AYAT-AYAT PEDANG ANALISIS TAFSIR AL-AZHAR (KARYA HAMKA)
Mustika Rahayu IAIN Palangka Raya
Muhammad Ryamizard Al Ghifari IAIN Palangka Raya
Mata Kuliah: Tafsir Nusantara
ABSTRAK
Ayat-ayat pedang seringkali menjadi polemik di kalang non-muslim dan muslim itu sendiri. Ayat ini juga biasa disebut Ayat saif, sebagian ulama berpendapat bahwa ayat ini berisi seruan untuk menyuruh umat islam memerangi orang-orang kafir atau musyrik di mana pun mereka berada dengan mengunakan pedang (perang). Tulisan ini sendiri bertujuan untuk mengetahui Konsep ayat-ayat pedang di dalam tafsir al-Azhar. Penelitian ini sendiri adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan jenis penelitian kualitatif dan mengunakan metode tematik dan deskriptif-analisis untuk menjabarkan hasil penelitian
Kata Kunci: Pedang, Perang, Hamka dan Tafsir Al-Azhar
PENDAHULUAN
Tafsir al-Azhar merupakan salah satu karya monumental dalam bidang tafsir Al- Qur'an yang ditulis oleh seorang ulama terkemuka dari Indonesia, yaitu Bxxxxxuya Hamka.
Karya ini memiliki pengaruh yang luas dalam pemahaman Al-Qur'an di kalangan umat Muslim di Indonesia dan di beberapa negara lainnya.
Ayat-ayat pedang merupakan bagian penting dari Al-Qur'an yang menyinggung tentang perang dan konflik bersenjata dalam konteks kehidupan umat Muslim. Ayat-ayat ini memiliki dampak yang signifikan dalam sejarah Islam dan terus menjadi subjek pembahasan yang relevan di kalangan ulama dan cendekiawan Muslim. Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi konsep dan pemahaman ayat-ayat pedang dalam Al-Qur'an.
Ayat-ayat pedang mencakup pasal-pasal Al-Qur'an yang mengatur tentang tindakan perang, pertahanan, dan ketentuan-ketentuan terkait konflik bersenjata. Meskipun Al-Qur'an secara umum mengutamakan kedamaian, ayat-ayat pedang menyajikan pedoman untuk menghadapi situasi-situasi di mana umat Muslim dihadapkan pada ancaman atau agresi. Oleh karena itu, pemahaman dan interpretasi ayat-ayat pedang memainkan peran penting dalam membentuk pandangan dan tindakan umat Muslim dalam konteks perang atau konflik.
Dalam mempelajari ayat-ayat pedang, penting untuk diingat bahwa interpretasi dan pemahaman ayat-ayat ini dapat beragam di antara ulama dan cendekiawan Muslim. Setiap interpretasi didasarkan pada pemahaman individual dan konteks sejarah masing-masing ulama. Oleh karena itu, artikel ini akan dilakukan analisis terhadap Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka dalam menginterpretasikan ayat-ayat pedang. Kita akan menjelajahi pandangan- pandangan Buya Hamka dan pendekatannya dalam menjelaskan konteks dan hikmah dari ayat-ayat tersebut.
Dengan mengkaji Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka dan konsep ayat-ayat pedang, diharapkan kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana Al- Qur'an memberikan pedoman terkait perang dan konflik dalam konteks keilmuan Islam.
Pemahaman ini dapat membantu kita dalam menangani perbedaan pendapat dan kontroversi yang mungkin muncul dalam menginterpretasikan ayat-ayat tersebut, serta menjaga pemahaman yang seimbang dan sesuai dengan nilai-nilai Islam yang mencakup kedamaian, keadilan, dan persaudaraan.
METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, digunakan beberapa metode guna menyelesaikan masalah yang ada, sehingga memperoleh gambaran yang jelas tentang pembahasan ini. Maka proses penulisan paper ini dalam pembahasannya memiliki metode sebagai berikut:
Penelitian ini adalah jenis penelitian yang mengaplikasikan pendekatan kualitatif sebagai metode penelitiannya, yakni penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena melalui pengumpulan data secara mendalam terhadap suatu hal yang di kaji. Penelitian kualitatif tidak selalu bertujuan untuk mencari sebab akibat terjadinya sesuatu, tetapi lebih berupaya memahami situasi tertentu untuk sampai pada suatu kesimpulan objektif, penelitian kualitatif berupaya mendalami gejalanya dengan menginterpretasikan masalah atau menyimpulkan dari berbagai permasalahan sebagaimana disajikan oleh situasinya.
Penelitian ini juga berjenis penelitian kepustakaan ( library research ) dengan subyek dan objeknya yang semuanya berasal dari bahan-bahan kepustakaan (literatur) berupa kitab-kitab tafsir, kitab ilmu tafsir, buku-buku sains dan lain sebagainya.
Kondisi data yang demikian sudah cukup untuk dijadikan bahan baku penelitian;
sehingga tidak kesulitan dalam melakukan analisa untuk mengambil kesimpulan yang merupakan hasil penelitian.
2. Data dan Sumber Data
Sumber Data merujuk pada asal data penelitian yang diperoleh dan dikumpulkan. Sumber data ini akan menentukan jenis data yang diperoleh, apakah termasuk data primer atau data sekunder. Dikatakan data primer, jika data tersebut diperoleh dari sumber asli/sumber pertama; sedangkan dikatakan data sekunder jika data tersebut diperoleh bukan dari sumber asli/sumber pertama melainkan hasil penyajian dari pihak lain.1
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah Al-Qur’an dan Kitab Tafsir Al-Azhar karya Hamka
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yang digunakan untuk penelitian ini adalah buku-buku-buku, jurnal, skripsi, website dan lain--lain yang terkait ilmu astronomi dan astrologi untuk mendukung data primer dalam penelitian ini.
