ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI
DENGAN INFERIORITAS SERTA PENGARUHNYA
TERHADAP PRESTASI BELAJAR
(Studi kasus pada mahasiswa-mahasiswi Diploma (D3) Statistika FMIPA USU)
TUGAS AKHIR
SURYO SUDIKDO
082407054
PROGRAM STUDI DIPLOMA (D3) STATISTIKA
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN INFERIORITAS SERTA PENGARUHNYA TERHADAP
PRESTASI BELAJAR
(Studi kasus pada mahasiswa-mahasiswi Diploma (D3) Statistika FMIPA USU)
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna menyelesaikan pendidikan Diploma (D3) dan memperoleh gelar Ahli Madya pada program studi Diploma (D3) Statistika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
SURYO SUDIKDO 082407054
PROGRAM STUDI DIPLOMA (D3) STATISTIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : ANALISIS HUBUNGAN ANTARA
KEPERCAYAAN DIRI DENGAN INFERIORITAS SERTA PENGARUHNYA TERHADAP
PRESTASI BELAJAR
Kategori : TUGAS AKHIR
Nama : SURYO SUDIKDO
Nomor Induk Mahasiswa : 082407054
Program Studi : DIPLOMA (D3) STATISTIKA
Departemen : MATEMATIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Juni 2011
Komisi Pembimbing :
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Matematika FMIPA USU
Ketua, Pembimbing,
PERNYATAAN
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN INFERIORITAS SERTA PENGARUHNYA
TERHADAPPRESTASI BELAJAR
TUGAS AKHIR
Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Mei 2011
PENGHARGAAN
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpahan karunia-Nya akhirnya Tugas Akhir ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan penulis baik dari segi pengetahuan, waktu, dan kemampuan penulis. Penulis berharap karya tugas akhir ini dapat berguna baik bagi diri sendiri maupun bagi orang-orang yang membacanya.
Tugas akhir ini penulis persembahkan kepada keluarga tercinta, Ayahanda Miswan dan Ibunda Mariani, Dono Suindarto, Nina Sari, Titin Handayani, dan Rini Atyumi. Yang selalu memberikan doa, cinta dan kasih saying serta dukungan sepenuhnya kepada penulis. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Drs. Tulus, Vordipl, M.Si, Ph.D selaku Ketua Departemen Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Mardiningsih, M.Si selaku Sekretaris Departemen juga sebagai Pembimbing I yang bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis selama penyusunan tugas akhir ini.
4. Bapak Drs. Faigiziduhu Bu’ulolo, M.Si selaku Ketua Program Studi Diploma (D3) Statistika beserta seketarisnya Bapak Drs. Suwarno Ariswoyo, M.Si..
5. Teman-teman seperjuangan yang telah banyak membantu penulis selama ini..
DAFTAR ISI
Daftar Gambar vii
Bab 1 Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Identifikasi Masalah 3
1.3 Batasan Masalah 3
1.4 Maksud dan Tujuan 4
1.5 Kegunaan Penelitian 5
1.6 Sistematika Penulisan 6
Bab 2 Kajian Teori 7
2.1 Konsep Percaya Diri 7
2.2 Inferioritas 14
2.3 Konsep Prestasi Belajar 21
Bab 3 Metode Penelitian 25
3.1 Desain/Kerangka Penelitian 25
3.2 Objek dan Pengukuran 26
3.3 Teknik Sampling 26
3.4 Teknik Analisis yang Digunakan 27
Bab 4 Hasil Penelitian 36
4.1 Data Hasil Penelitian 36
4.2 Uji Normalitas 37
4.3 Analisis Data Hasil Penelitian 38
4.4 Implementasi Sistem 48
Bab 5 Kesimpulan dan Saran 54
5.1 Kesimpulan 54
5.2 Saran 57
Daftar Pustaka 58
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Tingkat Hubungan Koefisien Korelasi 29
Tabel 4.1 Data Hasil Penelitian 36
Tabel 4.2 Tabel Output Uji Normalitas 38
Tabel 4.3 Tabel Nilai-Nilai untuk Perhitungan Korelasi 39
Tabel 4.4 Output Korelasi 41
Tabel 4.5 Tabel Nilai-Nilai untuk Perhitungan Regresi 42
Tabel 4.6 Tabel ANAVA 45
Tabel 4.7 Output Model Regresi 46
Tabel 4.8 Tabel Output Uji Koefisien 47
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Desain Kerangka Penelitian 25
Gambar 4.1 Tampilan Data Editor SPSS Statistics 19 49
Gambar 4.2 Tampilan Input Data 49
Gambar 4.3 Uji Normalitas 50
Gambar 4.4 Uji Reliabilitas 51
Gambar 4.5 Analisis Korelasi 52
Gambar 4.6 Analisis Regresi 53
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Mungkin ada jutaan manusia yang berpikir, merasa, dan yakin bahwa di dalam dirinya
tidak ada keunggulan, bakat, atau kelebihan apapun yang pantas diandalkan. Isi
pikiran, isi perasaan, dan isi keyakinan semacam itu, entah kita sadari atau tidak, lama
kelamaan membentuk sebuah kesimpulan di dalam batin, membentuk citra diri,
membentuk opini tentang diri, membentuk defenisi diri yang kita ciptakan sendiri
tentang diri kita.
Rasa percaya diri adalah satu diantara aspek-aspek kepribadian yang penting
dalam kehidupan manusia. Rasa percaya diri sangat membantu manusia dalam
perkembangan kepribadiannya. Karena itulah rasa kepercayaan diri sangat dibutuhkan
manusia dalam menjalani hidupnya.
Inferioritas merupakan kebalikan dari superioritas (rasa percaya diri yang
terlalu tinggi). Inferioritas itu adalah minder atau rasa rendah diri. Inferioritas adalah
perasaan yang relatif tetap (persistent) tentang ketidakmampuan diri atau munculnya
Kloosterman (1988: 348) meneliti para pelajar School in South Central Indiana dengan jumlah 266 wanita dan 233 pria. Ia meneliti tentang rasa percaya diri pada
pelajar. Ternyata rasa percaya diri sangat penting bagi pelajar untuk berhasil dalam
belajar matematika. Dengan adanya rasa percaya diri, maka akan lebih termotivasi dan
lebih menyukai untuk belajar matematika, sehingga pelajar yang memiliki rasa
percaya diri yang tinggi lebih berhasil dalam belajar matematika.
Martin (1974: 2) melakukan penelitian tentang rasa percaya diri pada 144
pelajar Indian pada BIA Boerding School yang berada di Oklahoma. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa pelajar yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi
akan lebih cepat untuk menyelesaikan studinya dibandingkan dengan pelajar yang
memiliki rasa percaya diri lebih rendah.
Dari hasil penelitian yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa rasa
percaya diri mempunyai pengaruh terhadap prestasi, motivasi belajar, stres pada
individu, dan penyesuaian sosial. Rasa percaya diri yang rendah dapat menghambat
potensi dan kelebihan seseorang, sehingga menyulitkan orang tersebut untuk
berprestasi. Berdasarkan kesimpulan ini penulis tertarik untuk mengambil topik ini
sebagai bahan penelitian dalam penyusunan Tugas Akhir dengan judul: “ANALISIS
HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN INFERIORITAS SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PRESTASI BELAJAR”, untuk studi kasus pada mahasiswa program studi D3 (Diploma) Statistika Fakultas Matematika
1.2 Identifikasi Masalah
Dari uraian sepintas diatas mengenai kepercayaan diri dan inferioritas, dapat
disimpulkan pertanyaan-pertanyaan yang menjadi pokok bahasan dalam kajian ini
yaitu:
1. Apakah tingkat kepercayaan diri mahasiswa-mahasiswi yang menjadi objek
penelitian tergolong tinggi atau rendah ?
2. Apakah kepercayaan diri dan inferioritas memiliki hubungan satu sama lain
baik hubungan positif maupun negatif ?
3. Apakah kepercayaan diri dan inferioritas berpengaruh terhadap prestasi
mahasiswa, baik pengaruh secara simultan maupun parsial ?
Dengan demikian, usaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas adalah
upaya pencarian dan penelurusan mengenai kepercayaan diri dan inferioritas, serta
prestasi yang dicapai mahasiswa yang menjadi objek penelitian.
1.3 Batasan Masalah
Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dalam hal ini yang nantinya
akan diteliti hanyalah faktor kepercayaan diri dan inferioritas, tanpa mengikut
sertakan faktor-faktor yang lain.
