• Tidak ada hasil yang ditemukan

Retorika Dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal Di Pondok Pesantren Darunnajah Cipining Bogor-Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Retorika Dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal Di Pondok Pesantren Darunnajah Cipining Bogor-Jawa Barat"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

DI PONDOK PESANTREN DARUNNAJAH CIPINING

BOGOR-JAWA BARAT

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh

ACHMAD GHAUZIE AN-NUUR

107051001933

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)

i

K.H. Jamhari Abdul Jalal adalah Muballigh yang terbilang sukses dan beliau pun seorang yang dapat dijadikan figur dengan uswatun hasanah yang beliau miliki. Mulai dari kesederhanaan dan kelembutan tutur katanya dalam berdakwah sampai dengan keteladanan beliau. Beliau menyampaikan dakwahnya di Pondok Pesantren Darunnajah Cipining-Bogor Barat dan di Majlis Ta’lim yang di agendakan oleh pihak pesantren bukan hanya untuk yang bermukim di dalamnya namun masyarakat sekitar pun mendapatkannya. Keberhasilan K.H. Jamhari terlihat jelas, selain bertambah santri setiap tahunnya, jamaah yang hadir pun bertambah dari kalangan masyarakat sekitar.

Dari apa-apa yang telah dipaparkan di atas, muncul beberapa pertanyaan: Bagaimana konsep retorika K.H. Jamhari Abdul Jalal? Bagaimana konsep dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal? Bagaimana penerapan retorika dalam berdakwah yang dilakukan oleh K.H. Jamhari Abdul Jalal?. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana konsep retorika dan dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal serta mengetahui bagaimana penerapan retorika dakwahnya. Manfaatnya adalah memberikan kontribusi positif bagi pengembangan penelitian melalui pendekatan Ilmu Komunikasi, menambah pengetahuan bagi penulis, dan umumnya untuk yang lain, yang terjun pada dunia dakwah, khususnya retorika dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal.

Agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus, maka penulis menggunakan Teori Lima Hukum Retorika yang terdiri dari menemukan bahan, menyusun bahan, memilih bahasa, mengingat materi, dan menyampaikan dakwah dengan lisan. Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dan refresentatif dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif analisis yaitu metode yang mendeskripsikan gagasan primer yang diperoleh dari hasil proses observasi, wawancara, dan dokumentasi yang akan menghasilkan penafsiran penulis. Waktunya dari bulan Maret s/d April 2012 yang berlokasi di Pondok Pesantren Darunnajah Cipining-Bogor Barat. Tehniknya dengan observasi langsung, dimana beliau melakukan dakwah. Mengikuti dan hadir pada beberapa ceramah umum beliau. Wawancara langsung dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal dan ketua biro dakwah, Ustadz, dan Ustadzh, serta santri dan mengumpulkan dokumentasi tentang K.H. Jamhari Abdul Jalal.

(5)

i Assalaamu’alaikum Wr.Wb

Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, pemilik semesta alam dan sumber segala ilmu, dan dengan hidayah-Nya selalu tercurah kepada makhluk-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat serta salam semoga tercurah pada manusia yang berakhlak luar biasa, manusia agung yang diciptakan oleh yang Maha Agung, manusia besar yang diciptakan yang Maha Besar, yaitu baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya dari masa kegelapan (jahiliyah) hingga menuju cahaya terang benderang dengan al-Quran dan as-Sunnahnya.

Penulis menyadari benar, bahwa skripsi yang sudah merupakan bagian tidak terpisahkan dari penulis, ternyata adalah suatu kebanggaan dan begitu banyaknya orang yang ikut memberikan semua yang dibutuhkan oleh penulis

dalam proses penyelesaiannya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A selaku Wakil Dekan I, bapak Drs. H. Mahmud Djalal, M.A selaku Wakil Dekan II, dan bapak Drs. Study Rizal LK, M.A selaku Wakil Dekan III.

(6)

ii

4. Bapak serta Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan dedikasinya sebagai pengajar, yang memberikan berbagai pengarahan, pengalaman serta bimbingan kepada penulis selama dalam masa perkuliahan.

5. Pimpinan Perpustakan Utama dan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta seluruh staf dan karyawannya yang telah melayani dan menyiapkan fasilitas literatur, sampai penulis bisa menyelesaikan study ini.

6. Para pegawai\staf Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan pelayanan yang prima kepada penulis.

7. Bapak dan Ibu tercinta, Bapak Suherman dan Ibu Nasroh yang dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang yang tulus dan ikhlas mengasuh dan mendidik serta senantiasa mendo’akan penulis, sehingga bisa mengenyam pendidikan formal tingkat perguruan tinggi hingga selesai.

8. Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah Cipining, Bapak K.H Jamhari Abdul Jalal, Lc beserta keluarga, hormat dan ta’dzim penulis kepada beliau yang telah memberi waktu luang kepada penulis untuk mewawancarai walau ditengah kesibukannya.

(7)

iii Pesantren Darunnajah Cipining.

10. Kakak dan adik-adikku tersayang; Soraya Khairunnisa, Rochman Adi Negara, Alissa Azzahra, yang ikut andil dalam memberikan bantuan dan motivasi pada penulis baik moril maupun material, serta semua saudara-saudaraku yang pernah memberikan dorongan, semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman seperjuangan yang ikut andil dalam memberikan bantuan dan dorongan terutama KPI D angkatan 2007 khususnya; Miftahul Munji’at, Abdul Mujib, Sholahuddin Al-Ayyubi, Irvan Fahmi Akbar, Abi Sakti, Muhammad Badrussalam, Agus Mana, Herman, Nafisul Qodar, Abdillah Sultani, Ahmad Tamami, Lucky Isnaini, dan Shohib, serta teman-teman yang lain yang penulis tidak sebutkan akan tetapi penulis tidak akan pernah lupakan.

12. Keluarga Besar KKN Cipongkor-Cicangkang Hilir-Bogor. Semoga tali silaturahmi dan persahabatan kita tidak akan pernah terputus.

13. Semua pihak yang terlibat membantu dalam penulisan skripsi ini.

Dengan hamparan kedua tangan serta ketulusan, penulis mendo’akan semoga bantuan, dukungan, bimbingan perhatian yang telah diberikan oleh semua pihak akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT disertai limpahan rahmat, hidayah serta berkah-Nya, Amin ya Roobal ‘Alamin.

(8)

iv Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jakarta, 04 Maret 2013

Penulis

Achmad Ghauzie An-Nuur

(9)

v

ABSTRAK………. i

KATA PENGANTAR ………. ii

DAFTAR ISI ……….... vi

BAB I : PENDAHULUAN ……….. 1

A. Latar Belakang Masalah ………..1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………. 4

C. Tujuan Penelitian ………. 4

D. Manfaat Penelitian ………... 5

E. Metodologi Penelitian ………. 5

F. Tinjauan Pustaka ………. 8

G. Sistematika Penulisan ……….. 9

BAB II : LANDASAN TEORITIS RETORIKA DAN DAKWAH … 11 A. Ruang Lingkup Penelitian ………. 11

1. Pengertian Retorika ……….. 11

2. Tujuan Retorika ……….... 14

3. Fungsi Retorika ………. 15

4. Lima Hukum Retorika ……….. 17

(10)

vi

2. Unsur-Unsur Dakwah ………... 26

3. Bentuk-Bentuk Dakwah ……….... 33

4. Hubungan Retorika dengan Dakwah ……… 34

BAB III : BIOGRAFI K.H. JAMHARI ABDUL JALAL ………….... 36

1. Riwayat Hidup K.H. Jamhari Abdul Jalal ………. 36

2. Organisasi dan Aktivitas K.H. Jamhari Abdul Jalal ……….. 37

3. Gambaran Pondok Pesantren Darunnajah Cipining ……….. 39

BAB IV : HASIL DAN ANALISIS ………. 47

1. Konsep Retorika menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal ……… 47

2. Konsep Dakwah menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal ……… 51

3. Penerapan Retorika Dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal …… 54

BAB V : PENUTUP ………. 68

1. Kesimpulan ……… 68

2. Saran-Saran ……… 70

DAFTAR PUSTAKA ………. 72

(11)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Retorika berasal dari bahasa Inggris Rethoric yang artinya “Ilmu Bicara”. Dalam perkembangannya, retorika disebut dengan seni berbicara dihadapan umum atau ucapan untuk menciptakan kesan yang diinginkan. Adapaun dakwah berasal dari bahasa arab yang artinya “mengajak atau menyeru”.

