• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategy to Increase Fish Consumption in Depok, West Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategy to Increase Fish Consumption in Depok, West Java"

Copied!
220
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENINGKATAN KONSUMSI IKAN

DI KOTA DEPOK JAWA BARAT

NUR SOKIB

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Peningkatan Konsumsi Ikan di Kota Depok Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

Nur Sokib

(3)

NUR SOKIB. Strategy to Increase Fish Consumption in Depok, West Java. Under the supervision of NURHENI SRI PALUPI as the head of the committee and BUDI SUHARJO as member.

Indonesia has the potential of fish abundance, but the level of community fish consumption is still low. In this case, the consumer behavior, consumer perceptions and preferences of consumers is important to note. The purpose of this study is to analyze the consumption patterns of fish communities, analyzing public perception of fish products, identify community preferences towards fish and determine strategies to increase fish consumption. Research conducted in the city of Depok West Java.

The method of this research is case study with descriptive analysis and quantitative analysis (correspondence and logit analysis). The processing and data analysis were done with counting use computer program SPSS. The number of respondent were 120 people.

Based on this research, it is known that the pattern of fish consumption increases with age. There was a friction in consumption patterns from consumption of whole fish to consume fish product with the increasing education and income level of respondents. Public perception of fish is still dominated by the whole fish and showed a homogeneous preferences. From the results of logit analysis, it is known that respondent age is the most dominant factor influencing the respondents to consume fish. Developing strategy of increased consumption of fish obtained from this research is is to bring good quality fresh fish to communities and the development of fishballs, fish nuggets and fish in can, the introduction of variations fish product to the public with appropriate media selection, and makes people easy to get the fish with an affordable price.

(4)

NUR SOKIB. Strategi Peningkatan Konsumsi Ikan di Kota Depok Jawa Barat. Dibimbing oleh NURHENI SRI PALUPI sebagai Ketua dan BUDI SUHARJO sebagai Anggota.

Indonesia memiliki potensi ikan yang melimpah, sehingga sangat berpeluang untuk menjadikan ikan sebagai sumber protein utama guna meningkatkan gizi masyarakat. Namun besarnya potensi tersebut tidak diikuti dengan tingkat konsumsi ikan dalam negeri yang tinggi pula. Depok sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia juga memiliki tingkat konsumsi ikan yang rendah. Rendahnya tingkat konsumsi ikan disebabkan oleh lemahnya sisi ketersediaan (suplai, distribusi) dan rendahnya tingkat permintaan (budaya, perilaku, prestise, preferensi. Dalam hal ini perilaku konsumen, persepsi konsumen dan preferensi konsumen menjadi penting untuk diketahui.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pola konsumsi ikan masyarakat, menganalisis persepsi masyarakat terhadap produk ikan, mengidentifikasi preferensi masyarakat terhadap ikan dan menyusun strategi pengembangan peningkatan konsumsi ikan. Penelitian dilaksanakan di Kota Depok Jawa Barat dari Bulan Maret 2011 sampai dengan Juni 2011 terhadap 120 responden anggota rumah tangga. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara secara langsung kepada responden, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan dokumen yang terkait. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan analisis deskriptif dan analisis logit.

Pilihan ikan sebagai sumber protein hewani yang dikonsumsi menunjukkan pola yang meningkat seiring dengan semakin besarnya tingkat pengeluaran per bulan. Pilihan konsumsi ikan dalam bentuk segar mengalami pergeseran menjadi bentuk olahan seiring dengan meningkatnya pendidikan responden. Responden dengan tingkat pendidikan universitas semakin menyukai ikan olahan dengan tidak meninggalkan konsumsi ikan segarnya. Dalam mengkonsumsi ikan, sebagian besar responden (72.50%) lebih menyukai makan ikan di luar rumah karena alasan kepraktisan, sedangkan pilihan tempat membeli ikan yang disukai responden adalah pedagang keliling karena dekat dengan tempat tinggal (akses yang mudah).

Persepsi masyarakat tentang ikan masih didominasi oleh ikan segar. Sebagian besar responden (lebih dari 65%) lebih menyukai ikan dalam bentuk segar jika dibandingkan dengan ikan dalam bentuk olahan karena pengetahuan dan informasi yang diperoleh sebagai bahan persepsi terhadap ikan cenderung kearah ikan segar.

Preferensi masyarakat terhadap ikan secara umum menunjukkan pola preferensi yang homogen yakni suka pada ikan dalam bentuk segar, baik ikan air tawar maupun ikan air laut. Sebagai pilihan responden atas sumber protein hewani yang dikonsumsi, ikan menduduki urutan pertama dalam preferensi konsumen.

(5)
(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

STRATEGI PENINGKATAN KONSUMSI IKAN

DI KOTA DEPOK JAWA BARAT

NUR SOKIB

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Nama Mahasiswa : Nur Sokib Nomor Pokok : P054090145

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si Ketua

Dr. Ir. Budi Suharjo, MS Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tugas akhir yang berjudul Strategi Peningkatan Konsumsi Ikan di Kota Depok Jawa Barat berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil dan Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulisan ini kiranya tidak dapat selesai tanpa bantuan dan dorongan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, melalui prakata ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si selaku pembimbing utama yang telah memberikan dorongan, bimbingan, motivasi dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan penulisan tugas akhir ini.

2. Dr. Ir. Budi Suharjo, MS selaku pembimbing anggota yang juga telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian dan penulisan tugas akhir ini.

3. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA selaku penguji luar komisi dan wakil Program Studi Industri Kecil dan Menengah.

4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas kerjasama dan informasi yang telah diberikan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, Juli 2011

(10)

Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 5 Mei 1978 dari bapak Sutarno dan ibu Karmilah. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Diploma 4 pada tahun 2001 di Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Penulis diterima menjadi mahasiswa pada Program Studi Industri Kecil Menengah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009.

(11)

i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Kegunaan ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produksi Perikanan dan Konsumsi Ikan di Indonesia ... 5

2.2 Perilaku Konsumen ... 10

2.3 Persepsi Konsumen ... 14

2.4 Preferensi Konsumen ... 16

2.5 Bauran Pemasaran ... 18

2.6 Tinjauan Teknik Analisis Data ... 19

III.METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.2 Jenis, Pengumpulan dan Sumber Data ... 22

3.3 Metode Penentuan Responden ... 22

3.4 Pengolahan dan Analisis Data ... 25

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Resoponden ... 27

4.1.1 Jenis Kelamin ... 27

4.1.2 Usia ... 27

4.1.3 Pekerjaan ... 28

4.1.4 Pengeluaran rumah tangga per bulan ... 28

4.1.5 Jumlah anggota keluarga ... 29

4.1.6 Tingkat pendidikan... 29

4.2 Pola Konsumsi Ikan ... 29

4.2.1 Pola konsumsi ikan menurut frekuensi konsumsi ... 30

4.2.2 Pola konsumsi ikan menurut jenis ikan yang disukai responden ... 35

4.2.3 Pola konsumsi ikan berdasarkan pilihan tempat konsumsi ... 42

4.2.4 Pola konsumsi ikan berdasarkan sumber protein yang disukai ... 48

4.3 Persepsi Responden Terhadap Produk Ikan ... 52

(12)

ii

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 69

5.2 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(13)

iii

1. Produksi Olahan Ikan Berdasarkan Jenis Olahannya ... 6

2. Data Produksi Perikanan, Produksi Olahan Ikan dan Volume Ekspor ... 6

3. Volume Ekspor, Ketersediaan Ikan untuk Konsumsi dan Konsumsi Ikan, 2005 – 2009 ... 7

4. Tingkat Konsumsi Ikan di Indonesia Tahun 2008 Berdasarkan Provinsi .... 8

5. Frekuensi makan ikan per bulan menurut karakteristik demografi... 31

6. Hasil uji Chi-Square antara karakterisik responden dengan frekuensi makan ikan ... 32

7. Minat responden dalam meningkatkan konsumsi ikan ... 35

8. Bentuk ikan yang disukai responden ... 36

9. Tingkat kesukaan responden terhadap ikan olahan... 39

10. Persentase responden mengenai jenis ikan olahan yang disukai menurut usia ... 39

11. Persentase responden mengenai jenis ikan olahan yang disukai menurut pengeluaran per bulan ... 40

12. Persentase responden mengenai jenis ikan olahan yang disukai menurut jumlah anggota keluarga ... 41

13. Persentase responden mengenai jenis ikan olahan yang disukai menurut tingkat pendidikan ... 41

14. Presentase tingkat kesukaan responden terhadap jenis ikan segar ... 42

15. Alasan responden dalam memilih tempat membeli ikan ... 43

16. Alasan responden mengkonsumsi ikan di luar rumah ... 44

17. Sumber protein hewani yang paling disukai responden... 48

18. Faktor yang dipertimbangkan responden dalam mengkonsumsi ikan ... 51

19. Pendapat responden terhadap konsumsi ikan segar di Kota Bekasi ... 52

20. Urutan media yang diangap paling berpengaruh dalam keputusan pembelian ikan ... 53

21. Pendapat responden tentang media yang paling efektif untuk sosialisasi manfaat ikan ... 55

22. Sumber protein hewani yang paling disukai responden... 56

23. Pendapat responden tentang hal yang mempengaruhi sikapnya dalam membeli dan mengkonsumsi ikan ... 56

24. Hosmer and Lemeshow Test pada hasil analisis logit ... 59

25. Variabel yang signifikan pada model logit ... 59

(14)

iv

Halaman

1. Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen dan Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi ... 11