2. Tingkat kepercayaan diri mahasiswa-mahasiswi objek penelitian.
3. Untuk uji validitas dan reliabilitas, uji normalitas data hasil penelitian, uji
4. Asumsi multikolinieritas (hubungan antar variabel bebas yang terlalu tinggi)
dalam hal ini variabel kepercayaan diri dengan inferioritas tidak akan dibahas
jika nantinya setelah dicari tahu ternyata terjadi. Analisis hubungan antar
variabel bebas dalam penelitian ini hanya dilakukan untuk mengetahui tingkat
dan arah hubungan keduanya.
5. Objek penelitian adalah mahasiswa-mahasiswi program studi D3 (Diploma)
Statistika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara angkatan 2008, 2009, dan 2010.
1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian
Dalam melaksanakan suatu kegiatan penelitian diharapkan adanya maksud dan tujuan
yaitu sasaran yang akan dicapai dari pelaksanaan kegiatan penelitian tersebut.
1.4.1 Maksud Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fakta, data dan hal-hal yang berkaitan dengan
permasalahan variabel-variabel kepercayaan diri, inferioritas, dan prestasi belajar
1.4.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dapat dirumuskan untuk:
1. Menentukan tingkat kepercayaan diri objek penelitian.
2. Menganalisis hubungan antara kepercayaan diri dan inferioritas dalam diri
mahasiswa-mahasiswi objek penelitian.
3. Menganalisis pengaruh kepercayaan diri dan inferioritas terhadap prestasi
belajar mahasiswa baik pengaruh secara gabungan (simultan) ataupun
pengaruh secara sendiri (parsial).
1.5 Kegunaan Penelitian
Kegunaan atau manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kegunaan Praktis
Bagi perguruan tinggi, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi
yang berguna untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran dan pengembangan diri mahasiswa terutama di bidang psikologis. Bagi penulis,
seluruh rangkaian kegiatan dan hasil penelitian diharapkan dapat lebih
memantapkan dan memaksimalkan kemampuan dan kelebihannya dalam
fungsi keilmuan yang dipelajari selama mengikuti program perkuliahan di
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
2. Kegunaan Akademis
Bagi perguruan tinggi, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dokumen
1.6 Sistematika Penulisan
Penyus unan laporan penelitian ini dibagi menjadi atas 5 (lima) bab dan
masing-masing bab saling berhubungan satu dengan yang lainnya, yaitu:
BAB 1 : PENDAHULUAN
Pada Bab ini penulis menguraikan hal-hal yang menjadi latar belakang diadakannya penelitian, identifikasi masalah, maksud dan
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, serta sistematika penulisan
laporan penelitian.
BAB 2 : KAJIAN TEORI
Bab ini berisikan uraian mengenai teori-teori pendukung dalam
penelitian ini. Teori-teori yang dimaksud adalah teori-teori mengenai
variabel-variabel penelitian yaitu teori kepercayaan diri, inferioritas,
dan prestasi belajar. Indikator-indikator tiap variabel juga dipaparkan
yang nantinya akan digunakan untuk menyusun instrumen penelitian.
Hipotesis atau jawaban sementara dari permasalahan juga akan dibahas
di bagian ini.
BAB 3 : METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang desain/kerangka penelitian, objek
pengukuran, teknik sampling, dan teknik analisis data yang digunakan.
BAB 4 : HASIL
Bab ini berisi hasil dari penelitian yang telah dilakukan serta pembahasannya. Pada bagian ini juga akan membahas implementasi
sistem komputasi yang digunakan.
BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 2
KAJIAN TEORI
2.1 Konsep Percaya Diri
Pernahkah anda mengalami krisis kepercayaan diri atau dalam bahasa sehari-hari
"tidak pede" dalam menghadapi suatu situasi atau persoalan ? Hampir setiap orang
pernah mengalami krisis kepercayaan diri dalam rentang kehidupannya, sejak masih
anak-anak hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut. Sudah tentu, hilangnya rasa
percaya diri menjadi sesuatu yang amat mengganggu, terlebih ketika dihadapkan pada
tantangan ataupun situasi baru. Individu sering berkata pada diri sendiri, "Dulu saya
tidak penakut seperti ini... kenapa sekarang jadi begini ?". Ada juga yang berkata:
"Kok saya tidak seperti dia yang selalu percaya diri... rasanya selalu saja ada yang
kurang dari diri saya... saya malu menjadi diri saya !".
Menyikapi kondisi seperti tersebut diatas maka akan muncul pertanyaan dalam
benak kita: mengapa rasa percaya diri begitu penting dalam kehidupan individu. Lalu
apakah kurangnya rasa percaya diri dapat diperbaiki sehingga tidak menghambat
perkembangan individu dalam menjalankan tugas sehari-hari maupun dalam
hubungan interpersonal.
Percaya Diri (Self Confidence) adalah meyakinkan pada kemampuan dan
penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih pendekatan
yang efektif. Hal ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya menghadapi
lingkungan yang semakin menantang dan kepercayaan atas keputusan atau
pendapatnya. Orang yang tidak percaya diri akan merasa terus menerus jatuh, takut
Rusaknya kepercayaan diri tidak dapat tumbuh dalam satu hari. Lingkungan banyak punya andil membentuknya. Elly Risman mengibaratkan jiwa manusia sebagai
kendi tabungan tua, kakek, nenek, teman, guru, tetangga adalah orang-orang disekitar,
yang mengisi atau bahkan menguras kendi itu.
2.1.1 Perkembangan Rasa Percaya Diri
2.1.1.1 Pola Asuh
Para ahli berkeyakinan bahwa kepercayaan diri bukanlah diperoleh secara instant,
melainkan melalui proses yang berlangsung sejak usia dini, dalam kehidupan bersama
orangtua. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang,
namun faktor pola asuh dan interaksi di usia dini, merupakan faktor yang amat
mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri. Sikap orangtua, akan diterima oleh
anak sesuai dengan persepsinya pada saat itu. Orangtua yang menunjukkan kasih,
perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kelekatan emosional yang tulus
dengan anak, akan membangkitkan rasa percara diri pada anak tersebut. Anak akan
merasa bahwa dirinya berharga dan bernilai di mata orangtuanya. Dan, meskipun ia
melakukan kesalahan, dari sikap orangtua anak melihat bahwa dirinya tetaplah dihargai dan dikasihi. Anak dicintai dan dihargai bukan tergantung pada prestasi atau
perbuatan baiknya, namun karena eksistensinya. Di kemudian hari anak tersebut akan
tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif dirinya dan mempunyai
harapan yang realistik terhadap diri seperti orangtuanya meletakkan harapan realistik
terhadap dirinya.
2.1.1.2 Pola Pikir Negatif
Dalam hidup bermasyarakat, setiap individu mengalami berbagai masalah, kejadian,
bertemu orang-orang baru, dsb. Reaksi individu terhadap seseorang atau pun sebuah
yang lemah, cenderung mempersepsikan segala sesuatu dari sisi negatif. Ia tidak menyadari bahwa dari dalam dirinyalah semua negativisme itu berasal. Pola pikir
individu yang kurang percaya diri, bercirikan antara lain:
1. Menekankan keharusan-keharusan pada diri sendiri ("saya harus bisa
begini...saya harus bisa begitu"). Ketika gagal, individu tersebut merasa
seluruh hidup dan masa depannya hancur.
2. Cara berpikir totalitas dan dualisme: "kalau saya sampai gagal, berarti saya
memang jelek".
3. Pesimistik yang futuristik: satu saja kegagalan kecil, individu tersebut sudah
merasa tidak akan berhasil meraih cita-citanya di masa depan. Misalnya,
mendapat nilai C pada salah satu mata kuliah, langsung berpikir dirinya tidak
akan lulus sarjana.
4. Tidak kritis dan selektif terhadap self criticism: suka mengkritik diri sendiri
dan percaya bahwa dirinya memang pantas dikritik.
5. Labeling: mudah menyalahkan diri sendiri dan memberikan sebutan-sebutan
negatif, seperti "saya memang bodoh...", "saya ditakdirkan untuk jadi orang susah...", dsb.
6. Sulit menerima pujian atau pun hal-hal positif dari orang lain. Ketika orang
memuji secara tulus, individu langsung merasa tidak enak dan menolak
mentah-mentah pujiannya. Ketika diberi kesempatan dan kepercayaan untuk
menerima tugas atau peran yang penting, individu tersebut langsung menolak
dengan alasan tidak pantas dan tidak layak untuk menerimanya.
7. Suka mengecilkan arti keberhasilan diri sendiri: senang mengingat dan bahkan
membesar-besarkan kesalahan yang dibuat, namun mengecilkan keberhasilan
2.1.2 Memupuk Rasa Percaya Diri
Untuk menumbuhkan rasa percaya diri yang proporsional maka individu harus
memulainya dari dalam diri sendiri. Hal ini sangat penting mengingat bahwa hanya
individu yang bersangkutan yang dapat mengatasi rasa kurang percaya diri yang
sedang dialaminya. Beberapa saran berikut mungkin layak menjadi pertimbangan jika
anda sedang mengalami krisis kepercayaan diri.
