• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi Politik Penyandang Difabel PadaPemilihan Umum Presiden Tahun 2014 di Kota Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Partisipasi Politik Penyandang Difabel PadaPemilihan Umum Presiden Tahun 2014 di Kota Yogyakarta"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Partisipasi Politik Penyandang Difabel PadaPemilihan Umum Presiden Tahun 2014 di Kota Yogyakarta

SKRIPSI

Disusun oleh:

AGUS ANDIKA PUTRA 20130520149

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

i SKRIPSI

Partisipasi Politik Penyandang Difabel Pada Pemilihan Umum Presiden Tahun 2014 di Kota Yogyakarta

Diajukan GunaMemenuhi dan Melengkapi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan Strata I(S-1) Pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh: AGUS ANDIKA PUTRA

20130520149

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

ii LEMBAR PENGESAHANSKRIPSI

Partisipasi Politik Penyandang Difabel Pada Pemilihan Umum Presiden Tahun 2014 di Kota Yogyakarta

Oleh:

AGUS ANDIKA PUTRA 20130520149

Telah dipertahankan dan disahkan didepan Tim Penguji Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Pada:

Hari/ Tanggal : Sabtu, 10 Desember 2016 Tempat : Ruang Igov Lama 1

Jam : 10.00 WIB

SUSUNAN TIM PENGUJI Ketua Penguji

Tunjung Sulaksono, S.IP., M.Si. Penguji I

Dian Eka Rahmawati, S.IP., M.Si.

Penguji II

Rahmawati Husein, Ph.D.

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan

(4)

iii HALAMAN PERNYATAAN

Nama :Agus Andika Putra

Nomor Mahasiswa : 20130520149

Jurusan : Ilmu Pemerintahan

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar

merupakan hasil karya sendiri, dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi manapun.

Sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya dan atau pendapat orang lain

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dalam

naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Selanjutnya apabila dikemudian hari

terbukti terdapat duplikasi, serta ada pihak lain yang merasa dirugikan dan menuntut,

maka saya akan bertanggungjawab serta menerima segala konsekuensi yang

menyertainya.

Yogyakarta,19 Desember 2016

(5)

iv HALAMAN MOTTO

“Membaca

, Menulis dan berorganisasi adalah cara

mudah menggenggam dunia”

(6)

v HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk orang-orang yang sangat berarti di dalam

hidup saya, untuk:

 Untuk kedua orang tuaku Ibu Hamidah, S.Pd.& Bapak Suraji, S.Pd., M.M. yang telah menyayangiku sepenuh jiwa raga, yang telah membimbingku, memotivasiku dan mendoakkanu setiap hariku. Kalian pahlawan dalam hidupku. Untuk emakku tersayang maafkan ananda yang sejak dikandungan selalu menyusahkanmu, selalu menggoreskan kesedihan di hatimu atas segala perbuatanku selama ini, kau selalu tak nyeyak istirahat memikirkanku agar bisa merasakan pendidikan yang layak. Terimaksih atas segala pengorbananmu, semoga dengan berahirnya masa studyku yang insaAllah bukan untuk yang terahir ini sedikit bisa menjadi persembahanku utukmu. Untuk bak ku yang kusayang kuhaturkan banyak terimakasih atas segala bimbinganmu, kasih sayangmu, pengorbananmu, suatu saat akan kujadikan buku kisah hidupmu yang penuh inspiratif agar anak cucumu tahu bahwa kau adalah super hero sesungguhnya. Aku sayang emak, bak selamanya tanpa akhir, maafkan belum bisa membanggakan kalian berdua.

 Adikku dan kakakku (wo), Alfiatul Khoiriah dan Septy Nur Fatonah,S.Pd., M.Pd. kalian berdua adalah semangatku, dua perempuan yang selalu kusayangi,teruntuk Wo ku adalah inspirasiku, sosok kakak yang selalu sayang sama adik-adiknya terimakasih sudah menjadi kakak yang baik untukku dan Via. Untuk adikku yang paling manja jadilah kebanggan emak, bak. walaupun kamu aadikku tapi keberanian merantau jauh dari orang tua sejak muda untuk menimba ilmu selalu kujadikan semangatku. Semoga kita bertiga bisa menjadi kebanggan orang tua dan membahagiakan mereka sampai kapanpun.

 Yuri Novrica yang telah menyamangatiku dari jauh, terimakasih atas waktu dan dukunganmu selama ini

 Teruntuk seluruh keluarga besarku di Marang, pesisir Barat Lampung dan Klaten

 Sahabat-sahabatku tercinta.

(7)

vi

Penulis juga mengucapkan banyak terimaksih kepada seluruh handai taulan

yang telah berkontribusi banyak selama penulis menumpuh masa

perkuliahan

1. Seluruh Dosen IP UMY yang telah memberikan ilmu tanpa lelah

kepadaku semoga kebaikan selalu menyertai Bapak, Ibu terimakasih juga

kepada seluruh Staf di Jurusan Ilmu pemerintahan UMY (Pak Katon,

Mas Wahid, Ibu ning, Mbak Linda)

2. Cak David Efendi, MA. Banyak terimakasih kepada salah satu dosen dan

kakakku yang satu ini, tanpa lelah memberikanku masukan, memaksaku

untuk selalu belajar, semoga kebaikan selalu tercurah untukmu dan

keluarga cak, semoga Cak bisajadi Bupati lamongan, ucapan terimaksih

juga untuk Mbak Rif Istri cak David yang tak bosan-bosannya

memasakkan kami makanan bergizi di Jogja.

3. Mas Sakir, M.IP terimaksih telah menjadi kakak, teman dan dosen yang

tanpa lelahnya menyemangatiku, semoga mas senantiasa dilancarkan

segala urusnnya. Terimaksih atas segala ilmu yang daiajarkan selama ini.

Terimaksih sudah membagi ilmu sebagai peneliti di jurusan Ilmu

Pemerintahan

4. Bang Abdulah bin Zed terimaksih telah banyak membantu selama skripsi

dan semasa kuliah sering meminjamkan bukunya

5. Kepada seluruh keluarga besar saya di Rumah Baca Komunitas,

tempatku menemukan saudara, tempatku belajar nilai-nilai kemanusian,

Mas Cu (kakak yang baik banget), Om Awiek, Bang Fauzan, Alhafiz

(terimakasih atas pertemanan yang baik selama ini) Cak Lupet (yang

sering ngajari saya menyetir), Hanafi, madam Uswatun Hasanah (saudara

perempuanku yang baik banget, terimaksih atas kebaikanmu), Shinta

(8)

vii

nraktir Karoke), bang indra, Irfan, om andam, mas adim, mbak mia, lisa,

rama, danang, rasyid (maaf jika ada yang tidak tertulis)

6. Himpunan Mahasiswa (MPO) Komisariat Fisipol tempatku belajar

banyak hal

7. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UMY

periode 2013-2014

8. Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UMY

periode 2015-2016 wabilkhusus Komisi C

9. Partai Amanat Mahasiswa Yang telah memberikan saya kesempatan

belajar berpolitik praktis

10. Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiwa Lampung Barat Yogyakarta yang

telah memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar berorganisasi

11. Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiwa Pesisir Barat Yogyakarta (IKAM

SIBA) yang menjadi keluarga baru saya di Yogyakarta

12. Seluruh Mahasiswa Ilmu Pemerintahan angkatan 2013 yang tidak bisa

saya sebutkan satu persatu, pasti akan rindu dengan kalian semua,

selamat menjadi agen perubahan, mari bangun daerah.

