• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Biaya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X di Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Biaya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X di Jakarta Selatan"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS BIAYA PENGELOLAAN LIMBAH

RUMAH SAKIT X DI JAKARTA SELATAN

AKMAL HARTANTO

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Biaya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X di Jakarta Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Akmal Hartanto

(4)

AKMAL HARTANTO. Efektivitas Biaya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X di Jakarta Selatan. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI.

Rumah Sakit X memulai pengelolaan limbah cair dengan membangun IPAL bersistem biofilter anaerob-aerob pada tahun 2006. Sedangkan untuk pengelolaan limbah padat, rumah sakit bekerjasama dengan Dinas Kebersihan Jakarta Selatan dan PT WASTEC. Penelitian ini mengenai penilaian pengelolaan limbah Rumah Sakit X yang dianalisis dari karakteristik pengelolaan limbah dan penilaian masyarakat, efisiensi IPAL, penetapan Unit Daily Cost (UDC) dan efektivitas biaya pengolahan limbah cair. Penilaian masyarakat menyatakan pengelolaan limbah sudah lebih baik. Efisiensi pengolahan limbah cair memiliki nilai lebih dari 80 persen untuk semua parameter dan dinyatakan efisien. Pengujian efisiensi dengan uji-t menyatakan IPAL mampu menurunkan kadar pencemaran secara signifikan. Besar UDC yang didapatkan adalah sebesar Rp. 3.569,51. Efektivitas biaya penurunan yang paling efektif adalah rasio efektivitas biaya penurunan pada parameter COD. Sedangkan rasio efektivitas biaya pengolahan limbah dengan sistem Bioreaktor lumpur aktif lebih efektif dibandingkan rasio efektifitas biaya pengolahan limbah dengan sistem Biofilter anaerob-aerob.

Kata kunci: pengelolaan limbah RS, efisiensi pengolahan limbah, efektivitas biaya ABSTRACT

AKMAL HARTANTO. Cost Effectiveness waste management from X Hospital in South Jakarta. Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI.

X Hospital started the liquid waste management by built the liquid waste management installation (IPAL) with system of aerobic - anaerobic biofilter in 2006. While for the solid waste management, X Hospital collaborated with cleanliness services of South Jakarta and PT WASTEC. This research was about waste management assessing of X Hospital which analyzed from characteristic of waste management, people preference, IPAL efficiency, determination of Unit Daily Cost (UDC) and cost effectiveness of waste water management. People preference showed that waste management has already been well. The liquid waste efficiency has scored more than 80 percent from all parameter and declared to be efficient. The efficiency examination with t-test showed that IPAL could reduce waste concentration significantly. UDC value received was Rp. 3.569,51. The most effective reducing cost was reducing cost from COD parameter. Meanwhile, the cost effectiveness ratio on waste treatment with activated sludge bioreactor system has more effective than cost effectiveness ratio on waste treatment with anaerob-aerob biofilter system.

Keywords : hospital waste management, efficiency of waste treatment, cost effectiveness

(5)

EFEKTIVITAS BIAYA PENGELOLAAN LIMBAH

RUMAH SAKIT X DI JAKARTA SELATAN

AKMAL HARTANTO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Efektivitas Biaya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X di Jakarta Selatan

Nama : Akmal Hartanto NRP : H44090114

Disetujui oleh

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai April 2013 ini ialah limbah, dengan judul Efektivitas Biaya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X di Jakarta Selatan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing, Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc dan Nuva, SP, M.Sc selaku dosen penguji atas saran dalam perbaikan skripsi ini. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pengelola Rumah Sakit X di Jakarta Selatan, khususnya kepada dr. Ahmad selaku manajer umum, Bapak Harffandi, ST, Bapak Agustian dan seluruh staf pegawai Rumah Sakit X serta masyarakat Jalan Rambai Bawah atas bantuan dan arahannya selama penulis mengumpulkan data di lokasi penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak, mama, adik, Vidya, teman-teman dalam satu bimbingan, serta seluruh keluarga, atas segala doa, support dan kasih sayangnya.

Bogor, September 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Rumah Sakit ... 5

2.2 Landasan Hukum yang Mengatur Limbah Rumah Sakit ... 6

2.3 Limbah Rumah Sakit ... 8

2.4 Strategi Pengelolaan Limbah ... 10

2.5 Sistem Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit ... 16

2.6 Dampak Limbah Rumah Sakit terhadap Lingkungan dan Kesehatan 18 2.7 Upaya Meminimalisasi Limbah ... 19

2.8 Aspek Ekonomi dari Pengolahan Limbah Rumah Sakit ... 21

2.9 Pemanfaatan Limbah ...21

2.10 Penelitian Terdahulu ... 22

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ... 24

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 24

3.1.1 Aktivitas Rumah Sakit sebagai Penghasil Limbah ... 24

3.1.2 Cost-Effectiveness Analysis ... 24

3.1.3 Uji – t ... 25

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 25

BAB IV METODE PENELITIAN ... 28

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 28

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 28

4.4 Metode Pengolahan Data ... 30

(11)

