• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh strategi pemecahan masalah “ideal” dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh strategi pemecahan masalah “ideal” dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa"

Copied!
208
0
0

Teks penuh

(1)

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

oleh

FEBRI INDRAWAN

(1110017000042)

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Febri Indrawan (1110017000042). “Pengaruh strategi pemecahan masalah IDEAL dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, November 2014.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh startegi pemecahan masalah IDEAL dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 18 Tangerang Selatan, Tahun Ajaran 2014/2015. Metode yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan desain Control Group Post-test Only Design, yang melibatkan 72 siswa sebagai sampel. Pengumpulan data setelah perlakuan dilakukan dengan menggunakan tes kemampuan berpikir kritis matematik siswa.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang diajarkan dengan strategi pemecahan masalah IDEAL dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi dari pada siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional (thitung =2,38 > ttabel =1,67). Hal ini dapat dilihat

dari rata-rata kemampuan berpikir kritis matematik yang diajarkan dengan strategi pemecahan masalah IDEAL dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT sebesar 63,32 dan rata-rata model konvensional mendapat nilai 55,79. Nilai kemampuan berpikir kritis matematik pada kelas yang diajarkan dengan strategi pemecahan masalah IDEAL dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT, terlihat dari indikator menginterpretasikan sebesar 79,00, menganalisis sebesar 62,13, dan mengevaluasi sebesar 53,00. Sedangkan yang diajarkan dengan model konvensional, indikator menginterpretasikan sebesar 77,63, menganalisis sebesar 51,13, dan mengevaluasi sebesar 42,38. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa pembelajaran matematika pada pokok bahasan himpunan dengan menggunakan strategi pemecahan masalah IDEAL dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) berpengaruh lebih tinggi terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa, dibandingkan dengan model konvensional.

(6)

ABSTRACT

Febri Indrawan (1110017000042) “The Influence of IDEAL problem solving with

Numbered Head Together (NHT) cooperative learning towards the students’ ability of mathematical critical thinking. “Skripsi” of Mathematic Education Department, Faculty of Tarbiya and Teaching Training, Islamic State University of Syarif Hidayatullah Jakarta, November 2014.

The purpose of this research is to analyze the effect of IDEAL problem solving with NHT cooperative learning towards the students’ ability of mathematical critical thinking. The research is conducted in SMP N 18 South Tangerang, in academic year 2014/2015. The method used in this research is quasi-experimental method and the design is Control Group Post-Test Only Design. This research involved 72 students as samples. The data collection was done after a mathematical critical thinking test was given to students.

The result shows that the students who are taught by using IDEAL problem solving with NHT cooperative learning have a higher mathematical critical thinking ability than those who are not (ttest =2,38 > ttable =1,67). It can be seen from the average of the mathematical critical thinking test result, those who are taught using IDEAL problem solving with NHT cooperative learning achieved an average result of 63,32 and those who are taught using conventional method achieved 55,79. According to the result value of each indicator, the class using IDEAL problem solving with NHT cooperative learning achieved 79,00 in interpreting indicator, 62,13 in analyzing indicator, and 53,00 in evaluating indicator. While the class using conventional method, it 77,63 in interpreting indicator, 51,13 on analyzing indicator, and 42,38 on evaluating indicator. The conclusion of this study is teaching mathematic especially on the subject sets that use IDEAL problem solving with Numbered Head Together cooperative learning significantly effect students’ ability of mathematical critical thinking.

(7)

KATA PENGANTAR

ﻳﺤﺭﻟﺍﻦ ﺤﺭﻟﺍﷲﺍ ﺳﺑ

Alhamdulillah segala puji kehadirat illahirabbi Allah AWT yang telah memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan yang berlimpah dari dunia sampai akhirat. Shalawat dan Salam senantiasa dicurahkan kepada kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan tugas akhir skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, doa, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak untuk menyelesaikan skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Nurlena Rifa’i, Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, Ketua jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan yang diberikan, semoga bapak selalu berada dalam kemulianNya.

3. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Eva Musyrifah, S.Pd, M.Si, selaku dosen Pembimbing II yang telah

(8)

5. Ibu Khairunnisa, S.Pd, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, motivasi, dan semangat dalam penulisan skripsi ini. 6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapat keberkahan dari Allah SWT.

7. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang membantu dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat.

8. Kepala SMP Negeri 18 Tangerang Selatan, Ibu Yuliani Silaturochmi, M.Pd yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

9. Selruh dewan guru SMP Negeri 18 Tangerang Selatan, Khususnya Ibu Ajeng Agustina, S.Pd, MM selaku guru mata pelajaran yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Serta siswa dan siswa SMP Negeri 18 Tangerang Selatan, khususnya kelas VII-C dan VII-E.

10.Keluarga tercinta Bapak Endro Prastyono, Ibunda Mintarilda yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang, memberikan motivasi serta memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Adik Rizki Budi S, Iin Habibah M serta semua keluarga yang selalu mendoakan, mendorong penulis untuk tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi serta mengejar dan meraih cita-cita.

11.Sahabat tersayang yang tergabug dalam Laskar Skripsi Hafizh, Noval, Anton, Imam, Rodial, Wahyu, Sidik, Sofyan, Ferdi yang selalu memberikan motivasi dan menjadi tempat berbagi untuk segala cerita selama penulisan skripsi ini. 12.Teman-teman Washabee yang selalu ada dikala penat melanda dalam

(9)

13.Yuyun Ariyani yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menemani, memberikan doa, dan memberi motivasi selama proses penyusunan skripsi. Terimakasih sudah mau direpotkan.

14.Kakak kelas yang telah membantu memberikan saran dan masukan serta motivasi kepada penulis.

Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Saya hanya dapat berdoa, semoga Allah SWT membalas jasa kalian dan menjadi pintu datangnnya ridho dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat. Amiin ya rabbal’alamin.

Demikianlah, betapapun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan yang ada untuk menyususn skripsi ini dengan sebaik-baiknya, namun masih saja ada kekurangan dan kelemahan yang dapat ditemui dalam skripsi ini. Karena itu, kritik serta saran dari pembaca skripsi ini penulis terima dengan hati terbuka demi pembelajaran penulis dikemudian hari.

Penulis berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca serta dunia pendidikan pada umumnya.

