i
SUFI MODERN
(KONSEP BERSUFI DI ERA MODERN DALAM TAFSIR AL-AZHAR)
SKRIPSI
Oleh:
Abdullah Amin Sholeh NIM : U20171070
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA JANUARI 2023
i
SUFI MODERN
(KONSEP BERSUFI DI ERA MODERN DALAM TAFSIR AL-AZHAR)
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Agama (S. Ag) Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Oleh:
Abdullah Amin Sholeh NIM : U20171070
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA JANUARI 2023
ii
SUFI MODERN
(KONSEP BERSUFI DI ERA MODERN DALAM TAFSIR AL-AZHAR)
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Agama (S. Ag) Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Oleh:
Abdullah Amin Sholeh NIM : U20171070
Disetujui Pembimbing
iii
iv MOTTO
ْنَع َث ْحَبْلاَو ،ٌحْيِبْسَت ُهَتَرَكاَذُمَو ،ٌةَداَبِع ُهَبَلَطَو ،ٌةَيْشَخ ِلله ُهَمُّلَعَت َّنِإَف ،َمْلِعْلا اوُمَّلَعَت"
ُه
،ٌداَهِج ،ِماَرَحْلاَو ِلَلاَحْلا اُمِلاَعَم ُهَّنَلأِ ،ٌةَب ْرُق ِهِلْهَلأِ ُهَلْذَبَو ،ٌةَقَدَص ُمَلْعَي َلا ْنَمِل ُهَمْيِلْعَتَو
"ِةَّنَجْلا ِلْهَأ ُراَنَمَو
“Pelajarilah ilmu (Agama), karena mempelajari ilmu karena Allah itu menimbulkan rasa takut, mencari ilmu adalah ibadah, mengingat-ingatnya adalah
tasbih, mengkajinya adalah jihad, mengajarkannya kepada orang yang tidak tahu adalah sedekah, mencurahkannya kepada ahlinya adalah bentuk taqarrub (kepada
Allah), karena ilmu adalah rambu-rambu halal dan haram, menara (penerang jalannya) ahli surga”.1
"
َنوُحِل ۡصُم اَهُلۡهَأَو ٖمۡلُظِب ٰىَرُقۡلٱ َكِلۡهُيِل َكُّبَر َناَك اَمَو
"
“Dan Tuhanmu tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, selama penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan”
(QS. Hud[11]:117).2
1 Abu Nu’aim Al Ashfahani, Hilyatul auliya (Sejarah dan Biografi Ulama Salaf) (Beirut : Dar Al-Kitab Al-Alamiyyah, 1989), hlm. 238, jilid 1.
* Nasihat Untuk Penulis
2 Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta : Pustaka Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2008).
v
PERSEMBAHAN
Melalui proses yang panjang, akhirnya penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini saya persembahkan ;
1. Kepada Ibu Umi Jamilah yang selalu bekerja keras dalam membiayai kuliah saya yang tak pernah menunjukkan rasa letihnya dihadapan anak- anaknya, dan selalu melantunkan doa untuk anak-anaknya, yang selalu memberikan ketukan hati, motivasi, serta nasihat-nasihatnya.
2. Kepada kakak saya, Muhammad Aris Nuruddin yang selalu menjadi penyemangat saya dalam menyelesaikan pendidikan saya, yang selalu menjadi pertimbangan saya dalam setiap langkah dalam hidup saya.
3. Kepada saudara-saudaraku dan sahabat-sahabatku, terima kasih atas semua do’a dan dukungannya agar tetap semangat dalam mengerjakan skripsi ini.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil ‘Alamiin, segala puji Syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas berkat Rahmat dan limpahan Hidayah-Nya, yang telah memberikan futuh dan memberikan kemampuan untuk melaksanakan segala aktifitas perkuliahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Shalawat serta salam senantiasa tetap tercurah limpahkan dan terhaturkan kepada junjungan kita baginda Nabi Muhammad saw, yang telah membawa dan mengantar kita kepada cahaya islam yakni ad-Dinul Islam.
Skripsi yang berjudul, SUFI MODERN (KONSEP BERSUFI DI ERA MODERN DALAM TAFSIR AL-AZHAR), merupakan upaya dan usaha yang telah dilakukan peneliti dalam rangka menyelesaikan studi Strata 1 di Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember. Peneliti menyadari dengan sepenuh hati bahwa penelitian ini tidak akan selesai tanpa bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ;
1. Prof. Dr. H. Babun Suharto, SE., MM., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, yang telah memperlancar semua proses akademik dan telah menyediakan Fasilitas selama perkuliahan.
2. Prof. Dr. M. Khusna Amal, S.Ag., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam perkuliahan. Dan selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, serta fikiran dalam memberikan bimbingan dan arahan dalam proses penyusunan skripsi ini.
3. H. Mawardi Abdullah, Lc., M.A., selaku Ketua Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora.
vii
4. Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa/Mahasiswi Baitul ‘Ilmi, Abah Mastur, M.Ag., dan Umi Nanik, M.Pd., yang telah menjadi orang tua kedua saya dalam menimba ilmu, memotivasi, serta do’a untuk kelancaran perkuliahan saya.
5. Kepada para guru-guruku, yang telah membimbing saya dalam menjalani hidup, baik dari segi ilmu agama maupun dunia, yang selalu saya harapkan barakah manfaat ilmunya.
6. Kepada teman-temanku dan semua pihak, yang banyak membantu saya dan memberikan inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Segenap para dosen, pegawai, dan civitas akademika di lingkungan Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, yang telah banyak membatu dalam segala proses dan kegiatan akademik dan telah memberikan pengalaman selama proses perkuliahan di Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, baik dari segi pelayanan dan Ilmu.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga masih perlu adanya penyempurnaan.Oleh karena itu, untuk menyempurnakan skripsi ini, kritik dan saran dari segenap berbagai pihak merupakan sesuatu hal yang sangat berharga bagi penulis.Semoga skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan bagi masyarakat pembaca pada umumnya, Amiin Ya Rabbal Alamiin.
Jember, 19 September 2022
Abdullah Amin Sholeh Nim. U20171070
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman Transliterasi Arab-Indonesia yang digunakan adalah pedoman yang
diterbitkan oleh Perpustakaan Nasional Amerika Serikat (Library of Congres)3
sebagaimana tabel berikut ;
Awal Tengah Akhir Sendiri Latin/Indonesia
ا ﺎ ﺎ ا a/i/u
ﺒ ﺑ ب ب b
ﺘ ﺗ ت ت t
ﺛ ﺜ ث ث th
ﺟ ﺠ ﺞ ج j
ﺣ ﺤ ﺢ ح h{
ﺧ ﺨ ﺦ خ kh
د د د د d
ذ ذ ذ ذ dh
ر ر ر ر r
ز ز ز ز z
ﺳ ﺴ س س s
ﺷ ﺸ ش ش sh
ﺻ ﺼ ص ص ṣ
ﺿ ﻀ ض ض ḍ
ط ط ط ط ṭ
ظ ظ ظ ظ ẓ
ﻋ ﻌ ﻊ ع ‘(ayn)
ﻏ ﻐ ﻎ غ gh
ﻓ ﻔ ف ف f
ﻗ ﻘ ق ق q
ﻛ ﻛ ك ك k
ﻟ ﻟ ل ل l
ﻣ ﻤ م م m
ﻧ ﻨ ن ن n
ﻫ ﻬ ﻪ ، ةـ o ة ، h
و و و و w
ﻳ ﻴ ي ي y
3 Zainal Abidin, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jember : UIN Kiai Haji Achmad Siddiq, 2021), hal. 28.
ix ABSTRAK
Abdullah Amin Sholeh, 2022 :“Sufi Modern (Konsep Bersufi di Era Modern Dalam Tafsir Al-Azhar)”.
Kata Kunci : Sufi, Moderasi, Modernisasi, Nilai-Nilai Sufistik.
