• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Masyarakat Yang Berusia 40 Tahun Keatas Terhadap Kepemimpinan H.M. Soeharto.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Persepsi Masyarakat Yang Berusia 40 Tahun Keatas Terhadap Kepemimpinan H.M. Soeharto."

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI MASYARAKAT YANG BERUSIA 40 TAHUN KEATAS TERHADAP KEPEMIMPINAN H.M. SOEHARTO

(Studi Kasus di Kecamatan Medan Amplas)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Mendapat Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

DISUSUN OLEH :

BEBY MASITHO BATUBARA

040906012

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

NAMA : BEBY MASITHO BATUBARA

NIM : 040906012

DEPARTEMEN : ILMU POLITIK

JUDUL : PERSEPSI MASYARAKAT YANG BERUSIA 40 TAHUN

KE ATAS TERHADAP KEPEMIMPINAN H.M. SOEHARTO (Studi Kasus di Kecamatan Medan Amplas)

Medan, Maret 2008

Pembimbing Pembaca

(Drs. Zakaria Taher, MSP) (Warjio, SS, MA)

NIP. 131 568 385 NIP. 132 316 810

Ketua Jurusan

(Drs, Heri Kusmanto, M.A) NIP. 132 215 084

Dekan FISIP USU

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas

nikmat dan karuniaNya sehingga penulisdapat menyelesaikan skripsi dengan

judul: PERSEPSI MASYARAKAT YANG BERUSIA 40 TAHUN KEATAS

TERHADAP KEPEMIMPINAN H.M. SOEHARTO (Studi di Kecamatan

Medan Amplas).

Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan

guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam skripsi ini mungkin

masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, maka penulis mengharapkan

kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dan memperkaya

materi skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan

berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs.Zakaria Taher, MSP selaku Dosen Pembimbing dan Bapak

Warjio, SS, MA selaku Dosen Pembaca yang telah banyak memberikan

bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, M. A, selaku Dekan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Heri Kusmanto, M.A selaku ketua Jurusan Departemen Ilmu

(4)

4. Bang Indra Kesuma Nasution, S.IP,M.Si Selaku Ketua Penguji yang telah

bersedia menjadi Ketua penguji.

5. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis

selama kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik khususnya

Departemen Ilmu Politik beserta seluruh pegawai dan karyawan Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

7. Teristimewa rasa hormat dan terimakasih beby kepada kedua orang tua

beby tercinta Ayahanda H. D. Batubara yang selalu memberikan semangat

agar beby selalu optimis, tempat beby bercanda, berdebat, tukar pikiran,

yang selalu menemani beby kemanapun untuk pembuatan skripsi,yang

selalu mendoakan beby, dan Ibunda Hj. Maysharah, yang setiap saat selalu

mendoakan beby, tempat beby berkeluh kesah, yang paling mengerti beby,

yang memberikan kelembutan dan ketenangan hati, yang paling utama

selalu mengingatkan beby jangan pernah tinggal sholat dan mensyukuri

nikmat yang telah Allah SWT berikan kepada kita, kelembutan dan kasih

sayang yang orang tua beby berikan tidak dapat dinilai dengan apapun.

Skripsi ini beby persembahkan kepada orang tua beby sebagai tanda bakti

beby, ( beby sayang Makmi dan Bapak Item )

8. buat Papa “Ji” ( Papa beby yang kedua ), yang selalu memberikan

semangat, membuka jendela dunia dan buat beby tersenyum, makasih ya

papaji, Bou nur, kak kiki, kak ika, bang yendra, terima kasih untuk semua

kasih sayang, doa dan dukungan, serta perhatian buat beby, buat adik

(5)

iwan”botak” makacih banyak ya dek udah mau nemeni dan bantuin kakak

bagiin angket (dek”i, perjuangan kita hujan-hujan bagiin angket, seru ya  dek), buat keponakan beby: Tasya, Azrillia dan anak bunda beby si

Hiroshi, yang selalu buat beby tersenyum.makacih ya, beby sayang banget

sama kalian semua.

9. Buat Sahabat sejati (Smile Face ) beby yang tersayang, Ranti” (akhirya perjuangan kita berdua gak sia sia ya, makacih ya cayang yang paling

mengerti beby), Sukma ( yang semangat ya cayang ngerjain skripsinya,

LibraQu ), icha (ketua Smileface,beby tunggu undangan…nya y cintaQu),

sudah banyak suka dan duka kita lalui bersama, beby sayang banget ma

kalian, teman terbaik beby, kalian akan selalu ada dihati beby.

10. buat Pak rusdi, Pak anto (yang selalu mengarahkan dan memberikan

nasehat-nasehat buat beby), kak uci yang maniez makacih untuk semuanya

ya 

11. Buat anak anak Stambuk 04, beby sayang kalian semua, Sandro “Ndut”,

Candra, Medrow, Fera, Anis, Heni, Icut, Irna, Amel, Lia dan semuanya .

Makacih ya buat semuanya. Beby sayang kalian semua.

12. Yang Paling terakhir dan terpenting sebagai Cahaya Hidup beby,” Allah

SWT” yang selau memberikan rahmat, ridho dan kasih sayangNya kepada

hidup beby, terimakasih Ya Allah begitu banyak nikmat dan karunia yang

Engkau berikan kepada beby. I really Love Allah SWT.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan semoga skripsi

ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Medan, 27 Maret 2008

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Tinjauan Pustaka ... 10

1.5.1. Teori-teori Kepemimpinan ... 10

1.5.2. Tipologi Kepemimpinan ... 13

1.5.3. Teori Kepemimpinan ... 18

1.5.4. Fungsi-fungsi Kepemimpinan ... 20

1.5.5. Gaya Kepemimpinan ... 21

1.5.6. Kepemimpinan Politik ... 21

1.5.7. Teori Persepsi ... 22

1.5.8. Persepsi Sosial ... 24

1.6. Metodologi Penelitian ... 25

1.6.1. Metode Penelitian ... 25

(7)

1.6.3. Populasi Penelitian ... 26

1.6.4. Teknik Penarikan Sampling ... 28

1.6.5. Teknik Pengumpulan Data ... 28

1.6.6. Teknik Analisa Data ... 29

1.6.7. Defenisi Konsep ... 29

1.6.8. Defenisi Operasional ... 30

1.6.9. Sistematika Penulisan ... 31

BAB II BIOGRAFI SOEHARTO... 32

2.1. Asal Usul H.M. Soeharto ... 32

2.1.2. Masa Kecil H.M. Soeharto ... 32

2.1.3. Masa Sekolah H.M. Soeharto ... 35

2.2. Jatuh Bangun Kariet H.M. Soeharto ... 39

2.2.1. Menjadi Anggota KNIL ... 40

2.2.2. Menjadi Anggota PETA ... 41

2.2.3. Kiprah H.M. Soeharto di Era Revolusi Fisik ... 43

2.2.4. Menikah, Rehat Sejenak dari Ingar-Bingar Revolusi ... 46

2.2.5. Kembali ke Revolusi ... 47

2.2.6. Menumpas Berbagai Pemberontakan ... 48

2.2.7. Jalan Menuju Kursi Presiden ... 54

2.2.8. Orde Baru di Bawah H.M. Soeharto ... 55

2.2.9. Basis-basis di Bawah H.M. Soehartao ... 70

(8)

2.2.11. Basis Sosial Budaya ... 76

2.2.12. Basis Legitimasi ... 78

2.2.13. Jatuhnya Rezim H.M. Soeharto ... 85

2.3. Kehidupan H.M. Soeharto Ketika Meninggalkan Jabatan 86 2.4. H.M. Soehartao Wafat... 90

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ... 95

3.1. Penyajian Data ... 95

3.1.1. Identitas Masyarakat ... 95

3.1.2. Pengetahuan dan Tanggapan Masyarakat Terhadap Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh H.M. Soeharto ... 97

3.1.3. Pengetahuan Masyarakat Terhadap Kebijakan H.M. Soeharto Dalam Melaksanakan Pembangunan ... 98

3.1.4. Pengetahuan Masyarakat Terhadap Kebijkan Politik H.M. Soeharto ... 101

3.1.5. Tanggapan Masyarakat Terhadap Kebijakan politik H.M. Soeharto ... 102

3.1.6. Tanggapan Masyarakat Terhadap Kepemimpinan H.M. Soeharto ... 111

(9)

3.2.1. Pengetahuan Masyarakat Terhdap

Kebijakan-Kebijakan Yang dibuat oleh H.M. Soeharto

dalam Melaksanakan Pembangunan ... 120

3.2.2. Tanggapan Masyarakat Terhadap Kebijakan H.M. Soeharto dalam melasanakan pembangunan ... 120

3.2.3. Pengetahuan Masyarakat Terhadap Kebijakan-Kebijakan Politik H.M. Soeharto ... 120

3.2.4. Tanggapan masyarakat Terhadap Kebijakan-Kebijakan Politik H.M. Soeharto ... 122

3.2.5. Tanggapan Masyarakat terhadap kepemimpinan H.M. Soeharto ... 123

BAB IV PENUTUP ... 124

4.1. Kesimpulan ... 124

4.2. Saran ... 126

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel III.1 Komposisi Responden Berdasarkan Usia ... 96

Tabel III.2 Komposisi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 96

Tabel III.3 Komposisi Responden Berdasarkan Keluarahan ... 97

Tabel III.4 Pengetahuan Responden Terhadap Kegijakan H.M.