2.1.2.1 Evaluasi Diri Secara Obyektif
Belajar menilai diri secara obyektif dan jujur. Susunlah daftar "kekayaan" pribadi,
seperti prestasi yang pernah diraih, sifat-sifat positif, potensi diri baik yang sudah
diaktualisasikan maupun yang belum, keahlian yang dimiliki, serta kesempatan atau
pun sarana yang mendukung kemajuan diri. Sadari semua aset-aset berharga anda dan
temukan aset yang belum dikembangkan. Pelajari kendala yang selama ini
menghalangi perkembangan diri anda, seperti: pola berpikir yang keliru, niat dan
motivasi yang lemah, kurangnya disiplin diri, kurangnya ketekunan dan kesabaran,
tergantung pada bantuan orang lain, atau pun sebab-sebab eksternal lain. Hasil analisa
dan pemetaan terhadap SWOT (Strengths, Weaknesses, Obstacles and Threats) diri,
kemudian digunakan untuk membuat dan menerapkan strategi pengembangan diri yang lebih realistik.
2.1.2.2 Beri Penghargaan yang Jujur Terhadap Diri
Sadari dan hargailah sekecil apapun keberhasilan dan potensi yang anda miliki.
Ingatlah bahwa semua itu didapat melalui proses belajar, berevolusi dan transformasi
diri sejak dahulu hingga kini. Mengabaikan/meremehkan satu saja prestasi yang
pernah diraih, berarti mengabaikan atau menghilangkan satu jejak yang membantu
anda menemukan jalan yang tepat menuju masa depan. Ketidakmampuan menghargai
diri sendiri, mendorong munculnya keinginan yang tidak realistik dan berlebihan,
segala cara. Jika ditelaah lebih lanjut semua itu sebenarnya bersumber dari rasa rendah diri yang kronis, penolakan terhadap diri sendiri, ketidakmampuan menghargai diri
sendiri hingga berusaha mati-matian menutupi keaslian diri.
2.1.2.3 Positive Thinking
Cobalah memerangi setiap asumsi, prasangka atau persepsi negatif yang muncul
dalam benak anda. Anda bisa katakan pada diri sendiri, bahwa nobody is perfect dan
it's okay if I made a mistake. Jangan biarkan pikiran negatif berlarut-larut karena tanpa
sadar pikiran itu akan terus berakar, bercabang dan berdaun. Semakin besar dan
menyebar, makin sulit dikendalikan dan dipotong. Jangan biarkan pikiran negatif
menguasai pikiran dan perasaan anda. Hati-hatilah agar masa depan anda tidak rusak
karena keputusan keliru yang dihasilkan oleh pikiran keliru. Jika pikiran itu muncul,
cobalah menuliskannya untuk kemudian di review kembali secara logis dan rasional.
Pada umumnya, orang lebih bisa melihat bahwa pikiran itu ternyata tidak benar.
2.1.2.4 Gunakan Self Affirmation
Untuk memerangi negative thinking, gunakan self affirmation yaitu berupa kata-kata yang membangkitkan rasa percaya diri. Contohnya:
1. Saya pasti bisa !!!
2. Saya adalah penentu dari hidup saya sendiri. Tidak ada orang yang boleh
menentukan hidup saya !
3. Saya bisa belajar dari kesalahan ini. Kesalahan ini sungguh menjadi pelajaran
yang sangat berharga karena membantu saya memahami tantangan.
4. Sayalah yang memegang kendali hidup ini.
2.1.2.5 Berani Mengambil Risiko
Berdasarkan pemahaman diri yang obyektif, anda bisa memprediksi risiko setiap
tantangan yang dihadapi. Dengan demikian, anda tidak perlu menghindari setiap
risiko, melainkan lebih menggunakan strategi-strategi untuk menghindari, mencegah
ataupun mengatasi risikonya. Contohnya, anda tidak perlu menyenangkan orang lain
untuk menghindari risiko ditolak. Jika anda ingin mengembangkan diri sendiri (bukan
diri seperti yang diharapkan orang lain), pasti ada risiko dan tantangannya. Namun,
lebih buruk berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa daripada maju bertumbuh dengan
mengambil risiko. Ingat: No Risk, No Gain.
2.1.2.6 Belajar Mensyukuri dan Menikmati Rahmat Tuhan
Ada pepatah mengatakan yang mengatakan orang yang paling menderita hidupnya
adalah orang yang tidak bisa bersyukur pada Tuhan atas apa yang telah diterimanya
dalam hidup. Artinya, individu tersebut tidak pernah berusaha melihat segala sesuatu
dari kaca mata positif. Bahkan kehidupan yang dijalaninya selama ini pun tidak dilihat
sebagai pemberian dari Tuhan. Akibatnya, ia tidak bisa bersyukur atas semua berkat,
kekayaan, kelimpahan, prestasi, pekerjaan, kemampuan, keahlian, uang, keberhasilan,
kegagalan, kesulitan serta berbagai pengalaman hidupnya. Ia adalah ibarat orang yang selalu melihat matahari tenggelam, tidak pernah melihat matahari terbit. Hidupnya
dipenuhi dengan keluhan, rasa marah, iri hati dan dengki, kecemburuan, kekecewaan,
kekesalan, kepahitan dan keputusasaan. Dengan "beban" seperti itu, bagaimana
individu itu bisa menikmati hidup dan melihat hal-hal baik yang terjadi dalam
hidupnya ? Tidak heran jika dirinya dihinggapi rasa kurang percaya diri yang kronis,
karena selalu membandingkan dirinya dengan orang-orang yang membuat "cemburu"
hatinya. Oleh sebab itu, belajarlah bersyukur atas apapun yang anda alami dan
2.1.2.7 Menetapkan Tujuan yang Realistik
Anda perlu mengevaluasi tujuan-tujuan yang anda tetapkan selama ini, dalam arti
apakah tujuan tersebut sudah realistik atau tidak. Dengan menerapkan tujuan yang
lebih realistik, maka akan memudahkan anda dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan
demikian anda akan menjadi lebih percaya diri dalam mengambil langkah, tindakan
dan keputusan dalam mencapai masa depan, sambil mencegah terjadinya risiko yang
tidak diinginkan.
2.1.3 Indikator Percaya Diri/Rasa Percaya Diri
Indikator percaya diri adalah merupakan suatu hasil yang nampak pada diri seseorang.
Contohnya apabila seseorang berani melakukan suatu aktivitas dan kelihatannya ia
tidak ragu memilih dan membuat apa yang harus dibuatnya. Berikut beberapa
indikator kepercayaan diri:
1. Tampil Percaya Diri.
Bekerja sendiri tanpa perlu supervisi, mengambil keputusan tanpa perlu
persetujuan orang lain.
2. Bertindak Independen.
Bertindak di luar otoritas formal agar pekerjaan bisa terselesaikan dengan baik,
namun hal ini dilakukan demi kebaikan, bukan karena tidak mematuhi
prosedur yang berlaku.
3. Menyatakan Keyakinan atas Kemampuan Sendiri.
Menggambarkan dirinya sebagai seorang ahli, seseorang yang mampu
mewujudkan sesuatu menjadi kenyataan, seorang penggerak, atau seorang
narasumber. Secara eksplisit menunjukkan kepercayaan akan penilaiannya
4. Memilih Tantangan atau Konflik.
Menyukai tugas-tugas yang menantang dan mencari tanggung jawab baru.
Bicara terus terang jika tidak sependapat dengan orang lain yang lebih kuat,
tetapi mengutarakannya dengan sopan. Menyampaikan pendapat dengan jelas
dan percaya diri walaupun dalam situasi konflik.
2.2 Inferioritas
Menurut pemahaman umum, inferioritas itu adalah minder. Dalam kamus bahasa
Indonesia, inferioritas itu diartikan dengan rasa rendah diri. Inferioritas adalah
perasaan yang relatif tetap (persistent) tentang ketidakmampuan diri atau munculnya
kecenderungan untuk merasa kurang atau menjadi kurang, self diminishment
(Encyclopedia Britannica: 2006).
Dalam literatur olahraga, orang disebut minder apabila orang itu tidak sanggup
menunjukkan kebolehannya secara optimal karena tidak bisa mendamaikan konflik
antara keinginan untuk mendapatkan pengakuan dan keinginan untuk menghindari
hinaan atau takut cercaan (Sports Science and Medicine: 2007).