Sufi adalah sebuah aktivitas seseorang yang memberikan sentuhan spiritual dan etika di kalangan masyarakat. Ditengah perkembangannya, dalam hal ini terdapat pekerjaan rumah bagi kelompok kaum sufi untuk ikut andil.Al-Qur’an sebagai sumber Ilmu Agama Rahmatan lil Alamiin yang telah diwahyukan melalui penggunaan struktur bahasa dengan susunan nilai-nilai sastra yang tinggi dan bermakna luas.Diantaranya terdapat nilai-nilai sufistik yang terkandung di dalamnya, selama ini mampu menjadi pedoman ilmu pengetahuan dan penuntun dalam membangun karakteristik perkembangan zaman pada abad ini. Dalam hal ini, penulis ingin meneliti nilai-nilai sufi yang menjadi karakter khasnya, dalam kitab Tafsir al-Azhar, kitab tafsir oleh Buya Hamka yang memiliki metode dan karakter khas mengenai nilai-nilai sufistik modern.
Fokus penelitian pada skripsi ini adalah; (1) Apa nilai-nilai sufistik yang terkandung dalam Tafsir Al-Azhar ?, (2) Bagaimana Konsep Sufi Perspektif Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar di Era Modern ?, (3) Bagaimana metode suluk Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar untuk memahami nilai-nilai sufistik?.
Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian kualitatif dan kepustakaan (library research), dan bersifat deskriptif-analisis.Penelitian ini mempunyai dua jenis sumber data, yaitu data primer dan data sekunder.Setiap teknik pengumpulan data mempunyai bentuk instrumen penggali datanya.Untuk mengolah data dalam penelitian, penulis menggunakan dua metode pengolahan data, yaitu metode deskriptif dan metode analisis.
Hasil penelitian ini bahwa, (1) Nilai-niai sufistik dalam Tafsir Al-Azhar yang ditemukan oleh peneliti diantaranya, maqam sabar, taubah, mahabbah, taqwa, zuhud, tawakkal, qana’ah, dzikir, raja’, tazkiyatun nafs. (2) Konsep sufi menurut Buya Hamka adalah menekankan tasawuf melalui ketaatan beribadah (Taqarrub) berpedoman pada agama dan merenungkan hikmah dibalik segala bentuk dan gaya ibadah, Kehidupan sufi seseorang dapat dikatakan berhasil jika menunjukkan moralitas sosial yang tinggi. (3) Metode Suluk atau al-Maqamat (tahapan dan tingkatan) untuk mendekat dan mengenal Allah swt yang ditawarkan Buya Hamka yakni keluar dari akhlak tercela (Takhally) dan menjadi akhlak terpuji (Tahalli), dan Tasawuf Modern yang diusung Buya Hamka adalah tasawuf yang berlandaskan Tasawuf akhlaki, Yakni suatu aliran yang masih (tetap) mempertahankan sendi-sendi dasar ajaran tauhid yang membedakan adanya dua pola wujud, yakni wajib al-wujud (Tuhan) dan mumkin al-wujud (makhluk).
x DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ... viii
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... x
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Definisi Istilah ... 8
F. Sistematika Pembahasan ... 11
BAB 11 KAJIAN PUSTAKA ... 13
A. Penelitian Terdahulu ... 13
B. Kajian Teori ... 26
BAB III METODE PENELITIAN ... 42
A. Jenis dan Sifat Penelitian ... 42
B. Sumber Data ... 42
xi
C. Teknik Pengumpulan Data ... 43
D. Teknik Pengolahan Data ... 44
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS ... 46
A. Selayang Pandang Biografi Buya Hamka ... 46
B. Tafsir Al-Azhar Karya Mufasir Reformis Indonesia ... 56
C. Ayat-Ayat Sufi Dalam Al-Qur’an ... 63
D. Sufi di Era Modern dalam Tafsir Al-Azhar ... 66
E. Metode Suluk Buya Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar Untuk Memahami Nilai-Nilai Sufistik ... 115
BAB V PENUTUP ... 129
A. Kesimpulan ... 129
B. Saran ... 131
DAFTAR PUSTAKA ... 132 DAFTAR LAMPIRAN
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sufi adalah sebuah aktivitas seseorang yang memberikan sentuhan spiritual dan etika di kalangan masyarakat. Di tengah perkembangannya, dalam hal ini terdapat pekerjaan rumah bagi kelompok kaum sufi untuk ikut andil. karena dekadensi moral masyarakat, bahkan di kalangan pelajar mahasiswa pada umumnya, kepedulian mereka terhadap keutuhan ideologi bangsa dan negara begitu urgen dalam mengawal perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Informasi untuk kemajuan bangsa dan negara.
Sehingga tujuan dari penelitian ini untuk merespon wawasan kebangsaan dan negara bagi masyarakat dan pelajar mahasiswa yang terbuka dengan pendekatan ilmu tasawuf.
Berawal dari perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Informasi (IPTEK) atau Era Society 5.0, kini dapat memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat, mulai dari interaksi hingga gaya hidup gemerlap atau hedonis. Perubahan perilaku ini membuatnya pesimis dengan upaya untuk mengikuti jalan tasawuf yang mistik, tenang, asyik, menyenangkan, dan anti-hedonis. Secara historis, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membawa manusia ke masa sekarang dan membawa era globalisasi saat ini dimulai dengan revolusi ilmiah pada akhir abad ke-15 Masehi di Barat.1
1 Muhammad Hamdan Rasyid, Tasawuf : Solusi Terhadap problematika masyarakat Modern (Magelang : Artikel Jatman Online, 2020).
Kombinasi antara rasionalisme dan empirisme dalam paket epistemologis telah melahirkan apa yang disebut metode ilmiah. Dalam metode ilmiah, kebenaran pengetahuan hanya diukur dengan kebenaran koherensi dan konsensus.2 Suatu penemuan baru, jika secara logis (koheren) dengan kebenaran sebelumnya, diakui kebenarannya secara ilmiah dan didukung oleh fakta empiris (korespondensi). Meskipun ketergantungan berlebihan pada rasionalisme dan empirisme sebagai metode ilmiah telah terbukti tidak mampu menilai pengetahuan masyarakat Barat di luar ranah pengujian metode ilmiah, termasuk pengetahuan mistik sufisme dan nilai- nilai agama.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menimbulkan masalah serius dalam kehidupan manusia modern akibat penggunaan akal yang berlebihan sehingga menghilangkan aspek spiritual dan nilai-nilai agama.
Masalah dalam masyarakat modern antara lain hilangnya orientasi hidup yang berarti dan pegangan moral yang kuat, dan faktor utama yang menyebabkan berbagai masalah dalam masyarakat modern adalah ilmu pengetahuan dan teknologi yang terlepas dari nilai-nilai agama dan spiritual.3
Oleh karena itu, solusi yang diberikan agama untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat modern haruslah secara sederhana (dinamis), dan terbuka (progresif),4 tidak dengan menghambat
2 Yulia Tri Samiha, Standar Menilai Teori dalam Metode Ilmiah pada kajian Filsafat Ilmu (Palembang : Jurnal Studi Islam, 2016), hlm. 141.
3 Muhammad Hamdan Rasyid, Tasawuf : Solusi Terhadap problematika masyarakat Modern (Magelang : Artikel Jatman Online, 2020).
4 Muhammad Hamdan Rasyid, Tasawuf : Solusi Terhadap problematika masyarakat Modern (Magelang : Artikel Jatman Online, 2020).
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini. Karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat dibutuhkan bagi masyarakat setempat dan sangat bermanfaat bagi kehidupan mereka. Namun di zaman modern ini, hal itu dapat dilihat tidak hanya sebagai tatanan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mapan dengan segala macam infrastruktur yang mewah, tetapi juga sebagai tantangan budaya sekarang dan di masa depan, yang bukan merupakan tantangan budaya di masa lalu.
Dalam keindahan modernisasi selalu ada ancaman westernisasi yang dipandang sebagai budaya modern atau alternatif dari budaya modern.5 Modernisasi tidak dapat ditangkap secara langsung tanpa adanya penyaringan, sehingga menjadi dalang dari semua orang yang bergerak selangkah demi selangkah dan bergerak mengikuti perkembangan zaman.
Seperti yang dikatakan pepatah, "Jika ingin mendapatkan bunga mawar, ambil bunganya dan tinggalkan durinya”.6 Begitu pula dengan kehidupan modern, yang tidak terlepas dari pengaruh globalisasi. Perlu untuk menyaring segala macam hal secara selektif, mengambil yang baik dan meninggalkan yang buruk. Pengambilan dalam bentuk apapun, termasuk budaya, tanpa penyaringan yang tepat dapat menyebabkan kemerosotan moral dan dekadensi. Tentu saja bertentangan dengan semangat nilai-nilai modernitas, moderasi dan modernisasi.