Soeharto dalam melaksanakan Pembangunan ... 98

Tabel III.5 Tanggapan Responden Terhadap Kebijakan H.M.

Soeharto dalam Melaksanakan Pembangunan ... 100

Tabel III.6 Pengetahuan Responden Terhadap Kebijakan Politik

H.M. Soeharto ... 102

Tabel III.7 Tanggapan Responden terhadap Kebijakan Politik H.M.

Soeharto ... 102

Tabel III.8 Tanggapan Responden Terhadap Pengaturan Kepartaian

Pada Masa Kepemimpinan H.M. Soeharto ... 103

Tabel III.9 Tanggapan Responden Terhadap Sistem Pemilu

Kepemimpinan H.M. Soeharto ... 104

Tabel III.10 Tanggapan Responden Terhadap Kinerja Lembaga-Lembaga Politik Pada Massa Kepemimpinan H.M.

Soeharto ... 105

Tabel III.11 Tanggapan Responden Terhadap Parisipasi Politik Pada

Massa Kepemimpinan H.M. Soeharto ... 106

Tabel III.12 Tanggapan Terhadap Peluang Masyarakat Dalam Menyuarakan Aspirasinya Pada Massa Kepemimpinan

H.M. Soeharto ... 107

Tabel III.13 Tanggapan Terhadap Stabilitas Politik Pada Massa

Kepemimpinan H.M. Soeharto ... 108

Tabel III.14 Kebijakan Politik Yang Telah Dibuat oleh H.M. Soeharto, sudah Mencerminkan Demokrasi Yang Sehat

(11)

Tabel III.15 Tanggapan Responden Terhadap Kepemimpinan H.M.

Soeharto ... 111

Tabel III.16 Tanggapan Terhadap Komitmen Yang Kuat Pada

Demokrasi Dalam Kepemimpinan H.M. Soeharto ... 112

Tabel III.17 Tanggapan Responden Terhadap Rasa Aman dan Status Kepada Masyarakat Pada Massa Kepemimpinan H.M.

Soeharto ... 112

Tabel III.18 Tanggapan Responden Terhadap Pengambilan

Keputusan Pada Massa Kepemimpinan H.M. Soeharto .. 113

Tabel III.19 Tanggapan Responden Terhadap Sikap Kooperatif dan Partisipasi Pada Masyarakat dalam Kepemimpinan H.M.

Soeharto ... 114

Tabel III.20 Tanggapan Responden Terhadap Kepemimpinan H.M. Soeharto apa Kepemimpinannya dapat dinilai Sebagai

Kepemimpinan Pancasila dan UUD 1945... 116

Tabel III.21 Tanggapan Responden Terhadap Tiga Unsur Pokok Dalam Kepemimpinan H.M. Soeharto yang sesuai dengan Proses Kepemimpinan Pancasila Apakah sudah

Benar-benar Dijalankan Pada Kepemimpinannya ... 117

Tabel III.22 Tanggapan Responden Terhadap Kelebihan dari

Kepemimpinan H.M. Soeharto ... 118

Tabel III.23 Tanggapan Responden Terhadap Kekurangan dari

Kepemimpinan H.M. Soeharto ... 118

(12)
(13)

PERSEPSI MASYARAKAT YANG BERUSIA 40 TAHUN KEATAS TERHADAP KEPEMIMPINAN H.M. SOEHARTO

(Studi Kasus Di Kecamatan Medan Amplas)

Beby Masitho Batubara 040906012

Departemen Ilmu Politik

ABSTRAK

Masyarakat modern sekarang ini sangat berkepentingan dengan

kepemimpinan yang baik, yang mampu menuntun organisasi sesuai dengan manajemen modern, sekaligus bersedia memberikan kesejahteraan dan kebahagian kepada masyarakat yang dipimpin, karena itu keberhasilan seorang pemimpin dapat dinilai dari produktivitas dan prestasi yang di capainya, dengan ini menunjukkan bahwa kepemimpinan yang baik sangat diperlukan dalam sebuah negara. Kepemimpinan yang baik menurut bangsa Indonesia adalah kepemimpinan Pancasila yaitu kepemimpinan yang dijiwai Pancasila, disemangati azas kekeluargaan, memancarkan wibawa serta menumbuhkan daya mampu untuk membawa serta masyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam hal ini kepemimpinan Pancasila harus dimiliki oleh setiap pemimpin bangsa Indonesia. H.M. Soeharto sebagai Presiden Indonesia Kedua, telah memimpin negara dan bangsa Indonesia selama 32 tahun, kepemimpinan H.M. Soeharto tidak terlepas dari pandangan masyarakat, sehingga penelitian ini sangat menarik bahwa dengan pandangan masyarakat dapat dinilai bagaimana kepemimpinan H.M Soeharto apakah sudah menciptakan kepemimpinan yang baik sesuai dengan kepemimpinan Pancasila, Fokus penelitian ini adalah bagaimana persepsi masyarakat terhadap kepemimpinan H.M. Soeharto khususnya masyarakat di kecamatan Medan Amplas dengan indikator persepsi yaitu pengetahuan dan tanggapan masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh H.M.Soeharto dan pandangan masyarakat terhadap kepemimpinan H.M. Soeharto. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode deskriptif. Populasi penelitian ini adalah masyarakat yang berusia 40 tahun keatas di Kecamatan Medan Amplas, dengan alasan masyarakat yang berusia 40 tahun keatas telah mengetahui dan merasakan kepemimpinan H.M. Soeharto. Teknik pengambilan sampling dilakukan dengan purposive sampling dan stratified proposional sampling. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh H.M. Soeharto dalam melaksanakan pembagunan sudah dikatakan berhasil dengan banyaknya responden yang mengatakan kebijakan tersebut sudah baik, tetapi sebaliknya kebijakan politik H.M.Soeharto dinilai kurang baik karena tidak menciptakan demokrasi , kemudian pandangan masyarakat terhadap kepemimpinan H.M.Soeharto adalah kepemimpinan yang otokratik,hal ini dilihat dari kenyataan cara memimpin H.M.Soeharto dimana peranannya sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan negara berupa kekuasaan penuh ditangan H.M. Soeharto.

(14)
(15)

PERSEPSI MASYARAKAT YANG BERUSIA 40 TAHUN KEATAS TERHADAP KEPEMIMPINAN H.M. SOEHARTO

(Studi Kasus Di Kecamatan Medan Amplas)

Beby Masitho Batubara 040906012

Departemen Ilmu Politik

ABSTRAK

Masyarakat modern sekarang ini sangat berkepentingan dengan

kepemimpinan yang baik, yang mampu menuntun organisasi sesuai dengan manajemen modern, sekaligus bersedia memberikan kesejahteraan dan kebahagian kepada masyarakat yang dipimpin, karena itu keberhasilan seorang pemimpin dapat dinilai dari produktivitas dan prestasi yang di capainya, dengan ini menunjukkan bahwa kepemimpinan yang baik sangat diperlukan dalam sebuah negara. Kepemimpinan yang baik menurut bangsa Indonesia adalah kepemimpinan Pancasila yaitu kepemimpinan yang dijiwai Pancasila, disemangati azas kekeluargaan, memancarkan wibawa serta menumbuhkan daya mampu untuk membawa serta masyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam hal ini kepemimpinan Pancasila harus dimiliki oleh setiap pemimpin bangsa Indonesia. H.M. Soeharto sebagai Presiden Indonesia Kedua, telah memimpin negara dan bangsa Indonesia selama 32 tahun, kepemimpinan H.M. Soeharto tidak terlepas dari pandangan masyarakat, sehingga penelitian ini sangat menarik bahwa dengan pandangan masyarakat dapat dinilai bagaimana kepemimpinan H.M Soeharto apakah sudah menciptakan kepemimpinan yang baik sesuai dengan kepemimpinan Pancasila, Fokus penelitian ini adalah bagaimana persepsi masyarakat terhadap kepemimpinan H.M. Soeharto khususnya masyarakat di kecamatan Medan Amplas dengan indikator persepsi yaitu pengetahuan dan tanggapan masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh H.M.Soeharto dan pandangan masyarakat terhadap kepemimpinan H.M. Soeharto. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode deskriptif. Populasi penelitian ini adalah masyarakat yang berusia 40 tahun keatas di Kecamatan Medan Amplas, dengan alasan masyarakat yang berusia 40 tahun keatas telah mengetahui dan merasakan kepemimpinan H.M. Soeharto. Teknik pengambilan sampling dilakukan dengan purposive sampling dan stratified proposional sampling. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh H.M. Soeharto dalam melaksanakan pembagunan sudah dikatakan berhasil dengan banyaknya responden yang mengatakan kebijakan tersebut sudah baik, tetapi sebaliknya kebijakan politik H.M.Soeharto dinilai kurang baik karena tidak menciptakan demokrasi , kemudian pandangan masyarakat terhadap kepemimpinan H.M.Soeharto adalah kepemimpinan yang otokratik,hal ini dilihat dari kenyataan cara memimpin H.M.Soeharto dimana peranannya sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan negara berupa kekuasaan penuh ditangan H.M. Soeharto.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penelitian ini akan membahas mengenai pandangan masyarakat yang