Banyak sekali pengertian dakwah oleh para ahli dakwah, tapi pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah mengubah situasi dan kondisi yang apa adanya kepada situasi dan kondisi yang seharusnya seperti yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, yang diinginkan dari dakwah adalah terjadinya perubahan ke arah kehidupan yang islami.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa retorika dakwah adalah kepandaian menyampaikan ajaran islam secara lisan guna terwujudnya situasi dan kondisi yang islami.1

Seringkali retorika disamakan dengan public speaking, yaitu suatu bentuk komunikasi lisan yang disampaikan kepada kelompok orang banyak. Tetapi sebenarnya retorika itu bukan sekedar berbicara dihadapan umum, melainkan

1

(12)

suatu gabungan antara seni berbicara dan pengetahuan atau masalah tertentu untuk meyakinkan pihak orang banyak melalui pendekatan persuasive.2

Dalam bahasa arab disebut Fannul Khitobah yaitu seni pidato atau berbicara.3 Seorang da’i dituntut agar bisa memilah-milih kata yang digunakan dalam berdakwah dengan struktur kata-kata yang rapih dan teratur agar masyarakat dapat mengerti saat mendengarkannya, walau pun seringkali ayat dan hadist yang mereka sampaikan sama, akan tetapi tidak semua da’i dapat menyusun pesan dakwahnya dengan baik. Maka retorika digunakan sebagai ilmu untuk memandu dan membimbing seorang da’i agar dapat merancang dan menampilkan kata yang baik dan persuasif, memiliki relevansi yang tinggi dan memiliki peran yang besar dalam berdakwah.

Dakwah pun akan diterima dengan baik apabila da’i-da’i mengetahui secara tepat kepada siapa dakwah itu ditujukan, karena setiap manusia itu tidaklah sama. Baik dari segi usia, tingkat kecerdasan, dan status sosialnya dalam masyarakat.

Menyampaikan dakwahnya dengan diwarnai oleh karakteristik berbicara yang memakai teknik retorika yang sempurna, sehingga mampu mempengaruhi para pendengar untuk mengikuti ajaran yang disampaikan. Kesemuanya ini menuntut agar para da’i lebih arif dan bijaksana mengetahui siapa yang

2

Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern: Pendekatan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya).

3

(13)

dihadapinya sehingga apa yng diserukan dapat meningkatkan wawasan dan menyempurnakan akhlakul karimah.

Dari sekian banyak da’i-da’iyang mampu membuat mad’uterkesima akan gaya bicaranya yang khas saat menyampaikan materi dakwahnya, salah satunya adalah K.H. Jamhari Abdul Jalal. Beliau adalah seorang tokoh ulama yang memiliki sebuah lembaga pendidikan yaitu Pondok Pesantren Darunnajah Cipining-Bogor.

K.H. Jamhari Abdul Jalal adalah sosok mubaligh yang terbilang sukses dalam penyampaian dakwahnya, khususnya di Pondok Pesantren yang sampai saat ini beliau bina. Dengan sistem penyampaian gaya bahasanya, beliau dapat memberikan pemahaman yang baik di kalangan santri, ustadz, ustadzah,

karyawan, dan masyarakat sekitar.

Beliau adalah seorang figur yang selalu dapat dijadikan contoh oleh jamaahnya dalam hal gaya bicara, sehingga dengan gaya bicara yang terbilang lembut dan santun tersebut, jamaahnya dengan mudah menerima dan dapat mengaplikasikan apa yang telah dipahami.

Berdasarkan pertimbangan dan alasan yang telah diuraikan di atas, oleh sebab itulah penulis tertarik untuk membahas retorika dakwah yang digunakan oleh K.H. Jamhari Abdul Jalal dalam menyampaikan dakwah Islam khususnya di Pondok Pesantren Darunnajah Cipining-Bogor. Maka dengan demikian skripsi ini penulis memberikan judul “Retorika Dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal di

(14)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Peneliti sangat menyadari bahwa aktivitas dakwah yang beliau lakukan sangatlah padat, oleh sebab itu tidak mungkin semua data mengenai retorika dakwah yang disampaikan oleh beliau saat berdakwah penulis cantumkan dalam skripsi ini. Maka dari itu, penelitian ini hanya difokuskan pada retorika dakwah yang beliau gunakan di Pondok Pesantren Darunnajah Cipining-Bogor Barat, mulai dari bulan Maret sampai dengan Bulan April 2012.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana konsep retorika K.H. Jamhari Abdul Jalal? b. Bagaimana konsep dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal?

c. Bagaimana penerapan retorika dalam berdakwah yang dilakukan oleh K.H. Jamhari Abdul Jalal?

C. Tujuan Penelitian

Dalam setiap penelitian pasti ada tujuan di dalamnya, berdasarkan pokok permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui bagaimana konsep retorika menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal b. Mengetahui bagaimana konsep dakwah menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal c. Mengetahui bagaimana K.H. Jamhari Abdul Jalal menerapkan retorika

(15)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hal yang positif, khususnya untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Memberikan kontribusi bagi penulis dan umumnya bagi yang terjun pada dunia dakwah, yang berkaitan tentang retorika sebagai alat utama dalam menyiarkan dakwah islami.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapakan agar menjadi bahan tambahan bagi da’i-da’i yang menyampaikan dakwahnya dengan se-efektif dan se-efesien mungkin, agar dakwahnya bisa diterima oleh khalayak yang berkenan dengan retorika K.H. Jamhari Abdul Jalal.

E. Metodologi Penelitian

Agar data yang diperoleh sesuai dengan yang diperlukan, maka metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif atau analisa kritis, yaitu metode yang memiliki beberapa langkah penerapan.4 Langkah pertama adalah mendeskripsikan gagasan primer yang menjadi bahan utama. Gagasan primer ini yang menjadi bahasan utama. Gagasan primer ini diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan nara sumber.

4

(16)

Langkah selanjutnya adalah membahas gagasan primer tersebut yang pada hakikatnya adalah memberikan penafsiran penulis terhadap gagasan yang telah dideskripsikan.

2. Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek dalam penelitian skripsi ini adalah K.H. Jamhari Abdul Jalal dan sebagai obyeknya adalah retorika beliau pada dakwahnya.

3. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

Yaitu pengamatan langsung dengan indera penglihatan yang berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan.5 Teknik pada penelitian ini, penulis mendatangi ustadz yang bermukim di lingkungan Pondok Pesantren Darunnajah Cipining serta mengikuti dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal.

Guna memperoleh data yang kongkrit, hal-hal yang berkaitan tentang retorika. Penulis melakukan observasi dengan mengikuti kegiatan-kegiatan beliau yang berhubungan dengan retorika, di antaranya:

 Tausiyah/Ceramah Umum untuk Karyawan dan Karyawati Pesantren

setiap hari Sabtu, pada pukul 09.00 pagi di Pondok Pesantren Darunnajah Cipining.

 Tausiyah/Ceramah Umum untuk Pengurus Santri Darunnajah

Cipining (OSDC) setiap hari Minggu ba’da shalat shubuh di Pondok Pesantren Darunnajah Cipining.

5

(17)

 Tausiyah/Ceramah Umum untuk Masyarakat sekitar pesantren setiap

hari Senin, pada pukul 08.00 pagi di Pondok Pesantren Darunnajah Cipining.

 Tausiyah/Ceramah Umum untuk Dewan Guru Pesantren setiap hari

Rabu ba’da shalat shubuh di Pondok Pesantren Darunnajah Cipining.

 Tausiyah/Ceramah Umum untuk Seluruh Santri setiap hari Jum’at

ba’da shalat shubuh di Pondok Pesantren Darunnajah Cipining.

b. Wawancara

Wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan kepada informan.6

Penulis melakukan wawancara dengan orang-orang yang layak memberikan informasi dan tanggapan terkait penelitian yang dilakukan yaitu Ust Ahmad Rosichin, S.Pd.I, Ust Katena Putu Gandhi, S.Pd.I, Ust Nasikhun, S.E, Ust Khusnul Mubarok Noor, dan beberapa santri di Pondok Pesantren Darunnajah Cipining. Guna mendapatkan informasi tentang penerapan retorka dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal dari tanggal 06 Maret sampai dengan 15 Maret 2012.

c. Dokumentasi

Dalam hal ini penulis berusaha mengumpulkan dokumentasi yang berkaitan tentang kegiatan dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal dan Pondok Pesantren Darunnajah Cipining. Baik berupa buku, tulisan, atau

6

(18)

juga foto beliau ketika berdakwah dan berkas-berkas lain yang berkaitan dengan retorika dakwah. Dokumen ini digunakan untuk melengkapi data-data hasil penelitian yang sebenarnya telah dilakukan.