TINJUAN PUSTAKA (KAJIAN TERDAHULU)
1 umi wasilatul firdausiyah, “urgensi ma’na-cum-maghza di era kontemporer: studi penafsiran sahiron syamsuddin atas q 5: 51”, contemporaray alquran, vol. 1, no. 1 (januari-juni 2021), h. 31.
Tinjauan pustaka berkaitan dengan kajian teoritis dan referensi lain yang berkaitan dengan nilai, budaya, dan norma yang berkembang dalam situasi sosial yang dikaji. Tinjauan pustaka berfungsi untuk meninjau kembali karya-karya sebelumnya yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian, dengan menggunakan Bahasa yang ilmiah dan disandingkan dengan gagasan-gagasan yang di validasi oleh sumber-sumber terpercaya,2 yang nantinya sedikit banyak dapat membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini dan terhindar dari kesamaan-kesamaan secara umum dengan karya-karya sebelumnya sehingga tidak terlihat sebagai plagiat. Adapun pada tulisan ini, telah di dapatkan penelitian yang sejenis dari Buku-Buku, Penelitian Ilmiah serta jurnal-jurnal yang relevan dengan tulisan ini, yang antara lain adalah sebagai berikut:
1. Ali Trigiyatno dalam artikelnya yang berjudul Penyelesaian Ayat-Ayat
‘Damai’ dan Ayat ‘Pedang’ Dalam Al-Quran, Menurut Syaikh Yusuf Al- Qardhawi dan Syaik Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Dalam tulisan ini ia berusaha menjelaskan ayat pedang dan damai dalam perspektif dua orang tersebut. Di tulisan ini disimpulkan bahwa terdapat kesamaan antara keduanya seperti di syariatkannyaa jihad difa’I, keutamaan jihad, perlunya I’dad menghadapi musuh dan lain lain. Ada pula perbedaannya. Penulis mengatakan bahwa Qardhawi mewakili kelompok muslim moderat sedangkan bin baz mewakili kelompok muslim fundamentalis
2. Wardani dengan disertasi berjudul Ayat Pedang Versus Ayat Damai Menafsir Ulang Teori Naskh dalam Al-Quran. Tulisan ini membahas tentang Keberadaan dan status keberlakuan ayat pedang, Faktor-faktor penyebab terjadinya kontroversi penganuliran ayat-ayat damai dengan ayat pedang.
Pengaruh penganuliran ayat-ayat damai dengan ayat pedang terhadap perumusan fiqh jihad.
3. Ulummudin dalam artikelnya yang berjudul Tafsir Atas “Ayat Pedang” Q.S.
Al-Taubah (9):5: Studi Komparatif Penafsiran Sayyid Qutub dan Rasyid Ridha, dalam tulisan ini dijelaskan bahwa penafsiran Sayyid Qutub dan Rasyid Ridha sangat berbeda Qutub mengklasifikasikan adanya ayat peralihan dan final. Ia memandang bahwa Qs At-Taubah ayat 5 adalah ayat final yang harus dijalankan Ketika kondisinya memungkinkan karena menjadi tujuan akhir dalam Gerakan jihad. Sedangkan Ridha tidak mengenal istilah itu, ia
2 “tinjauan pustaka: pengertian, contoh, dan cara membuatnya.”
berpendapat semua ayat setara dengan konteksnya masing-masing. Ridha menafsirkan ayat itu sebagai Tindakan defensive sedangkan Qutub Tindakan offensive
Untuk Hamka tidak ada yang membahas tentang ayat pedang, sedangkan hamka hanya menjelaskan yaitu:
PEMBAHASAN A. Biografi Hamka
Buya hamka memiliki nama lengkap H. Abdul malik Abdul Karim Amrullah. Beliau lahir di Sungai Batang, Tanjung Raya Munjau, Sumatra Barat pada tanggal 17 Februari 1908 dan wafat pada tanggal 24 Juli 1981 di Jakarta. Telah banyak ilmuwan dan pengarang yang lahir di daerah Minangkabau namun yang paling populer saat itu adalah Buya Hamka. Buya Hamka lahir dari keluarga yang taat beragama, yaitu pasangan suami istri Syaikh Haji Abdul Karim Amrullah dan Siti Safiyah. Abdul Malik, panggilan HAMKA di waktu kecil, mengawali pendidikannya dengan belajar membaca al-Qur’an di rumah orang tuanya sampai khatam. Kemudian mereka sekeluarga pindah dari Maninjau ke Padang Panjang yang merupakan basis pergerakan kaum muda Minangkabau pada tahun 1914 M. Seperti kebanyakan anak-anak sebayanya, dalam usia 7 tahun HAMKA dimasukkan ke sekolah desa. Pada tahun 1916, ketika Zainuddin Labai el-Yunusi mendirikan sekolah Diniyah (sore) di Pasar Usang Padang Panjang, HAMKA dimasukkan oleh ayahnya ke sekolah tersebut. Akhirnya pada pagi hari HAMKA pergi belajar ke sekolah desa, sore hari ia belajar ke sekolah Diniyah yang baru didirikan itu, dan malam hari ia belajar mengaji. Seperti itulah aktifitas keseharian HAMKA di masa kecilnya.3
Buya Hamka seorang ulama multi dimensi, hal itu tercermin dari gelar-gelar kehormatan yang disandangnya. Dia bergelar Datuk Indomo yang dalam tradisi Minangkabau berarti pejabat pemelihara adat istiadat. Dalam pepatah Minang, ketentuan adat yang harus tetap bertahan dikatakan dengan sebaris tidak boleh hilang, setitik tidak
3 alfiyah, “metode penafsiran buya hamka dalam tafsir al-azhar.”