berusia 40 tahun keatas terhadap kepemimpinan H.M.Soeharto.Membicarakan

kepemimpinan memang menarik, dan dapat dimulai dari sudut mana saja ia akan

diteropong. Dari waktu ke waktu kepemimpinan menjadi perhatian manusia. Ada

yang berpendapat masalah kepemimpinan itu sama tuanya dengan sejarah

manusia, kepemimpinan dibutuhkan manusia, karena adanya suatu keterbatasan

dan kelebihan-kelebihan tertentu pada manusia. Di satu pihak manusia terbatas

kemampuannya untuk memimpin, di pihak lain ada orang yang mempunyai

kelebihan kemampuan untuk memimpin. Disinilah timbulnya kebutuhan akan

pemimpin dan kepemimpinan.

Hampir ditiap tulisan-tulisan tentang kepemimpinan memberikan

gambaran yang ideal tentang kepemimpinan dan berakhir dengan kesenangan. Hal

ini dapat dimengerti, karena manusia membutuhkan kepemimpinan itu. Dan dari

waktu ke waktu kepemimpinan menjadi tumpuan harapan dari manusia. Kalau

ditelusuri lebih lanjut, betapa pentingnya pemimpin dan kepemimpinan dalam

suatu kelompok jika terjadi suatu konflik atau perselisihan di antara orang-orang

dalam kelompok, maka orang-orang mencari cara pemecahan supaya terjamin

keteraturan dan dapat ditaati bersama. Terbentuklah aturan- aturan, atau

norma-norma tertentu untuk ditaati agar supaya konflik tidak terulang. Di sini

(17)

sangat dibutuhkan, dan konflik perlu dihindari. Dalam hal ini peranan pemimpin

sangat dibutuhkan.

Untuk menunjukkan betapa pentingnya kepemimpinan dan betapa manusia

membutuhkannya, dapat dikatakan bahwa dunia atau umat manusia di dunia ini

pada hakekatnya hanya ditentukan oleh beberapa orang saja, yakni yang berstatus

sebagai pemimpin. Dengan demikian jika sekelompok orang yang berstatus

pemimpin tersebut memutuskan untuk menimbulkan perang dunia sebagai satu

satunya jalan keluar dari konflik, maka umat manusia di dunia sebagai

penduduknya akan mati ditengah-tengah medan konflik tersebut. hal ini adalah

suatu penegasan bahwa pemimpin dan kepemimpinan amat menentukan sekali

dalam kehidupan manusia ini.

Kepemimpinan kadangkala diartikan sebagai seni untuk mempengaruhi

tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing orang.1 Lebih jauh lagi

George R.Terry merumuskan bahwa kepemimpinan itu adalah aktivita untuk mempengaruhi orang-orang agar supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi.2

Gambaran diatas mengenai kepemimpinan menunjukkan bahwa seorang

pemimpin sangat penting dalam sebuah negara, hal ini dapat dilihat dari Negara

Indonesia yang memiliki kriteria kepemimpinan yang baik dalam memimpin

bangsa dan Negara Indonesia yaitu kepemimpinan Pancasila, kepemimpinan

Pancasila adalah kepemimpinan yang dijiwai Pancasila, disemangati azas

kekeluargaan, memancarkan wibawa serta menumbuhkan daya mampu untuk

membawa serat masyarakat , berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang 1945.

1

Dr. Kartini Kartono, Pemimpin danKepemimpinan, Jakarta: Raja Grafindo Utama, 1994, hal.49.

2

(18)

Dalam kepemimpinan Pancasila bertumpu pada azas –azas sebagai

berikut:

1. Menurut azas kebersamaan, dalam kepemimpinan Pancasila hendaknya:

a. Pemimpin dan yang dipimpin merupakan kesatuan organisasi.

b. Pemimpin tidak terpisah dengan yang dipimpin.

c. Pemimpin dan yang dipimpin saling pengaruh mempengaruhi.

d. Pemimpin dan yang dipimpin bukan unsur yang saling bertentangan

sehingga tidak terjadi dualisme.

e. Masing-masing unsur yang terlibat dalam kegiatan mempunyai tempat dan

kewajiban hidup sendiri-sendiri dan merupakan suatu golongan yang

paling kuat, tetapi juga tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai

pusat.

f. Tanpa ada yang dipimpin tidak mungkin ada pemimpin.

2. Azas kekeluargaan dan Kegotong-royongan

a. Timbul kerjasama yang akrab.

b. Kesejahteraan dan kebahagiaan bersama yang menjadi titik tumpu.

c. Berlandaskan kasih sayang dan pengorbanan.

3. Azas Persatuan dan Kesatuan dalam Kebhinekaan

Hal ini dilihat dari kebhinekaan bangsa Indonesia, baik dari segi suku, bangsa,

adat istiadat, agama, aliran dan sebagainya.

4. Azas Selaras, Serasi dan Seimbang

Semua azas tersebut di atas harus dijiwai dan disemangati oleh azas

(19)

menangnya sendiri, adu kekuatan, atau timbul kontradiksi, konflik dan

pertentangan.3

Demikianlah dalam kepemimpinan Pancasila hubungan antara pemimpin

dan yang dipimpin dan antara mereka yang dipimpin harus terjalin suasana yang

menimbulkan kesejukan hati dan ketentraman batin, tidak terjadi suasana yang

berat sebelah yang akan menimbulkan ketegangan-ketegangan dan suasana yang

ricuh dan kacau. Di negara Indonesia, setiap warga negara diharapkan bersikap

dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang terkandung dalam

Pancasila. Seorang pemimpin di negara Indonesia, diharapkan menjadi contoh

teladan serta panutan sesuai dengan Pancasila. Ia harus melaksanakan butir-butir

yang merupakan nilai-nilai dan norma-norma Pancasila dalam kehidupan

sehari-hari yang nyata, perbuatannya tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai

tersebut.

Dalam hal ini kepemimpinan Pancasila harus dimiliki oleh setiap

pemimpin bangsa Indonesia, H.M. Soeharto sebagai Presiden Indonesia kedua,

dan telah memimpin Negara dan bangsa Indonesia selama 32 Tahun. H.M.

Soeharto adalah sebuah legenda, sebuah fenomena, sebuah potret perjalanan

sejarah bangsa ini. Sejarah ketokohan, sekaligus kepemimpinan yang mampu

memberikan pelajaran berharga bagi seluruh rakyat Indonesia. Sejarah bangsa,

komplet dengan warna hitam putihnya, bahwa selain kelemahan dan kekurangan

terdapat pula sisi kekuatan dan kelebihan dari kepemimpinan H.M. Soeharto.

Untuk itu, dilihat dari perjalanan kepemimpinannya, ada tiga unsur pokok

dalam konsep kepemimpinan H.M. Soeharto, yaitu :

3

(20)

Ingarso Sung Tulodo. Artinya, jika menjadi pemimpin (didepan) harus bisa memberi teladan atau contoh bagi orang yang dipimpin (tindakannya harus

sesuai). Jadi, seorang Presiden, misalnya, harus memberi contoh kepada seluruh

rakyat Indonesia. Baik itu cara kerjanya, tindak tanduknya, dan lain-lain. Jadi

pemimpin yang Ingarso Sung Tulodo itu benar-benar jangan sampai tercela dalam

perbuatannya. Harus bisa ditiru, jangan sampai salah omong.

Ing Madyo Bangun Karso. (ditengah-tengah) artinya, harus bisa memberi contoh, memberi inspirasi, motivasi dan semangat. Misalnya, caranya makan,

caranya ia bicara dan berperilaku.

Tut wuri Handayani. Artinya, sebagai pemimpin ia bisa memberi nasehat, memberikan daya, dorongan atau kekuatan kepada masyarakatnya, anak buahnya,

termasuk juga kepada rakyatnya. Karena pada hakekatnya dia diwarnai oleh satu

sikap yang penuh kebijaksanaan.4

Dengan demikian, sebagai pemimpin H.M. Soeharto membangun pola

manajemen sebagai suatu bentuk manajemen yang universal, dimana ia mampu

menjadikan pola manajemen itu sebagai suatu ilmu dan seni. Dengan begitu

manajemen H.M. Soeharto, tidak lain dari suatu bentuk manajemen yang

universal atau manajemen moderen yang diperkaya dengan nilai-nilai moral

keagamaan serta nilai-nilai warisan budaya bangsa.