Adapun pedoman yang digunakan dalam skripsi ini adalah pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) yang oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Tinjauan Pustaka

Sebelum penulis mengadakan penelitian lebih lanjut, maka langkah pertama adalah meninjau pustakaan serta menelaah skripsi-skripsi terdahulu yang mempunyai obyek dan subyek yang hampir sama, diantaranya:

1. Retorika Dakwah K.H. Abdurahman Madinah di Pondok Pesantren Al-Hidayah, karya Hari Haryanto Tahun 2010.

2. Retorika Dakwah Habib Munzir Al-Musawa pada Majelis Rasulullah S.A.W di Masjid Al-Munawar Jakarta Selatan karya Roby Auliya Tahun 2010.

3. Retorika Dakwah K.H. Ahmad Syafi’i Mustawa karya Abdul Fatah Tahun 2009.

(19)

Jika skripsi-skripsi yang lalu membahas retorika di pengajian atau majelis-majelis ta’lim, maka skripsi ini membahas retorika di lingkungan Pesantren Darunnajah Cipining. Namun, tidak menutupi kemungkinan peneliti pun meneliti retorika beliau di luar pondok pesantren.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan ini ditulis secara sistematis, dan terbagi menjadi lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub. Adapun sistematikanya sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan teoritis retorika dan dakwah, terdiri dari ruang lingkup retorika, yang membahas pengertian retorika, tujuan retorika, fungsi retorika, lima hukum retorika, jenis-jenis pidato, dan sifat-sifat pidato. Ruang lingkup dakwah, yang membahas pengertian dakwah, unsur-unsur dakwah, bentuk-bentuk dakwah, dan hubungan retorika dengan dakwah.

(20)

dan gambaran umum Pondok Pesantren Darunnajah Cipining.

BAB IV : Hasil dan analisis, yang terdiri dari Persepsi K.H. Jamhari Abdul Jalal tentang konsep retorika, tentang konsep dakwah, dan penerapan retorika dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal.

(21)

11

LANDASAN TEORITIS RETORIKA DAN DAKWAH

A. Ruang Lingkup Retorika 1. Pengertian Retorika

Secara leksikal (makna kamus), kata retorika berarti keterampilan berbahasa secara efektif, studi tentang pemakaian bahasa secara efektif dalam karang-mengarang dan seni berpidato yang muluk-muluk dan bombastis.

Dari tiga definisi ini, yang sesuai dengan tujuan pembahasan pada saat ini adalah definisi yang pertama dan ketiga, walau definisi yang ketiga juga menunjukkan adanya pergeseran dari makna retorika yang sebenarnya.1

Dalam arti yang sempit berarti retorika adalah bagaimana seseorang menggunakan tutur bahasa yang baik dan jelas agar dapat mempengaruhi orang lain dengan tujuan dan maksud tertentu. Di tinjau dari segi bahasa, retorika berasal dari bahasa yunani yaitu rhetor, yaitu seorang juru pidato yang mempunyai sinonim orator.2

Sedangkan dalam bahasa arab disebut fannul khitabah, sedangkan reorika menurut enclyclopedia britania, retorika adalah kesenian

1

Amirudin Rahim, Retorika Hirarki, (Surakarta: Era Edicitra Intermedia, 2010), hal. 76

2

(22)

menggunakan bahasa untuk menghasilkan kesan yang diinginkan terhadap pembaca dan pendengar.3

Beberapa pakar berpendapat tentang definisi retorika dari segi istilah, di antaranya:

a. I Gusti Ngurah Oka berpendapat bahwa retorika adalah ilmu yang mengajarkan tindak dan usaha efektif dalam persuasi penataan dan penampilan kultur untuk membina saling pengertian dan kerjasama serta kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat.4

b. Wahidin Saputra berpendapat bahwa retorika adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana bertutur kata dihadapan orang lain dengan sistematis dan logis untuk memberikan pemahaman dan meyakinkan orang lain.5

c. Jalaluddin Rahkmat berpendapat bahwa retorika adalah pemekaran bakat-bakat tertinggi manusia, yakni rasio dan cita rasa lewat bahasa selaku kemampuan untuk berkomunikasi dalam medan fikiran.6

d. Gorys Keraf berpendapat bahwa retorika adalah suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik.7

3

Datuk Tombak Alam, Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah, (Jakarta: PT. Rhineka Cipta), hal. 36

4

I Gusti Ngurah Oka, Retorika Sebuah Tinjauan Sejarah Pengantar, (Bandung: Terate, 1976), cet-1, hal. 13

5

Wahidin Saputra,Retorika Dakwah Lisan, (Buku Ajar Fakultas Ilmu Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Dakwah Press, 2006), hal. 2

6

(23)

e. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, retorika adalah keterampilan bahasa secara efektif dalam karang-mengarang atau seni berpidato yang muluk-muluk dan bombastis.8

Dalam menggunakan retorika dibutuhkan kepandaian berbicara. Kepandaian berbicara itu mengenai menjelaskan, mengungkapkan, dan mengutarakan apa yang terdapat dalam fikiran dan perasaan. Setiap manusia telah diberikan anugerah untuk pandai berbicara, seperti dalam firman-Nya dalam Surat Ar-Rahman ayat 1-4:





,



,





,



“(tuhan) yang Maha pemurah, Yang telah mengajarkan Al Quran. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara.”

Pandai berbicara merupakan warisan biologis dari ke dua orang tua yang bersifat genetis dan otomatis. Pandai berbicara adalah hasil dari proses pembelajaran oleh lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman pada surat Al-Balad ayat 8-9:

         

“Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, Lidah dan dua buah bibir.”

Allah swt memudahkan semua itu dengan karunia-Nya berupa perangkat lunak, yaitu potensi kemampuan berbicara dan perangkat keras,

7

Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum, 2007), cet-17, hal. 1

8

(24)

yaitu lidah dan bibir, termasuk kedua telinga. Dengan begitu manusia mampu memproduksi kata-kata dan kalimat tidak terbatas banyak jumlahnya.9

Berbicara yang efektif seyogyanya menyenangkan, memiliki daya tarik, mengasikkan, mengesankan, mencapai tujuan secara jelas serta mengundang rasa simpatik pendengar. Untuk berbicara yang efektif diperlukan ilmu retorika.

Dalam berpidato, ada beberapa etika retorika yang harus diperhatikan. Di antaranya sebagai berikut:

a. Memperhatikan kondisi tertentu. Hal ini memerlukan keputusan yang bijaksana, humanistik, dan etis sosial;

b. Memperhatikan standar benar tidaknya ditentukan hukum;

c. Memperhatikan nilai adat istiadat dan tata nilai kesopanan yang berlaku pada masyarakat;

d. Memperhatikan alasan yang logis atau fakta yang ada; e. Memiliki kekuatan dalil atas nash.10

2. Tujuan Retorika

Retorika sebagai ilmu yang berdiri sendiri, dikatakan bahwa tujuannya adalah persuasi. Maksud dari pada persuasi di sini adalah yakinnya penaggap tutur akan kebenaran gagasan topik si penutur. Persuasi adalah suatu seni verbal yang bertujuan untuk meyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu

9

Amirudin Rahim, Op.Cit, hal. 4

10

(25)

yang dikehendaki pembicara pada waktu ini dan pada waktu yang akan datang.11

Sedangkan menurut Erwin P. Bettinghaus (1973), persuasi merupakan suatu usaha yang disadari untuk mengubah sikap, kepercayaan atau perilaku orang melalui transmisi pesan.12 Secara massa retorika bertujuan sebagai berikut:

a. To Inform, yaitu memberikan penerangan dan pengertian kepada massa, guna memberikan penerangan yang mampu menanamkan pengertian dengan sebaik-baiknya.

b. To Convise, yaitu meyakinkan dan menginsafkan.

c. To Inspire, yaitu menimbulkan inspirasi dengan teknik dan sistem penyampain yang baik dan bijaksana.

d. To Intertain, menggembirakan, menghibur atau menyenangkan, dan memuaskan.

e. To Ectuate (to put into action), yaitu menggerakkan dan mengarahkan mereka untuk bertindak menetralisir dan melaksanakan ide yang telah dikomunikasikan oleh orator dihadapan massa.13

3. Fungsi Retorika

Menurut Plato, berfungsi untuk memberikan kemampuan dalam menggunakan bahasa yang sempurna, dan merupakan jalan bagi seseorang

11

Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), cet-12, hal. 118

12

I Gusti Ngurah Oka, Op. Cit, hal. 63

13

(26)

untuk memperoleh pengetahuan yang luas.14 Sedangkan I Gusti Ngurak Oka menjelaskan bahwa retorika adalah:

a. Untuk menyediakan gambaran yang jelas tentang manusia terutama dalam hubungan kegiatan bertutur kata, termasuk ke dalam gambaran ini antara lain gambaran proses kejiwaan ketika ia terdorong untuk bertutur dan ketika ia mengidentifikasi pokok persoalan sampai retorika bertutur ditampilkan.

b. Menampilkan gambaran yang jelas tentang bahasa atau benda yang bisa diangkat menjadi topik tutur, misalnya gambaran tentang hakikat, struktur, dan fungsi topik tutur.

c. Mengemukakan gambaran yang terperinci tentang masalah tutur misalnya dikemukakan tentang hakikat, struktur, dan bagian-bagian topik tutur.

