• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Minyak Ikan Lele (Clarias Gariepinus) Yang Diperkaya Omega 3 Terhadap Profil Lipid Lansia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Minyak Ikan Lele (Clarias Gariepinus) Yang Diperkaya Omega 3 Terhadap Profil Lipid Lansia"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

(

Clarias gariepinus

)

YANG DIPERKAYA OMEGA 3

TERHADAP PROFIL LIPID LANSIA

MIA SRIMIATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Pemberian Minyak Ikan Lele (Clarias gariepinus) yang Diperkaya Omega 3 terhadap Profil Lipid Lansia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

(4)

MIA SRIMIATI. Pengaruh Pemberian Minyak Ikan Lele (Clarias gariepinus) yang Diperkaya Omega 3 terhadap Profil Lipid Lansia. Dibimbing oleh CLARA M. KUSHARTO, IKEU TANZIHA, dan SUGENG H. SUSENO.

Indonesia merupakan salah satu negara berkepulauan yang memiliki potensi perikanan tangkap dan perikanan budidaya, terutama ikan lele. Pemanfaatan ikan lele semakin berkembang seiring dengan perkembangan teknologi. Salah satunya adalah penepungan, namun kegiatan ini menyisakan hasil samping berupa minyak yang masih bisa dimanfaatkan. Minyak ikan lele dapat menurunkan kadar LDL (Low Density Lipoprotein) dan total kolesterol (Rifqi 2014) pada hari 60, akan tetapi menunjukkan peningkatan pada hari ke-90. Oleh karena itu, pada penelitian ini ditambahkan omega 3 untuk memperbaiki kualitas minyak ikan lele dan dapat memperbaiki profil lipid lansia.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemberian minyak ikan lele (Clarias gariepinus) yang diperkaya omega 3 terhadap profil lipid lansia. Adapun tujuan khususnya adalah: (1) Menganalisis proses pemurnian minyak ikan lele dengan perbedaan suhu bleaching (250C, 700C, dan 1000C); (2) Mengkaji stabilitas minyak ikan lele dengan metode Schaal

Oven Test; (3) Mempelajari proses kapsulasi softgel untuk minyak ikan lele; (4) Menganalisis pengaruh pemberian minyak ikan lele terhadap kadar total kolesterol dan LDL pada lansia.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu pemurnian minyak, penyimpanan, dan efikasi pada lansia. Efikasi pada lansia menggunakan desain Randomized Controlled Trial (RCT). Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2014 hingga Januari 2015. Pemurnian minyak dilakukan pada tiga suhu pemucatan yang berbeda yaitu 250C, 700C, dan 1000C. Uji stabilitas minyak dilakukan dengan metode Schaal oven test, sedangkan efikasi dilakukan selama 60 hari di Pos Lansia Dahlia Senja. Subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah lansia wanita yang berusia di atas 60 tahun; sehat (tidak menderita infeksi sekunder) berdasarkan hasil pemeriksaan dokter; memiliki risiko dislipidemia; telah mengikuti penjelasan penelitian; menyetujui informed consent; bersedia untuk mematuhi prosedur penelitian. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah mempunyai kelainan kongenital/cacat bawaan; Mempunyai alergi berat berdasarkan medical Questionnaire; Mengonsumsi antibiotik dan/atau laxative (4 minggu sebelum penelitian); serta berpartisipasi dalam penelitian lain.

(5)

responden lansia dan keluarganya. Data responden diantaranya identitas lansia (nama, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, tingkat pendidikan dll), status kesehatan, konsumsi pangan, profil lipid (total kolesterol, LDL, HDL dan trigliserida), dan ukuran antropometri (berat badan dan tinggi badan). Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan pengukuran secara langsung terhadap responden. Data diolah menggunakan MS Excell dan SPSS versi 16.0.

Minyak yang telah dimurnikan mengalami penurunan jumlah asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan anisidin, dan bilangan total oksidasi. Jumlah parameter oksidasi minyak yang telah dimurnikan menjadi turun sesuai dengan standar IFOS, baik yang dimurnikan pada suhu 250C, 700, maupun 1000C. Minyak yang dimurnikan pada suhu yang lebih rendah memiliki profil asam lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak kasar, baik SFA (Saturated Fatty Acid), MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid), dan PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid). Namun, suhu yang rendah tidak efektif untuk mendapatkan rendemen minyak murni, rendemen yang didapatkan hanya sebesar 22%. Rendemen tertinggi diperoleh pada suhu pemucatan 1000C, yaitu sebesar 84%.

Minyak ikan lele yang telah dimurnikan kemudian disimpan dengan menggunakan metode Schaal Oven Test. Hasilnya menunjukkan bahwa minyak yang tidak ditambahkan dengan vitamin E (kontrol) tidak stabil dibandingkan dengan minyak yang ditambahkan dengan vitamin E, minyak tersebut sudah menunjukkan kerusakan dan tidak sesuai dengan IFOS pada hari ke 31. O’Brien (2009) mengatakan bahwa satu hari di suhu oven sebanding dengan 15 hari di suhu normal. Berdasarkan konversi tersebut minyak ikan lele yang tidak ditambahkan dengan vitamin E dapat disimpan selama 465 hari atau 15.5 bulan. Sementara itu, minyak ikan lele yang ditambahkan dengan antioksidan vitamin E mengalami kerusakan pada hari ke 48 pada suhu oven. Artinya minyak ikan lele yang ditambahkan antioksidan dapat disimpan lebih lama, yaitu sekitar 720 hari atau 24 bulan.

Karakteristik responden pada dua kelompok bersifat homogen. Asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat pada kedua kelompok tidak berbeda signifikan, artinya konsumsi responden homogen. Dengan begitu, konsumsi tidak menjadi variabel pengganggu dalam penelitian ini. Namun, terdapat peningkatan yang signifikan (p<0.05) dari konsumsi energi, protein, dan karbohidrat subjek baik pada kelompok perlakuan maupun pada kelompok kontrol.

Total kolesterol dan LDL pada kedua kelompok tidak berbeda signifikan. Namun, pada kelompok perlakuan kadar total kolesterol dan LDL-nya memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan pada kelompok kontrol. Selain itu, kadar LDL pada kelompok perlakuan berada pada batas normal. Pada kelompok kontrol terdapat peningkatan yang signifikan kadar total kolesterol dan LDL sebelum dan setelah intervensi. Pada kelompok yang diberi minyak ikan lele, walaupun terjadi peningkatan kadar total kolesterol dan LDL, namun peningkatan tersebut tidak signifikan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa konsumsi minyak ikan lele yang diperkaya omega 3 dapat membantu menekan laju peningkatan kadar LDL dan total kolesterol yang salah satunya diakibatkan oleh peningkatan asupan energi, terutama karbohidrat.

(6)

MIA SRIMIATI. The Effect of Catfish Oil (Clarias gariepinus) Consumption Enriched by Omega 3 on Lipid Profile of Elderly. Supervised by CLARA M. KUSHARTO, IKEU TANZIHA, and SUGENG H. SUSENO

Indonesia is an archipelago country that has the huge potential of water. Potential product of water in Indonesia consists of two sectors, namely fisheries and aquaculture, especially catfish. The processing of catfish is varry along with the development of technology, one kind of catfish processing is catfish flour. However, this activity leaves byproduct in the form of oil that can still be exploited. Based on the previous studies, catfish fish oil had been shown to reduce levels of LDL (low density lipoprotein) and total cholesterol (Rifqi 2014). Therefore, this study tried to test the efficacy of the product to elder people.

The general objective of this study was to analyze the effect of catfish oil enriched with omega-3 on lipid profile of the elderly people. The specific objectives were to: (1) Analyze the refining process of catfish oil with different bleaching temperature (250C, 700C and 1000C); (2) Analyze the stability of catfish oil by Schaal Oven Test method; (3) Study the process of softgel capsulation for catfish oil; (4) Analyze the effect of catfish oil supplementation on the LDL and total cholesterol levels in the elderly.

This research was an experimental study consisted of three phases; refining process, storage, and efficacy in the elderly. Efficacy in elderly using Randomized Controlled Trial (RCT) design. The study was conducted in February 2014 until January 2015. Oil Refining performed on three different bleaching temperatures (250C, 700C and 1000C). An oil stability test was conducted by Schaal oven test method to see the stability and shelf life prediction of oil, while the efficacy carried out for 60 days in Pos Lansia Dahlia Senja. Subjects were included in this study had to meet the inclusion and exclusion criteria. Inclusion criteria of this study were elderly women over the age of 60 years; healthy (not suffer secondary infections) based on the doctor's examination; suffer dislipidemia; has followed the explanation of the research; approved informed consent; willing to comply with study procedures. The exclusions criteria of this study were to have a congenital abnormality / birth defect; Have a severe allergy based medical questionnaire; consume an antibiotic and / or laxative (4 weeks prior to the study); as well as participating in other studies.

