• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengamatan umum bahan adalah tahapan yang dilakukan untuk melihat kondisi bahan sebelum dilakukan proses penyimpanan dan uji fisik. Pengamatan umum yang dilakukan berupa pengamatan warna, tekstur, dan bau dengan cara membandingkan sampel masing-masing bahan pakan perlakuan. Taraf perlakuan bahan pengisi antara onggok dan gaplek memberikan perbedaan warna dan tekstur terhadap tepung inti sawit, namun taraf perlakuan tidak memberikan bau yang berbeda dari masing-masing perlakuan. Warna bahan dengan taraf perlakuan 45% menghasilkan warna yang lebih terang dibandingkan dengan warna bahan dengan taraf perlakuan 15% dan 30% (Gambar 8).

Gambar 8. Bentuk dan Warna Tepung Inti Sawit dengan Taraf Onggok dan Gaplek yang Berbeda

Inti sawit 100% dan taraf perlakuan 15% dan 30% bahan pengisi lebih cenderung menghasilkan warna coklat yang lebih pekat dibandingkan dengan warna bahan dengan taraf perlakuan 45% bahan pengisi. Inti sawit 100% memiliki tekstur yang kasar seperti pecahan biji-bijian. Taraf perlakuan 15% dan 30% memiliki tekstur sedikit lebih halus, sedangkan taraf perlakuan 45% memiliki tekstur halus.

P1 P2 P3 P4 P5

22 Bau yang dihasilkan dari bahan perlakuan tidak menunjukkan perbedaan bau yang berbeda nyata. Masing-masing perlakuan cenderung berbau ciri khas inti sawit. Semakin lama bahan disimpan, bau tengik yang dihasilkan semakin kuat. Hal ini disebabkan semakin lama penyimpanan, maka proses ketengikan lemak secara oksidatif maupun hidrolisis yang menghasilkan bau tengik berlangsung secara intensif.

Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan

Bahan yang diproduksi sendiri dengan taraf perlakuan onggok dan gaplek yang berbeda disimpan di dalam gudang berukuran 5x4x3 m. Bahan disimpan secara acak di atas pallet dengan metode tumpukan bata mati. Tumpukan bata mati adalah penyusunan karung-karung dengan posisi lapisan pertama sejajar dengan lapisan kedua, ketiga dan seterusnya sampai lapisan teratas. Pallet digunakan untuk menghindari kontak langsung dengan lantai agar tidak mempercepat proses kerusakan bahan. Lokasi penyimpanan bertempat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Rataan suhu dan kelembaban lokasi penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan Suhu dan Kelembaban selama Penyimpanan Minggu ke-

2 4 6 8

Suhu (°C) 26,86 ± 0,68 26,81 ± 0,84 27,03 ± 0,75 27,09 ± 0,87

Kelembaban (%) 79,84 ± 4,43 79,62 ± 4,65 83,69 ± 3,12 81,93 ± 3,87

Pengaruh suhu dan kelembaban sangat penting dalam penyimpanan bahan pakan. Suhu dan penyimpanan akan mempengaruhi sifat fisik bahan dan pertumbuhan serangga. Selain itu, suhu dan kelembaban juga akan mempengaruhi kandungan air suatu bahan sehingga akan memungkinkan pertumbuhan dan berkembangnya mikroorganisme perusak. Menurut Imdad dan Nawangsih (1995), lingkungan hidup yang ideal bagi pertumbuhan serangga yaitu pada suhu 25-30°C dengan kelembaban 70%. Tabel 13 menunjukkan bahwa rataan suhu ruang penyimpanan masih ideal, namun ruang penyimpanan memiliki kelembaban sangat tinggi. Kelembaban yang tinggi dapat mempercepat pertumbuhan dan berkembangnya mikroorganisme perusak. Kelembaban yang tinggi juga akan

23 menyebabkan terjadinya penyerapan uap air dari udara yang dapat mengakibatkan bahan lembab atau kadar air bahan menjadi tinggi. Perbandingan suhu dan kelembaban antara pagi, siang dan sore selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Perbandingan Suhu dan Kelembaban antara Pagi, Siang dan Sore selama Penyimpanan Minggu ke- 2 4 6 8 Suhu (°C) Pagi 26,53 ± 0,56 26,13 ± 0,62 26,49 ± 0,60 26,16 ± 0,43 Siang 26,89 ± 0,44 26,67 ± 0,50 26,96 ± 0,51 27,26 ± 0,68 Sore 27,42 ± 0,48 27,64 ± 0,55 27,64 ± 0,65 27,87 ± 0,33 Kelembaban (%) Pagi 81,67 ± 3,77 81,93 ± 3,02 85,79 ± 0,80 84,00 ± 2,48 Siang 80,13 ± 4,64 79,57 ± 5,53 84,29 ± 1,86 81,43 ± 4,03 Sore 77,73 ± 4,18 77,36 ± 4,16 81,00 ± 3,70 80,36 ± 4,16

