• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Lengan Bawah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penentuan Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Lengan Bawah"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN

PANJANG LENGAN BAWAH

T E S I S

REINHARD JOHN DEVISON

047113001/IKF

PROGRAM PEN DI DI K AN DOK T ER SPESI ALI S

DEPART EM EN K EDOK T ERAN FOREN SI K

FAK U LT AS K EDOK T ERAN U N I V ERSI T AS SU M AT ERA U T ARA

M EDAN

(2)

PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN

PANJANG LENGAN BAWAH

T E S I S

REINHARD JOHN DEVISON

047113001/IKF

PROGRAM PEN DI DI K AN DOK T ER SPESI ALI S

DEPART EM EN K EDOK T ERAN FOREN SI K

FAK U LT AS K EDOK T ERAN U N I V ERSI T AS SU M AT ERA U T ARA

M EDAN

(3)

PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN

PANJANG LENGAN BAWAH

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Spesialis Forensik (Sp.F)

Dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis

Konsentrasi Ilmu Kedokteran Forensik

Pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

REINHARD JOHN D

EVISON

047113001/IKF

PROGRAM PEN DI DI K AN DOK T ER SPESI ALI S

DEPART EM EN K EDOK T ERAN FOREN SI K

FAK U LT AS K EDOK T ERAN U N I V ERSI T AS SU M AT ERA U T ARA

M EDAN

(4)

Judul Tesis : Penentuan Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Lengan Bawah

Nama Mahasiswa : Reinhard John Devison Nomor Induk Mahasiswa : 047113001

Program Pendidikan : Dokter Spesialis Konsentrasi : Kedokteran Forensik

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Dr. H. Mistar Ritonga, Sp.F Ketua

Dr. H. Guntur Bumi Nasution,Sp.F Anggota

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS

(5)

Telah diuji pada

Tanggal _____________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : ______________________________________

Anggota : 1. ___________________________________

2. ___________________________________

3. ___________________________________

(6)

PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN

PANJANG LENGAN BAWAH

T E S I S

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Hormat saya, Penulis

(7)

Salam sejahtera,

Puji syukur kepada Allah Bapa di Surga yang melimpahkan kasih dan karunia NYA serta kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG

LENGAN BAWAH”. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa yang sedang

menjalani kepaniteraan klinik senior (KKS) di bagian Kedokteran Forensik FK-USU/ RSUP.H. Adam Malik/ RSU. Dr. Pirngadi Medan, serta pada para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I dan Wanita Klas IIA Tanjung Gusta Medan.

Dalam penyusunan Tesis ini, penulis tentunya banyak menemukan hambatan dan kesukaran, namun berkat ketabahan dan kerja keras penulis serta bantuan dari berbagai pihak akhirnya tesis ini dapat terselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua responden (subjek penelitian) atas kesediaan dan keterlibatan yang diberikan. Kepada dr.H.Mistar Ritonga, SpF dan dr.H.Guntur Bumi Nasution, SpF selaku pembimbing serta para staf pengajar di Departemen Forensik FK-USU saya ucapkan terima kasih. Kepada dr.Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes atas bantuannya menyelesaikan metode penelitian dan analisa statistiknya. Terima kasih pula kepada Dokter, Pimpinan, staf dan pegawai di LP Klas I dan Wanita Klas IIA Tanjung Gusta Medan. Atas dukungan moral yang diberikan, penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Pelayanan Kesehatan RSU.dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar, termasuk pula para pegawai di Instalasi Jenazah dan Kedokteran Forensik RSU.dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar.

Tidak lupa rasa bangga dan terima kasih kepada Orang tua tercinta, mertua dan seluruh keluarga. Terima kasih atas ketabahan dan doa istri dan anak-anakku tercinta. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, yang telah membantu proses pendidikan dan selesainya tesis ini penulis mengucapkan terima kasih.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa membalas segala kebaikan kita dan selalu melimpahkan berkatNYA kepada kita semua.

Medan, Maret 2009 Penulis

(8)

DOA SYUKUR MENYELESAIKAN

PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

(9)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan Pembimbing i

Lembar Penetapan Panitia Penguji ii

Lembar Surat Pernyataan iii

Ucapan Terima Kasih iv

BAB I Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1

2.2. Struktur Tinggi Tubuh Manusia 9

2.3. Pertumbuhan Tulang 13

2.4. Kelainan-Kelainan Tulang 17

2.5. Mutilasi 20

2.6. Prosedur Identifikasi 22

2.7. Identifikasi Tulang 23

2.8. Perkiraan Tinggi Badan 26

(10)

Bab 3 Metodologi Penelitian

3.1. Rancangan Penelitian 45

3.2. Tempat Dan Lama Penelitian 45

3.3. Populasi Penelitian 45

3.4. Sampel Dan Cara Pemilihan Sampel 46

3.5. Besar Sampel 46

3.6. Kriteria Penelitian 47

3.7. Ijin Subjek Penelitian 47

3.8. Etika Penelitian 48

3.9. Instrumen Penelitian 48

3.10. Cara Kerja Penelitian 49

3.11. Batasan Operasional 49

3.12. Pengolahan Dan Analisa Data 50

Bab 4 Hasil Penelitian Dan Pembahasan

4.1. Hasil Penelitian 51

1. Tabel Induk Data Pengukuran Hasil Subjek Penelitian 2. Tabel - Tabel dan Grafik-Grafik Visualisasi Komputer 3. Surat Lembar Penjelasan kepada Subjek Penelitian 4. Surat Lembar Persetujuan Subjek Penelitian 5. Lembar Data Hasil Pengukuran Subjek Penelitian

6. Surat Permohonan Izin Penelitian di LP Tanjung Gusta dari Departemen Kedokteran Forensik FK – USU.

7. Surat Izin Penelitian Dari Departemen Hukum dan HAM Kantor Wilayah Sumatera Utara.

8. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian di LP Klas I Medan.

9. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian di LP Wanita Klas II-A Medan.

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Tabel gambaran derajat garis epifise (Epiphyseal line/ union) 16

Tabel 1.2. Klasifikasi tinggi badan menurut Martin Knussmann 19

Tabel 1.3. Klasifikasi lain tinggi badan menurut Martin Knussmann 20

Tabel 2.1. Perkiraan rata-rata kehilangan tulang rawan 29

Tabel 2.2. Formula Karl Pearson Untuk laki-laki dan Perempuan 31

Tabel 2.3. Formula Trotter-Glesser (1952) 32

Tabel 3.2. Sebaran Responden Menurut Kelompok Umur 52

Tabel 3.3. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin 53

Tabel 3.4. Sebaran Responden Menurut Suku Bangsa 53

Tabel 3.5. Sebaran Responden Menurut Status Perkawinan 54

(12)

Tabel 3.7. Sebaran Responden Menurut Ukuran Berat Badan, Tinggi

Badan, Panjang Lengan Kanan dan Kiri 55

Tabel 3.8. Sebaran Perbandingan Panjang Lengan Bawah Kanan dan Kiri 55

Tabel 3.9. Perbandingan Tinggi Badan laki-laki dan Perempuan 56

Tabel 3.10. Hubungan Panjang Lengan Bawah Kanan dengan Tinggi Badan 56

Tabel 3.11. Hubungan Panjang Lengan Bawah Kiri dengan Tinggi Badan 57

Tabel 3.12. Perbandingan Panjang Lengan Bawah Kanan – Kiri Antara

Laki-laki dengan Perempuan 57

Tabel 3.13. Hubungan Panjang Lengan Bawah Kanan dan Kiri dengan

Tinggi Badan pada Laki-laki 58

Tabel 3.14. Hubungan Panjang Lengan Bawah Kanan dan Kiri dengan

Tinggi Badan pada Perempuan 58

Tabel 3.15. Hubungan Panjang Lengan Bawah Kanan dengan Tinggi Badan 59

Tabel 3.16. Hubungan Panjang Lengan Bawah Kiri dengan Tinggi Badan 59

Tabel 3.17. Hubungan Panjang Lengan Bawah Kanan dengan Tinggi Badan

menurut Jenis Kelamin 60

Tabel 3.18. Hubungan Panjang Lengan Bawah Kiri dengan Tinggi Badan

menurut Jenis Kelamin 60

Tabel 4.1. Perbandingan Hasil Konversi Panjang Lengan Bawah Terhadap

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. (A). Papan Osteometri

(B). Antropometer menurut Martin 7

Gambar 1.2. Dataran Frankfurt 8

Gambar 1.3. (A). Pengukuran beberapa ukuran panjang lengan

(B). Beberapa titik anatomis tubuh 9

Gambar 1.4. Anatomi kerangka tubuh manusia tampak depan dan

belakang 10

Gambar 1.5. Posisi anatomi tubuh manusia tampak depan dan belakang 11

Gambar 1.6. Kaliper Geser/ sorong 12

Gambar 1.7. Gambar pengukuran tinggi badan dan pengukuran tinggi

titik anatomis lainnya 13

Gambar 1.8. Sketsa radiologis bagian caput tulang panjang 15

Gambar 1.9. Gambaran komponen tulang panjang pada potongan sagital 16

Gambar 1.10. Gambaran penyatuan garis epifise pada tulang-tulang

kerangka manusia 17

Gambar 1.11. Gambar korban mutilasi 21

Gambar 1.12. Gambaran Radiologis Processus Olecranii ulnae di daerah

siku 24

Gambar 1.13. Gambaran posisi titik Processus Olecranii ulna lengan

kanan bawah pada saat posisi di fleksikan. 25

Gambar 1.14. Struktur ruas lengan kanan; diangun atas lengan atas dan

lengan bawah. 29

Gambar 2.1. Tabel Kerangka Konsepsional 43

Gambar 3.1. Grafik Linier / Persamaan Tinggi Badan dengan Panjang

(14)