Subjects were divided into two groups, the first group (A1) was given catfish oil 1000 mg per day, while the second group (A2) was not given the oil, it was called a control. The lipid profile measurement was performed before and after the intervention. The refining process was done at Technopark, Faculty of Food, Bogor Agricultural University. The Biochemical analysis of blood (lipid profile) performed in the Laboratory Applied Health Technology and Clinical Epidemiology, Health Research and Development, The Ministry of Health, Indonesia.

(7)

lipid profile (total cholesterol, LDL, HDL and triglycerides), anthropometric (weight and height), and the level of compliance. The data collected by direct interview and measurement, and then processed using MS Excel and SPSS version 16.0.

Refined oil has decreased the amount of free fatty acids, peroxide value, and the total number of oxidation suitable with IFOS standard either purified at a temperature of 250C, 700, and 1000C. Decreasing the amount of free fatty acids, mainly due to the neutralization process by adding with alkali (NaOH).

The fatty acid profile between crude and refined oil were different, either of the fatty acid profile for every treatment. The higher fatty acid profile was the oil purified at the lower temperature. However, the low temperatures were not effective to obtain the best rendement, it was due to magnesol XL couldn't work properly (inactive). Therefore, in this study, refining process couldn't perform at the room temperature.

The refined catfish oil was stored using Schaal Oven Test Method. The result showed that the oil without vitamin E (control) has shown the damage on day 31st. O'Brien (2009) said that one day at oven temperatures equal to 15 days in normal temperature, it means this oil can be stored for 465 days or 15.5 months. Meanwhile, catfish oil added by vitamin E was damaged on day 48th in oven temperature, which is about 720 days in room temperature, or 24 months. Antioxidants can protect the oil from oxidation, therefore the oil added by vitamin E can extend the shelf life.

The characteristics of the respondents in the two groups were homogen. The intake of energy, protein, fats, and carbohydrates in both groups did not differ significantly, it was due to the respondent had a homogeneous consumption. Therefore, the consumption was not a confounding variable in this study. However, there was a significant increase (p<0.05) from the consumption of energy, protein, and carbohydrates of both subjects in the treatment group and the control group, but the increasing in fat consumption did not differ significantly. Catfish oil consumed daily by treatment group for 60 days and then the effect on the lipid profile was evaluated. In this study, researcher focus on LDL and total cholesterol for lipid profile evaluation, which is in line with the results of the study Rifqi (2014).

Total cholesterol and LDL in the two groups did not differ significantly. However, the treatment group total cholesterol and LDL cholesterol had lower scores than the control group. In addition, the LDL levels in the treatment group were below standard, or may be normal. The LDL and total cholesterol in the control gorup increased significantly (p<0.05), while in the treatment group was not significant. It might be due to enhancement of the consumption of the subject for 60 days. Thus, catfish oil could inhibit the rate of enhancement of the lipid profile.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK IKAN LELE

(

Clarias gariepinus

)

YANG DIPERKAYA OMEGA 3

TERHADAP PROFIL LIPID LANSIA

MIA SRIMIATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Gizi Mayarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Diperkaya Omega 3 terhadap Profil Lipid Lansia. Nama : Mia Srimiati

NIM : I151130251

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr drh Clara M. Kusharto, MSc Ketua

Diketahui oleh

Tanggal Ujian: 6 Januari 2016 Tanggal Lulus:

Prof Dr Ir Ikeu Tanziha, MS Anggota

Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi Anggota

Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN

Dekan Sekolah Pascasarjana

(12)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini berjudul “Pengaruh Pemberian Minyak Ikan Lele (Clarias gariepinus) yang Diperkaya Omega 3 terhadap Profil Lipid Lansia” yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar magister sains (MSi) pada program magister Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Intitut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr drh Clara M. Kusharto, Prof Dr Ir Ikeu Tanziha, MS, dan Dr Sugeng H. Suseno, SPi, Msi. selaku pembimbing yang selalu memberikan arahan, motivasi, saran, dan kritik yang membangun bagi penulis. Terima kasih kepada Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS selaku dosen penguji luar komisi dalam ujian tertutup yang telah memberikan banyak masukan dan kritik dalam penyempurnaan tesis ini. Disamping itu, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan pada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas bantuan dana penelitian yang diberikan dalam bentuk hibah kompetensi serta bantuan beasiswa BPPDN selama menjalani studi di Sekolah Pascasarjana IPB.

Ucapan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta (Bapak Sinta dan Ibu Sariyah) yang telah menghantarkan penulis hingga ke jenjang magister dengan segala doa, kasih sayang dan motivasi yang diberikan, serta kepada adik tersayang (Toto Santosa) atas doa dan motivasinya. Terima kasih juga kepada keluarga angkat saya (Bapak Bakri, Ibu Iskari, Mbak Ika dan Mbak Dita) atas dorongan dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Gelora Mangalik, Mbak Risti, Dzul Fadli, dan Mbak Nunung, yang telah banyak membantu dan selalu setia menemani selama proses penelitian. Teman-teman GMS angkatan 2013, terima kasih atas doa dan dukungan semangat kepada penulis. Tidak lupa juga ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh pengajar dan staf di Departemen Gizi Masyarakat yang secara tidak langsung telah mendukung proses studi penulis serta kepada pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu dalam membatu penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Januari 2016

(13)

DAFTAR ISI

Minyak Ikan Hasil Samping Penepungan 5

Pemurnian Minyak 6

Asam Lemak pada Minyak Ikan 7

Minyak Ikan Lele 8

Penurunan Kualitas Minyak 9

Stabilitas Minyak 9

Kapsul Softgel (Kapsul Lunak) 10

Lanjut Usia (Lansia) 11

Peran Minyak Ikan bagi Kesehatan 12

Omega 3, Penyakit Jantung, dan Sistem Vaskular 14

3 KERANGKA PEMIKIRAN 17

4 METODE 19

Desain, Waktu, dan Tempat 19

Besar Sampel 22

Variabel Penelitian 23

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 23

Pengolahan dan Analisis Data 25

Definisi Operasional 27

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 28

Pemurnian dan Profil Asam Lemak Minyak Ikan Lele 28

Kapsulasi Minyak Ikan Lele 33

Stabilitas Minyak Ikan Lele 37

a. Asam lemak bebas 37

b. Bilangan peroksida 38

c. Bilangan anisidin 39

d. Bilangan total oksidasi 41

Efikasi Pemberian Minyak Ikan Lele pada Lansia 42

Keterbatasan Penelitian 45

6 SIMPULAN DAN SARAN 46

Simpulan 46

Saran 46

(14)

LAMPIRAN 52

RIWAYAT HIDUP 60

DAFTAR TABEL

1 Kebutuhan zat gizi berdasarkan kelompok umur 12

2 Daya serap EPA dan DHA dalam minyak ikan dengan struktur

trigliserida dan etil ester asam lemak pada konsumsi tinggi dan rendah

lemak 12

3 Kriteria inklusi dan eksklusi untuk penentuan sampel 22

4 Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data 24

5 Karakteristik minyak ikan lele sebelum dimurnikan 28 6 Karakteristik minyak ikan lele setelah dimurnikan dengan berbagai

perbedaan suhu pemucatan 29

7 Profil asam lemak minyak ikan lele yang belum dimurnikan (crude

catfish oil) 31

8 Profil asam lemak minyak ikan lele dengan suhu pemucatan yang

berbeda 32

9 Rendemen minyak ikan lele dengan perlakuan berbagai suhu

pemucatan 33

10 Data minyak sebelum dikapsulasi 34

11 Karakteristik Minyak setelah dikapsulasi 35

12 Profil asam lemak minyak setelah dikapsulasi (diperkaya omega 3) 36

13 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik lansia 42

14 Asupan serta tingkat kecukupan energi dan dan gizi kelompok

perlakuan dan kontrol sebelum dan setelah intervensi 43

15 Asupan lansia sebelum dan setelah intervensi 43

16 Profil lipid setelah intervensi 44

(15)

DAFTAR GAMBAR

1 Transformasi asam lemak omega 3 13

2 Tahapan aterosklerosis pada pembuluh darah (Alberts et al. 2008) 15

3 Kerangka pemikiran penelitian 18

4 Diagram alir proses persiapan penelitian 20

5 Diagram alir proses kapsulasi 21

6 Grafik perbedaan jumlah asam lemak bebas pada minyak kontrol (tanpa vitamin E) dan minyak intervensi (dengan vitamin E) selama

proses penyimpanan dalam oven dengan suhu 600C 37 7 Grafik perbedaan jumlah bilangan peroksida pada minyak kontrol

