• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak pemeliharaan anak ghairu mumayyiz kepada bapak : analisis yurisprudensi putusan no.447/Pdt.G/2005/PA/.TNG penagadilan Agama Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hak pemeliharaan anak ghairu mumayyiz kepada bapak : analisis yurisprudensi putusan no.447/Pdt.G/2005/PA/.TNG penagadilan Agama Tangerang"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

: ·.·.·.·.· .. · ···7• ...

Q ... .

. 3 ' '

'2(,"'JV't)

9

OtrJ.·

c?L ..

セPWBZP@

/

IKAATIKAH NIM: 106044101404

I

KON S ENTRAS I PE RA DILANAGAMA··· PROGRAM STUD! AHW AL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSIT AS ISLAM NEGERI

(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh: IKAATIKAH NIM: 106044101404

Di bawah Bimbingan :

'

..

-Drs. H A. Basi D 'alil SH MA NIP. 150 169 102

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

PROGRAM STUD I AHWAL AL-SYAKHSHIY AH

FAKULT AS SY ARIA H DAN HUKUM

UNIVERSIT AS ISLAM NEGERI

SY ARIF HIDAY ATULLAH

JAKARTA

(3)

diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Ahwal al - Syakhshiyah.

Jakarta, 16 Juni 2008 Mengesahkan,

ad Amin Suma SH MA MM

NIP. 150 210 422

P ANITIA UJIAN I. Ketua

2. Sekretaris

3. Pembimbing

4. Penguji I

5. Penguji II

: Drs.H.A.Basig Djalil,SH,MA NIP. 150 169 102

: Kamarusdiana,S.Ag,MH NIP. 150 285 972

(

...

'.":".'

...

)

ᄋセ@

( ... )

: Drs.H.A.Basig Djalil,SH,MA ( ... .. ... ) NIP. 150 169 102

: Dr. Mamat.S.Burhanuddin,MA

NIP. 150 289 199

(4)

I. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbnkti bahwa karya ini bnkan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berada di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakmta, 16 Juni 2008

(5)

Tangerang"

Program Studi Ahwal a!-Syakhshiyah Konsentrasi Peradilan Agama

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

(6)

telah ditentukan oleh undang - undang tentang hak memelihara serta mengasuh anak. Anak yang masih dibawah umur lazimnya kepada ibu, apabila sudah dewasa anak dapat menentukan pilihannya apakah ikut ibu atau bapak. Tapi bisa tidak demikian, anak dibawah umur atau ghairu mumayyiz bisa jatuh kepada bapak, bila sikap dan perilaku ibu tidak dianggap baik untuk perkembangan sang anak seperti ibu punya keguncangan jiwa alias gila, murtad, berhubungan intim dengan laki - laki yang bukan muhrimnya alias berzina. Maka, pengadilan dapat menjatuhkan putusan dalam pemeliharaan anak sesuai dengan Undang - undang yang berlaku. Perkara pemeliharaan anak dapat diajukan bersama dengan perceraian talak, atau terpisah dengan cerai talak atau gugat cerai artinya gugatan Pemeliharaan Anak dapat diproses jika telah ada kekuatan hukum tetap atas putusnya hubungan perkawinan oleh Pengadilan Agama.

(7)

selesainya skripsi ini selelah melewati beberapa kesulitan.

Untuk mewujudkan skripsi ini Penulis merasa sangat berhutang budi atas bantuan yang tak ternilai harganya dari:

I. Kepada Bapak Prof.Dr. Muhammad Amin Suma, SH,MA,MM selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Bapak Drs.H.A. Basiq Djalil,SH,MA, Ketua Program Studi Ahwal al -Syakhshiyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Dosen pembimbing penulis yang dengan penuh kesabaran dan bijaksana telah menjadi konsultan.

3. Bapak Yayan Sofyan,MAg, Dosen Penasihat Akademik sekaligus Pudek III bidang akademik, yang telah bertindak sebagai konsultan kedua yang dengan penuh kesabaran dan bijaksana telah menjadi konsul'.an.

4. Majlis Hakim Pengadilan Agan1a Tangerang Perkara No.477/Pdt.G/2005/PA.TNG, ym1g begitu ramah - tamah dan bijaksana menerima penulis untuk melakukan wawancara di kfil1tor Majelis Hakim. Semoga kalian sudi memaafkfil1 penulis karena telah begitu banyak mengganggu pada jfil11 kerja maupun di luar jmn kerja.

(8)

begitu ramah membantu kebutuhan penulis meminta data Perkara dalam menyelesaikan karya ilmiah/skripsi.

7. Terima kasih teruntuk Mama dan Ayah tercinta Dra. Hj.Maimunah,M.Ag dan Drs.H.Harudi yang telah memberikan semangat serta motivasi kepada penulis dan teruntuk kepada kakak - kakak dan adik penulis dr. Ahmad Fudholi, Hilwiyah S,Psi serta Titi Nurbaiti terima kasih atas dukungan kalian.

8. Untuk seluruh teman - teman baik Non regular 2004 - 2006 maupun regular 2006 - 2008, terima kasih atas semangat dan perhatian kalian selama di perkuliahan maupun diluar perkuliahan. Dan teman - teman dekat penulis terima kasih atas dukungan kalian.

Jakarta, 16 Juni 2008

Ika Atikah

(9)

DAFTAR ISI ... v

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah . ... ... ... ... ... ... ... 1

B. Pembatasan dan Pernmusan Masalah ... 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 11

D. Metode Penelitian ... 12

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ... 16

F. Sistematika Penulisan ... ... ... ... ... ... .... .. 19

BAB II KAJIAN TEORITIS TENT ANG HAD HAN AH A. Pengertian Hadhanah (Pemeliharaan Anak) ... ... .. ... ... .... .. .. 21

1. Menurut Hukum Islam... 21

2. Menurnt Hukum Perdata dan Peraturan Perundang - undangan yang berlaku di Peradilan Agama ... ... .. . .. ... ... 26

B. Syarat - syarat Hadhanah (Pemeliharaan Anak) ... 32

C. Pihak - pihak yang Berhak atas Hadhanah (Pemeliharaan Anak) ... 36

D. Masa Hadhanah,(Pemeliharaan Anak) ... 49

E. Upah Hadhanah ... ... ... ... ... .. ... 51

BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA TANGERANG A. Letak Geografis Pengadilan Agama ... ... .. . 54

B. Kedudukan Pengadilan Agama... 56

(10)

1. Dasar Hukum Penyelesaian Perkara Pemeliharaan

Anak akibat Perceraian Perkara No.4 77 /Pdt. G/2005/P A. TN G

Pengadilan Agama Tangerang... 72

2. Peranan Hakim dalam Penyelesaian Perkara

Pemeliharaan Anak akibat Perceraian

Perkara No.477/Pdt.G/2005/PA.TNG ... 83

3. Peranan Hakim dalam Penyelesaian Pemeliharaan

Anak setelah Putusan Perkara No.477/Pdt.G/2005/PA.TNG 86

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 88

B. Saran... 89

DAFTARPUSTAKA... 90

LAMPIRAN - LAMPIRAN

PERTAMA : Pedoman Wawancara ... 93

KEDUA : Hasil Wawancara... 94

KETIGA : Pem1ohonan melakukan wawancara di Pengadilan Agama

Tangerang ... 112

KEEMPAT : Keterangan melakukan wawancara di Pengadilan Agama

..

Tangerang ... 113

KE LIMA : Putusan Perkara Hadhanah No.477/Pdt.G/2005/P A.TNG

(11)

Pada hakekatnya manusia merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia sudah tentu harus mengadakan interaksi - interaksi antara sesamanya. Dengan adanya interaksi - interaksi tersebut maka akan muncul berbagai peristiwa hukum yang merupakan akibat dari interaksi tersebut. Salah satu contoh dari peristiwa hukum tersebut adalah perkawinan yang merupakan sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuhan. Hal ini sebagaimana foman Allah SWT Q.S. al-Dzaariyaat (51): 49

Artinya: "Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang - pasangan agar kamu ingat akan kebesaran Allah".

