• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN INTELLIGENCE QUOTIENT DAN KEPRIBADIAN DENGAN PENGUASAAN TEKNIK GERAKAN “KATA” PADA PESERTA EKSTRAKURIKULER KARATE SMP NEGERI 1 UNGARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN INTELLIGENCE QUOTIENT DAN KEPRIBADIAN DENGAN PENGUASAAN TEKNIK GERAKAN “KATA” PADA PESERTA EKSTRAKURIKULER KARATE SMP NEGERI 1 UNGARAN"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN INTELLIGENCE QUOTIENT DAN

KEPRIBADIAN DENGAN PENGUASAAN TEKNIK

GERAKAN “KATA” PADA PESERTA

EKSTRAKURIKULER KARATE SMP NEGERI 1

UNGARAN TAHUN PEMBELAJARAN 2010-2011

SKRIPSI

Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata 1 untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh :

Nama : Priwanti Ningrum NIM : 6301406001

Jurusan : Pendidikan Kepelatihan Olahraga Fakultas : Fakultas Ilmu Keolahragaan

(2)

ii

ABSTRAK

Priwanti Ningrum ( 2011 ) : Hubungan Intelligence Quotient dan Kepribadian dengan Penguasaan Teknik Gerakan “Kata” pada Peserta Ekstrakurikuler Karate SMP Negeri 1 Ungaran Tahun Pembelajaran 2010-2011. Permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1) Apakah ada hubungan yang signifikan antara Intelligence Quotient terhadap penguasaan teknik gerakan “Kata”?. 2) Apakah ada hubungan yang signifikan antara kepribadian terhadap penguasaan teknik gerakan “Kata”?. 3) Apakah ada hubungan yang signifikan antara Intelligence Quotient dan kepribadian terhadap penguasaan teknik gerakan “Kata”?. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Hubungan yang signifikan antara Intelligence Quotient terhadap penguasaan teknik gerakan “Kata”. 2) Hubungan yang signifikan antara kepribadian terhadap penguasaan teknik gerakan “Kata”.3) Hubungan yang signifikan antara Intelligence Quotient kepribadian terhadap penguasaan teknik gerakan “Kata”.

Metode penelitian yang digunakan adalah survey, dengan tes dan pengukuran. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa peserta ekstrakurikuler Karate SMP Negeri 1 Ungaran Tahun Pembelajaran 2010-2011, sejumlah 17 orang, sedangkan teknik sampling yang digunakan adalah total sampling. Pengolahan data untuk menguji hipotesis dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) uji normalitas data, 2) uji homogenitas, 3) Uji linieritas garis regresi, 4) Uji keberartian model garis regresi dan uji korelasi atau uji regresi tunggal yang pengolahan data menggunakan komputerisasi SPSS versi 10. Tetapi karena banyak variabel yang tidak signifikan, maka uji parametrik yaitu uji parametrik tidak bisa dilanjutkan maka uji yang digunakan adalah uji non parametrik yaitu uji Kendall's tau_b.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Berdasarkan perhitungan diperoleh angka sebesar 0.017 < 0.05, maka ada hubungan atau korelasi antara kecerdasan dengan teknik gerakan Kata. 2) Karena diperoleh nilai F hitung sebesar 0.884 dengan nilai signifikansi sebesar 0.502 > 0.05, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan. 3) Diperoleh nilai F hitung sebesar 1.573 dan nilai signifikansi sebesar 0.246 > 0.05 kesimpulannya adalah tidak signifikan, maka tidak ada hubungan antara kecerdasan dan kepribadian dengan penguasaan gerakan Kata.

Saran yang penulis ajukan adalah : 1) Kepada para siswa pemain disarankan untuk melakukan latihan gerakan “Kata” dengan baik. 2) Bagi SMP Negeri 1 Ungaran disarankan dapat memberikan porsi latihan karate yang lebih banyak agar dapat meningkatkan kemampuan dalam menguasai teknik gerakan “Kata” dengan baik. 3) Bagi pelatih karate SMP Negeri 1 Ungaran disarankan agar mengefektifkan latihan “Kata” karena penguasan teknik gerakan “Kata”

(3)

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk diajukan panitia skripsi Fakutas Ilmu Keolahragan Universitas Negeri Semarang (UNNES) pada :

Hari : ... Tanggal : ...

Semarang, 2011

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. M.M.Endang Sri Retno, M.S. Drs. Joko Hartono, M.Pd. NIP. 19551101 198303 2 001 NIP. 19561111 198403 1 002

Mengetahui :

Ketua Jurusan PKLO - FIK Universitas Negeri Semarang

(4)

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang

Pada hari : Jum’at

Tanggal : 18 Februari 2011

Panitia Ujian :

Ketua Panitia : Sekretaris

Drs. Uen Hartiwan, M.Pd Soedjatmiko, S.Pd, M.Pd NIP. 19530411 198303 1 001 NIP. 19720815 199702 1 001

Dewan Penguji :

1. Drs. Kriswantoro, M.Pd. NIP. 19610630 198703 1 003

2. Dra. M.M. Endang Sri Retno, M.S. NIP. 19551101 198303 2 001

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

1. Manusia tak selamanya benar dan tak selamanya salah, kecuali dia yang selalu mengoreksi diri dan membenarkan kebenaran orang lain atas kekeliruan diri sendiri (Wawang AR- Rasyied Saefulloh S.Psi)

2. Kekuatan digunakan sebagai pilihan terakhir, dimana kemanusiaan dan keadilan tidak dapat diatasi lagi. Tetapi, apabila kepalan digunakan dengan bebas tanpa pertimbangan, maka yang melakukan akan kehilangan harga diri dihadapan orang lain (Gichin Funakoshi, 1868-1957)

3. Manusia yang dewasa dan sukses adalah manusia yang bisa bangkit ketika dia terjatuh, dan menghargai dari setiap kegagalan sebagai sebuah pelajaran yang berarti (Penulis)

Kupersembahkan untuk :

Ayahku Apri dan Ibundaku Maryatun Adikku Santhy Wulandari dan Wiji Ali N

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Penulis menyadari dengan terwujudnya skripsi ini karena adanya bimbingan, bantuan, saran, kerjasama dari berbagai pihak.

Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberi berbagai fasilitas dan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan studi di Universitas Negeri Semarang.

2. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan petunjuk, arahan, saran serta bimbingan dalam perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

4. Dra. M.M Endang Sri Retno, M.S. dan Drs. Joko Hartono M.Pd. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan dorongan dan bimbingan, petunjuk dan saran hingga skripsi ini dapat terwujud.

5. Para Bapak dan Ibu Dosen Universitas Negeri Semarang, khususnya Fakultas Ilmu Keolahragaan yang banyak memberikan saran dan petunjuk serta menurunkan sejumlah pengetahuan hingga menambah luas wawasan penulis.

6. Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Ungaran yang telah memberi ijin penulis mengadakan penelitian di sekolah, dan mengijinkan siswa untuk dijadikan sampel penelitian.

7. Pelatih Karate SMP Negeri 1 Ungaran Kang Soni Harsono S.Pd yang telah banyak memberikan masukan dan dukungan dalam penelitian.

(7)

vii

9. Ayahanda dan Ibunda tercinta (Apri dan Maryatun) dan adik-adikku tercinta (Wulan dan Wiji) serta keluarga besar Mbah Tarto atas perhatian, dukungan, doa, kasih sayang, dan materi yang sungguh berarti bagi saya hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.

10. My Coach Wawang Ar-rasyied Saefulloh S.Psi yang selalu berikan doa, semangat, dukungan, motivasi, kasih sayang, dan memberikan banyak masukan sehingga terselesaikan skripsi ini.

11. Kakakku Buyung Kusumawardhana yang selama ini telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini, serta memberikan dukungan, kasih sayang dan motivasi.

12. Sahabat seperjuanganku Oktaviana yang selalu setia menemani saya dalam segala hal.

13. Keluarga besar Bapak Daryono yang telah memberikan banyak dukungan dan doa.

14. Teman-teman Nurjanah Cost tersayang (neng fani, neng rini, mba echa, mba boss, mba ema, mba tia, beby daka, beby ria, dek iin, dan nala).

15. Keluarga besar Bapak Jumani serta teman-teman kos Afdol.

16. F.C BS Corp yang banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. 17. UKM Karate UNNES yang selalu menjadi kebanggaan saya.

18. Keluarga besar mahasiswa PKLO UNNES angkatan 2006.

19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan sehingga masukan dan kritikan yang membangun sangat penulis harapkan demi sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah khasanah pengetahuan.