(tanpa vitamin E) dan minyak intervensi (dengan vitamin E) selama

proses penyimpanan dalam oven dengan suhu 600C 39

8 Grafik perbedaan jumlah bilangan p-anisidin pada minyak kontrol (tanpa vitamin E) dan minyak intervensi (dengan vitamin E) selama

proses penyimpanan dalam oven dengan suhu 600C 40

9 Grafik perbedaan jumlah bilangan oksidasi pada minyak kontrol (tanpa vitamin E) dan minyak intervensi (dengan vitamin E) selama

proses penyimpanan dalam oven dengan suhu 600C 41

DAFTAR LAMPIRAN

1 Formulir etik penelitian 52

2 Lembar pernyataan informed concent 53

3 Penentuan rendemen minyak hasil pemurnian 57

4 Analisis profil asam lemak menggunakan Gas Chromatography

(AOAC 2005, No. metode 969.33) 57

5 Analisis asam lemak bebas/ free fatty acid (%FFA) (AOCS 1998, No.

Metode Ca 5a-40) 57

6 Analisis bilangan peroksida (AOAC 2000, No. Metode 965.33b) 58 7 Analisis bilangan anisidin (IUPAC 1987, No. Metode 2.504) 58 8 Penentuan Nilai Total Oksidasi/Totoks (AOCS 1997) 58

(16)
(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkepulauan yang memiliki potensi perairan yang sangat besar. Potensi perairan di Indonesia terdiri dari dua sektor, yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Produksi perikanan budidaya Indonesia merupakan kedua tertinggi setelah China, yaitu sebesar 9.599.765 ton pada tahun 2012 (Nainggolan et al. 2014). Salah satu jenis ikan budidaya yang banyak dikembangkan oleh masyarakat adalah ikan lele dumbo, hal ini karena kemudahan dalam proses pemeliharaannya. Produksi ikan lele dumbo selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, kenaikan rata-rata produksi ikan lele dari tahun 2009 ke 2013 adalah 40.18%. Pada tahun 2009, produksi ikan lele di Indonesia adalah 144.755 ton, sedangkan pada tahun 2014 sebesar 613.210 ton (Nainggolan et al. 2014).

Seiring dengan perkembangan teknologi, upaya pemanfaatan ikan lele untuk menambah nilai ekonominya juga semakin berkembang. Salah satunya adalah penepungan yang dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan biskuit oleh Ferazuma (2010) dan Mervina (2009). Hanya saja, proses penepungan menyisakan hasil samping yang berupa minyak. Berdasarkan hasil penelitian Srimiati (2011), minyak yang berasal dari penepungan ikan lele memiliki profil asam lemak yang cukup baik karena memiliki kandungan asam lemak oleat (C18:1) sebesar 22.65%, linoleat (C18:2) sebesar 17.79%, linolenat (C18:3) 1.21%, EPA 0.57%, dan DHA sebesar 3.51%.

Asam lemak linoleat dan linolenat merupakan asam lemak esensial yang dibutuhkan tubuh dan tidak dapat diproduksi oleh tubuh (Erdman et al. 2012). Berdasarkan data tersebut, minyak ikan lele mengandung asam lemak esensial yang cukup tinggi. Kaban & Daniel (2005) juga menambahkan bahwa minyak ikan yang berasal dari air tawar (ikan lele, gabus, dan mas) dapat dijadikan sebagai sumber asam lemak omega 6. Selain itu, asam lemak oleat (omega 9) juga memberikan manfaat kesehatan jika dikonsumsi, diantaranya adalah menurunkan kadar kolesterol dan mencegah terjadinya penyakit jantung (Alberts et al. 2008).

Untuk meningkatkan kualitas minyak hasil samping penepungan ikan lele, Srimiati (2011) telah melakukan upaya pemurnian. Namun, suhu pemurnian yang digunakan masih tinggi, yakni 1200C. Padahal asam lemak tak jenuh sangat rentan rusak oleh panas (Rajah 2014). Oleh karena itu, pada penelitian ini dikembangkan upaya pemurnian dengan suhu yang lebih rendah. Berdasarkan penelitian Suseno (2012) pada minyak ikan sardin, pemurnian dapat dilakukan pada suhu ruang dengan menggunakan magnesol XL sebanyak 5% sebagai bahan pemucat.

(18)

ini dilakukan penambahan omega 3 pada minyak ikan lele untuk memperbaiki kualitas minyak dan dapat memperbaiki profil lipid lansia.

Penuaan adalah proses biologi yang normal, namun penuaan mengakibatkan beberapa perubahan fisiologi (Heuberger 2011). Menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail (lemah, rentan) dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatkan kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian secara eksponensial (Heuberger 2011). Batasan usia menurut WHO (2007) seseorang disebut lansia (elderly) ketika berusia 60 – 74 tahun; lanjut usia tua (old) 75-90 tahun; dan usia sangat tua (old old) adalah >90 tahun.

Angka harapan hidup lansia perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan angka harapan hidup lansia laki-laki (Krondl, Coleman, Lau 2008). Selain itu, sebagian lansia perempuan yang menikah persentasenya lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki. Contohnya data di Amerika menyebutkan bahwa perempuan yang masih memiliki pasangan pada usia lansia hanya sebesar 42%, sedangkan lansia laki-laki yang masih memiliki pasangan jumlahnya lebih dari 42%. Angka ini tidak berbeda dengan di Indonesia. Oleh karena itu, kemandirian lansia perempuan harus ditingkatkan (Mahan et al. 2012).

Krondl, Coleman, Lau (2008) mengatakan bahwa kebutuhan zat gizi pada lansia berbeda dengan kebutuhan pada usia lainnya, hal ini dikarenakan pada lansia terjadi perubahan-perubahan fisik serta fisiologis tubuh, angka kecukupan energi pada lansia pun lebih rendah dibandingkan usia dewasa, yaitu sebesar 1550 kkal/hari (perempuan usia 65 – 80 tahun) dan 1900 kkal/hari (perempuan usia 50-64 tahun). Kebutuhan lemak lansia adalah 30% dari total asupan energi atau sebesar 43 gram per hari (perempuan usia 65 – 80 tahun) dan 43 gram per hari (perempuan usia 50 – 64 tahun), dan disarankan sebanyak 20% berasal dari asam lemak tak jenuh atau sekitar 10 gram per hari. Asupan lemak lain yang paling penting dari asam lemak tak jenuh adalah lemak esensial, karena tidak dapat disintesis oleh tubuh. Asam lemak esensial yang dimaksud adalah omega 3 dan omega 6. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (2013), angka kecukupan omega 3 pada lansia adalah sebesar 1.1 gram per hari, sedangkan kebutuhan omega 6 adalah sebesar 11 gram per hari. USDA merekomendasikan jumlah yang lebih tinggi untuk angka kecukupan omega 6, yaitu 12 gram per hari. Angka ini direkomendasikan untuk mencegah terjadinya penyakit yang disebabkan oleh defisiensi asam lemak esensial (Erdman et al. 2012).

(19)

antioksidan sehingga dapat melindungi ikatan rangkap dari proses oksidasi (Alasalvar et al. 2011). Penambahan 0.6 mg per gram PUFA dapat melindungi ikatan rangkap dari proses oksidasi (Mulder et al. 2014). Berdasarkan uraian tersebut, diharapkan pemberian minyak yang berasal dari hasil samping penepungan ikan lele dan diperkaya omega 3 dapat memberikan pengaruh terhadap profil lipid lansia.

Perumusan Masalah

Lanjut usia merupakan fase dimana seorang manusia sangat rentan kondisi kesehatannya. Salah satu upaya untuk mempertahankan derajat kesehatan lansia adalah dengan mempertahankan dan memperbaiki profil lipid. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan konsumsi asam lemak tak jenuh yang dapat memelihara dan memperbaiki profil lipid. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dipelajari bagaimana pengaruh pemberian minyak ikan lele yang diperkaya omega 3 terhadap profil lipid lansia. Minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak hasil samping dari penepungan ikan lele. Oleh karena itu, sebelumnya akan dipelajari apakah proses pemurnian minyak ikan lele dengan perbedaan suhu bleaching (250C, 700C, dan 1000C) dapat dilakukan atau tidak, kemudian dipelajari pula stabilitas minyak ikan lele dengan metode Schaal Oven Test serta proses kapsulasi softgel minyak ikan lele. Selain itu, akan pelajari pula pengaruh suplementasi minyak ikan lele terhadap kadar total kolesterol dan LDL pada lansia.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemberian minyak ikan lele (Clarias gariepinus) yang diperkaya omega 3 terhadap profil lipid pada lansia.