Selain itu didalam kepemimpinan H.M.Soeharto juga menunjukkan

kelebihan dan kemampuan dalam memimpin. Keberhasilannya menjadi seorang

pemimpin ini tentu dilatar belakangi oleh asas- asas kepemimpinan H.M. Soeharto

seperti :

4

(21)

a. Takwa

b. Ing ngarsa sung tulodo, memberi teladan kepada anak buah

c. Ing madya bangun karsa, aktif dan giat serta menggugah semangat ditengah anak buah, serta dapat memberikan contoh.

d. Tut wuri handayani, memberikan nasehat dan dorongan. Nasehat yang mempunyai daya dan kekuatan.

e. Waspada puba wisesa, waspada, mengawasi serta sanggup mengoreksi anak buah.

f. Ambeg pramana arta, sederhana dan tidak berlebih-lebihan. g. Satya, loyal atau setia.

h. Gemi nastiti, kesadaran dan kemampuan meletakkan prioritas, atau selalu mendahulukan yang penting.

i. Blaka, kemampuan, keralaan, dan keberanian dan mempertanggungjawabkan tindakan. Serta terbuka apa adanya.

j. Legawa, kemampuan, kerelaan, keikhlasan pada saatnya menyerahkan tanggung jawab dan kedudukannya kepada generasi berikutnya.5

Sebagai seorang anak desa yang menapaki perjalanan kehidupannya yang

panjang dan berliku dari bawah, dengan sendirinya kematangan sikap merupakan

cermin dari kepemimpinannya.

Kepemimpinan H.M. Soeharto diwujudkan dalam Orde Baru, Orde Baru

adalah sebutan bagi masa pemerintahan H.M. Soeharto. Orde Baru menggantikan

Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru

berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Pada 1968, MPR secara resmi melantik

5

(22)

H.M. Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai Presiden, dan kemudian

dilantik kembali secara berturut-turut pada 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan

1998.

Lahirnya Orde Baru, yang berarti sebuah orde dengan tekad kuat untuk

melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen menjadi

senjata ampuh bagi H.M. Soeharto untuk memperkuat simbol-simbol

heroismenya. Orde baru menyusun dan merancang sistem nilai yang dibungkus

dalam kedok ideologi sebagai cara menaklukkan dan mengendalikan sebuah

rezim.

Ketangguhan ideologi sangat ditentukan oleh kecapakan elite politik

mengisikan muatan-muatan filosofis ke dalamnya. Kian canggih para elite

menyusun argumen-argumen filosofinya, maka kian ampuh pula ideologi itu

mempengaruhi masyarakat, dimana ideologi mampu menghipnotis orang untuk

mau berkorban dan membelanya sampai titik darah penghabisan, karena itu, rezim

Orde Baru dengan segala upaya mengerahkan semua intelektual untuk membuat,

merancang dan mengisikan muatan-muatan baru pada idologi, sehingga citra

rezim Orde Baru tetap kokoh dan terus berkuasa.

Kepemimpinan H.M. Soeharto selama 32 tahun tidak terlepas dari

pandangan masyarakat yang berusia 40 tahun keatas, karena masyarakat yang

berusia 40 tahun keatas telah mengetahui dan merasakan kepemimpinan H.M.

Soeharto yang berlangsung dari tahun 1968 sampai 1998. Dalam penulisan ini

akan menggambarkan bagaimana pandangan masyarakat yang berusia 40 tahun

keatas terhadap kepemimpinan H.M. Soeharto apakah kepemimpinannya baik

(23)

kepemimpinan yang diinginkan bangsa Indonesia yaitu kepemimpinan Pancasila.

Jawaban atas kepemimpinan H.M. Soeharto akan sangat bergantung pada sudut

pandang, pilhan bacaan, kecenderungan sosio-politik, dan ideologi yang dipakai

atau dimiliki seseorang, menilai Orde baru, karena itu, memerlukan kecanggihan

pemahaman, kejujuran dan objektivitas.6

Bagi banyak orang, Orde Baru merupakan entitas yang berwajah ganda

:baik dan buruk. Bahkan baik dan buruk sekaligus. Tetapi, mungkin bagi sedikit

orang, Orde Baru adalah satu dimensi: baik sekali atau buruk sekali. Kelompok

yang memandang Orde Baru baik adalah mereka yang diuntungkan secara materi

bisa dari kalangan kerabat, kroni dan kelompok –kelompok yang berada di lingkar

inti kekusaan baik dipusat maupun di daerah, meski hati nurani mereka

mengingkari.

Sementara mereka yang memandang Orde Baru buruk atau jahat adalah

mereka yang melihat, merasakan, mengalami, dan dirugikan secara material,

rohani dan mental-spritual. Kelompok ini adalah mereka yang melihat secara

nyata, karena kemampuannya menganalisis dan karena wawasannya,

penyelewengan besar-besaran para elite Orde Baru terhadap amanat rakyat baik di

pandang ekonomi, sosio-budaya, kehidupan keagamaan maupun ideologi.

Tetapi, hampir untuk kurun yang sangat lama, pandangan yang disebut

kedua hanyalah sedikit. Mereka adalah para cendikiawan yang jujur, para tokoh

agama yang kritis, para pemimpin ormas yang independen, para aktivis kampus

yang tidak terkooptasi dan anak-anak bangsa yang cerdas. Untuk kurun waktu

yang lama pula, masa Orde Baru dinikmati sebagai masa yang menenangkan,

6

(24)

menyenangkan, dan mengenyangkan. Stabilitas nasional hampir tidak pernah

terganggu. Sekali terjadi instabilitas, H.M. Soeharto dengan cepat bersama

kekuatan polisi dan militernya akan mampu mengatasi, sekalipun dengan

korban-korban nyawa berjatuhan.

Dengan demikian, mencermati pada hal-hal diatas, maka penulis merasa

tertarik meneliti tentang “ Persepsi Masyarakat Yang Berusia 40 Tahun

Keatas Terhadap Kepemimpinan H.M. Soeharto (Studi Kasus Di Kecamatan

Medan Amplas)”.

1.2 Perumusan Masalah

Masalah yang diangkat sebagai isu pokok permasalahan cenderung berada

dalam ruang lingkup yang luas dan mendalam. Dari latar belakang diatas maka

penulis mencoba membuat suatu perumusan masalah sebagai berikut :

“Bagaimana Persepsi Masyarakat yang Berusia 40 Tahun Keatas Terhadap

Kepemimpinan H.M. Soeharto”

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat yang berusia 40 tahun keatas terhadap

kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh H.M Soeharto.

2. untuk mengetahui persepsi masyarakat yang berusia 40 tahun keatas terhadap

(25)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun Manfaat penelitian ini adalah :

1. Secara Akademis berfungsi sebagai referensi tambahan bagi mahasiswa

Departemen ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara.

2. Bagi Penulis, untuk mengembangkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah

khususnya di bidang Politik.

1.5. Tinjauan Pustaka

Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, definisi dan

proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara

merumuskan hubungan antara konsep.7

Dalam penelitian ini penulis akan mengambil teori-teori yang ada hubungannya

dengan kepemimpinan dan persepsi.

1.5.1 Teori-Teori Kepemimpinan

Untuk mengetahui dan memahami teori-teori kepemimpinan, dapat dilihat

dari beberapa literatur yang pada umumnya membahas yang sama. Dari literatur

itu diketahui ada teori yang menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan

dibuat. Ada pula yang menyatakan bahwa pemimpin itu terjadi karena adanya

kelompok orang-orang, dan ia melakukan pertukaran dengan yang dipimpin. Dan

teori yang paling mutakhir melihat kepimipinan lewat perilaku organisasi

Berikut ini akan diuraikan beberapa teori yang tidak asing bagi

literatur-literatur kepemimpinan pada umumnya antara lain:

7

(26)

1. Teori Sifat (Trait Theory)

Teori Sifat barangkali dapat memberikan arti lebih realistik terhadap

pendekatan sifat dari pemimpin, setelah mendapat pengaruh dari aliran perilaku

pemikir psikologi, yaitu suatu kenyataan yang dapat diterima bahwa sifat-sifat

kepemimpinan itu tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi juga dapat dicapai lewat

suatu pendidikan dan pengalaman. Dengan demikian maka perhatian terhadap

kepemimpinan dialihkan kepada sifat-sifat umum yang dipunyai oleh pemimpin,

tidak lagi menekankan apakah pemimpin itu dilahirkan atau dibuat.