13. Teman-teman PKM Tips Aksi Balita (Ainun, Awe, Fikri, Helen)

14. Sahabat-sahabat saya (Rizky Herdianto terimaksih sudah menemani saya

mulai dari pendaftaran ujian sampai saya resmi jadi mahasiswa UMY,

mbak Putri (sagung), Relsan Mandela kawan karibku dari Lampung,

Muhammad Irfan, Taufan (yang sering menemani saya mengantar surat

peneliatan), Helen Dian Fridayani sahabatku yang super duper rajin

banyak proyeknya dan sering minjami duit kalo kirimanku telat, Neng

Azaria Sofa, Dewi, Dwi, Cenut, Elvin Defriadi (sukses cuk), Sundowo,

Kentung, NugroHoho, Danang Eko, Vosta, Nando, Fahri, zaenal, hasqon

(9)

viii

Hesi dan seluruh sohib yang tak dapat saya sebutkan satu persatu,

pokoknya terimakasih sudah menjadi bagian terindah dalam hidupku :D)

15. Keluargaku kontrakan Young Sardiman (Rifki Sanahdi alias Ikong

maksih banyak atas semua kebaikanmu, Akbar Salahudin alias Labeh dan

Sindu Prabowo) terimakaih telah menjadi saudaraku sahabatku, hari-hari

sudah kita lewati tidak terasa jarak akan memisahkan kita, untuk rifki

semoga jebol beasiswanya, labeh semoga jaya dengan jasa kontraktornya

dan sindu semoga jaya denagan lembaga risetnya. Semoga kita bisa

bertemu lagi disuatu hari nanti. Akan selalu kurindukan kalian. Sukses

untuk kita!!

16. Kawan-kawan KKN padukuhan lodoyong (bapak & ibu dukuh, pak

slamet, suluh, dian, helina, raqin, agung,alle, dika, susi, munika, indah,

(10)

ix KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulillahhirrobil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan Rahmat serta Hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam tak lupa selalu

tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga

dan sahabat-sahabat yang selalu membantu perjuangan beliau untuk menegakkan

Dinullah di muka bumi ini.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dan

memperoleh gelar sarjana (S1) pada jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Adapun judul dari skripsi

ini adalah Partisipasi Politik Penyandang Difabel pada Pemilihan Umum Presiden Tahun 2014 di Kota Yogyakarta.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari kata

sempurna sehingga penulis dengan senang hati untu menerima kritik dan saran yang

bersifat membangun untuk kemajuan pendidikan di masa yang akan datang. Penulis

(11)

x

bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Tunjung Sulaksono, S.IP., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi

yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan

masukan, dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Ali Muhammad, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Dr. Titin Purwaningsih, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta.

4. Ibu Dian Eka Rahmawati, S.IP., M.Si., selaku Dosen Penguji I yang telah

menguji dan memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Rahmawati Husein, Ph.D selaku Dosen Penguji II yang telah menguji dan

memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Cak David Efendi., M.A yang memberikan beberapa referensi dan masukan

terkait penulisan yang dilakukan penulis

7. Seluruh narasumber yang telah memberikan informasi yang sangat berharga

untuk penelitian ini yaitu : KPU Kota Yogyakarta diwakili Oleh Ibu Rani,

Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel(SIGAB) yang diwakili oleh Bapak

(12)

xi

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan

skripsi ini, itu semua karena keterbatasan kemampuan yang penulis miliki

dalam menyelesaikan penyusunan skirpsi ini.Untuk itu penulis meminta maaf

atas segala kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi yang membacanya serta dapat menambah khazanah ilmu

pengetahuan bagi kita semua.Amin.

Demikianlah Kata Pengantar yang dapat penulis sampaikan, sekali lagi

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendo’akan penulis selama menempuh Pendidikan Sarjana (S1) di Program Studi Ilmu

Pemerintahan dan dalam penyusunan skripsi ini.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Yogyakarta, Desember 2016

(13)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xiv

SINOPSIS ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 7

1.3.Tujuan Penelitian ... 7

1.4.Manfaat Penelitian ... 8

1.5.Kerangka Teori ... 9

1.5.1. Demokrasi ... 9

1.5.2. Partisipasi Politik ... 14

(14)

xiii

1.5.4. Pemilihan Umum ... 21

1.5.5. Difabel ... 25

1.6.Definisi Konsepsional ... 29

1.7.Definisi Operasional... 30

1.8.Metode Penelitian... 32

1.9.Sistematika Penulisan ... 37

BAB II PROFIL OBYEK PENELITIAN ... 38

2.1.Gambaran Pemilu di Kota Yogyakarta ... 38

2.2.Profil Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta ... 41

2.3.Organisasi Penyandang Difabel yang Mendorong Angka Partisipasi Politik Difabel Pada Pemilu presiden Tahun 2014 Di Kota Yogyakarta ... 46

BAB III PEMBAHASAN ... 52

3.1.Respon Masyarakat Difabel terhadap Ruang partisipasi Yang dibangun oleh KPU Kota Yogyakarta Pada Pemilu Presiden Tahun 2014 ... 67

3.2.Partisipasi Politik Penyandang Difabel Pada Pemilu Presiden tahun 2014 di Kota Yogyakarta ... 79

BAB IV PENUTUP ... 98

A. Kesimpulan ... 98

(15)

xiv DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Primer ... 34

Tabel 1.2 Data Sekunder ... 34

Tabel 2.1 Perolehan Kursi Partai Politik pada DPRD DIY dalam Pemilu

Tahun 2009 ... 38

Tabel 2.2 Perolehan Suara Calon Presiden dan Wakil Presiden Pemilu

2009 ... 39

Tabel 2.3 Perolehan Suara Calon Presiden dan Wakil Presiden Pemilu

2014 ... 40

DAFTAR BAGAN Halaman

Gambar 1.1 Piramida Partisipasi Politik I. ... 16

Gambar 1.2 Piramida Partisipasi Politik II ... 17

(16)

xv SINOPSIS

Partisipasi setiap warga negara dalam pemilu merupakan hak asasi yang harus dijunjung tinggi.Setiap warga negara berhak terlibat dalam mengambil kebijakan politik dan negara wajib melindungi hak-hak tersebut. Pada Pemilu tahun 2014 angka partisipasi Difabel di Kota Yogyakarta mencapai 66,5%. Tingginya partisipasi Penyandang Difabel di Kota Yogyakarta dalam Pemilu 2014 mengisaratkan berjalannya demokrasi. Pemilihan Umum di Indonesia merupakan suatu capaian yang besar dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia, dalam proses pemilu keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam pemilu merupakan salah satu hal penting untuk menakar sejauh mana demokrasi itu berjalan. Oleh karena adanya partisipasi yang tinggi sehingga menarik untuk diteliti terkait respon masyarakat Difabel di Kota Yogyakarta terhadap ruang partisipasi yang dibangun oleh KPU Kota Yogyakarta pada pemilu tahun 2014 dan untuk mengetahui bagaimana partisipasi Difabel pada pemilu presiden di Kota Yogyakarta pada tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode wawancara dan dokumentasi.Lokasi pengambilan data yaitu di KPU Kota Yogyakarta, SIGAB dan perwakilan dari masyarakat Difabel di Kota Yogyakarta.Hasil penelitian ini menemukan bahwa kemampuan merespon Difabel di Kota Yogyakarta dipengerahui oleh tingkat kesadaran yakni kesadaran semi intransitive, kesadaran naïve transitivity dan kesadaran kritis.Ketika Difabel pada tingkat keritis mereka mampu merespon secara kritis sehingga berdampak pada perbaikan pemilu di Kota Yogyakarta. Hasil penelitian berikutnya adalah partisipasi Difabel di Kota Yogyakarta pada pemilu tahun 2014 tidak hanya menjadi penyumbang suara tapi lebih bermakna daripada itu karena Difabel di Kota Yogyakarta sudah mulai berpartisipasi menjadi penyelanggara pemilu seperti relawan demokrasi dan petugas TPS. Pada pemilu presiden tahun 2014 di Kota Yogyakarta juga melakukan lobby untuk memastikan Capres dan Cawapres berpihak terhadap Difabel.