Islan1 memandang perkawinan mempunyai nilai - nilai keagamaan sebagai wujud ibadah kepada Allah,dan mengikuti Sunnah Nabi, di samping mempunyai nilai - nilai kemanusiaan untuk memenuhi naluri hidup manusia guna melestarikan keturunan,mewujudkan ketentraman hidup dan menumbuhkan rasa kasih sayang dalam hidup bermasyarakat.1

Perkawinan sangat dianjurkan oleh agama Islam bagi seseorang yang

1 Ahmad Azhar Basyir,

(12)

telah mempunyai kemampuan. Perkawinan merupakan suatu perbuatan yang diperintahkan oleh Allah SWT sebagaimana firmannya dalam surat an-Nuur(24):32

(32:_;_,.ill)

セ@

セ@

'j

'.itlj

Gセセ@

::,j

er

'.!ti

r

_s:iS

Artinya: "Dan kawinkanlah orang - orang yang sendirian diantara kamu dan orang - orang yang layak nntuk kawin diantara hamba - hamba sahayamu yang laki - laki dan hamba - hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunianya." 2

Proses pemikahan manusia akan menghasilkan generasi yang tumbuh dan berkembang, sehingga dalam kehidupan umat manusia dapat dilestarikan. Sebaliknya tanpa pemikahan generasi akan berhenti, kehidupan manusia akan terputus dan duniapun akan berhenti, sepi,dan tidak berarti. 3

Pemikahan dalam Islam merupakan bentuk perbuatan yang suci, karena pemikahan merupakan hubungan yang tidak hanya didasarkan pada ikatan lahiriyah, melainkan juga ikatan benifat bathiniah. Dengan kata Jain pernikahan mempunyai dua aspek, yaitu biologis dan afeksional. Aspek biologis adalah keinginan manusia untuk mendapatkan keturunan. Sedangkan aspek afeksional adalah kebutuhan manusia untuk saling mencintai, rasa kasih sayang, rasa an1an

2

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, cet. Ke-I, (Jakarta: Kencana, 2006), ,h.43-44

3

(13)

dm1 terlindungi, rasa dihargai, diperhatikan dml sebagainya. Faktor afeksional ini sebagai pilar utama bagi stabilitas suatu pernikahml, untuk itu pernikahml tidak bersifat sementara, tetapi atas dasar adm1ya ikatan hubungan, mitara suami istri pernika11m1 menj adi bersifat seumur hidup.

Menurut Undmig - undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinml mendefinisikan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorm1g Wmlita sebagai sumni istri dengmi tujuan membentuk keluarga (rumah tmlgga) yang bahagia dmi kekal berdasarkml ketuhanan yang maha esa. 4 Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 menegaskml bahwa perkawinan adalah akad yang smlgat kuat (mitsqmi ghalidhml) untuk mentaati perintah Allah dml melaksmiakmmya merupakan ibadah.5 Oleh karena itu, pengertian perkawinml dalmn ajm·an agmna Islam mempunyai nilai ibada11.

Dalmn pmldangan Islam, tujumi dari perkawinan mltara lain adalah agar sumni isteri dapat membina kehidupml ym1g tentrmn lahir bathin dml saling cinta me'lcintai dalmn satu rumah tangga yang bahagia. Disamping itu, diharapkan pula kehidupmi ruma11 tmlgga dapat berlm1gsung kekal. Oleh karena itu, Islmll telah memberi petunjuk atau jalml yang harus ditempuh bila sewaktu - waktu

4 Ali Zainuddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 7

(14)

terjadi perselisihan dalam rumah tangga.6

Ada beberapa prinsip - prinsip hukum perkawinan yang bersumber dari al-Qur'an dan al-Hadits, yang dituangkan dalam garis - garis hukum melalui Undang- undang No.] Tahun 1974 Tentang Perkawinan clan Inpres No.1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam yang menganclung 7 (tujuh) asas atau kaidah hukum, yakni:

1. Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal

Suami dan isteri saling membantu dan melengkapi agar masing - masing dapat mengembangkan kepribadiannya untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan material.

2. Asas keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan, dan harus dicatat oleh petugas yang berwenang.

3. Asas monogami terbuka. Artinya, jika suami tidak mampu berlaku adil terhadap hale - hak isteri bila lebih clari seorang, maka cukup seorang isteri

4. Asas calon suami clan isteri telah matang jiwa raganya agar clapat melangsungkan perkawinan agar mewujuclkan tujuan perkawinan secara baik _ clan menclapat keturunan yang baik clan sehat, sehingga tidal< berpikir kepada perceraian.

(15)

5. Asas mempersulit terjadinya Perceraian.

6. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suan1i dan isteri, baik dalam

kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat.

7. Asas pencatatan perkawinan. Pencatatan perkawinan mempennudah untuk

mengetahui manusia yang sudah menikah atau melakukan ikatan perkawinan.

Pada poin 5 di atas disebutkan bahwa Undang - undang No.I Tahun

1974 Tentang Perkawinan mempersulit untuk terjadinya suatu perceraian antara suami dan isteri. Oleh karena itu, seharusnya perkawinan dianggap sebagai suatu

ikatan yang kekal dan merupakan kesejahteraan bersama tujuannya dalam

membentuk suatu keluarga. Selain perkawinan diartikan sebagai suatu ikatan,

perkawinan juga mengandung aspek akibat hukum. Melangsungkan perkawinan

adalah saling mendapatkan hak antara seorang pria dengan seorang wanita serta

kewajiban yang bertujuan mengadakan lmbungan pergaulan yang dilandasi

saling tolong - menolong.7 Karena perkawinan termasuk pelaksanaan agama,

maka di dalamnya terkandung adanya tujuan dan maksud mengharapkan ridha

Allah SWT berdasarkan makna perkawinan itu, maka akan terbentuk suatu

satuan keluarga yang mencakup struktur dan pola budaya yang

diimplementasikan berupa nilai - nilai dan k!1idah - kaidah dalam penataan

berbagai hubungan baik yang berkenaan dengan hubungan antar anggota

keluarga, yaitu:

(16)

1. Hak dan kewajiban antara suami dengan isteri 2. Hak dan kewajiban antara orang tua dengan anak

3. Hak dan kewajiban yang berkenaan dengan hak kebendaan, yang diantaranya harta bawaan masing - masing dan harta bersama dalam perkawinan.

Namun,dalam mengarungi bahtera perkawinan banyak terjadi penyimpangan terhadap hak dan kewajiban yang telah disebutkan di atas yaitu hak dan kewajiban antara suami dan isteri, inilah yang memicu terjadinya konflik yang terjadi dalam suatu rumah tangga yang apabila tidak diselesaikan secara baik akan memicu te1jadinya perceraian sebagai puncaknya. Perceraian itu sendiri adalah merupakan perbuatan yang halal namun suatu ha! yang tidak baik dan sangat dibenci Allah SWT dan banyak larangan atas perceraian antara suami dan isteri dari Allah dan Rasul. Maksud dari perkawinan seharusnya adalah abadi, bukan untuk sementara waktu saja, dan kemudian diputuskan. Karena dengan maksud inilah nantinya akan mewujudkan rumah tangga yang damai dan teratur, serta memperoleh keturunan yang sah dala·.n masyarakat.

(17)

6. Wanita- wanita kerabat sedarab menurut garis samping dari ayab

b. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan

hadhanab dari ayah atau ibunya.

c. Apabila pemegang hadhanab temyata tidak dapat menjamin keselamatan

jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkab dan hadhanab telab

dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan

Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang

mempunyai hak hadhanah pula.

d. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah

menurut kemampuannya, sekurang - kurangnya sampai anak tersebut

dewasa dan dapat mengurus dirinya sendiri (21 tahun).

e. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak,

Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a),(b), (c),

dan (d).

f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya

menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak - anak

yang tidak turut padanya. 9

Pada poin yang telah disebutkan di atas, pada dasarny& anak yang belum

mumayyiz jatuh ke tangan ibu, tapi tidak demikian aclanya, apabila te1jadi di

Pengadilan Agama. Banyak para pihak yang mengajukan perkara tentang hak

(18)

asuk anak setelah terjadinya perceraian, dimana anak merupakan hasil dari perkawinan yang selama ini mereka jalani bersarna serta harus melepaskan ikatan perkawinan dikarenakan alasan - alasan yang memicu retaknya hub1mgan perkawinan. Kemudian, bagaimana majlis hakim yang menangani perkara hak asuh anak dimana te1jadi pemberian hak tersebut, jika anak yang diperebutkan, masih dibawah umur tidak jatuh ke tangan ibu melainkan kepada bapak. Tenttmya majlis hakim mempunyai pe1iimbangan hukwn terhadap putusan yang di tetapkan.

Oleh karena itu, menjadi ha! yang menarik untuk diteliti, putusan Majelis Hakim, landasan hukum, alasan - alasan se1ia implikasi lain dalam putusan yang berkekuatan hukum tetap yang disepakati oleh majlis haldm. Inilah yang menjadi penulis tertarik untuk mengkaji dalam skripsi dengan judul "HAK PEMELIHARAAN ANAK GHAIRU MUMAYYIZ I<.:EPADA BAPAK (ANALISA YURISPRUDENSI PUTUSAN N0.477/Pdt.G/2005/PA.TNG) PENGADILAN AGAMA TANGERANG"

B. Pembatasan dan perumusan Masalah

Mengingat luasnya masalah pembahasan mengenai hadhanah, maka pada pembahasan skripsi ini pe!1ulis membatasi hanya menyangkut yurisprudensi hakim terhadap putusan hadhanal1 yang jatuh kepada bapak di Pengadilan Agama Tangerang dengan Perkara No. 477/Pdt.G/2005/PA.TNG.

