• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Inferioritas Serta Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Inferioritas Serta Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI

DENGAN INFERIORITAS SERTA PENGARUHNYA

TERHADAP PRESTASI BELAJAR

(Studi kasus pada mahasiswa-mahasiswi Diploma (D3) Statistika FMIPA USU)

TUGAS AKHIR

SURYO SUDIKDO

082407054

PROGRAM STUDI DIPLOMA (D3) STATISTIKA

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN INFERIORITAS SERTA PENGARUHNYA TERHADAP

PRESTASI BELAJAR

(Studi kasus pada mahasiswa-mahasiswi Diploma (D3) Statistika FMIPA USU)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna menyelesaikan pendidikan Diploma (D3) dan memperoleh gelar Ahli Madya pada program studi Diploma (D3) Statistika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

SURYO SUDIKDO 082407054

PROGRAM STUDI DIPLOMA (D3) STATISTIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : ANALISIS HUBUNGAN ANTARA

KEPERCAYAAN DIRI DENGAN INFERIORITAS SERTA PENGARUHNYA TERHADAP

PRESTASI BELAJAR

Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : SURYO SUDIKDO

Nomor Induk Mahasiswa : 082407054

Program Studi : DIPLOMA (D3) STATISTIKA

Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juni 2011

Komisi Pembimbing :

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU

Ketua, Pembimbing,

(4)

PERNYATAAN

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN INFERIORITAS SERTA PENGARUHNYA

TERHADAPPRESTASI BELAJAR

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2011

(5)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpahan karunia-Nya akhirnya Tugas Akhir ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan penulis baik dari segi pengetahuan, waktu, dan kemampuan penulis. Penulis berharap karya tugas akhir ini dapat berguna baik bagi diri sendiri maupun bagi orang-orang yang membacanya.

Tugas akhir ini penulis persembahkan kepada keluarga tercinta, Ayahanda Miswan dan Ibunda Mariani, Dono Suindarto, Nina Sari, Titin Handayani, dan Rini Atyumi. Yang selalu memberikan doa, cinta dan kasih saying serta dukungan sepenuhnya kepada penulis. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Drs. Tulus, Vordipl, M.Si, Ph.D selaku Ketua Departemen Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Mardiningsih, M.Si selaku Sekretaris Departemen juga sebagai Pembimbing I yang bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis selama penyusunan tugas akhir ini.

4. Bapak Drs. Faigiziduhu Bu’ulolo, M.Si selaku Ketua Program Studi Diploma (D3) Statistika beserta seketarisnya Bapak Drs. Suwarno Ariswoyo, M.Si..

5. Teman-teman seperjuangan yang telah banyak membantu penulis selama ini..

(6)

DAFTAR ISI

Daftar Gambar vii

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Identifikasi Masalah 3

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Maksud dan Tujuan 4

1.5 Kegunaan Penelitian 5

1.6 Sistematika Penulisan 6

Bab 2 Kajian Teori 7

2.1 Konsep Percaya Diri 7

2.2 Inferioritas 14

2.3 Konsep Prestasi Belajar 21

Bab 3 Metode Penelitian 25

3.1 Desain/Kerangka Penelitian 25

3.2 Objek dan Pengukuran 26

3.3 Teknik Sampling 26

3.4 Teknik Analisis yang Digunakan 27

Bab 4 Hasil Penelitian 36

4.1 Data Hasil Penelitian 36

4.2 Uji Normalitas 37

4.3 Analisis Data Hasil Penelitian 38

4.4 Implementasi Sistem 48

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 54

5.1 Kesimpulan 54

5.2 Saran 57

Daftar Pustaka 58

(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Tingkat Hubungan Koefisien Korelasi 29

Tabel 4.1 Data Hasil Penelitian 36

Tabel 4.2 Tabel Output Uji Normalitas 38

Tabel 4.3 Tabel Nilai-Nilai untuk Perhitungan Korelasi 39

Tabel 4.4 Output Korelasi 41

Tabel 4.5 Tabel Nilai-Nilai untuk Perhitungan Regresi 42

Tabel 4.6 Tabel ANAVA 45

Tabel 4.7 Output Model Regresi 46

Tabel 4.8 Tabel Output Uji Koefisien 47

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Desain Kerangka Penelitian 25

Gambar 4.1 Tampilan Data Editor SPSS Statistics 19 49

Gambar 4.2 Tampilan Input Data 49

Gambar 4.3 Uji Normalitas 50

Gambar 4.4 Uji Reliabilitas 51

Gambar 4.5 Analisis Korelasi 52

Gambar 4.6 Analisis Regresi 53

(9)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Mungkin ada jutaan manusia yang berpikir, merasa, dan yakin bahwa di dalam dirinya

tidak ada keunggulan, bakat, atau kelebihan apapun yang pantas diandalkan. Isi

pikiran, isi perasaan, dan isi keyakinan semacam itu, entah kita sadari atau tidak, lama

kelamaan membentuk sebuah kesimpulan di dalam batin, membentuk citra diri,

membentuk opini tentang diri, membentuk defenisi diri yang kita ciptakan sendiri

tentang diri kita.

Rasa percaya diri adalah satu diantara aspek-aspek kepribadian yang penting

dalam kehidupan manusia. Rasa percaya diri sangat membantu manusia dalam

perkembangan kepribadiannya. Karena itulah rasa kepercayaan diri sangat dibutuhkan

manusia dalam menjalani hidupnya.

Inferioritas merupakan kebalikan dari superioritas (rasa percaya diri yang

terlalu tinggi). Inferioritas itu adalah minder atau rasa rendah diri. Inferioritas adalah

perasaan yang relatif tetap (persistent) tentang ketidakmampuan diri atau munculnya

(10)

Kloosterman (1988: 348) meneliti para pelajar School in South Central Indiana dengan jumlah 266 wanita dan 233 pria. Ia meneliti tentang rasa percaya diri pada

pelajar. Ternyata rasa percaya diri sangat penting bagi pelajar untuk berhasil dalam

belajar matematika. Dengan adanya rasa percaya diri, maka akan lebih termotivasi dan

lebih menyukai untuk belajar matematika, sehingga pelajar yang memiliki rasa

percaya diri yang tinggi lebih berhasil dalam belajar matematika.

Martin (1974: 2) melakukan penelitian tentang rasa percaya diri pada 144

pelajar Indian pada BIA Boerding School yang berada di Oklahoma. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa pelajar yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi

akan lebih cepat untuk menyelesaikan studinya dibandingkan dengan pelajar yang

memiliki rasa percaya diri lebih rendah.

Dari hasil penelitian yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa rasa

percaya diri mempunyai pengaruh terhadap prestasi, motivasi belajar, stres pada

individu, dan penyesuaian sosial. Rasa percaya diri yang rendah dapat menghambat

potensi dan kelebihan seseorang, sehingga menyulitkan orang tersebut untuk

berprestasi. Berdasarkan kesimpulan ini penulis tertarik untuk mengambil topik ini

sebagai bahan penelitian dalam penyusunan Tugas Akhir dengan judul: “ANALISIS

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN INFERIORITAS SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PRESTASI BELAJAR”, untuk studi kasus pada mahasiswa program studi D3 (Diploma) Statistika Fakultas Matematika

(11)

1.2 Identifikasi Masalah

Dari uraian sepintas diatas mengenai kepercayaan diri dan inferioritas, dapat

disimpulkan pertanyaan-pertanyaan yang menjadi pokok bahasan dalam kajian ini

yaitu:

1. Apakah tingkat kepercayaan diri mahasiswa-mahasiswi yang menjadi objek

penelitian tergolong tinggi atau rendah ?

2. Apakah kepercayaan diri dan inferioritas memiliki hubungan satu sama lain

baik hubungan positif maupun negatif ?

3. Apakah kepercayaan diri dan inferioritas berpengaruh terhadap prestasi

mahasiswa, baik pengaruh secara simultan maupun parsial ?

Dengan demikian, usaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas adalah

upaya pencarian dan penelurusan mengenai kepercayaan diri dan inferioritas, serta

prestasi yang dicapai mahasiswa yang menjadi objek penelitian.

1.3 Batasan Masalah

Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dalam hal ini yang nantinya

akan diteliti hanyalah faktor kepercayaan diri dan inferioritas, tanpa mengikut

sertakan faktor-faktor yang lain.

2. Tingkat kepercayaan diri mahasiswa-mahasiswi objek penelitian.

3. Untuk uji validitas dan reliabilitas, uji normalitas data hasil penelitian, uji

(12)

4. Asumsi multikolinieritas (hubungan antar variabel bebas yang terlalu tinggi)

dalam hal ini variabel kepercayaan diri dengan inferioritas tidak akan dibahas

jika nantinya setelah dicari tahu ternyata terjadi. Analisis hubungan antar

variabel bebas dalam penelitian ini hanya dilakukan untuk mengetahui tingkat

dan arah hubungan keduanya.