Tujuan, yaitu:

1. Menganalisis proses pemurnian minyak ikan lele dengan perbedaan suhu bleaching (250C, 700C, dan 1000C)

2. Mempelajari proses kapulasi softgel untuk minyak ikan lele

3. Mengkaji stabilitas minyak ikan lele dengan metode Schaal Oven Test 4. Menganalisis pengaruh suplementasi minyak ikan lele terhadap profil lipid

(kadar total kolesterol dan LDL) pada lansia.

Hipotesis Penelitian

1. Suhu pemucatan berpengaruh terhadap kualitas minyak ikan lele 2. Minyak yang ditambahkan dengan vitamin E lebih stabil dibandingkan

minyak yang tidak ditambahkan dengan vitamin E.

(20)

Manfaat Penelitian

(21)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Ekstraksi Minyak Ikan

Minyak ikan yang umum diproduksi di Indonesia dibedakan menjadi minyak badan ikan dan minyak hati ikan. Minyak badan ikan sebagian besar diperoleh dari ikan lemuru dan sejenisnya, sedangkan minyak hati ikan diperoleh dari ikan cucut. Minyak badan ikan tidak diproduksi secara khusus, tetapi merupakan hasil samping pengolahan tepung ikan dan ikan kaleng (Damongilala 2008). Pada pengolahan tepung ikan konvensional, minyak ikan dipisahkan dari press liquor dengan menggunakan sentrifugasi tabung (decanter) dan separator minyak. Decanter digunakan untuk menghilangkan padatan halus tersuspensi termasuk pasir dari press liquor (Alasavar et al. 2011). Setelah itu, dengan menggunakan separator minyak yang berupa sentrifugasi disc type, sebanyak mungkin minyak ikan dipisahkan dari press liquor sehingga akan dihasilkan stickwater dengan kandungan lemak yang rendah.

Minyak Ikan Hasil Samping Penepungan

Produksi tepung ikan dan minyak ikan dewasa ini dihasilkan dari metode pengepresan basah (wet pressing method). Tahapan utama pada proses tersebut adalah adanya pemasakan untuk menyebabkan terjadinya koagulasi protein dengan demikian akan terjadi pembebasan minyak dan air, pemisahan dengan pengepresan akan menghasilkan fase padat (press cake) yang mengandung 60-80% material kering bebas minyak (protein, tulang), minyak, dan fase cair (press liqour) yang mengandung air dan sisa padatan (minyak, protein terlarut dan tersuspensi, vitamin, dan mineral). Bagian padatan dari press liquor dihilangkan melalui proses sentrifugasi dalam sebuah decanter, dan fase minyak pun dipisahkan melalui proses sentrifugasi (O’Brien 2009).

Bahan baku industri penepungan biasanya merupakan ikan yang tidak masuk mutu ikan untuk pengalengan atau ikan afkir, serta bagian kepala, ekor, dan isi perut yang dibuang pada saat penyiangan dalam line pengalengan ikan. Minyak ikan hasil samping penepungan masih memiliki kandungan DHA yang cukup tinggi dan potensial untuk dimanfaatkan lebih lanjut, namun terdapat hambatan dalam pemanfaatannya yaitu warna gelap (coklat gelap) yang tidak diinginkan dan kadar asam lemak bebas yang terlalu tinggi. Warna coklat dari minyak ikan dipengaruhi oleh bahan baku tepung ikan terutama isi perut dan kepala ikan yang secara alami berwarna merah sampai coklat dan kaya akan hemoglobin. Sebagian hemoglobin larut dalam minyak dan menyebabkan kadar Fe dalam minyak ikan menjadi tinggi (Estiasih 2009).

(22)

Peningkatan kualitas minyak ikan hasil samping industri penepungan ikan dapat dilakukan melalui berbagai teknik pemurnian. Teknik pemurnian ditujukan untuk memperbaiki mutu minyak ikan seperti memperbaiki warna, menurunkan kadar asam lemak bebas, hingga menurunkan kadar zat besi (O’Brien 2009).

Pemurnian Minyak

Teknik pemurnian terdiri dari beberapa tahap, yaitu proses pemisahan gum (degumming), pemucatan (bleaching), netralisasi, dan deodorisasi (Ketaren 2008). Proses degumming dilakukan jika rendemen minyak masih mengandung gum (getah), biasanya proses ini dilakukan pada minyak yang berasal dari tumbuhan seperti minyak kelapa sawit. Proses degumming dilakukan dengan cara menambahkan larutan asam fosfat pada suhu 700-900C (Shahidi 2005). Biasanya proses degumming dilakukan dengan cara dehidratasi getah dan resin, yaitu dengan memasukkan uap air panas ke dalam minyak disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya disentrifugasi untuk memisahkan bagian lendir dari air. Proses pemisahan gum penting dilakukan sebelum dilakukan netralisasi karena sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan kaustik soda pada proses netralisasi akan menyerap gum (getah dan lendir) sehingga menghambat proses pemisahan sabun (soap stock) dari minyak (Ketaren 2008). Selain itu jika netralisasi dilakukan pada minyak yang masih mengandung gum maka akan menambah partikel emulsi yang berupa fosfolipid lesitin dalam minyak yang pada akhirnya akan mengurangi jumlah trigliserida dalam minyak (Hernandez & Kamal-Eldin 2013).

Netralisasi merupakan proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak. Pemisahan tersebut dilakukan dengan mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Hernandez & Rathbone 2002). Basa yang biasa digunakan dalam industri adalah kaustik soda karena harganya yang murah dan lebih efisien. Kaustik soda yang ditambahkan pada saat netralisasi harus sesuai dengan kandungan asam lemak bebas pada minyak tersebut. Secara teoritis, untuk menetralkan 1 kg asam lemak bebas dalam minyak (sebagai asam palmitat), dibutuhkan sebanyak 0.142 kg kaustik soda kristal (Ketaren 2008). Perbedaan tingkat konsentrasi basa akan berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan asam lemak bebas. Semakin banyak jumlah basa yang ditambahkan, semakin besar jumlah asam lemak bebas yang tersabunkan sehingga jumlah asam lemak pada minyak akan ikut berkurang (Abdillah 2008).

(23)

penyaringan menggunkan kain tebal atau pengepresan dengan filter press (Ketaren 2008).

Jenis adsorben yang biasanya digunakan adalah bleaching clay (bleaching earth), yaitu sejenis tanah liat, arang (bleaching carbon), dan arang aktif (activated carbon). Keuntungan penggunaan arang aktif sebagai bahan pemucat minyak adalah karena lebih efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan bleaching clay, sehingga arang aktif dapat digunakan dalam jumlah kecil. Arang aktif juga dapat menyerap sebagian aroma yang tidak dikehendaki dan mengurangi jumlah peroksida sehingga memperbaiki mutu minyak (Rajah 2014). Namun, Berdasarkan hasil analisis Abdillah (2008) adsorben tidak memberikan pengaruh yang nyata pada proses pemucatan selama nilai persen transmisi pemucatan yang menggunakan arang aktif dan bleaching earth memiliki efektifitas penyerapan yang hampir sama. Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak dan sampai seberapa jauh warna tersebut akan dihilangkan (Lin, Akoh, Reynolds 2001).

Proses berikutnya dari tahap pemurnian minyak adalah deodorisasi atau penghilangan aroma. Deodorisasi merupakan proses untuk memisahkan aroma dan aroma yang berupa komponen volatil yang tidak dikehendaki dari minyak. Komponen-komponen yang dapat menimbulkan rasa dan aroma dari minyak antara lain aldehida, keton, dan hidrokarbon (Rajah 2014). Prinsip dari proses deodorisasi yaitu distilasi minyak oleh uap dalam keadaan hampa udara. Pada suhu tinggi, komponen-komponen yang menimbulkan aroma mudah diuapkan, kemudian melalui aliran uap komponen-komponen tersebut dipisahkan dari minyak, dan selama proses tersebut asam-asam lemak bebas dan komponen-komponen odor dihilangkan untuk mendapatkan minyak yang tidak beraroma (Ketaren 2008). Biasanya proses ini menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi (170- 1900C) pada kondisi vacum (Alasavar et al. 2011).

Asam Lemak pada Minyak Ikan

Lipid adalah komponen integral dari jaringan organisme (hewan dan tumbuhan). Lipid merupakan konstituen terbanyak kedua setelah protein pada hampir semua organisme laut (Alasavar et al. 2011). Selain sebagai komponen struktur dari sel dan jaringan, lipid juga berfungsi sebagai sumber energi dan memberikan kemampuan mengapung bagi mamalia laut. Ikan anchovy, capelin, herring, mackerel, dan salmon menyimpan lemaknya pada otot dan kulit, sedangkan ikan yang rendah lemak (lean) seperti cod, halibut, dan hiu menyimpan sebagian besar lipid pada organ hatinya (Alberts et al. 2008). Beberapa mamalia laut memiliki lemak pada jaringan subkutan (Ehnholm 2009).

