• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Numerikal/Abaqus Damper Pelat Baja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Numerikal/Abaqus Damper Pelat Baja"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

JEKMAN SIMANJUNTAK

110424031

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Ujian Sarjana Teknik Sipil NIP. 19561224 198103 1 002 NIP. 19541012 198003 1 004

Mengesahkan

Koordinator PPSE Ketua

Departemen T. Sipil FT. USU Departemen T. Sipil FT. USU

Ir. Zulkarnain A. Muis, M. Eng.Sc Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP. 19560326 198103 1 003 NIP. 19561224 198103 1 002

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Salah satu anti gempa sistem kontrol pasif yang paling sederhana dan murah adalah peredam leleh baja (steel yielding damper). Sistem ini akan mengabsorbsi energi gempa dengan mendissipasi energi melalui pembentukan sendi plastis atau pelelehan melalui mekanisme pelelehan materialnya.

Steel damper yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah damper pelat bentuk X. Kajian Numerikal Dengan Program Abaqus peredam leleh baja (yielding steel damper) sebanyak empat kajian (HSD 1, HSD 2, HSD 3, HSD 4) yang menjadi perwakilaan dari setiap kajian yang sudah dilakukan penulis. Semua kajian mempunyai ukuran yang sama hanya berbeda dalam parameter pada damper (Q, b, C, γ). Kajian dilakukan dengan program ABAQUS.

Steel damper yang dikaji akan menghasilkan data berupa kurva hysteresis. Hasil Numerikal berupa kurva hysteresis tersebut menunjukkan besar energi disipasi damper tersebut. Selanjutnya kurva hysteresis tersebut dianalisa dengan menggunakan pendekatan model tri-linier untuk mendapatkan karakteristik mekanik peredam seperti kekakuan elastis, kekakuan leleh dan kekakuan pasca leleh. Dari hasil kajian tersebut kita akan mendapatkan bentuk geometri ideal peredam (damper) dengan kemampuan menyerap energi gempa terbesar.

Secara umum semua spesimen menunjukkan kurva hysteresis yang gemuk dan stabil. Namun, dari keempat specimen tersebut dicatat bahwa spesimen yang kajian HSD 4 menunjukkan kurva hysteresis yang paling luas (Wu = 239.719 kNmm), kekakuan elastis yang paling besar (Ke = 51.94), serta rasio damping terbesar (ζ =

52.5%). Hasil ini menunjukkan bahwa steel damper kajian HSD 4 dapat diusulkan untuk

di aplikasikan sebagai anti gempa jenis control pasif pada perencanaan bangunan tahan gempa.

Kata Kunci: Anti gempa, Peredam/damper, kurva hysteresis, Energi dissipasi.

(4)

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR dan KURVA ... x

DAFTAR NOTASI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

BAB I.

PENDAHULUAN

... 1

1.1 Latar Belakang ... 6

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Pembatasan Masalah ... 6

1.4 Tujuan Penulisan ... 6

1.5 Manfaat Penulisan ... 7

1.6 Metodologi Penulisan ... 7

1.7 Tinjauan Pusataka Singkat ... 8

1.8 Sistematika Penulisan ... 9

BAB II.

TINJAUAN

PUSTAKA

... 10

2.1 Material Baja ... 11

2.2 Sifat – Sifat Mekanik Baja ... 13

(5)

2.4 Kriteria Dasar Perencanaan ... 17

2.9.1.1 Model Diskretisasi Massa ... 37

2.9.1.2 Model Consisten Mass Matrix ... 38

(6)

2.11.2.1 Seismic Isolator ... 43

BAB III. KAJIAN NUMERIKAL/ ABAQUS DAMPER PELAT

.... 70

3.1 Pendahuluan ... 70

3.2 Kerangka Penulisan ... 71

3.3 Program Abaqus ... 72

3.3.1 Program Abaqus ... 73

(7)
(8)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

... 113

5.1 KESIMPULAN

... 113

5.2 SARAN

... 114

(9)

Gambar 1.2 Pemasangan Damper Di Struktur ………..……….4

Gambar 1.3 Pengaruh Damping Terhadap Getaran ………..…….5

Gambar 2.1 Kurva hubungan Tegangan vs Pegangan …………...15

Gambar 2.3 Bagian Kurfa Tegangan Yang Diperbesar ………...15

Gambar 2.4 Respon antara struktur dengan damper dan tanpa damper ketika diguncang gempa………..24

Gambar 2.5 Bantalan Karet ………...………..………24

Gambar 2.6 Perletakan bantalan karet pada tiap kolom ………...………...25

Gambar 2.7 LUD pada jembatan rigid………...………..…26

Gambar 2.8 Perletakan LUD tampak samping ………...………..………...27

Gambar 2.9 Pemasangan PVD pada struktur gedung ………...………..…27

Gambar 2.10 PVD Pada Perkuatan Struktur Gedung………...………..…...28

Gambar 2.11 HiDAM………...………..…29

Gambar 2.12 Model Trinilear Peredam Leleh Baja ………...………..…..…33

Gambar 2.13 Distribusi Gaya Pada Peredam Baja Tipe x………..35

Gambar 2.14 Pengaruh Damping Terhadap Getaran….……….…41

Gambar 2.15 Hysterestic-loop Kekakuan Linear dan Gesekan ……….45

Gambar 2.16 Hysteric Loop Viscous Elastis Damper ………...………..…..45

(10)

Gambar 2.20 Visco Elastic Damper Pada Struktur..……….……..…52

Gambar 2.21 Hyteristic Loop Viscous – Elastis Damper ………..52

Gambar 2.22 Tipe dari Metallic Damper………...54

Gambar 2.23 Hyterestic Loop Yield Damper……….………57

Gambar 2.24 Metallic Dumper………...57

Gambar 2.25 Metallic Dumper Pada Struktur………..…….58

Gambar 2.26 Sambungan ADAS Pada Balok dan Brancing ………58

Gambar 2.27 Perilakuem ADAS Pada Saat Gempa ……….………...58

Gambar 2.28 Apartemen Taichung City …………. ……….…....60

Gambar 2.29 Retrof Building In Travel Taiwan ………...61

Gambar 2.30 Tempat perbelanjaan Jung -He-City……….61

Gambar 2.31 Pergoyangan Struktur Akibat Beban Lateral………63

Gambar 2.32 Lendutan Balok……….64

Gambar 2.33 Balok Yang Mengalami Lentur……….68

Gambar 3.1 Kerangka Penulisan ………...71

Gambar 3.2 Kerangka Menjalankan Program Abaqus ………...………..73

Gambar 3.3 Pemisaha Kurva...74

Gambar 3.4 Trilinier Model Dari Skeleton Part ………...74

Gambar 3.5 Kekakuan Efektif dan Disipasi Energi Dalam Satu Siklus…..……..80

(11)

Gambar 4.4 Lokasi Create Part………..…....85

Gambar 4.5 Elastic Pada Material………...86

Gambar 4.6 Ciclic Hardening Pada Edit Material ……….…87

Gambar 4.7 Boundary Condition………....88

Gambar 4.8 Load……….………....88

Gambar 4.9 Mesh………....89

Gambar 4.10 Part Pada Menu Bar……….…...90

Gambar 4.11 Running Data……….……….…….……...90

Gambar 4.12 CekData………...…………91

Gambar 4.13 Kontur Tegangan ……….………..91

Gambar 4.14 Detail Penggabungan Data ………...92

Gambar 4.15 Ploting Gaya ……….……...92

Gambar 4.16 Ploting Perpindahan ………...93

Gambar 4.17 Combain Data Gaya dan Perpindahan ………...93

Gambar 4.18 Ploting Data ke Microsoft XL ………....94

Gambar 4.19 Kurva Histeresis HSD 1 ….………....95

Gambar 4.20 Skeleton Part HSD 1 ..….………...95

Gambar 4.21 Bauschiger Part HSD 1…....………...96

(12)

Gambar 4.25 Kurva Histeresis HSD 3 ..………..…98

Gambar 4.26 Skeleton Part HSD 3..………....98

Gambar 4.27 Bauschiger Part HSD 3 ..……….……… ………….99

Gambar 4.28 Kurva Histeresis HSD 4..………...…99

Gambar 4.29 Skeleton Part HSD 4..………...…100

Gambar 4.30 Bauschiger Part HSD 4 ..……….…..…100

Gambar 4.31 Pendekatan Model Trilinear HSD 1 ..………..…102

Gambar 4.32 Pendekatan Model Trilinear HSD 2..……….………..…102

Gambar 4.33 Pendekatan Model Trilinear HSD 3..………...103

Gambar 4.34 Pendekatan Model Trilinear HSD 4..……….………..…103

Gambar 4.35 Kekakuan Efektif HSD 1..……….…………..105

Gambar 4.36 Kekakuan Efektif HSD 2 ..………..105

Gambar 4.37 Kekakuan Efektif HSD 3..……….…..…106

Gambar 4.38 Kekakuan Efektif HSD 4 ..………..…106

(13)