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku ... 14

3. Pola Dasar Preferensi Pasar ... 16

4. Langkah-langkah Penentuan Sampel ... 24

5. Tahapan Pengolahan dan Analisis Data ... 26

6. Proporsi jenis kelamin responden ... 28

7. Proporsi usia responden ... 28

8. Proporsi pekerjaan responden ... 29

9. Proporsi pengeluaran rumah tangga per bulan ... 29

10. Proporsi jumlah anggota keluarga responden ... 29

11. Proporsi tingkat pendidikan responden ... 29

12. Proporsi responden menurut frekuensi makan ikan per bulan ... 30

13. Frekuensi makan ikan berdasarkan usia ... 32

14. Hasil analisis korespondensi antara usia dan frekuensi makan ikan ... 33

15. Tingkat konsumsi ikan responden berdasarkan tingkat pengeluaran per bulan ... 33

16. Frekuensi makan ikan menurut jumlah anggota keluarga ... 34

17. Frekuensi makan ikan menurut tingkat pendidikan ... 35

18. Bentuk ikan yang disukai responden menurut jenis kelamin ... 36

19. Bentuk ikan yang disukai responden menurut usia ... 37

20. Bentuk ikan yang disukai responden menurut pengeluaran per bulan... 37

21. Bentuk ikan yang disukai responden menurut jumlah anggota keluarga... 38

22. Persentase kesukaan responden terhadap ikan dan produk olahannya menurut tingkat pendidikan ... 38

23. Proporsi pilihan tempat konsumsi ikan ... 43

24. Proporsi pilihan tempat membeli ikan ... 43

25. Pilihan tempat bagi responden dalam mengkonsumsi ikan menurut jenis kelamin ... 44

26. Alasan responden mengkonsumsi ikan di luar rumah menurut jenis kelamin ... 45

(15)

v pengeluaran per bulan ... 46 30. Pilihan tempat bagi responden dalam mengkonsumsi ikan menurut

jumlah anggota keluarga ... 47 31. Pilihan tempat bagi responden dalam mengkonsumsi ikan menurut

tingkat pendidikan ... 47 32. Sumber protein hewani yang paling disukai responden menurut jenis

kelamin ... 48 33. Persentase kesukaan responden terhadap sumber protein hewani menurut

usia ... 49 34. Sumber protein hewani yang paling disukai responden menurut tingkat

pengeluaran per bulan ... 49 35. Sumber protein hewani yang paling disukai responden menurut jumlah

anggota keluarga ... 50 36. Sumber protein hewani yang paling disukai responden menurut tingkat

pendidikan ... 50 37. Media yang dianggap paling berpengaruh dalam keputusan pembelian

ikan menurut tingkat pendidikan ... 54 38. Preferensi responden dalam mengkonsumsi ikan ... 56 39. Angka Partisipasi Kasar Perguruan Tinggi, Tahun 2006 sampai dengan

2010 ... 63 40. Tiga media yang paling berpengaruh dalam keputusan membeli ikan

(16)

vi

Halaman

1. Kuesioner ... 74

2. Data responden ... 82

3. Hasil uji reliabilitas ... 89

4. Karakteristik umum responden ... 91

5. Hasil uji chi-square ... 92

(17)

1.1 Latar Belakang

Ikan merupakan salah satu sumber pangan hewani yang memiliki kandungan protein sangat tinggi dengan komposisi kandungan asam amino esensial yang seimbang. Disamping itu, ikan juga mengandung asam lemak omega 3 (EPA dan DHA) yang merupakan asam lemak esensial yang sangat diperlukan terutama bagi kecerdasan dan kesehatan, perkembangan janin dan bayi. Menurut Wahyuni (2007), ikan memiliki kandungan gizi yang sangat tinggi, yakni rendah kolesterol, tinggi asam lemak tak jenuh ganda omega-3 dan relatif lebih tinggi kuantitas dan kualitas protein (kelengkapan komposisi asam amino dan kemudahan untuk dicerna) daripada bahan pangan sumber protein lainnya. Oleh karena itu, ikan dengan segala keunggulan gizi yang dimiliki dapat dijadikan sebagai sumber pangan masa depan yang mempunyai banyak manfaat untuk pertumbuhan.

Indonesia sangat berpeluang untuk menjadikan ikan sebagai sumber protein utama guna meningkatkan gizi masyarakat. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki potensi ikan yang melimpah, baik dari hasil tangkapan maupun budidaya. Potensi produksi perikanan tersebut seharusnya mampu mendongkrak tingkat konsumsi ikan di Indonesia berada pada level yang tinggi dan tidak kalah dengan negara lainnya. Namun yang terjadi di Indonesia adalah sebaliknya, Besarnya potensi perikanan Indonesia tidak diikuti dengan tingkat konsumsi ikan dalam negeri yang tinggi pula. Ikan dan produk perikanan belum menjadi salah satu kebutuhan pokok dalam pola konsumsi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2009 penyediaan ikan untuk konsumsi di Indonesia adalah sebesar 30.95 kg/kap dengan tingkat konsumsi ikan sebesar 29.08 kg/kap. Tingkat konsumsi ini masih dibawah tingkat konsumsi ikan di beberapa negara, diantaranya Jepang (110 kg/kap), Korea Selatan (85 kg/kap), Amerika Serikat (80 kg/kap), Singapura (80 kg/kap), Hongkong (85 kg/kap), Malaysia (45 kg/kap) dan Thailand (35 kg/kap).

(18)

Sulawesi dan Maluku. Sementara itu, wilayah yang letaknya berjauhan dengan pantai cenderung memiliki tingkat konsumsi ikan yang lebih rendah, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Tidak meratanya tingkat konsumsi ikan tidak hanya pada wilayah provinsi di Indonesia namun juga pada kabupaten atau kota yang terdapat pada wilayah tersebut. Hal ini juga terjadi pada provinsi Jawa Barat yang memiliki penyebaran tingkat konsumsi ikan yang tidak merata. Kota Depok sebagai salah satu kota di Jawa Barat termasuk dalam kategori kota dengan tingkat konsumsi ikan yang sangat rendah yakni sebesar 13.18 kg/kap pada tahun 2008 (Direktorat PDN 2011). Angka ini bahkan lebih rendah dari tingkat konsumsi ikan provinsi Jawa Barat sebesar 16,65 kg/kap. Meskipun beberapa unit pengolahan ikan dengan pangsa pasar lokal telah dibangun di kota ini namun belum mampu mendongkrak tingkat konsumsi ikan.

Sebagai kota penyangga Jakarta, Kota Depok dihuni oleh masyarakat yang sangat heterogen dengan status sosial yang sangat beragam. Keberagaman ini sudah tentu akan mewarnai pola kehidupan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat kota tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, konsumen memperoleh kebutuhannya di pasar tradisional dan pasar modern. Di pasar tersebut banyak dijumpai produk perikanan yang diperjualbelikan dengan segala variasinya, seperti bentuk pelayanan, kualitas dan kuantitas produk yang dipasarkan, jenis ikan dan bentuk perlakuan olahannya dengan berbagai harga yang ditawarkan.