Jakarta, Oktober 2014

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfat Penelitian ... 6

BAB II DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 8

A. Deskripsi Teoritik... 8

1. Strategi Pemecahan Masalah IDEAL... 8

a. Pengertian Masalah ... 8

b. Pengertian Strategi Pemecahan Masalah IDEAL ... 9

2. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together ... 16

a. Model Pembelajaran Kooperatif ... 16

b. Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together ... 18

3. Kemampuan Berpikir Kritis ... 21

a. Pengertian Berpkir ... 21

(11)

c. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematik ... 27

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 28

C. Kerangka Berpikir ... 29

D. Pengajuan Hipotesis ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33

A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

B.Metode dan Desain Penelitian ... 33

C.Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 34

D.Teknik Pengumpulan Data ... 35

E.Instrumen Penelitian ... 35

F. Analisis Instrumen ... 36

G.Teknik Analisa Data ... 41

H.Hipotesis Statistik ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

A.Hasil Penelitian ... 47

1. Deskripsi Data ... 47

a. Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Kelompok Eksperimen ... 48

b. Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Kelompok Kontrol ... 52

2. Analisis Data... 57

a. Uji Normalitas ... 57

b. Uji Homogenitas ... 59

c. Pengujian Hipotesis ... 60

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 60

1. Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 61

a. Kemampuan Berpikir Kritis Indikator Menginterpretasikan ... 66

b. Kemampuan Berpikir Kritis Indikator Menganalisis ... 68

(12)

C.Keterbatasan Penelitian ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi instrument kemampuan berpikir kritis matematik ... 35

Tabel 3.2 Kriteria koefisien reabilitas ... 38

Tabel 3.3 Indeks Tingkat Kesukaran ... 39

Tabel 3.4 Indeks Daya Pembeda ... 40

Tabel 3.5 Rekapitulasi Data Hasil Uji Coba Instrumen ... 40

Tabel 4.1 Statistik Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Kelas Eksperimen 48 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa Kelas Eksperimen ... 49

Tabel 4.3 Deskripsi Data Kelas Eksperimen Berdasarkan Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematik ... 51

Tabel 4.4 Statistik Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Kelas Kontrol . 53 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa Kelas Kontrol ... 54

Tabel 4.6 Deskripsi Data Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematik ... 56

Tabel 4.7 Uji Normalitas Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 58

Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas ... 59

(14)

Tabel 4.10 Perbandingan Statistik Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 62 Tabel 4.11 Presentase Rata-rata Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematik

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sintak Strategi Pembelajar IDEAL ... 19 Gambar 2.2 Kerangka Berpikir ... 32 Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 33 Gambar 4.1 Histogram Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Kelas

Eksperimen ... 50

Gambar 4.2 Diagram Batang Presentase Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen ... 52

Gambar 4.3 Histogram Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Kelas Kontrol ... 55 Gambar 4.4 Diagram Batang Presentase Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

Kelas Kontrol ... 57 Gambar 4.5 Kurva Perbandingan Nilai Kemampuan Berpikir Kritis Matematik

Siswa pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol .. 63 Gambar 4. 6 Perbandingan Presentase Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 65 Gambar 4.7 Perbadingan Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok

Kontrol Pada Indikator Menginterpretasikan ... 67 Gambar 4.8 Perbadingan Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok

Kontrol Pada Indikator Menganalisis ... 69 Gambar 4.9 Perbadingan Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 79

Lampiran 2 Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 100

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa ... 111

Lampiran 4 Form Penilaian CVR ... 140

Lampiran 5 Tabel Validitas CVR ... 146

Lampiran 6 Tabel Hasil Perhitungan CVR ... 147

Lampiran 7 Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis Matematik .. 148

Lampiran 8 Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis Matematik ... 149

Lampiran 9 Kunci Jawaban Instrumen ... 151

Lampiran 10 Rubrik penilaian ... 156

Lampiran 11 Perhitungan Uji Validitas ... 160

Lampiran 12 Hasil Uji Validitas ... 161

Lampiran 13 Perhitungan UJi Realibilitas ... 162

Lampiran 14 Hasil Uji Realibilitas ... 163

Lampiran 15 Langkah Uji Tingkat Kesukaran ... 164

Lampiran 16 Hasil Uji Tingkat Kesukaran ... 165

(17)

Lampiran 18 Hasil Uji Daya Beda ... 167

Lampiran 19 Hasil Tes Kemampuan Berpiki Kritis Matematik Siswa Kelompok Eksperimen ... 168

Lampiran 20 Hasil Tes Kemampuan Berpiki Kritis Matematik Siswa Kelompok Kontrol ... 169

Lampiran 21 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku dan Kemiringan Kelompok Eksperimen ... 170

Lampiran 22 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku dan Kemiringan Kelompok Kontrol ... 173

Lampiran 23 Perhitungan Mean dan Presentase Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Berdasarkan Indikator ... 176

Lampiran 24 Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 177

Lampiran 25 Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 179

Lampiran 26 Perhitungan Uji Homogenitas ... 181

Lampiran 27 Perhitungan Pengujian Hipotesis ... 182

Lampiran 28 Tabel Distribusi Uji Chi Square ... 184

Lampiran 29 Tabel Distribusi Uji F ... 185

Lampiran 30 Tabel Distribusi Uji t ... 186

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat bersaing dalam dunia globalisasi yang penuh dengan tantangan dan permasalahan yang perlu dipecahkan. Dalam mejalani tugas seseorang dapat menganggap suatu keadaan sebagai sebuah permasalahan, namun mungkin di sisi lain keadaan tersebut bukan suatu masalah bagi orang lain. Begitu juga dalam mempelajari matematika, seringkali siswa menemui permasalahan yang kebanyakan dari mereka tidak dapat menyelesaikannya.

Matematika merupakan bidang studi yang sangat penting dalam memecahkan permasalahan, misalnya dalam bidang sains dan teknologi. Matematika juga dapat melatih keterampilan siswa dalam berpikir kreatif, kritis, logis, sistematis, dan melatih kemampuan untuk bekerja sama. Keterampilan tersebut dapat dilatih melalui proses pembelajaran matematika, karena dalam mengerjakan soal matematika seseorang dituntut untuk berfikir secara kritis, logis serta sistematis sehingga memungkinkan siapapun untuk terampil memecahkan masalah.

(19)

cermat, jujur, efisien dan efektif”.1 Kemampuan berpikir kritis, sangat diperlukan bagi kehidupan siswa, agar mereka mampu menyaring informasi, memilih layak atau tidaknya suatu kebutuhan bagi kehidupan mereka dimasa yang akan datang.

Berdasarkan hasil penelitian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS) yang di selenggarakan oleh International Association for Evaluation of Educational Achievment (IEA) tahun 2011 menunjukan bahwa kemampuan matematika siswa kelas delapan di Indonesia berada pada peringkat ke-38 dari 45 negara, dan soal-soal matematika tidak rutin yang meliputi pengetahuan kognitif, penalaran, dan aplikasi pada umumnya tidak berhasil dijawab dengan benar. Hal ini menunjukan rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa, karena kemapuan berpikir kritis merupakan tujuan dari pembelajaan matematika.2

Berpikir kritis adalah suatu proses yang bertujuan untuk membuat keputusan rasional yang diarahkan untuk memutuskan sesuatu yang akan diyakini. Berpikir kritis adalah proses yang terus menerus, aktif dan teliti. Kemampuan berpikir kritis dapat diketahui melalui karakteristik atau indikator-indikator kemampuan berpikir kritis yang dimilikinya. Karekteristik utama berpikir kritis sebagaimana dikatakan Nosich yaitu: (1) Berpikir kritis adalah reflektif dan metakognitif, (2) Berpikir kritis mesti mengukur standar atau kriteria tertentu, (3) berpikir kritis memuat persoalan autentik, dan (4) berpikir kritis melibatkan pemikiran, fleksibelitas, dan penalaran.3

Kemampuan dalam berpikir kritis tidaklah datang dengan sendirinya. Kemampuan tersebut perlu dilatih. Namun kebiasaan berpikir kritis siswa

1Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:

JICA-UPI, 2001), h.56

2

Ina V.S. Mullis. Et al., TIMMS 2011 International Result in Mathematics, (Chestnut Hill, MA: Boston College., 2012), h.42

3

(20)

3

belum dijadikan tradisi di sekolah-sekolah. Seperti yang diungkapkan oleh

Jacqueline dan Brooks, “Sedikit sekolah yang mengajarkan siswanya berpikir kritis. Sekolah justru mendorong siswa memberi jawaban yang benar, tidak mendorong mereka untuk memunculkan ide-ide yang baru atau memikirkan kesimpulan-kesimpulan yang sudah ada”.4 Kemampuan siswa dalam menganalisis, menarik kesimpulan, menghubungkan, mengevaluasi dan memikirkan ulang harus dilatih untuk menjadi sebuah kebiasaan.