= Luas Penampang Cross Section Sejauh x

I = Momen Inersia Penampang Melintang

J = Momen Inersia Polar K = Kekauan

M = Momen Lentur

N = Gaya Normal Tekan

M.dx = Luas Bidang Momen Sepanjang dx

Mxdx= Statis momen luas bidang M terhadap titik yang berjarak x dari elemen M. P = Gaya

(14)

T = Perubahan Suhu V = Gaya Geser W = Usaha

W = Momen Tahanan

x = Jarak Sepanjang Balok

y = Jarak dari Sumbu Netral ke sembarang Titik

α = Koefisien Muai Suhu

ε = Regangan

τ = Tegangan Geser

μ = Perbandingan Poisson

γ = Regangan Geser

σ = Tegangan Lentur

Δ = Lendutan

(15)

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Luas Skeleton Part, Bausinger Part……102

Tabel 4.3 Hasil Pendekatan Model Trilinear………...….105

Tabel 4.4 Hubungan Rasio damping terhadap perpindahan………...109

Tabel 4.5 Kekakuan Efektif………..…….110

Tabel 4.6 Ekuivalen kumulatif Ratio Deformasi Plastis…………..…111

(16)

Salah satu anti gempa sistem kontrol pasif yang paling sederhana dan murah adalah peredam leleh baja (steel yielding damper). Sistem ini akan mengabsorbsi energi gempa dengan mendissipasi energi melalui pembentukan sendi plastis atau pelelehan melalui mekanisme pelelehan materialnya.

Steel damper yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah damper pelat bentuk X. Kajian Numerikal Dengan Program Abaqus peredam leleh baja (yielding steel damper) sebanyak empat kajian (HSD 1, HSD 2, HSD 3, HSD 4) yang menjadi perwakilaan dari setiap kajian yang sudah dilakukan penulis. Semua kajian mempunyai ukuran yang sama hanya berbeda dalam parameter pada damper (Q, b, C, γ). Kajian dilakukan dengan program ABAQUS.

Steel damper yang dikaji akan menghasilkan data berupa kurva hysteresis. Hasil Numerikal berupa kurva hysteresis tersebut menunjukkan besar energi disipasi damper tersebut. Selanjutnya kurva hysteresis tersebut dianalisa dengan menggunakan pendekatan model tri-linier untuk mendapatkan karakteristik mekanik peredam seperti kekakuan elastis, kekakuan leleh dan kekakuan pasca leleh. Dari hasil kajian tersebut kita akan mendapatkan bentuk geometri ideal peredam (damper) dengan kemampuan menyerap energi gempa terbesar.

Secara umum semua spesimen menunjukkan kurva hysteresis yang gemuk dan stabil. Namun, dari keempat specimen tersebut dicatat bahwa spesimen yang kajian HSD 4 menunjukkan kurva hysteresis yang paling luas (Wu = 239.719 kNmm), kekakuan elastis yang paling besar (Ke = 51.94), serta rasio damping terbesar (ζ =

52.5%). Hasil ini menunjukkan bahwa steel damper kajian HSD 4 dapat diusulkan untuk

di aplikasikan sebagai anti gempa jenis control pasif pada perencanaan bangunan tahan gempa.

Kata Kunci: Anti gempa, Peredam/damper, kurva hysteresis, Energi dissipasi.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fenomena gempa bumi menjadi bagian penting dan menarik bagi perencana teknik

sipil mengingat pengaruh dan bahaya yang ditimbulkannya. Gempa bumi (earthquake) adalah fenomena getaran yang dikaitkan dengan hentakan pada kerak bumi. Gerakan tiba

– tiba pelepasan energi tegangan yang kemudian dipindahkanmelalui tanah dalam bentuk

gelombang getaran elastis yang dipancarkan ke segala arah dari titik runtuh (rupture point). Sehingga perpindahan gelombang inilah pada suatu lokasi (site) bumi disebut sebagai gempa bumi (Agus 2002).

Indonesia adalah Negara yang terletak pada sejumpalah pertemuan lempengan

tektonik yang besar dan aktif. Sehingga memposisikan Indonesia ke daerah yang rawan

terhadap gempa bumi. Dari beberapa pengamatan mulai tahun 1833 sampai 2012, tercatat

lebih kurang 22 kali gempa yang terjadi di seluruh Indonesia yang mengakibatkan

kerugian material dan dan korban jiwa yang sangat besar. Dari semua riwayat gempa yang

terjadi gempa yang paling mematikan adalah gempa Aceh. Gempa ini mengakibatkan

tsunami rusaknya bangunan dan infrastruktur lainnya rusak dan korban jiwa dengan jumlah

yang sangat besar.

Untuk mengantisifasi terjadinya gempa di masa yang akan dating, sangat penting

(18)

Konsep yang disebut konfrehensif adalah memfokuskan pada perlindungan bangunan dari

kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa dengan cara disipasi energi gempa. Energi gempa

diredam (didisipasi) dengan cara memasang peredam pada struktur. Dengan menambah

peredam, energi gempa yang masuk ke struktur dapat direduksi dan dikontrol sehingga

gaya-gaya dan simpangan struktur menjadi kecil, dengan demikian bangunan dapat

direncanakan dalam keadaan elastis untuk kejadian gempa besar dengan biaya yang cukup

ekonomis.

Sistem control struktur dibedakan atas tiga golongan ( Song dan Dargus 1997) yaitu:

(a) system kontrol pasif, (b) system kontrol aktif, dan (c) system isolasi dasar. Pada sistem

kontrol aktif bekerja dengan menerima masukan data getaran dari sensor yang dipasang

disekeliling struktur, melalui komputer data tersebut digunakan untuk mengatur gerakan

aktuator sesuai dengan input gempa ke bangunan. Sistem kontrol ini sangat mahal

sehingga kurang sesuai diterapkan pada negara berkembang. Pada sistem kontrol pasif

bekerja atau bereaksi setelah energi gempa masuk ke struktur dan tidak membutuhkan

energi luar sehingga biayanya lebih murah. Pada sistem ini perpindahan dapat dikontrol

pada tingkat tertentu sesuai dengan besar gempa yang akan dikenakan pada struktur.

Sedangkan pada sistem isolasi dasar sudah banyak digunakan dan sudah dikenal lama dan

telah terbukti efektif untuk melindungi bangunan dari gempa.

Pada sistem kontrol pasif sesuai fungsinya, secara garis besar dapat dibagi

menjadi 2 jenis, yaitu yang bersifat isolasi dan yang bersifat dissipasi energi. Jenis

(19)

Damper merupakan alat dissipasi energi yang menyerap energi gempa akibat

pelelehan materialnya dengan fungsi memperkecil respon simpangan struktur dan

menghentikan getaran. Peredam leleh baja (yielding steel damper) merupakan salah satu anti gempa jenis kontrol pasif yang bekerja melalui mekanisme pelelehan materialnya

akibat kombinasi momen lentur dan gaya geser yang bekerja pada bidang sumbu kuatnya.

Pada sistem kontrol pasif yang menggunakan baja sebagai materialnya adalah

dianggap ekonomis dibanding sistem kontrol aktif. Disamping itu dalam perhitungan

atau untuk mendesain tentunya akan menjadi pengaruh dalam penggunaan baja ini.

Namun Beberapa tahun terakhir ini, muncul program khusus yang sudah banyak

digunakan oleh ahli struktur untuk mendesain bangunan tahan gempa yaitu Abaqus yang

disebut simulasi numeric dengan menggunakan baja sebagai bahan materialnya.

Sehingga sangatlah membantu dalam menghitung dan menentukan ukuran baja yang

sesuai dengan besar gempa yang akan diredam dengan pelelehan materialnya.

Dengan simulasi numerikal dilakukan (running) beberapa kali dengan waktu yang lama (kurang lebih 4 jam) pada program abaqus. Parameter yang ditentukan adalah Q, b,

λ dan C. Uji coba – coba numerik dilakukan beberapa kali dengan berbagai percobaan,

misalnya Q, b, λ dan C bervariasi, dari hasil numerik akan dilakukan perbandingan

dengan data eksperimen yang sudah ada sebelumnya sehingga dapat menyimpulkan

apakah damper tersebut mampu untuk meredam gempa.

Mengingat hal tersebut di atas, maka penulis ingin melakukan pengkajian terhadap uji

numerikal (dengan program abaqus). Data ini akan digunakan dalam merencanakan

(20)

Damper) yang menyerap energi gempa akibat pelelehan materialnya karena mudah

dibuat dan biayanya lebih murah jika dibandingkan dengan sistem kontrol pasif lainnya.

