• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Larutan Fisiologis Mammalia untuk Preservasi Semen Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) (Lepidoptera: Saturniidae

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Larutan Fisiologis Mammalia untuk Preservasi Semen Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) (Lepidoptera: Saturniidae"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN LARUTAN FISIOLOGIS MAMMALIA

UNTUK PRESERVASI SEMEN ULAT SUTERA LIAR

(

Attacus atlas)

(Lepidoptera: Saturniidae)

RIDHO SEPTIADI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Larutan Fisiologis Mammalia untuk Preservasi Semen Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) (Lepidoptera: Saturniidae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

RIDHO SEPTIADI. Penggunaan Larutan Fisiologis Mammalia Untuk Preservasi Semen Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) (Lepidoptera: Saturniidae). Dibimbing oleh R IIS ARIFIANTINI dan DAMIANA RITA EKASTUTI.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh larutan fisiologis mammalia dan suhu terhadap daya tahan hidup dari semen Attacus atlas. Semen dari sepuluh ngengat A. atlas dikoleksi menggunakan tabung eppendorf. Semen yang telah dikoleksi dibagi ke dalam empat tabung, kemudian semen diencerkan menggunakan NaCl 0.9%, dextrose 5%, dextrose 10%, atau Ringer’s laktat dengan perbandingan 1:1. Semen yang telah diencerkan dibagi ke dalam dua tabung dan masing-masing disimpan di refrigerator(2–5 ºC) atau suhu ruangan (28–29 ºC). Motilitas spermatozoa dievaluasi setiap dua belas jam sekali sampai tidak ditemukannya spermatozoa yang bergerak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan fisiologis mammalia yang digunakan tidak memengaruhi daya tahan hidup spermatozoa A. atlas (p>0.05). Semen yang disimpan pada refrigerator dapat memperpanjang daya tahan hidup spermatozoa hingga 77.70±40.12 jam dibandingkan daya tahan hidup spermatozoa yang disimpan pada suhu ruangan hanya 46.20±9.23 jam.

Kata kunci: Attacus atlas, larutan fisiologi, preservasi semen, suhu

ABSTRACT

RIDHO SEPTIADI. The Use of Mammal’s Physiological Solutions for Semen Preservation of Wild Silkworm (Attacus atlas) (Lepidoptera: Saturniidae). Supervised by R IIS ARIFIANTINI and DAMIANA RITA EKASTUTI.

The purpose of this study was to evaluate the effects of physiological solutions and temperature on the storing capacity of A. atlas’s semen. Semen from ten imago were collected using eppendorf tube. Collected semen than divided into four tubes and each of them diluted 1:1 with NaCl 0.9%, dextrose 5%, dextrose 10%, or Ringer’s lactate. Diluted semen divided into two tubes and storage each of them at refrigerator (2–5 ºC) or room temperature (28–29ºC). The viability of sperm was evaluate every 12 hours until no sperm movement was found. The result indicated that there was no significantly difference among physiological solutions (p>0.05) on the storing capacity of A. atlas sperm. Semen storage at refrigerator demonstated prolongs viability up to 77.70±40.12 hours compare with room temperature only 46.20±9.23.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PENGGUNAAN LARUTAN FISIOLOGIS MAMMALIA

UNTUK PRESERVASI SEMEN ULAT SUTERA LIAR

(

Attacus atlas

) (Lepidoptera: Saturniidae)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(6)
(7)

Judul Skripsi : Penggunaan Larutan Fisiologis Mammalia untuk Preservasi Semen Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) (Lepidoptera: Saturniidae)

Nama : Ridho Septiadi NIM : B04090193

Disetujui oleh

Prof Dr Dra R Iis Arifiantini MSi Pembimbing I

Dr drh Damiana Rita Ekastuti MS Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono MS PhD APVet Wakil Dekan

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah Preservasi semen, dengan judul Penggunaan Larutan Fisiologis Mammalia untuk Preservasi Semen Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) (Lepidotera: Saturniidae).

Terima kasih penulis ucapkan kepada

1. Ibu Prof Dr Dra R Iis Arifiantini MSi dan ibu Dr drh Damiana Rita Ekastuti MS selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing, mengoreksi dan memberi saran dalam melakukan penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi.

2. Dr drh Agustin Indrawati MBiomed selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberi saran dan nasehatnya dalam kegiatan akademik.