Proses pembelajaran matematika di sekolah saat ini masih banyak didominasi oleh guru, dimana guru sebagai sumber utama pengetahuan.5 Metode pembelajaran yang umum dilakukan disekolah adalah metode konvensional. Pada metode ini kurang terlibatnya siswa dalam proses pembelajaran yang mengakibatkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis dan berinteraksi menjadi rendah. Seharusnya dalam pembelajaran, khususnya matematika diharapkan siswa benar-benar aktif sehingga kemampuan siswa dalam berpikir kritis dapat keluar dalam memahami materi yang disajikan.

Pembelajaran matematika yang dominan mengandalkan kemampuan daya pikir, perlu membina kemampuan berpikir siswa khususnya berpikir kritis agar mampu mengatasi pembelajaran matematika yang materinya bersifat abstrak. Untuk mengetahui dan melatih kemampuan berpikir kritis siswa khususnya dalam pembelajaran matematika, perlu digunakan strategi yang sesuai untuk melatih kemampuan tersebut. Strategi pemecahan masalah IDEAL (Identify the problem, Define the problem, Eksplorer solution, Act on the strategy, Look back and evaluate the effect) terlihat cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika untuk mencapai tujuan

4

Ali Syahbana. Peningkatan kemampuan berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Contextual Teaching And Learning, Jurnal Edumatica Vol. 02, No.01, 2012, h. 46

5

(21)

pemebelajaran dan mengajarkan serta melatih kemampuan berpikir kritis siswa.

Selain itu, untuk mendorong pola interaksi siswa dalam kelas maka perlu adanya model pembelajaran yang tepat. Dalam proses belajar siswa harus terlibat aktif dalam pembelajaran, baik secara mental, fisik, maupun sosial. Siswa harus dibiasakan untuk diberikan kesempatan bertanya dan berpendapat, sehingga diharapkan proses pembelajaran menjadi bermakna. Numbered Head Together (NHT) tampaknya dapat diterapkan untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dalam proses pembelajaran dalam kelas.

Pembelajaran matematika dengan strategi pemecahan masalah IDEAL membuat siswa dituntut untuk menggali dan menunjukan kemampuan berpikir kritisnya mulai dari mengiidentifikasi masalah, mendefinisikan masalah, mencari solusi yang tepat, melaksanakan strategi, serta mengkaji kembali dan mengevaluasi hasil yang di dapat. Sedangkan model pembelajaran NHT merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif, yang menekankan pada pembelajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu dalam mempelajari materi pelajaran sehingga dapat mengaktifkan siswa di dalam kelas.

Berawal dari latar belakang kurangnya kemampuan siswa dalam berpikir kritis. Penulis memberi judul pada penelitian ini “Pengaruh Strategi Pemecahan Masalah “IDEAL” dengan Model Pembelajaran Kooperatif

tipe Numbered Head Together (NHT) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka ada beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi diantaranya:

(22)

5

b. Model pembelajaran yang masih berpusat pada guru.

c. Kemampuan berpikir kritis matematik siswa dalam menghadapi soal matematika kurang dikembangkan karena siswa hanya mengikuti apa yang dicontohkan guru tanpa melibatkan cara yang mungkin dapat diketahui siswa.

d. Perlu dicari strategi yang sesuai untuk melatih kemampuan berpikir kritis matematik.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, maka penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti pada:

1. Kemampuan berpikir kritis siswa yang diukur berupa interpretasi yang berisi kemampuan dalam memberikan penafsiran dan menjelaskan makna data yang terdapat dalam permasalahan, analisis yang berisi kemampuan dalam menghubungkan data-data untuk menyelesaikan permasalahan, dan evaluasi yang berisi kemampuan dalam menyelidiki kebenaran dari suatu informasi berdasarkan konsep yang digunakan.

2. Pembahasan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diberi perlakuan menggunakan strategi pemecahan masalah IDEAL dengan pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dan yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah serta pembatasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

(23)

2. Bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan pemebelajaran konvensional?

3. Apakah kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan Strategi pemecahan masalah IDEAL dengan model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) lebih tinggi dari pada kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa

yang menggunakan strategi pemecahan masalah IDEAL dengan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).

2. Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan pemebelajaran konvensional.

3. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan Strategi pemecahan masalah IDEAL dengan pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) lebih baik dari pada kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan pemebelajaran konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan memperoleh beberapa manfaat antara lain: 1. Bagi sekolah

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data sekolah yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika.

2. Bagi guru

(24)

7

3. Bagi siswa

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan oleh siswa dalam meningkatkan kemampuan matematikanya dan menjauhkan kejenuhan dalam proses pembelajaran. 4. Bagi peneliti lain

(25)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN

PENGAJUAN HIPOTESIS

A.

Deskripsi Teoritik

1. Strategi Pemecahan Masalah IDEAL

a. Pengertian Masalah

Masalah adalah sesuatu yang timbul akibat adanya rantai yang terputus antara keinginan dan cara mencapainya. Setiap hari, bahkan setiap saat, manusia berhadapan dengan berbagai masalah yang menuntut penyelesaian , mulai dari masalah yang paling sederhana sampai persoalan yang rumit.1 Dalam belajar matematika, pada umumnya yang dianggap masalah bukanlah soal yang biasa dijumpai siswa.

Masalah merupakan bagian dalam kehidupan manusia yang harus dicari solusinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamalik yang menyatakan bahwa “masalah pada hakikatnya adalah suatu pertanyaan yang mengandung jawaban.Suatu pertanyaan mempunyai peluang tertentu untuk dijawab dengan tepat, bila pertanyaan itu dirumuskan dengan baik dan sistematis”.2 Namun tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi sebuah masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi sebuah masalah jika pertanyaan itu menunjukan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh prosedur yang rutin atau yang sudah diketahui siswa.

Suatu masalah bersifat relatif, tergantung dari pengetahuan serta pengalaman yang dimiliki siswa. Dapat terjadi bagi siswa, pertanyaan tersebut mudah baginya dengan menggunakan prosedur rutin, namun bagi

1

W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Grasindo, 2002), h.112

2

(26)

9

orang lain permasalahan yang diberikan tersebut memerlukan pengorganisasian yang dikerjakan secara tidak rutin. Menurut David Johnson dan Johnson, “masalah-masalah yang dipilih mesti mempunyai sifat conflict issue atau kontroversial, masalahnya dianggap penting, urgent dan dapat diselesaikan”.3

Suatu masalah biasanya memuat situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan kepada seseorang anak dan anak tersebut dapat langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatan sebagai masalah.

