Lahan pasca tambang timah yang tidak direklamasi menjadi suatu masalah besar bagi suatu lahan. Lahan dengan kondisi seperti itu akan menyebabkan tanaman jarak pagar mengalami masalah dalam pertumbuhan dan perkembangan sehingga muncul faktor pembatas seperti air dan nutrisi. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi atau meminimalkan faktor pembatas tersebut yaitu dengan menambahkan bahan organik berupa kompos dan kotoran sapi, penambahan cendawan endofit sebagai pupuk hayati, dan penambahan bahan anorganik berupa pupuk NPK.
Tanaman jarak pagar yang mendapatkan perlakuan bahan organik, anorganik, dan pupuk hayati sangat bervariasi dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam kondisi lingkungan yang sering berubah-ubah, diperlukan aspek domestikasi dengan genotipe yang berbeda sehingga dapat tampil terbaik dalam kondisi pertumbuhan yang berbeda pula (Eriksson et al. 2007). Selain aspek domestikasi, penampilan dari setiap provenan atau aksesi dalam kondisi yang berbeda. Belum ada penelitian pada material genetik atas berbagai lingkungan yang diterbitkan untuk jarak pagar, selain Senegal dan Cape Verde pengujian dilaporkan oleh Heller 1996. Kekurangan ini menekankan pentingnya membangun tes genetik atas berbagai lingkungan, dalam rangka untuk mengungkapkan interaksi genotipe mungkin dengan lingkungan, dan untuk menentukan zona pengumpulan benih cocok untuk plasma nutfah unggul. Sebenarnya, dengan interaksi genotipe lingkungan di jarak yang diharapkan dari penelitian pada spesies tanaman Euphorbiaceae lain (misalnya,
Ricinus communis L. (Joshi et al 2002; Kumari et al 2003).
Aspek lingkungan dan aksesi menentukan keberhasilan tanaman jarak pagar. Keberhasilan itu berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman jarak pagar yang sangat tergantung pada ketersediaan nutrisi di daerah rizosfer akar. Pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman memperlihatkan perbedaan yang jelas antara tanpa pemberian bahan organik dengan pemberian kotoran sapi, kompos, cendawan endofit dan pupuk anorganik berupa NPK.
Tanaman yang tidak diberikan bahan organik dan anorganik mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan tanaman terhambat
seperti tinggi tanaman dan diameter batang yang bertambah sedikit sekali. Demikian juga untuk pertambahan tajuk yang bertambah sedikit juga. Percabangan bertambah tetapi cabang yang terbentuk mempunyai ukuran yang sangat kecil. Tanaman jarak pagar yang tumbuh dengan faktor pembatas tersebut tidak dapat mencapai pertumbuhan generatif atau tidak terjadi perubahan dari pertumbuhan vegetatif ke morfogenesis. Seperti telah disebutkan bahwa faktor pembataslah yang menjadi penyebab hal tersebut.
Perlakuan tanpa pemberian bahan organik terdapat beberapa aksesi yang dapat tumbuh lebih baik dibandingkan aksesi lain. Dari percobaan 1, aksesi Bengkulu memiliki batang yang panjang, aksesi Jember dan Dompu memiliki diameter tajuk paling lebar, aksesi Dompu mempunyai berat kering total yang paling tinggi. Oleh sebab itu jika yang diharapkan pertumbuhan seperti yang di atas, aksesi tersebut dapat dipertimbangkan untuk ditanam tanpa bahan organik di lahan pasca tambang timah.
Terdapat perbedaan respon pertumbuhan tanaman jarak pagar antara percobaan 1 dan percobaan 2. Pada percobaan 2 pada aksesi Lampung, pertumbuhan dan perkembangan jarak pagar hampir sama dengan percobaan 2 dan percobaan 3 yang tidak diberikan bahan organik. Sedangkan percobaan 2 yang tidak diberikan bahan organik, aksesi Madiun tumbuh paling tinggi, aksesi Jember memiliki diameter batang paling besar, dan aksesi Bengkulu mempunyai diameter tajuk yang lebih besar.
