BAB II
TINJAUN KEPUSTAKAAN
2.1 Material Baja
Baja yang akan digunakan dalam struktur dalam diklasifikasikan menjadi baja
karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat –sifat mekanik dari baja
tersebut seperti tegangan leleh dan tegangan putusnya diatur dalam ASTM A6/A6M.
a. Baja Karbon
Baja karbon dibagi menjadi 3 kategori tergantung dari presentase kandungan
karbonnya, yaitu: baja karbon rendah ( C = 0,03 – 0,35% , baja karbon medium
( C = 0,35 – 0,50%), dan baja karbon tinggi ( C = 0,55 – 1,70%). Baja yang
sering digunakan dalam struktur adalah baja karbon medium, misalnya baja BJ
37. Kandungan karbon baja medium bervariasi dari 0,25 – 0,29% tergantung
kertebalan. Selain karbon, unsur lain yang juga terdapat dalam baja karbon
adalah mangan ( 0,25 – 1,50%), silicon (0,25 – 0,30%), fosfor ( maksimal
0,04%) dan sulfur (0,05%). Baja karbon menunjukkan titik peralihan leleh yang
jelas, seperti nampak dalam gambar 2.1 kurva a. Naiknya presentase karbon
meningkatkan tegangan leleh namun menunrunkan daktilitas, salah satu
dampaknya adalah membuat pekerjaan las menjadi lebih sulit. Baja karbon
umumnya memiliki tegangan leleh (fy) antara 210 – 250 Mpa.
b. Baja Paduan Rendah Mutu Tinggi
Yang termasuk dalam kategori baja paduan rendah mutu tinggi (high-strength
low-allow steel/HSLA) mempnyai tegangan leleh berkisar antara 290 – 550
Mpa dengan tegangan putus (fu) antara 415 – 700 Mpa. Titik peralihan leleh
dari baja ini Nampak dengan jelas ( gambar 2.1 kurva b). Penambahan sedikit
bahan – bahan paduan seperti chromium, columbium, mangan, molybden,
nikel, fosfor, vanadium atau zirkonum dapat memperbaiki sifat – sifat
mekaniknya.
Jika baja karmbon mendapatkan kekuatannya seiring dengan penambahan
persentase karbon, maka bahan- bahan paduan ini mampu memperaiki sidat
mekanik baja dengan membentuk mikrostruktur dalam bahan baja yang lebih
halus.
c. Baja Paduan
Baja paduan rendah (low alloy) dapat ditempa dan dipanaskan untuk
memperoleh tegangan leleh antara 550 – 760 Mpa. Titik peralihan leleh tidak
tampak dengan jelas (gambar 2.1 c). Tegangan leleh dari baja paduan biasanya
ditentukan sebagai tegangan yang terjadi saat timbul regangan permanen
sebesar 0,2% atau dapat ditentukan pula sebagai tegangan pada saat regangan
mencapai 0,5%. Baut yang biasa digunakan sebagai alat pengencang
tinggi mempunyai kandungan karbon maksimum 0,30%, dengan tegangan
putus berkisar antara 733 hingga 838 Mpa.
2.2 Sifat – Sifat Mekanik Baja
Untuk dapat memahami perilaku suatu struktur baja, maka seorang ahli stuktur
harus dapat memahami juga sifat – sifat mekanik dari baja. Model pengujian yang paling
tepat untuk mendapatkan sifat – sifat mekanik dari material baja adalah dengan melakukan
uji tarik terhadap suatu benda uji baja. Uji tekan tidak dapat memberikan data yang akurat
terhadap sifat – sifat mekanik material baja, karena disebabkan beberapa hal antara lain
adanya potensi tekuk pada benda uji yang mengakibatkan ketidakstabilan dari benda uji
tersebut, selain itu perhitungan tegangan yang terjadi di dalam benda uji lebih mudah
Titik – titik penting dalam kurva tegangan – regangan antara lain adalah :
- fp : batas proporsional
- fe : batas elastis
- fyu,fy : tegangan leleh atas dan bawah
- fu : tegangan putus
- : regangan saat mulai terjadi efek strain – hardening (penguatan
regangan)
- : regangan saat tercapainya tegangan putus
Titik penting ini membagi kurva tegangan – regangan menjadi beberapa daerah
sebagai berikut:
1. Daerah liniear antara 0 dan fp , dalam daerah ini berlaku hokum Hooke,
kemiringan dan bagian kurva yang lurus ini disebut sebagai Modulus Elastisitas
atau Modulus Young, E (= ).
2. Daerah liniear antara 0 dan fe , pada daerah ini jika beban dihilangkan maka
benda uji ini akan kembali ke bentuk semula atau dikatakan bahwa benda uji
tersebut masih bersifat elastis.
3. Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara 2% hingga 1,2 -1,5%, pada
bagian ini dapat menunjukkan pula tingkat daktilitas dari material baja tersebut.
Pada baja mutu tinggi terdapat pula daerah plastis, namun pada daerah ini
tegangan masih mengalami kenaikan. Karena itu baja jenis ini tidak mempunyai
daerah plastis yang benar – benar datar sehingga tak dapat dipakai dalam
analisa plastis.
4. Daerah penguatan regangan (srain - hardening) antara ԑsh dan ԑu. untuk
regangan lebih besar dari 15 hingga 20 kali regangan elastis maksimum,
tegangan kembali mengalami kenaikan namun dengan kemiringan yang lebih
kecil daripada kemiringan daerah elastis. Daerah ini dinamakan daeranh
penguatan regangan (strain - hardening), yang berlanjut hingga mencapai
2.3 Metode Analisis Struktur Terhadap Beban Gempa
Metode analisis yang dapat digunakan untuk memperhitungkan pengaruh beban
gempa terhadap struktur adalah sebagai berikut :
2.3.1 Metode analisis static
Analisis perancangan struktur bangunan terhadap pengaruh beban gempa secara
statis, pada prinsipnya adalah menggantikan gaya-gaya horizontal yang bekerja pada
struktur akibat pergerakan tanah dengan gaya-gaya statis yang ekivalen, dengan tujuan
penyederhanaan dan kemudahan di dalam perhitungan. Metode ini disebut Metode Gaya
Lateral Ekivalen (Equivalen Lateral Force Method). Pada metode ini diasumsikan bahwa
gaya horizontal akibat gempa yang bekerja pada suatu elemen struktur, besarnya
ditentukan berdasarkan hasil perkalian antara suatu konstanta berat atau massa dari elemen
struktur tersebut.
2.3.2 Metode analisis dinamis
Analisis dinamis untuk perancangan struktur tahan gempa dilakukan jika
diperlukan evaluasi yang lebih akurat dari gaya-gaya gempa yang bekerja pada struktur,
serta untuk mengetahui perilaku dari struktur akibat pengaruh gempa. Pada struktur
bangunan tingkat tinggi atau struktur dengan bentuk atau konfigurasi yang tidak teratur.
Analisis dinamis dapat dilakukan dengan cara elastis maupun inelastic. Pada cara elastis
dibedakan Analisis Ragam Waktu (Time History Modal Analysis), dimana pada cara ini
diperlukan rekaman percepatan gempa dan Analisis Ragam Spektrum Respons (Response
Spectrum Modal Analysis), dimana pada cara ini respons maksimum dari tiap ragam getar
yang terjadi didapat dari Spektrum Respons Rencana (Design Spectra). Sedangkan pada
analisis dinamis inelastic digunakan untuk mendapatkan respons struktur akibat pengaruh
gempa yang sangat kuat dengan cara integrasi langsung (Direct Integration Method).
