• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Physical Quality Evaluation of Palm Kernel Powder with Cassava Waste and Cassava Meal Addition during Storage

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Physical Quality Evaluation of Palm Kernel Powder with Cassava Waste and Cassava Meal Addition during Storage"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

E

EVALUA

DEP

ASI KUAL

BAHAN

PARTEME

LITAS FI

N PENGIS

SELAM

IRNA

EN ILMU N FAKUL INSTITUT

ISIK TEP

SI ONGG

MA PENY

 

 

 

 

 

 

 

 

SKRIPS A EKA SYA

NUTRISI D LTAS PETE T PERTAN

2012

PUNG IN

GOK DAN

YIMPANA

SI

AMFITRI

DAN TEKN ERNAKAN NIAN BOG

TI SAWI

N GAPLE

AN

NOLOGI P N

OR

IT DENG

EK

PAKAN

i

(2)

ii

RINGKASAN

IRNA EKA SYAMFITRI. D24080092. 2012. Evaluasi Kualitas Fisik Tepung Inti

Sawit dengan Bahan Pengisi Onggok dan Gaplek selama Penyimpanan. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc.

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, M.Sc.

Tingginya harga bahan pakan impor menyebabkan harga ransum menjadi tinggi, sehingga perlu dilakukan peningkatan efisiensi penggunaan bahan pakan lokal untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan pakan impor. Meningkatnya kebutuhan ternak terhadap pakan mendorong terciptanya bahan pakan yang berkualitas. Kualitas bahan pakan dapat diuji dengan menggunakan beberapa metode salah satunya adalah uji fisik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur perubahan sifat fisik tepung inti sawit selama penyimpanan dengan bahan pengisi onggok dan gaplek. Taraf perlakuan yang diberikan adalah P1 (100% inti sawit), P2 (15% onggok + 85% inti sawit), P3 (30% onggok + 70% inti sawit), P4 (45% onggok + 55% inti sawit), P5 (15% gaplek + 85% inti sawit), P6 (30% gaplek + 70% inti sawit), dan P7 (45% gaplek + 55% inti sawit).

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial (7x3) dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah jenis bahan perlakuan (P1, P2, P3, P4, P5, P6, dan P7) dan faktor kedua adalah lamanya penyimpanan (0, 4, dan 8 minggu). Peubah yang diamati adalah perubahan berat jenis (kg/m3), kerapatan tumpukan (kg/m3), kerapatan pemadatan tumpukan (kg/m3), sudut tumpukan (°), ukuran partikel (mm), dan pH bahan. Jika terdapat hasil yang berbeda nyata diuji lanjut dengan menggunakan uji kontras ortogonal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap berat jenis, tetapi taraf perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat jenis. Lama penyimpanan dan taraf perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kerapatan tumpukan dan sudut tumpukan. Interaksi antara lama penyimpanan dengan taraf perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kerapatan pemadatan tumpukan, ukuran partikel, dan nilai pH. Tepung inti sawit dengan perlakuan gaplek memiliki nilai berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan yang lebih tinggi daripada tepung inti sawit dengan perlakuan onggok. Tepung inti sawit dengan bahan pengisi gaplek lebih baik dari pada onggok.

(3)

iii

ABSTRACT

The Physical Quality Evaluation of Palm Kernel Powder with Cassava Waste and Cassava Meal Addition during Storage

Syamfitri, I. E., Nahrowi and A. D. Lubis

The objective of the research purpose was to measure the physical changes of palm kernel powder with cassava waste and cassava meal addition during storage. Seven treatments were used namely P1 (100% palm kernel), P2 (15% cassava waste + 85% palm kernel), P3 (30% cassava waste + 70% palm kernel), P4 (45% cassava waste + 55% palm kernel), P5 (15% cassava meal + 85% palm kernel), P6 (30% cassava meal + 70% palm kernel) and P7 (45% cassava meal + 55% palm kernel). The study was arranged in a Factorial Completely Randomize Design (7x3) with 3 replications. The first factor was levels of cassava waste or cassava meal (P1, P2, P3, P4, P5, P6, and P7). The second factor was storage time (0, 4, and 8 weeks). The parameters observed were specific density, bulk density, compacted bulk density, angle of repose, particle size, and pH value. Differences between treatments were determined with contrasting orthogonal test. The result showed that storage time did not significantly affect the specific density. However, the levels of treatment significantly affect (P<0,01) the specific density. Storage time and levels of treatment significantly affect (P<0,01) the bulk density and angle of repose. Interaction between storage time and levels of treatment significantly affect (P<0,01) the compacted bulk density, particle size and pH value. Palm kernel powder with addition of cassava meal showed the highest specific density, bulk density, compacted bulk density, angle of repose, and pH value. It is concluded that palm kernel powder with addition of cassava meal was better than of cassava waste.

Keywords : cassava meal, cassava waste, palm kernel powder, physical properties,

(4)

iv

EVALUASI KUALITAS FISIK TEPUNG INTI SAWIT DENGAN

BAHAN PENGISI ONGGOK DAN GAPLEK

SELAMA PENYIMPANAN

IRNA EKA SYAMFITRI D24080092

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

v Judul Skripsi : Evaluasi Kualitas Fisik Tepung Inti Sawit dengan Bahan

Pengisi Onggok dan Gaplek selama Penyimpanan

Nama : Irna Eka Syamfitri

NIM : D24080092

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc.) (Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, M.Sc.)

NIP. 19620425 198603 1 002 NIP. 19670103 199303 1 001

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr.) NIP. 19670506 199103 1 001

(6)

Se da Sy pe ta da ta ke da N da U ke 20 da M 20 Penul elatan pada

ari tiga be

yafrudin d

endidikan f

ahun 1995.

asar di SD

ahun 2002.

e Madrasah

an lulus pad

Negeri (SMA

Tahun

an Teknolog

Undangan Sa

emahasiswa

008/2009, a

an Teknolo

Mahasiswa (B

010/2011.

lis dilahirk

a tanggal 24

ersaudara, d

dan Ibu

formal di T

Tahun 199

Negeri 50

Penulis ke

h Tsanawiya

da tahun 20

A N 4) Solok

n 2008, pen

gi Pakan, Fa

aringan Mas

aan selama

anggota Him

ogi pada t

BEM) Faku

RIW

kan di Uju

4 April 199

dari pasang

Indrayani.

K Bhayang

97, penulis

0 Kuranji d

emudian me

ah Negeri (M

05. Tahun 2

k Selatan da

nulis diterim

akultas Pete

suk IPB (US

di kampu mpunan Ma tahun 2009 ultas Petern WAYAT H ungpandang

0 sebagai a

gan Bapak Penulis gkari Buluk memasuki dan diseles elanjutkan MTsN) Mo 2005, penul

an lulus pad

ma sebagai

ernakan, Ins

SMI IPB). P

s, seperti a

ahasiswa M

9/2010 dan nakan divisi HIDUP g, Sulawesi anak sulung Syamsuar mengawali kumba pada pendidikan aikan pada pendidikan odel Padang lis diterima

da tahun 200

i mahasisw stitut Pertan Penulis akti anggota Ge Makanan Te n menjadi Informasi d i g r i a n a n g di Sekolah 08. wi Departem

nian Bogor m

if dalam ber

entra Kahem

ernak (Hima

anggota B

dan Komun

Bogor, S

Irna E D

h Menengah

men Ilmu N

melalui Pro

rbagai organ

man pada

asiter) biro

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan

dengan judul Evaluasi Kualitas Fisik Tepung Inti Sawit dengan Bahan Pengisi

Onggok dan Gaplek selama Penyimpanan, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mulai bulan

Oktober – Desember 2011 bertempat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan,

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB.

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di

dunia. Saat ini Indonesia adalah salah satu eksportir terbesar minyak dan bungkil inti

sawit, namun pada tahun mendatang keadaan ini tidak akan bertahan jika Indonesia

hanya mengandalkan produk minyak kelapa sawit dan bungkil inti sawit. Pasalnya

sejumlah negara saat ini sedang mengembangkan perkebunan kelapa sawit salah

satunya adalah Brazil.

Diversifikasi produk kelapa sawit menjadi tepung inti sawit merupakan

tawaran produk yang menjanjikan dalam upaya pemenuhan ketersediaan bahan

pakan lokal dan mengatasi permasalahan persaingan produk kelapa sawit di dunia.