Semarang, 2011

(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

2.1.1.1 Pengertian Intelligence Quotient ... 10

2.1.1.2 Teori-teori Intelligence Quotient ... 12

2.1.1.3 Pengukuran Intelligence Quotient ... 17

2.1.1.4 Tes Intelligence Quotient ... 20

2.1.2 Kepribadian... 22

2.1.2.1 Pengertian ... 22

2.1.2.2 Aspek-aspek Kepribadian ... 25

2.1.2.3 Perkembangan Kepribadian ... 25

2.1.2.4 Pengukuran Kepribadian... 30

(9)

ix

2.1.3 Olahraga Karate ... 33

2.1.3.1 Pengertian Teknik dan Sejarah Karate ... 33

2.1.3.2 Teknik Dasar Karate ... 37

2.1.3.3 Peraturan Pertandingan Karate ... 41

2.1.4 Belajar ... 46

2.1.4.1 Pengertian Belajar ... 46

2.1.4.2 Unsur-unsur Belajar... 49

2.1.4.3 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Belajar... 50

2.1.4.4 Hasil Belajar ... 53

2.1.5 Analisis Pengaruh IQ dan Kepribadian Terhadap Penguasaan Teknik Gerakan Kata ... 54

2.1.5.1 Hubungan IQ Terhadap Penguasaan Teknik Gerakan Kata ... 54

2.1.5.2 Hubungan Kepribadian Terhadap Penguasaan Teknik Gerakan Kata ... 55

2.1.5.3 Hubungan IQ dan Kepribadian Terhadap Penguasaan Teknik Gerakan Kata ... 55

2.2 Hipotesis ... 56

BAB III METODE PENELITIAN ... 57

3.1 Populasi Penelitian ... 57

3.2 Sampel Penelitian dan Teknik Sampling... 58

3.3 Variabel Penelitian ... 58

3.4 Rancangan Penelitian ... 59

3.5 Teknik Pengambilan Data ... 60

3.6 Prosedur Penelitian ... 60

3.7 Instrumen Penelitian... 61

3.8 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penelitian ... 62

3.9 Teknik Analisis Data ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65

4.1 Deskripsi Data... 65

4.2 Hasil Penelitian ... 66

(10)

x

4.2.2 Uji Hipotesis ... 69

4.2.2.1 Analisis Rekresi Tunggal ... 69

4.2.2.2 Analisis Rekresi Ganda... 76

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 77

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 82

5.1 Simpulan ... 82

5.2 Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84

DAFTAR LAMPIRAN ... 86

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Korelasi IQ Berbagai Tingkat Usia dengan IQ Usia 16 Tahun ... 19

2 Rangkuman Hasil Perhitungan Data Statistik Deskripsi ... 65

3 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 67

4 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Uji Chi-Square ... 67

5 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Linieritas Garis Regresi ... 68

6 Uji Nonparametric Kendall’s tau_b ... 69

7. Hasil Perhitungan Uji Korelasi Variabel kepribadian dengan Nilai Teknik Gerakan Kata pada Siswa Peserta Ekstrakurikuler Karate SMP Negeri 1 Ungaran Tahun Pembelajaran 2010-2011 ... 76

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Ilustrasi Model Teori Spearman ... 14

Gambar 2. Diagram Edukasi Relasi dan Edukasi Korelasi ... 15

Gambar 3. Perkembangan Kemampuan Mental Intelektual ... 18

Gambar 4. Gerakan Kata JION... 46

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Alasan Pemilihan Judul

Berolahraga secara baik dan teratur merupakan salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap manusia. Banyak orang melakukan kegiatan olahraga, akan tetapi mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Ditinjau dari tujuannya, kegiatan olahraga dapat dipandang dari empat dimensi yaitu, (1) olahraga rekreatif yang menekankan tercapainya kesehatan jasmani dan rohani dengan tema khas seperti pencapaian kesegaran jasmani dan pelepasan ketegangan hidup sehari-hari, (2) olahraga pendidikan yang menekankan pada pendidikan, dimana olahraga merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, (3) olahraga kompetetif menekankan kegiatan perlombaan dan pencapaian prestasi, dan (4) olahraga profesional yang menekankan tercapainya keuntungan material. Karena kegiatan olahraga merupakan salah satu cara yang dapat meningkatkan kesegaran jasmani dan kesegaran jasmani adalah bagian integral dari pembangunan bangsa sekaligus merupakan wahana yang efektif untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia dan masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri (Keputusan Menpora, 1995 : 5).

(14)

beladiri yang mengandung seni didalamnya terdapat unsur pertarungan dan dapat membentuk karakter seseorang menjadi lebih baik.

Karate adalah seni beladiri yang berasal dari Jepang. Seni beladiri Karate dibawa masuk ke Jepang lewat Okinawa. Seni beladiri ini pertama kali disebut

“Tote” yang berarti seperti “Tangan China”. Waktu Karate masuk ke Jepang, nasionalisme Jepang pada saat itu sedang tinggi-tingginya, sehingga Master Gichin Funakoshi mengubah kanji Okinawa “Tote” (Tangan China) dalam kanji Jepang menjadi “Karate” (Tangan Kosong) agar lebih mudah diterima oleh masyarakat Jepang. Karate terdiri dari atas dua kanji. Yang pertama adalah

“Kara” yang berarti “kosong”. Dan yang kedua adalah “Te” berarti “tangan”. Yang berarti Karate artinya “tangan kosong”.

Menurut Zen-Nippon Karate-Do Renmei/Japan Karate-Do Federation (JKF) dan World Karate-Do Federation (WKF), yang dianggap sebagai aliran Karate yang utama yaitu: 1) Shotokan, 2) Goju-Ryu, 3) Shito-Ryu, dan 4) Wado-Ryu. Keempat aliran tersebut diakui sebagai aliran Karate yang utama karena turut serta dalam pembentukan JKF dan WKF. Namun aliran Karate yang terkemuka di dunia bukan hanya empat aliran di atas itu saja. Beberapa aliran besar seperti Kyokushin , Shorin-ryu dan Uechi-ryu tersebar luas ke berbagai negara di dunia dan dikenal sebagai aliran Karate yang termasyhur, walaupun tidak termasuk dalam “4 besar WKF”.

(15)

Organizations). Ada pula ITKF (International Traditional Karate Federation) yang mewadahi Karate tradisional. Adapun fungsi dari JKF dan WKF adalah terutama untuk meneguhkan karate yang bersifat “Non-contact”, berbeda dengan aliran Kyokushin atau Daidojuku yang “Full-Contact”.

Teknik dalam Karate dibagi dalam tiga aspek pokok, yaitu : 1. Kihon, (teknik dasar karate), sebagai fundamental dasar gerakan karate

2. Kata, (bentuk dan keserasian gerakan-gerakan dasar), melatih keserasian kombinasi gerakan teknik karate (bunga dalam karate).

3. Kumite (sparring), untuk melatih penggunaan teknik-teknik karate dalam menghadapi lawan.

Mungkin dapat diklaim bahwa karate adalah cabang olahraga beladiri yang paling populer di dunia hingga kini, dan nomor dua di Indonesia setelah beladiri tradisional Pencak Silat. Hal ini dimungkinkan karena dalam penampilannya karate bersifat tegas, logis, efisien, dan simpel. Faktor utama yang perlu dimiliki seorang karate:

1. Shin (Langit) atau pemahaman spirit/etika/moral. 2. Gi (Bumi) atau penguasaan skill/teknik.

3. Tai (Manusia) atau perkembangan fisik.

(16)

konstruksi seperti api dan air. Kombinasi seperti itulah yang memberikan kekuatan pada Kata karate.

Kata secara harfiah berarti bentuk atau pola. Kata dalam karate tidak hanya merupakan latihan fisik atau aerobik biasa. Tapi juga mengandung pelajaran tentang prinsip bertarung. Setiap Kata memiliki ritme gerakan dan pernapasan yang berbeda. Dalam Kata ada yang dinamakan Bunkai. Bunkai

adalah aplikasi yang dapat digunakan dari gerakan-gerakan dasar Kata.

SMP Negeri 1 Ungaran adalah merupakan salah satu SMP yang memiliki standar internasional. Banyak prestasi yang telah diperoleh untuk membanggakan SMP tersebut, salah satunya adalah ekstrakurikuler pramuka yang sudah mencapai tingkat internasional dan karate yang sudah mencapai tingkat nasional dan menghasilkan atlet-atlet terbaik.

Karate merupakan salah satu ekstrakurikuler yang banyak diminati oleh siswa SMP Negeri 1 Ungaran. Disamping prestasi yang diraih cukup bagus dalam perkembangannya, baik dalam teknik Kumite maupun Kata. Namun tidak menutup kemungkinan untuk mencari bibit-bibit atlet Kata, tidak semudah seperti menciptakan bibit-bibit atlet kumite. Disamping dari pribadi siswa itu sendiri, untuk memberikan teknik Kata tidak bisa sembarang atau dengan teknik yang standar.

Diawali dari Praktek Kerja Lapangan yang saya laksanakan di SMP Negeri 1 Ungaran sehingga saya mendapatkan gambaran untuk meneliti apakah untuk menguasai teknik gerakan Kata dengan baik itu memerlukan tingkat

(17)

banyak siswa atau atlet yang cenderung lebih suka kumite daripada Kata. Apakah karna porsi latihan yang diberikan dua kali lebih besar dari kumite dan banyak

Kata yang harus dipelajari sehingga banyak siswa yang mudah putus asa. Ini yang menjadi salah satu latar belakang dari penelitian ini, apakah untuk mempelajari

Kata diperlukan tingkat intelligenceQuotient dan kepribadian yang tinggi.