5. Objek penelitian adalah mahasiswa-mahasiswi program studi D3 (Diploma)

Statistika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Sumatera Utara angkatan 2008, 2009, dan 2010.

1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian

Dalam melaksanakan suatu kegiatan penelitian diharapkan adanya maksud dan tujuan

yaitu sasaran yang akan dicapai dari pelaksanaan kegiatan penelitian tersebut.

1.4.1 Maksud Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fakta, data dan hal-hal yang berkaitan dengan

permasalahan variabel-variabel kepercayaan diri, inferioritas, dan prestasi belajar

(13)

1.4.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dapat dirumuskan untuk:

1. Menentukan tingkat kepercayaan diri objek penelitian.

2. Menganalisis hubungan antara kepercayaan diri dan inferioritas dalam diri

mahasiswa-mahasiswi objek penelitian.

3. Menganalisis pengaruh kepercayaan diri dan inferioritas terhadap prestasi

belajar mahasiswa baik pengaruh secara gabungan (simultan) ataupun

pengaruh secara sendiri (parsial).

1.5 Kegunaan Penelitian

Kegunaan atau manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan Praktis

Bagi perguruan tinggi, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi

yang berguna untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran dan pengembangan diri mahasiswa terutama di bidang psikologis. Bagi penulis,

seluruh rangkaian kegiatan dan hasil penelitian diharapkan dapat lebih

memantapkan dan memaksimalkan kemampuan dan kelebihannya dalam

fungsi keilmuan yang dipelajari selama mengikuti program perkuliahan di

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

2. Kegunaan Akademis

Bagi perguruan tinggi, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dokumen

(14)

1.6 Sistematika Penulisan

Penyus unan laporan penelitian ini dibagi menjadi atas 5 (lima) bab dan

masing-masing bab saling berhubungan satu dengan yang lainnya, yaitu:

BAB 1 : PENDAHULUAN

Pada Bab ini penulis menguraikan hal-hal yang menjadi latar belakang diadakannya penelitian, identifikasi masalah, maksud dan

tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, serta sistematika penulisan

laporan penelitian.

BAB 2 : KAJIAN TEORI

Bab ini berisikan uraian mengenai teori-teori pendukung dalam

penelitian ini. Teori-teori yang dimaksud adalah teori-teori mengenai

variabel-variabel penelitian yaitu teori kepercayaan diri, inferioritas,

dan prestasi belajar. Indikator-indikator tiap variabel juga dipaparkan

yang nantinya akan digunakan untuk menyusun instrumen penelitian.

Hipotesis atau jawaban sementara dari permasalahan juga akan dibahas

di bagian ini.

BAB 3 : METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang desain/kerangka penelitian, objek

pengukuran, teknik sampling, dan teknik analisis data yang digunakan.

BAB 4 : HASIL

Bab ini berisi hasil dari penelitian yang telah dilakukan serta pembahasannya. Pada bagian ini juga akan membahas implementasi

sistem komputasi yang digunakan.

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN

(15)

BAB 2

KAJIAN TEORI

2.1 Konsep Percaya Diri

Pernahkah anda mengalami krisis kepercayaan diri atau dalam bahasa sehari-hari

"tidak pede" dalam menghadapi suatu situasi atau persoalan ? Hampir setiap orang

pernah mengalami krisis kepercayaan diri dalam rentang kehidupannya, sejak masih

anak-anak hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut. Sudah tentu, hilangnya rasa

percaya diri menjadi sesuatu yang amat mengganggu, terlebih ketika dihadapkan pada

tantangan ataupun situasi baru. Individu sering berkata pada diri sendiri, "Dulu saya

tidak penakut seperti ini... kenapa sekarang jadi begini ?". Ada juga yang berkata:

"Kok saya tidak seperti dia yang selalu percaya diri... rasanya selalu saja ada yang

kurang dari diri saya... saya malu menjadi diri saya !".

Menyikapi kondisi seperti tersebut diatas maka akan muncul pertanyaan dalam

benak kita: mengapa rasa percaya diri begitu penting dalam kehidupan individu. Lalu

apakah kurangnya rasa percaya diri dapat diperbaiki sehingga tidak menghambat

perkembangan individu dalam menjalankan tugas sehari-hari maupun dalam

hubungan interpersonal.

Percaya Diri (Self Confidence) adalah meyakinkan pada kemampuan dan

penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih pendekatan

yang efektif. Hal ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya menghadapi

lingkungan yang semakin menantang dan kepercayaan atas keputusan atau

pendapatnya. Orang yang tidak percaya diri akan merasa terus menerus jatuh, takut

(16)

Rusaknya kepercayaan diri tidak dapat tumbuh dalam satu hari. Lingkungan banyak punya andil membentuknya. Elly Risman mengibaratkan jiwa manusia sebagai

kendi tabungan tua, kakek, nenek, teman, guru, tetangga adalah orang-orang disekitar,

yang mengisi atau bahkan menguras kendi itu.

2.1.1 Perkembangan Rasa Percaya Diri

2.1.1.1 Pola Asuh

Para ahli berkeyakinan bahwa kepercayaan diri bukanlah diperoleh secara instant,

melainkan melalui proses yang berlangsung sejak usia dini, dalam kehidupan bersama

orangtua. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang,

namun faktor pola asuh dan interaksi di usia dini, merupakan faktor yang amat

mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri. Sikap orangtua, akan diterima oleh

anak sesuai dengan persepsinya pada saat itu. Orangtua yang menunjukkan kasih,

perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kelekatan emosional yang tulus

dengan anak, akan membangkitkan rasa percara diri pada anak tersebut. Anak akan

merasa bahwa dirinya berharga dan bernilai di mata orangtuanya. Dan, meskipun ia

melakukan kesalahan, dari sikap orangtua anak melihat bahwa dirinya tetaplah dihargai dan dikasihi. Anak dicintai dan dihargai bukan tergantung pada prestasi atau

perbuatan baiknya, namun karena eksistensinya. Di kemudian hari anak tersebut akan

tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif dirinya dan mempunyai

harapan yang realistik terhadap diri seperti orangtuanya meletakkan harapan realistik

terhadap dirinya.

2.1.1.2 Pola Pikir Negatif

Dalam hidup bermasyarakat, setiap individu mengalami berbagai masalah, kejadian,

bertemu orang-orang baru, dsb. Reaksi individu terhadap seseorang atau pun sebuah

(17)

yang lemah, cenderung mempersepsikan segala sesuatu dari sisi negatif. Ia tidak menyadari bahwa dari dalam dirinyalah semua negativisme itu berasal. Pola pikir

individu yang kurang percaya diri, bercirikan antara lain:

1. Menekankan keharusan-keharusan pada diri sendiri ("saya harus bisa

begini...saya harus bisa begitu"). Ketika gagal, individu tersebut merasa

seluruh hidup dan masa depannya hancur.

2. Cara berpikir totalitas dan dualisme: "kalau saya sampai gagal, berarti saya

memang jelek".

3. Pesimistik yang futuristik: satu saja kegagalan kecil, individu tersebut sudah

merasa tidak akan berhasil meraih cita-citanya di masa depan. Misalnya,

mendapat nilai C pada salah satu mata kuliah, langsung berpikir dirinya tidak

akan lulus sarjana.

4. Tidak kritis dan selektif terhadap self criticism: suka mengkritik diri sendiri

dan percaya bahwa dirinya memang pantas dikritik.

5. Labeling: mudah menyalahkan diri sendiri dan memberikan sebutan-sebutan

negatif, seperti "saya memang bodoh...", "saya ditakdirkan untuk jadi orang susah...", dsb.

6. Sulit menerima pujian atau pun hal-hal positif dari orang lain. Ketika orang

memuji secara tulus, individu langsung merasa tidak enak dan menolak

mentah-mentah pujiannya. Ketika diberi kesempatan dan kepercayaan untuk

menerima tugas atau peran yang penting, individu tersebut langsung menolak

dengan alasan tidak pantas dan tidak layak untuk menerimanya.

7. Suka mengecilkan arti keberhasilan diri sendiri: senang mengingat dan bahkan

membesar-besarkan kesalahan yang dibuat, namun mengecilkan keberhasilan

(18)

2.1.2 Memupuk Rasa Percaya Diri

Untuk menumbuhkan rasa percaya diri yang proporsional maka individu harus

memulainya dari dalam diri sendiri. Hal ini sangat penting mengingat bahwa hanya

individu yang bersangkutan yang dapat mengatasi rasa kurang percaya diri yang

sedang dialaminya. Beberapa saran berikut mungkin layak menjadi pertimbangan jika

anda sedang mengalami krisis kepercayaan diri.

