Yanggo, MA Rektor Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta atas kesempatan belajar di universitas ini. Seluruh dosen Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta yang membangkitkan semangat semangat belajar dan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan. Suci Rahayuningsih selaku Pembantu Dekan Fakultas Ushuluddin yang membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta.
SHIHAB QURAISH TENTANG IKATAN NEGARA (Studi Perbandingan Tafsir AL-AZHAR DAN AL-MISBAH)” oleh Ilma Zidna Walyatalattovvic dengan nomor induk mahasiswa 13210523 diujikan pada sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin Institut Ilmu Al-Quran (IIQ ) Jakarta pada bulan Agustus 2017. Yanggo, M.Si. rektor Institut Ilmu Pengetahuan Al-Qur'an (IIQ) di Jakarta atas kesempatan belajar di universitas ini. Seluruh dosen Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta yang menginspirasi semangat semangat belajar dan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan.
Instruktur Tahfiz yang dengan sabar membimbing dan memotivasi penulis dalam menghafal Al-Qur'an selama menjadi mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur'an Jakarta (IIQ): Dr. Suci Rahayuningsih selaku Pembantu Dekan Fakultas Ushuluddin yang membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta. Tesis, Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta, 1438 H/2017 M.
Quraish Shihab menafsirkan bahwa mengutuk dan menghina dewa agama lain dilarang keras dalam Al-Qur'an.
Konsonan Huruf
Vokal
Kata Sandang
Al-Qur'an merupakan kitab yang darinya berbagai ilmu pengetahuan Islam bersumber, karena kitab suci tersebut menganjurkan observasi dan penelitian. Siapa pun yang menginginkan kebahagiaan dan kemenangan hendaknya selalu menjadikan Al-Qur'an sebagai sumber petunjuk dan teladan. Dengan keistimewaannya, Al-Qur'an menyelesaikan permasalahan kemanusiaan dalam berbagai aspek kehidupan, baik yang berkaitan dengan permasalahan mental, fisik, sosial, ekonomi, maupun politik, dengan penyelesaian yang hikmah secara tuntas, karena diturunkan oleh Yang Maha Bijaksana lagi Maha Agung. .
Untuk menjawab setiap permasalahan yang ada, Al-Quran meletakkan landasan-landasan umum yang dapat menjadi landasan bagi umat manusia dan relevan di segala zaman. Keinginan umat Islam untuk selalu berdialog dengan Al-Quran sebagai teks yang terbatas dengan permasalahan sosial dan kemanusiaan yang tidak terbatas menjadi hantu tersendiri bagi dinamika kajian penafsiran Al-Quran. Sebab, Al-Quran meskipun diturunkan pada masa lampau, mempunyai konteks dan tempat sosio-kultural tertentu, namun mengandung nilai-nilai universal yang akan selalu relevan pada setiap waktu dan tempat (shalihun li kulli masa wa makan)5 .
Negara sebagai kekuatan dunia merupakan sesuatu yang mutlak bagi Al-Qur'an, karena hanya dengan demikian aturan dan ajarannya dapat diimplementasikan dalam kehidupan nyata.6. 6 Muchlis Muhammad Hanafi, dkk, Al-Qur'an dan Kenegaraan, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, 2011), hal.1. Al-Qur'an mendampingi Nabi Muhammad sebagai pemandu politik dan sosial selama sekitar 22 hingga 23 tahun.
Dalam hal ini, Al-Qur’an tidak mewakili alternatif pengganti usaha manusia, namun justru berdiri sebagai penggerak dan pedoman manusia untuk berperan positif dalam bidang kehidupan. Hal ini dapat dipahami dari berbagai ayat Al-Qur'an tentang perubahan baru dalam masyarakat yang dapat terlaksana jika dua syarat utama terpenuhi: adanya nilai (gagasan) dan adanya aktor yang beradaptasi terhadap nilai-nilai tersebut. . Salah satu hukum masyarakat yang dituangkan dalam Al-Qur’an mengenai perubahan adalah yang dirumuskan dalam firman Allah SWT.
17 Zuhairi Misrawi, Al-Qur'an, Kitab Toleransi: Inklusivisme, Pluralisme dan Multikulturalisme, (Jakarta; Fitrah Publishers, 2007), Cet.1, hal.32. 18 Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur'an: Kajian Tematik Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur'an, (Jakarta: Penamadani, 2008), Cet.5, hal.83. Melihat realita betapa pentingnya Al-Quran dijadikan pedoman bagi bangsa dan negara, khususnya Indonesia yang banyak dihuni suku dan budaya bahkan banyak agama, maka penulis mengambil pemikiran dua orang ulama dan pemikir lintas agama. waktu.
Karya-karya tafsir yang fenomenal bermunculan dari kedua ulama ini dan penulis akan mendalami bagaimana kedua ulama ini menafsirkan ayat-ayat negara dalam Al-Qur'an. 19 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Harmoni Al-Quran, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), Cet.
Identifikasi Masalah
Seperti yang dipetik daripada kitab Tafsir al-Azhar sendiri: “Tafsir yang sangat menarik untuk dijadikan contoh oleh tafsir ialah Tafsir al-Manâr, karangan Sayyid Rasyid Ridha, berdasarkan ajaran gurunya Syaikh Muhammad Abduh. Pentafsiran beliau, selain menjelaskan ilmu berkaitan agama, hadis, fiqh dan sejarah dan seumpamanya, juga menyesuaikan ayat-ayat tersebut dengan perkembangan politik dan sosial, yang bersesuaian dengan zaman di mana tafsir itu dikarang. Quraish Shihab dengan kitab tafsirnya al-Mishbah juga wajar dikaji berhubung dengan ayat-ayat negara, tasfir al-Mishbah merupakan tafsir bercorak adabi ijtima’i yang sering membincangkan isu-isu semasa dalam kehidupan seharian.
