• Tidak ada hasil yang ditemukan

Physic nut in post tin mining land in the Bangka given fertilizer organic, inorganic fertilizer, and biofertilizer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Physic nut in post tin mining land in the Bangka given fertilizer organic, inorganic fertilizer, and biofertilizer"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN TANAMAN JARAK PAGAR

(Jatropha curcas L.) PADA LAHAN PASCA TAMBANG TIMAH

DI BANGKA YANG DIBERI PUPUK ORGANIK,

ANORGANIK, DAN HAYATI

SUKMARAYU P. GEDOAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada Lahan Pasca Tambang Timah Di Bangka Yang Diberi Pupuk Organik, Anorganik, dan Hayati adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Sukmarayu P. Gedoan

(4)

SUKMARAYU P. GEDOAN. Physic Nut (Jatropha curcas L.) in Post Tin Mining Land in the Bangka Given Fertilizer Organic, Inorganic Fertilizer, and Biofertilizer. Supervised by ALEX HARTANA, HAMIM, UTUT WIDYASTUTI, and NAMPIAH SUKARNO.

The experiment aimed to examine the physiology and adaptation of accessions of Jatropha curcas L. given organic material in post tin mining land; to examine physiological processes of physic nut fed organic matter and nutrient contained NPK, and to examine the role of the root endophytic fungi Aspergillus niger to physiology and accession adaptation of physic nut in post tin mining land. The main plots in experiment 1 were 7 accessions of physic nut i.e. Madiun, Ponorogo, Jember, Dompu, Lampung, Bengkulu, and Sukabumi. The subplots were control, compost, and cow dung. Experiment 2, the first factors were organic matter i.e. control and adding cow dung. The second factors were 0 g NPK, 50 g NPK, 90 g NPK, and 130 g NPK. Experiment 3, the first factors were seven accessions of physic nut similar to physic nut accessions in the first experiment. The second factors were control and adding endophytic fungi. The results showed that vegetative growth of seven accessions of physic nut not given organic material couldn’t reach the generative growth. Accession Dompu fed compost and accession Bengkulu fed cow manure showed the higher ability in generative growth of capsule number, seed number, and total grain yield per year. Physic nut growth in post tin mining land can be improved by providing nutrient NPK with 14% N, 14% P, and K 14% at 50 g dose of cow dung and adding as much as 4 kg per plant. Inoculation of endophytic fungi

A. niger can enhance better vegetative growth for accessions of Sukabumi, Jember,

and Dompu.

(5)

RINGKASAN

Pulau Bangka merupakan salah satu penghasil timah di Indonesia yang memulai penambangan timah sekitar abad ke-18. Penambangan timah di Bangka umumnya dilakukan secara terbuka dengan cara tambang semprot serta penggalian dan pemindahan lapisan atas tanah dengan menggunakan alat-alat berat. Dampak kegiatan penambangan timah pada lingkungan hidup adalah perubahan drastis atas sifat fisika tanah dan sifat kimia tanah khususnya di sekitar lokasi tambang bersangkutan.

Untuk mengembalikkan fungsi lahan bekas penambangan timah berbagai usaha dilakukan yaitu dengan penggunaan lapisan tanah atas, bahan organik seperti kompos dan pupuk kandang dan juga penggunaan mikrob. Jamur dan bakteri yang melimpah pada lapisan tanah atas menguraikan bahan organik dan memperkaya hara tanah dari waktu ke waktu.

Penelitian ini bertujuan mengkaji proses fisiologi dan adaptasi aksesi jarak pagar yang diberi bahan organik pada lahan bekas tambang timah; mengkaji proses fisiologi jarak pagar yang diberi bahan organik dan hara yang mengandung NPK; dan mengkaji peran cendawan endofit akar A. niger terhadap fisiologi dan adaptasi aksesi jarak pagar di lahan bekas tambang timah.

Karakteristik sifat fisik dan kimia termasuk kadar logam berat lahan bekas tambang timah dianalisis di laboratorium sebelum diberi perlakuan untuk penelitian. Penelitian dilakukan dalam tiga percobaan yang dilakukan secara bersama-sama pada lokasi yang sama. Percobaan bagian pertama yaitu memberi kompos dan kotoran sapi pada aksesi Madiun, Ponorogo, Jember, Dompu, Lampung, Bengkulu, dan Sukabumi. Dari hasil percobaan bagian pertama, dilakukan percobaan bagian kedua yaitu kombinasi perlakuan dengan memberi kotoran sapi dan NPK pada aksesi Lampung. Pemilihan aksesi Lampung pada percobaan bagian kedua didasarkan pada potensi pertumbuhan yang terdapat pada aksesi Lampung. Pupuk NPK yang digunakan dengan kadar unsur hara 14% N, 14% P, dan 14% K. Selain penggunaan bahan organik, pada bagian ketiga percobaan yaitu memberi cendawan endofit akar

A. niger pada aksesi Madiun, Ponorogo, Jember, Dompu, Lampung, Bengkulu, dan

Sukabumi. Pada bagian ketiga dari percobaan ini dapat dilihat kemampuan cendawan endofit akar A. niger mempengaruhi pertumbuhan jarak pagar. Bagian ketiga menggunakan bibit jarak pagar sama dengan pada percobaan bagian pertama, jenis pupuk hayati berupa inokulasi A. niger yang dimasukkan dalam baglog berisi jagung, dan bahan lain berupa tanah bagian atas yang digunakan sebagai campuran media tanam.

Aksesi jarak pagar yang tumbuh lebih baik tanpa diberikan bahan organik yaitu : aksesi Bengkulu berupa tinggi tanaman; aksesi Jember dan Dompu berupa diameter tajuk; aksesi Dompu berupa berat kering tanaman; dan nisbah tajuk akar pada aksesi Jember.

(6)

Penambahan kompos dapat meningkatkan jumlah bunga jantan, bunga betina, nisbah bunga jantan betina, jumlah kapsul, jumlah biji, dan hasil biji pada aksesi Dompu, sedangkan berat biji rata-rata yang tertinggi pada aksesi Jember, dan kandungan minyak tertinggi pada aksesi Ponorogo.

Penambahan kotoran sapi dapat meningkatkan jumlah bunga jantan tertinggi pada aksesi Bengkulu; jumlah bunga betina tertinggi pada aksesi Bengkulu dan Sukabumi; nisbah jantan betina paling rendah pada aksesi Sukabumi; jumlah total kapsul dan jumlah total biji tertinggi pada aksesi Bengkulu; berat biji rata-rata tertinggi aksesi Madiun; hasil biji jarak pagar yang paling tinggi pada aksesi Bengkulu; dan kandungan minyak tertinggi pada aksesi Dompu. Tanah bekas

tambang timah dapat diperbaiki kesuburannya sehingga tanaman jarak pagar dapat bertumbuh dan berkembang dengan memberikan kompos dan kotoran sapi.

Pemberian NPK 90 g dan kotoran sapi memberikan pertumbuhan vegetatif tertinggi untuk tinggi tanaman, berat kering total, berat kering tajuk, dan berat kering akar, dengan pemberian 50 g NPK dan kotoran sapi memberikan diameter batang dan diameter tajuk tertinggi, sedangkan dengan pemberian NPK 130 g dan kotoran sapi memberikan jumlah cabang yang tertinggi.

Produksi jarak pagar dapat ditingkatkan dengan pemberian kotoran sapi dan NPK. Pemberian NPK 90 g dan kotoran sapi dapat meningkatkan jumlah bunga jantan,bunga betina, jumlah kapsul, jumlah biji, berat biji total, dan nisbah jantan betina paling rendah.

Pertumbuhan vegetatif yang tertinggi untuk lahan bekas tambang timah yang diberikan cendawan endofit bervariasi pada beberapa aksesi. Aksesi Sukabumi tertinggi untuk : tinggi tanaman, jumlah cabang, berat kering tanaman, berat kering tajuk, dan berat kering akar, aksesi Jember mempunyai diameter terbesar, aksesi Dompu mempunyai diameter tajuk tertinggi, dan aksesi Lampung mempunyai nisbah tajuk akar terendah.

Pemberian cendawan endofit akan meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman jarak pagar pada ke tujuh aksesi tetapi diperlukan penambahan bahan lain yang dapat memberikan sumbangan nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman jarak pagar yang tumbuh di lahan pasca tambang timah.

(7)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah;

b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(8)

DI BANGKA YANG DIBERI PUPUK ORGANIK,

ANORGANIK, DAN HAYATI

SUKMARAYU P. GEDOAN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Nama : Sukmarayu P. Gedoan NIM : G361050071

Disetujui

Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Alex Hartana,M.Sc Dr. Ir. Hamim, M.Si

Ketua Anggota

Dr. Ir. Utut Widyastuti, MS Dr. Ir. Nampiah Sukarno

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Biologi

Dr. Ir. Dedy Duryadi S, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(11)
(12)

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup :

1. Dr. Ir. Miftahudin (Dosen Departemen Biologi, FMIPA IPB) 2. Dr. Tridiati (Dosen Departemen Biologi, FMIPA IPB)

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka Tanggal 30 Januari 2012 :

1. Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, MS (Dosen Departemen Biologi, FMIPA IPB)

(13)

PRAKATA

Segala hormat, syukur, dan kemuliaan hanya bagi Tuhan Yang Maha Kuasa

karena tuntunan, perlindungan, berkat dan anugerahNya kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan disertasi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB).

