• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat-sifat kimia tanah di sekitar landfill abu terbang (fly ash) pltu suralaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sifat-sifat kimia tanah di sekitar landfill abu terbang (fly ash) pltu suralaya"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PLTU

SURALAYA

FANISSA RULIYANI

A14062799

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

FANISSA RULIYANI. Sifat-sifat Kimia Tanah di Sekitar Landfill Abu Terbang

(Fly Ash) PLTU Suralaya. Di bawah bimbingan ISKANDAR dan DYAH

TJAHYANDARI SURYANINGTYAS.

Penggunaan energi yang semakin meningkat dewasa ini menyebabkan dibutuhkannya suatu bahan bakar alternatif yang dapat digunakan sebagai penghasil energi, contohnya batubara. Pembakaran batubara menghasilkan abu terbang (fly ash) yang mengandung unsur hara makro dan mikro seperti Ca, Mg, K, Na, P, Fe, Cu, Zn, dan Mn yang berpotensi sebagai bahan amelioran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan sifat-sifat kimia tanah di sekitar landfill PLTU Suralaya yang terkena dampak oleh penimbunan abu terbang. Contoh tanah diambil dari area di dekat (±10 meter) dan luar (±1 kilometer) landfill sebanyak 13 contoh. Sifat-sifat kimia yang dianalisis mencakup pH, Kapasitas Tukar Kation (KTK), C-organik, basa-basa dan kejenuhannya, total P dan ketersediaan P, total N, Daya Hantar Listrik (DHL), tekstur, kandungan unsur hara mikro, serta logam berat.

Beberapa karakteristik dan sifat kimia tanah yang berada di dekat

landfill memiliki sedikit perbedaan dibandingkan dengan tanah yang berada jauh

dari landfill. Nilai pH tanah di dekat landfill (5,41-5,64) lebih tinggi dibandingkan di luar landfill (5,29-5,77), begitu pula nilai DHL tanah di dekat landfill (0,033-0,49 dS/m) lebih tinggi dibandingkan tanah di luar landfill (0,016-0,048 dS/m). Basa-basa tanah di dekat landfill (Ca = 6,87-8,48 cmol/kg, Mg = 2,89-3,96 cmol/kg, K = 0,47-0,71 cmol/kg, Na = 0,39-0,47 cmol/kg) lebih tinggi dibandingkan di luar landfill (Ca = 5,85-8,56 cmol/kg, Mg = 2,30-2,81 cmol/kg, K = 0,17-1,43 cmol/kg, Na = 0,29-0,60 cmol/kg), serupa dengan nilai KTK tanah di dekat landfill (15,14-18,04 cmol/kg) yang juga lebih tinggi dibandingkan KTK di luar landfill (10,95-15,14 cmol/kg). Kandungan C-organik (1,83-2,41%) dan ketersediaan P (13,03-28,94 ppm) di tanah dekat landfill lebih tinggi dibandingkan C-organik (0,88-1,85%) dan ketersediaan P (13,65-19,26 ppm) tanah yang berada di luar landfill, sedangkan nilai kejenuhan basa (67,53-82,01%) dan total P (27,33-38,33 ppm) tanah di dekat landfill lebih rendah dibandingkan nilai kejenuhan basa (70,43-97,06%) dan total P (30-43,67 ppm) tanah di luar

landfill.

Kandungan total N dikedua lokasi serupa. Unsur hara mikro yang dikandung oleh tanah didekat landfill (Fe = 5,37-6,28%, Mn = 0,20-0,24%, Cu = 7,30-8,60 ppm) lebih rendah dibandingkan tanah di luar landfill (Fe = 6,09-7,72%, Mn = 0,15-0,27%, Cu = 7-9 ppm) terkecuali unsur mikro Zn (36-38,5 ppm) lebih besar pada tanah di dekat landfill dibandingkan tanah di luar landfill (18,6-32,3 ppm). Logam berat yang dikandung oleh tanah di dekat landfill (Cr = 1-1,5 ppm, Ni = 0,5-1 ppm) lebih rendah dibandingkan tanah di luar landfill (Cr = 1-2,5 ppm, Ni = 1-3 ppm), tekstur tanah sama, yaitu liat.

(3)

FANISSA RULIYANI. The Soil Chemical Characteristics in Around Fly Ash

Landfill at PLTU Suralaya. Under supervision of ISKANDAR and DYAH

TJAHYANDARI SURYANINGTYAS.

Increased utilization of energy causes a need to produce alternative energy, for example coal. Coal combustion produces fly ash that contains of major and trace elements such as Ca, Mg, K, Na, P, Fe, Cu, Zn, Mn and also has advantage as soil ameliorant.

The purpose of this research was to study the soil chemical characteristics that might impacted by fly ash accumulation at PLTU Suralaya. The 13 samples of soil has been taken close to (± 10 meters) and outside (± 1 kilometers) the landfill. The soil analyzes consisted of pH, Cation Exchangable Capacity (CEC), C-organic, base elements and base saturation, total and avalaible P, total N, Electric Conductivity (EC), texture, trace elements, and heavy metals.

Generally, the characteristics of soil were had little differences. The value of pH in close to landfill soil (5,41-5,64) was higher than in outside (5,29-5,77), as same as the EC value in close to landfill (0,033-0,49 dS/m) was higher than the outside (0,016-0,048 dS/m). The concentration of base elements in close

to landfill soil (Ca = 6,87-8,48 cmol/kg, Mg = 2,89-3,96 cmol/kg, K = 0,47-0,71

cmol/kg, Na = 0,39-0,47 cmol/kg) were higher than the outside (Ca = 5,85-8,56 cmol/kg, Mg = 2,30-2,81 cmol/kg, K = 0,17-1,43 cmol/kg, Na = 0,29-0,60

cmol/kg), it’s equal with the CEC value in close to landfill soil (15,14-18,04 cmol/kg) that was higher too than the outside (10,95-15,14 cmol/kg). The C-organic value (1,83-2,41%) and the avalaible of P (13,03-28,94 ppm) in close to

landfill soil were higher than C-organic (0,88-1,85%) and avalaible of P value

(13,65-19,26 ppm) in the outside. Whereas, the base saturation (67,53-82,01%) and total phospore (27,33-38,33 ppm) in close to landfill soil were lower than the outside base saturation (70,43-97,06%) and total phospor (30-43,67 ppm).

The total N at two locations were similar. Trace elements within the

(4)

DI SEKITAR LANDFILL ABU TERBANG (FLY ASH)PLTUSURALAYA

FANISSA RULIYANI A14062799

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

(Fly Ash) PLTU Suralaya

Nama : Fanissa Ruliyani

NRP : A14062799

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr Ir Iskandar Dr Ir Dyah Tjahyandari M.Sc

NIP. 19611001198703 1 002 NIP. 19660622199103 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr Ir Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 15 Juli 1988 dan merupakan anak sulung dari tiga bersaudara pasangan Bapak Anwarul Fatah dan Ibu Erni Surtiyani.

Pendidikan formal yang ditempuh penulis berawal dari Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi 27 Semarang pada tahun 1993 hingga tahun 1994. Setelah lulus TK, penulis melanjutkan pendidikan di tiga Sekolah Dasar (SD) yang berbeda-beda dan lulus ketika bersekolah di SD Parakan Muncang 2 Kabupaten Sumedang tahun 2000. Selepas SD, penulis diterima di SMP 2 Cibinong hingga tahun 2003 dan kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Akhir (SMA) di SMA 1 Cibinong hingga tahun 2006. Selama bersekolah di SMA, penulis aktif dalam organisasi OSIS, ekstrakurikuler paduan suara, dan organisasi Karya Ilmiah Remaja (KIR). Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan kemudian pada tingkat kedua diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Tanah dan Bioteknologi Tanah pada tahun 2009 serta asisten praktikum Survei dan Evaluasi Lahan pada tahun 2010. Kegiatan mahasiswa yang pernah diikuti penulis antara lain sebagai staf Divisi Infokom bagian Hubungan Luar dan Alumni Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) (2009), staf Divisi Kesejahteraan Anggota Paduan Suara Mahasiswa Agria Swara pada tahun (2008), berpartisipasi dalam konser Peringatan Hari Sumpah Pemuda

“Musicademia” Twilight Orchestra Adie MS (2008), Pelatihan SRI Organik (NOSC) di Sukabumi (2008) dan aktif dalam berbagai kepanitiaan kegiatan

seperti Konser Tahunan “Rhyne Danubian Cruise” 2007, Olimpiade Mahasiswa

IPB (OMI) 2008, Masa Perkenalan Departemen (MPD) 2008, Composting (2008-2009), Soilidarity 2008, Seminar Nasional “Soil and Mining” 2008 dan Seminar

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “Sifat-sifat Kimia Tanah di Sekitar Landfill Abu Terbang (Fly Ash) PLTU Suralaya” ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat kelulusan menjadi Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Mama, papa, dan adik-adikku yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis.

2. Dr Ir Iskandar dan Dr Ir Dyah Tjahyandari M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing, mengarahkan dan selalu memotivasi penulis dalam kegiatan penelitian.

3. Dr Ir Sri Djuniwati, M.Sc selaku dosen penguji ujian skripsi atas saran dan kritiknya demi perbaikan skripsi ini.

4. Bapak Syahroni sebagai penanggung jawab landfill abu terbang PLTU Suralaya yang telah memberikan izin bagi penulis untuk mengambil contoh tanah di sekitar landfill.