5 Suharni, Westernisasi Sebagai Problema Pendidikan Era Modern (Aceh : Jurnal Al- Ijtimaiyyah, 2015), hlm. 73.
6 Ade Lanuari Abdan Syakura, Menjadi Sufi yang Kekinian (Wonosobo : Artikel, 2020).
Oleh karena itu, kita membutuhkan peran spiritual baru berdasarkan ide-ide spiritual lama. Ini dapat dijelaskan sebagai peran "sufi modern".
Dengan berpedoman pada kaidah berikut ;
ِحَلْصَلأا ِدْيِدَجلِاب ُذْخَلأاَو ِحِلاَصلا ِمْيِدَقلا ىَلَع ُةَظَفَاُحملا
Artinya ; “Simpan yang lama yang baik dan ambil yang baru yang lebih baik”. Perlu untuk diketahui bahwa modernisasi yang berlebihan cenderung membuat individu ataupun kelompok tertentu bisa lepas kendali dan melakukan berbagai hal dengan bebas dan di luar kendali. Hal inilah yang memunculkan peran tasawuf sebagai bentuk perlindungan hal-hal yang berbau penyimpangan secara sosial maupun moral.7 Tasawuf dalam tradisi keagamaan pada awalnya merupakan gerakan introspeksi diri dari berbagai pengaruh sekuler semu. Jadi, beberapa buah dari ajarannya adalah Khauf (takut), Mahabbah (cinta), Raja’ (harapan), dan sebagainya.8 Pendalaman ajaran Sufi Tasawuf tidak menghindari beberapa Riyhadhah (latihan-latihan) untuk menaikkan Maqam (tingkat tertentu dari ajaran sufi), dimulai dengan Syariah, Thariqah, dan Maqam Hakikat dan diakhiri dengan Ma’rifat. Semua ritual Sufi tentu membutuhkan waktu dan tenaga tambahan. Menanggapi hal tersebut, maka muncul sebuah pertanyaan: “Bisakah kita yang hidup di era modern ini menjadi sufi dengan banyaknya tanggung jawab dan amanah, entah itu berupa profesi maupun jabatan sosial di masyarakat tanpa harus melakukan riyadah sufi di masa lampau ?”.
7 Ade Lanuari Abdan Syakura, Menjadi Sufi yang Kekinian (Wonosobo : Artikel, 2020).
8 Muhammad Hamdan Rasyid, Tasawuf : Solusi Terhadap problematika masyarakat Modern (Magelang : Artikel Jatman Online, 2020).
Adanya pertanyaan tersebut karena masyarakat yang hidup saat ini sedang mengalami perubahan dan perbedaan situasi dan kondisi. Terlebih lagi, keadaan saat ini jauh lebih rumit daripada di masa lalu. Merupakan hal absurd jika saat ini, menjadi seorang sufi dengan meninggalkan pekerjaan yang sudah diamanahkan kepadanya. Apalagi jika dia adalah seorang suami yang harus menafkahi istri dan anak-anaknya. Sufisme juga tidak mungkin terlibat dalam kesendirian (uzlah) sementara masyarakat membutuhkan bantuan melalui gerakan sosial keagamaan, yang tentu saja kontraproduktif dengan esensi dari ajaran tasawuf tersebut.9
Maka dari itu mendekatkan diri dan meminta pertolongan kepada Allah swt (berikhtiar dan do’a), tetaplah relevan dan satu keharusan agar senantiasa memperoleh kehidupan yang sehat (spiritualitas), layak dalam jiwa seimbang, pribadi berbudi pekerti luhur dan hati yang tenang (qana’ah).10 Dari sinilah makna sufisme itu, yaitu mengedepankan nilai-nilai ajaran agama (sufistik), hubungan spiritualitas dan aspek esoteris (khususnya) yang menjadi benteng kepribadian. Supaya terhindar dari hiruk pikuk kehidupan materialisme dan hedonisme, terutama dalam kehidupan global yang penuh dengan tantangan modern.
Berdasarkan peristiwa di atas, penulis ingin melakukan penelitian mengenai pemikiran sufi Buya Hamka. Pemikiran yang berkaitan dengan nilai-nilai sufi dan pemikiran tersebut ia sampaikan dalam bukunya bersama
9 Muhammad Zainuddin, Sufisme di Era Global (Malang : UIN Maulana Malik Ibrahim, 2015).
10 Muhammad Zainuddin, Sufisme di Era Global (Malang : UIN Maulana Malik Ibrahim, 2015).
Tafsir al-Azhar. Karya-karyanya sudah populer di masyarakat dan umumnya di kalangan mahasiswa prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir. Dikenal sebagai
"tasawuf modern". Mengenai relevansi konsep sufi modern ini, dalam pemikiran sufi Buya Hamka, penulis memberikan tema penelitian yang berjudul “Sufi Modern (Konsep Bersufi di Era Modern Dalam Tafsir al- Azhar)”.
B. Fokus Penelitian
Perumusan masalah dalam penelitian ini disebut dengan istilah fokus penelitian. Bagian ini mencantumkan semua fokus permasalahan yang akan dicari jawabannya melalui proses penelitian.
1. Apa nilai-nilai sufistik yang terkandung dalam Tafsir al-Azhar ?
2. Bagaimana Konsep Sufi Perspektif Buya Hamka Dalam Tafsir al-Azhar di Era Modern ?
3. Bagaimana metode suluk Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar untuk memahami nilai-nilai sufistik ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelian ini merupakan gambaran tentang arah yang akan dituju dalam melakukan penelitian. Tujuan penelitian pun harus mengacu kepada masalah masalah yang telah dirumuskan. Hal ini berguna untuk mengembangkan maupun meneliti terhadap ilmu pengetahuan yang ada.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menjelaskan ayat-ayat yang berhubungan dengan nilai-nilai sufistik dalam tafsir al-Azhar yang ditawarkan oleh Buya Hamka.
2. Mendeskripsikan konsep sufi perspektif Buya Hamka di abad modern dalam tafsir al-Azhar yang ditawarkan oleh Buya Hamka.
3. Mendeskripsikan nilai-nilai sufistik Buya Hamka dengan metode suluknya, yang beliau tawarkan dalam tafsir al-Azhar.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian berisi tentang kontribusi apa yang akan diberikan setelah selesai melakukan penelitian baik berupa kegunaan yang bersifat teoritis maupun praktis. Rumusan tentang kegunaan hasil penelitian adalah kelanjutan dari tujuan penelitian. Apabila peneliti telah selesai mengadakan penelitian dan memperoleh hasil ia diharapkan dapat menyumbangkan hasil karyanya tersebut untuk Negara, Masyarakat, atau khususnya kepada bidang yang sudah diteliti.11
1) Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu studi islam, terutama tentang perkembangan ilmu tasawuf yang berfokus pada sufi modern. Sehingga peneliti dapat memberikan pengetahuan bagi semua orang tentang hal tersebut.
a. Manfaat praktis 1. Bagi penulis
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat menambah keilmuan dan pengetahuan tentang peran sufi dalam tantangan modernitas.
11 Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta : Renika Cipta, 2010), hlm. 55.
2. Pembaca
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat membantu pembaca agar menambah pemahaman mengenai perkembangan peran sufi dalam tantangan modernitas perspektif tafsir al-Azhar, sehingga dapat di implementasikan dalam kehidupan.
3. Bagi UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember
Hasil penelitian ini sebagai tambahan literatur atau referensi tentang keilmuan tafsir, supaya bisa memberikan inovasi ilmiah sekaligus memperkaya keilmuan tentang tafsir dan juga diharapkan dapat memberikan sumbangsih kepada peneliti selanjutnya.
E. Definisi Istilah
Definisi istilah adalah penjelasan makna dari masing-masing kata kunci yang terdapat pada judul dan rumusan masalah berdasarkan maksud dan pemahaman peneliti. Berikut ini beberapa istilah yang terdapat dalam penelitian ini ;
1. Diskursus Sufisme
Kata sufisme berasal dari awalan kata Sufi, berasal dari bahasa Arab, ashshufiyyun, yang artinya sufi atau ahli. Ahli di sini memiliki makna seseorang yang mempunyai keilmuan dalam bidang tasawuf.