Minyak ikan yang umum diproduksi di Indonesia dapat dibedakan atas minyak ikan yang diekstraksi dari badan ikan (body oil) dan minyak ikan yang diekstraksi dari hati ikan (liver oil). Secara umum, lipid atau minyak yang terdapat dalam tubuh ikan dapat berasal dari lemak cadangan dan lemak jaringan. Lemak cadangan terdiri atas trigliserida, sedangkan lemak jaringan biasanya terdiri atas fosfolipida dan kolesterol (Osman, Suriah, Law 2001).

(24)

bahwa komposisi asam lemak akan bervariasi berdasarkan pengaruh iklim, diet, umur, kematangan gonad, dan spesies. Ikan yang berasal dari iklim tropis cenderung memiliki total lipid yang lebih rendah dibandingkan ikan dari wilayah subtropis.

Lipid yang berasal dari ikan laut ditandai dengan kandungan asam linoleat

(C18:2ω6) dan asam linolenat (C18:3ω3) yang rendah, serta kandungan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) rantai panjang deret omega-3 yang tinggi (Scoditti et al. 2014). Asam eikosapentaenoat/EPA (C20:5ω3) dan dokosaheksaenoat/DHA

(C22:6ω3) adalah asam lemak omega 3 dominan pada ikan laut. Apabila dibandingkan dengan ikan laut, ikan air tawar mengandung PUFA C:18 yang tinggi, sedangkan kandungan EPA dan DHA rendah (Kris-Etheron et al. 2000). Rasio dari total asam lemak omega 3 terhadap asam lemak omega 6 pada ikan laut lebih tinggi dibandingkan ikan air tawar. Variasi rasio asam lemak omega 3 terhadap asam lemak omega 6 pada ikan laut sekitar 5 hingga 10 (Machado et al. 2012). Komposisi asam lemak pada ikan laut dipengaruhi oleh makanan alaminya. Plankton yang berasal dari laut mengandung asam lemak tak jenuh omega 6 yang rendah, namun memiliki kandungan EPA dan DHA yang dominan, sehingga hal tersebut berimplikasi pada tingginya kandungan asam lemak omega 3 pada ikan laut. Asam lemak omega 3 pada ikan laut dapat terkonsentrasi dengan adanya jaringan makanan.

Komposisi asam lemak pada ikan dengan individu berbeda namun memiliki spesies yang sama dapat bervariasi karena adanya perbedaan diet, habitat, jenis kelamin, dan kondisi lingkungan. Suhu perairan dapat mempengaruhi komposisi asam lemak pada lipid ikan. Proporsi asam lemak tak jenuh pada fosfolipid dan lipid netral akan meningkat seiring dengan penurunan suhu perairan (Alasavar et al. 2011).

Minyak Ikan Lele

Minyak ikan lele merupakan hasil ektraksi limbah cair dari proses penepungan ikan lele pada tahap pra pemasakan (pre cooking). Minyak ikan lele sebagian besar adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan berbagai asam lemak. Asam lemak ikan terdiri dari tiga tipe yaitu asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh tunggal, dan asam lemak tidak jenuh ganda. Sifat fisik yang jelas dari minyak adalah tidak larut dalam air, karena adanya asam lemak berantai karbon yang panjang dan tidak mempunyai gugus polar (O’Brien 2009). Secara alamiah asam lemak jenuh yang terdapat pada minyak ikan adalah palmitat dan stearat. Bentuk minyak ikan lele adalah cair dalam suhu ruang karena lebih dari 50% terdiri dari asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat dan linoleat dengan titik cair yang rendah.

(25)

Asam lemak linoleat merupakan salah satu jenis asam lemak esensial. Asam lemak esensial diperlukan juga untuk membentuk asam lemak lain. Asam arakhidonat merupakan salah satu contoh proses elongasi dan desaturasi dari asam lemak linoleat, sedangkan eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) dari asam lemak linolenat atau omega 3. Asam lemak ini bermanfaat jika tersedia dalam jumlah cukup. Kelebihan dosis akan membawa efek buruk diantaranya meningkatkan risiko kesehatan termasuk penyakit degeneratif, penyakit kardiovaskuler, kanker dan diabetes (Domenichiello et al. 2015). Gejala defisiensi asam lemak esensial adalah penyakit kulit, lemas, menurunnya imunitas, lemah, gangguan saluran cerna, sirkulasi jantung, gangguan pertumbuhan dan gangguan reproduksi (Ehnholm 2009). Akibat yang lain adalah pemicu kanker payudara, kanker prostat, arthritis rheumatoid, arthritis, asma, preeklampsia, depresi, schizophrenia dan menurunnya konsentrasi dan hiperaktif (Yehuda et al. 2002). Sumber utama asam lemak linoleat selain dari minyak ikan air tawar seperti minyak ikan lele, juga berasal dari minyak nabati (minyak kacang kedelai, minyak jagung, minyak biji bunga matahari, dan lain-lain) (Aguilera 2003).

Penurunan Kualitas Minyak

Perubahan yang terjadi pada minyak umumnya dikarenakan proses oksidasi. Proses oksidasi yang menyeluruh pada minyak akan diikuti oleh proses hidrolisa sampai terbentuk keton. Perubahan kualitas minyak dapat juga dikarenakan oleh aktifitas enzim dan mikroorganisme (Esteves & Cava 2003). Ketengikan pada minyak umunya dikenali melalui rasa dan bau yang tidak enak. Ketengikan dapat terjadi melalui hidrolisis ikatan ester oleh lipase dan kelembapan (ketengikan hidrolisis), autooksidasi gliserida asam lemak tak jenuh dengan oksigen atmosfer (ketengikan oksidatif), oksidasi enzimatik gliserida asam lemak tak jenuh (ketengikan lipoxidase), atau melalui oksidasi enzimatik gliserida asam lemak jenuh tertentu (ketengikan ketonic) (Kilcast 2011). Kerusakan minyak terbentuk campuran aldehid, dan keton dan asam lemak bebas dengan berat molekul rendah. Campuran ini menyebabkan bau tengik dan rasa tidak enak yang tidak dikehendaki pada minyak (Gan et al. 2004).

Stabilitas Minyak

(26)

lipooksidase. Radikal-radikal bebas ini kemudian bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa peroksida aktif yang akhirnya mempengaruhi sifat-sifat fisik dan kimia dari minyak ikan (Wqsowicz et al. 2004). Reaksi autooksidasi dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi (Nadeem et al. 2013).

Kapsul Softgel (Kapsul Lunak)

Kapsul gelatin lunak dibuat dari gelatin dimana gliserin atau alkohol polivalen dan sorbitol ditambahkan supaya gelatin bersifat elastis seperti plastik. Kapsul tersebut bentuknya membujur seperti elips atau seperti bola dapat digunakan untuk diisi cairan, suspensi, bahan berbentuk pasta atau serbuk kering (Reddy, Muthukumaran, Krishanamoorthy 2013). Kapsul lunak/soft, elastic gelatin capsules (SEGs) adalah suatu sediaan yang terdiri dari satu bagian yang utuh (one-piece), tertutup rapat, yang dapat mengandung cairan/larutan, suspensi atau semi padat (FDA 2014). Kulit kapsul lunak dibuat dari gelatin ditambahah gliserin atau alkohol polihidris seperti sorbitol untuk melunakan gelatinnya. Kapsul ini biasanya mengandung air 6 – 13%, diisi dengan bahan cairan bukan air seperti polietiglikol (PEG) berbobot molekul rendah, atau dapat diisi dengan bahan padat, serbuk atau zat padat kering. Oleh SGA (softgel Association) diberi nama softgel yaitu sediaan yaang terdiri dari “one-piece”, tertutup rapat, kulit gelatin lunak berisi obat dalam bentuk larutan atau semi padat yang telah diformulasikan, dimasukkan ke dalam kulit dan ditutup dalam suatu proses yang kontinu. Hal ini untuk membedakan dengan two-piece hard shell capsules. Bentuk Kapsul Oval Putaran Oblong Kapsul gelatin lunak dapat diproduksi dalam berbagai ukuran, bentuk dan warna. Dalam bidang Farmasi kapsul lunak digunakan untuk : bentk sediaan oral (manusia dan hewan), bentuk sediaan supositoria (rektal/vaginal), kemasan khusus berbentuk tube untuk penerapan takaran tunggal salep kulit, salep mata, tetes telinga atau salep rektal untuk manusia atau hewan, untuk obat yang dikehendaki hancur di usus, antasida, obat batuk dan vitamin, dan kosmetik.

(27)

dengan bentuk & warnanya yang beraneka ragam; produk memiliki tampilan yang lebih elegan dan menarik (Reddy, Muthukumaran, Krishanamoorthy 2013).