4.4.2 Evaluasi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL...31

4.4.3 Biaya Efektif Penurunan Baku Mutu Parameter Limbah dengan IPAL ... 32

4.4.4 Unit Daily Cost ... 33

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 35

5.1 Rumah Sakit X di Jakarta ... 35

5.1.1 Sejarah Berdirinya Rumah Sakit X ...... 35

5.1.2 Visi Misi Rumah Sakit X ...... 35

5.1.3 Letak Geografis Rumah Sakit X ...... 36

5.1.4 Daya Tampung Pasien Rumah Sakit X ...... 36

BAB VI KARAKTERISTIK PENGELOLAAN LIMBAH DAN PENILAIAN MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT X ... 37

6.1 Struktur Manajerial Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X ... 37

6.2 Pengelolaan Limbah Padat Rumah Sakit X ... 38

6.3 Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit X ... 41

6.4 Penilaian Masyarakat Sekitar terhadap Pengolahan Limbah RS ... 44

6.4.1 Karakteristik Masyarakat ... 44

6.4.1.1 Sebaran Jarak Rumah Warga dengan RS ... 45

6.4.1.2 Lama Tinggal Responden di Sekitar RS ... 45

6.4.1.3 Tingkat Pendidikan Responden ... 46

6.4.1.4 Jenis Pekerjaan Responden ... 46

6.4.2 Penilaian Masyarakat terhadao Pengolahan Limbah RS ... 47

BAB VII EFISIENSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT X ... 50

7.1 Efisiensi Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit X ... 50

7.2 Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit X ... 56

7.3 Hubungan Nilai Efisiensi Pengolahan Limbah dengan Ekonomi Perusahaan RS dan Masyarakat Sekitar ... 57

BAB VIII EFEKTIVITAS BIAYA PENURUNAN KONSENTRASI PARAMETER LIMBAH RUMAH SAKIT X ... 59

8.1 Biaya-biaya Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit X ... 60

8.2 Perhitungan Unit Daily Cost dari Pengelolaan Limbah Cair ... 61

8.3 Perhitungan Rasio Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah ... 62

(12)

BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

9.1 Kesimpulan ... 67

9.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 71

(13)

DAFTAR TABEL

1. Standarisasi Warna dan Logo Kantong Limbah ...12

2. Warna dan Kantong Limbah Berdasarkan Jenis Limbah ...12

3. Penelitian Terdahulu ...22

4. Alat Analisis dan Kebutuhan Data untuk Penelitian ...30

5. Penentuan Beban Pencemaran Limbah Rumah Sakit X ...55

6. Nilai Rata-rata Efisiensi, Kapasitas, Beban Pencemaran Aktual dan Pencapaian Baku Mutu Limbah Cair pada IPAL Rumah Sakit X Tahun 2006-2013 ...56

7. Hasil Uji-t Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah Cair Rumah Sakit X Tahun 2006-2013 ...56

8. Hasil Uji-t Pencapaian Konsentrasi per Parameter Limbah Cair Rumah Sakit X Sesuai dengan Standar Baku Mutu ...57

9. Perhitungan Biaya Pengolahan IPAL Rata-rata per Hari Rumah Sakit X Tahun 2010-2012 ...61

10. Rasio Efektivitas Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah Rumah Sakit X ...63

11. Perbandingan Sistem Pengolahan Limbah pada Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y ...64

12. Perbandingan Rasio Efektivitas Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah ...66

(14)

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Operasional ...27

2. Struktur Managerial Pengolahan Limbah Rumah Sakit X ...38

3. Diagram Alir Proses Pengumpulan Limbah Padat RS ...42

4. Diagram Alir Proses Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit X dengan IPAL Biofilter Anaerob-Aerob ...44

5. Sebaran Umur Responden ...45

6. Sebaran Jarak Rumah Responden dengan Rumah Sakit ...45

7. Persentase Lama Tinggal Responden di Sekitar RS ...46

8. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden ...46

9. Sebaran Jenis Pekerjaan Responden ...47

10. Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Limbah ...48

11. Persentase Penilaian Responden terhadap Pengolahan Limbah yang Telah Dilakukan Pihak RS Selama ini ...49

12. Persentase Responden yang Merasa Terganggu Akibat Adanya Limbah RS ...49

13. Perbandingan Konsentrasi Parameter BOD Limbah Cair Rumah Sakit X tahun 2006-2013 dengan Standar Baku Mutu ...51

14. Perbandingan Konsentrasi Parameter COD Limbah Cair Rumah Sakit X tahun 2006-2013 dengan Standar Baku Mutu ...51

15. Perbandingan Konsentrasi Parameter TSS Limbah Cair Rumah Sakit X tahun 2006-2013 dengan Standar Baku Mutu ...52

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil Uji Laboratorium Sampel Outlet Limbah RS. X (April 2006 – April