Kajian kualitas tepung inti sawit dengan bahan pengisi onggok dan gaplek sebagai

pakan belum pernah dilaporkan, oleh karena itu pengkajian terhadap kualitas fisik

tepung inti sawit dengan bahan pengisi onggok dan gaplek sangat esensial dilakukan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi salah satu sumber

ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2012

(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ………. ii

ABSTRACT ……… iii

RIWAYAT HIDUP ………. vi

KATA PENGANTAR ………. vii

DAFTAR ISI ……… viii

DAFTAR TABEL ………... x

DAFTAR GAMBAR ………... xi

DAFTAR LAMPIRAN ……… xii

PENDAHULUAN ……….. 1

Latar Belakang ………..……….. 1

Tujuan ……….. 2

TINJAUAN PUSTAKA ……….. 3

Kelapa Sawit ………... 3

Inti Sawit ……….……… 4

Gaplek ………...……….. 5

Onggok ……….……… 6

Sifat Fisik Bahan …...……….. 7

Kerapatan Tumpukan ………...………. 7

Kerapatan Pemadatan Tumpukan ………. 8

Sudut Tumpukan ...……… 9

Berat Jenis ……….……… 9

Ukuran Partikel ……..………... 10

Derajat Keasaman (pH)…..………... 11

Pengemasan ………. 12

Pengaruh Penyimpanan terhadap Kualitas Fisik …...………….. 13

Kerusakan selama Penyimpanan ………. 14

MATERI DAN METODE …..……… 15

Lokasi dan Waktu …..……….………... 15

Materi ….……… 15

Alat ……… 15

Bahan ……… 15

Komposisi Zat Makanan Bahan ………. 15

Metode ………...………. 16

(9)

ix

Tahap Persiapan Bahan …..………... 16

Penyimpanan Tepung Inti Sawit ...……… 17

Peubah yang diamati …….………….……….... 17

Berat Jenis …………..………..………. 17

Kerapatan Tumpukan …………...………. 17

Kerapatan Pemadatan Tumpukan …..……… 18

Sudut Tumpukan ………... 18

Ukuran Partikel …..……… 18

pH Bahan ………...……… 20

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ….……….. 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 21

Keadaan Umum Bahan ……….. 21

Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan ………... 22

Kadar Air ………... 24

Sifat Fisik Bahan ……… 24

Berat Jenis ………. 24

Kerapatan Tumpukan ……… 26

Kerapatan Pemadatan Tumpukan ………. 27

Sudut Tumpukan ………... 29

Ukuran Partikel ………. 30

Derajat Keasaman (pH) ………. 31

Hubungan Kerapatan Tumpukan dengan Ukuran Partikel …… 32

Hubungan Sudut Tumpukan dengan Ukuran Partikel ………... 33

Hubungan Serat Kasar terhadap Ukuran Partikel ……….. 34

KESIMPULAN DAN SARAN ………... 36

Kesimpulan ……… 36

Saran ……….. 36

UCAPAN TERIMA KASIH ………... 37

DAFTAR PUSTAKA ……….……… 38

LAMPIRAN ……….……….. 42

(10)

x

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Spesifikasi Persyaratan Mutu Inti Sawit ……….. 5

2. Komposisi Kimia Inti Sawit Hasil Analisis ………. 5

3. Komposisi Kimia Onggok ………... 6

4. Kriteria Penilaian Kerapatan Tumpukan ………. 7

5. Nilai Kerapatan Tumpukan beberapa Bahan Pakan ………….... 8

6. Nilai Kerapatan Pemadatan Tumpukan beberapa Bahan Pakan ... 8

7. Sudut Tumpukan beberapa Bahan Pakan ……….... 9

8. Nilai Berat Jenis beberapa Bahan Pakan ………. 10

9. Pengaruh Ukuran Partikel terhadap Nilai Kerapatan Tumpukan dan Berat Jenis beberapa Bahan Pakan (kg/m3) ……….. 11

10. Nilai Derajat Keasaman (pH) beberapa Bahan Pakan …………. 12

11. Hasil Analisis Proksimat Inti Sawit, Onggok, dan Gaplek (100% BK) ……….. 15

12. Pengukuran Kadar Kehalusan dan Ukuran Partikel ... 19

13. Rataan Suhu dan Kelembaban selama Penyimpanan ………….. 22

14. Perbandingan Suhu dan Kelembaban antara Pagi, Siang, dan Sore selama Penyimpanan ………... 23

15. Rataan Kadar Air selama Penyimpanan (%) ………... 24

16. Rataan Berat Jenis selama Penyimpanan (kg/m3) ………... 25

17. Rataan Kerapatan Tumpukan selama Penyimpanan (kg/m3) ….. 26

18. Rataan Kerapatan Pemadatan Tumpukan selama Penyimpanan (kg/m3) ………. 28

19. Rataan Sudut Tumpukan Bahan selama Penyimpanan (°) …….. 29

20. Rataan Ukuran Partikel selama Penyimpanan (mm) …………... 30

21. Rataan Nilai pH Bahan selama Penyimpanan ………. 31

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bentuk Umum Tandan Buah Kelapa Sawit ….………... 3

2. Persentase Bagian-Bagian Kelapa Sawit beserta Hasil

Ikutannya ……….. 4

3. Bentuk Umum Buah Inti Sawit ……… 5

4. Bagan Alur Pembuatan Tepung Inti Sawit ………... 16

5. Tumpukan Bata Mati Bahan Pakan selama Penyimpanan …... 17

6. Pengukuran Sudut Tumpukan ……….. 18

7. Vibrator Ballmill ……….. 19

8. Bentuk dan Warna Tepung Inti Sawit dengan Taraf Onggok

dan Gaplek yang Berbeda ………. 21

9. Hubungan antara Kerapatan Tumpukan dengan Ukuran

Partikel ……….. 33

10. Hubungan antara Sudut Tumpukan dengan Ukuran

Partikel ……….. 33

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Sidik Ragam Berat Jenis ………... 43

2. Uji Lanjut Kontras Ortogonal Berat Jenis ……….. 43

3. Hasil Sidik Ragam Kerapatan Tumpukan ……….. 43

4. Uji Lanjut Kontras Ortogonal Kerapatan Tumpukan ……... 44

5. Hasil Sidik Ragam Kerapatan Pemadatan Tumpukan ……... 44

6. Hasil Sidik Ragam Sudut Tumpukan ………. 44

7. Uji Lanjut Kontras Ortogonal Sudut Tumpukan ……… 45

8. Hasil Sidik Ragam Ukuran Partikel ………... 45

(13)

1

PENDAHULUAN Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di

dunia dengan luas areal tanam yaitu sebesar 8.110.400 ha dan hasil produksi sebesar

21.958.100 ton (BPS, 2010). Luas areal tanam dan produksi kelapa sawit di berbagai

daerah seperti di Aceh berturut-turut adalah sebesar 327.200 ha dan 709.000 ton,

Sumatera Utara 1.141.800 ha dan 3.981.600 ton, Sumatera Barat 363.000 ha dan

905.100 ton, Riau 1.628.400 ha dan 5.462.500 ton, Kalimantan Barat 615.800 ha dan

1.373.200 ton, Kalimantan Tengah 873.500 ha dan 1.828.700 ton, serta Kalimantan

Selatan 435.500 ha dan 1.051.500 ton (BPS, 2010). Saat ini Indonesia merupakan

salah satu eksportir terbesar minyak dan bungkil inti sawit, namun pada tahun

mendatang keadaan ini tidak akan bertahan jika Indonesia hanya mengandalkan

produk minyak kelapa sawit dan bungkil inti sawit. Pasalnya sejumlah negara saat ini

sedang mengembangkan perkebunan kelapa sawit salah satunya adalah Brazil.

Badan Penelitian Pertanian Brazil telah mengidentifikasi sekitar 29 juta

hektar lahan yang sesuai untuk perkebunan kelapa sawit di Amazon dan 2,8 juta

hektar di luar wilayah tersebut (Butler, 2010). Jika pengembangan industri kelapa

sawit di Brazil berkembang, maka Brazil dapat menguasai pasar kelapa sawit dunia

yang dapat menekan penjualan kelapa sawit Indonesia ke pasar dunia. Kelapa sawit

Indonesia dapat mengalami kelebihan produk akibat banyaknya produk kelapa sawit

yang tidak terjual ke pasar dunia. Kondisi ini memungkinkan petani tidak dapat

memanen kelapa sawit akibat biaya operasional lebih mahal dibandingkan dengan

harga jual. Mengatasi hal tersebut, dibutuhkan usaha diversifikasi produk kelapa

sawit agar bisnis kelapa sawit tetap bersaing di pasar dunia.

Tingginya harga bahan pakan impor menyebabkan harga ransum menjadi

tinggi, sehingga perlu dilakukan peningkatan efisiensi penggunaan bahan pakan lokal

untuk dapat membantu mengurangi ketergantungan terhadap bahan pakan impor.

Bahan pakan lokal yang diperlukan harus memiliki harga yang murah, mudah

didapat, tersedia dalam jumlah yang cukup banyak, dan memiliki nilai gizi yang baik

bagi ternak. Diversifikasi produk kelapa sawit menjadi tepung inti sawit merupakan

tawaran produk yang menjanjikan dalam upaya pemenuhan ketersediaan bahan

(14)

2 Satu tandan buah segar (TBS) kelapa sawit menghasilkan inti sawit sebanyak

4%-5%. Inti sawit memiliki karakteristik yang tidak cepat rusak dan jika terlalu lama

disimpan akan mengurangi kadar minyak yang terkandung di dalamnya (Widyastuti,

2009). Ketersediaan inti sawit terus meningkat sejalan dengan peningkatan produksi

kelapa sawit, sehingga kontinuitas inti sawit dapat terjamin. Produksi inti sawit

meningkat dari 3.428.700 ton pada tahun 2006 menjadi 4.863.600 ton pada tahun

2010 (BPS, 2010).

Inti sawit mengandung minyak yang sangat tinggi, sehingga untuk

mempermudah dalam proses produksi diperlukan pencampuran bahan pakan pengisi.

Onggok dan gaplek memiliki kandungan karbohidrat dan pati yang cukup tinggi.

Pencampuran minyak dengan sumber pakan tersebut diharapkan dapat

mempermudah pencampuran dan memperpanjang umur simpan.

Kajian kualitas tepung inti sawit dengan bahan pengisi onggok dan gaplek

sebagai pakan belum pernah dilaporkan sehingga sangat penting dilakukan. Sifat

fisik pakan perlu diketahui karena berkaitan dengan proses pengolahan, penanganan,

penyimpanan, dan perancangan alat-alat yang dapat membantu proses produksi

pakan serta membantu industri pengolahan hasil pertanian.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur perubahan sifat fisik tepung inti

sawit dengan bahan pengisi onggok dan gaplek selama penyimpanan yang meliputi

perubahan berat jenis (Spesific Density), kerapatan tumpukan (Bulk Density),

kerapatan pemadatan tumpukan (Compated Bulk Density), sudut tumpukan (Angle of

(15)

3

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elais guineensis) merupakan tanaman yang termasuk keluarga

palma yang tumbuh baik di daerah tropis, di Nigeria disebut orbignya cohune.