boleh lupa. Gelar ini merupakan gelar pusaka turun temurun pada adat Minangkabau yang didapatnya dari kakek dari garis keturunan ibunya; Engku Datuk Rajo Endah Nan Tuo, Penghulu suku Tanjung.4
Kegemarannya adalah mengunjungi perguruan pencak silat, mendengar senandung dan kisah rakyat yang dinyanyikan dengan alat musik tradisional. Mengunjungi perpustakaan juga termasuk aktifitas Buya Hamka tiap hari. Semasa remaja ia sudah rajin membaca terutama karya sastra. Pemikirannya melalui empat hal, yaitu agama, sastra, politik, dan kebudayaan. Bidang agama ia menonjolkan kemampuan tafsir, tasawuf, dakwah, dan sejarah Islam. 5 Secara formal, alur pendidikan yang dienyam oleh Hamka tidak terlalu tinggi. Pada usia 8-15 tahun, beliau mulai mengenyam pendidikan agama di sekolah Diniyyah School dan Sumatera Thawalib di Padang Panjang dan Parabek.
Diantara gurunya adalah Syekh Ibrahim Musa Parabek, Engku Mudo Abdul Hamid, Sutan Marajo dan Zainuddin Labay el-Yunusy. Pelaksanaan pendidikan saat itu masih bersifat tradisional dengan penggunaan sistem halaqoh. Pada tahun 1916, sistem klasikal baru masuk dan dikenal di Sumatera Thawalib Jembatan Besi. Hanya saja, pada saat itu sistim klasikal yang dikenal tersebut belum memiliki bangku, meja, kapur dan papan tulis.
Materi pendidikan yang diajarkan masih berkisar pada pengajian kitab-kitab klasik, seperti nahwu, sharaf, manthiq, bayan, fiqh, dan yang sejenisnya. Pendekatan pendidikan dilakukan dengan menekankan pada aspek hafalan, cenderung mirip dengan sistem pendidikan tradisional.6
Pada 1927 Abdul Malik pergi tanpa pamit kepada ayahnya untuk menunaikan ibadah haji sekaligus memperdalam pengetahuan (Islam) pada ulama-ulama di sana. Dia sengaja kabur dari rumah. Saat di Mekah, dia pun berkirim surat kepada ayahnya, memberitahukan bahwa dia telah menunaikan ibadah haji. Di Mekah, Abdul Malik sempat bekerja di perusahaan percetakan penerbitan milik Tuan Hamid, putra Majid Kurdi yang merupakan mertua Syeikh Ahmad Khatib Minangkabauwi, Imam dan Khatib Masjidil Haram, guru besar ayahnya. Setelah menunaikan haji (sejak saat itu menyandang nama Haji Abdul Malik Karim Amrullah - Hamka), dan beberapa lama tinggal di Tanah Suci, ia berjumpa H. Agus Salim. Tokoh Muhammadiyah itu menyarankan agar Hamka segera pulang ke Tanah Air. Menurut Agus Salim, banyak pekerjaan yang jauh lebih penting menyangkut pergerakan, studi, dan perjuangan yang dapat engkau lakukan. Karenanya,
4 hidayah pratami, “biografi buya hamka” (institut agama islam negri metro, 2020),
https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2c5&q=biografi+buya+hamka&oq=biografi+buya.
5 “mustad’afin dalam al-qur’an | putih.”
6 alfian, “pemikiran pendidikan islam buya hamka.”
akan lebih baik mengembangkan diri di tanah airmu sendiri. Kata-kata pemimpin besar itu oleh Hamka dianggap sebagai suatu titah. Ia pun segera kembali ke tanah air setelah tujuh bulan bermukim di Mekah. Tetapi bukannya pulang ke Padang Panjang di mana ayahnya tinggal, Hamka malah menetap di Medan, kota tempat berlabuh kapal yang membawanya pulang.7
Buya Hamka tertarik kepada para cendikiawan dan dia sendiri adalah anggota kaum intelektual Medan. Selama beberapa tahun dia aktif di kelompok yang bernama Ichwanus Safa yang beranggotakan para ulama dan intelektual medan dalam pertemuan bulanan.
Buya Hamka yang aktif di organisasi intelektual menjadikan dirinya sebagai orang yang mengarang buku dan tak jarang banyak buku yang telah ia karang, seperti di Bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya kapal Van Der Wijck yang termasuk novel. Buya Hamka juga mengarang kitab tafsir yang populer di kalangan mufassir Indonesia abad kekinian, yaitu Tafsir al-Azhar. Pada draf pertama dari karya satu ini ditulis oleh Buya Hamka di penjara. Ia butuh lima belas tahun untuk menyelesaikannya, dan tafsir merupakan karya puncak sepanjang hidupnya. Tafsir al-Azhar mengikuti format klasik, yaitu dengan membahas setiap ayat al-Quran secara berurutan. Buya Hamka memulai tiap jilidnya dengan pengantar yang menunjukkan surat Makiyah atau Madaniyah, kemudian Buya Hamka menjelaskan nama surat dan memberi ringkasan isinya. Pada akhir pengantar biasanya Buya Hamka memberikan nasihat singkat untuk perenungan bersama.
Selanjutnya adalah tafsir ayat demi ayat, diawali teks ayatnya dalam bahasa Arab8 Adapun buku dan kitab-kitab tulisan Hamka sebagai berikut:
Berikut adalah Daftar Karya dari Buya Hamka:
1. Kenang-Kenangan Hidup, 4 Jilid, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
2. Ayahku (Riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangannya), Jakarta:
Pustaka Wijaya, 1958.