Gambar 3.2. Grafik Linier / Persamaan Tinggi Badan dengan Panjang

Lengan Bawah Kiri 62

Gambar 3.3. Grafik Linier / Persamaan Tinggi Badan dengan Panjang

Lengan Bawah Kanan pada Laki-laki 63

Gambar 3.4. Grafik Linier / Persamaan Tinggi Badan dengan Panjang

Lengan Bawah Kiri pada Laki-laki 64

Gambar 3.5. Grafik Linier / Persamaan Tinggi Badan dengan Panjang

Lengan Bawah Kanan pada Perempuan 65

Gambar 3.6. Grafik Linier / Persamaan Tinggi Badan dengan Panjang

(15)

ABSTRAK

Menentukan tinggi badan seseorang merupakan hal yang sangat dibutuhkan

dalam proses identifikasi forensik. Ada banyak cara yang dapat dilakukan ahli

kedokteran forensik maupun antropologi forensik untuk menentukan tinggi badan

seseorang, diantaranya adalah dengan melakukan pengukuran terhadap bagian tubuh

tertentu lainnya. Salah satu penentuan tinggi badan dapat dilakukan melalui

pengukuran terhadap panjang ruas lengan bawah. Ada berbagai macam formula yang

telah dirumuskan oleh para ahli kedokteran forensik dan antropologi tentang

perkiraan tinggi badan dengan mengukur panjang beberapa tulang panjang,

diantaranya adalah yang dikemukakan oleh Trotter – Glesser ( tahun 1952, 1958),

namun penelitian untuk mencari formula pada orang hidup belum cukup banyak

dilakukan, padahal tidak semua jenazah yang ditemukan menjadi tulang belulang.

Pada kasus mutilasi, sebagian korban dalam keadaan terpotong-potong dengan

jaringan otot dan kulit pembungkus tulang masih dijumpai/ melekat.

Penelitian ini dilakukan terhadap subjek penelitian orang laki-laki dan

perempuan yang masih hidup sebanyak 348 orang. Lalu dilakukan pengukuran tinggi

badan dan panjang lengan bawah secara cermat untuk mencari formula hubungan

antara panjang lengan bawah terhadap tinggi badan.

Dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat sekat lintang (cross

sectional) dan uji statistik Pearson Correlation diperoleh nilai r = 0,852 (untuk

panjang lengan bawah kanan) dan r = 0,857 (untuk panjang lengan bawah kiri) yang

berarti menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara panjang lengan bawah

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.6. LATAR BELAKANG

Secara defenisi disebutkan bahwa ilmu kedokteran forensik adalah salah satu

cabang spesialistik dari ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu

kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan. Dalam istilah lain,

ilmu kedokteran forensik juga dikenal dengan nama Legal Medicine.(1) Seiring

dengan perkembangan zaman dan perjalanan waktu, ilmu kedokteran forensik terus

berkembang menjadi suatu ilmu yang universal karena meliputi berbagai aspek ilmu

pengetahuan. Salah satu bidang penting dalam ilmu kedokteran forensik adalah

identifikasi.(2)

Untuk kepentingan visum et repertum (VeR), ketika dokter memeriksa

jenazah maka identifikasi pada jenazah tetap dilakukan sekalipun jenazah tersebut

dikenal. Dokter haruslah mencatat jenis kelamin, umur, suku bangsa, panjang dan

berat badan, kebangsaan, warna kulit, perawakan, keadaan otot, keadaan gizi, rambut,

mata, gigi, bekas-bekas luka, tahi lalat, tato (rajah), pakaian, perhiasan, barang-barang

yang ada pada jenazah, ada tidaknya kumis/ jenggot (pada laki-laki), cacat tubuh

(bawaan atau didapat) dan sebagainya.(2)(3) (4)

Dalam bidang kedokteran forensik peranan pemeriksaan identifikasi sangatlah

(17)

pemeriksaan dapat dilanjutkan pada tingkat berikutnya. Pada jenazah yang sejak

semula tidak dikenal atau biasa disebut dengan istilah Mr.X, tentunya identifikasi

menjadi sulit, dan pemeriksaan jenazah untuk identifikasi ini akan menjadi semakin

sulit lagi bila mayat yang dikirim ke rumah sakit atau puskesmas telah mengalami

pembusukan atau mengalami kerusakan berat baik akibat kebakaran, ledakan,

kecelakaan pesawat, ataupun tinggal sebagian jaringan tubuh misalnya pada kasus

mutilasi (tubuh terpotong-potong). Pada kondisi tersebut tak jarang pihak kepolisian

(penyidik) hanya menyerahkan kepala saja, sebagian lengan atau kaki yang

terpotong-potong atau kadang kala tinggal tulang belulang saja.(1)(3)

Terjadinya peningkatan kasus-kasus korban mutilasi pada akhir-akhir ini

membuat penulis berpikir bahwa proses identifikasi sangat dibutuhkan oleh

penyidik untuk mengungkap identitas korban mutilasi tersebut. Menurut berbagai

data yang diperoleh penulis baik media cetak maupun elektronik, Kabareskrim

Mabes Polri; Irjen. Pol. Drs. Susno Duadji,SH menyatakan bahwa di wilayah hukum

Polda Metro Jaya saja sepanjang tahun 2008 tercatat 6 (enam) kasus mutilasi, dan

yang paling menggemparkan adalah kasus korban mutilasi Heri Santoso yang

dimutilasi menjadi tujuh potongan dengan pelaku mutilasi adalah Very Idam

Heriyansyah alias Ryan dari Jombang. Salah satu identifikasi yang diperlukan adalah

memperkirakan panjang badan korban mutilasi tersebut.

Tinggi badan adalah ukuran seseorang pada saat masih hidup, sedangkan

panjang badan adalah ukuran seseorang (jenazah) pada saat setelah meninggal.

(18)

identifikasi tersebut, memperkirakan tinggi badan seseorang pada saat masih hidup

dilakukan dengan mengukur panjang badan jenazah (panjang jenazah) setelah

meninggal. Mengukur panjang jenazah bila masih utuh bukanlah merupakan suatu

pekerjaan yang sulit, namun kesulitan akan muncul bila jenazah mengalami

kerusakan yang sangat hebat atau tidak lagi utuh.(2)(5)

Pada saat jenazah tidak lagi utuh (terpotong-potong), perkiraan panjang

jenazah dapat dilakukan dengan mengukur bagian tertentu tubuh jenazah untuk

memperkirakan tinggi badan seseorang pada saat masih hidup. Ada beberapa

pengukuran bagian tubuh yang dapat dilakukan untuk memperkirakan tinggi badan

secara umum adalah dengan mengukur jarak kedua ujung jari kanan dan kiri,

mengukur panjang puncak kepala sampai symphisis pubis dikali 2, panjang salah satu

ujung jari tengah sampai ujung olecranon sisi yang sama dikali 3,7, panjang femur

dikali 4, ataupun panjang humeri dikali 6, yang semua perhitungan tersebut dapat

memperkirakan panjang jenazah (tinggi badan) seseorang.(2)

Dalam keadaan termutilasi, penentuan panjang jenazah (tinggi badan)

seseorang, dapat dilakukan melalui beberapa pengukuran. Beberapa penelitian di FK

USU yang pernah dilakukan adalah penentuan tinggi badan berdasarkan tulang

panjang dan ukuran beberapa bagian tubuh yang pernah diteliti oleh Prof. Dr. Amri

Amir,SpF (K) serta penentuan tinggi badan berdasarkan Formula G.S. Kler dengan

menentukan Tinggi Hidung yang pernah diteliti oleh Dr. H. Mistar Ritonga, SpF.

(19)

dihilangkan, dimana hal tersebut dilakukan tentunya untuk menghilangkan identitas

si korban. Beberapa cara memisahkan bagian tubuh yang sering terjadi pada kasus

mutilasi adalah dengan memisahkan kepala pada daerah leher, memisahkan tangan

pada daerah ketiak, siku ataupun pergelangan tangan, memisahkan kaki pada daerah

paha atau lutut.(5)(6)

Untuk menentukan tinggi badan dengan lebih baik, maka para ahli telah

merumuskan formula penentuan tinggi badan berdasarkan ukuran panjang

tulang-tulang panjang. Oleh karena beberapa formula dirumuskan berdasarkan pengukuran

orang eropah (barat), maka untuk memakainya pada orang Indonesia harus

dipertimbangkan faktor koreksinya. Perkiraan tinggi badan dengan mengukur panjang

salah satu tulang panjang yang masih dibungkus otot dan kulit seperti ruas lengan

bawah yang dibentuk oleh 2 tulang panjang; radius dan ulna, kiranya dapat

dilakukan.(2)

1.7. RUMUSAN MASALAH

Pada keadaan termutilasi tubuh terpotong-potong menjadi beberapa bagian,

sehingga akan semakin menyulitkan proses identifikasi, sehingga pengukuran bagian

tubuh tertentu dapat dilakukan untuk memperkirakan tinggi badan si korban.

Seperti diungkapkan oleh beberapa ahli bahwa pengukuran panjang dari

tulang-tulang panjang dapat digunakan sebagai salah satu dari sekian banyak teori

tentang cara penentuan tinggi badan berdasarkan pengukuran bagian – bagian tubuh

(20)

Dalam penelitian ini, akan diteliti lengan bawah yang masih utuh, artinya

tidak dalam keadaan tinggal tulang belulang. Sehingga dirumuskanlah permasalahan,

apakah ada signifikansi (hubungan) penentuan tinggi badan berdasarkan panjang

lengan bawah pada orang Indonesia di kota Medan ?