Awalnya tanaman ini dikembangkan perusahaan besar dan kemudian diikuti

perusahaan nasional dan rakyat. Kelapa sawit mempunyai bunga yang terdapat dalam

satu tandan dan bergerombolan. Buah kelapa sawit berwarna merah kehitaman dan

mengkilap. Bagian luar dinding buah tebal dan sangat berserat sedangkan bagian

dalam buah berwarna putih, bagian dinding sangat kasar (Simanjuntak, 1998).

Bentuk umum kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bentuk Umum Tandan Buah Kelapa Sawit Sumber : Kiswanto et al. 2008

Tanaman kelapa sawit mulai dipanen pada umur 3,5-4,5 tahun sejak

pembibitan. Tanaman kelapa sawit menghasilkan buah sepanjang tahun dan umur

ekonomisnya 25 tahun. Buah umumnya berupa berondolan yang terpaut erat dalam

bentuk tandan buah. Setiap pohon mengandung 6 tandan buah yang tumbuh dan

matang secara berurutan. Setiap tandan mengandung sekitar 250-600 buah berbentuk

berondolan, jumlahnya meningkat menurut umur dan semakin baik penyebarannya.

Produksi tahun pertama panen berkisar 10-15 ton tandan per hektar per tahun.

Produksi ini meningkat setiap tahunnya dan mencapai puncak pada umur 8-9 tahun

dengan tingkat produksi sekitar 25-30 ton tandan (Aritonang, 1984).

Batang kelapa sawit berpotensi sebagai pakan dasar untuk menggantikan

hijauan sebagian atau seluruhnya. Pelepah sawit dapat digunakan sebagai pengganti

rumput, pelepah dapat diberikan dalam bentuk segar maupun silase. Selain

(16)

4 inti sawit dan lumpur sawit. Gambar 2 menunjukkan persentase bagian kelapa sawit

beserta hasil ikutannya (Aritonang, 1984).

Gambar 2. Persentase Bagian-Bagian Kelapa Sawit beserta Hasil Ikutannya

Sumber : Aritonang (1984)

Inti Sawit

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah

tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari

tiap pelepah. Buah terdiri dari tiga bagian yaitu dinding buah (mesocorp), tempurung

(cangkang atau shell), dan inti (kernel) (Aritonang, 1984). Adapun inti sawit

merupakan endosperm dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.

Inti sawit merupakan buah kelapa sawit yang dipisahkan dari daging buah dan

tempurungnya.

Satu tandan buah segar (TBS) menghasilkan inti sawit sebanyak 4%-5% dan

diperoleh minyak inti sawit sebanyak 45%-48% yang kaya akan gugus asam laurat

bersifat cair pada suhu kamar. Menurut Widjastuti (2007), sebesar 5% dari tandan

buah segar dihasilkan minyak inti sawit sekitar 45%-46% dan bungkil inti sawit

sekitar 45%-46%. Bentuk umum buah inti sawit dapat dilihat pada Gambar 3. Tandan Buah Segar

Tandan Kosong (55%-58%)

Serat Kelapa Sawit (12%)

Minyak Sawit (18%-20%)

Inti Sawit (4%-5%)

Tempurung (8%)

Lumpur Minyak Sawit Kering (2%)

Minyak Inti Sawit (45%-46%)

(17)

5 Gambar 3. Bentuk Umum Buah Inti Sawit

Spesifikasi inti sawit harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan yaitu a)

kadar minyak minimum, b) kadar air maksimum, dan c) kadar inti pecah maksimum

(Departemen Perindustrian, 2007). Spesifikasi persyaratan mutu inti sawit menurut

Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 1987 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Spesifikasi Persyaratan Mutu Inti Sawit

Jenis Uji Satuan Persyaratan

Kadar minyak, (b/b) kering % min. 46

Kadar asam lemak bebas, (b/b) dihitung

sebagai asam laurat % maks. 3

Kadar air, (b/b) % maks. 8

Sumber : Standar Nasional Indonesia (1987)

Komposisi kimia inti sawit berdasarkan 100% BK dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Inti Sawit Hasil Analisis

Komposisi Persentase

Abu 1,84

Lemak Kasar 46,51

Serat Kasar 29,41

Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2011)

Gaplek

Gaplek merupakan produk semi olahan yang dibuat dengan cara pengupasan

ubi kayu dalam bentuk gelondong, kubus dan irisan, kemudian dicuci dan dijemur di

bawah sinar matahari atau dikeringkan dengan alat pengering (Soenartiningsih dan

Talanca, 2007). Cara pengolahan ubi kayu yang paling sederhana adalah dijadikan

(18)

6 12%-13% sehingga bahan lebih mudah diangkut dan dipindahkan ke tempat lain

dengan biaya yang lebih murah, serta lebih tahan disimpan lama (Muchtadi, 1989).

Secara tradisional gaplek dibuat di Indonesia, terutama oleh suku Jawa. Kulit

ubi kayu dikupas dan dibelah menurut sumbunya menjadi dua atau empat kemudian

dijemur. Penjemuran dapat dilakukan dengan cara menyebar bahan di atas atap,

dijemur di atas tanah dengan alas ataupun tidak dan digantung. Cara seperti ini, kadar

air bahan dapat ditekan dibawah 14% sehingga bahan akan lebih tahan lama karena

terhambatnya pertumbuhan mikroorganisme (Muchtadi, 1989). Saat ini tidak jarang

gaplek digunakan sebagai pakan ternak sumber energi, namun demikian sistem

pemberian pada ternak sangat terbatas (Soeharsono et al., 2005). Gaplek

mengandung 2,02% protein kasar, 3,80% lemak kasar dan 2,50% serat kasar

(Amrullah, 2002).

Onggok

Salah satu jenis industri yang cukup banyak menghasilkan limbah adalah

pabrik pengolahan tepung tapioka. Onggok merupakan hasil samping dari produksi

tepung tapioka. Ketersediaan onggok terus meningkat sejalan dengan meningkatnya

produksi tapioka. Onggok digunakan sebagai sumber energi (Supriyati, 2003).

Produksi ubikayu mengalami peningkatan dari 13,3 juta ton pada tahun 1990

menjadi 19,4 juta ton pada tahun 1995. Setiap ton ubi kayu dapat dihasilkan 250 kg

tepung tapioka dan 114 kg onggok (Tarmudji, 2004). Onggok yang akan digunakan

sebagai pakan ternak memerlukan suatu penanganan lebih lanjut karena kandungan

zat makanannya yang rendah terutama protein. Komposisi kimia berdasarkan 100%

BK onggok dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Kimia Onggok

Komposisi Persentase

Abu 1,55

Protein Kasar 1,88

Lemak Kasar 0,25

Serat Kasar 15,62

Beta-N 81,10

(19)

7

Sifat Fisik Bahan

Sifat fisik merupakan sifat dasar yang dimiliki oleh suatu bahan sehingga

dapat menetapkan mutu pakan dan keefisienan proses suatu produksi. Sifat fisik

untuk bahan pangan telah banyak diketahui, tetapi data untuk sifat fisik bahan pakan

masih sangat terbatas. Menurut Wirakartakusumah et al. (1992), bahwa sifat-sifat

fisik dari produk perkebunan dipengaruhi oleh: (1) keadaan alam, (2) varietas, (3)

kedewasaan saat dipanen, (4) kematangan, (5) ukuran, (6) faktor-faktor penanaman,

(7) kondisi penyimpanan, dan (8) temperatur. Sifat fisik suatu bahan akan berubah

selama penyimpanan dan penanganan karena adanya penyerapan air, reaksi kimia

(misalnya browning) atau adanya pergesekan mekanis antara bahan.

Kerapatan Tumpukan (Bulk Density)

Kerapatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan dengan volume

ruang yang ditempati dengan satuan adalah kg/m3 (Khalil, 1999a). Kerapatan

tumpukan memiliki pengaruh terhadap daya campur dan ketelitian penakaran secara

otomatis seperti halnya dengan berat jenis. Pengukuran kerapatan tumpukan

dilakukan untuk menentukan volume ruang pada suatu bahan dengan berat jenis

tertentu seperti pengisian alat pencampur dan elevator (Kolatac, 1996). Kerapatan

tumpukan juga berpengaruh terhadap daya ambang stabilitas pencampuran pakan.

Semakin tinggi nilai kerapatan tumpukan maka ruang penyimpanan yang dibutuhkan

semakin kecil (Khalil, 1999a). Tabel 4 dan Tabel 5 menunjukkan kriteria dalam

penilaian kerapatan tumpukan menurut Kolatac (1996) dan nilai kerapatan tumpukan

beberapa bahan pakan.

Tabel 4. Kriteria Penilaian Kerapatan Tumpukan

Kerapatan Tumpukan Kriteria

< 450 kg/m3 Waktu alir lebih lama dan butuh

ketelitian lebih dalam proses penimbangan, volumetris, dan gravimetris.

