• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cara mengendalikan marah dalam al Qur’an: analisis ayat-ayat tentang Ghadab dalam Tafsir Al Azhar Karya Hamka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Cara mengendalikan marah dalam al Qur’an: analisis ayat-ayat tentang Ghadab dalam Tafsir Al Azhar Karya Hamka"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

▸ Baca selengkapnya: salah satu cara mengendalikan pengaruh kama dalam sad ripu adalah

(2)

NIM : F02516126

Program : Magister (S-2)

Universitas : Pascasarjana UIN Surran Ampel Surabaya

Dengan sungguh-sungguh menyetakan bahwa TESIS ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian atau karya sendiri. Kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbemya.

Surabaya,

znyatakan,

(3)

Pada tanggal, 20 November 2018

Oleh Pembimbing

Prof. Dr. H. Aswadi, M.Ag. NIP 19600412 199403 1 001

(4)

Pada tanggal, O� Februari 2019

Tira Penguji:

1. Dr. Hj. Iffah Muzammil, M.Ag (Ketua) 2. Prof. Dr. H.M. Ridlwan Nasir, MA (Penguji I) 3. Prof. Dr. H. Aswadi, M. Ag. (Penguji II)

00 Februari 2019

rof. Dr. H. Aswadi, M. Ag. NIP 19600412 i99403 1 001

(5)

E-Mail: perpus@uinsby.ac.id

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama NIM

Zakiatul Ulah F03216126

Fakultas/Jurusan Ilmu Al quran clan Tafsir

...

E-mail address azkiyasmuslimah93@gmail.com

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif atas karya ilmiah:

D Sekripsi [S2Y" Tesis D Desertasi D Lain-lain( )

yang berjudul :

Cara Mengendalikan Marah Menurut Al-Qur'an (Analisis Ayat-ayat Ghadab dalam Tafsir Al

... Azhar.Karya.Buya. Hamka) .

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini

Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya berhak menyimpan, mengalih-media/ format-kan,

mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, dan

menampilkan/mempublikasikannya di Internet atau media lain secara fulltextuntuk kepentingan

akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan atau penerbit yang bersangkutan.

Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta

dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Surabaya, Ob Februari 2019

Penulis

(\}\\\\\

( Zakiatul Ulah)

(6)

ABSTRAK

Judul : Cara Mengendalikan Marah dalam al-Qur’an (Analisis Ayat-Ayat tentang Ghad{ab dalam Tafsir Al-Azhar Karya Hamka

Penulis : Zakiatul Ulah

Pembimbing : Prof. Dr. H. Aswadi, M. Ag.

Kata Kunci : Ghad{ab, mengendalikan, Al-Azhar

Setiap manusia menjalani hidup di dunia pada dasarnya menginginkan kebahagiaan dan ketenangan dalam hidupnya. Semua orang akan berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya dan tidak sedikit cara yang dilakukan untuk mencapainya harus melalui banyak rintangan yang mengganggu didepan. Dalam proses mencapai kebahagiaan hidup ini tidak sedikit orang yang mengalami kegelisahan, kecemasan, dan ketidakpuasan. Dengan kata lain setiap tingkah laku manusia itu selalu terarah pada satu objek atau satu tujuan. Tesis ini berbicara tentang marah dalam al-Qur’an yang terfokus pada term ghad{ab. Dimana marah diartikan sebagai keadaan emosi manusia yang meledak-meledak dikarenakan salah satu nafsu tidak tercapai atau terhalangi. Allah menciptakan tabi’at marah dan menanamnya didalam diri manusia. Jika dihalangi dari salah satu tujuan atau maksudnya maka bangkitlah api amarahnya. Berbagai cara dalm mengendalikan kemarahan memang sudah banyak dibahas sebelumnya dengan menggunakan teori barat seperti psikoanalisis, gestalt, behavior, client centered dan lain-lain yang

sudah umum digunakan. Padahal al-Qur’an memiliki kaya petunjuk manusia dalam berbagai hal termasuk didalamnya pengendalian marah. Untuk itu sudah seharusnya upaya pencarian sebuah solusi pengendalian marah dalam al-Qur’an harus dilaksanakan.

Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah bagaimana cara mengendalikan kemarahan dalam al-Qur’an dalam kitab tafsir al-Azhar karya Buya Hamka.

Penelitian ini adalah kajian pustaka atas pemikiran tokoh yang dikaji dengan metode kualitatif dan dilakukan dengan menggunakan pendekatan penafsiran metode tematik pada ayat-ayat al-Qur’an yang terkait dengan ghad}ab (marah) yang terfokus pada pandangan Hamka dalam tafsir al-Azhar dengan menggunakan metode analisis isi.

Ghadab menurut Hamka adalah respon puncak seseorang dalam rangka melindungi dirinya akan ancaman orang lain dan untuk mengendalikan diperlukan dhikir, sabar, memaafkan, dan berbuat baik.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PERSETUJUAN PENGUJI ... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... .x

DAFTAR KONVERSI KRONOLOGIS SURAH AL-QUR’AN………xi

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Batasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

F. Kerangka Teoritik ... 12

G. Penelitian Terdahulu ... 12

H. Metode Penelitian ... 14

I. Sistematika Pembahasan ... 17

BAB II: GHAD{AB DALAM AL-QUR’AN ... 19

A. Term-term Ghad}ab dalam Al-Qur’an ... 19

1. Bentuk-bentuk Term Ghad}ab ... 19

2. Pengertian Ghad}ab ... 30

3. Dampak Negatif Ghad}ab ... 37

B. Ghadab Menurut Para Mufassir ... 42

C. Term Identik dengan Ghad}ab ... 43

1. Ghaiz} ... 43

(8)

D. Hubungan Ghad}ab dengan Term Identik ... 55

BAB III : HAMKA DAN TAFSIR AL-AZHAR ... 57

A. Biografi Hamka ... 57

1. Latar Belakang Kehidupan ... 57

2. Karya-karya Hamka ... 61

3. Guru-guru dan Murid-murid Hamka ... 65

B. Tafsir Al-Azhar Karya Hamka ... 65

1. Tafsir Al-Azhar ... 65

2. Metode Penafsiran ... 68

3. Corak Tafsir Al-Azhar ... 71

BAB IV : MARAH DALAM TAFSIR AL-AZHAR ... 73

A. Analisis Ayat-ayat Ghad}ab. ... 73

1. Ghad}ab yang dinisbatkan kepada Allah ... 73

2. Ghad}ab yang dinisbatkan kepada manusia ... 87

B. Langkah-langkah Mengendalikan Marah dalam Tafsir Al-Azhar…93 C. Dampak Positif Mengendalikan Marah. ... 107

BAB V : PENUTUP ... 114

A. Kesimpulan ... 114

B. Rekomendasi ... 115 DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia menjalani hidup di dunia pada dasarnya menginginkan kebahagiaan dan dan ketenangan dalam hidupnya. Semua orang akan berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya dan tidak sedikit cara yang dilakukan untuk mencapainya harus melalui banyak rintangan yang mengganggu di depan. Dalam proses mencapai kebahagiaan hidup ini tidak sedikit orang yang mengalami kegelisahan, kecemasan, dan ketidakpuasan. Tingkah laku manusia merupakan manifestasi dari beberapa kebutuhan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan kata lain setiap tingkah laku manusia itu selalu terarah pada satu objek atau satu tujuan pemuasan kebutuhan yang memberikan arah pada gerak aktifitasnya.1

Kata “emosi” diturunkan dari bahasa Prancis, emotion, yang berasal dari kata emouvoir, yang memiliki arti “kegembiraan”. Kata ini

juga berasal dari bahasa Latin emovere, yang terdiri dari dua kata, yaitu kata “e-“ yang berarti “luar” dan kata “movere” yang berarti “bergerak”.2

1 Kartini Kartono, Hygine Mental, (Semarang: CV Mandar Maju, 2000),26. 2

(10)

Emosi adalah istilah yang digunakan untuk keadaan mental dan fisiologis yang berhubungan dengan beraagam perasaan, pikiran, dan perilaku. Emosi adalah pengalaman yang bersifat subjektif, atau dialami berdasarkan sudut pandang individu. Emosi berhubungan dengan konsep psikologi yang lainnya seperti suasan ahati, temperamen, dan kepribadian.

Emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme, mencakup perubahan-perubahan yang disadari yang mendalam sifatnya dan perubahan perilaku. Emosi tidak harus bersifat negatif. Emosi bisa bermanfaat apabila dengan muatan energi yang menggerakkan dan mendorong seseorang untuk membuat pilihan hidup yang positif dan menguntungkan. Sebaliknya, emosi akan tidak baik dan berbahaya jika hal itu bersama dengan muatan energi yang mengarahkan seseorang pada pengambilan pilihan hidup yang merugikan diri sendiri.