Dalam praktiknya, ada keminderan yang sifatnya spesifik atau di bidang tertentu atau di wilayah hidup tertentu. Misalnya saja anda merasa rendah diri ketika
menghadiri acara tertentu, perlombaan tertentu atau tes tertentu. Konon, Napoleon
Bonaparte itu sangat minder ketika diminta untuk menjawab ujian lisan. Padahal,
Napoleon adalah sosok pemberani di lapangan pertempuran. Banyak orang yang enak
berbicara di situasi tertentu tetapi merasa minder ketika diminta berbicara di situasi
yang berbeda. Ini contoh keminderan yang sifatnya spesifik.
Ada yang disebut dengan istilah primary dan secondary inferiority.
Keminderan primer adalah keminderan yang adanya terletak di wilayah kepribadian
kita yang paling dalam (core personality). Biasanya ini terkait dengan nilai-nilai yang
kita anut, atau motif. Keminderan primer biasa disebut juga dengan keminderan
berada di wilayah kepribadian yang di permukaan. Biasanya ini terkait dengan pengetahuan, keahlian, informasi, atau sikap. Misalnya saja kita minder berdampingan
dengan orang yang lebih alim, lebih hebat, atau lebih banyak menguasai informasi.
Keminderan sekunder ini biasanya lebih mudah diubah ketimbang keminderan primer.
Umumnya, keminderan primer itu adanya di alam bawah sadar kita. Sedangkan
keminderan sekunder itu adanya di alam sadar kita.
Hal lain lagi yang perlu kita ketahui juga terkait dengan keminderan ini adalah,
ada bentuk keminderan tertentu yang berasal dari opini kita tentang diri kita
(perseptual). Keminderan perseptual itu misalnya kita punya penilaian yang kurang
atau penilaian yang negatif tentang diri sendiri. Banyak orang yang menilai dirinya
tidak mampu padahal sebetulnya kemampuan itu dimiliki. Ada juga keminderan
faktual, misalnya terkait dengan kecacatan fisik, kelas ekonomi, status sosial, dan
seterusnya.
Bahkan kalau melihat literatur psikologi, di sana ada yang disebut keminderan
personal dan keminderan sosial. Keminderan sosial adalah berbagai bentuk
keminderan yang dialami oleh masyarkat atau bangsa tertentu. Kita sering mendengar
bahwa bangsa kita ini termasuk bangsa yang minder (secara mental dan kultural)
dibanding dengan bangsa lain yang sudah maju.
2.2.1 Indikator Inferioritas
Mengacu pada catatan Gilmer (1975), tanda-tanda inferioritas yaitu antara lain:
1. Punya reaksi yang berlebihan terhadap kritik.
2. Punya kecenderungan untuk merasa dikritik.
3. Menghindari orang lain.
4. Punya respon positif terhadap bujukan, iming-iming yang tidak rasional,
pujian atau sanjungan yang sifatnya menjilat atau mencari muka.
2.2.2 Sebab dan Akibat
Keminderan itu dapat menghambat keinginan kita untuk berprestasi ke tingkat yang
kita inginkan. Seringkali keminderan itulah yang menghambat upaya kita untuk
menjadi sosok yang kita inginkan. Semua orang menginginkan kesuksesan, tetapi
sayangnya hanya sedikit orang yang sanggup mengalahkan ketakutannya untuk
menjadi sukses.
Bentuk ketakutan kita itu antara lain: takut adanya risiko-risiko yang belum
tentu terjadi, takut dengan "jangan-jangan", tidak pede dalam mengambil keputusan
atau melangkah, rakus pada orang lain, berjiwa kerdil, mudah kalut menghadapi
realitas karena tidak yakin dengan hukum pembalasan, dan lain-lain. Secara umum,
efek keminderan itu terkait dengan tiga hal berikut ini:
1. Menghambat kemampuan kita dalam mengembangkan pontensi atau dalam
merealisasikan keinginan (visi).
2. Menghambat kemampuan kita dalam berinteraksi dengan orang lain.
3. Menghambat kemampuan kita dalam menghadapi realitas (hidup).
Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar keminderan kita, berarti
semakin buruk kemampuan kita di dalam tiga hal itu. Sebaliknya, semakin rendah
kadar keminderan kita, berarti kemampuan kita di dalam merealisasikan potensi,
kemampuan kita dalam bergaul, dan kemampuan kita dalam menghadapi realitas pun
semakin bagus. Kalau melihat kerangka kerja kecerdasan emosional (The Bar on
Model of EQ), munculnya keminderan itu merupakan bukti adanya hubungan
Intrapersonal yang perlu diperbaiki di beberapa bagian. Tanda-tanda orang yang
1. Self-Regard: punya persepsi, punya pemahaman, dan punya penerimaan-diri
yang akurat.
2. Emotion Self Awareness: punya kesadaran terhadap berbagai emosi yang
muncul di dalam dirinya.
3. Assertiveness: punya kemampuan mengekspresikan perasaan secara
konstruktif dan efektif.
4. Independence: punya kematangan dan keberlimpahan emosi, bahagia dengan
dirinya sendiri, mandiri.
5. Self Actualization: punya tujuan yang terus direalisasikan dengan
mengembangkan potensinya.
Apa sajakah yang menjadi peyebab kita menjadi orang yang inferior terhadap
diri kita ? Untuk inferioritas yang sifatnya general, primer atau mental, sebab-sebab
yang umum itu antara lain:
1. Pola asuh dan pola perlakuan keluarga yang kita terima sewaktu masih kecil.
Keluarga yang banyak menanamkan opini negatif, penilaian negatif, atau pikiran negatif bisa menjadi salah satu sumber inferioritas.
2. Koreksi, evaluasi, peringatan atau pola mendidik yang cenderung menghakimi
saat kita kecil juga bisa menjadi sumber keminderan.
3. Kecacatan fisik.
4. Pembatasan mental, baik yang kita lakukan sendiri atau yang dilakukan
keluarga dan lingkungan. Ini misalnya kita selalu dibandingkan dengan orang
lain yang bukan bandingannya atau diberi target yang melebihi ukuran
5. Hukum kehidupan sosial yang berlaku di masyarakat tempat kita hidup. Misalnya saja terkait dengan perbedaan jender, kaya-miskin, darah biru-darah
tidak biru, dan lain-lain.
Bagaimana dengan keminderan sekunder atau yang sifatnya kondisional
spesial. Sebagian besar, itu berangkat dari opini kita sendiri atau penilaian kita
terhadap diri kita. Semua orang punya kebebasan untuk menciptakan opini apapun
atau penilaian apapun terhadap dirinya. Yang membedakan adalah: ada penilaian yang
sifatnya mencerahkan atau mendorong kemajuan dan ada penilaian yang sifatnya
menggelapkan atau menghambat kemajuan kita.
2.2.3 Solusi Untuk Mengurangi Inferioritas
Adakah orang yang tidak punya inferioritas sama sekali ? Kalau yang kita pakai
rujukan adalah kehidupan manusia, tentunya hampir bisa dikatakan tidak ada. Semua
manusia memiliki perasaan demikian. Bedanya, ada yang stadiumnya rendah,
menengah dan tinggi. Ada yang general dan ada yang spesifik, ada yang primer dan
ada yang sekunder, ada yang personal dan ada yang sosial (kultural).
Karena itu, tugas kita sebetulnya bukanlah menghilangkannya dari diri kita (karena ini tidak mungkin). Tugas kita adalah mengurangi atau melawan dan
menggunakannya untuk kebaikan. Kalau melihat ajaran agama, tidak ada perintah
yang tegas agar kita menjadi orang yang pemberani setegas perintah agar kita menjadi
orang yang tidak takut. Kalimatnya adalah: jangan takut dan jangan sedih.
Tidak takut berbeda dengan pemberani. Tidak takut itu sudah melalui proses
kesadaran dan perlawanan. Sedangkan pemberani, belum tentu. Bahkan jika
keberanian itu mengarah ke agresivitas dan impulsivitas, keberanian yang seperti ini
justru timbul dari ketakutan atau keminderan. Mark Twain sendiri mengatakan bahwa
keberanian itu adalah kemampuan anda dalam menguasai rasa takut, bukan
menghilangkan rasa takut. Berikut beberapa solusi untuk mengurangi dan melawan
Pertama, mendeteksi dan menerima. Dari sekian bentuk keminderan itu, manakah yang paling dekat dengan kita, manakah yang benar-benar kita rasakan
dampak buruknya, manakah yang benar-benar kita merasa terhambat ? Proses deteksi
ini bisa kita lakukan sendiri dan bisa melalui bantuan orang lain. Orang lain ini bisa
personal dan bisa institusi (lembaga). Bahkan sekarang ini sudah banyak lembaga
yang menawarkan jasa melalui internet. Setelah kita berhasil mendeteksi, barulah kita
menyusun persiapan mental untuk menerimanya. Sejauh kita belum bisa menerima,
kita akan masih kesulitan untuk menguasainya, melawannya, atau memperbaikinya.
