SKRIPSI
Oleh:
Eka Parida Apriliasari NPM: 20110720273
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) strata Satu
pada Prodi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah)
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh:
Eka Parida Apriliasari NPM: 20110720273
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
نِهِبيِب َََج ْنِم نِهْيَلَع َنِنْدُي َنِنِمْؤُمْلا ِءاَسِنَو َكِتاَنَ بَو َكِجاَوْزَِِ ْلُق ِِنلا اَه يَأ اَي
اًميِحَر اًروُفَغ َُا َناَكَو َنْيَذْؤُ ي َََف َنْفَرْعُ ي ْنَأ ََْدَأ َكِلَذ
“
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu, dan isteri-
isteri orang mukmin: “Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena
Skripsi ini Aku persembahkan untuk Ayahanda dan Ibunda yang
tak pernah henti-
hentinya berdo’a untuk Ananda, serta adik
-adikku yang tercinta
dan almamaterku yang kubanggakan
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN NOTA DINAS ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... v
HALAMAN MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
ABSTRAK ... xii
PEDOMAN TRANSLITERASI ... xiii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Sistematika Pembahasan ... 9
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI ... 11
A. Tinjauan Pustaka ... 11
B. Kerangka Teori ... 14
BAB III : METODE PENELITIAN ... 32
A. Jenis Penelitian... 32
B. Sumber dan Jenis Data ... 32
C. Metode Pengumpulan Data ... 33
MempengaruhiPemikirannya ... 38
C. Aktifitas dan Karya-karya M. Quraish Shihab ... 46
D. Konsep Jilbab Menurut M. Quraish Shihab ... 50
1. Pandangan Melalui Media Cetak ... 51
2. Pandangan Melalui Media Elektronik ... 59
E. Landasan Pendapat M. Quraish Shihab ... 65
1. Penafsiran Surat An- Nūr: 31 ... 66
2. Penafsiran Surat Al-Aḥzāb: 59 ... 70
F. Pendapat Cendekiawan Kontemporer ... 73
G. Implikasinya dalam Pendidikan Islam ... 81
BAB V : PENUTUP ... 94
A. Kesimpulan ... 94
B. Saran-saran ... 95
obyek utamanya ialah bahan-bahan pustaka meliputi sumber data primer, sekunder dan pendukung. Sedangkan metode analisis data berupa analisa data dengan menggunakan analisis isi (content analysis), yang merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi.
Penelitian ini mendapatkan beberapa kesimpulan yaitu, Konsep jilbab menurut M. Quraish Shihab adalah bahwa jilbab itu baik dan bukan merupakan kewajiban, sehingga tidak diperbolehkan untuk memaksa wanita yang belum memakai jilbab untuk berjilbab. Dan bagi wanita yang berjilbab hendaknya bersikap toleransi terhadap mereka yang belum berjilbab. Namun demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap muslimah. Di antaranya adalah tidak ber-tabarruj, tidak menggunakan pakaian popularitas (pakaiannya terkenal/bermerek di kalangan orang-orang yang mengangkat pandangan kepadanya sehingga pemakainya merasa bangga dengan pakaiannya dan akhirnya menimbulkan sikap sombong dan angkuh), tidak menggunakan pakaian transparan dan ketat, serta tidak menggunakan pakaian yang menyerupai pakaian laki-laki dan dalam hal ini, peranan adat istiadat itu perlu dipertimbangkan. Landasan beliau dalam menentukan konsep tersebut adalah hasil penafsiran para ulama terdahulu dan cendekiawan kontemporer terhadap ayat-ayat jilbab dalam al-Qur’an terutama surat An-Nūr (24): 31 dan surat Al-Aḥzāb (33): 59. Penafsirannya tidak berdampak apapun dalam pendidikan Islam di Indonesia terutama dalam ranah pendidikan di ormas Islam seperti Muhammadiyah, NU, PKS, PERSIS, karena di dalam Islam ada pendidikan fiqh wanita, yang mana di dalam pendidikan tersebut menyuruh wanita muslimah untuk memakai jilbab, dan itu hukumnya wajib bagi muslimah, karena banyak manfaat dari memakai jilbab tersebut, dan pendidikan itu seharusnya dimulai dari lingkungan keluarga kita dulu yang lebih terdekat, agar bisa memberikan contoh kepada masyarakat secara umum. Tapi di kalangan kaum liberal yang ada di Indonesia ini menjadi sebuah dukungan bagi mereka karena memiliki titik temu yang sama, dan akan sangat berbahaya bagi masyarakat awam dalam pendidikan Islam jika mereka mengikuti hasil penafsiran beliau.
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah busana lahir seiring dengan sejarah peradaban manusia itu sendiri. Oleh karenanya busana sudah ada sejak manusia diciptakan. Busana memiliki fungsi yang begitu banyak, yakni menutup anggota tertentu dari tubuh sampai penghias tubuh sebagaimana yang diterangkan dalam al-Qur’an yang mengisyaratkan akan fungsi busana:
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan
jilbābnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah SWT adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. al-Ahzab:59)
Busana selain sebagai penutup anggota tertentu pada tubuh juga sangat berfungsi bagi kesehatan, yakni melindungi dari sengatan sinar ultraviolet yang bisa menyebabkan peradangan kulit luar karena matahari
memelihara rasa malu serta meniadakan fitnah (Arief Ali Baraja, 2007: 44-46).
Sejak awal dikenal manusia, pakaian lebih berfungsi sebagai penutup tubuh daripada sebagai pernyataan lambang status seseorang dalam masyarakat. Sebab berpakaian merupakan perwujudan dari sifat dasar manusia yang mempunyai sifat rasa malu sehingga selalu berusaha menutupi tubuhnya. Oleh karena itu betapapun sederhananya kebudayaan suatu bangsa, usaha untuk menutupi tubuh dengan pakaian itu selalu ada, kendati pun dalam bentuk seadanya seperti halnya orang Irian Jaya pedalaman yang hanya memakai holim (koteka) bagi laki-laki dan sali yokal bagi perempuan, yaitu suatu busana hanya menutupi bagian-bagian tertentu dari tubuhnya (Nina Surtiretna, 1996: 13). Kemudian ketika arus zaman telah berkembang pakaian tidak lagi sebatas penutup aurat saja tetapi sebagai mode atau gaya hidup.
Ketika pakaian bukan hanya dijadikan sebagai penutup aurat tetapi juga sebagai mode atau perhiasan, hal ini memang tidak salah. Sebab Allah swt. Sendiri menyuruh kita untuk membaguskan pakaian yang kita pakai yaitu sebagaimana firman Allah QS. al A’raf: 31:
ْاوُذُخ َمَدآ َِِب اَي
ََ ُهسِإ ْاوُفِرْاُت َََو ْاوُبَرْشاَو ْاوُلُكو ٍدِجْاَم ِلُك َدنِع ْمُكَتَنيِز
Artinya:
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
َنْظَفََُْو نِِراَصْبَأ ْنِم َنْضُضْغَ ي ِتاَنِمْؤُمْلِل ْلُقَو
َنيِدْبُ ي َََو نُهَجوُرُ ف
َنيِدْبُ ي َََو نِِِوُيُج ىَلَع نِِرُمُِِ َنْبِرْضَيْلَو اَهْ نِم َرَهََ اَم َِإ نُهَ تَنيِز
ِءاَنْ بَأ ْوَأ نِهِئاَنْ بَأ ْوَأ نِهِتَلوُعُ ب ِءاَبآ ْوَأ نِهِئاَبآ ْوَأ نِهِتَلوُعُ بِل َِإ نُهَ تَنيِز
ِتَلوُعُ ب
اَم ْوَأ نِهِئاَاِس ْوَأ نِِِاَوَخَأ َِِب ْوَأ نِِِاَوْخِإ َِِب ْوَأ نِِِاَوْخِإ ْوَأ نِه
ََْ َنيِذلا ِلْفِطلا ِوَأ ِلاَجِرلا َنِم ِةَبْرِْْا ِِوُأ ِْرَغ َنِعِباتلا ِوَأ نُهُ ساََْْأ ْتَكَلَم
اَاِنلا ِتاَرْوَع ىَلَع اوُرَهْظَي
ْنِم َنِفُُْ اَم َمَلْعُ يِل نِهِلُجْرَأِب َنْبِرْضَي َََو ِء
َنوُحِلْفُ ت ْمُكلَعَل َنوُنِمْؤُمْلا َهيَأ اًعيََِ ِهللا ََِإ اوُبوُتَو نِهِتَنيِز
Artinya:
Katakanlah kepada perempuan yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau perempuan-perempuan Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Amerika, Inggris, ataupun negara lain. Mereka tetap harus melaksanakan perintah ini dalam hal menjaga pandangan, menjaga kemaluan, menampakkan perhiasan yang biasa tampak yaitu muka dan tangan dan bagaimana tata cara berjilbab atau berkerudung. Dari ayat yang telah disebutkan di atas yaitu QS. an Nûr: 31 berkenaan batasan aurat yang lebih khusus pada potongan ayat yaitu:
اَهْ نِم َرَهََ اَم َِإ
Para ulama ketika menafsirkan “bagian yang tampak” pada ayat tersebut
banyak terjadi perbedaan pendapat. Hal itu dikemukakan oleh asy Saukani di dalam Nailul Authar yaitu:
1. Aurat Wanita adalah seluruh badan wanita kecuali muka dan telapak tangan. Menurut pendapat al Hady dan al Qasim, Syafi’i,
Imam Abu Hanifah dan Malik bahwa aurat wanita seluruh badan kecuali muka, dua telapak tangan, dua telapak kaki dan letak gelang kaki (di atas tumit dan di bawah mata kaki).