Berdasarkan dengan penampilan gambaran ketiga hal tersebut di atas, disiapkan pula bimbingan tentang:

a. Cara memilih topik.

b. Cara-cara memandang dan menganalisa topik tutur untuk menentukan sasaran ulasan yang persuasif dan edukatif.

c. Penulisan jenis tutur yang disesuaikan dan tujuan yang hendak dicapai.

14

(27)

d. Pemilihan materi bahasa serta penyusunan menjadi kalimat-kalimat yang padat, utuh, dan bervariasi. Pemilihan gaya bahasa dan gaya tutur dalam penampilan tutur kata.15

Jika kita memahami fungsi retorika, maka akan sejalan dengan empat fungsi komunikasi yaitu:

a. Mass Information untuk member dan menerima informasi kepada khalayak. Hal ini bisa dilakukan oleh setiap orang dengan pengetahuan yang dimiliki. Tanpa komunikasi informasi tidak dapat disampaikan dan diterima.

b. Mass Education, yaitu memberi pendidikan. Fungsi ini dilakukan oleh guru kepada murid untuk meningkatkan pengetahuan atau oleh siapa saja yang memiliki keinginan untuk memberikan pendidikan.

c. Mass Persuasion, yaitu untuk mempengaruhi. Hal ini bisa dilakukan oleh setiap orang atau lembaga yang member dukungan dan ini biasa digunakan oleh orang yang bisnis, dengan mempengaruhi iklan yang dibuat.

d. Mass Intertainment, yaitu untuk menghibur. Hal ini yang biasa dilakukan oleh radio, televisi atau orang yang memiliki professional menghibur.16

4. Lima Hukum Retorika

15

I Gusti Ngurah Oka, Op. Cit, hal. 65

16

(28)

Ada lima tahapan membuat pidato atau yang sering dikenal dengan (the five connons rethoric) atau lima hukum retorika. Menurut Aristoteles dalam buku diksi dan gaya bahasa yang ditulis oleh Gorys Keraf, berikut ini:

a. Inventionatau Heuresis, yaitu penemuan atau penelitian materi-materi. Langkah ini mencangkup kemampuan untuk menemukan, mengumpulkan, menganalisis, dan memilih materi yang cocok untuk pidato. Menurut Aristoteles argument-argument harus dicari melalui rasio, moral, dan afeksi. Karena ini dianggap sebagai bagian yang sangat penting.

b. Disposition atau Taxis atau Oikonomia, adalah penyusunan dan pengurutan materi (argument) dalam sebuah pidato.

c. Elocution atau Laxis, yaitu pengungkapan atau penyajian gagasan dalam bahasa yang sesuai, meliputi komposisi bahasa, kerapihan, kemahiran, ketajaman, kesopanan, kemegahan, dan hiasan fikiran. d. Pronuntiatio atau Hypokrisis, yaitu menyajikan pidato. Penyajian

efektif dari sebuah pidato yang ditentukan oleh suara, sikap, dan gerak-gerik tubuh.17

Dalam perkembangannya, kelima kanon hukum retorika tersebut mendapat penafsiran yang semakin luas. Saat ini, pengertian “penciptaan” sudah meluas dan mengacu pada pengertian konseptualisasi, yaitu proses

17

(29)

pemberian makna terhadap data melalui interpretasi (the process through which we assign meaning to data through interpretation).18

Ini berarti suatu pengakuan terhadap fakta bahwa kita tidak sekedar menemukan apa yang ada, menciptakannya melalui kategori interpretasi yang kita gunakan. Pengaturan adalah proses mengorganisir simbol, yaitu mengatur informasi yang terkait dengan hubungan di antara manusia, simbol dan konteks yang terlibat.19

Untuk memperoleh topik/bahan yang akan disampaikan dalam dakwah lisan dapat diambil dari beberapa hal berikut:

a. Peristiwa aktual yang sedang hangat dibicarakan oleh masyarakat, b. Peristiwa yang sedang diperingati,

c. Materi-materi agama,

d. Masalah-masalah kehidupan sosial, e. Pengalaman pribadi.20

Pembicara yang baik selalu pandai dalam memilih kata-kata. Sehingga pendengar jarang menyadari manipulasi daya tarik motif yang digunakan, juga tidak mengetahui organisasi pesan dan system penyusunan pesan, tetapi

18

Morrissan dan Andy Corry Wardhani, Teori Komunikasi tentang Komunikator,

Pesan, Percakapan, dan Hubungan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), cet-1, hal. 44

19

Ibid.,hal. 45

20

(30)

pendengar mengetahui pasti bahwa pembicara yang baik selalu pandai dalam memilih kata-kata yang mudah dipahami oleh pendengar.21

Dalam menyusun pidato yang baik, ada sebuah prinsip komposisi yaitu Unity (kesatuan), Coherence (berkaitan), dan Emphasis (titik berat). Selain itu ada beberapa hal yang berkaitan erat dalam menyususun pidato, yaitu:

a. Massage Organization(organisasi pesan), b. Pengaturan Pesan,

c. Membuat Outline Pidato.22

5. Jenis – Jenis Pidato

Menurut ada tidaknya persiapan, sesuai dengan cara yang dilakukan waktu persiapan dapat dikemukakan empat macam pidato, di antaranya adalah:

a. Impromptu(Mendadak)

Metode ini adalah metode membawakan pidato tanpa persiapan dan hanya mengandalkan pengalaman dan wawasan. Metode ini biasanya digunakan dalam keadaaan darurat dan tidak terduga.23 Impromptu sebaiknya dihindari, tetapi bila terpaksa, hal-hal berikut ini bisa dijadikan pegangan:

 Pikirkan terlebih dahulu teknik permulaan pidato yang baik.

21

Wahidin Saputra, Op. Cit, hal. 30-31

22

Ibid., hal. 32-35

23

(31)

 Tentukan sistem organisasi pesan.

 Tentukan teknik menutup pidato yang mengesankan.

Dalam pidato ini sesuai dengan juru pidato yang berpengalaman. Tentunya, mempunyai kelemahan dan kelebihan dalam pelaksanaan pidato yang sifatnya mendadak.24

b. Manuskrip(Naskah)

Manuskrip dapat juga disebut tanpa naskah. Juru pidato membacakan naskah dari awal hingga sampai akhir. Di sini berlaku istilah “menyampaikan pidato”tetapi “membacakan pidato”.25

c. Memoriter(Menghapal)

Dalam metode ini, pembicara membuat teks kemudian menghafalnya. Naskah yang telah disiapkan sebelumnya bukan untuk dibaca melainkan untuk dihafalkan.26 Pesan pidato ditulis kemudian diingat kata demi kata. Memoriter memungkinkan ungkapan yang tepat, organisasi yang terencana, pemilihan bahasa yang teliti, gerak, dan isyarat yang diintegrasikan dengan uraian.

d. Extemporaneous(Tanpa Persiapan)

Metode ini adalah metode pidato yang dipersiapkan dengan menjabarkan materi pidato yang terpola secara lengkap. Terpola di sini adalah materi yang disampaikan harus disiapkan garis-garis besar isinya

24

Drs. Wahidin Saputra, Op. Cit, hal. 11

25

Ibid., hal. 12

26

(32)

dengan menuliskan hal-hal yang dianggap paling penting.27Jenis pidato yang paling baik dan paling sering dilakukan oleh juru pidato yang mahir. Biasanya pembicara sering melakukan latihan-latihan intensif.