Perbandingan suhu dan kelembaban pada pagi, siang dan sore hari selama penyimpanan mempunyai korelasi yang negatif, bila suhu udara tinggi maka kelembabannya rendah dan bila suhu udara rendah maka kelembaban tinggi (Tabel 14). Rataan suhu pada pagi hari selama penyimpanan yaitu berkisar 26,13-26,53°C. Suhu meningkat menjadi 26,67-27,26°C pada siang hari dan semakin meningkat menjadi 27,42-27,87°C pada sore hari. Begitu juga dengan kelembaban, pada pagi hari kelembaban berkisar 81,67%-85,79%, kelembaban menurun menjadi 79,57%-84,29% pada siang hari dan semakin menurun menjadi 77,36%-81,00% pada sore hari. Semakin tingginya suhu pada sore hari diduga disebabkan oleh kondisi panas dan hujan yang tidak menentu sepanjang hari selama penyimpanan dan posisi penyimpanan bahan pakan yang berada pada sebelah barat.

Menurut Imdad dan Nawangsih (1995), kisaran suhu dan kelembaban nisbi ruang penyimpanan yang baik untuk kadar air bahan yang aman adalah 25-27°C dan 70%-75%. Hal ini menunjukkan bahwa ruang penyimpanan selama penelitian tidak aman digunakan untuk penyimpanan, karena memiliki kelembaban yang tinggi yaitu sebesar 79,62%-83,69% (Tabel 13). Fluktuasi suhu dan kelembaban lingkungan penyimpanan secara alamiah akan menyebabkan terjadinya perpindahan uap air dari bahan sehingga akan mendorong terjadinya kerusakan kualitatif (secara fisik) pada bahan yang disimpan.

24

Kadar Air

Kadar air akan menentukan daya simpan suatu bahan pakan. Semakin lama penyimpanan, akan mengakibatkan kadar air yang semakin meningkat (Yuliastanti, 2001). Perubahan kadar air dapat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban selama proses penyimpanan (Winarno et al., 1980). Selama penyimpanan akan terjadi proses difusi air ke dalam bahan, sehingga menyebabkan kadar air bahan meningkat. Bila kelembaban ruang penyimpanan tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara ke bahan perlakuan sehingga bahan lembab atau kadar air bahan menjadi tinggi. Rataan kadar air dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Rataan Kadar Air Bahan Perlakuan selama Penyimpanan (%)

Perlakuan Lama Penyimpanan

0 4 8 P1 7,01 ± 0,14 10.51 ± 0,58 13.30 ± 0,52 P2 7,53 ± 0,07 12.10 ± 0,26 13.83 ± 1,08 P3 8.39 ± 0,21 12.49 ± 1,00 15.09 ± 0,16 P4 9.60 ± 0,28 13.70 ± 0,24 14.60 ± 0,42 P5 7.68 ± 0,45 11.28 ± 0,28 15.35 ± 1,13 P6 8.16 ± 0,39 12.02 ± 0,25 14.85 ± 0,20 P7 8.56 ± 0,13 12.78 ± 0,13 13.83 ± 0,78

Keterangan : P1 = 100% inti sawit, P2 = 15% onggok + 85% inti sawit, P3 = 30% onggok + 70% inti sawit, P4 = 45% onggok + 55% inti sawit, P5 = 15% gaplek + 85% inti sawit, P6 = 30% gaplek + 70% inti sawit, P7 = 45% gaplek + 55% inti sawit. Sumber : Saputra, 2012

Sifat Fisik Bahan Berat Jenis

Berat jenis merupakan perbandingan antara massa bahan dengan perubahan

volume aquades dengan satuan kg/m3. Berat jenis sangat penting dalam proses

pengolahan, penanganan, dan penyimpanan. Selain berpengaruh dalam homogenitas pencampuran partikel dan stabilitasnya dalam pencampuran bahan, berat jenis juga faktor penentu dari densitas curah. Lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap berat jenis, tetapi jenis taraf perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat jenis. Interaksi antara lama penyimpanan dengan taraf perlakuan menunjukkan tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap nilai berat jenis. Rataan berat jenis selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 16.

