• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Morfologi dan Pemilihan Jenis Pakan oleh Kelelawar Megachiroptera di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kab. Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Morfologi dan Pemilihan Jenis Pakan oleh Kelelawar Megachiroptera di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kab. Sukabumi"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN PEMILIHAN JENIS PAKAN

OLEH KELELAWAR MEGACHIROPTERA DI HUTAN

PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KAB. SUKABUMI

AMALIA CHOIRUNNISA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Morfologi dan Pemilihan Jenis Pakan Oleh Kelelawar Megachiroptera di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kab. Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Amalia Choirunnisa

(4)

ABSTRAK

AMALIA CHOIRUNNISA. Karakteristik Morfologi dan Pemilihan Jenis Pakan oleh Kelelawar Megachiroptera di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kab. Sukabumi. Dibimbing oleh AGUS PRIYONO KARTONO dan IBNU MARYANTO.

Kelelawar megachiroptera merupakan kelelawar pemakan buah, nektar dan polen. Keberadaan satwa berfungsi sebagai agen penyebar biji dan penyerbuk bunga. Sehingga penting untuk mengetahui kemampuan adaptasi dan pakannya di alam. Penelitian ini dilaksanakan di HPGW mulai 14 juni-25 agustus 2014. Kelelawar ditangkap dengan menggunakan jaring kabut pada empat tipe tutupan lahan dengan metode purposive sampling. Terdapat

sembilan jenis kelelawar yang teridentifikasi dalam penelitian ini. Tumbuhan pakan yang teridentifikasi sebanyak 59 jenis dari 38 famili dan 13 tipe mahkota bunga yang diidentifikasi dari analisis. Fabaceae, Musaceae, dan Rubiaceae merupakan genus yang paling mempengaruhi perilaku makan. Hasil dari PCA dan regresi logistik biner menunnjukkan bahwa D3P2, D4P2, D4P1 dan D4P5 adalah peubah yang dapat dijadikan pembeda jenis pada setiap habitat. Hasil analisis CCA dengan Canoco menyatakan bahwa

caryophllaceous sangat dipengaruhi oleh ukuran C1M3, sedangakan bunga tipe appetallouse lebih fleksibel dengan ukuran tengkorak dan gigi.

Kata kunci: kelelawar Megachiroptera, morfometri, polen.

ABSTRACT

AMALIA CHOIRUNNISA. Morphological Characteristics and Diet Selection by Bats Megachiroptera In Gunung Walat University Forest, Sukabumi. Supervised by AGUS PRIYONO KARTONO and IBNU MARYANTO.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

AMALIA CHOIRUNNISA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN PEMILIHAN JENIS PAKAN

OLEH KELELAWAR MEGACHIROPTERA DI HUTAN

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penyusunan karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian ini memiliki tema kelelawar dengan judul Karakteristik Morfologi dan Pemilihan Jenis Pakan oleh Kelelawar Megachiroptera di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kab. Sukabumi. Pengumpulan data lapangan dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2014 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW).

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi dan Prof (RIS) Dr Ir Ibnu Maryanto, MSi selaku Pembimbing atas arahan dan saran yang telah diberikan. Penghargaan penulis sampaikan kepada Dr Ir Nandi Kosmaryandi, MScF selaku Direktur HPGW, Asisten Manajer Lapang, dan seluruh staf HPGW, serta keluarga Lab. Genetika Hutan, Lab. Mikoriza dan Lab. Entomologi Hutan, Dept. Silvikultur yang telah membantu selama penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah Wachid Hasyim, ibu Susilo Mardirini, kakak Nur M Arrozy dan adik Bintang Al-Bana atas dukungan dan kasih. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih untuk partner penelitian (Kendy D. Prayogi dan Oktania Kusuma),

sahabat (Wida Agustina, Nuning Hamidah, Febriyanti Mutiara, Lyan Lavista dan Anugro P.), keluarga besar Fakultas Kehutanan IPB, Departemen KSHE, Nepenthes Raflessiana 47, dan HIMAKOVA serta semua pihak yang telah memberikan bantuan moral maupun material selama penelitian berlangsung.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DARTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Alat dan Bahan 3

Metode Pengambilan Data 3

Metode Pengolahan Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Hasil 8

Pembahasan 17

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 24

(10)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi jenis kelelawar Megachiroptera di HPGW dan status

perlindungannya 9

2 Komposisi kelelawar Megachiroptera berdasarkan jenis kelamin

dan lokasi perjumpaan 9

3 Hasil uji data peubah morfometri sayap terhadap habitatnya

menggunakan analisis Regresi Logistik Biner 14 4 Perbandingan kerapatan tegakan pada tiap tutupan lahan 14 5 Matrik niche overlap pada jenis kelelawar Megachiroptera 17

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian dan plot pengamatan 2

2 Kegiatan melepas kelelawar dari jala kabut 3

3 Parameter pengukuran karakteristik luar 4

4 Parameter karateristik tengkorak dan gigi kelelawar menurut

Andersen (1912) diacu dalam Rahman dan Abdullah (2010) 5

5 Tipe-tipe mahkota bunga 7

6 Bunga Calliandra sp. (tipe mahkota bunga apetalouse/bunga

telanjang) (a); bunga Annona sp. (tipe mahkota bunga sepalloid) (b);

bunga Passiflora sp. (tipe mahkota bunga rosaceous-corona) (c) 7 7 Komposisi pakan kelelawar Megachiropthera berdasarkan famili

tumbuhan 10

8 Jumlah jenis tumbuhan pakan yang dimanfaatkan oleh kelelawar

Megachiroptera 10

9 Pengelompokan kelelawar Megachiroptera berdasarkan jenis sumber

pakan 11

10 Pengelompokan jenis kelamin kelelawar Megachiroptera

berdasarkan jenis sumber pakan 11

11 Komposisi pakan kelelawar Megachiroptera berdasarkan bentuk

mahkota bunga 12

12 Pengelompokan jenis kelelawar berdasarkan pemilihan bentuk

mahkota bunga 13

13 Pengelompokan jenis kelamin kelelawar berdasarkan pemilihan

bentuk mahkota bunga 13

14 ubungan karakteristik ukuran tengkorak dan gigi terhadap tipe

bentuk mahkota bunga pada axis 1 dengan axis 2 15 15 Hubungan karakteristik ukuran tengkorak dan gigi terhadap tipe

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil identifikasi polen pada kelelawar Megachiroptera di HPGW 28 2 Jumlah pemanfaatan sumber pakan oleh kelelawar Megachiroptera 37 3 Ukuran morfologi sayap kelelawar Megachiroptera 40 4 Ukuran morfologi tengkotak (cranial) kelelawar Megachiroptera 42 5 Ukuran morfologi gigi (dental) kelelawar Megacriroptera 44 6 Hasil penghitungan analisis cluster variable jenis kelelawar

Megachiroptera berdasarkan kesamaan sumber pakan pakan

menggunakan software Minitab 16 45

7 Hasil penghitungan analisis cluster variable jenis kelamin kelelawar Megachiroptera berdasarkan kesamaan sumber pakan pakan

menggunakan software Minitab 16 46

8 Hasil penghitungan analisis cluster variable pengelompokan jenis kelelawar Megachiroptera berdasarkan kesamaan bentuk mahkota

bunga (corolla) menggunakan software Minitab 16 46 9 Hasil penghitungan analisis cluster variable pengelompokan jenis

kelamin kelelawar Megachiroptera berdasarkan kesamaan bentuk

mahkota bunga (corolla) menggunakan software Minitab 16 47 10 Tabel total variance explained metode PCA pada tampilan software

SPSS 47

11 Hasil uji Omnimbus dalam penghitungan metode regresi logistik

biner tiap tipe tutupan lahan menggunakan software SPSS 48 12 Hasil uji Hosmer and Lemeshow dan Negelkerke R Square dalam

metode regresi logistik biner pada tiap tipe tutupan lahan

menggunakan software SPSS 49

13 Tabel variabel in equation dalam metode regresi logistik biner pada tiap tipe tutupan lahan menggunakan software SPSS 50 14 Matrix niche overlap berdasarkan jenis kelamin kelelalar

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jumlah kelelawar didunia saat ini kurang lebih mencapai 1024 spesies (Tudge 2000) yang dibagi menjadi dua Sub-Ordo yaitu, Megachiroptera dan Mikrochiroptera (Miller 1907 diacu dalam Anderson dan Jones 1967; Young 1981). Pteropodidae merupakan satu-satunya famili dalam Sub-Ordo Megachiroptera dengan anggota jenis mencapai 246 spesies atau sama dengan 24% dari total spesies dalam Ordo Chiroptera (Emmons dan Feer 1997). Kelelawar Megachiroptera merupakan kelompok kelelawar yang memakan buah, nektar dan polen, yang berguna dalam membantu proses penyebaran biji dan berperan sebagai polinator bagi tumbuhan (Coldbert et al. 2001; Suyanto 2001;

Hikmann et al. 2007; Dumont et al. 2011; Fleming dan Kress 2011). Didukung

dengan kemampuan terbang (Mickleburgh et al. 1992; Emmons dan Feer 1997;

Tudge 2000; Suyanto 2001; Shepherd C dan Shepherd L 2012) dan distribusinya yang luas (Kingston et al. 2006; Dechmann 2006), kelelawar menjadi komponen

penting yang perlu diperhatikan dalam upaya konservasi tumbuhan pada suatu ekosistem hutan, khususnya hutan tropis (Maharadatunkamsi dan Maryati 2008).