Manusia adalah makhluk yang unik. Segala kemampuan diberikan Allah kepada manusia, baik kemampuan positif maupun kemampuan negatif, salah satu kemampuan yang diberikan Allah kepada manusia adalah emosi. Ada tiga emosi dasar yang dimiliki manusia sejak bayi hingga wafat yaitu emosi marah, senang dan takut. Manifestasi masing-masing emosi tersebut berbeda-beda tergantung dengan usianya, tahap perkembangan dan situasi serta kondisi saat emosi tersebut muncul. Seperti diketahui, kecerdasan emosional secara garis besar dapat dikelompokkan pada setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap yang meliputi: amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan

(11)

malu. Jika dikelompokkan lebih mengerucut lagi, hanya ada empat emosi dasar yang hampir diekspresikan sama di seluruh dunia: takut, marah, sedih, dan senang.3 Melihat realita yang ada di tengah-tengah kehidupan manusia saat ini, maka sangat diperlukan sekali upaya-upaya mengendalikan kemarahan agara dapat terkendali dengan baik. Berbagai ekspresi emosi dasar manusia, mulai dari kesediahan, kemarahan, ketakutan dan lain-lain.4 Dalam ilmu kedokteran jiwa, emosi sebagai suatu keadaan yang kompleks yang berlangsung biasanya tidak lama yang mempunyai komponen pada badan dan jiwa individu tersebut. Pada jiwa timbul keadaan terangsang dengan perasaan yang hebat serta biasanya juga terdapat impuls untuk berbuat suatu hal tertentu. Salah satu bentuk emosi yang terdapat pada seseorang yaitu marah.

Menurut CP. Chaplin, Anger (marah, murka, berang, gusar) adalah reaksi emosional yang ditimbulkan oleh sejumlah situasi yang merangsang, termasuk ancaman, agresi lahiriah, pengekangan diri, serangan lisan, kekecewaan atau frustasi, dan dicirikan oleh reaksi kuat pada system syaraf otonomik khususnya oleh reaksi darurat pada bagian simpatetik, dan secara implisit disebabkan oleh reaksi serangan lahiriah, baik yang bersifat jasmaniah maupun verbal atau lisan.

Menurut al-Jurjani yang dikutip Yadi Purwanto dan Rachmat Mulyono, marah adalah perbuatan yang terjadi pada waktu mendidihnya

3 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, ter. T Hermaya (Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama,2005), 15.

4 Indah Wigati, Teori Kompensasi Marah Dalam Pespektif Psikologi Islam, (Ta‟dib: Edisi

(12)

darah didalam hati untuk memperoleh kepuasan apa yang terjadi didalam dada.5

Menurut Muhammad Uthman Najati, marah adalah emosi alamiah yang akan timbul manakala salah satu motif dasar mengalami kendala. Apabila ada yang menghalangi manusia atau hewan untuk meraih tujuan tertentu dalam upaya memuaskan salah satu motif dasarnya, maka ia akan marah berontak, dan melawan kendala tersebut.

Al-Qur‟an adalah kitab suci yang terakhir untuk manusia sehingga tidak ada lagi kitab lain yang bisa disebut sebagai kitab wahyu yang terbukti dari Allah swtselain daripada al-Qur‟an. Al-Qur‟an merupakan firman Allah dan bukan karya Nabi Muhammad. Bahasa hadith Nabi meskipun sangan indah dan sastranya begitu tinggi, tidak seindah al-Qur‟an dan mampu menandingi kualitas sastra al-al-Qur‟an. Oleh karena itu tidak diragukan lagi al-Qur‟an adalah mukjizat bahkan satu-satunya mukjizat yang abadi.

Ditinjau dari isi dan muatannya, al-Qur‟an mengandung berbagai macam pembahasan seputar aqidah, ibadah, sosial, hukum, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan ayat-ayat kauniyah (alam semesta). Begitu pula al-Qur‟an kaya dengan tema-tema yang bertebaran di setiap surat-suratnya. Satu tema dibahas dengan term yang terulang-ulang dan beraneka ragam makna. Diantara pembahasan di dalam al-Qur‟an yang menarik untuk diteliti dan hal tersebut sangat penting untuk dijadikan sebagai studi adalah tema tentang ghad{ab (marah).

5 Yadi Purwanto dan Rahmat Mulyono, Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islam, (Bandung:

(13)

Telah dikemukakan dalam al-Qur‟an gambaran tentang emosi marah dan dampaknya pada perilaku manusia. Kita mendapatkan hal itu pada penjelasan al-Qur‟an tentang kemarahan nabi Musa saat ia kembali kepada kaumnya. Musa mendapati mereka menyembah patung anak lembu terbuat dari emas yang dibuat As Samiri untuk mereka. Kemudian Musa melemparkan lauh seraya menjambak dan menarik kepala saudaranya dengan marah hal ini dijelaskan dalam surat al-A‟raf:150

َرْمَأ ْمُتْلِجَعَأ يِدْعَػب ْنِم ِنِوُمُتْفَلَخ اَمَسْئِب َلاَق اًفِسَأ َناَبْضَغ ِوِمْوَػق َلَِإ ىَسوُم َعَجَر اَّمَلَو

ىَقْلَأَو ْمُكِّبَر

اوُداَكَو ِنِوُفَعْضَتْسا َمْوَقْلا َّنِإ َّمُأ َنْبا َلاَق ِوْيَلِإ ُهُّرَُيَ ِويِخَأ ِسْأَرِب َذَخَأَو َحاَوْللأا

َيِمِلاَّظلا ِمْوَقْلا َعَم ِنِْلَعَْتَ لاَو َءاَدْعلأا َِبِ ْتِمْشُت لاَف ِنَِنوُلُػتْقَػي

Dan ketika Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati, berkatalah dia alngkah buruk perbuatan yang dilakukan oleh kalian sesudahku. Apakah kalian hendak menyegerakan urusan Rabb kalian dan Musa pun melemparkan lauh-lauh (Taurat) itu serta memegang kepala saudaranya sambil menariknya ke arahnya. Dia berkata wahai anak ibuku, sesungguhnya orang-orang ini telah menganggap aku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku. Oleh karena itu janganlah engkau membuat musuh-musuh merasa puas melihatku dan janganlah engkau menetapkan aku bersama kaum yang z}alim.6

Manusia cenderung merespons emosi marah dengan menghindari kendala-kendala yang menghalangi pemuasan motif-motif atau tujuan-tujuannya, namun yang terjadi adalah menyalurkan marah kepada orang lain yang sesungguhnya bukan merupakan kendala yang menghalangi tujuan manusia. Terkadang marah manusia terjadi karena seseorangtetapi ia takut menunjukkan marahnya karena sanksi yang akan diterimanya. Dalam kondisi seperti itu adakalanya marah dipindahkan serta disalurkan kepada orang lain. Seperti contoh dalam al-Qur‟an surat Ali Imron:119, yaitu:

6

(14)

َء ْآَٰوُلاَق ۡمُكوُقَل اَذِإَو ۦِوِّلُك ِبََٰتِك

ۡلٱِب َنوُنِمۡؤُػتَو ۡمُكَنوُّبُِيُ َلاَو ۡمُهَػنوُّبُِتُ ِءََٰٓلاْوُأ ۡمُتنَأَََٰٰٓى

اَذِإَو اَّنَما

ِتاَذِب ُُۢميِلَع ََّللَّٱ َّنِإ

ۡۗۡمُكِظۡيَغِب ْاوُتوُم ۡلُق ِِۚظۡيَغۡلٱ َنِم َلِمَنََۡلأٱ ُمُكۡيَلَع ْاوُّضَع ْاۡوَلَخ

ِروُدُّصلٱ

)

ٜٔٔ

(

Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata "Kami beriman", dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati7

Ketika emosi marah menguasai manusia kemampuannya untuk berfikir jernih tidak dapat bekerja dengan baik. Terkadang muncul tindakan atau perkataan permusuhan yang kemudian akan disesalinya manakala marahnya mereda. Seseorang yang tidak dapat mengendalikan kemarahan maka akan berdampak buruk pada dirinya bahkan pada orang lain. Seperti disebutkan dalam buku Psikologi Marah akibat yang ditimbulkan ketika seseorang tidak dapat mengendalikan emosi marah maka akan mebahayakan tubuh, terjerumus ke dalam dalih yang hina, mendapat azab yang keras dari Allah, dan lain sebagainya.