Memperhatikan pendapat-pendapat tentang masalah seperti disebutkan di atas, dapat di simpulkan bahwa suatu soal atau pertayaan merupakan suatu masalah apabila soal atau pertanyaan tersebut menantang untuk diselesaikan, dan prosedur untuk menjawabnya tidak dapat dilakukan secara rutin.

b. Pengertian Strategi Pemecahan Masalah IDEAL

Memecahkan suatu masalah merupakan aktifitas yang mendasar dalam kehidupan mausia. Sebagian besar kehidupan manusia akan selalu menemui masalah-masalah yang harus diselesaian. Dalam menyelesaikan masalah tersebut seseorang terkadang akan mengalami sebuah kegagalan, tetapi bila mengalami kegagalan manusia pasti akan mencari jalan atau alternatif lain untuk menyelesaikan permasalahannya tersebut.

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman

3

(27)

menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan dalam pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika penting seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggenaralisasian, komunikasi matematik, dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik.

Strategi pembelajaran pemecahan masalah adalah bagian dari strategi pembelajaran inkuiri.4 Strategi pembelajaran penyelesaian masalah memberi tekanan pada terselesaikannya suatu masalah secara sistematis. Pentingnya strategi ini karena belajar pada prinsipnya adalah suatu proses interaksi antara manusia dan lingkungannya. Proses ini berlangsung secara bertahap, mulai dari stimulus dari lingkungan, sampai memberi respon yang tepat terhadap persoalan tersebut.

Secara umum, pemecahan masalah berkaitan dengan penanganan tugas yang baru dan tidak terbiasa saat metode solusi yang relevan tidak diketahui.5 Pemecahan masalah tidak sekedar sebagai bentuk kemampuan menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan-kegiatan belajar terdahulu, melainkan lebih dari itu, merupakan proses untuk mendapatkan seperangkat aturan yang lebih tinggi. Menurut Gagne, “seperangkat aturan yang dimaksud adalah perangkat prosedur atau strategi yang memungkinkan seseorang dapat meningkatkan kemandirian dalam berpikir”.6

Tujuan akhir dari pembelajaran adalah menghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah

4

Ibid., h. 111

5

Margaret E. Gredler., Learning and Instruction:Teori dan Aplikasi, Edisi keenam, (Jakarta: Kencana Prenada, 2011), h.284.

6

(28)

11

yang kelak dihadapi dalam masyarakat.7 Untuk menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi yang handal dalam pemecahan masalah maka diperluka strategi pembelajaran pemecahan masalah. Tampak bahwa pemecahan masalah merupakan komponen penting dalam pembelajaran matematika, sehingga kemampuan pemecahan masalah di kalangan siswa perlu mendapat perhatian dalam pembelajaran. Dalam melakukan pemecahan masalah matematika seseorang mesti memiliki pengetahuan yang cukup untuk menyelesaikan permasalahan.

Idealnya aktivitas pembelajaran matematika tidak hanya difokuskan pada upaya mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melainkan juga bagaimana menggunakan segenap pengetahuan yang didapat untuk menghadapi situasi baru atau memecahkan masalah-masalah khusus yang berkaitan dengan permasalah-masalahan dalam matematika. Menurut Travers, “kemampuan yang berstruktur prosedural harus dapat diuji transfer pada situasi permasalahan baru yang relevan, karena yang dipelajari adalah prosedur-prosedur pemecahan masalah yang berorientasi pada proses”.8

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya memungkinkan siswa memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada masalah yang bersifat tidak rutin. Dalam pemecahan masalah, siswa harus menggunakan serangkaian langkah berurutan, strategi dimulai dengan mempertimbangkan secara seksama apa masalahnya, sumber daya dan informasi apa yang tersedia, dan bagaimana masalah dapat disajikan. Langkah-langkah pemecahan masalah yang pada umumnya digunakan sebagaimana yang dikembangkan oleh Polya yaitu:

7

Ibid.,, h. 52.

8

(29)

(1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahan masalah, (3) menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua, dan (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back).9

Bransford dan Stein memperkenalkan IDEAL Problem Solving sebagai suatu strategi dalam menyelesaikan masalah. Strategi penyelesaian masalah ini dikenalkan oleh Bransford dan Stein sebagai strategi penyelesaian masalah yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan meningkatkan keterampilan dalam proses penyelesaian masalah.

Penyelesaian masalah IDEAL merupakan strategi yang didesain untuk membantu mengidentifikasi dan memahami bagian-bagian yang berbeda dari penyelesaian masalah. Masing-masing huruf dalam IDEAL melambangkan komponen penting dalam proses serta langkah dalam penyelesaian masalah, yaitu :10

I : Identify Problem (Mengidentifikasi masalah)

D : Define goals and the problem (Mendefinisikan masalah dan tujuan) E : Explore possible strategies (Mencari kemungkinan solusi)

A : Antipate outcomes and act (Melaksanakan strategi dan antisipasi hasil) L : Look back and Learn (Lihat kembali dan belajar)

Setiap langkah pemecahan masalah IDEAL memiliki tujuan untuk menutun siswa dalam menyelesaikan permasalahan. Penjelesan lebih jelas dalam setiap langkah IDEAL seperti yang dijelaskan Bransford dan Stein yaitu:11

9

Erman Suherman, dkk., Strategi pembelajaran matematika Kontemporer, (Bandung: JICA, 2001), h.91

10

Taylor, R George & MacKenney, L., Improving Human Learning in Classroom: Theories and Teaching Practices. (USA: Rowman & Littlefield Education, 2008), h.133

11

(30)

13

a. Identify Problem (Identifikasi Masalah)

Identifikasi masalah merupakan tahap awal dari strategi ini. Dalam tahap awal ini siswa secara sengaja berusaha untuk mengidentifikasi masalah dan menjadikannya sebagai kesempatan untuk melakukan sesuatu yang kreatif. Dalam tahap ini guru membimbing siswa untuk memahami aspek-aspek permasalahan, seperti membantu untuk mengembangkan/menganalisis permasalahan, mengajukan pertanyaan, mengkaji hubungan antar data, memetakan masalah, serta mengembangkan hipotesis.

b. Define goals (Mendefinisikan Masalah dan Tujuan)

Langkah kedua dari IDEAL adalah mengembangkan pemahaman dari masalah yang telah diidentifikasi dan berusaha menentukan tujuan. Menentukan tujuan berbeda dengan mengidentifikasi masalah. Dalam suatu kelompok siswa dapat mengidentifikasi masalah dan setuju bahwa masalah tersebut dapat menjadi suatu kesempatan tapi mereka terkadang tidak setuju dengan tujuan yang diinginkan. Sehingga Sebuah masalah tergantung pada bagaimana mereka menentukan tujuan, dan hal ini mempunyai efek yang penting terhadap tipe jawaban yang akan dicoba. Perbedaan dalam menentukan tujuan dapat menjadi penyebab kemampuan seseorang dalam memahami masalah, berpikir dan menyelesaikan masalah menjadi berbeda-beda. Tujuan yang berbeda membuat siswa mengeksporasi strategi yang berbeda untuk menyelesaikan masalah. Dalam tahap ini kegiatan guru meliputi membantu dan membimbing siswa, melihal hal/data/variabel yang sudah diketahui dan hal yang belum diketahui, mencari berbagai informasi yang ada dan akhirnya merumuskan masalah.