Keith devis merumuskan empat sifat umum yang nampaknya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi antara lain:

a. Kecerdasan. Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin

mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang

dipimpin. Namun demikian pemimpin tidak bisa melampui terlalu banyak

dari kecerdasan pengikutnya.

b. Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial. Pemimpin cenderung menjadi

matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang

luas terhadap aktivitas sosial.

c. Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Para pemimpin secara relatif

mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi.

d. Sikap-sikap hubungan kemanusiaan. Pemimpin-pemimpin yang berhasil

mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu

berpihak kepadanya.8

8

(27)

2. Teori Kelompok

Teori Kelompok ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai

tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif antara

diantara pemimpin dan pengikut-pengikutnya. Kepemimpinan yang ditekankan

pada adanya suatu proses pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya ini,

melibatkan pula konsep-konsep sosiologi tentang keinginan-keinginan

mengembangkan peranan. Para pemimpin yang memperhitungkan pengaruh yang

positif terhadap sikap, kepuasan, dan pelaksanaan kerja.

3. Model Kepemimpinan Kontijensi dari Fiedler

Model ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan

situasi yang menyenangkan. Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangkan

oleh Fiedler dalam hubungannya dengan dimensi-dimensi empiris sebagai

berikut:

a. Hubungan pemimpin-anggota. Hal ini merupakan variabel yang paling penting

didalam menentukan situasi yang menyenangkan tersebut.

b. Derajat dan struktur tugas. Dimensi ini merupakan masukan yang amat

penting, dalam menentukan situasi yang menyenangkan.

c. Politisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal. Dimensi ini

merupakan dimensi yang amat penting ketika di dalam situasi yang amat

menyenangkan.9

4. Teori Jalan Kecil – Tujuan ( Path – Goal Theory)

Secara umum berusaha untuk menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin

terhadap motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan pekerjaan bawahannya.

9

(28)

1.5.2.Tipologi Kepemimpinan

Sebagai titik tolak dalam pembahasan tipologi kepemimpinan yang secara

luas dikenal bahwa dewasa ini, kiranya revalan untuk menekankan bahwa gaya

kepemimpinan yang menduduki jabatan pimpinan mempunyai kapasitas untuk

mengetahui situasi yang dihadapinya secara tepat dan menyesuaikan gaya

kepemimpinannya agar sesuai dengan tuntutan situasi yang dihadapinya.

Meskipun belum terdapat kesepakatan bulat tentang tipologi

kepemimpinan yang secara luas dikenal dewasa ini, lima tipe kepemimpinan yang

diakui keberadaannya ialah:

1. Tipologi yang otokratik

Dilihat dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah

seseorang yang sangat egois. Egoismenya yang sangat besar akan

mendorongnya memutar-balikkan kenyataan yang sebenar-benarnya sehingga

sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterprestasikannya sebagai

kenyataan. Dengan egoisme yang sangat besar demikian, seorang pemimpin

yang otokratik melihat peranannya sebagai sumber segala sesuatu dalam

kehidupan organisasional seperti kekuasaan yang tidak perlu dibagi dengan

orang lain dalam organisasi, ketergantungan total para anggota organisasi

mengenai nasib masing-masing dan lain sebagainya. Berangkat dari presepsi

yang demikian, seorang pemimpin yang otokratik cenderung menganut nilai

organisasi yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk

pencapaian tujuannya. Sesuatu tindakan akan dinilainya benar apabila

tindakan itu mempermudah tercapainya tujuan dan semua tindakan yang

(29)

dengan demikian akan disingkirkannya, apabila perlu dengan tindakan

kekerasan. Berdasarkan nilai-nilai demikian, seorang pemimpin otoriter akan

menunjukkan berbagai sikap yang menonjolkan keakuannya antara lain

dalam bentuk :

a. Kecenderungan memperlakukan para bawahan sampai dengan alat-alat

dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai

harkat dan martabat mereka.

b. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesain tugas tanpa

mengaitkan pelaksanaan tugas dengan kepentingan dan kebutuhan para

bawahan.

c. Pengabaian peranan bawahan dalam proses pengambilan keputusan

dengan cara memberitahukan kepada para bawahan tersebut bahwa ia telah

mengambil keputusan tertentu dan para bawahan tertentu itu diharapkan

dan bahkan dituntut untuk melaksanakannya saja.

Sikap pemimpin demikian akan menampakkan diri pula pada perilaku

pemimpin yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan pihak lain,

terutama dengan para bawahannya dalam organisasi. Yang menjadi

masalah dalam hal kepemimpinan otokratik ialah keberhasilan mencapai

tujuan dan berbagai sasaran-sasaran itu semata-mata karena takutnya

bawahan terhadap pemimpinnya dan bukan berdasarkan keyakinan bahwa

tujuan yang telah ditentukan itu wajar dan layak untuk dicapai dan disiplin

kerja yang terwujud pun hanya karena bawahan selalu dibayang-bayangi

ancaman seperti pengenaan tindakan disiplin yang keras, penurunan

(30)

2. Tipologi Yang Paternalistik

Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat di lingkungan masyarkat

yang masih bersifat tardisional,umumnya dimsyarakat pedesaan. Persepsi

seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam kehidupan

organisasional dapat dikatakan diwarnai oleh harapan para pengikutnya

kepadanya. Harapan itu pada umumnya berwujud keinginan agar pemimpin

mereka mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan yang

layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk. Para

bawahan biasanya mengaharapkan seseorang pemimpin yang paternalistik

mempunyai sifat-sifat tidak mementingkan dirinya sendiri melainkan

memberikan perhatian terhadap kepentingan kesejahteraan bawahannya. Akan

tetapi sebaliknya, pemimpin yang paternalistik mengharapkan bahwa

kehadiran atau keberadaanya dalam organisasi tidak lagi dipertanyakan oleh

orang lain. Dengan perkataan lain, legitimasi kepemimpinannya dipandang

sebagai hal yang wajar dan normal, dengan implikasi organisasionalnya

seperti kewenangan memerintah dan mengambil keputusan tanpa harus

berkonsultasi dengan para bawahannya. Ditinjau dari segi nilai-nilai

organisasional yang dianut, biasanya seorang pemimpin yang paternalistik

mengutamakan kebersamaan.

3. Tipe Yang Kharismatik

Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh

banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat

menjelaskan secara konkrit mengapa orang tertentu tidak dikagumi.

(31)

seorang pemimpin yang kharismatik tidak mempersoalkan nilai-nilai yang

dianut, sikap dan perilaku serta gaya yang digunakan pemimpin yang

diikutinya itu. Penampilan fisik ternyata bukan ukuran yang berlaku umum

karena ada pemimpin yang dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik

yang kalau dilihat dari penampilan fisiknya saja sebenarnya tidak atau kurang

mempunyai daya tarik.

4. Tipe Yang Laissez Faire

Dapat dikatakan bahwa persepsi seorang pemimpin yang laissez faire tentang peranannya sebagai seorang pemimpin berkisar pada pandangannya bahwa

pada umumnya organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang

mengetahui apa-apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang

ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota

dan seorang pemimpin tidak terlalu sering melakukan intervensi dalam

kehidupan organisasaional. Dengan telah mencoba mengidentifikasi

karakteristik utama seorang pemimpin yang laissez faire ditinjau dari kriteria persepsi, nilai dan perilaku diatas, mudah menduga bahwa gaya

kepemimpinan yang digunakannya adalah sedemikian rupa sehingga:

a. Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif.

b. Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pemimpin yang

lebih rendah dan kepada para petugas oprasional, kecuali dalam hal-hal

tertentu yang ternyata menuntut keterlibatannya secara langsung.

(32)

d. Pertumbuhan dan pengembangan kemampuan berfikir dan bertindak yang

inovatif dan kreatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang

bersangkutan sendiri.

e. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan

prestasi kerja yang memadai intervensi pimpinan dalam perjalanan

organisasi berada pada tingkat yang minimum.

5. Tipe Yang Demokratik

Tipe pemimpin yang paling ideal dan paling didambakan adalah pemimpin

yang demokratik. Pemimpin yang demokratik biasanya memandang

peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan

komponen organisasi sehingga bergerak sebagai suatu totalitas. Seorang

pemimpin yang demokratik menyadari benar bahwa akan timbul

kecenderungan dikalangan para pejabat pemimpin yang paling rendah dan

dikalangan para anggota organisasi untuk melihat peranan suatu kerja dimana

mereka berada sebagai peranan yang paling penting, paling strategi dan paling

menentukan keberhasilan organisasi mencapai berbagai sasaran organisaional,

perilakunya mendorong para bawahan menumbuhkan dan mengembangkan

daya inovasi dan kreativitasnya. Dengan sungguh-sungguh ia mendengarkan

pendapat, saran, dan bahan kritik dari orang lain, terutama bawahannya.