Ketika kehilangan kemampuan untuk berfikir jernih dan disaat marah meluap serta emosi memuncak sangat penting bagi seseorang untuk mengendalikan diri agar tidak terjadi penyesalan sesudahnya. Al-Qur‟an berwasiat pula kepada manusia agar mengontrol emosi marah. Sebab ketika seseorang marah maka pikiran tidak bekerja sehingga tidak dapat mengeluarkan keputusan dengan benar begitu ketika mengalami emosi yang lain, pemisahan dua kelenjar hormon adrenalin akan memberi dampak pada liver serta membuatnya memisahkan sejumlah besar gula.

7Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung:Diponegoro, 2004), 65.

(15)

Kondisi ini akann berakibat pada penambahan energi dalam tubuh dan menjadikannya lebih mampu mengerahkan kekurangan otot yang diperlukan untuk mempertahankan diri.8

َمَد ِلِ اوُدُجْسا ِةَكِئ َلاَمْلِل اَنْلُػق َُّثُ ْمُكَنَْرَّوَص َُّثُ ْمُكاَنْقَلَخ ْدَقَلَو

ْنُكَي َْلَ َسيِلْبِإ َّلاِإ اوُدَجَسَف

نيِد ِجاَّسلا َنِم

9

Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: “Bersujudlah kamu kepada Adam”, maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.

يِط ْنِم ُوَتْقَلَخَو ٍرَنَ ْنِم ِنَِتْقَلَخ ُوْنِم ٌرْػيَخ َنََأ َلاَق ۖ َكُتْرَمَأ ْذِإ َدُجْسَت َّلاَأ َكَعَػنَم اَم َلاَق

Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”.

Ketika Allah memerintahkan Iblis untuk bersujud kepada Adam akan tetapi Iblis tidak mau maka Allah marah. Allah marah bukan karena Iblis tidak mampu untuk bersujud akan tetapi Allah marah karena Iblis tidak mau untuk bersujud kepada Adam. Tanda tidak mau inilah artinya sombong. Kata sombong ini terdapat pada lafad

ُهْنِم ٌرْيَخ اَنَا

(saya lebih baik darinya), dan dari kesombongan ini Allah sangat marah. Kemarahan Allah inilah yang menyebabkan Iblis diusir dari surga hal ini terdapat pada surat al-A‟raf ayat 13

نيِرِغاَّصلا َنِم َكَّنِإ ْجُرْخاَف اَهيِف َرَّػبَكَتَػت ْنَأ َكَل ُنوُكَي اَمَف اَهْػنِم ْطِبْىاَف َلاَق

8 Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia,2005),

184-185.

9

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya: Diponegoro, 2004)

(16)

Allah berfirman: “Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina”.10

Al-Qur‟an menyebut kata ghad{ab sebanyak 24 kali dalam 21 surat dalam bentuk yang berbeda. Sebagaimana diketahui bahwa penyebutan sesuatu secara berulang-ulang didalam al-Qur‟an menunjukkan betapa penting tema tersebut. Sebagaimana penyebutan kata-kata lainnya secara berulang-ulang, kata ghad{ab pun demikian pula. Didalam al-Qur‟an terdapat 15 surat yang menggambarkan kemarahan Allah, 5 surat menggambarkan kemarahan nabi. Dari beberapa ayat yang menyebutkan tentang ghad{ab (marah) diatas dapat dilihat bahwa keadaan marah dapat menimpa siapapun bukan hanya manusia, akan tetapi nabi juga marah bahkan Allah pun pernah marah. Hal ini menunjukkan bahwa marah memang tidak mengenal siapapun.

Melihat hal ini penulis menemukan celah yang sangat menarik untuk dibahas yaitu bagaimana cara megendalikan kemarahan. Memang bahasan tentang marah dan cara penyelesaiannya sudah banyak dibahas oleh beberapa peneliti sebelumnya yang selama ini teori yang sering digunakan dalam mengendalikan emosi marah dengan menggunakan teori-teori barat seperti teori-teori Psikoanalisis, Gestalt, Behavior, Client Centered, dan lain lain yang umum digunakan. Seperti yang kita ketahui bahwa al-Qur‟an merupakan petunjuk dari Allah untuk semua makhluk dalam menuntaskan segala permasalahan hidup yang dialami manusia. Maka dari itu disini penulis menemukan celah dalam menyelesaikannya dimana

10Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung:Diponegoro, 2004),152.

(17)

penulis akan menggunakan al-Qur‟an sebagai acuan atau sebagai inti dari menyelesaikan kemarahan mengingat al-Qur‟an adalah kalam Allah yang didalamnya terdapat solusi dari segala permasalahan yang dialami oleh manusia. Dalam penulisan ini penulis menggunakan tafsir Al-Azhar sebagai bahan kajian utama untuk mendapatkan beberapa informasi dari al-Qur‟an dalam proses pengendalian kemarahan, dikarenakan penulis melihat bahwa dalam tafsir Al-Azhar karangan Buya Hamka sangat mudah dipahami oleh pembaca kemudian ia dalam menafsiran ayat-ayat psikologi juga sangat detail dalam menjelaskan.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang tersebut ditemukan beberapa identifikasi masalah diantara sebagai berikut:

1. Definisi al-Qur‟an tentang ayat-ayat marah yang terpusat pada Term Ghad{ab dalam berbagai kitab tafsir

2. Berbagai bentuk ayat-ayat tentang marah dalam al-Qur‟an menurut Tafsir Al-Azhar

3. Sebab-sebab marah dalam al-Qur‟an menurut Tafsir Al-Azhar 4. Cara mengatasi marah dalam al-Qur‟an menurut Tafsir Al-Azhar 5. Manfaat mengatasi marah dalam al-Qur‟an menurut Tafsir Al-Azhar

C. Batasan Masalah

(18)

Dari identifikasi masalah diatas perlu adanya pembatasan masalah agar kajian penelitian ini dapat berhasil dengan maksimal. Adapun penelitian ini akan dibatasi dengan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Definisi marah dalam al-Qur‟an yang terpusat pada term ghad{ab menurut para mufassir

2. Mengendalikan marah dalam al-Qur‟an yang terpusat pada term ghad{ab menurut Tafsir Al-Azhar

3. Manfaat mengendalikan marah dalam al-Qur‟an yang terpusat pada term ghad{ab menurut Tafsir Al-Azhar

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep marah dalam al-Qur‟an yang terpusat pada term ghad{ab menurut para mufassir?

2. Bagaimana cara mengendalikan marah dalam al-Qur‟an menurut yang terpusat pada term ghad{ab menurut tafsir Al-Azhar?

3. Bagaimana manfaat mengendalikan marah dalam al-Qur‟an yang terpusat pada term ghad{ab menurut tafsir Al-Azhar?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui definisi marah dalam al-Qur‟an yang terpusat pada term ghad{ab menurut para mufassir

(19)

2. Untuk mengetahui tentang cara mengendalikan marah dalam al-Qur‟an yang terpusat pada term ghad{ab menurut Tafsir Al-Azhar

3. Untuk mengetahui manfaat mengendalikan marah dalam al-Qur‟an yang terpusat pada term ghad{ab menurut Tafsir Al-Azhar

Manfaat Penelitian

Setiap hasil penelitian pasti memiliki manfaat dan kegunaan baik kaitannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan maupun manfaat untuk kepentingan praktis:

1. Teoritis

a. Untuk menjadi bahan penelitian lebih lanjut dalam bidang yang berkaitan dengan studi ini

b. Mengetahui ayat-ayat tentang marah dalam al-Qur‟an c. Mengetahui manfaat mengatasi marah dalam al-Qur‟an 2. Praktis

Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengetahuan guna membantu manusia untuk mengatasi emosi marah pada diri seseorang ketika menimpanya.

F. Kerangka Teoritik

Cara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berati aturan atau sistem seseorang dalam melakukan sesuatu.

Mengendalikan berarti mengekang atau menahan sesuatu yang menimpa seseorang akan tidak terjerumus pada hal-hal tertentu.

(20)

Secara umum, marah termasuk emosi yang paling populer disebut dalam percakapan sehari-hari. Prilaku marah amat beragam, mulai dari tindakan diam (menarik diri), hingga tindakan agresif yang bisa mencedrai atau mengancam nyawa orang lain. Pemicu marah juga beragam, mulai dari hal yang amat sepele sampai yang memberatkan. Pada penulisan ini akan membahas mengenai seluk beluk marah mulai dari pengertian marah, penyebab kemarahan, bentuk-bentuk kemarahan.