25 Tabel 16. Rataan Berat Jenis Bahan Pakan Perlakuan selama Penyimpanan (kg/m3)

Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu) Rataan

0 4 8 P1 1128,83±41,71 1132,90±37,74 1107,22±18,63 1122,98d ± 12,34 P2 1150,12±34,47 1154,68±37,74 1115,27± 7,21 1140,03c ± 16,76 P3 1154,68±37,74 1104,39±48,75 1099,16±20,69 1119,41d ± 14,13 P4 1142,74±58,43 1091,62±33,76 1111,20± 2,35 1115,19d ± 23,06 P5 1164,13±48,06 1159,35±42,36 1136,46±12,92 1153,32b ± 18,86 P6 1145,67±32,84 1132,90±37,74 1167,46±15,61 1148,67b ± 11,62 P7 1200,98±42,45 1167,46±15,61 1185,92±16,37 1184,79a ± 15,28 Rataan 1155,31±8,81 1134,76±10,26 1131,81±4,47

Keterangan : Superskrip huruf kecil menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada kolom yang sama. P1 = 100% inti sawit, P2 = 15% onggok + 85% inti sawit, P3 = 30% onggok + 70% inti sawit, P4 = 45% onggok + 55% inti sawit, P5 = 15% gaplek + 85% inti sawit, P6 = 30% gaplek + 70% inti sawit, P7 = 45% gaplek + 55% inti sawit.

Berat jenis tertinggi adalah P7 yaitu sebesar 1184,79 kg/m3 sedangkan berat jenis terendah adalah P1, P3, dan P4 yaitu berturut-turut sebesar 1122,98, 1119,41, dan 1115,19 kg/m3 (Tabel 16). Semakin tinggi berat jenis, semakin meningkatkan kapasitas ruang penyimpanan dan memudahkan pengangkutan (Syarifudin, 2001). Komposisi kimia pakan turut mempengaruhi sifat fisik terutama terhadap nilai kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, dan berat jenis pakan (Suadnyana, 1998). Menurut Chung dan Lee (1985), bahan pakan yang memiliki perbedaan berat jenis cukup besar akan menghasilkan campuran tidak stabil dan mudah terpisah kembali. Perbedaan nilai berat jenis ini dapat dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik permukaan partikel dan kandungan nutrisi bahan. Bahan yang mengandung serat kasar tinggi akan terlihat mengapung di permukaan aquades pada saat pengukuran berat jenis (Gauthama, 1998). Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Jaelani dan Firahmi (2007) yang menyatakan bahwa perbedaan nilai berat jenis selain dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik permukaan partikel juga dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan.

Lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap berat jenis (Tabel 16). Hal ini didukung oleh penelitian Krisnan (2008) yang menyatakan bahwa lama penyimpanan ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap berat jenis. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kandungan air bahan selama penyimpanan. Tingginya kandungan air pada suatu bahan akan tercapai tingkat kejenuhan tertentu sehingga bahan

26 tersebut tidak mampu menyerap air lagi (Suadnyana, 1998). Tabel 15 dan Tabel 16 menyatakan bahwa penurunan berat jenis selama penyimpanan terjadi seiring dengan meningkatnya kadar air bahan. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Florensyah (2007) yang menyatakan bahwa yang mempengaruhi nilai berat jenis yaitu lama penyimpanan dan kadar air.

Kerapatan Tumpukan

Kerapatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan dengan

volume ruang yang ditempati dengan satuan kg/m3. Kerapatan tumpukan digunakan

untuk menentukan volume ruang penyimpanan bahan dengan berat tertentu (Khalil, 1999a). Lama penyimpanan dan taraf perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kerapatan tumpukan. Interaksi antara lama penyimpanan dengan taraf perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan tumpukan. Rataan kerapatan pemadatan tumpukan selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Rataan Kerapatan Tumpukan Bahan Pakan Perlakuan selama Penyimpanan (kg/m3)

Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu) Rataan

0 4 8 P1 515,13 ± 10,20 505,27 ± 12,46 470,90 ± 14,87 497,10c ± 2,34 P2 491,90 ± 9,20 476,20 ± 3,40 427,27 ± 11,55 465,12d ± 4,20 P3 454,83 ± 13,46 446,50 ± 7,14 412,97 ± 18,11 438,10e ± 5,51 P4 427,27 ± 11,55 404,13 ± 7,20 389,60 ± 2,25 407,00f ± 4,65 P5 543,13 ± 11,38 528,43 ± 14,68 481,97 ± 5,80 517,84a ± 4,49 P6 548,00 ± 7,55 514,90 ± 15,24 493,87 ± 6,10 518,92a ± 4,91 P7 529,17 ± 21,11 497,10 ± 3,12 488,57 ± 23,86 504,94b±11,26 Rataan 501,35a ± 4,41 481,79b ± 5,10 452,16c ± 7,69