2013) ...71

2. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku mutu Limbah Cair pada Parameter TSS ...72

3. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku mutu Limbah Cair pada Parameter NH3 ...73

4. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku mutu Limbah Cair pada Parameter COD ...74

5. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku mutu Limbah Cair pada Parameter BOD ...75

6. Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit X ...76

7. Rekapitulasi Biaya Pengolahan Limbah Rumah Sakit X ...78

(16)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit telah menjadi kebutuhan yang sangat penting sebagai sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Keberadaan rumah sakit sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan sangat berpengaruh terhadap kualitas kesehatan masyarakat dalam suatu wilayah. Pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit mencakup pemeriksaan, pengobatan, perawatan, rehabilitasi hingga penanganan orang meninggal. Rumah sakit sebagai tolak ukur kualitas kesehatan suatu masyarakat.

Kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang semakin tinggi membuat jumlah rumah sakit di Indonesia terus meningkat. Meningkatnya jumlah rumah sakit menunjukkan akses terhadap kesehatan lebih mudah dan bervariatif, baik secara biaya maupun pelayanan. Namun, terdapat konsekuensi yang harus diambil, yaitu adanya ekstra beban yang menjadi permasalahan lingkungan. Hal ini terkait dengan limbah yang dihasilkan dalam berbagai aktivitas pelayanan kesehatan. Secara umum terdapat dua jenis limbah yang dihasilkan rumah sakit yaitu limbah padat dan limbah cair.

Rumah sakit memiliki kewajiban untuk mengolah limbah yang dihasilkannya, baik limbah cair maupun limbah padat. Limbah padat dapat dikelola dengan penimbunan ataupun pembakaran dengan insenerator. Sedangkan limbah cair harus diproses terlebih dahulu dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) agar kadar pencemaran dari limbah tersebut tidak merusak lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat. Limbah cair yang dihasilkan oleh IPAL akan dibuang ke saluran pembuangan kota, sungai, diresapkan ke tanah atau dapat di manfaatkan kembali. Limbah cair tersebut banyak mengandung berbagai bahan kimia seperti bahan anorganik, organik serta bakteri yang dapat merusak lingkungan dan menyebabkan berbagai macam penyakit.

(17)

karena terkait dengan teknologi tinggi, mekanisme operasional dan pemantauan serta pemeliharaan pengelolaan limbah. Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah organik dan anorganik tetapi juga limbah infeksius yang mengandung bahan beracun berbahaya (B3).

Pengelolaan limbah padat pada umumnya dilakukan dengan cara dibakar menggunakan insinerator. Hal tersebut memiliki dampak negatif terhadap lingkungan karena adanya asap hasil pembakaran. Beberapa rumah sakit, terutama yang terletak di kawasan padat permukiman, memilih untuk menyerahkan pembakaran limbah padat ke pihak swasta ataupun instansi lain yang memiliki insinerator. Ini membuktikan bahwa rumah sakit tetap bertanggungjawab mengolah limbah padat dan mementingkan kenyamanan hidup masyarakat sekitar.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan mendasar mengenai limbah adalah pengelolaannya dan dampak yang akan terjadi apabila limbah tersebut tidak dikelola dengan baik atau bahkan tidak dikelola sama sekali. Dampak yang dapat ditimbulkan yaitu dapat merusak lingkungan serta dampak langsung yang dirasakan masyarakat akibat dari pencemaran terhadap limbah tersebut baik dari segi sosial maupun ekonomi.

Rumah sakit memiliki kewajiban untuk mengelola limbah yang dihasilkan, termasuk Rumah Sakit X di Jakarta Selatan. Pengelolaan limbah di Rumah Sakit X dilakukan oleh divisi sanitasi lingkungan yang bekerjasama dengan instansi terkait dalam pengolahan limbah tertentu yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh rumah sakit. Limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit terdiri dari limbah cair dan limbah padat. Pengelolaan limbah padat dilakukan oleh rumah sakit melalui kerjasama dengan Dinas Kebersihan Jakarta Selatan untuk mengangkut limbah padat non-infeksi ke Tempat Pembuangan Akhir. Sedangkan untuk mengelola limbah padat infeksi, pihak rumah sakit bekerjasama dengan pihak swasta untuk dilakukan insinerasi atau pembakaran.

(18)

pengolahan IPAL memiliki kadar pencemaran yang lebih rendah dibandingkan dengan sebelum dilakukan pengolahan sehingga air limbah hasil pengolahan tidak berbahaya jika air di buang ke saluran umum.

Rumah Sakit X membangun IPAL yang ada saat ini untuk mengatasi beban limbah yang semakin besar dengan meningkatnya kapasitas pelayanan rumah sakit pada saat itu. Biaya yang dugunakan dalam pembangunan IPAL tersebut merupakan biaya eksternal yang dikeluarkan rumah sakit untuk mengatasi eksternalitas negatif yang dapat diakibatkan dari adanya limbah rumah sakit. Selain itu, dalam pengoperasian IPAL juga diperlukan biaya operasional dan pemeliharaan yang cukup besar. Adanya biaya eksternal yang dikeluarkan rumah sakit, dapat menjadi beban biaya tersendiri bagi rumah sakit. Hal ini dapat mempengaruhi neraca keuangan perusahaan rumah sakit sehingga dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit dan biaya yang ditanggung oleh pasien menjadi semakin besar.