Dan sangatlah wajar apabila seseorang yang memiliki intelligence Quotient tinggi diharapkan akan dapat diperoleh prestasi belajar yang tinggi pula. Salah satu definisi intelligence Quotient antara lain, merupakan ability to learn

(kemampuan untuk belajar) (Wechsler, 1958 ; Freeman, 1962).

Menurut Singgih D. Gunarsa (2008: 8-11) bahwa faktor psikologis atau faktor mental sangatlah penting dalam pertandingan atau dalam pencapaian prestasi. Faktor psikologi yang dinilai berpengaruh terhadap atlet antara lain : (a) konsentrasi, (b)

intelligence Quotient, (c) agresivitas, dan (d) kepercayaan diri/kepribadian. Dengan demikian teknik Kata dalam olahraga karate juga ditentukan oleh faktor psikologis juga yang antara lain adalah intelektual (intelligence Quotient = kecerdasan dan kepribadian). Dalam penelitian ini diharapkan kedua aspek tersebut dapat diketahui pengaruhnya terhadap penguasaan teknik gerakan Kata.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti kecerdasan atau

Intelligence Quotient dengan meneliti kemungkinan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat kecerdasan dan kepribadian terhadap kemampuan teknik gerakan Kata, dengan menyusun suatu penelitian yang judul : HUBUNGAN

(18)

TEKNIK GERAKAN “KATA” PADA PESERTA EKSTRAKURIKULER KARATE SMP NEGERI 1 UNGARAN TAHUN PEMBELAJARAN 2010-2011.

Pertimbangan lain yang melatar belakangi pemilihan judul dapat disimpulkan sebagai berikut :

1.1.1 Bahwa teknik “Kata” merupakan salah satu teknik yang diperlombakan dalam olahraga karate.

1.1.2 Untuk menguasai gerakan “Kata” diperlukan tingkat kecerdasan dan kepribadian yang tinggi.

1.1.3 Salah satu ciri orang yang cerdas adalah lebih cepat dan lebih berani mengambil keputusan, dan hal itu diperlukan dalam olahraga karate.

1.1.4 Unsur-unsur intelegensia dan kepribadian diperlukan dalam olahraga karate, dalam kaitannya dengan penguasaan gerakan ”Kata”.

1.2Permasalahan

Sesuai dengan latar belakang masalah dan alasan pemilihan judul, maka permasalahan yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1.2.1 Apakah ada hubungan yang signifikan antara Intelligence Quotient

terhadap penguasaan teknik gerakan “Kata” pada peserta ekstrakurikuler Karate SMP Negeri 1 Ungaran Tahun Pembelajaran 2010-2011 ?.

(19)

1.2.3 Apakah ada hubungan yang signifikan antara Intelligence Quotient dan kepribadian terhadap penguasaan teknik gerakan “Kata” pada peserta ekstrakurikuler SMP Negeri 1 Ungaran Tahun Pembelajaran 2010-2011?.

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian pada umumnya untuk menentukan kebenaran dan mengkaji kebenaran suatu ilmu pengetahuan ( Sutrisno Hadi, 1987:271) oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1.3.1 Hubungan yang signifikan antara Intelligence Quotient terhadap penguasaan teknik gerakan “Kata” pada peserta ekstrakurikuler Karate SMP Negeri 1 Ungaran Tahun Pembelajaran 2010-2011.

1.3.2 Hubungan yang signifikan antara kepribadian terhadap penguasaan teknik gerakan “Kata” pada peserta ekstrakurikuler Karate SMP Negeri 1 Ungaran Tahun Pembelajaran 2010-2011.

1.3.3 Hubungan yang signifikan antara Intelligence Quotient dan kepribadian terhadap penguasaan teknik gerakan “Kata” pada peserta ekstrakurikuler SMP Negeri 1 Ungaran Tahun Pembelajaran 2010-2011.

1.4Penegasan Istilah

(20)

1.4.1 Hubungan

Istilah hubungan dari kata hubung, yang berarti bersambung atau berangkai, dalam keadaan berhubungan (Depdiknas, 2003 : 408-409). Hubungan yang dimaksud disini adalah berangkainya kepribadian dengan penguasaan teknik gerakan “Kata” pada peserta ekstrakurikuler Karate SMP Negeri 1 Ungaran Tahun Pembelajaran 2010-2011.

1.4.2 Intelligence Quotient

Menurut Soeparwoto (2005 : 90) secara umum kecerdasan atau

Intelligence diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan skema berfikir dan abstraksi, termasuk didalamnya kemampuan untuk melakukan berbagai fungsi mental yang meliputi : penalaran, pemahaman, mengingat, dan mengaplikasikan, dapat berfikir cepat, logis dan mampu menyesuaikan diri terhadap situasi yang baru.

1.4.3 Kepribadian

Istilah kepribadian merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris

(21)

1.4.5 Teknik Gerakan Kata

Kata secara harfiah berarti bentuk atau pola. Kata dalam karate tidak hanya merupakan latihan fisik atau aerobik biasa. Tapi juga mengandung pelajaran tentang prinsip bertarung. Setiap Kata memiliki ritme gerakan dan pernapasan yang berbeda.

1.4.6 Ekstrakurikuler

Bagian dari kegiatan yang disajikan pada siswa sekolah, berupa kegiatan keterampilan sebagai penyeimbang kegiatan intrakurikuler.

1.5 Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini diharapkan akan mendapatkan hal-hal yang bermanfaat :

1.5.1 Manfaat teoritis

1.5.1.1Dapat memberikan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang Intelligence Quotient, kepribadian dan gerakan ”Kata”. 1.5.1.2Dapat dijadikan bahan kajian yang lebih mendalam untuk penelitian yang

berhubungan dengan penelitian ini.

1.5.2 Manfaat praktis

(22)

1.5.2.2Memberikan masukan bagi pelatih karate SMP Negeri 1 Ungaran agar dapat memberikan layanan bagi para siswanya dalam pengaruh

IntelligenceQuotient dan kepribadian terhadap teknik gerakan ”Kata”. 1.5.2.3Memberikan motivasi dan dukungan bagi para siswanya, bahwa untuk

(23)

11

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Intelligence Quotient

2.1.1.1. Pengertian IntelligenceQuotient

Intelligence Quotient adalah daya yang dimiliki oleh seseorang untuk menemukan, menerima, menyimpan, memisah-misah dan mengolah isyarat-isyarat dari sekitarnya, serta menjadikan semua itu sebagai pola instruksi untuk hasil optimal ( Victor Serebriakoff dan Steven Langer, 1994 : 22-23 ).

(24)

mencerna informasi yang panjang sehingga lebih efisien dalam penggunaan informasi tersebut, serta menguasai informasi yang diterima untuk menemukan pemecahan suatu masalah. Secara singkat intelligence Quotient adalah proses penggunaan informasi demi keuntungan orang perorang atau suatu sistem.

Hingga saat ini pengertian pasti dari kata intelligence Quotient belum dikemukakan karena banyaknya pengertian - pengertian yang dikemukakan oleh para ahli dan semua pengertian dari para ahli tersebut tidak bisa disalahkan. Beberapa pengertian dari kata intelligence Quotient dari beberapa ahli antara lain :

D. Wechsler mengartikan intelligence Quotient sebagai “kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional, serta menghadapi lingkungannya secara efektif“. ( Harry Alder 2001:14 ).

Stephen J. Gould mengartikan intelligence Quotient sebagai “kemampuan untuk menghadapi masalah dengan sikap yang tak diprogram (kreatif)” (Harry Alder 2001 : 14). Edward Lee Thorndike mengartikan

(25)

intelligence Quotient sebagai “kemampuan untuk menerapkan pengetahuan yang sudah ada untuk memecahkan masalah-masalah baru” (Harry Alder 2001 : 15). A. Binet mengartikan intelligence Quotient sebagai “kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan suatu penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu dan untuk bersikap kritis terhadap diri sendiri” (Dewa Ketut S, 1990 : 16). W. Stern Mengartikan

intelligence Quotient sebagai “kemampuan untuk mengetahui problem serta kondisi baru, kemampuan menerima hubungan yang komplek termasuk apa yang disebut intelligence Quotient” (Dewa Ketut S, 1990 : 16).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian kata

intelligence Quotient adalah daya yang dimiliki oleh seseorang untuk menemukan, menerima, menyimpan, memisah-misah dan mengolah isyarat-isyarat dari sekitarnya, serta menjadikan semua itu sebagai pola instruksi untuk hasil optimal (Victor Serebriakoff dan Steven Langer, 1994 : 22-23).

2.1.1.2 Teori-teori Intelligence Quotient

(26)

2.1.1.2.1 Teori IntelligenceQuotient dengan Faktor Tunggal

Salah satu tokohnya adalah Alfred Binet, ahli psikologi ini mengemukakan bahwa intelligence Quotient bersifat monogenetik, yaitu berkembang dari satu faktor satuan atau faktor umum (g). Menurut Binet

intelligence Quotient merupakan sisi tunggal dari karakteristik yang terus berkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang. Binet menggambarkan intelligenceQuotient sebagai sesuatu yang fungsional sehingga memungkinkan orang lain untuk mengamati dan menilai tingkat perkembangan individu berdasar kriteria tertentu. Jadi untuk melihat apakah seseorang cukup

intelligen atau tidak, dapat dilihat dari cara dan kemampuannya untuk melakukan suatu tindakan dan kemampuannya untuk mengubah arah tindakannya itu bila perlu. Inilah yang dimaksudkan dengan komponen Arah, Adaptasi, dan Kritik dalam definisi intelligence Quotient.

2.1.1.2.2 Teori IntelligenceQuotient Dua Faktor

Tokoh dalam teori ini adalah Charles E. Spearman, menurutnya

(27)

tersebut tidaklah sempurna disebabkan setiap tes, disamping mengukur faktor umum yang sama, mengukur pula komponen tertentu yang spesifik dan hanya diungkap oleh tes tertentu saja ini disebut faktor-s ( specific factor).

Gambar 1 memberikan model ilustratif teori Spearman mengenai kemampuan mental. Dalam model ini, dua tes akan berkorelasi tinggi satu sama lain hanya bila masing-masing mengandung faktor-g dalam proporsi besar. Tes 3 dan tes 1 dalam gambar tersebut akan mempunyai korelasi yang lebih tinggi daripada korelasi tes 3 dan tes 2 serta lebih tinggi daripada tes 1dan tes 2, dikarenakan tes 2 hanya mengandung sedikit faktor-g. Semakin besar korelasi suatu tes dengan g maka akan semakin besar pula korelasinya dengan tes lain yang juga mengandung g. Korelasi antara dua tes dapat dipre-diksikan dari korelasi masing-masing dengan faktor-g. Bila korelasi tes 1 dengan g sebesar r1g = 0,60 sedangkan korelasi tes 3 dengan g sebesar r3g = 0,80 maka prediksi terhadap korelasi antara tes 1 dengan tes 2 adalah sebesar r13 = (r1g)(r3g) = (0,60)(0,80) = 0,48.

Gambar :1

. Ilustrasi Model Teori Spearman (Azhari Akyas, 2004 : 142).

Komponen penting yang terkandung dalam intelligence Quotient yaitu

education of relation (edukasi relasi) dan education of correlates (edukasi korelasi). Edukasi relasi adalah kemampuan untuk menemukan suatu hubungan

g 1

(28)

dasar yang berlaku diantara dua hal. Misalnya, dalam menemukan hubungan yang terdapat diantara dua kata “panjang – pendek”. Edukasi korelasi adalah kemampuan untuk menerapkan hubungan dasar yang telah ditemukan dalam edukasi relasi sebelumnya ke dalam situasi baru. Misalnya, bila telah diketahui bahwa hubungan antara “panjang” dan “pendek” merupakan hubungan lawan – arti, maka menerapkannya dalam situasi pertanyaan seperti “baik - ...”, tentu dapat dilakukan.

Eduksi hubungan (r) Eduksi korelasi (f2) dari Antara dua hal (f1 dan f2) hal (f1) dan hubungan (r)

Gambar : 2

Diagram Edukasi Relasi dan Eduksi Korelasi ( Saifuddin Azwar,1996 : 148)

2.1.1.2.3 Teori Intelligence Quotient dengan Faktor Ganda

Tokoh dalam teori ini adalah Howard Gardner dalam buku psikologi intelligence Quotient ( 1996 : 41 - 45 ) ia mengemukakan bahwa

intelligence Quotient tidak bisa hanya dilihat dari sisi psikometri dan kognitif saja. Pendekatan teori Gardner sangat berorientasi pada struktur intelligence Quotient. Dalam usahanya melakukan identifikasi terhadap intelligence Quotient, Garden menggunakan beberapa macam kriteria, yaitu : (a) pengetahuan mengenai perkembangan individu yang normal dan yang superior,

(29)

(b) informasi mengenai kerusakan otak, (c) studi mengenai orang-orang eksepsional seperti individu yang luar biasa pintar, juga individu yang idiot savant, dan orang-orang autistik (d) data psikometrik, (e) studi pelatihan psikologis. Sembilan macam intelligence Quotient telah berhasil diidentifikasikan oleh Garden antara lain :

1. IntelligenceQuotient Linguistik

Intelligence Quotient linguistik adalah intelligence Quotient yang banyak terlihat dalam membaca, menulis, berbicara, bercerita, kiasan, pemikiran abstrak humor berfikir simbolik, mendengar dan lain sebagainya.

2. IntelligenceQuotient Matematik Logis

IntelligenceQuotient matematik logis adalah intelligenceQuotient yang digunakan untuk memecahkan problem berbentuk logika simbolis dan matematika abstrak.

3. Intelligence QuotientSpatial

Intelligence ini berhubungan dengan seni-seni visual seperti melukis, menggambar, memahat serta bidang-bidang navigasi, membuat peta dan arsitektur. IntelligenceQuotient ini meliputi kemampuan membayangkan objek-objek dari sudut pandang yang berbeda.

4. IntelligenceQuotient Musik

Intelligence Quotient musik adalah kemampuan yang digunakan untuk mendengarkan musik, memainkan alat musik, mengenali pola irama, menyusun lagu, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan musik. Menurut Garden

(30)

5. IntelligenceQuotient Kelincahan tubuh

Intelligence Quotient kelincahan gerak tubuh adalah kemampuan yang digunakan dalam aktifitas-aktifitas atletik, menari, berjalan, dan segala sesuatu yang menggunakan tubuhnya.

6. IntelligenceQuotient Interpersonal

Intelligence Quotient Interpersonal adalah kemampuan yang digunakan dalam berkomunikasi, saling memahami, menyikapi seseorang dan berinteraksi dengan orang lain.

7. Intelligence Quotient Intrapersonal

Intelligence Quotient intrapersonal adalah kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptif berdasar pengenalan diri sendiri.

8. IntelligenceQuotient Lingkungan (Naturalist Intelligence Quotient)

Intelligence Quotient lingkungan adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengerti flora dan fauna dengan baik, kemampuan untuk memahami dan menikmati alam, menggunakan kemampuan itu secara produktif.

9. IntelligenceQuotient Eksistensial

Intelligence Quotient eksistensial adalah inteligensi yang menyangkut kepekaan dan kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam eksistensi atau keberadaan manusia.

2.1.1.3 Pengukuran Intelligence Quotient

(31)

rendahnya intelligence Quotient yang diukur yaitu intelligence quotient (IQ). Yang mempelopori hal ini adalah Sir Francis Galton, pengarang Heredity Genius (1869), kemudian disempurnakan oleh Alfred Binet dan Simon. Pada umumnya tes IQ mengukur kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan praktis seperti daya ingat (memory), daya nalar (reasoning), perbendaharaan kata dan pemecahan masalah (vocabulary andproblem solving).

Tes intelligence quotient telah ada sejak abad 19, tes intelligence quotient pertama dibuat oleh Alfred Binet (1857 – 1911) memulai suatu usaha pengukuran intelligence quotient dengan mengikuti metoda Paul Broca. Pengukuran intelligence quotient dilakukan dengan cara mengukur lingkaran tempurung kepala anak-anak (metoda kraniometri). Ketika di tahun 1904 Binet kembali menekuni usaha pengukuran intelligence quotient, ia meninggalkan sama sekali pendekatan kraniometri dan berpaling pada metoda yang lebih psikologis.

Gambar : 3

(32)

Pada Oktober 1904 Binet mulai meneliti masalah anak-anak lemah mental di sekolah – sekolah di Paris. Intelligence Quotient (IQ) lahir setelah pekerjaan Alfred Binet diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris di Stanford University Amerika, dan diadaptasikan oleh seorang psikolog yaitu Lewis Madison Terman yang terbit pada tahun 1916 dan lebih dikenal dengan tes Stanford – Binet. Tes IQ ini semakin meluas dan telah mengalami revisi selama bertahun-tahun. Sasaran pengukuran intelligence quotient manusia adalah

general ability yaitu kompetensi atau efisiensi mental menyeluruh, yang mempengaruhi kemampuan seseorang di bidang apa saja yang diterjuni (Victor Serebriakoff dan Steven Langer, 1994 : 25).

Tabel: 1

Korelasi IQ berbagai tingkat usia dengan IQ usia 16 tahun ( Saifuddin Azwar,1996 : 67)

(33)

hubungan-hubungan dan membuat kesimpulan, mengolah bahan-bahan dan menyusun suatu kombinasi baru dari bahan tersebut.

Bayley ( dalam Saifuddin Azwar, 1996 : 66-69) mengemukakan bahwa perkembangan intelligence quotient manusia pada umumnya meningkat secara signifikan menjelang usia 20 tahun, kemudian peningkatan menjadi tidak terlalu tajam lagi setelah usia 20 tahun, intelektual cenderung stabil. Perkembangan intelligence quotient menurut Bayley dapat dilihat dari gambar dibawah ini :

Hasil penelitian kelompok Harvard Growth Study ( Saifuddin Azwar, 1996 : 67-68 ) menyebutkan bahwa IQ mengalami perubahan dari tahun ke tahun, teknik untuk mengetahui perubahan tersebut adalah dengan melihat korelasi antara IQ ketika usia 16 tahun dengan IQ pada usia-usia sebelumnya.