(17)
(18)

SINOPSIS

Partisipasi setiap warga negara dalam pemilu merupakan hak asasi yang harus dijunjung tinggi.Setiap warga negara berhak terlibat dalam mengambil kebijakan politik dan negara wajib melindungi hak-hak tersebut. Pada Pemilu tahun 2014 angka partisipasi Difabel di Kota Yogyakarta mencapai 66,5%. Tingginya partisipasi Penyandang Difabel di Kota Yogyakarta dalam Pemilu 2014 mengisaratkan berjalannya demokrasi. Pemilihan Umum di Indonesia merupakan suatu capaian yang besar dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia, dalam proses pemilu keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam pemilu merupakan salah satu hal penting untuk menakar sejauh mana demokrasi itu berjalan. Oleh karena adanya partisipasi yang tinggi sehingga menarik untuk diteliti terkait respon masyarakat Difabel di Kota Yogyakarta terhadap ruang partisipasi yang dibangun oleh KPU Kota Yogyakarta pada pemilu tahun 2014 dan untuk mengetahui bagaimana partisipasi Difabel pada pemilu presiden di Kota Yogyakarta pada tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode wawancara dan dokumentasi.Lokasi pengambilan data yaitu di KPU Kota Yogyakarta, SIGAB dan perwakilan dari masyarakat Difabel di Kota Yogyakarta.Hasil penelitian ini menemukan bahwa kemampuan merespon Difabel di Kota Yogyakarta dipengerahui oleh tingkat kesadaran yakni kesadaran semi intransitive, kesadaran naïve transitivity dan kesadaran kritis.Ketika Difabel pada tingkat keritis mereka mampu merespon secara kritis sehingga berdampak pada perbaikan pemilu di Kota Yogyakarta. Hasil penelitian berikutnya adalah partisipasi Difabel di Kota Yogyakarta pada pemilu tahun 2014 tidak hanya menjadi penyumbang suara tapi lebih bermakna daripada itu karena Difabel di Kota Yogyakarta sudah mulai berpartisipasi menjadi penyelanggara pemilu seperti relawan demokrasi dan petugas TPS. Pada pemilu presiden tahun 2014 di Kota Yogyakarta juga melakukan lobby untuk memastikan Capres dan Cawapres berpihak terhadap Difabel.

(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang

surut.Tumbangnya Orde Baru telah membuka peluang terjadinya reformasi

politik dan demokratisasi di Indonesia. Langkah terobosan konstitusional

yang dilakukan dalam proses demokratisasi adalah amandemen UUD 1945

oleh MPR hasil pemilu 1999 dalam empat tahap selama empat tahun

(1999-2002). Langkah demokratisasi berikutnya adalah Pemilihan Umum

memilih Kepala Daerah secara langsung (pilkada) yang diatur dalam UU

tahun 2004 No. 32 UU tentang pemerintah daerah. Pelaksanaan pemilu

legislatif dan pemilihan presiden pada tahun 2004 merupakan tonggak

sejarah politik penting dalam sejarah politik Indonesia modern karena

terpilihnya anggota-anggota DPR, DPD, DPRD telah menuntaskan

demokratisasi di bidang lembaga-lembaga politik di Indonesia (Budiardjo,

Dasar-Dasar Ilmu Politik, 2010). Demokratisasi juga membuka ruang

warga Negara untuk ikut berperan di dalamnya.Demokrasi mampu

melindungi hak-hak warga Negara yang ada tak terkecuali hak-hak

masyarakat Difabel.

Pemilihan Umum atau Pemilu merupakan manifestasi dari

(20)

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Demokrasi sebagai dasar hidup

berbangsa memberikan adanya kesempatan bagi rakyat untuk ikut

memberikan masukan atau kontribusi dalam masalah-masalah pokok yang

mengenai kehidupannya termasuk dalam menilai kebijakan

pemerintah.Dalam suatu negara demokrasi terdapat kebebasan-kebebasan

masyarakat untuk berpartisipasi yang diatur dalam perundang-undangan.

Pemilu juga merupakan elemen penting untuk menegakkan nilai-nilai

demokrasi, karena Pemilu menjadi sarana untuk menegakkan kedaulatan

rakyat dalam hal memilih siapa yang akan menjadi perwakilan mereka di

pemerintah.

Partisipasi setiap warga negara dalam pemilu merupakan hak asasi

yang harus dijunjung tinggi.Setiap warga negara berhak terlibat dalam

mengambil kebijakan politik dan negara wajib melindungi hak-hak

tersebut. Ketentuan tentang partisipasi secara aktif dalam kehidupan

berpolitik terkandung dalam pasal 21 Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia, pasal 25 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan

Politik, pasal 28D ayat (3), pasal 28H ayat 2 dan pasal 28I ayat (2) UUD

1945 setelah amandemen dan pasal 43 ayat (1) dan (2) UU No. 39/1999

tentang Hak Asasi Manusia. Inti pasal-pasal tersebut antara lain setiap

warga negara berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam

pemerintahan, baik kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemerintahan

berupa dipilih dan memilih dalam pemilu maupun aksesibilitas untuk

(21)

tersebut berlaku pula bagi penyandang disabilitas dan diperkuat dengan

UU No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat serta mengacu pada Perda

No. 4 tahun 2012 tentang perlindungan dan pemenuhan hak-hak

penyandang disabilitas(Soeradireja, 2011).

Difabel sebagai bagian dari warga negara Indonesia berhak terlibat

aktif dalam berkehidupan politik. Pasal 43 ayat 1 UU Nomor 39 Tahun

1999 tentang Hak Asasi Manusia telah menerangkan secara tegas bahwa

setiap warga Negara berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam

pemerintahan, baik untuk dipilih maupun memilih. Pengesahan Konvensi

Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas dalam UU Nomor 19 Tahun

2011 juga telah menjamin hak pilih para penyandang disabilitas dalam

Pemilu. Undang-Undang ini juga menyebutkan negara memiliki kewajiban

untuk mewujudkan hak penyandang disabilitas dan menjamin kesamaan

hak dan kebebasan yang mendasar, yang salah satunya adalah hak untuk

mendapatkan perlindungan dan pelayanan dalam Pemilu (Merly, 2015).

Difabel memiliki hak, kedudukan, dan peran yang sama dengan,

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4

Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Kenyataan dalam kehidupan

sehari-hari masyarakat difabel memiliki keterbatasan dalam mengakses

pelayanan publik yang seharusnya masih menjadi hak

mereka.Fasilitas-fasilitas di dalam ruang publik tidak aksesibel dan belum ramah bagi kaum

difabel.Hal ini mengakibatkan difabel mengalami kesulitan dalam

(22)

Kondisi ini dikarenakan kurang sensitifnya dan belum terimplementasi

kebijakan publik terhadap keberadaan difabel (Hesty, dkk, 2012).

Sampai tahun 2014 permasalahan Difabel (Different Ability) atau

‘disabilitas’ belum menjadi perhatian publik maupun peneliti demokrasi di

Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan sedikitnya karya terkait isu

demokrasi yang berhubungan dengan Difabel menjelang ataupun pasca

pemilu 2014seperti buku Memahai pemilihan umumdan gerakan politik

kaum Difabelyang ditulis oleh Ishak Salim, Risal Suaib, M.Joni Yulianto,

PurwantiM. Syafi’ie, Aanto Sulistyo, Rohmanu Solikin. Buku ini

membahas tentang bentuk-bentuk diskriminasi politik bagi difabel, tulisan

tersebut mendiskusikan betapa pemilu yang telah berlangsung masih

seringkali belum memperlakukan difabel secara adil.Tulisan selanjutnya

dalam buku tersebut membahas mengenai pemilu sebagai sistem

pergantian kekuasaan, membahas mengenai perspektif dan pandangan

kelompok difabel tentang pemilu(Ishak Salim, dkk, 2014) .