1.8. HIPOTESIS

Untuk proses identifikasi dalam menentukan tinggi badan seseorang

(jenazah), maka dapat dilakukan dengan mengukur panjang ruas lengan bawah.

1.9. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah identifikasi tinggi badan dapat ditentukan dengan

mengukur panjang anggota gerak / alat gerak tubuh.

Tujuan Khusus

Untuk mengetahui apakah dalam menentukan tinggi badan dapat ditentukan

dengan mengukur panjang ruas lengan bawah.

1.10. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan oleh para dokter-dokter

(dokter umum) di Indonesia sebagai salah satu bahan masukan dalam cara

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.10. ANTROPOMETRI

Dalam pengamatan sehari-hari akan membawa kita kepada pengalaman

bahwa manusia, walaupun satu species, bervariasi juga. Kenyataan ini mendorong

orang untuk melihat perbedaan-perbedaan ini makin teliti dan metode yang paling

tepat adalah ukuran, dimana disamping ketepatan memungkinkan juga objektivitas.

Dengan demikian lahirlah sebidang ilmu yang disebut antropometri. Antropometri

berasal dari kata Anthropos yang berarti man (orang) dan Metron yang berarti

measure (ukuran). Jadi antropometri merupakan pengukuran terhadap manusia

(mengukur manusia).(7)

Johan Sigismund Elsholtz adalah orang pertama yang menggunakan istilah

antropometri dalam pengertian sesungguhnya (tahun 1654). Ia adalah seorang ahli

anatomi berkebangsaan Jerman. Pada saat itu ia menciptakan alat ukur yang disebut

“anthropometron”, namun pada akhirnya Elsholtz menyempurnakan alat ukurnya dan

inilah cikal bakal instrumen atau alat ukur yang sekarang kita kenal sebagai

(22)

(A) (B)

Gambar 1.1: (A). Papan Osteometri(18)

(B). Antropometer menurut Martin(8)

Pada abad 19, penelitian di bidang antropometri mulai berkembang dari

perhitungan sederhana menjadi lebih rumit, yaitu dengan menghitung indeks. Indeks

adalah cara perhitungan yang dikembangkan untuk mendeskripsikan bentuk (shape)

melalui keterkaitan antar titik pengukuran. Perhitungan indeks, titik pengukuran dan

cara pengukuran berkembang pesat yang berdampak pada banyaknya variasi cara

klasifikasi. Hal ini berdampak pada tidak adanya standardisasi, terutama pada bidang

osteometri (pengukuran tulang-tulang).(8)(9) Tidak adanya standardisasi ini membuat

para ahli tidak bisa membandingkan hasil penelitiannya karena standar pengukuran,

titik pengukuran serta indeks yang berbeda-beda. (8)

Upaya standardisasi mulai dilakukan pada pertengahan abad 19 berdasarkan

studi Paul Broca yang mana upaya tersebut telah telah dilakukan sejak awal 1870-an,

(23)

menentukan garis dasar posisi kepala atau kranium ditetapkan sebagai garis

“Frankfurt Horizontal Plane” atau “Dataran Frankfurt” (Gambar 1.2).(8)

Garis C adalah Dataran Frankfurt

Yang merupakan bidang horizontal

sejajar dengan dasar/ lantai yang

melalui titik paling bawah pada satu

lekuk mata (umumnya paling kiri)

dan titik paling atas pada dua lubang

telinga luar (porion pada tengkorak,

tragion pada manusia hidup). Dataran

ini merupakan patokan penilaian dan

pengukuran baik pengukuran tinggi

badan maupun pengukuran sudut.

Gambar 1.2: Dataran Frankfurt(8)

Perkembangan berikutnya dibuat oleh antropologi Jerman lainnya yaitu

Rudolf Martin yang pada tahun 1914 menerbitkan buku yang berjudul “Lehrbuch der

Anthropologie”. Selanjutnya pada tahun 1981 bersama Knussmann, Rudolf Martin

memperbaharui buku tersebut.(8)(9)

Masyarakat lama umumnya telah menggunakan satuan ukuran dengan lebar

jari, lebar telapak tangan, jengkal, hasta, depa, langkah kaki dan sebagainya. Namun

Rudolf Martin dalam bukunya menjelaskan dengan teliti masing-masing titik

anatomis yang dipergunakan. Masing-masing titik diberikan nama serta simbolnya,

yang terdiri dari satu sampai tiga huruf. Jarak antara titik-titik antropometris ini

(24)

misalnya simbol v ialah vertex, sty ialah stylion yang merupakan titik paling distal

pada ujung processus styloideus (Gambar 1.3). Disamping itu masing-masing

ukuran lazimnya disertai nomor sesuai numerus pada buku Martin.(8)

(A) (B)

Gambar 1.3 (8) : (A). Pengukuran beberapa ukuran panjang lengan

(B). Beberapa titik anatomis tubuh

2.11. STRUKTUR TINGGI TUBUH MANUSIA

Struktur tubuh manusia disusun atas berbagai macam organ yang tersusun

sedemikian rupa satu dengan lainnya, sehingga membentuk tubuh manusia

seutuhnya, dan kerangka adalah struktur keras pembentuk tinggi badan (Gambar

(25)

Gambar 1.4 (11) : Anatomi kerangka tubuh manusia tampak depan dan belakang

Proses pertumbuhan dimulai sejak terjadi konsepsi dan berlangsung

terus-menerus sampai umur dewasa, kemudian stabil dan pada usia relatif tua akan kembali

berkurang. Pada saat sesudah dilahirkan, umur dapat diperkirakan sesuai golongan

(26)

muda. Pada janin, bayi baru lahir dan anak-anak sampai masa puber, umur dapat

ditentukan berdasarkan tinggi (panjang) dan berat badan. Beberapa faktor harus

dipertimbangkan antara lain keturunan, bangsa, gizi dan lain-lain. Namun pada orang

dewasa penentuan umur berdasarkan tinggi badan dan berat badan tidak dapat

dipergunakan lagi.(2)(10)

Anatomi adalah ilmu yang mempelajari struktur tubuh dan hubungan

bagian-bagiannya satu sama lain. Pada sikap anatomi menunjukkan semua gambaran tubuh

manusia didasarkan pada anggapan bahwa orang berdiri secara tegak lurus dengan

ekstremitas (alat gerak) atas disamping tubuh, telapak tangan dan wajah menghadap

ke depan (Gambar 1.5).(11)(12)

(27)

Dalam rangka membangun/ membentuk tinggi tubuh manusia, maka tubuh

dibangun atas struktur susunan tulang-tulang/ kerangka yang terikat/ terkait satu sama

lainnya, dengan demikian maka tinggi tubuh manusia akhirnya dapat diukur.

Pengukuran tinggi badan manusia umumnya diukur dalam satuan centimeter (cm), ini

juga didasari atas formula tentang perkiraan tinggi badan yang sudah ada, dan alat

ukur yang digunakan umumnya adalah antropometer ataupun alat ukur lainnya

(seperti kaliper geser/ sorong) (Gambar 1.6). (8)(13)

Kaliper Geser/ sorong

Gambar 1.6 (8) :

Tinggi badan diukur pada saat berdiri secara tegak lurus dalam sikap anatomi.

Kepala berada dalam posisi sejajar dengan dataran Frankfurt. Tinggi badan adalah

hasil pengukuran maksimum panjang tulang-tulang secara paralel yang membentuk

poros tubuh (The Body Axix), yaitu diukur dari titik tertinggi di kepala (cranium)

yang disebut Vertex, ke titik terendah dari tulang kalkaneus (the calcanear tuberosity)

(28)

Gambar 1.7 (8) : Gambar pengukuran tinggi badan dan pengukuran tinggi titik

anatomis lainnya

2.12. PERTUMBUHAN TULANG

Kerangka merupakan organ penyangga tubuh kita sehingga tubuh dapat

berdiri tegak. Ada sekitar 206 jumlah tulang manusia dewasa yang membentuk

bangun tubuh manusia.(12)(14). Sedangkan pada anak-anak jumlah tersebut sebenarnya

lebih dari 300 tulang. Proses pertumbuhan anak-anak (bayi) menjadi dewasa

menyebabkan terjadinya penyatuan beberapa tulang sehingga ketika dewasa

jumlahnya menjadi lebih sedikit.(14)

Tempat dimana dua tulang atau lebih saling berhubungan dinamakan sendi.