2. Menurut pendapat al Qasim, Imam Abu Hanifah, Sufyan ats Sauri dan Abu Abbas aurat Wanita adalah seluruh badan, kecuali muka. Dan juga Imam Ahmad bin Hambal dan Abu Daud.
Dari perbedaan para ulama tersebut sesungguhnya tidak mengarah kepada perbedaan yang mencolok seperti bolehnya memperlihatkan rambut, dada, perut maupun paha. Perbedaan mereka hanya terletak pada muka, dan telapak tangan, telapak kaki dan sebagian tangan sampai pergelangan. Namun, dalam ayat ini pakar tafsir kontemporer yang juga lulusan Mesir yaitu M. Quraish Shihab dan sekarang menjabat anggota dewan penthashih al-Qur`an memberikan kesimpulan dan penafsiran yang berbeda dari kebanyakan para ulama yaitu bahwa kepala bukan aurat karena menurutnya bahwa ketetapan hukum tentang batas yang ditoleransi dari aurat atau badan wanita bersifat zhanniy bukan qathi’ (M. Quraish Shihab, 2002: 333).
Sebab ayat al-Qur`an tidak memberikan rincian secara jelas dan tegas tentang batas-batas aurat, seperti apa yang disebutkan dalam QS. an Nur: 31 tadi. Seandainya menurut beliau di dalam al-Qur`an ada ketentuan pasti tentang batas aurat tentunya para ulama baik masa kini maupun ulama terdahulu tidak terjadi perbedaan atau khilafiyah dalam menginterpretasi ayat tersebut. Begitu juga dengan hadits Nabi yang walaupun para ulama menemukan hadits Nabi tetapi masih juga ditemukan perbedaan dalam hal penilain kualitas suatu hadis (M. Quraish Shihab, 2006: 92).
mengamalkan ayat tersebut, yang kalau dibaca sepintas dan tidak merujuk lagi pendapat para ulama terdahulu yang lebih kuat. Parahnya lagi apabila yang membaca atau mendengar pendapat beliau berasal dari orang awam yang mempunyai latar belakang pendidikan yang rendah akan dapat menimbulkan keraguan atau kebingungan yang sangat berlebihan yang pada akhirnya auratnya tidak ditutupnya lagi. Akibat pendapat beliau yang mengatakan bahwa dalil tentang batas aurat bersifat zhan dan masih terdapat khilafiyah antara para ulama. Apalagi kalau kita membaca buku M. Quraish Shihab yang berjudul Jilbab Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama Masa lalu dan Cendikiawan Kontemporer dan beberapa tulisan beliau yang lain yang membahas tentang jilbab yang disitu secara panjang lebar dikemukakan pandangan M. Quraish Shihab berkenaan dengan batas aurat dan jilbab.
Munculnya beberapa buku M. Quraish Shihab tersebut yang membahas tentang Jilbab menurut sebagian kalangan, sesungguhnya tidak terlalu tepat di tengah gencarnya aksi demo yang dilakukan oleh para mahasiswa yang memperjuangkan para saudaranya yang muslimah yang dilarang memakai jilbab diwaktu bekerja, baik di Instansi pemerintahan maupun swasta karena bisa menimbulkan kesan melegalkan para wanita yang tidak memakai Jilbab (Sri Sunarti, 2005: 10). Dalam mengemukakan pendapatnya tersebut anehnya beliau tidak merujuk kepada Imam madzhab seperti imam empat madzhab seperti Imam Syafi’i, Hanafi,
Adapun yang beliau kutip pendapat kebanyakan dari ulama yang tidak memiliki otoritas dalam masalah ini.
Dari beberapa latar belakang masalah atau fenomena yang telah peneliti kemukakan tadi, maka peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian yang mendalam mengenai pendapat M. Quraish Shihab tentang Jilbab yang dinilai berbeda dengan pemikiran para fuqaha dan ahli tafsir dan juga bagaimana Implikasinya dalam pendidikan Islam yang akan dituangkan dalam skripsi yang berjudul “Jilbab Menurut M. Quraish Shihab Dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pendapat M. Quraish Shihab tentang jilbab?
2. Bagaimana implikasi atau dampaknya dalam pendidikan Islam? C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui Pendapat M. Quraish Shihab tentang Jilbab.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini terbagi ke dalam dua aspek, yakni manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.
1. Manfaat Teoritis :
Memberikan kontribusi keilmuan dan memperkaya khazanah keilmuan khususnya di bidang pendidikan Islam dan di bidang ilmu tafsir.
2. Manfaat Praktis :
Penelitian ini bisa digunakan oleh para orang tua dan para pendidik untuk menanamkan nilai-nilai Islam tentang menutup aurat dalam proses pembinaan dan pendidikan khususnya di lingkup keluarga dan bagi masyarakat juga yang lebih khususnya kepada Wanita agar memilih pendapat yang rajih berkenaan dengan batasan aurat.
E. Sistematika Penulisan
Hasil penelitian ini akan di bahas dalam lima bab dengan sistematika penelitian sebagai berikut:
Bab II, Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori. Bab ini memuat uraian tentang tinjauan pustaka terdahulu dan kerangka teori relevan yang terkait dengan tema skripsi.
Bab III, Metode Penelitian. Bab ini memuat secara rinci metode penelitian yang digunakan peneliti beserta justifikasi/alasannya; jenis penelitian, metode pengumpulan data, serta analisis data yang digunakan.
Bab IV, Hasil dan Pembahasan. Bab ini berisi tentang riwayat hidup M. Quraish Shihab. Adapun Riwayat hidup beliau meliputi biografi singkat M. Quraish Shihab, kondisi sosio-historis lingkungan dan karya-karya beliau, kemudian penafsirannya tentang jilbab yang meliputi pengertian jilbab, dasar-dasar dan sumber penafsiran M. Quraish Shihab tentang ayat-ayat jilbab. Kemudian di akhir bab ini peneliti akan memberikan suatu analisis terhadap pendapat M. Quraish Shihab serta implikasinya dalam pendidikan Islam.
A. Tinjaun Pustaka
Sejauh pengamatan peneliti, memang telah ada beberapa pengkaji yang telah berusaha melakukan kajian tentang jilbab, tapi terhadap penafsiran M. Quraish Shihab dalam bidang tafsir itu belum begitu banyak, namun sudah ada beberapa pengkaji yang membahas akan tetapi kajian yang dilakukannya tidak secara mendalam atau hanya secara garis besarnya saja. Disini peneliti mengklasifikasi beberapa kajian yang dilakukan peneliti lain dalam mengkaji jilbab dan penafsiran M. Quraish Shihab yaitu beberapa tulisan dalam bentuk majalah dan skripsi.
Pertama, dalam bentuk skripsi yang ditulis oleh Eka Nur Astuti (2014) dengan judul “Hubungan antara Prestasi Belajar Kuliah Akhlak
dengan Kesadaran Berbusana Muslimah Mahasiswi Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Angkatan 2011 dan 2012”. Dengan
kesadaran berbusana muslimah tinggi akan tinggi pula prestasi belajarnya. Dengan demikian tidak ada korelasi positif yang signifikan antara prestasi belajar kuliah akhlak dengan kesadaran berbusana muslimah mahasiswi FAI UMY angkatan 2011 dan 2012.