c. Explore possible strategies (Mencari Kemungkinan Solusi)

(31)

dengan tujuan yang telah ditetapkan. Beberapa strategi dalam penyelesaian masalah sangatlah umum dan dapat digunakan pada hampir semua masalah yang ada, namun beberapa strategi sangatlah khusus dan hanya digunakan pada kasus-kasus tertentu. Dalam tahap ini kegiatan guru adalah membantu dan membimbing siswa mencari berbagai solusi alternatif pemecahan masalah, melakukan brainstorming, melihat alternatif pemecahan masalah dari berbagai sudut pandang dan akhirnya memilih satu alternatif pemecahan masalah yang tepat.

d. Anticipate outcomes and act (Melaksanakan Strategi dan Antisipasi Hasil)

Langkah keempat dari IDEAL adalah mengantisipasi (Anticipate) hasil dan bertindak (Act). Ketika strategi dipilih, maka mengantisipasi kemungkinan hasil dan kemudian bertindak pada strategi yang dipilih. Mengantisipasi hasil akan berguna untuk menghindari hal-hal yang akan disesali dikemudian hari. Dalam tahap ini siswa dibimbing tahap demi tahap dalam melakukan pemecahan masalah.

(32)

15

mengoreksi kembali cara-cara pemecahan masalah yang telah dilakukan, apakah sudah benar, sudah sempurna, atau sudah lengkap.

[image:32.612.115.550.141.546.2]

Desain tahapan strategi pembelajaran pemecahan masalah IDEAL diperlihatkan pada diagram berikut:

Gambar 2.1. Sintak Strategi Pembelajar IDEAL

Langkah-langkah pemecahan masalah IDEAL ini hampir sama dengan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya, namun terdapat perbedaan dalam memahami masalah yaitu mendefinisikan masalah yang telah teridentifikasi untuk kemudian menetapkan tujuan dari pemecahan masalah yang akan dilakukan.

Strategi pemecahan masalah IDEAL dapat digunakan dalam menyelesaikan permasalahan atau soal yang telah terdefinisi dengan baik. Langkah-langkah pemecahan masalah dengan strategi pemecahan masalah IDEAL sudah sangat sistematis serta rinci sehingga siswa dapat dengan mudah belajar memecahkan masalah dengan benar.

Pemecahan masalah dapat diajarkan dan diterapkan oleh anak-anak karena menggunakan langkah-langkah yang sistematis dan sekuensial. Dengan demikian diharapkan siswa dapat menemukan solusi dari

STRATEGI PEMBELAJARAN IDEAL

Identifikasi Masalah

Mendefinisikan masalah dan tujuan

Mencari Kemungkinan Solusi

Melaksanakan Strategi

(33)

permasalahan secara sistematis dan dapat membentuk siswa pemikir yang kritis, kreatif serta lebih terorganisir.

2. Model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together a. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran merupakan interaksi dua arah antara pendidik dan siswa yang terjalin melalui komunikasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnnya. Dalam proses pembelajaran ini siswa mengalami perkembangan serta perubahan seiring dengan berjalannya waktu. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan perilaku, pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu.12

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang dipelajari pada hari itu serta menutup kesenjangan pemahaman yang terjadi antar masing-masing individu.13

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang ditentukan. Tujuan dibetuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran.14 Dalam hal

12

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasi Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: Kencana, 2010), h.16.

13

Robert, E Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2008), h.4.

14

(34)

17

ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.

Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivis. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.15 Semua metode pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide bahwa siswa yang bekerjasama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya.

Menurut Ibrahim, dkk, mengatakan bahwa “belajar kooperatif dapat mengembangkan tingkahlaku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antara siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa”. Menurut Ratumanan menyatakan bahwa “interaksi yang terjadi dalam pembelajaran kooperatif dapat memacuterbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa”.16 Para ahli telah menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis.17

Menurut Eggen dan Kauchak, “Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaboratif untuk mencapai tujuan bersama”.18 Pembelajaran kooperatif disusun untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, serta memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi

15

Ibid.

16

Ibid., h.62 17

Ibid., h.59 18

(35)

dan belajar bersama dengan siswa yang mempunyai berbagai latar belakang. Dalam pembejaran kooperatif ini juga siswa diberikan sebuah pengalaman dalam sikap kepemimpinan serta membuat keputusan dalam sebuah kelompok yang perlu dipertanggungjawabkan.

b. Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together

Berkaitan dengan pembelajaran kooperatif, pendekatan struktural merupakan bagian pembelajaran yang mengutamakan penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif yang mempunyai struktural khas adalah Numbered Head Together (NHT).

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Numbered Head Together (NHT) pertamakali dikembangkan oleh Spenser Kagen untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut19.

Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu: (1). Hasil belajar akademik struktural, bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. (2). Pengakuan adanya keragaman, bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar

19

(36)

19

belakang. (3). Pengembangan keterampilan sosial, bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.20

Metode Numbered Head Together merupakan teknik dalam pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagi ide-ide dalam berdiskusi. Metode NHT digunakan untuk menstimulasi siswa dalam pembelajaran sehingga siswa aktif dan terlibat secara langsung dalam pembelajaran.

Metode NHT efektif untuk melatih siswa mendengar pendapat teman dalam berdiskusi secara cermat serta membuka diri terhadap berbagai pendapat dan gagasan. Dalam pembelajaran NHT siswa diberikan tanggung jawab dalam mempelajari materi pelajaran dan menjabarkan isinya. Tugas yang diberikan harus jelas sehingga siswa mudah untuk memahaminya serta efektif dalam waktu pembelajaran.

Peranan Numbered head together (NHT) dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:21

a. Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan jelas

b. Menempatkan siswa secara heterogen dalam kelompok-kelompok kecil

c. Menyampaikan tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa, baik individu maupun kelompok

d. Memantau kerja kelompok e. Mengevaluasi hasil belajar

Pelaksanaan guru dalam kelas menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks dalam NHT:22

20Azizahwati, Librina E. Putri, dan Hendar Sudrajat, “Keterampilan Psikomotor Fisika Siswa

Melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe Number Head Together”, Jurnal Geliga Sains, Vol. 4, 2010, h. 14.

21

Anita Lie, Cooperative Learning, Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, (Jakarta: Grasindo, 2002), h.59

22

(37)

a. Fase 1: Penomoran

Dalam fase ini, guru membagi siswa kedalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5. b. Fase 2: Mengajukan pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya.

c. Fase 3: Berpikir bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim. d. Fase 4: Menjawab

Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Berdasarkan teori-teori yang dimuat di atas maka tahapan pembelajaran matematika dengan NHT sebagai berikut:

1. Penomoran siswa

Dalam fase ini, guru membagi siswa dalam kelompok yang terdiri dari 3-5 orang secara heterogen dan setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.