Beberapa sendi tidak mempunyai pergerakan, namun beberapa sendi lainnya ada

yang memiliki gerakan sedikit dan banyak. Mengukur tinggi badan adalah mengukur

(29)

yang membentuk tinggi badan adalah kepala, leher, tulang belakang dan

tulang-tulang panjang kaki.(12)(14)

Kerangka/ tulang pada tubuh manusia adalah jaringan yang hidup yang

sepertiga bagiannya adalah air.(14) Seperti jaringan ikat lainnya, tulang terdiri atas

sel-sel, serabut-serabut dan matriks. Mempunyai pembuluh darah yang masuk membawa

oksigen dan zat makanan serta keluar membawa sisa makanan.(11) Struktur dasar

tulang pada umumnya terdiri atas epifise, metafise dan diafise (Gambar 1.8 &

1.9).(15)(16) Epifise adalah pusat kalsifikasi pada ujung-ujung tulang, metafise adalah

bagian diafisis yang berbatasan dengan lempeng epifiseal, dan diafise sendiri adalah

pusat pertumbuhan tulang yang ditemukan pada batang tulang. Pada tulang-tulang

panjang ekstremitas (alat gerak) terjadi perkembangan secara osifikasi endokondral,

dan osifikasi ini merupakan proses lambat dan tidak lengkap dari mulai dalam

kandungan sampai usia sekitar 18-20 tahun atau bahkan dapat lebih lama lagi.(12)

Pertumbuhan manusia dimulai sejak dalam kandungan, sampai usia kira-kira 10

tahun anak pria dan wanita tumbuh dengan kecepatan yang kira-kira sama. Sejak usia

12 tahun, anak pria sering mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan wanita,

sehingga kebanyakan pria yang mencapai remaja lebih tinggi daripada wanita.(12)

Pusat kalsifikasi pada ujung-ujung tulang atau dikenal dengan “Epifise Line” akan

berakhir seiring dengan pertambahan usia, dan pada setiap tulang, penutupan dari

garis epifise line tersebut rata-rata sampai dengan umur 21 tahun (Tabel 1.1 dan

Gambar 1.10).(16)(17)(18) Hal inilah yang menjadi dasar peneliti menetapkan usia

(30)

besar pada pengukuran, oleh karena pertumbuhan tulang yang masih berlanjut bila

dilakukan dibawah usia 21 tahun.

Secara teori disebutkan bahwa umumnya pria dewasa cenderung lebih tinggi

dibandingkan wanita dewasa dan juga mempunyai tungkai yang lebih panjang,

tulangnya yang lebih besar dan lebih berat serta massa otot yang lebih besar dan

padat. Pria mempunyai lemak sub kutan yang lebih sedikit, sehingga membuat

bentuknya lebih angular. Sedangkan wanita dewasa cenderung lebih pendek

dibandingkan pria dewasa dan mempunyai tulang yang lebih kecil dan lebih sedikit

massa otot. Wanita lebih banyak mempunyai lemak sub kutan. Wanita mempunyai

sudut siku yang lebih luas, dengan akibat deviasi lateral lengan bawah terhadap

lengan atas yang lebih besar.(12)

Seluruh permukaan tulang, kecuali permukaan yang mengadakan persendian,

diliputi oleh lapisan jaringan fibrosa tebal yang dinamakan periosteum. Periosteum

banyak mengandung pembuluh darah, dan sel-sel pada permukaannya yang lebih

dalam bersifat osteogenik. Periosteum khususnya berhubungan erat dengan

tulang-tulang pada tempat-tempat perlekatan otot, tendon, dan ligamentum pada tulang-tulang.(12)

Gambar 1.8 (15) :

Sketsa radiologis

bagian caput tulang

(31)

Gambar 1.9 (16) : Gambaran komponen

tulang panjang pada

potongan sagital.

Table 1.1 Tabel gambaran derajat garis epifise (Epiphyseal line/ union)(18)

Jenis Tulang Usia (Thn) Jenis Tulang Usia (Thn)

Head of femur 16-19 Acromion 17-19

Greater trochanter 19-19 Distal femur 17-20

Lesser trochanter 16-19 Proximal tibia 17-19

Head of humerus 16-23 Proximal fibula 16-21

Distal humerus 13-16 Dista tibia 16-19

Medial epicondyle 16-17 Distal fibula 16-19

Proximal radius 14-17 Metatarsals 15-17

Proximal ulna 14-17 Iliac crest 18-22

Distal radius 18-21 Primary elements pelvis 14-16

Distal ulna 18-21 Sternal clavicle 23-28

(32)

Gambar 1.10 (18) : Gambaran penyatuan garis epifise pada tulang-tulang

kerangka manusia (usia dalam tahun)

2.13. KELAINAN-KELAINAN TULANG

(33)

oleh karena faktor penyakit yang diperoleh setelah dilahirkan maupun setelah

dewasa.(14) Dengan demikian, akhirnya kita mengenal beberapa kategori manusia

berdasarkan tingginya, ada yang sangat tinggi, tetapi ada juga yang sangat pendek

(Tabel 1.2 dan 1.3).(8)

Pada penyakit gigantisme yang disebabkan oleh karena kelainan hormon

dapat mengakibatkan pertumbuhan tulang terjadi dengan sangat cepat. Roberto

wadlow adalah seorang Amerika yang pernah tercatat sebagai manusia tertinggi

dengan tinggi badan mencapai 270 centimeter. Selain gigantisme dapat pula terjadi

hal yang sebaliknya, dimana ukuran pertumbuhan yang terjadi sangat pendek,

sehingga pernah tercatat ukuran manusia terkecil berkisar antara 60 sampai 75

centimeter. Manusia cebol yang terkenal yang pernah tercatat bernama Charles

Stratton (General Tom Thumb).(14) di Indonesia kita mengenal artis yang cebol

bernama Ucok Baba.

Selain itu, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi tinggi badan manusia

adalah patah tulang (fraktur). Derajat deformitas tulang yang hebat akan sangat

mempengaruhi tinggi badan seseorang, terutama bila yang mengalami patah tulang

adalah tulang belakang, maupun tulang-tulang tungkai bawah.

Pada penyakit Ricket, terdapat gangguan mineralisasi matriks tulang rawan

pada tulang yang sedang tumbuh. Hal tersebut menimbulkan keadaan dimana sel

tulang rawan terus tumbuh, menimbulkan pertumbuhan tulang rawan berlebihan dan

pelebaran lempeng epifiseal. Matriks tulang rawan yang mineralisasinya jelek ini

(34)

terkena tekanan berat badan. Deformitas yang ditimbulkan adalah pelebaran

hubungan kostokondral, pembengkokan tulang-tulang panjang ekstremitas bawah dan

penonjolan tulang-tulang frontal tengkorak, juga dapat terjadi deformitas pelvis.(12)

Penyakit saraf tertentu; seperti Siringomielia, dapat mengakibatkan sensasi

nyeri pada sendi akan menjadi hilang. Ini berarti bahwa sensasi untuk penanda rasa

nyeri yang dirasakan bila sendi bergerak melampaui batas pergerakan normalnya

tidak akan disadari, efeknya dapat terjadi destruksi sendi dan dapat berakibat pada

pertumbuhan tulang dan tinggi badan.(9)

Faktor usia juga sering berperan dalam mempengaruhi tinggi badan,

diantaranya adalah osteoporosis, scoliosis dan lordosis. Keadaan struktur tulang yang

mengalami penyusutan akibat penurunan fungsi metabolik tubuh, gangguan gizi/ diet,

gangguan endokrin akan mempengaruhi struktur tulang.(12)

Tabel 1.2 (8) : Klasifikasi tinggi badan menurut Martin Knussmann

Laki-laki (dalam cm) Wanita (dalam cm)

(35)

Tabel 1.3 (8) : Klasifikasi lain tinggi badan menurut Martin Knussmann

Laki-laki (cm) Wanita (cm)

Nanosomi

Kasus mutilasi telah berlangsung sejak lama, pendapat ini disampaikan oleh

guru besar psikologi Universitas Indonesia, Enoch Markum dalam The 1st National

Discussion on Indegenous Psycology: Mutilation Case Indonesian Perspective, di

Jakarta pada akhir Desember 2008 yang dimuat pada harian Sinar Indonesia Baru

halaman pertama edisi minggu, 7 Desember 2008. Profesor Enoch menyebutkan

bahwa mutilasi telah berlangsung sejak 100 SM di Amazon Amerika. Di Indonesia

menurutnya bahwa kasus mutilasi tercatat sebanyak 61 kasus sejak tahun 1967.

Menanggapi kasus mutilasi yang menghebohkan yang dilakukan oleh Very Idam

Heriyansyah alias Ryan dari Jombang, Jawa Timur pada tahun akhir 2008 yang lalu

terhadap Heri Santoso yang dimutilasi menjadi tujuh potongan, merupakan tindak

kriminal mutilasi yang terencana, dengan proses yang rasional agar tidak tertangkap

(36)

Mutilasi didefenisikan sebagai keadaan tubuh jenazah/ mayat yang

terpotong-potong (Gambar 1.11).(1)(18)(19) Pada prinsipnya bahwa jenazah yang termutilasi

dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti: akibat ledakan bom, kecelakaan

pesawat terbang, termutilasi karena gigitan binatang buas serta termutilasi akibat

tindak pidana pelaku mutilasi. Dari sekian banyak kasus mutilasi, yang sering

menjadi sorotan adalah mutilasi akibat tindakan kriminal (pembunuhan dengan cara

mutilasi).(18) Mutilasi akibat tindakan kriminal sering dihubungkan oleh beberapa ahli

dengan perilaku kejahatan seksual.(19)

Kasus mutilasi yang pernah tercatat dan paling terkenal di London adalah

“Jack The Ripper” yang terjadi pada tahun 1888, dimana pembunuhan dengan cara

mutilasi tersebut merupakan kejahatan seksual yang sangat sadis, yaitu isi bagian

dalam si korban dikeluarkan dan dipotong-potong oleh si pelaku.(18)(19)(20)

Identifikasi merupakan tindakan yang mutlak dilakukan terhadap jenazah

yang tidak dikenal, apalagi terhadap jenazah yang termutilasi. Untuk itu peran dokter

(37)

2.6. PROSEDUR IDENTIFIKASI

Salah satu dasar dari sebuah pengetahuan identifikasi adalah pengetahuan

tentang antropometri. Antropometri berasal dari kata anthropos yang berarti man

(manusia) dan metron yang berarti mesure (pengukuran). Jadi antropometri berarti

pengukuran pada manusia. Ada pula dikenal istilah Bertillon system atau Bertillonage

yang diperkenalkan oleh Alfonsus Bertillon pada tahun 1882. Bertillon menyebutkan

bahwa teori perhitungan tentang pengukuran tubuh manusia sebaiknya dilakukan

pada usia 21 tahun.(19)