Ada beberapa jurnal seperti jurnal yang ditulis Ishak Salim yang

berjudul Perspektif Disabilitas dalam Pemilu 2014 dan Kontribusi

Gerakan Difabel Indonesia bagi Terbangunnya Pemilu Inklusif di

(23)

Jurnal berikutnya yaitu Jurnal Ketahanan Nasional yang

ditulis oleh Mario Merly, berjudul “Aksesibilitas Pemilu 2014 dan

Implikasinya Terhadap Ketahanan Politik (Studi Tentang Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Di Pusat Layanan Difabel UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta), penelitian ini membahas aksesibilitas masih

menjadi permasalahan dalam pelaksanaan Pemilu 2014. Ketimpangan

terhadapaksesibilitas Pemilu bagi para penyandang disabilitas tentunya

akan menimbulkan sebuah persepsi tersendiri merekaterhadap pelaksanaan

Pemilu.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa mahasiswa penyandang

disabilitas masih menilaiburuk implementasi perundang-undangan yang

telah banyak mengatur aksesibilitas.Pijakan regulasi tidak

mampudilaksanakan dengan baik oleh penyelenggara Pemilu untuk

mendesain Pemilu yang aksesibel bagi penyandangdisabilitas.Hal yang

patut diperhatikan adalah sikap politik mahasiswa penyandang disabilitas

telah cukup baik.Ketika kebijakan aksesibilitas tetap diabaikan dan tidak

menjadi perhatian pemerintah, maka pada akhirnya peranpolitik

mahasiswa penyandang disabilitas bisa menjadi rentan karena berwujud

sikap kehilangan kepercayaan (publictrust) terhadap pemerintah. Implikasi

terhadap hal ini sangat rentan mempengaruhi ketahanan politik, karena

tanpakepercayaan publik maka kunci penting dalam membangun

(24)

Urgensimelakukan penelitian isu demokrasi dan Difabel menjadi

sangat kuat selain belum adanya penelitian terkait respon dari masyarakat

Difabel, angka Difabel di Yogyakarta juga relatif tinggi. Data Dinas Sosial

(Dinsos) DIY tahun 2015 yang dirilis Tribun Jogja bahwa saat ini di DIY

terdapat 25.050 penyandang disabilitas, Dari lima daerah kabupaten/kota

di DIY, Kulonprogo berjumlah 4.399, Bantul 5.437, Gunungkidul 7.860,

Sleman 5.535 dan Kota Yogyakarta 1.819. Dari keseluruhan jumlah

tersebut, 3.708 difable disandang oleh anak-anak.

Kota Yogyakarta menjadi penting untuk penelitian ini karena pada

saat pemilu 2014 KPU Yogyakartamendapatkan penghargaan dari KPU RI

dalam kategori Pemilu Akses. KPU Kota Yogyakarta telah memberikan

aksesibilitas kepada pemilih Difabelmelalui kebijakan-kebijakan yang

responsif terhadap masyarakat Difabel (KPU-DIY, 2014). Kemudian

temuan kelompok Program Kreatifitas Mahasiswa tahun 2015 yang

berjudul Tingkat Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas Pada Pemilu

2014 di Kota Yogyakarta yang baranggotakan Agus Andika Putra, Helen

Dian Fridayani, Fikri, Ainun, dan Aulia, dalam penelitian ini menemukan

Pemilu yang diselenggarakan oleh KPU Kota Yogyakarta mencapai angka

66,5%.

Penelitian ini sangat relevan dilakukan dengan berbagai

pertimbangan dan urgensi diantaranya, Pertama penelitian terkait Difabel

sangat jarang terlebih dalam kajian sosial dan politik.Kedua, belum

(25)

Difabel mengenai ruang-ruang partisipasi yang diupayakan untuk

mereka.Ketiga, tingginya partisipasi penyandang Difabel dalam Pemilu

tahun 2014 di Kota Yoyakarta dibanding daerah lain sehingga menarik

untuk diteleliti bagaimana partisipasi masyarakat Difabel dalam proses

politik di Kota Yogyakarta.Berdasarkan pemaparan dan fakta-fakta diatas

penulis tertarik meneliti terkait isu Difabel dalam pemilu di Kota

Yogyakarta terutama bagaimana partisipasi politik penyandang Difabel

pada Pemilu Presiden tahun 2014 di Kota Yogyakarta dan bagaimana

respon Masyarakat Difabel Terhadap Ruang Partisipasi Politik yang

dibangun KPU Kota Yogyakarta pada Pemilu Presiden Tahun 2014?

1.2.Rumusan Masalah

1.2.1. Bagaimana respon masyarakat Difabel terhadap ruang partisipasi

politik yang dibangun KPU Kota Yogyakarta pada Pemilu Presiden

tahun 2014 di Kota Yogyakarta?

1.2.2. Bagaimana partisipasi politik penyandang Difabel pada Pemilu

Presiden tahun 2014 di Kota Yogyakarta?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penelitian ini bertujuan :

1.3.1. Untuk mengetahui Respon Masyarakat Difabel Terhadap Ruang Partisipasi Politik yang dibangun KPU Kota Yogyakarta pada

Pemilu Presiden tahun 2014 di Kota Yogyakarta.

(26)

1.4.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini ialah sebagai berikut :

1.4.1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan terutama dalam mempelajari kajian politik partisipasi

penyandang Difabel dalam Pemilihan Umum. Diharapkan

penelitian ini dapat menjadi acuan bagi penelitian yang sama

dimasa yang akan datang.

1.4.2. Manfaat Praktis

1.4.2.1.Manfaat praksis dari penelitian ini adalah sebagai masukan

bagi Stake Holder yang menangani pemilihan umum yaitu

Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia khususnya

Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta untuk perbaikan

dalam rangka pemenuhan hak-hak masyarakat dalam

berpartisipasi ketika pemilihan umum, khususnya masyarakat

Difabel.

1.4.2.2.Manfaat untuk komunitas Difabel, diharapkan penelitian ini

dapat menjadi rujukan terkait partisipasi politik penyandang

Difabel dalam proses Pemilihan Umum khususnya Pemelihan

Umum Presiden.

1.5.Kerangka Dasar Teori

Kerangka dasar teori merupakan bagian yang terdiri atas uraian yang

(27)

berdasarkan konsep definisi tertentu, didalam bagian ini dikemukakan teori

yang menjadi acuan bagi penelitian yang akan dilakukan. Menurut Marsi

Singarimbun, Sofyan Efendi (1989) dalam buku Metode Penelitian Suvey

menyatakan bahwa :

“teori adalah serankaian konsep, definisi, proposisi saling keterkaitan, bertujuan untuk memberikan gambaran sistematis, ini dijabarkan dengan hubungan variabel yang satu dengan yang lain dengan tujuan untuk dapat

menjelaskan fenomena tersebut”.

Sedangkan menurut Koentjoroningrat(1997) teori adalah pernyataan

mengenai adanya hubungan positif antara gejala yang diteliti dengan satu atau

beberapa faktor tertentu dalam masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, maka

dapat diambil pengertian bahwa teori merupakan suatu alat yang digunakan

untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel yang diteliti dan

pemecahan masalah secara teoritis, penulisan menggunakan beberapa

kerangka pemikiran sebagai acuan. Pada penelitian ini dasar-dasar teori yang

akan digunakan adalah sebagai berikut :

1.5.1. Demokrasi

Dalam buku Demokrasi dan Demokratisasi Sorensen menyatakan

Demokrasi adalah sebuah bentuk pemerintahan oleh rakyat. Istilah

demokrasi berasal dari gabungan dua kata bahasa Yunani : demos

(rakyat) dan kratos (pemerintah). Demokrasi mempunyai varian

makna yang cukup beragam. Di era modern saat ini, demokrasi

cenderung ditekankan pada makna bahwa dalam konteks politik

kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat (rule the people). Tak heran

(28)

mana kata-kata masyur abraham yang pada tahun 1863 menyatakan,

government of the people, by the people, for the people(Sorensen,

2003)

Robert A Dahl yang dikutip oleh Saiful Arif, dkk(2006)

mengajukan lima standar untuk demokrasi, demokrasi akan

memberikan berbagai kesempatan untuk:

a) Partisipasi yang efektif,

b) Persamaan dalam memberikan suara,

c) Pemahaman yang jernih,

d) Melaksanakan pengawasan terhadap agenda,

e) Pencakupan orang dewasa.