2. Mengajukan pertanyaan

(38)

21

3. Berpikir bersama

Dalam fase ini setelah siswa mendapat lember kerja, siswa diminta untuk menyelesaikan soal yang ada dengan berdiskusi dan mengeluarkan seluruh ide-ide yang mereka miliki.

4. Menjawab

Dalam fase ini guru memanggil satu nomor, kemudian siswa yang memiliki nomor tersebut dari masing-masing kelompok maju mewakili kelompoknya untuk menjawab pertanyaan yang telah di diskusikan sebelumnya.

3. Kemapuan Berpikir Kritis a. Pengertian Berpikir

Arti kata dasar “pikir” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah akal budi, ingatan, angan-angan. “Berpikir” artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam ingatan.23

Menjalani kehidupan sehari-hari kita seringkali dihadapkan dengan permasalahan yang perlu dipikirkan dan dipecahkan. Untuk memecahkan suatu permasalahan kita dituntut untuk membuat sebuah keputusan yang tepat. Namun dalam menentukan sebuah keputusan bukan sebuah hal yang mudah, dalam proses pembuatan keputusan memerlukan pemikiran yang mendalam dan kritis tentang permasalah tersebut.

Berpikir merupakan suatu hal yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia, sehingga manusia menjadi makhluk yang dimuliakan. Menurut Gilmer, “berpikir merupakan suatu pemecahan masalah dan proses penggunaan gagasan atau lambang-lambang pengganti suatu aktivitas

23

(39)

yang tampak secara fisik.24 Dilihat dari perspektif psikologi, berpikir merupakan cikal bakal ilmu yang sangat kompleks.

Secara umum, berpikir didefinisiskan sebagai suatu kegiatan mental untuk memperoleh pengetahuan. Dalam pembelajaran, kemampuan berpikir dapat dikembangkan dengan memperkaya pengalaman yang bermakna melaui persoalan pemecahan masalah.25 Kemampuan yang diajarkan kepada siswa terdiri dari kemampuan berpikir tingkat rendah dan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Mengembangkan kemampuan berpikir siswa menjadi fokus para pendidik dalam kelas. Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentranformasikan informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk membentuk konsep, bernalar dan berpikir secara kritis dalam membuat keputusan, dan memecahkan masalah. Aktivitas berpikir dalam matematika adalah aktivitas untuk dapat merumuskan pengertian, mensintesis, dan menarik kesimpulan.

Keterampilan berpikir sejalan dengan wacana meningkatkan mutu pendidikan adalah melalui proses pembelajaran sesuai dengan tuntutan tujuan atau hasil belajar. Salah satu ciri utama yang menjadi keberhasilan dalam pembelajaran dapat terlihat pada kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan cara bersikap.26 Dengan adanya tuntutan dalam hasil belajar maka pembelajaran keterampilan berpikir merupakan aspek strategis dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yang berorientasi pada pencapaian hasil yang terstandar.

Proses berpikir merupakan peristiwa mencampur, mencocokan, menggabungkan, menukar, dan mengurutkan konsep-konsep,

24

Ibid., h.2 25

Dina Mayadiana, S., Suatu Alternatf Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika, (Jakarta: Cakrawala Maha Karya, 2009), h. 3

26

(40)

23

persepsi-persepsi, dan pengalaman sebelumnya.27 Sebagaimana kita ketahui, bahwa berpikir tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Seseorang dapat memikirkan masalah-masalah yang muncul dari situasi dan kondisi masa kini, masa lampau, ataupun masalah-masalah yang akan muncul dimasa yang akan datang.

Beberapa keterampilan berpikir yang dapat meningkatkan kecerdasan memproses adalah keterampilan berpikir kritis, keterampilan kreatif, keterampilan mengorganisir otak, dan keterampilan analisis. Kurikulum 2006 yang dikenal Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memasukan keterampilan-keterampilan berpikir harus dikuasai anak disamping materi isi yang merupakan pemahaman kosep.28

Menurut Sabandar, belajar matematika berkaitan erat dengan aktifitas dan proses belajar serta berpikir, karakteristik matematika merupakan suatu ilmu dalam pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian logis, dengan menggunakan bahasa yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat.29 Pola berpikir pada aktivitas matematika ini terbagi dua yaitu berpikir tingkat rendah (low-order mathematical thinking) dan berpikir tingkat tinggi (high-order mathematical thinking). Berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan dalam berpikir tingkat tinggi (high-order mathematical thinking).

b. Pengertian Berpikir Kritis

Menurut John Dewey, “berpikir kritis adalah pertimbangan yang aktif, terus menerus dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima dengan menyertakan alasan-alasan yang

27

Ibid., h. 3

28

Dina Mayadiana S, op. cit., h.2

29

(41)

mendukung dan kesimpulan-kesimpulan rasional”.30 Secara khusus pemikiran kritis berarti mempertimbangkan secara cermat masalah, pertanyaan, atau situasi demi memperoleh solusi terbaik.

Menurut Richard Paul berpikir kritis adalah berpikir mengenai hal, substansi atau masalah apa saja dimana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya.31 Sedangkan menurut Ennis Berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan.32 Dalam berpikir kritis seseorang mesti berpikir secara jernih dan rasional, ini melibatkan berpikir tepat, sistematis, dan mengikuti aturan logika, serta penalaran ilmiah.

Secara epistimologi berpikir kritis matematika berbeda dengan berpikir kritis pada bidang lainnya. Hal ini senada dengan pendapat McPack mengenai beragamnya berpikir kritis dari bidang kebidang dikarenakan adanya situasi dan sifat yang berbeda. Menurut Pascarella dan Terenzini berpikir kritis matematika berimplikasi terhadap penalaran statistik karena menyatakan berpikir kritis sebagai kemampuan siswa untuk menginterpretasikan, mengevaluasi, dan menyusun pertimbangan informasi mengenai kecukupan argumen, data dan kesimpulan.33

Gerhand mendefinisikan berpikir kritis sebagai proses kompleks yang melibatkan penerimaan dan penggunaan data, analisis serta evaluasi data yang mempertimbangkan aspek kualitatif dan kuantitatif untuk membuat keputusan berdasarkan hasil evaluasi.34 Aktifitas berfikir terjadi

30

Kasdin Sihotang, dkk, Critical Thinking: Membangun Pemikiran Logis, (Jakarta:PT Pustaka Sinar Harapan, 2012), h.3

31

Alec Fisher., Berpikir Kritis:Sebuah Pengantar. (Jakarta: Erlangga, 2009). h. 4 32

Ibid.

33

Dina Mayadiana, S, op. cit., h.2 34

(42)

25

dalam setiap kegiatan manusia dalam mecari setiap jawaban untuk menemukan sebuah kebenaran, begitu juga dalam pembelajaran matematika berpikir kritis sangat diperlukan dalam menemukan jawaban yang benar berdasarkan data-data yang ada.