(19)

atau undang - undang. Pada kenyataannya anak yang belum mumayyiz diputus oleh hakim, bahwa pemeliharaan anak bisa jatuh kepada bapak. Hal ini yang ingin penulis teliti mengenai putusan hakim terhadap pemeliharaan anak yang belum mumayyiz yang jatuh kepada bapak tehadap perkara hadhanah No.477/Pdt.G/2005/PA.TNG. Pengadilan Agama Tangerang.

Adapun rumusan masalah dalam hal ini:

I. Kenapa pengasuhan anak dalam perkara No.477/Pdt.G/2005/PA.TNG diberikan kepada bapak dan bagaimana kewajiban bapak setelah putusan hak asuh anak diberikan padanya?

2. Apakah dasar hukum yang digunakan sudah sesuai dengan perkara tersebut dan bagaimana Majelis Hakim mempertimbangkarmya?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

I. Tujuan Penelitian

Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini yaitu:

a. Untuk mengetahui prosedur putusan yang telah berkekuatan hukum tetap terhadap putusan tentang hak pemeliharaan anak yang jatuh kepada bapak serta mengetahui pemahaman terhadap yurisprudensi hakim dalam menyelesaikan perkara hadhanah.

(20)

2. Kegunaan Penelitian

a. Agar mengetahui secara je!as terhadap prosedur setia mekanisme terhadap putusan dmi majelis hakim terhadap perkm·a yang diputus serta agar lebih detail menelusuri yurisprudensi hakim dalam mengambil keputusan dalan1 menangani perkara ym1g sudah diperkarakan.

b. Memberikan gmnbaran terhadap praktek tentang perkm·a hak memelihara anak dan juga kegunaan akademik, untuk memenuhi satu syarat guna memperoleh gelar SI dalmn bidang hukum !slain.

D. Metode Penelitian

1. Metode dan Pendekatan Penelitim1

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif yang bersifat deskriptif analitis. Menurut Bogdan dan Taylor metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang -orang dan prilaku yang diamati.10

Yang bersifat deskriptif analitis, yaitu memberikan data seteliti mungkin yang menggmnbarkan objek penelitian,kemudim1 mengm1alisanya berdasarkan teori hukurn dan perundang - undangm1 yang berlaku.

2. Populasi dan Smnpel

JO Lexy J. Moleong, Metodo/ogi Penelitian Kua/itatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

(21)

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi. Tetapi

oleh Spradley dinamakan " social situation" atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity).

Pada situasi sosial atau obyek penelifom ini peneliti dapat mengamati secara

mendalam aktivitas (activity), orang - orang (actors) yang ada pada tempat

(place) tertentu. Pada penelitian kualitatif, peneliti memasuki situasi sosial

te1ientu, melakukan observasi dan wawancara kepada orang - orang yang

dipandang tahu tentang situasi sosial tersebut. Penentuan sumber data pada

orang yang diwawancarai dilakukan secara purposive, yaitu dipilih dengan

pertimbangan dan tujuan tertentu. Hasil penelitian tersebut dapat ditransferkan

atau diterapkan ke situasi sosial (tempat lain), apabila situasi sosial tersebut

memiliki kemiripan atau kesamaan dengan situasi sosial yang diteliti. Yang

dimaksud dalam penelitian ini pelakunya adalah Majelis Hakim yang

menangani perkara No.477/Pdt.G/2005/PA.TNG yang bertempat di

Pengadilan Agama Tangerang yang dalam aktivitasnya adalah menyelesaikan

perkara di persidangan. Dari wawancara yang dilakukan peneliti dengan para

nara sumber dimana peneliti mengamati para Majelis Hakim yang terdiri dari

tiga orang,dalam melaksanakan tugas sebagai Hakim ketika dipersid.angan

untuk menyelesaikan suatu perkara yang dinilai mempunyai akibat hukum

setelah putusan dijatuhkan. Kemudian yurisprudensi yang dilaksanakan oleh

Majelis Hakim sudah sesuai atau belum dengan hukum yang berlaku,

(22)

(pengadilan agama selain tempat peneliti) bisa dijadikan rujukan dalam

menjatuhkan putusan atas perkara tersebut. Sampel dalam penelitian kualitatif

bukan dinamakan responden, tetapi nara sumber, atau pmiisipan, informan

dalam penelitim1. Jadi, nara sumber ym1g dimaksud dalam penelitian ini

adalah Majelis Hakim Perkara hadhanah No.477/Pdt.G/2005/PA.1NG

Pengadilan Agama Tangerang.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan Data merupakan langkah yang paling strategis

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data.11 Menurut Lofland dm1 Lofland (1984:47) sumber data dalam penelitian

kualitatif ialah kata - kata, dan tindakm1 selebihnya adalah data tambahan

seperti dokumen dan lain - lain.12 Bila di lihat dari sumber datanya, maka

pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder.

Sumber primer adalah sumber data yang langsung rnemberikan data kepada

pengumpul data.Teknik pengumpulan data pada skripsi ini ュ・ョァァオョセォ。ョ@

sumber primer berupa wawancara. Wawancara adalah proses memperoleh

keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap

muka antara penulis atau pewayvancara dengan informan dengan

menggunakan instrumen pengumpulan data yang din.amakan interview guide

11

!bid,. h. 224

12

(23)

(panduan wawancara).13 Penulis menggunakan teknik ini karena teknik interview merupakan teknik tanya jawab secara lisan yang berpedoman pada pertanyaan tebuka untuk mencari informasi secara detail dan terperinci. Menurut Esterberg (2002) mendefinisikan interview sebagai berikut: "a meeting of two persons to exchange information and idea through question

and responses, resulting in communication and joint construction of meaning

about a particular topic". Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk be1tukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik te1tentu. 14 Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, sepe1ti lewat dokumen dan sebagainya.15 Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi.16 Jadi, sumber data sekunder yang digunakan dalan1 karya ilmiah ini adalah dari berbagai buku yang menge•1ai Pengasuhan anak atau hadhanah, Undang - undang, dokumen dari Pengadilan Agama yaitu Perkara No.477/Pdt.G/2005/PA.TNG, dan internet.

13

Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988),h.234

14

Sugiyono, Metode Pene/itian Kuantitatif,Kualitatif dan R &D, h. 231

15

Ibid, h. 225

16

(24)

4. Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan menyatakan bahwa " Data analysis is the process of systematically searching and arranging the interview transcripts, fleldnotes,

and other materials that you accumulate to increase your own understanding

of them and of enable you to present what you have discovered to others".

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, clan bahan - bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.17 Dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis data kualitatif yang bersifat induktif, yaitu suatu analisis data dimana penulis menjabarkan data - data yang diperoleh clari hasil penelitian.

5. Teknik Penulisan

Dalam penyusunan secara teknik penulisan semua berpecloman pacla prinsip - prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam buku Pecloman Penulis1n Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakaiia 2007.

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dari beberapa literatur skripsi yang beracla di perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, penulis mengan1bilnya untuk menjadikan sebuah perbandingan mengenai Hadhanah ( PemeliharaanAnak). Di ai1taranya:

17

(25)

No Nama Penulis/Judul/Tahun Substansi Keterangan I Zainul Arifin/Prioritas Hak Skiipsi ini mejelaskan Menerangkan

Asuh Ayah Terhadap Anak di mengenai Prioritas hak hadhanah ialah bawah umur ( Studi Kasus di asuh ayah terhadap anak merawat dan Pengadilan Agama Jakarta di bawah umur secara mendidik anak yang Selatan)/2004 teoritis maupun Praktis. belum bisa mandiri. Dalam hukum yang berlaku di Indonesia, Hak pengasuhan anak setelah terjadinya perceraian anak diasuh dan di didik oleh ibu ..

2 TOBRONVHukum Hadhanah Pandangan Hukum Islam Disini hanya menurut Islam bagi Ibu yang tentang Hadhanah membahas tentang mengidap penyakit memaparkan seberapa penyakit TBC mulai menular/2004 bahayanya TBC dan dari penyembuhannya bagaimana cara hingga proses penularannya dan masa penyembuhannya penyembuhannya dan yang memakan waktu ketentuan lmkum islam 6-9 bulan. Kemudian bagi wanita yang juga pengasuhan anak mengidap penyakit TBC merupakan kewajiban mengenai Hadhanah orang tua dan kesehatan anak baik jasmani

rohani.

maupun 3 Firman Sulaeman/ Hak Skripsi 1111 menjelaskan Hadhanah merupakan Pemeliharaan Anak yang belum tentang syarat - syarat kewajiban kedua Mumayyiz akibat Perceraian hadhanah, siapa saja yang orang tua untuk (Studi Kritis terha<lap pasal I 05 berhak memelihara anak merawat dan point A Kompilasi Hukum yang belum mumayy1z mendidik anak Islam)/2005 akibat perceraian serta mereka meskipun efrektivitas terhadap terjadinya perceraian. pasal 105 point a KHI Syarat - syarat sebagai pedoman hukun1 hadhanah dan siapa

-• oag1 para naKnn · a1am s;apa • 1 1 • <l ' sa1a . yang

menyelesaikan sengketa berhak hak hadhanah hadhanah di lingkungan sudah jelas terdapat peradilan agama dalam literatur

(26)

4 Siti Jamilah/ Pandangan I-Iukurn Islam Dan Hukum Perdata tentang Hak Pemeliharaan Anak akibat perceraian suarni

isteri/2005

Pandangan Hukum Islam dan Hukum Perdata tentang Perceraian dan akibatnya. Hak

pemeliharaan anak akibat perceraian rnenurnt Hukurn Islam dan Hukum Perdata

berkaitan hadhanah.

dengan Kewajiban

pemeliharaan anak yang masih dibawah umur rnenurnt Hukurn Islam adalah hak seorang ibu. Sedangkan menurnt Hukum Positif adalah hak kedua orang tua baik sudah cerai maupun dalam keadaan rnasih dalarn perkawinan.