3. Pertamina Foundation yang telah memberikan dana penelitian. 4. Pak Nursam, dan staf Laboratorium Anatomi, Fisiologi dan

Farmakologi maupun staf di Unit Reproduksi dan Rehabilitasi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi yang telah membantu dan berkontribusi sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar. 5. Teman-teman sepenelitian Attacus atlas (Muttaqin, Eko, M. Allex,

Ridho Walidaini),

Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada ayahanda Lukeman SP serta ibunda Sari Sekar Kamalia SPd, adik-adik tercinta, Arief Cahya Perkasa, Deis Rahma Julia, dan serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungannya dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman di Kontrakan, sahabat-sahabat yang telah memberikan motivasi dan teman-teman seperjuangan Geochelone FKH IPB 46.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini tidaklah sempurna, sehingga diharapkan adanya saran dan kritik yang diberikan dari pembaca untuk memperbaiki proses dan hasil penelitian berikutnya. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 5

Waktu dan Tempat 5

Alat 5

Bahan 5

Langkah Kerja 6

Persiapan 6

Pengambilan Kokon 6

Koleksi Semen 6

Pengenceran Semen 7

Pengamatan Daya Tahan Hidup Spermatozoa 7

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Pengaruh Berbagai Larutan Fisiologis Mammalia 8

Pengaruh Suhu Penyimpanan Semen 10

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 13

(11)

DAFTAR TABEL

1 Daya hidup spermatozoa (jam) dalam berbagai larutan fisiologis

mammalia dan disimpan dalam suhu berbeda 8

2 Korelasi dan koefisien determinasi antara faktor jenis larutan fisiologis mammalia terhadap daya tahan hidup spermatozoa A.

atlas 9

3 Perbandingan jumlah volume semen A. atlas terhadap daya tahan hidup spermatozoa yang diberi perlakuan jenis larutan

pengencer dan suhu yang berbeda 10

4 Pengaruh volume semen A. atlas yang digunakan terhadap daya tahan hidup spermatozoa pada jenis larutan fisiologis mammalia berbeda dan disimpan pada suhu yang berbeda 10 5 Korelasi dan koefisien determinasi pengaruh penyimpanan

semen pada suhu berbeda terhadap daya tahan hidup

spermatozoa 11

DAFTAR GAMBAR

1 Attacus atlas 6

2 Penampungan semen A. atlas 6

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara kaya akan keanekaragaman hayati. Salah satu kekayaan itu adalah serangga penghasil serat sutera. Ulat sutera di Indonesia saat ini dikenal ada beberapa jenis yaitu Attacus atlas (Peigler 1989), dan Cricula trifenestrata (Suriana 2011). Attacus atlas berasal dari Familia Saturniidae merupakan salah satu spesies penghasil serat sutera yang hidup liar di alam Indonesia (Peigler 1989).

Budidaya ulat sutera A. atlas merupakan satu di antara kegiatan agro-industri. Kegiatan ini memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitar dan dapat mendatangkan banyak keuntungan. Keuntungan yang dapat diperoleh diantaranya menambah penghasilan masyarakat dan pemasukkan devisa negara. Hal ini dikarenakan harga jual kokon dari A. atlas sangat tinggi (Saleh 2004). Saat ini permintaan akan serat atau benang sutera dari A. atlas sangat tinggi mencapai sekitar 10 ton/bulan terutama permintaan dari negara Jepang yang dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan kimono. Serat sutera yang dihasilkan oleh kokon A. atlas memiliki warna cokelat keemasan sampai coklat (Awan 2007). Bahan serat sutera dari A. atlas ini juga dapat digunakan sebagai bahan dasar banyak komoditi olahan industri sepeti industri tekstil (batik, kain, dasi, wol, kemeja), industri makanan, industri farmasi, kosmetik, industri elektronik, dan kerajinan tangan. Faatih (2005) menyatakan bahwa limbah dari kokon A. atlas ini mengandung anti bakteri, dapat digunakan sebagai pengawet dan pengemas makanan.

Banyaknya permintaan serat sutera A. atlas tidak dapat dipenuhi, hal ini dikarenakan produksi serat sutera A. atlas masih diambil dari alam. Produksi kokon juga dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, pakan, dan habitat (Mulyani 2008). Jika A. atlas dipelihara pada lingkungan yang memiliki suhu yang panas maka produktivitasnya akan menurun. Hal ini berkaitan dengan sifat A. atlas sebagai hewan berdarah dingin (poikilotherm) yaitu suhu tubuhnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Suhu yang optimal pada perkembangan ulat sutera secara umum pada suhu lingkungan 23–25 ºC dengan kelembaban 80–90% (Nursita). Suhu yang sesuai bagi pertumbuhan ulat sutera A. atlas pada kisaran 25–28 ºC dengan kelembaban 46–80% (Mulyani 2008).