Studi tentang morfologi penting dipelajari untuk mengetahui hubungan antara bentuk dan fungsi pada bagian tubuh individu yang mendukung kemampuan adaptasi suatu individu dengan lingkungannya (Galis 1996). Dumont

et al. (2011) menyatakan bahwa adaptasi secara morfologis merupakan salah satu

cara satwa untuk bertahan dari tekanan yang ada dalam lingkungan atau habitat salah satunya adalah dalam memperoleh pakan. Sebagai contoh, beberapa kelelawar yang berukuran kecil memakan nektar dengan cara hinggap (hovering)

sedangkan kelelawar yang berukuran lebih besar mendekati pakan dengan memanjat pada ranting menggunakan kuku di sayapnya (Voigt 2004).

Studi yang dilakukan Maryati (2008) menyatakan bahwa Cynopterus branchyotis memakan 16 jenis tumbuhan, Macroglossus sobrinus 20 jenis

tumbuhan dan Chinorax melanocephalus hanya 3 jenis tumbuhan dari 21 jenis

tumbuhan yang ditemukan di Taman Nasional Gunung Ciremai. Hal ini menunjukkan adanya perilaku pemilihan pakan pada kelelawar pemakan buah dan nektar. Selain itu, didalam studi tersebut juga dibuktikan adanya kompetisi yang tinggi, baik kompetisi intra maupun inter spesies yang menyebabkan terjadinya

overlap dalam memanfaatkan sumber daya pakan.

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan studi tentang hubungan antara karakteristik morfologi kelelawar Megachiroptera dengan jenis sumber pakan dan kondisi habitatnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan satwa untuk beradaptasi dengan lingkungannya.

Tujuan Penelitian

Penelitian mengenai karakteristik morfologi dan pemilihan jenis pakan kelelawar Megachiroptera di Hutan Pendidikan Gunung Walat bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi jenis sumber daya pakan yang dimanfaatkan kelelawar

(14)

2. Mengukur hubungan antara karakteristik morfometri kelelawar Megachiroptera dengan tipe habitat.

3. Mengukur hubungan antara karakteristik morfometri kelelawar Megachiroptera dengan pemilihan jenis pakan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan data dasar untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai panduan pengamatan dan monitoring jangka panjang yang berguna bagi tujuan pendidikan di HPGW. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pengelolaan kawasan yang diharapkan dapat beriringan dengan upaya konservasi satwa liar khususnya kelelawar.

METODE

Lokasi dan Waktu

Pengambilan data dilakukan di kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) selama tiga bulan, yaitu pada bulan Mei-Agustus 2014. Secara Administrasi Pemerintahan, HPGW terletak dalam wilayah Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Secara Administrasi Kehutanan, kawasan ini masuk dalam wilayah BKPH Gede Barat, KPH Sukabumi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat (Gambar 1). Kegiatan pengambilan data dilakukan pada empat area tutupan lahan berbeda yang ada dikawasan HPGW, yaitu tutupan lahan pinus, puspa damar dan lahan agroforest.

(15)

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk pengambilan spesimen adalah jaring kabut (mist net), headlamp, kantong blacu, sarung tangan dan penunjuk waktu. Kegiatan

pengukuran morfologi dan pencatatan bobot dilakukan dengan menggunakan Krisbow digital caliper KW06-351 dengan akurasi 0.05 mm dan Tanita digital scale KD-160 dengan ketelitian 0,5 gr. Alat lain yang digunakan adalah surgical blade nomor 10 dan 11, pinset, gunting anatomis, suntikan, dan sarung tangan

steril. Analisis polen dilakukan di laboraturium menggunakan mesin separator sentrifugal, mikroskop, tabung reaksi, object glass/kaca preparat, dan kuteks.

Alkohol 97% dan formalin 30% digunakan sebagai bahan untuk pengawetan spesimen. Selain itu, bahan lainnya berupa kapas berkloroform digunakan untuk membius spesimen. Alkohol 70% dan gliserol digunakan untuk analisis polen.

Identifikasi kelelawar dilakukan dengan menggunakan buku LIPI-Seri Panduan Lapangan Kelelawar Indonesia (Suyanto 2001) dan Panduan Lapang Mamalia di Kalimantan, Sabah, Serawak, dan Brunei Darusalam (Payne et al.

2000) dan Teknik Survey dan Identifikasi Jenis-Jenis Kelalawar Khas Agroforestry Sumatera (Prasetyo et al. 2011). Identifikasi polen sampai tingkat

famili dan genus dilakukan menurut kunci determinasi Erdmant (1952), Nayar (1999), Paldat (2005), dan Hesse et al. (2009).

Metode Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan pada empat plot pengamatan yaitu tutupan lahan agathis, tutupan lahan pinus, tutupan lahan puspa dan lahan agroforest di dalam kawasan HPGW. Setiap plot pengamatan dibagi menjadi tiga titik pengambilan data. Tiga mist net dipasang pada setiap titik dengan jarak 100 m dan

dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Kelelawar Megachiroptera tidak memiliki kemampuan ekolokasi kecuali marga Rousettus yang menggunakan

getaran lewat ketukan gigi,sehingga penangkapan dengan jaring kabut merupakan cara yang paling baik (Payne et al. 2000) (Gambar 2).

Gambar 2 Kegiatan melepas kelelawar dari jala kabut

Jaring kabut yang digunakan berukuran 12 x 3 m dipasang dengan menggunakan bambu sepanjang ±5 m (Maharadatunkamsi dan Maryati 2008, Mohd-Azlan et al. 2003). Penempatan jaring kabut dilakukan dengan teknik purposive sampling sedangkan pengambilan sampel kelelawar dilakukan dengan

(16)

kemudian pada pukul 19.00 dan pukul 06.00 WIB dilakukan pengecekan dan pengambilan sampel kelelawar. Kelelawar ditangkap dan dimasukkan pada kantung blacu kemudian dipisahkan sesuai nomor jaring, lokasi penangkapan dan hari penangkapan.

Kelelawar yang ditangkap diidentifikasi jenis dan status perlindunganya berdasarkan status satwa yang dilindungi oleh PP No.7 Tahun 1999, kategori satwa langka oleh IUCN Red List dan status perdagangan oleh CITES. Penomoran

dilakukan bagi individu yang dijadikan sebagai spesimen sedangkan individu yang dilepas ditandai dengan kuteks berwarna kuning. Kelelawar yang dijadikan spesimen diukur dan diambil sample kotorannya. Sampel kotoran tersebut dianalisis untuk mencari polen yang tertelan oleh kelelawar. Polen yang telah teridentifikasi diasumsikan sebagai sumber pakan.

Rahman dan Abdullah (2010) menjelaskan bahwa terdapat 33 parameter karakteristik ukuran tubuh, tengkorak (cranial) dan gigi (dental) yang diperlukan

dalam analisi morfologi kelelawar. Terdapat 15 karakteristik luar tubuh kelelawar yang dilakukan pengukuran (Gambar 3), yaitu:

Keterangan :pajang telinga/Ear length (E), panjang betis/Tibia length (TB), kaki belakang/Hind foot length (HF), panjang ekor/Tail to ventral length (TVL), lengan bawah sayap/Fore arm (FA),

jari metakarpal kedua/Second digit metacarpal length (D2MCL), panjang jari metakarpal

ketiga/Third digit metacarpal length (D3MCL), jari metakarpal ketiga ruas phalanak

pertama/Third digit first phalanax length (D3P1L), jari metakarpal ketiga ruas phalanak

kedua/Third digit second phalanax length (D3P2L), jari metakarpal keempat /Fourth digit metacarpal length (D4MCL), jari metakarpal keempat ruas phalanak pertama/Fourth digit first phalanax length (D4P1L), jari metakarpal keempat ruas phalanak kedua/Fourth digit second phalanax length (D4P2L), jari metakarpal kelima/Fifth digit metacarpal length (D5MCL), jari metakarpal kelima ruas phalanak pertama/Fifth digit first phalanax length (D5P1L), jari

metakarpal kelima ruas phalanak kedua /Fifthdigit second phalanax length (D5P2L)

Gambar 3 Parameter pengukuran karakteristik luar

Bagian kepala kelawar dibedah untuk mendapatkan ukuran karakteristik tengkorak dan gigi. Kepala direndam menggunakan air basa (deterjen) kemudian

(17)

dan 6 peubah karakteristik dental dalam analisis morfometri kelelawar (Suyanto 2001; Nagorsen dan Peterson 1980 diacu dalam Rahman dan Abdullah 2010) (Gambar 4), antara lain :

Keterangan : Karakter Tengkorak= panjang tengkorak total/Greatest skull length (GSL), lebar interorbital/Interorbital width (IOW), lebar posorbital/Postorbital width (POW), lebar tempurung

otak/Carnial width (CW), lebar tulang pipi/Zygomatic width (ZW), lebar mastoid/Mastoid width

(MW), panjang langit-langit tengkorak/Post palatal length (PPL), panjang langit-langit

mulut/Palatal length (PL), jarak antara chochea/Distance between chochlea (DBL), Bulla length

(BL), panjangtulang basal/Greatest basial pit length (GBPL), panjang rahang/Dentary length (DL),

Karakteristik Gigi = ukuran taring/Canine tooth basal width (C1BW), jarak terluar antara gigi

taring/Breadth across both canine outside surface (C1C1B), jarak terluar antara kedua geraham

ketiga/Breadth across both third molar theeth outside surface (M3M3B), jarak terluar antara gigi

taring dan geraham ketiga/Canine molar length (C1M3L), panjang geraham kedua/Second molar tooth crown length (M2L), lebar geraham kedua/Second molar tooth crown width (M2W).