Bahkan seorang pemimpin yang demokratik tidak akan takut membiarkan para

bawahannya berkarya meskipun ada kemungkinan parkarsa itu akan berakibat

kesalahan. Jika terjadi kesalahan, pemimpin yang demokratik berada

disamping bawahan yang berbuat kesalahan itu bukan untuk menindak atau

(33)

bawahan tersebut belajar dari kesalahannya itu dan dengan demikian menjadi

anggota organisasi yang lebih bertanggung jawab. Karakteristik penting

seorang pemimpin yang demokratik yang sangat positif ialah dengan cepat

menunjukkan penghargaannya kepada para bawahan yang berprestasi tinggi.10

1.5.3.Teori Kepemimpinan

Teori kepemimpinan adalah penggeneralisasian satu seri perilaku

pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar

belakang historis, sebab musabab timbulnya kepemimpinan, persyaratan menjadi

pemimpin, sifat-sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya, serta etika

profesi kepemimpinan.11

Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan

penjelasan dan interprestasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan

mengemukakan berbagai segi, antara lain:

 Latar Belakang Sejarah Pemimpin dan Kepemimpinan

Kepemimpinan muncul bersama-sama dengan adanya peradaban manusia

yaitu sejak zaman nenek moyang manusia berkumpul bersama, lalu bekerja

bersama-sama untuk mempertahankan ekstensi hidupnya menentang kebuasan

binatang dan alam sekitarnya. Sejak itulah terjadi kerjasama antar manusia, dan

ada unsur kepemimpinan.

 Sebab Munculnya Pemimpin

Dua teori yang menonjol dalam menjelaskan kemunculan pemimpin yaitu:

1. Teori Genetis menyatakan sebagai berikut :

10

Prof.DR.Sondang P.Siagian MPA, Teori dan Praktek Kepemimpinan,Jakarta:Penerbit Rineka Cipta,1998.,hal. 27-45.

11

(34)

 Pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi lahir jadi pemimpin oleh

bakat-bakat lama yang luar biasa sejak lahirnya.

 Dia ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin dalam situasi dan kondisi

yang bagaimanapun juga, termasuk yang khusus.

 Secara filosofi, teori tersebut menganut pandangan deterministis.

2. Teori Sosial menyatakan sebagai berikut :

 Pemimpin itu harus disiapkan, dididik, dan dibentuk, tidak terlahir begitu

saja.

 Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan

pendidikan, serta didorong oleh kemauan sendiri.

 Teori ekologis atau sintesis (muncul sebagai reaksi daria kedua teori

tersebut lebih dahulu), menyatakan bahwa seorang akan sukses menjadi

kepemimpinan, dan bakat-bakat ini sempat dikembangkan melalui

pengalaman dan usaha pendidikan juga sesuai dengan tuntutan lingkungan

ekologisnya.12

 Syarat-syarat kepemimpinan

Konsepsi mengenai persayaratan kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan

dengan tiga hal penting, yaitu :

a. Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan

wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan

bawahan untuk berbuat sesuatu.

12

(35)

b. Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga orang

mampu mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh dan pada

pemimpin, dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.

c. Kemampuan ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan

atau keterampilan teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi dari

kemampuan anggota biasa.

1.5 4. Fungsi-Fungsi Kepemimpinan

Fungsi-fungsi kepemimpinan secara singkat adalah sebagai berikut :

1. Pemimpin Sebagai Penentu Arah

Telah umum diketahui bahwa setiap organisasi, diciptakan atau dibentuk

sebagai wahana untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu, baik yang sifatnya

jangka panjang, jangka sedang, maupun jangka pendek yang tidak mungkin

tercapai apabila diusahakan dan dicapai oleh para anggotanya yang bertindak

sendiri-sendiri.

2. Pemimpin Sebagai Wakil Presiden dan Juru Bicara Organisasi

Tidak akan ada yang mempersoalkan kebenaran pendapat yang mengatakan

bahwa dalam usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya, tidak ada

organisasi yang bergerak dalam suasana terisolasi. Artinya, tidak ada

organisasi yang akan mampu mencapai tujuannya tanpa memelihara hubungan

yang baik dengan berbagai pihak di luar organisasi yang bersangkutan sendiri.

3. Pimpinan Sebagai Komunikator Yang Efektif

Pemeliharaan hubungan baik ke luar maupun ke dalam dilakukan melalui

(36)

keputusan yang telah diambil disampaikan kepada para pelaksana melalui

jalur komunikasi yang terdapat dalam organisasi

1.5.5.Gaya kepemimpinan

Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh

seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang seperti

yang ia lihat.

Adapun gaya kepemimpinan yang dikenal antara lain :

1. Gaya kepemimpinan Kontinum

Ada dua bidang berpengaruh yang ekstrem. Pertama, bidang pengaruh

pimpinan dan kedua, bidang pengaruh kebebasan bawahan. Kedua bidang

pengaruh ini dipergunakan dalam hubungannya kalau pemimpin melakukan

aktivitas pembuatan keputusan.

2. Gaya Kepemimpinan Grid

Dalam pendekatan ini, manager berhubungan dengan dua hal, yakni

produksi di satu pihak dan orang-orang dipihak lain. Managerial Grid ditekankan

bagaimana pemimpin memikirkan mengenai produksi dan hubungan kerja dengan

manusianya.13

1.5.6. Kepemimpinan Politik

Secara teoritis, untuk membangun sebuah sistem yang demokratis

dibutuhkan pemimpin yang memiliki komitmen yang kuat pada demokrasi.14

Pemimpin yang tidak memiliki komitmen yang kuat kepada demokrasi,

13

Miftah Toha,op.cit,hlm.306.

14

(37)

berdasarkan kekuasaan yang dimilikinya, akan dengan mudah menghancurkan

sendi-sendi demokrasi yang ada dalam sistem tersebut.

Kris Nugroho membedakan dua tipe kepemimpinan politik. Pertama,

kepemimpinan politik yang personal dan kepemimpian politik pluralistik.15 Tipe

kepemimpinan personal lebih didasarkan pada kedudukan sebagai bagian dari elit

masyarakat, sedangkan kepemimpinan pluralistik didasarkan pada dukungan yang

luas dari masyarakat yang secara politik pluralistik. Menurut Nugroho,untuk

alasan pembenaran politik tertentu, kekuasaan personal dalam satu segi

mendukung terciptanya kohesivitas elite massa serta mampu meredam krisis

politik yang akan terjadi. Namun, untuk menghasilkan pemerintahan yang

demokratis, kekuasaan personal merupakan hambatan bagi terbentuknya system

politik demokrasi. Untuk menuju system politik yang bersangkutan perlu

mengembangkan budaya politik yang berorentasi pada pluralistik politik.16

Tipe pemimpin ini mendasarkan legitimasi kepemimpinannya pada

sifat-sifat gaib unggul atau paling sedikit pada kekuatan-kekuatan khas dan luar biasa.

Artinya, status kepemimpinan tersebut diperoleh berdasarkan ’mitos-mitos’

tertentu yang melekat pada dirinya.

1.5.7 Teori Persepsi

Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap

orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat

penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kunci untuk

memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu

15

Kris Nugroho,Mengembangkan Kepemimpinan Demokratis dari Kekuasaan Personal ke Pluralistik,Makalah pada Seminar Nasional XI dan Kongres III Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI),Jakarta:25-27 Januari 1994,hlm.4.

16

(38)

merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu

pencatatan yang benar terhadap situasi.

Untuk lebih jelasnya lagi dibawah ini terdapat beberapa pengertian

mengenai persepsi yang dikemukakan oleh para ahli, seperti :

Sondang P Siagian menyatakan bahwa persepsi itu adalah apa yang ingin dilihat seseorang itu belum tentu sama dengan fakta yang sebenarnya.17

Wiliam James dalam Isbandi Rukminto Adi menyatakan persepsi terbentuk atas dasar data-data yang kita peroleh dari lingkungan yang diserap oleh panca

indera serta sebagian lainnya diperoleh dari pengelolaan ingatan (memori) kita

dan diolah kembali berdasarkan pengalaman ynag kita miliki.18

Somanto menyatakan bahwa persepsi merupakan bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengamatan. Defenisi ini menekankan bahwa

persepsi merupakan hasil yang ditangkap dari mengamati suatun objek apa

yang dituju.19

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan persepsi

seseorang antara lain20 :

1. Psikologi

Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di alam dunia ini sangat

dipengaruhi oleh keadaan psikologi.

2. Famili

Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah familinya. Orang tua

yang telah mengembangkan suatu cara yang khusus di dalam memahami dan

17

Sondang P.Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya,Jakarta:Bina Aksara,1989,hal.89.

18

Isbandi Adi Rukminto,Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial,Jakarta:PT Rajawali Grafindo Persada,1994, hal.105.

19

Musty Soemanto, Psikologi pendidikan,Jakarta:Rineka Cipta,1990,hal.23.

20

(39)

melihat kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan persepsi-persepsi mereka

yang diturunkan kepada anak-anaknya.

3. Kebudayaan

Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu

faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai, dan cara seseorang

memandang dan memahami keadaan di dunia ini.