2.1.2.1 Evaluasi Diri Secara Obyektif

Belajar menilai diri secara obyektif dan jujur. Susunlah daftar "kekayaan" pribadi,

seperti prestasi yang pernah diraih, sifat-sifat positif, potensi diri baik yang sudah

diaktualisasikan maupun yang belum, keahlian yang dimiliki, serta kesempatan atau

pun sarana yang mendukung kemajuan diri. Sadari semua aset-aset berharga anda dan

temukan aset yang belum dikembangkan. Pelajari kendala yang selama ini

menghalangi perkembangan diri anda, seperti: pola berpikir yang keliru, niat dan

motivasi yang lemah, kurangnya disiplin diri, kurangnya ketekunan dan kesabaran,

tergantung pada bantuan orang lain, atau pun sebab-sebab eksternal lain. Hasil analisa

dan pemetaan terhadap SWOT (Strengths, Weaknesses, Obstacles and Threats) diri,

kemudian digunakan untuk membuat dan menerapkan strategi pengembangan diri yang lebih realistik.

2.1.2.2 Beri Penghargaan yang Jujur Terhadap Diri

Sadari dan hargailah sekecil apapun keberhasilan dan potensi yang anda miliki.

Ingatlah bahwa semua itu didapat melalui proses belajar, berevolusi dan transformasi

diri sejak dahulu hingga kini. Mengabaikan/meremehkan satu saja prestasi yang

pernah diraih, berarti mengabaikan atau menghilangkan satu jejak yang membantu

anda menemukan jalan yang tepat menuju masa depan. Ketidakmampuan menghargai

diri sendiri, mendorong munculnya keinginan yang tidak realistik dan berlebihan,

(19)

segala cara. Jika ditelaah lebih lanjut semua itu sebenarnya bersumber dari rasa rendah diri yang kronis, penolakan terhadap diri sendiri, ketidakmampuan menghargai diri

sendiri hingga berusaha mati-matian menutupi keaslian diri.

2.1.2.3 Positive Thinking

Cobalah memerangi setiap asumsi, prasangka atau persepsi negatif yang muncul

dalam benak anda. Anda bisa katakan pada diri sendiri, bahwa nobody is perfect dan

it's okay if I made a mistake. Jangan biarkan pikiran negatif berlarut-larut karena tanpa

sadar pikiran itu akan terus berakar, bercabang dan berdaun. Semakin besar dan

menyebar, makin sulit dikendalikan dan dipotong. Jangan biarkan pikiran negatif

menguasai pikiran dan perasaan anda. Hati-hatilah agar masa depan anda tidak rusak

karena keputusan keliru yang dihasilkan oleh pikiran keliru. Jika pikiran itu muncul,

cobalah menuliskannya untuk kemudian di review kembali secara logis dan rasional.

Pada umumnya, orang lebih bisa melihat bahwa pikiran itu ternyata tidak benar.

2.1.2.4 Gunakan Self Affirmation

Untuk memerangi negative thinking, gunakan self affirmation yaitu berupa kata-kata yang membangkitkan rasa percaya diri. Contohnya:

1. Saya pasti bisa !!!

2. Saya adalah penentu dari hidup saya sendiri. Tidak ada orang yang boleh

menentukan hidup saya !

3. Saya bisa belajar dari kesalahan ini. Kesalahan ini sungguh menjadi pelajaran

yang sangat berharga karena membantu saya memahami tantangan.

4. Sayalah yang memegang kendali hidup ini.

(20)

2.1.2.5 Berani Mengambil Risiko

Berdasarkan pemahaman diri yang obyektif, anda bisa memprediksi risiko setiap

tantangan yang dihadapi. Dengan demikian, anda tidak perlu menghindari setiap

risiko, melainkan lebih menggunakan strategi-strategi untuk menghindari, mencegah

ataupun mengatasi risikonya. Contohnya, anda tidak perlu menyenangkan orang lain

untuk menghindari risiko ditolak. Jika anda ingin mengembangkan diri sendiri (bukan

diri seperti yang diharapkan orang lain), pasti ada risiko dan tantangannya. Namun,

lebih buruk berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa daripada maju bertumbuh dengan

mengambil risiko. Ingat: No Risk, No Gain.

2.1.2.6 Belajar Mensyukuri dan Menikmati Rahmat Tuhan

Ada pepatah mengatakan yang mengatakan orang yang paling menderita hidupnya

adalah orang yang tidak bisa bersyukur pada Tuhan atas apa yang telah diterimanya

dalam hidup. Artinya, individu tersebut tidak pernah berusaha melihat segala sesuatu

dari kaca mata positif. Bahkan kehidupan yang dijalaninya selama ini pun tidak dilihat

sebagai pemberian dari Tuhan. Akibatnya, ia tidak bisa bersyukur atas semua berkat,

kekayaan, kelimpahan, prestasi, pekerjaan, kemampuan, keahlian, uang, keberhasilan,

kegagalan, kesulitan serta berbagai pengalaman hidupnya. Ia adalah ibarat orang yang selalu melihat matahari tenggelam, tidak pernah melihat matahari terbit. Hidupnya

dipenuhi dengan keluhan, rasa marah, iri hati dan dengki, kecemburuan, kekecewaan,

kekesalan, kepahitan dan keputusasaan. Dengan "beban" seperti itu, bagaimana

individu itu bisa menikmati hidup dan melihat hal-hal baik yang terjadi dalam

hidupnya ? Tidak heran jika dirinya dihinggapi rasa kurang percaya diri yang kronis,

karena selalu membandingkan dirinya dengan orang-orang yang membuat "cemburu"

hatinya. Oleh sebab itu, belajarlah bersyukur atas apapun yang anda alami dan

(21)

2.1.2.7 Menetapkan Tujuan yang Realistik

Anda perlu mengevaluasi tujuan-tujuan yang anda tetapkan selama ini, dalam arti

apakah tujuan tersebut sudah realistik atau tidak. Dengan menerapkan tujuan yang

lebih realistik, maka akan memudahkan anda dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan

demikian anda akan menjadi lebih percaya diri dalam mengambil langkah, tindakan

dan keputusan dalam mencapai masa depan, sambil mencegah terjadinya risiko yang

tidak diinginkan.

2.1.3 Indikator Percaya Diri/Rasa Percaya Diri

Indikator percaya diri adalah merupakan suatu hasil yang nampak pada diri seseorang.

Contohnya apabila seseorang berani melakukan suatu aktivitas dan kelihatannya ia

tidak ragu memilih dan membuat apa yang harus dibuatnya. Berikut beberapa

indikator kepercayaan diri:

1. Tampil Percaya Diri.

Bekerja sendiri tanpa perlu supervisi, mengambil keputusan tanpa perlu

persetujuan orang lain.

2. Bertindak Independen.

Bertindak di luar otoritas formal agar pekerjaan bisa terselesaikan dengan baik,

namun hal ini dilakukan demi kebaikan, bukan karena tidak mematuhi

prosedur yang berlaku.

3. Menyatakan Keyakinan atas Kemampuan Sendiri.

Menggambarkan dirinya sebagai seorang ahli, seseorang yang mampu

mewujudkan sesuatu menjadi kenyataan, seorang penggerak, atau seorang

narasumber. Secara eksplisit menunjukkan kepercayaan akan penilaiannya

(22)

4. Memilih Tantangan atau Konflik.

Menyukai tugas-tugas yang menantang dan mencari tanggung jawab baru.

Bicara terus terang jika tidak sependapat dengan orang lain yang lebih kuat,

tetapi mengutarakannya dengan sopan. Menyampaikan pendapat dengan jelas

dan percaya diri walaupun dalam situasi konflik.

2.2 Inferioritas

Menurut pemahaman umum, inferioritas itu adalah minder. Dalam kamus bahasa

Indonesia, inferioritas itu diartikan dengan rasa rendah diri. Inferioritas adalah

perasaan yang relatif tetap (persistent) tentang ketidakmampuan diri atau munculnya

kecenderungan untuk merasa kurang atau menjadi kurang, self diminishment

(Encyclopedia Britannica: 2006).

Dalam literatur olahraga, orang disebut minder apabila orang itu tidak sanggup

menunjukkan kebolehannya secara optimal karena tidak bisa mendamaikan konflik

antara keinginan untuk mendapatkan pengakuan dan keinginan untuk menghindari

hinaan atau takut cercaan (Sports Science and Medicine: 2007).

Dalam praktiknya, ada keminderan yang sifatnya spesifik atau di bidang tertentu atau di wilayah hidup tertentu. Misalnya saja anda merasa rendah diri ketika

menghadiri acara tertentu, perlombaan tertentu atau tes tertentu. Konon, Napoleon

Bonaparte itu sangat minder ketika diminta untuk menjawab ujian lisan. Padahal,

Napoleon adalah sosok pemberani di lapangan pertempuran. Banyak orang yang enak

berbicara di situasi tertentu tetapi merasa minder ketika diminta berbicara di situasi

yang berbeda. Ini contoh keminderan yang sifatnya spesifik.

Ada yang disebut dengan istilah primary dan secondary inferiority.