6. Sifat – Sifat Pidato a. Pidato informatif

Pidato informatif adalah pidato yang melibatkan informasi penting atau seperangkat pengetahuan yang akan diberikan kepada penyimak. Informasi yang kadaluwarsa atau yang sudah diketahui dengan baik oleh penyimak akan mengurangi minat dan perhatian penyimak.28 Tujuan pidato informatif ini adalah menjelaskan kasus, menjelaskan cara melakukan sesuatu, dan berbagi pengetahuan.

b. Pidato argumentatif

Pidato argumentatif adalah pidato dengan mengemukakan argumentasi, dalil, dan alasan untuk mendukung atau menolak satu pernyataan opini, pendapat atau keyakinan tertentu.29 Untuk memperkuat daya terima argumentasi yang dikemukakan, dibutuhkan data-data faktual, statistik, dan bukti-bukti maupun kesaksian.

c. Pidato persuasif

Pidato persuasif adalah pidato yang menghendaki reaksi penyimak untuk melakukan atau meninggalkan tindakan, aksi, tingkah laku, atau sikap tertentu sesuai harapan pembicara. Adapun tujuan utama dari

27

Andi Yanuarita, Op. Cit, hal. 25

28

Amirudin Rahim, Op.Cit, hal. 116

29

(33)

pidato persuasif adalah membentuk tanggapan, memperkuat tanggapan, dan menggunggah tanggapan.30 Dalam prinsipnya pidato persuasif mempunyai tujuan, yaitu:

 Membujuk demi konsitensi.

 Membujuk demi perubahan-perubahan kecil.

 Membujuk demi keuntungan.

d. Pidato rekreatif

Pidato rekreatif dapat disebut juga dengan pidato kekeluargaan. Pidato ini pada umumnya menyuguhkan suatu kegembiraan yang dapat dinikmati dengan rasa kekeluargaan dan persaudaraan. Lelucon dan humor dapat digunakan untuk menghangatkan suasana.

Ada tiga teori humor menurut para filsuf yaitu Teori Superioritas, Teori Bisosiasi, dan Teori Pelepasan Inhibisi.31

Perlu diingat pula bahwa belajar tentang retorika bisa meraih keuntungan yang berarti, di antaranya:

 Meningkatkan kecakapan berpidato yang baik sebagai pembicara,

pendengar, dan pengeritik;

 Meningkatkan kecakapan akademik maupun profesionalisme dalam

berorganisasi, penelitian, gaya bahasa, dan sebagainya;

 Mengembangkan kecakapan menyesuaikan diri dengan lingkungan

sosial dan kecakapan berinteraksi;

30

Amirudin Rahim, Op.Cit, hal. 117

31

(34)

 Mengembangkan masyarakat pada umumnya dengan memelihara

komunikasi yang bebas dan terbuka.32

B. Ruang Lingkup Dakwah 1. Pengertian Dakwah

Dilihat dari segi bahasa kata dakwah berasal dari bahasa arab, yaitu bentuk isim masdar dari kata da’a-yud’u-da’watun yang artinya menyeru, memanggil, mengajak, dan menjamu.33 Di dalam Al-Qur’an ada beberapa ayat yang menunjukkan kata tersebut, antara lain dalam surat Yunus ayat 25:



























“Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang Lurus (Islam)”.

Pada dasarnya, semua pribadi muslim berperan secara otomatis sebagai juru dakwah.

Secara umum, adalah setiap muslim dan muslimah yang mukallaf (dewasa), di mana kewajiban dakwah merupakan suatu yang melekat, tidak terpisahkan dari misinya sebagai penganut Islam sesuai dengan perintah; “sampaikan walau satu ayat”.

Secara khusus, adalah mereka yang mengambil keahlian khusus (mutakhasis) dalam bidang agama Islam, yang dikenal dengan panggilan

32

Kustadi Suhandang, Retorika: Strategi, Teknik, dan Berpidato, (Bandung: Nuansa, 2009), cet-1, hal. 1

33

(35)

ulama.34 Ada beberapa pengertian istilah menurut pakar-pakar ilmu dakwah, antara lain:

a. Dakwah menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah mengajak manusia agar beriman kepada Allah dan Rasulallah saw dengan cara membenarkan apa yang mereka beritakan dan mengikuti apa yang mereka perintahkan.35

b. Dakwah menurut M. Quraish Shihab adalah seruan atau ajakan kepada jalan keinsyafan atau mengubah situasi yang kurang baik menjadi lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.36 c. Dakwah menurut M. Arifin adalah suatu kajian dalam seruan, baik

dengan lisan, tulisan maupun tingkah laku yang dilakukan secara sadar dan berencana untuk mempengaruhi orang lain agar timbul suatu pengertian, kesadaran, serta penghayatan ajaran agama tanpa ada unsur paksaan.37

d. Dakwah menurut Abu Risman adalah segala usaha yang dilakukan oleh seorang muslim atau lebih untuk merangsang orang lain agar

34

Wahyu Illahi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), cet-1, hal. 77

35

Said Muhammad Nuh, Dakwah Fardiyah: Pendekatan Personal dalam Dakwah, (Surakarta: Era Inter Media, 2000), cet-2, hal. 13-14

36

Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1999), cet-19, hal. 194

37

(36)

memahami, meyakini, dan menghayati ajaran Isam sebagai pedoman hidup dalam kehidupan.38

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa dakwah adalah mengadakan suatu perubahan dan pembenahan, baik yang bersifat individu maupun sosial sesuai dengan ajaran Islam.

Kegiatan tersebut disampaikan dengan menggunakan liasan, tulisan, dan tingkah laku yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain agar timbul pengertian keinsyafan dalam diri individu dengan menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.

2. Unsur – Unsur Dakwah a. Da’i

Da’i secara bahasa diambil dari bahasa arab, bentuk isim fa’il dari asal

kata da’a-yud’u-da’watun, artinya orang yang melakukan dakwah. Secara terminologi, da’i yaitu setiap muslim yang berakal mukallaf (akil baligh) dengan kewajiban dakwah.39 Menurut Dr. Musthafa Ar-Rafi’i, syarat-syarat dan sifat yang harus dipenuhi sosok juru dakwah adalah:

 Amal dan kegiatan da’iharus ikhlas karena mencari ridho Allah dan

kerena ingin meraih pahala dari Allah.

38

Abu Risma, Dakwah Islam Praktis dalam Pembangunan dalam Suatu Pendekatan Sosiologis, (Yogyakarta: PLP2M, 1985), hal. 12

39

(37)

 Seorang juru dakwah harus menjadi teladan dalam amal shaleh.\

 Menempuh cara hikmah (bijaksana) terhadap pelajar dan intelek.

Melakukan metode “mauizhah hasanah” (nasihat yang baik) dalam menghadapi orang awam dan orang biasa.

 Seorang juru dakwah harus betul-betul menguasai ilmu yang sesuai

dengan jamaah dan menguasai teori dari bahasa aliyah pemikiran.

 Seorang juru dakwah harus lembut dalam menyampaikan nilai-nilai

dan pandangan serta lembut memerangi kesesatan.

 Dalam berdakwah ia bertujuan menarik manfaat dan menghilangkan

kemudharatan.

 Harus sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan.

 Harus mengetahui tabi’at kewajiban jamaah

 Sang juru dakwah harus menggunakan kekuatan apabila cara

hikmah, jidal, dan mauizhah hasanahtidak mempan.40

Dalam berdakwah seorang da’i akan selalu menemukan sebuah ujian dan tantangan yang pada dasarnya tidak diketahui. Seperti dalam firman-Nya pada surat Al-Maidah ayat 49:

























































40
(38)

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik”.

b. Mad’u

Mad’u manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik individu maupun sebagai kelompok, baik yang beragama Islam maupun tidak. Dengan kata lain, manusia secara keseluruhan.41 Menurut Muhammad Abduh dalam bukunya Management Dakwah karangan M. Munir dan Wahyu Illahi, mad’u terbagi menjadi tiga golongan.42Antara lain:

 Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran, dapat berfikir

kritis dan cepat menagkap persoalan.

 Golongan awam yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berfikir

secara kritis dan mendalam serta belum mendapat pengertian-pengertian yang tinggi.

 Golongan yang berbeda dengan kedua golongan tersebut, mereka

senang membahas tetapi hanya dalam batas tertentu saja dan tidak dapat membahas secara mendalam.

41

Munir dan Wahyu Illahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup), edisi ke-1, cet-2, hal. 23

42

(39)

Sedangkan mad’u menurut Imam Habib Abdullah Haddad dapat dikelompokkan dalam delapan rumpun, adalah ulama-ulama, ahli juhud dan ahli ibadah, penguasaan dan pemerintahan, kelompok ahli perniagaan, industri dan sebagainya, fakir miskin dan orang lemah, anak, istri dan kaum hamba, orang awam yang taat dan berbuat maksiat, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.43 Dalam buku Types of Communication, berdasarkan jenis beberapa khalayaknya dan sifat audiencedapat dikelompokkan menjadi:

Khalayak tidak sadar, kadang-kadang komunikan tidak menyadari

adanya masalahnya atau tidak tahu pengambilan keputusan.

