• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stabilitas Statis Perahu Fiberglass Bantuan LPPM IPB di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Stabilitas Statis Perahu Fiberglass Bantuan LPPM IPB di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Sukabumi"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

STABILITAS STATIS PERAHU

FIBERGLASS

BANTUAN LPPM IPB DI DESA CIKAHURIPAN

KECAMATAN CISOLOK, SUKABUMI

REZA TAWADA

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Stabilitas Statis Perahu

Fiberglass Bantuan LPPM IPB di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2014

Reza Tawada

(4)

ABSTRAK

REZA TAWADA. Stabilitas Statis Perahu Fiberglass Bantuan LPPM IPB di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Sukabumi. Dibimbing oleh MOHAMMAD IMRON dan YOPI NOVITA.

Perahu Kahuripan Nusantara merupakan perahu fiberglass hasil kerjasama antara pihak LPPM IPB dengan PT. Trakindo sebagai bentuk pemberian dan pelatihan dari program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Sukabumi. Tujuan penelitian ini adalah: (1) menghitung nilai parameter stabilitas statis, dan (2) membandingkan kondisi berat muatan pada perahu yang menghasilkan tingkat stabilitas terbaik. Pengolahan data dilakukan dengan mengadakan beberapa simulasi keberadaan titik berat (KG) kapal, dimana KG ditentukan berdasarkan empat kondisi badan kapal yang terbenam.

Kondisi WL1 memiliki rentang stabilitas dari 0° - 37,5°, dengan nilai GZmaks sepanjang 0,0227 meter pada sudut 20°. Kondisi WL3 memiliki rentang stabilitas dari 0° - 77,5°, dengan nilai GZmaks sepanjang 0,1929 meter pada sudut 65°. Kondisi WL5 memiliki rentang stabilitas dari 0° - 60°, dengan nilai GZmaks sepanjang 0,4183 meter pada sudut 60°. Kondisi WL7 memiliki rentang stabilitas dari 0° - 7,5°, dengan nilai GZmaks sepanjang 0,0665 meter pada sudut 7,5°. Adapun nilai luas area di bawah kurva dengan batas 0° - FA pada masing-masing kondisi sebesar 0,0098 m.rad dengan FA sebesar 48°, 0,0416 m.rad dengan FA sebesar 36°, 0,0308 m.rad dengan FA sebesar 20°, dan 0 m.rad dengan FA sebesar 0°. Kondisi perahu pada WL3 merupakan kondisi perahu dengan kualitas stabilitas terbaik dan kondisi perahu pada WL7 merupakan kondisi perahu dengan kualitas stabilitas terburuk jika dibandingkan dengan ketiga kondisi lainnya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menambah kualitas stabilitas perahu adalah dengan memasangkan alat penyeimbang, seperti bilgekeel.

Kata kunci: kondisi muatan, stabilitas statis, titik berat (KG)

litas Statis Perahu Fiberglass Bantuan LPPM IPB di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Sukabumi. Dibimbing oleh MOHAMMAD IMRON dan YOPI NOVITA.

Perahu Kahuripan Nusantara merupakan perahu fiberglass hasil kerjasama antara pihak LPPM IPB dengan PT. Trakindo sebagai bentuk pemberian dan pelatihan dari program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Sukabumi. Tujuan penelitian ini adalah: (1) menghitung nilai parameter stabilitas statis, dan (2) membandingkan kondisi berat muatan pada perahu yang menghasilkan tingkat stabilitas terbaik. Pengolahan data dilakukan dengan mengadakan beberapa simulasi keberadaan titik berat (KG) kapal, dimana KG ditentukan berdasarkan empat kondisi badan kapal yang terbenam.

Kondisi WL1 memiliki rentang stabilitas dari 0° - 37,5°, dengan nilai GZmaks

sepanjang 0,0227 meter pada sudut 20°. Kondisi WL3 memiliki rentang stabilitas

dari 0° - 77,5°, dengan nilai GZmaks sepanjang 0,1929 meter pada sudut 65°.

(5)

ABSTRACT

REZA TAWADA. Static Stability of Fiberglass Boat Donated by LPPM IPB at Cikahuripan Village, District Cisolok, Sukabumi. Supervised by MOHAMMAD IMRON and YOPI NOVITA.

Kahuripan Nusantara boat is a fiberglass boat as a result of cooperation between the LPPM IPB with PT. Trakindo as a giving form and training of fishermen development programs in the Cikahuripan village, Cisolok subdistrict, Sukabumi. The purpose of this study are: (1) calculate the value of the static stability parameter, and (2) to compare the condition of heavy load on the boat that produces the best level of stability. Data processing is done by conducting several simulations of position the center of gravity (KG) ship, where KG is determined based on four conditions of sunken hull.

WL1 conditions have stability range of 0° - 37,5°, with GZmaks value along 0,0227 meters at angle of 20°. WL3 conditions have stability range of 0° - 77,5°, with GZmaks value along 0,1929 meters at angle of 65 °. WL5 conditions have stability range of 0° - 60°, with GZmaks value along 0,4183 meters at angle of 60°. WL7 conditions have stability range of 0° - 7,5°, with GZmaks value along 0,0665 meters at angle of 7,5°. The value of the area under the curve with a limit of 0° - FA at each condition was 0,0098 m.rad with FA of 48°, 0,0416 m.rad with FA of 36°, 0,0308 m.rad with FA of 20°, and 0 m.rad with FA of 0 °. The condition of the boat at WL3 is the best quality of ship stability condition and the condition of the boat at WL7 is the worst stability quality when compared with the three other conditions. One of the ways that can be used to increase the quality of the boat stability is pairing tool balancer, such as bilge keel.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

STABILITAS STATIS PERAHU

FIBERGLASS

BANTUAN LPPM IPB DI DESA CIKAHURIPAN

KECAMATAN CISOLOK, SUKABUMI

REZA TAWADA

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Stabilitas Statis Perahu Fiberglass Bantuan LPPM IPB di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Sukabumi

Nama : Reza Tawada NIM : C44100065

Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui oleh

Dr Ir Mohammad Imron MSi Pembimbing I

Dr Yopi Novita SPi MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Budy Wiryawan MSc Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Stabilitas Statis Perahu Fiberglass Bantuan LPPM IPB di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Sukabumi” ini dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

1. Dr Ir Mohammad Imron MSi dan Dr Yopi Novita SPi MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran.

2. Dr Iin Solihin SPi MSi selaku Komisi Pendidikan yang telah memberikan masukan dan saran.

3. Dr Ir Tri Wiji Nurani MSi selaku dosen penguji tamu pada ujian sidang skripsi.

4. Almarhum Dr Ir Dinarwan MS dan Dr Fis Purwangka SPi MSi selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan selama proses belajar mengajar di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.