Alfonsus Bertillon yang seorang dokter berkebangsaan Prancis (1854-1914)

pertama sekali memperkenalkan pengetahuan identifikasi secara ilmiah dengan cara

memanfaatkan ciri umum seseorang, seperti ukuran antropometri, warna rambut,

mata dan lain sebagainya.(22) Adanya perkembangan ilmu pengetahuan semakin

meningkatkan kemampuan proses identifikasi seseorang, namun yang paling berperan

adalah disiplin ilmu kedokteran yang dikenal sebagai identifikasi medik.(23)

DVI atau Disaster Victim Identification menerangkan metode identifikasi

yang telah distandarkan secara internasional dan diadopsi di Indonesia. Terdapat 2

golongan identifikasi, yaitu pertama disebut dengan Primary Identifiers yang terdiri

dari sidik jari (fingerprint); rekam medik gigi (dental record) dan DNA (Deoxyribo

Nucleid Acid), serta yang kedua disebut dengan Secondary Identifiers yang terdiri

dari pemeriksaan medik (medical); property dan photography.(23)

Pada pemeriksaan medik dilakukan pemeriksaan fisik jenazah secara

(38)

cacat tubuh serta kelainan bawaan, jaringan parut bekas luka operasi, tato dan

sebagainya.(21)

Dalam pemeriksaan forensik penentuan tinggi badan seseorang individu

sangatlah penting, terutama bila hanya sepotong bagian tubuh jenazah saja yang

ditemukan. Oleh sebab itu begitu banyak metode-metode/ formula pemeriksaan yang

dirumuskan untuk mengukur atau memperkirakan tinggi badan seseorang.(22)

2.7. IDENTIFIKASI TULANG

Tulang/ kerangka merupakan bagian tubuh manusia yang cukup keras, tidak

mudah mengalami pembusukan. Jaringan lunak pembungkus tulang akan mulai

mengalami pembusukan dan menghilang pada sekitar 4 minggu setelah kematian.

Pada masa ini tulang masih menunjukkan kesan ligamentum yang masih melekat

disertai bau busuk. Setelah 3 bulan, tulang kelihatan berwarna kuning. Setelah 6

bulan, tulang tidak lagi mempunyai kesan ligamen dan berwarna kuning keputihan,

serta tidak lagi mempunyai bau busuk.(22) Dengan demikian, tulang/ kerangka

merupakan salah satu organ tubuh yang cukup baik untuk identifikasi manusia karena

selain cukup lama mengalami pembusukan, tulang juga mempunyai karakteristik

yang sangat menonjol untuk identifikasi.(22)(24)

Upaya identifikasi pada tulang/ kerangka bertujuan untuk membuktikan

bahwa tulang tersebut adalah: 1. Apakah tulang manusia atau hewan; 2. Apakah

(39)

sendiri; 5. Jenis kelamin; 6. Tinggi badan; 7. Ras; 8. Berapa lama kematian; 9.

Adakah ruda paksa/ deformitas tulang; 10. Sebab kematian.(5)(18)(19)(24)

Ada begitu banyak hal yang dapat diungkap dari pemeriksaan terhadap tulang/

kerangka, dan kenyataannya bahwa tinggi badan memiliki peranan penting dalam

sebuah proses identifikasi. Pengetahuan identifikasi terhadap tulang sangat berperan

tidak hanya pada saat organ tubuh hanya tinggal tulang-belulang saja, tetapi banyak

hal yang dapat diungkap dari tulang/ kerangka tersebut pada saat masih dibaluti oleh

jaringan otot, tendon dan kulit. Diantara hal yang dapat diungkapkan pada saat tulang

terbalut jaringan lunak, adalah pengukuran panjang dari tulang-tulang panjang untuk

mengukur tinggi badan, perkiraan usia korban juga dapat dilakukan dengan melihat

gambaran garis epifise. Hal tersebut tentunya dapat dilakukan dengan mengukur

tulang secara langsung pada organ tersebut ataupun dengan mengukur panjangnya

organ dan melihat garis epifise melalui pemeriksaan radiologist(15)(21)(25)(26) (Gambar

1.12 dan Gambar 1.13).(26)

(40)

Identifikasi tulang belulang atau bagian potongan tulang maupun bagian

tulang belulang yang masih dibaluti sebagian atau seluruh jaringan kulit yang

diakibatkan oleh kasus mutilasi, gigitan binatang buas, maupun akibat lainnya

sebaiknya tidak menggunakan satu prosedur pemeriksaan identifikasi, sangat

disarankan agar semaksimal mungkin menggunakan berbagai metode identifikasi

yang ada sehingga kesimpulan yang diperoleh dapat maksimal. Dalam penentuan

tinggi badan juga sebaiknya demikian agar hasil maksimal maka disarankan untuk

menggunakan seluruh bagian sisa jaringan yang ada dan menggunakan berbagai

metode/ formula pengukuran yang ada.(25)(27)

Gambar 1.13:

(41)

2.8. PERKIRAAN TINGGI BADAN

Disebutkan bahwa tubuh manusia dibangun berdasarkan susunan struktur

tulang/ kerangka tubuh manusia.(16)(28) Berdasarkan hal tersebut, maka diyakini bahwa

tinggi badan tubuh manusia diyakini erat hubungannya dengan ukuran dari panjang

tulang-tulang tersebut. Disebutkan bahwa ukuran panjang tulang-tulang panjang

memiliki hubungan yang signifikan dalam memperkirakan tinggi badan manusia.

Sering sekali autopsi yang dilakukan oleh ahli forensik tidak dilakukan

terhadap tubuh yang masih utuh, tetapi sudah dalahm keadaan rusak atau

terpotong-potong.(29) Dalam autopsi yang dilakukan terhadap tubuh-tubuh yang tidak lagi

sempurna/ utuh, teori ataupun rumus yang menyatakan tentang hubungan panjang

tulang-tulang tertentu dengan tinggi badan merupakan acuan yang tidak lagi dapat

dipungkiri.(28)(30)(31)(32)

Tulang-tulang panjang yang terdapat dalam tulang/ kerangka tubuh manusia

meliputi humerus, radius, ulna, femur, tibia dan fibula.(12)(26)(32) Ruas lengan

dibangun atas tulang-tulang panjang seperti humerus pada ruas lengan atas dan radius

dan ulna pada ruas lengan bawah (Gambar 1.14).(31)(32)(33)

Dalam memperkirakan tinggi badan seseorang, maka harus diperhatikan

bahwa pembentukan tinggi badan seseorang yang memang sudah dimulai sejak masih

dalam kandungan (intra uterin), dan pertumbuhan tinggi badan tersebut akan terus

bertambah ukurannya hingga usia sekitar 20-21 tahun. Setelah usia tersebut tidaklah

terlalu signifikan pertumbuhan tinggi badan dan akan berkurang seiring dengan

(42)

Selain yang disebutkan diatas, perlu diperhatikan pula tentang tinggi badan

yang masih akan mengalami perpanjangan pada beberapa hal, seperti: bahwa

pertumbuhan maksimum akan terjadi pada usia 21-25 tahun usia seseorang, dapat

terjadi pertambahan tinggi badan pada tiap pagi hari, pada posisi berbaring dapat

terjadi pertambahan tinggi badan 1-3 cm, dan pada jenazah akan terjadi pertambahan

panjang badan selama fase relaksasi primer (sepanjang 1,5 cm pada pria dan 2 cm

pada wanita).(5)(16)

Disisi lain pula ternyata tinggi badan dapat mengalami penurunan/

pengurangan dalam hal: pertambahan usia setelah 25 tahun akan mengakibatkan

terjadinya pengurangan tinggi badan sebanyak sekitar 1 mm pertahun, pada saat sore

dan malam hari terjadi pengurangan tinggi badan sekitar 1,5 cm dibandingkan dengan

pada saat pagi hari, ini disebabkan terjadinya penurunan elastisitas dan peningkatan

kekuatan otot tulang punggung belakang pada waktu sore/ malam hari, pada posisi

berdiri tinggi badan mengalami pengurangan dibandingkan pada posisi telentang/

berbaring, pada tubuh mayat, dapat terjadi pengurangan panjang badan selama

terjadinya kaku mayat (rigor mortis).(5)(16)

Pada keadaan tubuh yang tidak lagi utuh, dapat diperkirakan tinggi badan

seseorang secara kasar, yaitu dengan:(2)(5)

a. Mengukur jarak kedua ujung jari tengah kiri dan kanan pada saat direntangkan

(43)

b. Mengukur panjang dari puncak kepala (Vertex) sampai symphisis pubis dikali 2,

ataupun ukuran panjang dari symphisis pubis sampai ke salah satu tumit, dengan

posisi pinggang dan kaki diregang serta tumit dijinjitkan,

c. Mengukur panjang salah satu lengan (diukur dari salah satu ujung jari tengah

sampai ke acromion di klavicula pada sisi yang sama) dikali dua (cm), lalu

ditambah lagi 34 cm (terdiri dari 30 cm panjang 2 buah klavicula dan 4 cm lebar

dari manubrium sterni/ sternum),

d. Mengukur panjang dari lekuk diatas sternum (sternal notch) sampai symphisis

pubis lalu dikali 3,3,

e. Mengukur panjang ujung jari tengah sampai ujung olecranon pada satu sisi yang

sama, lalu dikali 3,7,

f. Panjang femur dikali 4,

g. Panjang humerus dikali 6.