5. Staf-staf laboratorium serta yang telah memberikan banyak masukan dan bantuan kepada penulis selama melakukan penelitian di laboratorium. 6. Meli, Farid, Uli, Giri, Danu, Kak Icha, Kak Lili, dan Kak Dyna atas segala

bantuan dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian baik di lapang maupun laboratorium serta dalam menyelesaikan skripsi. 7. Teman-teman program studi Ilmu Tanah angkatan 43 dan seluruh

(8)

8. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya dan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis, baik yang tersebutkan maupun yang tidak tersebutkan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak masih terdapat banyak kekurangan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Januari 2011

(9)

DAFTAR ISI

2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya ... 3

2.2. Batubara dan Limbah yang Dihasilkan ... 3

2.3. Tinjauan Umum Abu Terbang ... 4

2.4. Karakteristik Kimia dan Fisik Abu Terbang ... 5

2.5. Potensi dan Pemanfaatan Abu Terbang untuk Pertanian... 7

III.METODOLOGI PENELITIAN ... 10

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 10

3.2. Bahan dan Alat ... 10

3.3. Metode Penelitian ... 10

3.3.1. Pengambilan dan Persiapan Contoh Tanah ... 10

3.3.2 Analisis Sifat Kimia Tanah ... 11

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya ... 13

4.2. Karakteristik Kimia Tanah di Dekat Landfill dan di Luar Landfill Abu Terbang ... 14

4.2.1. Kemasaman Tanah (pH) ... 16

4.2.2. Kapasitas Tukar Kation (KTK) ... 17

4.2.3 C-organik ... 17

4.2.4. Basa-basa (K, Na, Ca, Mg) dan % Kejenuhan Basa ... 18

4.2.5. N-total ... 20

4.2.6. Total dan Ketersediaan Fosfor (P) ... 20

4.2.7. Daya Hantar Listrik (DHL) ... 21

(10)

4.2.9. Unsur-unsur Mikro Dan Logam-Logam Berat (Fe, Mn, Cu, Zn, Ni,

dan Cr) ... 23

V.KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

5.1. Kesimpulan ... 26

5.2. Saran ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Analisis dan Metode Sifat Kimia Tanah ... 12

2. Hasil Analisis Karakteristik Fisika Kimia Abu Terbang PLTU

Suralaya ... 13

3. Karakteristik dan Sifat Kimia Tanah di Dekat Landfill Abu Terbang ... 15 4. Karakteristik dan Sifat Kimia Tanah di Luar Landfill Abu Terbang ... 15

Lampiran

1. Baku Mutu TCLP Zat Pencemar dalam Limbah untuk Penentuan Karakteristik Sifat Racun berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 85

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Struktur Mikro Abu Terbang ... 7

2. Titik-titik Lokasi Pengambilan Contoh Tanah Secara Komposit. ... 11

Lampiran

1. PLTU Suralaya ... 32

(13)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggunaan energi yang semakin meningkat dewasa ini menyebabkan dibutuhkannya suatu bahan bakar alternatif lain selain minyak bumi yang dapat digunakan sebagai penghasil energi. Saat ini pilihan jatuh kepada batubara yang banyak digunakan sebagai penghasil energi pembangkit daya, seperti tenaga listrik.

Pusat pembangkit listrik yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar menghasilkan banyak bahan sisa berupa abu dasar (bottom ash) dan abu terbang

(fly ash). Abu terbang merupakan salah satu produk sisa pembakaran bahan bakar

(PSPB) batubara dalam tungku penghasil energi panas dan listrik. Abu terbang dalam konteks ini adalah abu yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada boiler PLTU yang tertangkap oleh electrostatic precipitator.

PLTU Suralaya merupakan salah satu pusat pembangkit listrik tenaga uap terbesar di Indonesia dengan daya terpasang sebesar 3400 MW dan jumlah batubara yang dikonsumsi per harinya 36.700 ton atau rata-rata 13 juta ton per tahun. Jumlah abu terbang yang dihasilkan oleh PLTU sebesar 7% dari total konsumsi batubara, sedangkan pemanfaatannya kembali hanya sekitar 40% (Sukandarrumidi, 2006).

(14)

Abu terbang dan komponen PSPB lainnya masih digolongkan sebagai limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) yang umumnya masih sering dibuang dengan menumpukkannnya di suatu luasan lahan (landfill) (Gambar Lampiran 2). Padahal abu terbang dapat dijadikan sebagai bahan-bahan yang bermanfaat seperti bahan amelioran yang dapat memperbaiki sifat-sifat tanah, baik secara kimia maupun fisik. Hasil analisis sifat kimia abu terbang menunjukkan bahwa abu terbang mengandung unsur-unsur esensial yang dibutuhkan oleh tanaman seperti P, K, Ca, Mg, Fe, Mn, Cu, dan Zn (Ramadina, 2003).

Pemanfaatan efektif lain dari abu terbang batu bara adalah konversi abu terbang batubara menjadi zeolit dan adsorben. Adsorben ini dapat digunakan baik untuk pengolahan limbah gas maupun limbah cair. Adsorben juga dapat digunakan dalam penyisihan logam berat dan senyawa organik pada pengolahan limbah (Putri, 2008).

Penimbunan abu terbang dalam bentuk landfill secara berkelanjutan dan dalam jangka waktu yang panjang akan sangat mempengaruhi karakteristik tanah di bawah timbunan abu terbang, baik secara fisik maupun kimia karena banyaknya unsur hara baik makro maupun mikro dan logam-logam berat yang dikandung oleh abu terbang yang tercuci ke dalam tanah. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh penumpukan abu terbang secara jangka panjang dan keberlanjutannya terhadap karakteristik tanah agar dapat diketahui kelebihan dan kelemahan dilakukannya sistem landfill tersebut.

Penelitian difokuskan pada analisis sifat-sifat kimia tanah seperti KTK, pH, Daya Hantar Listrik (DHL), kandungan P dan N, C-organik, kandungan basa-basa, kandungan unsur hara mikro serta logam-logam berat.

1.2. Tujuan

(15)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah salah satu andalan pembangkit tenaga listrik yang merupakan jantung untuk kegiatan industri dimana PLTU menggunakan bahan bakar berupa batubara. Batubara tersebut harus disediakan dengan kualitas tertentu dan untuk jangka waktu yang lama.

PLTU Suralaya terletak di wilayah Merak, Banten tepatnya di bagian barat laut ujung Pulau Jawa dan berhadapan langsung dengan Selat Sunda. PLTU Suralaya merupakan PLTU batubara yang didirikan pertama kali di Indonesia, yaitu pada tahun 1984 dengan kapasitas terpasang 4 x 400 MW.

PLTU ini dikembangkan dari unit 1-7 dengan kapasitas masing-masing 600 MW/unit (Gambar Lampiran 1). Saat ini, PLTU Suralaya telah berkapasitas 3.400 MW, berfungsi untuk menyediakan energi listrik 50% untuk produksi PT. Indonesia Power atau 25% dari kebutuhan energi listrik se Jawa-Bali. PLTU Suralaya memerlukan kurang lebih 32.000 ton/hari batubara untuk membangkitkan seluruh energi listrik tersebut (Sukandarrumidi, 2006).

Batubara PLTU Suralaya berasal dari tambang batubara Bukit Asam, Sumatera Selatan dari jenis subbituminus dengan nilai kalor antara 5000-5500 Kkal/kg. Selain batubara, PLTU Suralaya juga menggunakan solar dan minyak residu sebagai bahan bakar cadangan. Hasil proses pembakaran batubara oleh PLTU Suralaya menghasilkan limbah abu terbang sebanyak 878,8 ton/hari atau 24.000 ton/bulan (Hayati, 2010).

2.2. Batubara dan Limbah yang Dihasilkan

Batubara adalah bahan organik yang dapat terbakar, berasal dari sisa-sisa fosil tumbuhan yang mengendap dan telah mengalami proses perubahan fisika dan kimia karena pengaruh suhu, waktu, dan tekanan. Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara disebut pembatubaraan (coalification) (Raharjo, 2006).

(16)

batubara dianggap lebih efisien dibandingkan dengan pemakaian minyak bumi yang harganya terus meningkat sedangkan cadangannya semakin berkurang. Selain tersebar merata di seluruh dunia, batubara merupakan bahan yang siap dieksploitasi secara ekonomis karena terdapat dalam jumlah yang banyak, sehingga menjadi bahan bakar yang paling lama dapat menyokong kebutuhan energi dunia (Kartika, 2009).

Batubara memiliki sifat yang heterogen. Apabila dibakar, senyawa anorganik yang ada diubah menjadi bentuk senyawa oksida yang berukuran butir halus berbentuk abu. Abu ini merupakan kumpulan dari bahan pembentuk batubara yang tidak terbakar (non combustible materials) atau yang dioksidasi oleh oksigen. Pembakaran batubara yang dimanfaatkan sebagai energi panas pada PLTU akan menghasilkan abu yang terpisah. Abu batubara tersebut terdiri atas abu terbangdan abu dasar (bottom ash) sekitar 5-10%. Persentase masing-masing abu yang dihasilkan adalah abu terbang sebesar 80-90% dan abu dasar sebesar 10-20% (Sukandarrumidi, 2006).