5. Dosen Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas ilmu yang telah diberikan selama ini.

6. Mamah Yayah Sutiah, Apap Agus Martinus, Adik-adik Raka Raihan, Ragil Amien, dan Rifa Nabila, serta seluruh keluarga atas segala do’a dan dukungannya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Bang Dwi Putra Yuwandana aka. Uwox selaku Senior yang turut membimbing dalam penyelesaian skripsi.

8. Keluarga besar PSP 47 yang telah memberikan semangat dan motivasi, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

9. PSP 48, PSP 49, TU PSP (Bu Vina dan Pak Zulfa), Bagian Dapur (Mang Yana, Mang Isman, dan Bi Hani), Staf Perpustakaan PSP (Teh Yuni), serta civitas PSP lainnya yang telah memberikan do’a, dukungan, dan semangatnya.

10.Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Peralatan 2

Pengumpulan Data 3

Pengolahan Data 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Desain Perahu Kahuripan Nusantara 4

Kondisi Muatan 9

Stabilitas Perahu Kahuripan Nusantara 12

KESIMPULAN DAN SARAN 20

Kesimpulan 20

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 23

RIWAYAT HIDUP 33

LAMPIRAN 20

(13)

DAFTAR TABEL

1 Nilai TPC, KG, dan GM pada masing-masing kondisi berdasarkan data

parameter hidrostatis 5

2 Nilai rasio dimensi utama kapal 9

3 Nilai hasil perhitungan total muatan, tinggi badan perahu yang

terbenam, dan freeboard 11

4 Beberapa nilai parameter stabilitas perahu Kahuripan Nusantara 12 5 Nilai GZ pada tiap sudut dalam rentang stabilitas 15 6 Luas area di bawah kurva tiap kondisi WL pada rentang sudut 0°

hingga floodingangle 19

7 Rangking kualitas stabilitas perahu “Kahuripan Nusantara” pada

kondisi WL1, WL3, WL5, dan WL7 20

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva kriteria stabilitas statis (Hind 1982) 3

2 Linesplan perahu fiberglass Kahuripan Nusantara (Yulianto 2010) 6 3 Rancangan umum perahu Kahuripan Nusantara (Yulianto 2010) 7 4 Rencana konstruksi perahu Kahuripan Nusantara (Yulianto 2010) 7 5 Kaitan antara penambahan tinggi badan kapal yang terbenam dengan

perubahan KG dan KM pada tiap posisi WL 8

6 Ilustrasi tinggi badan perahu yang terbenam air dan freeboard pada masing-masing kondisi ketinggian terbenamnya badan perahu 10 7 Ilustrasi posisi perahu saat mencapai floodingangle 11

8 Kurva GZ 13

9 Ilustrasi cara kerja titik G, B, M, dan garis GZ 17 10 Ilustrasi efek penambahan muatan pada keempat kondisi WL 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Panjang dari CenterLine ke Ordinat pada ProfilePlan 23 2 Nilai x dan y Ordinat 1 sampai 10 pada BodyPlan 24

3 Gambar BodyPlan hasil Software PGZ 28

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kegiatan penangkapan ikan, terdapat 3 unit penting yang menunjang keberhasilan kegiatan tersebut, yaitu nelayan, alat tangkap, dan kapal perikanan. Soekarsono (1995) menyatakan bahwa kapal dapat diartikan sebagai suatu bentuk konstruksi yang dapat terapung (floating) di air dan mempunyai sifat muat berupa penumpang atau barang yang sifat geraknya bisa dengan dayung, angin, atau mesin. Adapun menurut Nomura dan Yamazaki (1977), kapal ikan merupakan kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang mencakup penggunaan atau aktivitas penangkapan atau pengumpulan sumberdaya perairan, pengelolaan usaha budidaya perairan serta penggunaan dalam beberapa aktivitas, seperti riset,

training, dan inspeksi sumberdaya perairan.

Nelayan membutuhkan kapal yang dapat beroperasi dengan baik ketika melaut. Adapun hal-hal yang diperhatikan dalam penentuan kualitas kapal, yaitu desain, konstruksi, stabilitas, juga kesesuaian alat tangkap dengan kapal. Kemampuan olah gerak kapal dan stabilitas yang baik pun sangat dibutuhkan agar kapal mampu bertahan ketika mendapat gaya dari dalam maupun luar kapal, serta memberikan kenyamanan pada nelayan dalam bekerja.

Stabilitas kapal adalah kemampuan kapal untuk kembali ke posisi semula setelah terjadi kemiringan akibat adanya gaya yang bekerja dari dalam maupun dari luar kapal (Nomura dan Yamazaki 1977). Kapal dengan stabilitas yang baik akan meningkatkan kinerja nelayan dalam beroperasi, sehingga tingkat keberhasilan akan menjadi lebih besar. Sebaliknya, kapal dengan stabilitas yang buruk akan menurunkan kinerja nelayan, bahkan beresiko pada keselamatan dan nyawa awak kapal.

Penelitian ini membahas tentang perahu fiberglass“Kahuripan Nusantara”

di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Sukabumi, yang merupakan suatu bentuk pemberian dan pelatihan dari program pengembangan masyarakat nelayan hasil kerjasama antara pihak LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat) IPB dengan PT. Trakindo. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian Yulianto tahun 2010. Proses pembuatan perahu fiberglass

tersebut hanya mengikuti desain yang sudah ada, yaitu mengikuti perahu

fiberglass produksi Cilacap untuk dijadikan mold/cetakan (Yulianto 2010). Hingga saat ini, perahu bantuan LPPM IPB tersebut telah dijadikan contoh dalam pembuatan perahu berbahan fiberglass di Desa Cikahuripan.