Bila pengukuran dilakukan pada tulang-tulang saja, maka dilakukan

penambahan 2,5 sampai 4 cm untuk mengganti jarak sambungan dari sendi-sendi.

Ketika sendi-sendi tidak lagi didapat, maka perhitungan tinggi badan dapat dilakukan

dengan mengukur tulang-tulang panjang dengan menggunakan beberapa formula

yang ada.(2)(16)(33)(35) Ketebalan bagian tulang rawan yang hilang rata-rata

(44)

Tabel 2.1: Perkiraan rata-rata kehilangan tulang rawan(8)

Tulang Ujung atas Ujung bawah Total Maka harus ditambah

(45)

Bila yang diukur adalah tulang yang dalam keadaan kering, maka umumnya

telah terjadi pemendekan sepanjang 2 millimeter (mm) dibanding dengan tulang yang

segar, yang tentunya hal tersebut harus diperhatikan dalam melakukan penghitungan

tinggi badan.(1) Secara spesifik Glinka menyebutkan bahwa bila ingin merekonstruksi

tinggi badan manusia ketika hidup, namun rekonstruksi dilakukan dari tulang-tulang

saja maka karena tulang menjadi kering harus diperhitungkan penyusutan yang terjadi

untuk tiap-tiap tulang. Pada beberapa tulang disebutkan penyusutan untuk

masing-masing tulang femur sebesar 2,3-2,6 mm, humerus sebesar 1,3 mm, tibia sebesar 1,7

dan radius sebesar 0,7 mm.(8) Dalam mencari tinggi badan sebenarnya, perlu

diketahui pula bahwa rata-rata tinggi badan laki-laki lebih besar dari perempuan,

maka perlu ada rumus yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Apabila tidak

dibedakan, maka perhitungan ratio laki-laki:perempuan adalah 100:90.(1)(2)(18)

Secara sederhana pula, Topmaid dan Rollet membuat formula perkiraan

tinggi badan yang kemudian dipopulerkan oleh Ewing pada tahun 1923. formula

tersebut hanya memperkirakan apakah seseorang tersebut tinggi, sedang atau pendek,

dan tidak memberi ukuran ketinggian yang begitu tepat. Dalam formula ini

disebutkan bahwa panjang tulang humerus, femur, tibia dan tulang belakang

masing-masing adalah 20%, 22%, 27% dan 35% daripada ketinggian individu si empunya

tulang tersebut.(22)

Dibawah ini akan ditampilkan beberapa formula yang ada tentang perhitungan

(46)

A. Formula Karl Pearson(5)(8)(18)(22)

Formula ini telah dipakai luas diseluruh dunia sejak lama (tahun 1899).

Formula ini membedakan formula untuk laki-laki dan perempuan untuk subjek

penelitian kelompok orang-orang eropah (European) dengan melakukan pengukuran

pada tulang-tulang panjang yang kering (Tabel 2.2).(8)

Tabel 2.2: Formula Karl Pearson Untuk laki-laki dan Perempuan

Laki– laki :

1. Tinggi badan = 81.306 + 1.88 x F1

2. Tinggi badan = 70.641 + 2.894 x HI

3. Tinggi badan = 78.664 + 2.376 x TI

4. Tinggi badan = 85.925 + 3.271 x RI

5. Tinggi badan = 71.272 + 1.159 x (F1 + T1)

6. Tinggi badan = 71.443 + 1.22 x (F1 + 1.08 x TI)

7. Tinggi badan = 66.855 + 1.73 x (H1 + R1)

8. Tinggi badan = 69.788 + 2.769 x (H1 + 0.195 x R1)

9. Tinggi badan = 68.397 + 1.03 x F1 + 1.557 x HI

10.Tinggi badan = 67.049 + 0.913 x F1 + 0.6 x T1 + 1.225 x HI – 0.187 x RI

Perempuan :

1. Tinggi badan = 72.844 + 1.945 x F1

2. Tinggi badan = 71.475 + 2.754 x H1

(47)

4. Tinggi badan = 81.224 + 3.343 x R1

H1 - panjang maksimal tulang lengan atas (humerus)

R1 - panjang maksimal tulang pengumpil (radius)

T1 - panjang maksimal tulang kering (tibia)

B. Formula Trotter-Glesser (1952)(2)(5)(9)(18)

Formula ini memakai subjek penelitian orang-orang Amerika kulit hitam

(negro) dan kulit putih yang berusia antara 28-30 tahun baik laki-laki maupun

perempuan. Pertama sekali diteliti pada tahun 1952 oleh Trotter dan kemudian

disempurnakan oleh Krogman dan Iscan pada tahun 1977 (Tabel 2.3)(18)

Tabel 2.3: Formula Trotter-Glesser (1952)

(48)
(49)

Stature = 52.77 + 1.35 humereus +

C. Formula Trotter-Glesser (1958)(2)(8)

Formula yang dipopulerkan dalam buku Martin-Knussmann (1988) ini

memakai subjek penelitian kelompok laki-laki ras mongoloid. (Tabel 2.4)(8)

Tabel 2.4: Formula Trotter-Glesser (1958).

(50)

Nota : Angka dengan tanda ± adalah nilai Standard Error, yang dapat dikurangi

atau ditambah pada nlai yang diterima dari kalkulasi. Makin kecil SE, makin

tepat taksiran menurut rumus regresi.

D. Formula Modifikasi Trotter-Glesser.(18)

Merupakan formula Trotter-Glesser tahun 1952 yang dimodifikasi pada tahun

1977 oleh Krogman dan Iscan (Tabel 2.5).

Tabel 2.5: Formula Modifikasi Trotter-Glesser

WHITE MALES BLACK MALES

SE SE

3.08 Hum + 70.45 4.05 3.26 Hum + 62.10 4.43

3.78 Rad + 79.01 4.32 3.42 Rad + 81.56 4.30

3.70 Ulna + 74.05 4.32 3.26 Ulna + 79.29 4.42

2.38 Fem + 61.41 3.27 2.11 Fem + 70.35 3.94

2.52 Tib + 78.62 3.37 2.19 Tib + 86.02 3.78

2.68 Fib + 71.78 3.29 2.19 Fib + 85.65 4.08

1.30 (Fem + Tib ) + 63.29 2.99 1.15 (Fem + Tib ) + 71.04 3.53

1.42 Fem + 1.24 Tib + 59.88 2.00 0.66 Fem + 1.62 Tib + 76.13 3.49

0.93 Hum + 1.94 Tib + 69.30 3.26 0.90 Hum + 1.78 Tib + 71.29 3.49

0.27 Hum + 1.32 Fem + 1.16 Tib +

58.57

2.99 0.89 Hum + 1.01 Rad + 0.38 Fem

(51)

WHITE MALES BLACK MALES

E. Formula Dupertuis dan Hadden(9)(18)

Merupakan formula yang didasarkan atas penelitian terhadap tulang-tulang

panjang pada orang Amerika.(Tabel 2.6).(18)

Tabel 2.6: Formula Dupertuis dan Hadden.

Men Cm Women Cm

2.238 (Femur) + 69.089 2.317 (Femur) + 61.412

2.392 ( Tibia) + 81.688 2.533 ( Tibia) + 72.572

2.970 ( Humerus ) + 73.570 3.144 ( Humerus ) + 64.977

(52)

1.225 ( Femur + Tibia ) + 69.294 1.233 ( Femur + Tibia ) + 65.213

F. Formula Telkka(18)

Merupakan formula yang didasarkan dari pemeriksaan terhadap orang-orang

Finisia (Finnish) (Tabel 2.7)

Tabel 2.7: Formula Telkka

(53)

G. Formula Parikh(22)

Formula ini didasarkan atas pemeriksaan terhadap tulang-tulang kering.

Tabel 2.8: Formula Parikh

Laki-laki Perempuan

TB (Cm) = Humerus x 5.31 TB (Cm) = Humerus x 5.31

TB (Cm) = Radius x 6.78 TB (Cm) = Radius x 6.70

TB (Cm) = Ulna x 6.00 TB (Cm) = Ulna x 6.00

TB (Cm) = Femur x 3.82 TB (Cm) = Femur x 3.80

TB (Cm) = Tibia x 4.49 TB (Cm) = Tibia x 4.46

TB (Cm) = Fibula x 4.46 TB (Cm) = Fibula x 4.43

H. Formula Mohd. Som dan Syed Abdul Rahman.(22)

Formula hasil kajian Mohd. Som (Tahun 1990) dan Syed Abdul Rahman

(Tahun 1991) di Malaysia ini didasarkan atas penelitian terhadap jenis kelamin

laki-laki dari 3 suku bangsa terbesar di Malaysia (Tabel 2.9).

Tabel 2.9: Formula Mohd. Som dan Syed Abdul Rahman.

Lelaki Melayu Lelaki Cina

y = 2.44 H + 101.6 y = 2.48 H + 101.9

y = 1.96 R + 117.9 y = 3.05 R + 91.8

y = 1.86 U + 119.1 y = 1.49 U + 130.0

y = 1.30 T + 122.5 y = 1.95 T + 97.7

y = 0.93 F + 133.0 y = 1.35 F + 117.5

(54)

Lelaki India Pengertian:

y = 3.71 H + 69.3 Y = Anggaran ketinggian (cm)

y = 5.32 R + 35.5 H = Panjang humerus (cm)

y = 6.86 U + (-7.4) R = Panjang radius (cm)

y = 2.72 T + 70.2 U = Panjang ulna (cm)

y = 2.59 F + 71.3 T = Panjang tibia (cm)

y = 2.15Fi + 92.4 F = Panjang femur (cm)

I. Formula Antropologi Ragawi UGM.(1)(2)

Merupakan formula perkiraan tinggi badan untuk jenis kelamin pria orang

dewasa suku Jawa (Tabel 2.10).

Tabel 2.10: Formula Antropologi Ragawi UGM

Tinggi badan = 897 + 1.74 y (femur kanan )

Tinggi badan = 822 + 1.90 y (femur kiri )

Tinggi badan = 879 + 2.12 y (tibia kanan )

Tinggi badan = 847 + 2.22 y (tibia kiri )

Tinggi badan = 867 + 2.19 y (fibula kanan )

Tinggi badan = 883 + 2.14 y (fibula kiri )

Tinggi badan = 847 + 2.60 y (humerus kanan)

Tinggi badan = 805 + 2.74 y (humerus kiri )

Tinggi badan = 842 + 3.45 y (radius kanan )

Tinggi badan = 862 + 3.40 y (radius kiri )

Tinggi badan = 819 + 3.15 y (ulna kanan)

(55)

J. Formula Djaja Surya Atmadja(1)

Merupakan formula yang dilakukan oleh Jaya terhadap orang dewasa yang

hidup, panjang tulang-tulang panjang diukur dari luar tubuh, berikut kulit di luarnya

(Tabel 2.11).

Tabel 2.11: Formula Djaja Surya Atmadja

Pria : TB = 72,9912 + 1,7227 (tib) + 0,7545 (fib) (± 4,2961 cm )

TB = 75,9800 + 2,3922 (tib) (± 4,3572 cm )

TB = 80,8078 + 2,2788 (fib) (± 4,6186 cm )

Wanita : TB = 71,2817 + 1,3346 (tib) + 1,0459 (fib) (± 4,8684 cm )

TB = 77,4717 + 2,1889 (tib) (± 4,9526 cm )

TB = 76,2772 + 2,2522 (fib) (± 5,0226 cm )

K. Formula Amri Amir(36)

Formula yang dibuat oleh Prof.dr.Amri Amir pada tahun 1989 ini dibuat

berdasarkan pemeriksaan terhadap orang hidup pada laki-laki dan perempuan dewasa

muda (Tabel 2.12 – 2.15).

Tabel 2.12: Formula Amri Amir

Rumus regresi hubungan tinggi badan dengan tulang panjang pada laki-laki

(56)

No T u l a n g Rumus Regresi r2

1 Humerus 1.34 x H + 123.43 0.22

2 Radius 3.13 x Ra + 87.91 0.45

3 Ulna 2.88 x U + 91.27 0.43

4 Femur 1.42 x Fe + 109.28 0.30

5 Tibia 1.12 x T + 124.88 0.23

6 Fibula 1.35 x Fi + 117.20 9.29

Tabel 2.13: Formula Amri Amir

Rumus regresi hubungan tinggi badan dengan ukuran beberapa bagian tubuh

pada laki-laki dengan nilai R2 untuk masing-masing tulang :

No Bagian Tubuh Rumus Regresi r2

1 Rentang tangan 0.64 x RT + 56.98 0.62

2 Lengan 0.99 x L + 89.01 0.46

3 Lengan bawah 1.81 x LB + 83.65 0.52

4 Symphisis kaki 1.09 x SK + 71.59 0.62

5 Dagu vertex 2.47 x DV + 104.53 0.14

6 clavicula 2.27 x C + 130.30 0.14

Keterangan : Panjang lengan bawah diukur jarak antara olecranon sampai ke

(57)

Tabel 2.14: Formula Amri Amir

Rumus regresi hubungan tinggi badan dengan tulang panjang pada wanita

dengan nilai R2 untuk masing-masing tulang:

No T u l a n g Rumus Regresi r2

1 Humerus 1.46 x H + 111.33 0.32

2 Radius 1.50 x Ra + 119.58 0.30

3 Ulna 2.85 x U + 86.75 0.46

4 Femur 0.79 x Fe + 124.67 0.17

5 Tibia 1.33 x T + 110.70 0.26

6 Fibula 1.71 x Fi + 99.20 0.36

Tabel 2.15: Formula Amri Amir

Rumus regresi hubungan tinggi badan dengan ukuran beberapa bagian tubuh

pada wanita dengan nilai R2 untuk masing-masing tulang:

No Bagian Tubuh Rumus Regresi r2

1 Rentang tangan 0.64 x RT + 53.64 0.69

2 Lengan 0.87 x L + 92.65 0.39

3 Lengan bawah 1.83 x LB + 78.36 0.44

4 Symphisis kaki 0.98 x SK + 76.92 0.56

5 Dagu vertex 0.49 x DV + 143.30 0.02

(58)

L. Formula India(36)

Faktor perkalian untuk menentukan tinggi badan pada orang dibeberapa

negara bagian India oleh beberapa peneliti India (Tabel 2.16).(5)(36)

Tabel 2.16. Formula Perkalian Penentuan Tinggi Badan di India Multiplication factors to get the stature For Bengal, bihar and

Orissa, Pan ( 1924)

For U.P Nat (1931

(59)

Pada gambar 2.1 tersebut diatas dapat kita lihat sebuah tabel kerangka

konseptual yang menunjukkan lembaran permasalahan penentuan tinggi badan

berdasarkan panjang lengan bawah kanan dan kiri berdasarkan formula regresi

yang akan diperoleh sehingga dalam sebuah proses identifikasi dapat dicari ataupun

diperkirakan tinggi badan seseorang. Bagaimana hubungan pengaruh antara umur,

pekerjaan, jenis kelamin, suku dan penggunaan tangan kiri / kidal terhadap

(60)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.13. RANCANGAN PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional (sekat

lintang)(36)(37)(38) yang bertujuan untuk memperoleh formula/ rumus yang

menunjukkan hubungan antara panjang ruas lengan bawah dengan tinggi badan, yaitu

dengan melakukan pengukuran panjang ruas lengan bawah kanan dan kiri dan tinggi

badan terhadap 348 sampel yang diperiksa untuk kemudian data tersebut dimasukkan

ke dalam metode penelitian dengan menggunakan uji statistik Pearson Correlation.

3.14. TEMPAT dan LAMA PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Bagian Kedokteran Forensik FK USU/

RSUP.H.Adam Malik/ RSU.dr.Pirngadi Medan dan Lembaga Pemasyarakatan Klas I

dan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA, Tanjung Gusta Medan, yang

dilakukan selama 9 minggu yang dimulai sejak Februari 2009 sampai April 2009

yang meliputi studi kepustakaan, pengumpulan data, pengumpulan sampel penelitian

dan penulisan.

3.15. POPULASI PENELITIAN

(61)

RSU.dr.Pirngadi Medan serta para penghuni di LP Klas I dan LP Wanita Klas IIA

Tg.Gusta Medan.

3.16. SAMPEL dan CARA PEMILIHAN SAMPEL

Sampel adalah orang–orang (laki-laki dan perempuan) yang berusia 21 tahun

keatas) yang memenuhi kriteria untuk dilakukan penelitian, yang terdapat dalam

populasi penelitian dan dipilih secara acak (random).

3.17. BESAR SAMPEL

Besar sample ditentukan melalui rumus: (37)(38)(39)(40)

(Z1-α/2 + Z1-β )2

n = --- + 3 0,5 ln [(1+r)(1-r)]

n = besar sampel minimum

Z1-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α 5%=1,96

Z1-β = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β 10%=1,282

r = perkiraan koefisien korelasi (0,2)

Hasil perhitungan diperoleh n =261

Dalam Penelitian ini peneliti mencari sampel (n) sebanyak mungkin hingga sebesar

348 sampel.

(62)

3.18. KRITERIA PENELITIAN

Kriteria Inklusi

Kriteria penerimaan (faktor inklusi) didasarkan pada seseorang (laki-laki dan

perempuan), berusia sama dengan atau diatas 21 tahun, tidak pernah mengalami patah

tulang-tulang (seperti kaki, tangan, maupun tulang punggung), tidak memiliki cacat

fisik kelainan tulang bawaan sejak lahir, serta tidak memiliki penyakit yang

berhubungan dengan tulang seperti polio.

Kriteria Eksklusi

Sedangkan kriteria penolakan (faktor eksklusi) didasarkan pada orang-orang

yang memiliki ukuran tinggi badan yang tidak normal, seperti “manusia kerdil/

cebol”, orang-orang yang tidak bisa berdiri sempurna baik oleh karena faktor umur

(para lansia), karena penyakit atau faktor lainnya, serta orang-orang yang

menggunakan penutup kepala yang tidak mungkin dibuka di depan umum seperti

jilbab dan sorban.

3.19. IJIN SUBJEK PENELITIAN

Semua pengukuran yang dilakukan telah mendapat ijin dari subjek penelitian

setelah terlebih dahulu mendapat penjelasan tentang maksud, tujuan, cara, manfaat

dan resiko dari penelitian yang dilakukan sesuai dengan Lembar Penjelasan Kepada

Subjek Penelitian (Terlampir), selanjutnya persetujuan/ ijin dari subjek (Informed

(63)

3.20. ETIKA PENELITIAN

Penelitian yang dilaksanakan telah mendapat persetujuan komisi etik Health

Research Ethical Committee of North Sumatera c/o Medical School, Universitas

Sumatera Utara Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan, Nomor: 51/

KOMET/ FK USU/ 2009. (Terlampir)

3.21. INSTRUMEN PENELITIAN

Adalah alat-alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data yang terdiri

dari:

1. Lembar Data Hasil Pengukuran Subjek Penelitian (Terlampir).

2. Tinggi badan diukur dengan alat: Digital Laser Rangefinder DLE Professional

bermerk BOSCH dengan spesifikasi Dioda laser = 635 µm,<1 mW, tingkatan

laser = 2, jarak pengukuran = 0,05 sampai 50 meter, waktu pengukuran < 0,5

detik, Baterai 4x 1,5V LR03 (AAA) dan berat (termasuk baterai) = 0,18 kg.