Keminderan primer adalah keminderan yang adanya terletak di wilayah kepribadian

kita yang paling dalam (core personality). Biasanya ini terkait dengan nilai-nilai yang

kita anut, atau motif. Keminderan primer biasa disebut juga dengan keminderan

(23)

berada di wilayah kepribadian yang di permukaan. Biasanya ini terkait dengan pengetahuan, keahlian, informasi, atau sikap. Misalnya saja kita minder berdampingan

dengan orang yang lebih alim, lebih hebat, atau lebih banyak menguasai informasi.

Keminderan sekunder ini biasanya lebih mudah diubah ketimbang keminderan primer.

Umumnya, keminderan primer itu adanya di alam bawah sadar kita. Sedangkan

keminderan sekunder itu adanya di alam sadar kita.

Hal lain lagi yang perlu kita ketahui juga terkait dengan keminderan ini adalah,

ada bentuk keminderan tertentu yang berasal dari opini kita tentang diri kita

(perseptual). Keminderan perseptual itu misalnya kita punya penilaian yang kurang

atau penilaian yang negatif tentang diri sendiri. Banyak orang yang menilai dirinya

tidak mampu padahal sebetulnya kemampuan itu dimiliki. Ada juga keminderan

faktual, misalnya terkait dengan kecacatan fisik, kelas ekonomi, status sosial, dan

seterusnya.

Bahkan kalau melihat literatur psikologi, di sana ada yang disebut keminderan

personal dan keminderan sosial. Keminderan sosial adalah berbagai bentuk

keminderan yang dialami oleh masyarkat atau bangsa tertentu. Kita sering mendengar

bahwa bangsa kita ini termasuk bangsa yang minder (secara mental dan kultural)

dibanding dengan bangsa lain yang sudah maju.

2.2.1 Indikator Inferioritas

Mengacu pada catatan Gilmer (1975), tanda-tanda inferioritas yaitu antara lain:

1. Punya reaksi yang berlebihan terhadap kritik.

2. Punya kecenderungan untuk merasa dikritik.

3. Menghindari orang lain.

4. Punya respon positif terhadap bujukan, iming-iming yang tidak rasional,

pujian atau sanjungan yang sifatnya menjilat atau mencari muka.

(24)

2.2.2 Sebab dan Akibat

Keminderan itu dapat menghambat keinginan kita untuk berprestasi ke tingkat yang

kita inginkan. Seringkali keminderan itulah yang menghambat upaya kita untuk

menjadi sosok yang kita inginkan. Semua orang menginginkan kesuksesan, tetapi

sayangnya hanya sedikit orang yang sanggup mengalahkan ketakutannya untuk

menjadi sukses.

Bentuk ketakutan kita itu antara lain: takut adanya risiko-risiko yang belum

tentu terjadi, takut dengan "jangan-jangan", tidak pede dalam mengambil keputusan

atau melangkah, rakus pada orang lain, berjiwa kerdil, mudah kalut menghadapi

realitas karena tidak yakin dengan hukum pembalasan, dan lain-lain. Secara umum,

efek keminderan itu terkait dengan tiga hal berikut ini:

1. Menghambat kemampuan kita dalam mengembangkan pontensi atau dalam

merealisasikan keinginan (visi).

2. Menghambat kemampuan kita dalam berinteraksi dengan orang lain.

3. Menghambat kemampuan kita dalam menghadapi realitas (hidup).

Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar keminderan kita, berarti

semakin buruk kemampuan kita di dalam tiga hal itu. Sebaliknya, semakin rendah

kadar keminderan kita, berarti kemampuan kita di dalam merealisasikan potensi,

kemampuan kita dalam bergaul, dan kemampuan kita dalam menghadapi realitas pun

semakin bagus. Kalau melihat kerangka kerja kecerdasan emosional (The Bar on

Model of EQ), munculnya keminderan itu merupakan bukti adanya hubungan

Intrapersonal yang perlu diperbaiki di beberapa bagian. Tanda-tanda orang yang

(25)

1. Self-Regard: punya persepsi, punya pemahaman, dan punya penerimaan-diri

yang akurat.

2. Emotion Self Awareness: punya kesadaran terhadap berbagai emosi yang

muncul di dalam dirinya.

3. Assertiveness: punya kemampuan mengekspresikan perasaan secara

konstruktif dan efektif.

4. Independence: punya kematangan dan keberlimpahan emosi, bahagia dengan

dirinya sendiri, mandiri.

5. Self Actualization: punya tujuan yang terus direalisasikan dengan

mengembangkan potensinya.

Apa sajakah yang menjadi peyebab kita menjadi orang yang inferior terhadap

diri kita ? Untuk inferioritas yang sifatnya general, primer atau mental, sebab-sebab

yang umum itu antara lain:

1. Pola asuh dan pola perlakuan keluarga yang kita terima sewaktu masih kecil.

Keluarga yang banyak menanamkan opini negatif, penilaian negatif, atau pikiran negatif bisa menjadi salah satu sumber inferioritas.

2. Koreksi, evaluasi, peringatan atau pola mendidik yang cenderung menghakimi

saat kita kecil juga bisa menjadi sumber keminderan.

3. Kecacatan fisik.

4. Pembatasan mental, baik yang kita lakukan sendiri atau yang dilakukan

keluarga dan lingkungan. Ini misalnya kita selalu dibandingkan dengan orang

lain yang bukan bandingannya atau diberi target yang melebihi ukuran

(26)

5. Hukum kehidupan sosial yang berlaku di masyarakat tempat kita hidup. Misalnya saja terkait dengan perbedaan jender, kaya-miskin, darah biru-darah

tidak biru, dan lain-lain.

Bagaimana dengan keminderan sekunder atau yang sifatnya kondisional

spesial. Sebagian besar, itu berangkat dari opini kita sendiri atau penilaian kita

terhadap diri kita. Semua orang punya kebebasan untuk menciptakan opini apapun

atau penilaian apapun terhadap dirinya. Yang membedakan adalah: ada penilaian yang

sifatnya mencerahkan atau mendorong kemajuan dan ada penilaian yang sifatnya

menggelapkan atau menghambat kemajuan kita.

2.2.3 Solusi Untuk Mengurangi Inferioritas

Adakah orang yang tidak punya inferioritas sama sekali ? Kalau yang kita pakai

rujukan adalah kehidupan manusia, tentunya hampir bisa dikatakan tidak ada. Semua

manusia memiliki perasaan demikian. Bedanya, ada yang stadiumnya rendah,

menengah dan tinggi. Ada yang general dan ada yang spesifik, ada yang primer dan

ada yang sekunder, ada yang personal dan ada yang sosial (kultural).

Karena itu, tugas kita sebetulnya bukanlah menghilangkannya dari diri kita (karena ini tidak mungkin). Tugas kita adalah mengurangi atau melawan dan

menggunakannya untuk kebaikan. Kalau melihat ajaran agama, tidak ada perintah

yang tegas agar kita menjadi orang yang pemberani setegas perintah agar kita menjadi

orang yang tidak takut. Kalimatnya adalah: jangan takut dan jangan sedih.

Tidak takut berbeda dengan pemberani. Tidak takut itu sudah melalui proses

kesadaran dan perlawanan. Sedangkan pemberani, belum tentu. Bahkan jika

keberanian itu mengarah ke agresivitas dan impulsivitas, keberanian yang seperti ini

justru timbul dari ketakutan atau keminderan. Mark Twain sendiri mengatakan bahwa

keberanian itu adalah kemampuan anda dalam menguasai rasa takut, bukan

menghilangkan rasa takut. Berikut beberapa solusi untuk mengurangi dan melawan

(27)

Pertama, mendeteksi dan menerima. Dari sekian bentuk keminderan itu, manakah yang paling dekat dengan kita, manakah yang benar-benar kita rasakan

dampak buruknya, manakah yang benar-benar kita merasa terhambat ? Proses deteksi

ini bisa kita lakukan sendiri dan bisa melalui bantuan orang lain. Orang lain ini bisa

personal dan bisa institusi (lembaga). Bahkan sekarang ini sudah banyak lembaga

yang menawarkan jasa melalui internet. Setelah kita berhasil mendeteksi, barulah kita

menyusun persiapan mental untuk menerimanya. Sejauh kita belum bisa menerima,

kita akan masih kesulitan untuk menguasainya, melawannya, atau memperbaikinya.

Mana mungkin kita akan memperbaiki sesuatu yang tidak kita temukan kesalahannya

atau kekurangannya. Menerima adalah syarat untuk bisa memperbaiki. Jadi, menerima

di sini bukan tujuan akhir, melainkan proses untuk bisa memperbaiki.

Kedua, mulai memperbaiki image diri, potret diri, atau konsepsi diri. Ini semua

adalah serangkaian opini, perasaan dan keyakinan tertentu yang kita ciptakan untuk

diri kita. Artinya, kita perlu mengecek seperti apa kita mempersepsikan diri sendiri

atau menilai diri sendiri. Orang yang menilai dirinya belum pantas berhasil di bidang

tertentu dengan standar tertentu akan melakukan sesuatu berdasarkan penilaiannya itu.