Mana mungkin kita akan memperbaiki sesuatu yang tidak kita temukan kesalahannya
atau kekurangannya. Menerima adalah syarat untuk bisa memperbaiki. Jadi, menerima
di sini bukan tujuan akhir, melainkan proses untuk bisa memperbaiki.
Kedua, mulai memperbaiki image diri, potret diri, atau konsepsi diri. Ini semua
adalah serangkaian opini, perasaan dan keyakinan tertentu yang kita ciptakan untuk
diri kita. Artinya, kita perlu mengecek seperti apa kita mempersepsikan diri sendiri
atau menilai diri sendiri. Orang yang menilai dirinya belum pantas berhasil di bidang
tertentu dengan standar tertentu akan melakukan sesuatu berdasarkan penilaiannya itu.
Orang yang belum mengalahkan ketakutannya untuk menjadi pengusaha (misalnya
begitu), karena merasa belum pantas atau lainnya, tidak mungkin akan mengambil
keputusan untuk menjadi pengusaha. Sama juga seperti orang yang mau menikah.
Orang yang menilai dirinya belum memiliki alasan yang kuat dan tepat untuk menikah, sangat sulit untuk mengambil keputusan menikah. Susah atau mudah,
memperbaiki self image ini penting. Kegagalan lembaga pendidikan formal dalam
mencetak SDM (Sumber Daya Manusia) yang handal adalah terkait juga dengan
kurikulumnya. Kurikulum sekolah sebaiknya didesain dengan menekankan empat
unsur di bawah ini:
1. Perbaikan citra diri dan perkembangan pribadi.
2. Pelatihan keterampilan hidup.
3. Belajar tentang cara belajar dan cara berpikir.
Ketiga, lawanlah ketakutan itu dengan kesadaran (full consciousness). Jangan melawan ketakutan untuk berbicara di depan orang lain dengan berbicara seenaknya,
lepas kontrol atau berbicara sembarangan. Jangan melawan ketakutan untuk berkreasi
atau berusaha dengan langsung mengundurkan diri dari pekerjaan sekarang tanpa
perhitungan atau dengan melanggar tatanan organisasi. Jangan melawan ketakutan
pada pasangan (suami-istri) dengan perlawanan yang arogan dan agresif. Jangan
melawan ketakutan untuk maju dengan memunculkan ambisi dan kerakusan yang
berlebihan. Ini semua seringkali malah mengantarkan kita pada keminderan dan
ketakutan dalam bentuk yang lain. Jadi bagaimana melawan ketakutan dengan
kesadaran itu ? Kesadaran di sini maksudnya adalah: kita tahu akan kapasitas kita
(berdasarkan ukuran pengetahuan dan pengalaman) dan kita pun tahu bahwa yang
menjadi hambatan buat kita adalah munculnya ketakutan dan keminderan itu.
Melawan ketakutan dengan kesadaran bukanlah melawan ketakutan kita terhadap
orang lain atau berani melawan orang lain, tetapi lebih pada melawan ketakutan kita
sendiri.
Keempat, temukan orang lain yang bisa membantu, temukan orang lain yang
bisa kita jadikan contoh, temukan orang lain yang mengajak kita untuk melawan
ketakutan itu, temukan orang lain yang bisa memperkuat keyakinan kita, temukan
orang lain yang bisa mengajari kita. Orang lain yang kira-kira bisa memainkan
peranan seperti ini tentunya ada, meskipun perlu kita cari. Tapi, selain perlu menemukan orang lain itu, yang penting di sini juga kesediaan kita untuk diajari,
dibimbing, diberi masukan, diarahkan, mencontoh, mengambil pelajaran, membuka
diri, dan lain-lain. Tidak semua perbaikan diri itu bisa kita lakukan tanpa orang lain.
Kelima, refresh pemahaman keimanan. Untuk ketakutan dan keminderan yang
punya efek ke hal-hal vital dalam hidup kita, misalnya takut menghadapi realitas,
takut mengambil keputusan penting, dll. maka me-refresh pemahaman keimanan
menjadi penting. Selama ini kita hanya puas menerima pemahaman keimanan dari
kulitnya padahal isinya pun sudah kita ketahui, karena itulah perlu adanya refresh.
Kulitnya keimanan adalah menerima kebenaran dengan lisan, hati dan tindakan.
Tindakan pun kita batasi hanya pada beberapa prilaku yang diatur oleh agama
yang kita yakini sampai kita tidak takut dan tidak bersedih oleh berbagai risiko sementara (misalnya gagal, sulit, rugi, dll.). Jadi misalnya kita takut untuk menjadi
pengusaha padahal (menurut anda) semua resource dan kapasitas sudah kita miliki.
Kita sudah melakukan hal-hal yang benar (kerja keras, membangun network, kreatif,
tidak mencuri, tidak melakukan tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme),
tidak memakai keuntungan untuk berfoya-foya dalam dosa), maka ketakutan seperti
ini perlu dikalahkan oleh keimanan esensial itu sampai muncul sebuah kesimpulan
bahwa semua yang kita lakukan itu pasti akan mendapatkan balasannya. Kepastian
batin ini biasanya dihasilkan dari refreshment yang kita lakukan.
2.3 Konsep Prestasi Belajar
Prestasi belajar pada dasarnya adalah hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai
setelah seseorang belajar. Menurut Ahmad Tafsir yang dikutip oleh Abu Muhammad
Ibnu Adullah (2008), hasil belajar yang diharapkan itu merupakan suatu target atau
tujuan pembelajaran yang meliputi 3 (tiga) aspek yaitu:
1. Tahu, mengetahui (knowing),
2. Terampil melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui itu (doing), dan
3. Melaksanakan yang ia ketahui itu secara rutin dan konsekuen (being).
Adapun menurut Benjamin S. Bloom, sebagaimana yang dikutip oleh Abu
Muhammad Ibnu Abdullah (2008), bahwa hasil belajar diklasifikasikan ke dalam tiga
ranah yaitu:
1. Ranah kognitif (cognitive domain),
2. Ranah afektif (affective domain), dan
3. Ranah psikomotor (psychomotor domain).
Bertolak dari kedua pendapat tersebut di atas, penulis lebih cenderung
untuk mengetahui prestasi belajar yang dimaksudkan mudah dan dapat dilaksanakan, khususnya pada pembelajaran yang bersifat formal. Sedangkan ketiga aspek tujuan
pembelajaran yang diajukan oleh Ahmad Tafsir sangat sulit untuk diukur. Walaupun
pada dasarnya bisa saja dilakukan pengukuran untuk ketiga aspek tersebut, namun ia
membutuhkan waktu yang tidak sedikit, khususnya pada aspek being, di mana proses
pengukuran aspek ini harus dilakukan melalui pengamatan yang berkelanjutan
sehingga diperoleh informasi yang meyakinkan bahwa seseorang telah benar-benar
melaksanakan apa yang ia ketahui dalam kesehariannya secara rutin dan konsekuen.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis berkesimpulan bahwa jenis prestasi
belajar itu meliputi 3 (tiga) ranah atau aspek, yaitu:
1. Ranah kognitif (cognitive domain),
2. Ranah afektif (affective domain), dan
3. Ranah psikomotor (psychomotor domain).
Adapun pengertian ke tiga domain tersebut menurut Sudjana (1989: 22) adalah
“Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam
aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan
evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan berkemampuan
bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris yakni (a)gerakan refleks, (b)
keterampilan gerakan dasar, (c)kemampuan konseptual, (d)keharmonisan atau
ketepatan, (e)gerakan keterampilan kompleks, dan (f)gerakan ekspresif dan
interpretatif.”
Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar ialah dengan
melihat indikator-indikatornya dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak
2.3.1 Tes Kemampuan Afektif
Tes kemampuan afektif merupakan jenis tes prestasi belajar yang diarahkan untuk
mengetahui tingkat penguasaan aspek afektif pada pelajar. Aspek afektif adalah aspek
yang berkaitan dengan sikap dan nilai-nilai positif yang dimiliki siswa. Dalam hal ini
kita mencoba untuk mengukur tingkat perubahan sikap dan nilai-nilai positif yang
dimiliki siswa dari sebelum belajar dan setelah selesai belajar.