Gambar 4 Parameter karateristik tengkorak dan gigi kelelawar menurut Andersen (1912) diacu dalam Rahman dan Abdullah (2010)

Polen bunga diidentifikasi dari saluran pencernaan dengan mengambil sisa makanan di saluran pencernaan kelelawar. Hasil dari isi pencernaan kelelawar dicampur dengan alkohol 70% di dalam tube sentrufugal kemudian dilakukan

pemutaran hingga 2000 rpm selama 30 menit. Setelah itu, dilakukan penggantian cairan alkohol dengan alkohol yang baru. Proses ini diulang sebanyak tiga kali. Endapan yang dihasilkan dari proses diletakkan pada kaca preparat/object glass

sebanyak satu tetes kemudian dicampur gliserol satu tetes lalu ditutup dengan

cover glass dan direkatkan dengan kuteks bening. Menurut Yulianto (1992) diacu

dalam Soegiharto et al. (2010) gliserol ditambahkan sebagai bahan pengawet.

Obyek diamati dibawah mikroskop cahaya dengan bantuan kamera Optilab Advance. Hasil gambar dikalibrasi dengan bantuan software Image Raster

sehingga mendapatkan ukuran polen yang akurat. Hasil identifikasi jenis digunakan untuk mencari tipe bentuk mahkota bunga (corolla) melalui studi

(18)

Metode Pengolahan Data

Hubungan antar jenis kelelawar dengan pakan dan bentuk mahkota bunga

Hubungan antar jenis kelelawar dengan pakan dan bentuk mahkota bunga dianalisis dengan metode cluster variable yang diolah dengan menggunakan software Minitab 16. Pengelompokan dicari menggunakan rumus eudicleaen distance (Krebs 1989) yang kemudian digunakan untuk mengetahui tingkat

kesamaan. Hasil analisis menghasilkan dendrogram yang menunjukkan persentase kesamaan penggunaan sumber pakan baik berdasarkan jenis pakan maupun pemilihan bentuk mahkota bunga oleh kelelawar Megachiroptera.

Karakteristik morfologi kelelawar Megachiroptera

Karakteristik morfologi luar (15 peubah), tengkorak (12 peubah) dan gigi (6 peubah) diolah dengan statistik deskriptif meliputi nilai rataan, standar deviasi dan range. Data statistik deskriptif diolah menggunakan softwareSPSS 16. Hubungan antara ukuran morfologi dengan habitat dan mahkota bunga

Component Principal Analysis (PCA) digunakan untuk mereduksi peubah

yang tidak dapat dijadikan pembeda dalam suatu populasi data. Data yang direduksi adalah peubah yang memiliki ragam paling kecil. Peubah yang dikerjakan dengan PCA adalah ukuran morfologi sayap, tengkorak dan gigi. Pengolahan data dilakukan secara terpisah terhadap masing-masing kelompok peubah morfometri. Analisis PCA terhadap peubah morfometri luar digunakan untuk mengetahui peubah mana yang dapat digunakan sebagai pembeda jenis dalam suatu habitat.

Hasil dari PCA kemudian diolah dengan menggunakan Regresi Logistik Biner. Regresi logistik menjelaskan hubungan antara peubah dikotomik atau biner dengan variabel bebas yang berupa data berskala interval atau kategorik (Hosmer dan Lemeshow 1989). Hasil dari analisis Regresi Logistik menghasilkan peubah-peubah yang dapat dijadikan penciri jenis terhadap suatu habitat.

Hubungan antara peubah morfometri tengkorak dan gigi terhadap pemilihan bentuk mahkota bunga oleh kelelawar Megachiroptera diolah dengan metode

Multivariate Canonical Corespondence Analysis (CCA) menggunakan software

Canoco For Windows 4.5. Menurut Leps dan Smilauer (2003) metode CCA

dengan Canoco For Windows 4.5 digunakan untuk mengetahui hubungan antara

spesies dan lingkungannya (Leps dan Smilauer 2003). Dalam hal ini adalah. Hasil dari pengolahan data berupa gambar panah vektor dan titik yang menunjukkan hubungan antara peubah.

Menurut de Sauza dan Muscheta (1999) mahkota bunga dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan penampakan kelopak yaitu, gamopetalouse (bunga dengan

kelopak yang saling bergabung) dan polypetalouse (bunga dengan kelopak yang

saling bebas). Polypetaouse dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu rosaceouse

(bunga dengan lima atau lebih kelopak yang menumpuk ke arah luar),

caryophllaceous (bunga dengan lima kelopak atau lebih namun tidak saling

menumpuk) dan yang terakhir adalah papillionaceouse dimana terdapat lima

kelopak yang saling bebas namun memiliki ukuran kelopak yang berbeda. Kelopak posterior berukuran besar disebut vexillium dan dua lainnya mebentuk

(19)

Macam-macam jenis bunga menurut Swink dan Willhem (1994) ditampilkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Tipe-tipe mahkota bunga

Bentuk bunga lain merupakan hasil modifikasi suatu tanaman. Menurut de Sauza dan Muscheta (1999) bentuk bunga modifikasi ini tidak masuk kedalam kategori. Tiga diantara bentuk modifikasi mahkota ini adalah bentuk apetalouse

dan rosaceous-corona, sepaloid. Apetalouse adalah tipe bunga yang tidak

memiliki mahkota bunga, bunga tipe ini biasanya terdiri dari benang-benang sari yang memanjang dari calyx. Sazima et al. (1999) menggambarkan tipe apetalouse

ini seperti bentuk sikat (Gambar 6).

(a) (b) (c

Gambar 6 Bunga Calliandra sp. (tipe mahkota bunga apetalouse) (a); bunga Annona sp. (tipe mahkota bunga sepalloid) (b); bunga Passiflora sp.

(20)

Modifikasi penebalan daging kelopak bunga adalah ciri bentuk sepaloid.

Famili tumbuhan yang memiliki bentuk mahkota bunga ini adalah Annonaceae. Bentuk modifikasi lain adalah rosaceous-corona pada bunga Passiflora sp. yang

mana merupakan gabungan antara rosaceous dan corona dengan modifikasi

sulur-sulur benang sari yang mendominasi.

Kerapatan tegakan

Analisis vegetasi digunakan untuk mengetahui kerapatan pohon pada setiap tanaman. Kerapatan pohon dicari dengan menggunakan petak lingkaran untuk tegakan homogen pada tutupan lahan pinus, puspa, dan damar serta jalur berpetak untuk lahan agroforest. Kerapatan tegakan diolah menggunakan rumus sebagai berikut:

Kerapatan pohon digunakan untuk mengetahui hubungannya dengan adaptasi morfologi kelelawar terhadap habitatnya. Selain itu jenis-jenis tumbuhan yang berada di sekitar plot pengamatan dicatat sebagai referensi tumbuhan yang diduga dimanfaatkan oleh kelelawar.

Niche overlap

Niche overlap digunakan untuk mengetahui hubungan antara jenis

kelelawar terhadap sumberdaya yang digunakan berdasarkan suku dan jenis tumbuhan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan kelelawar. Persamaan yang digunakan adalah persamaan Simplified Morisita Index atau sering disebut Morisita-Horn Index (Krebs 1989).

Keterangan: CH= Indeks Morisita-Horn antara kelelawar jenis ke-j dan jenis ke-k, pij = proporsi tipe tutupan lahan yang digunakan kelelawar jenis ke-j (pij = n/N), pik= proporsi tipe tutupan lahan yang digunakan kelelawar jenis ke-k (pik = n/N), n= jumlah tipe tutupan lahan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Komposis jenis kelelawar Megachiroptera

Tercatat sembilan jenis kelelawar Megachiroptera di HPGW kawasan antara lain: Cynopterus bracyothis, C. tithaecheilus, C. horsfieldii, C. sphinx, C. minutus, Macroglossus sobrinus, Eonycteris spelaea, Rousettus leschenaulti, dan R. amplexicaudatus (Tabel 1). Semua kelelawar yang ditemukan belum termasuk

kedalam daftar satwa yang dilindungi.

(21)

titthacheilus merupakan jenis yang paling umum ditemukan. C. bracyotis juga

merupakan jenis kelelawar yang paling banyak ditemukan dengna total jumlah tangkapan sebesar 66 ekor.