3. Khatib al-Ummah, 3 Jilid, Padang Panjang, 1925.
4. Islam dan Adat, Padang Panjang: Anwar Rasyid, 1929.
5. Kepentingan Melakukan Tabligh, Padang Panjang: Anwar Rasyid, 1929.
6. Majalah Tentera, 4 nomor, Makassar, 1932.
7. Majalah al-Mahdi, 9 nomor, Makassar, 1932.
8. Bohong di Dunia, cet. 1, Medan: Cerdas, 1939.
9. Agama dan Perempuan, Medan: Cerdas, 1939.
7 hidayah pratami, “karakteristik dakwah buya hamka - google scholar.”
8 rush, adicerita hamka.
10. Pedoman Mubaligh Islam, cet. 1, Medan: Bukhandel Islamiah, 1941.
B. Kitab Tafsir al-Azhar
Tafsir al-Azhar adalah karya yang memperlihatkan keluasan pengetahuan Hamka dalam berbagai disiplin ilmu. Karya ini berawal dari kuliah subuh yang disampaikannya di Masjid al-Azhar yang terletak di Kebayoran Baru Jakarta sejak akhir tahun 1958. Nama masjid itu diberikan oleh Syaikh Mahmoud Syaltout, Rektor Universitas al-Azhar Mesir sewaktu ia berkunjung ke Indonesia pada Desember 1960, dengan harapan masjid ini akan menjadi al-Azhar di Jakarta. Nama Tafsir al-Azhar itu diberikan oleh pengarangnya untuk mengingat sejarah tempat asal mulanya sebagai cikal bakal penyusunannya dari tempat yang bersejarah itu. Tafsir al-Azhar disusun sebanyak 30 juz, tafsir ini selesai pada tahun 1966 penerbitan pertama pada tahun 1968 diterbitkan oleh “Pembimbing Masa” yaitu juz pertama sampai juz keempat, terbit berikutnya juz 15-30 oleh penerbit Pustaka Islam Surabaya tahun 1973. Terakhir juz kelima sampai juz keempat belas oleh penerbit Yayasan Nurul Islam Jakarta tahun 1979.9
Menurut Buya hamka dalam kitab tafsir beliau ada dua hal yang mendorongnya untuk menulis tafsirnya itu. Pertama, bangkitnya minat angkatan muda Islam di Tanah Air Indonesia dan di daerah-daerah yang berbahasa Melayu hendak mengetahui isi al-Qur’an pada zaman sekarang, padahal mereka tidak mempunyai kemampuan mempelajari bahasa Arab. Beribu bahkan berjuta sekarang angkatan muda Islam mencurahkan minat kepada agamanya, karena menghadapi rangsangan dan tantangan dari luar dan dari dalam.
Semangat mereka terhadap agama telah tumbuh, tetapi “rumah telah kelihatan, jalan ke sana tidak tahu”, untuk mereka inilah khusus yang pertama “Tafsir” ini saya susun. Kedua, ialah golongan peminat Islam yang disebut muballigh atau ahli dakwah. Kadang-kadang mereka pun ada mengetahui sedikit atau banyak bahasa Arab, tetapi kurang pengetahuan umumnya, sehingga mereka pun agak canggung menyampaikan dakwahnya, padahal mereka mempunyai kewajiban sudah lebih luas daripada muballigh-muballigh zaman lampau.10
sumber Tafsir al-Azhar dibagi dalam dua kategori, Primer dan Sekunder. Primer dimaksudkan bahwa, Hamka tidak lepas dari kaidah tafsir bi al-ma’tsur yakni menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, sunnah dan perkataan para sahabat. Kemudian data sekunder adalah sumber rujukan yang dipakai Hamka dalam menjelaskan makna ayat yang diambil
9 hayati, “relasi kepemimpinan dalam tafsir al-azhar (studi analisis munasabah al-qur’an).”
10 syafi’i, “pengaruh tafsîr al-manâr terhadap tafsir al-azhar.”
dari qaul tabi’in, kitab-kitab tafsir konvensional sebelumnya, dan juga beberapa karya tafsir Indonesia tidak luput dari kajian perbandingannya.11
Metode yang dipakai dalam Tafsir Al-Azhar, secara umum sebenarnya tidak jauh berbeda dengan karya-karya tafsir lain yang menggunakan metode tahlili dengan menerapkan sistematika tartib mushafi. Namun karena penekanannya terhadap operasionalisasi petunjuk al-Qur’an dalam kehidupan umat Islam secara nyata inilah maka tafsir ini bisa dikatakan berbeda dengan tafsir-tafsir sebelumnya. Khususnya dalam mengaitkan penafsiran dengan memberikan porsi yang lebih besar terhadap sejarah dan peristiwa-peristiwa kontemporer. Tafsir Al-Azhar memiliki corak-sebagaimana dalam ilmu tafsir- digolongkan kedalam corak adab al-ijtima’i (corak sastra kemasyarakatan), yaitu corak tafsir yang menitik beratkan pada penjelasan ayat-ayat al-Qur’an dari segi ketelitian redaksinya, kemudian menyusun kandungannya dalam suatu redaksi yang indah dengan menonjolkan aspek petunjuk al-Qur’an bagi kehidupan, serta mengaitkan pengertian ayat-ayat dengan hukum alam (sunnatullah) yang berlaku dalam masyarakat.