(16)

2

dimiliki oleh perahu. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang stabilitas perahu tersebut.

Tujuan Penelitian

1. Menghitung nilai parameter stabilitas statis perahu fiberglass “Kahuripan

Nusantara” di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Sukabumi.

2. Membandingkan kondisi berat muatan pada perahu “Kahuripan Nusantara”

yang menghasilkan tingkat stabilitas terbaik.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi tentang stabilitas statis perahu dengan bentuk yang dimiliki oleh perahu “Kahuripan Nusantara”.

2. Sebagai bahan acuan bagi instansi pemerintahan dan akademisi yang membutuhkan, baik itu sebagai sumber informasi maupun penelitian yang berkaitan dengan stabilitas statis kapal perikanan tradisional di Indonesia.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode simulasi-numerik. Metode simulasi mencakup perhitungan data dari simulasi berbagai kondisi muatan pada perahu. Metode numerik mencakup perhitungan nilai rasio dimensi dan stabilitas perahu.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2014 di Laboratorium Desain dan Dinamika Kapal, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah perangkat lunak (software), seperti: CorelDRAWX4, MicrosoftExcel, Software PGZ, dan Notepad

(17)

3

Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data dimensi utama, hidrostatis, dan rancangan garis (lines plan) kapal. Data-data tersebut diperoleh dengan cara studi literatur dari hasil penelitian Yulianto (2010) yang berjudul “Desain Perahu

Fiberglass Bantuan LPPM IPB di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Sukabumi.”

Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak

CorelDRAWX4, MicrosoftExcel, Notepad, Software PGZ, dan Adobe Photoshop CS3. Gambar lines plan diolah dengan menggunakan software PGZ yang selanjutnya akan menghasilkan kurva stabilitas. Parameter stabilitas yang dapat diperoleh dari kurva stabilitas terdiri dari nilai GZmaks, sudut pada GZmaks, range ofstability, dan luas area di bawah kurva.

Pengolahan data dilakukan dengan mengadakan beberapa simulasi terhadap empat kondisi perahu:

1. Kondisi WL1: tinggi badan perahu yang terbenam air setinggi 0,105 meter. 2. Kondisi WL3: tinggi badan perahu yang terbenam air setinggi 0,315 meter. 3. Kondisi WL5: tinggi badan perahu yang terbenam air setinggi 0,525 meter. 4. Kondisi WL7: tinggi badan perahu yang terbenam air setinggi 0,735 meter. Perhitungan besarnya energi pembalik kapal dilakukan dengan menghitung luas area di bawah kurva untuk masing-masing kondisi dengan menggunakan rumus Trapezoidal:

Keterangan:

L = Luasan area di bawah kurva (m.rad)

L1 = Nilai GZ kurva pada batas bawah sudut kemiringan (m) L2 = Nilai GZ kurva pada batas atas sudut kemiringan (m)

T = Jarak antar sudut kemiringan setelah dikali 3,14 dan dibagi 180° (rad)

(18)

4

Data hasil pengolahan tersebut disajikan dalam bentuk grafik dan tabulasi, kemudian diinterpretasikan. Dari hasil olahan data yang dikumpulkan, untuk selanjutnya akan dihasilkan data olahan berupa parameter stabilitas kapal yang terdiri dari nilai GZ, range of stability, sudut kemiringan kapal, serta energi pembalik kapal yang tercantum dalam kurva stabilitas. Beberapa asumsi yang digunakan dalam pengolahan data adalah sebagai berikut:

1. Kapal berada di atas perairan yang tenang. 2. Kapal berada pada kondisi yang seimbang.

3. Draft kapal bagian haluan (fore perpendicular) dan bagian buritan (after perpendicular) dalam keadaaan trimevenkeel.

4. Muatan dalam kapal diasumsikan tersebar merata, baik secara vertikal maupun horizontal.

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode numeric-comparative, dimana parameter stabilitas tiap kondisi muatan kapal yang dikaji akan saling dibandingkan. Parameter stabilitas yang dimaksud adalah nilai GZ maksimum,

range of stability, flooding angle (FA), sudut kemiringan kapal pada GZ maksimum, dan luas area di bawah kurva antara 0 - FA. Untuk selanjutnya, tiap kondisi perahu (WL1, WL3, WL5, dan WL7) dirangking mulai dari 1 sampai 4 pada setiap parameter stabilitas. Semakin kecil rangkingnya, maka semakin baik kondisi perahu dibandingkan dengan kondisi lainnya. Penentuan kondisi perahu dengan stabilitas terbaik ditentukan dengan menghitung jumlah rangking terkecil terbanyak yang dimiliki oleh masing-masing kondisi perahu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desain Perahu Kahuripan Nusantara

(19)

5

*Tinggi badan perahu yang terbenam air

TPC menunjukkan berat yang dibutuhkan untuk merubah tinggi badan perahu yang terbenam air sebesar 1 cm, sehingga dapat dikatakan bahwa tinggi badan perahu yang terbenam air akan bertambah sebesar 1 cm jika ditambahkan muatan sebesar nilai TPC tersebut pada masing-masing kondisi WL. Hingga ke posisi WL1, tinggi badan perahu akan bertambah sebesar 1 cm jika ditambahkan bobot sebesar 0,0296 ton. Pada kondisi WL1 hingga WL3, tinggi badan perahu akan bertambah sebesar 1 cm jika ditambahkan bobot sebesar 0,0622 ton. Pada kondisi WL3 hingga WL5, tinggi badan perahu akan bertambah sebesar 1 cm jika ditambahkan bobot sebesar 0,0723 ton. Pada kondisi WL5 hingga WL7, tinggi badan perahu akan bertambah sebesar 1 cm jika ditambahkan bobot sebesar 0,0802 ton.