Selanjutnya, skripsi yang di tulis oleh Dhita Ainur Rizka (2010) dengan judul “Jilbab dalam Tata Busana Kontemporer (Studi Komparasi
Kemudian, skripsi yang di tulis oleh Fikria Najitama (2004) dengan judul “Jilbab Perempuan dalam Pandangan Yusuf al-Qaradawi dan
Muhammad Syahrur”. Dalam tulisannya, penulis mengkomparasikan
pandangan Yusuf al-Qaradawi dan Muhammad Syahrur tentang konsep jilbab perempuan yang berkesimpulan bahwa yang diwajibkan adalah menutup aurat dan jilbab adalah tradisi masyarakat. Meskipun demikian, tulisan ini tidak memuat paparan yang menentukan dan menjelaskan batasan aurat yang dimaksudkan tersebut.
Kedua, dalam bentuk Majalah yaitu kajian yang dilakukan oleh Adian Husaini yang pada saat bedah buku M. Quraish Shihab terlibat langsung dalam diskusi yaitu tulisan beliau terdapat di dalam Majalah Suara Hidayatullah Edisi ke 7 XXIV (November, 2006). Dalam tulisan ini, beliau hanya sedikit mengutarakan beberapa pandangan M. Quraish Shihab yang dianggap ganjil oleh ulama-ulama terdahulu yang mempunyai otoritas dalam bidang fiqih maupun tafsir.
Selanjutnya, Muhammad Syahrur seorang tokoh controversial, dalam kitabnya “al-Kitab wa al-Qur`an: Qira`ah Mu’asyirah” juga membahas masalah hijab. Bagi Syahrur, kata al-Khumur dalam surat an-Nur: 31 tidak
bermakna “tutup kepala” seperti yang lazim di ketahui, namun yang dimaksud
Dari penelusuran yang telah peneliti lakukan terhadap penafsiran M. Quraish Shihab dalam bidang Tafsir. Belum ada suatu kajian khusus dan mendalam yang membahas tentang penafsiran M. Quraish Shihab dan implikasi penafsirannya dalam pendidikan Islam, terutama mengenai penafsirannya tentang ayat-ayat jilbab di dalam buku-buku M. Quraish Shihab.
B. Kerangka Teoritik
Untuk menghindari terjadinya pemahaman yang tidak dikehendaki maka, ada beberapa istilah yang perlu ditegaskan yaitu:
1. Corak dan Metode Penafsiran M. Quraish Shihab.
Yang dimaksud dengan corak penafsiran adalah kecenderungan seorang penafsir (mufassir) dalam memahami al-Qur’an. Biasanya, seorang penafsir memiliki kecenderungan bidang tertentu dalam menafsirkan al-Qur’an. Corak penafsiran biasanya sesuai dengan latar belakang pendidikan atau bidang keilmuan penafsir itu sendiri. Menurut M. Quraish Shihab, corak-corak penafsiran yang dikenal selama ini antara lain adalah:
menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan al-Qur’an di bidang ini.
b. Corak filsafat dan teologi, yang muncul akibat penerjemahan kitab-kitab filsafat yang memengaruhi sebagian pihak, serta masuknya penganut-penganut agama lain ke dalam Islam. Dengan atau tanpa sadar mereka masih meyakini agama dan kepercayaan lama mereka.
c. Corak penafsiran ilmiah, yang timbul akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan usaha penafsir untuk memahami ayat-ayat
al-Qur’an sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
d. Corak fiqh atau hukum, Corak ini muncul dan berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu fiqh dan terbentuknya mazhab-mazhab fiqh dalam Islam. Setiap kelompok berusaha membuktikan kebenaran pendapatnya berdasarkan penafsiran-penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum.
e. Corak tasawuf, Corak ini timbul akibat munculnya gerakan-gerakan sufisme dan sebagai reaksi dari kecenderungan berbagai pihak terhadap materi, atau sebagai kompensasi terhadap kelemahan yang dirasakan.
menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan sosial masyarakat. Dalam corak ini penafsir berusaha menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk al-Qur’an dengan bahasa yang mudah dimengerti. (M. Quraish Shihab, 1992: 72-73)
Membaca karya-karya tafsir M. Quraish Shihab terasa kesan bahwa penafsirannya bercorak sosial kemasyarakatan. M. Quraish Shihab melalui pemahamannya terhadap ayat-ayat al-Qur’an, berusaha menyoroti permasalahan-permasalahan sosial kemasyarakatan yang aktual. Permasalahan tersebut kemudian dijawab dengan mendialogkannya dengan al-Qur’an. M. Quraish Shihab berusaha memperlihatkan bagaimana al-Qur’an berbicara tentang permasalahan-permasalahan tersebut dan apa solusi yang ditawarkan al-Qur’an terhadap permasalahan itu. Dengan demikian akan terasa bahwa al-Qur’an merupakan pedoman kehidupan dan petunjuk bagi manusia. (Muhammad Iqbal, 2010: 271)
Dalam buku-buku tersebut di atas, M. Quraish Shihab berusaha menghidangkan pesan-pesan moral al-Qur’an dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam. Hampir setiap aspek kehidupan menjadi sorotan dan kajian M. Quraish Shihab. Buku Membumikan al-Qur’an,
meskipun tidak dapat dikatakan sebagai tafsir maudhu’i, memperlihatkan kepakaran M. Quraish Shihab mengupas berbagai sisi permasalahan
kehidupan dari sudut pandang Qur’ani. Hal yang sama juga dapat dilihat
pada buku Menabur Pesan Ilahi yang memuat 27 tulisan. M. Quraish Shihab bahkan dalam pengantarnya mengatakan bahwa buku Menabur Pesan Ilahi merupakan saudara kandung dari buku Membumikan
al-Qur’an. Demikian juga dengan bukunya yang lain berjudul Secercah Cahaya Ilahi. Buku ini juga memperlihatkan kepiawaian M. Quraish Shihab dalam menyajikan pesan-pesan moral al-Qur’an dalam berbagai aspek kehidupan. Kesan ini pun semakin nyata terlihat dalam buku
Wawasan al-Qur’an. Dalam buku ini M. Quraish Shihab secara khusus menyoroti 33 tema pokok sosial kemasyarakatan yang dibicarakan
al-Qur’an. (Muhammad Iqbal, 2010: 271)
2. Pengertian Jilbab.
a. Menurut Kamus
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Jilbab adalah baju kurung yang longgar dilengkapi dengan kerudung yang menutupi kepala sebagian muka dan dada (Tim Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990: 363).
Kamus Umum Bahasa Indonesia
Jilbab adalah kerudung lebar yang dipakai wanita muslim untuk menutupi kepala, leher dan dada (W.J.S. Poerwadarminta, 2006: 490).
Kamus Istilah Agama Islam
Jilbab yaitu kain penutup kepala/ kerudung yang dipakai oleh kaum perempuan untuk melindungi sebagian auratnya (Mogar Syah Moede Gayo, 2004: 250).
Kamus Istilah Fiqh
Jilbab adalah penutup kepala perempuan atau kerudung pakaian yang menutup aurat bagian atas perempuan (M. Abdul Mujieb, 1994: 140).
Kamus Munawwir Arab-Indonesia
Lisanul Arab:
Jilbab berarti jenis pakaian yang lebih besar dari kerudung dan lebih kecil dari pada rida’ (selendang besar) yang biasa dipakai kaum wanita untuk menutup kepala dan dada mereka (Jamaluddin Muhammad bin Mukrim Ibn Mandzur al Fariqy al Misry, 1994: 273).
b. Menurut Buku Ensiklopedi Ensiklopedi Hukum Islam
Jilbab adalah sejenis baju kurung yang dapat menutup kepala, muka, dan dada (Abdul Aziz Dahlan,1996: 820).
c. Menurut Ahli Tafsir
Hamka dalam tafsirnya Al Azhar mengutip pengertian al Qurtuby yang mendefinisikan jilbab sebagai pakaian yang besar dan kerudung yang dapat menutup seluruh badan (Hamka, 1998: 96).
Adapun Ibnu Katsir dalam tafsirnya Tafsir al Qur’an al
Azhim menyatakan bahwa jilbab adalah Sejenis baju sarung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada (Ibnu Katsir, 1990: 333).
Al Maraghi dalam tafsirnya Tafsir al Marghy
mendefinisikan jilbab yaitu baju kurung yang meliputi seluruh tubuh wanita, lebih sekedar baju biasa dan kerudung (Ahmad Mustafa Al Maraghi, 1992: 61).