Keterangan : Superskrip huruf kecil menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada kolom dan baris yang sama. P1 = 100% inti sawit, P2 = 15% onggok + 85% inti sawit, P3 = 30% onggok + 70% inti sawit, P4 = 45% onggok + 55% inti sawit, P5 = 15% gaplek + 85% inti sawit, P6 = 30% gaplek + 70% inti sawit, P7 = 45% gaplek + 55% inti sawit.

Semakin lama bahan disimpan, akan berpengaruh nyata menurunkan kerapatan tumpukan (Tabel 17). Kerapatan tumpukan tertinggi pada minggu 0 yaitu

sebesar 501,35 kg/m3. Hal ini terus menurun sampai akhir penyimpanan minggu 8

yaitu sebesar 452,16 kg/m3. Taraf perlakuan juga memberikan perbedaan yang

27 tertinggi adalah P5 dan P6 yaitu sebesar 517,84 dan 518,92 kg/m3 yang berarti dalam

1 m3 ruang penyimpanan dapat menampung bahan seberat 517,84 dan 518,92 kg.

Kerapatan tumpukan bahan terendah adalah P4 yaitu sebesar 407,00 kg/m3, sehingga P4 memerlukan volume ruang penyimpanan yang lebih besar daripada P5 dan P6. Semakin tinggi nilai kerapatan tumpukan maka ruang penyimpanan yang dibutuhkan semakin kecil (Khalil, 1999a). Perbedaan besarnya kerapatan tumpukan dapat dipengaruhi oleh komposisi kimia bahan perlakuan. Bahan yang mengandung serat kasar tinggi akan menyebabkan volume ruang yang ditempati bahan semakin besar dan mempengaruhi nilai kerapatan tumpukan.

Sama dengan berat jenis, penurunan kerapatan tumpukan selama penyimpanan terjadi seiring dengan meningkatnya kadar air bahan selama penyimpanan (Tabel 15 dan Tabel 17). Penurunan kerapatan tumpukan pada saat kandungan air tinggi disebabkan oleh terbukanya pori-pori permukaan partikel bahan tersebut, sehingga pada saat penambahan kandungan air, bahan tersebut mengembang yang menyebabkan volume ruang yang dibutuhkan semakin besar (Suadnyana, 1998). Pernyataan ini didukung oleh Mwithiga dan Sifuna (2006) dan Amin et al. (2004) bahwa yang mempengaruhi nilai kerapatan tumpukan yaitu kadar air dan lama penyimpanan.

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Kerapatan pemadatan tumpukan hampir sama dengan kerapatan tumpukan yaitu digunakan untuk menentukan volume ruang penyimpanan bahan, namun bedanya kerapatan pemadatan tumpukan mengalami proses pemadatan seperti penggoyangan. Kerapatan pemadatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempati setelah melalui proses pemadatan

dengan satuan kg/m3. Kerapatan pemadatan tumpukan dipengaruhi oleh intensitas

dan cara pemadatan, semakin lama proses pemadatan yang dilakukan maka kerapatan pemadatan tumpukan cenderung menurun dan sebaliknya (Retnani et al., 2011). Lama penyimpanan dan taraf perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kerapatan pemadatan tumpukan. Interaksi antara lama penyimpanan dengan taraf perlakuan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kerapatan pemadatan tumpukan. Rataan kerapatan pemadatan tumpukan selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 18.

28 Tabel 18. Rataan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Bahan Pakan Perlakuan selama

Penyimpanan (kg/m3)

Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu)

0 4 8 P1 631,73d ± 11,66 621,17d ± 6,64 618,70d ± 10,91 P2 638,47d ± 11,66 612,40e ± 10,91 600,13e ± 10,33 P3 601,37e ± 12,68 594,17f ± 10,33 577,00f ± 9,70 P4 572,60g ± 7,62 561,10h ± 17,84 550,57h ± 8,72 P5 630,30d ± 8,21 668,17c ± 2,54 665,23c ± 2,54 P6 678,83b ± 9,69 686,57b ± 5,43 680,43b ± 12,13 P7 678,77b ± 2,66 706,10a ± 14,20 682,03b ± 13,28

Keterangan : Superskrip huruf kecil menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada semua baris dan kolom. P1 = 100% inti sawit, P2 = 15% onggok + 85% inti sawit, P3 = 30% onggok + 70% inti sawit, P4 = 45% onggok + 55% inti sawit, P5 = 15% gaplek + 85% inti sawit, P6 = 30% gaplek + 70% inti sawit, P7 = 45% gaplek + 55% inti sawit.