Pertumbuhan tanaman jarak pagar yang diberikan bahan organik berupa kompos dan kotoran sapi, pupuk hayati berupa cendawan endofit A. niger, dan pemberian bahan anorganik berupa NPK dapat meningkat dengan nyata. Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, diameter batang, diameter tajuk, jumlah cabang, berat kering tanaman, berat kering tajuk, berat kering akar, dan nisbah tajuk akar menunjukkan perbedaan. Umumnya pemberian kotoran sapi yang dikombinasikan dengan pupuk NPK meningkatkan pertumbuhan vegetatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
Tinggi tanaman yang tertinggi sebesar 120 cm pada perlakuan kombinasi pemberian pupuk NPK dengan kotoran sapi pada aksesi Lampung, kemudian
81
berurutan pemberian kotoran sapi, kompos, dan terendah adalah pemberian cendawan endofit. Demikian juga untuk diameter batang dan diameter tajuk menunjukkan pola yang sama dengan tinggi tanaman bahwa pemberian NPK dan kotoran sapi lebih tinggi dibandingkan pemberian kotoran sapi, kompos, dan cendawan endofit.
Bentuk yang berbeda terdapat pada pembentukan cabang dengan berbagai variasi jumlah cabang yang terbentuk. Jumlah cabang pada pemberian bahan organik, anorganik, dan pupuk hayati sangat beragam. Jumlah cabang yang terbanyak justru terdapat pada aksesi Sukabumi yang diberikan cendawan endofit. Pada pemberian kompos yang tertinggi dengan tujuh cabang pada aksesi Madiun dan Ponorogo, kemudian untuk kotoran sapi bervariasi jumlah cabang dengan tertinggi enam cabang pada aksesi Ponorogo. Demikian halnya untuk pemberian kotoran sapi dan NPK 130 g menunjukkan jumlah cabang yang tertinggi.Tanpa pemberian bahan organik ada yang tidak terbentuk cabang tetapi ada juga yang terbentuk beberapa cabang, bahkan dapat mencapai 6 cabang. Namun demikian, jumlah cabang yang terbentuk tidak diikuti dengan pertambahan ukuran cabang tersebut yang umumnya berukuran kecil baik lingkar cabang maupun panjang.
Akumulasi proses fotosintesis yang terjadi dalam tanaman jarak pagar tercermin dalam biomassa tanaman berupa berat kering tanaman. Peningkatan berat kering dengan pemberian kompos, kotoran sapi, cendawan endofit, dan kombinasi kotoran sapi dan NPK, umumnya lebih dari dua puluh kali tanpa pemberian bahan organik. Berat kering tajuk dan akar secara otomatis akan mengalami peningkatan yang besar juga. Peningkatan dari tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah pemberian kotoran sapi dan NPK, pemberian kotoran sapi, pemberian kompos, dan pemberian cendawan endofit dibandingkan dengan tanpa pemberian bahan organik, anorganik, dan pupuk hayati. Akan tetapi peningkatan berat kering yang paling tinggi pada aksesi Jember yang diberikan kotoran sapi.
Berat kering tajuk dan akar mempengaruhi nisbah tajuk akar yang merupakan cerminan dari perimbangan pertumbuhan tajuk dan akar. Secara umum nisbah tajuk akar dengan pemberian bahan organik, anorganik, dan cendawan endofit rendah dibandingkan tanpa pemberian ke empat bahan tersebut. Di sini terjadi pola yang
berbeda dengan berat kering tanaman, tajuk, dan akar. Pemberian kompos pada tujuh aksesi umumnya mempunyai nisbah tajuk akar terendah, kemudian kombinasi kotoran sapi dan NPK pada aksesi Lampung, kotoran sapi pada tujuh aksesi, pemberian cendawan endofit pada tujuh aksesi dibandingkan dengan tanpa pemberian ke empat bahan tersebut. Nisbah tajuk akar terendah pada aksesi Jember yang diberikan kotoran sapi sebesar 0.6.
Proses perkembangan tanaman selanjutnya adalah terbentuknya bunga tanaman jarak pagar. Bunga jarak yang muncul pada umumnya setelah tanaman berumur 60 hari setelah tanam dan pada saat tanaman berumur 90 hari. Bunga yang terbentuk pada ujung cabang membentuk rangkaian bunga yang dinamakan infloresens. Pemberian jenis bahan organik dan anorganik dapat menyebabkan tanaman berbunga dan berbuah.
Ketersediaan nutrisi dan air dalam tanah yang tersedia cukup dapat menyebabkan proses morfogenesis dapat berjalan, tetapi bila nutrisi dan air tersedia dalam jumlah sedikit, tanaman tidak dapat melanjutkan ke fase generatif. Hal ini bisa dilihat pada tanaman jarak pagar yang tidak diberikan bahan organik, tidak menghasilkan bunga. Demikian juga untuk tujuh aksesi yang diberikan cendawan endofit, tidak menghasilkan bunga hanya memberikan pertumbuhan vegetatif yang baik di awal pertumbuhan.