Pendapat lain tentang berpikir kritis matematika dikeluarkan oleh Gleser, menurutnya berpikir kritis dalam matematika merupakan kemampuan dan disposisi untuk menyertakan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematika, dan strategi kognitif untuk menggenaralisasi, membuktikan, atau mengevaluasi situasi-situasi matematika yang tidak rutin.35 Laporan konsensus Delphi merekomendasikan pembelajaran berpikir kriris bagi seluruh level pendidikan karena memiliki tujan yang baik. Tujuan dari berpikir kritis salah satunya adalah mengembangkan lebih lanjut kemampuan kognitif dan disposisi afektif berpikir kritis siswa.36

Definisi berpikir kritis telah dijelaskan dengan bebagai cara, pemikiran kritis sangatlah penting karena membantu seseorang dalam menentukan cara terbaik memecahkan masalah, cara memilih atau menolak sebuah tuntutan, cara menjawab pertanyaan, cara menangani keadaan.37 Anderson menyatakan bila berpikir kritis dikembangkan, seseorang akan cenderung untuk mencari kebenaran, berpikir terbuka dan toleran terhadap ide-ide baru, dapat menganalisis masalah dengan baik, berpikir secara sistematis, penuh rasa ingin tahu, dewasa dalam berpikir, dan dapat berpikir kritis secara mandiri.38

35

Ibid., h.16

36

Ibid., h.39 37

Terry. Reasoning Skill Succes. (Yogyakarta: Book Marks, 2009), h.20 38

(43)

Kemampuan berpikir kritis sangat penting untuk segala macam karir di mana kita harus mengkomunikasikan ide-ide, membuat keputusan, menganalisis dan memecahkan masalah. Seorang pemikir kritis adalah seseorang yang mampu melakukan hal berikut:39 (1)Memahami hubungan logis antara ide-ide, (2) Merumuskan ide secara singkat dan tepat, (3) Mengidentifikasi, membangun, dan mengevaluasi argument, (4) Mengevaluasi pro dan kontra dari keputusan, (5) Mengevaluasi bukti terhadap hipotesis, (6) Mendeteksi inkonsistensi dan kesalahan umum dalam penalaran, (7) Analisis masalah secara sistematis, (8) Mengidentifikasi relevansi dan pentingnya ide-ide, (9) Menyamakan persepsi dan nilai-nilai seeorang, (10) Mengevaluasi kemampuan berpikir seseorang.

Berdasarkan definisi tentang kemampuan berpikir kritis maka dapat dirumuskan bahwa berpikir kritis merupakan kemampuan dalam menginterpretasikan permasalahan, menganalisis, dan membuktikan nilai kebenaran atau mengevaluasi sebuah informasi berdasarkan pengetahuan atau pengalaman yang telah diperoleh.

Kemampuan seseorang dalam berpikir kritis dapat dikenali dari tingkah laku yang diperlihatkan selama proses berpikir. Dalam berpikir kritis menurut Facione diartikan sebagai proses berpikir yang menunjukan kemampuan seseorang dalam:40

1) Interpretasi, yaitu kemampuan memahami, menjelaskan dan memberi makna data atau informasi.

39

Joe Y.F. Lau, An Introduction To Critical Thinking and Creativity: Think More, Think Better, (New Jersey: John Wiley & Sons, 2011) , h. 2

40

(44)

27

2) Analisis, yaitu kemampuan untuk megidentifikasi hubungan dari informasi-informasi yang dipergunakan untuk mengespresikan pemikiran atau pendapat.

3) Evaluasi, yaitu kemampuan untuk menguji kebenaran dari informasi yang digunakan dalam mengespresikan pemikiran atau pendapat.

4) Inferensi, yaitu kemampuan untuk mengidentifikasi dan memperoleh unsur-unsur yang diperlukan untuk membuat suatu kesimpulan yang masuk akal.

5) Eksplansi, yaitu kemampuan untuk menjelaskan atau menyatakan hasil pemikiran berdasarkan bukti, metodologi dan konteks.

6) Regulasi diri, yaitu kemampuan seseorang untuk mengatur cara berpikirnya.

c. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematik

Kemampuan berpikir kritis matematik merupakan keterampilan yang diperlukan seseorang dalam menyelesaikan permasalahan yang terdapat pada pembahasan matematika. Adapun indikator kemampuan berpikir kritis untuk pembahasan matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Menginterpretasikan, yaitu memberikan penafsiran dan menjelaskan makna data yang terdapat dalam permasalahan. 2. Menganalisis, yaitu menghubungkan data-data untuk

menyelesaikan permasalahan.

(45)

Indikator-indikator yang diuraikan di atas, diharapkan dapat tercapai melalui pembelajaran pemecahan masalah IDEAL dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian ini didukung oleh beberapa hasil penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Siswanto, Budi W, Wardano yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Pembelajaran IDEAL Problem Solving-Konstruktivisme Berorientasi Pendidikan Karakter”, menunjukan bahwa kemempuan pemecahan masalah peserta didik kelas eksperimen mencapai ketuntasan 81,68 melampaui 71 sebagai KKM dan dengan proporsi 93,75% lebih dari 80%. Rata-rata nilai kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol.41

Penelitian Desti Haryani yang berjudul, “Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan Masalah Untuk Menumbuh Kembangkan Kemampuan Berpikir Kritis”, menunjukan bahwa pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah dapat melatih dan menumbuhkembangkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis karena setiap tahapan dalam pemecahan masalah memerlukan kemampuan berpikir kritis dari siswa.42

Penelitian Ali Syahbana yang berjudul, “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning”, menunjukan bahwa terdapat perbedaan signifikan dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa antara yang

41

B. Siswanto, Budi Waluya, Wardano., Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Pembelajaran IDEAL Problem Solving-Konstruktivisme Berorientasi Pendidikan Karakter.

Unnesa Journal of Mathematics Education Research, h.95-100

42

(46)

29

pembelajarannya mengunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning dan menggunakan pendekatan konvensional.43

C. Kerangka Berpikir

Sangat perlu dicari model serta strategi yang sesuai untuk mengajarkan dan melatih kemampuan berpikir kritis siswa khususnya dalam pelajaran matematika. Nampaknya strategi IDEAL Problem Solving tepat untuk melatih kemampuan berpikir kritis siswa, karena dalam setiap langkah-langkah strategi IDEAL Problem solving dalam memecahkan masalah memerlukan kemampuan berpkir kritis siswa yaitu berupa kemampuan interpretasi, analisis, dan evaluasi.

Tahapan pertama Identify problem, pada tahap ini siswa membaca seluruh soal yang telah diberikan untuk dapat memahami aspek-aspek permasalahan, dan mengkaji hubungan antar data. Sehingga pada tahapan ini indikator berpikir kritis yang digunakan peneliti adalah kemampuan menganalisis, yang diharapkan dapat berkembang.

Tahap kedua Define goal and the problem, pada tahap ini siswa diminta melihat data yang sudah diketahui dan yang belum diketahui untuk selanjutnya merumuskan dan menjelaskan makna dari permasalahan. Sehingga indikator kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam tahap ini adalah analisis.