Tabel 1 Komposisi jenis kelelawar Megachiroptera di HPGW dan status perlindungannya

No Nama Jenis Status Konservasi

PP* IUCN CITES

1 Cynopterus brachyotis (Müller, 1838) - LC n.a.

2 Cynopterus titthaecheilus (Temminck, 1825) - LC n.a.

3 Cynopterus horsefieldi (Gray, 1843) - LC n.a.

4 Cynopterus sphinx (Vahl, 1797) - LC n.a.

5 Cynopterus minutus (Miller, 1906) - LC n.a.

6 Macroglossus sobrinus (K.Andersen, 1911) - LC n.a.

7 Eonycteris spelaea (Dobson, 1871) - LC n.a.

8 Rousettus leschenaulti (Desmarest, 1820) - LC n.a.

9 Rousettus amplexicaudatus (É.Geoffroy, 1810) - LC n.a.

Keterangan : LC= Least Concern, n.a = non appendix, PP*= PP No. 7 Tahun 1999

Pada plot agroforest didapatkan tujuh jenis kelelawar. Jumlah tersebut merupakan jumlah jenis tertangkap yang paling tinggi dari keempat tipe tutupan lahan yang diamati. Jenis kelelawar yang tertangkap di plot ini adalah C. bracyothis, C. tithaecheilus, C. minutus, Macroglossus sobrinus, Eonycteris spelaea, Rousettus leschenaulti, dan R. amplexicaudatus. Pada tutupan lahan

damar menunjukkan jumlah jenis tertangkap yang paling rendah. Tiga jenis kelelawar yang tertangkap di plot ini adalah C. brachyotis, C. titthacheilus dan C. minutus.

(22)

Komposisi pakan kelelawar Megachiroptera

Terdapat 59 jenis dari 41 famili tumbuhan pakan kelelawar Megachiroptera (Lampiran 1). Fabaceae merupakan famili yang paling banyak dimanfaatkan sebagai pakan oleh kelelawar Megachiroptera sebesar 12%. Selain itu, terdapat famili Musaceae, Moraceae, Cyperaceae, Annonaceae, dan Rubiaceae yang masing-masing dimanfaatkan sebesar 10%, 7%, 6%, 5%, dan 5%. Komposisi tumbuhan berdasarkan famili yang dimanfaatkan disajikan pada Gambar 7. Tumbuhan dari Famili Musaceae dan Rubiaceae merupakan jenis pakan yang paling digemari oleh kelelawar Megachiroptera. Terdapat dua jenis tumbuhan yang diidentifikasi dari famili Musaceae yaitu, Heliconia sp. dan Musa sp.

sedangkan pada famili Rubiaceae terdapt empat jenis tumbuhan yaitu, Dioda sp., Coffea sp. dan Ixora sp.

Gambar 7 Komposisi pakan kelelawar Megachiropthera berdasarkan famili tumbuhan

Terdapat 36 jenis pakan yang teridentifikasi dari saluran pencernaan C. brachcyotis betina dan 26 jenis pakan pada C. brachyotis jantan (Gambar 8). C. horsfieldi betina dan R. amplexicaudatus betina merupakan jenis kelelawar yang

paling sedikit diketahui memanfaatkan pakan. Komposis jenis pakan yang dimanfaatkan oleh kelelawar secara rinci disajikan pada Lampiran 2.

Keterangan : CB= Cynopterus brachyotis; CT= C. titthaecheilus; CH= C. horsefieldii; CS= C. sphinx; CM= C. minutus; MS= Macroglossus sobrinus; ES= Eonycteris spelaea; RL= Rousettus leschenaulti; RA= R. amplexicaudatus, J= jantan; B= betina.

(23)

Pengelompokan jenis kelelawar berdasarkan jenis pakan

Terdapat tiga kelompok besar berdasarkan pemanfaatan jenis pakan oleh kelelawar Megachiroptera (Gambar 9). Kelompok pertama adalah C. brachyotis

dan C. minutus dengan indeks kesamaan mencapai 68.73%. Kelompok kedua

adalah gabungan dari pasangan C. sphinx dengan E. s spelaea (Ed=71.69%) dan M. sobrinus dengan R. leschenaulti yang (Ed=67.03%) pada tingkat kesamaan

sebesar 49.69%. Kelompok terakhir memiliki jarak terjauh dengan anggota C. horfieldii dan C. titthacheilus (Ed=56.20%) yang berasosiasi dengan R. amplexicaudatus dengan indeks kesamaan hanya sebesar 47.96%

Keterangan : CB= Cynopterus brachyotis; CT= Cynopterus titthaecheilus; CH= Cynopterus horsefieldii; CS= Cynopterus sphinx;CM= Cynopterus minutus; MS= Macroglossus sobrinus;

ES= Eonycteris spelaea; RL= Rousettus leschenaulti; RA= Rousettus amplexicaudatus

Gambar 9 Pengelompokan kelelawar Megachiroptera berdasarkan jenis sumber pakan

Didapatkan tiga kelompok besar kelelawar Megachiroptera berdasarkan pemanfaatan tumbuhan pakan terhadap jenis kelaminnya (Gambar 10). Kelompok pertama beranggotakan C. brachyotis betina dan jantan (Ed=77.83%) yang

berasosiasi dengan C. minutus betina (Ed=67.47%) dan saling berhubungan

dengan R. leschenautii jantan pada tingkat kesamaan mencapai 49.04%.

(24)

R. leschenautii betina dan M. sobrinus jantan (Ed=76.78%) dengan M. sobrinus betina (Ed=68.21%) berasosiasi dengan C. sphinx betina sebesar 51.46%. C. sphinx jantan dan E. spelaea betina berasosiasi dengan kesamaan pemanfatan

pakan sebesar 65.76%. Dua kelompok kecil ini membentuk kelompok kedua dengan indeks kesamaan mencapai 45.85%. Kelompok ketiga beranggotakan C. minutus jantan, R. amplexicaudatus betina dan C. ttthacheius betina (Ed=51.24%)

betina yang berasosiasi dengan C. horfieldii betina dan C. titthacheilus jantan

(Ed=60.33%) dengan indeks kesamaan sebesar 42.28%. Hasil perhitungan

analiasis cluster disajikan pada Lampiran 6 dan Lampiran 7

Pengelompokan jenis kelelawar berdasarkan pemilihan bentuk mahkota bunga

Bentuk mahkota bunga yang teridentifikasi sebanyak 13 tipe antara lain,

apetalouse (31%), tubular (13%), savelform (12%), grain (10%), sepalloid (9%), , rosaceous (5%), caryophllaceous (5%), funnelform (4%), rotate (3%), rosaceous -corona (3%), cruciform (2%), bilabiate (2%), dan ligulate (1%) (Gambar 11).

Tipe bunga apetalouse sebagian besar diidentifikasi dari famili Fabaceae dan tubular diidentifikasi dari famili Musaceae. Terdapat tiga jenis tumbuhan pakan

yang termasuk pada famili Fabaceae yaitu Inga sp., Calliandra sp. dan Acacia sp..

Pada studi ini Calliandra sp. merupakan jenis yang paling banyak dimanfaatkan

oleh kelelawar.

Keterangan : Apt= Apetalou, Lig= Ligulate, Bil= Bilabiate, Cru= Cruciform, Fun= Funnelform, Car= Caryophllaceous, Ros= Rosaceous, Rot= Rotate, Svl= Savelform, Tub= Tubular, R-c= Rosaceous-Corona, Sep = Sepalloid, Grn = Grain

Gambar 11 Komposisi pakan kelelawar Megachiroptera berdasarkan bentuk mahkota bunga

Berdasarkan kesamaan pemilihan bentuk mahkota bunga oleh kelelawar Megachiroptera dikelompokkan menjadi tiga besar (Gambar 12). Kelompok pertama adalah C. brachyotis dan C. minutus dengan kesamaan pemanfaatan

sumber daya pakan mencapai 85.61%. C. horsfieldii dan R. amplexicaudatus

(Ed=78.02%) membentuk kelompok kedua dengan C. titthacheilus dengan tingkat

kesamaan mencapai 75.63%. Kelompok ketiga beranggotakan C. sphix dan Macroglossus sobrinus (Ed=77.38%) yang berasosiasi dengan R. leschenaulti

(Ed=60.20%) kemudian membentuk asosiasi bertingkat dengan E. spelaea dengan

kesamaan pemanfaatan jensi pakan mencapai 56.62% (Lampiran 8).

(25)

Keterangan : CB= Cynopterus brachyotis; CT= Cynopterus titthaecheilus; CH= Cynopterus horsefieldii; CS= Cynopterus sphinx;CM= Cynopterus minutus; MS= Macroglossus sobrinus;

ES= Eonycteris spelaea; RL= Rousettus leschenaulti; RA= Rousettus amplexicaudatus

Gambar 12 Pengelompokan jenis kelelawar berdasarkan pemilihan bentuk mahkota bunga

Pengelompokan jenis kelamin kelelawar berdasarkan kesamaan pemilihan mahkota bunga menghasilkan tiga kelompok besar (Gambar 13). kelompok pertama menunjukkan asosiasi bertingkat antara C. brachyotis betina, dan jantan

(Ed=96.54%), C. minutus betina (Ed=90.67%), dan C. titthacheilus jantan

(Ed=85.08%) yang kemudian bersama-sama membentuk kelompok dengan C. sphinx betina dengan tingkat kesamaan mencapai 71.70%.