Pakar Tafsir al Biqâ’I menyebutkan beberapa pendapat tentang
Dari beberapa pengertian di atas baik dikalangan ahli bahasa maupun ahli tafsir walaupun mereka berbeda pendapat mengenai pengertian jilbab namun pada umumnya bahwa jilbab adalah pakaian yang lebar, longgar dan menutupi seluruh bagian tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Akan tetapi istilah jilbab dalam arti menutup kepala ini hanya dikenal di Indonesia. Di beberapa Negara Islam pakaian sejenis jilbab dikenal dengan beberapa istilah, seperti chador di Iran, pardeh di India dan Pakistan, milayat di Libiya, abaya di Irak, charshaf di Turki,
hijab di beberapa Negara Arab-Afrika seperti di Mesir, Sudan dan Yaman. 3. Ayat-ayat tentang Jilbab dalam Al-Qur’an.
bentuknya isim, maka harus dikembalikan terlebih dahulu kepada akar katanya yaitu isim mufrad (kata tunggal). Bagi pemula yang belum begitu memahami perubahan bentuk kata (tashrif) maka bisa dengan teori coba-coba. Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam mencari ayat tertentu dengan menggunakan kitab ini adalah sebagai berikut:
a. Tentukan satu kata mana saja (fi’il atau isim) untuk dijadikan kata kunci.
b. Kalau kata yang dijadikan kata kunci tersebut belum berupa akar kata, maka harus dikembalikan terlebih dahulu kepada akar katanya.
c. Setelah ditemukan akar katanya, maka carilah bab sesuai dengan huruf pertama dari akar kata tersebut.
d. Setelah diketemukan bab yang dimaksud, kemudian telusuri kata demi kata pada bab tersebut sampai ditemukan akar kata sesuai dengan kata kuncinya. Kemudian telusuri terus sampai diketemukan kata kunci yang dimaksud.
e. Selanjutnya, dengan cermat carilah penggalan-penggalan ayat sampai diketemukan penggalan ayat yang diminta.
Diantara ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan masalah tersebut adalah surat An-Nūr (24): 30-31, 60 dan surat Al-Aḥzāb (33): 32-33, 53, 59.
Adapun redaksi ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut: a. Surat An-Nūr (24): 30-31
ىَكْزَأ َكِلَذ ْمُهَجوُرُ ف اوُظَفََُْو ْمِِراَصْبَأ ْنِم اوضُغَ ي َنِنِمْؤُمْلِل ْلُق
َنوُعَ نْصَي اَِِ ٌرِبَخ َهللا نِإ ْمََُ
ُ
03
َ
َنْضُضْغَ ي ِتاَنِمْؤُمْلِل ْلُقَو
َِإ نُهَ تَنيِز َنيِدْبُ ي َََو نُهَجوُرُ ف َنْظَفََُْو نِِراَصْبَأ ْنِم
َرَهََ اَم
َِإ نُهَ تَنيِز َنيِدْبُ ي َََو نِِِوُيُج ىَلَع نِِرُمُِِ َنْبِرْضَيْلَو اَهْ نِم
نِهِتَلوُعُ ب ِءاَنْ بَأ ْوَأ نِهِئاَنْ بَأ ْوَأ نِهِتَلوُعُ ب ِءاَبآ ْوَأ نِهِئاَبآ ْوَأ نِهِتَلوُعُ بِل
ِِِاَوْخِإ َِِب ْوَأ نِِِاَوْخِإ ْوَأ
اَم ْوَأ نِهِئاَاِس ْوَأ نِِِاَوَخَأ َِِب ْوَأ ن
ِلْفِطلا ِوَأ ِلاَجِرلا َنِم ِةَبْرِْْا ِِوُأ ِْرَغ َنِعِباتلا ِوَأ نُهُ ساََْْأ ْتَكَلَم
َمَلْعُ يِل نِهِلُجْرَأِب َنْبِرْضَي َََو ِءاَاِنلا ِتاَرْوَع ىَلَع اوُرَهْظَي ََْ َنيِذلا
ْمُكلَعَل َنوُنِمْؤُمْلا َهيَأ اًعيََِ ِهللا ََِإ اوُبوُتَو نِهِتَنيِز ْنِم َنِفُُْ اَم
َنوُحِلْفُ ت
ُ
Artinya:
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”(30). Katakanlah
kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra saudara laki-laki-laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”(31)
b. Surat An-Nūr (24): 60
ٌحاَنُج نِهْيَلَع َسْيَلَ ف اًحاَكِس َنوُجْرَ ي ََ َِِلا ِءاَاِنلا َنِم ُدِعاَوَقْلاَو
ٌرْ يَخ َنْفِفْعَ تْاَي ْنَأَو ٍةَنيِزِب ٍتاَجِرَ بَتُم َرْ يَغ نُهَ باَيِث َنْعَضَي ْنَأ
نََُ
ٌميِلَع ٌعيََِ ُهللاَو
ُ
03
َ
Artinya:c. Surat Al-Aḥzāb (33): 32-33
َنْعَضََْ َََف ُُْيَق تا ِنِإ ِءاَاِنلا َنِم ٍدَحَأَك ُُْاَل ِِِنلا َءاَاِس اَي
ِِ يِذلا َعَمْطَيَ ف ِلْوَقْلاِب
اًفوُرْعَم ًَْوَ ق َنْلُ قَو ٌضَرَم ِهِبْلَ ق
ُ
03
َ
َة ََصلا َنْمِقَأَو ََوُْْا ِةيِلِاَْْا َجرَ بَ ت َنْجرَ بَ ت َََو نُكِتوُيُ ب ِِ َنْرَ قَو
ُمُكْنَع َبِ ْذُيِل ُهللا ُديِرُي اََِإ ُهَلوُسَرَو َهللا َنْعِطَأَو َةاَكزلا َنِتآَو
َسْجِرلا
اًرِهْطَت ْمُكَرِهَطُيَو ِتْيَ بْلا َلَْأ
ُ
00
َ
Artinya:
Hai istrei-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik (32) dan hendaklah kamu tetap di rumah-rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang
dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah
dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (33)
d. Surat Al-Aḥzāb (33): 53
اًعاَتَم نُوُمُتْلَأَس اَذِإَو ِقَِْا َنِم يِيْحَتْاَي ََ ُهللاَو ْمُكْنِم يِيْحَتْاَيَ ف
اَمَو نِِِوُلُ قَو ْمُكِبوُلُقِل ُرَهْطَأ ْمُكِلَذ ٍباَجِح ِءاَرَو ْنِم نُوُلَأْساَف
َأ َََو ِهللا َلوُسَر اوُذْؤُ ت ْنَأ ْمُكَل َناَك
ِِدْعَ ب ْنِم ُهَجاَوْزَأ اوُحِكْنَ ت ْن
اًميِظَع ِهللا َدْنِع َناَك ْمُكِلَذ نِإ اًدَبَأ
ُ
30
َ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dan tidak menunggu-nunggu waktu masak (masakannya) tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah. (53)
e. Surat Al-Aḥzāb (33): 59
ِءاَاِسَو َكِتاَنَ بَو َكِجاَوْزَِْ ْلُق ِِنلا اَه يَأ اَي
نِهْيَلَع َنِسْدُي َنِنِمْؤُمْلا
اًروُفَغ ُهللا َناَكَو َنْيَذْؤُ ي َََف َنْفَرْعُ ي ْنَأ ََْدَأ َكِلَذ نِهِبيِب َََج ْنِم
اًميِحَر
ُ
Artinya:
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah SWT adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (59)
4. Pendidikan Islam. a. Pengertian
Kata “pendidikan” berakar dari bahasa arab
ب
ر
yang artinyamemelihara, mengasuh dan mendidik (Munawwir, 1997: 462).
Bentuk kata bendanya adalah
ة يبْر ت
yang artinya pendidikan.Pendidikan Islam dalam bahasa Arab adalah
ة يم َْساْا ة يبْر ت
.
Zakiah Darajat memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah proses pembentukan kepribadian muslim, sebagaimana usaha dan kegiatan yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam menyampaikan seruan agama dengan berdakwah, memberi contoh, melatih ketrampilan berbuat, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang berlandaskan nilai-nilai ajaran Islam (Darajat, 2004: 27).
kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak-corak kepribadiannya (Uhbiyati, 1999: 13).
Menurut Drs. Ahmad D. Marimba, Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Kepribadian utama yang dimaksud adalah kepribadian muslim, yakni kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai nilai-nilai Islam.
nilai-nilai ajaran Islam untuk membentuk kepribadian peserta didik yang Islami.
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa pendidikan Islam adalah suatu proses transfer nilai-nilai (values). Nilai yang di maksud di sini ialah konsep-konsep ajaran Islam yang harus diaplikasikan dalam kehidupan. Sebagaimana yang diketahui bahwa ajaran Islam bersumber pada dua hal, yakni al-Qur’an dan al-Hadis maka nilai-nilai tersebut juga bersumber pada keduanya.