Bentuk yang menarik dan praktis merupakan keungulan lain dari kapsulasi softgel, dengan begitu dapat menutup rasa dan bau dari produk yang kurang enak, dalam hal ini adalah minyak ikan. Kelebihan lainnya adalah mudah ditelan dan cepat hancur/larut di dalam perut sehingga bahan cepat segera diabsorbsi usus. Faktor yang dapat merusak kulit kapsul diantaranya adalah jika kapsul tersebut mengandung zat-zat yang mudah mencair (higroskopis). Zat ini tidak hanya mengisap lembab udara tetapi juga akan menyerap air dari kapsulnya sendiri sehingga menjadi rapuh dan pecah. Penambahan laktosa atau amilum (bahan inert netral) akan menghambat proses ini. Selain itu, faktor lain yang dapat mempercepat kerusakan kasul gell adalah mengandung campuran eutecticum, mengandung minyak menguap, kreosot, dan alkohol, dan penyimpanan yang salah. Di tempat yang lembab, kulit menjadi lunak dan lengket serta sukar dibuka karena kapsul terebut menghisap air dari udara lembab. Di tempat terlalu kering, kapsul akan kehilangan air sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah, maka sebaiknya kapsul disimpan dalam ruang yang tidak terlalu lembab atau kering, dalam botol gelas tertutup rapat dan diberi silika (pengering), dalam wadah plastik dan diberi pengering.

Lanjut Usia (Lansia)

Menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail (lemah, rentan) dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian secara eksponensial (WHO 2007).

Menua juga didefinisikan sebagai penurunan fungsi tubuh seiring waktu yang terjadi pada sebagian besar makhluk hidup yang berupa kelemahan, meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan perubahan lingkungan, hilangnya mobilitas dan ketangkasan, serta perubahan fisiologis yang terkait usia (Bales & Locher 2015).

Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam gerontologi ketika membicarakan proses menua yaitu aging (bertambahnya umur), menunjukkan efek waktu, suatu proses perubahan, biasanya bertahap dan spontan; dan sasescence (menjadi tua). Menurunnya kemampuan sel untuk membelah dan berkembang (dan seiring waktu akan menyababkan kematian). Definisi lansia menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut WHO 2007 lansia mempunyai batasan usia sebagai berikut: usia pertengahan (middle age), 45-59; lanjut usia (elderly): 60-74 tahun; lanjut usia tua (old): 75 – 90 tahun; usia sangat tua (old old): > 90 tahun.

(28)

Tabel 1 Kebutuhan zat gizi berdasarkan kelompok umur

Fungsi tubuh seseorang akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Misalnya kapasitas pernafasan maksimal, curah jantung, pengambilan oksigen maksimal dan laju filtrasi glomerulus. Massa otot dan tulang berkurang sementara jumlah lemak meningkat, yang sebagian besar disebabkan oleh faktor endokrin. Kelemahan merupakan faktor yang membatasi (kecuali pada orang sehat) pada sebagian lansia. Kelemahan pada lansia ditandai dengan penurunan kekuratan otot, perlambatan refleks, gangguan pergerakan dan keseimbangan, serta penurunan stamina. Hal ini mengakibatkan jatuh, fraktur, penurunan aktifitas sehari-hari dan kehilangan kemandirian (Krondl, Coleman, Lau 2008).

Peran Minyak Ikan bagi Kesehatan

Asam lemak omega-3 dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, yaitu bentuk asam lemak bebas, garam asam lemak, trigliserida, dan ester asam lemak Ehnholm 2009). Berdasarkan tingkat penyerapan dan kecepatan hidrolisisnya, asam lemak bebas memiliki tingkat penyerapan dan kecepatan hidrolisis tertinggi, kemudian urutannya diikuti oleh garam asam lemak, trigliserida, dan ester asam lemak (Estiasih 2009). Sediaan farmasi untuk asam lemak omega-3 pada umumnya berbentuk ester asam lemak (Wassal & Stilwell 2009). Daya serap EPA dan DHA minyak ikan dalam bentuk berbeda dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 Daya serap EPA dan DHA dalam minyak ikan dengan struktur trigliserida dan etil ester asam lemak pada konsumsi tinggi dan rendah lemak

Struktur kimia

Persen absorpsi (%)

Lemak tinggi Lemak rendah

EPA DHA EPA DHA

(29)

panjang rantai asam lemak dan posisi asam lemak pada struktur trigliserida (Ehnholm 2009).

Sintesis asam lemak tidak jenuh mengikuti deret asam lemak omega-3, omega-6, dan omega-9. Pada proses sintesis tersebut, enzim yang dilibatkan adalah enzim elongase dan desaturase. Asam lemak omega-3 dan omega-6 berkompetisi untuk enzim 6-desaturase (Schwingshackl & Huffmann 2014). Untuk mengimbangi kebutuhan tubuh terhadap asupan omega-3, maka diperlukan asupan yang relatif banyak sehingga dapat berkompetisi dengan omega-6 untuk membentuk asam lemak tak jenuh berbasis deret omega-3 (Mozaffarian & Wu 2011). Transformasi asam lemak omega-3 dan omega-6 dapat dilihat pada Gambar berikut

Gambar 1 Transformasi asam lemak omega 3

Basis asam lemak untuk sintesis asam lemak deret omega 3 adalah asam linolenat (LNA). LNA merupakan hasil konversi dari heksadekatrienoat (18:3ω3) pada membran kloroplas tumbuhan. Pada tumbuhan tingkat tinggi, asam linoleat dapat diubah menjadi asam linolenat. LNA, EPA, dan DHA tidak bisa saling menggantikan peranannya, walaupun LNA dapat diproses lebih lanjut menjadi EPA dan DHA, namun efisiensi konversinya sangat rendah. LNA dikonversi menjadi DHA dengan sangat lambat dan mudah teroksidasi, sehingga kurang efektif sebagai sumber DHA untuk jaringan syaraf. DHA lebih mudah mengalami inkorporasi dengan neural fosfolipid. LNA memang memiliki struktur omega 3, namun fungsinya berbeda dengan EPA dan DHA (Alberts et al. 2008).

(30)

dikonsumsi. LNA dapat mempengaruhi respon imun, menurunkan produksi prostaglandin E1 dan E2, serta mengatur sintesis leukotriene. Hati, ginjal, platelet, dan sel darah mengambil lebih banyak EPA daripada DHA, sedangkan jantung, retina, dan otak mengkonsentrasikan DHA (Lands 2014). Asam linoleat (LA) diperlukan untuk sintesis asam arakhidonat (20:4ω6). Asam arakhidonat (ARA) adalah prekursor eikosanoid, yang merupakan zat pengatur. Selain itu, LA dan ARA merupakan komponen membran (Wassal & Stillwell 2009). LA bertanggung jawab pada transportasi air pada kulit dan juga pada integritas kelenjar pituitari. ARA merupakan prekursor untuk pembentukan prostaglandin dan leukotrien (Alberts et al. 2008).

Omega 3, Penyakit Jantung, dan Sistem Vaskular

Studi epidemiologi oleh Dyerberg (1986) menunjukkan bahwa orang Eskimo (suku Inuit) mempunyai prevalensi penyakit jantung koroner yang rendah walaupun makanan yang dikonsumsi mereka kaya lemak terutama lemak dari anjing laut. Lipid plasma mereka relatif rendah dan didominasi oleh asam lemak omega-3. Jantung koroner merupakan penyakit yang sangat berkaitan dengan kadar kolesterol dalam darah serta peristiwa trombosis yang berperan dalam penyumbatan pembuluh darah (Mozaffarian & Wu 2011).

Serangan jantung dimulai dari adanya pembentukan atheroma pada arteri. Atheroma terbentuk akibat deteriorasi dinding pembuluh darah yang menimbulkan luka (Bales & Locher 2015). Keberadaan atheroma tersebut dapat mengurangi diameter pembuluh darah dan menjadi situs terjadinya peristiwa trombosis. Atheroma merupakan plak yang kaya akan lemak (akumulasi lipid hingga 95%) yang terdiri atas kolesterol bebas, kolesterol ester (berasal dari low density lipoprotein/LDL), dan fosfolipid. Ketika plak terbentuk, dinding pembuluh darah menebal dan menjadi kurang elastis (sklerosis). Kombinasi antara atherosis dan sklerosis akan menghasilkan atherosklerosis (Alberts et al. 2011).