Gambar 13 Pengelompokan jenis kelamin kelelawar berdasarkan pemilihan bentuk mahkota bunga

Kelompok kedua beranggotakan M. sobrinus jantan dengan betina

(Ed=85.08%) dan C. sphinx jantan dengan R. leschenaulti betina (Ed=70.48%).

Kedua kelompok tersebut membetuk asosiasi dengan E. spelaea betina dengan

tingkat kesamaan sebesar 47.83%. Kelompok terakhir terdiri dari C. horsfieldii

betina dan C. titthacheilus betina (Ed=81.88%) dengan R. amplexicaudatus betina

(26)

jantan (Ed=69.37%) dengan tingkat kesamaan pemilihan bentuk mahkota bunga

sebesar 12.10% (Lampiran 9).

Hubungan antara karakteristik morfologi sayap kelelawar terhadap habitat

Komponen pertama menunjukkan bahwa peubah yang digunakan dapat mewakili data sebesar 91.18% (Lampiran 10). Karakteristik luar yang tersisa adalah peubah ukuran sayap. Pada tipe tutupan lahan damar, nilai maksimum

likelihood model reduksi dan model penuh tidak terjadi perubahan sehingga yang artinya tidak ada pengaruh antara peubah bebas secara simultan terhadap peubah tidak bebas (Lampiran 11). Uji Negelkerke menyatakan bahwa sebelas peubah pengukuran morfometri yang diolah sudah menjelaskan keragaman data pada peubah tipe tutupan lahan pinus, puspa, dan agroforest sebesar masing-masing 12%, 16% dan 16% (Tabel 3).

Tabel 3 Hasil uji data peubah morfometri sayap terhadap habitatnya

No Uji Kelayakan Tutupan Lahan

Pinus Puspa Damar Agroforest

1 Omnibus Tes 9.74 13.10 0.00 10.26

2 Negelkerkel Test (%) 0.12 0.16 0.00 0.16

3 Hosmer & Lemeshow Test

*Chi-Square hitung 4.19 3.26 5.48 6.15

perbedaan yang signifikan antara model dengan nilai observasi sehingga model sudah fit dengan data. Hasilnya didapatkan peubah D3P2 sebagai peubah morfometri yang dapat dijadikan penciri pada kelelawar yang ditemukan pada tutupan lahan pinus. Peubah D3P2, D4P2, dan D5P2 pada tutupan lahan puspa, dan D3P1 dan D3P2 pada tutupan lahan agroforestr. Peubah morfometri ini bersama-sama mempengaruhi keberadaan kelelawar pada tipe tutupan lahan yang ada. Tabel variable in equation disajikan pada Lampiran 13.

Kerapatan tegakan tertinggi terdapat pada tegakan pinus dan terendah terdapat pada tutupan lahan agroforest. Kerapatan tegakan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Perbandingan kerapatan tegakan pada tiap tutupan lahan Tutupan

Pinus 370 Pinus Kayu afrika, mahoni, puspa

Puspa 257 Puspa Damar, mahoni, kopi

Agathis 308 Damar Puspa, kayu afrika, kopi, meranti Agroforest 52 Puspa Damar, kayu afrika, mahoni, pinus,

(27)

Hubungan antara ukuran tengkorak dan gigi kelelawar terhadap tipe bentuk mahkota bunga

Hubungan antara ukuran tengkorak dan gigi dengan pemilihan bentuk mahkota bunga oleh kelelawar dijelaskan oleh axis 1, axis 2 dan axis 3 yang memiliki nilai total varians sebesar 74.9%. Hal tersebut menunjukkan bahwa model sudah dapat mewakili data sebesar 74.9%. Axis 1 memiliki nilai eigenvalue

sebesar 0.555, axis 2 sebesar 0.630 dan axis 3 sebesar 0.489. Hubungan antara axis 1 dan axis 2 disajikan pada Gambar 14

Keterangan : panjang tengkorak/greatest skull length (Gsl), lebar interorbital/interorbital width

(Iow), lebar postorbital/postorbital width (Pow), lebar carnial/carnial width (Cw), panjang

zigomatik/zygomatic length (Zl), lebar mastoid/mastoid width (MW), panjang post palatal/post palatal length (Ppl), panjang palatal/palatal length (Pl), jarak antara cochleae/distance beetwen cochleae (Dbl), panjang bulla/bulla length (Bl), panjang basial pit terbesar/greatest basial pit length (Gbp), panjang dentari/dentary length (Dl), canine tooth basal width (C1b), breadth across both canine outside surface (C1c), breadth across both third molar theeth outside surface (M3m), canine molar length/maxillary tooth length (C1m), second molar tooth crown length (M2l), second molar tooth crown width (M2w). Apt = apetalouse, Bil = bilate, Lig= ligulate, Sep= sepaloid,

Tub=tubular, Slv=salverform, Rot= rotate, Ros= rosaceous, Car= caryophyllaceous, Fun= funnelform, Cru= cruciform, Spr= spora/grain, R-c= rosaceous-corona.

Gambar 14 Hubungan karakteristik ukuran tengkorak dan gigi terhadap tipe bentuk mahkota bunga pada axis 1 dengan axis 2

Bentuk mahkota bunga caryophyllaceous sangat tergantung dengan ukuran

lebar jarak gigi taring ke geraham ketiga (C1m). Peubah jarak antara gigi taring (C1c) merupakan penciri kuat bagi kelelawar yang memanfaatkan tipe bunga

cruciform dan funnelform. Pemanfatan bentuk mahkota tubular, sepaloid, dan savelform berhubungan dengan ukuran gigi taring (C1b). Ukuran morfometri

tengkorak dan gigi terdapat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.

Ukuran lebar tengkorak (Cw) menjadi penciri bagi kelelawar yang memanfaatkan bentuk bunga rosaceous-corona. M2l, M2w, M3m adalaha peubah

morfometri geraham yang mana berkelompok pada satu titik mendekati panah vektor apetalouse dan bilate. Hal tersebut dapat diartikan bahwa ukuran geraham

(28)

bunga apetalouse, bilate dan ligulate. Gamabar axis 1 dan 3 menjelaskan

beberapa variabel yang tidak dapat dijelaskan pada gambar axis 1 dan 2 (Gambar 15).

Keterangan : panjang tengkorak/greatest skull length (Gsl), lebar interorbital/interorbital width

(Iow), lebar postorbital/postorbital width (Pow), lebar carnial/carnial width (Cw), panjang

zigomatik/zygomatic length (Zl), lebar mastoid/mastoid width (MW), panjang post palatal/post palatal length (Ppl), panjang palatal/palatal length (Pl), jarak antara cochleae/distance beetwen cochleae (Dbl), panjang bulla/bulla length (Bl), panjang basial pit terbesar/greatest basial pit length (Gbp), panjang dentari/dentary length (Dl), canine tooth basal width (C1b), breadth across both canine outside surface (C1c), breadth across both third molar theeth outside surface (M3m), canine molar length/maxillary tooth length (C1m), second molar tooth crown length (M2l), second molar tooth crown width (M2w). Apt = apetalouse, Bil = bilate, Lig= ligulate, Sep= sepaloid,

Tub=tubular, Slv=salverform, Rot= rotate, Ros= rosaceous, Car= caryophyllaceous, Fun= funnelform, Cru= cruciform, Spr= spora/grain, R-c= rosaceous-corona.

Gambar 15 Hubungan karakteristik ukuran tengkorak dan gigi terhadap tipe bentuk mahkota bunga pada axis 1 dengan axis 3

Gambar axis 1 dan 3 menjelaskan bahwa ukuran geraham, Pow dan Bl menjadi penciri bagi kelelawar yang memanfaatkan jenis ligulate dan grain

namun hubungannya lemah. Adapun C1m dan C1b berhubungan dengan pemanfaatan bentuk mahkota bunga sepaloid dan tubular, namun tidak sekuat

hubungan dengan keberadaan bentuk mahkota bunga caryophllaceous. C1c dan

Gsl merupakan penciri pemanfaatan bentuk mahkota bunga cruciform dan funnelform namun memiliki hubungan yang lemah digambarkan dengan jauhnya

jarak titik dan panah vektor. Selain itu, karakteristik Iow, C1m, dan Cw memiliki hubungan yang kuat terhadap pemanfaatan bentuk mahkota bunga rossaceous, caryophllaceous dan rosaceous-corona hal tersebut dapat disimpulkan dari hasil

yang pada kedua gambar. Begitu pula dengan ukuran geraham terhadap karakter

apetalouse, bilate dan ligulate.

(29)

adalah karakteristik tengkorak kelelawar yang tidak selektif terhadap bentuk mahkota bunga.

Niche overlap

Nilai niche overlap terbesar ditujukkan oleh kelelawar E. spelaea terhadap C. sphinx (CH= 0.45) dan kelelawar R. leschenaulti terhadap M. sobrinus (CH= 0.42) (Tabel 5). Selain itu, R. Leschenaulti memiliki nilai niche overlap terbesar

terhadap C. minutus (CH= 0.38) dan C. bracyotis (CH= 0,28). Pada hasil penelitian

C. brachyotis merupakan jenis kelelawar yang paling banyak memanfaatkan

pakan yang mana memiliki niche overlab terhadap semua jenis kelelawar. Jenis

ini menunjukkan besar pemanfaatan ruang yang tinggi terhadap kelelawar spesialisasi pemanakan buah seperti terhadap C. titthaecheilus, C. sphinx dan R. leschenaulti.