Islam sebagai agama akhir zaman mengajarkan nilai-nilai untuk pengaturan hidup di dunia. Mulai dari bangun tidur di pagi hari sampai bangun kembali di hari berikutnya, Islam telah menetapkan norma-norma yang harus dipegang teguh oleh manusia agar ia selamat dalam hidupnya. Masyarakat Islam dipandang sebagai masyarakat terbaik yang pernah dimunculkan di muka bumi ini bila mereka berpegang nilai-nilai yang terkandung dalam
al-Qur’an dan al-Hadis (Lihat Q.S. Ali Imron [3]: 110, Departemen
Agama, 2009: 64).
mereka mempuanyai akhlak yang islami dan menjadi manusia yang bertakwa.
b. Macam-Macam Pendidikan Islam
Secara garis besar, pendidikan Islam terhadap anak menurut
pendapat Dr. Abdullāh Nasīḥ ‘Ulwān dalam bukunya Tarbiyyah
al-Aulād fi al-Islām meliputi:
1) Mas`uliyyah at-Tarbiyyah al-Īmāniyah (Pendidikan Keimanan)
2) Mas`uliyyah at-Tarbiyyah al-Khuniyyah (Pendidikan Akhlaq)
3) Mas`uliyyah at-Tarbiyyah al-Jismiyyah (Pendidikan Jasmani)
4) Mas`uliyyah at-Tarbiyyah al-‘Aqliyah (Pendidikan Akal) 5) Mas`uliyyah at-Tarbiyyah al-Nafsiyyah (Pendidikan Jiwa) 6) Mas`uliyyah at-Tarbiyah al-Ijtima’iyyah (Pendidikan
Sosial)
7) Mas`uliyyah at-Tarbiyyah al-Jinisiyyah (Pendidikan
c. Ruang Lingkup Pendidikan Islam
Dalam kegiatan pendidikan, terdapat unsur pergaulan dan
lingkungan yang keduanya tidak dapat terpisahkan. Proses
pendidikan Islam dapat berlangsung di beberapa lingkungan
diantaranya:
1) Keluarga
Keluarga adalah masyarakat alamiyah yang pergaulan diantara anggotanya bersifat khas. Dalam lingkungan ini terletak dasar-dasar pendidikan. Pendidikan anak tentang Islam dimulai dari dalam keluarga. Kehidupan keluarga yang baik adalah
kehidupan keluarga yang sesuai dan tetap menjalankan syari’at
agama Islam. Tanggung jawab pendidikan anak dalam lingkungan keluarga ini terletak pada kedua orang tuanya (Darajat, 2004: 66).
2) Sekolah
tetapi juga mendidik. Guru harus bisa menjadi contoh teladan bagi murid-muridnya (Darajat, 2004: 71).
3) Masyarakat
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kajian pustaka (library research), yaitu penelitian yang berusaha menghimpun data dari khazanah literatur dan menjadikan dunia teks sebagai obyek utama analisisnya (Sarjono, dkk dalam skripsi Syahrul, 2011: 28). Sedangkan sumber datanya berasal dari bahan-bahan kepustakaan berupa buku-buku, karya ilmiah, dan jurnal.
Penelitian ini akan menuturkan penafsiran M. Quraish Shihab tentang ayat-ayat jilbab. Lalu menganalisis implikasi penafsirannya tersebut dengan pendidikan Islam saat ini.
B. Sumber dan Jenis Data 1. Sumber data primer
Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku penafsiran M. Quraish Shihab tentang jilbab yang ada di dalam buku-buku beliau yaitu Tafsir al-Misbah, Wawasan al-Qur’an, dan Jilbab Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan ulama masa Lalu dan Cendekiawan Kontemporer.
2. Sumber Sekunder
berhubungan dengan penafsiran M. Quraish Shihab tentang ayat-ayat jilbab dan implikasi penafsirannya dalam pendidikan Islam, antara lain adalah:
a. Majalah Suara Hidayatullah.
b. Fatwa-fatwa Kontemporer Yusuf al-Qardhawi. c. Kitab-kitab Tafsir dan lain-lain.
C. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2010: 274), dengan cara mencari data berupa penafsiran M. Quraish Shihab tentang ayat-ayat jilbab, yang terkandung dalam buku primer penelitian ini, dan didukung dari buku-buku sekunder lain yang bisa mendukung kelengkapan penelitian ini.
D. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, peneliti menganalisa data dengan menggunakan analisis isi (content analysis), yang merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi, demikian menurut Barcus. Secara teknis, content analysis ini mencakup upaya:
1. Klasifikasi tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi, 2. Menggunakan kriteria sebagai dasar klasifikasi dan
3. Menggunakan teknik analisis tertentu sebagai pembuat prediksi (Noeng Muhajir, 2000: 68).
Adapun analisis konten (content analysis) (Arikunto, 2006: 231), yaitu mengungkap makna simbolik yang tersamar dalam karya sastra. Maksudnya adalah peneliti mengungkap pesan atau kandungan makna dan nilai-nilai moral yang terdapat dalam buku-buku yang menjadi sumber data penelitian ini. Content analysis adalah sebuah teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi dengan mengidentifikasi secara sistematik dan objektif karakteristik-karakteristik khusus dalam sebuah teks (Ismawati, 2011: 65).
teks tertulis, wawancara, fotografi, dan sebagainya) dikategorikan diklasifikasikan (Ernzir, 2012: 284).
Analisis isi adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media cetak, dengan mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interpretasi. Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi pendapat M. Quraish Shihab tentang jilbab yang tertulis dalam buku maupun sumber tertulis lainnya.
2. Merelevansikan pendapat M. Quraish Shihab tentang jilbab yang di implikasikan dengan pendidikan islam saat ini.
Sesuai dengan masalah dalam penelitian ini, maka kegiatan yang dilakukan adalah pemberian makna pada paparan bahasa berupa:
1. Paragraf-paragraf yang mengemban pendapat M. Quraish Shihab dalam buku-buku primer dan skunder yang mengandung pendapat M. Quraish Shihab tentang jilbab dan implikasinya dalam pendidikan Islam saat ini.
Adapun langkah yang terakhir adalah dengan merelevansikan penafsiran M. Quraish Shihab tentang ayat-ayat jilbab tersebut dengan mengimplikasikan penafsirannya terhadap pendidikan Islam saat ini sehingga menjadi alternatif motivasi untuk mengajarkan dan menjelaskan kepada masyarakat awam.
Dalam penelitian ini juga perlu adanya langkah-langkah atau tahapan yang harus ditempuh agar penelitian dapat terarah. Adapun tahapan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Membaca buku-buku yang menjadi data primer dan skunder penelitian ini untuk memahami isi penafsiran yang ada didalamnya.
2. Mendeskripsikan penafsiran M. Quraish Shihab tentang jilbab sehingga memunculkan implikasi penafsirannya terhadap pendidikan Islam saat ini dalam buku-buku yang menjadi data primer dan skunder penelitian ini.
A. Biografi M. Quraish Shihab
M. Quraish Shihab (M. Quraish Shihab, 1996: 9) adalah seorang mufassir kontemporer yang sangat produktif dalam berkarya. Beliau dilahirkan pada tanggal 16 februari 1944 M di Rappang, Sulawesi Selatan. Ia merupakan salah satu putra dari Abdurrahman Shihab (1905-1986). Seorang Wiraswasta. Selain itu ayahnya adalah seorang mubaligh yang sejak mudanya telah seringkali berdakwah dan mengajarkan ilmu-ilmu agama. Ulama ini juga dikenal sebagai guru besar bidang tafsir serta pernah menjabat Rektor IAIN Alaudin Ujung Padang. Jadi kehidupan yang agamis sudah menjadi keseharian ayahnya M. Quraish Shihab.
B. Kondisi Sosio-Historis Lingkungan dan Pendidikan yang Mempengaruhi Pemikirannya.
M. Quraish Shihab lahir di lingkungan bernuansa agamis dan dari sinilah beliau tumbuh dan berkembang. Tak pelak lagi keharmonisan keluarga yang demikian dan bimbingan orang tua yang selalu diberikan telah membekas dan berpengaruh besar bagi perkembangan akademisnya pada hari kemudian. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ujung Pandang menengahnnya di Malang sambil nyantri di pondok pesantren Darul hadis al Fiqhiyah di bawah asuhan Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih (wafat di Malang 1962 dalam usia sekitar 65 tahun) yang terletak di kota Malang selama kurang lebih dua tahun. Pada tahun 1958, ia berangkat ke Kairo, Mesir, guna melanjutkan pendidikannya. Dengan bekal pengetahuan yang telah diterimanya ketika bersekolah di Malang. Ia diterima di kelas II Tsanawiyah al Azhar setelah selesai pada tingkat tersebut, ia berniat melanjutkan pendidikannya di Universitas al Azhar di kota yang sama. Jurusan yang dipilihnya adalah Tafsir Hadis pada Fakultas Ushuluddin yaitu Sesuai dengan kecintaannya terhadap bidang yang telah tertanam semenjak kecilnya melalui petuah-petuah serta pengajaran ayahnya. Adapun petuah yang masih terngiang di telinganya dan telah membekas dalam hatinya adalah:
“Aku akan palingkan (tidak memberikan) ayat-ayat ku kepada mereka yang
bersikap angkuh di permukaan bumi…”. Merupakan ayat Al-qur’an dalam QS. Al
“al-Qur’an adalah jamuan Tuhan,” Rugilah yang tidak menghadiri jamuannya, dan lebih rugi lagi yang hadir tetapi tidak menyantapnya. demikian bunyi sebuah hadis.