Pemilihan Rumah Sakit X untuk dijadikan sebagai tempat penelitian dikarenakan rumah sakit tersebut telah memiliki pengelolaan limbah, namun belum melakukan evaluasi terkait permasalahan efisiensi dan pembiayaan dari pengelolaan limbah. Selain itu, Rumah Sakit X juga merupakan salah satu rumah sakit swasta yang dipercaya oleh masyarakat Jakarta Selatan dan sekitarnya. Letak rumah sakit yang berdekatan dengan permukiman warga menjadikan segala eksternalitas negatif dari aktivitas rumah sakit dapat dirasakan oleh warga. Oleh karena itu, perlu dikaji efektivitas biaya IPAL di Rumah Sakit X.

Berdasarkan permasalahan di atas, berikut adalah rumusan pertanyaan dalam penelitian ini :

1. Bagaimana karakteristik pengelolaan limbah dan penilaian masyarakat terhadap pengolahan limbah Rumah Sakit X?

2. Bagaimana efisiensi IPAL Rumah Sakit X berdasarkan hasil pengolahan limbah cair?

(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efisiensi dan efektivitas pengelolaan limbah cair rumah sakit dengan mengambil contoh kasus di Rumah Sakit X. Secara rinci, tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengkaji karakteristik pengelolaan limbah dan menganalisis penilaian masyarakat terhadap pengolahan limbah Rumah Sakit X.

2. Menghitung efisiensi IPAL berdasarkan hasil dari pengolahan limbah cair yang dilakukan oleh Rumah Sakit X.

3. Menghitung efektivitas biaya pengolahan limbah cair dalam menurunkan kadar pencemaran dari setiap parameter dengan sistem pengolahan IPAL yang berbeda serta besarnya biaya pengelolaan limbah yang dapat dibebankan kepada pasien.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

(20)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

Menurut American Hospital Association (1974) dalam Azwar (2010), rumah sakit adalah suatu alat organisasi yang terdiri dari tenaga medis profesional yang teroganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita pasien. Sedangkan menurut Depkes RI (2003), rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan berupa rawat jalan, rawat inap, gawat darurat yang mencakup pelayanan dan penunjang medis, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.

Kompleksnya penyakit yang harus ditangani rumah sakit menjadikan kelembagaan dalam rumah sakit menjadi lebih spesifik dan khusus. Berbagai macam profesi yang terlibat di dalam suatu institusi rumah sakit serta teknologi medis yang terus dikembangkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan secara optimal. Pelayanan, sarana dan prasarana penunjang menjadi bagian utama dari rumah sakit dalam memberikan jasa kesehatan yang baik. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI No. 340/Menkes/Per/III/2010 rumah sakit diklasifikasikan kedalam dua klasifikasi, yaitu rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi:

1. Rumah Sakit Umum Kelas A

Rumah Sakit Umum yang mempunyai kualitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat Pelayanan Medik Spesialis Dasar, lima Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, dua belas Pelayanan Medik Spesialis Lain dan tiga belas Pelayanan Medik Sub Spesialis serta memiliki kapasitas tempat tidur minimal 400 buah.

2. Rumah Sakit Umum Kelas B

(21)

Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, delapan Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan dua Pelayanan Medik Subspesialis Dasar serta memiliki kapasitas tempat tidur minimal 200 buah.

3. Rumah Sakit Umum Kelas C

Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan empat Pelayanan Spesialis Penunjang Medik serta memiliki kapasitas tempat tidur minimal 100 buah.

4. Rumah Sakit Umum Kelas D

Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan pelayanan medik paling sedikit dua Pelayanan Medik Spesialis Dasar serta memiliki kapasitas tempat tidur minimal 50 buah.

Selain Rumah Sakit Umum juga terdapat Rumah Sakit Khusus. Jenis Rumah Sakit Khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung, Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantunga Obat, Stroke, Penyakit Infeksi, Bersalin, Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik, THT, Bedah, Ginjal, Kulit dan Kelamin.

Rumah sakit memiliki berbagai fungsi, tidak hanya sebagai pemberi layanan kesehatan tetapi juga sebagai sarana pendidikan serta pengembangan ilmu pengetahuan. Klasifikasi rumah sakit didasarkan pada berbagai macam aspek dalam pelayanan hingga fasilitas yang terdapat di dalamnya. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/17/1992 tentang pedoman organisasi, rumah sakit umum merupakan rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan sub spesialistik. Sedangkan klasifikasi didasarkan pada perbedaan tingkat menurut kemampuan pelayanan kesehatan yang dapat disediakan yaitu rumah sakit kelas A, kelas B, kelas C dan kelas D.