Prijatama dan Sumarnadi (1996) mengatakan penggunaan batubara selain menghasilkan energi juga menghasilkan limbah dalam bentuk gas dan padatan. Gas buangan sisa pembakaran seperti SO3, NOx, atau CO2 akan langsung terbang

ke udara, sedangkan limbah lainnya berupa abu batubara yang terdiri dari abu terbang dan abu dasar akan lebih sulit penanganannya karena merupakan bahan padat yang tidak mudah larut atau menguap. Apabila tidak ditangani dengan baik, limbah batubara tersebut dapat mencemari lingkungan dan berpengaruh buruk terhadap kesehatan.

2.3. Tinjauan Umum Abu Terbang

(17)

Selama proses pembakaran batubara, abu terbang bersama-sama aliran gas memasuki cerobong asap. Selama proses tersebut, abu terbang akan terkumpul pada alat pengontrol emisi atau keluar melalui cerobong asap dan akan beterbangan menyebar di udara. Sifat-sifat fisika, kimia, dan mineralogi abu terbang tergantung pada komposisi batubara awal, kondisi pembakaran, kinerja dan efisiensi alat pengontrol emisi, penanganan dan penyimpanan, serta iklim.

Pada tahun 2005, terhitung lebih dari 150 juta ton abu terbang dihasilkan oleh PLTU seluruh dunia setiap tahunnya. Setengah dari jumlah tersebut belum dimanfaatkan dan menimbulkan polusi terhadap lingkungan (Sukandarrumidi, 2006).

Di Indonesia, abu terbang dihasilkan diantaranya oleh PLTU yang tersebar di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. PLTU Suralaya sendiri menghasilkan 400.000 ton abu terbang per tahunnya. Abu tersebut selanjutnya dipindahkan ke lokasi penimbunan abu (landfill) dan terakumulasi di lokasi tersebut dalam jumlah yang sangat banyak. Akumulasi abu terbang PLTU Suralaya yang terdapat di

landfill bertambah 219.000 ton setiap tahunnya. Semakin bertambahnya jumlah

abu batubara, maka usaha-usaha untuk memanfaatkan limbah padat tersebut juga harus semakin meningkat.

Sebagian dari abu terbang tersebut telah dimanfaatkan dalam industri konstruksi, produksi semen, dan pembuatan keramik. Selain itu, abu terbang juga digunakan untuk reklamasi dan stabilisasi daerah berlumpur. Namun sebagian besar dari abu terbang tersebut hanya dimanfaatkan sebagai bahan penimbun, sehingga menimbulkan masalah lingkungan antara lain pelepasan unsur-unsur beracun ke dalam air tanah dan penurunan aktivitas mikrobia (Ramadina, 2003).

Sampai saat ini, pemanfaatan abu batubara tersebut masih rendah, sebatas untuk keperluan industri semen dan beton, bahan pengisi untuk bahan tambang dan bahan galian serta berbagai pemanfaatan lainnya oleh masyarakat sekitar. Tingkat penggunaannya baru sekitar 200.000 ton/tahun (Hayati, 2010).

2.4. Karakteristik Kimia dan Fisik Abu Terbang

(18)

sejumlah kecil unsur C dan N. Bahan nutrisi lain dalam abu batubara yang diperlukan dalam tanah diantaranya ialah B, P dan unsur-unsur mikro seperti Cu, Zn, Mn, Mo dan Se (Damayanti, 2009).

Menurut Ardha (2006), abu terbang merupakan material oksida anorganik mengandung silika dan alumina aktif karena sudah melalui proses pembakaran pada suhu tinggi. Abu terbang bersifat aktif, yaitu dapat bereaksi dengan komponen lain untuk membentuk material baru yang tahan suhu tinggi.

Menurut Wasim (2005), secara kimia umumnya komposisi dan kandungan paling tinggi pada abu terbang dapat ditunjukkan dengan persentase seperti di bawah ini :

Selain senyawa-senyawa di atas yang diperkirakan terdapat pada abu terbang dalam kisaran 95-99%, abu terbang juga tersusun atas Na, P, K, sebesar 0,5-3,5% dan sisanya disusun oleh fase gelas amorf, fase kristalin, serta unsur-unsur mikro (trace elements). Abu terbang memiliki hampir semua elemen-elemen yang dikandung tanah kecuali karbon dan nitrogen organik, dimana bahan-bahan tersebut dapat digunakan sebagai bahan tambahan untuk pertanian.

Abu terbang mempunyai sifat aktif, yaitu dengan adanya air dapat bersenyawa dengan hidroksida Ca(OH)2 pada suhu kamar, membentuk senyawa

yang mempunyai sifat seperti semen yang dapat mengeras dalam waktu tertentu (Supriyono dan Sutopo, 1994).

Abu terbang umumnya bersifat alkalin di alam, namun pH abu terbang dapat bervariasi dari 4,5-12. Nilai pH abu terbang sebagian besar ditentukan oleh kandungan S dalam bahan induk batubara, tipe batubara yang digunakan selama pembakaran, dan kandungan S dalam abu terbang (Haynes, 2009).

Ukuran abu terbang sangat halus, yaitu 0,01-100 µm (65-90% berukuran <10 µm), luas permukaan tinggi dan tekstur ringan (silt loam), bobot isi (bulk

(19)

sebagian berongga (cenospheres) dan lainnya terisi oleh partikel amorf dan kristal-kristal yang lebih kecil (plerospheres). Fraksi cenospheres merupakan bagian terbanyak dalam abu terbang khususnya pada fraksi sangat halus (Basu et al., 2009 dalam Hayati, 2010).

Gambar 1. Struktur Mikro Abu Terbang. (atas) Scanning Electron

Microscopy perbesaran 4000x, (bawah) Scanning

Electron Microscopy perbesaran 1000x. (Ardha, 2006)

2.5. Potensi dan Pemanfaatan Abu Terbang untuk Pertanian

Abu terbang dapat digunakan untuk tujuan pengapuran karena mengandung CaO dan MgO. Kemampuan pengapuran atau daya netralisasi abu terbang mempunyai variasi yang besar tergantung pada sumber abu dan proses pelapukan. Daya netralisasi abu terbang berkorelasi negatif dengan kandungan Fe dan Si serta berkorelasi positif dengan Ca dan Mg (Haynes, 2009).

(20)

juga memberikan sumber hara esensial bagi tanaman seperti Ca, Mg, K, P, Fe, Cu, Zn, dan Mn. Abu terbang telah berhasil diaplikasikan pada kondisi agroklimat dan jenis tanah yang berbeda di beberapa negara bagian India dengan dosis yang berbeda.

Menurut Wasim (2005), abu terbang juga memiliki potensi yang besar dan memberikan keuntungan dalam menurunkan bobot isi, memperbaiki tekstur tanah, meningkatkan kapasitas memegang air tanah, merubah pH tanah, meningkatkan hasil produksi, dan sebagai penambah unsur-unsur hara mikro seperti Fe, Zn, Cu, Mo, B, dan lain-lain serta unsur-unsur hara makro seperti K, P, Ca, dan lain-lain. Abu terbang juga dapat digunakan pada tanaman ladang dan sayuran, kehutanan, reklamasi dari lahan tercemar, dan digunakan pada tanah alkali salin yang tererosi pada zona kering.

Abu terbang dapat meningkatkan bobot kering polong pada tanaman kacang tanah (Subagyo, 1989 dalam Lestari et al., 2004) dan meningkatkan diameter batang pada anakan sengon (Budianti, 1998 dalam Lestari et al., 2004). Selain itu, dapat juga digunakan sebagai bahan baku penetral pH pada air asam tambang batubara (Abidin dan Setiadi, 1996 dalam Lestari et al., 2004).

Lestari et al., (2004) juga melaporkan bahwa pemberian abu batubara dalam dosis yang rendah (<2%) pada tanah dapat meningkatkan kandungan unsur hara dalam tanah hingga menjadi lebih baik. Pemberian abu batubara menunjukkan respon yang cukup baik untuk diameter batang, tinggi tanaman, dan bobot kering tajuk terutama pada abu dasar dengan dosis < 2% dan abu terbang dengan dosis < 1%.

Abu terbang telah banyak digunakan untuk budidaya tanaman pangan di India seperti gandum, jagung, kentang, kacang kedelai, kacang tanah, kapas, tebu, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Efek residunya juga dapat meningkatkan hasil tanaman 20-50% tanpa adanya logam berat dan radioaktivitas dalam tanah, badan air, dan produksi tanah (Sengupta, 2002).

(21)

digunakan baik untuk pengolahan limbah gas maupun limbah cair. Abu terbang batubara dapat dipakai secara langsung sebagai adsorben atau dapat juga melalui perlakuan kimia dan fisik tertentu sebelum menjadi adsorben.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ramadina (2003), penambahan abu terbang dengan dosis 5, 10, 15, dan 25 ton/ha pada tanah gambut dapat meningkatkan pH dan basa-basa secara nyata. Kadar unsur-unsur dalam filtrat pada percobaan dengan metode Batch dan perkolat pada percobaan leaching test

tidak melebihi ambang batas kriteria mutu air untuk mengairi pertanaman (kelas II) yang terdapat dalam PP No. 82 tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Limbah abu terbang banyak dimanfaatkan oleh Jepang sebagai amelioran seperti zeolit buatan. Bahan-bahan magnetis dan besi dalam contoh dipisahkan dengan menggunakan High Intensity Wet Separator (HIWS) karena komponen tersebut tidak dibutuhkan untuk sintesa zeolit buatan. Sintesa zeolit buatan dilakukan dengan cara mereaksikan limbah abu terbang dengan NaOH pada beragam konsentrasi (1-4 M) dan waktu reaksi dengan mempertahankan temperatur reaksi pada 100oC. Zeolit buatan terbukti memiliki nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan daya serap terhadap ion-ion logam berat lebih tinggi daripada zeolit alam (Sembiring dan Suwardi, 1997).

(22)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2010 di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari bahan contoh tanah di sekitar landfill PLTU Suralaya. Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah bor tanah dan alat-alat laboratorium seperti pH-meter, sentrifuse,

Atomic Absorbsion Spectrophotometer (AAS), Flamephotometer, tabung reaksi,

pipet, enlemeyer, dan berbagai peralatan gelas lainnya.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan melalui serangkaian kegiatan seperti di bawah ini:

3.3.1. Pengambilan dan Persiapan Contoh Tanah

Pengambilan contoh tanah dilakukan di area PLTU Suralaya yang terletak di Kawasan Perindustrian Merak, Cilegon, Banten. Ada dua lokasi pengambilan contoh tanah, yaitu di dekat area landfill (jarak ±10 meter dari landfill) serta titik yang jauh di luar area landfill (jarak ±1 kilometer dari landfill). Pada masing-masing lokasi, pengambilan contoh tanah yang digunakan berasal dari tiga titik yang berbeda. Untuk lokasi dekat landfill terdapat tiga titik yaitu 1a, 1b, dan 1c. Begitu pula dengan lokasi di luar landfill, terdapat tiga titik yaitu 2a, 2b, dan 2c.

Masing-masing lokasi diambil contoh tanahnya setiap kedalaman 10 cm dan pengeboran dihentikan apabila sudah mencapai bahan induk. Kemudian contoh tanah dari masing-masing lokasi dikompositkan berdasarkan kedalaman yang sama. Tiap lokasi pengambilan contoh tanah, menghasilkan titik pengeboran dengan kedalaman solum yang berbeda-beda.

(23)

sehingga dari lokasi dekat landfill didapatkan 5 contoh tanah (kedalaman 0-10 cm, 10-20 cm, 20-30 cm, 30-40 cm, 40-50 cm).

Untuk lokasi pengeboran di luar landfill, kedalaman solum contoh tanah sampai 80 cm. Kedalaman >80 cm sudah merupakan bahan induk, sehingga di lokasi inididapatkan 8 contoh tanah (kedalaman 0-10 cm, 10-20 cm, 20-30 cm, 30-40 cm, 40-50 cm, 50-60 cm, 60-70 cm, 70-80 cm). Total keseluruhan contoh tanah yang dianalisis sebanyak 13 contoh tanah. Contoh-contoh tanah tersebut kemudian dikeringudarakan, ditumbuk, dan diayak dengan menggunakan saringan 2 mm, lalu dimasukkan ke wadah yang diberi label. Lokasi pengambilan contoh tanah, digambarkan oleh Gambar 2.

Gambar 2. Titik-titik Lokasi Pengambilan Contoh Tanah Secara Komposit.

3.3.2 Analisis Sifat Kimia Tanah

(24)

Tabel 1. Analisis dan Metode Sifat Kimia Tanah

No. Jenis Analisis Metode

1. pH H2O pH-meter

2. C-organik Walkley & Black

3. P-tersedia Bray 1

4. P-total HCl 25%

5. N-total Kjehdahl

6. KB Total Basa/KTK N NH4OAc pH 7

7. KTK N NH4OAc pH 7

8. Kadar total logam berat Aqua regia (HNO3 dan HCl 1:3);

AAS

9. Electric Conductivity EC-meter

10. Tekstur Cara pipet

(25)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya

Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator)

memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan abu terbang yang sudah berada di landfill beberapa waktu. Tabel 2 berikut menyajikan sifat-sifat kimia abu terbang segar dan abu terbang dari landfill berdasarkan penelitian Hayati (2010).

Tabel 2. Hasil Analisis Karakteristik Fisika-kimia Abu Terbang PLTU Suralaya

Parameter Sumber abu terbang

Abu Terbang ESP Abu terbang landfill

pH H2O 9,50 6,00

(26)

Hal tersebut dikarenakan komponen-komponen kimia abu terbang yang berada di

landfill telah mengalami proses pencucian (leaching), sehingga kandungan

sifat-sifat kimianya akan terus menerus berkurang bergantung dengan semakin lamanya abu terbang tersebut berada di landfill.

Abu terbang diperkirakan akan mempengaruhi sifat-sifat kimia tanah melalui udara. Abu terbang di landfill tertiup angin dan menutupi permukaan tanah di sekitarnya. Semakin jauh posisi tanah dari landfill, maka semakin kecil pengaruh abu terbang terhadap sifat-sifat kimia tanah. Abu terbang juga akan mempengaruhi lapisan atas tanah lebih kuat dibandingkan dengan lapisan tanah di bawahnya. Oleh sebab itu, pembahasan ini selain memperhatikan sifat-sifat tanah secara keseluruhan dalam satu profil, juga akan dibandingkan sifat-sifat tanah lapisan atas yang diperkirakan mendapatkan dampak abu terbang lebih tinggi.

4.2. Karakteristik Kimia Tanah di Dekat Landfill dan di Luar Landfill Abu Terbang

Tabel 3 dan 4 menyajikan data hasil analisis karakteristik dan sifat-sifat kimia tanah yang berada baik di dekat landfill maupun yang berada di luar landfill

abu terbang PLTU Suralaya.

(27)

Tabel 3. Karakteristik dan Sifat Kimia Tanah di Dekat Landfill Abu Terbang

Tabel 4. Karakteristik dan Sifat Kimia Tanah di Luar Landfill Abu Terbang

(28)

4.2.1. Kemasaman Tanah (pH)

Abu terbang PLTU Suralaya memiliki pH yang tinggi atau bersifat alkalin, khususnya abu terbang yang berasal dari ESP (9,50) yang memiliki pH lebih tinggi dibandingkan dengan pH abu terbang yang berada di landfill (6,00) (Hayati, 2010). Nilai pH abu terbang pada landfill yang menurun disebabkan oleh proses pencucian baik oleh air hujan maupun aliran permukaan yang berada di

landfill. Nilai pH abu terbang dipengaruhi oleh kandungan S bahan induk

batubara. Batubara dengan nilai S tinggi akan menghasilkan abu terbang dengan pH bersifat asam, sedangkan batubara dengan kandungan S rendah akan menghasilkan abu terbang dengan pH bersifat alkalin (Haynes, 2009).

Berdasarkan hasil analisis, pH tanah di sekitar landfill dan pH tanah di luar

landfill bernilai hampir serupa dan bersifat sama yaitu masam. Nilai pH tanah di

sekitar landfill hampir merata di setiap kedalaman solumnya, yaitu berkisar antara 5,41-5,64, sedangkan pH tanah di luar landfill hanya tertinggi pada top soil (0-20 cm) yaitu sebesar 5,77 dan nilai pH semakin rendah pada kedalaman solum berikutnya (20-80 cm) yang berkisar dari 5,27-5,37. Nilai pH pada kedua lokasi masih berkisar antara masam (4,5-5,5) hingga agak masam (5,6-6,5). Sifat masam yang dimiliki oleh tanah di kedua lokasi ini dapat disebabkan oleh bahan induk tanah yang berasal dari gunung api berupa endapan lahar dan breksi.

Lapisan atas tanah diduga mendapat pengaruh dari abu terbang yang lebih besar daripada lapisan di bawahnya. Namun nilai pH tanah lapisan atas pada lokasi yang jauh dari landfill lebih besar (5,77) dibandingkan pH tanah di dekat

landfill (5,41). Hal ini dapat menunjukkan bahwa abu terbang belum memberikan

dampak yang besar terhadap tanah di dekat landfill. Abu terbang sendiri memiliki sifat alkalinitas tinggi dengan variasi pH berkisar dari 4,5 sampai 12. Alkalinitas yang tinggi pada abu terbang disebabkan karena adanya konsentrasi oksida Ca dan Mg yang tinggi, yang membentuk hidroksida di dalam air (Wasim, 2005).

(29)

mikro seperti Fe, Mn, Cu, dan Zn menjadi mudah larut serta menghambat perkembangan mikroorganisme tanah.

4.2.2. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Pertukaran kation dalam tanah terjadi karena adanya muatan negatif koloid tanah yang menjerap kation-kation dalam bentuk dapat dipertukarkan. Kapasitas tukar kation berhubungan dengan kapasitas penyediaan Ca, Na, Mg, dan K.

Nilai KTK antara tanah yang berada di sekitar landfill dan yang berada di luar landfill cenderung berbeda walaupun perbedaannya tidak terlalu besar. Tanah di dekat landfill memiliki kisaran nilai KTK berkisar dari 15,14 cmol/kg hingga 18,04 cmol/kg, sedangkan KTK tanah di luar landfill berkisar antara 10,65 cmol/kg hingga 15,14 cmol/kg. Semakin ke bawah, nilai KTK tanah pada kedua lokasi semakin menurun di tiap solumnya. Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah oleh Balai Penelitian Tanah (2005), KTK tanah di sekitar landfill abu terbang PLTU Suralaya tergolong dalam kisaran rendah (5-16 cmol/kg) hingga sedang (17-24 cmol/kg).

Tanah di sekitar landfill memiliki nilai KTK yang lebih tinggi. KTK tanah tidak berkaitan langsung dengan pengaruh dari abu terbang. Namun, pada tanah-tanah yang fraksi liatnya didominasi oleh muatan tergantung pH, maka semakin tinggi pH tanah, semakin besar muatan negatif pada fraksi liat dan semakin tinggi KTK tanahnya. Dalam penelitian ini masih perlu dibuktikan jenis mineral liat yang menyusun fraksi liat tanah.

4.2.3 C-organik

(30)

Tanah yang berada di dekat landfill abu terbang memiliki kandungan C-organik berkisar dari 2,02% sampai 2,72% lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan C-organik pada tanah yang berada di luar landfill yang berkisar dari 1,07% hingga 2,14%. Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah oleh BPT (2005), kandungan C-organik pada tanah sekitar landfill PLTU Suralaya tergolong dalam kisaran rendah (1-2%) hingga sedang (2,01-3%).

Faktor utama yang menyebabkan tanah di sekitar landfill memiliki kandungan C-organik lebih tinggi bukan oleh banyaknya abu terbang yang tertimbun di tanah, melainkan lebih dipengaruhi oleh banyaknya tanaman yang tumbuh di atas tanah tersebut (Gambar Lampiran 3). Tanah-tanah yang berada disana ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman mulai dari cover crop berupa vegetasi pionir seperti ceplukan, kirinyuh, rumput cakar ayam, dan asam londo sampai tanaman pertanian seperti nangka, sukun, dan sejenis palem-paleman. Semakin banyak tanaman yang tumbuh subur di atas tanah, maka proses dekomposisi komponen organik yang menghasilkan CO2 dan H2O pun akan

berlangsung terus menerus dan menyumbangkan banyak bahan organik ke dalam lapisan tanah.

C-organik yang tinggi juga dapat meningkatkan nilai KTK tanah karena bahan organik yang sudah terlapuk di dalam tanah berada dalam keadaan koloidal, yang berukuran kecil, mempunyai luas permukaan yang lebar, serta adanya muatan permukaan negatif seperti koloid tanah, sehingga menyebabkan kation-kation dan air dapat melekat atau dijerap yang kemudian dipertukarkan oleh kation yang terdapat dalam larutan tanah.

4.2.4. Basa-basa (K, Na, Ca, Mg) dan % Kejenuhan Basa

(31)

cmol/kg sampai 8,48 cmol/kg pada tanah di dekat landfill dan 5,85 cmol/kg hingga 8,56 cmol/kg pada tanah di luar landfill.

Tingginya Ca yang dikandung oleh abu terbang dapat dipengaruhi oleh tipe abu terbang itu sendiri. Dikenal 2 jenis abu terbang, yaitu abu terbang kelas C dan kelas F. Abu terbang kelas C memiliki kandungan kapur yang tinggi (CaO dan MgO >15%), sedangkan kelas F memiliki kandungan kapur yang lebih rendah dibandingkan kelas C (CaO dan MgO <15%) (Haynes, 2009). Keberadaan Ca cmol/kg tanah. Begitu pula dengan Mg yang dikandung oleh tanah di luar landfill

sebesar 2,30 cmol/kg hingga 2,81 cmol/kg tanah. Dengan tingginya kandungan Ca dan Mg pada batubara, maka tidak perlu lagi dilakukan pengapuran dalam kegiatan budidaya pertanian karena kation basa Ca dan Mg dalam tanah dapat menekan kejenuhan ion Al dan Fe pada larutan tanah.

Kalium juga merupakan kation basa yang kandungannya cukup tinggi setelah Ca dan Mg pada abu terbang. Kandungan K pada tanah yang terpengaruh abu terbang berkisar dari rendah (0,1-0,2 cmol/kg) hingga tinggi (0,5-1,0 cmol/kg). Nilainya sebesar 0,47 cmol/kg hingga 0,71 cmol/kg tanah pada tanah di dekat landfill dan 0,17 cmol/kg hingga 0,49 cmol/kg tanah pada tanah di luar

landfill. Pada lapisan atas (0-10 cm), tanah di dekat landfill mengandung K (0,71

cmol/kg) lebih tinggi dibandingkan lapisan atas tanah di luar landfill (0,32 cmol/kg).

(32)

landfill mengandung Na (0,47 cmol/kg) lebih kecil dibandingkan kandungan Na tanah di luar landfill (0,60 cmol/kg).

Kejenuhan basa pada tanah yang berada di dekat landfill maupun di luar

landfill tergolong tinggi (51-70%) hingga sangat tinggi (>70%). Tanah di dekat

landfill memiliki kejenuhan basa tanah berkisar dari 67,53% hingga 82,01%,

sedangkan tanah di luar landfill memiliki kejenuhan basa sebesar 70,43% hingga 97,05%. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan kation-kation basa dapat dipertukarkan seperti Ca, Mg, K, dan Na pada tanah di kedua lokasi tersebut sangat tinggi sehingga dapat menggantikan kedudukan hidrogen yang mengakibatkan kemasaman pada tanah. Namun, pada tanah di sekitar PLTU Suralaya yang bersifat masam, diperkirakan bahwa tingginya kejenuhan basa pada tanah tersebut diakibatkan oleh tingginya kandungan basa-basa bebas yang berasal dari partikel abu terbang tidak terlapuk di dalam tanah.

4.2.5. N-total

Nitrogen (N) umumnya terikat dengan material organik dalam batubara dan kadarnya kurang dari 2%. Pada pembakaran, nitrogen akan diubah menjadi oksida nitrogen dan disebut NOx. Selain nitrogen dari batubara, NOx juga dapat terbentuk dari nitrogen dalam udara pembakaran.

Seperti karbon, abu terbang tidak banyak menyumbangkan N ke tanah, karena kandungan total N batubara akan hilang ketika batubara mengalami pembakaran, sehingga kandungan N yang dimiliki oleh abu terbang sangat sedikit bahkan jumlahnya dapat diabaikan. Kandungan total N yang dimiliki oleh tanah di dekat landfill hanya berkisar dari 0,09% hingga 0,11 %, tidak jauh berbeda dengan kandungan total N pada tanah di luar landfill, yaitu berkisar antara 0,06% hingga 0,12%. Menurut penilaian kriteria sifat kimia yang ditetapkan BPT (2005), kandungan N pada tanah sekitar landfill PLTU Suralaya tergolong dalam kisaran sangat rendah (< 0,10%) hingga rendah (0,10-0,20%).

4.2.6. Total dan Ketersediaan Fosfor (P)

(33)

konsentrasi total P di tanah luar landfill, khususnya di bagian solum atas (0-20 cm), namun pada solum >20 cm di tanah luar landfill terjadi peningkatan konsentrasi P. Hal tersebut dapat disebabkan oleh partikel-partikel abu terbang tak terlapuk yang terukur dan juga mineral-mineral dengan kandungan P tinggi yang menyusun tanah sehingga semakin mendekati bahan induk, kandungan P pada solum tersebut tinggi. Kandungan P abu terbang pada tanah di dekat landfill

berkisar antara 273,33 ppm hingga 383,33 ppm, sedangkan yang berada di luar

landfill memiliki kandungan total P antara 300 ppm hingga 436,67 ppm.

Abu terbang berpotensi dalam meningkatkan ketersediaan P yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Walaupun jumlah total fosfor di tanah yang terpengaruh abu terbang tinggi, namun ketersediaannya yang dapat dipergunakan oleh tanaman sangat sedikit. Pada tanah yang berada di dekat

landfill, jumlah P yang tersedia bagi tanaman berkisar antara 14,71 ppm hingga

33,31 ppm lebih tinggi dibandingkan kandungan ketersediaan P pada tanah di luar

landfill yang berkisar antara 15,86 ppm hingga 22,67 ppm. Namun pada lapisan

atas tanah, kandungan ketersediaan P tanah di dekat landfill lebih kecil dibanding ketersediaan P tanah di luar landfill. Tinggi rendahnya pH tanah dapat mempengaruhi ketersediaan fosfor yang disebabkan oleh ikatan-ikatan berbagai kation dan anion tanah terhadap fosfor itu sendiri.

Fosfor merupakan unsur esensial yang dibutuhkan tanaman, namun jumlah total fosfor dalam tanah mineral sangat sedikit, yaitu sekitar 0,01-0,20%. Sedikitnya fosfor yang tersedia bagi tanaman merupakan akibat dari terjadinya retensi P dalam tanah yang sangat tinggi. Pada tanah di sekitar landfill PLTU Suralaya, konsentrasi Fe yang tinggi di tanah diduga dapat mengakibatkan pengikatan P oleh Fe, sehingga kandungan P di dalam tanah rendah. Kehilangan fosfor dari tanah terutama disebabkan oleh erosi, tetapi ada pula yang dikarenakan oleh lambatnya fosfor larut dalam air.

4.2.7. Daya Hantar Listrik (DHL)

(34)

presentase Na dapat ditukar. Nilai DHL abu terbang dapat melebihi 13 dS/m (Gupta, 2008 dalam Hayati, 2010).

Abu terbang sendiri berpotensi meningkatkan daya hantar listrik tanah. Hal tersebut disebabkan banyaknya garam-garam terlarut hilang oleh proses pencucian yang terjadi karena wilayah Suralaya memiliki curah hujan yang tinggi. Menurut Haynes (2009), proses pencucian menyebabkan berkurangnya garam-garam terlarut dan menurunkan pH. Partikel abu terbang yang sangat halus dan bersifat porous berkontribusi terhadap tingkat pencucian yang tinggi.

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan perbandingan tanah dan aquades 1:5 serta acuan dari Soil Science of America 1973, tanah yang berada baik di dekat landfill abu terbang maupun yang berada di luar landfill tergolong tanah yang normal dan baik terhadap pertumbuhan tanaman karena memiliki nilai DHL < 2 dS/m. Nilai DHL pada tanah di dekat landfill berkisar antara 0,033-0,049 dS/m, sedangkan tanah di luar landfill 0,016-0,048 dS/m. Namun bila lapisan atas (0-10 cm) kedua tanah tersebut dibandingkan, maka terlihat bahwa tanah di luar

landfill (0,046 dS/m) memiliki DHL lebih tinggi daripada tanah di dekat landfill

(0,039 dS/m).

Media tumbuh yang baik adalah media yang mempunyai daya sangga yang cukup tinggi terhadap daya hantar listrik. Nilai DHL media tanam yang rendah harus dipertahankan karena nilai DHL yang rendah menunjukkan tekanan osmosis yang rendah, sehingga akan memudahkan sistem pengambilan unsur hara oleh tanaman. Apabila nilai DHL tinggi, maka tanaman akan sulit dalam menyerap unsur hara yang disebabkan oleh tingginya garam-garam terlarut sehingga mencegah terjadinya reaksi-reaksi hidrolisis.

4.2.8. Tekstur Tanah

(35)

Berdasarkan hasil analisis, tanah di sekitar area PLTU Suralaya baik di dekat maupun di luar landfill memiliki tekstur yang sama, yaitu liat. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya kadar liat (>50%) dibandingkan dengan kadar pasir dan debu. Tekstur liat pada tanah tersebut mempengaruhi beberapa sifat tanah baik fisik maupun kimia. Cukup tingginya kandungan bahan organik dalam tanah di area PLTU Suralaya, apabila bercampur dengan zarah liat dapat menyebabkan konsistensi tanah menjadi lebih gembur. Tanah dengan konsistensi gembur sangat baik sebagai media tumbuh tanaman karena mempermudah pergerakan akar dalam mengambil unsur hara esensial di dalam tanah.

Tanah bertekstur liat umumnya memiliki KTK yang tinggi karena daya jerap koloid-koloid tanah terhadap kation-kation kuat sehingga kation-kation tersebut sulit tercuci oleh air gravitasi. Tanah dengan tekstur liat juga memiliki agregat yang kuat dan daya retensi air yang tinggi, sehingga proses pencucian berlangsung dengan lambat. Kondisi tersebut dapat menyebabkan tanah tidak banyak kehilangan unsur-unsur hara akibat pencucian.

4.2.9. Unsur-unsur Mikro Dan Logam-Logam Berat (Fe, Mn, Cu, Zn, Ni, dan Cr)

Unsur mikro merupakan unsur hara yang terdapat di tanah dan dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah sedikit. Besi (Fe), Mangan (Mn), Seng (Zn), dan Tembaga (Cu) merupakan contoh unsur-unsur mikro esensial. Namun Fe, Mn, Zn, dan Cu juga dapat dikategorikan sebagai logam berat apabila konsentrasinya tinggi dalam tanah sehingga bersifat toksik dan berbahaya.

Kandungan Fe tanah di dekat landfill abu terbang berkisar antara 5,37% hingga 6,28%, sedangkan pada tanah di luar landfill kadar Fe adalah sebesar 6,09% hingga 7,72%. Secara umum, konsentrasi Fe dalam tanah memang tinggi, seperti halnya kadar Si dan Al. Sejalan dengan pernyataan Soepardi (1983), bahwa besi merupakan unsur mikro yang paling banyak dijumpai dalam tanah yang kemudian diikuti oleh mangan, seng, dan tembaga.

(36)

memiliki kadar Mn sebesar 0,15% hingga 0,27%. Kadar Mn di dalam tanah diperkirakan cukup tinggi karena ditemukan banyaknya konkresi mangan pada kedalaman solum tanah >20 cm.

Konsentrasi Cu dan Zn di tanah pada kedua lokasi cenderung mengalami penurunan dengan semakin dalamnya solum. Kadar Cu pada tanah di dekat

landfill berkisar antara 7,3 ppm hingga 8,6 ppm, lebih rendah dibandingkan kadar

Cu pada tanah di luar landfill yang berkisar antara 7 ppm hingga 9 ppm, sedangkan kadar Zn pada tanah di dekat landfill berkisar antara 36 ppm hingga 38,5 ppm lebih tinggi dibandingkan dengan tanah di luar landfill yang berkisar antara 18,6 ppm hingga 32,3 ppm. Menurut Alloway, (1995) dalam Hayati, (2010) kisaran normal untuk Cu dan Zn dalam tanah masing-masing adalah 2-250 ppm dan 1-900 ppm. Abu terbang dapat meningkatkan kandungan Zn dan Cu, namun ketersediaan kedua unsur tersebut akan menurun sebanding dengan meningkatnya pH tanah (Scotti et al., 1998). Dibandingkan dengan Fe, Mn, dan Cu, Zn merupakan unsur mikro paling besar yang dikandung oleh tanah di dekat

landfill.

Logam berat termasuk zat pencemar karena sifatnya yang stabil dan sulit untuk diuraikan. Di dalam tanah, logam berat terdiri atas berbagai bentuk, yaitu bentuk terikat pada partikel organik, bentuk tereduksi (hidroksida), karbonat, sulfida, dan bentuk terlarut dalam tanah. Abu terbang mengandung banyak unsur logam berat antara lain Kromium (Cr), Timbal (Pb), Nikel (Ni), dan Kadmium (Cd). Oleh sebab itu, abu terbang dikategorikan sebagai limbah beracun dan berbahaya bagi lingkungan.

(37)

ppm hingga 1,5 ppm, sedangkan pada tanah di luar landfill berkisar antara 1 ppm hingga 2,5 ppm.

Pemanfaatan bahan-bahan yang diperkirakan memberikan efek negatif pada lingkungan termasuk abu terbang memerlukan uji TCLP (Toxicity

Characteristic Leaching Prosedure) sehubungan dengan unsur-unsur toksik yang

(38)

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Beberapa karakteristik sifat kimia tanah yang berada di dekat landfill abu terbang umumnya berbeda dengan tanah yang berada di luar landfill. Lapisan atas (0-10 cm) tanah dekat landfill mengandung C-organik, K, Ca, dan Mg dapat dipertukarkan lebih tinggi daripada lapisan atas tanah di luar landfill. Namun pH, ketersedian P, total N, Na dapat dipertukarkan, dan DHL lapisan atas tanah dekat landfill lebih kecil dibandingkan lapisan atas tanah di luar

landfill.

2. Kandungan unsur-unsur hara mikro Besi (Fe), Mangan (Mn), dan Tembaga (Cu), serta kandungan logam-logam berat Nikel (Ni) dan Kromium (Cr) tanah di dekat landfill lebih rendah dibandingkan tanah di luar landfill. Namun unsur mikro seng (Zn) memiliki konsentrasi lebih tinggi pada tanah di dekat landfill.

3. Metodologi penelitian yang dilakukan dalam kajian ini belum dapat memastikan pengaruh abu terbang di landfill terhadap sifat-sifat kimia tanah di sekitarnya.

5.2. Saran

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Amacher, MC. 1996. Nickel, Cadmium, and Lead. Sparks, D.L et al. (editor).

Methods of Soil Analysis Part 3 : Chemical Methods. pp. 739-768. Soil

Science Society of America, Inc. USA.

Ardha, N. 2009. Pemanfaatan abu terbang PLTU Suralaya Untuk Castable

Refractory (Penelitian Pendahuluan). http://tekmira.esdm.go.id [diakses

tanggal 25 Maret 2010]

Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis : Analisis Kimia Tanah, Tanaman,

Air, dan Pupuk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,

Departemen Pertanian.

Barlett RJ, James BR. 1996. Chromium. Sparks, D.L et al. (editor). Methods of

Soil Analysis Part 3 : Chemical Methods.pp. 683-701. Soil Science Society

of America, Inc. USA.

Damayanti, R. 2009. Pemanfaatan Abu Batubara sebagai Bahan Pembenah Tanah atau Soil Conditioner di Daerah Penimbunan Tailing Pengolahan

Emas. http://tekmira.esdm.go.id [diakses tanggal 18 Januari 2010]

Hayati, R. 2010. Karakterisasi Abu Terbang (Fly Ash) dan Eksplorasi Vegetasi Fitoremediator di Area Landfill Abu Terbang untuk Pengelolaan Ramah

Lingkungan [Tesis] Sekolah Pascasarjana-Institut Pertanian Bogor.

Haynes, RJ. 2009. Reclamation and revegetation of fly ash disposal sites – challenges and research needs.Journal of Environtmental Management. 90 : 43-53.

Jala S, Dinesh G. 2006. Fly ash as a soil ameliorant for improving crop production (reviews). Bioresource Technology 97 : 1136-1147.

Kartika, SE. 2009. Modifikasi Limbah Fly Ash sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red yang Ramah Lingkungan dalam Upaya Mengatasi

Pencemaran Industri Batik Di Surakarta. [Skripsi] Universitas Sebelas

Maret. http://siskaela@blog.uns.ac.id [ diakses tanggal 15 Maret 2010]

Lestari ID, Dede S, Zaenal A. 2004. Respon pertumbuhan tanaman sengon

(Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) terhadap pemberian abu batubara.

Jurnal Analisis Lingkungan Vol. 1 No. 2 : hal. 72 – 80.

Prijatama H, Sumarnadi ET. 1996. Mengubah limbah menjadi rupiah : pemanfaatan limbah abu batubara PLTU. Prosiding Pemaparan Hasil

(40)

Putri, M. 2008. Abu Terbang Batubara Sebagai Absorben. http://majarimagazine.com [diakses tanggal 22 Juli 2010]

Raharjo, IB. 2006. Mengenal Batubara (1). Artikel Iptek Bidang Energi dan

Sumberdaya Alam. http://beritaiptek.com [diakses tanggal 19 Juli 2010]

Ramadina, EFR. 2003. Potensi Abu terbang (Fly Ash) Sebagai Bahan Amelioran

pada Lahan Gambut dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan

[Skripsi]Program Studi Ilmu Tanah–Institut Pertanian Bogor.

Scotti IA, Silva S, Botteschi G. 1999. Effect of Fly Ash on The Availability of Zn,

Cu, Ni, and Cd to Chicory. Agriculture, Ecosystem and Environment 72 :

159-163.

Sembiring N, Suwardi. 1997. Synthesis of Artificial Zeolite from Coal Fly Ash in

Power Plant. Bogor Agricultural University.

Sengupta, P. 2002. Fly Ash for Acidic Soils. The Hindu : Online Edition of India’s

National Newspaper. Central Fuel Research Institute, Dhanbad, India.

http://www.flyash.org.in [diakses tanggal 8 Agustus 2010]

Sukandarrumidi. 2006. Batubara dan Pemanfaatannya. Gajah Mada University Press.

Supriyono HS, Sutopo R. 1994. Pengkajian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Suralaya untuk Bahan Bangunan. Buletin Pusat Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Mineral Vol. 16, No. 10. Bandung.

(41)
(42)
(43)
(44)

Gambar Lampiran 1.

PLTU Suralaya unit 1-7 (kiri), abu terbang yang berasal dari cerobong asap (kanan).

Gambar Lampiran 2.

Pintu masuk Landfill Abu Terbang PLTU Suralaya (kiri), timbunan abu terbang (kanan).

Gambar Lampiran 3.

Lokasi Pengambilan Contoh Tanah. Tanah di luar Landfill (kiri), tanah di dekat

(45)

PLTU

SURALAYA

FANISSA RULIYANI

A14062799

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(46)

FANISSA RULIYANI. Sifat-sifat Kimia Tanah di Sekitar Landfill Abu Terbang

(Fly Ash) PLTU Suralaya. Di bawah bimbingan ISKANDAR dan DYAH

TJAHYANDARI SURYANINGTYAS.

Penggunaan energi yang semakin meningkat dewasa ini menyebabkan dibutuhkannya suatu bahan bakar alternatif yang dapat digunakan sebagai penghasil energi, contohnya batubara. Pembakaran batubara menghasilkan abu terbang (fly ash) yang mengandung unsur hara makro dan mikro seperti Ca, Mg, K, Na, P, Fe, Cu, Zn, dan Mn yang berpotensi sebagai bahan amelioran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan sifat-sifat kimia tanah di sekitar landfill PLTU Suralaya yang terkena dampak oleh penimbunan abu terbang. Contoh tanah diambil dari area di dekat (±10 meter) dan luar (±1 kilometer) landfill sebanyak 13 contoh. Sifat-sifat kimia yang dianalisis mencakup pH, Kapasitas Tukar Kation (KTK), C-organik, basa-basa dan kejenuhannya, total P dan ketersediaan P, total N, Daya Hantar Listrik (DHL), tekstur, kandungan unsur hara mikro, serta logam berat.

Beberapa karakteristik dan sifat kimia tanah yang berada di dekat

landfill memiliki sedikit perbedaan dibandingkan dengan tanah yang berada jauh

dari landfill. Nilai pH tanah di dekat landfill (5,41-5,64) lebih tinggi dibandingkan di luar landfill (5,29-5,77), begitu pula nilai DHL tanah di dekat landfill (0,033-0,49 dS/m) lebih tinggi dibandingkan tanah di luar landfill (0,016-0,048 dS/m). Basa-basa tanah di dekat landfill (Ca = 6,87-8,48 cmol/kg, Mg = 2,89-3,96 cmol/kg, K = 0,47-0,71 cmol/kg, Na = 0,39-0,47 cmol/kg) lebih tinggi dibandingkan di luar landfill (Ca = 5,85-8,56 cmol/kg, Mg = 2,30-2,81 cmol/kg, K = 0,17-1,43 cmol/kg, Na = 0,29-0,60 cmol/kg), serupa dengan nilai KTK tanah di dekat landfill (15,14-18,04 cmol/kg) yang juga lebih tinggi dibandingkan KTK di luar landfill (10,95-15,14 cmol/kg). Kandungan C-organik (1,83-2,41%) dan ketersediaan P (13,03-28,94 ppm) di tanah dekat landfill lebih tinggi dibandingkan C-organik (0,88-1,85%) dan ketersediaan P (13,65-19,26 ppm) tanah yang berada di luar landfill, sedangkan nilai kejenuhan basa (67,53-82,01%) dan total P (27,33-38,33 ppm) tanah di dekat landfill lebih rendah dibandingkan nilai kejenuhan basa (70,43-97,06%) dan total P (30-43,67 ppm) tanah di luar

landfill.

Kandungan total N dikedua lokasi serupa. Unsur hara mikro yang dikandung oleh tanah didekat landfill (Fe = 5,37-6,28%, Mn = 0,20-0,24%, Cu = 7,30-8,60 ppm) lebih rendah dibandingkan tanah di luar landfill (Fe = 6,09-7,72%, Mn = 0,15-0,27%, Cu = 7-9 ppm) terkecuali unsur mikro Zn (36-38,5 ppm) lebih besar pada tanah di dekat landfill dibandingkan tanah di luar landfill (18,6-32,3 ppm). Logam berat yang dikandung oleh tanah di dekat landfill (Cr = 1-1,5 ppm, Ni = 0,5-1 ppm) lebih rendah dibandingkan tanah di luar landfill (Cr = 1-2,5 ppm, Ni = 1-3 ppm), tekstur tanah sama, yaitu liat.

(47)

FANISSA RULIYANI. The Soil Chemical Characteristics in Around Fly Ash

Landfill at PLTU Suralaya. Under supervision of ISKANDAR and DYAH

TJAHYANDARI SURYANINGTYAS.

Increased utilization of energy causes a need to produce alternative energy, for example coal. Coal combustion produces fly ash that contains of major and trace elements such as Ca, Mg, K, Na, P, Fe, Cu, Zn, Mn and also has advantage as soil ameliorant.

The purpose of this research was to study the soil chemical characteristics that might impacted by fly ash accumulation at PLTU Suralaya. The 13 samples of soil has been taken close to (± 10 meters) and outside (± 1 kilometers) the landfill. The soil analyzes consisted of pH, Cation Exchangable Capacity (CEC), C-organic, base elements and base saturation, total and avalaible P, total N, Electric Conductivity (EC), texture, trace elements, and heavy metals.

Generally, the characteristics of soil were had little differences. The value of pH in close to landfill soil (5,41-5,64) was higher than in outside (5,29-5,77), as same as the EC value in close to landfill (0,033-0,49 dS/m) was higher than the outside (0,016-0,048 dS/m). The concentration of base elements in close

to landfill soil (Ca = 6,87-8,48 cmol/kg, Mg = 2,89-3,96 cmol/kg, K = 0,47-0,71

cmol/kg, Na = 0,39-0,47 cmol/kg) were higher than the outside (Ca = 5,85-8,56 cmol/kg, Mg = 2,30-2,81 cmol/kg, K = 0,17-1,43 cmol/kg, Na = 0,29-0,60

cmol/kg), it’s equal with the CEC value in close to landfill soil (15,14-18,04 cmol/kg) that was higher too than the outside (10,95-15,14 cmol/kg). The C-organic value (1,83-2,41%) and the avalaible of P (13,03-28,94 ppm) in close to

landfill soil were higher than C-organic (0,88-1,85%) and avalaible of P value

(13,65-19,26 ppm) in the outside. Whereas, the base saturation (67,53-82,01%) and total phospore (27,33-38,33 ppm) in close to landfill soil were lower than the outside base saturation (70,43-97,06%) and total phospor (30-43,67 ppm).

The total N at two locations were similar. Trace elements within the

(48)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggunaan energi yang semakin meningkat dewasa ini menyebabkan dibutuhkannya suatu bahan bakar alternatif lain selain minyak bumi yang dapat digunakan sebagai penghasil energi. Saat ini pilihan jatuh kepada batubara yang banyak digunakan sebagai penghasil energi pembangkit daya, seperti tenaga listrik.

Pusat pembangkit listrik yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar menghasilkan banyak bahan sisa berupa abu dasar (bottom ash) dan abu terbang

(fly ash). Abu terbang merupakan salah satu produk sisa pembakaran bahan bakar

(PSPB) batubara dalam tungku penghasil energi panas dan listrik. Abu terbang dalam konteks ini adalah abu yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada boiler PLTU yang tertangkap oleh electrostatic precipitator.

PLTU Suralaya merupakan salah satu pusat pembangkit listrik tenaga uap terbesar di Indonesia dengan daya terpasang sebesar 3400 MW dan jumlah batubara yang dikonsumsi per harinya 36.700 ton atau rata-rata 13 juta ton per tahun. Jumlah abu terbang yang dihasilkan oleh PLTU sebesar 7% dari total konsumsi batubara, sedangkan pemanfaatannya kembali hanya sekitar 40% (Sukandarrumidi, 2006).

(49)

Abu terbang dan komponen PSPB lainnya masih digolongkan sebagai limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) yang umumnya masih sering dibuang dengan menumpukkannnya di suatu luasan lahan (landfill) (Gambar Lampiran 2). Padahal abu terbang dapat dijadikan sebagai bahan-bahan yang bermanfaat seperti bahan amelioran yang dapat memperbaiki sifat-sifat tanah, baik secara kimia maupun fisik. Hasil analisis sifat kimia abu terbang menunjukkan bahwa abu terbang mengandung unsur-unsur esensial yang dibutuhkan oleh tanaman seperti P, K, Ca, Mg, Fe, Mn, Cu, dan Zn (Ramadina, 2003).

Pemanfaatan efektif lain dari abu terbang batu bara adalah konversi abu terbang batubara menjadi zeolit dan adsorben. Adsorben ini dapat digunakan baik untuk pengolahan limbah gas maupun limbah cair. Adsorben juga dapat digunakan dalam penyisihan logam berat dan senyawa organik pada pengolahan limbah (Putri, 2008).

Penimbunan abu terbang dalam bentuk landfill secara berkelanjutan dan dalam jangka waktu yang panjang akan sangat mempengaruhi karakteristik tanah di bawah timbunan abu terbang, baik secara fisik maupun kimia karena banyaknya unsur hara baik makro maupun mikro dan logam-logam berat yang dikandung oleh abu terbang yang tercuci ke dalam tanah. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh penumpukan abu terbang secara jangka panjang dan keberlanjutannya terhadap karakteristik tanah agar dapat diketahui kelebihan dan kelemahan dilakukannya sistem landfill tersebut.

Penelitian difokuskan pada analisis sifat-sifat kimia tanah seperti KTK, pH, Daya Hantar Listrik (DHL), kandungan P dan N, C-organik, kandungan basa-basa, kandungan unsur hara mikro serta logam-logam berat.

1.2. Tujuan

(50)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah salah satu andalan pembangkit tenaga listrik yang merupakan jantung untuk kegiatan industri dimana PLTU menggunakan bahan bakar berupa batubara. Batubara tersebut harus disediakan dengan kualitas tertentu dan untuk jangka waktu yang lama.

PLTU Suralaya terletak di wilayah Merak, Banten tepatnya di bagian barat laut ujung Pulau Jawa dan berhadapan langsung dengan Selat Sunda. PLTU Suralaya merupakan PLTU batubara yang didirikan pertama kali di Indonesia, yaitu pada tahun 1984 dengan kapasitas terpasang 4 x 400 MW.

PLTU ini dikembangkan dari unit 1-7 dengan kapasitas masing-masing 600 MW/unit (Gambar Lampiran 1). Saat ini, PLTU Suralaya telah berkapasitas 3.400 MW, berfungsi untuk menyediakan energi listrik 50% untuk produksi PT. Indonesia Power atau 25% dari kebutuhan energi listrik se Jawa-Bali. PLTU Suralaya memerlukan kurang lebih 32.000 ton/hari batubara untuk membangkitkan seluruh energi listrik tersebut (Sukandarrumidi, 2006).

Batubara PLTU Suralaya berasal dari tambang batubara Bukit Asam, Sumatera Selatan dari jenis subbituminus dengan nilai kalor antara 5000-5500 Kkal/kg. Selain batubara, PLTU Suralaya juga menggunakan solar dan minyak residu sebagai bahan bakar cadangan. Hasil proses pembakaran batubara oleh PLTU Suralaya menghasilkan limbah abu terbang sebanyak 878,8 ton/hari atau 24.000 ton/bulan (Hayati, 2010).

2.2. Batubara dan Limbah yang Dihasilkan

Batubara adalah bahan organik yang dapat terbakar, berasal dari sisa-sisa fosil tumbuhan yang mengendap dan telah mengalami proses perubahan fisika dan kimia karena pengaruh suhu, waktu, dan tekanan. Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara disebut pembatubaraan (coalification) (Raharjo, 2006).

(51)

batubara dianggap lebih efisien dibandingkan dengan pemakaian minyak bumi yang harganya terus meningkat sedangkan cadangannya semakin berkurang. Selain tersebar merata di seluruh dunia, batubara merupakan bahan yang siap dieksploitasi secara ekonomis karena terdapat dalam jumlah yang banyak, sehingga menjadi bahan bakar yang paling lama dapat menyokong kebutuhan energi dunia (Kartika, 2009).

Batubara memiliki sifat yang heterogen. Apabila dibakar, senyawa anorganik yang ada diubah menjadi bentuk senyawa oksida yang berukuran butir halus berbentuk abu. Abu ini merupakan kumpulan dari bahan pembentuk batubara yang tidak terbakar (non combustible materials) atau yang dioksidasi oleh oksigen. Pembakaran batubara yang dimanfaatkan sebagai energi panas pada PLTU akan menghasilkan abu yang terpisah. Abu batubara tersebut terdiri atas abu terbangdan abu dasar (bottom ash) sekitar 5-10%. Persentase masing-masing abu yang dihasilkan adalah abu terbang sebesar 80-90% dan abu dasar sebesar 10-20% (Sukandarrumidi, 2006).

Prijatama dan Sumarnadi (1996) mengatakan penggunaan batubara selain menghasilkan energi juga menghasilkan limbah dalam bentuk gas dan padatan. Gas buangan sisa pembakaran seperti SO3, NOx, atau CO2 akan langsung terbang

ke udara, sedangkan limbah lainnya berupa abu batubara yang terdiri dari abu terbang dan abu dasar akan lebih sulit penanganannya karena merupakan bahan padat yang tidak mudah larut atau menguap. Apabila tidak ditangani dengan baik, limbah batubara tersebut dapat mencemari lingkungan dan berpengaruh buruk terhadap kesehatan.

2.3. Tinjauan Umum Abu Terbang

Gambar

Gambar 1. Struktur Mikro Abu Terbang. (atas) Scanning  Electron Microscopy perbesaran 4000x, (bawah) Scanning Electron Microscopy perbesaran 1000x
Gambar 2. Titik-titik Lokasi Pengambilan Contoh Tanah Secara Komposit.
Tabel 1. Analisis dan Metode Sifat Kimia Tanah
Tabel 2. Hasil Analisis Karakteristik Fisika-kimia Abu Terbang PLTU Suralaya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Keberadaan Alumunium terhadap Unsur Hara Makro Kalsium dan Kalium dalam Tanah di Sekitar Wilayah PLTU Paiton ; Nur Aziizah Islami,.. 061810301075; 2011; 49 halaman;

Analisis Keberadaan Alumunium terhadap Unsur Hara Makro Kalsium dan Kalium dalam Tanah di Sekitar Wilayah PLTU Paiton ; Nur Aziizah Islami,.. 061810301075; 2011; 49 halaman;

Sifat fisika dan kimia tanah yang mempunyai pengaruh langsung meningkatkan intensitas busuk buah kakao adalah fraksi pasir, kadar lengas, pH, kandungan K, dan kejenuhan

Analisis kesuburan tanah di lahan miring pada pertanaman kelapa sawit menunjukkan hasil analisis kejenuhan basa sangat rendah 1,12% dapat dikatakan tingkat kesuburan

pekarangan dan lahan usahatani beberapa kampung Di Kabupaten Kutai Barat, yaitu : pH tanah tergolong sangat masam sampai masam, kandungan C organik tergolong rendah

Sifat kimia tanah gambut Indonesia yang utama antara lain sifatnya yang sangat masam dengan kisaran pH 3 – 5, basa-basa dapat ditukarkan yang rendah, serta unsur mikro

Berdasarkan hasil analisis laboratorium dan perhitungan terhadap jumlah kation menunjukkan bahwa kejenuhan basa (KB) tanah pada lahan lahan pekarangan dan lahan

3.2 Aktivitas Spesifik Pada Tanah Aktivitas spesifik 226Ra, 232Th, dan 40K dari 9 sampel tanah di sekitar industri gula yang diperoleh pada penelitian ini dibandingkan dengan nilai