Interaksi antara lama penyimpanan dengan taraf perlakuan terhadap kerapatan pemadatan tumpukan menunjukkan bahwa lama penyimpanan menurunkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan. Kerapatan pemadatan tumpukan tertinggi adalah

perlakuan P7 penyimpanan minggu 4 yaitu sebesar 706,10 kg/m3. Nilai kerapatan

pemadatan tumpukan terendah adalah perlakuan P4 penyimpanan minggu 8 yaitu sebesar 550,57 kg/m3 (Tabel 18). Hal ini dapat dipengaruhi oleh proses pemadatan. Semakin lama proses pemadatan yang dilakukan maka kerapatan pemadatan tumpukan cenderung menurun dan sebaliknya (Khalil, 1999a). Kerapatan pemadatan tumpukan yang tinggi menyebabkan volume ruang yang dibutuhkan semakin kecil (Krisnan, 2008).

Kerapatan pemadatan tumpukan tertinggi disetiap minggunya cenderung pada perlakuan P6 dan P7, sedangkan kerapatan pemadatan tumpukan terendah yaitu perlakuan P4 (Tabel 18). Perbedaan kerapatan pemadatan tumpukan dapat dipengaruhi oleh ukuran partikel dan proses pemadatan. Pemadatan pakan berukuran kecil akan mengurangi ruang antar partikel, dimana hanya partikel berukuran yang lebih kecil yang dapat mengisinya (Gauthama, 1998).

Kerapatan pemadatan tumpukan juga dipengaruhi oleh kadar air. Penurunan kerapatan pemadatan tumpukan terjadi seiring meningkatnya kadar air selama penyimpanan (Tabel 15 dan Tabel 18). Penurunan kerapatan pemadatan tumpukan pada saat kandungan air tinggi disebabkan oleh terbukanya pori-pori permukaan

29 partikel bahan tersebut, sehingga pada saat penambahan kandungan air, bahan tersebut mengembang yang menyebabkan volume ruang yang dibutuhkan semakin besar (Suadnyana, 1998). Penelitian Suadnyana (1998) juga menyatakan bahwa kerapatan pemadatan tumpukan menurun dengan semakin tingginya kandungan air.

Sudut Tumpukan

Sudut tumpukan merupakan kriteria kebebasan bergerak partikel dari suatu tumpukan bahan. Pergerakan partikel yang ideal ditunjukkan oleh pakan cair, dengan sudut tumpukan sama dengan nol dan pakan dalam bentuk padat mempunyai sudut tumpukan berkisar antara 20-50° (Khalil, 1999a). Lama penyimpanan dan taraf perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap sudut tumpukan. Rataan sudut tumpukan selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Rataan Sudut Tumpukan Bahan Pakan Perlakuan selama Penyimpanan (°)

Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu) Rataan

0 4 8 P1 27,58 ± 1,13 26,40 ± 1,23 27,25 ± 0,32 27,07d ± 0,50 P2 27,82 ± 1,27 27,40 ± 1,51 29,07 ± 1,10 28,10c ± 0,20 P3 27,80 ± 0,42 28,16 ± 0,82 29,85 ± 0,43 28,61b ± 0,23 P4 29,08 ± 0,61 29,05 ± 0,30 30,12 ± 1,49 29,42a ± 0,61 P5 26,51 ± 1,26 26,43 ± 1,14 28,31 ± 1,34 27,08d ± 0,10 P6 28,50 ± 0,30 27,71 ± 2,32 29,46 ± 0,55 28,56b ± 1,10 P7 26,78 ± 2,13 28,78 ± 1,02 28,96 ± 0,39 28,18b ± 0,88 Rataan 27,73b ± 0,63 27,71b ± 0,62 29,00a ± 0,49

Keterangan : Superskrip huruf kecil menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada kolom dan baris yang sama. P1 = 100% inti sawit, P2 = 15% onggok + 85% inti sawit, P3 = 30% onggok + 70% inti sawit, P4 = 45% onggok + 55% inti sawit, P5 = 15% gaplek + 85% inti sawit, P6 = 30% gaplek + 70% inti sawit, P7 = 45% gaplek + 55% inti sawit.