Tabel 5 Matrik niche overlap pada jenis kelelawar Megachiroptera

CB CH CM CS CT ES MS RA RL

Keterangan : CB= Cynopterus brachyotis; CT= Cynopterus titthaecheilus; CH= Cynopterus horsefieldii; CS= Cynopterus sphinx;CM= Cynopterus minutus; MS= Macroglossus sobrinus;

ES= Eonycteris spelaea; RL= Rousettus leschenaulti; RA= Rousettus amplexicaudatus

Persaingan yang terjadi antara individu sejenis terjadi pada individu jantan dan individu betina. C. brachyotis betina dan jantan menunjukkan nilai persaingan

tertinggi yakni sebesar 0.69. Demikian pada M. sobrinus jantan dan betina yang

memiliki nilai niche overlap sebesar 0.45. Matriks niche overlap berdasarkan

jantan dan betina terdapat pada Lampiran 14.

Pembahasan

Komposis jenis kelelawar Megachiroptera

Kelelawar Megachiroptera yang ditemukan di HPGW berjumlah 9 jenis. Survei yang dilakukan Sugiharto et al. (2010) mencatat sebanyak 7 jenis di Kebun

(30)

C. bracyotis merupakan jenis yang ditemui hampir pada setiap plot

pengamatan. Menurut Mikleburgh (1992) C. brachyotis merupakan jenis

kelelawar yang dapat bertahan pada berbagai tipe habitat. Berbeda dengan M. sobrinus dan E. spelaea yang cenderung hanya ditemukan pada lahan agroforest. M. sobrinus dan E. spelaea memilih habitat yang memiliki komposisi jenis

tumbuhan berbuah dan berbunga lebih beragam terkait dengan spesialisasinya sebagai pemakan nektar (Prasetya et al. 2011). Hal tersebut sesuai dengan

pernyataan Maryanto dan Yani (2003), Campbell et al. (2007), Maryanto et al.

(2011) yang menyatakan bahwa distribusi kelelawar dipengaruhi oleh keadaan mikro habitat, ketinggian dan kelimpahan tumbuhan pakan.

Lahan agroforest di HPGW memiliki komposisi tumbuhan yang lebih beragam daripada plot pengamatan lainnya. Masyarakat memanfaatkan lahan agroforest yang disediakan oleh pengelola HPGW sebagai lokasi bercocok tanam diantara tegakan pohon. Tanaman yang ditanam oleh masyarakat merupakan tanaman berbuah yang dapat dijual kembali seperti pisang, nangka, rambutan, kopi, singkong, dan lain-lain. Rabenold dan Bromer (1989) menyatakan bahwa perbedaan habitat dapat menimbulkan perbedaan secara fisik, morfometrik, dan perilaku, hal tersebut merupakan hasil dari seleksi alam dimana terdapat hubungan yang kuat antara tumbuhan dan karakter satwa yang berhasil bertahan.

Komposisi pakan kelelawar Megachiroptera

Kelelawar Megachiroptera merupakan satwa yang bergantung dengan keberadaan tumbuhan sebagai pemakan buah, nektar dan polen sehingga distribusi dan kelimpahan serta komposisi dan populasinya dipengaruhi oleh komunitas tumbuhan pada habitatnya (Rabenold dan Bromer 1989). Maryati et al. (2008)

menemukan 21 jenis dari 14 famili tumbuhan pakan di Taman Nasional Gunung Ciremai sedangkan, Sugiharto et. al (2010) menemukan 52 jenis tumbuhan pakan

dari kelelawar yang ditangkap di Kebun Raya Bogor. Hal tersebut menunjukan bahwa penelitian ini memiliki jumlah temuan tumbuhan sumber pakan yang lebih tinggi dari pada dua penelitian sebelumnya. Dalam Maryati (2008) ditemukan bahwa Sapindaceae dan Euphorbiaceae merupakan famili yang paling banyak di manfaatkan oleh kelelawar. Perbedaan temuan dan jumlah pakan kelelawar Megachiroptera ini dipengaruhi oleh beberapa hal. Salah satunya adalah musim buah dan perbedaan tipe habitat pada masing-masing lokasi (Mikleburgh 1992, Tan et al. 2000). Referensi pakan setiap individu kelelawar yang beragam dapat

menjadi faktor pembeda pula. Elangovan et al. 2001 menyatakan selain memakan

buah dan nektar kelelawar juga mengkonsumsi serangga untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya dan akan meningkatkan pemangsaan ketika musim kering tiba. C. sphinx selain memanfaatkan nektar dan buah juga memakan daun untuk

memenuhi kebutuhan air, mineral dan karbohidrat (Elangovan et al. 2000)

Fabaceae merupakan jenis yang paling banyak dimanfaatkan oleh kelelawar. Jenis pakan dari famali Fabaceae yang ditemukan adalah Acacia sp., Calliandra

sp., dan Inga sp. Di kawasan HPGW terdapat blok yang didalamnya memiliki

tegakan akasia yang ditanam oleh warga sekitar diduga polen yang ditemukan berasal dari blok tersebut. Tumbuhan kaliandra (nama lokal dari Calliandra sp.)

menyebar secara merata di kawasan HPGW ditandai dengan dijumpainya tumbuhan ini pada setiap plot pengamatan. Calliandra sp. adalah tumbuhan

(31)

daun majemuk dan tidak memiliki mahkota bunga (apetalose). Calliandra sp.

merupakan jenis yang paling banyak dimanfaatkan oleh kelelawar.

Tumbuhan dari famili Rubiaceae dan Musaceae merupakan pakan yang paling digemari oleh kelelawar. Enam dari sembilan kelelawar yang ditangkap memanfaatkan pakan dari famili ini. Terdapat empat jenis tumbuhan yang berasal dari famili Rubiaceae yaitu Dioda sp., Coffea sp., Ixora sp., dan Cosmibuena sp.

tumbuhan ini dimanfaatkan oleh C. brachyotis, C. horsfieldii, C. sphinx, C. titthacheilus, M. sobrinus dan R. leschenaulti.

Musaceae dimanfaatkan oleh C. brachyotis, C. sphinx, C. titthacheilus, E.

Maryati et al. 2008, Sugiharto et al. 2010, Edirisinghe dan Kusuminda 2014) Pengelompokan jenis kelelawar berdasarkan jenis pakan

Pengelompokan jenis kelelawar terhadap pakan terjadi dikarenakan referensi pakan yang berbeda-beda. Kesamaan pemanfaatan pakan yang tinggi diantara C. brachyotis dan C. minutus di pengaruhi oleh pemanfatan tershadap

jenis tumbuhan Prestonia sp., Trifolium sp., Utricularia sp., Ficus sp., Heliconia

sp., Calycolpus sp., Cocos sp., dan Adiantum sp. Cynopterus merupakan genus

kelelawar yang lebih adaptif terhadap pakan dan lingkungan. Hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah pakan C. brachyotis yang memanfatkan 45 jenis

tumbuhan pakan, C. titthaecheilus memanfaatkan 20 jenis tumbuhan pakan, C. sphinx memanfaatkan 13 jenis pakan. Jumlah ini lebih besar dari pada total

pemanfaatan genus yang lainnya. Diperkuat oleh Fleming et al. (2009) yang

menyatakan bahwa C. brachyotis merupakan jenis kelelawar Megachiroptera yang

komposisi pemangsaan terhadap serangga lebih besar daripada jenis lainnya.

C. horsfieldii dan C. titthacheilus berhubungan atas pemanfaatan jenis Inga

sp. dan Adiantum sp. sedangkan R. amplexicaudatus memiliki kesamaan

pemanfaatan pakan yang lebih tinggi dengan C. titthacheilus atas pemanfaatan Asplenium sp. Pemanfaatan atas jenis Asplenium sp. ini membentuk hubungan

dengan pasangan C. brachyotis dan C. minutus. Bentuk hubungan yang sama

ditunjukkan pula oleh pengelompokan berdasarkan jenis kelamin. C. minutus

jantan, R. amplexicaudatus betina dan C. titthacheilus betina yang membentuk

kelompok atas pemanfaatan Asplenium sp. Asplenium sp. adalah jenis

paku-pakuan yang banyak dijumpai hidup secara epifit pada pohon.

C. brachyotis jantan dan betina, C. minutus betina dan R. leschenaulti jantan

membentuk kelompok atas kesamaan pemanfaatan terhadap jenis Pachystanchys

sp., Prestonia sp., Inga sp., Hisbicus sp., Heliconia sp., dan spesies P. Kelompok

ini memiliki kesamaan pemanfaatan yang tinggi. R. leschenaulti merupakan jenis

kelelawar yang memakan buah namun juga memanfaatkan nektar sebagai pakan dan keberadaannya berhubungan kuat dengan sumber pakan dari famili Musaceae (Edrisinghe dan Kusminanda 2014; Tang et. al 2007; Tang et al. 2010)

Fleming et al. (2009) memasukkan Eonycteris spelaea ke dalam kelompok

kelelawar yang mengunjungi bunga secara oportunis dan Macroglossus sobrinus

(32)

bunga yang memiliki kandungan nektar yang tinggi dan mengeluarkan bau khas (Sazima et al. 1999). Pada penelitian ini E. spelaea dan M. sobrinus

memanfaatkan Cyperus sp., Heliconia sp. dan Costus sp. Heliconia sp. dan Costus

sp. memiliki bunga berwarna putih dan mengeluarkan bau yang khas.