”Bacalah al-Qur’an seakan-akan ia diturunkan kepadamu,” Kata Muhammad Iqbal.
Rasakanlah Keagungan al-Qur’an, sebelum kamu menyentuhnya dengan nalarmu, kata Syekh Muhammad Abduh.
“Untuk Mengantarkanmu mengetahui rahasia ayat-ayat al-Qur’an, tidaklah
cukup kau membacanya empat kali sehari,”. seru al-Maududi (M. Quraish Shihab, 1996: 9).
Dari peran sang ayah inilah telah membentuk perkembangan pandangan pemikiran-pemikiran anaknya, begitu juga dalam hal ini dengan M. Quraish Shihab. Sehingga dari petuah-petuah tersebut, akhirnya menjadikan suatu benih kecintaan M. Quraish Shihab kepada studi al-Qur’an yang mulai melekat di jiwanya. Bahkan beliau rela mengulang satu tahun hanya untuk mendapatkan kesempatan studi di jurusan tafsir. Padahal waktu itu jurusan lain membuka pintu lebar-lebar untuknya (Fauzan, 24).
menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Akademis dan Kemahasiswaan di IAIN Alaudin Ujung Pandang. Selain itu, ia juga menduduki jabatan-jabatan lain, baik dalam kampus maupun luar kampus. M. Quraish Shihab sempat melakukan
berbagai penelitian dengan tema “Penerapan Kerukuan Hidup Beragama di
Indonesia Timur” tahun 1975 serta “Masalah Wakaf Sulawesi Selatan” di tahun
1978. Pada tahun 1980, M. Quraish Shihab kembali ke Kairo dalam melanjutkan studinya di Almamater yang lama, di Universitas al Azhar. Kegiatan ini selesai relatif singkat yakni sekitar dua tahun, dan di tahun 1982 berhasil meraih gelar doktor dalam bidang tafsir, setelah mempertahankan Disertasinya dengan Judul
Nazham ad-Durâr li al Biqâ’I : Tahqiq wa Durasah gelar tersebut diraih dengan yudisium Summa Cum Laude disertai dengan penghargaan tingkat satu (Mumtaz
Ma’a martabat asy-syaraf al- ulâ).
Selain peran dari sang ayah yang juga dikenal sebagai ahli tafsir yang mempengaruhi pemikiran M. Quraish Shihab ada juga orang lain yang berjasa mengembangkan pemikirannya yaitu:
ilmu-ilmu yang beliau ajarkan masih melekat di kepala karena beliau mengajarkan suatu ilmu dengan keikhlasan sebagaimana ungkapan beliau yang menyatakan bahwa: (Pengajaran kami melengketkarena keikhlasan)beliau juga mengingatkan bahwa:
Thariqat yang kita tempuh menuju Allah adalah upaya meraih ilmu dan
mengamalkannya, disertai dengan wara’ dan rendah hati serta rasa takut kepada
Allah yang melahirkan keikhlasan kepadanya, popularitas bukanlah idaman
leluhur Abi’ ‘Alawiy, siapa yang mengidamkannya maka dia ‘kecil’. Thariqat mereka adalah Shirathul Mustaqim (jalan lebar yang lurus) yang intinya adalah ketulusan bertaqwa serta zuhud menghindari gemerlapnya dunia, rendah hati, meluruskan niat, membaca wirid walaupun singkat-serta menghindari aib dan keburukan (M. Quraish Shihab, 2005: 20-21).
Kedua, yaitu Syekh Abdul Halim Mahmud (1910-1978M) yang juga di
gelari dengan “Imam al Gazali Abad XIV H”. beliau adalah Dosen M. Quraish
Shihab pada Fakultas Ushuluddin. Guru beliau ini hidup sangat sederhana dan rumah beliau juga sangat sederhana. Syekh Abdul Halim Mahmud ini diakui kegigihannya dalam menjelaskan ajaran-ajaran Islam oleh semua pihak meskipun beliau dikenal sebagai pengamal tasawuf oleh karena itulah tidak heran beliau diangkat sebagai pimpinan tertinggi lembaga-lembaga al Azhar (M. Quraish Shihab, 2005: 23-24).
merupakan tokoh pelopor pembebasan wanita. Dalam bukunya yang sangat kontroversial Tahrir Al Mar’ah (Pembebasan Perempuan), ia mengajak perempuan Mesir untuk menanggalkan jilbab yang selama ini mereka yakini sebagai kewajiban agama. Qasim Amin menegaskan dalam bukunya tersebut bahwa tidak ada satupun
ketetapan agama (nash dari syari’at) yang mewajibkan pakaian khusus (hijab atau
jilbab) sebagaimana yang dikenal selama ini dalam masyarakat Islam. Qasim Amin juga berpendapat bahwa Al-Qur’an membolehkan perempuan menampakkan sebagian dari tubuhnya di hadapan orang-orang yang bukan muhramnya. Tetapi
Al-Qur’an – masih menurut Qasim Amin – tidak menentukan bagian-bagian mana dari
anggota tubuh yang boleh terbuka.
Setelah menukil pendapat Qasim Amin, M. Quraish Shihab juga menjelaskan bahwa Syekh Muhammad Abduh ( 1849- 1905 ) yang pernah menjabat menjadi mufti Mesir ternyata secara diam-diam mendukung apa yang dinyatakan oleh Qasim Amin tentang aurat wanita. Kemudian cerita itu ditutup oleh M. Quraish Shihab dengan pernyataan sebagai berikut :
“Yang penulis maksud, tidak lain hanyalah ingin membuktikan bahwa ada juga ulama-ulama yang diakui otoritasnya yang menganut atau bahkan mencetuskan pendapat-pendapat yang berbeda dengan ulama-ulama terdahulu”.
juga atau dalih yang menjadi dasar pendapat mereka” (M . Quraish Shihab, 2005: 117).
Selanjutnya M. Quraish Shihab menulis: "Praktek nabi –walau hanya sekali- yang dijadikan dasar antara lain oleh Syekh Muhammad Abduh itu, hampir tidak pernah dikemukakan. Boleh jadi karena tidak terbaca oleh mereka yang baru mengetahui kulit agama, atau karena khawatir bila kemudahan ini disampaikan, maka akan melahirkan sikap mempergambang agama (M . Quraish Shihab, 2005: 12-13).
Dari tulisan M. Quraish Shihab di atas, sangat nampak bahwa beliau memang banyak terpengaruh dengan pikiran-pikiran Muhammad Abduh, bukan hanya pada masalah pakaian perempuan saja, tetapi juga dalam masalah-masalah lain, seperti fikih sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya ketika beliau memberikan contoh tentang kemudahan ajaran Islam dengan perbuatan Muhammad Abduh yang menjamak antara dua sholat tanpa ada udzur yang jelas. Begitu juga, beliau terpengaruh dengan Muhammad Abduh dalam bidang tafsir. Salah satu buktinya, bahwa beliau menulis tentang tafsir Muhammad Abduh yang berjudul Rasionalitas Al-Qur’an, Studi Kritis atas tafsir Al Manar (M . Quraish Shihab, 1996). Walaupun di dalam buku tersebut beliau mengkritisi beberapa pendapat Muhammad Abduh, tetapi tidak sedikit pula dari pendapatnya yang diambil oleh M. Qurasih Shihab. Maka, tidak aneh jika M. Quraish Shihab menjuluki Muhammad Abduh dengan :
“ulama-ulama yang diakui otoritasnya” (M. Quraish Shihab, 2005: 117) dan
12). Bahkan ketika Muhammad Abduh jelas-jelas mendukung pendapat Qasim Amin yang menyatakan bahwa tidak ada satupun ketetapan agama (nash dari syari’at) yang mewajibkan pakaian khusus (hijab atau jilbab), beliau tidak membantahnya, kecuali hanya mengatakan bahwa Muhammad Abduh, walaupun menyelesihi ulama-ulama terdahulu, namun tetap memiliki dalil juga atau dalih yang menjadi dasar pendapat mereka.