Beliau juga hidup pada zaman Indonesia mengamalkan sistem demokrasi seperti sekarang, sehingga akan mempengaruhi pemikirannya dalam penafsiran ayat negara.
Pembatasan Masalah
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pemikiran dan tafsiran Buya Hamka mengenai ayat-ayat negara yang terdapat dalam al-Quran. Untuk mengetahui pemikiran dan tafsiran Qurasih Shihab yang berkaitan dengan ayat-ayat negeri dalam al-Quran.
Manfaat Penulisan
Tinjauan Pustaka
Sumber Data
Penulis menggunakan sumber data yang relevan dengan topik skripsi guna memperoleh data untuk penyusunan skripsi. Selain sumber data primer, penulis juga akan menggunakan sumber data sekunder untuk referensi tambahan antara lain Ensiklopedia Ulum Al-Qur'an dan Tafsir, Lajnah Pentashih Al-Qur'an Tafsir Tematik, buku-buku kebangsaan, kamus bahasa Arab - Indonesia dan lain-lain.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik dan Sistematika Penulisan
Bab keempat, penulis akan membahas tentang prinsip-prinsip negara dan etika kebangsaan yang terkandung dalam Al-Quran, yang akan dijelaskan dengan tafsir Buya Hamka dan M. Setelah mengetahui pengertian negara, maka istilah-istilah negara dalam Al-Quran pada bab kedua Maka pada bab ini kita akan membahas tentang ayat-ayat kenegaraan dalam tafsir al-Azhar dan al-Mishbah, serta pandangan Buya Hamka dan Quraish Shihab terhadap ayat-ayat kenegaraan tersebut. Buya Hamka berpendapat bahwa Nabi tidak mengatur tata cara musyawarah secara rinci, namun musyawarah merupakan landasan dalam membangun masyarakat dan negara Islam.
Quraish Shihab memaknai musyawarah adalah landasan masyarakat sebagaimana yang diamalkan Rasulullah. Buya Hamka berpendapat bahwa umat Islam wajib berbuat baik dan adil terhadap non-Muslim dalam pengambilan keputusan dan dalam kehidupan sehari-hari selama non-Muslim tidak bermusuhan dan tidak mempunyai niat buruk terhadap umat Islam. Al-Qur'an memperingatkan umat Islam untuk tidak menghina berhala atau ibadah agama lain, karena akan membalas dendam dengan menghina Allah SWT.
Quraish Shihab berkeyakinan bahwa Allah tidak melarang umat Islam berinteraksi baik dengan non-Muslim selama mereka tidak melakukan perlawanan terhadap umat Islam. An-Nisa'[4]:58, Buya Hamka menafsirkan ayat ini, yang juga mengandung amanah dan kejujuran sebagai prinsip dasar pemerintahan Islam. Quraish Shihab memaknai amanah di sini secara lebih umum, tidak ditujukan kepada pemerintah, dan perintah yang adil berlaku bagi orang-orang yang akan membuat undang-undang di segala bidang.
Quraish Shihab memaknai bahwa kedudukan manusia di dunia pada dasarnya sama, tidak perlu membeda-bedakan manusia berdasarkan ras, suku, golongan, bahkan agama. Quraish Shihab sepakat bahwa tidak ada larangan berbuat baik dan adil kepada non-Muslim selama non-Muslim tersebut tidak mengusir dan melecehkan umat Islam. Quraish Shihab sepakat bahwa seseorang tidak berhak memaksa orang lain untuk menganut suatu keyakinan tertentu.
Bagaimanapun, Buya Hamka memberi amaran bahawa ayat ini tidak boleh dijadikan celah untuk menjatuhkan umat Islam. Quraish Shihab yang menambah tafsiran bahawa tiada paksaan di sini tidak berlaku dalam hal menjalankan hukum dalam agama. Quraish Shihab menjadikan ayat ini sebagai ayat yang boleh menggugurkan kewajipan amar ma'ruf nahi mungkar apabila kemudaratan yang akan berlaku lebih besar daripada manfaatnya.
Saran
Al-Asfahani, Al-Ragib, al-Mufadat fi Garib Al-Qur'an, Kairo: Darr Ibn Al-Jauzi, 2012. Al-Baqi, Muhammad Fuad Abd, Mu'jam Mufahras Li Al-Qur'an, Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1407 H. Asa, Syu'bah, Dalam Cahaya Al-Qur'an: Tafsir Ayat-ayat Social Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010.
Federspiel, Howard M., Al-Koran-studies in Indonesië: Van Mahmud Yunus tot Quraish Shihab, trans. Hakim, Ahmad Husnul, Beginsels van Geregtigheid Volgens die Al-Koran, Jakarta: Al-Burhan Institut PTIQ, 2009. Hanafi, Muchlis Muhammad et al, Al-Koran en Staatskap, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur 'an, 2011.
Jamhari, Radical Salafi Movement in Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004 Kaaba, Rifyal, Politics and Law in the Koran, Jakarta: Khairul Bayan, 2005. Khaeruman, Badri et al, Islam and Democracy, Jakarta: Nimas Multima, 2004 Kuntowijoyo. , Politieke identiteit van Moslems, Bandung: Mizan, 1997. Shihab, Umar, Contextuality of the Qur'an: Thematic Study of Legal Verses in the Qur'an, Jakarta: Penamadani, 2008.