5 Hilaluddin Safary/Hak Anak Skripsi 1rn memaparkan Hak anak pada

menurnt Hukum Islam dan hak anak dalan1 Hukum hakikatnya menurnt Hukum Positif/2006 Islam dan Hukum positif. Hukum Islam adalah Kemudian bentuk hak - hak kodrat yang hak anak serta adanya dimiliki setiap anak persarnaan dan perbedaan sejak dalarn hak anak rnenurnt Hukurn kandungan,

6 Muhammad

Pengesahan Anak Perspektif Kompilasi Islmn/2006

Islan1 dan Hukurn Positif sernentara rnenurnt Hukum Positif Hak anak merupakan Hak Asasi Manusia untuk anak. Ada beberapa bentuk hak asasi anak diantaranya Hak D harury (Hak dasar ), Hak Hajy (Hak Sekunder),Hak

Tahshiny(Hak Tersier)

Koidin/ Skripsi ini menerangkan Pengesahan Nasab

dalan1 pru1da11ga11 Kii:I dan F'iq]1 menur1..1t KHI ai1a.1<.

(27)

serta Upah Hadhanah.

Bab Ketiga mernpakan Kajian tentang Gambaran Umum Pengadilan Agama Tangerang yaitu Letak Geografis Pengadilan Agama, Kedudukan Pengadilan Agama, Wewenang dan Wilayah hukum Pengadilan Agama Tangerang, serta Data Perceraian Pengadilan Agama Tangerang.

(28)

1. Menurut Hulmm Islam

Kata hadhanah berasal dari kata hadhana yang berarti menempatkan sesuatu di antara ketiak dan pusar. 1 Seekor burung betina yang mengerami telurnya diantara sayap dan badannya disebut juga hadhanah.2 Hadhanah menurut bahasa berarti meletakkan sesuatu dekat tulang rusuk atau di pangkuan. 3 Menurut al-Kahlani pemeliharaan anak atau hadhanah berasal dari kata hadhana yang artinya mengasuh atau memelihara.4 Hadhanah diambil dari kata hidhan yang berarti lambung. Seperti kalimat hadhana ath-thairu baidhahu "burung itu mengempit telur di bawah sayapnya, begitu juga dengan perempuan (ibu) yang mengempit anaknya".5 Sedangkan dalam literatur lain secara etimologi berarti meletakkan sesuatu dekat tulang rusuk seperti menggendong atau meletakkan

1

Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh Ke/uarga, cet.Ke-4, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2004) ,h.391

2

Ibid

3

DEPAG RI, llmu Fiqh, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan agama Islam Proyek Pembinaan Prasarana dan sarana Perguruan Tinggi Agama IAIN Jakarta, 1984/1985. jilid II, h.206

4

Muhammad bin Ismail al-Kahlani, subul al-salam, juz Ill, (Bandung: Dahlan,tth), h.227

5

(29)

sesuatu dalam pangkuan.6

Para ahli fiqh mendefinisikan hadhanah ialah melakukan pemeliharaan anak - anak yang masih kecil baik laki - laki ataupun perempuan atau yang sudah besar, tetapi belum tamyiz tanpa perintah darinya, menyediakan sesuatu yang menjadikan kebaikannya, menjaganya dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya, mendidik jasmani, rohani, dan akalnya agar mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggung jawabnya.7 Sedangkan menurut istilah fiqh hadhanah ialah tugas menjaga dan mengasuh atau mendidik bayi atau anak kecil sejak lahir sampai mampu menjaga atau dapat mengatur dirinya sendiri. Anak yang sah nasabnya berarti tugas hadhanah akan dipikul oleh kedua orang tuanya sekaligus. 8 Dalam literatur fiqh, hadhanah didefinisikm1 dalam beberapa terminologi, diantru·anya:

a. Menurut Muhammad lbnu Ismail al sm1'ani:

Artinya " Memelihara orang yang belum mampu mengurus diri sendiri dan menjaganya dari sesuatu yang dapat membinasakan atau membahayakan''9

'Neng Djubaedah dkk,Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia,( Jakarta: PT.Hecca Utama,2005),h. l 8 l

7

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (teljemahan), h.237

'Neng Djubaedah dkk,Hukum Perkawinan Islam Di Jndonesia,h. i8 i

9

(30)

b. Menurut Sayyid Sabiq :

Artinya "Suatu sikap pemeliharaan terhadap anak kecil baik laki - laki maupun perempuan atau yang kurang aka!, belum dapat membedakan antara baik dan buruk, belum mampu dengan bebas mengurus diri sendiri dan belum talm mengerjakan sesuatu untuk kebaikan, dan memeliharanya dari sesuatu yang menyakiti dan membahayakannya, mendidik serta mengasuhnya baik fisik maupun mental atau aka!, supaya menegakkan kehidupan sempurna dan bertanggungjawab." 10

c. Menurut Imam Abi Zakaria An-nawawi:

Artinya: "Menjaga anak yang belum mumayyiz dan belum mampu mengurus kebutuhannya, mendidiknya dengan ha! - ha! yang bermanfaat baginya dan menjaganya dari ha! - ha! yang membahayakannya" 11

d. Menurut Qulyubi dan Umairoh

Artinya: "Hadhanah ialah menjaga anak yang tidak dapat mengurus urusannya dan mendidiknya dengan ha!- ha! yang baik." 12

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

10

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid II, (Beirut: Daar Fikr, 1983 ), h.289

11

Imam Abi Zakaria Yahya bin Syirat an- Nawawi, Raudhatut Thalibien, jilid V!I, ( Beirut: Dar Al-Kutub al- Alamiyah, t.t.h), h.504

12

(31)

dengan hadhanah adalah mengasuh atau memelihara anak yang belum mumayyiz supaya menjadi manusia yang hidup sempurna dan bertanggung jawab. Hadhanah diartikan dengan pemeliharaan dan pendidikan. Yang dimaksud mendidik dan memelihara di sini adalah menjaga, memimpin dan mengatur segala ha! yang anak- anak itu belum sanggup mengatur sendiri. 13

Dasar hukum hadhanah terdapat dalam Firman Allah SWT yang berbunyi:

sjt_;J.lj .J.01

セ[INj@

ャセg@ セヲ⦅jェN[N⦅Nlヲ@

ゥセ@

i_?:1;

O;;JI

エ[Z⦅セ@

(6/66: r.i->"1l')

セセ@

G

0);·,2.J

セ⦅[ヲ」[@

:&I

Pセ@

セG[QZPQセ@

¥

セ@

Artinya: "Hai orang yang beriman, peliharalah dirirnu dan keluargarnu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya rnalaikat - malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai allah terhadap apa yang diperintahkru1-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakru1 apa yang diperintahkan".( At-Tahrim/ 66:6)

Yang dimaksud dengan memelihara keluarga pada ayat diatas yakni mengasuh dan mendidik mereka sehingga menjadi seorru1g muslim yang berguna

b ag1 agarna. . 14

Hadhanah (pengasuhan anDk) hukumnya wajib, apabila anak yang masih dibawah umur dibiarkan begitu saja akan mendapatkan bahaya jika tidak mendapatkan pengasuhan dan perawatan, sehingga anak hru·us dijaga agar tidak

13 Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga,h.391

14

(32)

sampai membahayakan. Selain itu, ia juga hams tetap diberi nafkah dan diselamatkan dari segala hal yang dapat merusaknya. 15

Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, hukum mengasuh anak-anak yang masih kecil adalah wajib, sebab mengabaikannya berarti menghadapkan anak-anak yang masih kecil kepada bahaya kebinasan.16

Menurnt Wahbah Zuhaili, hadhanah merupakan hak bersama antara kedua orang tua serta anak - anak, sehingga apabila nantinya timbul permasalahan dalan1 hadhanah, maka yang diutamakan adalah hak anak.17

Kewajiban orang tua merupal(an hak anak. Menurut Abdur Rozak anak mempunyai hak - hak sebagai berikut:

I. Hak analc sebelum dan sesuclah melahirkan. 2. Hak anak dalam kesucian keturunannya. 3. Hak anak dalam pemberian nama yang baik. 4. Hak anak dalam menerima susuan.