1.5.8. Persepsi Sosial

Aspek sosial dalam persepsi memainkan peranan yang amat penting dalam

perilaku organisasi. Persepsi sosial adalah berhubungan secara langsung dengan

bagaimana seseorang individu melihat dan memahami orang lain.

1. Karakteristik orang-orang yang menilai (perceiver) dapat dikemukakan antara lain:

2. Mengetahui diri sendiri itu akan memudahkan melihat orang lain secara tepat.

3. Karakteristik diri sendiri sepertinya bisa mempengaruhi ketika melihat

karakteristik orang lain.

4. Aspek-aspek yang menyenangkan dari orang lain sepertinya mampu melihat

oleh orang-orang yang merasa dirinya berlebihan.

5. ketepatan menilai orang lain itu tidaklah merupakan kecakapan tunggal.

Empat karakteristik ini mempunyai peranan yang besar bagi seseorang

dalam melihat orang lain pada situasi lingkungan tertentu. Persepsi seseorang

terhadap orang lain tidak bisa dilepaskan dari tempat karakteristik ini, sehingga

dengan demikian dapat dipahami mengapa seseorang ketika melihat orang lain

(40)

Adapun karakteristik dari orang –orang yang dilihat atau dinilai dalam

proses persepsi sosial itu antara lain :

1. Status orang yang dinilai akan mempunyai pengaruh yang besar bagi persepsi

orang yang menilai.

2. orang yang dinilai biasanya ditempatkan dalam kategori-kategori tertentu. Hal

ini untuk memudahkan pandangan –pandangan orang yang menilai. Biasanya

kategori tersebut biasanya terdiri dari kategori status dan peranan.

3. sifat perangai orang-orang yang dinilai akan memberikan pengaruh yang besar

terhadap persepsi orang lain pada dirinya.21

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Metode Penelitian

Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah

yang diselidiki dengan menggambarkan, melukiskan keadaan subjek atau objek

penelitian seseorang, masyarakat dan lain-lain, pada saat sekarang berdasarkan

fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.22

Menurut Whitney dalam Moh Nasir, metode diskriptif adalah pencarian

fakta dengan interprestasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari

masalah-masalah dalam masyarakat serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta

situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan,

sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan

pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.23

21

Ibid,hal 157

22

Hadari Nawawi,metodologi Penelitian Sosial,Yogyakarta:Gajah Mada university Press,hlm.63.

23

(41)

1.6.2. Lokasi Penelitian

Untuk mendapatkan informasi yang mencakup masalah maka penulis

melakukan Studi lapangan pada lokasi penelitian di Kecamatan Medan Amplas.

1.6.3. Populasi dan Sampel

1.6.3.1 Populasi

Populasi penelitian yaitu seluruh masyarakat yang berusia 40 tahun keatas

di Kecamatan Medan Amplas.

1.6.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi yang menggunakan

cara tertentu untuk menentukan jumlah sampel, maka digunakan rumus “ Taro

Yamane” dengan presisi 10% yakni24 :

berdasarkan rumusan diatas, maka dapat diketahui bahwa jumlah sampel dari

penelitian ini adalah

n =

(42)

Perolehan sampel dari rumusan diatas adalah 100 sampel, dari sampel

tersebut ditentukan jumlah sampel masing-masing kelurahan yang ada di

kecamatan Medan Amplas, untuk menentukan jumlah sampel masing-masing

kelurahan, maka teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Stratified

Proposional Sampling, teknik pengambilan sampel ini berguna untuk memperoleh

sampel yang mempunyai karakteristik dalam populasi.25 Untuk mendapatkan

sampel dengan teknik Startified Proposional Sampling digunakan dengan cara

sebagai berikut.26

Dengan menggunakan rumusan diatas, maka perhitungan komposisi

jumlah sampel adalah sebagai berikut :

1. Kelurahan Medan Amplas = 100

James A Black & Dean J.Champion, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Bandung : PT. Eresco, 1993, hal. 245.

26

(43)

5. Kelurahan Harjosari II = 100

1.6.4. Teknik Penarikan Sampling

Dalam penelitian ini penarikan sampel dilakukan berdasarkan teknik

Purposif Sampling, yaitu teknik penelitian yang digunakan oleh peneliti yang mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan

sampelnya. Unit sampel selanjutnya dihubungkan dengan kriteria-kriteria yang

ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Selanjutnya penarikan sampel dilakukan

dengan memilih orang-orang tertentu yang dianggap mewakili populasi dan

dinilai representative yang disesuaikan dengan tujuan penelitian.27

1.6.5. Teknik Pengumpulan Data

Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam persiapan penelitian adalah

mendayagunakan sumber-sumber yang tersedia. Pemanfaatan perpustakaan

diperlukan baik untuk penelitian lapangan (Field Research) maupun bahan

dokumen (data Sekunder).

27

(44)

Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian dan

pengumpulan data sebagai berikut:

a. Metode Penelitian Lapangan (Field Research Methods) yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung pada objek penelitian. Studi lapangan yang

dilakukan adalah data langsung ke lokasi penelitian yang dijadikan sebagai

pembahasan dengan cara angket.

b. Metode Penelitian Keperpustakaan (Library Research Methods) yaitu sumber yang diambil langsung berasal dari data buku, majalah, surat kabar, dan

literatur lain yang berhubungan dengan judul skripsi ini. Dengan demikian

diperoleh data sekunder sebagai kerangka kerja teoritis.

1.6.7. Teknik Analisa Data

Tahapan penganalisaan data merupakan tahapan penyederhanaan data.

Setelah data dan informasi terkumpul, maka selanjutnya adalah mengolah data

dan menganalisisnya. Data yang diperoleh dari daftar pertanyaan yang dijabarkan

kepada responden ditampilkan dalam bentuk tabel tunggal lalu dianalisis. Setelah

dianalisis, maka ditarik kesimpulan terhadap hasil penelitian yang telah dianalisis.

1.6.6. Defenisi Konsep

Yaitu menganalisis data berdasarkan kesimpulan teori yang sudah berlaku

umum untuk mengamati suatu fenomena agar tidak terjadi tumpang tindih atas

perhatian dan pemahaman atas permasalahan yang menjadi subjek penelitian.

Oleh karena itu sehubungan dengan masalah yang dikemukakan dalam

penelitian, maka untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing

(45)

1. Kepemimpinan H.M. Soeharto.

2. Persepsi Masyarakat yang berusia 40 tahun keatas.

1.6.8. Definisi Oprasional

Menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, defenisi oprasional

adalah penjelasan tentang bagaimana suatu variabel-variabel akan diukur.

Defenisi oprasional mempermudah peneliti mengoprasionalkan dengan cara

memberikan parameter dan indikator-indikator dari variabel.28

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan diteliti yaitu, Persepsi

Masyarakat dan Kepemimpinan H.M. Soeharto.

1. Persepsi Masyarakat

a. Pengetahuan Masyarakat terhadap kepemimpinan H.M Soeharto. Dalam

hal ini meliputi cara berfikir masyarakat terhadap kepemimpinan H.M.

Soeharto

b. Tanggapan masyarakat terhadap kepemimpinan H.M.Soeharto. Tanggapan

adalah suatu proses meresponi situasi atau kondisi yang ada yang

menghasilkan pendapat.

c. Sikap masyarakat terhadap kepemimpinan H.M.Soeharto. Sikap adalah

tingkah laku atau perbuatan yang ditunjukkan seseorang terhadap sesuatu

gejala.

d. Situasi/kondisi masyarakat sehingga dapat mempengaruhi persepsinya

terhadap kepemimpinan H.M. Soeharto.

e. Informasi yang dimiliki masyarakat tentang kepemimpinan H.M.

Soeharto.

28

(46)

2. Indikator Kepemimpinan H.M. Soeharto adalah:

a. Bentuk kepemimpinan H.M. Soeharto

b. Kebijakan yang telah dibuat oleh H.M. Soeharto dalam Kepemimpinannya

c. Pelaksanaan kebijakan melalui kekuasaan dalam kepemimpinan H.M.

Soeharto.

1.6.9. Sistematika Penulisan

Bab I :Pendahuluan

Yang menjelaskan berupa latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

tinjauan pustaka serta metodologi penelitian.

Bab II :Biografi H.M. Soeharto

Bab III :Penyajian dan analisa data yang disajikan dan dianalisis

berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang

dilakukan di lapangan.

Bab IV : Penutup

(47)

BAB II

BIOGRAFI H.M. SOEHARTO

2.1 Asal Usul H.M.Soeharto

2.1.1 Masa Kecil H.M.Soeharto

Jawa tengah merupakan pusat dari kerajaan-kerajaan jawa kuno, terdapat

sebuah desa bernama Kemusuk. Desa kecil dan damai ini hampir tidak pernah

diperhatikan orang sampai salah satu putranya menjadi presiden Indonesia kedua.

Putra itu adalah H.M. Soeharto yang dilahirkan pada 8 Juni 1921 di Kampung

Kemusuk, Argomulyo, Desa Godean, sekitar 15 kilometer dari kota Yogyakarta.