Setelah mengetahui seluk-beluk dari marah maka akan dibahas pula bagaimana cara efektif mengendalikan marah secara islam yang terdapat dalam al-Qur‟an dengan merujuk dari penafsiran alAzhar. Berikut penyelesaian pengendalian marah akan dipaparkan secara jelas dalam kajian teoritik.

G. Penelitian Terdahulu

Terkait dengan cara mengatasi marah dal Qur‟an kajian tafsir al-Azhar ini yaitu terlebih dahulu melakukan telaah terhdap hasil penelitianterdahulu. Hal ini dimaksudkan untuk mendapat kepastian tidak adanya penelitian yang sama yang telah dilakukan dan ditulis sebelumnya. Dari literatur berupa karya tulis penulis mendapatkan beberapa penemuan dari peneliti sebelumnya.

Replika Bimbingan dan Konseling Islami (Aswadi, Jurnal). Jurnal ini menyimpulkan bahwasannya bimbingan konseling fisik lebih ringan daripada bimbingan konseling rohani atau dengan kata lain bahwa

(21)

bimbingan konseling terhadap kerusakan aqidah dan akhlak tercela lebih berat darpada bimbingan konseling terhadap kerusakan fisik dan psikis.

Yadi Purwanto dan Rachmat Mulyono, Psikologi Marah, Buku). Buku ini membahas mengenai pengertian marah serta bahaya yang ditimbulkan akibat marah serta disertakan hadith-hadith nabi mengenai keutaman menahan marah. Dalam buku ini juha dibahas sedikit terapi marah dengan menggunakan terapi relaksasi.

Muhammad Utsman Najatai, Psikologi dalam Al-Qur‟an Terapi Qur‟ani dalam Penyembuhan Gangguan Kejiwaan, Buku). Dalam buku ini membahas bagaimana cara menyucikan diri agar tidak terhindar dari berbagai penyakit khususnya penyakit yang ditimbulkan oleh hati. Dalam buku ini juga menjelaskan bahwasannya awal mula terjadi penyakit atau gangguan kejiwaan adalah kurangnya beribadah atau menyucikan diri pada Allah.

Menejemen Marah dan Urgensinya dalam Pendidikan (Sya‟roni Hasan, Skripsi). Dalam skripsi tersebut penulis melihat fenomena yang terjadi akhir-akhir ini banyak kehilangan sopan santun dan rasa aman, menyiratkan adanya serbuan sifat jahat banyak orang yang setelah diteliti oleh penulis tidak lain sebabnya adalah emosi yang susah diredam oleh manusia untuk itu dalam skipsi tersebut mencoba untuk mencari penyebab dan solusi agar manusia dapat meminimalisisr perasaan tersebut khususnya dalam dunia pendidikan yang tidak lain objeknya adalah peserta didik.

(22)

Zen Abdurrahman, (Ya Allah Kok Hidupku Susah Sekali, Buku). Buku ini membahas perilaku-perilaku manusia yang yang mudah mengeluh sehingga merasa dirinya tidak mendapatkan kasih sayang dari Allah, selalu dihantui perasaan khawatir dan putus asa. Selain itu buku ini juga memberikan tips pada seorang pembaca agar selalu bersikap sabar dan selalu bersyukur atas apapun yang didapat.

Coky Aditya Z, (Berbagai Terapi Jitu Atasi Emosi Sehari-hari, Buku). Dalam buku ini membahas pengertian emosi, fungsi dan macam-macam pikiran manusia, mengendalikan emosi, berbagai macam-macam bentuk emosi yang terjadi pada manusia serta bagaimana cara mengatasi emosi tersebut dan lain sebagainya.

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Dalam penelitian pustaka, biasanya jenis penelitian yang digunakan adalah analisis isi (content analysis). Jenis penelitian ini adalah teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru dan data yang benar dengan memperhatikan konteksnya.11 Sedangkan mengenai sifat penelitian ini adalah analisis-deskriptif karena menggambarkan pemikiran tafsir serta menguraikan isi dari penafsiran Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar.

2. Sumber Data

11Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2007), 163

(23)

Mengenai sumber data dalam penelitian ini dapat dikategorikan menjadi dua sumber rujukan:

a. Sumber data primer

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah kitab Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka dengan asumsi bahwa tafsir ini bercorak adabi ijtima‟i dimana penafsiran lebih dekat pada sosial masyarakat. Disamping itu Buya Hamka adalah orang Indonesia yang lebih memahami karakter orang Indonesia.

b. Sumber data sekunder

Sedangkan sumber data sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah kitab-kitab dan buku-buku atau karya ilmiah yang berkaitan dengan pembahasan marah dalam al-Qur‟an

3. Teknik Pengumpulan Data

Karena penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, maka teknik pengmpulan data yang akan digunakan adalah teknik dokumentasi. Dokumentasi asal katanya adalah dokumen yang artinya barang-barang tertulis. Dalam teknik pengumpulan data dengan metode dokumentasi ini, peneliti meneliti benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan lainnya.12

4. Teknik Analisis Data

Setelah data dari berbagai sumber terkumpul maka data-data tersebut akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis isi (content

12 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: PT Rineka Cipta,

2006), 158

(24)

analysis). Metode ini menekankan pada bagaimana memperoleh keterangan yang benar dari sekian banyak data yang terkumpul. Keterangan-keterangan itu kemudian akan digabungkan ke dalam satu kontruksi yang teratur.

5. Langkah-langkah Penafsiran

Adapun penafsiran dalam penelitian ini menggunakan pendekatan tafsir maudu‟i dengan langkah-langkah menurut al-Farmawi sebagai berikut:

a. Memilih tema yang hendak dijakdikan pokok bahasan b. Menghimpun ayat-ayat yang sesuai dengan tema c. Menyusun ayat sesuai dengan tartib nuzulnya d. Mengetahui munasabah ayat

e. Menyusun pembahsan dalam kerangka yang sempurna f. Melengkapi pembahasan dalam suatu kerangka

g. Melakukan kajian secara tematik dan menyeluruh dengan cara menghimpun ayat yang mengandung pengertian serupa, mengkompromikan antara ayat yang umum dan yang khusus, menjelaskan nasikh mansukhm sehingga semua ayat tersebut bertemu dalam suatu muara tanpa perbedaan13

13 Abd al-Hayyi al-Farmawi, al-Bidayat fi Tafsir al-Maudu’i: Dirasat Manhajiyat Mauduiyyah,

(Kairo: Maktabah Jumhuriyah Mishr, 1997), 61-62.

(25)

I. Sistematika Pembahasan

Dalam penulisan penelitian ini penulis menggunakan sistematika pembahasan yang terbagi menjadi beberapa bab dengan perincian sebagai berikut:

Bab pertama, Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teoritk, Penelitian Terdahulu, Metode Penelitian, Sistematika Pembahasan.

Bab kedua, berisi tentang pembahasan ghadab dalam al-Qur‟an yang meliputi bentuk-bentuk term ghadab, ghadab menurut para mufassir, term yang identik dengan ghad{ab serta hubungan ghad{ab dengan term yang identik.

Bab ketiga, membahas tentang penulis tafsir Al-Azhar karya Hamka dengan tafsirnya. Pembahasan ini meliputi biografi Hamka yang meliputi latar belakang kehidupan dan karya-karyanya, serta tafsir Al Azhar yang meliputi metode penafsiran dan corak penafsiran Hamka dalam tafsir Al Azhar.

Bab keempat, membahas materi cara mengatasi marah dalam al-Qur‟an menurut tafsir Al-Azhar.

Bab kelima, merupakan pembahasan terakhir yang berisi kesimpulan dan rekomendasi.

(26)

BAB II

GHAD{AB DALAM AL-QUR’AN

A. Term-term Ghad}ab dalam Al-Qur’an

1. Bentuk-bentuk Term Ghad}ab

Secara bahasa, term ghad}ab dalam bahasa Indonesia biasanya disebut dengan “marah”, yakni keadaan atau sifat seseorang yang merasa tidak senang (karena dihina, diperlakukan tidak sepantasnya, dan lain sebagainya).14 Sedangkan dalam bahasa Arab, term marah ghad}ab berasal dari akar kata: بضغ- بضغي- ابضغ yakni bermakna benci kepada seseorang sehingga bermaksud dan berusaha menyakitinya.15

Dilihat dari segi bentuknya, term ghad}ab dalam al-Qur‟an muncul dalam empat kata jadian (ishtiqaq), yaitu: fi’il madi (kata kerja yang menunjuk waktu lampau), mas}dar(infinitive), isim maf’ul (kata kerja yang menunjukkan sebab akibat), dan isim fa’il/ sifah mushabbihah bi ism al-fa’il (kata benda/ sifat yang mengandung arti pelaku). Secara berurutan, bentuk-bentuk term ghad}ab dalam al-Qur‟an adalah sebagai berikut.

a. Ghad}iba yang berupa fi’il madhi terdapat pada enam ayat, sebagaimana terdapat pada:

1. QS Al-Nisa‟ [4/92] : 93

14

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Jakarta: Balai Pustaka, 1990), 26; 559.