(19)

Sementara itu, bagi produsen/pedagang, dengan adanya persaingan yang tinggi, mereka dituntut untuk selalu merancang inovasi atau kreativitas dalam rangka membedakan produknya dengan produk yang ditawarkan pesaingnya (Kotler, 1997). Oleh karena itu, tiap pedagang harus dapat mengidentifikasi siapakah konsumennya, siapakah pesaing utamanya dan pada posisi mana dia berada.

Promosi sebagai salah satu bauran pemasaran berperan penting dalam konsep pemasaran. Bauran pemasaran adalah salah satu cara pemasaran yang banyak digunakan untuk menempati posisi yang penting dalam penyusunan strategi pemasaran. Bauran pemasaran terdiri dari segala sesuatu yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan terhadap produknya. Bauran pemasaran meliputi harga, produk, distribusi dan promosi (Kotler dan Amstrong 1997). Bauran pemasaran harus selalu dapat bersifat dinamis, selalu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal maupun internal. Faktor eksternal yaitu faktor diluar jangkauan perusahaan yang antara lain terdiri dari pesaing, teknologi, peraturan pemerintah, keadaan perekonomian, dan lingkungan sosial budaya. Sedangkan faktor internal adalah variabel-variabel yang terdapat dalam bauran pemasaran yakni harga, produk, distribusi dan promosi. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi konsumen dalam pengambilan keputusan untuk menggunakan barang atau jasa yang ditawarkan. Dalam hal ini perilaku konsumen, persepsi konsumen dan preferensi konsumen menjadi penting untuk diketahui guna memperoleh masukan dari konsumen tentang produk yang dipasarkan sehingga dapat dipetakan strategi yang tepat untuk peningkatan konsumsi ikan.

1.2 Perumusan Masalah

(20)

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Menganalisis pola konsumsi ikan responden

b. Menganalisis persepsi responden terhadap produk ikan c. Mengidentifikasi preferensi responden terhadap ikan d. Menyusun strategi peningkatan konsumsi ikan

1.4 Kegunaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi:

a. Kepada produsen maupun investor sebagai masukan dan informasi dalam pengembangan produk perikanan.

b. Kepada Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan sebagai masukan dalam menentukan kebijakan dalam pengembangan produk perikanan untuk mendorong peningkatan konsumsi ikan.

(21)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produksi Perikanan dan Konsumsi Ikan di Indonesia

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai sepanjang 81,000 km memiliki potensi sumberdaya perikanan yang sangat melimpah. Potensi tersebut bersumber dari kegiatan penangkapan ikan di laut, sungai, danau, rawa dan hasil budidaya. Dari sisi budidaya, Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dan hampir terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Data pada tahun 2009 menyebutkan potensi lahan budidaya adalah sebesar 17.74 juta Ha yang terdiri atas potensi tambak, kolam, perairan umum, sawah dan potensi laut (KKP 2010).

Sebagai gambaran produksi perikanan Indonesia pada tahun 2009 adalah sebesar 9.82 juta ton yang terdiri atas produksi perikanan tangkap sebesar 5.11 juta ton dan perikanan budidaya sebesar 4.71 juta ton (KKP 2010). Sebesar 40 % dari total produksi tersebut atau sebesar 3.93 juta ton diolah menjadi produk olahan ikan. Menurut Ditjen P2HP (2010), produk olahan (ikan olahan) adalah setiap hasil perikanan yang telah mengalami proses kimia atau fisika seperti pemanasan, pengasapan, penggaraman, pengeringan atau pengacaran dan lain-lain, baik yang berasal dari produk yang didinginkan atau produk beku baik yang dikombinasikan dengan bahan makanan lain atau kombinasi dari beberapa proses. Sedangkan produk segar (ikan segar) adalah setiap produk perikanan baik utuh atau produk yang mengalami perlakuan pembuangan isi perut, insang, pemotongan kepala, dan pemisahan daging (fillet), termasuk produk yang dikemas secara vakum atau modifikasi atmosfir yang belum mengalami perlakuan pengawetan selain pendinginan.

(22)

mengelompokkan produksi olahan ikan menjadi beberapa kelompok produk olahan yakni segar, beku, kering/asin, pindang, asapan, kalengan, tepung ikan, terasi, peda, kecap ikan, dan lainnya. Produksi olahan ikan berdasarkan jenis olahannya dapat dilihat pada Tabel 1.

Hingga saat ini, produk olahan yang mendominasi adalah berupa produk beku dengan dominasi hingga mencapai 39.48% pada tahun 2008, sedangkan sisanya adalah berupa olahan kering, pindang, kaleng dan olahan lainnya. Data Produksi perikanan dan olahan ikan serta volume ekspor dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Produksi olahan ikan berdasarkan jenis olahannya, 2006 – 2009 Satuan: Kg

Jenis Olahan Tahun

2006 2007 2008 2009*)

Segar 543,969 586,530 629,091 692,105

Beku 1,286,811 1,387,494 1,488,177 1,637,244

Kering/asin 840,852 906,642 972,432 1,069,838

Pindang 177,940 191,862 205,784 226,397

Asapan 135,754 146,376 156,998 172,724

Kalengan 91,666 98,838 106,010 116,629

Tepung Ikan 13,322 14,364 15,406 16,949

Terasi 12,370 13,338 14,306 15,739

Peda 11,763 12,654 13,545 14,902

Kecap Ikan 317 342 367 404

Lainnya 57,093 61,560 66,027 72,641

Jumlah 3,171,857 3,420,000 3,668,143 4,035,571

*)

Angka sementara

Sumber: Ditjen P2HP (2010)

Tabel 2. Data produksi perikanan, produksi olahan ikan dan volume ekspor

Uraian Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

Volume produksi (ton)

7,448,708 8,238,302 8,858,315 9,816,534 10,862,802*)

Produksi olahan ikan (ton)

3,171,857 3,420,000 3,668,143 4,035,571*) 4,200,000**)

Volume ekspor (ton)

926,477 854,329 911,674 881,413 1,053,421*)

*)

Angka sementara, **) Angka target

(23)

Berdasarkan perbandingan jumlah ikan yang diekspor dan di konsumsi dalam negeri, hanya sekitar 10% dari total produksi ikan nasional ditujukan untuk pasar ekspor, sedangkan sekitar 90% sisanya dipasarkan di dalam negeri. Namun demikian, konsumsi ikan di Indonesia masih menunjukkan angka yang rendah, seperti yang terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Volume ekspor, ketersediaan ikan untuk konsumsi dan konsumsi ikan,

926,477 854,329 911,674 881,413 1,053,421

Ketersediaan ikan untuk konsumsi (ton)

5,759,210 6,380,660 7,072,000 7,754,000 7,651,000

Konsumsi ikan

Tingkat konsumsi ikan perkapita masyarakat Indonesia tersebut tidak merata pada wilayah di Indonesia. Tidak meratanya tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia dapat dilihat dari perbandingan besarnya tingkat konsumsi ikan perkapita pertahun di provinsi seluruh Indonesia, seperti pada Tabel 4.

(24)

olahan hasil perikanan dan penguasaan teknologi yang masih minim, (f) masalah prestise dan preferensi di kalangan masyarakat tertentu yang menganggap bahwa produk ikan merupakan bahan pangan inferior, (g) ketakutan akan terkontaminasi logam-logam berat dari perairan tercemar (Poernomo 2007 dalam Kusharyanti 2007).

Tabel 4. Tingkat konsumsi ikan di Indonesia berdasarkan provinsi, 2008-2009

No Propinsi Tingkat Konsumsi Ikan (kg/kapita/th)

2008 2009

22 Kalimantan Selatan 36.39 38.85

(25)

Menurut Muhdi (2007), rendahnya minat masyarakat mengonsumsi produk olahan ikan disinyalir karena sebagian masyarakat hanya mengenal produk ikan dalam bentuk utuh (hidup, segar, dingin atau beku), sehingga produk olahan ikan sampai saat ini belum menjadi pilihan utama masyarakat. Disisi lain, apresiasi konsumen terhadap mutu produk perikanan masyarakat Indonesia juga secara umum masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari cara pengambilan keputusan untuk membeli produk perikanan. Sebagian besar didasarkan pada harga dan bukan pada mutu atau kualitas produk yang ditawarkan. Oleh karena itu, banyak konsumen yang lebih mengutamakan produk perikanan dengan harga murah, tanpa memperhatikan apakah ikan tersebut masih layak untuk dikonsumsi atau tidak. Kenyataan ini berawal dari tingkat pengetahuan konsumen itu sendiri yang kurang memahami bagaimana cara memverifikasi mutu suatu produk yang ditawarkan atau bahkan karena tingkat daya beli yang terbatas.

(26)

2.2 Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen didefinisikan sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar kita dimana antara manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka (American Marketing Assosiation dalam Peter dan Olson 1999). Perilaku konsumen merupakan perilaku yang melibatkan diri dalam perencanaan pembelian dan penggunaan barang atau jasa (Sastradipoera 2003).

Perilaku konsumen adalah perilaku konsumen dalam mencari, menukar, menggunakan, menilai, mengatur barang atau jasa yang mereka anggap akan memuaskan kebutuhan mereka. Definisi lainnya adalah bagaimana konsumen mau mengeluarkan sumber dayanya yang terbatas seperti uang, waktu, tenaga untuk mendapatkan barang atau jasa yang diinginkan (Asian Brain 2010). Sementara itu, Engel et.al. (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan tersebut.

Dalam mempelajari perilaku konsumen, pemasar perlu memahami konsumen, seperti apa yang dibutuhkan, apa seleranya, dan bagaimana konsumen mengambil keputusan. Analisis tentang berbagai faktor yang berdampak pada perilaku konsumen menjadi dasar dalam pengembangan strategi pemasaran. Engel

et.al. (1994) telah mengembangkan model yang komprehensip yang dapat digunakan sebagai kerangka acuan untuk memahami proses pengambilan keputusan konsumen dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Model ini dikenal dengan Engel, Kollat dan Blackwell atau disingkat EKB. Model perilaku pengambilan keputusan EKB dapat dilihat pada Gambar 1.

Menurut Engel et.al. (1994) proses keputusan konsumen terdiri atas lima langkah yakni pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan hasil.

a. Pengenalan kebutuhan

(27)

b. Pencarian informasi

Konsumen mencari informasi yang disimpan di dalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal). Pencarian informasi yang dilakukan seseorang tergantung pada kekuatan dorongannya, jumlah informasi yang dimiliki, kemudahan memperoleh informasi tambahan, nilai yang diberikan pada informasi tambahan dan kepuasan yang diperoleh dari pencarian tersebut. Jika pencarian informasi internal tidak memadai untuk memberikan arah tindakan yang memuaskan, maka pencarian akan beralih kepada pencarian eksternal.

Gambar 1. Model perilaku pengambilan keputusan konsumen dan faktor-faktor yang mempengaruhi (Engel et.al. 2009).

c. Evaluasi alternatif

Konsumen mengevaluasi pilihan berkenaan dengan manfaat yang diharapan dan menyempitkan pilihan hingga elternatif yang dipilih. Pada tahapan ini konsumen harus (1) menentukan kriteria evaluasi yang digunakan, (2) memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbagkan, (3) menilai kinerja dari alternatif yang dipertimbangkan dan (4) memilih dan menerapkan kaidah keputusan untuk membuat suatu pilihan akhir.

(28)

Dalam evaluasi alternatif, konsumen menggunakan dimensi atau atribut tertentu yang disebut dengan kriteria evaluasi yang terdiri atas harga, rasa, kemudahan memperoleh produk, kandungan gizi dan kriteria asal yang bersifat hedonik (prestise atau status). Penentuan kriteria evaluasi tertentu yang akan digunakan oleh konsumen selama pengambilan keputusan akan bergantung pada beberapa faktor diantaranya adalah pengaruh situasi, kesamaan alternatif pilihan, motivasi, keterlibatan dan pengetahuan.

Setelah menentukan kriteria evaluasi yang akan digunakan untuk menilai alternatif, maka konsumen memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbangkan. Tahap ini terdiri atas penentuan alternatif-alternatif pilihan, penilaian alternatif-alternatif pilihan dan terakhir penyeleksian kaidah keputusan.

d. Pembelian

Konsumen memperoleh alternatif yang dipilih atau pengganti yang dapat diterima bila perlu. Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi niat pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap atau pendirian orang lain. Sejauhmana pendirian orang lain dapat mempengaruhi proses alternatif yang disukasi seseorang tergantung pada dua hal, yaitu (1) intensitas dari pendirian negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan (2) motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin kuat sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang lain tersebut dengan konsumen, maka konsumen akan semakin menyesuaikan maksud pembeliannya. Sebaliknya, preferensi seseorang terhadap suatu merek akan meningkat jika orang yang disenangi juga menyukai keputusan yang sama. Faktor kedua yang mempengaruhi maksud pembelian adalah faktor situasi yang tidak diantisipasi. Adanya faktor ini akan dapat mengubah rencana pembelian suatu produk yang akan dilakukan konsumen (Kotler 1995).

e. Hasil

(29)

Jika kosumen merasa puas, maka keyakinan dan sikap yang terbentuk akan berpengaruh positif terhadap pembelian selanjutnya. Kepuasan berfungsi mengukuhkan loyalitas pembeli, sementara ketidakpuasan dapat menyebabkan keluhan, komunikasi lisan yang negatif dan upaya untuk mempertahankan pelanggan menjadi hal yang sangat penting dalam strategi pemasaran.

Perilaku pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh karakteristik budaya, sosial, pribadi dan psikologis (Kotler dan Amstrong 1997).

1) Faktor kebudayaan

Faktor-faktor kebudayaan memiliki pengaruh yang paling luas dan paling dalam pada perilaku konsumen. Para pemasar perlu memahami peran yang dimainkan kebudayaan, subbudaya dan kelas sosial konsumen. Kebudayan adalah penyebab keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar. Setiap budaya memuat subbudaya yang lebih kecil, dan ketika subbudaya ini tumbuh besar dan cukup makmur maka perusahaan akan merancang program khusus untuk memenuhi kebutuhan masayarakatnya. Sementara itu, kelas sosial merupakan bagian-bagian yang secara relatif permanen dan tersusun di dalam masyarakat yang anggota-anggotanya memiliki nilai, kepentingan atau minat, dan perilaku yang sama. Kelas sosial tidak ditentukan oleh sebuah faktor tunggal seperti penghasilan, tetapi diukur sebagai suatu kombinasi dari pekerjaan, penghasilan, pendidikan, kekayaan dan variabel lain.

2) Faktor-faktor sosial

(30)

3) Faktor-faktor pribadi

Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti usia dan tahap daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup serta kepribadian dan konsep diri pembeli tersebut.

4) Faktor-faktor psikologis

Pilihan-pilihan pembelian seseorang juga dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama yakni motivasi, persepsi, pembelajaran, serta kepercayaan dan sikap. Orang yang termotivasi akan melakukan tindakan yang dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi. Dua orang dengan motivasi yang sama dan dakam situasi yang sama dapat bertindak secara cukup berbeda karena mereka memandang situasi secara berbeda. Pembelajaran menjelaskan perubahan-perubahan dalam perilaku individual yang muncul dari pengalaman. Melalui tindakan dan pembelajaran, orang akan membutuhkan kepercayaan dan sikap mereka sehingga akan mempengaruhi perilaku pembelian.

Fakor-faktor tersebut ditunjukkan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

2.3 Persepsi Konsumen

(31)

eksposur selektif, distorsi selektif, dan retensi selektif (Kotler dan Amstrong 1997).

a) Eksposur selektif

Eksposur selektif berarti bahwa para pemasar harus bekerja ekstra keras untuk menarik perhatian konsumen. Pesan-pesan mereka akan lenyap pada sebagian besar orang yang tidak berada di dalam pasar tersebut, bahkan orang yang ada di dalam pasar tidak melihat pesan tersebut kecuali iklan tersebut lebih menonjol dari yang lainnya.

b) Distorsi selektif

Distorsi selektif menjelaskan kecenderungan orang-orang mengadaptasi informasi ke dalam pengertian pribadi. Dalam hal ini pemasar harus berupaya memahami kerangka berfikir konsumen dan bagaimana pengaruhnya terhadap interprestasi iklan dan promosi penjualan.

c) Retensi selektif

Orang-orang akan banyak melupakan apa yag meraka pelajari. Mereka cenderung mempertahankan informasi yang mendukung sikap dan kepercayaan mereka.

Menurut Kotler (1995) persepsi merupakan proses bagaimana individu memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya. Proses pemahaman ini melalui penglihatan, pendengaran, penyentuhan perasaan dan penciuman. Jika informasi berasal dari suatu situasi yang telah diketahui oleh seseorang, maka informasi yang datang tersebut akan mempengaruhi cara seseorang mengorganisasikan persepsinya.

(32)

2.4 Preferensi Konsumen

Sikap (attitudes) konsumen adalah faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen. Konsep sikap sangat terkait dengan konsep kepercayaan dan perilaku. Kepercayaan, sikap dan perilaku juga terkait dengan konsep atribut produk sebagai karakteristik suatu produk. Konsumen biasanya memiliki kepercayaan terhadap atribut suatu produk (Sumarwan 2002). Kepercayaan tersebut akan membentuk nilai yang dianut dan dipertahankan oleh konsumen sebagai suatu preferensi pribadinya. Preferensi akan memberikan gambaran dari nilai-nilai terbaik yang dipertimbangkan konsumen dalam menentukan sebuah pilihan. Menurut Supranto dan Limakrisna (2007), ada tiga pola yang berbeda yang akan muncul dalam mengenali segmen preferensi yang berbeda, yakni preferensi homogen, preferensi tersebar dan preferensi berkelompok, seperti terlihat pada Gambar 3.

a) Preferensi homogen b) Preferensi tersebar c) Preferensi berkelompok Gambar 3. Pola dasar preferensi pasar

a) Preferensi homogen (homogeneous preferences)

Gambar 3a) menunjukkan suatu pasar dimana semua konsumen mempunyai preferensi yang hampir sama. Pasar menunjukkan tak ada segmen alam (natural segments). Pasar bisa meramalkan bahwa merek yang mereka butuhkan akan sama/serupa/mirip dan mengelompok (clustering) di tengah. b) Preferensi tersebar (difussed preferences)

(33)

berusaha merebut pangsa pasar, atau dapat menempatkan produknya di suatu pojok untuk menarik kelompok konsumen yang tidak merasa puas dengan merek yang berada di tengah. Jika beberapa merek berada di pasar, merek-merek itu seperti berposisi di seluruh ruangan dan menunjukkan perbedaan yang nyata untuk dibandingkan dengan preferensi yang berbeda.

c) Preferensi berkelompok (clustered preferences)

Pasar mungkin menjelaskan kelompok preferensi yang berbeda, yang disebut semen pasar alamiah (natural market segment), seperti Gambar 3c). Perusahaan pertama dalam pasar ini mempunyai 3 (tiga) opsi. Opsi pertama adalah berposisi di tengah dengan berusaha menarik semua kelompok (undifferentiated marketing). Opsi kedua berposisi pada segmen pasar terbesar (concentrated marketing), sedangkan opsi ketiga adalah mengembangkan beberapa merek yang masing-masing diposisikan dalam suatu segmen yang berbeda (differentiated marketing).

Preferensi konsumen dapat diketahui dengan membandingkan keranjang pasar (market basket), yaitu sekumpulan kombinasi satu atau lebih komoditi. Preferensi konsumen didasarkan pada tiga asumsi berikut (Pindyck dan Rubinfeld, 1999):

a) Preferensi lengkap

Konsumen dapat membandingkan dan menilai semua keranjang pasar. Sebagai contoh jika terdapat dua keranjang pasar maka konsumen akan lebih memilih A dibanding B, atau lebih menyukai B dibanding A, atau tidak suka keduanya yang berarti konsumen akan mencapai kepuasan yang sama dengan keranjang manapun. Dengan kata lain, pilihan yang tersedia adalah: A > B, atau B > A, atau A = B. Perlu dicatat bahwa preferensi tersebut masih mengabaikan biaya atau harga, sehingga meskipun sebenarnya seseorang konsumen lebih menyukai A dibanding B dapat saja memutuskan membeli B karena harganya lebih murah.

b) Preferensi transitifitas

(34)

bagi rasionalitas konsumen. Secara sederhana hubungan transitifitas tersebut dapat dinyatakan dengan: jika A > B dan B > C, maka sudah pasti A > C. c) Semua barang dianggap baik

Jika harga dikesampingkan maka konsumen senantiasa menginginkan jumlah barang yang lebih banyak untuk dikonsumsi.

2.5 Bauran Pemasaran

Menurut Kotler (1995), bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri atas empat unsur yang dikenal dengan empat P (four P) yaitu product (produk), price (harga), place (tempat) dan

promotion (promosi). a. Strategi produk

Produk adalah sesuatu yang ditawarkan dan dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Selain itu, produk juga merupakan alat bauran pemasaran yang paling mendasar. Macam produk dapat berciri fisik dan dapat berciri jasa layanan. Strategi produk didefinisikan sebagai suatu strategi yang dilakukan oleh suatu perusahaan yang berkaitan dengan produk yang dipasarkan. Strategi produk yang tepat akan menempatkan perusahaan dalam suatu posisi persaingan yang lebih uggul dari para pesaingnya.

b. Strategi harga

Harga merupakan jumlah uang tertentu yang harus dibayar oleh pelanggan untuk produk tertentu. Harga suatu produk merupakan ukuran terhadap besar kecilnya nilai kepuasan seseorang terhadap produk yang dibelinya.

c. Strategi distribusi

Saluran distribusi atau tempat adalah himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil hak atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa selama berpindah dari produsen ke konsumen.

d. Strategi promosi

(35)

terhenti hanya pada memperkenalkan produk kepada konsumen saja, akan tetapi harus dilanjutkan agar konsumen menjadi tertarik dan kemudian membeli produk tersebut. Promosi menunjukkan pada berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam mengkomunikasikan kebagusan produknya, membujuk, mengingatkan para pelanggan dan konsumen sasaran untuk membeli produk tersebut.

2.6 Tinjauan Teknik Analisis Data

Alat statistik pertama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampling. Teknik sampling digunakan untuk menentukan sampel di lokasi penelitian. Setelah data berhasil dikumpulkan perlu dilakukan analisis dengan menggunakan alat statisik lainnya. Penggunaan alat statistik ini disesuaikan dengan model analisis yang akan dilakukan.

a. Teknik sampling

Teknik sampling merupakan suatu cara/prosedur penarikan sampel dalam suatu penelitian. Ada 2 (dua) pendekatan dalam penarikan sampel, yaitu probabilitas sampling dan non probabilitas sampling. Probabilitas sampling

merupakan design sampling yang memiliki banyak persyaratan yang ketat. Syarat yang harus dipenuhi adalah populasi dari permasalahan yang diamati dan harus teridentifikasi dengan jelas dalam suatu sampling frame. Setiap sampling frame

tersebut akan dipilih secara random. Sampel yang terpilih tentu saja dapat memenuhi keterwakilannya dalam suatu populasinya. Jika sampling frame suatu populasi tidak dapat diidentifikasi dengan jelas maka anggota populasinya juga tidak diketahui secara pasti. Karena itu mustahil dapat dilakukan pengambilan sampel secara probabilitas. Sehubungan dengan hal tersebut, metode non probabilitas menjadi alternatif dalam pengambilan sampel suatu penelitian.

(36)

proses yang digunakan harus memberikan kesempatan terpilih yang sama untuk setiap bilangan dalam populasi. Unit-unit yang terpilih sebanyak n merupakan sampel. Sementara itu, dalam penarikan sampel dengan metode stratified random sampling, populasi dibagi menjadi subpopulasi yang disebut lapisan (strata). Bila lapisan telah ditentukan, sampel diambil dari masing-masing lapisan dan dilakukan secara bebas untuk lapisan yang berbeda (Cochran 1991).

Menurut Hasan (2002), systematic random sampling dilakukan apabila sebagai berikut:

a. Identifikasi atau nama dari elemen-elemen dalam populasi tersebut terdapat dalam suatu daftar sehingga elemen tersebut dapat diberi nomor urut.

b. Populasi memiliki pola beraturan, seperti blok-blok dalam kota atau rumah-rumah pada suatu ruas jalan.

Metode Cluster dapat digunakan jika secara alami populasi memiliki kelompok-kelompok yang secara geografis terpisah-pisah misalnya permukiman masyarakat pantai, pegunungan dan perkotaan.

Metode non probabilitas sampling yang biasanya sering digunakan adalah metode purposive, quota dan snowball. Metode purposive dapat disebut juga sebagai incidental, karena responden tersebut memenuhi kriteria untuk diamati. Metode quota umumnya digunakan jika populasi tidak diketahui jumlah anggotanya. Snowball umumnya digunakan dalam populasi yang anggotanya terbatas atau populasi sangat jarang. Misalnya penderita HIV/AIDs, korban kejahatan, pelaku pembunuhan dan lain sebagainya. Kita akan dapat mengetahui secara pasti anggota populasinya jika kita telah berhasil menemui salah seorang anggotanya.

b. Perkiraan ukuran sampel

Dalam perencanaan sampel survei, pertama-tama yang selalu harus dilakukan adalah membuat keputusan tentang besarnya sampel. Terlalu besar sampel yang diambil akan menimbulkan pemborosan sumber daya, dan jika sampel terlalu kecil akan mengurangi manfaat hasilnya (Cochran 1991).

c. Analisis deskriptif

(37)

dua dimensi antara segmen dan karakteristik konsumen. Analisis ini merupakan teknik penyusunan data yang paling sederhana untuk melihat hubungan antara beberapa variabel dalam satu tabel. Angka-angka yang dapat ditampilkan dapat berupa rata-rata, persentase, median, modus dan lain sebagainya.

d. Analisis Logit

(38)

III.

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kota Depok Jawa Barat. Depok sebagai penyangga DKI Jakarta dihuni oleh masyarakat yang sangat heterogen dengan tingkat konsumsi ikan yang rendah, sebagaimana telah diuraikan pada Bab I. Selain itu, Kota Depok berdekatan dengan beberapa produsen produk olahan perikanan. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan mulai dari Bulan Maret hingga Bulan Juni 2011.

3.2 Jenis, pengumpulan dan sumber data

Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung (observasi), diskusi dan wawancara dengan responden yang pernah mengonsumsi ikan. Data primer yang dikumpulkan meliputi identitas responden, persepsi/preferensi, faktor-faktor dalam pengambilan keputusan pembelian ikan. Data sekunder diperoleh dari buku, laporan dan dokumen-dokumen lain yang terkait dengan penelitian. Data tingkat konsumsi ikan per provinsi yang digunakan dalam tulisan ini bersumber dari data SUSENAS (Badan Pusat Statistik) yang telah diolah oleh Direktorat Pemasaran Dalam Negeri Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Hingga tulisan ini disusun, data tingkat konsumsi ikan per provinsi yang tersedia hanya sampai dengan tahun 2009, sedangkan data tingkat konsumsi per Kabupaten/Kota hanya sampai dengan tahun 2008.

3.3 Metode penentuan responden

Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik sampling probabilitas dengan metode multi stage random sampling. Pada tahap pertama hingga tahap keempat, penarikan sampel dilakukan dengan metode

(39)

rumah tangga sampel dengan metode simple random sampling. Sampling sistematis digunakan dalam penentuan unit kediaman tersebut karena unit dalam populasi terdapat dalam suatu daftar dan memiliki pola yang beraturan.

Pada penelitian ini pembagian populasi sampel didasarkan pada 11 kecamatan yang ada di Kota Depok yakni Kecamatan Beji, Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Cipayung, Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Cilodong, Kecamatran Limo, Kecamatan Cinere, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Tapos, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari. Langkah-langkah penentuan sampel adalah sebagai berikut (Gambar 4):

1) Memilih 2 kecamatan di Kota Depok dengan metode simple random sampling.

2) Menentukan 2 kelurahan yang akan dijadikan unit sampel pada 2 kecamatan terpilih, sehingga ada 4 kelurahan yang akan dijadikan sebagai sampel.

3) Menentukan 2 wilayah Rukun Warga (RW) pada 2 kelurahan terpilih, sehingga ada 8 RW yang akan dijadikan sebagai sampel.

4) Menentukan 2 wilayah Rukun Tetangga (RT) pada masing-masing RW terpilih, sehingga ada 16 RT yang akan dijadikan sebagai sampel.

5) Menentukan 120 sampel rumah tangga pada 16 wilayah RT yang telah ditentukan. Pada tahap ini, penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan metode systematic random sampling.

Ukuran sampel yang digunakan untuk penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

� =

2

�2

�= �

1 + (� −1)/�

keterangan:

n = ukuran sampel

t = nilai sebaran normal

p = proporsi

q = 1 – p

d = batas kesalahan

(40)

Dalam penelitian ini digunakan d (batas kesalahan) sebesar 10% dan p

(besarnya proporsi) yang digunakan adalah 0,5 karena p dan q tidak diketahui. Menurut Slovin yang diacu oleh Umar (2005), jika p dan q tidak diketahui maka dapat digantikan dengan 0,25 sebagai perkalian antara 0,5 dan 0,5. Dengan

menggunakan α = 0,05 diperoleh nilai t = 2. Data populasi jumlah Kepala

Keluarga di Kota Depok (N) adalah sebesar 266.033 KK, sehingga besarnya sampel minimal yang diambil adalah sebesar 100 sampel, dengan perhitungan sebagai berikut:

� = 2

2(0.5 x 0.5)

0.12

=

100

�= 100

1 + 266,03399

n ≈ 100

Pelaksanaan survei dilakukan dengan menggunakan 120 sampel untuk mendapatkan data yang lebih akurat.

Gambar 4. Langkah-langkah penentuan sampel Kota Depok

Kecamatan I

2 Kelurahan

4 RW

8 RT

60 Rumah Tangga Sampel

Kecamatan II

2 Kelurahan

4 RW

8 RT

60 Rumah Tangga Sampel 1

2

3

4

(41)

3.4 Pengolahan dan analisis data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software SPSS terhadap data yang diperoleh dari hasil survei. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan dan analisis data tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan bantuan kuesioner (Lampiran 1) terhadap 120 responden yang telah ditentukan sebelumnya. Responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anggota keluarga yang menentukan menu makanan keluarga dan ditemui pada saat survei dilaksanakan. Data yang dikumpulkan meliputi data umum responden, perilaku, preferensi dan preferensi responden terhadap ikan.

b. Analisis deskriptif

Analisa deskriptif dilakukan terhadap aspek demografi responden yang diperoleh melalui wawancara dan kuesioner. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui pola konsumsi ikan, persepsi dan preferensi masyarakat terhadap ikan. Analisis ini diharapkan dapat memberikan gambaran profil suatu sampel atau populasi.

c. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji

Chi-Square, analisis korespondensi dan analisis logit. Uji Chi-Square

dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antara frekuensi makan ikan dengan variabel demografi (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pengeluaran per bulan dan jumlah anggota keluarga). Dari hasil uji Chi-Square tersebut kemudian dipilih variabel yang signifikan untuk dianalisis dengan menggunakan analisis korespondensi untuk melihat hubungan kedekatan antara variabel yang signifikan dengan frekuensi makan ikan responden.

Analisis logit yang digunakan dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian ikan. Adapun model logit adalah sebagai berikut (Chan, 2004):

�� =�� 1− ���

(42)

keterangan:

L = model logit (frekuensi makan ikan)

�� = probabilitas

β = koefisien regresi populasi

u = random error x1 = usia

x2 = tingkat pendidikan x3 = pengeluaran per bulan x4 = jumlah anggota keluarga

Model ini kemudian divalidasi kecocokan modelnya (goodness of fit), yaitu dengan menguji kedelapan variabel tersebut dengan menggunakan

Hosmer and Lemeshow Test, dimana hipoptesisnya adalah sebagai berikut: H0 : Model hasil estimasi signifikan fit

H1 : Model hasil estimasi tidak signifikan fit

Kriteria uji: bila signifikansi value Chi-Square uji Hosmer and Lemeshow

<0,05 maka tolak hipotesis nol (Yamin dan Kurniawan 2009).

d. Interpretasi hasil

Hasil analisis yang diperoleh melalui analisis deskriptif dan analisis tersebut kemudian diinterpretasikan untuk menentukan rumusan strategi pengembangan dalam peningkatan konsumsi ikan. Masing-masing variabel independen yang signifikan dari keempat variabel pada model logit kemudian dianalisis secara deskriptif untuk menentukan rumusan strategi yang tepat. Rumusan strategi dalam penelitian ini meliputi strategi pengembangan produk bagi produsen dan strategi dalam penyusunan kebijakan bagi pemerintah. Tahapan pengolahan dan analisis data secara skematis dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Tahapan pengolahan dan analisis data

Analisis deskriptif Analisis Kuantitatif

Interpretasi hasil:

 Rumusan strategi pengembangan produk

 Rumusan strategi kebijakan

(43)

Penelitian yang dilakukan melibatkan responden yang berjumlah 120 orang yang telah diambil secara acak dan ditentukan berdasarkan rumus proporsi dengan jumlah sampel minimal 100 dengan penambahan 20%. Adapun rekapitulasi keseluruhan data yang diperoleh dari 120 responden tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa parameter uji yang meliputi karakteristik responden, perilaku konsumsi, perilaku responden dalam memilih ikan, preferensi dan persepsi responden memiliki nilai di atas 0.195 (r-tabel untuk n=100 dan α=0.05 adalah 0.195). Hal ini menunjukkan bahwa instrument yang digunakan dalam penelitian adalah reliable. Adapun hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 3.

4.1 Karakteristik Responden

Rekapitulasi karakteristik responden secara umum yang meliputi jenis kelamin, usia, pekerjaan, besar pengeluaran rumah tangga per bulan, jumlah anggota keluarga dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Lampiran 4.

4.1.1 Jenis Kelamin

Jumlah perempuan yang terpilih sebagai responden dalam penelitian ini berjumlah 99 orang atau 82.50% dan laki-laki berjumlah 21 orang atau 17.50% (Gambar 6). Jumlah perempuan yang menjadi sampel dalam penelitian ini lebih banyak dibandingkan dengan sampel laki-laki karena pada saat dilakukan penelitian ke rumah responden, yang dijumpai sebagian besar adalah perempuan. Hal ini tentunya sejalan dengan harapan penelitian untuk mendapatkan responden ibu rumah tangga sebagai penentu menu masakan di rumah, sehingga data yang diperoleh mencerminkan konsumsi ikan dalam suatu keluarga.

4.1.2 Usia

(44)

responden pada usia 26 – 35 tahun ini menunjukkan bahwa responden yang diperoleh sebagai sampel dalam penelitian menempati porsi optimal. Proporsi usia responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7.

4.1.3 Pekerjaan

Kegiatan responden sebagian besar berprofesi sebagai ibu rumah tangga yakni sebanyak 60 orang atau 50% dari total sampel. Sementara itu, terdapat 1 orang atau 0.80% sebagai pensiunan dan sisanya sebesar 49.20% merupakan responden yang berstatus sebagai pekerja baik pekerja formal maupun informal sebagai buruh. Dari 49.20% tersebut sebesar 25% berprofesi sebagai pegawai swasta dan sebesar 14.20% berprofesi sebagai wiraswasta. Sementara itu, responden yang bekerja sebagai buruh berjumlah 4 orang atau 3.30%. proporsi pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 8.

4.1.4 Pengeluaran rumah tangga per bulan

Status ekonomi yang tercermin dari pengeluaran, menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengeluaran antara 1 – 2 juta per bulan, yaitu sebesar 33.30%. Namun persentase ini tidak berbeda jauh dengan responden yang memiliki pengeluaran di atas 3 juta dan dibawah 1 juta yakni masing-masing sebesar 28.40% dan 27.50%. Selebihnya atau sebesar 10.80% memiliki pengeluaran antara 2.1 – 3 juta. Meratanya pengeluaran pada setiap level menunjukkan bahwa sampel yang diperoleh pada penelitian ini cukup heterogen. Proporsi pengeluaran rumah tangga per bulan dapat dilihat pada Gambar 9.

L 17,5%

P 82,5%

Gambar 6. Proporsi jenis kelamin responden (n=120)

(45)

4.1.5 Tingkat Pendidikan

Pada Gambar 11 terlihat bahwa tingkat pendidikan responden didominasi oleh lulusan universitas sebesar 35% dan diikuti oleh responden yang berpendidikan SD sebesar 25%. Sementara itu responden yang berpendidikan SLTA dan SLTP masing-masing adalah sebesar 21.70% dan 18.30%. Tingkat pendidikan responden tersebut hampir merata untuk setiap jenjang dan menandakan heterogenitas sampel yang diperoleh.

4.2 Pola Konsumsi Ikan

Konsumsi ikan, sebagaimana teori konsumsi lainnya dipengaruhi oleh berbagai variabel seperti tingkat harga, ketersediaan dan harga barang pengganti atau pelengkapnya dan karakteristik sosial ekonomi masyarakat. Harga ikan yang lebih murah dari harga daging sapi misalnya, dianggap akan mendorong tingkat

Gambar 8. Proporsi pekerjaan responden (n=120)

Gambar 9. Proporsi pengeluaran rumah tangga per bulan (n=120)

Gambar 10. Proporsi jumlah anggota keluarga responden (n=120)

(46)

konsumsi ikan. Namun demikian, perubahan harga tersebut bukanlah satu-satunya faktor penentu jumlah konsumsi, tetapi juga dipengaruhi oleh preferensi, selera dan atribut sosial lainnya. Oleh karena itu perlu dikenali karakteristik sosial ekonomi yang diduga mempengaruhi permintaan konsumsi ikan. Penelitian yang dilakukan kali ini salah satunya bertujuan untuk mengenali pola konsumsi ikan masyarakat khususnya di Kota Depok.

Penelitian yang dilakukan terhadap 120 responden di Kota Depok menunjukkan bahwa hampir semua responden yakni 99.20% pernah mengonsumsi ikan dalam tiga bulan terakhir. Hanya ada 1 responden atau 0.80% dari total sampel yang menyatakan tidak makan ikan karena alergi. Namun demikian, responden yang berperan sebagai penentu menu masakan di rumahnya, tidak membatasi keluarganya untuk mengonsumsi ikan.

4.2.1 Pola konsumsi ikan menurut frekuensi konsumsi

Kebiasaan responden dalam mengonsumsi ikan dapat dilihat pada Gambar 12. Sebanyak 78 responden (65%) mengonsumsi ikan di atas 11 kali dalam sebulan, 26 responden (21.67%) mengonsumsi ikan sebanyak 5 – 11 kali per bulan dan 16 responden (13.33%) mengonsumsi ikan di bawah 5 kali dalam sebulan. Artinya lebih dari separuh responden ternyata mengonsumsi ikan lebih dari 3 kali dalam seminggu.

Gambar 12. Proporsi responden menurut frekuensi makan ikan per bulan (n=120) Berdasarkan frekuensi makan ikan yang dikelompokkan kedalam tiga kelompok yakni rendah (1-4 kali per bulan), sedang (5-11 kali per bulan) dan tinggi (≥ 12 kali per bulan), maka sebagian besar responden (65%) termasuk pada kelompok dengan tingkat frekuensi konsumsi ikan yang tinggi. Frekuensi makan

< 5 kali 13,33%

5-11 kali 21,67% > 11 kali

(47)

ikan responden per bulan berdasarkan karakteristik demografi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Frekuensi makan ikan per bulan menurut karakteristik demografi (n=120)

Karakteristik Responden

Frekuensi makan ikan

Total

Rendah Sedang Tinggi

Jml % Jml % Jml % Jml %

(48)

Jika dilihat dari karakteristik usia, terdapat keterkaitan antara usia dengan frekuensi makan ikan. Hal ini ditunjukkan pada nilai koefisien kontingensi dari hasil uji Chi-Square sebesar 0.098 sebagaimana pada Tabel 6 (hasil uji lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5). Penduduk golongan usia muda saat ini relatif memiliki pola konsumsi yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Kecenderungan anak muda untuk mengonsumsi fast food dengan variasi rasa dan warna cenderung menarik anak-anak muda. Sementara bagi generasi sebelumnya, hidangan ikan segar atau makanan tradisional masih tetap menjadi pilihan yang berselera. Tingkat kesadaran akan asupan gizi yang aman juga menjadi pertimbangan dipilihnya ikan sebagai sumber protein yang dikonsumsi pada kelompok usia yang lebih tinggi (Gambar 13).

Tabel 6. Hasil uji Chi-Square antara karakterisik responden dengan frekuensi makan ikan

Parameter Nilai Koefisien

Kontingensi Signifikansi

Gambar 13.Frekuensi makan ikan berdasarkan usia (n=120)

Dari hasil analisis korespondensi (Gambar 14) terhadap faktor usia sebagai faktor yang berpengaruh signifikan (Tabel 6), diketahui bahwa kelompok usia antara 20-35 tahun lebih dekat kepada frekuensi makan ikan kategori sedang (5-11 kali per bulan), sedangkan untuk kelompok usia 36-45 tahun menempati porsi pada kedua kategori frekuensi yakni tinggi (di atas 11 kali per bulan) dan kategori

1

20-35 tahun 36-45 tahun > 45 tahun

(49)

1.0 frekuensi rendah (di bawah 5 kali per bulan). Sementara itu, kelompok usia di atas 45 tahun lebih dekat kepada tingkat konsumsi ikan tinggi (di atas 11 kali per bulan).

Jika dilihat dari tingkat pengeluaran per bulan, diketahui adanya peningkatan jumlah responden dengan frekuensi makan ikan tinggi, yakni dari 60.60% pada tingkat pengeluaran di bawah 1 juta rupiah meningkat menjadi 67.50% pada tingkat pengeluaran antara 1–2 juta rupiah. Namun pada tingkat pendapatan antara 2.1-3 rupiah juta terjadi penurunan persentase jumlah responden dengan tingkat konsumsi ikan yang tinggi. Kenaikan persentase kembali terjadi pada golongan pengeluaran di atas 3 juta rupiah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 15. Hasil uji Chi-Square pada Tabel 6 menunjukkan keterkaitan yang lemah antara tingkat pengeluaran dengan frekuensi makan ikan, dengan nilai signifikansi sebesar 0.171.

Gambar 14.Hasil analisis korespondensi antara usia dan frekuensi makan ikan (n=120)

(50)

Jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap frekuensi makan ikan responden, dengan nilai signifikansi pada uji chi-square sebesar 0.933 sebagaimana pada Tabel 6. Namun demikian, frekuensi makan ikan dengan kategori sering (di atas 11 kali) mengalami peningkatan dari 57.10% pada responden dengan jumlah anggota keluarga antara 1-2 orang menjadi 63.80% pada jumlah keluarga antara 3-5 orang dan meningkat kembali pada jumlah anggota keluarga di atas 5 orang sebesar 73.70%. Frekuensi makan ikan menurut jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Frekuensi makan ikan menurut jumlah anggota keluarga (n=120) Pola konsumsi ikan menurut tingkat pendidikan menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan penurunan tingkat konsumsi ikan dengan frekuensi di atas 11 kali per bulan dari responden yang berpendidikan sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Peningkatan yang terjadi disini adalah tingkat konsumsi dengan frekuensi di bawah 12 kali per bulan. Namun pola ini mulai berubah pada responden dengan tingkat pendidikan universitas. Pada tingkat pendidikan ini mulai menunjukkan peningkatan konsumsi ikan pada frekuensi di atas 11 kali per bulan. Pola konsumsi makan ikan menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Gambar 17.

Jika dilihat dari minat responden dalam meningkatkan frekuensi makan ikan, sebagian besar responden menyatakan masih berminat meningkatkan konsumsi ikan dalam keluarganya. Sebanyak 90% responden berminat untuk meningkatkan konsumsi ikan, sebagaimana pada Tabel 7. Alasan responden adalah seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa kandungan gizi seperti berprotein tinggi, rendah kolesterol dan kandungan omega 3 yang terdapat di

1-2 orang 3-5 orang > 5 orang

(51)

dalam tubuh ikan menjadi faktor pertimbangan utama. Sementara itu, 7.50% responden menyatakan tidak berminat meningkatkan konsumsi ikan karena mengalami kejenuhan terhadap ikan, dan 2.50% menyatakan abstain karena faktor ekonomi, yang berarti konsumsi ikan akan ditingkatkan jika keadaan perekonomiannya mampu menjangkau untuk membeli ikan. Dengan kata lain, responden akan meningkatkan konsumsi ikan dalam keluarganya jika harga ikan terjangkau oleh perekonomian keluarganya.

Gambar 17. Frekuensi makan ikan menurut tingkat pendidikan (n=120)

Tabel 7. Minat responden dalam meningkatkan konsumsi ikan (n=120)

No Minat responden

4.2.2 Pola konsumsi ikan menurut jenis ikan yang disukai responden

Pola konsumsi terhadap ikan dalam bentuk segar dan olahan secara umum diketahui bahwa ikan segar air laut dan ikan segar air tawar masih menjadi pilihan sebagian besar responden. Untuk jenis ikan air laut, sebanyak 65% responden

< 5 kali 5-11 kali >11 kali

Tingkat pendidikan % Jumlah

(52)

responden menyukai keduanya. Secara lengkap bentuk ikan yang disukai responden dapat dilihat pada Tabel 8.

Jika dilihat dari karakteristik jenis kelamin, diketahui bahwa ikan segar baik ikan air laut maupun ikan air tawar lebih disukai oleh responden laki-laki (89.95%) maupun responden perempuan (77.16%). Sementara itu, hanya sebagian kecil responden yang menyukai jenis ikan segar dan olahan, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 18.

Tabel 8. Bentuk ikan yang disukai responden (n=120)

Jenis Ikan

Gambar 18. Bentuk ikan yang disukai responden menurut jenis kelamin (n=120) Berdasarkan karakteristik usia, terjadi perubahan pola konsumsi ikan antara ikan segar dan olahan. Kesukaan terhadap ikan segar dan olahan meningkat dari 10% pada kelompok usia antara 20-25 menjadi 23.64% pada kelompok usia 26-35 tahun. Hal ini terus mengalami kenaikan pada kelompok usia 36-45 tahun menjadi 26.76%. Namun kesukaan terhadap ikan segar dan olahan ini kembali menurun pada kelompok usia di atas 45 tahun menjadi 17.07%. Secara lengkap mengenai hal ini dapat dilihat pada Gambar 19.

80,95 77,16

(53)

Sementara itu, pola konsumsi ikan segar pada responden dengan tingkat pengeluaran di atas 3 juta rupiah telah mengalami pergesaran kedalam bentuk segar dan olahan. Pada Gambar 20 diketahui terdapat pergeseran pola secara umum pada tingkatan per bulan yakni semakin tinggi pengeluaran maka kesukaan terhadap ikan olahan (dengan tidak meninggalkan ikan segar) mulai mengalami peningkatan kecuali yang terjadi pada golongan kelompok dengan tingkat pengeluaran antara 2.1-3 juta rupiah.

Gambar 19. Bentuk ikan yang disukai responden menurut usia (n=120)

Gambar 20. Bentuk ikan yang disukai responden menurut pengeluaran per bulan (n=120)

Produk olahan ikan disukai pada semua kelompok menurut jumlah anggota keluarga meskipun dalam persentase yang kecil. Persentase paling tinggi ditunjukkan pada kelompok dengan jumlah anggota keluarga antara 3-5 orang.

90

Suka ikan utuh Suka ikan utuh dan olahan

82,54

Suka ikan utuh Suka ikan utuh dan olahan

(54)

Dengan kata lain, ikan segar merupakan jenis ikan yang disukai pada semua kelompok ini. Bentuk ikan yang disukai responden menurut jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada Gambar 21.

Dalam hal konsumsi produk olahan ikan, terdapat pola yang menunjukkan peningkatan konsumsi ikan dan produk olahannya pada responden yang memiliki tingkat pendidikan universitas. Pada tingkatan ini, responden sudah mulai menyukai produk olahan meskipun belum meninggalkan konsumsi ikan segar. Secara jelas mengenai pola konsumsi ikan tersebut dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 21. Bentuk ikan yang disukai responden menurut jumlah anggota keluarga (n=120)

Gambar 22. Persentase kesukaan responden terhadap ikan dan produk olahannya menurut tingkat pendidikan (n=120)

Dari bentuk ikan olahan yang ada, ikan asin adalah olahan yang paling disukai responden. Persentase responden yang memilih ikan asin sebagai olahan

85,7

1-2 orang 3-5 orang > 5 orang

suka ikan utuh suka ikan utuh & olahan

71,67 77,27

Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Universitas

suka ikan utuh/segar suka ikan utuh & olahan tidak suka

Gambar

Tabel 2. Data produksi perikanan, produksi olahan ikan dan volume ekspor
Tabel 4. Tingkat konsumsi ikan di Indonesia berdasarkan provinsi, 2008-2009
Gambar 8.  Proporsi pekerjaan  responden (n=120) &lt;1juta 27,5%1-2 juta33,3%2.1 -3juta10,8%&gt;3 juta28,3%
Tabel  6.  Hasil  uji  Chi-Square  antara  karakterisik  responden  dengan  frekuensi makan ikan
+7

Referensi

Dokumen terkait