Demokrasi pada akhirnya menghasilkan akibat-akibat sebagai

berikut :

a) Menghindari tirani

b) Hak-hak asasi

c) Kebebasan umum

d) Menentukan nasib sendiri

e) Otonomi moral

f) Perkembangan manusia

g) Menjaga kepentingan pribadi yang utama

h) Mencari perdamaian

(29)

Terdapat beberapa konsep penting yang disampaikan oleh

Wignjosoebroto (2006) yang dikutip oleh Saiful Arif, dkk (2006)

dalam demokrasi seperti konsep kewarganegaraan, karakteristik

warga, masyarakat warga (civil society), Politikcitizenship, konsep

good government, adapun penjelasan dari beberapa konsep tersebut

sebagai berikut :

a. Konsep Kewarganegaraan

Kewarganegaraan adalah suatu konsep yang sebenarnya

belum berumur lama. Konsep ini dalam versinya yang modern,

berkembang secara berangsur dalam praktik, wacana dan

pemikiran serta esai-esai bersamaan waktu dengan tumbuh

kembangnya negara-negara bangsa dan pencarian format hukum

nasional yang lebih berkepastian, positivistik dan sekular di Eropa

Barat sejak abad ke 18-an. Konsep ini kemudian memperoleh

rumusannya yang lebih pasti pada akhir abad ke-19 dengan

terbentuknya dua negara Republik lewat dua revolusi, ialah

Revolusi Kemerdekaan Amerika (1776) dan Revolusi Kerakyatan

Perancis (1789).

b. Karakteristik Warga

Ada karakteristik yang bertahan dalam konsep

kewarganegaraaan, dari konsep nya yang klasik sebagai citesein

atau bourgeouisme (dalam kehidupan negara kota abad

(30)

citizen (dalam kehidupan negara bangsa yang modern dan ebih

inklusif). Yang pertama, bahwa para warga itu adalah

manusia-manusia bebas, dalam arti tidak terikat oleh peaturan hidup yang

akan datang dari luar kolektivanya sendiri yang otonom,

memainkan oleh kehendak bebasnya sendiri, yang boleh hanya

dibatasi hanya atas dasar kesepakatan-kesepakatan dengan

sesamanya. Yang kedua, bahwa para warga itu mengaku dan

saling mengakui kesamaan derajat dan kesamaan martabat

sesama warga yang juga sesama manusia itu dalam setiap

kegiatan bermasyarakat di ranah publik dan dalam setiap

kegiatan dalam kehidupan bernegara yang dikenali sebagai

kegiatan politik, bersejalan dengan hal-hak warga yang disebut

sebagai hak-hak manusia yang asasi.

c. Masyarakat Warga (Civil Society)

Masyarakat Warga adalah suatu bentuk masyarakat ideal

dimana di dalamnya tak dikenal adanya diskriminasi antara

mereka yang berstatus “yang dipertuan” dengan segala hak-hak

istimewanya dan mereka yang berstatus “ yang diperhamba”

dengan segala macam beban kewajiban. Masyarakat warga

adalah suatu masyarakat ideal yang di dalamnya hidup

manusia-manusia yang diakui berkedudukan sama dalam soal pembagian

hak dan kewajiban. Mereka ini adalah warga-warga yang

(31)

d. Political Citizenship

Konsep yang menekankan arti penting persyaratan

terwujudnya eksistensi para warga sebagai insan politik, yang

tak hanya memperoleh jaminan perlindungan hak akan tetapi

juga jaminan termanfaatkannya hak-hak para warga, terakuinya

sebagai hak-hak mereka yang asasi, untuk berperan –serta dalam

setiap kegiatan politik. Dalam political citizenship ini tersirat

adanya juga tanggung jawab moral para warga untuk tidak

menyia-nyiakan hak asasinya. Hak tidaklah semestinya

dibiarkan “menganggur” tanpa termanfaatkan

e. Social Citizenship

Dalam konsep ini, warga negara berhak atas

jaminan-jaminan sosial-ekonomi yang bermakna sebagai jaminan-jaminan akan

terselenggaranya kehidupan yang sejahtera. Dalam realisasi

konsep civil citizenship setiap warga akan menemukan dirinya

beridentitas sebagai makhluk liberal yang hidup dalam suasana

berkebebasan guna mengembangkan kepribadiannya.

1.5.2. Partisipasi Politik

1.5.2.1.Definisi Partisipasi Politik

Menurut Miriam Budiarjo dalam buku Dasar-dasar Ilmu Politik

menjelaskan bahwa Partisipasi politik adalah kegiatan seorang atau

kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik,

(32)

atau tidak langsung, memengaruhi kebijkan pemerintah (public policy).

Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam

pemilihan umum, menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan

(contacting) atau lobbying dengan pejabat pemerintah atau anggota

parlemen, menjadi anggota partai atau salah satu gerakan social dengan

direct actionnya, dan sebagainya (Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik,

2010). Sedangkan menurut Herbert McClosky dalam

Budiardjo(2010)berpendapat :

“partisipasi politik adalah egiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung,

dalam proses pembentukan kebijakan umum.”

Di Negara-negara demokrasi umumnya dianggap lebih banyak

partisipasi masyarakat, lebih baik.Dalam alam pikiran ini tingginya tingkat

partisipasi menunjukan bahwa warga mengikuti dan memahami masalah

masalh politik dan ingin melibatkan diri daam kegiatan-kegiatan itu. Hal

itu juga menunjukan bahwa rezim yang bersangkutan memiliki kadar

keabsahan (legitimacy) yang tinggi. Maka dari itu, pembatasan yang di

masa lalu sering diberlakukan, seperti pembayaran pajak pemilihan (yang

di Amerika Serikat pada masa itu merupakan suatu tindakan efektif untuk

membatasi partisipasi orang kulit hitam), atau pemilihan hanya oleh kaum

pria saja (perempuan Swiss baru mulai tahun 1972 diberikan hak pilih),

(33)

Sebaliknya, tingkat partisipasi yang rendah pada umunya dianggap

sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat ditafsirkan bahwa banyak

warga tidak menaruh perhatian terhadap masalah kenegaran. Lagi pula,

dkhawatikan bahwa jika pelbagai pendapat dalam masyarakat tidak

dikemukakan, pimpinan Negara akan kurang tanggap terhadap kebutuhan

dan aspirasi masyarakat, dan cenderung melayani kepentingan beberapa

kelompok saja. Pada umumnya partisipasi yang rendah dianggap

menunjukan legitimasi yang rendah pula (Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu

Politik, 2010).

1.5.2.2.Partisipasi Politik Di Negara Demokrasi

Kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai partisipasi politik

menunjukan pelbagai bentuk dan intensitas.Biasanya diadakan pembedaan

jenis partisipasi menurut frekuensi dan intensitasnya.Orang yang tidak

mengikuti kegiatan secara intensif, yaitu kegiatan yang tidak banyak

menyita waktu dan yang bisanya tidak berdasarkan prakarsa sendiri

(seperti memberikan suara dalam pemilihan umum) besar sekali

jumlahnya.Sebaliknya, kecil sekali jumlah orang yang secara aktif dan

sepenuh waktu melibatkan diri dalam politik. Kegiatan sebagai aktivis

politik ini mencakup antara lain menjadi pimpinan partai atau kelompok

kepentingan.

Dibawah ini dipaparkan dua piramida pola partisipasi. Piramida

(34)

Pemain

(Gladia

tors)

Penonton (Spectators)

Apatis (Apathies)

masyarakat Amerika dapat dibagikan dalam tiga kategori : a. Pemain

(gladiators), b. Penonton (spectators), dan Apatis (Apathies)

Bagan I.I

Piramida Partisipasi Politik I

*sumber dari buku Dasar-dasar Ilmu Politik karya Miriam Budiardjo yang menguutip dari L. Milbrath dan M. Goel, Political articipation : How And Why Do People Get Involved in Politics, ed ke 2 (Chicago, III: Rind McMally 1977)

Piramida partisipasi politik II, sebagaimna disampaikan oleh David

F Roth dan Frank L. Wilson, melihat masyarakat terbagi dalam empat

kategori : . aktivis(Aktivists) b. Partisipan (participants) c. Penonton

(Onlookers) d. Apolitis (apoliticals) . Piramida menurut Roth dan Wilson

menarik untuk disimak karena memasukan perilaku menyimpang (the Apatis (Apathies)

33 % populasi termasuk apathetic, yaitu orang yang tidk aktif sama sekali, termasuk tidak memakai hak pilihnya.

Pemain (Gladiators)

5-7% populasi termasuk Gladiators yaitu orang yang sangat aktif dalam dunia politik

Penonton (Spectators)

(35)

deviant) seperti pembunuhan politik, pembajakan, dan terorisme; di bagian

puncak piramida.

Bagan 1.2

Piramida Partisipasi Politik II

*Sumber David F. Roth dan Frank L. Wilson, The Comprative Study of Politics, ed ke-2 dalam (Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 2010)

Keterangan :

Aktivis (Activists)

The deviant (termasuk di dalamnya, pembunuh dengan maksud politik,

pembajak, dan teroris); pejabat public atau calon pejabat publik;

fungsionaris partai politik pimpinan kelompok kepentingan.