Nampaknya, kalau kita perhatikan ada beberapa kesamaan antara Muhammad Abduh dengan M. Quraish Shihab ketika menyikapi masalah pakaian wanita dan jilbab ini. Muhammad Abduh, menolak untuk memberikan fatwanya menyangkut jilbab dan batasan aurat wanita, padahal waktu itu ia menjabat sebagai mufti Mesir, dan didesak untuk menyampaikan fatwanya. Penolakan itu - menurut pengakuan M. Quraish Shihab sendiri – boleh jadi karena beliau merasa bahwa pada masa itu masyarakat muslim belum siap menerima pandangan tersebut, sehingga bila fatwanya disampaikan, maka dapat menimbulkan gejolak yang lebih besar dan mempengaruhi kedudukan beliau yang dikagumi oleh banyak kalangan. Syekh Muhammad Abduh ketika itu agaknya merasa cukup mendukung secara diam-diam pandangan Qasim Amin itu.
masyarakat muslim Indonesia belum siap menerima pandangan bahwa jilbab itu tidak wajib, sehingga bila fatwanya disampaikan, maka dapat menimbulkan gejolak yang lebih besar dan mempengaruhi kedudukan beliau yang dikagumi oleh banyak kalangan. Sehingga beliau cenderung untuk tidak bersikap alias tawaquf, karena itu barangkali lebih selamat.
C. Aktifitas dan Karya-karya M. Quraish Shihab.
namun di tahun 1998 ia diangkat sebagai Menteri Agama pada Kabinet Pembangunan RI ke 6.
Jabatan sebagai Menteri Agama tersebut menurut isu yang terdengar diberikan kepada M. Quraish Shihab karena kedekatan beliau dengan Presiden Soeharto sebab pada awalnya beliau merupakan pengajar di Keluarga Cendana. Jabatan ini sempat dipangkunya dalam waktu yang sangat singkat, yakni hanya beberapa bulan saja. Kenyataan ini disebabkan oleh adanya pergantian kepemimpin Nasional yang terjadi secara mendadak. Selanjutnya, di tahun 1999 ia diangkat sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Mesir, Jibouti, dan Somalia. Tugas ini dilaksanakan dengan baik sampai akhir periode, yaitu tahun 2002. kemudian ia ke almamaternya dan menekuni tugasnya sebagai seorang Dosen di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat serta Program Pasca Sarjana UIN Jakarta. Pada saat itulah ia telah menyelesaikan tugasnya sebagai Duta Besar RI.
yang bernaung di bawah Departemen Agama, lalu ia diangkat sebagai anggota badan Pertimbangan Pendidikan Nasional.
Dalam organisasi kemasyarakatan dan Profesi M. Quraish Shihab banyak terlibat dalam banyak kepengurusan dan berbagai kegiatan. Ketika menjadi bagian dari organisasi tersebut ia selalu berperan aktif, antara lain di pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syari’ah, pengurus konsorium ilmu-ilmu agama yang berada di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, ia juga di angkat sebagai Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim (ICMI). Ketua Perhimpunan Alumni Timur Tengah, dan lain sebagainya.
M. Quraish Shihab dikenal pula sebagai mubaligh yang cukup populer. Terutama dikalangan akademisi. Banyak pengajian yang di asuh dan tidak sedikit acara televisi yang menayangkan ceramah-ceramahnya. Walaupun jabatan yang diemban dan banyaknya aktifitas beliau baik di dalam maupun di luar kampus beliau tetap berusaha untuk meluangkan waktu untuk menulis sebagaimana
ungkapan beliau yaitu, “Tetapi yang paling saya harapkan hanya satu, saya tidak
ingin mengurangi kegiatan tulis menulis. Saya berharap masih ada waktu tersisa untuk itu. Kebiasaan menulis itu biasanya saya lakukan setelah subuh dan
waktu-waktu itu saya harapkan masih bisa digunakan” (M. Quraish Shihab, 2005: 5).
Adapun beberapa tulisan beliau diantaranya seperti, di surat kabar Pelita.
rubrik “Tafsir al Amanah” dalam majalah mingguan yang terbit di Jakarta, al
Amanah. Selain itu ia tercatat pula sebagai dewan redaksi majalah Ulûmul Qur’an dan Mimbar Ulama, keduanya terbit di Jakarta.
Selain menulis diberbagai majalah atau surat kabar, beliau juga menghasilkan berbagai macam buku diantaranya: Tafsir al-Manar: Keistimewaan dan Kelemahannya, (Ujung Pandang: IAIN Alaudin, 1984); Membumikan
al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994); Lentera Hati, (Bandung: Mizan, 1994);
Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996); Untain Permata Buat Anakku,
(Bandung: Mizan, 1998); Mukjizat al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1998);
Menyingkap Tabir Ilahi, (Jakarta: Lentera Hati, 1998); Yang Tersembunyi: Jin, Iblis, Setan dan Malaikat, (Jakarta: Lentera Hati, 1999); Pengantin al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 1999); Haji Bersama M. Quraish Shihab, (Bandung: Mizan, 1999); Sahur Bersama M. Quraish Shihab, (Bandung: Mizan, 1999);
Shalat Bersama M. Quraish Shihab, (Jakarta: Abdi Bangsa); Puasa Bersama M. Quraish Shihab, (Jakarta: Abdi Bangsa); Fatwa-Fatwa, (Bandung: Mizan, 1999), 4 jilid; Hidangan Ilahi: Tafsir Ayat-Ayat Tahlil, (Jakarta: Lentera Hati, 1999);
Perjalanan Menuju Keabadian: Kematian, Surga dan Ayat-ayat Tahlil, (Jakarta: Lentera Hati, 2000); Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera hati, 2003), 15 jilid;
2005); Logika Agama, (Jakarta: Lentera Hati, 2005); Rasionalitas Al-Qur’an: Studi Kritik Atas Tafsir Al Manar, (Jakarta: Lentera Hati, 2006); Menabur Pesan Ilahi, (Jakarta: Lentera Hati, 2006); Wawasan Al-Qur’an tentang Zikir dan Do’a,
(akan terbit, 2006); Tafsir Atas Surah-Surah Pendek Berdasarkan Turunnya Wahyu, (Bandung, Pustaka Hidayah, 1997) (lihat Sampul Buku M. Quraish Shihab, 2006).
D. Konsep Jilbab Menurut M. Quraish Shihab
M. Quraish Shihab telah menyampaikan fatwa tentang konsep jilbab muslimah melalui media cetak maupun media elektronik. Adapun media cetak itu berupa buku yang berjudul Jilbab Pakaian Wanita Muslimah Pandangan Ulama Masa Lalu & Cendekiawan Kontemporer yang diterbitkan oleh penerbit Lentera Hati pada tahun 2004. Sebelum beliau menuliskan buku khusus tentang jilbab tersebut, pembahasan masalah jilbab juga telah disebutkan pada bagian kedua:
Wawasan Al-Qur’an tentang Kebutuhan Pokok Manusia dan Soal-Soal
Mu’amalah dalam sub-bab kedua yang berjudul Pakaian dalam buku beliau yang
berjudul Wawasan Al-Qur’an yang diterbitkan oleh penerbit Mizan pada bulan Maret 1996, dan buku Tafsir Al-Mishbah yang membahas tentang ayat-ayat jilbab.
Beliau juga memanfaatkan media elektronik dalam berdakwah yakni televisi, beliau pernah menyampaikan ceramah mengenai jilbab di stasiun televisi
1. Pandangan Melalui Media Cetak
Pembahasan M. Quraish Shihab mengenai jilbab selalu dikaitkan dengan beberapa hal penting yang terkait dengannya. Diantaranya adalah pakaian, batasan aurat terutama wanita, dan pandangan ulama salaf serta cendekiawan kontemporer mengenai aturan al-Qur’an dan as-Sunnah terhadap jilbab. Inilah keunggulan beliau dalam menyampaikan materi, yaitu sesuai dengan peta pikir manusia sehingga mudah untuk difahami pembaca sehingga materi-materi yang beliau sampaikan itu dapat diterima oleh masyarakat umum. Metode dakwah bil-kitabah dengan sistematika yang runtut sebagaimana dilakukan oleh M. Quraish Shihab ini akan dapat difahami mad’ū apabila materi yang disampaikan itu sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah.
Batasan aurat adalah hal penting yang dapat menentukan ketentuan jilbab nantinya. Oleh karena itu, hendaknya pemahaman terhadap konsep aurat pun harus tepat. M. Quraish Shihab menuliskan bahwa al-Qur’an tidak menentukan secara jelas dan rinci batas-batas aurat. Menurutnya, seandainya ada ketentuan yang pasti dan batas yang jelas, maka dapat dipastikan pula bahwa kaum muslim –termasuk ulama-ulamanya sejak dahulu hingga kini- tidak akan berbeda pendapat (M. Quraish Shihab, 2009: 64).