Orang yang belum mengalahkan ketakutannya untuk menjadi pengusaha (misalnya

begitu), karena merasa belum pantas atau lainnya, tidak mungkin akan mengambil

keputusan untuk menjadi pengusaha. Sama juga seperti orang yang mau menikah.

Orang yang menilai dirinya belum memiliki alasan yang kuat dan tepat untuk menikah, sangat sulit untuk mengambil keputusan menikah. Susah atau mudah,

memperbaiki self image ini penting. Kegagalan lembaga pendidikan formal dalam

mencetak SDM (Sumber Daya Manusia) yang handal adalah terkait juga dengan

kurikulumnya. Kurikulum sekolah sebaiknya didesain dengan menekankan empat

unsur di bawah ini:

1. Perbaikan citra diri dan perkembangan pribadi.

2. Pelatihan keterampilan hidup.

3. Belajar tentang cara belajar dan cara berpikir.

(28)

Ketiga, lawanlah ketakutan itu dengan kesadaran (full consciousness). Jangan melawan ketakutan untuk berbicara di depan orang lain dengan berbicara seenaknya,

lepas kontrol atau berbicara sembarangan. Jangan melawan ketakutan untuk berkreasi

atau berusaha dengan langsung mengundurkan diri dari pekerjaan sekarang tanpa

perhitungan atau dengan melanggar tatanan organisasi. Jangan melawan ketakutan

pada pasangan (suami-istri) dengan perlawanan yang arogan dan agresif. Jangan

melawan ketakutan untuk maju dengan memunculkan ambisi dan kerakusan yang

berlebihan. Ini semua seringkali malah mengantarkan kita pada keminderan dan

ketakutan dalam bentuk yang lain. Jadi bagaimana melawan ketakutan dengan

kesadaran itu ? Kesadaran di sini maksudnya adalah: kita tahu akan kapasitas kita

(berdasarkan ukuran pengetahuan dan pengalaman) dan kita pun tahu bahwa yang

menjadi hambatan buat kita adalah munculnya ketakutan dan keminderan itu.

Melawan ketakutan dengan kesadaran bukanlah melawan ketakutan kita terhadap

orang lain atau berani melawan orang lain, tetapi lebih pada melawan ketakutan kita

sendiri.

Keempat, temukan orang lain yang bisa membantu, temukan orang lain yang

bisa kita jadikan contoh, temukan orang lain yang mengajak kita untuk melawan

ketakutan itu, temukan orang lain yang bisa memperkuat keyakinan kita, temukan

orang lain yang bisa mengajari kita. Orang lain yang kira-kira bisa memainkan

peranan seperti ini tentunya ada, meskipun perlu kita cari. Tapi, selain perlu menemukan orang lain itu, yang penting di sini juga kesediaan kita untuk diajari,

dibimbing, diberi masukan, diarahkan, mencontoh, mengambil pelajaran, membuka

diri, dan lain-lain. Tidak semua perbaikan diri itu bisa kita lakukan tanpa orang lain.

Kelima, refresh pemahaman keimanan. Untuk ketakutan dan keminderan yang

punya efek ke hal-hal vital dalam hidup kita, misalnya takut menghadapi realitas,

takut mengambil keputusan penting, dll. maka me-refresh pemahaman keimanan

menjadi penting. Selama ini kita hanya puas menerima pemahaman keimanan dari

kulitnya padahal isinya pun sudah kita ketahui, karena itulah perlu adanya refresh.

Kulitnya keimanan adalah menerima kebenaran dengan lisan, hati dan tindakan.

Tindakan pun kita batasi hanya pada beberapa prilaku yang diatur oleh agama

(29)

yang kita yakini sampai kita tidak takut dan tidak bersedih oleh berbagai risiko sementara (misalnya gagal, sulit, rugi, dll.). Jadi misalnya kita takut untuk menjadi

pengusaha padahal (menurut anda) semua resource dan kapasitas sudah kita miliki.

Kita sudah melakukan hal-hal yang benar (kerja keras, membangun network, kreatif,

tidak mencuri, tidak melakukan tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme),

tidak memakai keuntungan untuk berfoya-foya dalam dosa), maka ketakutan seperti

ini perlu dikalahkan oleh keimanan esensial itu sampai muncul sebuah kesimpulan

bahwa semua yang kita lakukan itu pasti akan mendapatkan balasannya. Kepastian

batin ini biasanya dihasilkan dari refreshment yang kita lakukan.

2.3 Konsep Prestasi Belajar

Prestasi belajar pada dasarnya adalah hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai

setelah seseorang belajar. Menurut Ahmad Tafsir yang dikutip oleh Abu Muhammad

Ibnu Adullah (2008), hasil belajar yang diharapkan itu merupakan suatu target atau

tujuan pembelajaran yang meliputi 3 (tiga) aspek yaitu:

1. Tahu, mengetahui (knowing),

2. Terampil melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui itu (doing), dan

3. Melaksanakan yang ia ketahui itu secara rutin dan konsekuen (being).

Adapun menurut Benjamin S. Bloom, sebagaimana yang dikutip oleh Abu

Muhammad Ibnu Abdullah (2008), bahwa hasil belajar diklasifikasikan ke dalam tiga

ranah yaitu:

1. Ranah kognitif (cognitive domain),

2. Ranah afektif (affective domain), dan

3. Ranah psikomotor (psychomotor domain).

Bertolak dari kedua pendapat tersebut di atas, penulis lebih cenderung

(30)

untuk mengetahui prestasi belajar yang dimaksudkan mudah dan dapat dilaksanakan, khususnya pada pembelajaran yang bersifat formal. Sedangkan ketiga aspek tujuan

pembelajaran yang diajukan oleh Ahmad Tafsir sangat sulit untuk diukur. Walaupun

pada dasarnya bisa saja dilakukan pengukuran untuk ketiga aspek tersebut, namun ia

membutuhkan waktu yang tidak sedikit, khususnya pada aspek being, di mana proses

pengukuran aspek ini harus dilakukan melalui pengamatan yang berkelanjutan

sehingga diperoleh informasi yang meyakinkan bahwa seseorang telah benar-benar

melaksanakan apa yang ia ketahui dalam kesehariannya secara rutin dan konsekuen.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis berkesimpulan bahwa jenis prestasi

belajar itu meliputi 3 (tiga) ranah atau aspek, yaitu:

1. Ranah kognitif (cognitive domain),

2. Ranah afektif (affective domain), dan

3. Ranah psikomotor (psychomotor domain).

Adapun pengertian ke tiga domain tersebut menurut Sudjana (1989: 22) adalah

“Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam

aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan

evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni

penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan berkemampuan

bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris yakni (a)gerakan refleks, (b)

keterampilan gerakan dasar, (c)kemampuan konseptual, (d)keharmonisan atau

ketepatan, (e)gerakan keterampilan kompleks, dan (f)gerakan ekspresif dan

interpretatif.”

Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar ialah dengan

melihat indikator-indikatornya dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak

(31)

2.3.1 Tes Kemampuan Afektif

Tes kemampuan afektif merupakan jenis tes prestasi belajar yang diarahkan untuk

mengetahui tingkat penguasaan aspek afektif pada pelajar. Aspek afektif adalah aspek

yang berkaitan dengan sikap dan nilai-nilai positif yang dimiliki siswa. Dalam hal ini

kita mencoba untuk mengukur tingkat perubahan sikap dan nilai-nilai positif yang

dimiliki siswa dari sebelum belajar dan setelah selesai belajar.

Tes prestasi belajar pada aspek afektif ini terkait dengan moral, tingkah laku,

kesehatan, dan berbagai nilai positif yang dimiliki sebagai bagian bangsa yang

beradab. Seperti kita ketahui, setiap individu mempunyai kondisi awal yang berbeda

sebab lingkungan hidup mereka yang berbeda. Pada umumnya, ketika pelajar

mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran, tingkat kemampuannya dalam aspek

afektif belum begitu maksimal. Bahkan, beberapa dari mereka sangat parah pola

kehidupannya. Tetapi dengan mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran, maka

kondisi tersebut dapat diubah. Dan, untuk mengetahui hasil proses pendidikan dan

pembelajaran, maka diberlakukan tes prestasi belajar.

2.3.2 Tes Kemampuan Kognitif

Tes kemampuan kognitif merupakan jenis tes prestasi belajar yang terkait dengan pengetahuan hasil belajar. Selama proses belajar yang diikuti, pelajar mendapatkan

berbagai macam pengetahuan yang sangat berguna bagi kehidupan. Pengetahuan

inilah yang diharapkan dapat menjadi bekal menghadapi kehidupan yang lebih baik.