(20)

6

(21)

7

Gambar 3 Rancangan umum perahu Kahuripan Nusantara (Yulianto 2010)

(22)

8

Gambar 5 Kaitan antara penambahan tinggi badan kapal yang terbenam dengan perubahan KG dan KM pada tiap posisi WL

Parameter penting lainnya dalam mengetahui kualitas stabilitas kapal yaitu KG dan GM. KG adalah jarak antara atas lunas perahu (K) dengan titik G. KG memperlihatkan posisi ketinggian titik berat (G) dari atas lunas (K). Menurut Fyson (1985), ketinggian G juga bergantung pada bentuk dan konstruksi dari lambung juga susunan kapal. Fyson juga menambahkan bahwa untuk kapal ukuran kecil, letak posisi, tipe perlengkapan, dan alat tangkap, memiliki pengaruh yang nyata terhadap G. Titik G atau berat merupakan sebuah gaya yang memiliki arah vertikal ke bawah. GM disebut juga tinggi metacentre, yaitu jarak antara titik G dan titik M. Kaitan antara penambahan tinggi badan perahu yang terbenam akibat penambahan muatan dengan perubahan posisi titik G dan M terhadap titik K (KG dan KM) disajikan pada Gambar 5.

Pada Tabel 1, nilai KG pada kondisi WL1, WL3, WL5, dan WL7 berturut-turut adalah sebesar 0,5741, 0,3095, 0,0043, dan 0,0134 meter. KG terbesar berada pada kondisi WL1 dan KG terkecil berada pada kondisi WL5. Pada Tabel 1, nilai GM pada kondisi WL1, WL3, WL5, dan WL7 berturut-turut adalah sebesar 0,0862, 0,2028, 0,3130, dan 0,2585 meter. Nilai-nilai tersebut didapatkan dari hasil penelitian Yulianto (2010).

Yulianto (2010) menjelaskan bahwa penyebab dipasangnya katir pada perahu Kahuripan Nusantara adalah karena kurang baiknya stabilitas perahu tersebut. Dikatakan pula bahwa hal tersebut dipengaruhi oleh kurang proporsionalnya ukuran lebar (B) dan dalam (D). Dalam perencanaannya, perahu ini menggunakan alat tangkap staticgear, namun nilai B/D nya terlalu kecil, jauh

(23)

9

dari nilai tengah selang nilai acuan, yaitu sebesar 1,6. Adapun acuan nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Perahu akan lebih stabil saat nilai B/D berada pada nilai tengah antara 0,96 hingga 4,68, sehingga penambahan ukuran lebar perahu dapat meningkatkan stabilitas dan memiliki kemungkinan bahwa perahu dapat dioperasikan tanpa katir.

Tabel 2 Nilai rasio dimensi utama kapal

Kelompok Kapal L/B B/D L/D

Encircling gear 2,60 - 9,30 0,56 - 5,00 4,55 - 17,43

Static gear 2,83 - 11,12 0,96 - 4,68 4,58 - 17,28

Multipurpose gear 2,88 - 9,42 0,35 - 6,09 8,69 - 17,55

Kahuripan Nusantara 7,25 1,6 11,6

Sumber: Iskandar dan Pujianti 1995 serta hasil pengukuran kapal yang diproduksi oleh Yulianto 2010

Kondisi Muatan

Kajian stabilitas perahu Kahuripan Nusantara dilakukan pada empat kondisi ketinggian badan perahu yang terbenam sebagai dampak dari berat muatan yang ada di atas perahu. Keempat kondisi tersebut adalah kondisi perahu saat terendam pada WL1 (kode: WL1), kondisi perahu saat terendam pada WL3 (kode: WL3), kondisi perahu saat terendam pada WL5 (kode: WL5), dan kondisi perahu saat terendam pada WL7 (kode: WL7). Keempat posisi ketinggian badan perahu yang terbenam diilustrasikan pada Gambar 6.

Estimasi bobot muatan di atas perahu yang membuat perahu terbenam pada posisi WL1, WL3, WL5, dan WL7 dihitung dengan menggunakan data TPC pada setiap posisi WL. Nilai bobot muatan pada setiap ketinggian terbenamnya badan perahu serta ketinggian freeboard disajikan pada Tabel 3.

Pada Gambar 6 terlihat bahwa mulai posisi WL1 hingga WL7, ketinggian badan perahu yang terbenam air semakin tinggi. Semakin tingginya badan perahu yang terendam air, mengakibatkan semakin pendeknya ketinggian freeboard

(24)

10

Gambar 6 Ilustrasi tinggi badan perahu yang terbenam air dan

freeboard pada masing-masing kondisi ketinggian terbenamnya badan perahu

Perahu Kahuripan Nusantara termasuk perahu yang tidak memiliki dek, sehingga ukuran freeboard dihitung dari garis air sampai sheer terendah perahu. Kondisi WL1, WL3, WL5, dan WL7 menghasilkan freeboard yang berbeda-beda dengan nilai masing-masing sebesar 0,630 meter, 0,420 meter, 0,210 meter, dan 0 meter. Semakin tinggi badan perahu yang terbenam air, maka semakin rendah

freeboard nya, begitu pun sebaliknya. Pada kondisi WL7 tidak terdapat freeboard, hal tersebut disebabkan tinggi badan perahu yang terbenam air sama dengan tinggi draft perahu. Tidak adanya freeboard berdampak pada tidak adanya toleransi kemiringan badan perahu. Air akan langsung masuk ke dalam badan perahu jika terjadi kemiringan pada badan perahu tersebut.

(25)

11

Tabel 3 Nilai hasil perhitungan total muatan, tinggi badan perahu yang terbenam, dan freeboard

Kondisi Perahu

Total Muatan (ton)

Tinggi badan perahu yang terbenam (meter)

Freeboard

(meter)

WL1 0,311 0,105 0,630

WL3 2,270 0,315 0,420

WL5 6,066 0,525 0,210

WL7 11,960 0,735 0

Tinggi rendahnya freeboard memiliki keterkaitan yang erat dengan besar kecilnya flooding angle (FA). FA merupakan sudut yang dibentuk antara posisi badan perahu saat tegak dengan posisi kemiringan perahu saat air mulai masuk ke dek. Kondisi tersebut diilustrasikan pada Gambar 7. Adapun besar masing-masing FA pada posisi WL1, WL3, WL5, dan WL7 berturut-turut adalah 48°, 36°, 20°, dan 0°. Semakin rendah freeboard, maka FA akan semakin kecil. Nilai FA yang semakin kecil menyebabkan semakin kecilnya toleransi kemiringan badan perahu. Toleransi kemiringan badan perahu yang kecil membuat semakin besarnya peluang air untuk masuk ke dalam dek perahu.