2.1.1.4 Tes IntelligenceQuotient

Intelligence Quotient yang diperoleh seseorang dari tes intelligence quotient pada suatu waktu tidaklah menjadi label yang selalu melekat bagi dirinya. Kondisi fisik dan psikologis individu sewaktu dikenai tes akan banyak berpengaruh pada hasil tesnya. Hasil tes intelligence quotient yang tinggi sebenarnya tidak menjanjikan apa – apa selama tidak ditopang oleh faktor – faktor lain yang kondusif.

(34)

menegakkan diagnosis keterbelakangan mental. Usaha ini distandarisasi oleh Henry H. Goddard seorang ahli psikologi pada tahun 1996.

Tahun 1882 Sir Francis Galton membuka pusat testing yang pertama di dunia. Salah satu pemikirannya menjadi dasar dikembangkannya pengukuran individual. Bahwa pada kenyataannya individu tidaklah sama antara satu dengan yang lainnya, tetapi memiliki perbedaan individual.

Tahun 1896 G. C. Ferrari mempublikasikan tes yang bisa dipakai untuk mendiagnosis keterbelakangan mental. Tahun 1905 – 1911 Alfred Binet membuat tes intelligence quotient untuk anak - anak sekolah di Paris. Tahun 1916 melalui revisi L. M Terman pertama kalinya diperkenalkan penggunaan konsep IQ Wilhem Stern, menyarankan penggunaan rasio MA (Mental Age) dan CA (Chronological Age) sebagai indek dari taraf intelligence quotient.

Tahun 1939 David Wechsler mempublikasikan tes intelligence quotient yang kemudian dikenal dengan nama W. B. Test, sepuluh tahun kemudian diterbitkan WISC (Weschler Intellegence Scale for Children), suatu skala untuk tes intelligence quotient anak-anak. Jenis kecerdasan tes yang sekarang ini telah berkembang (Harry Alder, 2001 : 83-85).

1. Tes IQ (Intelligence Quotient)

(35)

dalam dunia pendidikan. Tes ini sering dijumpai dalam seleksi pendidikan maupun seleksi pekerjaan dan telah banyak penulis yang telah menulis tentang tes IQ ini.

2. Tes EQ (Emotion Quotient)

Tes ini mengukur kecerdasan emosi seseorang yang menyangkut motivasi, kematangan emosi, interaksi dengan lingkungan sosial dan lain sebagainya. Tes ini belum distandarisasi dan hasil tes inipun tidak digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam dunia pendidikan maupun dalam lingkungan kerja, karena belum ada patokan untuk hasil tes ini.

EQ menyangkut banyak aspek penting, yang semakin sulit didapat pada manusia modern yaitu empiti atau memahami orang lain secara mendalam, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan dan rasa hormat. Dan orangtua adalah seseorang yang pertama kali dan memiliki peran penting dalam perkembangan EQ seorang anak.

2.1.2 Kepribadian

2.1.2.1Pengertian

(36)

bentuk tingkah laku dan karakter pribadi tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan personare adalah bahwa para pemain sandiwara itu dengan melalui kedoknya berusaha menembus keluar untuk mengekspresikan suatu bentuk gambaran manusia tertentu. Misalnya: seorang pendiam, pemurung, periang, peramah, pemarah dan sebagainya. Jadi, persona itu bukan pribadi pemain itu sendiri, tetapi gambaran pribadi dari tipe manusia tertentu dengan melalui kedok yang dipakainya. Lalu bagaimanakah para pakar psikologi mendifinisikan kepribadian itu sendiri? Apakah aspek-aspek kepribadian itu? Lalu bagaimana kepribadian itu berkembang?

Kepribadian itu memiliki banyak arti, bahkan boleh dikatakan jumlah definisi dan arti dari kepribadian adalah sejumlah orang yang menafsirkannya. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan dalam penyusunan teori, penelitian dan pengukurannya. MAY mengartikan kepribadian sebagai “Personalitiy is a social stimus value”. Artinya personality itu merupakan perangsang bagi orang lain. Jadi bagaimana orang lain bereaksi terhadap kita, itulah kepribadian kita.

(37)

psychophysical systems that determine his unique adjustment to his

environment”. (Kepribadian adalah organisasi yang dinamis dalam diri individu tentang sistem psikofisik yang menentukan penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungannya).

Dari definisi tersebut ada beberapa unsur yang perlu dijelaskan, yaitu sebagai berikut:

1. Dynamic, merujuk kepada perubahan kualitas perilaku (karakteristik) individu, dari waktu ke waktu atau dari situasi ke situasi.

2. Organization, yang menekankan pemulaan bagian-bagian struktur kepribadian yang independen, yang masing-masing bagian tersebut mempunyai hubungan khusus satu sama lainnya. Ini menunjukkan bahwa kepribadian itu bukan kumpulan-kumpulan sifat-sifat, dalam arti satu sifat ditambah dengan sifat tersebut, yang satu sama lainnya saling berhubungan atau berinterelasi.

3. Psychophysical Systems, yang terdiri atas kebiasaan, sikap, emosi, sentimen, motif, keyakinan, yang kesemuanya aspek psikis, juga mempunyai dasar fisik dalam diri individu, seperti: syaraf, kelenjar, atau tubuh individu secara keseluruhan. Sistem psikofisik ini meskipun mempunyai dasar/fondasi pembawaan, namun dalam perkembangannya lebih dipengaruhi oleh hasil belajar, atau diperoleh melalui pengalaman.

(38)

elemen-elemen sistem psikofisik lainnya muncul melalui stimulus, baik dari lingkungan, maupun dari dalam diri individu sendiri.

5. Unique, yang merujuk kepada keunikan atau keragaman tingkah laku individu sebagai ekspresi dari pola sistem psikofisiknya. Dalam proses penyesuaian diri terhadap lingkungan, tidak ada reaksi/respon yang sama dari dua orang, meskipun kembar identik.

Jadi kepribadian adalah sesuatu yang mempunyai fungsi atau arti adaptasi dan menentukan. Berdasarkan penjelasan Allport tersebut kita dapat melihat bahwa kepribadian sebagai suatu organisasi (berbagai aspek psikis dan fisik) merupakan suatu struktur dan sekaligus proses. Jadi, kepribadian merupakan sesuatu yang dapat berubah. Secara eksplisit Allport menyebutkan, kepribadian secara teratur tumbuh dan mengalami perubahan. Dari beberapa difinisi yang telah dibuat oleh mereka, maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian itu merupakan suatu kebulatan, dan kebulatan itu bersifat kompleks, sedang kekomplekskannya itu disebabkan oleh karena banyaknya faktor-faktor dalam dan faktor-faktor luar yang ikut menentukan kepribadian itu. Paduan antara faktor-faktor dalam dan faktor-faktor luar itu menimbulkan gambaran yang unik. Artinya tidak ada dua orang yang memiliki kepribadian yang benar-benar sama persis meskipun kembar identik.

2.1.2.2 Aspek-aspek Kepribadian

(39)

kelihatan (overt) maupun yang tidak kelihatan (covert). Tingkah laku manusia dianalisis ke dalam tiga aspek atau fungsi, yaitu: Aspek Kognitif (pengetahuan), yaitu pemikiran, ingatan, hayalan, daya bayang, inisiatif, kreativitas, pengamatan, dan pengindraan. Fungsi aspek kognitif adalah menunjukkan jalan, mengarahkan, dan mengendalikan tingkah laku. Aspek Afektif, yaitu kejiwaan yang berhubungan dengan kehidupan alam perasaan atau emosi, sedangkan hasrat, kehendak, kemauan, keinginan, kebutuhan, dorongan, dan element motivasi lainnya disebut aspek konatif atau psiko-motorik (kecenderungan atau niat tindak) yang tidak dapat dipisahkan dengan aspek afektif. Kedua aspek tersebut sering disebut aspek finalis yang berfungsi sebagai energi atau tenaga mental yang menyebabkan manusia bertingkah laku. Aspek Motorik, yaitu berfungsi sebagai pelaksana tingkah laku manusia seperti perbuatan dan gerakan jasmani lainnya.

2.1.2.3 Perkembangan Kepribadian

Meskipun kepribadian seseorang itu relatif konstan, namun dalam kenyataannya sering ditemukan bahwa perubahan kepribadian dapat dan mungkin terjadi, terutama dipengaruhi oleh faktor lingkungan dari pada faktor fisik. Erik H. Ericson mengemukakan tahapan perkembangan kepribadian dengan kecenderungan yang bipolar:

(40)

yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis.

2. Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.

3. Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas ada kalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.

(41)

pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.

5. Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitas diri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota.

(42)

7. Masa Dewasa (Adulthood) ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk mengerjakan atau mencapai hal– hal tertentu ia mengalami hambatan. 8. Masa hari tua (Senescence) ditandai adanya kecenderungan ego integrity –

despair. Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya.