Penelitian dimulai sejak bulan Februari 2007 hingga Oktober 2008 dengan

judul “Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada Lahan Pasca

Tambang Timah di Bangka yang Diberi Pupuk Organik, Anorganik, dan Hayati”

merupakan tugas akhir studi doktor di SPs IPB. Masalah jarak pagar dipandang perlu

dan penting diangkat dalam sebuah tulisan akademik sebab jarak pagar merupakan

tanaman alternatif untuk merevegetasi lahan bekas tambang timah dan dapat

digunakan juga sebagai sumber alternatif untuk menggantikan kebutuhan minyak

diesel berupa biodiesel.

Dalam pelaksanaan penelitian, penulis mendapat banyak bantuan dari

perorangan maupun institusi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang sebesar-besarnya disampaikan pertama-tama kepada Ketua Komisi

Pembimbing, Prof. Dr. Ir . Alex Hartana, M.Sc., Dr. Ir. Hamim, M.Si, Dr. Utut

Widyastuti, MS, dan Dr. Nampiah Sukarno atas bimbingan, kritik, saran, dan

dukungan moril yang sangat besar dalam penyelesaian disertasi ini. Untuk

almarhumah Dr. Ir. Theresia Prawitasari, yang mengajak saya untuk ikut dalam

proyeknya, kiranya dapat beristirahat dalam damai di surga yang baka. Ucapan terima

kasih juga kepada Dr. Ir. Dedy Duryadi, DEA, Ketua Program Studi Biologi Sekolah

Pascasarjana IPB yang banyak memberikan dukungan, semangat, dan saran untuk

menyelesaikan studi khususnya disertasi.

Terima kasih kepada Gubernur Provinsi Sulawesi Utara periode 2005-2009 dan

periode 2009-2014 yang telah memberikan bantuan studi dan menyediakan fasilitas

asrama sebagai tempat tinggal di Bogor. Juga kepada Bupati Kepulauan Talaud

(14)

dapat studi S3 di Sekolah Pascasarjana IPB dan mendapat bantuan dana penelitian.

Kepada Rektor Universitas Negeri Manado yang telah memberikan izin untuk

studi S3 di Sekolah Pascasarjana IPB diucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih

juga kepada Ketua Jurusan Biologi FMIPA UNIMA dan Dekan FMIPA UNIMA

yang telah memberikan persetujuan untuk studi S3. Kepada Rektor IPB, Dekan

Sekolah Pascasarjana IPB, Sekretaris Dekan Sekolah Pascasarjana dan Pimpinan IPB

lainnya atas kebijakan dalam pemberian perpanjangan waktu perbaikan disertasi.

Kepada teman-teman mahasiswa Sekolah Pascasarjana IPB yang berasal dari

Sulawesi Utara terutama yang tinggal di Asrama Sam Ratulangi Jl. Sempur Kaler 96,

juga yang tinggal di Bogor Baru I dan II, serta yang tinggal di luar asrama, terima

kasih atas interaksi selama ini dan dorongan semangat. Tidak lupa ucapkan terima

kasih kepada Om Josep Karamoy yang memberikan fasilitas tempat tinggal selama

satu setengah tahun. Ucapan terima kasih juga teman-teman Program Studi Biologi

S3 angkatan 2005 atas interaksi positif selama studi di Sekolah Pascasarjana IPB.

Ucapan terima kasih juga kepada pak Ulung dan ibu Johana yang selalu memberi

semangat untuk menyelesaikan studi. Juga kepada pihak-pihak lain yang tidak dapat

disebutkan satu per satu, terima kasih semuanya.

Kepada kedua orang tuaku, terima kasih yang tidak terhingga yang selalu

mendoakan, memberikan bantuan moril dan dana selama studi. Juga kepada kakak

Fany Gedoan dan Aktris Gedoan yang sering memberikan dorongan moril,

menawarkan bantuan dana, dan mencari dana bantuan. Terima kasih juga untuk

Suratni keponakan yang sering membantu dalam pengurusan bantuan studi di Kantor

Gubernur Sulawesi Utara dan Universitas Negeri Manado. Tidak lupa untuk mertua

saya yang telah membantu dalam menjaga anak-anak saya dan memberikan semangat

untuk menyesaikan studi.

Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada istri saya Nindya Narista

(15)

Hugo Gedoan atas segala kesabaran dan pengorbanan yang telah diberikan selama

menempuh studi S3 di IPB Bogor.

Penulis menyadari disertasi ini masih jauh dari sempurna tetapi

mudah-mudahan disertasi ini bermanfaat bagi kemajuan dan perkembangan ilmu

pengetahuan.

Bogor, Januari 2012

(16)

Penulis dilahirkan di Rainis Kabupaten Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi

Utara sebagai anak ke tiga dari tujuh bersaudara dari pasangan B.O. Gedoan dan A.G.

Ello. Menikah dengan Nindya Narista Agitarini, SE dan dikaruniai tiga anak

laki-laki, Mario Fabian A.A. Gedoan, Gabriel W. Gedoan, dan Hugo Gedoan.

Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Sam

Ratulangi Manado, lulus tahun 1993. Pada tahun 1999, penulis diterima di Program

Studi Agronomi Program Pascasarjana UGM Yogyakarta dan menamatkan

pendidikan S2 tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada

program studi Biologi Sekolah Pascasarjana IPB Bogor pada tahun 2005. Beasiswa

Pendidikan Pascasarjana (BPPS) diperoleh dari DIKTI, Departemen Pendidikan

Nasional. Penulis adalah staf pengajar pada Fakultas Pendidikan Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam IKIP Manado sejak tahun 1994 dan kemudian menjadi

(17)
(18)

ii

………

Pertumbuhan Vegetatif Jarak Pagar……… 68

Pembahasan……… Simpulan………... 73 77 PEMBAHASAN UMUM………. 79

SIMPULAN……….. 87

DAFTAR PUSTAKA………... 89

(19)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karakteristik sifat fisik, kimia, dan kadar logam berat ………. 27

2 Tinggi tanaman (cm) 7 aksesi jarak pagar umur 8 BST yang diberikan

bahan organik ………... 29

3 Diameter batang (cm) 7 aksesi jarak pagar umur 8 BST yang diberikan

bahan organik .………. 29

4 Kisaran jumlah cabang 7 aksesi jarak pagar umur 8 BST yang diberikan

bahan organik ………... 30

5 Diameter tajuk (cm) 7 aksesi jarak pagar umur 8 BST yang diberikan

bahan organik……….. 31

6 Berat kering total (cm) 7 aksesi jarak pagar umur 8 BST yang diberikan

bahan organik ………. 32

7 Berat kering tajuk (cm) 7 aksesi jarak pagar umur 8 BST yang

diberikan bahan organik………. 33

8 Berat kering akar (cm) 7 aksesi jarak pagar umur 8 BST yang diberikan

bahan organik…….………. 33

9 Nisbah tajuk akar 7 aksesi jarak pagar umur 8 BST yang diberikan

bahan organik ……… 34

10 Nisbah bunga jantan betina 7 aksesi jarak pagar yang diberikan bahan

organik………... 38

11 Jumlah total kapsul 7 aksesi jarak pagar yang diberikan bahan organik .. 39

12 Jumlah total biji 7 aksesi jarak pagar yang diberikan bahan organik …… 39

13 Berat rata-rata biji (g) 7 aksesi jarak pagar yang diberikan bahan organik 40

14 Hasil biji per tanaman (g) 7 aksesi jarak pagar yang diberikan bahan

organik ………... 40

15 Kandungan minyak (%)………. 41

16 Korelasi antara peubah vegetatif dan generatif dengan pemberian kompos ... 42

17 Korelasi antara peubah vegetatif dan generatif dengan pemberian kotoran sapi... 43

18 Kisaran jumlah cabang aksesi Lampung umur 8 BST yang diberi

(20)

iv

20 Berat kering tajuk (g) aksesi Lampung umur 8 BST yang diberikan

kotoran sapi dan NPK.………... 58

21 Berat kering akar (g) aksesi Lampung umur 8 BST yang diberikan kotoran sapi dan NPK………... 58

22 Nisbah tajuk akar aksesi Lampung umur 8 BST yang diberikan kotoran

sapi dan NPK………... 59

23 Nisbah bunga jantan betina aksesi Lampung yang diberikan kotoran sapi

dan NPK……… 61

24 Jumlah kapsul per tahun aksesi Lampung yang diberikan kotoran sapi

dan NPK………. 61

25 Jumlah total biji per tahun aksesi Lampung yang diberikan kotoran sapi

dan NPK………. 62

26 Berat biji rata-rata (g) aksesi Lampung yang diberikan kotoran sapi dan

NPK……… 62

27 Hasil biji total per tanaman per tahun (g) aksesi Lampung yang diberi

kotoran sapi dan NPK ………... 63

28 Tinggi tanaman (cm) 7 aksesi jarak pagar umur 8 BST yang diberikan

cendawan endofit………... 68

29 Diameter batang (cm) 7 aksesi jarak pagar umur 8 BST yang diberikan

cendawan endofit………... 69

30 Diameter tajuk (cm) 7 aksesi jarak pagar umur 8 BST yang diberikan

cendawan endofit………... 69

31 Kisaran jumlah cabang 7 aksesi jarak pagar umur 8 BST yang diberikan

cendawan endofit.………... 70

32 Berat kering total (g) 7 aksesi jarak pagar umur 8 BST yang diberikan

cendawan endofit ………... 71

33 Berat kering tajuk (g) 7 aksesi jarak pagar umur 8 BST yang diberikan

cendawan endofit……… 71

34 Berat kering akar (g) 7 aksesi jarak pagar umur 8 BST yang diberikan

cendawan endofit……… 72

35 Nisbah berat kering tajuk akar 7 aksesi jarak pagar umur 8 BST yang

(21)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Perbedaan komponen jarak pagar (J. curcas L.) : a- cabang bunga, b-batang, c-daun, d-bunga jantan, e-bunga betina,

f-potongan buah melintang, g-buah, h-potongan buah membujur, i-biji (Sumber : Heller 1996) ... 11

2 Serapan hara N (%), tanpa bahan organik, pemberian kompos, dan pemberian kotoran sapi.………... 35

3 Serapan hara P (%), tanpa bahan organik, pemberian kompos, dan pemberian kotoran sapi………... 35

4 Serapan hara K (%), tanpa bahan organik, pemberian kompos, dan pemberian kotoran sapi ………... 36

5 Jumlah bunga jantan, pemberian kompos dan pemberian kotoran sapi………... 37

6 Jumlah bunga betina, pemberian kompos dan pemberian kotoran sapi………... 37

7 Hubungan antara dosis NPK dengan tinggi tanaman (cm) 8 BST aksesi Lampung yang diberi kotoran

sapi………. 55

8 Diameter batang (cm) 8 BST aksesi Lampung yang diberi

kotoran sapi………. 56

9 Diameter tajuk (cm) 8 BST aksesi Lampung yang diberi kotoran sapi... 57

10 Jumlah bunga jantan per tandan aksesi Lampung ………….. 60

(22)

vi

(23)
(24)

vi

Halaman

1 Kriteria Penilaian Hasil Analisis Tanah……….. 101

2 Hasil Analisis Tailing TS 133………... 101

3 Hasil Analisis Kompos……….... 102

(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pulau Bangka merupakan salah satu penghasil timah di Indonesia yang

memulai penambangan timah sekitar abad ke-18 atau tahun 1710 (Sujitno 2007).

Penambangan timah berlanjut sampai sekarang baik yang dilakukan oleh PT Timah

Tbk, PT Koba Tin, perusahaan pertambangan swasta lain maupun oleh masyarakat

berupa tambang inkonvensional. Saat ini penambangan timah dilakukan oleh PT

Timah Tbk (BUMN) dengan luas 480.338,27 ha (88.93%), PT Koba Tin (PMA)

memiliki areal 41.680,30 ha (7.72%) dan perusahaan pertambangan lainnya (swasta)

berjumlah 18.092,28 ha (3.35 %), sehingga total luas keseluruhan areal pertambangan

adalah 540.110,85 ha (Machmuddin 2011).

Penambangan timah di Bangka umumnya dilakukan secara terbuka dengan cara

tambang semprot, penggalian, dan pemindahan lapisan atas tanah dengan

menggunakan alat-alat berat, sehingga menyebabkan kerusakan pada lahan tersebut.

Lahan bekas pertambangan yang seharusnya direklamasi sampai tahun 2008 seluas

19.207,15 ha dan yang telah direklamasi seluas 8.662,20 ha atau 45.10%, sehingga

lahan yang belum direklamasi mencapai seluas 10.544,95 ha (BPK 2008). Lahan

kritis dan kolong tanah merupakan fakta kerusakan lingkungan yang terjadi akibat

tidak dilaksanakannya reklamasi. Di provinsi Bangka Belitung diperkirakan luas

lahan kritis dan kolong tanah masing-masing mencapai seluas 1.642.214 ha dan

1.712,65 ha, atau 5.2% dan 0.1% dari luas daratan Pulau Bangka (BPK 2008).

Dampak negatif penambangan timah adalah terjadi degdradasi lingkungan,

seperti terbukanya kawasan vegetasi hutan, hilangnya hara dan kandungan bahan

organik tanah, perubahan topografi, pencemaran, dan terganggunya sistem aliran air

tanah di sekitar lokasi, sehingga menyebabkan kerusakan yang sangat parah sulit

untuk direhabilitasi atau dikembalikan pada kondisi semula (Badri 2004). Dampak

negatif tersebut akan menyebabkan perubahan drastis pada sifat fisika tanah dan sifat

kimia tanah khususnya di sekitar lokasi tambang. Pengaruh pada sifat fisik tanah

(26)

atas (top soil) untuk mencapai lapisan bertimah yang lebih dalam (Sujitno 2007).

Pengaruh lain pada sifat fisik, kimia, dan biologi yaitu tanah bekas penambangan

membentuk hamparan tailing pasir mengandung fraksi pasir lebih dari 94%, fraksi

liat kurang dari 3%, kandungan bahan organik kurang dari 1,78% berupa C-organik,

daya cengkeram air sangat rendah, daya permeabilitas air mencapai 35 cm per jam

(sangat cepat) pada kedalaman 0-20 cm (Adimiharja et al. 2002), jumlah bakteri dan

jamur sangat rendah.

Lahan pasca tambang timah yang dibiarkan begitu saja tanpa usaha manusia

untuk memperbaikinya, memerlukan waktu lama untuk mengembalikkan pasir

tailing tersebut agar menjadi lahan dapat ditanami (Ang 1994). Berbagai usaha

dilakukan untuk merehabilitasi lahan bekas tambang timah di pulau Bangka. Usaha

rehabilitasi dibutuhkan untuk memperbaiki kondisi lahan pasca tambang timah

dengan melakukan penanaman tanaman yang bukan untuk konsumsi manusia dan

hewan. Pemilihan tanaman yang bukan untuk dikonsumsi dengan pertimbangan

masih terdapat logam-logam berat yang dapat membahayakan kesehatan manusia.

Pemilihan tanaman diutamakan jenis yang mampu tumbuh dalam kondisi buruk dan

cepat tumbuh (Tala’ohu et al. 1998). Selain itu untuk mempercepat pertumbuhan

tanaman dibutuhkan media tumbuh yang baik dengan ketersediaan unsur hara yang

dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman.

Beberapa jenis tanaman dan jenis media telah diuji seperti kelapa tahun

1950-an pada lap1950-ang1950-an tailing tua berumur 48 tahun di kampung Baher, lembah Laden,

Toboali, pohon jambu monyet, pisang, ubi, pepaya, kacang tanah, bengkoang,

kelapa, dan jambu biji di bekas tambang KD Pedindang tahun 1969 di Pedindang, di

daerah Parit Padang tahun 1985 ditanam nenas, pepaya, mangga, cabe, dan ketela

pohon dengan pemberian pupuk kandang berupa kotoran ayam dan kotoran sapi

(Sujitno 2007). Selain usaha yang telah disebutkan di atas, beberapa jenis tanaman

eksotik seperti Acacia mangium Willd ditanam secara meluas pada program

rehabilitasi di Pulau Bangka sejak tahun 1993 (Nurtjahya 2001), namun praktek ini

(27)

3

Salah satu tanaman potensial yang diharapkan dapat beradaptasi dengan cepat

di lahan bekas tambang timah adalah jarak pagar. Berdasarkan informasi dari

masyarakat di Bangka dan pengamatan langsung di lapangan bahwa tanaman jarak

pagar sudah lama ditanam di pekarangan penduduk Bangka dan sudah dilakukan

percobaan pada beberapa lokasi di kabupaten Bangka oleh Fakultas Pertanian,

Perikanan, dan Biologi yang bekerja sama dengan PT Timah. Berdasarkan kenyataan

di atas, jarak pagar merupakan tanaman serbaguna, tahan kering dan tumbuh dengan

cepat, mereklamasi lahan-lahan tererosi atau sebagai pagar hidup di pekarangan dan

kebun.

Tanaman jarak pagar merupakan tanaman tahunan yang tahan kekeringan,

mampu tumbuh dengan cepat dan kuat di lahan yang beriklim panas, tandus, dan

berbatu (Hambali et al. 2006). Jarak pagar paling sesuai untuk lahan marginal atau

lahan kritis seperti lahan pasca tambang timah karena bisa beradaptasi pada lahan

yang secara fisik dan kimia sangat miskin. Jarak pagar adalah memiliki keunggulan

genetik yang dicirikan oleh potensi produksi biji yang banyak, cepat berproduksi

(berumur genjah) dan beradaptasi luas terhadap lingkungan yang tidak

menguntungkan (Hasnam & Mahmud 2006).

Jarak pagar mempunyai banyak aksesi yang berasal dari daerah dengan

berbagai macam kondisi iklim dan tanah. Aksesi yang berasal dari daerah dengan

berbagai macam tingkat kesuburan tanah dan curah hujan rendah sampai tinggi.

Perbedaan aksesi ini perlu dieksplor lebih lanjut pada kondisi lahan pasca tambang

timah untuk mendapatkan informasi kemampuan beradaptasi di lingkungan yang

baru.

Lahan pasca tambang timah mempunyai tekstur pasir. Pada umumnya tanah

pasir pantai mempunyai sifat-sifat yang kurang sesuai bagi pertumbuhan tanaman

antara lain kurang mampu menyediakan air dan unsur hara sehingga tanaman pada

umumnya mengalami defisiensi hara dan kekurangan air. Kemampuan menyediakan

udara yang berlebihan di tanah ini mempunyai pengaruh yang kurang baik, yaitu

mempercepat pengeringan tanah dan oksidasi bahan organik. Penambahan hara lewat

(28)

kecil sehingga hara tersebut banyak yang hilang lewat pelindian (Kohnke 1968;

Tisdale et al. 1985). Oleh sebab itu, agar jarak pagar dapat tumbuh dengan baik

diperlukan kondisi tanah yang dapat mengikat hara dan menahan air. Pada lahan

tersebut membutuhkan bahan organik yang di antaranya berupa kompos atau kotoran

sapi, bahan anorganik, dan mikrob yang dapat membantu mensuplai hara atau air.

Penggunaan pupuk organik pada tanaman jarak pagar di lahan pasca tambang

timah sangat penting karena bahan organik berperan memperbaiki sifat fisik, kimia,

dan biologi tanah. Penelitian jangka panjang yang dilakukan oleh Departemen Kimia

Tanah IRRI (1988) menunjukkan bahwa pembenaman kembali jerami di lapangan

secara nyata meningkatkan hara dalam tanah. Pemberian kompos dalam jangka

panjang meningkatkan kandungan Si dalam tanah (Nakada 1981). Pemberian

kompos jangka panjang juga mampu meningkatkan aktivitas mikrobia penyemat

nitrogen melalui peningkatan kandungan bahan organik tanah yang mudah

terdekomposisi, meningkatkan pembentukan agregat tanah yang stabil, dan kapasitas

pertukaran kation (Wada et al. 1981). Pupuk kandang berperan sebagai sumber dan

penambah unsur hara, mempertinggi humus, memperbaiki struktur tanah dan

meningkatkan kehidupan biota tanah. Bahan organik lain berupa kotoran sapi yang

dapat menyumbang unsur N, P, dan K, dan bermanfaat sebagai pembenah tanah

(Sutanto 2002).

Pemberian bahan organik yang dikombinasikan dengan bahan anorganik perlu

dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan jarak pagar yang baik. Pada pupuk

anorganik yang diberikan terdapat tiga unsur yang penting bagi tanaman karena

merupakan nutrien esensial bagi tanaman. Nitrogen merupakan molekul penyusun

klorofil dan terlibat pada pembentukan enzim-enzim fotosintesis, terutama Rubisco

(Waring & Schlesinger 1985). Fosfor merupakan unsur yang esensial untuk

pertumbuhan dan produksi tanaman. Fosfor adalah bagian integral komponen

genetik, metabolik, struktural, dan pengaturan molekul, yang pada umumnya tidak

dapat digantikan oleh unsur yang lain (White & Hammond 2008). Konsentrasi P

dalam jaringan tanaman kira-kira 0.4-1.5% dari berat kering tanaman (Broadley et al.

(29)

5

zat terlarut utama yang berfungsi dalam dalam keseimbangan air, dan pergerakan

stomata (Campbell et al. 2008). Pemupukan unsur N, P, dan K pada tanaman jarak

pagar belum banyak dilakukan, pupuk anorganik yang mengandung 45% N sebanyak

30 g, 36% P sebanyak 75 g, dan 50% K sebanyak 15 g yang dikombinasi dengan

kotoran ayam meningkatkan pertumbuhan dan hasil biji jarak pagar aksesi Lampung

(Lisfiani 2008), sedangkan dikombinasi dengan kotoran sapi perlu diteliti.

Pupuk hayati merupakan substansi yang mengandung mikroorganisme hidup,

bila diberi pada benih, permukaan tanaman, atau tanah maka dapat memacu

pertumbuhan tanaman (Vessey 2003). Cendawan endofit akar Aspergillus niger

merupakan salah satu mikrob yang dapat membantu pertumbuhan tanaman karena

dapat bersimbiosis mutualistik dengan tanaman. Cendawan endofit akar dapat

meningkatkan pertumbuhan tanaman inang dengan jalan menghasilkan berbagai asam

organik seperti asam sitrat, oksalat dan malat yang berfungsi sebagai senyawa penting

dalam proses dekomposisi bahan organik dan proses mineralisasi unsur hara (Rubini

et al. 2005). Cendawan Aspergillus juga merupakan jenis cendawan yang diketahui

dapat melarutkan P yang terfiksasi di dalam tanah. Penggunaan bahan organik,

penggunaan pupuk hayati pada jarak pagar di lahan pasca tambang timah diharapkan

dapat meningkatkan pertumbuhan jarak pagar.

Lapisan tanah atas (top soil) yaitu bagian profil tanah yang biasanya kaya

hara dan subur karena kandungan bahan organiknya. Lapisan tanah atas berfungsi

menyediakan hara, udara, dan air bagi makhluk hidup termasuk tumbuhan, sehingga

menjadikannya sebagai pusat aktivitas biologi tanah. Jamur dan bakteri yang

melimpah pada top soil menguraikan bahan organik dan memperkaya hara tanah dari

waktu ke waktu. Penggunaan lapisan tanah atas dapat membantu jarak pagar untuk

dapat beradaptasi pada lingkungan pasca tambang timah.

Pemberian jenis bahan organik, pupuk hayati, dan anorganik dapat

menyediakan unsur hara yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan

perkembangan tanaman jarak pagar, sehingga pertumbuhan jarak pagar diharapkan

(30)

memberikan gambaran kemampuan adaptasi yang berbeda di tanah bekas

penambangan timah yang diberi pupuk organik, pupuk anorganik, dan pupuk hayati.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah mengkaji proses fisiologi dan adaptasi aksesi jarak

pagar yang diberi bahan organik pada lahan bekas tambang timah; mengkaji proses

fisiologi jarak pagar yang diberi bahan organik dan hara yang mengandung NPK; dan

mengkaji peran cendawan endofit akar A. niger terhadap fisiologi dan adaptasi aksesi

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Umum Wilayah Pulau Bangka

Pulau Bangka terletak di sebelah pesisir Timur Sumatra Selatan, berbatasan

dengan Laut China Selatan di sebelah utara, Pulau Belitung di timur dan Laut Jawa di

sebelah selatan yaitu 1°20’-3°7 Lintang Selatan dan 105° - 107° Bujur Timur

memanjang dari Barat Laut ke Tenggara sepanjang ± 180 km. Pulau ini terdiri dari

rawa-rawa, daratan rendah, bukit-bukit dan puncak bukit terdapat hutan lebat,

sedangkan pada daerah rawa terdapat hutan bakau. Rawa daratan pulau Bangka tidak

begitu berbeda dengan rawa di pulau Sumatera.

Wilayah Kabupaten Bangka dengan ibukota kabupaten Sungailiat terletak di

Pulau Bangka, Provinsi Bangka Belitung dengan luas mencapai 1.153.414 ha (BPS

2002). Topografi Kabupaten Bangka merupakan dataran bergelombang landai di

sebelah timur dengan ketinggian kurang dari 500 m di atas permukaan laut (dpl).

Secara administratif wilayah Kabupaten Bangka berbatasan langsung dengan daratan

wilayah kabupaten/kota lainnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yaitu

dengan wilayah Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka Tengah dan Kabupaten

Bangka Barat.

Kabupaten Bangka beriklim tropis tipe A dengan variasi curah hujan antara

11.8 mm hingga 370.3 mm tiap bulan untuk tahun 2009, dengan curah hujan terendah

pada bulan September. Suhu rata-rata daerah Kabupaten Bangka berdasarkan data

dari Stasiun Meteorologi Pangkal Pinang menunjukkan variasi antara 25.70C - 290C.

Sedangkan kelembaban udara bervariasi antara 66 hingga 83.6 persen pada tahun

2009. Sementara intensitas penyinaran matahari pada tahun 2009 rata-rata bervariasi

antara 28.1 hingga 86.3 persen dan tekanan udara antara 1008.4 hingga 1010.4 mb.

Tanah di daerah Kabupaten Bangka mempunyai pH rata-rata di bawah 5, di

dalamnya mengandung mineral biji timah dan bahan galian lainnya seperti : pasir

kwarsa, kaolin, dan batu gunung.

Lahan Pasca Tambang Timah

Kegiatan pertambangan mempunyai karakteristik yang khas terutama

(32)

sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui dan sering ditemukan pada lokasi

yang terpencil.

Kegiatan penambangan timah menimbulkan perubahan morfologi lahan.

Ciri-ciri tanah yang terganggu adalah horizon tanah sudah tidak teratur, lapisan hitam dan

lapisan-lapisan lainnya sudah terbalik. Biji timah terdiri dari bijih timah primer,

alluvial dan elluvial. Bersamaan dengan bijih timah terdapat pula mineral-mineral

seperti xenotim, kuarsa, feldspar, ilmenit, zircon, monazite, pirit, turmalin dan

limonit. Potensi bahan galian lainnya yang terdapat bersamaan bahan galian timah

putih adalah kaolin, pasir kuarsa dan tanah liat untuk bata atau genteng

(Saptaningrum 2001). Selain unsur Sn, timah putih juga mengandung Pb yang

biasanya banyak terdapat di timah hitam.