(31)

Gambar 2 Tahapan aterosklerosis pada pembuluh darah (Alberts et al. 2008)

Pembentukan platelet dan keberadaan trombus sebagai respon inflamasi menyebabkan terjadinya penghambatan aliran darah. Hal ini akan menyebabkan jaringan mengalami kekurangan oksigen (iskemia) dan kehilangan fungsinya. Iskemia yang terjadi pada otot jantung akan berakibat pada terjadinya serangan jantung. Kecenderungan trombosis yang terjadi pada pembuluh darah dapat diubah dengan jenis lemak yang dikonsumsi. Peran trombosis terhadap penyakit jantung ditunjang oleh dua senyawa eikosanoid berupa tromboksan dan prostasiklin. Prostasiklin (PGI2) berperan mencegah agregasi platelet dan memperluas penampang pembuluh darah.Tromboksan memiliki peran yang berlawanan dengan prostasiklin. Proses trombosis dikendalikan oleh kesetimbangan antara produksi tromboksan dan prostasiklin. Kedua senyawa ini disintesis dari asam arakhidonat yang dilepaskan oleh membran sel dari fosfolipid melalui proses hidrolisis oleh fosfolipase. Tromboksan dari EPA telah diketahui merupakan pro-agregasi yang lemah sehingga kecenderungan trombosis lebih rendah (Alberts et al. 2008).

Agregasi platelet membutuhkan fibrinogen yang distimulasi oleh TXA2. Keseimbangan antara TXA2 dan PGI2 akan mengatur agregasi platelet. TXA2 dan PGI2 adalah produk hasil aktivitas enzim siklooksigenase terhadap asam arakhidonat. Inhibisi sintesis prostaglandin dapat dilakukan dengan konsumsi aspirin ataupun EPA. Aspirin memiliki efek menghambat kinerja enzim siklooksigenase, sedangkan EPA berkompetisi dengan asam arakhidonat untuk enzim siklooksigenase (Ehnholm 2009).

(32)

aktivitas plasmin aktivator inhibitor (PAI) dan α-2 antiplasmin. Kadar PAI dan α -2 antiplasmin yang tinggi dapat ditemukan pada penderita hipertrigliseridemia, diabetes, dan penyakit sistem vaskular periferal. Aktivator dan inhibitor plasmin tersebut dikontrol oleh prostaglandin. Produk prostaglandin yang terbentuk akan dipengaruhi oleh konsumsi asam lemak omega-3 (Mozaffarian & Wu 2011).

(33)

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Proses pembuatan tepung ikan lele menghasilkan hasil samping yang mengandung rendemen minyak dan masih dapat dimanfaatkan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas minyak ikan adalah dengan cara pemurnian (Abdillah 2008). Hasil penelitian Srimiati (2011), menyatakan bahwa minyak ikan lele mengandung PUFA dan MUFA yang cukup tinggi. Selain itu minyak ikan lele juga mengandung asam lemak esensial yang bermanfaat untuk kesehatan, terutama untuk memperbaiki profil lipid (Ngadiarti 2013). Profil lipid biasanya akan memburuk seiring bertambahnya usia. Oleh karena itu, penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, kolesterol tinggi, dan stroke sebagian besar dialami oleh lansia.

Seiring dengan bertambahnya usia, fungsi organ lansia akan semakin menurun, termasuk organ pencernaan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap status gizi lansia. Selain itu, status gizi lansia juga dipengaruhi oleh gaya hidup, kebiasaan konsumsi pangan, dan aktifitas fisik. Hasil penelitian Chernoff (1991) menyatakan bahwa lansia perempuan memiliki masalah kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lansia laki-laki. Menurunnya perlindungan kesehatan, diantaranya kepadatan tulang, antioksidan, perlindungan saraf, dan pelindung dinding arteri (Bales & Locher 2015). Hormon estrogen juga mampu mencegah terjadinya peroksidasi lipid, menurunkan kadar lipid darah, memperbaiki aliran darah, menurunkan fibrinogen plasma, meningkatkan metabolisme glukosa dan meningkatkan sensitifitas insulin (Zhu et al. 1999). Gaya hidup termasuk kebiasaan makan merupakan salah satu contoh dari faktor eksogen. Kebiasaan makan yang tidak seimbang dalam komposisi, jumlah dan waktu dapat memicu meningkatnya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner.

(34)

Gambar 3 Kerangka pemikiran penelitian

Kebiasaan konsumsi pangan

Gaya hidup Aktifitas fisik

Status gizi Profil lipid

penyakit Kapsul Minyak ikan lele

Higien dan sanitasi Pemurnian dan kapsulasi

Penepungan ikan lele Produksi ikan lele

meningkat

Teknologi

pengolahan ikan lele berkembang

Status kesehatan gigi dan mulut usia

Status sosial/ekonomi

Aktivitas fisik

Hasil samping Konsumsi

Pangan

P

embuata

n mi

n

y

ak

Inte

rve

(35)

4 METODE

Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu pemurnian, penyimpanan, dan efikasi terhadap lansia.

Pemurnian

Desain, Waktu, dan Tempat a. Pemurnian

Desain penelitian ini adalah eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor, yaitu perbedaan suhu pemucatan (250C, 700C, dan

1000C). Proses pemurnian dilakukan dilakukan pada bulan Februari 2014 hinga bulan April 2014. Tempat pemurnian dilakukan di Laboratorium Techno Park, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

b. Penyimpanan

Desain penelitian ini adalah eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor yaitu penambahan vitamin E (ditambah vitamin E dan tidak ditambah vitamin E). Proses penyimpanan dilakukan dilakukan pada bulan Mei 2014 hinga bulan Agustus 2014. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

c. Efikasi (intervensi)

Desain penelitian ini adalah eksperimental dengan Randomized Controlled Trial (RCT). Proses intervensi dilakukan selama 60 hari dari bulan November 2014 hinggal Desember 2014. Lokasi penelitian dilakukan di Pos Lansia Dahlia Senja, Limo, Depok, Jawa Barat.

Tahapan Penelitian a. Pemurnian

Proses pemurnian dilakukan dengan dua tahap, yaitu netralisasi dan pemucatan. Proses netralisasi terlebih dahulu untuk mengurangi jumlah asam lemak bebas. Netralisasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah NaOH yang disesuaikan dengan jumlah asam lemak bebas yang terdapat pada minyak kasar. Jumlah NaOH yang ditambahkan mengikuti rumus di bawah ini:

Treact = . � + � � �ℎ

% /

Keterangan :

Treact : persentasi (b/b) larutan NaOH yang dibutuhkan untuk pemurnian

minyak ikan dengan bobot tertentu 0.142 : Bobot molekul NaOH

ALB : Asam lemak bebas

(36)

Perlakuan pada penelitian ini adalah pada saat proses pemucatan, pemucatan dilakukan pada tiga suhu yang berbeda, yaitu pemucatan pada suhu 250C, 700C, dan 1000C selama 20 menit. Sebelum dan setelah dimurnikan, minyak dianalisis sifat kimianya yang meliputi asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan anisidin, bilangan total oksidasi serta profil asam lemak. Minyak yang telah dimurnikan kemudian dikapsulasi menjadi kapsul lunak dengan bobot bersih 1000 mg. Proses kapsulasi dilakukan di PT Nova Chemie Utama, Cijantung, Jakarta. Sebelum mengalami proses kapsulasi, minyak ditambahkan omega 3 dan vitamin E. Omega ditambahkan sebanyak 8.8 gram per 100 gram minyak ikan lele, sedangkan vitmin E yang ditambahkan adalah 0.6 mg/ gram PUFA. Diagram Proses pemurnian dan kapsulasi disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5 secara berturut-turut.

Gambar 4 Diagram alir proses persiapan penelitian

Minyak Ikan Lele (crude)

Netralisasi

Pemucatan

250C 700C 1000C

Pendugaan umur simpan

Kapsulasi

(37)

Gambar 5 Diagram alir proses kapsulasi

b. Penyimpanan

Minyak disimpan secara akselerasi dengan metode schaal oven test. Minyak yang telah dikapsulkan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kelompok perlakuan adalah minyak yang telah ditambahkan dengan vitamin E, sedangkan kelompok kontrol adalah minyak yang tidak ditambahkan dengan vitamin E. Kapsul minyak ditempatkan di dalam wadah gelas (jar), kemudian disimpan di dalam oven yang telah diatur suhunya menjadi 600C.

Parameter yang dianalisis merupakan parameter oksidasi yang terdiri dari jumlah asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan anisidin, dan bilangan total oksidasi. Profil asam lemak hanya diperiksa di awal dan di akhir penyimpanan. Analisis parameter oksidasi dilakukan pada 16 titik, yaitu T1, T2, T3, T4, T5, T6, T7, T8, T9, T10, T11, T12, T13, T14, dan T16.

c. Efikasi (Intervensi pada lansia)

Penelitian ini telah mendapat persetujuan etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia No: 39/UN2.F1/ ETIK/2015. Populasi dalam penelitian ini adalah lansia wanita (usia 60-70 tahun) di Pos Lansia Dahila Senja, Depok. Sampel (unit penelitian) adalah populasi penelitian yang dipilih secara acak dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagaimana pada Tabel 3.