Ia adalah anak pasangan Kertosudiro, seorang petugas ulu-ulu (petugas irigasi

desa), dan Sukirah.29 Dalam “Taksonomi” Jawa, Soe berarti lebih baik dan harto

berarti kekayaan.30

Pada masa itu, desa kemusuk dibagi menjadi dua bagian yaitu Kemusuk

Lor (Utara) dan Kemusuk Kidul (Selatan). Kakek buyut Soeharto, Demang

Wongsomenggolo, merupakan salah satu pendiri desa Kemusuk. Garis keluarga

Soeharto dari pihak ayah Soeharto berasal dari bagian sebelah selatan desa,

sedangkan garis keluarga ibunya berasal dari Kemusuk Utara. Pada zaman itu,

merupakan hal yang lazim bagi orang-orang yang tinggal dilingkungan yang sama

untuk menikah satu dengan yang lain.Hal ini mengingat sangat sulit dan tidak

terpikirkan untuk dapat bertemu dengan orang yang berasal dari luar daerah itu.

29

Bambang Sulistiyo,dikutip dari GATRA, 2008, hal.39.

30

(48)

Kakek Soeharto dari pihak ayah bernama Kertoirono. Ia mempunyai dua anak,

Kertoredjo yaitu ayah Soeharto dan seorang anak perempuan yang bernama

Prawirohardjo.

Dalam tradisi Jawa Tengah, adalah hal yang wajar bagi seorang pria untuk

mengganti nama ketika menikah. Oleh karena itu Kertoredjo mengubah namanya

menjadi Kertosudiro ketika menikah, menggunakan nama keluarga istrinya.

Kertosudiro bekerja sebagai petugas irigasi desa atau ulu-ulu. Jabatan ini termasuk

tinggi bagi mereka yang tinggal di lingkungan pedesaan. Ibu dari Soeharto adalah

anak dari Notosudiro, Ibunya bernama Sukirah, perkawinan orangtua Soeharto

berdasarkan perjodohan, dimana ayah Soeharto sebelumnya sudah pernah

menikah dan mempunyai anak dua dari perkawinan sebelumnya.

Tahun 1921 bukanlah tahun yang mengembirakan, bukan pula saat yang

menjanjikan kesejahteraan bagi penduduk Kampung Kemusuk. Tiga tahun setelah

berakhirnya perang Dunia I ditandai dengan krisis ekonomi yang merata sampai

ke Jawa, Sumatera, dan pulau-pulau penghasil rempah-rempah lainnya dalam

koloni Hindia Belanda. Dalam kondisi kesejahteraan yang terbatas itulah,

Kertosudiro berharap kelak putranya tumbuh menjadi orang yang kaya dan

berkedudukan tinggi. Harapan itu dimulai dengan kenyataan yang tidak terlalu

baik, tidak lama setelah melahirkan Soeharto, Sukirah dan Kertasudiro bercerai.

Sukirah kemudian menikah lagi dengan Atmopawiro dan memiliki tujuh anak

(49)

dikenal sebagai konglomerat kontroversial, sedang Kertosudiro juga menikah lagi

dan memperoleh empat orang anak.31

Soeharto adalah putra satu-satunya dari perkawinan Kertosudiro dan

Sukirah. Belum genap berumur 40 hari, Soeharto dibawa ke rumah adik

kakeknya, Kromodiryo, seorang dukun bayi yang juga membantu kelahiran

Soeharto, hal ini disebabkan karena kesehatan Sukirah memburuk, akhirnya

Soeharto harus tinggal dirumah Kromodiryo lebih lama kurang lebih empat tahun.

Di rumah Kromodiryo, Soeharto menemukan kehangatan kasih sayang, dirumah

Kromodiryo, Soeharto belajar berdiri dan berjalan.

Kromodiryo membawa Soeharto kecil ke mana pun ia pergi dan

mengajarkan Soeharto berdiri dan menapaki langkah-langkah pertamanya.

Apabila Kromodiryo harus melaksanakan tugas sebagai bidan, kakeknya akan

membawa Soeharto kesawah. Anak laki-laki kecil itu dipanggul di pundak

kakeknya sementara sang kakek mencangkul tanah untuk bertani. Kehidupan desa

sangat menyenangkan bagi Soeharto. Pada masa kecilnya, ia mengalami

kecelakaan pada saat memotong sebatang pohon pisang dan pisaunya jatuh

mengenai jari kakinya, neneknya Kromodiryo sangat menyayangi Soeharto,

ketika melihat mengalami kecelekaan tersebut neneknya langsung membalut luka

Soeharto dengan penuh kasih sayang. Bagi Soeharto, masa-masa itu adalah masa

yang paling membahagiakan dalam hidupnya. Tahun-tahun di masa kecilnya itu

membawa pengaruh sangat besar baginya, dan ini terlihat dari kebiasaan Soeharto

31

(50)

yang lebih suka makan makanan sederhana dan memakai pakaian yang

sederhana.32

Ketika berumur empat tahun, Soeharto diambil kembali oleh Sukirah dan

diajak tinggal bersama Atmopawiro yaitu ayah tiri Soeharto. Atmopawiro sayang

pada putra tirinya dan bahkan membelikan Soeharto seekor kambing. Tindakan ini

dengan tegas memperlihatkan kasih sayangnya pada Soeharto karena kambing

adalah ternak yang bernilai tinggi di Indonesia. Setelah mulai beranjak besar,

Soeharto menghabiskan waktu senggangnya dengan mengembala.

2.1.2 Masa Sekolah H.M. Soeharto

Soeharto yang beranjak besar disekolahkan Sukirah di Desa Puluhan,

Godean. Namun karena Sukirah dan Atmopawiro pindah ke daerah kemusuk

Kidul, maka Soeharto pun pindah sekolah ke desa Pedes. ketika Soeharto

memasuki usia delapan tahun. Kertosudiro, ayah kandungnya memutuskan agar

Soeharto dipelihara oleh adik perempuannya, Ibu Prawirowihardjo di Wuryantoro.

Sebuah tempat yang lebih makmur apabila dibandingkan dengan Kemusuk.

Karena Prawirowihardjo adalah seorang mantri tani, sebuah jabatan yang cukup

tinggi di kalangan orang desa, diharap dapat memberi Soeharto pendidikan yang

lebih baik. Kehidupan Prawirowihardjo sebagai seorang mantri tani membuat

kehidupan Soeharto merasa lebih baik daripada sebelumnnya. Pada masa ini,

Soeharto banyak belajar tentang segala sesuatu, dari masalah pertanian hingga

keagamaan. Karena Prawirowihardjo adalah seorang mantri tani atau petugas

32

(51)

tanah, sebuah jabatan yang cukup tinggi di kalangan orang desa. Dari

mengikutinya, Soeharto menjadi tahu banyak hal mengenai kegiatan bercocok

tanam. Sebuah kegiatan yang pada akhirnya menjadi kegemaran Soeharto hingga

usia tua. Dan pada masa-masa ini telah membangkitkan rasa simpati Soeharto

yang mendalam terhadap para petani.33

Kehidupan di Wuryantoro telah membangun karakter Soeharto. Sebagai

seorang penganut islam yang taat, Ibu Prawirowihardjo mengajarkan Soeharto

bukan hanya tentang pentingnya sekolah tetapi juga pentingnya pendidikan

kerohanian dan agama. Soeharto meluangkan waktu malamnya belajar membaca

Al-Qur’an di langgar. Pada masa-masa ini hati Soeharto terhgerak untuk

mengikuti ajaran nenek moyang, suatu perkembangan penting yang kemudian

melekat dan mempengaruhi Soeharto selama hidupnya. Ini juga merupakan

periode dimana Soeharto belajar tiga prinsip “jangan” dalam hidup ini. “Jangan

kagetan”, “jangan terkagum-kagum” dan “jangan mencemooh”. Atau “sabar,

nrimo, melek”-jadilah orang yang sabar,apa pun yang terjadi terimalah, jangan

mengeluh serta gunakan selalu kewaspadaan.34

Soeharto menjalani pendidikan kerohaniannya dengan sungguh-sungguh.

Diantaranya Soeharto berpuasa di hari senin dan kamis, serta tidur dibawah atap

luar rumah. Orang jawa umumnya percaya bahwa dengan berpuasa dan bersemedi

seseprang dapat memperoleh kekuatan batin untuk dapat mengatasi segala cobaan

hidup. Soeharto juga bergabung dengan Hizbul Wathan, sebuah kelompok

keagamaan. Pelatihan-pelatihan tersebut dilakukan dalam rangka menghormati

33

Ibid, hal.21

34

Gambar

Tabel III.1
Tabel III.3
Tabel III.4 Pengetahuan Responden Terhadap Kebijakan – Kebijakan yang Dibuat Oleh
Tabel III.5
+7

Referensi

Dokumen terkait