Timah terakumulasi secara alami di bawah permukaan tanah. Timah dan

komponennya terakumulasi dalam tanah dan sedimen karena kemampuan terurainya

yang rendah dan relatif bebas dari degradasi mikroba. Data survei di Wales Inggris

mengindikasikan bahwa lapisan permukaan tanah (0-15 cm) di lahan tambang

memiliki kandungan Pb berkisar antara 15-106 μm/g (Munggoro et al. 1999). Selain

bahan organik, pH dan KTK tanah merupakan faktor penting yang berpengaruh

terhadap imobilisasi Pb (Alloway 1992). Hanya sedikit Pb dalam tanah yang dapat

diserap oleh tanaman, terutama jenis rumput-rumputan tertentu.

Sisa dari penambangan timah berupa bahan material berupa pasir yang biasa

disebut tailing. Tailing menimbulkan dampak negatif pada lingkungan yaitu

rusaknya vegetasi hutan, rusaknya sistem tata air, meningkatnya laju erosi

permukaan, menurunkan produktivitas dan stabilitas lahan. Sifat tailing yang

merugikan bagi pertumbuhan tanaman adalah konsentrasi logam berat dan garam

tinggi, kurangnya unsur hara penting dan kurangnya mikroorganisme, sifat dan

struktur tanah yang membatasi aerasi dan infiltrasi air serta tingginya daya

pemantulan sinar atau absorpsi panas (PT Tambang Timah 1991).

Kolong adalah sebagian dari perairan umum yang berbentuk kolam dan dapat

juga berbentuk danau atau waduk sebagai akibat adanya aktivitas penambangan

(33)

9

penambangan timah dan pasir sehingga terbentuklah lubang yang besar dan di

dalamnya terisi air.

Status Hara Tanah Pasca Reklamasi

Kegiatan penambangan mengakibatkan kerusakan ekosistem, di antara

kerusakan serius yang diakibatkan adalah degradasi lahan, di samping pengurangan

vegetasi penutupnya. Degradasi tanah diartikan sebagai penurunan kapasitas

produksi tanah karena salah pemanfaatan dan salah penanganan melalui serangkaian

proses interaksi antara degradasi fisik, kimia dan biologi (Lal 1995). Apabila terjadi

gangguan dan kerusakan ekosistem, maka daur hara akan terganggu dan sebagian

unsur hara akan lolos ke luar ekosistem (Soedjito 1986) sehingga tanah menjadi

miskin.

Pada lahan pasca reklamasi fungsi kesuburan tanah baik fisik, kimia, dan

biologi dapat dikembalikkan walaupun tidak kembali seperti keadaan sebelum

ditambang. Lahan pasca penambangan timah membutuhkan lapisan tanah atas (top

soil), yaitu bagian profil tanah yang paling kaya hara dan subur karena kandungan

bahan organiknya. Selain itu, pada lapisan ini tanaman dan binatang mati, melapuk,

terurai dan menyatu dengan tanah mengakibatkan tanah permukaan subur dan mampu

menunjang pertumbuhan tanaman, sehingga lapisan tanah atas berfungsi

menyediakan hara, udara dan air bagi makhluk hidup termasuk tumbuhan,

menjadikannya sebagai pusat aktivitas biologi tanah. Jamur dan bakteri yang

melimpah pada lapisan tanah atas menguraikan bahan organik dan memperkaya hara

tanah dari waktu ke waktu.

Sifat pengrusakan yang terjadi di areal penambangan rakyat di Bangka ini

adalah penimbunan permukaan tanah dengan tanah hasil galian sumur yang

kedalamannya mencapai belasan meter bahkan puluhan meter. Ketebalan timbunan

bervariasi antara 0.5-1.5 meter. Kondisi tanah hasil timbunan juga bervariasi

tergantung dari kondisi profil tanah yang digali, tetapi pada umumnya terdiri dari

(34)

Deskripsi dan Taksonomi Jarak Pagar

Jarak pagar dipercayai dibawa oleh pelaut Portugis dari daerah asal di Amerika

Tengah dan Meksiko melalu Cape Verde dan Guinea Bissau ke negara di Afrika dan

Asia, kemudian sekarang tersebar luas di sepanjang daerah tropik dan subtropik

(Brittaine & Lutaladio 2010). Jatropha curcas L. pertama kali digambarkan oleh

botanis Swedia Carl Linnaeus tahun 1753 (Brittaine & Lutaladio 2010). Nama genus

Jatropha berasal dari kata Yunani jatr´os (dokter) and troph´e (makanan), yang

penggunaannya untuk kebutuhan medis (Divakara et al. 2009). Sinonim dari jarak

pagar adalah : Curcas purgans Medik.; Ricinus americanus Miller.; Castiglionia

lobata Ruiz & Pavon.; Jatropha edulis Cerv.; J. acerifolia Salisb.; Ricinus jarak

Thunb.; Curcas adansoni Endl.; Curcas indica A. Rich.; Jatropha yucatanensis Briq.;

Curcas curcas (L.) Britton & Millsp (Dehgan & Webster 1979).

Morfologi jarak pagar yaitu pohonnya berupa perdu dengan tinggi tanaman 1

sampai 7 m, bercabang tidak teratur (Hariyadi 2005). Batangnya berkayu, silindris

bila terluka mengeluarkan getah. Daunya berupa daun tunggal, berlekuk, bersudut 3

atau 5, tulang daun menjari dengan 5 sampai 7 tulang utama, warna daun hijau

(permukaan bagian bawah lebih pucat dibanding bagian atas). Panjang tangkai daun

antara 4 sampai 15 cm.

Jarak pagar merupakan tanaman monoecious dengan bunga jantan dan betina

berada pada tanaman yang sama dan infloresens yang sama (Raju & Ezradanam

2002). Secara genetik jarak pagar termasuk tanaman diploid dengan jumlah

kromosom 2n=2x=22 (Heller 1996), namun terdapat juga tanaman tetraploid

2n=2x=44 seperti spesies J. heterophylla Heyne (Hasnam 2006).

Bunga berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk berbentuk malai,

berumah satu. Bunga jantan dan bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk

cawan, muncul di ujung batang atau ketiak daun. Jarak pagar mempunyai bunga yang

berwarna hijau muda dengan panjang pedisel 0.6-1 cm, memiliki lima petal dan lima

sepal (Alam et al. 2010).

Buah jarak pagar berupa buah kotak yang berbentuk bulat telur disebut kapsul

(35)

11

dan kuning setelah matang. Jumlah biji dalam kapsul bervariasi jumlahnya, Heller

(1996) melaporkan bahwa dalam satu kapsul terdapat tiga biji, tetapi ada juga

terdapat satu sampai empat biji (Makkar et al. 2008). Biji berbentuk bulat lonjong,

warna coklat kehitaman. Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan

rendemen sekitar 30% sampai 40%. Morfologi tanaman jarak pagar selengkapnya

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Perbedaan komponen jarak pagar (J. curcas L.) : a- cabang bunga, b-batang, c-daun, d-bunga jantan, e-bunga betina, f-potongan buah melintang, g-buah, h-potongan buah membujur, i-biji (Heller 1996)

Syarat Tumbuh Jarak Pagar

Tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada tanah yang

miskin hara, lahan kering dan iklim yang kering. Namun untuk mendapatkan

tanaman yang mempunyai pertumbuhan yang baik dan menghasilkan produksi jarak

(36)

Iklim

Tanaman jarak pagar merupakan tanaman tahunan yang tahan kekeringan.

Tanaman ini juga mampu tumbuh dengan cepat dan kuat di lahan yang beriklim

panas, tandus dan berbatu (Hambali et al. 2006) yang tersebar di daerah tropis dan

sub tropis. Wilayah yang cocok sebagai tempat tumbuhnya adalah dataran rendah

hingga ketinggian 300 meter di atas permukaan laut (Hambali et al. 2006), 0 meter

sampai 1700 meter di atas permukaan laut (Heller 1996; Arivin et al. 2006). Namun

dapat tumbuh pada ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut dengan temperatur

tahunan sekitar 18-28.50C, 11-380C (Heller, 1996; Arivin et al. 2006).

Curah hujan yang sesuai untuk tanaman jarak pagar adalah 625 mm/tahun,

minimal curah hujan 600 mm per tahun untuk tumbuh baik dan jika curah hujan

kurang dari 600 mm/tahun tidak dapat tumbuh, kecuali dalam kondisi tertentu seperti

di kepulauan Cape Verde meski curah hujan hanya 250 mm tetapi kelembaban

udaranya sangat tinggi (rain harvesting) (Henning 2004). Namun tanaman ini dapat

tumbuh pada daerah dengan kisaran curah hujan bervariasi antara 300 mm sampai

2.380 mm/tahun (Hambali et al. 2006), 200 mm sampai 2.000 mm/tahun (Heller

1996), 480 mm hingga 2.380 mm/tahun (Jones & Miller, 1992), curah hujan minimal

250 mm tetapi pertumbuhan terbaik dengan 900 mm sampai 1.200 mm/tahun

(Becker & Makkar 1999).