Gambar 1.1 Damper Pelat Lentur

Gambar 1.2 Pemasangan Damper Di Struktur

Pemasangan damper di struktur bangunan berbeda dengan pemasangan isolator gempa, isolator gempa dipasang pada bidang yang memisahkan bagian bangunan yang

(21)

simpangannya. Damper biasanya dipasang diantara lantai tingkat untuk mengurangi perbedaaan pergeseran lantai (storey drift), umumnya dipasang bergabung dengan bracing.

Damping struktur bangunan pada umumnya hanya sebesar 1 % sampai 5%

bergantung pada kekakuan bangunan yang direncanakan, makin besar kekakuan suatu

struktur makin kecil damping. Bila suatu bangunan diberi tambahan alat dissipasi energi

(damper) dengan damping sebesar 25% sampai 30%, akan mereduksi tegangan dan respon simpangan sekitar 50% sampai 75% dibandingkan dengan respon struktur dengan damping

5%, bila damper digabungkan dengan alat isolator, dapat mereduksi respon dapat sampai 95%.

(22)

1.2 Rumusan Masalah

Kajian numerikal, yaitu melakukan running data dengan abaqus. Sehingga

berdasarkan penjelasan tersebut didapat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik peredam leleh baja secara numerik?

2. Bagaimana model hysteresis peredam leleh baja?

3. Bagaimana hasil kekakuan efektif damper dari simulasi numerikal ?

1.3 Pembatasan Masalah

Batasaan – batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah :

1. Damper yang akan dibahas adalah damper pelat lentur.

2. Peredam leleh dengan kedua ujung terkekang sempurna dan damper dianggap melentur dengan kurvatur ganda.

3. Temperatur tidak diperhitungkan.

4. Program yang digunakan adalah ABAQUS 6.12

1.4 Tujuan Penulisan

(23)

1. Mengembangkan suatu sistem peredam gempa yang tergolong ke dalam sistem

kontrol pasif berupa peredam leleh baja (steel yielding damper) yang dapat menyerap energi gempa melalui mekanisme pelelehan materialnya.

2. Mendapatkan karakteristik peredam leleh baja seperti kekakuan elastis, kekakuan

pasca leleh, gaya leleh dan besar redaman akibat pembebanan siklik secara

numerikal.

3. Membandingkan hasil karakteristik peredam leleh baja secara numerikal.

4. Mengusulkan pendekatan model histeresis berdasarkan hasil numerikal agar dapat

diterapkan pada software komersial yang ada.

1.5 Manfaat penulisan

Manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah :

1. Sebagai perbandingan mengenai penggunaan sintem kontrol struktur yang

menggunakan baja sebagai bahan materialnya yang dikaji secara

numerikal/dengan program ABAQUS.

2. Sebagai masukan bagi praktisi mengenai penggunaan sistem kontrol struktur

mana yang lebih ekonomis untuk diterapkan di daerah berkembang.

3. Sebagai bahan masukan bagi rekan-rekan mahasiswa apabila nantinya melakukan

(24)

1.6 Metodologi Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah studi literatur yaitu

dengan mengumpulkan data - data dan keterangan dari literatur dan keterangan dari

literatur yang berhubungan dengan pembahasan pada tugas akhir ini, hasil numerikal

(running data dengan program abaqus) serta masukan - masukan dari dosen pembimbing.

Urutan penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Mencari dasar pengetahuan dari gempa dan damper serta program abaqus

2. Menampilkan pemodelan damper dengan program ABAQUS serta menampilkan

hasil numerikal

1.7 Tinjauan Pustaka Singkat

Sistem kontrol pasif tidak membutuhkan energi luar sehingga biayanya lebih murah.

Pada sistem ini, perpindahan struktur dapat dikontrol pada tingkat tertentu sesuai dengan

besar gempa yang akan dikenakan pada struktur. Aplikasi sistem ini di Amerika, Asia dan

Negara Eropa juga menunjukkan tren yang positif tidak hanya pada bangunan lama (untuk

perkuatan) maupun pada bangunan baru, Syman et al, Aniello et al (dalam Daniel dkk,

2013:2)

Penelitian peredam leleh baja dengan nama steel slit damper (SSD) dilakukan oleh Chan dan Albermani (2008). Slit damper ini dibuat dari profil WF dengan badannya di potong dalam beberapa irisan sehingga membentuk banyak pelat strip. Pelat strip diantara

kedua ujung sayap profil WF membentuk seperti sistem rangka vierendeel. Pada deformasi relatif kecil, antara kedua sayap profil, pelat–pelat strip ini berperilaku seperti balok

(25)

pelat strip akan terbentuk sendi plastis. Disamping itu kekuatan leleh peredam ini dengan

mudah diperediksi berdasarkan analisis mekanisme plastis.

Penelitian lebih lanjut dilakukan Li Gang dan Li Hong Nan (dalam Jatenra, 2014:7)

terhadap 5 bentuk geometri peredam leleh baja dengan fungsi ganda (DFMD), karena

tidak hanya menyediakan redaman tetapi juga kekakuan. Berbeda dengan peredam bentuk

X dan V yang umumnya memikul gaya geser gempa pada arah sumbu lemahnya, maka

peredam leleh baja DFMD ini akan memikul gaya geser akibat gempa dalam arah sumbu

kuatnya. Itu sebabnya sistem ini akan memiliki kekakuan yang lebih besar dari peredam

pada umumnya. Dari hasil percobaan menunjukkan hanya 2 bentuk dari 5 jenis spesimen

ini yang layak digunakan sebagai peredam leleh baja karena 3 spesimen lainya mengalami

kegagalan seperti adanya pinching pada kurva hysteresis, terjadinya retak sepanjang arah

horizontal ditengahnya dan terjadinya tekuk pada awal pembebanan sehingga mereduksi

kapasitas penyerapan energinya.

1.8 Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui garis besar tugas akhir ini, berikut uraian singkat isi dari tugas

akhir ini :

BAB I : PENDAHULUAN terdiri dari Latar Belakang, Permasalahan, pembatasan

Masalah, Tujuan, Manfaat, Metodologi, Tinjauan Pustaka Singkat, dan

Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA berisi penjelasan umum yang berhubungan tentang

(26)

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN, berisi penjelasan data-data pokok dan

metode perhitungan yang akan digunakan dalam Analisa dan Pembahasan.

BAB IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN, berisi perhitungan hysterestic loop dengan kurva hysteresis numerical

(27)

BAB II

TINJAUN KEPUSTAKAAN

2.1 Material Baja

Baja yang akan digunakan dalam struktur dalam diklasifikasikan menjadi baja

karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat –sifat mekanik dari baja

tersebut seperti tegangan leleh dan tegangan putusnya diatur dalam ASTM A6/A6M.

a. Baja Karbon

Baja karbon dibagi menjadi 3 kategori tergantung dari presentase kandungan

karbonnya, yaitu: baja karbon rendah ( C = 0,03 – 0,35% , baja karbon medium

( C = 0,35 – 0,50%), dan baja karbon tinggi ( C = 0,55 – 1,70%). Baja yang

sering digunakan dalam struktur adalah baja karbon medium, misalnya baja BJ

37. Kandungan karbon baja medium bervariasi dari 0,25 – 0,29% tergantung

kertebalan. Selain karbon, unsur lain yang juga terdapat dalam baja karbon

adalah mangan ( 0,25 – 1,50%), silicon (0,25 – 0,30%), fosfor ( maksimal

0,04%) dan sulfur (0,05%). Baja karbon menunjukkan titik peralihan leleh yang

jelas, seperti nampak dalam gambar 2.1 kurva a. Naiknya presentase karbon

meningkatkan tegangan leleh namun menunrunkan daktilitas, salah satu

dampaknya adalah membuat pekerjaan las menjadi lebih sulit. Baja karbon

(28)

b. Baja Paduan Rendah Mutu Tinggi

Yang termasuk dalam kategori baja paduan rendah mutu tinggi (high-strength low-allow steel/HSLA) mempnyai tegangan leleh berkisar antara 290 – 550 Mpa dengan tegangan putus (fu) antara 415 – 700 Mpa. Titik peralihan leleh

dari baja ini Nampak dengan jelas ( gambar 2.1 kurva b). Penambahan sedikit

bahan – bahan paduan seperti chromium, columbium, mangan, molybden,

nikel, fosfor, vanadium atau zirkonum dapat memperbaiki sifat – sifat

mekaniknya.