15

Ibrahim Anis, at.al. , al-Mu‟jam al-Wasit, Juz II, (t.tp.:t.p., t.t.),654.

(27)

ِوْيَلَع َُّللَّا َبِضَغَو اَهيِف اًدِلاَخ ُمَّنَهَج ُهُؤاَزَجَف اًدِّمَعَػتُم اًنِمْؤُم ْلُتْقَػي ْنَمَو

( اًميِظَع ًبًاَذَع ُوَل َّدَعَأَو ُوَنَعَلَو

٣٦

)

Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya16

Ghad{ab diatas bermakna murka atau laknat Allah terhadap orang mukmin yang membunuh orang mukmin. Ayat ini juga sebagai peringatan Allah kepada manusia akan perbuatan yang tidak disukai Allah maka pastilah terdapat murka Allah.

2. QS Al-Maidah [5/112] : 60

َِّللَّا َدػػْنِع ًةػػَبوُدَم َكػػِلَذ ْنػػِم ٍّرػػَشِب ْمُكُئػػِّبَنُأ ْلػػَى ْلػػُق

ِوػػْيَلَع َبػػِضَغَو َُّللَّا ُوػػَنَعَل ْنػػَم

ْنػَع ُّلػََُّأَو ًنَاػَكَم ّّرػََ َكػِئَلوُأ َتوُغاَّطلا َدَبَعَو َريِزاَنَْلْاَو َةَدَرِقْلا ُمُهْػنِم َلَعَجَو

( ِليِبَّسلا ِءاَوَس

٩٦

)

Katakanlah: “Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, Yaitu (orang-orang-(orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?”. mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.17

Ayat tersebut berisi larangan bergaul dengan akrab dengan orang yahudi dan nasrani. Sampai-sampai menekankan balasan jika mereka berteman akrab yaitu hingga Allah menjadikan babi dan kera. Itu dikarenakan mereka fasik dan

16

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung:Diponegoro, 2004),93.

17

Ibid, 119

(28)

Allah telah memberi tempat neraka jahannam bagi mereka dan bagi yang melanggarnya.

3. QS Al-Fath [48/111] : 6

َّنَظ َِّللَِّبً َيِّناَّظلا ِتاَكِرْشُمْلاَو َيِكِرْشُمْلاَو ِتاَقِفاَنُمْلاَو َيِقِفاَنُمْلا َبِّذَعُػيَو

ِءْوَّسلا ُةَرِئاَد ْمِهْيَلَع ِءْوَّسلا

َمَّنَهَج ْمَُلَ َّدَعَأَو ْمُهَػنَعَلَو ْمِهْيَلَع َُّللَّا َبِضَغَو

( اًيرِصَم ْتَءاَسَو

٩

)

Dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang Amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahannam. dan (neraka Jahannam) Itulah sejahat-jahat tempat kembali.18

Ghad{ab Allah bermakna laknat dan balasan bagi orang-orang musyrik yang berprasangka buruk terhadap nikmat dan janji Allah. maka Allah telah memberinya ganjaran kelak di akhirat disediakanlah bagi mereka neraka jahannam yang sangat pedih dan mereka kekal didalamnya.

4. QS Al-Mujadilah [58/105] : 14

۞

َْلََأ

َػت

َلَِإ َر

ٱ

َنيِذَّل

ْوَّلَوَػت

ْا

ْوَػق

َبِضَغ اًم

ٱ

َُّللَّ

ْيَلَع

مُى اَّم مِه

ْمُكنِّم

َلاَو

ْمُهْػنِم

َْيَُو

ىَلَع َنوُفِل

ٱ

ِبِذَكل

ْمُىَو

ْعَػي

َنوُمَل

)

٤٧

(

Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui.19

18

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung:Diponegoro, 2004),512.

19ibid,543

(29)

Ayat tersebut merupakan peringatan Allah kepada manusia agar tidak berteman dengan orang-orang yang memusihi islam. Sesungguhnya Allah murka terhadap perbuatan tersebut. 5. QS Al-Mumtahanah [60/91] : 13

اَمَك ِةَرِخَٰٓ

ۡلأٱ

َنِم ْاوُسِئَي

ۡدَق ۡمِهۡيَلَع َُّللَّٱ َبِضَغ اًمۡوَػق ْاۡوَّلَوَػتَػت َلا ْاوُنَماَء َنيِذَّلٱ اَهُّػيََََٰٰٓيَ

ۡنِم ُراَّفُك

ۡلٱ

َس

ِئَي

ِروُبُق

ۡلٱ ِبََٰحۡصَأ

)

ٖٔ

(

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan penolongmu kaum yang dimurkai Allah. Sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa.20

Ayat diatas menjelaskan tentang larangan Allah untuk menjadikan penolong dari kaum yang dimurkai Allah yang dimaksud adalah orang-orang kafir. Karena sesungguhnya masih banyak penolong dari golongan orang-orang yang dicintai Allah. karena mereka sudah sesat dari jalan Allah sehingga jika kamu masih meminta pertolongan kepada mereka berate kamu termasuk dari golongan mereka didalamnya.

6. QS Al-Syura [42/62] : 37

نوُرِف

ۡغَػي ۡمُى ْاوُبِضَغ اَم اَذِإَو َشِحََٰوَفۡلٱَو ِۡثُِۡلۡٱ َرِئَََٰٰٓبَك َنوُبِنَتَۡيَ َنيِذَّلٱَو

)

ٖٚ

(

Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf.21

20

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung:Diponegoro, 2004),549

21 Ibid, 496

(30)

Berdasarkan uraian di atas, tampak dengan jelas bahwa lima ayat pertama berisi memiliki makna “murka” dengan subjek (fi’il)Allah, yaitu kemarahan dan kutukan Allah kepada pembunuh mukmin dengan sengaja, penyembah thaghut dan kaum mushrikin. Hanya ada satu fi’il madhi yang dihubungkan dengan sifat-sifat orang mukmin yang apabia marah segera memberi maaf.

b. Adapun ghad{ab dalam bentuk masdar ada 14 ayat, Tiga belas ayat

di-idafah-kan dengan (kemarahan) Allah, yaitu sebagai berikut ini. 1. QS Al-Baqarah [2/87] ayat 61

وََُٰيّ ۡمُت

ۡلُػق ۡذِإَو

ٍماَعَط َٰىَلَع َِبِۡصَّن نَل َٰىَس

ٍدِحََٰو

ُتِبُۢنُػت اَِّمِ اَنَل ۡجِرُۡيِ َكَّبَر اَنَل ُعۡدٱَف

َوُى يِذَّلٱ َنوُلِدۡبَػتۡسَتَأ َلاَق

ۖاَهِلَصَبَو اَهِسَدَعَو اَهِموُفَو اَهِئَٰٓاَّدِقَو اَهِلۡقَػب ُۢنِم ُضۡرَۡلأٱ

ْاوُطِب ۡىٱ ٌِۚرۡػيَخ َوُى يِذَّلٱِب ََٰنَۡدَأ

اًرۡصِم

َبِرَُُّو

ۡۗۡمُتۡلَأَس اَّم مُكَل َّنِإَف

ُةَّلِّذلٱ ُمِهۡيَلَع ۡت

ُةَنَك ۡسَم

ۡلٱ

َو

ٍبَضَغِب وُءََٰٓبًَو

ِب َنوُرُف

ۡكَي ْاوُناَك ۡمُهَّػنَِبِ َكِلََٰذ َِّۡۗللَّٱ َنِّم

َِّللَّٱ ِتََٰيأَ ٔ

ٱ َنوُلُػتۡقَػيَو

َْيّػيِبَّنل

َنوُدَتۡعَػي ْاوُناَكَّو ْاوَصَع اَِبِ َكِلََٰذ ِّۡۗقَ

ۡلۡٱ ِۡيرَغِب

(

ٙٔ

)

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya". Musa berkata: "Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta". Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.22

2. QS Al-Baqarah [2/87] : 90

22Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung:Diponegoro, 2004),9.