Di daerah dengan kelengasan tanah tidak menjadi faktor pembatas (misalnya

irigasi atau curah hujan cukup merata) jarak pagar dapat berproduksi sepanjang tahun,

tetapi tidak dapat bertahan dalam kondisi tanah jenuh air. Meskipun iklim kering

meningkatkan kadar minyak biji, masa kekeringan yang berkepanjangan akan

menyebabkan stagnasi pertumbuhannya dan jika tumbuh di daerah sangat kering,

umumnya tidak lebih dari 2 atau 3 m tingginya (Jones dan Miller 1992). Sebaliknya,

pada daerah-daerah basah dengan curah hujan yang terlalu tinggi seperti di Bogor

misalnya, maka akan selalu kita dapatkan tanaman jarak pagar yang memiliki

pertumbuhan vegetatif lebat tetapi disertai kurangnya pembentukan bunga dan buah.

Sementara itu, Arivin et al. (2006) melaporkan bahwa di desa Cikcusik Malingping,

(37)

13

tanaman jarak pagar yang memiliki bunga, buah muda, buah tua dan buah kering

dalam satu cabang. Akan tetapi masih perlu diamati dalam jangka waktu satu atau

beberapa tahun untuk memastikan apakah pembungaan tersebut berlangsung

sepanjang tahun. Walaupun curah hujan daerah ini cukup tinggi, yang

memungkinkan radiasi rendah, pembuahan tampaknya cukup baik. Diduga

merupakan hasil interaksi faktor genetik dengan faktor lingkungan seperti temperatur

yang selalu panas (± 270C) karena letaknya di tepi pantai, serta tekstur tanahnya yang

berpasir sangat menjamin drainase dan aerasi yang baik.

Tanah

Pengembangan komoditas jarak pagar paling sesuai untuk lahan marginal atau

lahan kritis di Indonesia (Hambali et al. 2006). Jarak pagar dapat tumbuh pada

lahan-lahan marginal yang miskin hara dengan drainase atau aerasi yang baik, namun

produksi terbaik akan diperoleh pada lahan dengan lingkungan optimal (Mahmud et

al. 2006) yang mengandung pasir 60-90%. Tanaman ini dapat pula dijumpai pada

daerah-daerah berbatu, berlereng pada perbukitan atau sepanjang saluran air dan

batas-batas kebun (Heller 1996; Arivin et al. 2006). Tanaman jarak pagar yang

ditanam pada tanah bertekstur lempung berpasir memberikan hasil biji tertinggi

daripada tanah bertekstur lainnya (Okabe & Somabhi 1989). Meskipun jarak pagar

terkenal dapat tumbuh dengan baik di tanah yang dangkal dan pada umumnya

ditemukan tumbuh di tanah berkerikil, berpasir dan berliat, tetapi di tanah yang

tererosi berat pertumbuhannya kerdil (Jones & Miller 1992).

Jarak pagar dapat tumbuh pada tanah-tanah yang ketersediaan air dan

unsur-unsur haranya terbatas atau lahan-lahan marginal, tetapi lahan dengan air tidak

tergenang merupakan tempat yang optimal bagi tanaman ini tumbuh dan berproduksi

secara optimal. Bila perakarannya sudah cukup berkembang, jarak pagar dapat

toleran terhadap kondisi tanah-tanah masam atau alkalin (terbaik pada pH tanah

5.5-6.5) (Heller 1996; Arivin et al. 2006).

Pengelolaan Nutrisi Tanaman

Tanaman jarak pagar membutuhkan nutrisi baik nutrisi makro maupun mikro

(38)

melalui pemberian pupuk yang bertujuan untuk menambah ketersediaan unsur hara

bagi tanaman. Untuk mendapatkan produktivitas tanaman yang tinggi dibutuhkan

hara kombinasi bahan anorganik maupun organik.

Untuk mendapatkan produksi yang baik pada tanah miskin hara dan alkalin,

tanaman ini perlu dipupuk dengan pupuk buatan atau pupuk organik kandang, yang

mengandung sedikit kalsium, magnesium dan sulfur. Pada daerah-daerah dengan

kandungan fosfat yang rendah, penggunaan mikoriza dapat membantu pertumbuhan

tanaman jarak pagar (Jones & Miller 1992).

Dosis pupuk anorganik dan organik yang direkomendasi khusus untuk tanaman

jarak pagar. Jika tanah tidak subur, tanaman harus dipupuk dengan kompos atau

pupuk kandang 2 kg tiap lubang (Hasnam & Mahmud 2006). Selanjutnya dikatakan

bahwa kebutuhan pupuk pada tahun kedua dan seterusnya adalah 2.5 ton sampai 5 ton

pupuk kandang per hektar (1 kg sampai 2 kg per tanaman) ditambah 50 kg Urea, 150

kg SP-36 dan 30 kg KCl. Perkiraan dosis pemupukan tanaman jarak pagar yaitu

tahun I Urea 2x20 g/pohon, SP-36 2x20 g/pohon, KCl 2x20 g/pohon dan Kieserit 2x5

g/pohon; tahun II Urea 2x40 g/pohon, SP-36 2x30 g/pohon, KCl 2x30 g/pohon dan

Kieserit 2x10 g/pohon; tahun III Urea 2x60 g/pohon, SP-36 2x50 g/pohon, KCl 2x40

g/pohon dan Kieserit 2x15 g/pohon; tahun IV Urea 2x100 g/pohon, SP-36 2x75

g/pohon, KCl 2x60 g/pohon dan Kieserit 2x20 g/pohon; tahun V dan seterusnya Urea

2x150 g/pohon, SP-36 2x100 g/pohon, KCl 2x80 g/pohon dan Kieserit 2x25 g/pohon

(Hambali et al. 2006).

Di samping penggunaan pupuk anorganik dan organik, penggunaan pupuk

hayati merupakan alternatif yang baik. Pupuk hayati merupakan mikrob hidup yang

diberikan ke dalam tanah sebagai inokulum untuk membantu menyediakan unsur hara

tertentu bagi tanaman (Simanungkalit 2001). Penggunaan pupuk hayati

meningkatkan kadar unsur hara pada tanaman seperti N, P dan K, menjaga kandungan

senyawa organik N total dalam tanah (Wu et al. 2005). Secara morfologi mikrob

dapat mendorong peningkatan pertumbuhan rambut-rambut akar sehingga

(39)

15

Salah satu cendawan yang dapat digunakan sebagai agen pupuk hayati antara

lain cendawan endofit akar. Cendawan tersebut mempunyai kemampuan untuk

membebaskan asam-asam organik seperti asam sitrat & asam oksalat (Gharieb 2000;

Cunningham & Kuiack 1992) yang akan membentuk khelat dengan ion Ca2+, Mg2+,

Fe3+, dan Al3+ sehingga mampu meningkatkan konsentrasi fosfor tersedia di tanah.

Bahan Organik Tanah

Tanah dapat didefinisikan sebagai media alami untuk pertumbuhan tanaman

yang tersusun atas bahan mineral, bahan organik dan mikroorganisme hidup. Jumlah

bahan organik di dalam tanah akan menentukan nilai produktivitas tanah.

Tanah merupakan sistem hidup yang mengolah setiap bahan pupuk yang

diberikan dalam bentuk tersedia bagi tanaman, dan pengatur utama dari proses

pengelolaan tanah tersebut. Bahan organik bertindak sebagai penyangga biologi dapat

mempertahankan penyediaan unsur hara dalam jumlah seimbang bagi tanaman

(Soepardi 1983). Oleh karena itu penambahan serta pengelolaan bahan organik tanah

merupakan tindakan perbaikan lingkungan tanah dan akhirnya tanah akan mampu

menyokong pertumbuhan tanaman.

Bahan organik tanah dapat terdiri dari sisa-sisa tanaman dan hewan dari semua

tahapan dekomposisi karena aktivitas mikrob tanah (Rao 1994). Bahan organik yang

ada di dalam tanah, berukuran kurang dari 2 mm, dapat ditentukan secara kuantitas

dengan mengukur kandungan karbon (C) organik tanah (Anderson & Ingram 1993) .

Umumnya bahan organik tanah mengandung 40%-60% C organik, yang mana variasi

ini sangat tergantung dari komposisi dan kualitas bahan organik yang ditambahkan ke

tanah. Rata-rata bahan organik tanah diasumsikan mengandung 58% C organik.

Bahan organik tanah merupakan suatu senyawa yang kompleks dan bersifat dinamis,

berasal dari sisa tanaman atau hewan yang terus menerus mengalami perubahan

bentuk sebagai akibat adanya pengaruh fisik, kimia dan biologi tanah (Kononova

1966).

Peranan bahan organik tanah secara umum adalah mampu mempengaruhi

karakteristik fisik, kimia dan biologi tanah (Stevenson 1994). Secara rinci oleh

(40)

1. Memberikan warna gelap pada tanah sehingga mampu mempengaruhi serapan

energi panas matahari;

2. Meningkatkan daya retensi air tanah karena bahan organik tanah mampu

menyerap air hingga 20 kali bobotnya;

3. Membentuk khelat dengan ion logam dari unsur mikro seperti Cu, Fe, Al dan

Mn sehingga menjadi bentuk yang stabil dalam tanah dan pada kondisi tanah

tertentu dapat dimanfaatkan tanaman atau mikroorganisme tanah;

4. Meningkatkan ketersediaan unsur hara dari hasil dekomposisinya;

5. Menstabilkan agregat tanah, karena asosiasi senyawa organik dengan partikel

primer tanah;

6. Sebagai penyangga perubahan pH tanah. Pada tanah yang mempunyai kisaran

pH pendek maka perubahan pH akan diperkecil, sehingga reaksi kimia tanah

relatif stabil;

7. Meningkatkan kapasitas tukar kation tanah (KTK);

8. Bereaksi dengan senyawa organik lain seperti senyawa dari pestisida atau

herbisida yang akhirnya ada yang menyebabkan perubahan bioaktivitasnya;

9. Sebagai sumber energi bagi aktivitas mikroorganisme tanah tertentu.

Tanah yang mampu menyokong pertumbuhan tanaman secara optimum adalah

apabila kandungan bahan organik tanahnya 3% - 5% dari berat tanah lapisan olah.