500-1000 kg/m3 Sulit dalam proses pencampuran serta

mudah terpisah

>1000 kg/m3 Waktu alir lebih cepat

(20)

8 Tabel 5. Nilai Kerapatan Tumpukan beberapa Bahan Pakan

Bahan Pakan Kerapatan Tumpukan (kg/m3)

Jagung 691,3

Sorghum 684,0

Bungkil Inti Sawit 503,2

Bungkil Kedelai 320,0

Tepung Ikan 435,3

Gaplek 346,4

Onggok 266,2

Sumber: Khalil (1999a)

Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Compacted Bulk Density)

Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan

terhadap volume ruang yang ditempati setelah melalui proses pemadatan. Perbedaan

cara pemadatan akan berpengaruh terhadap nilai kerapatan pemadatan tumpukan,

antara kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan terletak kapasitas

silo dan container (Gauthama, 1998). Menurut Khalil (1999a), kerapatan pemadatan

tumpukan dipengaruhi oleh ukuran partikel dan kadar air suatu bahan. Selain kadar

air dan ukuran partikel, besarnya kerapatan pemadatan tumpukan juga dipengaruhi

oleh ketidaktepatan pengukuran (Sayekti, 1999). Kerapatan pemadatan tumpukan

yang tinggi akan menyebabkan volume ruang yang dibutuhkan semakin kecil

(Krisnan, 2008). Kerapatan pemadatan tumpukan beberapa bahan pakan dapat dilihat

pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Kerapatan Pemadatan Tumpukan beberapa Bahan Pakan

Bahan Pakan Kerapatan Pemadatan Tumpukan (kg/m3)

Jagung 704,2

Sorghum 707,6

Bungkil Inti Sawit 700,7

Bungkil Kedelai 340,5

Tepung Ikan 540,6

Gaplek 395,6

Onggok 260,0

(21)

9

Sudut Tumpukan (Angle of Repose)

Sudut tumpukan adalah sudut yang terbentuk jika bahan dicurahkan pada

bidang datar melalui sebuah corong. Sudut tumpukan merupakan kriteria kebebasan

bergerak partikel dari suatu tumpukan bahan. Pergerakan partikel yang ideal

ditunjukkan oleh pakan cair, dengan sudut tumpukan sama dengan nol dan pakan

dalam bentuk padat mempunyai sudut tumpukan berkisar antara 20-50° (Khalil,

1999b). Sudut tumpukan beberapa bahan pakan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Sudut Tumpukan beberapa Bahan Pakan

Bahan Pakan Sudut Tumpukan (°)

Jagung 0,0

Sorghum 15,9

Bungkil Inti Sawit 45,2

Bungkil Kedelai 12,5

Tepung Ikan 39,7

Gaplek 20,2

Onggok 22,2

Sumber: Khalil (1999b)

Menurut Fasina dan Sokhansanj (1993) bahan yang sangat mudah mengalir

memiliki sudut tumpukan berkisar antara 20-30°, bahan yang memiliki sudut

tumpukan berkisar antara 30-38° memiliki laju alir yang mudah mengalir, bahan

yang memiliki sudut tumpukan 38-45° laju alirnya medium atau sedang, bahan yang

memiliki sudut tumpukan berkisar antara 45-55° laju alirnya sulit mengalir dan

bahan yang memiliki sudut tumpukan >55° laju alirnya sangat sulit mengalir dengan

bebas.

Berat Jenis (Spesific Density)

Berat jenis diukur dengan menggunakan prinsip hukum Archimedes yaitu

suatu benda di dalam fluida akan memperoleh gaya Archimedes sebesar fluida yang

dipindahkan dan arahnya ke atas (Khalil, 1999a). Penelitian Gauthama (1998)

menunjukkan bahwa berat jenis tidak berbeda nyata terhadap perbedaan ukuran

partikel karena ruang antar partikel bahan telah diisi oleh aquades dalam pengukuran

(22)

10 daya ambang, bersama dengan ukuran partikel bertanggung jawab terhadap

homogenitas penyebaran partikel dan stabilitasnya dalam suatu campuran pakan serta

menentukan tingkat ketelitian proses penakaran secara otomatis yang telah umum

digunakan oleh pabrik pakan. Semakin tinggi berat jenis akan semakin meningkatkan

kapasitas ruang penyimpanan dan memudahkan pengangkutan (Syarifudin, 2001).

Nilai berat jenis beberapa bahan pakan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Berat Jenis beberapa Bahan Pakan

Bahan Pakan Berat Jenis (kg/m3)

Jagung 1579,1

Sorghum 1221,4

Bungkil Inti Sawit 1574,3

Bungkil Kedelai 912,2

Tepung Ikan 1289,3

Gaplek 1121,6

Onggok 834,9

Sumber : Khalil (1999a)

Ukuran Partikel

Pengujian ukuran partikel bertujuan untuk menentukan kategori kadar

kehalusan dari pakan atau ransum yang dihasilkan dengan menggunakan Ro Tap

Sieve Shaker (Henderson dan Perry, 1981). Pengujian ukuran partikel dilakukan

dengan proses pengayakan. Pengayakan atau penyaringan (sieving) adalah proses

pemisahan secara mekanik berdasarkan perbedaan ukuran partikel pada bahan

tertentu (Khalil, 1999a). Produk dari proses pengayakan ada dua meliputi ukuran

lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan (oversize) dan ukuran yang lebih

kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan (undersize). Dalam proses industri,

pengayakan biasa digunakan untuk mendapatkan material yang berukuran tertentu

dan seragam (Khalil, 1999a).

Penggunaan ayakan secara umum diarahkan untuk mengukur kadar

keseragaman bahan dan mendapatkan ukuran partikel bahan. Nomor mesh 4 sampai

nomor mesh 16 mengindikasikan kriteria bahan dalam kondisi kasar, nomor mesh 30

sampai nomor mesh 50 digunakan untuk mengindikasikan kriteria bahan dalam

(23)

11 bahan dalam kondisi halus. Ukuran partikel bahan dalam pakan yang dibutuhkan

ternak tergantung pada umur, jenis, dan ukuran tubuh ternak. Pengaruh ukuran

partikel terhadap kerapatan tumpukan dan berat jenis beberapa bahan pakan dapat

dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Pengaruh Ukuran Partikel terhadap Nilai Kerapatan Tumpukan dan Berat Jenis beberapa Bahan Pakan (kg/m3)

Jenis Bahan Ukuran Partikel

Normal Sedang Halus

Kerapatan Tumpukan Jagung Sorghum Bungkil Kedelai Gaplek Onggok 691,3 684,0 311,7 346,5 266,2 497,7 576,2 320,0 353,8 324,5 465,0 558,0 407,0 343,3 346,0 Berat Jenis Jagung Sorghum Bungkil Kedelai Gaplek Onggok 1578,9 1221,4 912,2 1121,6 834,9 1250,8 1393,9 1105,7 1133,3 1084,9 1210,0 1438,1 1111,7 1170,4 974,7

Sumber : Khalil (1999a)

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman merupakan suatu gambaran yang dapat memperlihatkan

konsentrasi ion hidrogen pada suatu medium atau pelarut. Adanya gugus amino dan

karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein menyebabkan protein

memiliki banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter atau dapat bereaksi

dengan asam maupun basa (Gaman dan Sherrington, 1990). Tiap-tiap molekul

protein memiliki daya reaksi yang berbeda-beda dengan asam maupun basa, hal ini

tergantung pada jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul protein

tersebut. Derajat keasaman (pH) dalam saluran pencernaan akan dipengaruhi oleh pH

(24)

12 (Ange et al., 2000). Tabel 10 menunjukkan nilai derajat keasaman (pH) beberapa

bahan pakan.

Tabel 10. Nilai Derajat Keasaman (pH) beberapa Bahan Pakan

Bahan Pakan Derajat Keasaman (pH)

Jagung Kuning 6,1(1)

Tepung Alfalfa 5,9(1)

Rape Seed 5,3(1)

Bungkil Kedelai (Kadar Protein 53%) 6,6(1)

Tepung Tulang 6,3(1)

Tepung Daging 6,0(1)

Gaplek 6,8(2)

Onggok 6,0(2)

Sumber : (1) Makkink (2001), (2) Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Perah IPB (2012)

Pengemasan

Pengemasan dilakukan untuk mempermudah pengaturan, pengangkutan,

penempatan dari dan ke tempat penyimpanan, serta memberi perlindungan pada

bahan secara awal, dan memperpanjang daya simpan bahan (Imdad dan Nawangsih,

1995). Fungsi pengemasan diantaranya adalah pengamanan (cuaca, cahaya,

gangguan fisik, mikroorganisme dan serangga), ekonomi (biaya produksi), distribusi

(kemudahan transportasi, penyimpanan dan pemajangan), komunikasi (mudah

dilihat, dipahami dan diingat), ergonomi (mudah dibawa dan dibuka), estetika

(warna, logo, ilustrasi, huruf, tata letak) dan identitas (mudah dikenali) (Haryanto et

al., 2003).

Penggunaan beberapa jenis kemasan yang berbeda dapat memberikan umur

simpan yang berbeda. Demikian juga dengan teknik pengemasannya (Murad et al.,

2010). Karung plastik telah banyak digunakan dalam pengemasan untuk

menggantikan karung goni, meskipun banyak terdapat kekurangan dalam pemakaian

karung plastik seperti karung plastik lebih mudah pecah serta mudah meluncur ke

bawah pada tumpukan-tumpukan di gudang.

Karung plastik umumnya terbuat dari polyolefin film yaitu polyethylene.

Keuntungan dari Polyethylene yaitu permeabilitas uap air dan air rendah, fleksibel,

(25)

13 digunakan sebagai bahan laminasi dengan bahan lain. Kerugian dari Polyethylene

yaitu permeabilitas oksigen agak tinggi, dan tidak tahan terhadap minyak (Syarief et

al., 1988).

Pengaruh Penyimpanan terhadap Kualitas Fisik Bahan Pakan

Penyimpanan merupakan salah satu bentuk tindakan pengamanan yang selalu

terkait dengan waktu yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga komoditi

yang disimpan dengan cara menghindari dan menghilangkan berbagai faktor yang

dapat menurunkan kualitas dan kuantitas komoditi tersebut (Syamsu, 2003). Selama

penyimpanan kemungkinan besar akan terjadi penurunan kualitas pakan bila

melebihi waktu penyimpanan. Salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan

kualitas pakan adalah lingkungan berupa suhu dan kelembaban yang tinggi di daerah

tropis, dimana hal ini kurang cocok untuk proses penyimpanan sehingga

membutuhkan penanganan penyimpanan secara baik (Yatno dan Purwanti, 2010).