3. Panjang ruas lengan bawah kanan dan kiri diukur dengan: Caliper (Kaliper geser)

yang merupakan garis ukur terbuat dari logam stainless stell hardener sepanjang

30 cm.

4. Berat badan diukur dengan: Timbangan skala manual merk MIYAKO seri

(64)

3.22. CARA KERJA PENELITIAN

1. Pengumpulan data subjek penelitian dilakukan meliputi: nama, umur, jenis

kelamin, status perkawinan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, dan

penggunaan tangan kidal/ kiri (left handed).

2. Pemeriksaan terhadap kondisi tubuh untuk kelayakan pengukuran yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3. Pengukuran terhadap tinggi badan, panjang lengan kanan, panjang lengan

kiri dan berat badan dengan menggunakan alat penelitian.

4. Menentukan rumus regresi tentang hubungan antara tinggi badan dengan

panjang lengan bawah.

3.23. BATASAN OPERASIONAL

1. Pengukuran dilakukan dengan mengukur hubungan antara titik-titik

anatomis tubuh manusia.

2. Tinggi badan diukur mulai dari puncak kepala (vertex) sampai ke tumit

(heel) pada saat tubuh dalam posisi badan berdiri tegak lurus sempurna

dan kepala berada dalam posisi Dataran Frankfurt.

3. Masing-masing panjang lengan bawah kanan dan kiri diukur mulai dari

siku (Processus Olecrani ulna) sampai ke pergelangan tangan sebelah

dalam (Processus Styloideus ulna) pada saat lengan dalam posisi fleksi

(65)

4. Umur adalah kelompok umur 21 sampai 30 tahun, 31 sampai 40 tahun, 41

sampai 50 tahun, 51 sampai 60 tahun dan diatas 60 tahun.

5. Pengguna tangan kidal (Left Handed) adalah orang dengan kebiasaan

dominan menggunakan tangan kiri dibandingkan tangan kanan dalam

kesehariannya.

6. Jenis kelamin adalah pembedaan keadaan antara perempuan dan laki-laki.

3.24. PENGOLAHAN dan ANALISA DATA

Hasil pengamatan akan disajikan dalam data deskriptif dengan menguraikan

persentase data hasil pengukuran serta rumus regresi hubungan antara tinggi badan

dengan panjang lengan bawah secara umum, berdasarkan panjang lengan kanan dan

kiri serta berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang kemudian data ini

(66)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN

Penelitian penentuan tinggi badan berdasarkan panjang lengan bawah ini

dilakukan terhadap 348 orang (163 orang laki-laki dan 185 orang perempuan) dalam

periode bulan Februari 2009 sampai dengan bulan April 2009, dan di susun dalam

tabel induk (lihat lampiran) dengan kolom isian: nomor urut, nama, umur (dalam

tahun), suku, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, penggunaan tangan kidal,

berat badan (dalam kilogram), tinggi badan (dalam centimeter), panjang lengan

bawah kanan (dalam centimeter), serta panjang lengan bawah kiri (dalam centimeter).

Berikut ini dipaparkan perincian tabel dan data deskriptifnya.

Tabel 3.1 Sebaran Responden Secara Umum

Jenis Pengukuran Hasil

Mean usia 34,4 tahun

Median usia 32,0 tahun

Mode usia 24 tahun

Usia minimum 21 tahun

Usia maksimum 67 tahun

(67)

Dari tabel 3.1 didapatkan data bahwa jumlah responden sebanyak 348 orang, dengan

usia minimum responden 21 tahun, dan usia maksimum responden 67 tahun, dengan

rata-rata usia (mean) 34 tahun.

Tabel 3.2. Sebaran Responden Menurut Kelompok Umur

Umur (Tahun) n %

21-30 156 44,8

31-40 93 26,7

41-50 77 22,1

51-60 16 4,6

60 keatas 6 1,7

Jumlah 348 100

Dari tabel 3.2 didapatkan persentase kelompok umur responden yang terbanyak

adalah kelompok umur 21 sampai 30 tahun sebesar 44,8%, kelompok umur 31

sampai 40 tahun sebesar 26,7%, kelompok umur 41 sampai 50 tahun sebesar 22,1%,

kelompok umur 51 sampai 60 tahun sebesar 4,6% dan disusul kelompok umur diatas

(68)

Tabel 3.3 Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin n %

Laki-laki 163 46,8

Perempuan 185 53,2

Total 348 100

Dari tabel 3.3 didapatkan bahwa jumlah responden perempuan lebih banyak dari

laki-laki dengan perbandingan responden perempuan sebanyak 53,2% dan laki-laki-laki-laki

46,8%.

Tabel 3.4 Sebaran Responden Menurut Suku Bangsa

Suku n %

Aceh 52 14,9

Bali 1 0,3

Batak 123 35,3

Jawa 96 27,6

Manado 1 0,3

Melayu 29 8,3

Nias 3 0,9

Padang 18 5,2

WNI 25 7,2

(69)

Dari tabel 3.4 didapatkan persentase suku bangsa responden dalam 9 kelompok,

dimana 3 kelompok suku dengan responden paling banyak yaitu suku Batak dengan

responden sebesar 35,3%, suku Jawa sebesar 27,6%, dan suku Aceh sebesar 14,9%.

Sedangkan 3 kelompok suku dengan responden paling sedikit yaitu suku Nias sebesar

0,9%, suku Bali dan Manado masing-masing sebesar 0,3%.

Tabel 3.5. Sebaran Responden Menurut Status Perkawinan

Status Perkawinan n %

Belum menikah 110 31,6

Menikah 238 68,4

Total 348 100

Dari tabel 3.5 didapatkan persentase responden yang menikah sebesar 68,4% dengan

jumlah 238 responden, lebih besar dari yang tidak menikah yang besarnya 31,6%

dengan jumlah 110 responden.

Tabel 3.6 Sebaran Responden Menurut Penggunaan Tangan

Penggunaan Tangan Kidal n %

Tidak 343 98,6

Ya 5 1,4

(70)

Dari tabel 3.6 didapatkan persentase responden penggunaan tangan kanan sebesar

98,6%, lebih besar dari responden penggunaan tangan kiri yang hanya sebesar 1,4%.

Tabel 3.7 Sebaran Responden Menurut Ukuran Berat Badan, Tinggi Badan,

Panjang Lengan Kanan dan Kiri

Pengukuran n Minimum Maksimum Mean

Berat badan (kg) 348 34 120 57,05

Tinggi badan (cm) 348 136,5 180 158,99

Lengan kanan (cm) 348 21,6 30,5 25,89

Lengan kiri (cm) 348 21,6 30,5 25,71

Dari tabel 3.7 didapatkan sebaran responden berdasarkan beberapa ukuran antara lain

dengan perincian:

a. Berat badan minimum seberat 34 kg, dan maksimum seberat 120 kg.

b. Tinggi badan minimum 136,5 cm, dan maksimum 180 cm.

c. Panjang lengan bawah kanan minimum 21,6 cm, dan maksimum 30,5 cm.

d. Panjang lengan bawah kiri minimum 21,6 cm, dan maksimum 30,5 cm.

Tabel 3.8. Sebaran Perbandingan Panjang Lengan Bawah Kanan dan Kiri

Pengukuran n %

Panjang lengan kanan sama dengan kiri 176 50,6

Panjang lengan kiri lebih dari panjang lengan kanan 21 6,0

Panjang lengan kanan lebih dari panjang lengan kiri 151 43,4

Gambar

Table 1.1 Tabel gambaran derajat garis epifise (Epiphyseal line/ union)Jenis Tulang Head of femur
Gambar 1.10 (18)  :  Gambaran penyatuan garis epifise pada tulang-tulang
Tabel 1.2 (8) : Klasifikasi tinggi badan menurut Martin Knussmann
Tabel 1.3 (8) : Klasifikasi lain tinggi badan menurut Martin Knussmann
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari seluruh data yang didapatkan pada penelitian, dilakukan regresi linier antara tinggi badan dengan panjang ulna kiri dan kanan pada laki-laki, perempuan dan seluruh subjek

Dari semua data yang terkumpul dilakukan analisis regresi antara tinggi badan dengan panjang tangan, baik tangan kanan, maupun tangan kiri, pada laki-laki dan perempuan

Menentukan Tinggi badan seseorang merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam proses identifikasi forensik salah satu penentuan tinggi badan dapat dilakukan melalui

Menentukan Tinggi badan seseorang merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam proses identifikasi forensik salah satu penentuan tinggi badan dapat dilakukan melalui

Menentukan Tinggi badan seseorang merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam proses identifikasi forensik salah satu penentuan tinggi badan dapat dilakukan melalui

direntangkan secara maksimum, akan sama dengan ukuran tinggi badan. b) Mengukur panjang dari puncak kepala (vertex) sampai symphisis pubis. dikali 2, ataupun ukuran panjang

Dari seluruh data yang didapatkan pada penelitian, dilakukan regresi linier antara tinggi badan dengan panjang ulna kiri dan kanan pada laki-laki, perempuan dan seluruh subjek

Dari semua data yang terkumpul dilakukan analisis regresi antara tinggi badan dengan panjang tangan, baik tangan kanan, maupun tangan kiri, pada laki-laki dan perempuan