(26)

12

Stabilitas Perahu Kahuripan Nusantara

Suatu kapal atau perahu dapat mengalami keolengan akibat adanya gaya atau dorongan dari dalam maupun luar badan kapal, seperti pengaruh muatan, angin, gelombang, arus, ombak, dan sebagainya. Oleh karena itu, kapal memerlukan stabilitas yang baik agar kapal dapat bertahan akibat gaya yang dapat mengakibatkan kapal oleng. Penelitian ini akan mengkaji pengaruh besar muatan di kapal terhadap stabilitas kapal.

Stabilitas merupakan kemampuan suatu kapal untuk kembali ke posisi tegak semula setelah menerima gaya atau dorongan dari dalam maupun luar kapal (Fyson 1985). Selanjutnya, Hind (1982) menyatakan bahwa stabilitas pada kapal ikan sangat bergantung pada distribusi muatan yang terjadi pada kapal tersebut. Berdasarkan hasil kajian pada perahu Kahuripan Nusantara, beberapa parameter stabilitas yang terdiri dari nilai GZ maksimum, sudut kemiringan kapal pada GZ maksimum, rentang stabilitas (range of stability), dan flooding angle (FA) pada empat kondisi muatan disajikan pada Tabel 4. Adapun kurva stabilitas perahu Kahuripan Nusantara pada empat kondisi muatan disajikan pada Gambar 8.

Menurut Rawson dan Tupper (1983), range of stability atau rentang stabilitas merupakan rentang dimana nilai GZ adalah positif, biasanya berada pada rentang sudut 0° sampai 90°, dimana kapal akan kembali ke posisi semula setelah momen yang menyebabkan kemiringan hilang. Pada Tabel 4 terlihat bahwa range of stability pada kondisi WL1, WL3, WL5, dan WL7 berturut-turut adalah 0° - 37,5°, 0° - 77,5°, 0° - 60°, dan 0° - 7,5°. Terlihat bahwa pada saat perahu dimuati muatan hingga kondisi WL3 memiliki nilai range ofstability terbesar. Sedangkan pada kondisi WL7 memiliki nilai range of stability yang terkecil. Perbandingan nilai range of stability pada keempat kondisi muatan lebih mudah diamati pada kurva stabilitas yang tertera pada Gambar 8.

Tabel 4 Beberapa nilai parameter stabilitas perahu Kahuripan Nusantara Kondisi Muatan

Pada kondisi WL1, rentang stabilitas mencapai sudut 37,5°. Setelah perahu mencapai kemiringan lebih dari 37,5°, perahu akan kehilangan stabilitasnya. Pada kondisi WL3, rentang stabilitas mencapai sudut 77,5°. Pada kondisi WL5, rentang stabilitas mencapai sudut 60°. Pada kondisi WL7, rentang stabilitas mencapai sudut 7,5°.

(27)

13

Kapal Payang Madura (Kasus pada Salah Satu Kapal Payang di Pamekasan), semakin besar rentang stabilitasnya, maka kapal tersebut akan memiliki kualitas stabilitas yang semakin baik. Berdasarkan nilai range of stability, maka kondisi perahu pada WL3 merupakan kondisi dengan tingkat stabilitas paling baik jika dibandingkan dengan ketiga kondisi muatan lainnya. Nilai range of stability

tersebut akan riil terjadi apabila kapal dalam kondisi intact (kedap air). Ditinjau dari desain perahu Kahuripan Nusantara, dimana perahu tersebut tidak memiliki lantai dek, maka perahu tersebut tidak dalam kondisi kedap air. Kedap air yang dimaksud disini adalah tidak ada air yang dapat masuk ke dalam badan perahu/kapal melalui bagian atas kapal/perahu. Dikarenakan perahu Kahuripan Nusantara tidak memiliki lantai dek, maka apabila perahu oleng hingga air memasuki bagian sheer terendah perahu, air akan langsung mengalir ke bagian dalam perahu.

Dalam pembahasan tentang range of stability telah disampaikan bahwa nilai tersebut akan terpenuhi jika perahu dalam kondisi intact. Telah dijelaskan pula bahwa perahu Kahuripan Nusantara tidak dalam kondisi intact. Oleh karena itu, nilai maksimum dari range of stability terletak pada flooding angle (FA).

Floodingangle adalah sudut kemiringan kapal yang menjadi batas saat masuknya air laut ke atas dek kapal (Novita 2011). Sheer terendah yang telah menyentuh permukaan air menandakan dapat masuknya air ke dalam badan kapal setelah melewati flooding angle tersebut. Ilustrasi flooding angle disajikan pada Gambar 7.

Gambar 8 Kurva GZ

Perahu Kahuripan Nusantara termasuk ke dalam jenis kapal non-intact stability, artinya air bisa masuk ke dalam badan perahu saat perahu oleng melebihi

flooding angle. Besarnya FA sangat dipengaruhi oleh ketinggian freeboard

perahu/kapal. Menurut Fyson (1985), freeboard adalah jarak vertikal antara garis air sampai garis dek terendah kapal. Dalam evaluasi stabilitas perahu Kahuripan Nusantara, dilakukan simulasi terhadap empat kondisi muatan perahu yang

(28)

14

mengakibatkan ketinggian badan perahu berbeda, yaitu pada WL1, WL3, WL5, dan WL7.

Pada kondisi WL1, rentang stabilitas mencapai sudut 37,5°, sehingga keberadaan FA sebesar 48° tidak mempengaruhi kualitas stabilitas kapal pada WL1. Pada kondisi WL3, rentang stabilitas mencapai sudut 77,5°, namun FA pada WL3 mencapai sudut 36°. Kondisi ini akan menyebabkan terpotongnya kurva GZ pada posisi FA karena air akan masuk ke dalam perahu saat kemiringan mencapai lebih dari 36°. Pada kondisi WL5, rentang stabilitas mencapai sudut 60°, namun FA pada WL5 mencapai sudut 20°. Hal yang sama pada WL3 terjadi pada WL5, yaitu terpotongnya kurva GZ pada posisi FA dan air akan masuk ke dalam perahu saat kemiringan perahu lebih dari 20°. Pada kondisi WL7, rentang stabilitas mencapai sudut 7,5°, namun flooding angle pada WL7 hanya 0°. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada posisi WL7, perahu akan mengalami posisi yang berisiko tinggi untuk terbalik dikarenakan air akan segera masuk ke dalam perahu saat perahu tersebut miring lebih dari 0 . Menurut Hind (1982), ketika air mulai masuk ke dalam badan kapal, kurva akan terpotong dan kehilangan kestabilan secara keseluruhan. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa energi penegak yang ada pada perahu sudah tidak berfungsi saat terjadi kemiringan melebihi floodingangle.