Dalam khazanah keilmuan tasawuf, peran sesorang sufi sangat berarti bagi kelangsungan dan perkembangan keilmuan tersebut.
Sebutan Sufi adalah seseorang yang mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu tasawwuf, sedangkan tasawwuf berasal dari kata shafa (افص) yang berarti bersih, karena seorang sufi adalah seseorang yang hatinya tulus, bersih dan selalu dihadapkan ke hadirat Allah swt.
Ada menyatakan bahwa kata tersebut berasal dari Shaff (فص) yang berarti barisan, karena para sufi senantiasa memilih barisan terdepan untuk mengejar keutamaan dalam shalat berjamaah. Ada pula yang menyatakan bahwa kata tersebut berakar pada kata Shuffah (ةفص) atau Shuffat al-Masjid, yang berarti serambi Masjid Nabawi di Madinah yang ditempati para sahabat Nabi yang fakir (senantiasa membutuhkan Tuhan- Nya)dari golongan Muhajirin. Mereka disebut ahl al-shuffah, karena mereka berhati mulia, meskipun fakir (senantiasa membutuhkan Tuhan- Nya). Ini merupakan salah satu sifat sufi yang tidak mementingkan dunia, tetapi lebih mementingkan hati yang mulia.
2. Sufi dan Moderasi
Moderasi berasal dari bahasa latin “moderatio’’ yang mempunyai makna “ke-sedang-an” (tidak berlebihan dan tidak kekurangan). Dan sinonim dari moderatio adalah average (rata-rata), core (inti), standard (baku), atau non aligned (tidak berpihak). Sedangkan moderasi ke dalam Bahasa Arab diambil dari kata “wasatha’’ yang bermakna berada di tengah-tengah, menurut Syekh Yusuf al-Qardhawy bahwa wasathiyah juga disebut dengan at-tawazzun yaitu upaya keseimbangan antara dua
sisi/ujung/pinggir yang berlawanan atau bertolak belakang agar jangan sampai yang satu mendominasi dan mengalahkan yang lain.
3. Sufi dan Modernisasi
Dari tinjauan etimologis kata modern, dapatlah disimpulkan bahwa kata “modern” mempunyai dua penafsiran, yaitu dalam arti “baru” yang berlawanan dengan kata “lama” atau “kuno”. Artinya yang dikatakan
“baru” adalah sesuatu yang belum ada sebelumnya, dalam arti “yang selalu dianggap baru, tidak pernah dianggap usang sehingga berlaku sepanjang masa”. Dengan demikian, kata “modern” itu juga berarti
“progresif dan dinamis”.
Perkembangan sufisme serta posisi Kaum Sufi dalam masyarakat tampak begitu kuat. Kaum Sufi biasanya menduduki posisi-posisi penghubung dan penyangga dalam masyarakat, sekalipun mereka bukan hanya satu-satunya kelompok yang mempunyai akses hubungan dengan sistem luar. Mereka tidak hanya menahan arus perubahan, tetapi secara aktif mendorong terjadinya perubahan di bidang pengembangan ajaran sufisme, menciptakan peluang-peluang pendidikan berbasis perbaikan moral dan spiritual, dan merespon beberapa problematika dampak modernisasi.
4. Sufi Perspektif Buya Hamka
Untuk menganalisis pemikiran dan corak sufistik Buya Hamka.
Buya Hamka merupakan tokoh intelektual muslim Indonesia yang telah banyak memberikan kontribusi dalam ilmu keislaman. Diantara sekian
banyak karya-karya Buya Hamka adalah Tafsir al-Azhar dan buku- bukunya yang mengupas tentang ilmu tasawuf, yang popular dengan nama tasawuf modern. dalam karya monumentalnya Tafsir al-Azhar, Buya Hamka banyak mengupas ayat-ayat al-qur’an yang berhubungan dengan nilai-nilai sufistik, di antaranya ; sabar, taubah, taqwa, zuhud, tawakkal, ridhā, wara’, qanā’ah, dan mahabbah. Tafsirnya Buya Hamka lebih bercorak tafsir sufi Isyari. Untuk pencapaian kebahagiaan yang optimal manusia harus mengidentifikasikan eksistensi dirinya dengan sifat-sifat ketuhanan dengan tazkiyatun nafs sebagai langkah awal yang harus dilakukan, dalam mengamalkan nilai-nilai sufistik, langkah- langkah riyādhah tersebut dikenal dengan takhally, tahalli dan tajalli.
F. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika penulisan dan pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;
Bab Pertama, merupakan bab yang mengemukakan dasar-dasar pemikiran yang menjadi latar belakang lahirnya penelitian ini. Bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah, fokus kajian, tujuan serta manfaat penelitian, definisi istilah dan sistematika penulisan.
Bab kedua, merupakan kajian kepustakaan yang berisi tentang penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini, dan kajian teori yang terdiri dari teori yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Bab ketiga, merupakan metode penelitian yang berisi tentang jenis dan sifat penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik pengolahan data dalam deskriptif dan analisis data.
Bab keempat, merupakan pembahasan dan isi pokok dari penelitian ini. Menjawab semua rumusan masalah yang telah dicantumkan diatas. Berisi tentang analisis ayat yang berkaitan dengan nilai-nilai sufistik, relevansi konsep sufinya Buya Hamka di Era Modern, Metode suluk tasawuf modern Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar.
Bab kelima, merupakan bab penutup yang mengemukakan beberapa kesimpulan dan jawaban dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dan disertai dengan saran-saran yang kiranya dapat berguna bagi studi tafsir ataupun hal-hal lain yang berkaitan dengan hasil penelitian.
13 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Tesis yang berjudul Pemikiran Tasawuf Hamka dan Relevansinya Bagi Kehidupan Modern,ditulis oleh Salihinpada tahun 2016 dari Pascasarjana IAIN Bengkulu.12 Penelitian ini mengungkapkan bahwa menurut Hamka hakikat tasawuf adalah untuk memperbaiki budi dan membersihkan batin.
Artinya tasawuf adalah alat untuk membentengi dari kemungkinan seseorang melakukan keburukan (zuhud). Adapun metodologi yang digunakan yaitu jenis penelitian pustaka (Library Research) dengan pendekatan Hermeneutik, menggunakan diskriptif interpretatif terhadap teks atau naskah pemikiran tasawuf Hamka. Di sisi lain, sumber informasi utama adalah gagasan Hamka tentang tasawuf yang dituangkan dalam bukunya: tasawuf modern, perkembangan tasawuf dari abad ke abad, dan pengembangan dan pemurnian tasawuf.
Skripsi yang berjudul Kontekstualisasi Sufisme Dalam Kemodernan dan Keindonesiaan (Studi atas Relevansi Pemikiran Sufisme Nurcholish Madjid di Indonesia), ditulis oleh M. Leliyanto pada tahun 2010 dari Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.13 Penelitian ini menghasilkan Tasawuf sebagai aspek mistisme dalam islam, pada intinya adalah kesadaran akan
12 Salihin, Pemikiran Tasawuf Hamka dan Relevansinya bagi Kehidupan Modern (Bengkulu : Pascasarjana IAIN Bengkulu, 2016).
13 M. leliyanto, Kontekstualisasi Sufisme Dalam Kemodernan dan Keindonesiaan (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2010).
adanya hubungan komunikasi manusia dengan tuhannya yang Absolut. Dan Sufisme yang di re-form oleh Nurcholish Madjid dengan istilah “neo- Sufisme”, yang merupakan apresiasi keagamaan esoteris atau batin yang membutuhkan kehidupan aktif dan keterlibatan dalam isu-isu sosial. Sesekali
‘Uzlah (mengasingkan diri) mungkin ada baiknya untuk menyegarkan kembali wawasan dan meluruskan pandangan. Tanpa merasa benar sendiri (dalam hal kasyaf) dan bersikap al-faqr (senantiasa membutuhkan Tuhan- Nya) agar mudah memberikan harta (dermawan) dan kuasanya bagi kesejahteraan publik. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (Library Research) menggunakan metode diskriptif dan analisis kritis terhadap teks atau naskah pemikiran tasawuf Nurcholis Madjid. Sedangkan yang menjadi sumber utama adalah pemikiran tasawuf Nurcholis Madjid yang dituangkan dalam buku-bukunya yaitu : Islam Doktrin dan Peradaban, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan.