Bahan organik tanah dengan kandungan 3% - 5% dari berat tanah olahnya sudah

mampu memberikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang baik bagi pertumbuhan

tanaman (Buckman & Brady 1969).

Pupuk Kandang

Pupuk kandang merupakan salah satu sumber bahan organik tanah yang berasal

dari sisa padatan dan cairan dari ternak yang umumnya tercampur dengan sampah

dalam jumlah tertentu seperti jerami yang telah digunakan sebagai alas tidur ternak.

Pupuk kandang banyak mengandung unsur hara N, P, K, Ca, Mg, S dan Bo (Hesse

1984). Hewan ternak yang sering digunakan sebagai penghasil pupuk kandang

(41)

17

Pupuk kandang mempunyai kontribusi yang baik terhadap karakteristik tanah.

Peranan pupuk kandang antara lain sebagai sumber dan penambah unsur hara,

mempertinggi humus, memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan kehidupan biota

tanah. Pupuk kandang dari kotoran sapi sebanyak 20 ton/ha pada tanah Typic

Hapludult mampu menurunkan bobot isi tanah sebesar 4.74%, meningkatkan ruang

pori total tanah sebesar 2.11%, meningkatkan air tersedia sebesar 4.98% dan

meningkatkan permeabilitas tanah sebesar 51.13% bila dibandingkan dengan tanpa

pupuk kandang (Purnomo 1995). Pemberian pupuk kandang kuda dosis 50 ton/ha

pada tanah Andosol mampu memperkecil bobot isi tanah sebesar 6.98%,

meningkatkan ruang pori total tanah sebesar 4.62%, meningkatkan air tersedia

sebesar 1.08% dan meningkatkan permeabilitas tanah sebesar 6.68% bila

dibandingkan dengan tanpa pupuk kandang (Ermanto 1995).

Kompos

Pengomposan merupakan proses biologi oleh kegiatan mikroorganisme dalam

mengurai bahan organik menjadi bahan semacam humus (Sutanto 2002). Bahan

kompos yang terbentuk mempunyai berat volume yang lebih rendah dari bahan dasar

kompos, stabil, dekomposisi lambat dan sumber pupuk organik.

Secara garis besar pengomposan dapat diartikan sebagai proses yang merubah

limbah organik menjadi kompos melalui aktivitas biologi di bawah kondisi yang

terkontrol. Tujuan atau sasaran pengomposan adalah memantapkan bahan-bahan

organik yang berasal dari bahan limbah, mengurangi bau busuk, membunuh

organisme patogen dan biji-bijian gulma dan pada akhirnya menghasilkan pupuk

organik (kompos) dan sesuai untuk tanah (Haga 1990).

Kompos terdiri dari senyawa non humus dan humus. Senyawa non humus

adalah senyawa-senyawa yang secara fisika dan kimia masih berbentuk karbohidrat,

protein, peptida, asam amino, lemak, lilin, alkana dan asam-asam organik dengan

berat molekul rendah (Schitzer 1982), sedangkan senyawa humus terdiri dari humin,

(42)

Pupuk Hayati

Pupuk hayati merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan ke dalam tanah

sebagai inokulan untuk membantu menfasilitasi atau menyediakan unsur hara tertentu

bagi tanaman (Simanungkalit 2001). Pupuk hayati yang dibuat mengandung

mikroorganisme tertentu dalam jumlah banyak dan mampu menyediakan hara yang

cukup untuk membantu pertumbuhan tanaman. Pada saat ini yang banyak digunakan

untuk pupuk hayati yang mampu mengikat nitrogen adalah Rhizobium, Azobacter,

Azospirillum, ganggang biru atau sianobacter dan Azolla sedangkan yang dapat

meningkatkan hara fosfor yaitu berupa mikoriza (Sutanto 2002). Di samping itu

terdapat bakteri pelarut P (Bacillus megaterium) dan pelarut K (Bacillus

mucilaginous) (Wu et al. 2005).

Usaha memberi pupuk hayati merupakan sumber alternatif dalam

mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah melalui sumber daya

terbarukan. Pemberian pupuk hayati ini dapat meningkatkan peranan bakteri dan

mikroorganisme lain yang mampu dalam menambat N dan meningkatkan efisiensi

penggunaan N dan P mempunyai peranan penting (Hegde & Dwivedi 1993).

Interaksi Mikrob dan Tumbuhan

Tanah merupakan sistem terbuka yang memungkinkan terjadi berbagai

interaksi. Interaksi dapat terjadi antara makhluk hidup dengan tanah atau benda mati

dengan tanah, baik yang menguntungkan maupun merugikan. Penambangan timah

dapat menyebabkan kerusakan ekosistem, sehingga bisa menimbulkan kerusakan

pada status hara tanah secara biologi, kimia dan fisik yang selanjutnya akan diikuti

dengan terjadinya suatu kemunduran dari struktur dan kombinasi jenis dari vegetasi

yang mendiaminya (Sambas & Prawiroatmojo 1995); serangga tanah (Suhardjono

1995) dan mikroba tanah, jamur mikoriza vesicular-arbuskular (MVA) (Suciatmih

1997), Rhizobium (Suliasih & Widawati 1995) dan bakteri pelarut fosfat (BPP)

(Sudiana & Kanti 1995).

Pemeliharaan keseimbangan biologi yang optimal pada lahan bekas

penambangan adalah penting pada keberlanjutannya. Karena degradasi tanah tidak

(43)

19

dan ukuran bahan organik, sehingga perlu dicari cara yang bisa merestorasi

komponen biologi dari keberlanjutan. Penambahan bahan organik yang mengandung

mikrob dan pupuk hayati merupakan salah satu cara untuk meningkatkan interaksi

(44)

tambang timah dianalisis di laboratorium sebelum diberi perlakuan untuk

penelitian. Penelitian terdiri atas tiga percobaan lapangan yang terpisah di lahan

bekas tambang timah. Untuk mencapai tujuan percobaan, maka dilakukan tiga

bagian percobaan. Percobaan bagian pertama yaitu memberi kompos dan kotoran

sapi pada aksesi Madiun, Ponorogo, Jember, Dompu, Lampung, Bengkulu, dan

Sukabumi. Kompos berasal dari serbuk gergaji yang diperkaya dengan

Trichoderma harzianum, T. pseudokoningii, dan Aspergilus sp. Pada percobaan

bagian pertama mendapatkan bahan organik berupa kotoran sapi yang memberi

jarak pagar respon pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan memberi

kompos.

Dari hasil percobaan bagian pertama, dilakukan percobaan bagian kedua

yaitu kombinasi perlakuan dengan memberi kotoran sapi dan NPK pada aksesi

Lampung. Pemilihan aksesi Lampung pada percobaan bagian kedua didasarkan

pada potensi pertumbuhan yang terdapat pada aksesi Lampung. Pupuk NPK yang

digunakan dengan kadar unsur hara 14% N, 14% P, dan 14% K.

Selain penggunaan bahan organik, pada bagian ketiga percobaan yaitu

memberi cendawan endofit akar A. niger pada aksesi Madiun, Ponorogo, Jember,

Dompu, Lampung, Bengkulu, dan Sukabumi. Pada bagian ketiga dari percobaan

ini dapat dilihat kemampuan cendawan endofit akar A. niger mempengaruhi

pertumbuhan jarak pagar. Bagian ketiga menggunakan bibit jarak pagar sama

dengan pada percobaan bagian pertama, jenis pupuk hayati berupa inokulasi A.

niger yang dimasukkan dalam baglog berisi jagung, dan bahan lain berupa tanah

bagian atas yang digunakan sebagai campuran media tanam.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di TS 133 kelurahan Sinar Baru, Kabupaten

Bangka, Provinsi Bangka Belitung untuk penelitian lapangan. Pengukuran berat

kering total tanaman, tajuk, dan akar dilakukan di Laboratorium Fisiologi

Tumbuhan Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Analisis kadar N, P, dan K

(45)

22

Pertanian, Departemen Pertanian. Analisis kandungan minyak dilakukan di

Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan 1, SEAFAST CENTER, IPB, Bogor.

Penelitian dilaksanakan bulan Pebruari 2007 sampai dengan Oktober 2008.

Metode Penelitian

Percobaan pertama berupa percobaan faktorial yang dirancang dalam

Rancangan Petak Terbagi (RPT). Sebagai petak utama adalah 7 aksesi jarak pagar

yang terdiri atas : aksesi Madiun, Ponorogo, Jember, Dompu, Lampung,

Bengkulu, dan Sukabumi, sedangkan anak petak berupa tanah tanpa pemberian

kompos dan kotoran sapi (kontrol), aksesi jarak pagar diberi kompos 4 kg/lubang

ditambah 4 kg tanah bagian atas (top soil), dan aksesi jarak pagar diberi kotoran

sapi 4 kg/lubang ditambah 4 kg tanah bagian atas (top soil). Setiap satuan

percobaan terdapat 4 tanaman per petak.