2.2 Landasan Hukum yang Mengatur Limbah Rumah Sakit

(22)

yang berhubungan dengan pengendalian pencemaran air. Berikut adalah peraturan yang berlaku:

1. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Hal-hal yang terkait adalah :

a) Kewajiban mengendalikan pencemaran lingkungan bagi yang menimbulkannya, baik bagi setiap orang (pasal 5 ayat 2) maupun bagi setiap bidang usaha (pasal 7 ayat 1).

b) Dasar perlindungan lingkungan hidup, yaitu dengan berdasarkan baku mutu lingkungan (pasal 15).

c) Persyaratan pembuangan limbah cair ke dalam lingkungan, yaitu tidak boleh menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan yang menerima limbah tersebut (pasal 15 ayat 2).

d) Ganti rugi dan biaya pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran lingkungan (pasal 20 ayat 1 dan 3).

e) Sanksi pidana perusakan dan pencemaran lingkungan (pasal 22). 2. PP No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.

Peraturan ini mengenai kriteria, tolak ukur pencemaran, penggolongan air, daya tampung, izin, pengaturan pembuangan limbah cair yang mencantumkan tentang :

a) Kriteria dan tolak ukur pencemaran, yaitu didasarkan pada baku mutu air sesuai dengan peruntukannya.

b) Penggolongan air dan baku mutu air (pasal 7, 10, 42).

c) Dasar pengendalian pencemaran air, yaitu berdasarkan baku mutu air, daya tampung beban pencemaran pada lingkungan perairan penerima limbah, baku mutu limbah, persyaratan pembuangan limbah dan perizinan pembuangan limbah (pasal 14, 15,16, 17, 25 dan 26).

d) Perizinan pembuangan limbah cair ke dalam lingkungan perairan (pasal 17, 20, 21, 22, 25 dan 26).

(23)

3. PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

a) Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana dan atau sarana pengelolaan air limbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dikenakan retribusi (pasal 24 ayat 1).

b) Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air (pasal 32).

4. Kep-58/MenLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Rumah Sakit.

Peraturan ini mengenai baku mutu limbah cair rumah sakit dan tanggungjawab rumah sakit mencantumkan tentang :

a) baku mutu limbah cair kegiatan rumah sakit (pasal 2 ayat 1 dan lampiran 3, 4, 5, 6).

b) Rumah sakit yang telah beroperasi sebelum dikeluarkannya keputusan ini, berlaku Baku Mutu Limbah Cair (BMLC) seperti dalam lampiran A dan wajib memenuhi BMLC seperti dalam lampiran B selambat lambatnya tanggal 1 Januari 2000 (pasal 3 ayat a).

c) Rumah sakit yang tahap perencanaannya dilakukan sebelum dikeluarkannya keputusan ini dan beroperasi setelah dikeluarkannya keputusan ini, berlaku BMLC lampiran A dan wajib memenuhi BMLC lampiran B selambat-lambatnya tanggal 1 Januari 2000 (pasal 3 ayat b). d) Kewajiban penanggungjawab kegiatan rumah sakit untuk mengelola dan

memeriksa kualitas limbah cair oleh laboratorium yang berwenang berikut frekuensinya (pasal 7 dan 8).

2.3 Limbah Rumah Sakit

(24)

Setiap aktivitas manusia dapat menghasilkan limbah tidak terkecuali dalam suatu institusi rumah sakit yang melibatkan berbagai aktivitas medis didalamnya. Limbah rumah sakit harus menjadi perhatian penuh bagi pengelola rumah sakit mengingat dampak yang dapat ditimbulkan sangatlah berbahaya. Pengelolaan limbah secara tidak tepat dapat menyebarkan berbagai macam penyakit yang berbahaya karena limbah tersebut mrngandung berbagai macam toksik yang didalamnya terdapat berbagai macam bakteri bahkan virus menular berbahaya.

Berdasarkan karakteristiknya, jenis limbah rumah sakit terbagi atas dua jenis yaitu limbah medis dan limbah non medis. Limbah medis merupakan limbah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan gigi, veterinary, farmasi, serta limbah rumah sakit pada saat dilakukan perawatan atau pengobatan dan penelitian. Sementara itu, limbah non medis merupakan limbah hasil aktivitas rumah sakit yang tidak berhubungan dengan pelayanan medis. Kedua limbah ini memiliki dampak yang besar bagi lingkungan dan makhluk hidup lain jika tidak melalui proses pengolahan yang baik (Depkes RI, 2002). Berdasarkan potensi bahaya yang terkandung di dalamnya jenis limbah medis dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Limbah benda tajam

Limbah benda tajam merupakan limbah yang memiliki sudut atau sisi tajam yang dapat memotong kulit dan memiliki potensi untuk menularkan berbagai macam bakteri penyakit dan virus.

b. Limbah infeksius

Limbah infeksius merupakan limbah yang mengandung mikroorganisme pathogen seperti virus, bakteri dan parasit yang dalam konsentrasi dan jumlah yang cukup dapat menyebarkan penyakit kepada orang yang rentan (WHO, 1999).

c. Limbah jaringan tubuh

Limbah jaringan tubuh merupakan limbah yang berupa jaringan tubuh seperti organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh. Limbah ini biasanya dihasilkan dari proses pembedahan atau operasi pasien.