Pengkajian Islam IAIN Syarif Hidayatullah Maret 1988 adalah “tidak
menunjukkan batas aurat yang wajib ditutup menurut hukum Islam, dan menyerahkan kepada masing-masing menurut situasi, kondisi, dan kebutuhan” (M. Quraish Shihab, 2009: 248-249).
Dalam buku Jilbab Pakaian Wanita Muslimah Pandangan Ulama Masa Lalu & Cendekiawan Kontemporer tersebut, perbedaan pendapat mengenai batasan aurat telah dipaparkan secara luas. Kemudian, beliau pun menyerahkan kebebasan memilih kepada para pembaca (beliau menyapa dengan sebutan anak dan saudara perempuan). Ada tiga pilihan yang dapat dipilih oleh pembaca, yaitu:
a. Pilihan yang ketat, yakni menutup seluruh badan serta tidak menampakkan kecuali pakaian luar yang tidak mengundang perhatian. b. Menutup seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan.
c. Boleh menampakkan lebih dari sekedar wajah dan telapak tangan secara terhormat, tidak mengundang rangsangan dan usilan (M. Quraish Shihab, 2009: 250).
keagamaan, memahami budaya masyarakat, sejarah Nabi Muhammad SAW serta sebab-sebab turunnya satu ayat atau tercetusnya ucapan dan sikap Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, beliau menggarisbawahi bahwa pemahaman seseorang menyangkut suatu na itu tidak terlepas dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan, budaya masyarakatnya, kecerdasan dan kecenderungan pribadinya (M. Quraish Shihab, 2009: 67-68).
Terkait syarat-syarat mujtahid, beliau tidak menyebutkannya dalam buku Jilbab Pakaian Muslimah Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendekiawan Kontemporer. Idealnya, beliau menyertakannya agar para pembaca pun dapat menilai sendiri pribadi ulama ataupun cendekiawan yang menyampaikan hasil ijtihadnya. Dinilai dari kredibilitasnya tersebut, maka seseorang dapat diterima dan ditolak pendapatnya.
Batasan aurat laki-laki dan perempuan sebenarnya telah dijelaskan secara mendetail dalam kitab Raw ’i Al-Bay n: Tafsīr y t Al-Aḥk m karya Muhammad Ali A - ābunī. Beliau menjelaskan batasan aurat laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan, laki-laki dengan perempuan dan sebaliknya (M. Ali A - ābunī, tt: 152).
Masalah batasan aurat, M. Quraish Shihab juga memaparkan pendapatnya setelah menyebutkan surat al-Aḥzāb (33): 59 dalam buku
Wawasan Al-Qur’an sebagai berikut:
ayat itu, bahkan mungkin berlebih. Namun dalam saat yang sama kita tidak wajar menyatakan terhadap mereka yang tidak memakai kerudung,
atau yang menampakkan tangannya, bahwa mereka “secara pasti telah melanggar petunjuk agama”. Bukankah al-Qur’an tidak menyebut batas aurat? Para ulama pun ketika membahasnya pun berbeda pendapat. Namun demikian, kehati-hatian amat dibutuhkan, karena pakaian lahir dapat menyiksa pemakainya sendiri apabila ia tidak sesuai dengan bentuk badan si pemakai (M. Quraish Shihab, 1999: 179).
Penulis berpendapat bahwa hal tersebut tidaklah keliru. Karena dalam memandang sesuatu seyogyanya tidak hanya dari satu sisi saja namun dari
berbagai sisi. Hal yang perlu digarisbawahi dari pendapatnya adalah “kehati
-hatian amat dibutuhkan, karena pakaian lahir dapat menyiksa pemakainya sendiri apabila ia tidak sesuai dengan bentuk badan si pemakai”. Dengan demikian, beliau menuliskan kesimpulan akhir mengenai pakaian. Ada dua hal yang digaris bawahi, yaitu;
a. al-Qur’an dan as-Sunnah secara pasti melarang segala aktifitas –pasif atau aktif- yang dilakukan seseorang bila diduga dapat menimbulkan rangsangan berahi kepada lawan jenisnya. Disini tidak ada tawar menawar.
dihindari. Oleh karena itu, setiap orang dituntut untuk berusaha sebaik-baiknya dan sesuai kemampuannya. Jika telah melakukan pelanggaran, maka hendaknya ia memohon ampun kepada Allah SWT karena Dialah Tuhan Yang Maha Pengampun atas segala kekurangan/ kesalahan yang telah lalu (M. Quraish Shihab, 1999: 180).
Beliau menyatakan bahwa tuntunan pakaian dalam al-Qur’an itu terdapat dalam al-Qur’an surat an-Nūr (24): 31 dan surat al-Aḥzāb (33): 59, namun beliau menyebutkan bahwa surat al-Aḥzāb (33): 59 itu tidak memerintahkan kepada wanita muslimah memakai jilbab. Sebagaimana yang diterangkan dalam buku Tafsir Al-Mishbah, ayat di atas tidak memerintahkan wanita muslimah memakai jilbab, karena agaknya ketika itu sebagian mereka telah memakainya, hanya saja cara memakainya belum mendukung apa yang dikehendaki ayat ini (M. Quraish Shihab, 2008: 321). Jika demikian, sebenarnya ayat manakah yang menerangkan tentang jilbab? Karena sebenarnya jilbab itu adalah nama lain dari pakaian wanita muslimah.
a. Jangan ber-tabarruj.
Larangan tersebut terdapat dalam surat an-Nūr (24): 60. Hal-hal yang termasuk tabarruj adalah memakai make up secara berlebihan, berbicara tidak sopan, berjalan dengan melenggak-lenggok, dan melakukan semua hal yang mengundang perhatian pria.
b. Jangan mengundang perhatian pria.
Larangan tersebut tercantumkan dalam surat an-Nūr: 31, serta hadits Abu Dawud dan Ibnu Majah berikut:
ُُ ِةَماَيِقْلا َمْوَ ي ٍةلَذَم َبْوَ ث ُهللا ُهَسَبْلَأ اَيْ ندلا ِِ ٍةَرْهُش َبْوَ ث َسِبَل ْنَم
اًراَن ِهيِف َبََْْأ
Artinya:Siapa yang memakai pakaian (yang bertujuan mengundang) popularitas, maka Allah akan mengenakan untuknya pakaian kehinaan pada Hari kemudian, lalu dikobarkan api pada pakaian(nya) (Muhammad bin Yazid Abu Abdullah Al-Qazwayani, tt: 1192).
Dari ayat dan hadits tersebut, maka jelaslah bahwa perempuan itu tidak diperbolehkan untuk menampilkan pakaian popularitas yang dapat mengundang perhatian pria. Perlu diingat bahwa bukan berarti perempuan dilarang menggunakan pakaian yang bersih, karena Allah itu Maha indah dan menyukai keindahan.
dalam kitab Nailul Awthar bahwa Ibnu Ka īr berkata: Syuhrah artinya terlihatnya sesuatu. Maksud lib s syuhrah adalah pakaiannya terkenal (bermerek) di kalangan orang-orang yang mengangkat pandangan kepadanya. Pemakainya bangga dengan pakaiannya hingga bersikap sombong dan angkuh (Abu Al-Ghifari, 2011: 57). Seorang yang memakai pakaian tak bermerek terkenal pun jika memakai pakaian dengan kesombongan, maka ia termasuk orang yang memakai pakaian
syuhrah.
c. Jangan memakai pakaian yang transparan.
Pakaian transparan itu pakaian yang menampakkan kulit. Selain itu, pakaian juga tidak boleh ketat sehingga dapat membentuk lekuk tubuh. Pakaian yang transparan dan ketat itu bukan hanya akan mengundang perhatian, tetapi bahkan rangsangan. Beliau menyertakan sabda Rasulullah SAW berikut:
ِرَقَ بْلا ِباَنْذَأَك ٌطاَيِس ْمُهَعَم ٌمْوَ ق اََُُرَأ ََْ ِرا لا ِلَْأ ْنِم ِناَفْ ِص
َنوُبِرْضَي
Artinya:
Ada dua golongan dari ahli neraka yang siksanya belum pernah saya lihat sebelumnya. (1) kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang digunakan memukul orang (ialah penguasa yang zhalim) (2) wanita yang berpakaian tapi telanjang, yang selalu maksiat dan menarik orang lain untuk berbuat maksiat. Rambutnya sebesar punuk unta. Mereka tidak a