Skripsi yang berjudul Nilai-Nilai Qana’ah dan Tawakkal Menurut Perspektif Buya Hamka Dalam Buku Tasawuf Modern ditulis oleh Girista Ali pada tahun 2022 dari Sarjana UIN Sultan Syarif Kasim Riau.14 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep tasawuf, konsep qana’ah, dan konsep tawakal menurut pemikiran Buya Hamka dalam Buku Tasawuf Modern.
Penelitian ini dilatar belakangi dengan buku tasawuf modern memaparkan secara singkat tentang tasawuf, dan secara beruntun menjelaskan tentang makna kebahagiaan disertai pendapat para ilmuwan bahagia dan agama
14 Grista Ali, Nilai-Nilai Qana’ah dan Tawakkal Menurut Perspektif Buya Hamka Dalam Buku Tasawuf Modern (Pekanbaru : UIN Sultan Syarif Kasim, 2022).
bahagia dan utama kesejahteraan jiwa, sifat Qana‟ah, sifat tawakal. Buku buya Hamka ini memaparkan pendapatnya tentang Qana’ah dan Tawakal serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research) dengan konsep deskriptif kualitatif. Sumber data primer penilitian ini adalah buku karangan Buya Hamka yang berjudul Tasawuf Modern. Teknik pengumpulan data menggunakan Studi Dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan Teknik Analisis isi (Content Analysis). Hasil penelitian diperoleh Buya Hamka telah menjelaskan ilmu Tasawuf merupakan memperbaiki diri dan membersihkan batin. Pendapat Buya Hamka mengenai qanaah ialah suatu sikap untuk menerima pemberian Allah swt, tidak juga menuntut sesuatu yang belum bisa dicapai (menggerutu), selalu berikhtiar dalam segala urusan yang diinginkan.
Tawakal adalah pasrah diri terhadap kehendak Allah swt atas apa yang telah dilakukan dengan usaha manusiawi terlebih dahulu. Kemudian menyerahkan segala urusan kepada Allah swt dengan melengkapi syarat-syaratnya.
Pendapat Hamka dan ulama lainnya memiliki kesamaan dan hubungan yang erat.
Skripsi yang berjudul Corak Penafsiran Tasawuf Buya Hamka, ditulis oleh Ahmad Muslim pada tahun 2016 dari Sarjana IAIN Raden Intan Lampung.15 Penelitian ini menyimpulkan bahwa Tasawuf Buya Hamka Bercorak Isyari, yaitu tasawuf yang berdasarkan kaidah ilmiah yang nyata dan realistis serta pentakwilan ayat ayat Al-Qur’an. Tafsir Isyari adalah Al-
15 Ahmad Muslim, Corak Penafsiran Tasawuf Buya Hamka (Lampung : IAIN Raden Intan, 2016).
Qur’an yang mencakup apa dzhahir dan batin. Makna dzahir adalah teks ayat Al-Qur’an, sedangkan makna batinnya adalah makna isyarat yang ada dibalik makna tersebut, dan tidak berdasarkan kajian kajian mistis yang dibangun atas dasar Riyadhah Ruhiyyah, atau latihan latihan Spiritual dengan petunjuk melalui hati nuraninya atau lebih dikenal dengan Mukasyafah. Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), dengan menggunakan data primer yaitu ayat al-Qur’an dan tafsir al-Azhar mengenai ayat tentang tasawuf, data skunder adalah buku-buku dan artikel lain yang terkait dengan pembahasan mengenai ayat tasawuf. Menggunakan pendekatan maudhū’ī atau tematik. Setelah data-data terkumpul kemudian dianalisis secara Content Analysis dengan variable utama “Ayat Tasawuf dalam al-Qur’an yang ada dalam Tafsir Al-Azhar yang terdapat dalam Tafsir Al-Azhar. Adapun langkah pokok analisis data dalam penelitian ini diawali dengan inventarisasi teks berupa ayat, mengkaji teks, melihat historis ayat dan melihat hadits selanjutnya diinterpretasikan secara objektif dan dituangkan secara deskriptif dan ditarik beberapa kesimpulan secara deduktif dengan mengacu kepada masalah yang telah dirumuskan. Relevansi Tasawuf Hamka dengan kehidupan saat ini memliki keserasian, dimana manusia yang hidup pada zaman ini tidak harus meninggalkan kehidupan yang ada pada saat ini, andai memiliki jabatan tidak harus meninggalkan jabatanya, andai punya harta tidak harus meninggalkanya dan pergi beruzlah di Goa, yang harus ditinggalkan adalah akhlak yang buruk dan tercela yang membawa mansia menjadi sombong dan tidak berakhlak terhadap Tuhan-Nya, dari itu perlu bertasawuf
dengan cara memperbaiki budi pekerti, untuk menghambakan diri pada Allah bukan pada harta dan jabatan yang dia punya, karena pada dasarnya dunia bukanlah tujuan melainkan sarana menuju akhirat yang kekal.
Skripsi yang berjudul Konsep Tasawuf Perspektif Buya Hamka dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam, ditulis oleh Pandu Rusyandi pada tahun 2022 dari Sarjana UIN Raden Intan Lampung.16 Dari hasil penelitian bahwa Buya Hamka mengartikan tasawuf yaitu keluar dari budi perangai yang tercela dan masuk kepada budi perangai yang terpuji.
Penelitian ini adalah penelitian kepustkaan (library research), teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis content yang termasuk kepada data kualitatif. Jalan tasawuf yang ditawarkan Buya Hamka melalui sikap zuhud, diimplementasikan dalam ibadah resmi dan sikap hidup sedernaha yang tidak perlu menjauhi kehidupan normal. Dan dapat menghantarkan ketercapaian dari pada tujuan pendidikan Islam yang pada intinya adalah untuk membangun dan membentuk manusia yang berkepribadian Islam dengan selalu memperbaiki budi pekerti atau akhlak serta mempertebal iman dan takwa sehingga bisa berguna bagi bangsa dan agama.
Skripsi yang berjudul Dimensi Sufistik Dalam Tafsir al-Azhar Karya Buya Hamka, ditulis oleh Abidiyah Kamila pada tahun 2019 dari Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.17 Penelitian ini berupaya mengkaji Tafsir Al-
16 Pandu Rusyandi, Konsep Tasawuf Perspektif Buya Hamka dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam (Lampung : UIN Raden Intan, 2022).
17 Abidiyah Kamila, Dimensi Sufistik Dalam Tafsir al-Azhar Karya Buya Hamka (Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga, 2019).
Azhar dengan menelaah prinsip atau konsep dasar pemikiran tentang tafsir sufi, metode penafsiran yang khas dan hanya dimiliki oleh sebuah tafsir bernuansa sufistik. Untuk metode penelitian menggunakan deskriptif-analisis dengan jenis penelitian kepustakaan (library research). Kemudian data-data tersebut dianalisis dengan kritis dan sistematis menggunakan pendekatan sufistik. Sehingga mendapatkan beberapa kesimpulan diantaranya ayat-ayat yang digunakan sebagai tolak ukur penilaian adanya nilai-nilai sufistik dari tafsir al-Azhar, seperti sabar, ikhlas, khauf, zuhud, raja’ dsb. Ia memiliki karakter yang khas yang popular disebut dengan “sufi modern”.