Dengan kata lain, bahwa tafsir jenis ini bertujuan untuk memahami dengan maksud dan tujuan untuk menghidupkan nilai-nilai al-Qur’an dalam masyarakat Islam yang lebih nyata. 12
Dalam penafsirannya, format sajiannya adalah, Pertama, menyebut nama surat dan artinya, nomor urut surat dalam susunan mushaf, jumlah ayat dan tempat diturunkannya surat. Kediua, mencantumkan empat sampai lima ayat (disesuaikan dengan tema atau kelompok ayat) dengan teks arab, yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia-Melayu. Ketiga, Hamka memberikan kode “pangkal ayat” dan “ujung ayat”
ketika sudah terjun dalam dialektiaka tafsir, ini digunakannya semata untuk memberikan kemudahan pembaca.13
C. Sudut Pandang Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar Mengenai Konsep Ayat-Ayat Pedang
11 fitriana, “buah kurma menurut tafsir nusantara (studi komparatif antara tafsir tarjuman al-mustafid dan tafsir al-azhar)” (institut ilmu al quran (iiq) jakarta, 2018), http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/725.
12 hidayat, “tafsir al-azhar.”
13 hidayati, “metodologi tafsir kontekstual al-azhar karya buya hamka.”
Perlu diketahui, sebelum memasuki ayat-ayat pedang, pedang disini ialah kata metafora dari perintah berperangan.14 Pehaman terhadap ayat-ayat ini mempunya andil yang besar terhadap cara pandang terhadap konsep hubungan antar umat muslam dan non- Muslim.15 Ayat-ayat pedang kebanyakan turun pada fase hijrah atau madaniyah.16 Berikut ini merupakan ayat-ayat yang di identifikasikan memiliki kaitan dengan konsep ayat-ayat pedang atau peperangan yaitu:
/جحلا ( رٌيْدِقَل مْهِرٌصْنَ ىلٰعَ هَلٰلا نَّاوَ وْمُلٰظُ مْهُنَاَبِ نَّوْلٰتَاَقَيْ نَيْذِلٰل نَّذِا ۙ اۗ
22 : 39 )
39. Diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi karena sesungguhnya mereka dizalimi. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa membela mereka. (Al- Hajj/22:39)17
Pandangan Hamka bahwa ini adalah ayat pertama yang mengizinkan umat islam untuk mempertahankan diri (berperang) ayat ini turun ketika kaum muslim bersiap hendak hijrah ke Madinah. Setelah pindah ke Madinah kaum muslim dapat membentuk masyarakat sendiri, Tetapi meraka harus mempunyai pertahanan karena jika tidak mereka akan diserang dan dihancur, oleh karena itu setelah sampai di Madinah Nabi SAW langsung menyiapkan kuda untuk berperang, karena di anggap sudah kuat. Setelah mereka dahulu dizholimi di Makkah. Maka saat berperang umat islam tidak usah ragu (takut) karena Allah SWT akan menolong mereka dari orang-orang yang menganggap mereka salah hanya karena menyebah tuhan yang Haq.18
ثُيْحَ مْهِوْلٰتُقْاوَ نَيْدِتُعْمُلا 3بُّحيْ لَا هَلٰلا نَّا اوَدِتُعْتَ لَاوَ مْكُنَوْلٰتَاَقَيْ نَيْذِلا هَلٰلا لِيْبِسَ يْفِ اوْلٰتَاَقْوَاۗ
دِجِسْمُلا دِنْعَ مْهِوْلٰتُقَتَ لَاوَ لِتُقَلا نَمِ 3دِشَا ةُنْتُفِلاوَ مْكُوْجُرٌخْا ثُيْحَ نَFمِ مْهِوْجُرٌخْاوَ مْهِوْمُتُفِقَثَ ۚ هَHHلٰلا نَّاَHHفِ اوْهُتُنَا نَّاَفِ نَيْرٌفِكُلا ءُ زَجُ كَلذِكُ هِوْلٰتُقْاَفِ مْكُوْلٰتُقْ نَّاَفِ يْفِ مْكُوْلٰتُقَيْ ىتُحَ مِارٌحلااۤ اۗ ۚ ىلٰعَ لَاا نَّاوَدِHHعَ لَافِ اوْهُتُنَا نَّاَفِ هَلٰل نَيْFدِلا نَّوْكُيْوَ ةُنْتُفِ نَّوْكُتَ لَا ىتُحَ مْهِوْلٰتُقْوَ مْيْحَرَّ رَّوْفِغَاۗ
/ةرٌقَبِلا ( نَيْمُلٰظّٰلا 2
: 190 - 193 )
190. Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu dan jangan melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. 191. Bunuhlah mereka (yang memerangimu) di mana pun kamu jumpai dan
14 wardani, ayat pedang versus ayat damai, 190.
15 “tafsir atas ‘ayat pedang’ q.s. al-taubah (9): 5: studi komparatif penafsiran sayyid qutub dan rasyid ridha | ulummudin | al-tadabbur: jurnal ilmu al-qur’an dan tafsir,” 230.
16 trigiyatno, “penyelesaian ayat-ayat ‘damaiâ€tm dan ayat ‘pedangâ€tm dalam al-qur`an menurut syaikh yusuf al-qardhawi dan syaikh abdul aziz bin abdullahbin baz,” 266.
17 “qur’an kemenag.”
18 tafsir al-azhar - hamka, 4701.
usirlah mereka dari tempat mereka mengusirmu. Padahal, fitnah19 itu lebih kejam daripada pembunuhan. Lalu janganlah kamu perangi mereka di Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangimu di tempat itu. Jika mereka memerangimu, maka perangilah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir. 192. Namun, jika mereka berhenti (memusuhimu), sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
193. Perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah dan agama (ketaatan) hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti (melakukan fitnah), tidak ada (lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim. (Al-Baqarah/2:190-193)20
Hamka Menafsirkan ayat ini bahwa sebelumnya, Rasullah hendak pergi umrah setelah bermimpi melaksanakan umrah. Tetapi setelah sampai ke Hudaibiyah mereka dihambat masuk. Setelah itu terjadi lah perjanjian bahwa umat islam boleh naik haji tahun berikutnya (7 H). Pada tahun yang ditentukan maka Rasullah dan para sahabatnya bersiap untuk melaksanakan haji dan meng-qadha umrah tahun lalu. Akan tetapi ada sahabat yang was-was apabila orang Quraisy Mekkah tidak menepati janjinya dan malah memerangi mereka. Karena itu lah untuk meneguhkan hati mereka maka turunlah ayat 190 ini bahwa mereka diizinkan berperang jikalau mereka terlebih dahulu diperangi. Karena akan konyol jika hanya berdiam diri dan dibunuh orang kafir itu.
Maka ibadah pun harus dijaga dengan pedang(senjata). Akan tetapi janganlah melampaui batas yaitu jangan memulai terlebih dahulu, jangan menyerang anak kecil, orang tua, jangan merusak lingkungan, jangan membunuh orang yang sudah menyerang dan jangan mencincang orang yang sudah mati. Maka di ujung ayat di tegas kan lagi bahwa Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas. Dan menurut Riwayat ini lah izin untuk beroerang yang kedua Adapun yang pertama adalah al-Hajj ayat 39.
Selanjutnya ayat 191 beliau menafsirkan. Ketika berperang janganlah setengah hati karena kasihan, lakukanlah apa yang seharusnya dilakukan di medan perang. Dan karena kamu memegang keyakinan agama kamu bolehlah membalas mereka, usir, seret, tawan dan bahwa fitnah mereka dulu lebih kejam dari pada pembunuhan. Fitnah yaitu hasutan, gangguan dan siksaan yang mereka lakukan sampai umat islam meninggalkan Mekkah, perang uhud dan perjanjian hudaibiyah itu lebih kejam dari pada pembunuhan.
Karena itu meninggalkan dendam yang membekas. Selanjutnya janganlah kamu
19 fitnah dalam ayat ini berarti perbuatan yang menimbulkan kekacauan, seperti mengusir orang dari kampung halamannya, merampas harta, menyakiti orang lain, menghalangi orang dari jalan allah swt., atau melakukan kemusyrikan
20 “qur’an kemenag.”
berperang di Masjidil Haram, kecuali kamu di perangi terlebih dahulu. Hal itu dikarenakan mereka lah yang melanggar janji terlebih dahulu maka kamu berhak menghukum mereka dengan memerangi mereka. Maka itulah balasan yang pantas bagi orang-orang yang kafir.
Berikutnya ayat 192 apabila perbuatan mereka yang keji tadi telah berhenti, karena mereka sudah merasakan kerasnya pedang kaum Muslim. Seyogyannya hukuman (perang) terhadap mereka dihintikan juga. Sebab alasan kaum muslim memereangi mereka hanyalah semata-mata melaksanakan perintah Allah, yaitu menghajar mereka. Apabila mereka berhenti maka kita harus berhenti juga. Tetapi apabila tidak berhenti juga maka teruslah memerangi mereka sampai mereka berhenti dan tegakkanlah sifat Allah yang maha pengampun lagi maha penyayang.
Ayat 193 jikalau mereka sudah benar benar menyerah dan tidak berani lagi melakukan fitnah, kerena mereka tidak mempunyai power lagi. Pada saat itulah Agama tegak hanya untuk Allah SWT semata. Lalu orang islam tidak boleh menghancurkan orang yang tidak berdaya, kecuali orang-orang zholim yaitu orang yang masih melawan.
Hendaklah mereka dihantam terus sampai tidak berkutik lagi. Ini lah konsep peperangan yang di wahyukan kepada umat islam di dalam menegakkan dan mempertahankan agama Allah di muka bumi ini.21
مْهِوَرٌHHصْحَاوَ مْهِوَذِHHخْوَ مْهِوْمُ3تَدِHHجُوَ ثُيْحَ نَيْكُرٌHHشْمُلا اوْلٰتُقْاَHHفِ مِرٌHHحلا رٌهُHHشَلَاا خَلٰسْنَا اذِاَفِ
رَّوْفِغَ هَلٰلا نَّا هُلٰيْبِسَ اوْ3لٰخَفِ ةوْكُزَلا اوْتَاوَ ةوْلٰصْلا اوْمِاَقْاوَ اوْبِاَتَ نَّاَفِ صَرٌمِ لِكُ مْهُل اوَدِعْقْاوَاۗ ۚ /ةُبِوْتُلا ( مْيْحَرَّ
9 : 5 )
5. Apabila bulan-bulan haram telah berlalu,22 bunuhlah (dalam peperangan) orang-orang musyrik (yang selama ini menganiaya kamu) di mana saja kamu temui! Tangkaplah dan kepunglah mereka serta awasilah di setiap tempat pengintaian! Jika mereka bertobat dan melaksanakan salat serta menunaikan zakat, berilah mereka kebebasan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (At-Taubah/9:5)
Bulan haram ialah bulan yang termasuk ke dalam suasana haji. Sudah menjadi tradisi bangsa arab bahwa bulan ini di larang berperang yaitu bulan Dzulqa’idah,
21 tafsir al-azhar - hamka, 445 sd 448.
22 yang dimaksud dengan bulan haram di sini adalah masa empat bulan yang menjadi tenggat bagi kaum musyrik pada waktu itu, yaitu mulai 10 zulhijah (hari turunnya ayat ini) sampai dengan 10 rabiulakhir.
Dzulhijjah, Muharram dan bulan Rajab. Tetapi khusus untuk ayat ini yang dimaksud adalah ialah Empat bulan sejak 10 Dzulhijjah sampai 10 Rabi’ull Akhir. Dalam masa ini kaum Musyrikin diberi kebebasan untuk pergi kemana saja, menentukan sikap dan memeluk agama islam. Maka apabila telah selesai Ultimatum ini. Maka perangilah mereka, sebab pada tengat waktu itu mereka sudah diberi kesempatan untuk mempersiapkan diri berperang dengan umat islam. Karena sudah jelas bahwa siapa yang tidak taubat pada kesempatan itu, tandanya mereka Menyusun kekuatan maka bunuhlah mereka di mana saja mereka berada, jangan diberi kesempatan lagi. Sebab mereka itu hanya sisa orang musyrikin sejak perjanjian Hudaibiyah di tahun keenam, penaklukkan Khaibar pada tahun ketujuh dan setelah Makkah ditaklukan di tahun kedelapan. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak bisa bangkit lagi. Tetapi jika mereka bertaubat, mengucapkan syahadat, mendirikan sholat dan membayar zakat maka mereka tidak akan diperangi lagi,ditawan,dikepung dan diintai lagi. 23.
لِيْبِسَ يْفِ اوَرٌجُاَهُيْ ىتُحَ ءُ يْلوَا مْهُنْمِ اوَذِخَتُتَ لَافِ Zءُ وْسَ نَّوْنَوْكُتُفِ اوَرٌفِكُ اَمُكُ نَّوَرٌفِكُتَ وْل اوَ3دُّوَاۤ اۤ
نَيْذِلا لَاا Zرٌيْصْنَ لَاوَ اَ\يْلوَ مْهُنْمِ اوَذِخَتُتَ لَاوَ مْهِوْمُ3تَدِجُوَ ثُيْحَ مْهِوْلٰتُقْاوَ مْهِوَذِخَفِ اوْلوْتَ نَّاَفِ هَلٰلا ۙ ۖ اۗ
اوْلٰتَاَHHقَيْ وَا مْكُوْلٰتَاَHHقَ3يْ نَّا مْهِرَّوَدِصَ تْرٌصْحَ مْكُوَءُ جُ وَا قٌاَثَيْFمِ مْهُنْيْبِوَ مْكُنْيْبِ وْقْ ىلا نَّوْلٰصْيْاۤ مٍۢ
مْكُيْلا اوْقَلاوَ مْكُوْلٰتَاَقَيْ مْلٰفِ مْكُوْلزَتُعَا نَّاَفِ مْكُوْلٰتَاَقَلٰفِ مْكُيْلٰعَ مْهُطَلٰسْل هَلٰلا ءُ شَ وْلوَ مْهُمِوْقْ ۚ اۤ اۗ
/ءُ سْنْلا ( Zلَايْبِسَ مْهُيْلٰعَ مْكُل هَلٰلا لِعْجُ اَمُفِ مْلٰسْلااۤ ۙ 4
: 89 - 90 )
89. Mereka sangat menginginkan agar kamu mau menjadi kufur sebagaimana mereka telah kufur sehingga kamu sama (dengan mereka). Janganlah kamu jadikan siapa pun di antara mereka sebagai teman setia sebelum mereka berpindah pada jalan Allah. Jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana pun kamu temukan mereka. Janganlah kamu jadikan seorang pun di antara mereka sebagai teman setia dan jangan pula sebagai penolong. 90. Kecuali, orang-orang yang menjalin hubungan dengan suatu kaum yang antara kamu dan kaum itu ada perjanjian (damai, mereka jangan dibunuh atau jangan ditawan). (Demikian juga) orang-orang yang datang kepadamu, sedangkan hati mereka berat untuk memerangi kamu atau memerangi kaumnya. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia berikan kekuasaan kepada mereka untuk menghadapi kamu sehingga mereka memerangimu. Akan tetapi, jika mereka membiarkanmu (tidak mengganggumu), tidak memerangimu, dan menawarkan perdamaian kepadamu (menyerah), Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka. (An-Nisa'/4:89-90)
23 tafsir al-azhar - hamka, 2852 sd 2856.
Hamka menafsirkkan bahwa dalam menempuh jalan mereka yang telah sesat.
Mereka orang kafir juga memiliki rencana untuk menjerumuskan umat islam kedalam kesesatan. Tindakan ini dilakukan agar agama islam tidak berkembang lagi dan Kembali ke suasana jahiliyah. Oleh karena itu jangan percaya dengan orang-orang yang mengatakan islam, tetapi tidak berhijrah ke Madinah. Perkataan mereka baru bisa dipercaya apabila mereka sudah berhijrah ke Madinah dan meninggalkan apa yang mereka miliki di Mekkah seperti Khalid bin Walid, Amr bin ‘Ash dan Usman bin Thalhah. Maka apabila mereka tidak berhijrah padahal mereka bukan orang yang lemah.
Maka perangi dan tawanlah mereka di manapun mereka berada. Karena pada hakikatnya mereka adalah enemy yang tidak bisa dipercayai dan jangan lah menjadikan sahabat atau pembantu. Sebab mereka adalah serigala berbulu domba.
Selanjutnya orang-orang Muslim yang lemah yang tidak sangup berhijrah, Seandainya ada kesempatan berhijrah maka mereka akan berhijrah. Karena itulah mereka berhijrah ke negeri yang memiliki perjanjian damai dengan islam. Mereka bukan musuh melainkan umat islam yang lemah. Adapula orang yang sudah muslim akan tetapi kaum mereka adalah orang-orang musyrik atau pimpinan(kepala suku) mereka masih musyrik.