2.3.3 Tes Kemampuan Psikomotorik

Tes kemampuan psikomotor adalah terkait dengan keterampilan yang didapatkan dari

proses pendidikan dan pembelajaran. Dengan mengetahui tingkat kemampuan ini,

maka kita dapat menentukan tingkat kemampuan pelajar untuk melakukan praktik

(32)

2.4 Hipotesis

Dari kajian teori-teori diatas, dapat kita simpulkan jawaban sementara dari

permasalahan ini, yaitu:

1. Kepercayaan diri dan inferioritas berkorelasi negatif, dimana semakin tinggi

tingkat kepercayaan diri maka semakin rendah tingkat inferioritasnya.

Sebaliknya, jika tingkat kepercayaan diri semakin rendah maka semakin tinggi

tingkat inferioritasnya.

2. Kepercayaan diri dan inferioritas memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar,

baik pengaruh secara gabungan maupun sendiri-sendiri (parsial).

3. Anggapan banyak orang selama ini adalah inferioritas sama dengan

kepercayaan diri yang rendah. Namun dari teori-teori diatas dapat kita lihat

bahwa keduanya berbeda. Kepercayaan diri yang rendah lebih bersifat

menyeluruh/universal. Sedangkan inferioritas hanya pada bagian-bagian

(33)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain/Kerangka Penelitian

Berdasarkan dari uraian latar belakang, perumusan masalah, dan teori-teori yang telah

dijelaskan sebelumnya, maka kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dirumuskan

seperti gambar desain berikut:

Menyatakan Hubungan

Menyatakan Pengaruh Parsial

Menyatakan Pengaruh Simultan

Faktor-Faktor yang Tidak Diteliti INFERIORITAS

X2

PRESTASI BELAJAR Y

FAKTOR-FAKTOR LAIN KEPERCAYAAN DIRI

(34)

3.2 Objek dan Pengukuran

Objek penelitian ini adalah mahasiswa-mahasiswa jurusan D3 (Diploma) Statistika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Jumlah objek yang akan diteliti berjumlah 30 mahasiswa dengan pertimbangan waktu

dan biaya. Target penulis, dalam satu hari dapat memperoleh data dan informasi dari

satu responden. Jadi penelitian studi lapangan berlangsung selama satu bulan.

Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen non-test dengan

menggunakan angket atau kuesioner. Skala yang digunakan dalam pengukuran yaitu

skala likert. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena. Variabel-variabel yang akan

diukur dijabarkan menjadi indikator-indikator variabel yang telah dijabarkan pada bab

2 kajian teori. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk

menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.

Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi

dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk keperluan analisis kuantitatif, jawaban

itu akan diberi skor (1 – 5, disesuaikan dengan kebutuhan).

3.3 Teknik Sampling

Agar hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel masih tetap bisa dipercaya

dalam artian masih bisa mewakili karakteristik populasi, maka cara penarikan

sampelnya harus dilakukan secara seksama. Cara pemilihan sampel dikenal dengan

nama teknik sampling atau teknik pengambilan sampel.

Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak

atau random sampling/probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom

samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah

cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil

kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang

(35)

kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen populasi

tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen

populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti,

sedangkan yang lainnya karena jauh tidak dipilih, artinya kemungkinannya 0 (nol).

Di setiap jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih

spesifik lagi. Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple

random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling,

dan area sampling. Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain

adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball

sampling.

Teknik sampling yang digunakan oleh penulis adalah Purposive Sampling

yang mana sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Objek penelitian

diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang tersebut

memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dalam melakukan metode ini,

peneliti berusaha sebaik mungkin untuk memilih sampel objek penelitian. Supaya

memperoleh informasi yang akurat dan tepat untuk mencapai tujuan penelitian.

3.4 Teknik Analisis yang Digunakan

Adapun teknik analisis statistik yang akan digunakan penulis dalam melakukan

pengolahan data penelitian ini yaitu teknik analisis korelasi dan analisis regresi.

Berikut akan dipaparkan mengenai teknik analisis data tersebut agar lebih

(36)

3.4.1 Analisis Korelasi

Teknik analisis korelasi merupakan bagian dari teknik pengukuran asosiasi (measure

of association) yang berguna untuk mengukur kekuatan hubungan dua variabel (atau

lebih). Terdapat beberapa teknik analisis korelasi, diantaranya yang paling terkenal

dan digunakan secara luas diseluruh dunia ialah teknik analisis korelasi Pearson dan

Spearman.

Korelasi merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengukur kekuatan

hubungan dua variabel. Korelasi tidak secara otomatis menunjukkan hubungan

kausalitas antar variabel. Hubungan dalam korelasi dapat berupa hubungan linier

positif dan negatif. Interpretasi koefisien korelasi akan menghasilkan makna kekuatan,

signifikansi dan arah hubungan kedua variabel yang diteliti. Untuk melihat kekuatan

koefisien korelasi didasarkan pada jarak yang berkisar antara 0 sampai dengan 1.

Untuk melihat signifikansi hubungan digunakan angka signifikansi/probabilitas/alpha.

Untuk melihat arah korelasi dilihat dari angka koefisien korelasi yang menunjukkan

positif atau negatif. Rumus korelasi product momen pearson:

1 1 1

Koefisien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua

variabel. Besarnya koefisien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. koefisien korelasi

menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel

acak. Jika koefisien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan

searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefisien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai

hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan

(37)

3.4.1.1 Interpretasi Korelasi

Ada tiga penafsiran hasil analisis korelasi meliputi: pertama melihat kekuatan

hubungan dua variabel, kedua melihat signifikansi hubungan, dan ketiga melihat arah

hubungan. Untuk melakukan interpretasi kekuatan hubungan antara dua variabel

dilakukan dengan melihat angka koefisien korelasi hasil perhitungan dengan

menggunakan kriteria sbb:

1. Jika angka koefisien korelasi menunjukkan 0, maka kedua variabel tidak

mempunyai hubungan.

2. Jika angka koefisien korelasi mendekati 1, maka kedua variabel mempunyai

hubungan semakin kuat.

3. Jika angka koefisien korelasi mendekati 0, maka kedua variabel mempunyai

hubungan semakin lemah.

4. Jika angka koefisien korelasi sama dengan 1, maka kedua variabel mempunyai

hubungan linier sempurna positif.

5. Jika angka koefisien korelasi sama dengan -1, maka kedua variabel mempunyai hubungan linier sempurna negatif.

Tabel 3.1 Tingkat Hubungan Koefisien Korelasi Interval Koefisien (r) Interpretasi (Tingkat Hubungan)

Antara 0,80 – 1,00 Sangat Kuat

Antara 0,60 – 0,79 Kuat

Antara 0,40 – 0,59 Sedang

Antara 0,20 – 0,39 Lemah

(38)

3.4.1.2 Koefisien Determinasi

Koefisien diterminasi dengan simbol r2 merupakan proporsi variabilitas dalam suatu data yang dihitung didasarkan pada model statistik. Definisi berikutnya menyebutkan

bahwa r2 merupakan rasio variabilitas nilai-nilai yang dibuat model dengan variabilitas nilai data asli. Secara umum r2 digunakan sebagai informasi mengenai kecocokan suatu model. Dalam regresi r2 ini dijadikan sebagai pengukuran seberapa baik garis regresi mendekati nilai data asli yang dibuat model. Jika r2 sama dengan 1, maka angka tersebut menunjukkan garis regresi cocok dengan data secara sempurna.

Interpretasi lain ialah bahwa r2 diartikan sebagai proporsi variasi tanggapan yang diterangkan oleh regresor (variabel bebas/X) dalam model. Dengan demikian,

jika r2 = 1 akan mempunyai arti bahwa model yang sesuai menerangkan semua variabilitas dalam variabel Y. Jika r2 = 0 akan mempunyai arti bahwa tidak ada hubungan antara regresor (X) dengan variabel Y. Dalam kasus misalnya jika r2 = 0,8 mempunyai arti bahwa sebesar 80% variasi dari variabel Y (variabel

tergantung/response) dapat diterangkan dengan variabel X (variabel

bebas/explanatory), sedang sisanya 0,2 dipengaruhi oleh variabel-variabel yang tidak

diketahui atau variabilitas yang inheren. Rumus untuk menghitung koefisien

determinasi (KD) adalah KD = r2 x 100%. Variabilitas mempunyai makna penyebaran/distribusi seperangkat nilai-nilai tertentu. Dengan menggunakan bahasa umum, pengaruh variabel X terhadap Y adalah sebesar 80% sedang sisanya 20%

dipengaruhi oleh faktor lain.

Dalam hubungannya dengan korelasi, maka r2 merupakan kuadrat dari koefisien korelasi yang berkaitan dengan variabel bebas (X) dan variabel Y

(tergantung). Secara umum dikatakan bahwa r2 merupakan kuadrat korelasi antara variabel yang digunakan sebagai predictor (X) dan variabel yang memberikan

response (Y). Dengan menggunakan bahasa sederhana r2 merupakan koefisien

korelasi yang dikuadratkan. Oleh karena itu, penggunaan koefisien determinasi dalam

korelasi tidak harus diinterpretasikan sebagai besarnya pengaruh variabel X terhadap

Y mengingat bahwa korelasi tidak sama dengan kausalitas. Secara bebas dikatakan

(39)

lainnya. Lebih lanjut dalam konteks korelasi antara dua variabel maka pengaruh variabel X terhadap Y tidak tampak. Dengan menggunakan angka r2 kita tidak akan dapat membuktikan bahwa variabel X mempengaruhi Y.