Khalayak apatis, tipikal komunikan adalah tahu masalah akan tetapi,

mereka acuh tak acuh.

Khalayak yang tertarik tapi ragu, komunikan sadar akan adanya

masalah, tahu akan mengambil keputusan akan tetapi, mereka masih meragukan keyakinan terhadap apa yang harus mereka ikuti atau sebuah tindakan yang harus mereka jalani.

Khalayak yang bermusuhan, komunikan sadar akan adanya masalah

yang harus diatasi tetapi, mereka menentang usulan dari komunikan.44

Dengan demikian seorang da’i harus mengetahui keberagaman mad’udari sudut ideologi, mereka ada yang atheis, musyrik, yahudi, nasrani, dan

43

Munzier Saputra, Komunikasi Dakwah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), cet-1, hal. 88

44

(40)

munafik. Ada juga yang muslim tapi masih membutuhkan bimbingan atau umat Islam yang masih melakukan maksiat, mereka juga berbeda dari segi intelektual, status sosial, kesehatan, pendidikan, ada yang buta huruf, ada yang kaya, ada yang miskin, ada yang sehat dan yang sakit.

c. Materi Dakwah

Seorang da’i yang bijakasana adalah orang yang dapat mempelajari realitas masyarakat dan kepercayaan mereka serta menempatkan mereka pada tempatnya masing-masing, kemudian ia mengajak mereka berdasarkan kemampuan akal, pemahaman, tabi’at, tingkat keilmuan dan status sosial mereka dan seorang da’i yang bijak adalah yang mengetahui metode yang akan dipakainya.45

Materi (maddah) dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikanda’idan mad’u, pada dasarnya bersumber dari Al-Qur’an dan

hadist sebagai sumber utama yang meliputi aqidah, syariah, dan akhlak.46

d. Metode Dakwah

Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan yaitu “mete”(melalui) dan ”hodos”(jalan cara), maka metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.47 Metode dakwah adalah cara-cara

45

Said Al-Qathani, Menjadi Da’i Sukses, (Jakarta: Qisthi Press, 2005), cet-1, hal. 97

46

Nurul Badrutaman, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, (Jakarta: Grafindo, 2005), hal. 109

47

(41)

yang dipergunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan materi dakwah.48Atau kumpulan kegiatan untuk mencapai satu tujuan tertentu.

Pada surat An-Nahl ayat 165 menerangkan bahwa berdakwah itu hendaknya dengan menggunakan metode hikmah (bijaksana) dan mauidzhah hasanah (nasihat yang baik) agar orang-orang yang diajak selalu mendapatkan siraman rohani yang merupakan obat penenang hati di dalam setiap masalah. Bahkan ayat Al-Qur’an yang memanggil umat Islam untuk melakukan dakwah bil hikmah dan maidzhah hasanah serta mujadalah bil ihsanpada saat itu telah dipahami secara luas sebagai proses komunikasi dan edukasi. Dengan demikian, prinsip-prinsip metode serta teknik komunikasi dan edukasi berlaku dan berkembang dalam kegiatan dakwah, selain itu juga terus menerus mengolah dan mengembangkan pesan dari kegiatan dakwah tersebut.49

e. Media Dakwah

Media dakwah adalah peralatan dakwah yang digunakan untuk menyampaikan atau menyalurkan materi dakwah.50Dewasa ini, jenis-jenis media atau sarana dakwah sangat banyak jumlahnya, antara lain: radio, video, rekaman, televisi, surat khabar, majalah, tabloid, dan bahkan jaringan informasi melalui komputer internet.

48

Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Ciputat: Logos, 1997), hal. 34

49

M. Habib Chirzin, Orientasi Lembaga Dakwah dan Agenda Dakwah Masa Depan, Seminar Nasional Dakwah dan Politik, (Jakarta: 12 September 1995), hal. 5

50

(42)

Media dakwah merupakan sarana untuk menyampaikan pesan agama dengan mendayagunakan alat-alat atau temuan tekhnologi modern yang ada pada zaman ini. Dengan begitu, banyaknya media dakwah yang tersedia. Mereka seorang da’imemilih salah satu atau beberapa media saja sesuai dengan tujuan atau hendak yang ingin dicapai sehingga apa yang menjadi tujuan dakwah dapat tercapai dengan efektif dan efesien.

f. Tujuan Dakwah

Pada dasarnya dakwah dimaksudkan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan (sa’aah)bagi umat manusia baik dalam kehidupan mereka di dunia maupun di akhirat kelak.51Jika ditinjau dari aspek psikologis tujuan dakwah untuk menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan, dan pengalaman ajaran agama yang disampaikan oleh seorang da’i. sehingga ruang lingkup dakwah meliputi masalah pembentukan sikap mental dan pengembangan motivasi yang bersifat positif dalam segala aspek kehidupan.52

g. Keberhasilan Dakwah

Ada beberapa kemungkinan menurut Ahmad Mubarok untuk keberhasilan dakwah. Kemungkinan pertama, karena pesan dakwah yang disampaikan seorang da’i memang relevan dengan kebutuhan masyarakat yang

51

Dr. A. Ilyas Ismail, M.A, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub: Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Harakah, (Jakarta: Penamadani, 2006), cet-1, hal. 140

52

(43)

merupakan suatu keniscayaan yang tidak mungkin ditolak, sehingga mereka menerima pesan dakwah itu dengan antusias.

Kemungkinan kedua, kerena faktor seorang da’i, yaitu da’i tersebut memiliki daya tarik dan pesona yang menyebabkan masyarakat sudah dapat menerima pesan dakwahnya meski kualitas dakwahnya bisa jadi sederhana saja.

Kemungkinan ketiga, karena kondisi psikologi masyarakat yang sedang haus terhadap siraman rohani dan mereka terlanjur memiliki persepsi positif pada setiap da’i, sehingga pesan dakwah sebenarnya kurang jelas ditafsirkan sendiri oleh masyarakat dengan penafsiran jelas.

Kemungkinan keempat, karena faktor keemasan yang menarik, masyarakat yang semula acuh tak acuh terhadap agama dan juga terhadap da’i setelah paket dakwah yang diberi keemasan lain, maka paket dakwah berhasil menjadi stimuli yang menggelitik persepsi masyarakat dan akhirnya

mereka pun merespon positif.53

3. Bentuk – Bentuk Dakwah

a. Dakwah bi al-Lisan

Dakwah ini dilakukan dengan menggunakan lisan, antara lain: qaulun ma’rufun, dengan berbicara dalam pergaulan sehari-hari yang disertai dengan misi agama yaitu agama Islam.

53

(44)

b. Dakwah bi al-Hal

Dakwah yang dilakukan melalui berbagai kegiatan yang langsung menyentuh kepada masyarakat sebagai obyek dakwah atau berdakwah melalui perbuatan, mulai dari tutur kata, tingkah laku, sampai dengan pada kerja bentuk nyata seperti mendirikan panti asuhan, fakir miskin, sekolah-sekolah, rumah ibadah, dan lain-lain.54

c. Dakwah bi al-Qalam

Berbicara dakwah bi al-qalam tidak terlepas dengan memahami makna tulisan. Dalam konteks ini, tulisan memiliki dua fungsi. Pertama, sebagai alat komunikasi atau komunikasi ide yang produknya berupa ilmu pengetahuan. Kedua, sebagai alat komunikasi ekspresi yang produknya berupa karya seni (jurnalistik).55

4. Hubungan Retorika dengan Dakwah

Hubungan retorika dengan dakwah amatlah erat. Dalam komponen kegiatan dakwah dan retorika memiliki keterkaitan, terutama ha ini dapat dilihat dari segi media yang dipergunakan. Apakah media lisan, tulisan, dan sebagainya. Di sini unsur bahasa memegang peranan yang sangat menentukan.