(13)

2

Perumusan Masalah

Dari uraian diatas telah disebutkan bahwa permintaan bahan dasar serat sutera A. atlas sangat tinggi, dan selama ini hanya dipenuhi dengan mengambil kokon A. atlas di alam. Hal ini menyebabkan penurunan populasi A. atlas. Terjadinya penurunan populasi tersebut harus segera diatasi.Salah satu cara adalah dilakukan program pembudidayaan A. atlas. Usaha budidaya terkendala tidak tersedia bibit A. atlas yang berkualitas tinggi dan berkesinambungan. Selama ini bibit A. atlas hanya ditemukan di alam dan belum ada penyedia bibit secara komersil. Kendala penyediaan bibit dikarenakan kemunculan ngengat jantan tidak bersamaan dengan ngengat betina pada ruangan pemeliharaan,umur hidup ngengat sangat singkat, dan umur hidup pada ngengat jantan lebih pendek daripada ngengat betina. Selain itu sering sekali kehadiran ngengat jantan dan betina yang bersamaan dalam ruangan pemeliharaan namun tidak terjadi proses perkawinan (Awan 2007).

Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dilakukannya upaya teknologi reproduksi seperti inseminasi buatan (IB). Inseminasi buatan adalah memasukkan sperma pejantan ke alat kelamin betina. Untuk melakukan hal itu perlu dilakukannya preservasi sperma. Hingga saat ini belum diketahui larutan pengencer yang dapat digunakan untuk preservasi semen A. atlas sebelum dilakukannya IB.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh penggunaan berbagai larutan fisiologis mammalia dan suhu penyimpanan untuk preservasi semen ngengat A. atlas.

Manfaat Penelitian

(14)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Ulat sutera liar A. atlas

Ulat sutera liar A. atlas merupakan salah satu spesies penghasil serat sutera yang hidup dan banyak ditemukan di hutan-hutan tropis dan subtropis seperti Asia timur, Asia Selatan, Asia Tenggara termasuk di Indonesia (Peigler 1989). Di Indonesia A. atlas penyebaranya meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. A. atlas juga ditemukan di Purwakarta (Baskoro 2008; Rianto 2010) dan di Yogyakarta (Sukirno 2009).

Menurut Peigler (1989) A. atlas dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Filum : Arthopoda dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian kepala, thoraks dan abdomen. Pada bagian kepala ngengat terdapat sepasang antena. Ukuran antena pada ngengat (imago) jantan lebih besar dibandingkan ukuran antena pada betina. Antena ngengat jantan ini memiliki kemoreseptor yang berfungsi sebagai pendektesi feromon seks yang dihasilkan oleh ngengat betina A. atlas (Mulyani 2008). Ukuran sayap pada ngengat A. atlas dapat mencapai 25 cm (Pracaya 2008). Sayap ini digunakan sebagai alat untuk terbang (Awan 2007).

Perkembangan Ulat Sutra

A. atlas adalah serangga yang mengalami proses metamorfosis sempurna dalam siklus hidupnya. A. atlas merupakan salah satu serangga yang melewati stadium telur, larva, pupa, dan imago. Stadium imago pada A. atlas betina (fase dewasa) selalu dapat menghasilkan telur sebanyak 126–380 butir (Mulyani 2008). Jika telur yang dihasilkan ngengat betina terjadi melalui proses perkawinan maka telurnya akan fertil dan dapat menetas menjadi ulat sutera stadium larva. Ngengat betina akan menghasilkan telur dalam peride 2–6 hari setelah kawin. Jika ngengat betina memproduksi telur tidak melalui proses perkawinan maka telurnya tidak akan dapat menetas, telur ini disebut telur infertil (Mulyani 2008). Masa inkubasi telur dipengaruhi oleh faktor suhu dan genetik induk. Umumnya telur menetas pada waktu pagi hari (Awan 2007). Masa inkubasi telur selama 8–10 hari (Desiana 2008).

(15)

4

Mulyani (2008) ada tujuh tahap instar (Nazar 1990). Tahapan instar pada larva dimulai dari menetasnya telur (instar ke-1). A. atlas akan ganti kulit (kulit eksoskeleton) memasuki tahap instar ke-2 dan seterusnya sampai ke-6 (Awan 2007). Setiap instar memiliki ciri-ciri, ukuran larva, dan perilaku yang berbeda-beda sesuai dengan tahap instarnya. Waktu pada tahap instar ke-6 merupakan tahap yang paling lama dibandingkan tahap instar lainnya (Mulyani 2008).

Pada stadium ini A. atlas memiliki sifat sebagai hewan polifagus (Peglier 1989). Polifagus merupakan sifat hewan yang memakan berbagai daun-daunan. Menurut Peigler (1989) sekitar 90 jenis daun dapat dijadikan makanan larva A. atlas diantaranya daun-daunan dari tanaman senggugu (Indrawan 2007), cengkeh (Nazar 1990), Ylang-ylang (Adria 1997), jarak pagar (Desianda 2011), sirsak, kaliki (Mulyani 2008). Larva ulat sutera memerlukan dedaunan yang memiliki kandungan protein yang tinggi. Hal ini berguna mempercepat pertambahan bobot larva (Mulyani 2008).