Semakin lama bahan disimpan akan nyata meningkatkan nilai sudut tumpukan (Tabel 19). Sudut tumpukan tertinggi adalah perlakuan P4 yaitu sebesar 29,42° dan nilai sudut tumpukan terendah adalah perlakuan P1 dan P5 yaitu sebesar 27,07° dan 27,08°. Perbedaan besarnya sudut tumpukan dapat dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, dan karakteristik permukaan partikel. Sudut tumpukan hasil penelitian termasuk dalam bahan yang sangat mudah mengalir. Menurut Fasina dan Sokhansanj (1993), bahan yang sangat mudah mengalir memiliki sudut tumpukan berkisar antara 20-30°. Peningkatan nilai sudut tumpukan terjadi seiring dengan

30 meningkatnya nilai kadar air (Tabel 15 dan Tabel 19). Peningkatan kadar air yang terlampau tinggi akan menambahkan gaya berat pakan dan menurunkan puncak tumpukannya, sehingga sudut tumpukan semakin meningkat (Suadnyana, 1998). Pernyataan ini juga didukung oleh penelitian Baryeh (2002) yang menyatakan bahwa nilai sudut tumpukan dipengaruhi oleh kadar air, semakin tinggi kadar air maka akan meningkatkan nilai sudut tumpukan.

Ukuran Partikel

Pengujian ukuran partikel bertujuan untuk menentukan kategori kadar

kehalusan pakan atau ransum yang dihasilkan dengan mengunakan Ro Tap Sieve

Shaker (Henderson dan Perry, 1981) dengan satuan mm. Lama penyimpanan dan

taraf perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap ukuran partikel. Interaksi antara lama penyimpanan dengan taraf perlakuan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap ukuran partikel. Rataan ukuran partikel selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Rataan Ukuran Partikel Bahan Pakan Perlakuan selama Penyimpanan (mm)

Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu)

0 4 8 P1 2,80a ± 0,03 2,87a ± 0,08 2,73a ± 0,04 P2 2,59b ± 0,08 2,39c ± 0,04 2,24d ± 0,03 P3 2,23d ± 0,11 2,13e ± 0,02 1,98g ± 0,02 P4 2,06f ± 0,02 1,89h ± 0,04 1,76i ± 0,03 P5 2,49b ± 0,05 2,88a ± 0,04 2,53b ± 0,08 P6 2,44c ± 0,03 2,46c ± 0,17 1,97g ± 0,03 P7 1,94g ± 0,01 1,86h ± 0,03 1,74i ± 0,04

Keterangan : Superskrip huruf kecil menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada semua baris dan kolom. P1 = 100% inti sawit, P2 = 15% onggok + 85% inti sawit, P3 = 30% onggok + 70% inti sawit, P4 = 45% onggok + 55% inti sawit, P5 = 15% gaplek + 85% inti sawit, P6 = 30% gaplek + 70% inti sawit, P7 = 45% gaplek + 55% inti sawit.

Interaksi antara lama penyimpanan dengan taraf perlakuan terhadap ukuran partikel menunjukkan semakin lama bahan disimpan akan menurunkan nilai ukuran partikel (Tabel 20). Ukuran partikel tertinggi adalah perlakuan P5 penyimpanan minggu 4 yaitu sebesar 2,88 mm. Nilai ukuran partikel terendah adalah perlakuan P4 dan P7 penyimpanan minggu 8 yaitu sebesar 1,76 dan 1,74 mm. Hasil ukuran

31 partikel dalam penelitian termasuk dalam kategori bahan kasar (UP > 1,79-13,33 mm) (Henderson dan Perry, 1981).

Semakin lama bahan disimpan maka akan menurunkan nilai ukuran partikel (Tabel 20). Ukuran partikel tertinggi di setiap minggunya cenderung pada perlakuan P1 sedangkan ukuran partikel terendah pada perlakuan P7. Nilai ukuran partikel menurun bersamaan dengan meningkatnya kadar air selama penyimpanan (Tabel 15 dan Tabel 20). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Al-Mahasneh dan Rabbah (2007) yang menyatakan bahwa ukuran partikel meningkat seiring dengan meningkatnya kadar air. Hal ini dapat diakibatkan oleh bentuk partikel tepung akan lebih cepat berinteraksi dengan air sehingga terjadi proses pemadatan seperti penggumpalan. Saat penyaringan, bahan yang berhasil disaring sedikit sehingga menyebabkan ukuran partikel menurun.

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) bertujuan untuk mendeteksi kondisi bahan terhadap lama penyimpanan. Derajat keasaman pakan akan mempengaruhi nilai pH perut karena pH normal perut akan meningkat seiring dengan meningkatnya nilai pH pakan (Ange et al., 2000). Interaksi antara lama penyimpanan dengan taraf perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai pH. Rataan nilai pH selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Rataan Nilai pH Bahan Pakan Perlakuan selama Penyimpanan

Perlakuan Lama Penyimpanan (Minggu)

0 4 8 P1 6,26a ± 0,01 6,07f ± 0,06 4,77j ± 0,02 P2 6,04f ± 0,01 5,93g ± 0,02 4,76j ± 0,03 P3 5,89g ± 0,01 5,82g ± 0,02 4,73j ± 0,02 P4 5,75h ± 0,02 5,68i ± 0,02 4,64k ± 0,04 P5 6,14d ± 0,04 6,12d ± 0,03 4,66k ± 0,03 P6 6,18c ± 0,02 6,10e ± 0,06 4,45l ± 0,06 P7 6,22b ± 0,01 6,16c ± 0,02 4,33m ± 0,11

Keterangan : Superskrip huruf kecil menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada semua baris dan kolom. P1 = 100% inti sawit, P2 = 15% onggok + 85% inti sawit, P3 = 30% onggok + 70% inti sawit, P4 = 45% onggok + 55% inti sawit, P5 = 15% gaplek + 85% inti sawit, P6 = 30% gaplek + 70% inti sawit, P7 = 45% gaplek + 55% inti sawit.

32 Interaksi antara lama penyimpanan dengan taraf perlakuan terhadap nilai pH menunjukkan bahwa semakin lama bahan disimpan akan menurunkan nilai pH. Nilai pH tertinggi adalah perlakuan P1 penyimpanan minggu 0 yaitu sebesar 6,26. Nilai pH terendah adalah perlakuan P7 penyimpanan minggu 8 yaitu sebesar 4,33 (Tabel 21). Rendahnya nilai pH pada perlakuan P7 diduga karena kandungan pati pada gaplek yang tinggi sehingga akan mempengaruhi nilai keasaman. Taraf perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai pH. Nilai pH minggu 0 pada masing-masing perlakuan cenderung memiliki nilai pH netral yaitu dalam kisaran 6. Hal ini tetap bertahan sampai minggu 4 dan semakin asam sampai akhir penyimpanan. Penurunan nilai pH dapat dipengaruhi oleh tingginya kandungan minyak bahan dan masa penyimpanan terlalu lama.

Lama penyimpanan menyebabkan terjadinya ketengikan hidrolisis sehingga akan menghasilkan asam lemak bebas yang akan mempengaruhi tingkat keasaman.

Selain itu, menurut Sudarmadji et al. (1984), protein mudah sekali mengalami

perubahan baik fisik ataupun biologis, perubahan ini akan menaikkan tingkat keasaman suatu bahan pakan. Keasaman yang tinggi pada bahan pakan dapat menyebabkan kondisi penyerapan protein terganggu. Menurut Makkink (2001), akibat dari nilai pH yang tinggi pada bahan pakan menyebabkan penyerapan protein tidak berjalan normal.

Hubungan Kerapatan Tumpukan dengan Ukuran Partikel

Selain dipengaruhi kadar air, kerapatan tumpukan juga dipengaruhi oleh ukuran partikel. Ukuran partikel bahan berpengaruh terhadap nilai kerapatan tumpukan (Wigati, 2009). Hubungan antara kerapatan tumpukan dengan ukuran partikel dapat dilihat dalam bentuk persamaan linier pada Gambar 9.

Hubungan korelasi antara kerapatan tumpukan dengan ukuran partikel menunjukkan hubungan linier (r = 51,8%) dengan persamaan y = 64,89x + 330,2. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan kerapatan tumpukan dengan ukuran partikel memiliki hubungan yang positif. Ukuran partikel berpengaruh nyata terhadap kerapatan tumpukan, pengecilan ukuran partikel secara nyata akan menyebabkan kerapatan tumpukan turun. Terbukti dengan perlakuan P4 memiliki kerapatan tumpukan dan ukuran partikel terkecil (Tabel 18 dan Tabel 20). Pernyataan ini

33 didukung oleh penelitian Khalil (1999a) bahwa pengecilan ukuran partikel menyebabkan penurunan nilai kerapatan tumpukan.

Gambar 9. Hubungan antara Kerapatan Tumpukan dengan Ukuran Partikel

Hubungan Sudut Tumpukan dengan Ukuran Partikel

Sudut tumpukan juga dipengaruhi oleh ukuran partikel. Hubungan antara sudut tumpukan dengan ukuran partikel dapat dilihat dalam bentuk persamaan linier pada Gambar 10.

Gambar 10. Hubungan antara Sudut Tumpukan dengan Ukuran Partikel

Hubungan korelasi antara sudut tumpukan dan ukuran partikel menunjukkan persamaan y = -2,223x + 33,22 dengan nilai r sebesar 73,42%. Hal ini menunjukkan

y = 64.89x + 330.2 R² = 0.266 r = 51.8% 380.00 400.00 420.00 440.00 460.00 480.00 500.00 520.00 540.00 560.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 Kerapatan T u mpukan (kg/m 3) Ukuran Partikel (mm) y = -2.223x + 33.22 R² = 0.539 r = 73.42% 26.00 26.50 27.00 27.50 28.00 28.50 29.00 29.50 30.00 30.50 0.00 1.00 2.00 3.00 Sudut T u mpukan ( ° ) Ukuran Partikel (mm)

34 bahwa hubungan sudut tumpukan dengan ukuran partikel memiliki korelasi yang negatif, yaitu semakin kecil ukuran partikel maka semakin tinggi nilai sudut tumpukannya. Hal ini terbukti dengan hasil penelitian menunjukkan P4 memiliki nilai sudut tumpukan tertinggi dan ukuran partikel terendah (Tabel 19 dan Tabel 20). Menurut Mujnisa (2007) dan Khalil (1999a), ukuran partikel mempengaruhi sudut tumpukan, yaitu semakin kecil ukuran partikel maka semakin tinggi sudut tumpukannya.

Hubungan Serat Kasar terhadap Ukuran Partikel

Taraf perlakuan menunjukkan nilai serat kasar bahan yang berbeda-beda. Semakin tinggi taraf perlakuan onggok dan gaplek yang diberikan, akan menurunkan nilai serat kasar bahan pakan perlakuan (Tabel 22).

Tabel 22. Hasil Analisis Serat Kasar Bahan Berdasarkan 100% Bahan Kering

Perlakuan Serat Kasar (%)

P1 29,41 P2 28,90 P3 21,89 P4 19,25 P5 21,40 P6 18,66 P7 16,41

Keterangan : P1 = 100% inti sawit, P2 = 15% onggok + 85% inti sawit, P3 = 30% onggok + 70% inti sawit, P4 = 45% onggok + 55% inti sawit, P5 = 15% gaplek + 85% inti sawit, P6 = 30% gaplek + 70% inti sawit, P7 = 45% gaplek + 55% inti sawit.

Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2011)

Nilai serat kasar tertinggi adalah perlakuan P1 yaitu sebesar 29,41%. Serat kasar tinggi pada P1 dipengaruhi oleh kontaminasi lapisan luar (endokaprium) pada inti sawit. Semakin tinggi taraf perlakuan yang diberikan akan menurunkan nilai serat kasar bahan. Perlakuan dengan bahan pengisi onggok menunjukkan nilai serat kasar bahan terendah pada perlakuan P4 yaitu sebesar 19,25% sedangkan perlakuan dengan bahan pengisi gaplek menunjukkan nilai serat kasar bahan terendah pada perlakuan P7 yaitu sebesar 16,41% (Tabel 22). Hal ini menunjukkan bahwa

35 perbedaan nilai serat kasar bahan berdasarkan bahan pengisi akan menentukan karakteristik dalam penggunaan bahan dalam pembuatan pakan.

Perlakuan dengan bahan pengisi onggok memiliki nilai serat kasar yang lebih tinggi daripada perlakuan dengan bahan pengisi gaplek. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan kandungan nutrisi yang dimiliki oleh onggok dan gaplek sehingga jika dicampur dengan inti sawit akan menghasilkan nilai serat kasar yang berbeda-beda. Hubungan serat kasar bahan terhadap ukuran partikel menampilkan persamaan dalam bentuk linier yang dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Hubungan Serat Kasar Bahan terhadap Ukuran Partikel

Hubungan korelasi antara ukuran partikel dengan serat kasar menunjukkan hubungan linier dengan persamaan y = 0,050x + 1,237 dengan nilai r sebesar 83,78%. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan korelasi antara ukuran partikel

Dokumen terkait