(43)

situasi seperti ini bisa saja terjadi perkembangan atau kegagalan, sehingga dapat mengakibatkan masa depan yang lebih baik atau lebih buruk, tetapi sebetulnya situasi tersebut dapat disusun kembali. Ericson percaya bahwa kepribadian masih dapat dibuat dan diubah pada masa dewasa.

Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian dapat digambarkan dalam tabel berikut ini:

(44)

2.1.2.4 Pengukuran Kepribadian

Pengukuran kepribadian atlit muncul, dengan tujuan untuk mengungkap aspek, kepribadian yang memiliki peran penting bagi individu agar sukses dalam prestasi olahraga. Dikatakan penting sebab apabila standar kepribadian atlet untuk olahraga tertentu dapat ditetapkan, proses seleksi untuk memperoleh atlet berbakat akan lebih mudah. Ada beberapa pendekatan pengukuran ialah :

1. Pendekatan “trait” dan “state”

Yang dimakasud “trait” adalah elemen kecenderungan seseorang untuk menjadikan dirinya memiliki kecenderungan tertentu untuk berprilaku. Sedangkan “state” adalah kecenderungan situasional, atau kecenderungan seseorang untuk berprilaku tertentu sebagai reaksi terhadap situasi tertentu pada suatu saat.

2. Pengukuran berdasarkan situasi khusus

Situasi tertentu cenderung menimbulkan dampak psikologis tertentu. Hal ini dicontohkan kepada para pelajar yang dalam situasi sehari-hari tidak mengalami kecemasan, tetapi mendapatkan hasil tes buruk karena stres pada saat menghadapi tes. Jadi untuk menetukan derajat kecemasan seseorang, situasi pra tes sebelum diberikan tes sangat baik untuk dapat memberikan gambaran sesungguhnya tentang derajat kecemasan seseorang.

3. Pengukuran khusus dalam situasi olahraga

(45)

seorang atletnya beberapa waktu menjelang pertandingan. Situasi pra kompetisi ini dianggap saat yang tepat untuk memperoleh gambaran yang sesungguhnya tentang derajat untuk memperoleh gambaran yang sesungguhnya tentang derajat kecemasan atlet.

Ada banyak komponen dari kepribadian. Dalam tes intelligence quotient dan kepribadian seseorang ada sekitar 16 komponen ialah : dorongan berprestasi, dorongan untuk mengalah, dorongan disiplin, dorongan menonjolkan diri, dorongan mandiri, dorongan bekerja sama, dorongan menyesuaikan diri, dorongan untuk mendapatkan perhatian, dorongan untuk menang, dorongan untuk merasa bersalah dan kurang mampu, dorongan untuk menolong, dorongan untuk pembaharuan, dorongan untuk bertekun, dorongan agresif, dorongan untuk berhubungan dengan lawan jenis, dan konsistensi.

Sesuai dengan penelitian ini ialah akan mengungkap keterampilan teknik gerakan Kata sebagai hasil belajar, maka komponen kepribadian yang akan diungkap adalah yang dekat hubungannya dengan masalah belajar, ialah dorongan berprestasi, dorongan disiplin, dorongan mandiri, dan dorongan bertekun.

2.1.2.5 Kepribadian Atlet

(46)

Beberapa psikolog mulai mengungkap lewat aspek kepribadian, yang secara garis besar terdiri atas tiga pendekatan ialah :

1. Pendekatan “Trait”

Pendekatan “trait” diuraikan oleh Lazarus Folkman (1984) yang diungkap oleh Monty (200:35) sebagai aspek kecenderungan seseorang untuk berperilaku secara tertentu dalam bereaksi terhadap situasi tertentu. Seorang juara apabila sudah memiliki “trait” sebagai seorang juara, ia akan berupaya keras dalam latihan, memiliki kebutuhan untuk berprestasi tinggi, tidak mengenal menyerah dan sebagainya.

2. Pendekatan Situasional

Pendekatan situasional dilandasi oleh pandangan belajar sosial ( Bandura, 1977, dalam Monty, 2000:35) yang mengemukakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh proses belajar mencontoh atau adanya penguat sosial. Perubahan atau manipulasi penguat dalam lingkungan akan mengubah perilaku individu. Teori ini sebenarnya diladasi oleh teori belajar instrumental. Jadi perilaku seorang atlet akan berubah jika lingkungannya mengalami perubahan. Namun pada kenyataannya para atlet bintang tidak mudah berubah sekalipun diberikan perilaku yang berbeda, atau mereka dapat menentukan perubahan perilaku mereka tanpa banyak diperngaruhi oleh perubahan lingkungan

3. Pendekatan Intraksional

(47)

dengan rasa percaya diri tinggi lebih menyukai situasi yang penuh dengan kompetisi sedangkan anak yang rasa percaya dirinya lebih rendah lebih menyukai situasi tanpa kompetisi.

2.1.3 Olahraga Karate

2.1.3.1 Pengertian, Teknik dan Sejarah Karate

Karate adalah seni bela diri yang berasal dari Jepang. Seni bela diri karate dibawa masuk ke Jepang lewat Okinawa. Seni bela diri ini pertama kali disebut “Tote” yang berarti seperti “Tangan China”. Waktu karate masuk ke Jepang, nasionalisme Jepang pada saat itu sedang tinggi-tingginya, sehingga Master Gichin Funakoshi mengubah kanji Okinawa (Tote: Tangan China) dalam kanji Jepang menjadi “karate” (Tangan Kosong) agar lebih mudah diterima oleh masyarakat Jepang. Karate terdiri dari atas dua kanji. Yang pertama adalah

“Kara” 空 dan berarti “kosong”. Dan yang kedua, “te” 手, berarti “tangan”. Yang dua kanji bersama artinya “tangan kosong”.

Menurut Zen-Nippon Karate-Do Renmei/Japan Karate-Do Federation (JKF) dan World Karatedo Federation (WKF), yang dianggap sebagai gaya karate yang utama yaitu:

1) Shotokan

(48)

pernah dipelajari oleh Funakoshi. Berpegang pada konsep Ichigeki Hissatsu, yaitu satu gerakan dapat membunuh lawan. Shotokan menggunakan kuda-kuda yang rendah serta pukulan dan tangkisan yang keras. Gerakan Shotokan

cenderung linier/frontal, sehingga praktisi Shotokan berani langsung beradu pukulan dan tangkisan dengan lawan.

2). Goju-Ryu

Goju memiliki arti “keras-lembut”. Aliran ini memadukan teknik keras dan teknik lembut, dan merupakan salah satu perguruan karate tradisional di Okinawa yang memiliki sejarah yang panjang. Dengan meningkatnya popularitas karate di Jepang (setelah masuknya Shotokan di Jepang), aliran Goju ini dibawa ke Jepang oleh Chojun Miyagi. Miyagi memperbaharui banyak teknik-teknik aliran ini menjadi aliran Goju-ryu yang sekarang, sehingga banyak orang yang menganggap Chojun Miyagi sebagai pendiri Goju-ryu. Berpegang pada konsep bahwa “ Dalam pertarungan yang sesungguhnya, kita harus bisa menerima dan membalas pukulan”. Sehingga Goju-ryu menekankan pada latihan Sanchin atau pernapasan dasar, agar para praktisinya dapat memberikan pukulan yang dahsyat dan menerima pukulan dari lawan tanpa terluka.

3). Shito-Ryu

Aliran Shito-ryu terkenal dengan keahlian bermain Kata, terbukti dari banyaknya Kata yang diajarkan di aliran Shito-ryu, yaitu 30 sampai 40 Kata, lebih banyak dari aliran lain. Namun yang tercatat disoke/Jepang ada 111 Kata

beserta bunkainya. Sebagai pertandingan, Shotokan memiliki 25, Wado

(49)

dapat menyesuaikan diri dengan kondisi, mereka bisa bertarung seperti

Shotokan secara frontal, maupun dengan jarak rapat seperti Goju. 4). Wado-Ryu.

Wado-ryu adalah aliran karate yang unik karena berakar pada seni bela diri Shindo Yoshin-ryu Jujutsu, sebuah aliran bela diri Jepang yang memilikii teknik kuncian persendian dan lemparan. Sehingga Wado-ryu selain mengajarkan teknik karate juga mengajarkan teknik kuncian persendian dan lemparan/bantingan Jujutsu. Didalam pertarungan, ahli Wado-ryu menggunakan prinsip Jujutsu yaitu tidak mau mengadu tenaga secara frontal, lebih banyak menggunakan teknik tangkisan yang bersifat mengalir (bukan tangkisan keras),dan terkadang menggunakan teknik Jujutsu seperti bantingan dan sapuan kaki untuk menjatuhkan lawan. Akan tetapi dalam pertandingan FORKI dan JKF, para praktisi Wado-ryu juga mampu menyesuaikan diri dengan peraturan yang ada dan bertanding tanpa menggunakan jurus-jurus Jujutsu tersebut.