Tes prestasi belajar pada aspek afektif ini terkait dengan moral, tingkah laku,
kesehatan, dan berbagai nilai positif yang dimiliki sebagai bagian bangsa yang
beradab. Seperti kita ketahui, setiap individu mempunyai kondisi awal yang berbeda
sebab lingkungan hidup mereka yang berbeda. Pada umumnya, ketika pelajar
mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran, tingkat kemampuannya dalam aspek
afektif belum begitu maksimal. Bahkan, beberapa dari mereka sangat parah pola
kehidupannya. Tetapi dengan mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran, maka
kondisi tersebut dapat diubah. Dan, untuk mengetahui hasil proses pendidikan dan
pembelajaran, maka diberlakukan tes prestasi belajar.
2.3.2 Tes Kemampuan Kognitif
Tes kemampuan kognitif merupakan jenis tes prestasi belajar yang terkait dengan pengetahuan hasil belajar. Selama proses belajar yang diikuti, pelajar mendapatkan
berbagai macam pengetahuan yang sangat berguna bagi kehidupan. Pengetahuan
inilah yang diharapkan dapat menjadi bekal menghadapi kehidupan yang lebih baik.
2.3.3 Tes Kemampuan Psikomotorik
Tes kemampuan psikomotor adalah terkait dengan keterampilan yang didapatkan dari
proses pendidikan dan pembelajaran. Dengan mengetahui tingkat kemampuan ini,
maka kita dapat menentukan tingkat kemampuan pelajar untuk melakukan praktik
2.4 Hipotesis
Dari kajian teori-teori diatas, dapat kita simpulkan jawaban sementara dari
permasalahan ini, yaitu:
1. Kepercayaan diri dan inferioritas berkorelasi negatif, dimana semakin tinggi
tingkat kepercayaan diri maka semakin rendah tingkat inferioritasnya.
Sebaliknya, jika tingkat kepercayaan diri semakin rendah maka semakin tinggi
tingkat inferioritasnya.
2. Kepercayaan diri dan inferioritas memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar,
baik pengaruh secara gabungan maupun sendiri-sendiri (parsial).
3. Anggapan banyak orang selama ini adalah inferioritas sama dengan
kepercayaan diri yang rendah. Namun dari teori-teori diatas dapat kita lihat
bahwa keduanya berbeda. Kepercayaan diri yang rendah lebih bersifat
menyeluruh/universal. Sedangkan inferioritas hanya pada bagian-bagian
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain/Kerangka Penelitian
Berdasarkan dari uraian latar belakang, perumusan masalah, dan teori-teori yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dirumuskan
seperti gambar desain berikut:
Menyatakan Hubungan
Menyatakan Pengaruh Parsial
Menyatakan Pengaruh Simultan
Faktor-Faktor yang Tidak Diteliti INFERIORITAS
X2
PRESTASI BELAJAR Y
FAKTOR-FAKTOR LAIN KEPERCAYAAN DIRI
3.2 Objek dan Pengukuran
Objek penelitian ini adalah mahasiswa-mahasiswa jurusan D3 (Diploma) Statistika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Jumlah objek yang akan diteliti berjumlah 30 mahasiswa dengan pertimbangan waktu
dan biaya. Target penulis, dalam satu hari dapat memperoleh data dan informasi dari
satu responden. Jadi penelitian studi lapangan berlangsung selama satu bulan.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen non-test dengan
menggunakan angket atau kuesioner. Skala yang digunakan dalam pengukuran yaitu
skala likert. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena. Variabel-variabel yang akan
diukur dijabarkan menjadi indikator-indikator variabel yang telah dijabarkan pada bab
2 kajian teori. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.
Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi
dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk keperluan analisis kuantitatif, jawaban
itu akan diberi skor (1 – 5, disesuaikan dengan kebutuhan).
3.3 Teknik Sampling
Agar hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel masih tetap bisa dipercaya
dalam artian masih bisa mewakili karakteristik populasi, maka cara penarikan
sampelnya harus dilakukan secara seksama. Cara pemilihan sampel dikenal dengan
nama teknik sampling atau teknik pengambilan sampel.
Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak
atau random sampling/probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom
samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah
cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil
kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang
kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen populasi
tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen
populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti,
sedangkan yang lainnya karena jauh tidak dipilih, artinya kemungkinannya 0 (nol).
Di setiap jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih
spesifik lagi. Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple
random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling,
dan area sampling. Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain
adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball
sampling.
Teknik sampling yang digunakan oleh penulis adalah Purposive Sampling
yang mana sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Objek penelitian
diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang tersebut
memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dalam melakukan metode ini,
peneliti berusaha sebaik mungkin untuk memilih sampel objek penelitian. Supaya
memperoleh informasi yang akurat dan tepat untuk mencapai tujuan penelitian.
3.4 Teknik Analisis yang Digunakan
Adapun teknik analisis statistik yang akan digunakan penulis dalam melakukan
pengolahan data penelitian ini yaitu teknik analisis korelasi dan analisis regresi.
Berikut akan dipaparkan mengenai teknik analisis data tersebut agar lebih
3.4.1 Analisis Korelasi
Teknik analisis korelasi merupakan bagian dari teknik pengukuran asosiasi (measure
of association) yang berguna untuk mengukur kekuatan hubungan dua variabel (atau
lebih). Terdapat beberapa teknik analisis korelasi, diantaranya yang paling terkenal
dan digunakan secara luas diseluruh dunia ialah teknik analisis korelasi Pearson dan
Spearman.
Korelasi merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengukur kekuatan
hubungan dua variabel. Korelasi tidak secara otomatis menunjukkan hubungan
kausalitas antar variabel. Hubungan dalam korelasi dapat berupa hubungan linier
positif dan negatif. Interpretasi koefisien korelasi akan menghasilkan makna kekuatan,
signifikansi dan arah hubungan kedua variabel yang diteliti. Untuk melihat kekuatan
koefisien korelasi didasarkan pada jarak yang berkisar antara 0 sampai dengan 1.
Untuk melihat signifikansi hubungan digunakan angka signifikansi/probabilitas/alpha.
Untuk melihat arah korelasi dilihat dari angka koefisien korelasi yang menunjukkan
positif atau negatif. Rumus korelasi product momen pearson:
1 1 1
Koefisien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua
variabel. Besarnya koefisien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. koefisien korelasi
menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel
acak. Jika koefisien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan
searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefisien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai
hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan
3.4.1.1 Interpretasi Korelasi
Ada tiga penafsiran hasil analisis korelasi meliputi: pertama melihat kekuatan
hubungan dua variabel, kedua melihat signifikansi hubungan, dan ketiga melihat arah
hubungan. Untuk melakukan interpretasi kekuatan hubungan antara dua variabel
dilakukan dengan melihat angka koefisien korelasi hasil perhitungan dengan
menggunakan kriteria sbb:
1. Jika angka koefisien korelasi menunjukkan 0, maka kedua variabel tidak
mempunyai hubungan.
2. Jika angka koefisien korelasi mendekati 1, maka kedua variabel mempunyai
hubungan semakin kuat.
3. Jika angka koefisien korelasi mendekati 0, maka kedua variabel mempunyai
hubungan semakin lemah.
4. Jika angka koefisien korelasi sama dengan 1, maka kedua variabel mempunyai
hubungan linier sempurna positif.
5. Jika angka koefisien korelasi sama dengan -1, maka kedua variabel mempunyai hubungan linier sempurna negatif.
Tabel 3.1 Tingkat Hubungan Koefisien Korelasi Interval Koefisien (r) Interpretasi (Tingkat Hubungan)
Antara 0,80 – 1,00 Sangat Kuat
Antara 0,60 – 0,79 Kuat
Antara 0,40 – 0,59 Sedang
Antara 0,20 – 0,39 Lemah
3.4.1.2 Koefisien Determinasi
Koefisien diterminasi dengan simbol r2 merupakan proporsi variabilitas dalam suatu data yang dihitung didasarkan pada model statistik. Definisi berikutnya menyebutkan
bahwa r2 merupakan rasio variabilitas nilai-nilai yang dibuat model dengan variabilitas nilai data asli. Secara umum r2 digunakan sebagai informasi mengenai kecocokan suatu model. Dalam regresi r2 ini dijadikan sebagai pengukuran seberapa baik garis regresi mendekati nilai data asli yang dibuat model. Jika r2 sama dengan 1, maka angka tersebut menunjukkan garis regresi cocok dengan data secara sempurna.