Jumlah bunga jantan yang terbentuk paling banyak pada aksesi Dompu yang diberi perlakuan kompos, sedangkan pada aksesi Sukabumi dan Bengkulu yang diberikan kotoran sapi jumlahnya mendekati jumlah aksesi Dompu. Namun untuk kombinasi kotoran sapi dan NPK khusus untuk aksesi Lampung menghasilkan bunga jantan yang banyak juga. Untuk pemberian NPK saja ternyata dapat menghasilkan bunga jantan walaupun jumlahnya sangat sedikit.
Bunga betina yang dihasilkan masih tergolong dalam jumlah sedikit dengan kisaran antara 2 – 8 bunga betina. Bunga yang paling banyak berjumlah 8 pada aksesi Lampung yang diberikan kotoran sapi dan 90 g NPK. Jumlah bunga betina ini hampir sama jumlahnya dengan pemberian kompos pada aksesi Dompu, pemberian
83
kotoran sapi pada aksesi Bengkulu dan Lampung, serta aksesi Lampung yang diberikan kotoran sapi dan 50 g NPK dengan 7 jumlah bunga betina.
Jumlah bunga jantan dan betina menentukan nisbah bunga jantan dan betina tanaman jarak pagar. Pada pemberian kotoran sapi dan 90 g NPK memberikan nisbah bunga jantan terendah sebesar 11.3:3, diikuti pemberian kotoran sapi pada aksesi Sukabumi 12.1:1 dan pemberian kompos pada aksesi Dompu 13.1:1. Nisbah bunga jantan betina masih tinggi di luar yang disebutkan di atas. Hal ini berarti bahwa jumlah bunga betina masih tergolong rendah dibandingkan dengan bunga jantan.
Indikator keberhasilan polinasi tanaman jarak pagar adalah perubahan bunga betina menjadi buah dalam bentuk kapsul. Jumlah total kapsul terbentuk yang terbanyak pada aksesi Bengkulu yang diberikan kotoran sapi, diikuti oleh aksesi Sukabumi yang diberikan kotoran sapi, aksesi Dompu yang diberikan kompos, dan aksesi Lampung yang diberikan kotoran sapi dan 90 g NPK.
Demikian juga untuk jumlah total biji yang sangat ditentukan oleh jumlah kapsul. Pada umumnya jumlah biji dalam satu kapsul sebanyak tiga, tetapi terdapat juga kapsul yang mempunyai dua biji dalam satu kapsul. Terdapat perbedaan pada jumlah total biji terutama pada aksesi Dompu yang diberikan kompos dan aksesi Sukabumi yang diberikan kotoran sapi. Bahwa jumlah kapsul keduanya sama tetapi pada jumlah kapsul ternyata aksesi Dompu yang diberikan kompos lebih banyak. Jumlah biji yang terbanyak pada aksesi Bengkulu yang diberikan kotoran sapi yaitu sebanyak 185 biji, kemudian aksesi Lampung yang diberikan kotoran sapi dan 90 g NPK.
Berdasarkan jumlah kapsul dan jumlah biji, ternyata tidak diikuti oleh berat rata-rata biji. Berat rata-rata biji sangat beragam dari beberapa perlakuan yang diberikan yang berkisar 0.43 g – 0.77 g. Berat rata-rata biji yang tertinggi adalah aksesi Madiun, kemudian aksesi Jember yang diberikan kotoran sapi, juga aksesi Lampung yang diberikan kotoran sapi dan 90 g NPK. Jadi jumlah kapsul dan jumlah biji rata-rata tidak terlalu mempengaruhi berat rata-rata biji jarak pagar.
Berat biji total per tahun tercermin dari jumlah total kapsul dan jumlah total biji per tahun juga. Berat biji tertinggi 125.7 g pada aksesi Lampung yang diberi
perlakuan kotoran sapi dan 90 g NPK, diikuti pemberian 50 g dan 130 g NPK. Namun demikian, pemberian kotoran sapi pada aksesi Bengkulu dan pemberian kompos pada aksesi Dompu berat biji total terlalu berselisih terlalu jauh.
Analisis kandungan minyak yang dilakukan terhadap tujuh aksesi yang diberikan kompos dan kotoran sapi, sehingga tidak dapat membandingkan dengan kombinasi perlakuan kotoran sapi dan pupuk NPK. Akan tetapi dapat ditunjukkan bahwa kandungan minyak tertinggi 39.6% pada aksesi Dompu yang diberikan kotoran sapi dan terendah 24.9% aksesi Lampung yang diberikan kotoran sapi juga.