Baik dalam pengelompokan jenis maupun menurut jenis kelamin E. spelaea

dan M. sobrinus berada dalam kelompok yang sama. M. sobrinus jantan dan

betina berasosiasi dengan E. spelaea betina, R. leschenaulti betina, dan C. sphinx

jantan serta C. sphinx betina. Survei di Kebun Raya Bogor oleh Kinjo et. al.

(2006) menunjukkan hasil bahwa Eonycteris spelaea dan Macroglossus sobrinus

merupakan jenis yang paling sering mengskses sumber pakan yang sama yaitu jenis dari famili Musaceae.

Pengelompokan jenis kelelawar berdasarkan pemilihan bentuk mahkota bunga

Mahkota bunga merupakan bagian bunga yang paling indah, biasanya tipis dan berwarna-warni yang berfungsi untuk memikat serangga yang membantu dalam penyerbukan (Haryudin dan Rostiana 2008). Sebagian besar pemakan buah dan nektar menggunakan pengelihatan untuk mengidentifikasi keberadaan pakan mereka. Dumont (1997) menyatakan bahwa pemakan nektar memilih pakannya secara spesifik dengan melihat bentuk mahkota bunga. Perilaku kelelawar dalam mencari makan pada malam hari, kebutuhan pakan yang tinggi, mata yang buta warna dan indera penciumannya yang tajam berpengaruh pada bunga yang dipilih (Graham et al. 2003). Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan timbal balik

antara bunga dan penyerbuk saling berkaitan.

Kelompok pertama berkorelasi kuat dengan pemanfaatan bentuk mahkota

tubular, salverform, sepaloid, funnelform, cruciform dan caryophyllaceous dan apetalouse. Kelompok pertama ini beranggotakan kelelawar dari genus Cynopterus yang memiliki kesamaan preferensi pakan yang tinggi. Kelompok

kedua berhubungan kuat dengan pemanfaatan bentuk mahkota bunga rosaceouse

dan kelompok ketiga dengan bentuk kelopak bunga rotate. Terdapat enam jenis

pakan yang memiliki tipe bunga rosaceous yaitu Bergenia sp., Schima sp., Schizolobium sp., Hisbiscus sp., Syzygium sp., dan Calyocolpus sp. Bentuk rotate

beranggotakan empat jenis pakan. Touemefortia sp. dari famili Boraginaceae

(rotate) merupakan jenis yang paling banyak dimanfaatkan sebagai pakan oleh

kelelawar.

Betuk apetalouse dan tubuar merupakan bentuk mahkota bunga yang paling

banyak dimanfaatkan oleh kelelawar. Apetalouse merupakan bentuk mahkota

bunga yang tidak memiliki kelopak. Bunga ini biasanya terdiri dari benang sari- benang sari yang bersatu dengan calyx. Tumbuhan pakan dari famili fabaceae

umumnya memiliki bentuk apetalouse. Hal tersebut sesuai dengan Sazima et. al

(1999) yang menyatakan bahwa tipe bunga yang paling digemari oleh kelelawar pemakan nektar dan polen adalah tipe sikat (brush) dan tipe tube (tubular).

Bunga dengan tipe mahkota tubular memproduksi lebih banyak nektar dan

memiliki bau yang atraktif sedangkan tipe mahkota apetalouse banyak nektar dan

memiliki ukuran polen yang relatif besar (Sazima et al. 1999). Sugiharto dan

(33)

sporo-pollenin. Lapisan dinding dalamnya (intin) terdiri atas selulosa, pectin, dan nutrisi cytoplasmic.

Hubungan antara karakteristik morfologi sayap kelelawar terhadap habitat

Komponen sayap D3P2, D4P2, D4P1 dan D4P5 merupakan peubah yang dapat dijadikan pembeda jenis ada setiap habitat. Keempat jenis tersebut adalah bagian sayap yang merupakan ruas-ruas jari terakhir. Secara langsung peubah ini mempengaruhi lebar dan panjang sayap total dari kelelawar. Namun demikian bukan berarti peubah lain tidak berpengaruh. Peubah morfologi yang lain tetap berpengaruh namun nilainya sangat kecil.

Model ini hanya mampu menerangkan paling besar 16% dari populasi data dimana 84% dipengaruhi oleh peubah lain diluar data. Dengan kata lain, peubah tersebut hanya mampu mewakili 16% dari model sehingga belum dapat dipastikan bahwa peubah morfometri tersebut dapat dijadikan acuan dalam menilai adaptasi kelelawar Megachiroptera di HPGW.

Komposis tegakan di lokasi tertangkapnya kelelawar diduga dapat menjadi faktor lain yang mempengaruhi keberadaan satwa ini. Apabila dikaitkan dengan kerapatan pohon di lokasi pengamatan, tidak terdapat korelasi yang nyata. Hasil pengamatan menunjukkan terdapat satu peubah adaptif pada plot tutupan lahan pinus yang memiliki kerapatan pohon tertinggi dan dua peubah pada lahan agroforest yang mana menunjukkan nilai kerapatan pohon terendah. Semakin selektif suatu individu ditunjukkan dengan semakin banyaknya peubah morfometri yang adaptif terhadap habitatnya. Hal tersebut tidak sesuai dengan hasil pengamatan apabila dikaitkan dengan nilai kerapatan pohon.

Plot pengamatan pinus terletak diperbatasan kawasan dan plot pengamatan puspa terletak didekat kebun warga. Dari pengamatan langsung, plot yang berbatasan dengan pemukiman warga memiliki komposisi tumbuhan lebih beragam. Sehingga diduga kelelawar yang tertangkap di plot tersebut memanfaatkan habitat sebagai lintasan satwa. Pada tutupan lahan damar tidak ada peubah adaptif yang dihasilkan. Hal tersebut diduga karena letak plot damar yang berada di tengah kawasan dan memiliki potensi tumbuhan pakan yang sedikit.

Namuan demikian, Francis et al. (1990) menyatakan bahwa terdapat

perbedaan ukuran sayap (forearm) pada C. brachyotis yang ditemukan pada hutan

primer dan hutan skunder. Kemudian diperkuat dengan Abdullah (2003) yang menjelaskan perbedaan ukuran dari kelompok C. brachyotis yang ditangkap di

daerah terbuka memiliki ukuran lebih besar dengan C. brachyotis yang ditangkap

dibawah tegakan hutan. Berbeda dengan hasil penelitian terbaru yang menyatakan bahwa ukuran tubuh dan berat total secara negatif berhubungan dengan kemampuan terbang, navigasi dalam menghindari penghalang dan kemapuan manuver terhadap kerapatan area (Rahman dan Abdullah 2011, Jayaraj et al.

(34)

Hubungan antara ukuran tengkorak dan gigi kelelawar terhadap tipe bentuk mahkota bunga

Gsl, Pl, Dl dan Gbl adalah ukuran tengkorak yang tidak selektif yang mana pemilihan bentuk mahkota bunga oleh kelelawar tidak dipengaruhi oleh ukuran tersebut walaupun Gsl memiiki hubungan dengan cruciform dan funnelform

namun hubunngannya sangat lemah. Peubah tersebut merupakan peubah morfometri tengkorak yang mempengaruhi lebar dan panjang total tengkorak kelawar.

Ukuran lebar interorbital (Iow) merupakan penciri kuat bagi kelelawar yang memanfaatkan bentuk mahkota bunga rosaceous. Bentuk mahkota bunga inilebih

digemari oleh kelelawar betina antara lain, C. bracyotis (1.48-2.37 mm), C. horsfieldii (2.09 mm), C. minutus (1.38-2.18 mm), C. titthacheilus (2.30-2.58

mm), E. spelaea (1.76-2.31 mm), dan R. leschenaulti (2.44 mm).

Kelelawar yang memanfaatkan tipe caryophllaceous adalah C. bracyotis

jantan (5.13-6.64 mm), C. titthacheilus jantan (6.21-6.95) dan betina (5.91-7.23

mm), C. minutus jantan (5.38-6.16 mm), E. spelaea betina (5.94-7.25 mm), R. amplexicaudatus betina (7.54 mm) dan R. leschenaulti jantan (8.22 mm). Jenis

jenis tersebut memiliki ukuran interorbital yang lebar dan ukuran tengkorak yang relatif besar. Tipe mahkota bunga rosaceous-corona hanya dimanfaatkan oleh C. brachyotis jantan (11.56-13.67 mm) dan betina (11.78-13.98 mm) serta C. minutus jantan 11.96-12.97 mm). Kedua jenis kelelawar ini memiliki ukuran

badan sedang (Suyanto, 2001) hal tersebut ditunjukkan dengan ukuran tengkorak yang lebih kecil dari C. tittacheilus (14.17-16.85 mm) dan lebih besar dari C. horsfieldii (13.25 mm) dan M. sobrinus (11.51 mm).

Ukuran kerakteristik Zw, Ppl dan Mw merupakan karakteristik penduga bagi kelelawar yang memanfaatkan bentuk mahkota bunga rotate. M3m, M2l dan

M2w menjadi karakteristik penduga bagi kelelawar yang memanfaatkan bunga dengan tipe apetalouse. Tipe bunga apetalouse paling banyak dimanfaatkan oleh

kelelawar genus Cynopterus yang memuliki ukuran geraham besar. Hal tersebut

sesuai dengan Dumont (1997) yang menyatakan bahwa ukuran panjang dan lebar geraham mempengaruhi perilaku makan dan mencari pakan. Pada penelitian sebelumnya Mikleburgh (1992), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara bentuk dan penampilan pakan terhadap pemilihan pakan pada satwa.

Kelelawar yang memanfaatkan bunga bentuk tubular umumnya adalah

kelelawar yang memakan nektar. Namun dalam penelitian ini tipe tubular

dimanfaatkan hampir semua kelelawar yang ditangkap. Jenis pakan yang memiliki bentuk mahkota bunga tubular adalah Quassia sp. Heliconia sp dan Musa sp. Niche overlap

Persaingan dapat didefinisikan sebagai penggunaan sumber daya yang terbatas oleh dua spesies atau lebih (Tarumingkeng 1992). Salah satu cara untuk memahami struktur kominitas adalah dengan mengukur adanya tumpang tindih dalam pemanfaatan sumberdaya diantara spesies yang berbeda pada suatu komunitas guild (Krebs 1989). Guild adalah sebutan untuk suatu komunitas yang

anggotanya memanfaatkan sumberdaya yang sama dengan cara yang sama.

(35)

Cynopterus dikategorikan sebagai jenis yang adaptif dalam memanfaatkan pakan

ditandai dengan jumlah pemanfaatan tumbuhan pakan yang tinggi.

Dilihat dari bentuk tengkorak R. leschenaulti memiliki bentuk moncong

(GSL) yang panjang besar (39.78-40.82 mm) dan kuat berbeda dengan M. sobrinus yang memiliki moncong ramping dan kecil (27.54-27.66 mm). Namun

demikian M. sobrinus memiliki nilai niche overlap yang tinggi terhadap R. leschenaulti yang menandakan tingkat pemanfaatan jenis pakan yang tinggi.

Bentuk dan ukuran moncong didukung dengan ukuran lidah yang panjang yang dimiliki oleh M. sobrinus cocok dengan preferensi pakannya sebagai pemakan

nektar (Fleming et al. 2009). Berbeda dengan R. leschenaulti yang termasuk pada

kelelawar pemakan buah namun secara oportunistik memilih bunga sebagai pakan (Fleming dan Muchala 2008). Hasil penelitian menujukkan bahwa M. sobrinus

dan R. leschenaulti menamfaatkan Heliconia sp., Musa sp., Costus sp., dan Cosmibuena sp. sebagai pakan. Adanya tumpang tindih pemanfaatan sumber

pakan pada kelelawar diungkapkan pula oleh Edrisinghe dan Kusminda (2014) yang menyatakan bahwa satu spesies mungkin berbagi pohon pakan yang sama dengan spesies lainnya dalam memanfaatkan sumberdaya pakan.

Tumpang tindih pemanfaatan sumberdaya juga ditunjukkan oleh individu sejenis. Pada individu sejenis persaingan terjadi antara individu jantan dan betina. Persaingan yang paling kuat terjadi antara C. brachyotis jantan dan betiana. C. brachyotis betina bertumpang tindih dalam pemanfaatan sumberdaya pakan

terhadap semua jenis kelelawar yang dimanfaatkan. Hal tersebut ditunjukkan pula oleh jumlah pakan yang ditemukan pada C. brachyotis betina merupakan jumlah

yang paling tinggi. Selain itu pada individu sejenis pesaingan juga terjadi antara M. sobrinus jantan dan betina.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Jumlah Jenis pakan kelelawar Megachiroptera yang didapatkan adalah 59 jenis dari 38 famili. Pakan dari famili Fabaceae merupakan jenis pakan yang paling banyak teridentifikasi. Pakan dari famili Musaceae dan Rubiaceae merupakan jenis pakan yang paling digemari.

2. Ukuran morfometri D3P2 dapat dijadikan pembeda jenis kelelawar yang ditemukan pada tutupan lahan pinus; D3P2, D4P2 dan D5P2 dijadikan pembeda jenis kelelawar yang ditemukan pada tutupan lahan puspa; dan D3P1 dan D4P2 dijadikan pembeda jenis kelelawar yang ditemukan pada lahan agroforest. Pada tutupan lahan agathis tidak dapat ditemukan peubah pembeda jenis.

3. Mahkota bunga caryophyllaceous dimanfaatkan oleh kelelawar dengan ukuran

morfometri dental C1M3L (jarak antara gigi taring ke geraham ke-2) pada kelelawar berukuran sedang hingga besar sebagai penciri kuat. Sedangkan bentuk bunga apetallouse lebih fleksibel terhadap karakteristik ukuran gigi

(36)

Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut dalam bentuk explorasi jenis pakan untuk memastikan hasil identifikasi polen yang terdapat di lokasi penelitian. Mengingat peran kelelawar yang sangat penting bagi proses ekologi, maka perlu pembinaan habitat yang lebih intensif sehingga dapat mewujudkan hubungan timbal balik yang menguntungkan dan berkelanjutan antara ekosistem hutan dan keberadaan kelelawar Megachiroptera.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah MT. 2003. Biogeography and variation of Cynopterus brachyotis in

Southeast Asia [PhD thesis]. St. Lucia (AUS) : University of Queensland St Lucia.

Anderson S, Jones JK. 1967. Recent Mammals of The World: A Synopsis of Families. New York (US): Ronald Pr.

Campbell P, Schneider CJ, Zubaid A, Adnan AM, Kunz TH. 2007. Morphological and ecological correlates of coexistence in Malaysian fruit bats (Chiroptera: Pteropodidae). J Mammal. 88: 105–118.

[CITES] Convention on International Trade in Endengered Spesies of Wild Fauna and Flora. 2014. Appendices I, II, and III 14 September 2014 [Internet]. disc-winged bat Thyroptera tricolor (Chiroptera). J Mammal. 87(5):

1013-1019.

Dumont ER, Dávalos LM, Goldberg A, Santana SE, Rex K, Voigt KC. 2011. Morphological innovation, diversification and invasion of a new adaptive zone. Proceedings Of The Royal Society : Biological Science.

Dumont ER. 1997. Cranial shape in fruit, nectar, and exudate feeders:implications for interpreting the fossil record. American J Phys Anthro. 102:187–202.

Edirisinghe WGM, Kusuminda TGT. 2014. On the nectar feeding by the fulvous fruit bat (Rousettus leschenaulti) (Short Communication). Taprobanica: VI

(01) : 66-67.

Elangovan V, Marimuthu G, Kunz TH, 2000. Nectar feeding behavior in the short-nosed fruit bat Cynopterus sphinx (Pteropodidae). Act Chiropterlg. 2:

1–5.

Emmons LH, Feer F. 1997. Neotropical Rainforest Mammals: A Field Guide. 2nd

Gambar

Gambar 1  Peta lokasi penelitian dan plot pengamatan
Gambar 3  Parameter pengukuran karakteristik luar
Gambar 4   Parameter karateristik tengkorak dan gigi kelelawar menurut Andersen
Gambar 5.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keluarga adalah sebagai tempat pendidikan pertama yang akan.. mewarnai sikap dan prilaku anak sebelum mengenal pendidikan di

Tapi saya dan Hok Gie berpendapat, kalau orang seperti kami, yang sudah mulai dikenal sebagai tokoh oleh masyarakat waktu itu, tidak mengganti nama, maka kemungkinan akan ada

Dari perubahan-perubahan yang dialami oleh setiap individu hal ini berarti ada pengaruh kearah yang lebih baik setelah diberikan layanan bimbingan kelompok

Sangat disarankan kepada petugas Lapas khususnya petugas Lapas Kelas II B Pasir Pengaraian dibagian pembinaan agar mengikuti pelatihan-pelatihan, training atau

Maka kedua populasi berbeda dalam hal penurunan stres akademik atau dengan kata lain, data stres akademik kelompok siswa yang diberi perlakuan menggunakan teknik restrukturisasi

Aplikasi ini dibangun sebagai alat untuk menampilkan informasi rumah, bentuk rumah dan denah ruangan secara 3 dimensi, dimana bentuk 3D ini akan ditampilkan pada sebuah marker atau

Berdasarkan pengajaran dan pemerolehan bahasa Melayu oleh penutur asing di universiti, walaupun didapati bahawa para pelajar dari negara China yang mempelajari bahasa

Sehingga perlu dikembangkan teknologi untuk pengambilan keputusan pergerakan yang menggabungkan beberapa input data kemampuan-kemampuan yang dimiliki, dengan adanya teknik