Interpretasi lain ialah bahwa r2 diartikan sebagai proporsi variasi tanggapan yang diterangkan oleh regresor (variabel bebas/X) dalam model. Dengan demikian,
jika r2 = 1 akan mempunyai arti bahwa model yang sesuai menerangkan semua variabilitas dalam variabel Y. Jika r2 = 0 akan mempunyai arti bahwa tidak ada hubungan antara regresor (X) dengan variabel Y. Dalam kasus misalnya jika r2 = 0,8 mempunyai arti bahwa sebesar 80% variasi dari variabel Y (variabel
tergantung/response) dapat diterangkan dengan variabel X (variabel
bebas/explanatory), sedang sisanya 0,2 dipengaruhi oleh variabel-variabel yang tidak
diketahui atau variabilitas yang inheren. Rumus untuk menghitung koefisien
determinasi (KD) adalah KD = r2 x 100%. Variabilitas mempunyai makna penyebaran/distribusi seperangkat nilai-nilai tertentu. Dengan menggunakan bahasa umum, pengaruh variabel X terhadap Y adalah sebesar 80% sedang sisanya 20%
dipengaruhi oleh faktor lain.
Dalam hubungannya dengan korelasi, maka r2 merupakan kuadrat dari koefisien korelasi yang berkaitan dengan variabel bebas (X) dan variabel Y
(tergantung). Secara umum dikatakan bahwa r2 merupakan kuadrat korelasi antara variabel yang digunakan sebagai predictor (X) dan variabel yang memberikan
response (Y). Dengan menggunakan bahasa sederhana r2 merupakan koefisien
korelasi yang dikuadratkan. Oleh karena itu, penggunaan koefisien determinasi dalam
korelasi tidak harus diinterpretasikan sebagai besarnya pengaruh variabel X terhadap
Y mengingat bahwa korelasi tidak sama dengan kausalitas. Secara bebas dikatakan
lainnya. Lebih lanjut dalam konteks korelasi antara dua variabel maka pengaruh variabel X terhadap Y tidak tampak. Dengan menggunakan angka r2 kita tidak akan dapat membuktikan bahwa variabel X mempengaruhi Y.
Dengan demikian jika kita menggunakan korelasi sebaiknya jangan
menggunakan koefisien determinasi untuk melihat pengaruh X terhadap Y karena
korelasi hanya menunjukkan adanya hubungan antara variabel X dan Y. Jika tujuan
riset hanya untuk mengukur hubungan maka sebaiknya berhenti saja di angka
koefisien korelasi. Sedang jika kita ingin mengukur besarnya pengaruh variabel X
terhadap Y sebaiknya menggunakan rumus lain, seperti regresi atau analisis jalur.
3.4.2 Analisis Regresi
Dalam penelitian ini, salah satu teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi
linier berganda. Analisis regresi linier berganda ialah suatu alat analisis dalam ilmu
statistik yang berguna untuk mengukur hubungan matematis antara lebih dari 2
peubah. Bentuk umum persamaan regresi linier berganda ialah sebagai berikut:
Menentukan b0, b1, b2, …, bk dapat menggunakan metode kuadrat terkecil melalui apa
Bentuk persamaan matriks di atas termasuk ke dalam suatu sistem persamaan linier. Mencari atau menentukan b0, b1, b2, b3, …, bn berarti mencari atau menentukan solusi dari sistem persamaan linier (SPL). Mencari solusi SPL ada berbagai macam
cara, diantaranya ialah Metode Eliminasi Gauss, Metode Invers (Metode Matriks yang
diperbesar dan Metode Matriks Adjoin), dan Metode Cramer.
Metode Cramer merupakan metode yang paling populer dalam menentukan
suatu solusi SPL (Sistem Persamaan Liniear) karena sifatnya yang mudah dipelajari
dan sederhana. Menurut Cramer jika kita punya SPL (Sistem Persamaan Liniear)
sebagai berikut:
Maka x1, x2, x3, …, xn dapat langsung dicari dengan membagi determinan
matriks Aj dengan determinan matriks koefisien A. Dimana:
Adapun penelitian yang akan berlangsung ini hanya menggunakan 2 variabel bebas, maka analisis regresi ganda yang hanya melibatkan hanya dua prediktor saja
yaitu:
Ŷ=b0+b1X1+b2X2
Dengan: Y = Prestasi
X1 = Kepercayaan Diri
X2 = Inferioritas
3.4.2.1 Pengaruh Simultan
Uji simultan atau uji F, bertujuan untuk mengetahui pengaruh gabungan variabel
-variabel X terhadap variabel Y. Nilai F hitung dapat ditentukan dengan formula:
Keterangan: R2 = Koefisien determinasi n = Banyaknya sampel
m = Banyaknya varians
Apabila hasil perhitungan F hitung > F tabel, maka H0 ditolak sehingga dapat
dikatakan bahwa variabel bebas regresi dapat menerangkan variabel terikat secara
serentak. Sebaliknya jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima dengan demikian dapat
dikatakan bahwa variabel bebas dari model regresi berganda tidak mampu
menjelaskan variabel terikat.
3.4.2.2 Pengaruh Parsial
Untuk menguji kemaknaan koefisien regresi parsial digunakan uji t. Nilai t dapat
ditentukan dengan formula sebagai berikut:
Keterangan: r = Koefisien korelasi
n = Banyaknya sampel
Apabila t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dengan demikian variabel bebas
dapat menerangkan variabel terikat yang ada dalam model. Sebaliknya apabila t
hitung < t tabel maka Ho diterima, dengan demikian variabel bebas tidak dapat
menjelaskan variabel terikat atau dengan kata lain tidak ada pengaruh parsial di antara
variabel bebas (X1 maupun X2) dengan variabel terikat (Y) yang ingin diuji.
3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas
3.4.3.1 Uji Validitas
Uji validitas adalah untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar
pertanyaan dengan variabel. Uji ini dilakukan untuk mengukur data yang telah didapat
setelah penelitian. Macam validitas umumnya digolongkan dalam tiga kategori besar,
yaitu validitas isi (content validity), validitas berdasarkan kriteria (criterion-related
validity) dan validitas konstruk. Pada penelitian ini akan dibahas hal menyangkut
validitas untuk menguji apakah pertanyaan-pertanyaan itu telah mengukur aspek yang
sama. Untuk itu dipergunakanlah validitas konstruk.
Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara variabel/item dengan skor total variabel. Cara mengukur validitas konstruk yaitu dengan mencari korelasi
antara masing-masing pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus teknik
korelasi pearson’s product moment.
Setelah semua korelasi untuk setiap pertanyaan dengan skor total diperoleh,
nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai kritik. Selanjutnya, jika nilai koefisien
korelasi product moment dari suatu pertanyaan tersebut sama dengan atau lebih besar
dari nilai tabel kritik, maka pertanyaan tersebut signifikan.
3.4.3.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas (keandalan) adalah ukuran suatu kestabilan dan konsisten responden
dalam menjawab hal yang berkaitan dengan daftar pertanyaan. Pengujian dapat
dilakukan dengan menggunakan metode belah dua spearman-brown ataupun dengan
korelasi alpha cronbach. Butir pertanyaan yang sudah dinyatakan valid dalam uji
validitas akan ditentukan reliabilitasnya.
Dalam penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu dengan
teknik belah dua. Teknik ini diperoleh dengan membagi item-item yang sudah valid secara acak menjadi dua bagian. Skor untuk masing-masing item pada tiap belahan
dijumlahkan, sehingga diperoleh skor total untuk masing-masing item belahan.
Selanjutnya skor total belahan pertama dan belahan kedua dicari korelasinya dengan
menggunakan teknik korelasi product moment. Angka korelasi yang dihasilkan lebih
rendah daripada angka korelasi yang diperoleh jika alat ukur tersebut tidak dibelah.
Kemudian nilai korelasi tersebut akan digunakan untuk mencari nilai korelasi
spearman-brown untuk kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel. Syarat
relabilitasnya adalah nilai tersebut harus sama dengan atau lebih besar dari nilai r
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Data Hasil Penelitian
Adapun data hasil penelitian dengan menggunakan kuesioner, harus dilakukan uji
validitas dan reliabilitas untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan sudah
tepat atau tidak. Dalam penelitian ini penulis menggunakan bantuan SPSS Statistics
19 sebagai alat bantu dalam menguji kevalidan dan kereliabilitasannya. Untuk hasil
pengujian kevalidan dan kereliabilitasan data penelitian ini dapat dilihat di bagian
lampiran. Berikut tabel data hasil penelitian yang telah diuji kevalidan dan
kereliabilitasannya:
Tabel 4.1 Data Hasil Penelitian
Responden Kepercayaan Diri Inferioritas Prestasi Belajar
(X1) (X2) (Y)
1 29 12 26
2 31 27 28
3 34 8 31
4 21 18 18
5 24 15 27
6 29 12 25
7 27 10 23
8 30 14 34
9 27 16 32
10 34 8 30
11 31 8 28
13 36 25 27
14 34 11 33
15 25 22 18
16 30 11 31
17 40 7 35
18 22 10 20
19 26 21 22
20 34 12 30
21 31 12 29
22 28 17 26
23 26 10 21
24 27 22 25
25 34 15 31
26 32 9 25
27 30 13 29
28 31 8 25
29 31 15 26
30 34 13 31
Jumlah 893 411 806
4.2 Uji Normalitas
Untuk membuktikan apakah data berdistribusi normal atau tidak, maka perlu
dilakukan uji normalitas. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS
Statistics 19 untuk mempermudah dan mempersingkat waktu. Berikut tabel output
Tabel 4.2 Tabel Output Uji Normalitas Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Kepercayaan Diri .104 30 .200* .978 30 .767
Inferioritas .159 30 .051 .902 30 .010
Prestasi Belajar .110 30 .200* .967 30 .459 a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Nilai signifikansi Kolgomorov-Smirnov untuk masing-masing variabel
penelitian dapat kita lihat dari tabel diatas. Syarat untuk data berdistribusi normal
ialah nilai signifikansi > 0,05. Dari tabel diatas dapat disimpulkan data hasil penelitian
sudah berdistribusi normal. Untuk variabel inferioritas nilai signifikansi Kolgomorov
-Smirnov yang diperoleh sebesar 0.051. Angka ini dianggap kritis namun masih bisa
dianggap berdistribusi normal.