Keberadaan mikrob di perakaran tanaman jarak pagar
Mikrob yang ditemukan pada pertanaman jarak pagar di lahan pasca tambang timah beragam jenisnya. Isolasi dari daerah perakaran jarak pagar didapatkan beberapa jenis cendawan dan bakteri (Lisfiani 2008). Cendawan yang ada di lokasi penelitian seperti Aspergillus sp, Aspergillus niger, Penicillium sp, Trichoderma sp,
Acremonium sp, Mucor sp, Alternaria sp, dan Paecilomyces sp. Di samping terdapat
cendawan seperti yang telah disebutkan di atas, kehadiran Bacillus dan Pseudomonas
hampir di semua perlakuan (Lisfiani 2008). Keberadaan mikrob baik cendawan maupun bakteri sangat membantu dalam pertumbuhan tanaman. Bacillus dan
Pseudomonas merupakan bakteri yang telah diidentifikasi mampu melarutkan P yang
tidak larut menjadi bentuk tersedia bagi tanaman (Atlas & Bortha 1998).
Penggunaan biofertilizer yang mengandung mikoriza dan bakteri penambat nitrogen (Azobacter chroococum), bakteri pelarut P (Bacillus megaterium), dan pelarut K (Bacillus mucilaginous) telah meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung
(Wu et al. 2005). Komunitas mikroba dapat berperan dalam pertumbuhan tanaman
melalui beberapa mekanisme seperti penyediaan unsur hara dalam tanah (Lynch 1990), peningkatan kemampuan bersaing dengan patogen akar (Weller et al. 2002), atau peningkatan kemampuan menyerap unsur hara (Smith & Read 1997).
Kehadiran A. niger pada perlakuan tanpa pemberian jenis bahan organik menggambarkan bahwa cendawan ini dapat membantu tanaman jarak pagar untuk bertumbuh walaupun pertumbuhan sangat lambat dan tidak berbunga. Dibandingkan dengan pemberian cendawan endofit pada percobaan 2, pertumbuhan vegetatif lebih
85
baik. Hal ini diduga bahwa populasi dari A. niger dari percobaan 2 lebih banyak daripada tanpa pemberian cendawan endofit dari awal pertumbuhan.
Cendawan A. niger asal tanah mampu melarutkan fosfat dgn melepaskan asam organik seperti asam malat dan asam glukonat (Chuang et al. 2006) . Fosfat merupakan salah satu unsur hara yang penting bagi tanaman. Rata-rata tanah mengandung fosfat total sebesar 0.02 – 0.5 %, tersedia dalam bentuk anorganik yg sulit larut dan hanya 1% yg siap dimanfaatkan oleh tanaman (Barber 1984). Unsur fosforus (P) merupakan bagian esensial dari gula fosfat yg berperan dalam nukleotida seperti RNA dan DNA, komponen fosfolipid membran, berperan dalam metabolisme energi dan merangsang terjadinya pembelahan sel (Salisbury & Ross 1995).
Selain itu cendawan A. niger mampu mengkolonisasi tanaman bukan inang CMA seperti Brassica chinensis. menyatakan Brassica chinensis yg diinokulasi A.
niger asal tanah mengalami peningkatan signifikan pada berat kering dan kandungan
N (Chuang et al. 2006). Selain itu A. niger mampu melarutkan fosfat tanah yg tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
SIMPULAN
Tanaman jarak pagar yang diberi kompos dan kotoran sapi dapat meningkatkan pertumbuhan generatif. Untuk mendapat hasil biji yang baik pada lahan pasca tambang timah di Bangka dapat ditanami dengan memberi kompos pada aksesi Dompu dan memberi kotoran sapi pada aksesi Bengkulu.
Untuk mendapat hasil yang baik pada lahan pasca tambang timah dapat ditanami dengan aksesi Lampung yang diberi dosis 50 g NPK dan kotoran sapi. Untuk merevegetasi lahan pasca tambang timah diberi inokulasi cendawan endofit A.
niger pada aksesi Sukabumi, Jember, dan Dompu.
Pemberian cendawan endofit akan meningkatkan pertumbuhan tanaman jarak pagar pada ke tujuh aksesi tetapi diperlukan penambahan bahan organik yang dapat memberikan sumbangan nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman jarak pagar yang tumbuh di lahan pasca tambang timah.