Jika baja karmbon mendapatkan kekuatannya seiring dengan penambahan

persentase karbon, maka bahan- bahan paduan ini mampu memperaiki sidat

mekanik baja dengan membentuk mikrostruktur dalam bahan baja yang lebih

halus.

c. Baja Paduan

Baja paduan rendah (low alloy) dapat ditempa dan dipanaskan untuk

memperoleh tegangan leleh antara 550 – 760 Mpa. Titik peralihan leleh tidak

tampak dengan jelas (gambar 2.1 c). Tegangan leleh dari baja paduan biasanya

ditentukan sebagai tegangan yang terjadi saat timbul regangan permanen

sebesar 0,2% atau dapat ditentukan pula sebagai tegangan pada saat regangan

mencapai 0,5%. Baut yang biasa digunakan sebagai alat pengencang

(29)

tinggi mempunyai kandungan karbon maksimum 0,30%, dengan tegangan

(30)

2.2 Sifat – Sifat Mekanik Baja

Untuk dapat memahami perilaku suatu struktur baja, maka seorang ahli stuktur

harus dapat memahami juga sifat – sifat mekanik dari baja. Model pengujian yang paling

tepat untuk mendapatkan sifat – sifat mekanik dari material baja adalah dengan melakukan

uji tarik terhadap suatu benda uji baja. Uji tekan tidak dapat memberikan data yang akurat

terhadap sifat – sifat mekanik material baja, karena disebabkan beberapa hal antara lain

adanya potensi tekuk pada benda uji yang mengakibatkan ketidakstabilan dari benda uji

tersebut, selain itu perhitungan tegangan yang terjadi di dalam benda uji lebih mudah

(31)

Titik – titik penting dalam kurva tegangan – regangan antara lain adalah :

- fp : batas proporsional

- fe : batas elastis

- fyu,fy : tegangan leleh atas dan bawah

- fu : tegangan putus

- : regangan saat mulai terjadi efek strain – hardening (penguatan

regangan)

(32)

Titik penting ini membagi kurva tegangan – regangan menjadi beberapa daerah

sebagai berikut:

1. Daerah liniear antara 0 dan fp , dalam daerah ini berlaku hokum Hooke, kemiringan dan bagian kurva yang lurus ini disebut sebagai Modulus Elastisitas

atau Modulus Young, E (= ).

2. Daerah liniear antara 0 dan fe , pada daerah ini jika beban dihilangkan maka benda uji ini akan kembali ke bentuk semula atau dikatakan bahwa benda uji

tersebut masih bersifat elastis.

3. Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara 2% hingga 1,2 -1,5%, pada

bagian ini dapat menunjukkan pula tingkat daktilitas dari material baja tersebut.

Pada baja mutu tinggi terdapat pula daerah plastis, namun pada daerah ini

tegangan masih mengalami kenaikan. Karena itu baja jenis ini tidak mempunyai

daerah plastis yang benar – benar datar sehingga tak dapat dipakai dalam

analisa plastis.

4. Daerah penguatan regangan (srain - hardening) antara ԑsh dan ԑu. untuk

regangan lebih besar dari 15 hingga 20 kali regangan elastis maksimum,

tegangan kembali mengalami kenaikan namun dengan kemiringan yang lebih

kecil daripada kemiringan daerah elastis. Daerah ini dinamakan daeranh

penguatan regangan (strain - hardening), yang berlanjut hingga mencapai

(33)

2.3 Metode Analisis Struktur Terhadap Beban Gempa

Metode analisis yang dapat digunakan untuk memperhitungkan pengaruh beban

gempa terhadap struktur adalah sebagai berikut :

2.3.1 Metode analisis static

Analisis perancangan struktur bangunan terhadap pengaruh beban gempa secara

statis, pada prinsipnya adalah menggantikan gaya-gaya horizontal yang bekerja pada

struktur akibat pergerakan tanah dengan gaya-gaya statis yang ekivalen, dengan tujuan

penyederhanaan dan kemudahan di dalam perhitungan. Metode ini disebut Metode Gaya

Lateral Ekivalen (Equivalen Lateral Force Method). Pada metode ini diasumsikan bahwa gaya horizontal akibat gempa yang bekerja pada suatu elemen struktur, besarnya

ditentukan berdasarkan hasil perkalian antara suatu konstanta berat atau massa dari elemen

struktur tersebut.

2.3.2 Metode analisis dinamis

Analisis dinamis untuk perancangan struktur tahan gempa dilakukan jika

diperlukan evaluasi yang lebih akurat dari gaya-gaya gempa yang bekerja pada struktur,

serta untuk mengetahui perilaku dari struktur akibat pengaruh gempa. Pada struktur

bangunan tingkat tinggi atau struktur dengan bentuk atau konfigurasi yang tidak teratur.

Analisis dinamis dapat dilakukan dengan cara elastis maupun inelastic. Pada cara elastis

(34)

Spectrum Modal Analysis), dimana pada cara ini respons maksimum dari tiap ragam getar yang terjadi didapat dari Spektrum Respons Rencana (Design Spectra). Sedangkan pada analisis dinamis inelastic digunakan untuk mendapatkan respons struktur akibat pengaruh

gempa yang sangat kuat dengan cara integrasi langsung (Direct Integration Method).

2.4Kriteria Dasar Perencanaan

Pada tahap awal dari perencanaan struktur bangunan, konfigurasi denah, material

struktur dan bentuk struktur harus ditentukan terlebih dahulu. Pemilihan ini akan

mempengaruhi tahap selanjutnya dari proses perancangan struktur. Beberapa kriteria yang

perlu diperhatikan antara lain :

2.4.1 Pembebanan

Besar dan macam beban yang bekerja pada struktur sangat tergantung dari jenis

struktur. Berikut ini akan disajikan jenis-jenis beban, data beban serta factor-faktor dan

kombinasi pembebanan sebagai dasar acuan bagi perhitungan struktur. Jenis-jenis beban

yang biasa diperhitungkan dalam perencanaan stuktur bangunan gedung adalah sebagai

berikut :

1. Beban mati (Dead Load)

Beban mati merupakan beban yang bekerja akibat gravitasi yang bekerja

tetap pada posisinya secara terus menerus dengan arah ke bumi tempat struktur

didirikan. Yang termasuk beban mati adalah berat struktur sendiri dan juga semua

(35)

2. Beban hidup (Live Load)

Beban hidup merupakan beban yang terjadi akibat penghunian atau

penggunaan suatu gedung dan barang-barang yang dapat berpindah, mesin dan

peralatan lain yang dapat digantikan selama umur gedung.

3. Beban gempa (Earthquake Load)

Besarnya beban gempa dasar nominal horizontal akibat gempa menurut Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Rumah dan Gedung

(SNI-1726-1998), dinyatakan sebagai berikut :

(2.1)

Dimana :

= Beban gempa dasar nominal (beban gempa rencana)

= kombinasi dari beban mati dan beban hidup vertical yang direduksi

= factor respons gempa, yang besarnya tergantung dari jenis tanah

dasardan waktu getar struktur

factor keutamaan struktur

= factor reduksi Gempa

Perhitungan berat bangunan ( )

Karena besarnya beban gempa sangat dipengaruhi oleh berat dari struktur

bangunan maka perlu dihitung berat dari masing-masing lantai bangunan.

Berat dari bangunan dapat berupa beban mati yang terdiri dari berat sendiri

(36)

yang diakibatkan oleh hunian atau penggunaan bangunan. Karena

kemungkinan terjadinya gempa bersamaan dengan beban hidup yang bekerja

penuh pada bangunan adalah kecil, maka beban hidup yang bekerja dapat

direduksi besarnya. Berdasarkan standar pembebanan yang berlaku di

Indonesia, untuk memperhitungkan pengaruh beban gempa pada struktur

bangunan gedung, beban hidup yang bekerja dapat dikalikan dengan factor

reduksi sebesar 0.3.

Faktor respons gempa (C)

Setelah dihitung waktu getar dari struktur bangunan pada arah –X (Tx) dan

arah–Y (Ty), maka harga dari Faktor Respons Gempa (C ) dapat ditentukan

dari Diagram spectrum respons gempa rencana.

Faktor keutamaan struktur (I)

Menurut SNI Gempa 2003, pengaruh gempa rencana harus dikalikan

dengan suatu Faktor Keutamaan (I) menurut persamaan :

(2.2)

Dimana adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang gempa

berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa selama umur

rencana dari gedung. Sedangkan adalah Faktor Keutamaan untuk

menyesuaikan umur rencana dari gedung tersebut.

Besarnya beban gempa rencana yang direncanakan untuk berbagai

(37)

struktur bangunan selama umur rencana yang diharapkan. Karena gedung

perkantoran merupakan bangunan yang memiliki fungsi biasa, serta dengan

asumsi probabilitas terjadinya gempa tersebut selama kurun waktu umur

rencana gedung adalah 10%, maka berlaku

Gedung-gedung dengan jumlah tingkat sampai 10, karena berbagai

alasan dan tujuan pada umumnya mempunyai umur kurang dari 50 tahun,

sehingga karena periode ulang gempa tersebut adalah kurang 500 tahun.