Berdasarkan nilai FA, kondisi WL1 adalah kondisi perahu dengan nilai FA terbesar jika dibandingkan dengan ketiga kondisi perahu lainnya. Kondisi WL1 adalah kondisi dimana perahu terbenam hingga ketinggian 0,105 m, sehingga

freeboard yang tersisa adalah sebesar 0,630 m. Ketinggian freeboard tersebut menghasilkan FA sebesar 48 . Artinya, air akan masuk ke dalam perahu melalui

sheer terendah pada saat perahu oleng lebih dari sudut 48 . Nilai FA terendah terjadi pada saat perahu dimuati muatan sebesar 11,96 ton hingga perahu terbenam pada ketinggian 0,735 m. Ketinggian ini sama dengan ketinggian draft

perahu. Pada saat perahu berada pada kondisi WL7 dengan kondisi tanpa

freeboard, perahu tidak memiliki toleransi apabila oleng. Hal ini disebabkan karena FA yang terjadi pada WL7 adalah 0 . Artinya, apabila perahu Kahuripan Nusantara oleng lebih dari 0 , maka air akan segera masuk melalui sheer terendah perahu dan selanjutnya akan masuk ke dalam badan perahu. Berdasarkan nilai FA, terlihat bahwa posisi perahu pada WL7 adalah merupakan posisi perahu dengan tingkat stabilitas terendah. Adapun posisi perahu pada WL1 adalah merupakan posisi perahu dengan tingkat stabilitas tertinggi.

(29)

15

dapat dikatakan bahwa nilai GZ pada Tabel 5 dipengaruhi pula oleh muatan di atas kapal.

Tabel 5 Nilai GZ pada tiap sudut dalam rentang stabilitas Perlakuan dengan software PGZ pada empat kondisi muatan

(30)

16

Stabilitas statis kapal yang diuji adalah sampai ke vanishing angle.

Vanishingangle merupakan sudut terbesar kemiringan kapal tanpa terjadinya nilai GZ yang negatif (Marjoni etal. 2010). Selama sudut kemiringan berada di bawah

vanishing angle, maka lengan penegak (GZ) masih bersifat positif. Nilai GZ yang bersifat positif menandakan bahwa kapal masih bisa kembali ke posisi tegak semula setelah terjadi kemiringan. Nilai GZ yang negatif menandakan bahwa kekuatan penegak akan bergerak berlawanan arah menjauhi posisi tegak atau membalikkan kapal. Derret (1984) menjelaskan, jika kapal mengalami kemiringan dan tidak kembali ke posisi semula, tetapi terus bergerak ke arah kemiringannya (GZ negatif), maka kapal dalam kondisi (unstable equilibrium). Pada Tabel 5 terlihat bahwa empat macam kondisi tersebut menghasilkan nilai GZ dan rentang stabilitas yang berbeda-beda. Adapun vanishing angle pada kondisi WL1, WL3, WL5, dan WL7 berturut-turut adalah 37,5°, 77,5°, 60°, dan 7,5°. Jika perahu mengalami kemiringan lebih dari vanishing angle tersebut, maka nilai GZ yang dihasilkan adalah bersifat negatif. Artinya, lengan penegak tidak lagi bersifat untuk menegakkan perahu ke posisi semula. Namun sebaliknya, kekuatan GZ bersifat memiringkan atau membalikkan perahu.

GZ disebut juga garis penegak atau lengan penegak (righting arms). GZ digunakan untuk menandai besar kecilnya kualitas stabilitas kapal. Pada Gambar 6, terdapat empat garis berbeda yang menandakan sudut kemiringan dan nilai GZ pada empat kondisi muatan. Salah satu parameter stabilitas yang terdapat dalam kurva stabilitas yaitu nilai GZ maksimum sudut oleng kapal saat terbentuknya GZ maksimum (Novita et al. 2014). Nilai GZ maksimum pada kondisi WL1, WL3, WL5, dan WL7 berturut-turut adalah sebesar 0,0227, 0,1929, 0,4183, dan 0,0665 meter. Nilai GZ maksimum tersebut masing-masing tercapai pada sudut kemiringan 20°, 65°, 60°, dan 7,5°. Nilai maksimum GZ dapat dilihat dari puncak tertinggi disetiap kurva.

Kondisi WL5 memiliki nilai GZ maksimum paling besar jika dibandingkan dengan kondisi WL1, WL3, dan WL7. Hal tersebut disebabkan karena kondisi WL5 memiliki nilai GM yang paling besar diantara kondisi lainnya. Nilai GM dapat dilihat pada Tabel 2. WL1 memiliki nilai GZ maksimum paling kecil, hal tersebut disebabkan karena WL1 memiliki nilai GM yang paling kecil dibandingkan WL lainnya. Semakin besar nilai GM, maka akan semakin besar nilai GZ nya. Semakin kecil nilai GM, maka akan semakin kecil pula nilai GZ nya. Ilustrasi hubungan nilai GM dan GZ dapat dilihat pada Gambar 9.

(31)

17

Gambar 9 Ilustrasi cara kerja titik G, B, M, dan garis GZ

(32)

18

Gambar 10 Ilustrasi efek penambahan muatan pada keempat kondisi WL

GZ yang semakin besar menyebabkan kemampuan perahu untuk kembali tegak setelah mengalami kemiringan akan semakin besar. Dari keempat kondisi muatan pada WL1, WL3, WL5, dan WL7, kondisi pada WL5 memiliki kemampuan penegak paling besar dan WL1 memiliki kemampuan penegak paling kecil berdasarkan perubahan posisi titik G dan M.