(25)

Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi dengan obat selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.

e. Limbah farmasi

Limbah farmasi merupakan limbah yang berasal dari obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan pasien.

f. Limbah kimia

Limbah kimia merupakan limbah yang dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, laboratorium, proses sterilisasi dan riset.

g. Limbah radioaktif

Limbah radioaktif merupakan limbah yang berasal dari bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan riset radionukleotida atau medis.

Limbah-limbah rumah sakit yang beragam tersebut merupakan hasil dari berbagai aktivitas yang ada di rumah sakit. Sumber dari limbah-limbah tersebut dapat berasal dari aktivitas medis maupun non medis. Kegiatan operasional dari rumah sakit akan menghasilkan limbah medis dan non medis, berikut pembagian unit-unit penghasil limbah di rumah sakit:

1. Limbah non medis banyak dihasilkan dari kegiatan non medis yaitu berasal dari ruang perkantoran, dapur, perawatan, dan lain-lain.

2. Instalasi di rumah sakit yang berpotensi sebagai sumber panghasil limbah medis adalah:

a) unit kegiatan pelayanan medis yaitu rawat jalan, unit rawat inap termasuk ICU, unit gawat darurat, unit bedah, dan unit bersalin.

b) unit kegiatan penunjang medis yaitu radiologi, laboratorium, hemodialysis, dan farmasi.

Karakteristik limbah perlu untuk diketahui agar lebih memudahkan dalam pengelolaan limbah. Disamping itu karakteristik limbah juga akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas dari sumber daya yang akan dimanfaatkan.

2.4 Strategi Pengelolaan Limbah

(26)

yang baik membutuhkan strategi yang tepat agar limbah yang dihasilkan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan pemerintah. Strategi pengolahan limbah ini mulai dari proses pengolahan limbah hingga memastikan limbah hasil proses pengolahan dibuang dengan aman.

Beberapa aspek dalam strategi pengolahan limbah menurut Depkes RI (1991), yaitu:

1. Pemisahan dan Pengurangan

Limbah hendaknya ditangani dengan penuh perhatian dan untuk memudahkan dalam penanganan sebaiknya memisahkan limbah sesuai dengan klasifikasi tertentu. Kandungan bahan berbahaya dalam limbah tidak dapat dilakukan pengelolaan dengan perlakuan biasa namun, diperlukan perlakuan khusus untuk mengelolanya. Hal itu menjadikan pengelolaan limbah perlu dilakukan dengan pemisahan agar memudahkan dalam pengolahannya.

Pengurangan jumlah limbah memerlukan perlakuan khusus dalam pengolahannya karena setiap limbah memiliki karakteristik dan kandungan yang berbeda. Pemisahan dan pengurangan limbah dimaksudkan untuk memudahkan dan menghindari kesalahan dalam penanganan. Keselamatan pengelola juga dapat dimaksimalkan dengan adanya pemisahan dan pengurangan jumlah limbah.

2. Penampungan

Pengolahan limbah tidak dapat dilakukan secara berlebih dan harus sesuai dengan kemampuan dari fasilitas pengolah limbah tersebut sehingga perlu dilakukan penampungan terlebih dahulu. Fasilitas penampungan limbah harus tersedia dan memadai sesuai dengan limbah yang dihasilkan. Penampungan limbah hendaknya berada di tempat yang tepat dan jauh dari wilayah yang banyak terdapat aktivitas manusia karena berbagai limbah yang di tampung tersebut mengandung berbagai bahan berbahaya.

3. Standardisasi Kantong dan Kontainer Pembuangan Limbah

(27)

mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf, meningkatkan keamanan secara umum, pengurangan biaya produksi kantong dan biaya kontainer.

Membedakan warna kantong sesuai dengan jenis limbah dapat dijadikan standar dalam penanganan limbah. Penanganan limbah yang baik diperlukan dukungan dan kepedulian pengelola dalam menyediakan kantong dan kontainer sesuai dengan standar yang berlaku. Perlakuan limbah seperti ini tidak hanya demi mencegah pencemaran terhadap lingkungan, tetepi juga demi keselamatan pengelola dalam menangani limbah.

Standarisasi warna dan logo menurut Depkes RI (1996) digunakan untuk limbah infeksius, limbah sitotoksik dan limbah radioaktif. Limbah infeksius dengan kantong berwarna kuning, limbah sitotoksik dengan kantong berwarna ungu dan limbah radioaktif dengan kantong berwarna merah. Penjelasan standarisasi warna dan kantong limbah terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Standarisasi Warna dan Logo Kantong Limbah

Jenis Limbah Warna dan Logo

Limbah infeksius Kantong berwarna kuning dengan symbol biohazard Limbah sitotoksik Kantong berwarna ungu dengan symbol limbah

sitotoksik

Limbah radioaktif Kantong berwarna merah dengan symbol radioaktif

Sumber: Depkes RI, 1996

Kualitas kantong dan kontainer haruslah diperhatikan dan memiliki kualitas yang baik agar tidak mudah rusak dan membahayakan. Ketebalan kantong limbah harus sesuai dengan kantong limbah domestik yang memiliki kualitas baik. Perbedaan warna kantong untuk masing-masing jenis limbah dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Warna dan Kantong Limbah Berdasarkan Jenis Limbah Warna Kantong Jenis Limbah

Hitam Limbah rumah tangga biasa

Kuning Semua jenis limbah yang akan dibakar

Kuning dengan strip hitam Jenis limbah yang sebaiknya dibakar tetapi dapat juga dibuang ke sanitary landfill bila dilakukan pengumpulan secara terpisah

Biru muda atau transparan dengan strip biru tua

Limbah untuk autoclaving (pengolahan sejenis) sebelum dibuang di pembuangan akhir

(28)

4. Pengangkutan Limbah

Pengangkutan limbah dilaksanakan sesuai dengan prosedur pengangkutan limbah internal dan eksternal. Pengangkutan limbah internal dimulai dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau insenerator dalam on site

insenerator dengan menggunakan kereta dorong. Peralatan-peralatan harus jelas dan diberi label, dibersihkan secara regular, dan hanya digunakan untuk pengangkutan sampah. Petugas pengangkut limbah dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.

Pengangkutan limbah haruslah sesuai prosedur yang tepat demi keselamatan dan menghindarkan dari kesalahan penanganan. Limbah klinis diangkut dengan kontainer khusus yang kuat dan tidak bocor serta memiliki teknologi pendukung dalam pelaksanaan pengangkutan limbah. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengangkutan limbah ini adalah adanya kebocoran sehingga kendaraan kontainer harus memiliki spesifikasi untuk mengatasi dan mencegah kebocoran tersebut terjadi. Petugas yang menangani pengangkutan limbah ini haruslah memiliki kemampuan menangani pengangkutan limbah serta harus memenuhi standar operasional demi keselamatan dalam bekerja.

5. Metode Pembuangan

Limbah klinis dibuang dengan menggunakan insenerator atau landfill. Pemilihan pembuangan limbah ini harus disesuaikan dengan kondisi limbah dan letak dari sumber limbah tersebut. Metode pembuangan limbah ini hendaknya memperhatikan aspek lingkungan serta eksternalitas yang ditimbulkan dari setiap metode pembuangan. Kedua metode tersebut dapat dilakukan bersamaan, namun perlu diperhatikan efektifitas dari penggunaan kedua metode tersebut.

6. Perlakuan sebelum Dibuang

Reklamasi atau daur ulang untuk limbah kimia berbahaya hendaknya dipertimbangkan secara teknis dan ekonomi. Hal ini dapat digunakan dengan

(29)

7. Autoclaving

Perlakuan terhadap limbah infeksius dilakukan dengan autoclaving. Limbah dipanasi dengan uap bertekanan tertentu. Masalah yang sering menjadi kendala adalah besarnya volume limbah atau limbah yang dipadatkan dan penetrasi uap secara lengkap pada suhu yang diperlukan sering tidak tercapai sehingga tujuan autoclaving (sterilisasi) tidak tercapai. Perlakuan dengan suhu tinggi pada periode singkat akan membunuh bakteri vegetatif dan mikroorgamisme lain yang dapat membahayakan penjamah limbah.

Kantong limbah plastik sebaiknya tidak digunakan secara ulang karena bahan kantong tidak tahan panas dan akan meleleh selama autoclaving. Oleh sebab itu, sebaiknya digunakan kantong khusus untuk proses autoclaving. Kantong tersebut mempunyai pita indikator yang menunjukkan kantong telah mengalami perlakuan panas yang cukup tinggi.

8. Disinfeksi dengan Bahan Kimia

Disinfeksi adalah penghacuran mikroorganisme yang tidak terlalu spora. Selain itu, terdapat pula sterilisasi, yaitu penghancuran seluruh mikroorganisme termasuk spora. Pemilihan keduanya tergantung pada jenis yang memerlukan efisiensi untuk prosedur tersebut (Aqarwal, 2005).

Peranan disinfektan pada institusi besar bersifat terbatas. Misalnya, digunakan setelah mengepel lantai atau membasuh tumpahan dan mencuci kendaraan limbah. Limbah inifeksius dalam jumlah kecil dapat diidisinfeksi dengan bahan kimia seperti hipoklorida atau permanganate. Cairan disinfeksi ini dapat diserap oleh limbah sehingga akan menambah bobot dan menimbulkan masalah dalam penanganan.