Hubungan retorika dengan dakwah, T. A. Latief Rosydi dalam bukunya “Dasar-dasar Retorika, Komunikasi dan Informasi”menyebutkan:

54

Rafi’uddin, dan Maman Abdul Djaliel, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal. 24

55

(45)

“… Kemampuan dalam kemahiran menggunakan bahasa untuk melahirkan pikiran dan perasaan itulah sebenarnya hakikat retorika. Kemahiran dan kesenian menggunakan bahasa adalah masalah pokok dalam menyampaikan dakwah. Karena itu antara dakwah dan retorika tidak bisa dipisahkan. Di mana ada dakwah di sana ada retorika. Retorika dalam artinya yang lama (sempit) di dalam bahasa arab Fannul Khitabah.56 Kesuksesan seorang da’i dalam khutbahnya lebih banyak ditunjang dan ditentukan oleh kemampuan retorika yang dimiliki oleh da’i tersebut. Jikalau dakwah belum berhasil seperti yang dicita-citakan dan menurut garis yang telah ditetapkan semula, mungkin karena cara persuasi (retorika) tidak menjadi perhatian dan tidak terpenuhi oleh para da’i. Berdasarkan uraian di atas maka jelaslah bahwa retorika dan dakwah amatlah erat hubungannya. Retorika dengan demikian dapat dikatakan sebagai saran untuk mencapai tujuan dakwah tersebut. Dengan kata lain pula, keberhasilan atau kegagalan dakwah itu sangat tergantung pada retorika karena retorika tidak lain adalah seni pidato.

56

(46)

36 A. Riwayat Hidup K.H. Jamhari Abdul Jalal

K.H. Jamhari Abdul Jalal adalah seorang putra dari Bapak Abdul Jalal, Beliau dilahirkan di Kendal, pada tanggal 21 Agustus 1949. Beliau menikah dengan seorang perempuan yang bernama Hj. Rahmah Manaf. Dari hasil pernikahan tersebut, beliau dikaruniai 4 orang putra dan 2 orang putri, mereka adalah Ridho Makky, S.Pd.I, Musthofa Zahir, S.Pd.I, Lc, Fathi Mubarok, Muna Maulida, Sofa, dan Burhanur Robbi. Dari ke enam anak beliau, di antara mereka sudah ada yang menikah yaitu Makky, S.Pd.I dan Musthofa Zahir, S.Pd.I, lc.1

Adapun mengenai pendidikan beliau formal dan non formal, di antaranya:

1. Beliau memulai pendidikan dasar di Sekolah Rakyat (RS) dan tamat pada tahun 1962

2. Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Rakyat, beliau langsung melanjutkan pendidikan di tingkat menengah, yaitu di Sekolah Menengah Pertama (SMP Kanisius)

3. Tamat dari SMP Kanisius, beliau dikirim ke pesantren oleh ayahnya untuk mengenyam pendidikan agama lebih mendalam. Adapun pesantren yang pernah beliau tempati antara lain: Pondok Pesantren Luhur Mangkang

1

(47)

Dongdong Semarang Jawa Tengah, Pondok Pesantren Kaliwungu Kendal Jawa Tengah, Pondok Pesantren Krayapan Kandal Jawa Tengah, dan terakhir Pondok Modern Gontor Darussalam Ponorogo Jawa Timur.

4. Setelah beliau menimba ilmu di beberapa pesantren beliau melanjutkan studinya di tingkat perguruan tinggi yaitu IPD. Fakultas Tarbiyah Ponorogo Jawa Timur dan selesainya beliau dari perguruan tinggi tersebut, beliau melanjutkan studinya ke Ummul Qura University Makkah Al

Mukarromah, Saudi Arabia, Fak. Syariah.2

Sepulangnya beliau dari Saudi Arabia, beliau langsung dipinta untuk mengabdikan dirinya di berbagai Pondok Pesantren. Adapun pengalaman beliau mengajar dan mendidik, di antaranya: Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo Jawa Timur, Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur, Pondok Pesantren Darur Rahman Jakarta, Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta, dan pada akhirnya beliau mendirikan lembaga sendiri yaitu Pondok Pesantren Darunnajah yang terletak di Wilayah Cipining-Bogor dari tahun 1986 sampai sekarang dengan memegang mandat dan amanah dari K.H. Mukhayar. K.H. Jamhari Abdul Jalal dipercayakan untuk menempatkan posisi

sebagai Pimpinan Pondok Pesantren.3

B. Organisasi dan Aktivitas Dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal

2

Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal (Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau.

3

(48)

K.H. Jamhari Abdul Jalal dikenal dengan sosok yang sangat bersahaja, santun dalam bertutur dan bersikap serta mudah berinteraksi di masyarakat. Oleh karena itu, di masa saat beliau masih nyantri, beliau memegang amanah untuk bertanggung jawab dalam mengatur dan mengurusi di Bidang Pembangunan dan Dapur Umum. Mulai hal-hal kecil tersebut beliau belajar banyak tentang

organisasi.

K.H Jamhari Abdul Jalal adalah seorang sosok yang juga aktif di berbagai organisasi, baik organisasi yang ada dalam instansi kepemerintahan seperti rukun

tetangga dan rukun warga, maupun organisasi kemasyarakatan seperti remaja masjid dan paguyuban. Beliau pun belajar bagaimana berorganisasi dengan baik dan bagaimana mengelola organisasi itu dengan semaksimal mungkin. Pada akhirnya ide-ide, gagasan, atau pun hasil pemikiran beliau pun banyak diterima

oleh rekan-rekan seperjuangan dan lingkungan sekitar.

Dengan demikian, nama K.H. Jamhari Abdul Jalal semakin akrab mulai dari masyarakat sekitar hingga aparatur pemerintahan. Sampai-sampai beliau pernah diberi mandat sebagai tim sukses salah satu calon lurah di wilayah saat beliau tinggal.4 Adapun keikutsertaan beliau dalam beberapa organisasi, di

antaranya:

1. Beliau pernah menjabat sebagai ketua Yayasan Darul Amanah Sukorejo Kendal Jateng,

4

(49)

2. Beliau pernah menjabat sebagai ketua Yayasan Darul Muttaqien Parung Bogor Jabar,

3. Beliau pernah menjadi bagian dari Pengurus MUI Bogor Jabar, 4. Beliau pernah menjadi bagian dari Pengurus BAZIS Bogor Jabar,

5. Beliau pernah menjadi bagian dari Pengurus ICMI Orsat. Leuwi Liang

Bogor Jabar.

Kemudian pada saat ini, K.H. Jamhari Abdul Jalal mendapatkan kepercayaan penuh dan memegang amanah serta sebagai ketua Dewan Nadzir

Yayasan Darunnajah Jakarta dan pimpinan Pesantren Darunnajah Cipining Bogor sampai sekarang.5

C. Gambaran Pondok Pesantren Darunnajah Cipining 1. Sejarah Berdirinya

Pondok Pesantren Darunnajah Cipining didirikan oleh seorang Kyai yang bernama K.H. Manaf Mukhayyar, yang dilahirkan di Jakarata pada tanggal 29 Juni 1922 dan wafat di Jakarta pada tanggal 18 september 2005.

Pondok Pesantren Darunnajah Cipining berdiri atas dasar inisiatif K.H. Mukhayar karena pada tahun 1985-1986 mulai dirasakan bahwa Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami di Jakarta Selatan tidak dapat menampung seluruh peminat yang mendaftar dan sekaligus membantu program pemerintah untuk mencerdasarkan kehidupan Bangsa, dalam rangka

5

[image:49.612.106.513.142.562.2]
(50)

pembangunan manusia seutuhnya. Hal ini mendorong pendiri pesantren untuk segera mencari lokasi lain, guna membuka pesantren baru sebagai pengembangan dasar pesantren yang telah ada, agar dapat menampung minat

para pendaftar tersebut.

Maka pada tahun 1986, dimulai pencarian lokasi tanah yang

memungkinkan dan akhirnya ditemukanlah kampung Cipining, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lalu dimulai pembelian tanah tegalan dan perkebunan milik penduduk, dari hasil iuran

santri Darunnajah Ulujami dan donantur serta para dermawan. Selanjutnya dikukuhkan dengan persetujuan Gubernur Jawa Barat (Tertuang dalam SK. NO. 593.82/SK. 259.S/AGR-DA/225-87, tanggal 24 ferbruari 1987) di lokasi

seluas 70 hertar.

Pada tahun 1987 dimulai pembangunan 16 ruang kamar dan kelas serta beberapa bangunan lain yang kemudian dapat diselesaikan pada bulan

Juni 1988.

(51)

Yayasan Darunnajah, tokoh masyarakat sekitar persantren dan segenap santri dan wali santri.6

2. Visi dan Misi

Pondok Pesantren Darunnajah Cipining mempunyai visi “IMAMA”. Yang berarti, keberadaan pondok ini ingin melahirkan dan mencetak para pemimpin yang bertaqwa, berpengetahuan luas, dan menyampaikan kebenaran serta mengaplikasikan ilmunya di masyarakat sekitar.