5. H'1k anak dalam menclapatkan asuhan, perawatan clan pemeliharaan.

15

Artikel c;liakses pada rnnggal 9 Maret.2008

http://abiyazid.wordpress.com/2008/02/27/hadhanah-hak-asuh-anak.html.

i• ca.,.,,;d S ... t-.•q r;';;,i. ('.,n""h r'"r;,,.,,,,,-,h,.,..,i h NNLセW@

u :tJ' ... ',, "1'' ... ,,. .... !'"'J"'""' "'''.!' u ...

17

(33)

6. Hak anak dalam kepemilikan harta benda atau hak warisan demi

kelangsungan hidupnya.

7. Hak anak dalam bidang pendidikan dan pengajaran. 18

Dari pembagian - pembagian yang telah disebutkan di atas, yang

terpenting adalah poin ke-5 dan 7, yaitu pembagian tentang hak anak dalam

mendapatkan asuhan, perawatan, dan pemeliharaan, pendidikan dan pengajaran

sebab pembagian ini mempunyai akibat - akibat yang sangat penting dalam

hukum.

2. Menurut Hukum Perdata serta Peraturan Perundang - undangan yang

berlaku di Peradilan Agama

Pemeliharaan Anak terdapat dalam Kitab Undang - undang Hukum

Perdata Buku Kesatu ha! Orang pada bab X , XI, dan XIV. Pada pasal 289 bab

XIV Tentang Kekuasaan Orang Tua bagian I Akibat - akibat Kekuasaan Orang

Tua Terhadap Pribadi Anak dalam Kitab Undang - unclang Hukum Perdata

menyatakan bahwa setiap anak, berapapun juga umumya wajib menghormati dan

menghargai keclua orang tuanya. Dalam tinjauan hukum perdata mengenai siapa

yang paling berhak memelihara 。エセオ@ mengasuh anak yang masih dibawah umur,

akibat clari perceraian suami isteri adalah kewajiban orang tuanya. Orang tua

wajib memelihara clan mencliclik anak - anak mereka yang masih di bawah umur.

18

(34)

Kehilangan kekuasaan orang tua atau kekuasaan wali tidak membebaskan mereka dari kewajiban untuk memberi tunjangan menurut besamya pendapatan mereka guna membiayai pemeliharaan dan pendidikan anak - anak mereka itu.19

Kemudian juga dijelaskan pada pasal 299 bab XIV Tentang Kekuasaan Orang Tua bagian I Akibat - akibat Kekuasaan Orang Tua Terhadap Pribadi Anak dalam Kitab Undang - undang Hukum Perdata bahwa selama perkawinan orang tuanya, setiap anak san1pai dewasa tetap berada dalan1 kekuasaan kedua orang tuanya, sejauh kedua orang tua tersebut tidak dilepaskan atau dipecat dari kekuasaan it11". Kecuali jika te1jadi pelepasan atau pemecatan dan berlaku ketentuan - ketentuan mengenai pisall meja dan ranjang, bapak sendiri yang melakukan kekuasaan itu. Bila bapak berada dalam keadaan tidak mungkin untuk melakukan keknasaan orang tua, kekuasaan itu dilakukan oleh ibu, kecuali dalam ha! adanya pisah meja dan ranjang. Bila ibu juga tidak dapat atau tidak berwenang, maka oleh Pengadilan Negeri diangkat seorang wali sesuai dengan pasal 359. Hal ini terdapat dalam pasal 300 bab XIV Tentang Kekuasaan Orang Tua bagian I Akibat - akibat Kekuasaan Orang Tua Terhadap Pribadi Anak dalam Kitab Undang- undang Hukum Perdata .20

Dalam Undang-Undang No. 23 Tallun 2002 Tentang Perlindungan Anak,

19

[image:34.525.42.442.151.506.2]

Soedharyo soimin, Kitab Undang - undang Hu/cum Perdata, cet.Ke-7, (Jakarta: Sinar Grafika,2007), h.72

20

(35)

baik dari ibu maupun ayah. Sebagaimana dijelaskan juga dalam pasal 231 bab X Tentang Pembubaran Perkawinan Bagian 3 Pembubaran Perkawinan pada Umumnya dalam Kitab Undang - undang Hukum Perdata "Bubamya perkawinan karena perceraian tidak akan menyebabkan anak -· anak yang lahir dari perkawinan itu kehilangan keuntungan - keuntungan yang telah dijaminkan bagi mereka oleh undang - undang, atau o!eh perjanjian perkawinan orang tua mereka. "23

Menurut pasal tersebut diatas, bahwa hak mengasuh terhadap anak kecil meskipun orang tua telah te1jadi suatu perceraian, tetap berada dalam tanggungannya, dengan syarat anak tersebut adalah anak yang dilahirkan atas perkawinan yang sah.

Dalam Undang- undang No.l Talmn 1974 Tentang Perkawinan pasal 41 menyatakan akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak -anaknya, semata - mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak - anak., pengadilan memberi keputusannya.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapalc dalan1 lcenyataan tidak

(36)

dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri. 24

Sedangkan pada pasal 45 bab X mengenai Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak Undang - undang No.I Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan pada ayat 1 bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak - anak mereka sebaik - baiknya. Pada ayat 2 menyatakan kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, yang mana kewajiban tersebut berlaku selamanya meskipun antara kedua orang tua putus. 25

Selanjutnya dijelaskan pula pada pasal 47 ayat 1 bah X mengenai Hale dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak Undang - undang No. I Tahun 1974 Tentang Perkawinan bahwa anak yang belum mencapai usia 18 tahun atau belum pemah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasannya. Pada ayat 2 orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di !uar Pengadilan. 26

24

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, cet.Ke-5, (Jakarta: UJ Press, 1986),h. 149

25

Undang - undang Pokok Perkawinan beserta Peraturan Perkawinan Khusus

[image:36.527.40.445.161.482.2]

zmtuk anggota ABRJ,POLRI, Pegawai Kejaksaan dan Pegawai Negeri Sipil, cet.Ke-7, (Jakarta: Sinar Grafika,2006), h.14

26

(37)

Pada pasal 48 bab X mengenai Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak Undang- undang No.I Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan orang tua juga tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang -barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun atau belum pemah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendalcinya. 27

Dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 98 menyatakan pada ayat:

( 1) Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah usia 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pemah melangsungkan perkawinan.

(2) Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan.

(3) Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya tidak mampu.28

Sedangkan pada pasal I 05 dalam Kompilasi Hukum Islam, dalam ha! terjadi perceraian:

27

Ibid

28

(38)

a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya.

b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayy1z diserahkan kepada anak untuk memilih di anta:ra ayah atau ibunya pemegang hak pemeliha:raa1111ya.

c. Bia ya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya. 29

B. SYARAT-SYARATHADHANAH

Seorang hadhinah (ibu asuh) yang menangani dan menyelenggarakan kepentingan anak kecil yang diasuhnya, haruslah memiliki kecukupan dan kecakapan. Kecukupan dan kecakapan ini memerlukan sya:rat - syarat tertentu. Jika syarat - syarat tertentu ini tidak terpenuhi satu saja, gugurlah kebolehan menyelenggarakan hadhanahnya.30 Adapun syarat - syaratnya ialah sebagai berikut:

1. Berakal sehat. J adi bagi orang yang kurang aka! dan gila, keduanya tidak boleh menangani hadhanah karena mereka ini tidak dapat mengurusi dirinya sendiri. Karena itu, ia tidak boleh diserahi tugas mengurusi onng lain, sebab orang yang tidak punya apa - apa tentu tidak dapat memberi apa - apa kepada orang lain.

29 Jbid,h.172

30

Sayyid Sabiq,Fiqh Sunnah (teljemahan),cet.Ke-1, jilid Ill,(Jakarta: Pena Pundi

(39)

2. Dewasa. Sekalipun anak kecil itu mumayyiz, ia tetap membutuhkan orang lain yang mengurusi urusannya dan mengasulmya. Karena itu, dia tidak boleh menangani umsan orang lain.

3. Mampu mendidik. Orang yang buta atau rabun, sakit menular, atau sakit yang melemahkan jasmaninya tidak boleh meajadi pengasuh untuk mengurus kepentingan anak kecil, juga tidak bemsia lanjut yang bahkan ia sendiri perlu diurus, bukan orang yang mengabaikan urusan rumahnya sehingga merugikan anak kecil yang diurusnya, atau bukan orang yang tinggal bersama orang yang sakit menular atau bersama orang yang suka marah kepada anak - anak, sekalipun kerabat anak kecil itu sendiri, sehingga aid.bat kemarahannya itu ia tidak bisa memperhatikan kepentingan si anak secara sempurna dan menciptakan suasana yang tidak baik.