Kisaran suhu dan kelembaban nisbi ruang penyimpanan yang baik untuk kadar air

bahan yang aman adalah 25-27°C dan 70%-75% (Imdad dan Nawangsih, 1995).

Menurut Sahwan (1999), sebaiknya lama penyimpanan pakan dalam gudang tidak

melebihi waktu 3 bulan.

Semakin lama penyimpanan maka akan menghasilkan suatu komponen cita

rasa yang lain sebagai akibat dari kegiatan biologis, misalnya pemecahan lemak yang

menyebabkan ketengikan. Penyimpangan bau selama penyimpanan diakibatkan oleh

oksidasi lemak yang terjadi karena kehadiran asam-asam lemak tidak jenuh, oksidasi

protein dan berkembangnya organisme pembusuk. Waktu penyimpanan cenderung

meningkatkan kadar air dalam bahan makanan ternak yang akan menunjang

pertumbuhan jamur dan akan lebih mempercepat kerusakan bahan makanan ternak.

Salah satu cara untuk mencegah atau menghambat kerusakan minyak atau

lemak yaitu dengan mengemas bahan-bahan tersebut. Syarat-syarat kemasan yang

baik yang digunakan untuk minyak atau lemak adalah dapat mencegah atau

mengurangi proses oksidasi oleh oksigen udara atau peroksidan (senyawa-senyawa

yang mempercepat terjadinya proses oksidasi) lainnya. Bagian dalam dari alat

pengemas sebaiknya dipoles dengan antioksidan dan jenis bahan kemasan baik.

Bahan-bahan kemasan tersebut dapat berupa gelas, kertas, plastik berwarna atau

(26)

14 mencegah penetrasi minyak dan lemak ke luar melalui dinding pengemas (Hambali

et al., 2006).

Kerusakan selama Penyimpanan

Selama penyimpanan dan distribusi, bahan pakan dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan di sekelilingnya seperti suhu, kelembaban, oksigen dan cahaya dapat

menimbulkan reaksi yang dapat menimbulkan kerusakan pada bahan pakan. Syarief

dan Halid (1993) menyatakan bahwa selama penyimpanan terjadi penyimpangan

mutu yang dapat dikelompokkan ke dalam penyusutan kualitatif dan kuantitatif.

Penyusutan kualitatif adalah kerusakan yang terjadi akibat perubahan-perubahan

biologi (mikroba, serangga, tungau, respirasi), perubahan-perubahan fisik (tekanan,

getaran, suhu, kelembaban), serta penyusutan kuantitatif adalah kehilangan jumlah

atau bobot hasil karena adanya gangguan biologi (proses respirasi, serangan serangga

dan tikus).

Menurut Fellows (2009), faktor utama yang menyebabkan rusaknya bahan

pangan selama penyimpanan adalah kekuatan mekanik (benturan, getaran, tekanan

atau kikisan), pengaruh cuaca yang menyebabkan perubahan fisik dan kimia (sinar

ultraviolet, kadar air, oksigen, dan perubahan suhu), kontaminasi (oleh

mikroorganisme, serangga atau tanah) dan pemalsuan. Ransum bentuk pelet dan

crumble masih dapat digunakan oleh ternak dengan penyimpanan kurang lebih satu

bulan sedangkan dalam bentuk mash hanya tahan selama kurang lebih 2 minggu

(27)

15

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan Oktober sampai

Desember 2011. Penyimpanan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Pakan, pengujian kualitas fisik pakan dilakukan di Laboratorium Industri Pakan

Ternak, dan pengujian pH dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah,

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB.

Materi Alat

Alat yang digunakan adalah mesin penggiling (hammer mill), timbangan

digital, gelas ukur 500 ml, model sieve ayakan dengan nomor mesh (4, 8, 16, 30, 50

dan 100), stop watch, corong plastik, termometer, seperangkat alat ukur sudut

tumpukan, dan pH meter.

Bahan

Bahan pakan yang digunakan adalah inti sawit yang diperoleh dari PTPN

VIII Serang, onggok, gaplek dan aquades. Kemasan yang digunakan yaitu karung

plastik dengan ukuran 15x20 cm.

Komposisi Zat Makanan Bahan

Tabel 11 menunjukkan hasil analisis proksimat inti sawit, onggok, dan gaplek

berdasarkan 100% bahan kering.

Tabel 11. Hasil Analisis Proksimat Inti Sawit, Onggok, dan Gaplek (100% BK)

Komposisi Zat Makanan (%)

Inti Sawit Onggok Gaplek

Bahan Kering 94,35 87,47 85,17

Abu - 0,78 0,36

Protein Kasar - 1,36 2,64

Lemak Kasar 46,51 1,65 1,22

Serat Kasar 29,41 17,23 2,20

Beta-N - 78,98 93,58

(28)

Pe ad T pr ba sa pe ha ke pe erlakuan Perlak dalah onggo

P1 = 100

P2 = 15%

P3 = 30%

P4 = 45%

P5 = 15%

P6 = 30%

P7 = 45%

ahap Persi

Kelap

roses pemis

atoknya dije

awit yang te

erlakuan ya

ammer mil

emudian di

embuatan te

kuan yang

ok dan gaple

0% inti saw

% onggok +

% onggok +

% onggok +

% gaplek +

% gaplek +

% gaplek +

iapan Baha

pa sawit dib

sahan antar

emur di ba

elah kering d

ang diberika

ll sehingga

ikemas dan

epung inti sa

Gambar Penc

Pen

diberikan

ek dengan t

it

+ 85% inti s

+ 70% inti s

+ 55% inti s

+ 85% inti sa

+ 70% inti sa

+ 55% inti sa

an

buang sera

ra inti saw

awah sinar m

dicampur h

an, setelah

diperoleh

n disimpan

awit dapat d

r 4. Bagan A T campuran in Pen Pemisahan njemuran tah Metode sebagai ba taraf penggu awit awit awit awit awit awit abutnya, kem

wit dan bato

matahari un

homogen den

dicampur h

tepung in dalam gud dilihat pada Alur Pembu Penyimpan Pengemas Tepung inti s

Penggiling nti sawit den

njemuran ta n inti sawit hap I di baw

Inti sawi e ahan pengis unaan bertu mudian dije oknya. Inti ntuk mengu ngan bahan

homogen ba

nti sawit. T

dang yang

a Gambar 4.

uatan Tepun nan san sawit gan ngan bahan ahap II dengan bat wah sinar m

it

si dalam te

rut-turut seb

emur untuk

sawit yan

urangi kada

n pengisi ses

ahan digilin

Tepung inti

berukuran

ng Inti Sawit n pengisi ok matahari epung inti bagai beriku k memperm

ng telah dib

ar air bahan

suai dengan

ng menggun

i sawit ter

5x4x3 m.

(29)

Pe ka de ko tu ke di B de m te K te m (1 di enyimpana Bahan arung plast

engan 3 ula

ontak langsu

umpukan ba

e-4 dan min

ilihat pada G

Gam erat Jenis Berat engan cara memasukkan elah diketahu Besar Kerapatan T Kerap

ertentu ke da

menggunakan 1999a) deng itempati (m an Tepung n disimpan ik ukuran angan. Bah ung dengan

ata mati. Pe

nggu ke-8. T

Gambar 5.

mbar 5. Tum

t jenis diuk

mengukur

n aquades y

ui massany

rnya Berat J

BJ =

Tumpukan

patan tump

alam gelas

n corong. K

gan cara m

l), dengan r

Inti Sawit

n di dalam

15x20 cm

han disimpa

n lantai. Tum

erlakuan uji Tumpukan b mpukan Bata Peu kur dengan perubahan yang telah

a (100 gram

Jenis (BJ) d

=

Bo

Perub

pukan dihit

ukur 500 m

Kerapatan tu

membagi b

rumus:

gudang sel

dengan be

an secara a

mpukan yan

i sifat fisik

bata mati ba

a Mati Baha

bah yang D

menggunak

volume aq

ditentukan

m) ke dalam

apat dihitun

obot bahan

bahan volum

ung dengan

ml. Bahan di

umpukan (K

erat bahan

lama 8 min

erat 500 gra

acak di atas

ng digunaka

dilakukan

ahan pakan

an Pakan se

Diamati

kan prinsip

quades pada

jumlahnya

m gelas ukur

ng dengan c

pakan (gram me aquades n memasuk imasukkan KT) dihitun (gram) de nggu. Baha

am untuk s

s pallet unt

an dalam pe

pada mingg

n selama pen

elama Penyi

hukum Ar

a gelas ukur

(200 ml)

r (Khalil, 19

cara:

m)

(ml)

kkan bahan

ke dalam ge

ng mengiku engan volu Karung Karung Karung Karung an dikemas setiap perla tuk menghi nyimpanan

gu ke-0, mi

nyimpanan

mpanan

rchimedes,

r 500 ml se

dan bahan

999a).

n dengan b

elas ukur de

uti metode K

(30)

18 KT =

Bobot bahan pakan (gram)

Volume ruang yang ditempati (ml)

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Kerapatan pemadatan tumpukan ditentukan dengan cara yang sama dengan

penentuan kerapatan tumpukan, tetapi volume bahan dibaca setelah dilakukan proses

pemadatan dengan cara menggetarkan gelas ukur dengan tangan sampai volume

konstan (Khalil, 1999a).

Kerapatan pemadatan tumpukan (KPT) dihitung dengan rumus :

KPT =

Bobot bahan pakan (gram)

Volume ruang setelah dimampatkan (ml)

Sudut Tumpukan

Pengukuran sudut tumpukan dilakukan mengikuti metode Khalil (1999b)

dengan menjatuhkan bahan sebanyak 200 gram pada ketinggian tertentu melalui

corong pada bidang datar. Pengukuran sudut tumpukan dapat dilihat pada Gambar 6.