Patisipan (Partisipants)

Aktivis

(

Activists

)

Partisipan

(

Participants

)

Penonton (

Onlookers

)

(36)

Orang yang bekerja untuk kampanye; anggota partai aktif; partisipasi aktif

dalam kelompok kepentingan dan tindakan-tindakan yang bersifat politis;

orang yang terlibat dalam komunitas proyek.

Penonton (Onlookers)

Orang yang menghadiri reli-reli politik; anggota dalam kelompok

kepentingan; pe-lobby; pemilih; orang yang terlibat dalam diskusi

politik;pemerhati dalam pembangunan politik.

Samuel P. Huntington dan Joan Nelson(1994) mengemukakan

bentuk-bentuk partisipasi politik, yaitu :

a) Kegiatan pemilihan mencakup suara, akan tetapi juga

sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari

dukungan dibagi seorang calon atau setiap tindakan yang bertujuan

mempengaruhi hasil proses pemilihan

b) Lobbying mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk

menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin

politik dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan mereka

mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang

c) Kegiatan organisasi menyangkut partisipasi sebagai anggota atau

pejabat dalam suatu organisasi yang tujuannya yang utama dan ekplesit

adalah mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah

d) Mencari koneksi (contacting) merupakan tindakan perorangan yang

(37)

maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu orang atau segelintir

orang

e) Tindak kekerasan (Violence) juga dapat merupakan satu bentuk

partisipasi politik dan untuk keperluan analisa dan manfaatnya untuk

mendefinisikan sebagai suatu kategori tersendiri, artinya, sebagai upaya

untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dengan jalan

menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta benda.

1.5.3. Respon Masyarakat

Respon sangat dipengaruhi kesadaran dari seseorang, tanpa adanya

kesadaran, seseorang tidak akan mampu merespon atau berpihak dalam

kehidupannya. Menurut PauloFreire dalam buku Politik Pendidikan

Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan terdapat tiga

tingkatankesadaran,sebagaimana urian berikut(Freire, 1999).

1.5.3.1.Kesadaran Semi Intransitif

Kesadaran ini dimiliki oleh struktur sosial yang tertutup. Dalam

situasi masyarakat yang seolah-olah tunduk pada kenyataan, kesadaran ini

tidak akan berhasil memahami adanya banyak tantangan, atau

memahaminya tetapi dengan cara yang distortif. Kesadaran ini tidak bisa

mengobjektifikasi fakta dan kehidupan sehari-hari yang sebetulnya banyak

mengandung permasalahan.Orang yang masih dalam tahap kesadaran ini

kurang memiliki persepsi struktural, yang membentuk dan terus

membentuk persepsi itu berdasarkan realitas nyata yang

(38)

kenyataan adalah superrealitas atau sesuatu yang berada di luar kenyataan

objektif.Oleh karena itu tidak sulit untuk melacak mengapa banyak orang

yang fatalistik, magis-definsif (defensive-magic) atau magis-terapis

(therapeutic-magis).

1.5.3.2.Kesadaran Naive Transitivity

Menurut Paulo Freire menjelasakan bahwa kesadaran ini timbul

akibat berkembangnya kesadaran semi transitif, dalam proses runtuhnya

budaya bisu sehingga mayarakat mampu memvisualisasikan dan

membedakan apa yang sebelumnya tidak dipahami secara jelas.

Kesadaran ini muncul menjadi kesadranpenuh artinya mulai

adanya gerakan massa yang untuk menekan elit kekuasaan, meskipun

dalam fase ini belum adanya solusi atas budaya bisu akan tetapi kesadaran

ini mempengaruhi tingkat kesadaran penguasa.

1.5.3.3.Kesadaran Kritis

Pada Tingkat Kesadaran ini masyarakat mampu memandang atau

mengetahui apa yang sebelumnya tidak diketahui. Masyrakat

menginginkan kebebasan, juga merasa cemas untuk menyudahi budaya

bisunya.

Selama masa transisi dari budaya bisu ke kesadaran penuh, sifat

tertutup dari masyarakat itu secara bertahap berubah menjadi terbuka

dalam semua dimensi kehidupan.Bersamaan dengan munculnya kesadaran

kritis kaum intelektual. Pada titik ini, kesadaran kritis kelompok-kelompok

(39)

1.5.4. Pemilihan Umum

Menurut (Andrew Reynolds, 2005) dalam buku Electoral System

Design dalam tataran paling dasar, sistem elektoral menerjemahkan suara

pada pemilu ke kursi yang dimenangkan oleh partai dan kandidat. Variabel

kunci adalah rumus electoral yang digunakan (seperti pluralitas/majoritas,

proporsional, campuran atau sistem lain yang digunakan, dan rumus

matematika yang digunakan untuk menghitung alokasi kursi), struktur

sistem tertutup (seperti apakah pemilih memilih kandidat atau partai dan

apakah pemilih membuat satu pilihan atau beberapa preferensi/pilihan)

dan seberapa besar daerah/distriknya (bukan seberapa banyak pemilih

yang tinggal di disitrik tertentu, namun seberapa banyak perwakilan yang

pergi ke legislasi yang dipilih dari distrik tersebut). Desain sistem elektoral

juga berpengaruh pada area-area lain dalam hukum electoral, seperti:

pilihan sistem electoral memiliki pengaruh pada cara penentuan

batas-batas wilayah, bagaimana pemilih didata, desain kertas suara, bagaimana

suara dihitung, dan berbagai aspek lain dalam proses electoral.

Sedangkan menurut Miriam Budiardjo (2010) Pemilihan umum

dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi.Hasil pemilihan

umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan

kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan

dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat. Pemilihan umum

(40)

pengukuran beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat berkesinambungan

seperti partisipasidalam kegiatan parta, lobbying, dan sebagainya.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 42 tahun

2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil residen. Pemilihan

umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana pelaksanaan

kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang

demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.pemilihan umum Presiden dan Wakil

Presiden diselenggarakan secara demokratis dan beradab melalui

partisipasi rakyat seluas-luasnya berdasarkan asas langsung, umum, bebas,

rahasia, jujur, dan adil untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam BAB II Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 42

tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil residen

menjelaskan asas, pelaksanaan, dan lembaga penyelenggara Pemilu

Presiden dan Wakil Presiden. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali. Pemilu Presiden dan Wakil

Presiden dilaksanakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia sebagai satu kesatuan daerah pemilihan.Pemungutan suara

dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang

diliburkan.Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara Pemilu Presiden

(41)

dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilihan umum

anggota DPR, DPD, dan DPRD. Tahapan penyelenggaraan Pemilu

Presiden dan Wakil Presiden meliputi:

a. Penyusunan daftar Pemilih;

b. Pendaftaran bakal Pasangan Calon;

c. Penetapan Pasangan Calon;

d. Masa Kampanye;

e. Masa tenang;

f. Pemungutan dan penghitungan suara;

g. Penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; dan

h. Pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam BAB V Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 42

tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden

menjelaskan hak memilih, Warga Negara Indonesia yang pada hari

pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih

atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih. Warga Negara yang

mempunyai hak memilih setelah didaftar oleh penyelenggara Pemilu

Presiden dan Wakil Presiden dalam daftar Pemilih.

Dalam UU Nomor 15 tahun 2011 Pasal 1 ayat (6) dijelaskan bahwa

Komisi Pemilihan Umum adalah lembaga penyelenggara pemilu yang

bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan pemilu.

Dalam pasal ini juga dijelaskan mengenai KPU Provinsi dan KPU

(42)

adalah penyelenggara pemilu yang bertugas melaksanakanpemilu di

provinsi, sedang KPU Kabupaten/Kota adalah penyelenggaracpemilu yang

bertugas melaksanakan pemilu di kabupaten/kota (ayat (8)). KPU

merupakan salah satu lembaga negara yang bersifat independen.Lembaga

independen adalah lembaga negara di Indonesia yang dibentuk oleh

pemerintah pusat, namun bekerja secara independen.Lembaga-lembaga

lain yang bersifat independen antaralain sepertiKomisi Nasional Hak Asasi

Manusia (Komnas HAM), KomisiPemberantasan Korupsi (KPK), Komisi

Penyiaran Indonesia (KPI), danlain sebagainya.KPU merupakan suatu

komisi negara yang berposisi sebagai

penunjang atas lembaga utama.