Keempat aliran tersebut diakui sebagai aliran karate yang utama karena turut serta dalam pembentukan JKF dan WKF. Namun aliran karate yang terkemuka di dunia bukan hanya empat aliran di atas itu saja. Beberapa aliran besar seperti Kyokushin, Shorin-ryu dan Uechi-ryu tersebar luas ke berbagai negara di dunia dan dikenal sebagai aliran Karate yang termasyhur, walaupun tidak termasuk dalam “4 besar WKF”.

(50)

Organizations). Ada pula ITKF (International Traditional Karate Federation) yang mewadahi karate tradisional. Adapun fungsi dari JKF dan WKF adalah terutama untuk meneguhkan Karate yang bersifat "tanpa kontak langsung", berbeda dengan aliran Kyokushin atau Daidojuku yang “kontak langsung”.

Teknik dalam Karate dibagi dalam tiga aspek pokok, yaitu :

1. Kihon, yaitu, (teknik dasar karate), sebagai fundamental dasar gerakan karate 2. Kata, (bentuk dan keserasian gerakan-gerakan dasar), melatih keserasian

kombinasi gerakan teknik karate (bunga dalam karate).

3. Kumite (sparring), untuk melatih penggunaan teknik-teknik karate dalam menghadapi lawan.

Ketiga aspek pokok tersebut diatas adalah rohnya karate, sehingga seseorang akan menjadi karateka sejati jika mampu menguasainya dengan baik dan benar.

Pada zaman sekarang, karate juga dapat dibagi menjadi aliran tradisional dan aliran olahraga. Aliran tradisional lebih menekankan aspek bela diri dan teknik tempur sementara aliran olahraga lebih menumpukan teknik-teknik untuk pertandingan olahraga.

(51)

wadah yang mereka namakan PORKI. Beberapa tahun kemudian berdatangan ex Mahasiswa Indonesia dari Jepang seperti Setyo Haryono (pendiri Gojukai), Anton Lesiangi, Sabeth Muchsin dan Chairul Taman yang turut mengembangkan karate di tanah air. Disamping ex Mahasiswa-mahasiswa tersebut di atas orang-orang Jepang yang datang ke Indonesia dalam rangka usaha telah pula ikut memberikan warna bagi perkembangan karate di Indonesia. Mereka-mereka ini antara lain: Matsusaki (Kushinryu-1966), Ishi (Gojuryu-1969), Hayashi (Shitoryu-1971) dan Oyama (Kyokushinkai-1967).

Karate ternyata memperoleh banyak penggemar, yang implementasinya terlihat muncul dari berbagai macam organisasi (Pengurus) karate, dengan berbagai aliran seperti yang dianut oleh masing-masing pendiri perguruan. Banyaknya perguruan karate dengan berbagai aliran menyebabkan terjadinya ketidak cocokan diantara para tokoh tersebut, sehingga menimbulkan perpecahan di dalam tubuh PORKI. Namun akhirnya dengan adanya kesepakatan dari para tokoh-tokoh karate untuk kembali bersatu dalam upaya mengembangkan karate di tanah air sehingga pada tahun 1972 terbentuklah satu wadah organisasi karate yang diberi nama FORKI (Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia).

(52)

2.1.3.2 Teknik Dasar Karate

Teknik Karate terbagi menjadi tiga bagian utama : Kihon (teknik dasar), Kata (jurus) dan Kumite (pertarungan). Murid tingkat lanjut juga diajarkan untuk menggunakan senjata seperti tongkat (bo) dan ruyung

(nunchaku).

1. Kihon

Kihon secara harfiah berarti dasar atau fondasi. Praktisi Karate harus menguasai Kihon dengan baik sebelum mempelajari Kata dan Kumite. Kihon

adalah merupakan latihan dasar karate yang terdiri dari tangkisan, pukulan, dan tendangan. Dari latihan teknik dasar inilah satu langkah demi satu langkah kita menyusun latihan bentuk-bentuk karate lebih lanjut. Berhasil atau tidaknya seseorang dalam mempelajari karate sangat bergantung pada penguasaan latihan

Kihon.

Untuk melatih Kihon dengan baik harus dapat menguasai beberapa hal sebagai berikut :

• Bentuk (Form).

• Kekuatan dan Kecepatan (Power and Speed).

• Pemusatan tenaga dan kondisi relax (Concentration and relaxation of power).

• Mengencangkan otot-otot (Strengthening muscle power).

• Irama dan waktu (Rhythm and timing).

• Pinggul.

(53)

yakni mengembungkan dan mengempiskan paru-paru. 2) Pernafasan Ibuki. Pernafasan ini dalam karate merupakan bagian yang sangat penting, dan merupakan cara menghimpun tenaga dalam waktu singkat. 3) Pernafasan Nogare. Kita menggunakan pernafasan ini untuk mengendalikan nafas dan emosi agar tetap tenang terutama dalam menghadapi suatu perkelahian.

Denyut kehidupan karate adalah Kumite (pertarungan) tetapi jiwa dari

Kumite adalah Kihon. Guru Besar Gichin Funakoshi mengatakan, 3 tahun latihan menggenggam, 3 tahun berlatih berdiri, dan 3 tahun berlatih pukulan. Dengan kata lain untuk memahami karate yang sebenarnya dibutuhkan dedikasi yang tinggi dan semua itu berawal dari Kihon.

Pelatihan Kihon dimulai dari mempelajari pukulan dan tendangan (sabuk putih) dan bantingan (sabuk coklat). Pada tahap “Dan” atau Sabuk Hitam, siswa dianggap sudah menguasai seluruh Kihon dengan baik.

2. Kata

Kata secara harfiah berarti bentuk atau pola. Kata dalam karate tidak hanya merupakan latihan fisik atau aerobik biasa. Tapi juga mengandung pelajaran tentang prinsip bertarung. Setiap Kata memiliki ritme gerakan dan pernapasan yang berbeda.

(54)

Didalamnya ada gerakan cepat dan gerakan lambat, di mana perpindahan dari gerakan lambat ke gerakan cepat harus dijaga keseimbangannya. Bentuknya berubah-ubah mengikuti irama dari setiap teknik. Ada saat pengerahan tenaga dengan kontrol pernapasan dan pada kesempatan yang tepat tiba-tiba dilontarkan tenaga yang dipusatkan pada satu titik.

Kalau unsur-unsur ini, yaitu: bentuk, kecepatan, keseimbangan, ketepatan waktu, dan kekuatan dapat dipadukan secara serasi, Kata baru akan terlihat indah, hidup dan dikatakan berhasil. Kata memberi aturan sewajarnya pada kelima unsur tadi. Kata secara berirama menggabungkan semua teknik karate, sehingga dapat kita namakan juga sebagai tata bahasanya karate. Tata bahasa yang salah tidak dapat mengutarakan maknanya dengan baik, begitu juga dengan Kata yang tidak mengikuti aturan-aturan karate, tidak ada nilainya.

Dalam Kata ada yang dinamakan Bunkai. Bunkai adalah aplikasi yang dapat digunakan dari gerakan-gerakan dasar Kata. Setiap aliran memiliki perbedaan gerak dan nama yang berbeda untuk tiap Kata. Sebagai contoh : Kata Tekki di aliran Shotokan dikenal dengan nama Naihanchi di aliran Shito Ryu. Sebagai akibatnya Bunkai (aplikasi Kata) tiap aliran juga berbeda.

3. Kumite

Kumite secara harfiah berarti “pertemuan tangan”. Kumite dilakukan oleh murid-murid tingkat lanjut (sabuk biru atau lebih). Tetapi sekarang, ada

(55)

yang diatur (go hon kumite) atau (yakusoku kumite). Untuk kumite aliran olahraga, lebih dikenal dengan Kumite Shiai atau Kumite Pertandingan.

Untuk aliran Shotokan di Jepang, kumite hanya dilakukan oleh siswa yang sudah mencapai tingkat Dan (sabuk hitam). Praktisi diharuskan untuk dapat menjaga pukulannya supaya tidak mencederai kawan bertanding. Untuk aliran "kontak langsung" seperti Kyokushin, praktisi Karate sudah dibiasakan untuk melakukan kumite sejak sabuk biru strip. Praktisi Kyokushin

diperkenankan untuk melancarkan tendangan dan pukulan sekuat tenaganya ke arah lawan bertanding. Untuk aliran kombinasi seperti Wado-ryu, yang tekniknya terdiri atas kombinasi Karate dan Jujutsu, maka Kumite dibagi menjadi dua macam, yaitu Kumite untuk persiapan Shiai, yang dilatih hanya teknik-teknik yang diperbolehkan dalam pertandingan, dan Goshinjutsu Kumite atau Kumite untuk beladiri, semua teknik dipergunakan, termasuk jurus-jurus Jujutsu seperti bantingan, kuncian, dan menyerang titik vital.

2.1.3.3 Peraturan Pertandingan Karate

Pertandingan karate dibagi atas dua jenis yaitu : Kumite (perkelahian) putera dan puteri, Kata (jurus) putera dan puteri.