Besarnya Sudut Tumpukan (ST) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

tg α = t

= 2t

0.5 d d

Keterangan : t = tinggi tumpukan d = diameter tumpukan

[image:30.595.95.488.80.819.2]

α = sudut tumpukan

Gambar 6. Pengukuran Sudut Tumpukan

Ukuran Partikel

Teknik yang digunakan untuk menentukan kadar kehalusan dan ukuran

partikel bahan adalah dengan menggunakan alat Vibrator Ballmill German The Sieve

Analysis (Gambar 7) nomor mesh 4, 8, 16, 30, 50, 100, 400. Bahan ditimbang

(31)

19 penyaringan bahan yang tertinggal pada tiap saringan. Kadar kehalusan dapat diukur

[image:31.595.81.509.80.809.2]

mengikuti metode Henderson dan Perry (1981) seperti pada Tabel 12.

Tabel 12. Pengukuran Kadar Kehalusan dan Ukuran Partikel

No.

Sieve

No.

Perjanjian

Berat Sieve dan Bahan % Bahan

x No.

Perjanjian

Kosong Isi Bahan

Gram Gram Gram %

4 7 ………. ………. ………. ………. ……….

8 6 ………. ………. ………. ………. ……….

16 5 ………. ………. ………. ………. ……….

30 4 ………. ………. ………. ………. ……….

50 3 ………. ………. ………. ………. ……….

100 2 ………. ………. ………. ………. ……….

400 1 ………. ………. ………. ………. ……….

Pan 0 ………. ………. ………. ………. ……….

Jumlah ………. ………. ………. ………. ……….

  

Derajat Kehalusan (Modulus of Finenes) =

∑(% bahan x No. Perjanjian)

100

Ukuran Partikel (UP) rata-rata = 0,0041 x 2MF x 2,45 mm x 10 mm

Berdasarkan rumus di atas maka dapat diperoleh nilai ukuran partikel sebagai

berikut:

Kategori bahan kasar : MF = 4,1 – 7 maka UP > 1,79 – 13,33 mm

Kategori bahan sedang : MF = 2,1 – 4,1 maka UP > 0,78 – 1,79 mm

Kategori bahan halus : MF = 0 – 2,1 maka UP = 0,10 – 0,78 mm

(32)

20

pH Bahan

pH bahan diukur dengan cara melarutkan sampel ke dalam aquades dengan

perbandingan 1:5 selama 15 menit selanjutnya diukur pHnya (Apriyantono et al.,

1989).

Rancangan Percobaan dan Analisa Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

Faktorial dengan faktor A (perlakuan bahan pengisi berupa onggok dan gaplek),

faktor B (lama penyimpanan) dan tiga kali ulangan. Model matematik yang

digunakan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991). 

Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + εijk

Keterangan :

Yijk = Peubah respon karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor ߙ (perlakuan bahan

pengisi) dan taraf ke-j faktor ߚ (lama penyimpanan) pada ulangan ke-k

(k=1,2,3).

µ = Rataan umum

ߙi = Pengaruh taraf perlakuan bahan pengisi (i=1,2,3,4,5,6,7)

ߚj = Pengaruh taraf lama penyimpanan (j=0,4,8)

ߙβij = Pengaruh interaksi taraf i bahan pengisi dan taraf j lama penyimpanan

ߩk = pengaruh aditif dari ulangan

ijk = Galat percobaan pada ulangan ke-k pada kombinasi ߙi dengan ߚj dan interaksi

(ߙߚ)ij

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA)

dan untuk melihat perbedaan diantara perlakuan yang diuji, maka dilakukan uji

(33)

21

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Bahan

Pengamatan umum bahan adalah tahapan yang dilakukan untuk melihat

kondisi bahan sebelum dilakukan proses penyimpanan dan uji fisik. Pengamatan

umum yang dilakukan berupa pengamatan warna, tekstur, dan bau dengan cara

membandingkan sampel masing-masing bahan pakan perlakuan. Taraf perlakuan

bahan pengisi antara onggok dan gaplek memberikan perbedaan warna dan tekstur

terhadap tepung inti sawit, namun taraf perlakuan tidak memberikan bau yang

berbeda dari masing-masing perlakuan. Warna bahan dengan taraf perlakuan 45%

menghasilkan warna yang lebih terang dibandingkan dengan warna bahan dengan

taraf perlakuan 15% dan 30% (Gambar 8).

[image:33.595.95.511.93.815.2]

Gambar 8. Bentuk dan Warna Tepung Inti Sawit dengan Taraf Onggok dan Gaplek yang Berbeda

Inti sawit 100% dan taraf perlakuan 15% dan 30% bahan pengisi lebih

cenderung menghasilkan warna coklat yang lebih pekat dibandingkan dengan warna

bahan dengan taraf perlakuan 45% bahan pengisi. Inti sawit 100% memiliki tekstur

yang kasar seperti pecahan biji-bijian. Taraf perlakuan 15% dan 30% memiliki

tekstur sedikit lebih halus, sedangkan taraf perlakuan 45% memiliki tekstur halus.

P1 P2 P3 P4 P5

(34)

22 Bau yang dihasilkan dari bahan perlakuan tidak menunjukkan perbedaan bau

yang berbeda nyata. Masing-masing perlakuan cenderung berbau ciri khas inti sawit.

Semakin lama bahan disimpan, bau tengik yang dihasilkan semakin kuat. Hal ini

disebabkan semakin lama penyimpanan, maka proses ketengikan lemak secara

oksidatif maupun hidrolisis yang menghasilkan bau tengik berlangsung secara

intensif.

Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan

Bahan yang diproduksi sendiri dengan taraf perlakuan onggok dan gaplek

yang berbeda disimpan di dalam gudang berukuran 5x4x3 m. Bahan disimpan secara

acak di atas pallet dengan metode tumpukan bata mati. Tumpukan bata mati adalah

penyusunan karung-karung dengan posisi lapisan pertama sejajar dengan lapisan

kedua, ketiga dan seterusnya sampai lapisan teratas. Pallet digunakan untuk

menghindari kontak langsung dengan lantai agar tidak mempercepat proses

kerusakan bahan. Lokasi penyimpanan bertempat di Laboratorium Ilmu dan

Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Peternakan IPB. Rataan suhu dan kelembaban lokasi penyimpanan dapat dilihat pada

Tabel 13.

Tabel 13. Rataan Suhu dan Kelembaban selama Penyimpanan

Minggu ke-

2 4 6 8

Suhu (°C) 26,86 ± 0,68 26,81 ± 0,84 27,03 ± 0,75 27,09 ± 0,87

Kelembaban (%) 79,84 ± 4,43 79,62 ± 4,65 83,69 ± 3,12 81,93 ± 3,87

Pengaruh suhu dan kelembaban sangat penting dalam penyimpanan bahan

pakan. Suhu dan penyimpanan akan mempengaruhi sifat fisik bahan dan

pertumbuhan serangga. Selain itu, suhu dan kelembaban juga akan mempengaruhi

kandungan air suatu bahan sehingga akan memungkinkan pertumbuhan dan

berkembangnya mikroorganisme perusak. Menurut Imdad dan Nawangsih (1995),

lingkungan hidup yang ideal bagi pertumbuhan serangga yaitu pada suhu 25-30°C

dengan kelembaban 70%. Tabel 13 menunjukkan bahwa rataan suhu ruang

penyimpanan masih ideal, namun ruang penyimpanan memiliki kelembaban sangat

tinggi. Kelembaban yang tinggi dapat mempercepat pertumbuhan dan

(35)

23 menyebabkan terjadinya penyerapan uap air dari udara yang dapat mengakibatkan

bahan lembab atau kadar air bahan menjadi tinggi. Perbandingan suhu dan

[image:35.595.93.508.53.810.2]

kelembaban antara pagi, siang dan sore selama penyimpanan dapat dilihat pada

Tabel 14.

Tabel 14. Perbandingan Suhu dan Kelembaban antara Pagi, Siang dan Sore selama Penyimpanan

Minggu ke-

2 4 6 8

Suhu (°C)

Pagi 26,53 ± 0,56 26,13 ± 0,62 26,49 ± 0,60 26,16 ± 0,43

Siang 26,89 ± 0,44 26,67 ± 0,50 26,96 ± 0,51 27,26 ± 0,68

Sore 27,42 ± 0,48 27,64 ± 0,55 27,64 ± 0,65 27,87 ± 0,33

Kelembaban (%)

Pagi 81,67 ± 3,77 81,93 ± 3,02 85,79 ± 0,80 84,00 ± 2,48

Siang 80,13 ± 4,64 79,57 ± 5,53 84,29 ± 1,86 81,43 ± 4,03

Sore 77,73 ± 4,18 77,36 ± 4,16 81,00 ± 3,70 80,36 ± 4,16

Perbandingan suhu dan kelembaban pada pagi, siang dan sore hari selama

penyimpanan mempunyai korelasi yang negatif, bila suhu udara tinggi maka

kelembabannya rendah dan bila suhu udara rendah maka kelembaban tinggi (Tabel

14). Rataan suhu pada pagi hari selama penyimpanan yaitu berkisar 26,13-26,53°C.

Suhu meningkat menjadi 26,67-27,26°C pada siang hari dan semakin meningkat

menjadi 27,42-27,87°C pada sore hari. Begitu juga dengan kelembaban, pada pagi

hari kelembaban berkisar 81,67%-85,79%, kelembaban menurun menjadi

79,57%-84,29% pada siang hari dan semakin menurun menjadi 77,36%-81,00% pada sore

hari. Semakin tingginya suhu pada sore hari diduga disebabkan oleh kondisi panas

dan hujan yang tidak menentu sepanjang hari selama penyimpanan dan posisi

penyimpanan bahan pakan yang berada pada sebelah barat.