Dalam UU No.15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu

diatur lebih lanjutmengenai badan-badan lain yang bertugas dalam

mewujudkan pemilu yang Jurdil dan Luber. Badan-badan tersebut yaitu:

(1) Badan PengawasPemilu (Bawaslu). (2) Badan Pengawas Pemilu

Provinsi (BawasluProvinsi). (3) Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota

(4) PanitiaPengawas Pemilu Kecamatan (Panwaslu Kecamatan). (5)

PanitiaPengawas Pemilu Lapangan. (6) Pengawas Pemilu Lapangan.

(7)Pengawas Pemilu Luar Negeri. (8) Dewan Kehormatan

PenyelenggaraanPemilu (DKKP). (9) Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).

(10) Panitiapemungutan Suara (PPS). (11) Panitia Pemilihan Luar Negeri

(43)

(13)Kelompok Pnyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (Damanhury,

2013).

1.5.5. Difabel (Different Ability)

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun

2016 tentang penyandang Disabilitas, Penyandang Disabilitas adalah

setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental,

dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi

dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk

berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya

berdasarkan kesamaan hak.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016

tentang penyandang Disabilitas menjelaskan pelaksanaan dan pemenuhan

hak penyandang Disabilitas berasaskan:

a. Penghormatan terhadap martabat;

b. Otonomi individu;

c. Tanpa Diskriminasi;

d. Partisipasi penuh;

e. Keragaman manusia dan kemanusiaan;

f. Kesamaan Kesempatan;

g. Kesetaraan;

h. Aksesibilitas;

i. Kapasitas yang terus berkembang dan identitas anak;

(44)

k. Perlakuan khusus dan Pelindungan lebih.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun

2016 tentang penyandang Disabilitas bahwa ragam penyandang Disabilitas

meliputi:

a) Penyandang Disabilitas fisik;

b) Penyandang Disabilitas intelektual;

c) Penyandang Disabilitas mental; dan/atau

d) Penyandang Disabilitas sensorik.

Hak politik untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:

a) Memilih dan dipilih dalam jabatan publik;

b) Menyalurkan aspirasi politik baik tertulis maupun lisan;

c) Memilih partai politik dan/atau individu yang menjadi peserta dalam

pemilihan umum;

d) Membentuk, menjadi anggota, dan/atau pengurus organisasi

masyarakat dan/atau partai politik;

e) Membentuk dan bergabung dalam organisasi Penyandang Disabilitas

dan untuk mewakili Penyandang Disabilitas pada tingkat lokal,

nasional, dan internasional;

f) Berperan serta secara aktif dalam sistem pemilihan umum pada

semua tahap dan/atau bagian

g) Penyelenggaraannya;

h) Memperoleh Aksesibilitas pada sarana dan prasarana

(45)

i) Gubernur, bupati/walikota, dan pemilihan kepala desa atau nama

lain; dan

j) Memperoleh pendidikan politik.

Sedangkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan

Hak-hak Penyandang Disabilitas , menerangkan bahwa Penyandang

Disabilitas atau disebut dengan nama lain adalah setiap orang yang

mengalami gangguan, kelainan, kerusakan, dan/atau kehilangan fungsi

organ fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu tertentu

atau permanen dan menghadapi hambatan lingkungan fisik dan sosial.

Prinsip-prinsip yang harus digunakan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2012 tentang

Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas sebagai

berikut:

a) Penghormatan atas martabat yang melekat, otoritas individual

termasuk kebebasan untuk menentukan pilihan dan kemandirian

orang-orang;

b) Nondiskriminasi;

c) Partisipasi dan keterlibatan penuh dan efektif dalam masyarakat;

d) Penghormatan atas perbedaan dan penerimaan orang-orang

penyandang disabilitas sebagai bagian dari keragaman manusia dan

rasa kemanusiaan;

(46)

f) Aksesibilitas;

g) Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan; dan

h) Penghormatan atas kapasitas yang berkembang dari penyandang

disabilitas anak dan penghormatan atas hak penyandang disabilitas

anak untuk melindungi identitas mereka.

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun

2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang

Disabilitas perlindungan dan pemenuhan hak-hak terhadap jenis-jenis

disabilitas sebagai berikut:

1. Gangguan penglihatan;

2. Gangguan pendengaran;

3. Gangguan bicara;

4. Gangguan motorik dan mobilitas;

5. Cerebral palsy;

6. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif;

7. Autis;

8. Epilepsi;

9. Tourette’s syndrome;

10.Gangguan sosialitas, emosional, dan perilaku;

(47)

1.6.Definisi Konsepsional

Menurut (Marsi Singarimbun, Sofyan Efendi, 1989) definisi konsepsional

adalah definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara tepat suatu

fenomena yang akan diteliti. Definisi konsepsional juga digunakan untuk

menggambarkan secara abstrak tentang kejadian keadaan kelompok atau

individu yang menjadi pusat perhatian dalam ilmu sosial.Jika dapat dipahami

bahwa definisi konseptual merupakan tahapan penting yang membahas

mengenai pembatasan pengertian konsep dengan lain yang merupakan suatu

abstraksi hal-hal yang diamati agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Penulis akan menggunakan teori dari Freire (1999) tentang tingkat

kesadaran masyarakat untuk mengetahui respon masyarakat Difabel terhadap

ruang partisipasi politik yang dibangun oleh KPU Kota Yogyakarta pada

pemilu presiden tahun 2014 di Kota Yogyakarta. Respon masyarakat dapat

diukur dengan :

1. Kesadaran Semi Intransitif

2. Kesadaran Naïve Transitivity

3. Kesadaran Krtis

Sedangkan untuk menjelaskan partisipasi politik penyandang Difabel pada

Pemilu Presiden tahun 2014 di Kota Yogyakarta menggunakan

indikator-indikator partisipasi politik Samuel P. Huntington dan Joan Nelson (1994)

yang mengemukakan bentuk-bentuk partisipasi politik, diantaranya yaitu

kegiatan pemilihan. Kegiatan pemilihan di Kota Yogyakarta dibagi menjadi

(48)

a. Kegiatan Sebelum Pemilihan

b. Kegiatan Saat Pemilihan

Hal ini karena faktor-faktor diatas mendukung untuk digunakan dalam

mencari dan menjelaskan rumusan masalah yang ada.

1.7.Definisi Operasional

Menurut (Marsi Singarimbun, Sofyan Efendi, 1989) definisi operasional

adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu

variabel, dengan kata lain definisi operasional adalah semacam petunjuk

pelaksanaan bagaimana cara mengukur variabel. Adapun yang diukur dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.7.1. Respon masyarakat Difabel terhadap ruang partisipasi yang dibangun

oleh Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta Pada Pemilu Presiden

dan Wakil Presiden Tahun 2014.

Respon masyarakat akan diukur menggunakan teori tingkat

kesadaran masyarakat, menurut Freire (1999) ada empat kesadaran

masyarakat, yaitu sebagai berikut :

1) Kesadaran Semi Intransitif

a. Masyarakat masih tertutup

b. Masyarakat belum mampu memahami permasalahan dalam

kehidupan sehari-hari

c. Kurang memiliki persepsi struktural

2) Kesadaran Naive Transitivity

(49)

b. Mampu membedakan dan memvisualisasikan permasalahan yang

ada

c. Masyarakat mulai sadar secara penuh terhadap permasalahan

yang ada

d. Mulai ada gerakan massa yang menekan elit

3) Kesadaran Kritis

a. Masyarakat mampu memandang memandang kritis

lingkungannya

b. Kesadaran kritis kelompok kelompok progresif menjadi gerakan

massa

c. Masyarkat mulai terbuka dalam semua demensi kehidupan.

1.7.2. Partisipasi politik penyandang Difabel pada Pemilu Presiden tahun 2014 di Kota Yogyakarta

Selanjutnya untuk meganalisa partisipasi politik penyandang

Difabel pada Pemilu Presiden tahun 2014 di Kota Yogyakarta

menggunakan indikator-indikator partisipasi politikSamuel P.