Selanjutnya, kualitas stabilitas perahu Kahuripan Nusantara dikaji berdasarkan luas area di bawah kurva GZ. Menurut Novita et al. (2014), luas area di bawah kurva menunjukkan besarnya energi yang dapat membalikkan kapal kembali ke posisi tegak semula dari kemiringannya. Nilai GZ dan rentang stabilitas berpengaruh terhadap luas area di bawah kurva GZ. Menurut Hind (1982), analisis kualitas stabilitas statis kapal dapat dilakukan dengan membandingkan nilai hasil perhitungan pada kapal yang diteliti dengan nilai standar dari TheFishingVessel (SafetyProvision) Rules (1975). Berdasarkan The Fishing Vessel (Safety Provision) Rules (1975), luas area di bawah kurva yang dipertimbangkan sebagai penentu kualitas stabilitas suatu kapal adalah luas area di bawah kurva antara sudut oleng 0 - 30 , 0 - 40 , dan 30 - 40 . Akan tetapi, dikarenakan perahu Kahuripan Nusantara merupakan perahu dalam kondisi

unintact stability, maka vanishing angle perahu terletak pada flooding angle (FA). Oleh karena itu, luas area di bawah kurva yang diperhitungkan adalah luas area di bawah kurva antara 0 hingga sudut FA pada masing-masing posisi WL. Nilai luas area di bawah kurva yang dimaksud disajikan pada Tabel 6.

(33)

19

perhitungan luas area pada kondisi ini hanya terbatas pada rentang sudut 0° hingga 37,5°. Hal ini dikarenakan rentang stabilitas pada kondisi WL1 tidak mencapai FA pada kondisi tersebut. Dengan kata lain, rentang sudut antara 37,5° hingga 48° tidak masuk ke dalam perhitungan luas area, sehingga luas area pun menjadi sebesar 0.0098 meter radian pada rentang sudut 0° hingga 37,5°.

Tabel 6 Luas area di bawah kurva tiap kondisi WL pada rentang sudut 0° hingga

floodingangle

Keterangan: *Perhitungan luas area di bawah kurva pada WL1 hanya mencapai 37,5°

Peningkatan nilai luas area terjadi pada kondisi WL1 ke WL3. Kondisi WL3 memiliki FA sebesar 36°, sehingga luas area yang terhitung pada kondisi ini berada pada rentang 0° hingga 36°. Adapun nilai luas area tersebut adalah sebesar 0,0416 meter radian. Nilai tersebut merupakan nilai luas area paling besar di antara kondisi lainnya. Hal ini dikarenakan WL3 memiliki rentang FA yang cukup luas dan nilai-nilai GZ yang cukup besar, sehingga nilai luas area yang dihasilkan paling optimal dibandingkan WL1, WL5, dan WL7. Berbeda dengan WL5, kondisi ini memiliki nilai-nilai GZ yang besar, namun rentang stabilitasnya terpotong hanya pada sudut 20°, sehingga nilai luas area yang dihasilkan pun kurang optimal. Akibatnya, nilai luas area berkurang dari kondisi WL3 ke WL5, yaitu menjadi sebesar 0,0308 meter radian. Hal yang berbeda terjadi pada kondisi WL7. Kondisi ini tidak memiliki nilai luas area dikarenakan FA yang dimiliki sebesar 0°. Akibatnya, nilai luas area menjadi tidak ada dan kondisi ini tidak memiliki energi saat terjadi kemiringan. Untuk itu, kondisi WL7 tidak boleh mengalami oleng karena pada kondisi ini perahu tidak memiliki toleransi kemiringan, sehingga perahu akan tenggelam saat sudut berganti posisi dari 0° ke sudut lain.

Berdasarkan rangking beberapa nilai parameter stabilitas pada keempat

kondisi perahu “Kahuripan Nusantara” (kondisi WL1, WL3, WL5, dan WL7),

(34)

20

alat untuk meningkatkan kualitas stabilitas perahu. Seperti penggunaan katir atau

bilge keel.

Tabel 7 Rangking kualitas stabilitas perahu “Kahuripan Nusantara” pada kondisi WL1, WL3, WL5, dan WL7

Kajian stabilitas mengarah kepada tingkat keselamatan dan keberhasilan pengoperasian penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan saat melaut. Stabilitas perahu yang tinggi akan meningkatkan tingkat keselamatan dan keberhasilan dalam pengoperasian. Berdasarkan Tabel 7, kondisi WL3 memiliki kualitas stabilitas paling baik diantara ketiga kondisi lainnya, sehingga tingkat keselamatan dan keberhasilan tertinggi saat pengoperasian perahu adalah saat badan perahu yang terbenam setinggi 0,315 meter. Cara agar garis air berada pada tinggi tersebut adalah dengan memberikan muatan pada perahu seberat 2,270 ton. Jika muatan lebih dari atau kurang dari berat muatan tersebut, maka kualitas stabilitas akan berkurang. Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa perahu Kahuripan Nusantara memiliki tingkat stabilitas yang kurang baik, sehingga dalam pengoperasiannya, keberadaan katir tidak dapat dilepaskan dari perahu tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

(35)

21

Kondisi perahu pada WL3 merupakan kondisi perahu dengan kualitas stabilitas paling baik jika dibandingkan dengan ketiga kondisi lainnya. Adapun kondisi perahu pada WL7 merupakan kondisi perahu dengan kualitas stabilitas paling buruk jika dibandingkan dengan ketiga kondisi lainnya. Berat muatan perahu yang termasuk kondisi paling aman yaitu lebih dari 0,311 ton dan kurang dari 6,066 ton, atau lebih tepatnya sekitar 2,270 ton.

Saran

Himbauan untuk nelayan pengguna perahu fiberglass ini untuk tidak melepas katir saat melakukan operasi penangkapan ikan karena stabilitas perahu tanpa katir memiliki stabilitas yang kurang baik. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menambah kualitas stabilitas perahu Kahuripan Nusantara adalah dengan memasangkan alat penyeimbang, seperti bilge keel (sirip keseimbangan). Pemasangan bilge keel dilakukan pada sisi luar lambung kapal. Aloiso dan Felice (2006) menyatakan bahwa mekanisme peredaman gerakan oleng melalui pemasangan bilge keel disebabkan oleh adanya fenomena pusaran air sebagai akibat dari pemasangan bilge keel. Semakin besar pusaran yang ditimbulkan, maka daya redamnya akan semakin tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Aloisio G, Felice FDi. 2006. PIV analysis around the bilge keel of a ship model in free roll decay. ConvegnoNazionaleA.I.VE. LA. 14: 1-11.