Menurut Imdad dan Nawangsih (1995), kisaran suhu dan kelembaban nisbi

ruang penyimpanan yang baik untuk kadar air bahan yang aman adalah 25-27°C dan

70%-75%. Hal ini menunjukkan bahwa ruang penyimpanan selama penelitian tidak

aman digunakan untuk penyimpanan, karena memiliki kelembaban yang tinggi yaitu

sebesar 79,62%-83,69% (Tabel 13). Fluktuasi suhu dan kelembaban lingkungan

penyimpanan secara alamiah akan menyebabkan terjadinya perpindahan uap air dari

bahan sehingga akan mendorong terjadinya kerusakan kualitatif (secara fisik) pada

(36)

24

Kadar Air

Kadar air akan menentukan daya simpan suatu bahan pakan. Semakin lama

penyimpanan, akan mengakibatkan kadar air yang semakin meningkat (Yuliastanti,

2001). Perubahan kadar air dapat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban selama

proses penyimpanan (Winarno et al., 1980). Selama penyimpanan akan terjadi proses

difusi air ke dalam bahan, sehingga menyebabkan kadar air bahan meningkat. Bila

kelembaban ruang penyimpanan tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air dari

udara ke bahan perlakuan sehingga bahan lembab atau kadar air bahan menjadi

[image:36.595.95.513.71.825.2]

tinggi. Rataan kadar air dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Rataan Kadar Air Bahan Perlakuan selama Penyimpanan (%)

Perlakuan Lama Penyimpanan

0 4 8

P1 7,01 ± 0,14 10.51 ± 0,58 13.30 ± 0,52

P2 7,53 ± 0,07 12.10 ± 0,26 13.83 ± 1,08

P3 8.39 ± 0,21 12.49 ± 1,00 15.09 ± 0,16

P4 9.60 ± 0,28 13.70 ± 0,24 14.60 ± 0,42

P5 7.68 ± 0,45 11.28 ± 0,28 15.35 ± 1,13

P6 8.16 ± 0,39 12.02 ± 0,25 14.85 ± 0,20

P7 8.56 ± 0,13 12.78 ± 0,13 13.83 ± 0,78

Keterangan : P1 = 100% inti sawit, P2 = 15% onggok + 85% inti sawit, P3 = 30% onggok + 70% inti sawit, P4 = 45% onggok + 55% inti sawit, P5 = 15% gaplek + 85% inti sawit, P6 = 30% gaplek + 70% inti sawit, P7 = 45% gaplek + 55% inti sawit. Sumber : Saputra, 2012

Sifat Fisik Bahan Berat Jenis

Berat jenis merupakan perbandingan antara massa bahan dengan perubahan

volume aquades dengan satuan kg/m3. Berat jenis sangat penting dalam proses

pengolahan, penanganan, dan penyimpanan. Selain berpengaruh dalam homogenitas

pencampuran partikel dan stabilitasnya dalam pencampuran bahan, berat jenis juga

faktor penentu dari densitas curah. Lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata

terhadap berat jenis, tetapi jenis taraf perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01)

terhadap berat jenis. Interaksi antara lama penyimpanan dengan taraf perlakuan

menunjukkan tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap nilai berat jenis. Rataan

(37)
[image:37.595.96.508.83.818.2]

25 Tabel 16. Rataan Berat Jenis Bahan Pakan Perlakuan selama Penyimpanan (kg/m3)

Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu) Rataan

0 4 8

P1 1128,83±41,71 1132,90±37,74 1107,22±18,63 1122,98d ± 12,34

P2 1150,12±34,47 1154,68±37,74 1115,27± 7,21 1140,03c ± 16,76

P3 1154,68±37,74 1104,39±48,75 1099,16±20,69 1119,41d ± 14,13

P4 1142,74±58,43 1091,62±33,76 1111,20± 2,35 1115,19d ± 23,06

P5 1164,13±48,06 1159,35±42,36 1136,46±12,92 1153,32b ± 18,86

P6 1145,67±32,84 1132,90±37,74 1167,46±15,61 1148,67b ± 11,62

P7 1200,98±42,45 1167,46±15,61 1185,92±16,37 1184,79a ± 15,28

Rataan 1155,31±8,81 1134,76±10,26 1131,81±4,47

Keterangan : Superskrip huruf kecil menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada kolom yang sama. P1 = 100% inti sawit, P2 = 15% onggok + 85% inti sawit, P3 = 30% onggok + 70% inti sawit, P4 = 45% onggok + 55% inti sawit, P5 = 15% gaplek + 85% inti sawit, P6 = 30% gaplek + 70% inti sawit, P7 = 45% gaplek + 55% inti sawit.

Berat jenis tertinggi adalah P7 yaitu sebesar 1184,79 kg/m3 sedangkan berat

jenis terendah adalah P1, P3, dan P4 yaitu berturut-turut sebesar 1122,98, 1119,41,

dan 1115,19 kg/m3 (Tabel 16). Semakin tinggi berat jenis, semakin meningkatkan kapasitas ruang penyimpanan dan memudahkan pengangkutan (Syarifudin, 2001).

Komposisi kimia pakan turut mempengaruhi sifat fisik terutama terhadap nilai

kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, dan berat jenis pakan

(Suadnyana, 1998). Menurut Chung dan Lee (1985), bahan pakan yang memiliki

perbedaan berat jenis cukup besar akan menghasilkan campuran tidak stabil dan

mudah terpisah kembali. Perbedaan nilai berat jenis ini dapat dipengaruhi oleh

perbedaan karakteristik permukaan partikel dan kandungan nutrisi bahan. Bahan

yang mengandung serat kasar tinggi akan terlihat mengapung di permukaan aquades

pada saat pengukuran berat jenis (Gauthama, 1998). Pernyataan ini sesuai dengan

pendapat Jaelani dan Firahmi (2007) yang menyatakan bahwa perbedaan nilai berat

jenis selain dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik permukaan partikel juga

dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan.

Lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap berat jenis (Tabel 16).

Hal ini didukung oleh penelitian Krisnan (2008) yang menyatakan bahwa lama

penyimpanan ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap berat jenis. Hal ini dapat

dipengaruhi oleh kandungan air bahan selama penyimpanan. Tingginya kandungan

(38)

26 tersebut tidak mampu menyerap air lagi (Suadnyana, 1998). Tabel 15 dan Tabel 16

menyatakan bahwa penurunan berat jenis selama penyimpanan terjadi seiring dengan

meningkatnya kadar air bahan. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Florensyah

(2007) yang menyatakan bahwa yang mempengaruhi nilai berat jenis yaitu lama

penyimpanan dan kadar air.

Kerapatan Tumpukan

Kerapatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan dengan

volume ruang yang ditempati dengan satuan kg/m3. Kerapatan tumpukan digunakan

untuk menentukan volume ruang penyimpanan bahan dengan berat tertentu (Khalil,

1999a). Lama penyimpanan dan taraf perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01)

terhadap kerapatan tumpukan. Interaksi antara lama penyimpanan dengan taraf

perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan tumpukan. Rataan kerapatan

pemadatan tumpukan selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Rataan Kerapatan Tumpukan Bahan Pakan Perlakuan selama Penyimpanan (kg/m3)

Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu) Rataan

0 4 8

P1 515,13 ± 10,20 505,27 ± 12,46 470,90 ± 14,87 497,10c ± 2,34

P2 491,90 ± 9,20 476,20 ± 3,40 427,27 ± 11,55 465,12d ± 4,20

P3 454,83 ± 13,46 446,50 ± 7,14 412,97 ± 18,11 438,10e ± 5,51

P4 427,27 ± 11,55 404,13 ± 7,20 389,60 ± 2,25 407,00f ± 4,65

P5 543,13 ± 11,38 528,43 ± 14,68 481,97 ± 5,80 517,84a ± 4,49

P6 548,00 ± 7,55 514,90 ± 15,24 493,87 ± 6,10 518,92a ± 4,91

P7 529,17 ± 21,11 497,10 ± 3,12 488,57 ± 23,86 504,94b±11,26

Rataan 501,35a ± 4,41 481,79b ± 5,10 452,16c ± 7,69

Keterangan : Superskrip huruf kecil menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada kolom dan baris yang sama. P1 = 100% inti sawit, P2 = 15% onggok + 85% inti sawit, P3 = 30% onggok + 70% inti sawit, P4 = 45% onggok + 55% inti sawit, P5 = 15% gaplek + 85% inti sawit, P6 = 30% gaplek + 70% inti sawit, P7 = 45% gaplek + 55% inti sawit.

Semakin lama bahan disimpan, akan berpengaruh nyata menurunkan

kerapatan tumpukan (Tabel 17). Kerapatan tumpukan tertinggi pada minggu 0 yaitu

sebesar 501,35 kg/m3. Hal ini terus menurun sampai akhir penyimpanan minggu 8

yaitu sebesar 452,16 kg/m3. Taraf perlakuan juga memberikan perbedaan yang

(39)

27 tertinggi adalah P5 dan P6 yaitu sebesar 517,84 dan 518,92 kg/m3 yang berarti dalam

1 m3 ruang penyimpanan dapat menampung bahan seberat 517,84 dan 518,92 kg.

Kerapatan tumpukan bahan terendah adalah P4 yaitu sebesar 407,00 kg/m3, sehingga

P4 memerlukan volume ruang penyimpanan yang lebih besar daripada P5 dan P6.

Semakin tinggi nilai kerapatan tumpukan maka ruang penyimpanan yang dibutuhkan

semakin kecil (Khalil, 1999a). Perbedaan besarnya kerapatan tumpukan dapat

dipengaruhi oleh komposisi kimia bahan perlakuan. Bahan yang mengandung serat

kasar tinggi akan menyebabkan volume ruang yang ditempati bahan semakin besar

dan mempengaruhi nilai kerapatan tumpukan.