Tahap ketiga Explore possible strategy, pada tahap ini siswa mencari berbagai solusi yang diketahui siswa serta dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, untuk selanjutnya memilih satu alternatif yang tepat untuk diterapkan. Dalam tahapan ini indikator berpikir kritis yang digunakan adalah evaluasi.

43

(47)

Tahap keempat Act on strategy, pada tahap ini siswa mencari solusi dengan melakukan langkah-langkah penyelesaian yang telah dipilih untuk dibuktikan kebenarannya serta membuat kesimpulan dari hasil yang telah dibuktikan, sehingga dalam tahapan ini indikator berpikir kritis yang diperlukan adalah analisis.

Tahap kelima Looking back and learn, siswa mengoreksi kembali cara-cara penyelesaian masalah yang telah dijalankan dan hasil yang telah didapat untuk dijadikan sebuah pembelajaran. Dalam tahap ini indikator berpikir kritis yang diperlukan adalah evaluasi.

Strategi pemecahan masalah IDEAL membuat siswa dituntut untuk menyelesaikan masalah mulai dari awal sesuai dengan langkah-langkah pemecahan masalah IDEAL. Dengan menggunakan langkah-langkah dalam pemecahan masalah IDEAL yang di setiap langkah penyelesaiannya memerlukan kemampuan berpikir kritis, diharapakan kemampuan siswa dalam berpikir kritispun dapat meningkat. Dengan strategi pemecahan masalah IDEAL ini siswa dituntun untuk menyelesaikan masalah secara sistematis.

Selain strategi pemecahan masalah IDEAL perlu ditambahkan model pembelajaran lain yang dapat mempengaruhi interaksi antar siswa serta mendukung kemampuan berpikir kritis dalam hal mengkomunikasikan hasil pemikiran yang telah didapatkan dalam kelas. Untuk itu nampaknya pembelajaran kooperatif perlu ditambahkan dalam proses pembelajaran. Dengan pembelajaran kooperatif yang mengelompokan siswa kedalam kelompok-kelompok kecil akan memberi peluang bagi mereka untuk mendiskusikan masalah yang dihadapi, saling tukar ide antar siswa, dan memperdebatkan alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan.44

44

(48)

31

Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) terlihat cocok untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dalam kelas, selain itu NHT juga memiliki struktur khusus yang sudah jelas dalam langkah-langkahnya. Salah satu langkah proses pembelajaran NHT pada bagian akhir, guru memanggil satu nomor dan siswa yang memiliki nomor tersebut dari masing masing kelompok menginformasikan hasil pemikiran kelompoknya kepada teman-temannya.

(49)

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir D. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka hipotesis yang di ajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kemampuan berpikir kritis siswa yang diajarkan dengan menggunakan strategi pemecahan masalah IDEAL dengan model Numbered Head Togerher (NHT) lebih baik dari pada kemampuan berpikir kritis yang diajarkan dengan metode konvensional.

Identifi problem

Define goals

Explore possible strategies

Anticipate outcome and act

Look and Learn

IDEAL

NHT

1. Membentuk kelompok

2. Masing-masing siswa

mendapatkan nomor 3. Berpikir bersama

4. Guru memanggil salah satu nomor kemudian siswa menjawab dengan mempersentasikan hasil diskusi

Kemampuan Berpikir Kritis

Kemampuan Analisis

Kemampuan Evaluasi Kemampuan

Interpretasi Tujuan Pembelajaran

(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di SMPN 18 Tangerang Selatan yang beralamat di jalan Benda Barat 13, Pamulang II Pondok Benda. Penelitian ini dilaksanakan pada kelas VII semester ganjill tahun ajaran 2014/2015, selama bulan Agustus - September 2014.

B. Metode dan Desain Penelitian

Peneliti ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang diberikan Treatment (perlakuan khusus) dengan yang tidak mendapat Treatment (perlakuan khusus), tetapi dikarenakan keterbatasan dalam mengontrol penuh variabel yang relevan secara ketat maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi experimen (percobaan semu).

[image:50.612.111.539.131.611.2]

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian The Randomized Kontrol Group Posttest Only Design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan berupa pembelajaran strategi pemecahan masalah IDEAL dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dalam pembelajaran sedangkan kelompok kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Kemudian keduan kelompok diberi posttest untuk mengetahui perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Model desainnya yaitu:

Gambar 3.1. Desain Penelitian

E X1 T

R

(51)

Keterangan:

R : Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dipilih secara acak E : Kelompok eksperimen

K : Kelompok kontrol X1 : Perlakuan eksperimen

X2 : Perlakuan kontrol

T1 : Hasil post-test yang diberikan kepada dua kelompok

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpilan.1

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMPN 18 Tangerang Selatan kelas VII pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 yang terdiri dari 6 kelas.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.2 Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah Cluster Random Sampling, yaitu dengan mengambil dua kelas secara acak dari enam kelas yang memeiliki karakteristik yang sama. Satu kelas sebagai kelas eksperimen menggunakan pembelajaran strategi pemecahan masalah IDEAL dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan satu kelas sebagai kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Dari enam kelas yang ada,

1

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D),

(Bandung : Alfabeta, 2010)., h. 117

2

(52)

35

kemudian dirandom dan terpilih dua kelas yaitu kelas VII-C dan VII-E. kemudian dari dua kelas tersebut dirandom lagi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol, dan terpilih kelas VII-C sebagai kelas eksperimen dan VII-E sebagai kelas kontrol.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah hasil tes kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Data diperoleh dari hasil penilaian tes kemampuan berpikir kritis matematik siswa, yang dilakukan pada akhir pokok bahasan materi yang telah dipelajari. Tes tersebut diberikan kepada kedua kelompok yang dijadikan sampel, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

E. Instrumen Penelitian

[image:52.612.115.535.106.711.2]

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa dalam matematika. Soal yang diberikan dalam penelitian ini terdiri dari 6 soal yang disusun sesuai dengan indikator kemampuan berpikir kritis matematik. Tes ini kemudian dinilai berdasarkan rubrik penilaian kemampuan berpikir kritis matematik. Berikut adalah kisi-kisi tes kemampuan berpikir kritis yang akan diuji cobakan:

Tabel 3.1

Kisi-kisi instrument kemampuan berpikir kritis matematik Indikator

Kemampuan Berpikir Kritis

Matematik

Kompetensi Dasar

No. Butir

Soal

Banyak

Gambar

Gambar 2.1. Sintak Strategi Pembelajar IDEAL
Gambar 3.1. Desain Penelitian
Tabel 3.1 Kisi-kisi instrument kemampuan berpikir kritis matematik
Tabel 3.2 Kriteria koefisien reabilitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pembelajaran konvensional, dengan kata lain model kooperatif tipe NHT memberikan pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan hasil

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada pembelajaran Biologi dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat

Hasil penelitian menunjukkan: (I) kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik daripada kemampuan pemecahan

dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA yang menggunakan metode kooperatif tipe NHT dengan pemahaman konsep IPA yang tidak menggunakan metode

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kritis matematik pada kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) lebih baik dibandingkan dengan

Kemudian dari hasil analisis yang dilakukan maka terbukti bahwa ada pengaruh yang positif penggunaan model kooperatif tipe numbered head together (NHT) berbantu smart