4.3 Analisis Data Hasil Penelitian
Data yang sudah diuji kenormalannya kemudian akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis korelasi dan regresi. Berikut tahapannya:
4.3.1 Analisis Korelasi
Untuk menjawab permasalahan mengenai hubungan antara variabel kepercayaan diri
(X1) dan variabel inferioritas (X2), maka digunakanlah teknik analisis korelasi
1 2 1 2
Persamaan diatas merupakan adaptasi dari persamaan korelasi 3.1. Berikut
tabel nilai-nilai X1 dan X2 yang diperlukan untuk menghitung nilai koefisien korelasi
tersebut:
Tabel 4.3 Tabel Nilai-Nilai untuk Perhitungan Korelasi
26 10 676 100 260
Masukkan nilai-nilai yang dibutuhkan ke dalam persamaan 4.1:
2 2
Maka didapatlah nilai koesfisien korelasi antara variabel X1 dan X2 sebesar
-0,221. Ini berarti hubungan antara variabel bebas kepercayan diri (X1) dan inferioritas
(X2) negatif sempurna dan tak searah. Tak searah artinya jika nilai kepercayaan diri
tinggi maka tingkat inferioritasnya rendah dan sebaliknya. Untuk mempermudah dan
menyamakan hasil perhitungan, berikut tabel output korelasi dengan menggunakan
bantuan SPSS Statistics 19:
Tabel 4.4 Output Korelasi
Correlations
Kepercayaan
Diri Inferioritas Kepercayaan Diri Pearson Correlation 1 -.221
Sig. (2-tailed) .240
N 30 30
Inferioritas Pearson Correlation -.221 1
Sig. (2-tailed) .240
N 30 30
Korelasi antara variabel kepercayaan diri dan inferioritas tidak signifikan
karena angka signifikansi 0,240 > 0,05. Untuk koefisien determinasi dapat dihitung
yaitu KD = r2 x 100 % yaitu (-0,221)2 x 100 % = 4,9 % . Maknanya sumbangan 4,9 % variabel inferioritas ini dijelaskan oleh variabel kepercayaan diri, dan sisanya sebesar
95,1 % ditentukan variabel lain diluar penelitian.
4.3.2 Analisis Regresi
Untuk menjawab permasalahan mengenai pengaruh kepercayaan diri (X1) dan
inferioritas (X2) terhadap prestasi belajar (Y) maka digunakanlah analisis regresi linier
berganda. Berikut persamaan regresi linier berganda beserta cara mencarinya dengan
1 2
Berikut tabel nilai-nilai X1, X2, dan Y yang diperlukan untuk mencari
persamaan regresi tersebut:
Tabel 4.5 Tabel Nilai-Nilai untuk Perhitungan Regresi
31 12 961 144 372 29 899 348
Maka matriksnya menjadi seperti berikut ini:
0
Misalkan matriks pertama adalah matriks A, kemudian matriks kedua yang
berelemenkan bo, b1, dan b2 adalah matriks B, dan matriks terakhir adalah matriks C. Maka sesuai dengan hukum perkalian matriks, A.B = C. Untuk mencari nilai-nilai bo, b1, dan b2 yang merupakan elemen dari matriks B, digunakan metode Cramer yang
disesuaikan dari persamaan 3.2 yaitu:
Nilai determinan matriks A:
Nilai determinan matriks A1:
Nilai determinan matriks A2:
2
778959990 634496902 ( 134403576) 10059512
A
Nilai determinan matriks A3:
3
10207830 ( 292025288) ( 282505418) 687960
Maka: linier bergandanya adalah: Ŷ = 3,55 + 0,81X 1 – 0,05X2. Kemudian untuk mengetahui apakah model ini bisa diterima atau tidak perlu dilakukan uji kelinieran (uji F) dengan
menggunakan tabel ANAVA. Berikut outputnya dengan menggunakan bantuan SPSS
Statistics 19:
Tabel 4.6 Tabel ANAVA
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 365.746 2 182.873 19.308 .000a
Residual 255.721 27 9.471
Total 621.467 29
a. Predictors: (Constant), Inferioritas, Kepercayaan Diri b. Dependent Variable: Prestasi Belajar
Hipotesis : H1: Model regresi signifikan (terdapat hubungan linier)
Dengan α = 0,05 dk pembilang = 3-1 = 2, dan dk penyebut = 30-3 = 27 didapatlah F tabel sebesar 3,35. Dari hasil perhitungan diperoleh F penelitian sebesar
19,308. Jadi, dapat disimpulkan bahwa F penelitian > F tabel sehingga tolak H0 dan
terima H1. Dengan demikian model regresi diatas sudah layak dan benar. Pengaruh
simultan sebesar 58,9 juga dianggap signifikan.
4.3.2.1 Pengaruh Simultan
Untuk mengetahui pengaruh secara keseluruhan/simultan variabel-variabel bebas X1
dan X2 terhadap Y, maka perlu dilakukan uji F untuk tes signifikansi. Dengan
menggunakan bantuan SPSS Statistic 19, berikut output analisis regresinya:
Tabel 4.7 Output Model Regresi
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .767a .589 .558 3.078
Besar nilai R Square = 0,589 maka nilai KP = 0,589 x 100 % = 58,9 %.
Maksudnya bahwa pengaruh kepercayaan diri dan inferioritas terhadap prestasi belajar
secara gabungan adalah sebesar 58,9 %, sedangkan sisanya sebesar 41,1 %
dipengaruhi faktor lain. Dengan kata lain variabilitas prestasi belajar dapat
diterangkan oleh variabel kepercayaan diri dan inferioritas sebesar 58,9 %, sedangkan
4.3.2.2 Pengaruh Parsial
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh masing-masing variabel kepercayaan diri
dan inferioritas terhadap prestasi belajar, maka perlu dilakukan uji koefisien (uji t).
Berikut tabel hasil output dengan menggunakan SPSS Statistics 19:
Tabel 4.8 Tabel Output Uji Koefisien Coefficientsa
Zero-order Partial Part Beta
1 (Constant) .760 .454
Kepercayaan Diri .751 5.930 .000 .765 .752 .732 Inferioritas -.063 -.500 .621 -.229 -.096 -.062
Untuk pengaruh parsial variabel-variabel kepercayaan diri/inferioritas terhadap
prestasi belajar, hipotesisnya:
H1: Ada hubungan linier antara kepercayaan diri/inferioritas dengan prestasi
H0: Tidak ada hubungan linier antara kepercayaan diri/inferioritas dengan prestasi
Untuk nilai t tabel dengan α = 0,05 dan dk = 30-2 = 28 diperoleh nilai t sebesar 2,05. Dari tabel koefisien diatas,nilai t penelitian untuk variabel kepercayaan diri
adalah sebesar 5,930. Jadi, dapat disimpulkan t penelitian > t tabel sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya ada hubungan linier antara kepercayaan diri dengan prestasi
belajar. Besarnya pengaruh kepercayaan diri terhadap prestasi belajar adalah sebesar
0,751 atau 75,1 %.
Untuk pengaruh parsial inferioritas terhadap prestasi belajar dapat kita lihat
bahwa t penelitian sebesar -0,500. Jadi, dapat disimpulkan t penelitian < t tabel
sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya tidak ada hubungan linier antara
inferioritas dengan prestasi belajar. Besarnya pengaruh inferioritas terhadap prestasi
belajar sebesar -0,063 atau 6,3 % dianggap tidak signifikan. Hal ini dapat dilihat dari