• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tafsir Al-Azhar Karya Mufasir Reformis Indonesia

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

B. Tafsir Al-Azhar Karya Mufasir Reformis Indonesia

93. Sullam al-Wushul ; Pengantar Ushul Fiqih (terjemahan karya Dr. H.

Abdul Karim Amrullah), Jakarta : Panjimas, 1984.

94. Margaretta Gauthier (terjemahan karya Alexandre Dumas), cet. 7, Jakarta : Bulan Bintang, 1975.

Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia”.76

Pada tafsir ayat ini, Buya Hamka menjelaskan bahwa,Dan ada dua umat yang datang sebelum umat Muhammad, yaituumat Yahudi dan Nasrani sebagai umat Yahudi yang terlalu condong kepada dunia,kepada benda dan harta. Sehingga di dalam catatan Kitab Suci mereka sendiri,kurang sekali diceritakan dari hal mengenai kehidupan setelah mati di akhirat. karena itulah maka sampai adadi antara mereka yang berkata bahwa kalau mereka masuk neraka kelak,hanyalah beberapa hari saja, tidak akan lama.77

Sebaliknya itu adalah ajaran umat Nasraniyang lebih mementingkan akhiratsaja, meninggalkan segala macam kemegahan dunia, sampai mendirikan biara-biara untuk tempat bertapa, dan menganjurkan pendeta-pendeta agar tidak menikah.Tetapi kehidupan rohani yang sangat mendalam ini akhirnya hanya dapatdituruti oleh golongan yang terbatas, ataupun dilanggar oleh yang telah menempuhnya,sebab berlawanan dengan tabiat kejadian manusia. Terutamasetelah agama ini dipeluk oleh bangsa Romawi dan diakui menjadi agamakerajaan.78

Turunnya ayat ini untuk memperingatkan umat Muhammad saw, bahwa mereka adalah suatu umat yang beruntung dan berada di tengah. Menempuh jalan yang di-Ridhoi Allah swt, bukan terpaku kepada dunia semata hingga diperhamba oleh benda dan materi. Dan bukan hanya mementingkan ruhani

76Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta : Pustaka Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2008).

77Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Singapura : Pustaka Nasional, 1982), hlm. 332, jilid 1.

78Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Singapura : Pustaka Nasional, 1982), hlm. 332, jilid 1.

saja, sehingga aktifitas hidup tidak bisa dijalankan, karena tubuh ini butuh keseimbangan dalam hidup. Islam datang mempertemukan kembali di antara kedua jalan hidup itu.79

Lahirnya Nabi Muhammad saw di padang pasir Arabia itu, adalahmembawa ajaran untuk membangun “ummatan wasathan”, suatu umat yang menempuh jalan tengah, menerima hidup di dalam kenyataannya.Percayakepada kehidupan di akhirat, lalu beramal di dalam dunia ini. Mencari kekayaan untukmembela keadilan, mementingkan kesehatan rohani dan jasmani, karena kesehatanyang satu saling berhubungan dengan yang lainnya. Mementingkan kecerdasan fikiran (akal budi),tetapi dengan menguatkan ibadat untuk menghaluskan perasaan. Mencarikekayaan sebanyak-banyaknya, karena kekayaan adalah alat untuk berbuatbaik.

Menjadi Khalifah Allah swt di atas bumi, untuk bekal menuju akhirat.

Karenakelak akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah swt.80

Dari kutipan penafsiran Buya Hamka diatas, membuktikan bahwa Tafsir al-Azhar adalah sebuah karya tafsir yang menarik. Buya Hamka sendiri mengakui dalam pendahuluan penulisan tafsirnya ini sebagai sebuah Hikmah Ilahi.81

Kitab Tafsir al-Azhar adalah karya Buya Hamka berasal dari ia ceramah atau kuliah Subuh yang disampaikan di Masjid Agung al-Azhar, sejak akhir

79Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Singapura : Pustaka Nasional, 1982), hlm. 333, jilid 1.

80Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Singapura : Pustaka Nasional, 1982), hlm. 333, jilid 1.

81Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Singapura : Pustaka Nasional, 1982), hlm. 50, jilid 1.

tahun 1958. Namun sampai Januari 1964 belum juga selesai. Diterbitkan terus-menerus dalam majalah Gema Islam sejak Januari 1962 sampai Januari 1964, dan yang dapat dimuat hanyalah satu setengah juzu’ saja, dari juzu’ 18 sampai juzu’ 19.82

Pada hari Senin, 12 hari bulan Ramadhan 1383, bertepatan dengan 27 Januari 1964. Selesai mengadakan pengajian mingguan di Masjid Agung al-Azhar, pengajian yang umumnya terdiri dari kaum terpelajar dan kira-kira 100 orang kaum ibu. Buya Hamka tertangkap oleh penguasa Orde Lama dan terpaksa pengajian berikutnya terhenti.83

Namun penahanan Buya Hamka ini, tidak membuat ia surut dalam kegiatan mengkaji dan menuliskan Tafsir al-Qur’an. Ada hikmah tersendiri bagi Buya Hamka. Ia Memanfaatkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, sekaligus memberi kesempatan bagi Buya Hamka dalam menyelesaikan karya tafsir al-Azharnya.84

Pada tanggal 21 Januari 1966, Buya Hamka dibebaskan karena runtuhnya Orde Lama dan munculnya Orde Baru. Dalam kesempatan ini, ia memanfaatkan dengan baik, untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan penulisan Tafsir al-Azhar. Setelah perbaikan dan penyempurnaan itu dirasakan memadai, barulah kemudian kitab tafsir al-Azhar diterbitkan.85

82Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Singapura : Pustaka Nasional, 1982), hlm. 50, jilid 1.

83Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Singapura : Pustaka Nasional, 1982), hlm. 50, jilid 1.

84Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Singapura : Pustaka Nasional, 1982), hlm. 54-55, jilid 1.

85 Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Hamka (Jakarta : PT Mizan Publika, 2016), hlm. 10.

Adapun metode yang digunakan dalam Tafsir al-Azhar ini adalah metode penafsiran tahlily (Analisis). Metode ini berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya, sesuai dengan pandangan, kecenderungan, dan keinginan mufassirnya yang dihidangkan secara runtut sesuai dengan perurutan ayat-ayat dalam Mushaf.86

Metode ini memiliki beragam jenis hidangan yang ditekankan penafsirnya; ada yang bersifat Kebahasaan, Hukum, Sosial Budaya, Filsafat/Sains dan Ilmu pengetahuan, Tasawwuf Isyary, dan lain-lain.

Meskipun dalam Tafsir al-Azhar menggunakan metode tahlily, Buya Hamka tidak terlalu banyak memberikan penekanan pada penjelasan makna kosa kata dalam penafsirannya. Ia banyak memberi penekanan pada pemahaman ayat-ayat al-Qur’an secara menyeluruh dengan menyampaikan makna dan petunjuk yang terkandung dalam ayat yang ditafsirkan.87

Sistematika penulisan yang digunakan Buya Hamka dalam menguraikan Tafsir al-Azhar, khususnya pada awal surah, ia menulis pendahuluan yang berisi nama surah, sebab surah tersebut diberi nama demikian, asbabun nuzul surah, termasuk mengenai kontradiksi berbagai pendapat para ulama mengenai sebab turunnya surah tersebut.88

Adapun corak Tafsir al-Azhar, jika dilihat dari beberapa bentuk karya tafsir yang ada dan berkembang hingga saat ini, Tafsir al-Azhar dapat dimasukkan ke dalam corak tafsir adab ijtima’i. Sebagaimana tafsir al-Misbah

86 Muhammad Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang : Lentera Hati, 2013), hlm. 378.

87Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Singapura : Pustaka Nasional, 1982), hlm. 59, jilid 1.

88Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Singapura : Pustaka Nasional, 1982), hlm. 59-60, jilid 1.

yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan kondisi kehidupan sehari-hari (korelasi), agar petunjuk yang ada dalam al-Quran mudah dipahami dan diamalkan oleh semua golongan masyarakat. Sebagai contoh Buya Hamka menyoroti masalah kehidupan sosial berupa butuhnya keseimbangan dalam hidup beragama “seperti keterangan ayat diawal pembahasan”.89

Turunnya ayat QS. Al-Baqarah [2] ayat 143, untuk memperingatkan umat Muhammad saw, bahwa mereka adalah suatu umat yang beruntung dan berada di tengah. Menempuh jalan yang di-Ridhoi Allah swt, bukan terpaku kepada dunia semata hingga diperhamba oleh benda dan materi. Dan bukan hanya mementingkan ruhani saja, sehingga aktifitas hidup tidak bisa dijalankan, karena tubuh ini butuh keseimbangan dalam hidup. Islam datang mempertemukan kembali di antara kedua jalan hidup itu.90

Ketika dinyatakan bahwa tafsir al-Azhar memiliki corak budayakemasayarakatan, bukan berarti bahwa kitab tafsir ini tidak membahas tentanghal-hal lain yang biasanya terdapat dalam sebuah karya tafsir lain, seperti fiqih, tasawwuf, ilmu pengetahuan/sains, filsafat dan sebagainya.

Dalam tafsir al-Azhar, Buya Hamka juga mengemukakanbahasan tentang fiqih akan tetapi lebih kepada menjelaskan makna ayat yangditafsirkan, dan untuk menunjang tujuan pokok yang ingin dicapainya, yaitumenyampaikan petunjuk-petunjuk al-Qur’an yang berguna bagi kehidupanmasyarakat. Ini

89Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Singapura : Pustaka Nasional, 1982), hlm. 333, jilid 1.

90Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Singapura : Pustaka Nasional, 1982), hlm. 333, jilid 1.

bisa dirujuk ketika Buya Hamka menjelaskan makna nazar dalammenafsirkan surah al-Insan ayat ketujuh.91

Adapun mengenai penamaan Tafsir al-Azhar berkaitan dengan kunjungan Syeikh Mahmoud Syaltout, Rektor Universitas al-Azhar ke Masjid Agung Kebayoran Baru, dengan harapan supaya ada kampus al-Azhar di Jakarta, seperti perkembangan kampus al-Azhar di Kairo.92

Syaikh yang penuh kebesaran itu memberikan wejangan dan amanat, berkatalah beliau di antara lain-lain: "Bahwa mulai hari ini, saya sebagai Syaikh (Rektor) dari Jami' al-Azhar memberikan bagi masjid ini nama "Al-Azhar", semoga dia menjadi Azhar di Jakarta, sebagaimana adanya al-Azhar di Kairo."93

Sejak masa itu, maka segenap pengurus dan panitia dan seluruh jamaah masjid dan jamaah sholat Jum'at, menerima dengan segala ridha dan putih hati atas nama kehormatan yang beliau berikan kepada masjid itu, dan sejak itu pula lekatlah nama“MASJID AGUNG AL-AZHAR”. Segala pelajaran

"Kegiatan Pengajian Tafsir" waktu subuh yang dimuat dalam majalah Gema Islam. Langsung diberi nama tafsir al-Azhar oleh Buya Hamka, atas usulan saudara Haji Yusuf Ahmad, dari tata-usaha pengurus majalah di masa tersebut.94

91Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Singapura : Pustaka Nasional, 1982), hlm. 7792, jilid 10.

92Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Singapura : Pustaka Nasional, 1982), hlm. 48, jilid 1.

93Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Singapura : Pustaka Nasional, 1982), hlm. 48, jilid 1.

94Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Singapura : Pustaka Nasional, 1982), hlm. 48, jilid 1.

Karena "Tafsir" ini muncul di dalam Masjid Agung al-Azhar, yang nama itu diberikan oleh Syaikh Jami' al-Azhar sendiri. Merangkaplah dia sekali sebagai alamat terima kasih atas penghargaan yang diberikan oleh Syaikh dan Masjid Agung al-Azhar kepada Buya Hamka.95

Dokumen terkait