Setelah melewati semua tahapan instar dari instar pertama hingga tahap instar keenam, maka larva A. atlas akan membentuk kokon sesuai dengan ukuran tubuhnya (Desianda 2011). Pada fase ini A. atlas memasuki stadium pupa. Kokon yang dihasilkan ini berfungsi sebagai pelindung pupa dari gangguan lingkungan luar yang buruk, dan menjaga kondisi sekitar pupa tetap sesuai. Karaktristik kokon yang dihasilkan dipengaruhi oleh suhu, kelembaban (Setiorini 2009) dan pakan (Mulyani 2008). Kokon berwarna coklat keemasan sampai cokelat tua (Awan 2007). Menurut Nazar (1990) larva yang diberi daun cengkeh akan menghasilkan kokon berbentuk lonjong dengan panjang 3.5–4.5 cm dan lebar 0.8–1.2 cm. Kokon yang dihasilkan oleh larva yang diberi pakan daun teh memiliki lebar 1.94–3.4cm dengan panjang 3.37–6.81 cm (Baskoro 2008). Stadium pupa ini sangat penting dalam proses organogenesis. Pada proses organogenesis terjadi pembentukan organ-organ sayap, kaki, kepala, dan struktur organ reproduksi (Desianda 2011). Oleh karena itu, jika terjadi gangguan pada stadium ini maka akan menyebabkan kegagalan proses organogenesis dan kemungkinan dapat menyebabkan kematian (Awan 2007). Nazar (1990) menyatakan stadium pupa A. atlas berlangsung sekitar 27–32 hari.

Stadium imago merupakan stadium terakhir dari perkembangan A. atlas. Ngengat akan keluar dari kokon melalui celah yang terdapat di ujung anterior kokon. Menurut Nazar (1990) ngengat akan keluar melalui pangkal kokon. Celah ini berada dekat tempat menempelnya kokon pada daun. Pada stadium ini A. atlas tidak membutuhkan makan dan masa hidupnya pun singkat. Awan (2007) menyatakan bahwa umur ngengat jantan hanya 2–4 hari sedangkan pada ngengat betina dapat bertahan 2–10 hari.

Preservasi Semen

(16)

5 Medium yang digunakan harus mengandung berbagai komponen, diantaranya buffer, sumber makanan dan anti cold shock (Arifiantini et al. 2013). Medium atau bahan pengencer pada ternak telah banyak dikembangkan diantaranya menggunakan bahan skim (Arifiantini et al. 2013), Tris Kuning telur (Widjaya 2011), sitrat kuning telur (Anggraeny et al. 2004). Pada Lepidoptera, termasuk ngengat A. atlas (bentuk dewasa ulat sutra), preservasi semen belum dilakukan dan jenis pengencer apa yang harus digunakan belum diketahui.

Larutan fisiologis merupakan larutan yang mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan darah mammalia. Larutan ini banyak dijual di apotik dengan berbagai kandungan. Sebagai contoh Larutan NaCl 0.9% memiliki kandungan elektrolit yang berupa ion Na+ dan Cl-. Larutan fisiologis Ringer’s laktat memiliki kandungan ion-ion berupa Na+,Cl-, Ca+, K+ dan laktat (Wahyuni 2012), Ringer’s laktat mengandung Na+, Cl-, Ca+, dan Mg+. Ion Na+, K+ dan Cl- berfungsi sebagai pengatur osmolaritas (Solihatiet al. 2006). Larutan Ringer’s laktat memiliki garam mineral yang isotonis dan memiliki larutan penyangga (buffer) (Danang et al. 2012).

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Reproduksi (Unit Reproduksi dan Rehabilitasi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi) dan di Laboratorium Metabolisme, (Departemen Anatomi, fisiologi dan Farmakologi), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya kandang kasa berukuran 50x50x50 (cm3), pipet tetes, mikro pipet dan tip, gelas tabung, tabung eppendorf, gelas objek dan cover glass, mikroskop cahaya (Olympus CH 20), termometer ruangan, refrigerator (suhu 2–5ºC), tissue, kertas label dan pensil, spoit 1 ml, dan wadah untuk menaruh tabung eppendorf.

Bahan

(17)

6

Langkah Kerja Persiapan

Tahap pertama dari langkah kerja penelitian ini adalah menyiapkan semua peralatan dan kandang kasa. Kandang kasa digunakan sebagai tempat pemeliharaan A. atlas.

Pengambilan Kokon

Penyediaan bibit dilakukan dengan cara mengambil kokon (stadium pupa A. atlas) dari perkebunan teh di daerah Purwakarta Jawa Barat. Kokon yang berkualitas baik dimasukkan kedalam kandang kasa berukuran 50x50x50 (cm3). Kokon ditempatkan ke dalam kandang kasa dengan posisi tidak bertumpukan. Hal ini dimaksudkan agar ngengat dapat dengan mudah keluar dari kokon. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk mengetahui perkembangan dan kemunculan ngengat (imago) jantan.