Saat ia diajak berperang melawan Nabi SAW, maka sempitlah dada mereka karena telah beriman. Ia juga tidak sampai hati memerangi kaum sendiri. Oleh karena itu mereka harus diperhatikan jangan disamakan dengan musuh, hendaklah ditarik ke umat islam. Jikalau tidak mereka bisa Kembali ke kaum mereka sendiri. Jadi apabila mereka menawarkan damai maka lekas lah sambut dan terima, beri syarat-syarat yang ringan, dan karena itu tidak ada jalan lagi bagi kamu untuk untuk memerangi mereka.24
PENUTUP
Kesimpulan dari tulisan ini berlandaskan penafsiran yang telah dikemukakan diatas bahwa ayat-ayat pedang di dalam tafsir al-Azhar di pahami sebagai dua hal.
Pertama sebagai tindakan defensive agar umat islam dapat membela diri Ketika diserang dan umat islam tidak di wipe out oleh musuh dan dapat mempertahankan agama Allah SWT dimuka bumi. Kedua sebagai Tindakan offensive, Tindakan ini di lakukan untuk menyebarkan dakwah islam ketempat yang lebih luas, dengan catatan bahwa mereka tidak mau menerima agama islam masuk kenegerinya kecuali dengan cara perang.
24 tafsir al-azhar - hamka, 1348 sd 1350.
Setelah dua hal di atas perlu diingat bahwa peperang harus dilakukan dengan hati yang teguh dan jangan setengah-setengah akan tetapi janganlah merusak lingkungan, rumah ibadah, jangan membunuh anak kecil, wanita, orang lemah, orang yang menyerah dan jangan pula mencincang orang sudah mati. Singkat kata apa yang harus dilakukan di dalam perang maka lakukanlah tetapi jangan sampai berlebihan, sebab umat islam berperang dengan tujuan untuk menegakkan panji Allah SWT di muka bumi.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, muhammad. “pemikiran pendidikan islam buya hamka.” Islamika : jurnal ilmu-ilmu keislaman 19, no. 02 (31 desember 2019): 89–98.
Https://doi.org/10.32939/islamika.v19i02.454.
Alfiyah, avif. “metode penafsiran buya hamka dalam tafsir al-azhar.” Jurnal ilmiah ilmu ushuluddin 15, no. 1 (8 maret 2017): 25–35.
Https://doi.org/10.18592/jiu.v15i1.1063.
Fitriana, 14210575. “buah kurma menurut tafsir nusantara (studi komparatif antara tafsir tarjuman al-mustafid dan tafsir al-azhar).” Institut ilmu al quran (iiq) jakarta, 2018.
Http://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/725.
Hayati, safira malia. “relasi kepemimpinan dalam tafsir al-azhar (studi analisis munasabah al-qur’an).” Jurnal an-nur 11, no. 2 (24 november 2022): 80–87.
Hidayah pratami. “karakteristik dakwah buya hamka.” Institut agama islam negri metro, 2020. Https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2c5&q=biografi+buya+hamka&oq=biografi+buya.
———. “karakteristik dakwah buya hamka - google scholar.” Diakses 29 mei 2023.
Https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2c5&q=karakteristik+dakwah+buya+hamka&btng=.
Hidayat, usep taufik. “tafsir al-azhar : menyelami kedalaman tasawuf hamka.” Buletin al- turas 21, no. 1 (28 januari 2020): 49–76. Https://doi.org/10.15408/bat.v21i1.3826.
Hidayati, husnul. “metodologi tafsir kontekstual al-azhar karya buya hamka.” El-umdah 1, no. 1 (1 januari 2018): 25–42. Https://doi.org/10.20414/elumdah.v1i1.407.
“mustad’afin dalam al-qur’an | putih: jurnal pengetahuan tentang ilmu dan hikmah,” 9 april 2023. Http://journal.mahadalyalfithrah.ac.id/index.php/putih/article/view/99.
“qur’an kemenag.” Diakses 28 mei 2023. Https://quran.kemenag.go.id/.
Rush, james r. Adicerita hamka. Gramedia pustaka utama, 2020.
Syafi’i, abdul manan. “pengaruh tafsîr al-manâr terhadap tafsir al-azhar.” Miqot: jurnal ilmu-ilmu keislaman 38, no. 2 (2 desember 2014).
Https://doi.org/10.30821/miqot.v38i2.100.
Tafsir al-azhar - hamka. Diakses 28 mei 2023.
Http://archive.org/details/tafsiralazhar08_201912.
“tafsir atas ‘ayat pedang’ q.s. Al-taubah (9): 5: studi komparatif penafsiran sayyid qutub dan rasyid ridha | ulummudin | al-tadabbur: jurnal ilmu al-qur’an dan tafsir.” Diakses 29 mei 2023. Http://jurnal.staialhidayahbogor.ac.id/index.php/alt/article/view/
3580/1367.
“tinjauan pustaka: pengertian, contoh, dan cara membuatnya.” Diakses 7 april 2023.
Https://bocahkampus.com/tinjauan-pustaka.
Trigiyatno, ali. “penyelesaian ayat-ayat ‘damaiâ€tm dan ayat ‘pedangâ€tm dalam al- qur`an menurut syaikh yusuf al-qardhawi dan syaikh abdul aziz bin abdullahbin baz.” Jurnal penelitian 9, no. 2 (2012). Https://doi.org/10.28918/jupe.v9i2.143.
Wardani, wardani. Ayat pedang versus ayat damai: menafsir ulang teori naskh dalam al- qur’an. Jakarta, 2011. Https://idr.uin-antasari.ac.id/7604/.