(31)

نِم َُّللَّٱ َلِّزَػنُػي نَأ اًي

ۡغَػب َُّللَّٱ َلَزنَأ َٰٓاَِبِ ْاوُرُفۡكَي نَأ ۡمُهَسُفنَأ َٰٓۦِوِب ْاۡوَرَػتَۡٱ اَمَسۡئِب

ۖۦِهِداَبِع ۡنِم ُءَٰٓاَشَي نَم َٰىَلَع ۦِوِل

ۡضَف

ٍِۚبَضَغ َٰىَلَع ٍبَضَغِب وُءَٰٓاَبَػف

َنيِرِفََٰك

ۡلِل

َو

( ٌيِهُّم ٌباَذَع

ٜٓ

)

Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan23

3. QS Ali „Imran [3/89] : 112

وُءََٰٓبًَو ِساَّنلٱ َنِّم ٍلۡبَحَو َِّللَّٱ َنِّم ٍلۡبَِبِ َّلاِإ ْآَٰوُفِقُث اَم َنۡيَأ ُةَّلِّذلٱ ُمِهۡيَلَع ۡتَبِرُُّ

َِّللَّٱ َنِّم ٍبَضَغِب

ِبِ َنوُرُف

ۡكَي ْاوُناَك ۡمُهَّػنَِبِ َكِلََٰذ ُِۚةَنَكۡسَمۡلٱ ُمِهۡيَلَع ۡتَبِرَُُّو

ِتََٰي

ِۡيرَغِب َءَٰٓاَيِبُۢنَ ۡلأٱ َنوُلُػتۡقَػيَو َِّللَّٱ

ّٖۚ قَح

(َنوُدَتۡعَػي ْاوُناَكَّو ْاوَصَع اَِبِ َكِلََٰذ

ٕٔٔ

)

Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas24

4. QS Al A‟raf [7/39] ayat 71

ۡيَلَع َعَقَو

ۡدَق َلاَق

ٌسۡجِر ۡمُكِّبَّر نِّم مُك

َِٰٓفِ ِنَِنوُلِدََُٰتََأ

ٌبَضَغَو

ۖ

ٍءَٰٓاَۡسَۡأ

َٰٓاَىوُمُتۡػيََّسۡ

َّزَػن اَّم مُكُؤََٰٓبًاَءَو ۡمُتنَأ

َُّللَّٱ َل

ٍِۚنََٰط

ۡلُس نِم اَِبِ

َنيِرِظَتنُم

ۡلٱ

َنِّم مُكَعَم ِّنِِإ ْآَٰوُرِظَتنٱَف

(

ٚٔ

)

Ia berkata: "Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa azab dan kemarahan dari Tuhanmu". Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku tentang nama-nama (berhala) yang kamu beserta nenek moyangmu menamakannya, padahal Allah sekali-kali tidak menurunkan hujjah untuk itu? Maka tunggulah (azab itu), sesungguhnya aku juga termasuk orang yamg menunggu bersama kamu"25

23

Ibid, 10.

24

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung:Diponegoro, 2004),65.

25 Ibid, 59.

(32)

5. QS Al A‟raf [7/39] ayat 152

ْاوُذََّتِٱ َنيِذَّلٱ َّنِإ

َلۡجِع

ۡلٱ

ٌبَضَغ ۡمُُلَاَنَػيَس

ۡمِِّبَِّر نِّم

ٌةَّلِذَو

ِۚاَي

ۡػنُّدلٱ ِةَٰوَػيَۡلۡٱ ِفِ

َنيَِتَ

ۡفُمۡلٱ يِزَۡنَ َكِلََٰذَكَو

(

ٕٔ٘

)

Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan.26 6. QS Al-Anfal [8/88] : 16

نَمَو

ٍذِئَمۡوَػي ۡمِِّلََوُػي

َٰٓۥُهَرُػبُد

ًافِّرَحَتُم َّلاِإ

ََٰلَِإ اًزِّيَحَتُم ۡوَأ ٍلاَتِقِّل

ٍةَئِف

َءََٰٓبً

ۡدَقَػف

ٍبَضَغِب

ُيرِصَم

ۡلٱ

َس

ۡئِبَو ُۖمَّنَهَج ُوَٰىَو

أَمَو َِّللَّٱ َنِّم

ۡ

(

ٔٙ

)

Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.27

7. QS Al-Nahl [16/70] : 106

َّلاِإ َٰٓۦِوِنََٰيِّإ ِدۡعَػب ُۢنِم َِّللَّٱِب َرَفَك نَم

نَّم نِكََٰلَو ِنََٰيِّ

ۡلۡٱِب ُُّۢنِئَمۡطُم ۥُوُبۡلَػقَو َهِرۡكُأ ۡنَم

ٌميِظَع ٌباَذَع ۡمَُلََو َِّللَّٱ َنِّم ٌبَضَغ ۡمِهۡيَلَعَػف ًار

ۡدَص ِرۡفُكۡلٱِب َحَرََ

(

ٔٓٙ

)

Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran,

26

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung:Diponegoro, 2004),75.

27 Ibid, 92.

(33)

maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.28 8. QS Taha [20/45] ayat 81

ََٰبِّيَط نِم ْاوُلُك

ِوۡيَلَع ۡلِلَۡيُ نَمَو ۖ ِبَِضَغ ۡمُكۡيَلَع َّلِحَيَػف ِويِف ْاۡوَغ

ۡطَت َلاَو ۡمُكََٰنۡػقَزَر اَم ِت

َٰىَوَى

ۡدَقَػف ِبَِضَغ

(

ٛٔ

)

Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah ia.29

9. QS Taha [20/45] ayat 86

ِۚاًنَسَح اًدۡعَو ۡمُكُّبَر ۡمُك

ۡدِعَي َۡلََأ ِمۡوَقََٰي َلاَق ِۚاًفِسَأ َََٰبَۡضَغ ۦِوِمۡوَػق ََٰلَِإ ََٰٰٓىَسوُم َعَجَرَػف

َلاَطَفَأ

مُتۡفَل ۡخَأَف ۡمُكِّبَّر نِّم ٌبَضَغ ۡمُكۡيَلَع َّلَِيُ نَأ ُّۡتُّدَرَأ ۡمَأ ُد ۡهَع

ۡلٱ

ُمُك

ۡيَلَع

يِدِع ۡوَّم

(

ٛٙ

)

Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa: "Hai kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, dan kamu melanggar perjanjianmu dengan aku?"30

10.QS Al-Nur [24/102] : 9

َيِقِدََّٰصلٱ َنِم َناَك نِإ َٰٓاَهۡػيَلَع َِّللَّٱ َبَضَغ َّنَأ َةَسِمََٰ

ۡلْٱ

َو

(

ٜ

)

dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.

28

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung:Diponegoro, 2004),125.

29

Ibid,185.

30Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung:Diponegoro, 2004), 203.

(34)

11.QS Al-Syura [42/62] : 16

َػب ُۢنِم َِّللَّٱ ِفِ َنوُّجَٰٓاَُيُ َنيِذَّلٱَو

ۡمِِّبَِر َدنِع ٌةَضِحاَد ۡمُهُػتَّجُح ۥُوَل َبيِجُتۡسٱ اَم ِدۡع

( ٌديِدََ ٌباَذَع ۡمَُلََو ٌبَضَغ ۡمِهۡيَلَعَو

ٔٙ

)

Dan orang-orang yang membantah (agama) Allah sesudah agama itu diterima maka bantahan mereka itu sia-sia saja, di sisi Tuhan mereka. Mereka mendapat kemurkaan (Allah) dan bagi mereka azab yang sangat keras.31

Sedangkan yang di-idafah-kan kepada manusia hanya satu ayat, yaitu QS Al A‟raf [7/39] ayat 154 yaitu:

ِفَِو َحاَوْللأا َذَخَأ ُبَضَغْلا ىَسوُم ْنَع َتَكَس اَّمَلَو

ٌةَْحَْرَو ىًدُى اَهِتَخْسُن

( َنوُبَىْرَػي ْمِِّبَِرِل ْمُى َنيِذَّلِل

٤٨٧

)

Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya.32

c. Sedangkan bentuk isim al-fa‟il/ sifah mushabbihah bi ism al-fa‟il ada tiga ayat, yaitu sebagai berikut33 yaitu:

1. QS Taha [20/45] ayat 86

اًنَسَح اًدْعَو ْمُكُّبَر ْمُكْدِعَي َْلََأ ِمْوَػق َيَ َلاَق اًفِسَأ َناَبْضَغ ِوِمْوَػق َلَِإ ىَسوُم َعَجَرَػف

َلاَطَفَأ

ْمُتْفَلْخَأَف ْمُكِّبَر ْنِم ٌبَضَغ ْمُكْيَلَع َّلَِيُ ْنَأ ُْتُّْدَرَأ ْمَأ ُدْهَعْلا ُمُكْيَلَع