Koleksi Semen

Ngengat (imago) jantan yang telah keluar dari kokon dapat langsung diambil atau dilakukan penampungan semen. Penampungan semen dilakukan dengan cara memegang kedua sayap ngengat. Bagian posterior abdomen dimasukkan ke dalam tabung eppendorf dan ditunggu hingga terjadi ejakulasi. Semen yang diejakulasikan akan masuk kedalam tabung eppendorf. Jika penampungan selesai maka tabung eppendorf segera ditutup untuk menghindari kontaminasi.

(18)

7 Pengenceran Semen

Semen yang telah ditampung langsung dievaluasi secara mikroskopis. Evaluasi secara mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat natif menggunakan larutan NaCl 0.9% kemudian diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x40. Hal ini dilakukan untuk melihat hidupnya spermatozoa dari semen yang ditampung. Semen yang spermatozoanya hidup dijadikan sampel kemudian dibagi menjadi empat bagian dan dimasukkan ke dalam empat tabung eppendorf. Tiap tabung ditambahkan larutan fisiologis mammalia yaitu NaCl 0.9%, dextrose 5%, dextrose 10%, atau Ringer’s laktat dengan perbandingan 1:1 dan semen tersebut dihomogenkan. Semen cair tersebut dibagi menjadi dua bagian yang ditempatkan ke dalam tabung eppendorf yang berbeda dan diberi label sesuai dengan perlakuan. Masing-masing disimpan pada suhu refrigerator (2–5ºC) dan suhu ruangan (28–29ºC).

Pengamatan Daya Tahan Hidup Spermatozoa

Pengamatan daya tahan hidup spermatozoa dilakukan dua belas jam sekali. Semen cair diteteskan pada sebuah gelas objek kemudian ditutup cover glass (preparat natif). Preparat diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x40. Penilaian daya tahan hidup spermatozoa dilakukan dengan mengamati seberapa lama spermatozoa dapat bertahan hidup. Pengamatan ini dilakukan sampai ditemukan tidak ada spermatozoa yang bergerak.

Analisis Data

Penelitian dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial dengan sepuluh kali pengulangan.Faktor pertama adalah jenis pengencer (NaCl 0.9%, dextrose 5%, dextrose 10%, dan Ringer’s laktat). Faktor kedua yaitu perbedaan suhu penyimpanan sampel (suhu ruangan dan suhu refrigerator). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan software SPSS 17.0 untuk melihat pengaruh faktor perlakuan terhadap daya tahan hidup spermatozoa dan intraksi antar perlakuan dengan analisa ragam (Analyse of Variant/ANOVA). Jika hasil analisis data menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncant. Uji regresi linier dilakukan untuk melihat korelasi dan koefisien determinan faktor perlakuan terhadap daya tahan hidup spermatozoa.

(19)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Berbagai Larutan Fisiologis Mammalia

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis larutan fisiologis mammalia yang digunakan tidak memengaruhi daya tahan hidup spermatozoa A.atlas (p>0.05). Perbandingan daya tahan hidup spermatozoa yang diberi empat jenis larutan fisiologis mammalia dan disimpan dalam suhu berbeda disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Daya hidup spermatozoa (jam) dalam berbagai larutan fisiologis mammalia dan disimpan dalam suhu berbeda

Suhu Pengencer Rataan

NaCl 0.9 % dextrose 5% dextrose 10% Ringer’s laktat

Ruangan 46.80 11. 9345.60 7.59 46.80 8.85 45.60 9.46 46.20 9.23b Refrigerator 3.20 42.12 80.40 38.80 81.60 43.74 75.60 41.58 77.70 40.12a

Rataan 60.00 33.04 63.00 32.54 64.20 35.53 60.60 33.14 TN

Keterangan: huruf superscript berbeda (a;b) pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis larutan fisiologis mammalia yang digunakan terhadap daya tahan hidup spermatozoa memiliki koefisien korelasi yang positif. Namun hubungan antara jenis larutan fisiologis mammalia yang digunakan tidak memengaruhi secara signifikan terhadap daya tahan hidup spermatozoa (p>0.05). Secara deskriptif daya tahan hidup spermatozoa A. atlas yang disimpan pada suhu refrigerator tertinggi adalah pada larutan dextrose 10% maupun dextrose 5% masing-masing 81.60 dan 80.40 jam,

sedangkan pada larutan Ringer’s laktat dan NaCl 0.9% hanya 75.60 dan 73.20

jam. Pada suhu ruangan daya tahan hidup spermatozoa hampir sama berkisar antara 45.60 dan 46.80 jam pada semua larutan.

Daya tahan hidup spermatozoa pada larutan dextrose (5 dan 10%) sedikit lebih tinggi diduga berkaitan dengan konsentrasi glukosa yang terkandung di dalam kedua larutan tersebut (Wahyuni 2012; Ridwan 2008). Glukosa merupakan salah satu karbohidrat yang berperan penting dalam mempertahankan kualitas sperma selama proses preservasi pada penelitian berbagai hewan ternak dengan hasil yang baik (Ridwan 2008; Labetubun dan Siwa 2011). Glukosa juga dapat menurunkan titik beku pada semen (Watson 2004).

Keempat larutan tersebut dapat digunakan untuk preservasi semen A. atlas diduga karena masing-masing larutan mempunyai kandungan yang tidak bersifat toksik untuk spermatozoa. Dalam larutan NaCl 0.9% terkandung elektrolit berupa ion Na+ dan Cl-, demikian juga dengan Ringer’s laktat memiliki kandungan ion-ion berupa Na+,Cl-, Ca+, K+ dan laktat (Wahyuni 2012; Solihati et al. 2006) dan Mg+ (Solihatiet al. 2006). Ion Na+, K+,dan Cl- berfungsi sebagai pengatur

(20)

9 sehingga larutan NaCl dan Ringer’s laktat menciptakan suasana isotonis dalam semen yang dapat mempertahankan hidup spermatozoa.

Larutan NaCl 0.9% dan Ringer’s laktat tidak memiliki sumber glukosa yang dapat dimanfaatkan spermatozoa sebagai sumber energi. Spermatozoa hanya memanfaatkan sumber glukosa yang terbatas berasal dari subtrat yang ada pada plasma semen. Selain itu, glukosa dapat digunakan sebagai sumber energi untuk mempertahankan motilitas spermatozoa, energi yang dihasilkan dapat memetabolisme asam laktat menjadi asam piruvat sehingga tidak terjadi penumpukan asam laktat. Pada setiap proses metabolisme menghasilkan panas. Energi panas yang dihasilkan dapat digunakan untuk mempertahankan suhu internal yang relatif stabil dalam jangka waktu yang lebih lama. Oleh karena itu, larutan dextrose 10% dapat memperpanjang daya hidup spermatozoa pada suhu ruangan maupun suhu refrigerator lebih lama dibandingkan dengan larutan pengencer lainnya.

Koefisien determinasi jenis larutan fisiologis mammalia yang digunakan sebagai pengencer terhadap daya tahan hidup spermatozoa A. atlas yang adalah 0.38. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh faktor jenis larutan fisiologis mammalia hanya memengaruhi sebesar 38%, artinya daya tahan hidup spermatozoa dipengaruhi oleh faktor lain sebesar 62% (Tabel 2).

Tabel 2 Korelasi dan koefisien determinasi antara faktor jenis larutan fisiologis mammalia terhadap daya tahan hidup spermatozoa A. atlas

Faktor Daya tahan hidup sperma

Korelasi Koefisiensi determinan (R2)

Jenis larutan pengencer 0.20 0.38

Volume semen A. atlas yang diencerkan berbeda untuk setiap pengulangannya (Tabel 3). Perbedaan jumlah volume semen yang diencerkan ini lebih dikarenakan faktor jumlah ejakulat semen A. atlas yang ditampung dari tiap individu ngengat A. atlas berbeda. Perbedaan jumlah ejakulat ini dapat dipengaruhi oleh faktor proses ejakulasi. Menurut Feradis (2010) proses ejakulasi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor hormonal, metabolisme, dan keturunan.Faktor eksternal yang memengaruhi antara lain adalah faktor lingkungan. Selain faktor diatas, faktor umur ngengat A. atlas juga memengaruhi volume ejakulat. Ngengat yang berusia lebih dari satu hari biasanya sudah mengalami ejakulasi sebelumnya sehingga pada saat dikoleksi semennya hanya sedikit.

(21)

10

Tabel 3 Perbandingan jumlah volume semen A. atlas terhadap daya tahan hidup spermatozoa yang diberi perlakuan jenis larutan pengencer dan suhu yang berbeda

No Volume (ml)

Daya tahan hidup spermatozoa pada suhu ruangan (jam)

Daya tahan hidup spermatozoa pada suhu refrigerator(jam) hidup spermatozoa pada jenis larutan fisiologis mammalia berbeda dan disimpan pada suhu yang berbeda

(22)

11 faktor terbesar yang memengaruhi daya tahan hidup spermatozoa sebesar 97 % (Tabel 5).

Tabel 5 Korelasi dan koefisien determinasi pengaruh penyimpanan semen pada suhu berbeda terhadap daya tahan hidup spermatozoa

Faktor Daya tahan hidup sperma

Korelasi R2

Suhu 0.99** 0.97

Keterangan: Superscript (**) menunjukkan adanya korelasi yang sangat signifikan (p<0.01)

Perbedaan daya tahan hidup spermatozoa berkaitan dengan perbedaan laju metabolisme dari spermatozoa. Laju metabolisme spermatozoa lebih tinggi pada suhu ruangan dibandingkan dengan suhu rendah (suhu refrigerator). Menurut Yuwono (2005) laju metabolisme spermatozoa dipengaruhi oleh enzim metabolisme di dalam sel. Enzim berfungsi sebagai biokatalis, sehingga dapat mempercepat reaksi transformasi kimia sejuta kali lipat dibandingkan dengan transformasi tanpa katalis. Suhu berpengaruh terhadap aktivitas enzim, dan setiap enzim memiliki fungsi optimum jika berada pada rentan suhu yang tepat. Pada keadaan dibawah suhu optimum fungsi enzim sebagai katalis akan menurun, hal ini mengakibatkan laju metabolisme pada spermatozoa dalam suhu refrigerator juga menurun sehingga daya hidupnya diperpanjang.

Spermatozoa memetabolisme karbohidrat sebagai sumber energi, jika laju metabolisme tinggi maka glukosa yang digunakan sebagai sumber energi lebih cepat habis. Hal ini menyebabkan asam piruvat hasil metabolisme tidak dapat dirombak dan dibuang. Efek samping dari proses metabolisme ini menghasilkan asam laktat (Ngili 2009). Asam laktat yang berlebihan akan menyebabkan penurunan pH semen. Plasma semen memiliki pH sekitar 7.0 (Toelihere 1981). Kondisi pH semen yang asam akan bersifat toksik sehingga dapat menyebabkan kematian spermatozoa. Semakin tinggi laju metabolisme maka semakin cepat terjadinya penumpukan asam laktat pada semen yang disimpan. Oleh karena itu, umur spermatozoa menjadi lebih lama dan daya tahan hidup spermatozoalebih tinggi pada penyimpanan suhu refrigerator dibandingkan semen yang disimpan pada suhu ruangan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(23)

12

Saran

(24)

13

DAFTAR PUSTAKA

Adria. 2010. Populasi dan intensitas seragan hama Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) dan Aspidomorpha miliaris (Coleoptera: Chrysomelidae) pada tanaman ylang-ylang. JLITRI. 16 (2):77-82.

Adria, Idris H. 1997. Aspek biologis hama penting pada tanaman ylang-ylang. JPTI. 3(2):37-42.

Anggraeny YN, Affandhi L, Rasyid A. 2004. Effektifitas substitusi pengencer tris-sitrat dan kolesterol menggunakan air kelapa dan kuning telur terhadap kualitas semen beku Sapi potong. Semnas Teknologi Peternakan dan Veteriner: 49-56.

Arifiantini RI, Purwantara B, Yusuf TL, Sajuthi D. 2013. The quality of stallion semen in skim milk and dimitropoulos extenders preserved at 5 oC and ambient temperature supplemented with different sugar. Media Peternakan. 36 (1):45-51

Awan A. 2007. Domestikasi ulat sutera liar Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) dalam usaha meningkatkan persuteraan nasional [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Baskoro A. 2008. Karakteristik kulit kokon segar ulat sutera liar (Attacus atlas) dari perkebunan teh di daerah Purwakarta [Skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.

Danang DR, Isnaini N, Trisunuwati P. 2012. Pengaruh lama simpan semen terhadap kualitas spermatozoa ayam kampung dalam pengencer Ringer’s laktat pada suhu 4ºC. J Tern Trop. 13(1):47–57.

Desiana RR. 2008. Produktivitas dan daya tetas telur ulat sutera liar (Attacus atlas) asal Purwakarta pada berbagai jenis kandang pengawinan [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Desianda R. 2011. Domestikasi ulat sutera liar (Attacsa atlas L) dengan pakan daun jarak pagar (Jatropha curcas L) dan sirsak (Annona muricata L) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Faatih M. 2005. Aktifitas anti-mikroba kokon Attacus atlas, L. JPST. 6(1):35-48. Feradis MP. 2010. Bioteknologi Reproduksi pada Ternak. Bandung (ID): Alfabeta. Indrawan M. 2007. Karakter sutera dari ulat jedung (Attacus atlas) yang

dipelihara pada tanaman pakan senggugu (Clerodendron serratum Spreng). JBiodiversitas. 8(3):215-217.

Labetubun J, Siwa IP. 2011. Kualitas spermatozoa kauda epididimis sapi bali dengan penambahan laktosa atau maltosa yang dipreservasi pada suhu 3– 5ºC. J Vet. 12(3):200-207.