Huntington dan Joan Nelson (1994)yang mengemukakan

bentuk-bentuk partisipasi politik, diantaranya yaitu kegiatan pemilihan.

Kegiatan pemilihan di Kota Yogyakarta dibagi menjadi dua yaitu :

a. Kegiatan Sebelum Pemilihan

Mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk

menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan

(50)

keputusan-keputusan mereka mengenai persoalan-persoalan yang

menyangkut sejumlah besar orang.

b. Kegiatan Saat Pemilihan

mencakup suara, akan tetapi juga sumbangan-sumbangan

untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari

dukungan dibagi seorang calon atau setiap tindakan yang bertujuan

mempengaruhi hasil proses pemilihan

1.8.Metode Penelitian 1.8.1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian Deskriptif

Kualitatif, artinya suatu penelitian yang menggambarkan atau melukiskan

suatu peristiwa untuk diambil kesimpulan secara umum.Oleh karena itu

memfokuskan pada penggambaran dan pemecahan yang dianalisa secara

deskriptif kualitatif.Tujuan penelitian deskriptif kualitatif adalah dengan

memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang sesuai dengan

situasi subtansial yang dihadapi, untuk itu perlu data yang akurat dan harus

dikumpulkan dianalisa secara sistematis demi ketetapan dalam

pengkajiannya (Hadari, 2005).

1.8.2. Unit Analisa Data

Unit analisa data dalam penelitian ini adalah masyarakat Difabel di

Kota Yogyakarta, KPU Kota Yogyakarta dan Sasana Integrasi dan

(51)

1.8.3. Jenis Data dan Sumber Data

Menurut Lexy.J.Moelong(2007) Data adalah segala keterangan

atau informasi segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian.Sumber

data menurut lofland dalam Lexy.J.Moelong(2007) sumber data adalah

kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen

dan hal lainnya.

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan data

primer menggunakan data sekunder sebagai data pendukung . Penjelasan

dari data primer dan data sekunder adalah sebagai berikut :

a. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini akan diperoleh dari Wawancara

secara langsung dengan masyarakat Difabel di Kota Yogyakarta dan

dari Lembaga yang konsen terhadap permasalahan Difabel khususnya

dalam masalah sosial dan politik.

Tabel 1.1 Data Primer

Data Primer Sumber

Wawancara 1. Masyarakat Difabel yang tercatat dalam DPT di Kota Yogyakarta yang berjumlah 268 terdiri dari 125 perempuan dan 143 laki-laki

2. Lembaga-lembaga yang konsen terhadap permasalahan Difabel khususnya dalam bidang Sosial dan Politik yaitu Sasana Integritas dan Advokasi Difabel (SIGAB).

(52)

b. Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah literatur

dan dokumen yang dikeluarkan oleh pihak yang berkaitan dengan

masalah penelitian ini.

Tabel 1.2 Data Sekunder

Data Sekunder Sumber

Dokumentasi

dokumen yang diajukan KPU Kota Yogyakarta dalam rangka penghargaan bagi KPU Kabupaten/ Kota berprestasi tahun 2014

Laporan Pemantauan SIGAB

Laporan Hasil Penelitian PKM yang berjudul Tingkat Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas Pada Pemilu 2014

Di Kota Yogyakarta

1.8.4. Teknik Pengumpulan Data

penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data seperti berikut :

1.8.4.1.Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau

tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan

(53)

demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam

kehidupan informan (Bungin, 2007).

Wawancara akan dilakukan dengan Komisioner Komisi Pemilihan

Umum Kota Yogyakarta, masyarakat perwakilan Difabel yang tercatat

dalam Data Pemilih Tetap pada pemilu tahun 2014 di Kota Yogyakarta

dan wawancara juga akan dilakukan dengan lembaga-lembaga yang

konsen terhadap isu-isu Difabel terutama dalam bidang social dan politik

yaitu SIGAB.

1.8.4.2.Dokumentasi

Dokumentasi merupakan salah salah satu laporan tertulis dari suatu

peristiwa yang isinya terdiri dari penjelasan dan perkiraan terhadap

peristiwa itu (Winarno Surahmad, 1987).Artinya dokumentasi adalah data

penunjang baik cetak maupun elektronik.

1.8.5. Teknik Analisa Data

Teknik yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriftif

kualitatif, dimana data dan bahan yang akan digunakan adalah data yang

diperoleh dari lapangan dan kemudian didukung dengan data-data lain

seperti dokumen-dokumen yang berkaitan masalah-masalah dalam

penelitian.

Menurut Lexy.J.Moelong(2007) langkah-langkah dalam

(54)

a. Mengumpulkan informasi atau data yang berkaitan dengan masalah

yang diperoleh di lapangan yang sesuai dengan tujuan penelitian,

sehingga diperoleh hasil akhir yang akurat dari data tersebut.

b. Memeriksa data yang diperoleh di lapangan, yaitu mengadakan

pemeriksaan data yang diperoleh di lapangan yang sesuai dengan

tujuan penelitian, sehingga dapat diperoleh hasil akhir yang akurat dari

data tersebut.

c. Menyusun klarifikasi informasi dari data yang diperoleh, dimana input

ini diperoleh melalui beberapa tahap yaitu pengumpulan informasi,

pemproses data, dan dari setiap tahap tersebut dapat mempengaruhi

akurasi dan kualitas kesimpulan yang akan didapat nantinya.

d. Mendiskripsikan dan menganalisis sekaligus mengintrepestasikan data.

Analisis data disasarkan pada jenis informasi dan kategori laporan

penelitian dimana jenis informasinya bisa berupa deskriftif.

e. Mengambil kesimpulan, yaitu merupakan tahap paling akhir yang

memberi informasi tentang apa yang telah dilakukan oleh peneliti

secara singkat dan padat dari keseluruhan data dan laporan yang telah

diperoleh dari penelitian.

1.9.Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam membaca dan memahami pokok-pokok

masalah yang dibahas dalam skripsi ini, maka secara sistematis penyusun

(55)

BAB I. Pendahuluan

Pada bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konseptual, definisi

operasional, metode penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data

dan sistematika penulisan.

BAB II. Deskripsi Objek Penelitian

Bab ini berisi mengenai gambaran umum wilayah penelitian.

BAB III. Pembahasan

Bab ini berisi analisa dari data yang didapatkan dilapangan untuk menjawab

masalah yang ada mengenai bagaimana respon Masyarakat Difabel Terhadap

Ruang Partisipasi Politik yang Dibangun KPU Kota Yogyakarta pada Pemilu

Presiden Tahun 2014.

BAB IV. Penutup

Bab ini merupakan bab terakhir, yang berisikan kesimpulan dari kesuluruhan

analisis yang dilakukan dalam bab sebelumnya dan saran-saran dari hasil

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.2 Data Sekunder
Tabel 2.1
Tabel 2.2
+4

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data yang digunakan adalah analisis kelayakan non-finansial dan kelayakan finansial ( Net Present Value, Internal Rate Return, Net Benefit/Cost Ratio, Payback Period, dan

Dalam telur kodok bahan ini tidak tersebar merata, tetapi meningkat ari kutub ke kutub.Bagian gelap dari telur ini, disebut kutub animal mengandung kuning telur,

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Material

30. Prestasi awal pemerintahan SBY adalah penyelesaian kasus GAM secara damai yang difasilitasi oleh ..... Program pemerintah SBY untuk mengatasi dampak kenaikan BBM pada tahun

Salah satu cara untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Biologi dan mengatasi berbagai kelemahan dan kekurangan yang terdapat pada proses belajar

Peraturan Bupati Badung Nomor 38 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas Sekretariat Daerah Kabupaten Badung.. Memahami tugas dan

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang dikumpulkan langsung dari objek penelitian, yaitu data yang diperoleh langsung dari wawancara dengan manajemen sumber

Sebagai radio siaran pendidikan seni dan budaya, radio Kandis 88,3 FM berusaha memberikan sajian acara yang bisa menginspirasi tumbuhnya ide-ide baru di bidang seni