4. Amanah dan berbudi. Orang yang curang tidak aman bagi anak kecil dan ia tidak dapat dipercaya untuk bisa menunaikan kewajibannya dengan baik. Terlebih lagi, nantinya si anak dapat meniru atau berkelakuan seperti kelakuan orang yang curang ini.

5. Islam. Anak kecil muslim tidak boleh diasuh oleh pengasuh yang bukan muslim. Hal ini karena hadhanah merupakan masalah perwalian, sedangkan Allah tidak membolehkan orang mukmin di bawah perwalian orang kafir. 6. Ibunya belum kawin lagi. Jika si ibu telah kawin lagi dengan laki - laki lain,

(40)

masih dekat kekerabatannya dengan anak kecil tersebut, seperti paman dari ayahnya, hak hadhanahnya tidak hilang. 31

Para ulama mazhab sepakat bahwa, dalam mengasuh anak disyaratkan bahwa orang yang mengasuh berakal sehat, bisa dipercaya, suci diri, bukan pelaku maksiat, bukan penari, bukan peminum khamr, serta tidak mengabaikan anak yang diasuhnya. Tujuan dari keharusan dari adanya sifat - sifat tersebut diatas adalah untuk memelihara dan menjamin kesehatan a11.ak dan pertumbuhan moralnya. 32 Para ulama mazhab berbeda pendapat tentang apakah Islam merupakan dalam asuhan. Imamiyah dan Syafi'i berpendapat bahwa seorang kafir tidak boleh mengasuh anak yang beragama Islam.33 Sedangkan mazhab -mazhab laim1ya tidak mensyaratkannya, hanya saja ulama -mazhab Hanafi mengatakan bahwa kemurtadan wanita atau laki - laki yang mengasuh, menggugurkan hak asuhan.34 Kemudian menurut Imamiyah Pengasuh harus terhindar dari penyakit - penyakit menular. Sedangkan menurut Hambali Pengasuh harus terbebas dari penyakit lepra dan belang dan yang terpenting dia tidak membahayakan kesehatan si anak. Seterusnya mazhab empat berpendapat bahwa, apabila ibu si anak dicerai suaminya, lalu dia kawin lagi dengan laki

-31

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (teljemahan),h. 241 -244

32 M. Jawad Mugniyah. Fikih Lima Mazhab, cet.Ke-17, (Jakarta: LENTERA,2006), h.416

33

Jbid.,h.416-417

(41)

laid lain, maka hak asuhannya menjadi gugur. Akan tetapi, bila laki - laid tersebut memiliki kasih sayang pada si anak, maka hak asuhan bagi ibu tersebut tetap ada. Imamiyah berpendapat bahwa hak asuh bagi ibu gugur secara mutlak karena menikah lagi dengan laki - laki lain, baik suaminya itu memiliki kasih sayang kepada si anak maupun tidak. Sedangkan Hanafi, Syafi'i, Imamiyah, dan Hambali berpendapat apabila ibu si anak bercerai dengan suaminya yang kedua, maka larangan bagi haknya untuk mengasuh si anak dicabut kembali, dan hak itu dikembalikan sesudah sebelumnya menjadi gugur karena perkawinannya dengan laki - laki yang kedua. Maliki mengatakan bahwa haknya tersebut tidak bisa kembali dengan adanya perceraian.35 Menurut Syaikh Hasan Ayyub syarat hadhanah adalah berakal, baligh, mampu mendidik, amanah (dapat dipercaya), bermoral, berakhlak mulia, Islam dan tidak bersuami (hasil pemikahan yang kedua).36

Dalam literatur lain, !bu atau penggantinya yang dinyatakan lebih berhak menjadi pengasuh anak itu harus memenuhi syarat - syarat sebagai berikut: 1. Berakal sehat

2. Telah baligh 3. Mampu mendidik

35 Ibid.

36

(42)

4. Dapat dipercaya dan berakhlak mulia

5. Beragama Islam

6. Belum kawin dengan lelaki lain37

Mengenai syarat yang terakhir ini, tidak mutlak. Bila ibu menikah

kembali dengan kerabat suami ataupun orang lain bila perhatian terhadap

pendidikan dan penuh kasih sayang terhadap anak tersebut, maka hak

pengasuhan ibu tidak hilang karenanya.

C. PIHAK- PIHAK YANG BERHAK ATAS HADHANAH

Pendidikan yang paling penting ialah pendidikan anal( kecil dalam

pangkuan ibu bapaknya. Hal ini karena pengawasan dan perlakuan mereka

kepadanya secara baik alcan dapat menumbuhkan jasmani dan akalnya,

membersihkan jiwanya, serta mempersiapkan diri anak menghadapi

kehidupam1ya di masa datang. Jika terjadi perpisalrnn antara ibu dan ayai1,

sedangkan mereka ini mempunyai anak, maka ibulah yang lebih berhak terhadap

anak itu daripada ayahnya, selama tidak ada suatu alasan yang mencegah ib·1

melakukan peke1jaan hadhanah tersebut, dan selama anak belum mampu

memilih, apakai1 mau ikut ibu atau bapak.38 Hal ini St<jalan dalam buku Fikih

Keluarga karangan Syaikh Hasan Ayyub, Jika pasangan suami istri bercerai yang

37

Neng Djubaedah dkk, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, h.170

38

(43)

dari hubungan mereka menghasilkan anak yang masih kecil, maka istrilah yang paling berhak memelihara dan merawat anak itu sehingga anak tersebut dewasa karena ibulah yang biasanya lebih telaten dan sabar. Selama waktu itu, hendaklah si anak tinggal bersama ibunya se!ama ibw1ya belum menikah 39

Hadhanah merupakan hak bagi anak - anak yar1g masih kecil karena ia membutuhkan pengawasan, penjagaan, pelaksana urusamiya, dan orang yang mendidiknya. lbunyalah yang berkewajiban melakukan hadhanah. Dalam musnad Ahmad bin Hanbal dijelaskan:

Artinya: Dari Abdillah bin Amar sesungguhnya seorang perempuan datang kepada Nabi SAW, kemudian berkata: ya Rasulullah, sesungguhnya anakku ini adalah perutku yang mengandungnya, dan pangkuanku yang memeluknya, dan susuku yang jadi minumauuya, sedang bapalmya itu mau mengambilnya dariku. Lalu Rasulullah berkata kepadanya, Engkau lebih 「Qセイィ。ォ@ dengan anak itu, selama engkau belum menikah lagi.

Jika ternyata anak yang masih kecil itu mempunyai hale hadhanah, ibunya diharuskan melakukannya jika jelas anak - anak tersebut membutuhkannya, dan tidak ada orang lain yang bisa melakukannya. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai hak anak atas pemeliharaan dan pendidikamiya tersia - siakan. Jika ternyata hadhanalmya dapat ditangani oleh orang lain, umpama neneknya dan ia

39

Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, h.391

40

(44)

rela melakukannya, sedang ibunya sendiri tidak mau, hak ibu untuk mengasuh

(hadhanah) gugur dengan sebab nenek rnengasuhnya karena nenek juga punya

hak hadhanah (mengasu h).41

Dalam kitab Syarh as - Sunnah disebutkan. " Jika seorang suami

menceraikan isterinya, sedangkan diantara mereka terdapat anak yang masih

dibawah tujuh tahun, maka ibunya lebih berhak memeliharanya jika ia

menghendaki dan bapaknya tetap berkewajiban memberi nafkah kepadanya. Dan

jika ia (istrinya) tidak berkeinginan memelihara anaknya, maka bapaknya

berkewajiban membayar wanita lain untuk mengasuhnya. Dan apabila istrinya itu

seorang yang tidak dapat dipercaya atau kafir, sedangkan bapaknya muslim,

maka tidak ada hak bagi istrinya untuk memelihara anaknya. 42

Hadhanahjuga mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan tiga hak,

yakni:

1. Hak wanita yang mengasuh.

2. Hak anak yang diasuh.

3. Hak ayah atau orang yang menempati posisinya. 43

41

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (terjemahan), h. 237

42

Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Ke/uarga, h. 392

43

Artikel diakses pada tanggal 9 Maret 2008 dari

(45)

Jika masing-masing hak ini dapat disatukan, maka itulah jalan yang terbaik dan hams ditempuh. Jika masing-masing hak saling bertentangan, maka hak anak hams didahulukan daripada yang lainnya. Terkait dengan ha! ini ada beberapa ha! yang perlu diperhatikan,yaitu: pertama, pihak ibu terpaksa hams mengasuh anak jika kondisinya memang memaksa demikian karena tidak ada orang lain selain dirinya yang dipandang pantas untuk mengasuh anak. kedua, si ibu tidak boleh dipaksa mengasuh anak jika kondisinya memang tidak mengharnskan demikian. Sebab mengasuh anak itu adalah haknya dan tidak ada mudharat yang dimungkinkan akan menimpa si anak karena adanya mahram lain selain ibunya. ketiga, seorang ayah tidak berhak merampas anak dari orang yang lebih berhak mengasuhnya (ibu) lain memberikannya kepada wanita lain kecuali ada alasan syar'i yang memperbolehkannya. keempat, jika ada wanita yang bersedia menyusui selain ibu si anak, maka ia hams menyusui bersama (tinggal sernmah) dengan si ibu hingga tidak kehilangan haknya mengasuh anak.44