Dengan demikian jika kita menggunakan korelasi sebaiknya jangan

menggunakan koefisien determinasi untuk melihat pengaruh X terhadap Y karena

korelasi hanya menunjukkan adanya hubungan antara variabel X dan Y. Jika tujuan

riset hanya untuk mengukur hubungan maka sebaiknya berhenti saja di angka

koefisien korelasi. Sedang jika kita ingin mengukur besarnya pengaruh variabel X

terhadap Y sebaiknya menggunakan rumus lain, seperti regresi atau analisis jalur.

3.4.2 Analisis Regresi

Dalam penelitian ini, salah satu teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi

linier berganda. Analisis regresi linier berganda ialah suatu alat analisis dalam ilmu

statistik yang berguna untuk mengukur hubungan matematis antara lebih dari 2

peubah. Bentuk umum persamaan regresi linier berganda ialah sebagai berikut:

Menentukan b0, b1, b2, …, bk dapat menggunakan metode kuadrat terkecil melalui apa

(40)

Bentuk persamaan matriks di atas termasuk ke dalam suatu sistem persamaan linier. Mencari atau menentukan b0, b1, b2, b3, …, bn berarti mencari atau menentukan solusi dari sistem persamaan linier (SPL). Mencari solusi SPL ada berbagai macam

cara, diantaranya ialah Metode Eliminasi Gauss, Metode Invers (Metode Matriks yang

diperbesar dan Metode Matriks Adjoin), dan Metode Cramer.

Metode Cramer merupakan metode yang paling populer dalam menentukan

suatu solusi SPL (Sistem Persamaan Liniear) karena sifatnya yang mudah dipelajari

dan sederhana. Menurut Cramer jika kita punya SPL (Sistem Persamaan Liniear)

sebagai berikut:

Maka x1, x2, x3, …, xn dapat langsung dicari dengan membagi determinan

matriks Aj dengan determinan matriks koefisien A. Dimana:

(41)

Adapun penelitian yang akan berlangsung ini hanya menggunakan 2 variabel bebas, maka analisis regresi ganda yang hanya melibatkan hanya dua prediktor saja

yaitu:

Ŷ=b0+b1X1+b2X2

Dengan: Y = Prestasi

X1 = Kepercayaan Diri

X2 = Inferioritas

3.4.2.1 Pengaruh Simultan

Uji simultan atau uji F, bertujuan untuk mengetahui pengaruh gabungan variabel

-variabel X terhadap variabel Y. Nilai F hitung dapat ditentukan dengan formula:

Keterangan: R2 = Koefisien determinasi n = Banyaknya sampel

m = Banyaknya varians

Apabila hasil perhitungan F hitung > F tabel, maka H0 ditolak sehingga dapat

dikatakan bahwa variabel bebas regresi dapat menerangkan variabel terikat secara

serentak. Sebaliknya jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima dengan demikian dapat

dikatakan bahwa variabel bebas dari model regresi berganda tidak mampu

menjelaskan variabel terikat.

(42)

3.4.2.2 Pengaruh Parsial

Untuk menguji kemaknaan koefisien regresi parsial digunakan uji t. Nilai t dapat

ditentukan dengan formula sebagai berikut:

Keterangan: r = Koefisien korelasi

n = Banyaknya sampel

Apabila t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dengan demikian variabel bebas

dapat menerangkan variabel terikat yang ada dalam model. Sebaliknya apabila t

hitung < t tabel maka Ho diterima, dengan demikian variabel bebas tidak dapat

menjelaskan variabel terikat atau dengan kata lain tidak ada pengaruh parsial di antara

variabel bebas (X1 maupun X2) dengan variabel terikat (Y) yang ingin diuji.

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

3.4.3.1 Uji Validitas

Uji validitas adalah untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar

pertanyaan dengan variabel. Uji ini dilakukan untuk mengukur data yang telah didapat

setelah penelitian. Macam validitas umumnya digolongkan dalam tiga kategori besar,

yaitu validitas isi (content validity), validitas berdasarkan kriteria (criterion-related

validity) dan validitas konstruk. Pada penelitian ini akan dibahas hal menyangkut

validitas untuk menguji apakah pertanyaan-pertanyaan itu telah mengukur aspek yang

sama. Untuk itu dipergunakanlah validitas konstruk.

(43)

Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara variabel/item dengan skor total variabel. Cara mengukur validitas konstruk yaitu dengan mencari korelasi

antara masing-masing pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus teknik

korelasi pearson’s product moment.

Setelah semua korelasi untuk setiap pertanyaan dengan skor total diperoleh,

nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai kritik. Selanjutnya, jika nilai koefisien

korelasi product moment dari suatu pertanyaan tersebut sama dengan atau lebih besar

dari nilai tabel kritik, maka pertanyaan tersebut signifikan.

3.4.3.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas (keandalan) adalah ukuran suatu kestabilan dan konsisten responden

dalam menjawab hal yang berkaitan dengan daftar pertanyaan. Pengujian dapat

dilakukan dengan menggunakan metode belah dua spearman-brown ataupun dengan

korelasi alpha cronbach. Butir pertanyaan yang sudah dinyatakan valid dalam uji

validitas akan ditentukan reliabilitasnya.

Dalam penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu dengan

teknik belah dua. Teknik ini diperoleh dengan membagi item-item yang sudah valid secara acak menjadi dua bagian. Skor untuk masing-masing item pada tiap belahan

dijumlahkan, sehingga diperoleh skor total untuk masing-masing item belahan.

Selanjutnya skor total belahan pertama dan belahan kedua dicari korelasinya dengan

menggunakan teknik korelasi product moment. Angka korelasi yang dihasilkan lebih

rendah daripada angka korelasi yang diperoleh jika alat ukur tersebut tidak dibelah.

Kemudian nilai korelasi tersebut akan digunakan untuk mencari nilai korelasi

spearman-brown untuk kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel. Syarat

relabilitasnya adalah nilai tersebut harus sama dengan atau lebih besar dari nilai r

(44)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Data Hasil Penelitian

Adapun data hasil penelitian dengan menggunakan kuesioner, harus dilakukan uji

validitas dan reliabilitas untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan sudah

tepat atau tidak. Dalam penelitian ini penulis menggunakan bantuan SPSS Statistics

19 sebagai alat bantu dalam menguji kevalidan dan kereliabilitasannya. Untuk hasil

pengujian kevalidan dan kereliabilitasan data penelitian ini dapat dilihat di bagian

lampiran. Berikut tabel data hasil penelitian yang telah diuji kevalidan dan

kereliabilitasannya:

Tabel 4.1 Data Hasil Penelitian

Responden Kepercayaan Diri Inferioritas Prestasi Belajar

(X1) (X2) (Y)

1 29 12 26

2 31 27 28

3 34 8 31

4 21 18 18

5 24 15 27

6 29 12 25

7 27 10 23

8 30 14 34

9 27 16 32

10 34 8 30

11 31 8 28

(45)

13 36 25 27

14 34 11 33

15 25 22 18

16 30 11 31

17 40 7 35

18 22 10 20

19 26 21 22

20 34 12 30

21 31 12 29

22 28 17 26

23 26 10 21

24 27 22 25

25 34 15 31

26 32 9 25

27 30 13 29

28 31 8 25

29 31 15 26

30 34 13 31

Jumlah 893 411 806

4.2 Uji Normalitas

Untuk membuktikan apakah data berdistribusi normal atau tidak, maka perlu

dilakukan uji normalitas. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS

Statistics 19 untuk mempermudah dan mempersingkat waktu. Berikut tabel output

(46)

Tabel 4.2 Tabel Output Uji Normalitas Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Kepercayaan Diri .104 30 .200* .978 30 .767

Inferioritas .159 30 .051 .902 30 .010

Prestasi Belajar .110 30 .200* .967 30 .459 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Nilai signifikansi Kolgomorov-Smirnov untuk masing-masing variabel

penelitian dapat kita lihat dari tabel diatas. Syarat untuk data berdistribusi normal

ialah nilai signifikansi > 0,05. Dari tabel diatas dapat disimpulkan data hasil penelitian

sudah berdistribusi normal. Untuk variabel inferioritas nilai signifikansi Kolgomorov

-Smirnov yang diperoleh sebesar 0.051. Angka ini dianggap kritis namun masih bisa

dianggap berdistribusi normal.