Adapun misi Pondok Pesantren Darunnajah Cipining adalah mendalami pengetahuan tentang (ilmu-ilmu) agama islam/tafaqquh fi ad dien, melihat mu’amalah ma’a al kholiq dan mu’amalah ma’a annas, melihat kepemimpinan yang tangguh dan bertanggung jawab, menyelenggarakan latihan-latihan seperti mengajar, da’wah islamiyah, baik dengan lisan maupun tulisan dan life skills.7

3. Tingkat dan Unit Pendidikan

Tarbiyatul Mu’allimin Wa al-Mua’llimat al Islamiyah(TMMI) dalam pengertian Indonesia adalah Pendidikan Keguruan, ditempuh selama 6 tahun (3 tahun Madrasah Tsanawiyah dan 3 hatun Madrasah Aliyah ), dengan diberikan kesempatan untuk mengikuti Ujian Negara (UN/UAS), juga diselenggarakan Kelas Intensif (1 tahun) bagi mereka yang ingin

6

Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal (Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau.

7

(52)

memperdalam keagamaan dan sekolah bahasa. Sebagai persiapan masuk ke kelas X Madrasah Aliyah. Adapun unit-unit pendidikan yang diselenggarakan

Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining Bogor yaitu sebagai berikut:

a. Tarbiyatul Mu’allimin Wa al-Mua’llimat al Islamiyah (TMMI), berasrama, putra putri.

b. Raudhatul Athfal, non asrama, putra putri.

c. Taman Pendidikan Al-qur’an, non asrama, putra putri. d. Madrasah Ibtidaiyah, berasrama dan non asrama, putra putri.

e. Madrasah Diniyah/Sekolah Agama, non asrama, putra putri. f. Madrasah Tsanawiyah, berasrama dan non asrama, putra putri. g. Madrasah Aliyah, berasrama dan non asrama, putra putri. h. Pesantren Kanak-Kanak, berasrama, putra putri.

i. Sekolah Menengah Pertama (SMP), berasrama dan non asrama, Putra/putri.

j. Majlis Ta’lim, masyarakat/kaum ibu. (Pengantar TK, MI dan masyarakat umum sekitar pesantren).

k. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berasrama dan non asrama putra/putri.8

4. Kegiatan Extrakurikuler

8

(53)

Kegiatan ini dikategorikan dalam dua hal, yakni yang wajib diikuti oleh seluruh santri/siswa dan kegiatan yang dianjurkan di dalam

keikutsertaannya.

a. Kegiatan wajib

 Muhadhoroh (latihan berpidato), (Indonesia,Arab dan Inggris).

 Pramuka

 Pendidikan Komputer

 Praktek Mengajar (kelas III MA)*

 Ptaktek Da’wah dan Pengembangan Masyarakat (kelas III MA)*

 Kursus Mahir Dasar (kelas I MA)*

 Riset Kependidikan (kelas III MA)*

 Pengajian Kitab (Tafsir Al-Qur’an Al-Hadits, Sejarah Nabi dan

Sahabat, Kitab Fiqih/Kuning dan Kitab tentang Akhlak)

 Seni Beladiri (pencak silat)

 Organisasi dan Kepemimpinan (MA)

 Safari Da’wah ke Masyarakat (seminggu sekali)

b. Kegiatan pilihan/Anjuran

 Tilawah (seni baca) dan kajian Al-Qur’an

 Rihlah Ilmiyah (study tour)

 Olahraga

 Keterampilan

(54)

 Koperasi, dan

 Pertanian (kewirausahaan).9

5. Panca Jangka, Panca Jiwa dan Motto Pesantren a. Panca Jangka Pesantren

Di dalam mengembang tugas, mengurus dan mengembangkan Pesantren Darunnajah 2 Cipining Bogor, diambil kebijaksanaan strategi sistematis dan berencana yang tertuang di dalam Panca Jiwa Pesantren, yaitu:

 Peningkatan mutu pendidikan dan pengajaran

 Pembangunan sarana fisik yang memadai

 Penggalian sumber dana

 Penyiapan dan pemantapan kader

 Pemenuhan kebutuhan umat/masyarakat sesuai dengan kemampuan

pesantren.10

b. Panca Jiwa Pesantren

Panca Jiwa Pesantren adalah keikhlasan, kesederhanaan, ukhuwah islamiyah, berdikari dan kebebasan.11

c. Motto Pesantren

9

Hasil Observasi dan Data dari Pusat Informasi Pondok Pesantren Darunnajah Cipining

10

Hasil Observasi dan Data dari Pusat Informasi Pondok Pesantren Darunnajah Cipining

11

(55)

Motto Pesantren itu sendiri adalah berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, berfikir bebas, dan kreatif.12

6. Saran dan Presana serta Aset Pesantren

Pesantren Darunnajah Cipining memiliki beberapa sarana dan prasarana yang menunjang segala aktifitas dan kegiatan yang ada di

dalamnya, yaitu:

a. Masjid (3 bangunan)

b. Gedung asrama Santri dan Guru

c. Gedung Sekolah/Ruang Belajar

d. Sarana MCK, Toilet dan Instalasi air bersih e. Sarana air minum ultraviolet

f. Perumahan Guru Keluarga

g. Laboratorium Komputer (42 unit) Pentium IV h. Aula (Gedung Pertemuan)

i. Perpustakaan (Pesantren dan Sekolah)

j. Lapangan Olahraga (Sepakbola, Basket, Volley, Badminton, Takraw, dll)

k. Balai Kesehatan

l. Koperasi (Waserda dan Kantin) m. Wartel

n. Alat Musik (gitar, rebana, drum band, dll)

o. Lahan Pertanian, Peternakan, Perkebunan, dan Perikanan

12

(56)

p. Telephone dan Facsimile q. Dapur Umum

r. Listrik PLN (33.000 Watt) s. Rumah Pimpinan Pesantren

t. Kendaraan/Mobil 2 buah, motor 1 buah u. Diesel Listrik dan Pompa air

v. Gudang penyimpanan

w. Kantor TU/Kepala Sekolah, Keuangan, Sekretariat Pesantren dan Organisasi Pelajar.

x. Danau seluas ± 5000m.13

13

(57)

47

HASIL DAN ANALISIS

A. Konsep Retorika menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal

Da’i merupakan subyek dalam aktivitas dakwah. Mau tidak mau, harus memahami dan mengerti ilmu retorika, yang pada akhirnya mengarahkan pada keberhasilan dakwahnya.

Adapun menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal, retorika adalah berbicara atau berkomunikasi dihadapan orang banyak dengan menggunakan kata yang baik dan santun serta menggunakan gaya atau seni pada saat berdakwah, sehingga mad’u enak mendengarkan apa yang disampaikan.1

Retorika pada dasarnya selalu digunakan dalam setiap dakwah dengan lisan, tidak ada dakwah dengan lisan tanpa menggunakan retorika. Oleh karena itu retorika menjadi sesuatu yang penting dan haris dimiliki setiapda’i.

Ust Ahmad Rosichin berpendapat tentang K.H. Jamhari Abdul Jalal, bahwa retorika yang beliau gunakan sangatlah bijaksana. Beliau pandai memilah-milih kata dan kata yang digunakan bervariatif melihat kualitas mad’u. Jadi,

1

(58)

mad’u dengan mudah me

Gambar

Gambaran Pondok Pesantren Darunnajah Cipining

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini akan membandingkan apakah model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick berbantuan kartu masalah lebih baik dari model pembelajaran

Itulah fenomena gerhana yang Allah SWT tampakkan kepada kita agar kita lebih percaya dan lebih yakin akan kebesaran Allah SWT, bukan sebaliknya, meyakini kepercayaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat akurasi model distribusi sedimen EARM agar dapat digunakan untuk memprediksi kurva H-V.Lokasi penelitian inidi

PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Ttd.. Warga Provinsi DKI Jakarta, ditunjukkan dengan kartu keluarga yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan

untuk mengenalkan Indonesia di luar negeri (diplomasi kuliner). Kuliner merupakan salah satu sarana yang efektif dalam mendekatkan people to people contact. Banyak

sebuah penelitian yang dilakukan oleh Shiri (2012) ditemukan bahwa penggunaan HRIS pada suatu organisasi memberikan hasil kerja yang lebih efektif dan lebih cepat, serta

Kompetensi kepribadian adalah guru harus memiliki sikap dan sifat-sifat yang baik, karena guru mempunyai peran yang sangat penting dalam membentulc kepribadian anak didiknya.

Dengan konsep aristocrat nya / tomy / mulai memperlebar disain barunya / tidak hanya berbasik pada kebaya saja / melainkan ke model-model barunya // hasil yang diciptakannya ini