( يِدِعْوَم

٦٩

)

31 Ibid, 256.

32Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung:Diponegoro, 2004), 95. 33

al-Qur‟an, 20: 86; 7: 150 dan 21: 87

(35)

Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. berkata Musa: “Hai kaumku, Bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka Apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, dan kamu melanggar perjanjianmu dengan aku?”34

2. QS Al A‟raf [7/39] ayat 150

ِوِمْوَػق َلَِإ ىَسوُم َعَجَر اَّمَلَو

يِدْعَػب ْنِم ِنِوُمُتْفَلَخ اَمَسْئِب َلاَق اًفِسَأ َناَبْضَغ

َّنِإ َّمُأ َنْبا َلاَق ِوْيَلِإ ُهُّرَُيَ ِويِخَأ ِسْأَرِب َذَخَأَو َحاَوْللأا ىَقْلَأَو ْمُكِّبَر َرْمَأ ْمُتْلِجَعَأ

ْعلأا َِبِ ْتِمْشُت لاَف ِنَِنوُلُػتْقَػي اوُداَكَو ِنِوُفَعْضَتْسا َمْوَقْلا

ِمْوَقْلا َعَم ِنِْلَعَْتَ لاَو َءاَد

( َيِمِلاَّظلا

٤٨٦

)

Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: "Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim35

3. QS Al-Anbiya‟ [21/73] ayat 87

ُلُّظلا ِفِ ىَداَنَػف ِوْيَلَع َرِدْقَػن ْنَل ْنَأ َّنَظَف اًبُِّاَغُم َبَىَذ ْذِإ ِنوُّنلا اَذَو

لا ْنَأ ِتاَم

( َيِمِلاَّظلا َنِم ُتْنُك ِّنِِإ َكَناَحْبُس َتْنَأ لاِإ َوَلِإ

٦٨

)

ّٖۚ

ّٖۚ

34

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung:Diponegoro, 2004), 89.

35 Ibid, 124.

(36)

Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim"36

Berdasarkan ayat-ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa dua ayat yang pertama adalah menjelaskan tentang kemarahan yang dilakukan oleh Nabi Musa a.s. terhadap kaumnya. Dalam Tafsir Al-Misbah ayat ini menjelaskan keadaan Nabi Musa As, ketika Nabi Musa As kembali kepada kaumnya setelah bermunajat kepada Allah Swt, dengan keadaan penuh amarah karena mengetahui kaumnya menyembah anak lembu, dan pada saat itu Nabi Musa As juga bersedih hati atas kesesatan kaumnya, padahal sebelumnya Nabi Musa As berusaha keras untuk menunjuki kepada jalan yang benar, dan memberikan amanah kepada Nabi Harun As untuk menjaga kaumnya agar tetap berada di jalan kebenaran.37

Sedangkan untuk satu ayat yang terakhir adalah menjelaskan tentang kemarahan yang dilakukan oleh Nabi Yunus a.s. terhadap kaumnya.

4. Sedangkan bentuk isim maf‟ul ada di satu ayat. Yaitu terdapat di QS Al Fatihah [1/5] : 7. Ayat tersebut mengungkapkan adanya orang-orang yang dimurkai oleh Allah. Mereka adalah kaum Yahudi. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu mencakup

36Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung:Diponegoro, 2004), 213. 37

M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah, cet. v, vol. 4, (Bandung: Lentera Hati, 2002), 308

(37)

pengetahuan akan kebenaran dan pengamalannya sedangkan kaum Yahudi adalah orang yang mengetahui kebenaran tetapi tidak beramal.

2. Pengertian Ghad}ab

Ghad{ab dalam arti umum adalah gejolak darah dalam diri seseorang karena keinginan kuat untuk menyiksa atau membalas dendm. Akan tetapi jika disandarkan pada Tuhan ghad{ab berarti murka terhadap hambanya yang mendurhakainya yang bisa diwujudkan dalam bentuk penyiksaan. Ghad}ab atau yang biasanya diartikan sebagai marah tentu selalu dimiliki oleh manusia. Sebagai manusia yang hidup normal tentu pasti pernah bahkan sering marah. Marah merupakan salah satu jenis emosi yang dianggap paling dasar dan bersifat universal. Semua orang yang hidup di dunia pasti memiliki emosi marah. Biasanya marah dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sifat agresi, kekejaman, dan kekerasan. Marah dianggap sebagai pemicu dari tindakan tersebut. Oleh karena itu marah selalu dikaitkan dengan tindakan agresif dan kekerasan sehingga emosi ini selalu dinilai negatif.

Secara umum, marah termasuk emosi yang paling populer disebut dalam percakapan sehari-hari. Perilaku marah memiliki beragam macam, mulai dari tindakan diam (menarik diri), hingga tindakan agresif yang bisa mencedrai atau mengancam nyawa orang lain. Pemicu marah juga beragam, mulai dari hal yang amat sepele sampai yang memberatkan.

(38)

Allah menciptakan tabiat marah dan menanamnya pada diri manusia jika dihalangi dari salah satu tujuan atau maksudnya maka bangkitlah api amarahnya. Api itu mendidihkan darah hati lalu tersebar melalui pembuluh darah, kemudian naik ke tubuh bagian atas sebagaimana naiknya api atau air yang mendidih didalam panic. Oleh karena itu darah naik ke wajah hingga wajah dan mata menjadi merah. Sedangkan kulit karena kejernihannya memberitahukan warna yang ada dibaliknya berupa merah darah. Sebagimana kaca memberitahukan warna yang ada didalamnya. Darah akan mengerut bila ia marah kepada orang yang dibawah derajatnya dan ia merasa mampu melakukannya. Jika marah terhadap orang yang diatasnya dan dia merasa putus asa, untuk melakukan balas dendam maka darah mengerut dari permukaan kulit hingga ke dalam hati dan menjadi kesedihan lalu kulit menjadi kuning. Jika marah terhadap orang yang setingkat dan dia ragu-ragu dalam melampiaskannya maka darah berubah-ubah antara mengerut dan memuai. Lebih singkatnya tempat kekuatan amarah adalah hati yaitu mendidihnya darah di dalam karena menuntut pembalasan. Pembalasan memperkuat kekuatan dan syahwatnya disamping memberikan kelezatan dan tidak akan reda kecuali dengan pembalasan.38

Dalam Mufrodat Gharibil Quran, ghad}ab diartikan sebagai pergolakan darah hati yang menimbulkan rasa ingin membalas dalam

38

Sa‟id Hawwa, Mensucikan Jiwa, (Jakarta: Robbani Press, 1999),278.

(39)

dada.39 Sementara itu, dalam Maqoyis Lughoh, ghad}ab adalah sesuatu yang menunjukkan sesuatu yang sangat kuat.40

Dalam hal ini, Imam al-Ghazali berkata bahwa Marah adalah kekuatan kesetanan yang dititipkan Allah pada manusia. Daya marah diletakkan dalam diri manusia supaya melindunginya dari kerusakan dan menghindar dari kehancuran. Tanda-tanda marah muncul dalam badan lahir manusia yaitu: berubahnya warna kulit, bergetarnya bagian ujung anggota badan, kemerah-merahan pada sisi mata, tidak tertatanya ucapan dan gerakan, dan keluarnya tindakan yang tidak terkontrol. Jika seseorang marah maka rasa sakit yang dialami orang tersebut lebih kuat dari rasa sakit yang diakibatkan oleh penyakit.41

Marah merupakan emosi penting yang akan melaksanakan fungsi penting bagi manusia yang mana ketika sedang marah maka akan bertambah energi kekuatannya sehingga memungkinkan dapat mempertahankan diri untuk menguasai kendala yang dihadapi dalam mewujudkan tujuan yang ingin dicapainya.42

Adapun hakikat marah ialah gerak jiwa yang menimbulkan bergolaknya darah hasrat menyiksa orang lain. Jika gerak jiwa tersebut semakin kuat maka akan membuat semakin menggejolakkan api kemarahan dan akan membuat semakin panas, watak dan otak dipenuhi oleh asap tebal yang hitam dan berbuih yang memoles warna akal menjadi buruk dan memperlemah dayanya. Dengan demikian ketika manusia

39 Al Raghib Al Ashfahani, Mufrodat Gharibil Quran, (Mesir: Dar Ibu Jauzi, tt) 361 40 Abu al Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya bin Hubaib, Maqo>yis al Lughoh Juz 4,

(Beirut:Darul Fikr, 1979),342

41 Roesleni Marliany dan Aisyah, Psikologi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), 125-127. 42

Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2005),114.