4.3 Analisis Data Hasil Penelitian

Data yang sudah diuji kenormalannya kemudian akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis korelasi dan regresi. Berikut tahapannya:

4.3.1 Analisis Korelasi

Untuk menjawab permasalahan mengenai hubungan antara variabel kepercayaan diri

(X1) dan variabel inferioritas (X2), maka digunakanlah teknik analisis korelasi

(47)

1 2 1 2

Persamaan diatas merupakan adaptasi dari persamaan korelasi 3.1. Berikut

tabel nilai-nilai X1 dan X2 yang diperlukan untuk menghitung nilai koefisien korelasi

tersebut:

Tabel 4.3 Tabel Nilai-Nilai untuk Perhitungan Korelasi

(48)

26 10 676 100 260

Masukkan nilai-nilai yang dibutuhkan ke dalam persamaan 4.1:

2 2

Maka didapatlah nilai koesfisien korelasi antara variabel X1 dan X2 sebesar

-0,221. Ini berarti hubungan antara variabel bebas kepercayan diri (X1) dan inferioritas

(X2) negatif sempurna dan tak searah. Tak searah artinya jika nilai kepercayaan diri

tinggi maka tingkat inferioritasnya rendah dan sebaliknya. Untuk mempermudah dan

menyamakan hasil perhitungan, berikut tabel output korelasi dengan menggunakan

bantuan SPSS Statistics 19:

(49)

Tabel 4.4 Output Korelasi

Correlations

Kepercayaan

Diri Inferioritas Kepercayaan Diri Pearson Correlation 1 -.221

Sig. (2-tailed) .240

N 30 30

Inferioritas Pearson Correlation -.221 1

Sig. (2-tailed) .240

N 30 30

Korelasi antara variabel kepercayaan diri dan inferioritas tidak signifikan

karena angka signifikansi 0,240 > 0,05. Untuk koefisien determinasi dapat dihitung

yaitu KD = r2 x 100 % yaitu (-0,221)2 x 100 % = 4,9 % . Maknanya sumbangan 4,9 % variabel inferioritas ini dijelaskan oleh variabel kepercayaan diri, dan sisanya sebesar

95,1 % ditentukan variabel lain diluar penelitian.

4.3.2 Analisis Regresi

Untuk menjawab permasalahan mengenai pengaruh kepercayaan diri (X1) dan

inferioritas (X2) terhadap prestasi belajar (Y) maka digunakanlah analisis regresi linier

berganda. Berikut persamaan regresi linier berganda beserta cara mencarinya dengan

(50)

1 2

Berikut tabel nilai-nilai X1, X2, dan Y yang diperlukan untuk mencari

persamaan regresi tersebut:

Tabel 4.5 Tabel Nilai-Nilai untuk Perhitungan Regresi

(51)

31 12 961 144 372 29 899 348

Maka matriksnya menjadi seperti berikut ini:

0

Misalkan matriks pertama adalah matriks A, kemudian matriks kedua yang

berelemenkan bo, b1, dan b2 adalah matriks B, dan matriks terakhir adalah matriks C. Maka sesuai dengan hukum perkalian matriks, A.B = C. Untuk mencari nilai-nilai bo, b1, dan b2 yang merupakan elemen dari matriks B, digunakan metode Cramer yang

disesuaikan dari persamaan 3.2 yaitu:

Nilai determinan matriks A:

(52)

Nilai determinan matriks A1:

Nilai determinan matriks A2:

2

778959990 634496902 ( 134403576) 10059512

A

Nilai determinan matriks A3:

3

10207830 ( 292025288) ( 282505418) 687960

(53)

Maka: linier bergandanya adalah: Ŷ = 3,55 + 0,81X 1 – 0,05X2. Kemudian untuk mengetahui apakah model ini bisa diterima atau tidak perlu dilakukan uji kelinieran (uji F) dengan

menggunakan tabel ANAVA. Berikut outputnya dengan menggunakan bantuan SPSS

Statistics 19:

Tabel 4.6 Tabel ANAVA

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 365.746 2 182.873 19.308 .000a

Residual 255.721 27 9.471

Total 621.467 29

a. Predictors: (Constant), Inferioritas, Kepercayaan Diri b. Dependent Variable: Prestasi Belajar

Hipotesis : H1: Model regresi signifikan (terdapat hubungan linier)

(54)

Dengan α = 0,05 dk pembilang = 3-1 = 2, dan dk penyebut = 30-3 = 27 didapatlah F tabel sebesar 3,35. Dari hasil perhitungan diperoleh F penelitian sebesar

19,308. Jadi, dapat disimpulkan bahwa F penelitian > F tabel sehingga tolak H0 dan

terima H1. Dengan demikian model regresi diatas sudah layak dan benar. Pengaruh

simultan sebesar 58,9 juga dianggap signifikan.

4.3.2.1 Pengaruh Simultan

Untuk mengetahui pengaruh secara keseluruhan/simultan variabel-variabel bebas X1

dan X2 terhadap Y, maka perlu dilakukan uji F untuk tes signifikansi. Dengan

menggunakan bantuan SPSS Statistic 19, berikut output analisis regresinya:

Tabel 4.7 Output Model Regresi

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .767a .589 .558 3.078

Besar nilai R Square = 0,589 maka nilai KP = 0,589 x 100 % = 58,9 %.

Maksudnya bahwa pengaruh kepercayaan diri dan inferioritas terhadap prestasi belajar

secara gabungan adalah sebesar 58,9 %, sedangkan sisanya sebesar 41,1 %

dipengaruhi faktor lain. Dengan kata lain variabilitas prestasi belajar dapat

diterangkan oleh variabel kepercayaan diri dan inferioritas sebesar 58,9 %, sedangkan

(55)

4.3.2.2 Pengaruh Parsial

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh masing-masing variabel kepercayaan diri

dan inferioritas terhadap prestasi belajar, maka perlu dilakukan uji koefisien (uji t).

Berikut tabel hasil output dengan menggunakan SPSS Statistics 19:

Tabel 4.8 Tabel Output Uji Koefisien Coefficientsa

Zero-order Partial Part Beta

1 (Constant) .760 .454

Kepercayaan Diri .751 5.930 .000 .765 .752 .732 Inferioritas -.063 -.500 .621 -.229 -.096 -.062

Untuk pengaruh parsial variabel-variabel kepercayaan diri/inferioritas terhadap

prestasi belajar, hipotesisnya:

H1: Ada hubungan linier antara kepercayaan diri/inferioritas dengan prestasi

H0: Tidak ada hubungan linier antara kepercayaan diri/inferioritas dengan prestasi

Untuk nilai t tabel dengan α = 0,05 dan dk = 30-2 = 28 diperoleh nilai t sebesar 2,05. Dari tabel koefisien diatas,nilai t penelitian untuk variabel kepercayaan diri

adalah sebesar 5,930. Jadi, dapat disimpulkan t penelitian > t tabel sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya ada hubungan linier antara kepercayaan diri dengan prestasi

belajar. Besarnya pengaruh kepercayaan diri terhadap prestasi belajar adalah sebesar

0,751 atau 75,1 %.

Untuk pengaruh parsial inferioritas terhadap prestasi belajar dapat kita lihat

bahwa t penelitian sebesar -0,500. Jadi, dapat disimpulkan t penelitian < t tabel

sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya tidak ada hubungan linier antara

inferioritas dengan prestasi belajar. Besarnya pengaruh inferioritas terhadap prestasi

belajar sebesar -0,063 atau 6,3 % dianggap tidak signifikan. Hal ini dapat dilihat dari

Gambar

Tabel 3.1 Tingkat Hubungan Koefisien Korelasi  Tabel 4.1 Data Hasil Penelitian
Gambar 3.1 Desain Kerangka Penelitian  Gambar 4.1 Tampilan Data Editor SPSS Statistics 19
Gambar 3.1 Desain Kerangka Penelitian
Tabel 3.1 Tingkat Hubungan Koefisien Korelasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

The aim of this work is to present the architecture and describe the functionality of a Web-based adaptive educational environment which employs a 3- tier architecture.A new

Jika langkah selanjutnya adalah membangun sistem nyata dalam bahasa pemrograman generasi ketiga, produk prototipe harus dapat menyediakan pada anda sarana untuk mencetak semua

nilai tertentu yang berbeda dari plaintext dan berguna untuk menghasilkan ciphertext yang berbeda-beda jika nilai yang menjadi kunci tersebut juga berbeda-beda untuk algoritma

Menyusun Produk Hukum Daerah yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum. Menyusun kajian dan inventarisasi

perpustakaan , tata ruang yang baik juga berguna untuk menjaga serta.. melindungi koleksi bahan pustaka

Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat kepatuhan penggunaan obat dan mengetahui faktor yang mempengaruhi kepatuhan penggunaan obat pada pasien DM tipe 2 di

However, the use of unconventional feed (mung bean sprouts waste) and management implementation night feeding which is intended to improve the growth performance of

Penelitian ini menguji pengaruh belanja, pengendalian internal, dan politik daerah terhadap korupsi pemerintah daerah di Indonesia.. Belanja daerah yang digunakan dalam penelitian