Penimbangan bahan awal

Pengolahan massa gliserogelatin

Pengolahan massa isi kapsul

kapsulasi

Pengeringan kapsul

Sortir

Pencucian kapsul

(38)

Tabel 3 Kriteria inklusi dan eksklusi untuk penentuan sampel No Kriteria

Inklusi:

1. Lansia wanita usia 60-70 tahun

2. Sehat (tidak menderita infeksi sekunder) berdasarkan hasil pemeriksaan dokter

3. Memiliki risiko dislipidemia (salah satu parameter profil lipid tidak sesuai dengan standar)

4. Telah mendapat penjelasan penelitian 5. Menyetujui informed consent

6. Bersedia untuk mematuhi prosedur penelitian Eksklusi:

1. Mempunyai kelainan kongenital/cacat bawaan

2. Mempunyai alergi berat berdasarkan medical Questionnaire

3. Mengkonsumsi antibiotik dan/atau laxative (4 minggu sebelum penelitian) 4. Berpartisipasi dalam penelitian lain

Besar Sampel

Pada tahap interensi dibandingkan antara kelompok kontrol (tanpa pemberian minyak ikan lele) dengan kelompok perlakuan (pemberian minyak

ikan lele). Salah jenis pertama (α) ditetapkan sebesar 5%, power test sebesar 1-β (80%), maka rumus untuk menghitung besar sampel ditentukan sebagai berikut:

2 σ2 (Z

σ = perkiraan standar deviasi profil lipid

= Penurunan profil lipid yang diharapkan setelah intervensi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rajkumar et al. (2010), pengaruh pemberian minyak ikan terhadap profil lipid (salah satunya kadar HDL) dewasa usia 40-64 tahun, dengan megambil salah jenis pertama (tingkat kesalah)

α = 0.05, dan power test sebesar 1-β=0.90, σ = 5.85 (standar deviasi total kolesterol), perubahan total kolesterol (mg/dl) perlakuan kontrol (μ2) = 0.11 dan

perlakuan suplemen minyak ikan (μ1)= 9.04, kemudian disubstitusikan ke dalam

rumus diatas, maka diperoleh :

2 5.85 2 (1.96+ 1.28)2

(39)

Sehingga berdasarkan perhitungan dalam rumus matematis tersebut diperoleh n contoh sebesar 9. Karena terdapat 2 perlakuan, maka jumlah total contoh adalah 9 x 2 = 18 orang wanita lansia. Perkiraan drop out sebanyak 20% atau 4 orang, maka total responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah 22 orang.

Variabel Penelitian

a. Pemurnian

Variabel yang diteliti pada proses pemurnian adalah perbedaan suhu pemucatan (250C, 700C, 1000C) sebagai variabel bebas, sedangkan jumlah asam

lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan anisidin, dan bilangan total oksidasi sebagai variabel terikat. Selain itu, karakteristik profil asam lemak sebelum dan setelah pemurnian serta profil asam lemak setelah minyak ditambahkan dengan omega 3 juga menjadi variabel pendukung yang dipelajari pada penelitian ini.

b. Penyimpanan

Variabel yang diteliti pada proses penyimpanan adalah lama penyimpanan sebagai variabel bebas jumlah asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan anisidin, dan bilangan total oksidasi sebagai variabel terikat.

c. Efikasi (intervensi pada lansia)

Variabel utama yang diteliti pada tahap intervensi ini adalah pemberian minyak ikan lele sebagai variabel bebas, sedangkan total kolesterol dan LDL sebagai variabel terikat. Variabel lain dalam penelitian ini adalah status gizi (IMT/ Indeks Massa Tubuh), karakteristik lansia dan keluarganya, konsumsi pangan, dan angka kesakitan lansia.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

a. Pemurnian

Data yang dikumpulkan pada proses pemurnian adalah data primer. Data tersebut meliputi data asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan anisidin, dan bilangan total oksidasi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengukuran langsung. Asam lemak bebas dan profil asma lemak dianalisis dengan menggunakan metode dari AOAC (1995), bilangan peroksida dianalisis dengan menggunakan metode dari AOAC 2000 no 965.33b, bilangan anisidin dianalisis dengan menggunakan metode dari Watson (1994), sedangkan bilangan total oksidasi dihitung menggunakan metode Perin (1996). Data diambil secara duplo dengan dua kali proses pengulangan. Selain data tersebut, dikumpulkan pula data bobot jenis, viskositas, pH, warna untuk keperluan kapsulasi minyak ikan lele.

b. Penyimpanan

(40)

2000 no 965.33b, bilangan anisidin dianalisis dengan menggunakan metode dari Watson (1994), sedangkan bilangan total oksidasi dihitung menggunakan metode Perin (1996). Data diambil secara duplo dengan dua kali proses pengulangan.

c. Efikasi (intervensi pada lansia)

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer yaitu data responden (unit penelitian) lansia dan keluarganya. Data responden (unit penelitian) diantaranya identitas lansia (nama, jenis kelamin, berat badan, dll), status kesehatan, konsumsi pangan, total kolesterol, LDL, ukuran antropometri (berat badan dan tinggi badan), dan tingkat kepatuhan. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data

No Data Cara Pengukuran atau

pengumpulan

3 Konsumsi Pangan Food recall 2x24 jam (2x24 jam

pada sebelum

(41)

Pengolahan dan Analisis Data

Data-data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah menggunakan program komputer Microsoft Excel 2010 melalui beberapa tahapan yaitu editing, coding, processing, dan cleaning.

a. Pemurnian

Data bilangan asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan anisidin, dan bilangan total oksidasi diolah menggunakan MS. Excell 2013. Analisis data dilakukan dengan menggunakan ANOVA untuk melihat pengaruh suhu pemucatan terhadap keempat parameter oksidasi tersebut. Model matematik untuk melihat rancangan percobaan pada proses pemurnian ini adalah:

Yij =μ + Ai + ij

Yi j : pengaruh perbedaan suhu pemucatan

μ : rataan umum

Ai : pengaruh perlakuan perbedaan suhu pemucatan pada taraf ke-i (i=1, 2, 3)

Data bilangan asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan anisidin, dan bilangan total oksidasi diolah menggunakan MS. Excell 2013. Analisis data dilakukan dengan menggunakan t-test untuk melihat perbedaan kualitas minyak ikan yang ditambahkan dan tanpa penambahan vitamin E. Efikasi (intervensi pada lansia).

c. Efikasi (intervensi pada lansia)

Karakteristik contoh yaitu lansia (usia, jenis persalinan, pendidikan, antropometri, konsumsi, aktifitas fisik, dan pekerjaan) diolah dengan memberikan kategori atau pengelompokkan pada masing-masing peubah kecuali data berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan lingkar betis, indeks massa tubuh akan disajikan dalam bentuk mean, SD, nilai minimum-maksimum, 95% CI. Usia lansia dikelompokkan menurut WHO (2007) yaitu pra lansia (middle age) 45-59 dan Lanjut usia (elderly): 60-74 tahun. Pendidikan responden dikategorikan

menjadi cukup ( ≤SεP) dan kurang (>SMP) (Ronoatmojo 1996; Artawan 2012). Pekerjaan ibu dikategorikan menjadi tidak bekerja dan bekerja (Ronoatmojo 1996).

Gambar

Gambar berikut
Gambar  2 Tahapan aterosklerosis pada pembuluh darah (Alberts et al. 2008)
Gambar  3 Kerangka pemikiran penelitian
Gambar  4 Diagram alir proses persiapan penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses berpikir dalam menyelesaikan suatu permasalahan perlu memiliki kemampuan pemahaman masalah yang baik, sehingga dapat menggali informasi-informasi yang ada dalam

Kajian ini dijalankan adalah untuk meninjau penggunaan laman web di dalam proses pengajaran dan pembelajaran subjek Pelancongan Rekreasi (H310) di kalangan pelajar

[r]

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimaan dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Rektor tentang Pelaksanaan Penelitian Internal Universitas

 Mengutamakan pendidikan dan latihan semula dengan menganjurkan kuliah, bengkel, ceramah, seminar, forum, apresiasi filem dan sebagainya di seluruh negeri.  Networking

Karena identitas berkait dengan konteks ruang dan waktu maka identitas tersebut dimiliki bersama dengan orang lain dalam konteks ruang dan waktu yang sama (inklusi) tetapi disisi

 Block moved to user space when needed  Another block is moved into the buffer. 

Kesimpulan dari penelitian ini adalah majalah moslem girls Indonesia sebagai majalah muslim yang memiliki rubric fotografi, dalam memilih foto-foto yang akan dimuat pada