(40)

dilanda marah menjadi buta dari kebenaran dan tuli dari petuah bahkan dalam keadaan seperti petuah akan menjadikan semakin bertambahnya kemarahan.43

Sedangkan ahli jiwa modern memandang bahwa marah sebagai naluri personal. Tujuan marah adalah melindungi jiwa dan dirinya. Pembangkit marah adalah adalah dugaan bahwa lawan akan mengalahkan dirinya. Selain itu, penyebab marah adalah adanya rintangan dari orang lain yang menjadi penghalang kegaiatn atau tujuan yang diinginkannya.44

Pada saat marah sering terjadi perubahan fisiologis dan mencairkan hormon adrenalin yang berpengaruh pada jantung dan mencairkan kadar gula yang berlebihan yang menimbulkan kekebalan fisik. Marah dapat merangsang kekuatan saraf untuk membantu melakukan suatu tindakan yang tidak akan dilakukan dalam kesempatan yang lain. Seseorang yang marah terkadang menampar lawannya denagn tamparan yang mematikan. Karena cepatnya peredaran darah dan bergeraknya seluruh piranti fisik, urat, dan otot, orang yang sedang marah sering kali tidak mampu mengendalikan jiwa, kehendak, dan akalnya. Hal inilah yang memicu keadaan psikis tertentu. Keadaan tersebut membuat manusia mengalami kesulitan berpikir, menata perilaku, berinteraksi, memaafkan, dan berpikir yang baik.45

Adapun menurut pada bagian luar fisik manusia, daya marah tampak ketika manusia berhadapan dengan ancaman bahaya. Pada saat berhadapan dengan bahaya, daya marah muncul dalam bentuk dan daya

43 Ibid, 115.

44

Roesleni Marliany dan Aisyah, Psikologi Islam….,131. 45

Ibid, 132

(41)

proteksi ketika dibutuhkan. Daya marah ini sama dengan tindakan penolakan pada musuh. Api kemarahan menyala dalam jiwanya seperti api yang menyala dalam kompor, pengaruh api kemarahan tersebut tampak dalam muka dan mata yang berwarna merah, kulit muka begitu juga dengan kulit bagian tubuh lainnya. Karena pengaruh warna merah darah di baliknya.

Pengaruh marah secara lahiriyah yang lain adalah terjadinya perubahan warna, kerasnya getaran di jemari, keluarnya berbagai perbuatan secara tidak tertib dan teratur, gerakan dan ucapan yang tidak normal hingga muncul buih di mulut, mata merah, hidung kembang kempis. Pengaruh pada lisan adalah meluncurnya cacian dan ucapan yang keji yang membuat malu orang yang berakal sehat atau dia sendiri malu bila telah reda amarahnya. Pengaruh pada anggota badan yang lain adalah memukul, menyerang, merobek, membunuh, dan melukai jika mampu, dan tanpa mempedulikan. Sedangkan pengaruhnya didalam hati sekalipun adalah dengki, jasad memendam keburukan, merasa senang terhadap kesulitan orang lain, sedih melihat kegembiraan orang lain, merusak tabir, melecehkan, bertekad menyebarkan rahasia orang lain, dan lain-lain.46

Dalam al-Qur‟an telah dikemukakan gambaran tentang emosi marah dan dampaknya pada perilaku manusia. Hal tersebut dapat dilihat diantaranya pada penjelasan al-Qur‟an tentang kemarahan nabi Musa as saat ia kembali kepada kaumnya Musa mendapati mereka menyembah patung anak lembu terbuat dari emas yang dibuat As-Samiri untuk mereka.

46

Said Hawwa, Mensucikan Jiwa, (Jakarta: Robbani Press, 1999), 274

(42)

Kemudia Musa menjambak dan menarik kepala saudaranya dengan marah (al-a‟raf 150)47, yaitu:

ِّبَر َرْمَأ ْمُتْلِجَعَأ يِدْعَػب ْنِم ِنِوُمُتْفَلَخ اَمَسْئِب َلاَق اًفِسَأ َناَبْضَغ ِوِمْوَػق َلَِإ ىَسوُم َعَجَر اَّمَلَو

ْمُك

ُهُّرَُيَ ِويِخَأ ِسْأَرِب َذَخَأَو َحاَوْللأا ىَقْلَأَو

ِنَِنوُلُػتْقَػي اوُداَكَو ِنِوُفَعْضَتْسا َمْوَقْلا َّنِإ َّمُأ َنْبا َلاَق ِوْيَلِإ

( َيِمِلاَّظلا ِمْوَقْلا َعَم ِنِْلَعَْتَ لاَو َءاَدْعلأا َِبِ ْتِمْشُت لاَف

٤٨٦

)

Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: "Hai anak ibuku, Sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan Hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim".48

Di dalam ayat tersebut juga diungkapkan bahwa adanya pemindahan marah yang dilakukan Musa as ketika marah kepada kaumnya tatkala menyembah patung anak lembu. Akan tetapi Musa mengarahkan marahnya pertama kali kepada saudaranya Harun as. Musa as memegang kepala dan janggutnya seraya menariknya dengan marah. Ketika emosi marah menguasai manusia, kemampuan untuk berpikir jernih tidak dapat bekerja dengan baik kadang-kadang muncul darinya beberapa tindakan atau perkataan permusuhan yang kemudian akan disesalinya manakala marahnya mereda.

47

Al Quran, 7:150

48Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung:Diponegoro, 2004),89.

(43)

Dari berbagai penjelasan tersebut, maka dapat dipahami bahwa ghad}ab (marah) mengandung arti:

a. Pergolakan darah hati yang sangat kuat untuk menyiksa atau membalas dendam untuk melindungi diri dan jiwanya dari ancaman orang lain yang dianggap akan menjadi penghalang kegiatan atau tujuan yang diinginkannya.

b. Memiliki tanda-tanda perubahan fisiologis dan jasmani seseorang, yaitu: mencairnya hormon adrenalin dan kadar gula yang berlebih, roman muka dan mata yang berwarna kemerahan, beregetarnya bagian ujung angota badan, dan keluarnya tindakan yang tidak terkontrol

c. Mengakibatkan manusia mengalami kesulitan berpikir dan berperilaku yang baik sehingga sering kali memicu untuk melakukan hal yang tercela secara tidak terkontrol.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ghad}ab adalah pergolakan darah hati yang sangat kuat yang ditandai dengan perubahan fisiologis dan jasmani manusia pada saat seseorang merespon perbuatan orang lain yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya. Ghad}ab dapat mengakibatkan seseorang mengalami seseorang melakukan hal yang tidak terpuji dan tidak terkontrol.

Setiap orang yang tidak mampu melakukan semua kebaikan tidak harus melaksanakan semua keburukan. Akan tetapi sebagian keburukan lebih ringan ketimbang keburukan yang lain, dan sebagian kebaikan lebih tinggi ketimbang kebaikan yang lain. Hendaklah kita selalu memohon kepada Allah agar berkenan yang baik untuk bisa kita lakukan apa yang

Referensi

Dokumen terkait

Tesis dengan judul “Kontekstualisasi Makna Jihad dalam Al-Qur’an Telaah Tafsir Al-Azhar Karya Hamka” ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Tesis

Setelah dilihat ayat-ayat yang dibincangkan sebelum ini berkaitan dengan wanita menurut pandangan Hamka di dalam Tafsir Al-Azhar, maka disini dapatlah dikatakan bahawa Kalam Allah

Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah dengan Hamka dalam Tafsir al-Azhar terhadap kata Isjudū li Ādama dalam surat al-Baqarah ayat 34 dan al-Kahfi ayat 50 dilakukan atas

Metode yang digunakan Hamka dalam Tafsir al-Azhar adalah dengan menggunakan metode Tahlîli , 28 yaitu mengkaji ayat-ayat Alquran dari. segala segi dan

Fokus penelitian pada skripsi ini adalah; (1) Apa nilai-nilai sufistik yang terkandung dalam Tafsir Al-Azhar ?, (2) Bagaimana Konsep Sufi Perspektif Buya Hamka dalam

Hamka dalam judul yang tertera “ Analisis Nilai- Nilai Istiqomah dalam Konteks Pendidikan Karakter Pada Surah Lukman Tafsir Al-Azhar Karya Prof.. Penelitian tersebut

“ Konsep Pendidikan Akhlaq dalam Al- Qur’an (Studi Surah Luqman Ayat 13-19 dalam Tafsir al-Azhar Karya Hamka ” , Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Sunan

Primer dimaksudkan bahwa, Hamka tidak lepas dari kaidah tafsir bi al-ma’tsur yakni menafsirkan al- Qur’an dengan al-Qur’an, sunnah dan perkataan para sahabat.21 Kemudian data sekunder