Sama dengan berat jenis, penurunan kerapatan tumpukan selama

penyimpanan terjadi seiring dengan meningkatnya kadar air bahan selama

penyimpanan (Tabel 15 dan Tabel 17). Penurunan kerapatan tumpukan pada saat

kandungan air tinggi disebabkan oleh terbukanya pori-pori permukaan partikel bahan

tersebut, sehingga pada saat penambahan kandungan air, bahan tersebut

mengembang yang menyebabkan volume ruang yang dibutuhkan semakin besar

(Suadnyana, 1998). Pernyataan ini didukung oleh Mwithiga dan Sifuna (2006) dan

Amin et al. (2004) bahwa yang mempengaruhi nilai kerapatan tumpukan yaitu kadar

air dan lama penyimpanan.

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Kerapatan pemadatan tumpukan hampir sama dengan kerapatan tumpukan

yaitu digunakan untuk menentukan volume ruang penyimpanan bahan, namun

bedanya kerapatan pemadatan tumpukan mengalami proses pemadatan seperti

penggoyangan. Kerapatan pemadatan tumpukan adalah perbandingan antara berat

bahan terhadap volume ruang yang ditempati setelah melalui proses pemadatan

dengan satuan kg/m3. Kerapatan pemadatan tumpukan dipengaruhi oleh intensitas

dan cara pemadatan, semakin lama proses pemadatan yang dilakukan maka

kerapatan pemadatan tumpukan cenderung menurun dan sebaliknya (Retnani et al.,

2011). Lama penyimpanan dan taraf perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01)

terhadap kerapatan pemadatan tumpukan. Interaksi antara lama penyimpanan dengan

taraf perlakuan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap

kerapatan pemadatan tumpukan. Rataan kerapatan pemadatan tumpukan selama

(40)

28 Tabel 18. Rataan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Bahan Pakan Perlakuan selama

Penyimpanan (kg/m3)

Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu)

0 4 8

P1 631,73d ± 11,66 621,17d ± 6,64 618,70d ± 10,91

P2 638,47d ± 11,66 612,40e ± 10,91 600,13e ± 10,33

P3 601,37e ± 12,68 594,17f ± 10,33 577,00f ± 9,70

P4 572,60g ± 7,62 561,10h ± 17,84 550,57h ± 8,72

P5 630,30d ± 8,21 668,17c ± 2,54 665,23c ± 2,54

P6 678,83b ± 9,69 686,57b ± 5,43 680,43b ± 12,13

P7 678,77b ± 2,66 706,10a ± 14,20 682,03b ± 13,28

Keterangan : Superskrip huruf kecil menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada semua baris dan kolom. P1 = 100% inti sawit, P2 = 15% onggok + 85% inti sawit, P3 = 30% onggok + 70% inti sawit, P4 = 45% onggok + 55% inti sawit, P5 = 15% gaplek + 85% inti sawit, P6 = 30% gaplek + 70% inti sawit, P7 = 45% gaplek + 55% inti sawit.

Interaksi antara lama penyimpanan dengan taraf perlakuan terhadap kerapatan

pemadatan tumpukan menunjukkan bahwa lama penyimpanan menurunkan nilai

kerapatan pemadatan tumpukan. Kerapatan pemadatan tumpukan tertinggi adalah

perlakuan P7 penyimpanan minggu 4 yaitu sebesar 706,10 kg/m3. Nilai kerapatan

pemadatan tumpukan terendah adalah perlakuan P4 penyimpanan minggu 8 yaitu

sebesar 550,57 kg/m3 (Tabel 18). Hal ini dapat dipengaruhi oleh proses pemadatan.

Semakin lama proses pemadatan yang dilakukan maka kerapatan pemadatan

tumpukan cenderung menurun dan sebaliknya (Khalil, 1999a). Kerapatan pemadatan

tumpukan yang tinggi menyebabkan volume ruang yang dibutuhkan semakin kecil

(Krisnan, 2008).

Kerapatan pemadatan tumpukan tertinggi disetiap minggunya cenderung pada

perlakuan P6 dan P7, sedangkan kerapatan pemadatan tumpukan terendah yaitu

perlakuan P4 (Tabel 18). Perbedaan kerapatan pemadatan tumpukan dapat

dipengaruhi oleh ukuran partikel dan proses pemadatan. Pemadatan pakan berukuran

kecil akan mengurangi ruang antar partikel, dimana hanya partikel berukuran yang

lebih kecil yang dapat mengisinya (Gauthama, 1998).

Kerapatan pemadatan tumpukan juga dipengaruhi oleh kadar air. Penurunan

kerapatan pemadatan tumpukan terjadi seiring meningkatnya kadar air selama

penyimpanan (Tabel 15 dan Tabel 18). Penurunan kerapatan pemadatan tumpukan

(41)

29 partikel bahan tersebut, sehingga pada saat penambahan kandungan air, bahan

tersebut mengembang yang menyebabkan volume ruang yang dibutuhkan semakin

besar (Suadnyana, 1998). Penelitian Suadnyana (1998) juga menyatakan bahwa

kerapatan pemadatan tumpukan menurun dengan semakin tingginya kandungan air.

Sudut Tumpukan

Sudut tumpukan merupakan kriteria kebebasan bergerak partikel dari suatu

tumpukan bahan. Pergerakan partikel yang ideal ditunjukkan oleh pakan cair, dengan

sudut tumpukan sama dengan nol dan pakan dalam bentuk padat mempunyai sudut

tumpukan berkisar antara 20-50° (Khalil, 1999a). Lama penyimpanan dan taraf

perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap sudut tumpukan. Rataan sudut

tumpukan selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Rataan Sudut Tumpukan Bahan Pakan Perlakuan selama Penyimpanan (°)

Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu) Rataan

0 4 8

P1 27,58 ± 1,13 26,40 ± 1,23 27,25 ± 0,32 27,07d ± 0,50

P2 27,82 ± 1,27 27,40 ± 1,51 29,07 ± 1,10 28,10c ± 0,20

P3 27,80 ± 0,42 28,16 ± 0,82 29,85 ± 0,43 28,61b ± 0,23

P4 29,08 ± 0,61 29,05 ± 0,30 30,12 ± 1,49 29,42a ± 0,61

P5 26,51 ± 1,26 26,43 ± 1,14 28,31 ± 1,34 27,08d ± 0,10

P6 28,50 ± 0,30 27,71 ± 2,32 29,46 ± 0,55 28,56b ± 1,10

P7 26,78 ± 2,13 28,78 ± 1,02 28,96 ± 0,39 28,18b ± 0,88

Rataan 27,73b ± 0,63 27,71b ± 0,62 29,00a ± 0,49

Keterangan : Superskrip huruf kecil menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada kolom dan baris yang sama. P1 = 100% inti sawit, P2 = 15% onggok + 85% inti sawit, P3 = 30% onggok + 70% inti sawit, P4 = 45% onggok + 55% inti sawit, P5 = 15% gaplek + 85% inti sawit, P6 = 30% gaplek + 70% inti sawit, P7 = 45% gaplek + 55% inti sawit.

Semakin lama bahan disimpan akan nyata meningkatkan nilai sudut

tumpukan (Tabel 19). Sudut tumpukan tertinggi adalah perlakuan P4 yaitu sebesar

29,42° dan nilai sudut tumpukan terendah adalah perlakuan P1 dan P5 yaitu sebesar

27,07° dan 27,08°. Perbedaan besarnya sudut tumpukan dapat dipengaruhi oleh

ukuran, bentuk, dan karakteristik permukaan partikel. Sudut tumpukan hasil

penelitian termasuk dalam bahan yang sangat mudah mengalir. Menurut Fasina dan

Sokhansanj (1993), bahan yang sangat mudah mengalir memiliki sudut tumpukan

(42)

30 meningkatnya nilai kadar air (Tabel 15 dan Tabel 19). Peningkatan kadar air yang

terlampau tinggi akan menambahkan gaya berat pakan dan menurunkan puncak

tumpukannya, sehingga sudut tumpukan semakin meningkat (Suadnyana, 1998).

Pernyataan ini juga didukung oleh penelitian Baryeh (2002) yang menyatakan bahwa

nilai sudut tumpukan dipengaruhi oleh kadar air, semakin tinggi kadar air ma

Gambar

Gambar 2. Persentase Bagian-Bagian Kelapa Sawit beserta Hasil Ikutannya
Gambar 3. Bentuk Umum Buah Inti Sawit
Tabel 3. Komposisi Kimia Onggok
Tabel 5. Nilai Kerapatan Tumpukan beberapa Bahan Pakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Susunan ruang kantor yang tidak berdesak-desakkan dan terkesan rapi serta faktor warna dan cahaya yang sesui dengan ruang kerja dapat memunculkan kegairahan dalam

We have created an ontology conforming to the geospatial data and defined some sample rules to show how to test data with respect to data quality elements including;

Ayunan tangan yang baik sangat diperlukan sekali di dalam menyajikan service, karena ayunan tangan merupakan gerakan awal untuk memukul maupun untuk menentukan sasaran yang tepat

artinya ruang lingkup yang lebih utama dari bimbingan dan konseling belajar adalah bagaimana guru mampu menemukan dan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh siswa

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PRISMA DAN LIMAS DI KELAS VIII SMPN 2 PADEMAWU PAMEKASAN.

Pada periode Januari – Desember tahun 2015 puncak panen jagung terjadi pada bulan April dan cenderung menurun pada bulan-bulan berikutnya, sementara pada tahun 2014 puncak

Beberapa keuntungan dari pemupukan melalui daun diantaranya dapat memberikan hara sesuai kebutuhan tanaman, penyerapan hara pupuk yang diberikan berjalan lebih