Mulyani N. 2008. Biologi Attacus atlasL. (Lepidoptera: Saturniidae) dengan pakan daun kaliki (Ricinus communis L.) dan jarak pagar (Jatropha curcas L.) di laboratorium [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(25)

14

Ngili Y. 2009. Biokimia (Metabolisme dan Bioenergitika). Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

Nursita IW. [tahun terbit tidak diketahui]. Perbandingan produktifitas ulat sutera dari dua tempat pembibitan yang berbeda pada kondisi lingkungan pemeliharaan panas. JIIP. 21(3):10-17.

Peigler SR.1989. A Revision of the Indo Australian Genus Attacus. The Lepidoptera Research Fondation. California (US): Inc.Beverly Hilis.

Pracaya. 2008. Hama dan Penyakit Tanaman. Ed ke-11. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Ridwan. 2008. Pengaruh Jenis Pengecer Semen Terhadap Motilitas, Abnormalitas dan Daya Tahan Hidup Spermatozoa Ayam Buras pada Penyimpanan Suhu 5ºC. J Agroland. 15(3):229-235.

Rianto F. 2010. Performa Reproduksi Imago Attacus atlas L. yang Berasal dari Perkebunan Teh Purwakarta [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Saleh. 2004. Sutera Alam Menunggu Investor. Jakarta (ID): Mitra Bisnis.

Salisbury GW, Van Denmark NL. 1985.Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi BuatanPada Sapi. Diterjemahkan oleh R. Djanuar.Yogyakarta (ID):Gadjah Mada University Press.

Setiorini N. 2009. Karakteristik kokon ulat sutera liar (Attacus atlas) hasil pengokonan di laboratorium lapang Fakultas Peternakan IPB [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Solihati N, Idi R, Setiawan R, Asmara IY. 2006. Pengaruh lama penyimpanan semen cair ayam buras pada suhu 5 ºC terhadap periode fertil dan fertilitas sperma. J Ilmu Ternak. 6(1):7-11.

Sukirno. 2009. Metode pemeliharaan ulat sutera liar atakas, Attacus atlas (Linn) (Lepidoptera: Saturniidae) menggunakan pakan buatan berbasis empat jenis pakan alami di laboratorium [Tesis]. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Suriana. 2011. Morfometri dan keragaman genetik ulat sutera liar Cricula

trifenestrata (Lepidoptera: Saturiidae) [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Toelihere MR. 1981.Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung (ID): Angkasa. Wahyuni L. 2012. Cairan infus (komposisi, indikasi). [Internet] (ID): http:

wordpress.com/2012/02/18/cairan-infus-komposisi-indikasi.

Watson F. 2004. Pengaruh Isolasi dan Antifreeze/Gliserol pada Termoregulasi Hewan Simulasi hidup di Kondisi Dingin. JMAMPU. 25(25):376-384. Widjaya N. 2011. Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning

Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC. Sains Peternakan. 9(2):72-76.

Wiyanti DC, Isnaini N, Trisumawati P. 2013. Pengaruh lama simpan semen dalam pengencer NaCl fisiologis pada suhu ruang terhadap kualitas spermatozoa ayam kampung (Gallus domesticus). J Vet. 7(1):53-55.

(26)

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 2 September 1991 di Banjit, Way Kanan, Lampung. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Lukeman SP dan Ibu Sari Sekar Kamalia SPd. Penulis berasal dari Bali Sadar Selatan, Banjit, Way Kanan, Lampung.

Gambar

Gambar 1 Penampungan semen A. atlas
Tabel 3 Perbandingan jumlah volume semen A. atlas terhadap daya tahan hidup spermatozoa yang diberi perlakuan jenis larutan pengencer dan suhu yang berbeda

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2007: 132) Sistem pembelajaran menggunakan modul memiliki perbedaan dengan system pembelajaran pada umumnya yaitu sistem

Kalau yang dimaksud dengan produk budaya adalah teks/bahasa yang digunakan Allah dalam menyampaikan pesan- pesan-Nya adalah bahasa manusia, sedang bahasa

kemampuan penalaran dan kretivitas belajar matematika melalui upaya. penerapan teknik pembelajaran Brainstorming siswa kelas

Setelah diadakan observasi awal dan diskusi dengan guru kolaborator, maka di pilih cara pemecahan masalah dengan menerapkan metode student teams achievement division

Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat rahmat-Nyalah skripsi saya ini yang berjudulEKSISTENSI LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) DALAM

terhadap fogging insektisida malathion 5% yang digunakan untuk pemberantasan vektor nyamuk di wilayah Kota Denpasar sebagai daerah endemis DBD tahun 2016 ”.. 1.3

Untuk memperjelas penelitian, maka dibatasi hanya mengkaji pengaruh dua variabel saja yaitu strategi dengan ilustrasi model pizza dan kemampuan penalaran