Sebelum tanaman ditanam maka bahan organik dimasukkan dalam setiap

lubang tanaman satu minggu sebelum penanaman. Kompos dan kotoran sapi

yang diberikan dicampur merata dengan tanah bagian atas (top soil) kemudian

dimasukkan dalam tiap lubang tanam. Lubang tanam yang telah diinkubasi

selama satu minggu kemudian ditanami dengan jarak pagar.

Percobaan kedua berupa percobaan faktorial yang dirancang dalam

rancangan acak kelompok lengkap (RAKL). Sebagai faktor pertama adalah bahan

organik yang terdiri atas : tanpa penambahan bahan organik dan penambahan

kotoran sapi 1 kg/lubang, sedangkan faktor kedua berupa 0 gram NPK, 50 gram

NPK, 90 gram NPK, dan 130 gram NPK, dengan kandungan 14% N, 14% P, dan

14% K. Setiap satuan percobaan terdapat 4 tanaman per petak.

Sebelum tanaman ditanam maka bahan organik dimasukkan dalam setiap

lubang tanaman satu minggu sebelum penanaman. Kotoran sapi yang diberikan

dicampur merata dengan tanah bagian atas (top soil) kemudian dimasukkan

dalam tiap lubang tanam. Lubang tanam yang telah diinkubasi selama satu

minggu ditambahkan NPK sesuai dengan dosis perlakuan, kemudian ditanami

dengan jarak pagar.

Percobaan ketiga berupa percobaan faktorial yang dirancang dalam

(46)

aksesi jarak pagar yang terdiri atas : aksesi Madiun, Ponorogo, Jember, Dompu,

Lampung, Bengkulu, dan Sukabumi, sedangkan faktor kedua berupa pupuk

hayati yang terdiri atas : tanpa cendawan endofit (kontrol) dan cendawan endofit

dalam baglog 250 g per tanaman. Setiap satuan percobaan terdapat 4 tanaman per

petak.

Sebelum tanaman jarak pagar ditanam, cendawan endofit yang diberikan

dicampur merata dengan tanah bagian atas (top soil) kemudian dimasukkan

dalam tiap lubang tanam, dan setelah itu jarak pagar dimasukkan dalam lubang

tersebut.

Peubah yang diamati

Tinggi tanaman. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah atau leher

akar sampai daun yang paling panjang, dilakukan satu kali dalam setiap bulan

sampai jarak pagar umur 8 bulan setelah tanam. Pengamatan dilakukan pada

percobaan 1, 2, dan 3.

Diameter batang. Pengukuran dengan menggunakan jangka sorong pada

daerah 5 cm di atas leher akar, dilakukan satu kali dalam setiap bulan sampai jarak

pagar umur 8 bulan setelah tanam. Pengamatan dilakukan pada percobaan 1, 2,

dan 3.

Jumlah cabang. Jumlah cabang diamati dengan menghitung cabang

primer. Pengamatan dilakukan sampai jarak pagar umur 8 bulan setelah tanam.

Pengamatan dilakukan pada percobaan 1, 2, dan 3.

Diameter tajuk. Diameter tajuk diukur dengan menggunakan meteran

pada lingkar tajuk yang paling lebar. Pengamatan dilakukan sampai jarak pagar

umur 8 bulan setelah tanam. Pengamatan dilakukan pada percobaan 1, 2, dan 3.

Berat kering tanaman. Berat kering total, berat kering tajuk, dan berat

kering akar pada umur 8 bulan setelah tanam (BST). Tajuk dan akar dipanen dan

dibersihkan, kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur 70 oC

selama 72 jam sampai beratnya konstan, kemudian ditimbang dengan timbangan

analitik. Pengamatan dilakukan pada percobaan 1, 2, dan 3.

Generatif. Pengamatan generatif jarak pagar terhadap jumlah bunga

jantan, jumlah bunga betina, jumlah total buah, jumlah total biji, berat rata-rata

(47)

24

menghitung jumlah bunga jantan dan betina dalam satu tandan. Jumlah total

buah, jumlah total biji, dan berat biji total dihitung sejak terbentuknya buah dan

biji sampai jarak pagar berumur 12 bulan setelah tanam. Berat biji rata-rata

dihitung dari sampel setiap tanaman setiap ulangan. Pengamatan dilakukan pada

percobaan 1 dan 2.

Analisis kandungan minyak. Analisis kandungan minyak dilakukan

dengan metode soxhlet (Lampiran 5). Sampel biji diambil secara acak dari setiap

ulangan sebanyak 10 biji. Pengukuran dilakukan pada percobaan 1.

Analisis jaringan tanaman. Bahan yang dianalisis adalah daun muda yang

telah mekar penuh (fully expanded leaves). Analisis kadar N, P, dan K dilakukan

pada umur 6 bulan setelah tanam. Sampel yang dianalisis untuk setiap hara

diambil dari satu tanaman secara acak. Pengukuran dilakukan pada percobaan 1.

Pengukuran N dengan spektrofotometer. Pipet 1 ml ekstrak contoh ke

dalam tabung reaksi, tambahkan 9 ml air bebas ion dan kocok dengan pengocok

tabung. Pipet ke dalam tabung reaksi masing-masing 2 ml ekstrak encer dan deret

standar. Tambahkan berturut-turut larutan sangga tartrat dan Na-fenat

masing-masing sebanyak 4 ml, kocok dan biarkan 10 menit. Tambahkan 4 ml NaOCl 5 %,

kocok dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm

setelah 10 menit sejak pemberian pereaksi ini. Catatan: warna biru indofenol yang

terbentuk kurang stabil. Upayakan agar diperoleh waktu yang sama antara

pemberian pereaksi dan pengukuran untuk setiap deret standar dan contoh.

Pengukuran P. Pipet masing-masing 1 ml ekstrak contoh dan deret standar

PO4 ke dalam tabung kimia. Tambahkan 9 ml air bebas ion dan kocok

(pengenceran 10x). Pipet masing-masing 2 ml ekstrak encer contoh dan deret

standar ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 10 ml pereaksi pewarna P. Kocok

dengan pengocok tabung sampai homogen dan biarkan 30 menit. P dalam larutan

diukur dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm.

Pengukuran K. Pipet 1 ml ekstrak dan deret standar masing-masing ke

dalam tabung kimia dan tambahkan 9 ml larutan La 0,25 %. Kocok dengan

menggunakan pengocok tabung sampai homogen. Ca dan Mg diukur dengan SSA

sedangkan K dan Na diukur dengan alat fotometer nyala dengan deret standar

(48)

Analisis Data

Data pada bagian pertama dianalisis dengan Analisis Varians

menggunakan program SAS 9.1 for Windows dan dilanjutkan dengan pengujian

menggunakan Uji Perbandingan Berganda Duncan (UPBD). Data bagian kedua

dianalisis dengan Analisis Varians menggunakan program SAS 9.1 for Windows

dan dilanjutkan dengan pengujian menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil

(UBNT). Data bagian ketiga menggunakan Analisis Regresi dan Analisis Varians

menggunakan program SAS 9.1 for Windows dan dilanjutkan dengan pengujian

Gambar

Gambar 1  Perbedaan komponen jarak pagar (J. curcas L.) : a- cabang bunga, b-batang, c-daun, d-bunga jantan, e-bunga betina, f-potongan buah melintang, g-buah, h-potongan buah membujur, i-biji (Heller 1996)
Tabel 1  Karakteristik sifat fisik, kimia dan kadar logam berat dari lokasi TS 133
Tabel 3 Diameter batang (cm) 7 aksesi jarak pagar umur 8 BST yang diberikan  bahan organik
Tabel 4  Kisaran jumlah cabang 7 aksesi jarak pagar umur 8 BST yang diberikan bahan organik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Stratifikasi yang dilakukan berdasarkan kondisi tutupan lahan (Rusolono et al. 2015), sehingga lokasi penelitian pada Hutan Nabundong dibagi menjadi dua, yaitu

Seiring bertambahnya usia kehamilan informan memiliki harapan untuk melahirkan secara normal dan lancar namun karena kondisi kehamilannya dengan plasenta letak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penambahan konsentrasi kunyit ( Curcuma longa ) 1%, 1,5%, 2% dan 2,5% selama 7 hari fermentasi sebagai flavouring agent

Setelah mengalami proses internalisasi dan objektifikasi, barulah subjek berada pada taham eksternalisasi yakni tahap di mana subjek keluar dari pemahaman awal

Persentase jumlah ikan dengan ukuran panjang yang lebih kecil dari panjang saat pertama kali memijah ( length at first maturity ) untuk jenis ikan yang tertangkap

Nilai thitung yang diperoleh lebih besar dari nilai ttabel maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penggunaan media audio visual terhadap kemampuan mendengarkan cerita

Ritual kematian, dalam tradisi Jawa, merupakan bentuk penghormatan yang diberikan oleh yang hidup terhadap yang mati, diiringi dengan doa-doa untuk kebaikan sang jenazah

Infeksi Eimeria tenella secara eksperimental dengan dosis 50.000, 100.000 dart 200.000 ookista pada ayam buras umur 2 minggu, 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dart 4 bulan dapat