Skripsi yang berjudul Uzlah Perspektif Tafsir Modern (Studi Komparatif Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Mishbah), ditulis oleh Uminia Lailatul Rohimah pada tahun 2021 dari Sarjana Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta.18 Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan cara membaca, menelaah buku dan literatur lainnya serta mengumpulkan data yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Sumber data primer yang digunakan adalah Tafsir Al-Azhar karya Hamka dan Tafsir Al-Mishbah karya Muhammad Quraish Shihab. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buku-buku, jurnal dan karya ilmiah yang relevan terhadap penelitian ini. Adapun metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif komparatif. Alhasil penelitian ini mengutarakan bahwa dalam penafsiran Al-Azhar dan Al-Mishbah tidak ada perbedaan yang
18 Uminia Lailatul Rohimmah, Uzlah Perspektif Tafsir Modern (Studi Komparatif Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Misbah) (Jakarta : Institut Ilmu Al-Qur’an, 2021).
signifikan ketika menafsirkan ayat-ayat uzlah (berasal dari akar kata yang sama dengan uzlah). Penafsiran keduanya memaknai uzlah dengan pengasingan diri dari masyarakat dan penguasa. Di era modern saat ini, uzlah berkembang dari mengasingkan diri ke tempat terpencil menjadi menjauhi pergaulan yang buruk menuju pergaulan yang baik. Pada masyarakat modern yang hidup di era informasi dan teknologi yang canggih, uzlah diasosiasikan dengan sikap hati-hati dalam memilih informasi-informasi yang ada di internet, sehingga mendapatkan informasi yang benar. Selain itu kontekstualisasi uzlah di era kehidupan manusia yang dipenuhi dengan gaya hidup hedonistik dilakukan dengan cara memiliki hati yang cukup, sehingga tidak timbul iri hati dengan pencapaian orang lain.
Skripsi yang berjudul Nilai-Nilai Etika Sufistik Dalam Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah Karya Buya Hamka, ditulis oleh Nur Fitriani pada tahun 2018 dari Sarjana UIN Raden Intan Lampung. 19 Penelitian ini mengungkapkan nilai-nilai sufistik yang terkandung dalam Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah diantaranya nilai Ikhtiar, nilai Dzikir dan Do’a, nilai Sabar, dan nilai Zuhud. Sehingga apabila di impementasikan dalam kehidupan saat ini (modern), begitu relevan agar hidup jauh lebih indah dan bermakna. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (Library Research) menggunakan metode deskriptif filosofis dalam pengumpulan data, analisis isi (content analysis) terhadap teks atau naskah dan interpretasi. Sedangkan
19 Nur Fitriani, Nilai-Nilai Etika Sufistik Dalam Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah Karya Buya Hamka (Lampung : UIN Raden Intan, 2018).
yang menjadi sumber utama adalah pemikiran tasawuf Buya Hamka yang dituangkan dalam bukunya yaitu : Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah.
Tesis yang berjudul Praksis Ayat-Ayat Moderasi Agama Dalam Tafsir Al-Azhar Karya Buya Hamka (Analisis Hermeneutika Hassan Hanafi), ditulis oleh Sapta Wahyu Nugroho pada tahun 2021 dari Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.20 Penelitian ini mengangkat kajian tentang ayat-ayat yang bernuansa moderasi agama dalam al-Qur’an dengan menggunakan Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka untuk menguji efektifitas Tafsir al-Azhar dalam menjawab masalah ekstremitas masyarakat. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan metode penelitian deskriptif-analisis.
Pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi berbagai rujukan primer dan sekunder melalui penelusuran literatur pustaka (library research).
Peneliti menelusuri nilai-nilai praktis ayat-ayat moderasi agama yang dianalisis dengan teori hermeneutika Hassan Hanafi. Sebagai metode penafsiran yang berorientasi secara intens dalam mewujudkan penafsiran al- Qur’an yang bermuara pada nilai praksisnya sehingga al-Qur’an benar-benar dapat menjadi petunjuk hidup bagi manusia.
Tesis yang berjudul Paradigma Moderasi Dalam Penafsiran Buya Hamka dan Implementasinya Dalam Konsep Kenegaraan (Studi pada Tafsir al-Azhar), ditulis oleh Slamet Fauzi pada tahun 2021 dari UIN Raden Intan
20 Sapta Wahyu Nugroho, Praksis Ayat-Ayat Moderasi Agama Dalam Tafsir Al-Azhar Karya Buya Hamka (Analisis Hermeneutika Hassan Hanafi) (Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga, 2021).
Lampung. 21 Penelitian ini sangat menarik untuk mengetahui perihal paradigma moderasi dalam konsep kenegaraan dan implimentasinya dalam mewujudkan toleransi antar umat beragama dan kecintaan terhadap negara sebagai wujud adanya iman. Karena walaupun mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, akan tetapi penganut agama lain dapat dengan tenang dan nyaman melaksanakan ajaran agamanya, yang keadaan ini mungkin jarang ditemukan di negara muslim lainnya.
Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan Penelitian
NO Judul
Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
1. Salihin, 2016, Pemikiran Tasawuf Hamka dan
Relevansinya Bagi Kehidupan Modern.
a. Metode yang digunakan adalah penelitian
kepustakaan (library research).
b. Tehnik pengumpulan data Penelitian ini pada dasarnya merupakan jenis penelitian kualitatif.
c. Persamaanya dalam penelitian ini adalah Tasawwuf Buya Hamka dan Relevansinya.
a. Lokasi penelitian b. Perbedaanya
terletak pada sumber utama peneliti yang di tela’ah yaitu buku Tasawuf Modern, Perkembangan Tasawuf dari Abad Ke Abad dan Tasawuf
Perkembangan dan Pemurniannya, sedangkan sumber utama peneliti yang di tela’ah yaitu pada kajian tafsir al-Azhar.
c. Hasil (buah pemikrian) dari pelaku sufisme Buya Hamka untuk kehidupan yang maju (modern).
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa menurut Hamka hakikat tasawuf adalah untuk memperbaiki budi dan
membersihkan batin. Artinya tasawuf adalah alat untuk
membentengi dari kemungkinan seseorang melakukan keburukan.
21 Slamet Fauzi, Paradigma Moderasi Dalam Penafsiran Buya Hamka dan Implementasinya Dalam Konsep Kenegaraan (Studi pada Tafsir al-Azhar) (Lampung : UIN Raden Intan, 2021).
2. M. Leliyanto, 2010,
Kontekstualisasi Sufisme Dalam Kemodernan dan
Keindonesiaan (Studi atas Relevansi Pemikiran Sufisme Nurcholish Madjid di Indonesia).
a. Metode yang digunakan adalah penelitian
kepustakaan (library research).
b. Tehnik pengumpulan data Penelitian ini pada dasarnya merupakan jenis penelitian kualitatif.
c. Persamaan dalam penelitian ini adalah relevansinya sufisme di era modern.
a. Lokasi penelitian.
b. Perbedaannya terletak pada gagasan pokok pemikiran yakni pemikiran sufisme nur cholis majid, sedangkan peneliti dalam pemikiran sufisme Buya Hamka.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa, Tasawuf sebagai aspek mistisme dalam islam, pada intinya adalah kesadaran akan adanya hubungan komunikasi manusia dengan tuhannya, yang kemudian memunculkan kesadaran bahwa segala sesuatu adalah
kepunyaannya.
3. Grista Ali, 2022, Nilai-Nilai Qana’ah dan Tawakkal Menurut
Perspektif Buya Hamka dalam Buku Tasawuf Modern.
a. Metode yang digunakan adalah penelitian
kepustakaan (library research).
b. Tehnik pengumpulan data Penelitian ini pada dasarnya merupakan jenis penelitian kualitatif.
c. Persamaan dalam penelitian ini adalah kajian tasawwuf modern Buya Hamka.
a. Lokasi penelitian.
b. Tujuan penelitian untuk mengetahui nilai-nilai Qana’ah dan Tawakkal menurut perspektif Buya Hamka, sedangkan tujuan peneliti untuk mengetahu relevansi sufi (pengamal ilmu tasawuf) di era modern menurut perspektif buya Hamka.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa, Qana’ah adalah menerima dengan cukup, dan Tawakal adalah pasrah diri terhadap kehendak Allah SWT atas apa yang telah dilakukan dengan usaha manusiawi terlebih dahulu.
4. Ahmad Muslim, 2016, Corak Penafsiran Tasawuf Buya Hamka (Studi Penafsiran Ayat- ayat Tasawuf dalam Tafsir al- Azhar).
a. Metode yang digunakan adalah penelitian
kepustakaan (library research).
b. Tehnik pengumpulan data Penelitian
a. Lokasi penelitian.
b. Tujuan penelitian untuk mengetahui Corak penafsiran Tasawuf Modern dalam ayat-ayat tafsir al-Azhar karya Buya
Hamka. Sedangkan
Hasil Penelitian mengungkapkan bahwa, Corak penafsiran tasawuf hamka adalah tasawuf bercorak Isyari, yaitu tasawuf yang berdasarkan kaidah
ini pada dasarnya merupakan jenis penelitian kualitatif.
c. Persamaanya dalam penelitian ini adalah kajian tasawwuf modern Buya Hamka.
tujuan peneliti mengambil nilai- nilai sufistik dalam ayat-ayat tafsir al- Azhar dan
Relevansinya di era Modern.
ilmiah yang nyata dan realistis serta pentakwilan ayat- ayat Al-Qur’an yang berbeda dengan makna lahirnya sesuai dengan petunjuk khusus tetapi di antara kedua makna tersebut dapat
dikompromikan.
5. Pandu Rusyandi, 2022, Konsep Tasawuf
Perspekti Buya Hamka dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam.
a. Metode yang digunakan adalah penelitian
kepustakaan (library research).
b. Tehnik pengumpulan data Penelitian ini pada dasarnya merupakan jenis penelitian kualitatif.
c. Persamaannya dalam penelitian ini adalah kajian tasawwuf modern Buya Hamka dan Relevansinya.
a. Lokasi penelitian.
b. Tujuan penelitian untuk mengetahui Konsep tasawuf Buya Hamka dan Relevansinya dengan tujuan Pendidikan Islam, sedangkan tujuan peneliti untuk mengetahu relevansi sufi (pengamal ilmu tasawuf) di era modern menurut perspektif buya Hamka.
Hasil penelitianya bahwa, tujuan pendidikan Islam adalah untuk menumbuhkan dan mengarahkan potensi pikiran, jiwa dan fisik, sehingga ia memiliki pengetahuan, karakter dan keterampilan sehingga semua ini bisa digunakan untuk menunjang pengabdian kepada tugas, dan
kekhalifahannya di bumi.
6. Abidiyah Kamila, 2019, Dimensi Sufistik dalam Tafsir al- Azhar Karya Buya Hamka.
a. Metode yang digunakan adalah penelitian
kepustakaan (library research).
b. Tehnik pengumpulan data Penelitian ini pada dasarnya merupakan jenis penelitian kualitatif.
a. Lokasi penelitian.
b. Tujuan penelitian untuk mengetahui Dimensi Sufistik dalam Tafsir al- Azhar dan Karakteristik konsep Sufistik Buya Hamka dalam Tafsir al- Azhar. Sedangkan tujuan peneliti untuk memahami
Hasil penelitianya bahwa, Konsep sufistik yang ditawarkan Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar adalah
mengutamkan kesucihan hati karena kejernihan hati inilah yang memberikan dampak positif
c. Persamaanya dalam penelitian ini adalah kajian tasawwuf modern Buya Hamka dalam dimensi Sufistik.
nilai-nilai sufistik dalam Tafsir al- Azhar.
terhadap pelakunya.
7. Uminia Lailatul Rohimah, 2021, Uzlah Perspektif Tafsir Modern (Studi
Komparatif Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al- Misbah).
a. Metode yang digunakan adalah penelitian
kepustakaan (library research).
b. Tehnik pengumpulan data Penelitian ini pada dasarnya merupakan jenis penelitian kualitatif.
c. Persamaanya dalam penelitian ini adalah kajian tasawwuf di era modern.
a. Lokasi penelitian.
b. Tujuan penelitian untuk mengetahui makna Uzlah dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dengan studi Komparatif Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Misbah.
Sedangkan tujuan peneliti untuk memahami nilai- nilai sufistik dalam Tafsir al-Azhar.
Hasil penelitianya bahwa, Dalam penafsiran Al- Azhar dan Al- Mishbah tidak ada perbedaan yang signifikan ketika menafsirkan ayat- ayat uzlah (berasal dari akar kata yang sama dengan uzlah). Penafsiran keduanya
memaknai uzlah dengan
pengasingan diri dari masyarakat dan penguasa.
8. Nur Fitriani, 2018, Nilai- Nilai Etika Sufistik Dalam Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah Karya Buya Hamka.
a. Metode yang digunakan adalah penelitian
kepustakaan (library research).
b. Tehnik pengumpulan data Penelitian ini pada dasarnya merupakan jenis penelitian kualitatif.
d. Persamaannya dalam penelitian ini adalah kajian tasawwuf modern Buya Hamka dalam Sufistik.
a. Lokasi penelitian.
c. Tujuan penelitian untuk mengetahui Nilai-nilai etika sufistik dalam Novel dibawah Lindungan Ka’bah karya Buya
Hamka. Sedangkan tujuan peneliti untuk memahami nilai-nilai sufistik dalam Tafsir al- Azhar.
Hasil penelitianya bahwa, Nilai-nilai sufistik yang terkandung dalam Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah diantaranya nilai Ikhtiar, nilai Dzikir dan Do’a, nilai Sabar, dan nilai Zuhud. Sehingga apabila di
impementasikan dalam kehidupan saat ini (modern), begitu relevan agar hidup jauh lebih indah dan bermakna.
9. Sapta Wahyu Nugroho, 2021, Praksis Ayat- Ayat Moderasi Agama Dalam Tafsir al-Azhar Karya Buya Hamka (Analisis Hermeneutika Hassan Hanafi).
a. Metode yang digunakan adalah penelitian
kepustakaan (library research).
b. Tehnik pengumpulan data Penelitian ini pada dasarnya merupakan jenis penelitian kualitatif.
c. Persamaannya dalam penelitian ini adalah kajian Moderasi Agama Dalam Tafsir al- Azhar Karya Buya Hamka.
a. Lokasi penelitian b. Tujuan penelitian
untuk mewujudkan penafsiran al- Qur’an yang bermuara pada nilai praksisnya sehingga al-Qur’an benar-benar dapat menjadi petunjuk hidup bagi manusia.
Hasil penelitiannya bahwa,
Pertama,moderasi agama dalam tafsir al-Azhar dapat diindikasikan dalam empat hal nilai-nilai moderasi agama yang tidak dapat terpisahkan.
Kedua, penafsiran Buya Hamka memiliki nilai praksis yang spesifik baik dalam segi hablum
minannas maupun hablum minallah.
10. Slamet Fauzi, 2021,
Paradigma Moderasi Dalam Penafsiran Buya Hamka dan Implementasinya Dalam Konsep Kenegaraan (Studi pada Tafsir al-Azhar).
a. Metode yang digunakan adalah penelitian
kepustakaan (library research).
b. Teknik pengumpulan data Penelitian ini pada dasarnya merupakan jenis penelitian kualitatif.
c. Persamaannya dalam penelitian ini adalah kajian Moderasi Agama Dalam Tafsir al- Azhar Karya Buya Hamka.
a. Lokasi penelitian b. Tujuan
penelitianuntuk mengetahui paradigma
moderasi menurut Buya Hamka pada Tafsīr al-Azhar dan
implementasinya dalam konsep kenegaraan.
Hasil penelitiannya bahwa, Secara eksplisit kata
“moderasi” tidak ditemukan dalam Tafsīr al-Azhar.
Namun secara implisit, banyak ditemukan nilai- nilai “moderasi” di dalam Tafsīr al- Azhar yaitu keberagaman dalam beragama sebagian dari sunnatullāh,
toleransi antar umat beragama, rasa nasionalisme untuk membentuk cinta tanah air.
B. Kajian Teori
1. Diskursus Sufisme
Sufisme adalah aspek ajaran esoterisme Islam yang menekankan kebersihan dan kemulian hati. Kaum Sufi sebagai pelaku utama sufisme banyak melakukan ibadah dalam rangka hubungan mendekatkan diri kepada Allah swt untuk memperoleh ridha atau perkenan-Nya serta agar mencapai ma’rifat (mengenal kasih sayang Tuhan). Karena itu perilaku sufisme atau tasawuf ini merupakan model keagamaan yang tumbuh dalam penghayatan Islam. Pengetahuan ini terjadi secara istighraqy (يقرغتسإ), melibatkan seluruh sistem pengetahuan dan potensi intelektual diri. Dalam kaitan ini, Ibnu ‘Arabi mengatakan, “seperti dikutip Nurshomad” bahwa teori pengetahuan dalam sufisme melibatkan diskursus aspek-aspek psikologis dan perilaku manusia sebagai subjek dan objek pengetahuan yang tercemin dalam perilaku dan moralitasnya.
Inilah yang menyebabkan ilmu tasawuf disebut ilmu dzauqi, rasa dan pengetahuan spiritual.22
Oleh karena itu, pendekatan sufisme adalah bersifat intuitif, berbeda dengan pendekatan filsafat yang bersifat analisis menyusul perbedaan persepsi tentang objek-objek pengetahuan. Adapun secara khusus yang dimaksud sufisme dalam studi ini ialah pola keagamaan yang berkembang atas peranan para Sufi ataupun guru-guru tarekat di Nusantara. Berdasarkan kedudukan serta peranan mereka yang telah
22 Syamsun Ni’am, Tasawuf Studies : Pengantar Belajar Tasawuf (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 22.
menciptakan berbagai pola keagamaan dan bentuk hubungan sosial- budaya melalui komunitas-komunitas keagamaan, terutama tarekat.23
Tarekat sebagai suatu terminologi sufisme, pada dasarnya seperti didefinisikan Trimingham, adalah suatu metode praktis yang dijalankan para Sufi dalam membimbing murid untuk merasakan hakikat Tuhan.24 Tetapi tarekat juga biasa dihubungkan dengan nama ordo sufisme, dilihat dari kegiatan guru sufi (disebut juga syekh atau mursyid) yang mengajarkan suatu tarekat kepada murid-murid melalui latihan-latihan spiritual (riyadah). Pola hubungan guru-murid ini merupakan bentuk sosial dalam komunitas tarekat. Kaum Sufi memegang peranan utama dalam menentukan tingkat kemampuan spiritual murid, sehingga apabila seorang murid dipandang telah memiliki kemampuan tertentu, maka dia, misalnya, berhak menduduki Pemimpin (Pengganti atau wakil) untuk menyampaikan metode-metode gurunya.25 Sebaliknya, para murid suatu tarekat yang biasanya datang dari berbagai lapisan masyarakat menunjukkan kepatuhan sebagai pengikut Kaum Sufi, dan mereka berperan sebagai penunjang gerakan-gerakan tarekat.26
Pendirian pokok kajian ini, berdasarkan perkembangan sufisme di Nusantara, yaitu Kaum Sufi, memiliki potensi mengerahkan fungsi tarekat
23 Dudung Abdurrahman, Sufisme Nusantara (Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2018), hlm.
5.
24 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat : Tradisi-tradisi Islam di Indonesia (Bandung : Penerbit Mizan, 1995).
25 Fazlur Rahman, Islam dan modernitas terjemah Ahsin Mohammad (Bandung : Penerbit Pustaka, 1984), hlm. 194.
26 Dudung Abdurrahman, Sufisme Nusantara (Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2018), hlm.
6.
dan sosial-keagamaan dalam hubungannya dengan perubahan sosial dan budaya sepanjang sejarah islamisasi di Indonesia. Dalam hal ini diasumsikan, sufisme dalam perkembangan tarekat-tarekat mempunyai dasar kepercayaan, kepemimpinan, sosial pengikut, dan peranan-peranan yang berbeda-beda. Karena itu, paradigma yang dibangun dalam kajian ini adalah “perkembangan sufisme di Nusantara selalu ditunjukkan dalam sosial-keagamaan kaum Sufi dan pekembangannya selalu seiring dengan perubahan sosial bangsa Indonesia”.27
Sosial-keagamaan Kaum Sufi. Sufisme yang berkembang melalui tarekat-tarekat, seperti dikemukakan di atas, merupakan sistem kepercayaan yang menjadi landasan kaum sufi dalam membentuk kepribadian mereka yang berpengaruh kepada para penganut. Karenanya, keyakinan dan ritus-ritus religius kaum sufi bukan hanya membentuk fakta keagamaan, melainkan juga sebagai fakta-fakta sosial. Menurut pengertian Durkheim (1938), keyakinan dan ritus seperti itu pada dasarnya benar-benar bersifat individual dan mempengaruhi cara berpikir dan berprilaku individu. Namun menurutnya, konteks sosiologi agama memperlihatkan dampak sosial dari praktek-praktek yang berkaitan dengan kategori-kategori religius, sehingga praktek-praktek ritual yang menggambarkan kebersamaan itu memiliki dampak sosial yang sangat signifikan bagi kolektifitas.28 Gagasan Durkheim ini, seperti halnya
27 Dudung Abdurrahman, Sufisme Nusantara (Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2018), hlm.
6.
28 Dudung Abdurrahman, Sufisme Nusantara (Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2018), hlm.
7.
dipahami Parsons dijadikan landasan teoretis tentang sosial-keagamaan.
Lebih lanjut Parsons menyatakan, tatanan sosial yang ditekankan pada fakta moral dan kesadaran kolektif telah menjadi bagian subyektifitas individual melalui mekanisme ritual religius.29
Sosial-keagamaan seperti ditampilkan Kaum Sufi dengan tarekat- tarekat di Nusantara pada mulanya bercirikan sebagai sistem yang memenuhi kebutuhan orang-orang kampung (tribesmen) yang buta huruf, baik dalam kehidupan sosial maupun religius. Bagi masyarakat rural yang buta huruf, orang mulia adalah penubuhan agama dalam bentuk emosi, yang ditata secara hierarkis berdasarkan pewarisan kharisma.30 Proses religiustias yang dilakukan Kaum Sufi memberikan kesempatan untuk melestarikan dan menyempurnakan ekspresi religiusitas, dengan tradisi, yang diistilahkan, barakah bisa diterapkan pada individu maupun kelompok. Kaum Sufi biasanya populer, membaur, mewariskan kharisma dan kurang bersifat ortodoks.31
Kepemimpinan kharismatik Kaum Sufi serta kemampuannya mempertahankan sufisme, termasuk implementasi teoretik tentang kemampuan agama dapat bertahan dalam masyarakat sekuler. Posisi agama seperti ini, oleh sejarawan atau sosiolog biasa dikaitkan dengan fungsi politik agama sebagai alat bagi kaum minoritas untuk melawan, mengadakan protes, dan kritik politik. Peran oposisional yang dimainkan
29 Dudung Abdurrahman, Sufisme Nusantara (Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2018), hlm.
7.
30 Bryan S. Turner, Agama dan Teori Sosial (Yogyakarta : IRCiSoD, 2016), hlm. 83.
31 Bryan S. Turner, Agama dan Teori Sosial (Yogyakarta : IRCiSoD, 2016), hlm. 83.
pemuka agama dalam konflik kolonialisme, misalnya dalam kasus pemberontakan rakyat melawan Kolonial Belanda pada abad XIX, bisa dijadikan pertanda keberadaan berbagai persoalan yang lebih besar menyangkut kemampuan sufisme bertahan dan melawan kolonialisme.32
Muatan ritual dan ideologis Kaum Sufi pada gilirannya bisa berkembang secara rasional karena kepentingan politik mereka, sekalipun karakter esensial sufisme tetap dikembangkan. Di sini, peran sosial-politik Kaum Sufi dikaji berdasarkan lingkungan sosial tempat gerakan mereka menancapkan pengaruh, karakter-karakter spesifik dari pengemban ideologi-ideologi dan peristiwa-peristiwa yang membentuk gerakan- gerakan religius. Selanjutnya, sifat dasar gerakan sufisme juga dapat dikaji lewat respon-respon formatif yang dikembangkan para Sufi dalam membentuk dan mengembangkan doktrin-doktrin tasawuf dan praktek- praktek tarekat.33
2. Sufi dan Moderasi
Sikap dan pemikiran kaum sufi bisa diambil dari pemikiran imam al-Qusyairi pada kitab fenomenalnya yang cukup kental dengan ilmu tasawufnya, yakni kitab Risalah al-Qusyairiyah. Al-Qusyairi termasuk ke dalam sufi yang juga menggabungkan antara syariat dan hakikat, yang mana kedua hal tersebut tidak bisa dipisahkan. Al-Qusyairi menjelaskan kedua ini sebagai berikut, “Artinya: Setiap syariat tidak di dukung dengan
32 Bryan S. Turner, Agama dan Teori Sosial (Yogyakarta : IRCiSoD, 2016), hlm. 83.
33 Dudung Abdurrahman, Sufisme Nusantara (Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2018), hlm.
8.