Gedung-gedung dengan jumlah tingkat lebih dari 30, monument dan bangunan

monumental, mempunyai masa layan yang panjang, bahkan harus dilestarikan

untuk generasi yang akan datang, sehingga karena periode ualng gempa

tersebut adalah lebih dari 500 tahun. Pada contoh ini, bangunan perkantoran

direncanakan mempunyai umur rencana 50 tahun, dengan demikian .

Faktor reduksi gempa (R)

Jika adalah pembebanan maksimum akibat pengaruh Gempa Rencana

yang dapat diserap oleh struktur bangunan gedung yang bersifat elastic penuh

dalam kondisi di ambang keruntuhan, dan adalah pembebanan gempa

nominal akibat pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan

struktur bangunan gedung, maka berlaku hubungan sebagai berikut :

(2.3)

R disebut factor Reduksi Gempa yang besarnya dapat ditentukan menurut

(38)

(2.4)

Pada persamaan diatas, adalah faktor kuat lebih beton dan bahan yang

terkandung di dalam struktur dan (mu) adalah faktor daktilitas struktur bangunan gedung. Faktor daktilitas struktur adalah perbandingan atau rasio

antara simpangan maksimum dari struktur gedung akibat pengaruh gempa

rencana pada saat mencapai kondisinya di ambang keruntuhan, dengan

simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan yang pertama pada

elemen struktur. adalah Faktor reduksi gempa maksimum yang dapat

dikerahkan oleh system struktur yang bersangkutan.

2.5 Derajat Kebebasan (Degree Of Freedom, DOF)

Apabila struktur dibebani secara dinamik maka massa struktur akan bergoyang baik

ke kanan maupun k kiri. Derajat kebebasan (degree of freedom) adalah derajat indepedensi yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu sistem pada setiap saat. Apabila suatu titik

yang ditinjau mengalami perpindahan tempat secara horizontal, vertikal dan ke samping

misalnya, maka sistem tersebut mempunyai tiga derajat kebebasan. Hal ini terjadi karena

titik yang bersangkutan dapat berpindah secara bebas dalam tiga arah.

Namun demikian, sesuai dengan penyederhanaan yang dapat diambil pada

persoalan-persoalan engineering, goyangan tersebut dapat dianggap hanya terjadi di dalam satu bidang saja (tanpa puntiran). Hal ini dimaksudkan agar penyelesaian masalah menjadi

(39)

kompleks menjadi lebih sederhana dan penyelesaian yang dahulunya sangat banyak

menjadi berkurang banyak. Hal ini terjadi karena penyelesaian dinamik merupakan

penyelesaian berulang-ulang dalam ratusan bahkan ribuan kali.

Pada problem dinamik, setiap titik atau massa umumnya hanya diperhitungkan

berpindah tempat dalam satu arah saja yaitu arah horizontal. Karena simpangan yang

terjadi dalam satu bidang (2-dimensi) maka simpangan suatu massa pada setiap saat hanya

mempunyai posisi /ordinat tertentu baik bertanda positif maupun negative. Pada kondisi

2-dimensi tersebut simpangan suatu massa pada saat t dapat dinyatakan dalam koordinat

tunggal yaitu y (t). Struktur seperti itu dinamakan struktur dengan derajat kebebasan

tunggal. Secara umum bangunan satu tingkat dianggap hanya mempunyai derajat

kebebasan tunggal (single degree of freedom, SDOF) dan struktur yang mempunyai n-tingkat akan mempunyai n-derajat kebebasan atau struktur yang mempunyai n-n-tingkat akan

mempunyai n-derajat kebebasan atau struktur dengan derajat kebebasan banyak (multi degree of freedom, MDOF). Akhirnya dapat disimpulkan bahwa, jumlah derajat kebebasan adalah jumlah koordinat yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu massa pada saat

tertentu.

2.6 Redaman Struktur

Redaman merupakan peristiwa pelepasan energy oleh struktur akibat :

1. Gerakan antar molekul di dalam material

2. Gesekan alat penyambung maupun sistim dukungan

(40)

4. Respon inelastic

Untuk melindungi struktur bangunan dari gempa, dapat menggunakan alat-alat

peredam gempa (damper), mulai dari bantalan karet (base isolation seismic bearing) hingga alat-alat berteknologi tinggi. Gempa yang terjadi di Indonesia saat ini sangat

memprihatinkan, banyak korban jiwa akibat tertimbun runtuhan gedung-gedungnya. Salah

satu pilihan yang kini banyak digunakan untuk melindungi struktur bangunan dari gempa,

adalah dengan alat-alat peredam gempa (damper). Adapun alat peredam gempa tersebut adalah :

1. Bantalan karet tahan gempa (seismic bearing) 2. Lock Up Device (LUD)

3. Fluid Viscous Damper (FVD) 4. High Damping Device (HIDAM) 5. dan lainnya

Penggunaan peralatan tahan gempa tersebut, pada prinsipnya berfungsi untuk

menyerap energi gempa yang dipikul oleh elemen-elemen struktur. Sehingga, struktur

(41)

Gambar 2.4 Respon antara struktur dengan damper dan tanpa damper ketika diguncang

gempa

1. Bantalan Karet

Bantalan karet sering dikenal sebagai base isolation, Bantalan karet ini tergolong murah, dan bukan merupakan alat berteknlogi tinggi.

(42)

Dalam aplikasinya, bantalan karet tersebut dipasang pada setiap kolom, yaitu

diantara pondasi dan bangunan. Bantalan karet alam ini, berfungsi untuk

mengurangi getaran akibat gempa. Sedangkan lempengan baja, digunakan untuk

menambah kekakuan bantalan karet, sehingga penurunan bangunan saat bertumpu

di atas bantalan karet tidak terlalu besar. Oleh karena itu, apabila gaya yang sampai

pada bangunan itu lebih besar dari kekuatan struktur maka bangunan itu akan rusak.

Gambar 2.6 Perletakan bantalan karet pada tiap kolom

2. LUD (Lock Up Devices)

Selain bantalan karet, kini beberapa bangunan publik yang berlokasi di

daerah rawan gempa, juga sudah mulai mengaplikasikan teknologi peredam gempa

(43)

Gambar 2.7 LUD Pada Jembatan Rigid

Alat ini seperti dongkrak atau shockbreaker pada pertemuan antara tiang dan segmen jalan layang. Alat ini berfungsi sebagai alat untuk meredam guncangan

jika terjadi gempa.

Prinsip kerja LUD sangat sangat sederhana, jika diibaratkan tiang dan badan

jalan layang sebagai huruf T. Dimana garis melintang sebagai badan jalan. Gerak

redam LUD pada saat terjadi gempa, akan berlangsung dari arah kiri ke kanan atau

sebaliknya. Dengan penggunaan cairan khusus (gel silikon) yang menjadi bantalan

pada LUD, guncangan ekstrem akibat gempa, pada saat tertentu mengakibatkan

LUD terkunci, dan mengakibatkan seluruh badan jalan dan tiang akan bergerak

serentak ke arah yang sama seperti huruf T, ke kanan dan ke kiri. Sistem ini, juga

bisa meredam gerakan liar, akibat guncangan yang disebabkan oleh getaran

(44)

Gambar 2.8 Perletakan LUD tampak samping

3. FVD (Fluid Viscous Damper)

Peralatan peredam gempa lain yang cukup terkenal dan banyak

diaplikasikan pada struktur bangunan, adalah fluid viscous damper (FVD). Fungsi utama dari peralatan ini, adalah menyerap energi gempa dan mengurangi gaya

gempa rencana yang dipikul elemen-elemen struktur..

(45)

Gambar 2.10 FVD Pada Perkuatan Struktur Gedung

Jika pada struktur dipasang FVD, gaya redaman akan sama dengan nol pada

saat defleksi maksimum, karena kecepatan stroke sama dengan nol dan kemudian berbalik arah. Saat kolom berbalik arah ke posisi semula, akan menyebabkan

menjadikan kecepatan stroke menjadi maksimum atau gaya redamannya menjadi maksimum. Pada posisi kolom normal, tegangan kolom adalah minimum.

4. HiDAM (High Damping Device)

Alat ini sama-sama menggunakan prinsip viskositas dalam menciptakan

gaya redaman. Berdasarkan hasil penelitian terhadap alat peredam gempa HiDAM

ini, rasio redaman struktur, mampu ditingkatkan oleh HiDAM pada kisaran 10 – 20

%. Angka ini, sangat signifikan dalam mengurangi respon struktur terhadap gempa

(46)

Gambar 2.11 HiDAM

2.7 Teori Metallic Yielding Damper Umum

Sistem terbaru dalam disain struktur pemikul beban gempa pada saat ini

difokuskan pada disipasi energi dengan menggunakan berbagai macam cara. Sistem

pendisipasi energi ini terdiri dari tiga kategori yaitu base isolation system, active and semi-active system dan passive system. Di antara sistem disipasi energi tersebut, sistem energi pasif cukup banyak digunakan. Sistem redaman pasif yang paling banyak diteliti

dan diaplikasikan adalah metallic yielding damper karena memiliki beberapa keunggulan yaitu pembuatan dan proses pemasangan ke struktur yang mudah serta memiliki histeresis

(47)

2.8 Tinjauan Peredam Lelah Baja 2.8.1 Dasar Pemilihan Damper Bentuk X

Untuk memahami perilaku sistem peredam leleh baja (yielding damper) dalam meyerap energi gempa melalui mekanisme pelelehan material akibat lentur,

maka terlebih dahulu dijelaskan penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti

sebelumnya.

 Penelitian peredam leleh baja oleh Stiemer (1980,1981) adalah menggunakan

pelat baja berbentuk pelat meruncing (tapered) sebagai penyokong sistem pemipaan. Peredam ini dianggap terjepit pada bagian atas dan pada bagian bawah

sebagai sendi. Dengan kondisi seperti ini diharapkan peredam ini akan melentur

dengan kurvatur tunggal. Hasil tes menunjukkan peredam ini efektif mereduksi

respons dinamik dari sistem. Selanjutnya percobaan pada shaking table pada jaringan pemipaan dengan peredam leleh baja berbentuk X pada struktur baja 3

tingkat akibat pembebanan sinusoidal dan berbagai percepatan gempa. Hasil tes

menunjukkan tegangan pada pipa dengan tumpuan dari peredam leleh baja dapat

direduksi. Namun, untuk mendapatkan hasil reduksi tegangan maksimal pada

pipa, maka kekuatan dari peredam leleh baja harus direncanakan dengan

seksama.

 Penelitian lainnya dilakukan oleh Bergman dan Goel (1987) pada peredam leleh

baja berbentuk X dan V yang dipasang dengan bracing bentuk chevron yang mengalami pembebanan siklik. Hasil percobaan menunjukkan bahwa spesimen

(48)

terjadinya pinching dan slip. Namun, pada spesimen bentuk V memperlihatkan adanya pinching dan slip pada kurva histeresis khususnya pada percobaan kelelahan pada amplitudo besar karena adanya kerusakan pada bagian bawah

sambungan. Pengaruh pinching dan slip menyebabkan kurang efektifnya kapasitas dissipasi energi.

 Percobaan lainnya dilakukan oleh Whittaker dkk.(1989, 1991) pada peredam

leleh baja yang terdiri dari 4, 6 dan 7 spesimen berbentuk X dipasang sejajar.

Percobaan dilakukan dengan beban siklik sinusoidal. Hasil tes menunjukkan

bahwa perilaku peredam leleh baja ini dipengaruhi parameter kekakuan elastis,

kekuatan leleh dan perpindahan lelehnya. Disamping itu tes menunjukkan bahwa

spesimen mampu menahan beban siklik lebih dari 100 kali pada deformasi 3

kali perpindahan lelehnya tanpa menunjukkan penurunan kekakuan dan

kekuatan. Percobaan juga menunjukkan pentingnya kondisi kedua ujung

sambungan dari spesimen peredam terhadap keberhasilan kinerjanya dalam

menyerap energi.

 Kobori (1992) melakukan penelitian damper bentuk gabungan X yang

dinamakan sebagai Honeycomb damper. Damper ini dibuat dari pelat baja serta

dipasang dalam arah sumbu kuatnya dalam memikul gaya geser yang bekerja.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa kurva histeresis cukup gemuk dan stabil

serta memiliki kekakuan elastik yang cukup besar bila dibandingkan dengan

damper bentuk X yang dibuat Whittaker dkk.

(49)

bentuk geometri peredam leleh baja dengan fungsi ganda (DFMD), karena tidak

hanya menyediakan redaman tetapi juga kekakuan. Berbeda dengan peredam

bentuk X dan V yang umumnya memikul gaya geser gempa pada arah sumbu

lemahnya, maka peredam leleh baja DFMD ini akan memikul gaya geser akibat

gempa dalam arah sumbu kuatnya. Itu sebabnya sistem ini akan memiliki

kekakuan yang lebih besar dari peredam pada umumnya. Dari hasil percobaan

menunjukkan hanya dua bentuk dari lima jenis spesimen ini yang layak

digunakan sebagai peredam leleh baja karena tiga spesimen lainya mengalami

kegagalan seperti adanya pinching pada kurva histeresis, terjadinya retak sepanjang arah horizontal ditengahnya dan terjadinya tekuk pada awal

pembebanan sehingga mereduksi kapasitas penyerapan energinya.

Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya seperti dijelaskan di atas

bahwa peredam leleh baja X akan efektif menyerap energi gempa bila kurva histeresis

gemuk dan stabil serta mengalami pelelehan secara bersamaan. Untuk peredam leleh

dengan kedua ujungnya disambung secara kaku sehingga akibat gaya geser akan melentur

dengan kurvatur ganda dengan bidang momen berbentuk linier dengan maksimum

pada kedua ujungnya dan bernilai nol ditengahnya. Sedangkan gaya geser akan

konstan sepanjang tinggi peredam. Oleh sebab itu bentuk X banyak digunakan

karena diagram kapasitas momen leleh penampang sama dengan bentuk momen

yang terjadi yaitu sama-sama linier. Kekurangan sistem ini adalah kekakuannya lebih

kecil sehingga untuk mendapatkan kekakuan yang besar jumlahnya dibuat lebih

(50)
(51)

berperilaku nonlinear ketika dibebani dengan beban percepatan tanah. Perilaku

nonlinear ini bisa dimodelkan dengan model trilinear.

Gambar 2.12 Model Trilinear Peredam Leleh Baja.

Dimana ∆y adalah perpindahan leleh pertama kali, ∆p1 adalah

perpindahan plastis 1 dan ∆p2 adalah perpindahan maksimum plastis 2. Gaya-gaya

yang bersesuaian dengan perpindahan adalah Fy adalah gaya yang menyebabkan

kelelehan pertama kali, Fh1 adalah gaya plastis yang berkoresponden dengan ∆p1

dan Fh2 adalah gaya plastis yang berkoresponden dengan ∆p2. Besaran mekanik

lain dari peredam leleh baja adalah daktilitas µ yang didefinisikan sebagai rasio

perpindahan maksimum terhadap peprindahan leleh atau ditulis dengan persamaan:

(52)

(2.6)

Kekakuan plastis 1 Kp1 didefinisikan sebagai Rasio dari selisih Fp1Fy terhadap selisih ∆p1 - ∆y.

(2.7)

Kekakuan plastis 2 Kp2 didefinisikan sebagai rasio dari selisih Fp2 – Fp2 terhadap selisih ∆p2 - ∆p2.

(2.8)

2.8.3 Penentuan Dimensi Peredam Baja Tipe X

Pada penentuan Dimensi peredam baja tipe X dilakukan berdasarkan

perilaku peredam tersebut ketika menerima gaya. Peredam leleh baja dipasang ke

struktur seperti pada Gambar 1.2. Berdasarkan gambar tersebut dapat

diasumsikan bahwa peredam tersebut memiliki tumpuan jepit-jepit dengan salah

satu ujung jepitnya bisa bergeser sehingga distribusi gaya yang terjadi adalah seperti

(53)

Plat X Bentuk Terdeformasi Distribusi Momen Gaya Lintang

Gambar 2.13 Distribusi gaya pada peredam baja tipe X

Karena titik balik deformasi berada ditengah bentang, untuk menurunkan

persamaan yang digunakan untuk menentukan lebar peredam bisa dilakukan dengan

meninjau setengah tinggi peredam (1/2 H) dengan mempertimbangkan efek geser

dan lentur yang terjadi. Misalkan gaya yang bekerja pada damper adalah p, maka

gaya leleh yang dibutuhkan untuk terjadinya kelelehan akibat tegangan geser

pada damper adalah:

(2.9)

Dimana adalah lebar tengah, adalah ketebalan pelat dan adalah

tegangan leleh. Dari teri mekanika bahan diketahui hubungan gaya geser leleh

dengan tegangan utama (dalam hal ini tegangan utama berdnilai sama dengan nilai

tegangan leleh) adalah :

(54)

Momen lentur terhadap titik balik (1/2H) adalah :

(2.12)

Subtitusikan persamaan (2.7) ke dalam persamaan (2.8) maka diperoleh :

(2.13)

dan

(2.14)

Sehingga diperoleh :

(2.15)

2.9 Karakteristik Struktur Bangunan

Di dalam persamaan difrensial melibatkan tiga properti utama pada suatu

struktur yaitu massa, kekakuan dan redaman. Ketiga properti pada struktur ini

umumnya disebut sebagai dinamik karakteristik pada struktur. Pada problem statik

properti-properti tersebut adalah sangat spesifik sehingga tidak semuanya

digunakan. Dari ketiga properti tersebut kekakuan elemen / struktur adalah salah

satu-satunya karakteristik yang dipakai pada problem statik, sedangkan karakteristik

(55)

bangunan tersebut akan mempunyai banyak derajat kebebasan karena banyaknya

massa yang mungkin dapat ditentukan. Banyaknya derajat kebebasan umumnya

berpengaruh dengan jumlah massa tersebut sehingga akan menimbulkan kesulitan.

Hal ini terjadi karena banyaknya persamaan differensial yang ada.

2.9.1.1 Model Diskretisasi Massa

Model diskretisasi massa yaitu massa diangggap menggumpal pada

tempat-tempat (lumped mass) join atau tempat-tempat-tempat-tempat tertentu. Dalam hal ini gerakan /

degree of freedom suatu join sudah ditentukan. Untuk titik model yang hanya mempunyai satu derajat kebebasan / satu translasi maka nantinya elemen atau

struktur yang bersangkutan akan mempunyai matriks yang isinya hanya bagian

diagonal saja. Clough dan Penzien (1993) mengatakan bahwa bagian off-daigonal akan sama dengan nol karena gaya inersia hanya bekerja pada tiap-tiap massa.

Selanjutnya juga dikatakan bahwa apabila terdapat gerakan rotasi massa ( rotation degree of freedom ), maka pada model lumped mass ini juga tidak akan ada rotation moment of inertia. Hal ini terjadi karena pada model ini massa dianggap menggumpal pada suatu titik yang tidak berdimensi (mass moment of inertia

dapat dihitung apabila titik tersebut mempunyai dimensi fisik). Dalam kondisi

tersebut terdapat matriks massa dengan diagonal mass of moment inertia sama dengan nol.

(56)

hanya terdapat satu derajat kebebasan yang terjadi pada setiap massa / tingkat, maka

jumlah derajat kebebasan pada suatu bangunan bertingkat banyak akan

ditunjukkan oleh banyaknya tingkat bangunan yang bersangkutan. Pada kondisi

tersebut matriks massa hanya akan berisi pada bagian diagonal saja

2.9.1.2 Model Consistent Mass Matrix.

Model ini adalah model yang kedua dari kemungkinan permodelan massa

struktur. Pada prinsip consistent mass matrix ini, elemen struktur akan berdeformasi menurut bentuk fungsi (shape function) tertentu. Permodelan massa seperti ini akan sangat bermanfaat pada struktur yang distribusi massanya kontiniu.

Apabila tiga derajat kebebasan (horizontal, vertical dan rotasi)

diperhitungkan pada setiap node maka standar consistent mass matrix akan menghasilkan full-populated consistent matrix artinya suatu matri yang off- diagonal matriksnya tidak sama dengan nol. Pada lumped mass model tidak akan terjadi ketergantungan antar massa (mass coupling) karena matriks massa adalah diagonal. Apabila tidak demikian maka mass moment of inertia akibat translasi dan rotasi harus diperhitungkan. Pada bangunan bertingkat banyak yang massanya

terkonsentrasi pada tiap-tiap tingkat bangunan, maka penggunaan model lumped

mass masih cukup akurat. Untuk pembahasan struktur MDOF seterusnya maka

(57)

sangat penting disamping massa bangunan. Antara massa dan kekakuan struktur

akan mempunyai hubungan yang unik yang umumnya disebut karakteristik diri atau

Eigenproblem. Hubungan tersebut akan menetukan nilai frekuensi sudut ω, dan periode getar struktur T. Kedua nilai ini merupakan parameter yang sangat penting

dan akan sangat mempengaruhi respon dinamik struktur.

Pada prinsip bangunan geser ( shear building ) balok pada lantai tingkat dianggap tetap horizontal baik sebelum maupun sesudah terjadi pergoyangan.

Adanya plat lantai yang menyatu secara kaku dengan balok diharapkan dapat

membantu kekakuan balok sehingga anggapan tersebut tidak terlalu kasar. Pada

prinsif desain bangunan tahan gempa dikehendaki agar kolom lebih

kuatdibandingkan dengan balok, namun demikian rasio tersebut tidak selalu linear

dengan kekakuannya. Dengan prinsif shear building maka dimungkinkan pemakaian lumped mass model. Pada prinsif ini, kekakuan setiap kolom dapat dihitung berdasarkan rumus yang telah ada.

2.9.3 Redaman

Redaman merupakan peristiwa pelepasan energi ( energi dissipation) oeh struktur akibat adanya berbagai macam sebab. Beberapa penyebab itu antara lain

adalah pelepasan energi oleh adanya gerakan antar molekul didalam material,

pelepasan energi oleh gesekan alat penyambung maupun system dukungan,

(58)

Simpangan (drift) adalah sebagai perpindahan lateral relative antara dua tingkat bangunan yang berdekatan atau dapat dikatakan simpangan mendatar tiap-

tiap tingkat bangunan (horizontal story to story deflection). Simpangan lateral dari suatu system struktur akibat beban gempa adalah sangat penting yang dilihat dari

tiga pandangan yan berbeda, menurut Farzat Naeim (1989):

1. Kestabilan struktur (structural stability)

2. Kesempurnaan arsitektural (architectural integrity) dan potensi kerusakan bermacam-macam komponen bukan struktur

3. Kenyaman manusia (human comfort), sewaktu terjadi gempa bumi dan sesudah bangunan mengalami gerakan gempa.

2.10 Prinsip Damping Pada Struktur

Damper mempunyai cara kerja mendissipasi energi yang masuk ke

struktur dengan merubah energi tersebut menjadi sendi plastis atau pelelehan

bahan damper, sehingga response simpangan struktur menjadi kecil. Peran damping

dalam struktur antara lain :

1. Menyebabkan getaran dapat berhenti

2. Memperkecil response simpangan ( displacement )

3. Mengurangi simpangan saat resonansi

Damping dalam struktur disebut juga inherent damping, yaitu damping yang

berasal dari gesekan antara struktur dengan bagian non struktur, gesekan udara dan

(59)

Bila suatu struktur tanpa damping, getaran struktur tidak akan berhenti,

seperti yang ditunjukan gambar 2.1. Untuk getaran bebas tanpa damping (undamped

free vibration) atau 0% damping, amplitudo getaran akan tetap dan berulang-ulang

terus tanpa berhenti, sedangkan getaran dengan damping ( damped free vibration )

yang ditunjukan oleh kurva dengan damping 5%, dan 10%, amplitude getaran

semakin mengecil terhadap waktu.

Makin besar damping dari suatu sistim makin cepat amplitudo getaran

berkurang dan makin cepat berhenti bergetar. Perbedaaan tersebut ditunjukan oleh

kurva dengan damping 5% dan kurva dengan damping 10% pada gambar 2.6

Gambar 2.14 Pengaruh Damping terhadap Getaran

(60)
(61)

dilakukan dengan memberikan alat tambahan ke struktur, untuk membatasi energi atau

mendissipasi energi gempa yang masuk ke bangunan. Alat-alat tersebut dikenal dengan

Seismic Devices. Dengan menambah alat-alat tersebut, energy gempa yang masuk ke struktur dapat direduksi dan dikontrol sehingga gaya-gaya dan simpangan struktur

menjadi kecil. Seismic devices pada umumnya dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Actived seismic device

2. Passived seismic device

Seismic devices adalah alat yang dipasang pada bangunan untuk

membatasi energi atau mendisipasi energi gempa yang masuk ke bangunan seperti

yang sudah dijelaskan tadi. Seismic devices bekerja dengan merubah kekakuan,

damping dan menambah massa ke struktur. Pemakaian seismic devices tidak hanya

terbatas pada struktur bangunan gedung saja, juga bisa digunakan juga pada jembatan,

tangki penimbunan dan lainnya.

2.11.1 Actived Seismic Devices

Actived seismic devices bekerja dengan menerima masukan data getaran dari

sensor yang dipasang pada sekeliling struktur. Melalui computer, data tersebut

digunakan untuk mengatur gerakan sesuai dengan input gempa ke bangunan. Perangkat

aktif memanfaatkan sumber daya eksternal untuk menyesuaikan respon dari

perangkat untuk bereaksi terhadap perilaku struktur secara real time dan mencapai respon yang diinginkan secara keseluruhan.

2.11.2 Passived Seismic Devices

(62)

umumnya reaksi seismic devices semakin besar bila respon struktur atau energi yang

masuk semakin besar. Passived seismic devices sesuai fungsinya secara garis besar

dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu bersifat isolasi (seismic isolator) dan yang bersifat dissipasi energi (damper).

2.11.2.1 Seismic Isolator

Seismic Isolator dipasang dibagian bawah bangunan, alat ini mereduksi energy

yang masuk ke struktur dengan merubah getaran frekwensi tinggi menjadi frekwensi

rendah, percepatan bangunan bagian atas menjadi kecil sehingga gaya inertia juga

menjadi kecil. ada 2 jenis seismic isolator yang telah sering dipakai yaitu jenis rubber bearing dan jenis friction pendulum. Rubber bearing memiliki kekakuan dan sifat damping yang rendah, untuk memperbesar damping dipasang batangan timah dibagian

tengah. Isolator jenis friction pendulum bekerja dengan membentuk kekakuan dari gesekan antara piringan bawah dengan tumpuan bulatan di bagian atas yang diberi

lapisan bahan Teflon.

2.11.2.2 Damper

Damper bekerja dengan mendissipasi energi melalui pembentukan sendi plastis

atau pelelehan bahan damper. Bila gaya yang bekerja pada damper adalah gaya siklik atau gempa, hubungan gaya dan simpangan akan membentuk kurva yang disebut

(63)

bukan linier vicous damping, loop tidak berbentuk ellips lagi. Besar gaya dalam sistim

adalah gaya dari kekakuan struktur ditambah gaya damping, yaitu:

(2.12)

Dimana:

= total gaya dalam struktur

= k u = gaya dari kekakuan pegas

= c ú = gaya dari damping

Dari persamaaan undamped forced vibration, m ü + k u = Po cos (ωt) ,

bila kekakuan tidak konstant, tetapi sebagai fungsi dari simpangan u,

k = k (u)

Maka gaya dalam struktur adalah :

(2.13)

Persamaan getaran menjadi :

m ü + k (u) . u = Po cos (ωt) (2.14)

Bila kita gambarkan hubungan gaya dengan displacement akan terbentuk loop,

seperti pada getaran linier-vicous damping, tapi dengan bentuk yang berbeda, lihat

gambar 2.8. Tapi energi yang didissipasi tetap sama yaitu sebesar luas dari loop. Getaran

dengan gaya gesekan yang konstan, seperti getaran dengan coulomb friction , gaya

gesekan:

(64)

Dengan persamaan getaran menjadi :

m ü + k u ± N µ fr = Po cos (ωt) (2.16)

Hysteristic loop getaran akan berbentuk segi -4, lihat gambar 2.10. Energi

yang didissipasi dalam 1 siklus pembebanan Po cos (ωt) sama dengan luas segi 4,

Ed = N µ fr μo (2.17)

Bentuk hysteristic loop segi-4 ini, dinamai hyteristic loop bi-linier.

(65)

struktur yang memakai hysterestic–yield damper dapat ditulis dengan :

(2.18)

Dimana :

Eqin = Energi gempa yang masuk ke struktur.

Ek = Energi kinetic dalam struktur.

Es = Energi regangan dalam struktur.

Ed = Energi yang didissipasi oleh damping dari struktur.

Ehys = Energi yang didissipasi oleh hysterestic loop dari sifatinelastis

bahan damper.

Ruas kiri merupakan energi yang diperlukan ( demand Energi ) sedangkan

bagian kanan adalah jumlah energi yang harus disediakan oleh struktur.

Ek dan Es merupakan energy yang bersifat tetap (konservatif), yang

besarnya Ek dan Es adalah konstan, Dissipasi energy hanya dilakukan oleh viscous

damping Ed dan hysteristic loop Ehys dari sifat inelastis bahan . Energi yang

didissipasi oleh hysteristic loop dari sifat inelastic bahan sulit diperhitungkan, untuk itu

diupayakan penyederhanaan menghitung besarnya dissipasi energy hysteristis loop

dengan pendekatan model yang bersifat linier. Pemodelan sifat inelastis menjadi model

viscous damping dilakukan oleh Jacobean (1930,1960), kemudian dikembangkan oleh

Housner (1956) dan jenning (1964), konsep equivalent viscous damping digunakan

untuk menggantikan dissipasi energi berbagai bentuk hysteristic loop menjadi dissipasi

(66)

(2.19)

Dimana :

= Luas Hysterestic loop

(2.20)

Dimana :

= Jumlah damping rasio

= Equivalent damping ratio dari dissipasi energy

= inherent damping atau viscous damping dari struktur

2.14 Metode Dissipasi Energi Damper

Damper yang biasa dipasang pada struktur, dapat dibedakan menurut cara

dissipasi energinya :

1. Viscous Damper

2. Friction Damper

3. Hysterestic-yield Damper

4. Visco-elstic Damper

2.14.1 Friction Damper

Jenis damper ini mendissipasi energi berdasarkan gesekan yang terjadi dalam

(67)

pemodelannya berupa suatu gaya yang konstan bila gaya tekan antar pelat tetap.

(2.21)

Dimana :

Fd = Gaya damping dari damper

N = gaya tekan antar pelat

μfr = koefisien friksi antar pelat

Pemodelan Friction damper dalam bangunan derajat kebebasan 1 ( SDOF )

dengan input percepatan gempa , persamaan getarannya dapat ditulis :

mü + cú + ku – |Fd|= -müg (2.22)

Dimana :

m = massa bangunan

c = konstanta damping bangunan

k = kekakuan struktur

|Fd| = gaya gesekan damper ( gaya tersebut mempunyai nilai absolute karena

tetap berlawanan arah dengan arah getaran)

ü = Percepatan massa

ú = kecepatan massa

üg = percepatan gerakan tanah dasar.

Karena gaya gesekan selama getaran tidak bergantung pada simpangan, maka

bentuk hysterestic loop akan berbentuk rigid bilinier (empat persegi panjang) , lihat

(68)

Gambar 2.17 Friction Damper

2.14.2 Viscous Damper

Viscous damper mendissipasi energi berdasarkan kecepatan gerak dari bagian

damper, bentuk yang paling dasar adalah redaman cairan dalam dashpot yang digunakan pada peralatan mesin. Liquid Viscous Damper mendissipasi energi berdasarkan

kecepatan gerak piston dan kekentalan cairan yang mengalir melalui lobang di piston, ada

yang memakai silikon sebagai pengganti cairan. Dalam pemodelannya untuk analisa,

bentuk umum dari gaya redaman atau damping dapat ditulis

(2.23)

Dimana :

Fd = gaya damping

N = konstanta damping dari damper

μfr = kecepatan

(69)

c = konstanta damping struktur

cu = konstanta damping dari damper

k = kekakuan

u = simpangan massa

üg = percepatan gerakan tanah dasar.

Damping alat ini bekerja untuk semua simpangan baik sewaktu simpangan

getaran kecil maupun besar, gaya damping paling besar terjadi pada saat

simpangan sama dengan nol. hysteristic loop untuk linier vicous damping yang dibawah

beban harmonis ( α =1) akan berbentuk ellips.

Gambar 2.18 Hysterestic loop linier viscous

(70)

gerakandan juga memiliki sifat kekakuan. Bentuk yang paling banyak dijumpai adalah

dua lapisan polymer yang dilekatkan pada tiga lapisan pelat baja, ada juga yang

menggunakan bahan bitumen dan karet. Gaya damper dapat ditulis dengan persamaan :

Fd = Kd u + cd ú (2.25)

Persamaan getaran untuk bangunan SDOF yang dipasang damper jenis ini adalah :

mü + (c +cd) ú + (k + Kd) u = -müg (2.26)

Dimana :

k = Kekakuan struktur

Kd = Kekakuan damper

u = Simpangan / pergeseran damper cd = persen damping damper

c = Persen damping struktur

(71)

Gambar 2.20 Visco-Elastic Damper pada struktur

(72)

mempertahankan beban siklik, dimana perilaku tersebut menghasilkan kurva

histeresis yang stabil. Kurva tersebut menunjukkan kemampuan perangkat tersebut

untuk meredam energi yang masuk kedalam struktur. Pelelehan bahan yield damper

dapat berupa pelelehan oleh momen lentur, pelelehan oleh momen puntir, ataupun

berupa tekuk dari batangan baja. Damper ini biasanya dipasang diantara tingkatan lantai

untuk mengurangi perbedaaan pergeseran lantai ( storey drift), umumnya dipasang bergabung dengan bracing. Hysterestic-yielding damper, memiliki karateristik yang berbeda dengan jenis damper sebelumnya. Damper jenis ini mendissipasi energi dengan

membentuk hysteristic loop dari perubahan kekakuan damper, yaitu dari keadaan elastic

menjadi plastis (yielding). Pelelehan damper ada yang berupa pelelehan lentur ,

geser atau secara axial (tekuk). Bahan yang sering digunakan adalah baja lunak dan

timah.

Peredam baja adalah salah satu mekanisme yang paling populer dan banyak

peredam baja dengan skema yang berbeda telah diusulkan dan diaplikasikan. Gambar. 1

Gambar

Gambar 2.14 Pengaruh Damping terhadap Getaran
Gambar 2.21 Hyteristic loop Viscous-elastic damper
Gambar 2.30 Tempat Perbelanjaan Jung-He City
Gambar 3.1 Kerangka Penulisan
+7

Referensi

Dokumen terkait