1. Kumite

(56)

yang bertanding dalam satu putaran. Sistem pertandingan yang dipakai adalah

reperchance (WUKO) atau babak kesempatan kembali kepada atlet yang pernah dikalahkan oleh sang juara. Pertandingan dilakukan dalam satu babak (2-3 menit bersih) dan 1 babak (1 menit) perpanjangan kalau terjadi seri (enchosen), kecuali dalam pertandingan beregu tidak ada waktu perpanjangan. Dan jika masih pada babak perpanjangan masih mengalami nilai seri, maka akan diadakan pemilihan karateka yang paling ofensif dan agresif sebagai pemenang. Kriteria teknik untuk pengambilan point :

Sanbon (3 point)

1. Tendangan jodan, yang dimaksudkan jodan adalah muka, kepala, dan leher.

2. Semua teknik yang bernilai skor yang dilancarkan setelah lemparan, sapuan kaki, atau mengambil lawan untuk jatuh dimatras.

Nihon (2 point)

1. Tendangan Chudan, yang dimaksud chudan adalah perut, dada, punggung, dan samping.

2. Pukulan yang dilancarkan pada bagian belakang lawan, termasuk kepala belakang dan leher belakang

3. Kombinasi pukulan (tsuki) strike (uchi) yang dilancarkan di semua 7 area skor.

4. Semua teknik yang dilancarkan (kecuali tendangan jodan) setelah gerakan fisik dari kontestan yang tidak seimbang disebabkan oleh lawan.

(57)

1. Semua pukulan (tsuki) yang dilancarkan di 7 area skor, tidak termasuk punggung, kepala, dan leher belakang.

2. Semua strike (uchi) dilancarkan di 7 area skor.

2. Kata

Pada pertandingan Kata yang diperagakan adalah keindahan gerak dari jurus, baik untuk putera maupun puteri. Sesuai dengan Kata pilihan (Tokui) atau

Kata wajib (Shitei) dalam peraturan pertandingan. Para peserta harus memperagakan Kata wajib (Shitei). Bila lulus, peserta akan mengikuti babak selanjutnya dan dapat memperagakan Kata pilihan (Tokui). Kata yang digunakan akan sesuai dengan aliran Karate-Do yang diakui oleh WKF berdasarkan oleh system Goju, Shito, Shoto, dan Wado.

Pertandingan dibagi menjadi dua jenis: Kata perorangan dan Kata

beregu. Kata beregu dilakukan oleh 3 orang. Setelah melakukan peragaan Kata

wajib (Shitei), tidak diperbolehkan melakukan variasi. Ketika menampilkan

Kata Tokui, variasi ringan diperbolehkan sepanjang diperbolehkan oleh aliran yang bersangkutan. Dalam setiap putaran kontestan harus menampilkan Kata

yang berbeda. Pada final pertandingan Kata beregu, dua tim finalis akan menampilakan Kata pilihan mereka dari daftar Tokui, kemudian mereka akan menampilkan demonstrasi dari arti Kata (Bunkai) dan waktu yang diijinkan untuk demontrasi adalah 5 menit. Kata beregu dinilai lebih prestisius karena lebih indah dan lebih susah untuk dilatih.

(58)

(3) tengokan (Chakugan), (4) Pernafasan, (5) Bentuk kuda-kuda (Dachi), dan (6) Penguasaan Kata. Apabila seorang atlet Kata mampu menguasai keenam kriteria tersebut maka tidak menutup kemungkinan dia akan mendapatkan point yang besar dari para juri.

Menurut standar JKF dan WKF, yang diakui sebagai Kata Wajib adalah hanya 8 Kata yang berasal dari perguruan 4 Besar JKF, yaitu Shotokan (Jion dan Kanku Dai), Wado-ryu (Seishan dan Chinto), Goju-ryu (Seipai dan Saifa) dan Shito-ryu (Bassai Dai dan Seienchin). Karateka dari aliran selain 4 besar tidak dilarang untuk ikut pertandingan Kata JKF dan WKF, hanya saja mereka harus memainkan Kata sebagaimana dimainkan oleh perguruan 4 besar di atas.

Luas lapangan berupa lantai seluas 8 x 8 meter, beralaskan matras di atas panggung dengan ketinggian 1 meter dan ditambah daerah pengaman berukuran 2 meter pada tiap sisi. Arena pertandingan harus rata dan terhindar dari kemungkinan menimbulkan bahaya.

(59)

ruang arena dia bertanding. Sisa ruang lingkup matras yang paling dalam dan paling banyak dengan warna putih adalah arena bertanding efektif.

Peralatan yang diperlukan dalam pertandingan karate adalah : 1. Karategi (pakaian) karate untuk kontestan / peserta

2. Pelindung tangan (Hand Protector)

3. Pelindung kaki (Shin Guard)

4. Ikat pinggang (Obi) untuk kedua kontestan berwarna merah/aka dan biru/ao 5. Pelindung gusi (Gum Shield) di beberapa pertandingan menjadi keharusan 6. Pelindung tubuh (Body Protector) dan kepala untuk kontestan putra dan putri

(untuk usia dini sampai pemula)

7. Pelindung kelamin (Groin Protector) untuk kontestan putera 8. Peluit untuk arbitrator (alat tulis).

9. Seragam wasit / juri : a. Baju berwarna putih. b. Celana berwarna abu-abu. c. Dasi panjang berwarna gelap.

d. Sepatu karet tanpa sol berwarna hitam. 10. Scoring Board (Papan nilai).

11. Administrasi pertandingan.

(60)

Khusus untuk Kyokushin, pelindung yang dipakai hanyalah pelindung selangkangan untuk kontestan putra. Sedangkan pelindung yang lain tidak diperkenankan.

Gambar 4 Gerakan Kata“Jion”

(61)

2.1.4 Belajar

2.1.4.1Pengertian Belajar

Pengertian belajar menurut para ahli ada bermacam-macam. Hal yang demikian ini terutama berakar pada kenyataan bahwa apa yang disebut perbuatan belajar itu bermacam-macam. Banyak aktivitas yang dapat dikatakan sebagai perbuatan belajar, seperti mendapatkan perbendaharaan kata baru, menghafal syair, menghafal nyanyian, dan sebagainya.

Menurut H. Baharudin (2007:11), belajar adalah proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap, yang dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat (H. Baharudin,2007:11). Belajar disebut juga sebagai proses perubahan di dalam kepribadian manusia, perubahan tersebut ditampakan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan lainnya.(Thursan Hakim, 2004 : 1). Seorang ahli lain mengatakan bahwa belajar merupakan proses biologis yang menghubungkan konfigurasi otak membentuk hubungan sel otak baru dan memperkuat hubungan sebelumnya, maka istirahat sangat penting bagi optimalisasi fungsi otak (Mahash Kapadia, 2006 : 126). Sementara Mulyati ( 2005 : 3 ) mengatakan bahwa belajar berarti pembentukkan atau shaping

(62)

dipikirkan dan dikerjakan,. Belajar juga memegang peranan penting didalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan kepribadian, dan bahkan persepsi manusia. Oleh karena itu dengan menguasai prinsip-prinsip dasar tentang belajar, seseorang mampu memahami bahwa aktifitas belajar itu memahami peranan penting terhadap hasil belajarnya.

(63)

proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek lain yang ada pada individu belajar. Hamalik ( 2003: 27-28) menghatakan bahwa belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman, b) Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar sebenarnya adalah aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar untuk membentuk dirinya agar dalam dirinya terjadi perubahan pola, pikir dan tingkah laku yang lebih baik.

2.1.4.2Unsur-unsur Belajar

Catharina Tri Anni ( 2006:4) dengan mengutip pendapat Gagne menyatakan bahwa belajar merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang saling kait-mengkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku, unsur tersebut di antaranya :

1. Pembelajar

Gambar

Tabel
Gambar 1. Ilustrasi  Model Teori Spearman .................................................
Gambar :1 .  Ilustrasi Model Teori Spearman
Gambar : 2  Diagram Edukasi Relasi dan Eduksi Korelasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, melakukan pengamatan karakteristik pembakaran biogas yang meliputi kalor pembakaran, kecepatan rambat api, dan perilaku ion untuk mengetahui kualitas

Mantera dan Upacara Ritual Masyarakat Melayu Pesisir Timur di Sumatera Utara: Kajian Tentang Fungsi dan Nilai-nilai Budaya (Disertasi).. Pulau Pinang: Universiti

Universitas

Pozolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika atau silika alumina dan alumina, yang tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen akan tetapi dalam bentuk

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh waktu pada proses karburasi terhadap kekerasan dan mikrostruktur baja karbon menengah, pada temperatur 950 0 C dengan variasi

Media papan elektronik huruf dapat menjadi salah satu cara paling mudah dan ekonomis yang dapat membantusiswalow vision dalam menulis permulaan huruf awas, yang mana

PDH adalah suatu sistem (cara) penggabungan kanal tingkat tinggi yang berawal dari teori PCM, Dimana kanal tersebut mempunyai kecepatan yang sangat tinggi. PDH sendiri berfungsi

Untuk memperoleh kekerasan yang baik (martensit yang keras) maka pada saat pemanasan harus dapat dicapai unsur austenit, karena hanya unsur. austenit yang dapat