahan nilai GSI pada ikan lemuru jantan dan betina setiap bulan selama 1 tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adalah karya tulis yang berisi pembahasan masalah atau topik tertentu yang ditulis secara sistematis, runtut dengan analisis yang logis dan objektif untuk disajikan dalam forum

Hasil uji toksisitas ekstrak dan fraksi ekstrak metanol kulit batang ketapang dengan metode BSLT diperoleh data primer berupa jumlah larva udang Artemia salina

Berdasarkan dua pendapat diatas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi diantaranya ialah motif, sikap, kepentingan, pengalaman, harapan, kebutuhan, motivasi dan

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa persamaan kedudukan saksi ahli dalam pembuktian perkara pidana menurut hukum Islam dan hukum positif bahwa kedua-dua nya merupakan

Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jatim dalam Pemilihan Profesi Sebagai Akuntan Publik”, berdasarkan hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa

Program Lumbung Pangan Masyarakat telah diimplementasikan di Sulawesi Selatan sejak pertama kali program ini dicanangkan secara nasional pada tahun 2009 yang

Berdasarkan hasil penelitian tingkat partisipasi terhadap Program Desa Mandiri Pangan (DMP) di Kelurahan Padang Serai Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu

b. lembar ke-2 disimpan oleh Bendahara Pengeluaran. Pada akhir tahun anggaran/kegiatan, BPP wajib menyetorkan seluruh uang hak negara selain UP/TUP yang berada dalam pengelolaannya