Ibu lebih diutamakan karena dialah yang berhak untuk melakukan hadhanah dan menyusui, sebab dia lebih mengetahui dan lebih mempunyai rasa kesabaran untuk melakukan tugas ini yang tidak dipunyai oleh bapak. Karena

44

Artikel diakses pada tanggal 9 Maret 2008 dari

(46)

semuanya untuk kemasalahatan anak, maka ibu lebih diutamakan.45 Dalam musnad Ahmad bin Hanbal dijelaskan :

Artinya: Dari Abdillah bin Amar sesungguhnya seorang perempuan datang kepada Nabi SAW, kemudian berkata: ya rasulullah, sesungguhnya anakku ini adalah perutku yang mengandungnya, dan pangkuanku yang memeluknya, dan susuku yang jadi minumannya, sedang bapaknya itu mau mengambilnya dariku." Lalu Rasulullah berkata kepadanya." Engkau lebih berhak dengan anak itu, se]ama engkau be! um menikah lagi.

Hadits ini menetapkan bahwa ibu lebih berhak terhadap pemeliharaan anak daripada ayah. Berdasarkan kepada kiasan hadits tersebut temyata perempuan lebih diutamakan tentang hak pemeliharaan anak, kemudian barulah diikuti oleh laki - laki. Islam mengutamakan perempuan dalam ha! ini hadhanah karena ibu lebih sayang kepada anaknya, lebih tahu bagaimana mendidiknya dan lebih sabar dalam mengasuh anaknya daripada ayah. Demikian juga mempunyai masa yang luas berdampingan dan be1manja dengan anak-anak dibandingkan dengan ayah yang selalu sibuk dengan tugasnya di luar.47 .

Dalam kitab Kifayah Al-Akhyar Juz 2 halaman 93 menyatakan bahwa

45 Sayyid Sabiq. Fiqh Sunnah (teljemahan),h. 238

46

Ahmad bin Hanbal, Musnad., Jilid II, al-Maktaba al-Jslami,t.t.h,h.218

47

Artikel diakses pada tanggal 9 Maret 2008 dari

(47)

apabila bercerai seseorang Ielaki akan isterinya dan ia mempunyai anak dengan isteri itu maka si isteri berhak memelihara anak itu sampai anak itu berumur tujuh tahun (mumayyiz).48

Hak asuh pertama kali diberikan kepada ibu, maka para ahli fiqh menyimpulkan bahwa keluarga ibu dari seorang anak lebih berhak daripada keluarga bapaknya. Urutan mereka yang berhak mengasuh anak adalah sebagai berikut:

I . Ibu anak tersebut

2. Nenek dari pihak ibu dan terus ke atas 3. Nenek dari pihak ayah

4. Saudara kandung perempuan anak tersebut 5. Saudara perempuan seibu

6. Saudara perempuan seayah

7. Anak perempuan dari saudara perempuan sekandung 8. Anak perempuan dari saudara perempuan seayah 9. Saudara perempuan ibu yang sekandung dengannya I 0. Saudara perempuan ibu yang seibu dengannya (bi bi) 11. Saudara perempuan i_bu yang seayah dengannya (bibi) 12. Anak perempuan dari saudara perempuan seayah

"Artikel diakses pada tanggal 9 Maret 2008 dari

(48)

13. Anak perempuan dari saudara laki - laki sekandung 14. Anak perempuan dari saudara laki - laki seibu 15. Anak perempuan dari saudara laki - laki seayah 16. Bibi yang sekandung dengan ayah

17. Bibi yang seibu dengan ayah 18. Bibi yang seayah dengan ayah 19. Bibinya ibu dari pihak ibunya 20. Bibinya ayah dari pihak ibunya 21. Bibinya ibu dari pihak ayalmya 22. Bibinya ayah dari pihak ayah 49

No.19 s/d 22 dengan mengutamakan yang sekandung pada masmg-masmgnya.

Jika anak tersebut tidak mempunyai kerabat perempuan dari kalangan mahram di atas, atau ada tetapi tidak dapat mengasuhnya,, maka pengasuhan anak itu beralih kepada ォ・イ。「。セ@ laki - lalci yang masih malu·amnya atau memiliki hubungan darah (nasab) dengannya sesuai dengan urntan masing - masing. Pengasuhan anak beralih kepada:

1. Ayah kandung anak itu

2. Kakek dari pihak ayah dan terus ke atas

49

(49)

3. Saudara laki - laki sekandung 4. Saudara laki - laki seayah

5. Anak laki - laki dari saudara laid - laki sekandung 6. Anak laki - laki dari saudara laki - laki seayah 7. Parnan yang seayah dengan ayah

8. Parnannya ayah yang sekandung

9. Parnannya ayah yang seayah dengan ayah50

Apabila tidak ada seorang pun kerabat dari mahram laki - laki tersebut atau ada tetapi tidak bisa mengasuh anak,maka hak pengasuhan anak itu beralih kepada mahram - mahramnya yang laki - laki selain kerabat dekat, yaitu:

I. Ayah ibn (kakek)

2. Saudara laki - laki seibu

3. Anak laki - laid dari saudara laki - laid seibu 4. Pan1an yang seibu dengan ayah

5. Parnan yang sekandung dengan ibu 6. Paman yang seayah dengan ibu

Selanjutnya jika anak tersebut tidak mempunyai kerabat sama sekali, maka hakim yang akan menunjuk seorang wanita yang sanggup dan patut

(50)

mengasuh serta mendidiknya.51

Menurut Hanafi hak asuh secara berturut - turut dialihkan dari ibu

kepada:

I. Ibunyaibu

2. Ibunya ayah

3. Saudara - saudara perempuan kandung

4. Saudara - saudara perempuan seibu

5. Saudara - saudara perempuan seayah

6. Anak perempuan dari saudara perempuan kandung

7. Anak perempuan dari saudara seibu

8. Demikian seterusnya hingga pada bi bi dari pihak ibu dan ayah52

Sedangkan menurut Maliki hak asuh be1iurut - turut dialihkan dari ibu

kepada:

I. Ibunya ibu dan seterusnya ke atas

2. Sandara perempuan ibu sekandung

3. Saudara perempuan ibu seibu

4. Saudara perempuan nenek perempuan dari pihak ibu

5. Saudara perempuan kakek dari pihak ibu

51

Ibid

52 Muhammad Jawad Mughniyah,Fiqh Lima Mazhab, cet.Ke-18, (Jakarta: LENTERA,2006),

(51)

6. Kakek

7. Ibu - ibu dari kakek

8. Saudara perempuan kandung

9. Saudara perempuan seibu

10. Saudara perempuan seayah

11. Saudara perempuan ayah sekandung

12. Saudara perempuan ayah seibu dan seternsnya55

Kemudian menurut Imamiyah hak asuh dia!ihkan kepada Ibu, ayah.

Apabila ayah meninggal atau menjadi gila sesudah asuhan diserahkan

kepadanya, sedangkan ibu masih hidup, maka asuhan diserahkan kembali

kepadanya. Ibu adalah orang yang paling berhak mengasuh anak dibanding

dengan seluruh kerabat termasuk kakek dari pihak ayah, bahkan andaikata dia

kawin lagi dengan laki - laki lain sekalipun. Kalau kedua orang tua meninggal

dunia, maka asuhan beralih ke tangan kakek dan pihak ayah. Apabila kakek dari

pihak ayah ini meninggal tanpa memmjuk seorang penerima wasiat (yang

ditunjuk untuk mengasuh), maka asuhan beralih kepada kerabat - kerabat si anak

berdasarkan urutan waris. Kerabat yang lebih dekat menjadi penghalang bagi

kerabat yang lebih jauh. Bila anggota keluarga yang !ebih berhak jumlah

berbilang dan sejajar, misalnya nenek dari pihak ayah dengan nenek dari pihak

ibu, atau bibi dari pihak ayah dengan bibi dari pihak ibu, maka dilakukan undian

55

(52)

manakala mereka berebut ingin mengasuh. Orang yang namanya keluar dialah sebagai pemenang, dialah yang paling berhak mengasuh sampai orang 1m meninggal atau menolak haknya. Ini juga merupakan pendapat Hambali. 56

Sedangkan menurut Sayyid Sabiq urutan orang yang berhak dalam hadhanah adalah ibu yang pertama kali berhak atas hak asuhan tersebut. Para ahli fiqh kemudian memperhatikan bahwa kerabat ibu didahulukan dari pada kerabat ayah dalam menangani hadhanah.Urutannya adalah sebagai berikut: Pertama, Ibu. Jika ada suatu halangan yang meneegahnya untuk didahulukan (umpan1anya karena salah satu syarat - syaratnya tidak terpenuhi), berpindahla11 hak hadhanah ke tangan ibunya ibu (nenek) dan ke atas. Jika ternyata ada suatu halangan, berpindahlah ke tangan ayah, kemudian saudara perempuannya sekandung, kemudian saudara perempuannya seibu, saudara perempuannya seayah, kemudian kemenakan perempuannya sekandung, kemenakan perempua1111ya seibu, saudara perempuan ibu yang sekandung, saudara perempuan ibu yang seibu, caudara perempuan ibu yang seayah, kemenalcan perempuan ibu yang seayah, anak perempuan saudara laki - lakinya sekandung, anak perempuan saudara lalci - lakinya yang seibu, anak perempuan saudara laki - lakinya yang seayah. Kemudian bibi dari ibu yang sekandung, bibi dari ibu yang seibu, bibi dari ibu yang seayah. Latu bibinya ibu, bibinya ayah dari ayahnya ayah.

(53)

Begitulah urutannya dengan mendahulukan yang sekandung dari masing -masing keluarga ibu dan ayah. 57

Jika anak yang masih kecil tersebut tidak mempunyai kerabat diantara mahram - mahramnya di atas atau mempunyai, tetapi tidak pandai dalam mengasuh, tugas tersebut kemudian berpindah ke tangan para ashabah yang laki - laki dari malTiam - mahramnya yang di atas sesuai dengan tertib dalam hukum waris. Bila demikan, berpindahlah ke tangan ayah, ayahnya ayah (kakek) terus ke atas. Saudara laki - laki ayah yang sekandung, saudara Iaki - laki ayah yang seayah, paman yang sekandung dengan ayah, paman yang sekandung dengan ayahnya ayah, paman yang sebapak dengan ayalmya ayah. Jika dari ashabah laki- laki dari mahram - mahram di atas tidak ada sanrn sekali atau ada, tetapi tidak pandai menangani hadhanah, berpindahlah ke tangan kerabat laid - laki bukan ashabah dari mahram - mahranmya di atas tersebut. Bila demikian, berpindahlah kepada kakek ibu, saudara lalci laki seibu, kemudian anak laki -laki saudara -laki - -lakinya seibu, pamannya dari pihak ayah yang seibu, kemudian pamannya dari pihak ibu yang sekandung, lalu pamannya dari pihak ibu yang seayah, lalu pamannya dari pihak ibu yang seibu. Jika anak yang masih kecil ini tidak mempunyai kerabat sama sekali, pengadilan dapat menetapkan

57

(54)

siapakah perempuan yang menjadi hadhinah (ibu asuhnya) yang menangani pendidikannya. 58

Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 156 humf a, anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya diganti oleh:

1. Wanita - wanita dalam garis Imus ke atas dari ibu 2. Ayah

3. Wanita- wanita dalan1 garis !urns ke atas dari ayah 4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan

5. Wanita - wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu 6. Wanita - wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.59

D. MASA HAD HAN AH (PEMELIHARAAN ANAK)

Menurut Hanafi masa asuhan adalah tujuh tahun untuk laki - laki dan sembilan tahun untuk wanita. Sedangkan menurut Syafi'i tidak ada batasan tertentu bagi asuhan. Anak tetap tinggal bersan1a ibunya sampai si anal( dapat memilih apal(ah tinggal bersama ibu atau ayahnya. Apabila si anak sudah sampai pada tingkat ini, dia disuruh memilih apal(all tinggal bersama ibu atau dengan ayahnya. Jika seorang anak laid - laki memilih tinggal bersan1a ibunya, maka

58

Ibid. h. 240

59

(55)

dia boleh tinggal bersama ibunya pada malam hari dan dengan ayahnya di siang hari, agar si ayah bisa mendidiknya. Sedangkan bila anak perempuan dan memilih tinggal bersama ibunya, maka dia boleh tinggal bersama ibunya siang dan malan1. Tetapi bila si anak memilih tinggal bersama ibu dan ayahnya, maka dilakukan undian, bila si anak diam (tidak memberikan pilihan) dia ikut bersama ibunya. Menurut Maliki, masa asuh anak laki - laki adalah sejak dilahirkan hingga baligh, sedangkan anak perempuan hingga menikah. Kemudian Hambali berpendapat bahwa masa asuh anak laki - laki dan perempuan adalah tujuh tahun, dan sesudah itu si anak di suruh memilih apakah tinggal bersama ibu atau ayahnya. Selanjutnya menurut Imamiyah, masa asuh untuk anak laki - laki adalah dua tahun, sedangkan anak perempuan tujuh taJmn. Sesudah itu hak ayahnya, hingga dia mencapai usia sembilan tahun bila dia perempuan, dan lima belas tahun bila dia laki - laki, lalu kemudian dia di suruh memilih dengan siapa dia ingin tinggal apakah dengan ibu atau ayah.60

DaJam Kompilasi Hukum Islam, masa pemelibraan anak adalaJ1 sampai anak itu dewasa dan dapat mengurus dirinya sendiri. Batas usianya adalah ketika anak sudah mencapai umur 21 tahun sebagaimana bunyi dari pasal 156 poin b: " anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan haclhanah dari

60 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, cet.Ke-18, (Jakarta: LENTERA, 2006),

(56)

ayah atau ibunya." 61

Mengenai ha! ini sebenarnya telah dijelaskan dalam pasal sebelumnya,

yaitu pasal 98 ayat I yang berbunyi: "Batas usia anak yang mampu berdiri

sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik

maupun mental atau belum pemah melangsungkan perkawinan." 62

Jadi menurut Kompilasi Hukum Islam batas usia anak dalam hadhanah

adalah 21 tahun, pada usia tersebut anak dianggap telah dewasa dan dapat

mengurus dirinya sendiri sepanjang anak tersebut tidak cacat fisik maupun

mental, dan pada masa tersebut orang tua tidal( mempunyai kewajiban lagi

memelihara atau mengasuh kepada anak.

E. UPAH HADHANAH

Upah hadhanah seperti upal1 menyusui. Ibu tidak berhak atas upah

hadhanah selama ia menjadi istri dari ayah anak kecil ini atau selama masa

iddalmya. Hal ini karena ia dalam keadaan tersebut masih mempunyai hak

nafkah sebagai istri. atau nafkah masa iddah. Adapun sesudah habis masa

iddalmya, ia berhak akan upah hadhanah seperti haknya kepada upal1 menyusui.

Karena Allah SWT berfirman dalam surat At-thalaq(65):6,

61

Cik Hasan Bisri dkk, Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama Dalam Sistem Hukum ls/am, h. 189

62

(57)

.,..,.t ... --"'-.;:,,.--.,. ... ,.,...,..;:,.-;:--.... ᄋjセ⦅NNLLN@ .. セN[ZI@ (_ MセZZLQ@ 0µ ,. セ@ セ@ セ@ セ@ ,. QセQNNY@ ,:;' jェMNセェャZN[@ 0)j ...

bi .,.M .!

1.r:t_;}

0.!J

[I⦅L[Z」Lセ@

ゥ⦅Lセヲ⦅Z[@

セNjyNMゥ@

セ@

)@jj

(65:6 0)lb]I)

<$),_j

セTI@ セj⦅NZェ@

Artinya: "Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusalikan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya." 63

Perempuan selain ibunya boleh menerima upah hadhanah sejak saat

menangani hadhanahnya, sepe11i halnya perempuan yang bekerja menyusui anak

kecil dengan bayaran (upah). Seperti halnya ayah wajib membayar upah

hadhanah kepada si ibu, ia juga wajib membayar ongkos sewa rumah atau

perlengkapan jika si ibu tidak punya rumah sendiri. Ayah juga wajib membayar

gaji pembantu rumah tangga atau menyediakan pembantu tersebut jika si ibu

membutuhkarmya. 64

Ada beberapa perbedaan pendapat dari para

Gambar

Grafika,2007), h.72
Grafika,2006), h.14
Grafika,2007. Cet. Ke-5.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Panitia Pengadaan Barang/Jasa Satuan Kerja Kantor Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Aceh Tamiang Sumber Dana APBK Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2011 mengundang Penyedia

Oleh karena itu, penulis percaya bahwa keadaan saat ini merupakan hal yang tidak dapat kita hindari dan sebagai seorang pendidik momentum ini dapat

Ini menimbulkan adanya budaya sombong dan copy cats (budaya peniruan) pengaplikasian strata sosial yang terjadi pada siswa SMP Harapan Mandiri Medan pengguna

Hasil uji banding aktivitas antijamur menunjukkan bahwa sediaan sabun cair ekstrak etanol memiliki aktivitas yang lebih kecil dibandingkan dengan sabun cair

[r]

[r]