Derret DR. 1984. Ship Stability for Masters and Mates Fourth Edition. England: Butler and Tanner.

Fishing Vessels Rules. 1975. Associatte-Member of The North East Coast Institution of Engineers & Shipbuilders. England.

Fyson J. 1985. Design of Small Fishing Vessels. England: Fishing New Book. Hind JA. 1967. Stability and Trim of Fishing Vessels. England: Fishing News

Books Ltd.

Hind JA. 1982. Stability and Trim of Fishing Vessel Second Edition. England: Fishing News Book.

Iskandar BH, Pujianti S. 1995. Keragaan Teknis Kapal Perikanan di Beberapa Wilayah Indonesia [laporan penelitian]. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

Kartini. 2001. Pengaruh Pemindahan Berat Pada Stabilitas Kapal Rawai di Kecamatan Juana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

(36)

22

Nomura M, Yamazaki T. 1977. Fishing Techniques. Tokyo: Japan Internasional Cooperation Agency (JICA).

Novita Y. 2011. Pengaruh Free Surface Terhadap Stabilitas Kapal Pengangkut Ikan Hidup. Buletin PSP. 19(2). ISSN 0251-286X.

Novita Y, Martiyani N, Ariyani RE. 2014. Kualitas Stabilitas Kapal Payang Palabuhanratu Berdasarkan Distribusi Muatan. IPTEKS PSP. 1(1): 28 - 39. ISSN: 2355-7298.

Rawson KJ, Tupper EC. 1983. Basic Ship Theory, Volume 1, Third Edition. London: Longman.

Sari RM. 2010. Stabilitas Statis Kapal Payang Madura (Kasus pada Salah Satu Kapal Payang di Pamekasan) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Soekarsono NA. 1995. Pengantar Bangunan Kapal dan Ilmu Kemaritiman. Jakarta: PT Pamator Pressindo.

Taylor LG. 1977. The Principles and Practices of Stability. Glasgow: Brown and Son Publisher Ltd. Nautical Publisher. 52 Darnley Street.

Veronica W. 2006. Stabilitas Statis Kapal Kayu Laminasi Tuna Longline 40 GT [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

(37)

23

Lampiran 1 Panjang dari CenterLine ke Ordinat pada ProfilePlan

Ordinat Jarak/Panjang Ordinat dari

Tengah (meter) Nilai/1000

Kali Skala 14,72

Haluan 0 286,0000 0,2860 4,2100

Ke -

0,5 257,4000 0,2574 3,7890

1 228,8000 0,2288 3,3680

1,5 200,2000 0,2002 2,9470

2 171,6000 0,1716 2,5260

3 114,4000 0,1144 1,6840

4 57,2000 0,0572 0,8420

5 0,0000 0,0000 0,0000

6 57,2000 0,0572 0,8420

7 114,4000 0,1144 1,6840

8 171,6000 0,1716 2,5260

8,5 200,2000 0,2002 2,9470

9 228,8000 0,2288 3,3680

9,5 257,4000 0,2574 3,7890

(38)

24

Lampiran 2 Nilai x dan y Ordinat 1 sampai 10 pada BodyPlan

(39)
(40)
(41)
(42)

28

Lanjutan Lampiran 2…

Ordinat ke -

8,5 9 9,5 10

x y x y x y x y

0,0784 0,0564 0,0153 0,0769 0,0620 0,1292

0,0589 0,0527 0,0000 0,0752 0,0402 0,1254

0,0406 0,0502 0,0154 0,1215

0,0263 0,0489 0,0000 0,1192

0,0000 0,0477

Lampiran 3 Gambar BodyPlan hasil Software PGZ

(43)

29

Lampiran 5 Perhitungan Bobot Muatan dengan Perhitungan TPC

Tinggi WL (cm) TPC (ton/cm) Berat (ton) Berat Kumulatif (ton)

WL1 10,5 0,0296 0,3108 0,3108

WL3 31,5 0,0622 1,9593 2,2701

WL5 52,5 0,0723 3,7958 6,0659

WL7 73,5 0,0802 5,8947 11,9606

Lampiran 6 Perhitungan Luas Area pada Kondisi WL1, WL3, WL5, dan WL7 WL1

*phi GZ *Rad Luas Area Luas Kumulatif

0 0 0 0 0

2,5 0,0054 0,0436 0,0001 0,0001

5 0,0096 0,0872 0,0003 0,0004

7,5 0,0132 0,1308 0,0005 0,0009

10 0,0163 0,1744 0,0006 0,0016

12,5 0,0188 0,2181 0,0008 0,0024

15 0,0210 0,2617 0,0009 0,0032

17,5 0,0223 0,3053 0,0009 0,0042

20 0,0227 0,3489 0,0010 0,0051

22,5 0,0219 0,3925 0,0010 0,0061

25 0,0203 0,4361 0,0009 0,0070

27,5 0,0180 0,4797 0,0008 0,0079

30 0,0151 0,5233 0,0007 0,0086

32,5 0,0115 0,5669 0,0006 0,0092

35 0,0074 0,6106 0,0004 0,0096

37,5 0,0022 0,6542 0,0002 0,0098

*Keterangan: phi = sudut GZ

(44)
(45)
(46)

32

Lampiran 7 Luas Area pada Kondisi WL3 antara sudut 0° - FA

(47)

33

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 30 Juli 1992 dari Bapak Agus Martinus dan Ibu Yayah Sutiah. Penulis adalah putra pertama dari empat bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.

Gambar

Gambar 1 Kurva kriteria stabilitas statis (Hind 1982)
Tabel 1 Nilai TPC, KG, dan GM pada masing-masing kondisi berdasarkan data parameter hidrostatis
Gambar 2 Lines plan perahu fiberglass Kahuripan Nusantara (Yulianto 2010)
Gambar 3 Rancangan umum perahu Kahuripan Nusantara (Yulianto 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait