• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study The Benefit of Marine Protected Areas for Development of Marine Ecotourism (Study Case on Marine Protected Area of Nusa Penida, Bali).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study The Benefit of Marine Protected Areas for Development of Marine Ecotourism (Study Case on Marine Protected Area of Nusa Penida, Bali)."

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN MANFAAT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

BAGI PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI

(STUDI KASUS DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA, BALI)

MARJAN BATO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Manfaat Kawasan Konservasi Perairan Bagi Pengembangan Ekowisata Bahari (Studi Kasus di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida, Bali) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Marjan Bato

(4)

RINGKASAN

MARJAN BATO. Kajian Manfaat Kawasan Konservasi Perairan Bagi Pengembangan Ekowisata Bahari (Studi Kasus Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida, Bali). Dibimbing oleh FREDINAN YULIANDA dan ACHMAD FAHRUDDIN.

Pengembangan kawasan konservasi perairan bertujuan untuk mengharmonisasikan antara kebutuhan ekonomi masyarakat dengan keinginan untuk melestarikan sumberdaya alam. Seiring dengan perkembangannya, kawasan konservasi perairan telah dimanfaatkan dengan berbagai tujuan seperti sebagai tempat penelitian, perlindungan alam, pelestarian spesies dan keragaman genetik, kegiatan wisata, kegiatan pendidikan lingkungan serta perlindungan unsur alam atau budaya yang spesifik.

Nusa Penida merupakan salah satu calon kawasan konservasi perairan yang ada di Indonesia dan telah dicadangkan melalui Peraturan Bupati Kabupaten Klungkung (Perbup) No. 12 Tahun 2010 dengan status kawasan adalah taman wisata perairan. Salah satu alasan pencadangan kawasan konservasi di Nusa Penida yaitu karena Nusa Penida memiliki organisme spesifik atau endemik yang menjadi daya tarik wisatawan yakni ikan mola-mola (sunfish), ikan pari manta, penyu, dan lumba-lumba sehingga dalam keberlanjutannya sangat perlu untuk dikonservasi.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Nusa Penida dengan 4 (empat) lokasi pengamatan yaitu Desa Toyapakeh, Desa Ped, Desa Sakti dan Desa Jungut Batu. Keempat desa ini dipilih karena merupakan daerah yang pengembangannya diarahkan kepada kegiatan wisata. Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji manfaat Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Nusa Penida bagi pengembangan ekowisata bahari dengan mengkaji manfaat yang dirasakan oleh masyarakat yang berada di Nusa Penida, baik masyarakat lokal, pemerintah maupun pihak swasta yang menjadi stakeholder di Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida dengan mempertahankan kondisi ekologi kawasan tersebut.

Hasil kajian ini menunjukkan bahwa kondisi ekologi khususnya terumbu karang berada pada kondisi/kategori yang baik dengan indeks mortalitas karang berkisar antara 0 – 0,01 pada kedalaman 3 meter dan 0 – 0,025 pada kedalaman 10 meter. Tingkat kerusakan karang di kawasan Nusa Penida sangat kecil atau dengan kata lain tidak ada perubahan yang mendasar dari karang hidup menjadi hamparan karang mati di kawasan Nusa Penida. Walaupun kondisi bioekologi kawasan Nusa Penida dikategorikan baik sampai dengan sangat baik tetapi dari segi pengelolaan belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari persentase tutupan komunitas karang yang tiap tahunnya masih terjadi naik-turun atau tidak stabil. Ikan karang yang ditemukan di kawasan Nusa Penida ± 576 jenis yang terdiri dari ikan mayor, ikan target dan ikan indikator.

(5)

Karakteristik wisatawan yang berkunjung di Nusa Penida sangat bervariasi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa wisatawan yang terbanyak berkunjung ke Nusa Penida berasal dari negara Australia (41,8%), Amerika (10%) dan Jepang (9%). Dan dari hasil penelitian diperoleh 67 responden untuk wisatawan baik domestik maupun internasional masing-masing berasal dari negara Indonesia, Amerika, Inggris, Jepang, Swiss, Republik Cheko, Perancis, Jerman, Australia, Denmark, Belanda, Kanada, dan Kolombia.

Pencadangan kawasan konservasi perairan di Nusa Penida telah berlangsung selama kurang lebih tiga tahun. Dalam perjalanannya telah memberi manfaat bagi masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan masyarakat setelah dicadangkannya kawasan konservasi di Nusa Penida yaitu meningkat sekitar 10% - 30%. Bukan hanya masyarakat lokal tetapi juga pihak swasta dan pemerintah. Adapun manfaat yang terlihat bagi pemerintah yaitu terjadinya laju pertumbuhan perekonomian pemerintah daerah Kabupaten Klungkung melalui peningkatan produk domestik regional bruto (PDRB) dari sektor wisata yaitu sebesar 5,67% dari tahun 2009-2011. Sedangkan untuk pihak swasta terbukanya peluang usaha di bidang wisata seperti bertambahnya dive operator, hotel, homestay, villa, bungalow, watersport dan resort yang juga secara langsung bermanfaat bagi masyarakat yaitu terbukanya lapangan kerja di bidang pariwisata. Kata kunci: Ekowisata bahari, Kawasan konservasi perairan, Manfaat kawasan

(6)

SUMMARY

MARJAN BATO. Study The Benefit of Marine Protected Areas for Development of Marine Ecotourism (Study Case on Marine Protected Area of Nusa Penida, Bali). Supervised by FREDINAN YULIANDA and ACHMAD FAHRUDIN.

Development of Marine Protected Areas (MPA) aims to harmonize the economic needs of the community with the disire to consrve natural resources. Along with its development, Marine Protected Areas has been used for various purposes such as the place of research, environmental protection, preservation of species and genetic diversity, tourism activies, environmental education and protection of natural or cultural elements specific..

Nusa Penida is one of the candidate Marine Protected Areas in Indonesia and have been reserved by regulation of Regent of Klungkung Regency No. 12 of 2010. The status of the areas is a tourist park waters. One of reasons for to conservation reserve in Nusa Penida, becouse Nusa Penida have a specific organism/ endemic who can become an attraction for tourist such as : sunfish, manta rays, turtles and dolphins.

This research was conducted in the Distric of Nusa Penida with four (4) location in the village of Nusa Penida such as Toyapakeh Village, Ped Village, Sakti Village and Jungut Batu Village. The four villages was selected becouse its development were directed to areas of tourist activities. The general objective of this study is to assess the benefit of Marine Protected Areas in Nusa Penida for the development of marine ecotourism by reviewing the benefits felt by the community who are in Nusa Penida, local community, government and private who become stakeholders in Marine Protected Areas and maintain the condition of the regions ecology.

Results of this study showed that the ecological condition of coral reefs in particular was good category with coral mortality index range 0-0,01 at a depth of three meters and 0 – 0,025 at a depth of ten meters. Level of coral damage in Nusa Penida are very small or in others words there are no fundamental change from a live coral reef become the expanse of dead corals in Nusa Penida. Although the bioecology condition of Nusa Penida are categorized good until very good but not optimal in terms of management. It can be seen from percentage cover of coral communities that occur eac year are still up-down or unstable. Reef fish are found in Nusa Penida ± 576 species, consisting major fish, target fish, and indicators fish.

Based on the anaysis of marine ecotourism suitability index, Nusa Penida appropriate for diving activities, snorkeling, and beach recreation. However, tourist visit to Nusa Penida already exceeded the carrying capacity of the area were 183.977 persons/year while the carrying capacity to the region around 177.755 persons/years.

(7)

England, Japan, Switszerland, Czech Republic, France, Germany, Australia, Denmark, Netherland, Canada and Colombia.

Marine Protected Areas in Nusa Penida had been held fo more than three years. It can be seen from the public revenue after reserved conservation area in Nusa Penida was an increase of approximately 10% - 30%. Not only the local community but also the private sector and government The benefit of being visible to the government that the economic growth rate of Klungkung Regency through increased regional gross domestic product (GDP) of the tourism sector in the amount of 5,67% from the year 2009-2011. For Private sector opening to bussiness opportunies such as increased dive operators, hotels, homestay, villas, bungalows, watersport and resorts are directly benefit for the lokal community work opportunities in the field of tourism.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(9)

KAJIAN MANFAAT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

BAGI PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI

(STUDI KASUS DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA, BALI)

MARJAN BATO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Tesis : Kajian Manfaat Kawasan Konservasi Perairan Bagi Pengembangan Ekowisata Bahari (Studi Kasus di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida, Bali

Nama : Marjan Bato NIM : C252110121

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc Ketua

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr

(12)

PRAKATA

Segala puji dan syukur serta hormat hanya bagi Allah Bapa yang telah menganugerahkan kasih dan rahmatNya, sehingga penyusunan karya ilmiah (Tesis) ini dapat dikerjakan sebagaimana mestinya.

Penyusunan tesis ini dapat diselesaikan berkat bimbingan dan arahan para dosen pembimbing yang dengan hormat penulis sebutkan namanya yaitu Bapak Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc sebagai pembimbing ketua serta Bapak Dr Ir Achmad Fahruddin, MSi sebagai pembimbing anggota oleh karena itu diucapkan terima kasih.

Seiring dengan selesainya penulisan tesis ini, dengan tulus hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Bapak Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA sebagai ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan.

2. Bapak Dr Ir Handoko Adi Susanto, SPi, MSc selaku penguji luar komisi pada ujian tesis. Terima kasih atas saran-saran yang diberikan dalam melengkapi dan memperbaiki penulisan Tesis ini.

3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui Beasiswa Unggulan (BU) Tahun 2011. 4. Pimpinan Universitas Negeri Papua (UNIPA) atas rekomendasinya untuk

melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor dengan jalur beasiswa DIKTI. 5. Marine Protected Areas Governance (MPAG) yang telah memberikan

kesempatan untuk melakukan penelitian di Nusa melalui bantuan dana Penelitian.

6. Coral Triangle Center (CTC) Bali yang telah membantu penulis selama mengambil data dilokasi penelitian, serta telah berkontribusi dalam menyediakan data-data yang dibutuhkan.

7. Pemerintah Kab. Klungkung yang boleh memberikan ijin bagi penulis melaksanankan penelitian di daerahnya.

8. Mama dan adik serta sanak saudara saya tercinta yang telah memberi dukungan baik secara moral maupun atas doa-doanya.

9. Mas Triyadi Purnomo dan Keluarga serta rekan-rakan SPL 2011 yang boleh memberi dukungan dan bantuan serta partisipasi dalam penyelesaian penulisan tesis ini.

10. Adik Krisye dan Hendra yang boleh membantu penulis untuk mengambil data di lapangan.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mendukung penyelesaian tugas akhir penulis, semoga Tuhan memberkati segala bantuan dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis.

Pada akhirnya semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi penulis.

Bogor, Agustus 2013 [

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Manfaat Penelitian 4

1.5 Kerangka Pemikiran 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Kawasan Konservasi Perairan (KKP) 6

2.1.1 Pengertian Kawasan Konservasi Perairan (KKP) 6 2.1.2 Manfaat Kawasan Konservasi Perairan (KKP) 6 2.1.3 Zonasi Pada Kawasan Konservasi Perairan (KKP) 8

2.2 Ekowisata 12

2.3 Ekowisata Bahari 13

2.4 Aspek Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Pesisir 14

3 METODOLOGI PENELITIAN 15

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 15

3.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data 15

3.3 Analisis Data 19

3.3.1 Analisis Deskriptif 19

3.3.2 Persen Tutupan Komunitas Karang 19

3.3.3 Indeks Kematian Karang (Mortalitas Karang) 19

3.3.4 Kelimpahan Ikan Karang 20

3.3.5 Indeks Kesesuaian Ekowisata Bahari 20 3.3.6 Analisis Daya Dukung Kawasan Ekowisata Bahari 22 3.3.7 Evaluasi Kegiatan Kawasan Konservasi Perairan (KKP)

Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir yang

Berada Pada Kawasan Nusa Penida 24

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian 26 4.2 Pembentukan Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida 26 4.3 Penetapan Batas Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida 28 4.4 Rencana Pengelolaan dan Mekanisme Pendanaan Jangka Panjang 29 4.5 Zonasi Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida 29 5 EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN EKOWISATA BAHARI 31

5.1 Kondisi Ekosistem Terumbu Karang 31

5.2 Indeks Mortalitas Karang ( Tingkat Kematian Karang) 34

(14)

5.4 Kesesuaian Kawasan Untuk Lokasi Ekowisata Bahari 37

5.4.1 Ekowisata Selam (Diving) 37

5.4.2 Ekowista Snorkeling 38

5.4.3 Ekowisata Pantai 40

5.4.4 Daya Dukung Kawasan Ekowisata Bahari 41 6 PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA

6.1 Karakteristik Wisatawan di Kawasan Nusa Penida 42 6.2 Pengetahuan Wisatawan Tentang Kawasan Konservasi Perairan

di Nusa Penida 43

6.3 Tingkat Kepuasan Wisatawan Terhadap Kawasan Wisata Bahari

di Nusa Penida 45

6.4 Pengeluaran Wisatawan Selama Berada di Kawasan wisata Bahari

Nusa Penida 48

6.5 Kesediaan Wisatawan Membayar Biaya Masuk

Kawasan Konservasi 49 6.6 Manfaat Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Nusa Penida 49

6.6.1 Manfaat Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Bagi

Pengembangan Ekowisata Bahari 51

6.6.2 Manfaat Kawasan Konservasi Perairan Terhadap Pendapatan

Masyarakat 52

6.6.3 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat 52

6.6.4 Manfaat Kawasan Konservasi Perairan Bagi Pemerintah dan

Pihak Swasta 54

6.7 Analisis Gap (Analisis Kesenjangan) Kesesuaian Pengelolaan

Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida 57 6.8 Rekomendasi Pengelolaan Kawasan konservasi di Nusa Penida 62

7 SIMPULAN DAN SARAN 63

7.1 Kesimpulan 63

7.2 Saran 63

DAFTAR PUSTAKA 64

LAMPIRAN 68

(15)

DAFTAR TABEL

1 Manfaat Ekowisata di Kawasan Konservasi 7

2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data 16

3 Matriks Kesesuaian Area untuk Ekowisata Kategori Wisata Selam 20 4 Matriks Kesesuaian Area untuk Ekowisata Kategori Wisata Snorkling 21 5 Matriks Kesesuaian Area untuk Ekowisata Pantai Kategori Rekreasi

Pantai 21

6 Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan 23 7 Waktu yang Dibutuhkan untuk Setiap Kegiatan Wisata 23

8 Indikator Tingkat Kesejahteraan Masyarakat 24

9 Titik Koordinat Batas Luar Calon KKP Nusa Penida 28 10 Persentase Tutupan Karang Hidup Pada Kedalaman 3 Meter dan

Kedalaman 10 Meter di Nusa Penida 33

11 Nilai Indeks Kesesuaian Lahan Untuk Ekowista Kategori Selam (Diving) 38 12 Nilai Indeks Kesesuaian Lahan Untuk Ekowista Kategori Snorkeling 39 13 Nilai Indeks Kesesuaian Lahan Untuk Ekowista Kategori Wisata Pantai

(Rekreasi Pantai) 40

14 Daya Dukung Kawasan Di Nusa Penida Kategori Selam (Diving),

Snorkeling, dan Rekreasi Pantai 41

15 Sarana Kesehatan Per Desa/Kelurahan di Kecamatan Nusa Penida 46 16 PDRB Sektor Pariwisata Kabupaten Klungkung Tahun 2009 - 2011 55 17 Matriks Analisis Gap (Analisis Kesenjangan) Kesesuaian Pengelolaan

Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida 57

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Alur Pikir Penelitian 5

2 Peta Lokasi Penelitian 17

3 Peta Zonasi Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida 30 4 Kondisi Komunitas Karang di Kawasan Nusa Penida 34 5 Nilai Indeks Mortalitas Karang (Kematian Karang) Pada Lokasi

Penelitian 35

6 Kelimpahan Ikan Karang di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida 36 7 Aktifitas Wisatawan dalam Melakukan Snorkling di Kawasan Wisata

Desa Jungut Batu 39

8 Pantai Di Desa Sakti (Crystal Bay) 40

9 Persentase Wisatawan yang Berkunjungan Wisatawan di Kawasan

Konservasi Perairan Nusa Penida berdasarkan Asal Negara 42 10 Grafik Kunjungan Wisatawan di Nusa Penida dari Tahun 2007-2012 43 11 Persentase Sumber Informasi yang Diperoleh Responden Tentang

(16)

14 Yang Memanfaatkan Kawasan Wisata Nusa Penida 45 15 Persentase Penyebab Ketidakpuasan Wisatawan yang Berkunjung

16 Di Kawasan Wisata Nusa Penida 45

17 Persentase Tanggapan Responden Terhadap Penyebab Buruknya

18 Kawasan Wisata Nusa Penida 47

19 Metode pembersihan Pantai di Kawasan Wisata Nusa Penida 47 20 Persentase Biaya yang di Keluarkan Wisatawan Selama Berada di

Kawasan Nusa Penida 48

21 Persentase Kesediaan Membayar Biaya Masuk pada Lokasi Wisata

di Kawasan Nusa Penida 49

22 Persentase Peningkatan Pendapatan Masyarakat di Nusa Penida 51 23 Box Plot Skor Kesejahteraan Masyarakat Nusa Penida di Empat Desa

Sampling 53

DAFTAR LAMPIRAN

1 Persen tutupan Komunitas Karang dan Nilai Indeks Mortalitas Karang

2 Tahun 2010 di Nusa Penida, Bali 69

3 Persen tutupan Komunitas Karang dan Nilai Indeks Mortalitas Karang

4 Tahun 2011 di Nusa Penida, Bali 67

5 Persen tutupan Komunitas Karang dan Nilai Indeks Mortalitas Karang

6 Tahun 2012 di Nusa Penida, Bali 73

7 Persen Tutupan Komunitas Karang di Lokasi Penyelaman Pada Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida Tahun 2010 75 8 Persen Tutupan Komunitas Karang di Lokasi Penyelaman Pada

Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida Tahun 2011 76 9 Persen Tutupan Komunitas Karang di Lokasi Penyelaman Pada

Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida Tahun 2012 77 10 Karakteristik Responden Pada Rumah Tangga Masyarakat Pelaku

Wisata/ Pedagang di Nusa Penida 78

11 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat (Responden) Pada Rumah

Tangga Pekerja Wisata/ Pedagang di Nusa Penida 80 12 Hasil Analisis Indeks Kesesuaian Area Ekowisata Kategori Wisata

Selam (Diving) 84

13 Hasil Analisis Indeks kesesuaian Area Ekowisata Kategori Snorkeling 85 14 Hasil Analisis Indeks Kesesuaian Area Ekowisata Kategori Wisata

Pantai (Rekreasi Pantai) 87

15 Hasil Analisis Daya Dukung Kawasan (DDK) Untuk Ekowisata Bahari

Kategori Selam (Diving) 89

16 Hasil Analisis Daya Dukung Kawasan (DDK) Untuk Ekowisata Bahari

Kategori Snorkeling 90

17 Hasil Analisis Daya Dukung Kawasan (DDK) Untuk Ekowisata Bahari

(17)

18 Data Kunjungan Wisatawan Daya Tarik Wisata (DTW) di Kabupaten

Klungkung Tahun 1998 s/d 2012 92

19 Hasil Uji Koefisien Korelasi Rank Spearman Antara Tingkat Kesejahteraan keluarga dengan Karakteristik Indikator yang

Mempengaruhi Tingkat Kesejahteraan 93

20 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Klungkung Atas

Dasar Harga Berlaku dan Artas Dasar Harga Konstan 2000

Tahun 2009-2011 94

21 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Klungkung Atas

Dasar Harga Berlaku dan Artas Dasar Harga Konstan 2000

Tahun 2009-2011 (Hasil Analisis) 95

22 Dokumentasi Objek Wisata yang di Jumpai di Kawasan Wisata Nusa

Penida (Sumber : CTC, 2012) 98

23 Dokumentasi Pengambilan/Pengumpulan Data di Lapangan 100 24 Kegiatan Yang DiPerbolehkan dan Di Larang Dalam Zonasi KKP

Nusa Penida 105

(18)
(19)
(20)
(21)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengelolaan sumberdaya perairan melalui pengelolaan kawasan konservasi perairan merupakan suatu tindakan/langkah kooperatif yang dilakukan untuk mengembangkan suatu kawasan perairan. Pengelolaan kawasan konservasi perairan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan ekosistem dari kerusakan dan kepunahan akibat pemanfaatan yang berlebihan dan tidak terkontrol.

Kawasan konservasi perairan mempunyai peranan yang sangat penting baik secara ekologis maupun ekonomis, sehingga pengelolaannya harus menjadi prioritas utama. Petrosillo et al. (2007) menyatakan bahwa tujuan dibentuknya kawasan konservasi perairan adalah untuk melindungi seluruh sistem sosial-ekologi, meningkatkan status sosial-ekonomi masyarakat lokal, mengembangkan ekowisata dan mendorong pelestarian budaya tradisional. Pengelolaan kawasan konservasi perairan yang efektif tidak hanya melindungi keanekaragaman hayati tetapi juga akan mendukung pengelolaan perikanan berkelanjutan dan peningkatan ekonomi melalui aktivitas ekowisata bahari (PISCO 2002, Gell and Roberts 2003).

Kawasan konservasi perairan dan ekowisata merupakan satu kesatuan yang saling mendukung yang mana konsep dari pengembangan ekowisata sejalan dengan misi pengelolaan kawasan konservasi (Yulianda et al. 2010). Drumm and Moore (2005) mengungkapkan bahwa ekowisata merupakan strategi dalam pengembangan kawasan konservasi, dimana keduanya merupakan simbiosis mutualisme yakni ekowisata memerlukan kawasan konservasi dan sebaliknya kawasan konservasi memerlukan ekowisata.

Pengembangan kawasan konservasi perairan bertujuan untuk mengharmonisasikan antara kebutuhan ekonomi masyarakat dengan keinginan untuk melestarikan sumberdaya alam. Seiring dengan perkembangannya, kawasan konservasi perairan telah dimanfaatkan dengan berbagai tujuan seperti sebagai tempat penelitian, perlindungan alam, pelestarian spesies dan keragaman genetik, kegiatan wisata, kegiatan pendidikan lingkungan serta perlindungan unsur alam atau budaya yang spesifik.

(22)

2

Nusa Penida merupakan salah satu kawasan konservasi perairan yang ada di Indonesia dan telah dicadangkan melalui Peraturan Bupati Kabupaten Klungkung (Perbup) No. 12 Tahun 2010 dengan status kawasan adalah taman wisata perairan. Salah satu alasan pencadangan kawasan konservasi di Nusa Penida yaitu karena Nusa Penida memiliki organisme spesifik atau endemik yang menjadi daya tarik wisatawan yakni ikan mola-mola (sunfish), ikan pari manta, penyu, dan lumba-lumba sehingga dalam keberlanjutannya sangat perlu untuk dikonservasi.

Pencadangan kawasan konservasi perairan khususnya di Nusa Penida mempunyai dampak bagi masyarakat dan lingkungan laut (ekologi) yang berada di kawasan Nusa Penida karena kawasan ini dianggap sebagai kawasan wisata yang telah berkembang dan telah dikelola selama hampir 3 (tiga) tahun. Dampak yang dapat ditimbulkan bisa positif dan juga bisa negatif. Berdampak positif jika pengelolaan selama ini telah mensejahterakan masyarakat dan melindungi lingkungan laut (ekologi) dalam hal ini terumbu karang, dan organisme spesifik/ endemik yakni ikan mola-mola (sunfish), ikan pari manta, penyu dan lumba-lumba yang menjadi objek wisata terbesar serta organisme lainnya dan memiliki daya tarik bagi wisatawan. Dan sebaliknya akan berdampak negatif jika tidak adanya perbaikan terhadap lingkungan laut (ekologi) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kedua hal tersebut merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, sehingga dalam pengelolaan wilayah pesisir khususnya di kawasan konservasi perairan perlu memperhatikan keseimbangan dari kedua aspek tersebut.

Pengelolaan kawasan konservasi perairan berbasis masyarakat merupakan suatu upaya atau usaha masyarakat dan pemerintah untuk mempertahankan dan memperbaiki kualitas sumberdaya yang didalamnya terdapat ekosistem terumbu karang dan sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas sumberdaya lainnya yang berasosiasi dengan terumbu karang sehingga mendatangkan nilai ekonomi dan sosial bagi masyarakat dan pemerintah untuk mengembangkan wilayah pesisir khususnya pada wilayah kajian yaitu Nusa Penida. Kawasan ini telah dicadangkan menjadi kawasan konservasi perairan yang dikelola oleh pemerintah setempat, masyarakat dan LSM secara bersama-sama.

(23)

dan berdampak bagi kehidupan sosial dan perekonomian serta memelihara dan menjaga kelestarian ekologi kawasan.

1.2 Perumusan Masalah

Kawasan konservasi perairan pada dasarnya memiliki tujuan supaya tercapainya keterpaduan antara kepentingan ekologis, sosial dan ekonomi. Dengan dicadangkannya suatu kawasan menjadi kawasan konservasi itu berarti bahwa kawasan tersebut secara ekologis diharapkan dapat melindungi, memelihara dan melestarikan ekosistem yang ada dan yang berasosiasi dengannya sedangkan terhadap kondisi sosial dan ekonomi diharapkan supaya tercipta suatu sistem dan mekanisme pengelolaan yang berbasis masyarakat dengan memperhatikan dan mempertimbangkan aspek hukum dalam pemanfaatan potensinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Pengelolaan kawasan konservasi khususnya bagi perairan laut yang akan dijadikan sebagai objek wisata seharusnya berbasis ekowisata. Mengapa harus berbasis ekowisata? Karena tujuan dari kegiatan ekowisata yaitu meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh wisatawan terhadap lingkungan/ekologi namun memberi manfaat bagi masyarakat lokal yaitu meningkatnya kesejahteraan.

Ekowisata bahari dalam kawasan konservasi telah banyak dilakukan diberbagai tempat dan telah memberi manfaat kepada masyarakat lokal seperti di Great Barrier Reef Australia (Harriott, 2002), Bagalangit, Mabini (Oraciona et al. 2005), Torre Guaceto di Italy (Petrosillo et al. 2007), Pulau Calamianes di Philipina (Fabinyi, 2008), Montego Bay di Jamaica (Red-Grant and Bhat, 2009) serta beberapa Negara Asia Selatan seperti Pakistan, India, Srilanka, Maldives, dan Bangladesh (IUCN, CORDIO, dan ICRAN, 2008). Di Indonesia, kawasan konservasi perairan telah berkembang dan berdasarkan data telah terbentuk seluas 15,7 ha sampai pada tahun 2012 (Ruchimat et al. 2012). Berkembangnya kawasan konservasi di Indonesia tidak diiringi dengan kajian manfaat kawasan konservasi perairan tersebut terhadap kehidupan masyarakat serta lingkungan, oleh karena itu penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida belum menerapkan konsep ekowisata secara utuh.

2. Data atau informasi tentang bioekologi di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida belum tersedia secara lengkap.

(24)

4

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah

1. Mengkaji manfaat kawasan konservasi perairan di Nusa Penida dengan menggunakan konsep ekowisata.

2. Mengidentifikasi kondisi bioekologi kawasan wisata Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali

3. Menggambarkan karakteristik pengunjung/wisatawan daerah wisata Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali

4. Mengkaji dampak pengembangan ekowisata bahari terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat pesisir kawasan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali

5. Membuat rekomendasi pengelolaan wisata bahari yang memberi dampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir di kawasan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu :

1. Sebagai Informasi dasar bagi pengembangan ekowisata bahari di kawasan konservasi perairan di Nusa Penida.

2. Memberikan masukan bagi pengelola kawasan konservasi untuk mengelola kawasan konservasi di Nusa Penida secara efektif dan berkelanjutan

3. Sebagai referensi untuk pengembangan kawasan konservasi perairan bagi pengembangan ekowisata bahari yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

1.5 Kerangka Alur Pikir Penelitian

Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida dicadangkan berdasarkan Peraturan Bupati Kabupaten klungkung No. 12 tahun 2010 tepatnya pada tanggal 7 Juli 2010. Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan tersebut dimanfaatkan untuk wisata bahari, perikanan yang berkelanjutan, budidaya ramah lingkungan, penelitian dan pengembangan sosial ekonomi masyarakat serta pemanfaatan sumberdaya laut lainnya secara lestari. Sebelum Kabupaten Klungkung khususnya Kecamatan Nusa Penida dicadangkan sebagai kawasan konservasi, kegiatan wisata sudah berkembang.

(25)

pendapatan daerah semata sehingga prinsip-prinsip yang menjadi dasar dari pengelolaan kawasan konservasi menjadi terabaikan.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka disusun sebuah kerangka pemikiran seperti yang tertuang pada Gambar 1. Kerangka pemikiran ini didasarkan pada pencadangan Nusa Penida sebagai kawasan konservasi perairan yang dikelola oleh pemerintah daerah. Pengelolaannya ini akan dianalisis apakah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip ekowisata atau belum dengan menggunakan indeks kesesuaian ekowisata bahari dengan daya dukung kawasan di Nusa Penida dan dibandingkan dengan kondisi aktual atau eksisting apakah sudah mempunyai dampak kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dan kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian dan kealamian alam yang tersedia di Nusa Penida. Berdasarkan analisis gap yang dilakukan maka di buat rekomendasi pengelolaan kawasan konservasi perairan di Nusa Penida dengan tujuan untuk memanfaatkan kawasan konservasi tersebut secara optimal. Adapun kerangka alur pikir penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka alur pikir penelitian

Kesejahteraan Masyarakat Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida

(Peraturan Bupati Kab. Klungkung No. 12 Tahun 2010)

Pemanfaatan Berbasis

Ekowisata Pemanfaatan Aktual/ Existing

Potensi Wisata Bahari

Analisis Gap Analisis Kesesuaian & Daya

Dukung Ekowisata Bahari

Sesuai Prinsip Ekowisata

Rekomendasi Pengelolaan

(26)

6

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kawasan Konservasi Perairan (KKP)

2.1.1 Pengertian Kawasan Konservasi Perairan

Kawasan konservasi perairan merupakan terjemahan Pemerintah Indonesia yang berasal dari istilah Marine Protected Area (MPA) yang didefinisikan pada

World Wilderness Congress Ke-4 dan diadopsi oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) dalam General Assembly pada tahun 1994, adalah suatu daerah intertidal atau subtidal beserta flora dan fauna, dan penampakan sejarah serta budaya, yang dilindungi secara hukum atau cara lain yang efektif, untuk melindungi sebagian atau seluruh lingkungan disekitarnya (Kelleher, 1999; Kasasiah, 2013).

International Union for Conservation of Nature tahun 2008 (IUCN, 2008) telah merevisi defenisi Marine Protected Area (MPA) dari yang sebelumnya pada tahun 1994 menjadi Sebuah kawasan yang memiliki batas geografis yang jelas yang diakui, diperuntukkan dan dikelola, baik secara formal maupun tidak formal, agar dalam jangka panjang melindungi alam berikut jasa-jasa ekosistem dan nilai-nilai budayanya. Menurut FAO (2011), terdapat beberapa perbedaan KKP di beberapa negara, di Filipina kawasan konservasi merupakan daerah laut yang spesifik yang dilindungi hukum dan cara efektif lainnya serta pelaksanannya dipandu dengan aturan spesifik atau panduan untuk mengelola aktivitas dan melindungi sebagian dari seluruh wilayah pesisir dan lingkungan laut. Brazil mengategorikan KKP ke dalam dua daerah yaitu daerah tanpa penangkapan (inti/ no-take zone) dan daerah untuk pemanfaatan berkelanjutan, sedangkan di Senegal, KKP merupakan kawasan perlindungan dengan dasar keilmuan untuk generasi sekarang dan akan datang, dari sumberdaya alami dan budaya serta ekosistem yang menunjukkan lingkungan laut.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2007 mendefenisikan kawasan konservasi perairan sebagai suatu kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Kawasan yang dilindungi melalui definisi ini mencakup tidak hanya kawasan laut namun juga perairan secara umum, termasuk sungai dan danau. Sedangkan pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 17 Tahun 2008 mendefenisikan kawasan konservasi adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mempunyai ciri khas tertentu sebagai satu kesatuan ekosistem yang dilindungi, dilestarikan dan/atau dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan.

2.1.2 Manfaat Kawasan Konservasi Perairan

(27)

manfaat terhadap ekosistem, kawasan konservasi juga bermanfaat terhadap kegiatan ekowisata. Kegiatan ekowisata yang biasa dilakukan di kawasan terumbu karang yaitu menyelam dan snorkling. Gao dan Hailu (2011) mengemukakan bahwa kondisi ekosistem karang yang baik akan meningkatkan kekayaan ikan yang selanjutnya akan meningkatkan kegiatan wisata sebagai contoh wisata sport fishing.

Jennings (2009) menguraikan fungsi utama dalam pengelolaan adalah untuk memodifikasi tekanan-tekanan manusia terhadap ekosistem sumberdaya maka berbagai model pengelolaan telah dilakukan, salah satunya adalah pembentukan kawasan konservasi, telah diusulkan untuk mendukung pengelolaan yang lestari dan berkelanjutan. Daerah Perlindungan laut diakui diseluruh dunia, sebagai desain untuk melindungi sumberdaya dengan cara melindungi habitatnya, serta dapat menyelesaikan masalah konflik sumberdaya dan salah satu upaya pengembalikan sumberdaya yang telah tereklpoitasi serta kawasan yang terdegradasi (Maliao et al. 2004).

Angulo-Valdes and Hatcher (2010) menyebutkan bahwa ada 99 manfaat yang dapat dirasakan dengan adanya kawasan konservasi perairan yang terbagi dalam 9 kategori utama yaitu manfaat terhadap perikanan, non-perikanan, manfaat kepada pengelola, pendidikan/ penelitian, budaya, proses, manfaat kepada ekosistem, serta manfaat kepada spesies dan populasi. Menurut Eagles et al.

(2002) bahwa ketertarikan wisatawan berkunjung ke lokasi ekowisata dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dan lingkungan yang dijadikan sebagai kawasan konservasi (Tabel 1).

Tabel 1. Manfaat potensial dari ekowisata di kawasan konservasi

Kategori Manfaat

Jenis Manfaat Ekowisata bagi Masyarakat dan Lingkungan

Meningkatkan - Peningkatan lapangan kerja bagi masyarakat lokal perekonomian - Peningkatan pendapatan

masyarakat - Wisatawan dapat merangsang perkembangan usaha baru - Mendorong produksi barang-barang lokal

- Mendapatkan pasar baru untuk menghasilkan devisa - Memperbaiki standar hidup masyarakat stempat - Menghasilkan pajak lokal

- Pekerja dimungkinkan memperoleh keterampilan baru - Menghasilkan pembiayaan untuk kawasan konservasi dan untuk masyarakat lokal

Melindungi alam dan

- Melindungi proses ekologis teristerial maupun aliran sungai

Warisan budaya

- Memelihara keanekaragaman hayati (genus, spesies dan ekosistem)

- Melindungi, memelihara, nilai budaya dan membangun warisan sumberdaya

- Menciptakan nilai ekonomi dan perlindungan sumberdaya - Menyebarkan nilai-nilai konservasi seperti pendidikan

(28)

8

2.1.3 Zonasi Pada Kawasan Konservasi Perairan

Pembentukkan kawasan konservasi perairan tujuan utamanya yaitu untuk melindungi spesies/habitat keanekaragaman hayati dan mempertahankan pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. Sedangkan tujuan lainnya yaitu sebagai tempat penelitian ilmiah, pendidikan, pariwisata dan rekreasi. Tujuan pengelolaan kawasan tercermin atau terefleksi di dalam perencanaan zonasi. Suatu kawasan yang bertujuan untuk melindungi perikanan, zonasi akan diprioritaskan untuk melindungi wilayah atau tempat pemijahan ikan dan habitat penting lainnya yang mendukung keberlanjutan sumberdaya ikan. Oleh karena itu, zonasi merupakan tahapan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi.

Kategori Manfaat

Jenis Manfaat Ekowisata bagi Masyarakat dan Lingkungan

- Membantu untuk mengkomunikasikan dan menafsirkan nilai-nilai alam dan warisan budaya kepada pengunjung dan masyarakat setempat

Hal ini dapat membangun generasi baru yang merupakan konsumen yang bertanggung jawab

- Mendukung penelitian dan pengembangan jasa-jasa lingkungan dan pengelolaan sistem yang dapat meningkatkan kapasitas maupun kepedulian biro perjalanan dan bisnis wisata terhadap tanggung jawab lingkungan

- Memperbaiki fasilitas-fasilitas lokal, transportasi dan komunikasi

- Membantu pengembangan mekanisme keuangan sendiri bagi operasional kawasan konservasi

Meningkatkan - Mempromosikan nilai-nilai spiritual yang berhubungan dengan kesehatan

kualitas hidup - Mendukung pendidikan lingkungan bagi pengunjung dan masyarakat lokal

- Menyediakan atraksi lingkungan sebagai tujuan persinggahan bagi penduduk lokal dan pengunjung yang dapat mendukung aktivitas lain yang dapat dilakukan secara bergantian

- Memperbaiki pemahaman antar budaya

- Mendorong pengembangan budaya, kerajinan tangan dan seni

- Meningkatkan kualitas pendidikan bagi masyarakat lokal - Mendorong masyarakat untuk mempelajari bahasa dan

budaya asing yang dibawa oleh pengunjung dibawa oleh pengunjung

- Mendorong masyarakat lokal untuk menilai budaya dan lingkungan mereka

(29)

Istilah zonasi banyak digunakan dalam sistem penataan ruang, seperti ketentuan pada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Undang-Undang 27 tahun 2007 juga membahas zonasi khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.30 tahun 2010 mendefenisikan zonasi kawasan konservasi perairan adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang di kawasan konservasi perairan melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan ekosistem.

Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) diatur dengan sistem zonasi, yakni zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, dan zona lainnya (Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan). Untuk kasus-kasus yang spesifik, maka akan ada pembagian sub-sub zona sebagai bagian dari keempat zona utama yang penentuannya disesuaikan dengan potensi, karakteristik, dan pertimbangan sosial ekonomi masyarakat sekitar.

1. Zona inti adalah zona yang diperuntukkan bagi perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan, penelitian dan pendidikan dengan tetap mempertahankan perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas. Kriteria penentuan zona inti meliputi : daerah yang merupakan tempat pemijahan, pengasuhan atau alur migrasi ikan; daerah yang merupakan habitat biota perairan tertentu; mempunyai keanekaragaman jenis biota perairan beserta ekosistemnya; mempunyai ciri khas ekosistem alami dan mewakili keberadaan biota tertentu yang masih asli; mempunyai kondisi perairan yang relatif masih asli dan tidak atau belum terganggu manusia; mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidup jenis-jenis ikan tertentu untuk menunjang pengelolaan perikanan yang efektif dan menjamin berlangsungnya bio-ekologis secara alami; serta mempunyai ciri khas sebagai sumber plasma nutfah bagi KKP.

2. Zona perikanan berkelanjutan diperuntukkan bagi perlindungan habitat dan populasi ikan, penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan, budidaya ramah lingkungan, pariwisata dan rekreasi, penelitian dan pengembangan serta pendidikan. Penentuan zona perikanan berkelanjutan yaitu daerah yang memiliki nilai konservasi namun masih memiliki toleransi terhadap pemanfaatan budidaya ramah lingkungan dan penangkapan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan. Selain itu, mempunyai karakteristik ekosistem yang memungkinkan untuk berbagai pemanfaatan ramah lingkungan dan mendukung perikanan berkelanjutan, memiliki keanekaragaman jenis biota perairan beserta ekosistemnya, mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk mendukung kegiatan multifungsi dengan tidak merusak ekosistem aslinya, dan mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin pengelolaan budidaya ramah lingkungan, perikanan berkelanjutan, dan kegiatan sosial ekonomi dan budaya masyarakat, serta mempunyai karakteristik potensi dan keterwakilan biota perairan bernilai ekonomi.

(30)

10

dan pengembangan, dan pendidikan. Kriteria penentuan zona pemanfaatan ini diantaranya mempunyai daya tarik pariwisata alam berupa biota perairan beserta ekosistem perairan yang indah dan unik, mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensial dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi, dan mempunyai karakter objek penelitian dan pendidikan yang mendukung kepentingan konservasi, serta mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk berbagai kegiatan pemanfaatan dengan tidak merusak ekosistem aslinya.

4. Zona lainnya adalah zona diluar zona inti, zona perikanan berkelanjutan dan zona pemanfaatan yang diperuntukkan bagi zona rehabilitasi dalam rangka mengembalikan ekosistem kawasan yang rusak menjadi atau mendekati kondisi ekosistem alamiahnya. Zona khusus untuk kepentingan aktivitas, sarana penunjang kehidupan kelompok masyarakat dan/atau masyarakat adat yang tinggal di wilayah tersebut, dan kepentingan umum antara lain berupa sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi, dan jaringan listrik. Kriteria penentuan zona lainnya tergantung dari karakteristik kawasan seperti adanya perubahan fisik dan hayati yang secara ekologi berpengaruh kepada kelestarian ekosistem yang pemulihannya diperlukan campur tangan manusia, adanya invasif spesies (masuknya spesies lain) yang mengganggu jenis atau biota asli kawasan, dan adanya pemanfaatan lain yang sesuai kebutuhan zona dengan tetap memperhatikan daya dukung dari kawasan tersebut.

Sistem zonasi pada kawasan konservasi dan pulau-pulau kecil berdasarkan Peraturan Menteri Keluatan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 17 Tahun 2008 berbeda dengan sistem zonasi pada kawasan konservasi perairan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 60 Tahun 2007. Adapun sistem zonasi berdasarkan Permen KP Nomor 17 Tahun 2008 dibagi menjadi 3 zona yaitu zona inti, zona pemanfaatan terbatas, dan zona lainnya dengan penjelasan masing-masing zona adalah sebagai berikut :

1. Zona Inti merupakan zona perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan, serta alur migrasi biota laut, perlindungan ekosistem pesisir yang unik dan/atau rentan terhadap perubahan, perlindungan situs budaya/ adat tradisional, penelitian, dan/atau pendidikan. Zona inti ini terdiri dari a) daerah tempat berpijah (spawning ground), tempat bertelur (nesting site), daerah asuhan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground) ikan dan/atau biota perairan lainnya, b) ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil yang relatif masih utuh dan tidak terganggu, c) Ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil yang unik dan rentan terhadap perubahan.

2. Zona pemanfaatan terbatas diperuntukkan a) Perlindungan habitat dan populasi ikan, 2) pariwisata dan rekreasi, c) Penelitian dan pengembangan, d) Pendidikan.

3. Zona lainnya merupakan zona diluar zona inti dan zona pemanfaatan terbatas yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu antara lain zona rehabilitasi.

(31)

kawasan yang akan di konservasi. Sebagai contoh di Nusa Penida, zonanya dibagi dalam 7 subzona, sedangkan di Taman Nasional Wakatobi dibagi dalam 6 zona yang terdiri dari : 1) Zona Inti, 2) Zona Perlindungan Bahari, 3) Zona Pariwisata, 4) Zona Pemanfaatan Lokal, 5) Zona Pemanfaatan Umum, dan 6) Zona Daratan/Khusus. Adapun Penjelasan dari keenam zona tersebut adalah sebagai berikut (BTNW, 2007):

1. Zona Inti (Core Zone), bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota ataupun fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas.

2. Zona Perlindungan Bahari (No Take Zone), adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan.

3. Zona Pariwisata (Tourism Zone), adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya. Zona ini merupakan pusat rekreasi dan kunjungan pariwisata alam. Lokasinya berdekatan dengan daerah pemukiman dan mudah dijangkau/aksesibilitas mudah, sehingga pengembangannya dapat memberikan dampak keuntungan ekonomi bagi masyarakat setempat.

4. Zona Pemanfaatan Lokal (Local Using Zone), adalah zona yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan terbatas secara tradisional untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat sekitarnya yang biasanya menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam laut. Zona pemanfaatan lokal berfungsi dan diperuntukkan bagi pemanfaatan potensi sumber daya alam tertentu di kawasan taman nasional oleh masyarakat setempat (Wakatobi) secara lestari melalui pengaturan pemanfaatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dan peningkatan kesejahteraan. 5. Zona Pemanfaatan Umum (Common Using Zone), zona yang

diperuntukkan bagi pengembangan dan pemanfaatan perikanan laut dalam. Zona pemanfaatan umum berfungsi dan diperuntukkan bagi pemanfaatan potensi sumber daya perairan laut dalam di kawasan TNW baik oleh masyarakat setempat/lokal Wakatobi maupun oleh nelayan/ pengusaha perikanan dari luar Wakatobi dalam rangka pengembangan usaha perikanan pelagis/laut dalam yang akan mendukung pembangunan Kabupaten Wakatobi sesuai ketentuan yang berlaku.

(32)

12

2.2 Ekowisata

Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus. Kekhususan ini menjadikan ekowisata sering diposisikan sebagai lawan dari wisata massal. Perbedaannya dengan wisata massal adalah karakteristik produk dan pasar (Damanik dan Weber, 2006).

Ekowisata juga diartikan sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab dengan cara mengkonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (TIES 1990 dalam Fandeli 2000). Dari defenisi ini ekowisata dapat dipandang dari tiga perspektif yaitu :

1. Ekowisata sebagai produk yang merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumberdaya alam

2. Ekowisata sebagai pasar yang merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan

3. Ekowisata sebagai pendekatan pengembangan yang merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan. Disini kegiatan wisata yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khas ekowisata.

Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan yang membedakannya dengan wisata lain. Dalam prakteknya hal ini terlihat dalam bentuk kegiatan wisata yang :

a. Secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya

b. Melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan dan pengelolaan wisata serta memberikan sumbangan positif terhadap kesejahteraan mereka.

c. Dilakukan dalam bentuk wisata independen atau diorganisasi dalam bentuk kelompok kecil (UNEP, 2000).

Dengan kata lain ekowisata adalah bentuk industri pariwisata berbasis lingkungan yang memberikan dampak kecil bagi kerusakan alam dan budaya lokal sekaligus menciptakan peluang kerja dan pendapatan serta membantu kegiatan konservasi alam itu sendiri.

Dari defenisi tersebut diatas, dapat didefenisikan beberapa prinsip ekowisata (TIES 1990 dalam Fandeli, 2000), yaitu :

1. Perjalanan ke suatu tempat yang alami (involves travel to natural destinations), terkadang perjalanan yang jauh, ada penduduk atau tidak ada penduduk, biasanya lingkungan tersebut dilindungi.

(33)

3. Membangun kepedulian terhadap lingkungan (build environmental awareness). Unsur penting dalam ekowisata adalah pendidikan, baik kepada wisatawan maupun kepada masyarakat penyanggah obyek. Sebelumnya semua pihak yang terintegrasi dalam perjalanan wisata alam harus dibekali informasi tentang karakteristik obyek dan kode etik sehingga dampak negatif dapat diminimalkan.

4. Memberikan beberapa manfaat finansial secara langsung kepada kegiatan konservasi (provides direct financial benefits for conservation). Ekowisata dapat membantu meningkatkan perlindungan akan lingkungan, peneitian dan pendidikan, melalui mekanisme penarikan biaya masuk dan sebagainya. 5. Memberikan manfaat/keuntungan finansial dan pemberdayaan pada

masyarakat lokal (provides financial benefits and powerment for local people). Masyarakat akan merasa memiliki dan peduli terhadap kawasan konservasi apabila mereka mendapatkan manfaat yang menguntungkan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Keberadaan ekoturisme disuatu kawasan harus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat (local community walfare). Manfaat finansial dapat dimaksimalkan melalui pemberdayaan atau peningkatan kapasitas masyarakat lokal, baik dalam pendidikan, wirausaha, pemodalan dan manajemen.

6. Menghormati budaya setempat (respect localculture ). Ekoturisme disamping lebih ramah lingkungan, juga tidak bersifat destruktif, intrutif, polutan dan eksploitatif terhadap budaya setempat, yang justru merupakan salah satu

core” bagi pengembangan kawasan ekoturisme.

7. Mendukung gerakan hak asasi manusia dan demokrasi (support human right and democratic movement).

2.3 Ekowisata Bahari

(34)

14

lain sebagainya. Konsep wisata pesisir dan bahari di dasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karakteristik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah.

Perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ekowisata bahari haruslah dikakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir secara berkelanjutan haruslah dilakukan dengan perencanaan yang matang dengan pendekatan pengelolaan konservasi sehingga total dampaknya tidak melebihi kapasitas fungsionalnya (Dahuri et al. 2001).

Yulianda (2007) mendefenisikan ekowisata adalah pariwisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi yang mengutamakan kelestarian dan keseimbangan alam. Selanjutnya ditambahkan bahwa ekowisata bahari merupakan kegiatan wisata pesisir dan laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut.

Obyek ekowisata bahari dapat dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan a) Obyek komoditi yang terdiri dari penyu, duyung, paus, lumba-lumba, hiu, spesies endemik, pasir putih, dan ombak; b) Obyek ekosistem terdiri dari terumbu karang, mangrove, lamun, goba, dan pantai; c) Obyek kegiatan terdiri dari perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan sosial/budaya (Yulianda, 2007).

Kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari yaitu wisata pantai dan wisata bahari. Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan lingkungan pantai seperti rekreasi, olahraga, menikmati pemandangan dan iklim. Sedangkan wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya bawah laut dan dinamika air laut seperti wisata selam, snorkeling, selancar, jet ski, banana boat, kapal selam, wisata ekosistem lamun, wisata nelayan, wisata pendidikan, wisata pancing dan wisata satwa (Yulianda, 2007).

2.4 Aspek Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Pesisir

Aspek sosial ekonomi dan budaya masyarakat pesisir adalah suatu kajian terhadap hubungan sosial antara manusia yang berdiam di wilayah pesisir dengan sumberdaya alam yang ada. Wisata bahari merupakan salah satu aspek yang pelaksanaannya melibatkan sumberdaya alam yang tersedia di wilayah pesisir dengan kegiatan masyarakat. Adanya kegiatan wisata bahari di suatu wilayah akan berkaitan erat dengan manusia yang ada di wilayah tersebut sebagai konsumen dan akan mempengaruhi nilai sosial ekonomi dan budayanya.

(35)

Pada umumnya kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir dapat dinyatakan memprihatinkan yang dapat ditandai dengan rendahnya tingkat pendidikan, produktifitas, dan pendapatan. Menurut Nikijuluw (2001), tertinggalnya kelompok masyarakat pesisir dibanding dengan kelompok masyarakat lainnya yaitu salah satunya disebabkan oleh karena kurangnya kegiatan/proyek pembangunan yang menjangkau masyarakat pesisir, seperti terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, jalan dan lain sebagainya.

3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Pemilihan daerah ini dengan pertimbangan bahwa kawasan Nusa Penida merupakan kawasan wisata yang saat ini mulai berkembang. Waktu penelitian laksanakan pada bulan September 2012 – Februari 2013.

3.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan sekunder. Data primer merupakam data yang diperoleh langsung di lapangan, sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari kajian terhadap hasil penelitian, publikasi ilmiah, peraturan daerah, data dari instansi pemerintah, swasta, maupun lembaga swadaya masyarakat. Adapun jenis data dan sumber data serta metode pengumpulan datanya terlihat pada Tabel 2.

Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah objek yang terkait dengan kegiatan wisata bahari antara lain kawasan terumbu karang, pantai, wisatawan, masyarakat, pengusaha wisata, infrastruktur penunjang, dan instansi lain yang terkait dengan pengelolaan kawasan konservasi di Nusa Penida .

Penentuan responden dilakukan secara non-probability sampling, yakni

(36)

16

Tabel 2. Jenis dan metode pengumpulan data

Kebutuhan Data Jenis Data Sumber Data/ Metode

Pengumpulan Data Primer Sekunder

Data Ekologi :

Tutupan Karang CTC

Kondisi Ikan Karang CTC

Panjang Pantai √ Insitu

Lebar Pantai √ Insitu

Kecepatan Arus √ √ Insitu, Fauziyah (2012)

Kemiringan pantai √ Insitu

Data Sosial Ekonomi :

Kondisi dan Fasilitas

Perumahan √

Kuesioner & Wawancara Mendalam

Penghasilan/ Pendapatan

Masyarakat √

Kuesioner & Wawancara Mendalam

Konsumsi /Pengeluaran

Masyarakat √

Kuesioner & Wawancara Mendalam

Persepsi/Tanggapan Masyarakat terhadap kegiatan KKP di Nusa Penida

√ Kuesioner & Wawancara Mendalam

Karakteristik Wisatawan √ Kuesioner & Wawancara Mendalam

Jumlah Pengunjung di

Nusa Penida √

Dinas Kebudayaan & Pariwisata, Kab. Klungkung

Data Kependudukan Kantor Kecamatan Nusa

Penida Kab. Klungkung Dalam

Angka √ BPS, Kab. Klungkung

Nusa Penida Dalam

(37)
(38)
(39)

3.3Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan untuk menganalisis aspek-aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Adapun analisis yang digunakan adalah sebagai berikut :

3.3.1 Analisis Deskriptif

Analisis ini untuk mengetahui kondisi gambaran umum lokasi penelitian, data kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia pada kawasan Nusa Penida. Kondisi dan potensi sumberdaya yang ada dilakukan dengan analisis deskriptif dari hasil pengamatan lapangan dan data hasil penelitian sebelumnya yang masih relevan.

3.3.2 Persen Tutupan Komunitas Karang

Kondisi terumbu karang terutama persen tutupan komunitas karang, dihitung dengan persentasi karang hidup (life form) dan berdasarkan kategori. Data persen tutupan komunitas karang yang didapatkan dengan menggunakan metode LIT dihitung dengan menggunakan rumus :

Dimana : Ni = Persen penutupan komunitas karang li = Panjang total life form l jenis ke-i L = Panjang Transek (m)

Dari hasil perhitungan diatas akan dianalisis dengan menggunakan kategori persen tutupan karang dimana persen tutupan komunitas karang merupakan penjumlahan dari persentase tutupan karang keras, persentase tutupan karang lunak, dan tutupan kategori others (OT) (Yulianda, 2007). Kriteria tersebut menggunakan 4 kategori, yaitu :

a) Kategori rusak : 0 – 24,9% b) Kategori sedang/kritis : 25 – 50% c) Kategori baik : 50,1 – 75% d) Kategori sangat baik : 75,1 – 100%

3.3.3 Indeks Kematian Karang (Mortalitas Karang)

Penilaian suatu kondisi atau kesehatan karang tidak hanya berpatokan pada persentase tutupan karang, karena bisa terjadi bahwa dua daerah memiliki persentase tutupan karang hidupnya sama namun mempunyai tingkat kerusakan yang berbeda. Tingkat kerusakan ini terkait dengan besarnya perubahan karang hidup menjadi karang mati. Rasio kematian karang dapat diketahui melalui perhitungan indeks kematian karang (mortalitas karang) berdasarkan perhitungan yang telah ditetapkan oleh English et al. 1997 :

IM =

(40)

20

Nilai indeks kematian karang yang mendekati nol menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang berarti bagi karang hidup, sedangkan nilai yang mendekati satu menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang berarti dari karang hidup menjadi karang mati.

3.3.4 Kelimpahan Ikan Karang

Kelimpahan ikan karang akan dihitung dengan menggunakan rumus :

Kelimpahan suatu ikan karang =

3.3.5 Indeks Kesesuaian Ekowisata Bahari

Penentuan suatu kegiatan pemanfaatan yang dilakukan pada suatu kawasan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukkannya. Demikian halnya jika kawasan tersebut akan dijadikan sebagai kawasan ekowisata bahari maka perlu dianalisis dengan menggunakan rumus Indeks kesesuaian ekowisata bahari yang mengacu pada Yulianda et al. (2010), sebagai berikut :

Dalam menentukan kesesuaian ekowisata bahari ini tidak terlepas dari bantuan matriks kesesuaian yang disusun berdasarkan acuan kriteria kesesuaian setiap peruntukkan. Adapun matriks kesesuaian yang digunakan secara lengkap disajikan pada Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5 berikut :

Tabel 3. Matriks kesesuaian area untuk ekowisata kategori wisata selam

(41)

Keterangan :

Nilai Maksimum : 54

Kategori S1 : Sangat Sesuai, dengan nilai IKW : 75 – 100% Kategori S2 : Sesuai, dengan nilai IKW : 50 - < 75%

Kategori TS (S3 & N) : Tidak Sesuai, dengan nilai IKW < 50%

Tabel 4. Matriks kesesuaian area untuk ekowisata kategori wisata snorkling

Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor

Kategori TS (S3 & N) : Tidak Sesuai, dengan nilai IKW < 50% Tabel 5. Matriks kesesuaian area untuk wisata pantai kategori rekreasi

(42)

22

Kategori TS ((S3 & N) : Tidak Sesuai, dengan nilai IKW < 50%

3.3.6 Analisis Daya Dukung Kawasan Ekowisata Bahari

Analisis daya dukung ditujukan pada pengembangan wisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai, dan pulau-pulau kecil (PPK) secara lestari. Mengingat pengembangan ekowisata bahari tidak bersifat mass tourism , mudah rusak dan ruang untuk pengunjung terbatas, maka perlu daya dukung kawasan. Metode yang diperkenalkan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata alam dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK) (Yulianda et.al., 2010). Selanjutnya dikatakan bahwa konsep daya dukung ekowisata bahari mempertimbangkan dua hal, yaitu (1) kemampuan alam untuk mentolerir gangguan atau tekanan dari manusia, dan (2) keaslian sumberdaya alamnya.

(43)

DDK = K x x Dimana :

DDK = Daya dukung kawasan (orang)

K = Potensi Ekologis pengunjung per unit area (orang) Lp = Luas area yang dapat dimanfaatkan (m2)

Lt = Unit area untuk kategori tertentu (m2)

Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata

dalam satu hari (jam/hari)

Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap

kegiatan tertentu (jam/hari).

Potensi ekologis pengunjung (K) sangat ditentukan oleh kondisi sumberdaya alam dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan dan luas area yang dapat digunakan oleh pengunjung/ wisatawan (Lt) harus mempertimbangkan kemampuan alam dalam mentolerir pengunjung/wisatawan sehingga keaslian alam tetap terjaga (Tabel 6). Setiap melakukan kegiatan ekowisata, seperti snorkling, diving dan wisata pantai para pengunjung/wisatawan membutuhkan ruang gerak yang nyaman untuk beraktivitas dalam menikmati keindahan dan keaslian alam yang tersedia. Dalam melakukan aktivitas tersebut maka setiap kategori aktivitas ekowisata dibatasi oleh waktu (Tabel 7).

Tabel 6. Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan

Jenis Kegiatan

K

(∑ pengunjung)

Unit area

(Lt) Keterangan

Selam (Diving) 2 2000 m2 Setiap 2 orang dalam 200 m x 10 m

Snorkling 1 500 m2 Setiap 1 orang dalam 100 m x 5 m

Rekreasi Pantai 1 50 m 1 orang tiap 50 m panjang pantai

Sumber : Yulianda et al. (2010)

Tabel 7. Waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata

Jenis Kegiatan Waktu yang dibutuhkan (Wp) (Jam)

Total Waktu satu hari (Wt)

(Jam)

Selam (Diving) 2 8

Snorkling 3 6

Rekreasi Pantai 3 6

(44)

24

3.3.7 Evaluasi Kegiatan Kawasan Konservasi Perairan Terhadap

Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir yang Berada Pada Kawasan Nusa Penida

Tingkat kesejahteraan masyarakat pada penelitian ini dibedakan atas 3 (tiga) kelompok, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Indikator ini diadopsi dari indikator kesejahteraan Badan Pusat Statistik (BPS, 2011). Tingkat kesejahteraan masyarakat lokal/masyarakat setempat dilihat berdasarkan indikator-indikator kesejahteraan, yang meliputi: tingkat pendapatan/penghasilan keluarga, tingkat konsumsi/pengeluaran keluarga, pendidikan keluarga, kondisi perumahan, dan fasilitas perumahan. Indikator-indikator tersebut dianalisis secara deskriptif dengan sistem skor yang kemudian dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori tertentu. Indikator kesejahteraan ini dapat dilihat pada Tabel 8 berikut :

Tabel 8. Indikator tingkat kesejahteraan masyarakat

No Indikator Kesejahteraan Skor Bobot

1 Tingkat Pendapatan / penghasilan Keluarga :

2 Tingkat Konsumsi/pengeluaran Keluarga :

Diukur dari besarnya

pengeluaran RT perkapita dalam sebulan berpedoman pada data

Susenas 2011 yang digunakan BPS dalam penentuan Desa tertinggal di Indonesia

- > Rp. 1.000.000 - Tinggi 3

5 - Rp. 501.000 – Rp. 1.000.000 - Sedang 2

- Rp 100.000 - Rp. 500.000,- - Rendah 1 3 Pendidikan Keluarga :

- > 60 % jumlah anggota keluarga tamat SD

- < 30 % jumlah anggota keluarga tamat SD

- Rendah 1

4 Kesehatan Keluarga :

(45)

Sumber : BPS (Badan Pusat Statistik), 2011

Penentuan klasifikasi tingkat kesejahteraan masyarakat tesebut dilakukan dengan cara mengalikan bobot dengan skor, nilai tertinggi kemudian dikurangi dengan hasil kali bobot dengan skor terendah yang kemudian hasilnya dibagi tiga untuk membentuk tiga kategori dengan interval yang sama secara statistik dengan pembagian kelas sebagai berikut :

1. Tingkat kesejahteraan tinggi jika skor 51 - 63 2. Tingkat kesejahteraan sedang jika skor 36 - 50 3. Tingkat kesejahteraan rendah jika skor 21 – 35

No Indikator Kesejahteraan Skor Bobot

kayu (3)/ setengah tembok (4)/ Tembok (5)

- Permanen (Skor 15-21) 3 -. Status Kepemilikan : numpang (1)/

sewa (2)/ milik sendiri (3) - Semi permanen (skor 10-14) 2 6 Fasilitas Perumahan :

(46)

26

4

PROFIL KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

NUSA PENIDA

4.1 Kondisi Umum Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida

Nusa Penida merupakan sebuah kepulauan yang berada di Kabupaten Klungkung yang terdiri dari tiga pulau utama yaitu Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Kepulauan Nusa Penida terletak di sebelah tenggara Pulau Bali yang berada pada posisi 115025’ – 115037’ BT dan 8038’ – 8049’ LS.

Kecamatan Nusa Penida merupakan daerah kepulauan yang luas wilayah daratannya sekitar 202.840 hektar dengan panjang garis pantainya sekitar 83,50 km. Luas wilayah dengan garis pantai yang panjang menjadikan Kecamatan Nusa Penida menjadi kecamatan yang terluas dari tiga kecamatan yang ada di Kabupaten Klungkung. Kecamatan Nusa Penida ini berbatasan dengan Selat Badung di sebelah utara dan barat, selat Lombok di sebelah timur dan Samudera Indonesia di selatan (BPS, 2012)

Kecamatan Nusa Penida, secara administrasi terdiri dari 16 Desa, 79 Banjar Dinas, dan 37 Desa Adat. Jumlah Penduduk di Kecamatan Nusa Penida sebannyak 48.560 jiwa dengan rincian laki-laki sebanyak 23.707 jiwa dan perempuan berjumlah 24.853 jiwa dengan kepadatan rata-rata sebesar 237 jiwa per kilometer persegi dengan penyebaran yang tidak merata (BPS, 2012).

Penduduk Kecamatan Nusa Penida mayoritas beragama Hindu yaitu sebanyak 47.838 jiwa. Selain penganut agama Hindu di Nusa Penida juga terdapat penduduk dengan penganut agama Islam sebanyak 689 jiwa, Kristen Protestan sebanyak 24 jiwa dan Kristen Katolik sebanyak 9 jiwa.

Nusa Penida dapat ditempuh dengan menggunakan sarana transportasi laut seperti perahu, speedboad, dan kapal roro dari beberapa lokasi/ pelabuhan yakni Pantai Sanur, Pelabuhan Padang Bai, dan dari Kabupaten Klungkung daratan dengan waktu tempuh sekitar 30 – 45 menit. Di Kecamatan Nusa Penida juga terdapat 2 SPBU untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak bagi masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor.

4.2 Pembentukan Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida

Gambar

Tabel 2.  Jenis dan metode pengumpulan data
Gambar  2.  Peta lokasi penelitian
Tabel 3. Matriks kesesuaian area untuk ekowisata kategori wisata selam
Tabel 5. Matriks kesesuaian area untuk  wisata pantai kategori rekreasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kerjasama kursus (In House Training) adalah pelatihan yang diberikan kepada pihak.. eksternal maupun internal dibidang jasa pelayanan kursus bahasa asing

[r]

Tempat : Kantor Layanan Pengadaan Barang/Jasa Provinsi Kalimantan Barat Alamat : Komplek Kantor Gubernur Jl4. Ahmad

mendapatkan kepastian (dan menyamakan persepsi): Apakah yang dimaksudkan oleh panitia itu (karena bulan Nopember 2012 masih berjalan) adalah pajak yang dilaporkan pada bulan

Selama tahun 2016, perusahaan-perusahaan yang terlibat aktif di Inisiatif ini bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan pimpinan perusahaan, mencari cara untuk memperbaiki

Lucas JR, Henry C, Analisis, Desain, Dan Implementasi Sistem Informasi, Penerbit Erlangga, Edisi Tiga, Jakarta, 1987.. M.J Alexander, Information System Analysis : Theory

[r]

Gelanggang Olah Raga Tertutup adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk kegiatan bermain (anak) olah raga sebagai usaha pokok dan dapat