2.4Kriteria Dasar Perencanaan
Pada tahap awal dari perencanaan struktur bangunan, konfigurasi denah, material
struktur dan bentuk struktur harus ditentukan terlebih dahulu. Pemilihan ini akan
mempengaruhi tahap selanjutnya dari proses perancangan struktur. Beberapa kriteria yang
perlu diperhatikan antara lain :
2.4.1 Pembebanan
Besar dan macam beban yang bekerja pada struktur sangat tergantung dari jenis
struktur. Berikut ini akan disajikan jenis-jenis beban, data beban serta factor-faktor dan
kombinasi pembebanan sebagai dasar acuan bagi perhitungan struktur. Jenis-jenis beban
yang biasa diperhitungkan dalam perencanaan stuktur bangunan gedung adalah sebagai
berikut :
1. Beban mati (Dead Load)
Beban mati merupakan beban yang bekerja akibat gravitasi yang bekerja
tetap pada posisinya secara terus menerus dengan arah ke bumi tempat struktur
didirikan. Yang termasuk beban mati adalah berat struktur sendiri dan juga semua
2. Beban hidup (Live Load)
Beban hidup merupakan beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung dan barang-barang yang dapat berpindah, mesin dan
peralatan lain yang dapat digantikan selama umur gedung.
3. Beban gempa (Earthquake Load)
Besarnya beban gempa dasar nominal horizontal akibat gempa menurut
Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Rumah dan Gedung
(SNI-1726-1998), dinyatakan sebagai berikut :
(2.1)
Dimana :
= Beban gempa dasar nominal (beban gempa rencana)
= kombinasi dari beban mati dan beban hidup vertical yang direduksi
= factor respons gempa, yang besarnya tergantung dari jenis tanah
dasardan waktu getar struktur
factor keutamaan struktur
= factor reduksi Gempa
Perhitungan berat bangunan ( )
Karena besarnya beban gempa sangat dipengaruhi oleh berat dari struktur
bangunan maka perlu dihitung berat dari masing-masing lantai bangunan.
Berat dari bangunan dapat berupa beban mati yang terdiri dari berat sendiri
yang diakibatkan oleh hunian atau penggunaan bangunan. Karena
kemungkinan terjadinya gempa bersamaan dengan beban hidup yang bekerja
penuh pada bangunan adalah kecil, maka beban hidup yang bekerja dapat
direduksi besarnya. Berdasarkan standar pembebanan yang berlaku di
Indonesia, untuk memperhitungkan pengaruh beban gempa pada struktur
bangunan gedung, beban hidup yang bekerja dapat dikalikan dengan factor
reduksi sebesar 0.3.
Faktor respons gempa (C)
Setelah dihitung waktu getar dari struktur bangunan pada arah –X (Tx) dan
arah–Y (Ty), maka harga dari Faktor Respons Gempa (C ) dapat ditentukan
dari Diagram spectrum respons gempa rencana.
Faktor keutamaan struktur (I)
Menurut SNI Gempa 2003, pengaruh gempa rencana harus dikalikan
dengan suatu Faktor Keutamaan (I) menurut persamaan :
(2.2)
Dimana adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang gempa
berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa selama umur
rencana dari gedung. Sedangkan adalah Faktor Keutamaan untuk
menyesuaikan umur rencana dari gedung tersebut.
Besarnya beban gempa rencana yang direncanakan untuk berbagai
struktur bangunan selama umur rencana yang diharapkan. Karena gedung
perkantoran merupakan bangunan yang memiliki fungsi biasa, serta dengan
asumsi probabilitas terjadinya gempa tersebut selama kurun waktu umur
rencana gedung adalah 10%, maka berlaku
Gedung-gedung dengan jumlah tingkat sampai 10, karena berbagai
alasan dan tujuan pada umumnya mempunyai umur kurang dari 50 tahun,
sehingga karena periode ulang gempa tersebut adalah kurang 500 tahun.
Gedung-gedung dengan jumlah tingkat lebih dari 30, monument dan bangunan
monumental, mempunyai masa layan yang panjang, bahkan harus dilestarikan
untuk generasi yang akan datang, sehingga karena periode ualng gempa
tersebut adalah lebih dari 500 tahun. Pada contoh ini, bangunan perkantoran
direncanakan mempunyai umur rencana 50 tahun, dengan demikian .
Faktor reduksi gempa (R)
Jika adalah pembebanan maksimum akibat pengaruh Gempa Rencana
yang dapat diserap oleh struktur bangunan gedung yang bersifat elastic penuh
dalam kondisi di ambang keruntuhan, dan adalah pembebanan gempa
nominal akibat pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan
struktur bangunan gedung, maka berlaku hubungan sebagai berikut :
(2.3)
R disebut factor Reduksi Gempa yang besarnya dapat ditentukan menurut
persamaan :
(2.4)
Pada persamaan diatas, adalah faktor kuat lebih beton dan bahan yang
terkandung di dalam struktur dan (mu) adalah faktor daktilitas struktur
bangunan gedung. Faktor daktilitas struktur adalah perbandingan atau rasio
antara simpangan maksimum dari struktur gedung akibat pengaruh gempa
rencana pada saat mencapai kondisinya di ambang keruntuhan, dengan
simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan yang pertama pada
elemen struktur. adalah Faktor reduksi gempa maksimum yang dapat
dikerahkan oleh system struktur yang bersangkutan.
2.5 Derajat Kebebasan (Degree Of Freedom, DOF)
Apabila struktur dibebani secara dinamik maka massa struktur akan bergoyang baik
ke kanan maupun k kiri. Derajat kebebasan (degree of freedom) adalah derajat indepedensi
yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu sistem pada setiap saat. Apabila suatu titik
yang ditinjau mengalami perpindahan tempat secara horizontal, vertikal dan ke samping
misalnya, maka sistem tersebut mempunyai tiga derajat kebebasan. Hal ini terjadi karena
titik yang bersangkutan dapat berpindah secara bebas dalam tiga arah.
Namun demikian, sesuai dengan penyederhanaan yang dapat diambil pada
persoalan-persoalan engineering, goyangan tersebut dapat dianggap hanya terjadi di dalam
satu bidang saja (tanpa puntiran). Hal ini dimaksudkan agar penyelesaian masalah menjadi
kompleks menjadi lebih sederhana dan penyelesaian yang dahulunya sangat banyak
menjadi berkurang banyak. Hal ini terjadi karena penyelesaian dinamik merupakan
penyelesaian berulang-ulang dalam ratusan bahkan ribuan kali.
Pada problem dinamik, setiap titik atau massa umumnya hanya diperhitungkan
berpindah tempat dalam satu arah saja yaitu arah horizontal. Karena simpangan yang
terjadi dalam satu bidang (2-dimensi) maka simpangan suatu massa pada setiap saat hanya
mempunyai posisi /ordinat tertentu baik bertanda positif maupun negative. Pada kondisi
2-dimensi tersebut simpangan suatu massa pada saat t dapat dinyatakan dalam koordinat
tunggal yaitu y (t). Struktur seperti itu dinamakan struktur dengan derajat kebebasan
tunggal. Secara umum bangunan satu tingkat dianggap hanya mempunyai derajat
kebebasan tunggal (single degree of freedom, SDOF) dan struktur yang mempunyai
n-tingkat akan mempunyai n-derajat kebebasan atau struktur yang mempunyai n-n-tingkat akan
mempunyai n-derajat kebebasan atau struktur dengan derajat kebebasan banyak (multi
degree of freedom, MDOF). Akhirnya dapat disimpulkan bahwa, jumlah derajat kebebasan
adalah jumlah koordinat yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu massa pada saat
tertentu.
2.6 Redaman Struktur
Redaman merupakan peristiwa pelepasan energy oleh struktur akibat :
1. Gerakan antar molekul di dalam material
2. Gesekan alat penyambung maupun sistim dukungan
3. Gesekan dengan udara
4. Respon inelastic
Untuk melindungi struktur bangunan dari gempa, dapat menggunakan alat-alat
peredam gempa (damper), mulai dari bantalan karet (base isolation seismic bearing)
hingga alat-alat berteknologi tinggi. Gempa yang terjadi di Indonesia saat ini sangat
memprihatinkan, banyak korban jiwa akibat tertimbun runtuhan gedung-gedungnya. Salah
satu pilihan yang kini banyak digunakan untuk melindungi struktur bangunan dari gempa,
adalah dengan alat-alat peredam gempa (damper). Adapun alat peredam gempa tersebut
adalah :
1. Bantalan karet tahan gempa (seismic bearing)
2. Lock Up Device (LUD)
3. Fluid Viscous Damper (FVD)
4. High Damping Device (HIDAM)
5. dan lainnya
Penggunaan peralatan tahan gempa tersebut, pada prinsipnya berfungsi untuk
menyerap energi gempa yang dipikul oleh elemen-elemen struktur. Sehingga, struktur
Gambar 2.4 Respon antara struktur dengan damper dan tanpa damper ketika diguncang
gempa
1. Bantalan Karet
Bantalan karet sering dikenal sebagai base isolation, Bantalan karet ini tergolong
murah, dan bukan merupakan alat berteknlogi tinggi.
Gambar 2.5 Bantalan karet
Dalam aplikasinya, bantalan karet tersebut dipasang pada setiap kolom, yaitu
diantara pondasi dan bangunan. Bantalan karet alam ini, berfungsi untuk
mengurangi getaran akibat gempa. Sedangkan lempengan baja, digunakan untuk
menambah kekakuan bantalan karet, sehingga penurunan bangunan saat bertumpu
di atas bantalan karet tidak terlalu besar. Oleh karena itu, apabila gaya yang sampai
pada bangunan itu lebih besar dari kekuatan struktur maka bangunan itu akan rusak.
Gambar 2.6 Perletakan bantalan karet pada tiap kolom
2. LUD (Lock Up Devices)
Selain bantalan karet, kini beberapa bangunan publik yang berlokasi di
daerah rawan gempa, juga sudah mulai mengaplikasikan teknologi peredam gempa
Gambar 2.7 LUD Pada Jembatan Rigid
Alat ini seperti dongkrak atau shockbreaker pada pertemuan antara tiang
dan segmen jalan layang. Alat ini berfungsi sebagai alat untuk meredam guncangan
jika terjadi gempa.
Prinsip kerja LUD sangat sangat sederhana, jika diibaratkan tiang dan badan
jalan layang sebagai huruf T. Dimana garis melintang sebagai badan jalan. Gerak
redam LUD pada saat terjadi gempa, akan berlangsung dari arah kiri ke kanan atau
sebaliknya. Dengan penggunaan cairan khusus (gel silikon) yang menjadi bantalan
pada LUD, guncangan ekstrem akibat gempa, pada saat tertentu mengakibatkan
LUD terkunci, dan mengakibatkan seluruh badan jalan dan tiang akan bergerak
serentak ke arah yang sama seperti huruf T, ke kanan dan ke kiri. Sistem ini, juga
bisa meredam gerakan liar, akibat guncangan yang disebabkan oleh getaran
lainnya. Kekuatan LUD dengan gaya horizontal, adalah 3.400 kN/unit.
Gambar 2.8 Perletakan LUD tampak samping
3. FVD (Fluid Viscous Damper)
Peralatan peredam gempa lain yang cukup terkenal dan banyak
diaplikasikan pada struktur bangunan, adalah fluid viscous damper (FVD). Fungsi
utama dari peralatan ini, adalah menyerap energi gempa dan mengurangi gaya
gempa rencana yang dipikul elemen-elemen struktur..
Gambar 2.10 FVD Pada Perkuatan Struktur Gedung
Jika pada struktur dipasang FVD, gaya redaman akan sama dengan nol pada
saat defleksi maksimum, karena kecepatan stroke sama dengan nol dan kemudian
berbalik arah. Saat kolom berbalik arah ke posisi semula, akan menyebabkan
menjadikan kecepatan stroke menjadi maksimum atau gaya redamannya menjadi
maksimum. Pada posisi kolom normal, tegangan kolom adalah minimum.
4. HiDAM (High Damping Device)
Alat ini sama-sama menggunakan prinsip viskositas dalam menciptakan
gaya redaman. Berdasarkan hasil penelitian terhadap alat peredam gempa HiDAM
ini, rasio redaman struktur, mampu ditingkatkan oleh HiDAM pada kisaran 10 – 20
%. Angka ini, sangat signifikan dalam mengurangi respon struktur terhadap gempa
Gambar 2.11 HiDAM
2.7 Teori Metallic Yielding Damper Umum
Sistem terbaru dalam disain struktur pemikul beban gempa pada saat ini
difokuskan pada disipasi energi dengan menggunakan berbagai macam cara. Sistem
pendisipasi energi ini terdiri dari tiga kategori yaitu base isolation system, active and
semi-active system dan passive system. Di antara sistem disipasi energi tersebut, sistem
energi pasif cukup banyak digunakan. Sistem redaman pasif yang paling banyak diteliti
dan diaplikasikan adalah metallic yielding damper karena memiliki beberapa keunggulan
yaitu pembuatan dan proses pemasangan ke struktur yang mudah serta memiliki histeresis
yang stabil. Metallic yielding damper berperan sebagai penambah kekakuan dan redaman
pada struktur sehingga bisa meningkatkan seismic performance struktur. Dengan
memasang metallic damper ke struktur bisa mencegah kerusakan pada komponen utama
2.8 Tinjauan Peredam Lelah Baja 2.8.1 Dasar Pemilihan Damper Bentuk X
Untuk memahami perilaku sistem peredam leleh baja (yielding damper)
dalam meyerap energi gempa melalui mekanisme pelelehan material akibat lentur,
maka terlebih dahulu dijelaskan penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya.
Penelitian peredam leleh baja oleh Stiemer (1980,1981) adalah menggunakan
pelat baja berbentuk pelat meruncing (tapered) sebagai penyokong sistem
pemipaan. Peredam ini dianggap terjepit pada bagian atas dan pada bagian bawah
sebagai sendi. Dengan kondisi seperti ini diharapkan peredam ini akan melentur
dengan kurvatur tunggal. Hasil tes menunjukkan peredam ini efektif mereduksi
respons dinamik dari sistem. Selanjutnya percobaan pada shaking table pada
jaringan pemipaan dengan peredam leleh baja berbentuk X pada struktur baja 3
tingkat akibat pembebanan sinusoidal dan berbagai percepatan gempa. Hasil tes
menunjukkan tegangan pada pipa dengan tumpuan dari peredam leleh baja dapat
direduksi. Namun, untuk mendapatkan hasil reduksi tegangan maksimal pada
pipa, maka kekuatan dari peredam leleh baja harus direncanakan dengan
seksama.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Bergman dan Goel (1987) pada peredam leleh
baja berbentuk X dan V yang dipasang dengan bracing bentuk chevron yang
mengalami pembebanan siklik. Hasil percobaan menunjukkan bahwa spesimen
terjadinya pinching dan slip. Namun, pada spesimen bentuk V memperlihatkan
adanya pinching dan slip pada kurva histeresis khususnya pada percobaan
kelelahan pada amplitudo besar karena adanya kerusakan pada bagian bawah
sambungan. Pengaruh pinching dan slip menyebabkan kurang efektifnya
kapasitas dissipasi energi.
Percobaan lainnya dilakukan oleh Whittaker dkk.(1989, 1991) pada peredam
leleh baja yang terdiri dari 4, 6 dan 7 spesimen berbentuk X dipasang sejajar.
Percobaan dilakukan dengan beban siklik sinusoidal. Hasil tes menunjukkan
bahwa perilaku peredam leleh baja ini dipengaruhi parameter kekakuan elastis,
kekuatan leleh dan perpindahan lelehnya. Disamping itu tes menunjukkan bahwa
spesimen mampu menahan beban siklik lebih dari 100 kali pada deformasi 3
kali perpindahan lelehnya tanpa menunjukkan penurunan kekakuan dan
kekuatan. Percobaan juga menunjukkan pentingnya kondisi kedua ujung
sambungan dari spesimen peredam terhadap keberhasilan kinerjanya dalam
menyerap energi.
Kobori (1992) melakukan penelitian damper bentuk gabungan X yang
dinamakan sebagai Honeycomb damper. Damper ini dibuat dari pelat baja serta
dipasang dalam arah sumbu kuatnya dalam memikul gaya geser yang bekerja.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa kurva histeresis cukup gemuk dan stabil
serta memiliki kekakuan elastik yang cukup besar bila dibandingkan dengan
damper bentuk X yang dibuat Whittaker dkk.
bentuk geometri peredam leleh baja dengan fungsi ganda (DFMD), karena tidak
hanya menyediakan redaman tetapi juga kekakuan. Berbeda dengan peredam
bentuk X dan V yang umumnya memikul gaya geser gempa pada arah sumbu
lemahnya, maka peredam leleh baja DFMD ini akan memikul gaya geser akibat
gempa dalam arah sumbu kuatnya. Itu sebabnya sistem ini akan memiliki
kekakuan yang lebih besar dari peredam pada umumnya. Dari hasil percobaan
menunjukkan hanya dua bentuk dari lima jenis spesimen ini yang layak
digunakan sebagai peredam leleh baja karena tiga spesimen lainya mengalami
kegagalan seperti adanya pinching pada kurva histeresis, terjadinya retak
sepanjang arah horizontal ditengahnya dan terjadinya tekuk pada awal
pembebanan sehingga mereduksi kapasitas penyerapan energinya.
Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya seperti dijelaskan di atas
bahwa peredam leleh baja X akan efektif menyerap energi gempa bila kurva histeresis
gemuk dan stabil serta mengalami pelelehan secara bersamaan. Untuk peredam leleh
dengan kedua ujungnya disambung secara kaku sehingga akibat gaya geser akan melentur
dengan kurvatur ganda dengan bidang momen berbentuk linier dengan maksimum
pada kedua ujungnya dan bernilai nol ditengahnya. Sedangkan gaya geser akan
konstan sepanjang tinggi peredam. Oleh sebab itu bentuk X banyak digunakan
karena diagram kapasitas momen leleh penampang sama dengan bentuk momen
yang terjadi yaitu sama-sama linier. Kekurangan sistem ini adalah kekakuannya lebih
kecil sehingga untuk mendapatkan kekakuan yang besar jumlahnya dibuat lebih
dengan pengaku (bracing) dalam arah sumbu kuatnya seperti pada honeycomb
2.8.2 Propertis Mekanik Peredam Lelah Baja
Tsai et al (1993) membuktikan bahwa peredam leleh baja ADAS
berperilaku nonlinear ketika dibebani dengan beban percepatan tanah. Perilaku
nonlinear ini bisa dimodelkan dengan model trilinear.
Gambar 2.12 Model Trilinear Peredam Leleh Baja.
Dimana ∆y adalah perpindahan leleh pertama kali, ∆p1 adalah
perpindahan plastis 1 dan ∆p2 adalah perpindahan maksimum plastis 2. Gaya-gaya
yang bersesuaian dengan perpindahan adalah Fy adalah gaya yang menyebabkan
kelelehan pertama kali, Fh1 adalah gaya plastis yang berkoresponden dengan ∆p1
dan Fh2 adalah gaya plastis yang berkoresponden dengan ∆p2. Besaran mekanik
lain dari peredam leleh baja adalah daktilitas µ yang didefinisikan sebagai rasio
perpindahan maksimum terhadap peprindahan leleh atau ditulis dengan persamaan:
(2.6)
Kekakuan plastis 1 Kp1 didefinisikan sebagai Rasio dari selisih Fp1 – Fy
terhadap selisih ∆p1 - ∆y.
(2.7)
Kekakuan plastis 2 Kp2 didefinisikan sebagai rasio dari selisih Fp2 – Fp2
terhadap selisih ∆p2 - ∆p2.
(2.8)
2.8.3 Penentuan Dimensi Peredam Baja Tipe X
Pada penentuan Dimensi peredam baja tipe X dilakukan berdasarkan
perilaku peredam tersebut ketika menerima gaya. Peredam leleh baja dipasang ke
struktur seperti pada Gambar 1.2. Berdasarkan gambar tersebut dapat
diasumsikan bahwa peredam tersebut memiliki tumpuan jepit-jepit dengan salah
satu ujung jepitnya bisa bergeser sehingga distribusi gaya yang terjadi adalah seperti
Plat X Bentuk Terdeformasi Distribusi Momen Gaya Lintang
Gambar 2.13 Distribusi gaya pada peredam baja tipe X
Karena titik balik deformasi berada ditengah bentang, untuk menurunkan
persamaan yang digunakan untuk menentukan lebar peredam bisa dilakukan dengan
meninjau setengah tinggi peredam (1/2 H) dengan mempertimbangkan efek geser
dan lentur yang terjadi. Misalkan gaya yang bekerja pada damper adalah p, maka
gaya leleh yang dibutuhkan untuk terjadinya kelelehan akibat tegangan geser
pada damper adalah:
(2.9)
Dimana adalah lebar tengah, adalah ketebalan pelat dan adalah
tegangan leleh. Dari teri mekanika bahan diketahui hubungan gaya geser leleh
dengan tegangan utama (dalam hal ini tegangan utama berdnilai sama dengan nilai
tegangan leleh) adalah :
Momen lentur terhadap titik balik (1/2H) adalah :
(2.12)
Subtitusikan persamaan (2.7) ke dalam persamaan (2.8) maka diperoleh :
(2.13)
dan
(2.14)
Sehingga diperoleh :
(2.15)
2.9 Karakteristik Struktur Bangunan
Di dalam persamaan difrensial melibatkan tiga properti utama pada suatu
struktur yaitu massa, kekakuan dan redaman. Ketiga properti pada struktur ini
umumnya disebut sebagai dinamik karakteristik pada struktur. Pada problem statik
properti-properti tersebut adalah sangat spesifik sehingga tidak semuanya
digunakan. Dari ketiga properti tersebut kekakuan elemen / struktur adalah salah
satu-satunya karakteristik yang dipakai pada problem statik, sedangkan karakteristik
2.9.1 Massa
Suatu struktur yang saling kontinu adalah menjadi kemungkinan bahwa
bangunan tersebut akan mempunyai banyak derajat kebebasan karena banyaknya
massa yang mungkin dapat ditentukan. Banyaknya derajat kebebasan umumnya
berpengaruh dengan jumlah massa tersebut sehingga akan menimbulkan kesulitan.
Hal ini terjadi karena banyaknya persamaan differensial yang ada.
2.9.1.1 Model Diskretisasi Massa
Model diskretisasi massa yaitu massa diangggap menggumpal pada
tempat-tempat (lumped mass) join atau tempat-tempat-tempat-tempat tertentu. Dalam hal ini gerakan /
degree of freedom suatu join sudah ditentukan. Untuk titik model yang hanya
mempunyai satu derajat kebebasan / satu translasi maka nantinya elemen atau
struktur yang bersangkutan akan mempunyai matriks yang isinya hanya bagian
diagonal saja. Clough dan Penzien (1993) mengatakan bahwa bagian off-daigonal
akan sama dengan nol karena gaya inersia hanya bekerja pada tiap-tiap massa.
Selanjutnya juga dikatakan bahwa apabila terdapat gerakan rotasi massa ( rotation
degree of freedom ), maka pada model lumped mass ini juga tidak akan ada
rotation moment of inertia. Hal ini terjadi karena pada model ini massa dianggap
menggumpal pada suatu titik yang tidak berdimensi (mass moment of inertia
dapat dihitung apabila titik tersebut mempunyai dimensi fisik). Dalam kondisi
tersebut terdapat matriks massa dengan diagonal mass of moment inertia sama
dengan nol.
hanya terdapat satu derajat kebebasan yang terjadi pada setiap massa / tingkat, maka
jumlah derajat kebebasan pada suatu bangunan bertingkat banyak akan
ditunjukkan oleh banyaknya tingkat bangunan yang bersangkutan. Pada kondisi
tersebut matriks massa hanya akan berisi pada bagian diagonal saja
2.9.1.2 Model Consistent Mass Matrix.
Model ini adalah model yang kedua dari kemungkinan permodelan massa
struktur. Pada prinsip consistent mass matrix ini, elemen struktur akan berdeformasi
menurut bentuk fungsi (shape function) tertentu. Permodelan massa seperti ini
akan sangat bermanfaat pada struktur yang distribusi massanya kontiniu.
Apabila tiga derajat kebebasan (horizontal, vertical dan rotasi)
diperhitungkan pada setiap node maka standar consistent mass matrix akan
menghasilkan full-populated consistent matrix artinya suatu matri yang off- diagonal
matriksnya tidak sama dengan nol. Pada lumped mass model tidak akan terjadi
ketergantungan antar massa (mass coupling) karena matriks massa adalah diagonal.
Apabila tidak demikian maka mass moment of inertia akibat translasi dan rotasi
harus diperhitungkan. Pada bangunan bertingkat banyak yang massanya
terkonsentrasi pada tiap-tiap tingkat bangunan, maka penggunaan model lumped
mass masih cukup akurat. Untuk pembahasan struktur MDOF seterusnya maka
2.9.2 Kekakuan
Kekakuan adalah salah satu dinamik karakteristik struktur bangunan yang
sangat penting disamping massa bangunan. Antara massa dan kekakuan struktur
akan mempunyai hubungan yang unik yang umumnya disebut karakteristik diri atau
Eigenproblem. Hubungan tersebut akan menetukan nilai frekuensi sudut ω, dan
periode getar struktur T. Kedua nilai ini merupakan parameter yang sangat penting
dan akan sangat mempengaruhi respon dinamik struktur.
Pada prinsip bangunan geser ( shear building ) balok pada lantai tingkat
dianggap tetap horizontal baik sebelum maupun sesudah terjadi pergoyangan.
Adanya plat lantai yang menyatu secara kaku dengan balok diharapkan dapat
membantu kekakuan balok sehingga anggapan tersebut tidak terlalu kasar. Pada
prinsif desain bangunan tahan gempa dikehendaki agar kolom lebih
kuatdibandingkan dengan balok, namun demikian rasio tersebut tidak selalu linear
dengan kekakuannya. Dengan prinsif shear building maka dimungkinkan
pemakaian lumped mass model. Pada prinsif ini, kekakuan setiap kolom dapat
dihitung berdasarkan rumus yang telah ada.
2.9.3 Redaman
Redaman merupakan peristiwa pelepasan energi ( energi dissipation) oeh
struktur akibat adanya berbagai macam sebab. Beberapa penyebab itu antara lain
adalah pelepasan energi oleh adanya gerakan antar molekul didalam material,
pelepasan energi oleh gesekan alat penyambung maupun system dukungan,
pelepasan energi oleh adanya gesekan dengan udara dan pada respon inelastic
Simpangan (drift) adalah sebagai perpindahan lateral relative antara dua
tingkat bangunan yang berdekatan atau dapat dikatakan simpangan mendatar tiap-
tiap tingkat bangunan (horizontal story to story deflection). Simpangan lateral dari
suatu system struktur akibat beban gempa adalah sangat penting yang dilihat dari
tiga pandangan yan berbeda, menurut Farzat Naeim (1989):
1. Kestabilan struktur (structural stability)
2. Kesempurnaan arsitektural (architectural integrity) dan potensi
kerusakan bermacam-macam komponen bukan struktur
3. Kenyaman manusia (human comfort), sewaktu terjadi gempa bumi dan
sesudah bangunan mengalami gerakan gempa.
2.10 Prinsip Damping Pada Struktur
Damper mempunyai cara kerja mendissipasi energi yang masuk ke
struktur dengan merubah energi tersebut menjadi sendi plastis atau pelelehan
bahan damper, sehingga response simpangan struktur menjadi kecil. Peran damping
dalam struktur antara lain :
1. Menyebabkan getaran dapat berhenti
2. Memperkecil response simpangan ( displacement )
3. Mengurangi simpangan saat resonansi
Damping dalam struktur disebut juga inherent damping, yaitu damping yang
berasal dari gesekan antara struktur dengan bagian non struktur, gesekan udara dan
struktur mengalami deformasi inelastic. Besarnya damping tersebut sekitar
1% sampai 5%, bergantung pada jenis dan kekakuan struktur.
Bila suatu struktur tanpa damping, getaran struktur tidak akan berhenti,
seperti yang ditunjukan gambar 2.1. Untuk getaran bebas tanpa damping (undamped
free vibration) atau 0% damping, amplitudo getaran akan tetap dan berulang-ulang
terus tanpa berhenti, sedangkan getaran dengan damping ( damped free vibration )
yang ditunjukan oleh kurva dengan damping 5%, dan 10%, amplitude getaran
semakin mengecil terhadap waktu.
Makin besar damping dari suatu sistim makin cepat amplitudo getaran
berkurang dan makin cepat berhenti bergetar. Perbedaaan tersebut ditunjukan oleh
kurva dengan damping 5% dan kurva dengan damping 10% pada gambar 2.6
Gambar 2.14 Pengaruh Damping terhadap Getaran
2.11 Sistem Kontrol Struktur
Upaya untuk mengatasi kerusakan-kerusakan yang terjadi pada struktur
dilakukan dengan memberikan alat tambahan ke struktur, untuk membatasi energi atau
mendissipasi energi gempa yang masuk ke bangunan. Alat-alat tersebut dikenal dengan
Seismic Devices. Dengan menambah alat-alat tersebut, energy gempa yang masuk ke
struktur dapat direduksi dan dikontrol sehingga gaya-gaya dan simpangan struktur
menjadi kecil. Seismic devices pada umumnya dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Actived seismic device
2. Passived seismic device
Seismic devices adalah alat yang dipasang pada bangunan untuk
membatasi energi atau mendisipasi energi gempa yang masuk ke bangunan seperti
yang sudah dijelaskan tadi. Seismic devices bekerja dengan merubah kekakuan,
damping dan menambah massa ke struktur. Pemakaian seismic devices tidak hanya
terbatas pada struktur bangunan gedung saja, juga bisa digunakan juga pada jembatan,
tangki penimbunan dan lainnya.
2.11.1 Actived Seismic Devices
Actived seismic devices bekerja dengan menerima masukan data getaran dari
sensor yang dipasang pada sekeliling struktur. Melalui computer, data tersebut
digunakan untuk mengatur gerakan sesuai dengan input gempa ke bangunan. Perangkat
aktif memanfaatkan sumber daya eksternal untuk menyesuaikan respon dari
perangkat untuk bereaksi terhadap perilaku struktur secara real time dan mencapai
respon yang diinginkan secara keseluruhan.
2.11.2 Passived Seismic Devices
umumnya reaksi seismic devices semakin besar bila respon struktur atau energi yang
masuk semakin besar. Passived seismic devices sesuai fungsinya secara garis besar
dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu bersifat isolasi (seismic isolator) dan yang bersifat
dissipasi energi (damper).
2.11.2.1 Seismic Isolator
Seismic Isolator dipasang dibagian bawah bangunan, alat ini mereduksi energy
yang masuk ke struktur dengan merubah getaran frekwensi tinggi menjadi frekwensi
rendah, percepatan bangunan bagian atas menjadi kecil sehingga gaya inertia juga
menjadi kecil. ada 2 jenis seismic isolator yang telah sering dipakai yaitu jenis rubber
bearing dan jenis friction pendulum. Rubber bearing memiliki kekakuan dan sifat
damping yang rendah, untuk memperbesar damping dipasang batangan timah dibagian
tengah. Isolator jenis friction pendulum bekerja dengan membentuk kekakuan dari
gesekan antara piringan bawah dengan tumpuan bulatan di bagian atas yang diberi
lapisan bahan Teflon.
2.11.2.2 Damper
Damper bekerja dengan mendissipasi energi melalui pembentukan sendi plastis
atau pelelehan bahan damper. Bila gaya yang bekerja pada damper adalah gaya siklik
atau gempa, hubungan gaya dan simpangan akan membentuk kurva yang disebut
dengan hysteristic loop. Luas hysteristic loop merupakan energi yang didissipasi
energi yang dissipasi. Hysteristic loop akan berbentuk ellips, kalau kekakuan
konstan dengan linier-viscous damping. Bila kekakuan tidak konstan dan damping
bukan linier vicous damping, loop tidak berbentuk ellips lagi. Besar gaya dalam sistim
adalah gaya dari kekakuan struktur ditambah gaya damping, yaitu:
(2.12)
Dimana:
= total gaya dalam struktur
= k u = gaya dari kekakuan pegas
= c ú = gaya dari damping
Dari persamaaan undamped forced vibration,
m ü + k u = Po cos (ωt) ,
bila kekakuan tidak konstant, tetapi sebagai fungsi dari simpangan u,
k = k (u)
Maka gaya dalam struktur adalah :
(2.13)
Persamaan getaran menjadi :
m ü + k (u) . u = Po cos (ωt) (2.14)
Bila kita gambarkan hubungan gaya dengan displacement akan terbentuk loop,
seperti pada getaran linier-vicous damping, tapi dengan bentuk yang berbeda, lihat
gambar 2.8. Tapi energi yang didissipasi tetap sama yaitu sebesar luas dari loop. Getaran
dengan gaya gesekan yang konstan, seperti getaran dengan coulomb friction , gaya
gesekan:
Dengan persamaan getaran menjadi :
m ü + k u ± N µ fr = Po cos (ωt) (2.16)
Hysteristic loop getaran akan berbentuk segi -4, lihat gambar 2.10. Energi
yang didissipasi dalam 1 siklus pembebanan Po cos (ωt) sama dengan luas segi 4,
Ed = N µ fr μo (2.17)
Bentuk hysteristic loop segi-4 ini, dinamai hyteristic loop bi-linier.
2.13 Ekuivalent Viscous Damping
Menurut Bertero and Wang, Energi gempa yang masuk dan yang diterima
struktur yang memakai hysterestic–yield damper dapat ditulis dengan :
(2.18)
Dimana :
Eqin = Energi gempa yang masuk ke struktur.
Ek = Energi kinetic dalam struktur.
Es = Energi regangan dalam struktur.
Ed = Energi yang didissipasi oleh damping dari struktur.
Ehys = Energi yang didissipasi oleh hysterestic loop dari sifatinelastis
bahan damper.
Ruas kiri merupakan energi yang diperlukan ( demand Energi ) sedangkan
bagian kanan adalah jumlah energi yang harus disediakan oleh struktur.
Ek dan Es merupakan energy yang bersifat tetap (konservatif), yang
besarnya Ek dan Es adalah konstan, Dissipasi energy hanya dilakukan oleh viscous
damping Ed dan hysteristic loop Ehys dari sifat inelastis bahan . Energi yang
didissipasi oleh hysteristic loop dari sifat inelastic bahan sulit diperhitungkan, untuk itu
diupayakan penyederhanaan menghitung besarnya dissipasi energy hysteristis loop
dengan pendekatan model yang bersifat linier. Pemodelan sifat inelastis menjadi model
viscous damping dilakukan oleh Jacobean (1930,1960), kemudian dikembangkan oleh
Housner (1956) dan jenning (1964), konsep equivalent viscous damping digunakan
untuk menggantikan dissipasi energi berbagai bentuk hysteristic loop menjadi dissipasi
(2.19)
Dimana :
= Luas Hysterestic loop
(2.20)
Dimana :
= Jumlah damping rasio
= Equivalent damping ratio dari dissipasi energy
= inherent damping atau viscous damping dari struktur 2.14 Metode Dissipasi Energi Damper
Damper yang biasa dipasang pada struktur, dapat dibedakan menurut cara
dissipasi energinya :
1. Viscous Damper
2. Friction Damper
3. Hysterestic-yield Damper
4. Visco-elstic Damper
2.14.1 Friction Damper
Jenis damper ini mendissipasi energi berdasarkan gesekan yang terjadi dalam
antar pelat bergantung pada gaya tekan antar pelat, tidak bergantung pada
simpangan, kecepatan maupun percepatan. jadi dalam
pemodelannya berupa suatu gaya yang konstan bila gaya tekan antar pelat tetap.
(2.21)
Dimana :
Fd = Gaya damping dari damper
N = gaya tekan antar pelat
μfr = koefisien friksi antar pelat
Pemodelan Friction damper dalam bangunan derajat kebebasan 1 ( SDOF )
dengan input percepatan gempa , persamaan getarannya dapat ditulis :
mü + cú + ku – |Fd|= -müg (2.22)
Dimana :
m = massa bangunan
c = konstanta damping bangunan
k = kekakuan struktur
|Fd| = gaya gesekan damper ( gaya tersebut mempunyai nilai absolute karena
tetap berlawanan arah dengan arah getaran)
ü = Percepatan massa
ú = kecepatan massa
üg = percepatan gerakan tanah dasar.
Karena gaya gesekan selama getaran tidak bergantung pada simpangan, maka
bentuk hysterestic loop akan berbentuk rigid bilinier (empat persegi panjang) , lihat
Gambar 2.17 Friction Damper
2.14.2 Viscous Damper
Viscous damper mendissipasi energi berdasarkan kecepatan gerak dari bagian
damper, bentuk yang paling dasar adalah redaman cairan dalam dashpot yang digunakan
pada peralatan mesin. Liquid Viscous Damper mendissipasi energi berdasarkan
kecepatan gerak piston dan kekentalan cairan yang mengalir melalui lobang di piston, ada
yang memakai silikon sebagai pengganti cairan. Dalam pemodelannya untuk analisa,
bentuk umum dari gaya redaman atau damping dapat ditulis
(2.23)
Dimana :
Fd = gaya damping
N = konstanta damping dari damper
μfr = kecepatan
dimana :
m = massa bangunan
c = konstanta damping struktur
cu = konstanta damping dari damper
k = kekakuan
u = simpangan massa
üg = percepatan gerakan tanah dasar.
Damping alat ini bekerja untuk semua simpangan baik sewaktu simpangan
getaran kecil maupun besar, gaya damping paling besar terjadi pada saat
simpangan sama dengan nol. hysteristic loop untuk linier vicous damping yang dibawah
beban harmonis ( α =1) akan berbentuk ellips.
Gambar 2.18 Hysterestic loop linier viscous
gerakandan juga memiliki sifat kekakuan. Bentuk yang paling banyak dijumpai adalah
dua lapisan polymer yang dilekatkan pada tiga lapisan pelat baja, ada juga yang
menggunakan bahan bitumen dan karet. Gaya damper dapat ditulis dengan persamaan :
Fd = Kd u + cd ú (2.25)
Persamaan getaran untuk bangunan SDOF yang dipasang damper jenis ini adalah :
mü + (c +cd) ú + (k + Kd) u = -müg (2.26)
Dimana :
k = Kekakuan struktur
Kd = Kekakuan damper
u = Simpangan / pergeseran damper cd = persen damping damper
c = Persen damping struktur
Gambar 2.20 Visco-Elastic Damper pada struktur
mempertahankan beban siklik, dimana perilaku tersebut menghasilkan kurva
histeresis yang stabil. Kurva tersebut menunjukkan kemampuan perangkat tersebut
untuk meredam energi yang masuk kedalam struktur. Pelelehan bahan yield damper
dapat berupa pelelehan oleh momen lentur, pelelehan oleh momen puntir, ataupun
berupa tekuk dari batangan baja. Damper ini biasanya dipasang diantara tingkatan lantai
untuk mengurangi perbedaaan pergeseran lantai ( storey drift), umumnya dipasang
bergabung dengan bracing. Hysterestic-yielding damper, memiliki karateristik yang
berbeda dengan jenis damper sebelumnya. Damper jenis ini mendissipasi energi dengan
membentuk hysteristic loop dari perubahan kekakuan damper, yaitu dari keadaan elastic
menjadi plastis (yielding). Pelelehan damper ada yang berupa pelelehan lentur ,
geser atau secara axial (tekuk). Bahan yang sering digunakan adalah baja lunak dan
timah.
Peredam baja adalah salah satu mekanisme yang paling populer dan banyak
peredam baja dengan skema yang berbeda telah diusulkan dan diaplikasikan. Gambar. 1
Gambar 2.22 Tipe dari metallic dampers: (a) ADAS; (b) TADAS; (c) honeycomb damper; (d)
slit damper; (e) shear panel damper; (f) bucklingrestrained brace.
Sumber: Amadeo Benavent-Climent (2009)
Seperti yang kita kenal bentuk jam pasir ini disebut peredam ADAS dan variasi
lainnya yang berbentuk segitiga disebut peredam TADAS, peredam ini digunakan untuk
pelat logam dengan deformasi lentur seperti ditunjukkan pada Gambar 2.13 (a) dan (b) . Pada
peredam honeycomb atau celah peredam, masing- masing ditunjukkan pada Gambar 2.13 (c)
dan (d). Sebuah pelat baja dengan sejumlah bukaan dikenakan di perangkat deformasi geser
maka energi akan hilang melalui lentur/geser dari pelat bukaan baja tersebut. Perangkat lain
memanfaatkan disipasi energi melalui deformasi geser plastis panel logam dilas untuk
penutupan rangka baja yang memberikan dukungan sepanjang batas seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.13 (e). Selain itu peredam logam yang juga banyak digunakan adalah baja yang
sering disebut Buckling Brace Restrained ( BRB ). BRB dipasang diagonal dalam
kerangka struktural sebagai penahan konvensional atau penjepit – jenis peredam seismik,
seperti ditunjukkan pada gambar 2.14 (f).
Dalam pembahasan ini peredam yang akan dibahas adalah hysteretic damper. Contoh
hysteretic damper seperti di jelaskan sebelumnya adalah: pelat baja ditambahkan redaman
dan kekakuan perangkat disebut sebagai ADAS damper , variasi berbentuk segitiga
cukup daktail, hal ini dapat dilakukan dengan pembentukan sendi plastis yang cukup daktail
pada lokasi-lokasi tertentu, lokasi pembentukan sendi- sendi plastis biasanya dipilih pada
tumpuan balok, bila pembentukan sendi plastis terjadi di kolom maka akan terjadi soft-story
dengan daktilitas struktur yag kecil , perencanaan yang demikian dikenal dengan perencanaan
kolom kuat dan balok lemah. Pembentukan sendi plastis pada struktur akan menimbulkan
kerusakan- kerusakan, bila kerusakan masih dalam batas tertentu masih dapat diperbaiki, tapi
teknik perbaikan biasanya cukup sulit, memerlukan waktu dan biaya yang cukup besar.
Dengan memilih pembentukan sendi plastis pada bagian struktur yang mudah
diganti atau memakai struktur tambahan yang direncanakan untuk terjadi kerusakan bila
terjadi gempa besar, maka pada struktur utama tidak akan terjadi
kerusakan. Konsep perencanaan yang demikian disebut dengan konsep structural fuse.
Untuk struktur yang dipasang metallic damper, damper direncanakan sebagi
sumbu dari struktur, bila terjadi gempa besar damper akan rusak dengan deformasi plastis
yang besar, struktur utama tetap elastis, walaupun keadaan struktur pasca gempa besar akan
terjadi off-center atau sideway yang tetap karena deformasi plastis terjadi pada damper,
dengan melepaskan damper yang rusak sewaktu penggantian damper baru, bangunan akan
2.14.4.1 ADAS (Added Damping And Stiffness)
ADAS sering disebut metallic yielding damper karena terdiri dari kumpulan
pelat baja yang didesain untuk dipasang pada rangka bangunan. Passived seismic devices
bekerja setelah energi gempa masuk ke struktur, pada umumnya reaksi seismic devices
semakin besar bila respon struktur atau energi yang masuk semakin besar. Passived
seismic devices sesuai yang bersifat mendissipasi energi disebut damper.
Damper merupakan alat tambahan yang dipasang distruktur untuk menambah
redaman (damping) dari suatu struktur. Dengan alat ini simpangan pada struktur akan
berkurang, demikian juga gaya dalam struktur akibat beban lateral, struktur dapat
direncanakan secara elastis akibat gempa besar dengan biaya yang cukup ekonomis.
Ada beberapa damper yang dipasang pada struktur, adalah sistem seismic device
yaitu dengan menggunakan alat yielding damper disebut juga hysterestic- yield damper
yaitu bekerja dengan mendissipasi energi melalui pembentukanm sendi plastis atau
pelelehan bahan damper. Yielding damper yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah
damper pelat dengan kekakuan tri-linier, yaitu jenis damper dengan dissipasi energi
melalui pelelehan lenturan pelat. Pelelehan bahan yielding damper dalam tugas akhir
ini berupa pelelehan oleh gaya lentur. Bahan yang sering digunakan adalah baja
lunak . Damper jenis ini merubah kekakuan dari keadaan elastis menjadikeadaan plastis
(yielding). Pelelehan damper yang terjadi berupa pelelehan lentur.
Damper jenis ini memerlukan simpangan yang besar untuk meleleh, makin besar
simpangan pasca pelelehan makin besar damping yang timbul. Persamaan getaran untuk
bangunan SDOF untuk damper jenis ini adalah :
mü + cú + k(u) u = -m üg (3.27)
u = simpangan massa
üg = percepatan gerakan tanah dasar.
Fungsi kekakuan k(u) merupakan kekakuan dari bangunan dan damper, biasanya
disederhanakan dengan model bilinier.
Gambar 2.23 Hysterestic loop yield damper
Gambar 2.25 Metallic Damper pada struktur
1. Pendisipasian energy gempa terkonsentrasi pada lokasi yang direncanakan.
2. Kebutuhan pendissipasian energy pada batang lain dapat direduksi dengan besar.
3. Karena perangkat ADAS ini merupakan perangkat struktur yang berfungsi dalam
menahan beban lateral saja, lelehnya elemen ini tidak akan berpengaruh kepada
kapasitas layan beban gravitasi dari struktur. Perangkat ADAS dapat dengan
mudah diganti setelah gempa jika dibutuhkan. ADAS telah diuji bahwa
ADAS merupakan alat pendisipasi energi yang sangat baik, hal ini dapat
dilihat dari kurva hysteresis yang stabil. Bila gaya yang bekerja pada damper adalah
gaya siklik atau gempa, hubungan gaya dan simpangan akan berbentuk loop jajaran
genjang yang disebut juga dengan hysteristic loop. Luas hysteristic loop merupakan
energi yang didissipasi oleh damper.
2.15 Aplikasi Yielding Damper Pada Bangunan
Aplikasi penggunaan alat yielding damper ini banyak digunakan pada negara–
negara ataupun wilayah-wilayah yang sering terjadi gempa besar, seperti Taiwan dan
Jepang. Dalam perencanaan bangunan, beban akibat gempa sangat diperhitungkan dalam
analisanya sehingga walaupun bangunan tersebut terkena gempa tidak langsung rubuh
melainkan timbul keretakan yang akan memperkecil korban jiwa.
Pada analisa beban gempa sangat tergantung kepada struktur dari
bangunan tersebut dimana bentuk dari denah dan ketinggian bangunan tersebut adalah
factor utama dalam memperhitungkan gaya akibat dan guncangan gempa tersebut. Oleh
sebab itu, bila telah direncanakan bangunan dengan struktur pengaku masih tidak
kita hanya mengganti damper yang mengalami kerusakan tanpa mengganggu struktur
lainya.
Untuk penggunaan damper dalam proses pemasangan, perbaikan, dan perbaikan
cukup ekonomis dibandingkan dengan pada konsep secara tradisional. Hanya saja pada
metallic damper ada beberapa kekurangan yaitu antara lain hanya berfungsi jika terjadi
gempa besar, akan merubah tampak bangunan yang direncanakandan lainnya. Oleh
sebab itu perlu pemakaian sistim ini harus tepat agar efisien dalam penggunaannya dalam
struktur bangunan.
Seiring perkembangan jaman alat ini sudah banyak di pakai di Negara maju
yang umumnya kekuatan gempanya yang sangat besar. Meskipun demikian alat ini
umumnya jarang digunakan pada konstruksi bangunan, karena selain alat ini hanya
akan efektif jika terjadi gempa yang besar dan alat ini dari segi keindahan
maupun arsitektur akan berkurang karena akan ada struktur pengaku tempat meletakkan
alat yielding damper ini. Di Taiwan alat ini digunakan di perpustakaan dari
Universitas Feng-Chia, di tempat perbelanjaan Jung-He city, apartemen Taichung city,
dan di beberapa bangunan lainnya..
Berikut adalah gambar dari beberapa contoh bangunan yang menggunakan alat
Gambar 2.29 Retrofit Buildings in Taipei, Taiwan.
a b
Untuk struktur yang dipasang metallic damper, damper direncanakan sebagai
fuse dari struktur . Damper direncanakan dalam keadaan elastis untuk gempa kecil
atau sedang dan berperilaku inelastis dengan membentuk hysteristic loop untuk
gempa besar. Struktur utama tetap elastis walaupun keadaan struktur pasca gempa
besar akan terjadi off-center atau sideway yang tetap karena deformasi inelastis di
damper. Dengan melepaskan damper yang rusak sewaktu penggantian damper baru,
bangunan akan centering kembali kekeadaan awal.
Apabila struktur dibebani arah lateral P, maka portal akan bergoyang yang
masing-masing akan menghasilkan sudut pergoyangan pada struktur. Gaya yang
terjadi ini dipikul terbagi rata oleh kolom dan damper. Sudut pada kolom dengan
tinggi H jika dibandingkan dengan sudut pada damper (h) yang diletakkan pada
balok akan berbeda sangat jauh ini. Prinsip ini juga mengambil kesepakatan bahwa
sebelum dan sesudah terjadinya pergoyangan, panjang bentang tetap sama sehingga
deformasi pada damper sama dengan deformasi pada kolom yang memiliki panjang
H.
Perangkat TADAS ini, tesnya telah dilakukan oleh Tsai et al (1992). Hasilnya
menunjukkan bahwa kapasitas rotasi perangkat ini umumnya bekisar ±0.25rad
(sekitar ±0.3rad) diakibatkan oleh pembebanan siklis yang meningkat. Hal ini juga
menunjukkan bahwa kekakuan elastis sangat diprediksi dengan mempertimbangkan
deformasi lentur saja. Telah ditemukan bahwa daktilitas bahan sangat sensitive
terhadap perpindahan leleh. Perpindahan leleh dari damper berkisar antara 0.,2in –
0,3in (0,0014 – 0,002 kali tinggi tingkat )dengan target daktilitas damper sebesar
mengakibatkan struktur tetap terjaga aman, namun untuk damper telah terjadi
pelelehan dari seluruh penampangnya.
Dalam perancangan suatu damper, kita pasti telah mengetahui gaya yang dapat
dipikul olehnya. Untuk mengurangi simpangan horizontal yang berlebihan, maka
struktur dipasang dengan sistem bracing. Dengan adanya sistem ini maka struktur
akan menjadi lebih kaku. Sistem bresing yang dibuat bersilangan (dua arah) harus
mampu menahan gaya geser yang terjadi pada damper agar tidak terjadi tekuk
(buckle
Gambar 2.31 Pergoyangan Struktur Akibat Beban Lateral
2.16 Lendutan
Sumbu sebuah balok akan berdefleksi ( atau melentur ) dari kedudukannya
lendutan balok dari posisi awal tanpa pembebanan. Defleksi ( lendutan ) diukur dari
permukaan netral awal ke permukaan netral setelah balok mengalami deformasi.
Karena balok biasanya horizontal, maka defleksi merupakan penyimpangan vertikal
seperti yang ditunjukkan
Gambar 2.32 Lendutan Balok
Besarnya defleksi ditunjukkan oleh pergeseran jarak y. Besarnya defleksi y pada
setiap nilai x sepanjang balok disebut persamaan kurva defleksi balok.
Lendutan pada balok dapat dihitung dengan beberapa cara. Beberapa metode
akan dijelaskan. Tanpa memperhatikan metode yang digunakan, perhitungan
lendutan dibuat berdasarkan beberapa asumsi, yaitu :
1. Tegangan bending maksimum tidak mencapai btas proporsional.
2. Balok adalah homogen, mengikuti hukum hooke dan modulus elastisitas
tegangan dan tekanan adalah sama.
3. Balok mempunyai bidang vertikal simetri dan beban serta reaksi bekerja
5. Lendutan karena gaya geser diabaikan (lendutan karena gaya geser
umumnya sangat kecil dibandingkanlendutan karena momen lentur).
Beberapa metode yang digunakan untuk mencari lendutan pada balok adalah
1. Metode integrasi ganda
2. Metode momen area
3. Metode strain energy ( Castigliano’s Theorem )
4. Metode balok konjugasi
5. Metode superposisi.
2.17 Penurunan Rumus Metode Integrasi Ganda
a. Persamaan kelengkungan Momen
Keterangan : R = Jari – jari kelengkungan balok
E & I Konstan sepanjang balok. , M & R adalah fungsi x
dy/dx = Slope kurva pada setiap titik
Untuk lendutan balok kecil, dy/dx adalah kecil maka diabaikan.
c. Jadi untuk lendutan yang kecil [ dari persamaan (1) dan (2) ] menjadi
2
Keterangan : E = Modulus Elastisitas
I = Momen Inersia
M = Momen Lentur
y = Jarak Vertikal (Lendutan balok)
x = Jarak Sepanjang Balo
Momen lentur yang telah terjadi didapatkan dari setiap segmen balok diantara
titik – titik pembebanan dimana terjadi perubahan pembebanan, kemudian masing –
masing akan diintegralkan untuk syarat batas dan kondisi kontinuitas.
Pada pembahasan di atas dihasilkan lendutan yang berupa persamaan. Hasil
tersebut masih bersifat umum, namun mempunyai kelemehan apabila diterapkan
konstruksi dengan pembebanan yang lebih kompleks. Namun demikian metode ini
sedikit lebih praktis, karena proses hitungan dilakukan tidak secara matematis tetapi
bersifat numeris.
Sebagai rumus dasar dalam dinamika struktur dalam menghitung gempa
adalah :
Dimana :
Dari gambar 3.3 tersebut didapat persamaan
EI M dx d
R = =
θ
1
Atau dapat ditulis menjadi
dx EI M
dθ =
berjarak dx, berdasarnya sama dengan luas bidang momen antara
dua titik tersebut dibagi dengan EI.
Dari gambar 3.3, apabila dx adalah panjang balok AB, maka besarnya sudut
yang dibentuk adalah
Berdasarkan garis singgung m dan n yang berpotongan dengan garis vertikal
yang melewati titik B, akan diperoleh :
dx
Sehingga dari persmaaan 3.5 dapat didefenisikan sebagai berikut :
Definisi II : Jarak vertikal pada suatu tempat yang dibentuk dua garis singgung
pada dua titik suatu balok besarnya sama dengan statis mimen luas
bidang momen terhadap tempata tersebut dibagi dengan EI.
Jarak BB’ = δ = dx
Untuk menyelesaikan persamaan tersebut yang menjadi persoalan adalah letak
titik berat suatu luasan, karena letak titik berat tersebut diperlukan dalam menghitung