9. Insinerator

(30)

Limbah combustible dapat dibakar bila tersedia insinerator yang tepat. Residu insinerator dapat dibuat ke sanitary landfill. Jenis residu yang mengandung pencemar logam berat harus dilakukan penanganan yang lebih cermat.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan insinerator adalah alasan ekonomi, sejarah atau alasan-alasan lain rumah sakit. Alasan-alasan tersebut tidak dapat dijadikan pengecualian dalam pemenuhan standar kualitas udara. Diperlukan prioritas sumberdaya dalam perbaikan sarana yang ada atau menggunakan sarana di luar rumah sakit untuk dapat memenuhi persyaratan emisi udara.

10. Sanitary Landfill

Sanitary Landfill merupakan metode pembuangan limbah tradisional. Lokasi yang digunakan sekarang lebih merupakan tempat pembuangan terbuka yang memilki resiko terhadap manusia dan lingkungan. Lokalisasi yang terisolasi, dipagar dan jauh dari masyarakat, merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan.

Sanitary Landfill secara fisik berada di daerah lapisan padat agar mencegah perpindahan limbah ke dalam air tanah atau ke tanah dan sekitarnya dapat dilakukan dengan menggunakan lapisan kedap seperti tanah liat, aspal atau lapisan sintetis. Lokasi harus didaftar dan mendapat izin dari instansi yang berwenang. Operator harus mencatat setiap limbah yang dibuang. Apabila limbah sudah penuh, harus segera ditutup dengan tanah atau lapisan yang sesuai. Pemilihan lokasi harus memenuhi kriteria : sesuai dengan tata guna lahan, dekat dengan penghasil limbah, meterologi, penguapan tinggi, rasio hujan rendah, hidrogeologi, permukaan air tanah dalam dan terpisah oleh lapisan yang dapat ditembus air tanah.

11. Sistem Saluran Air Kotor

(31)

listrik yang dibutuhkan. Namun untuk keamanan lingkungan, karyawan dan pasiennya, rumah sakit tersebut harus membangun dan memiliki sistem pengolahan air limbah.

12. Pelatihan

Program pelatihan meliputi latihan dasar tentang prosedur penanganan limbah untuk semua tenaga kerja yang menangani limbah. Program pelatihan hendaknya ditinjau secara periodik dan diperbaharui bila perlu penerangan pokok dalam pelatihan antara lain mengenai biaya limbah klinis dan sejenisnya, prosedur aman untuk menangani limbah, tindakan yang diperlukan bila terjadi kecelakaan termasuk cara pelaporan kepada supervisor. Rumah sakit harus menunjuk seorang pejabat yang bertanggungjawab atas sistem pembuangan limbah secara efisien dan memenuhi persyaratan kesehatan dan keselamatan kerja.

2.5. Sistem Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit

Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator. Keduanya sekarang terbukti memiliki nilai negatif besar. Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai mengandung zat medis (Suparmin et al. 2002).

Menurut Depkes RI (1993) sistem pengolahan limbah cair yang sudah berjalan adalah:

1. Tangki septik

Tangki ini digunakan untuk menampung limbah cair dari kamar mandi, kakus, ruang bersalin dan ruang perawatan. Limbah cair ini ditampung untuk mendapatkan pengolahan/pembersihan yang lebih baik.

2. Sistem biologi aerob

(32)

3. Sistem biologi anaerob

Sistem ini berkebalikan dengan proses aerobik. Biasanya proses anaerobik menggunakan penambahan peralatan seperti pompa limbah dan anaerobic filter.

 Biofilter sistem anaerob-aerob sebagai Teknologi Pengolahan Limbah Cair Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) ini bertujuan untuk mengolah air limbah yang mengandung polutan yang mana dinyatakan dalam beban BOD, COD, TSS dan lain-lainnya. Biofilter dengan sistem anaerob-aerob ini terdiri dari 5 unit pengolahan, yaitu bak ekualisasi, bak anaerob, bak aerob, bak sedimentasi dan bak effluent yang memiliki fungsi masing-masing. Berikut adalah fungsi dari unit pengolahan yang ada dalam biofilter anaerob-aerob menurut buku operasional IPAL (2006).

1. Bak Ekualisasi

Bak ekualisasi berfungsi untuk menciptakan kondisi air yang homogen baik secara kuantitas maupun kualitas air limbah sebelum masuk ke dalam sistem pengolahan biologi. Proses pengolahan yang terjadi dalam bak ekualisasi ini dapat mencegah terjadinya Shock loading. Shock loading adalah keadaan air limbah yang masuk pada waktu tertentu memiliki debit yang sangat besar dan kadar pencemarannya sangat tinggi sehingga dapat merusak kinerja sistem pengolahan berikutnya.

2. Bak Anaerob

(33)

3. Bak Aerob

Proses aerob adalah proses penguraian bahan organik dengan bantuan bakteri aerob. Proses lumpur aktif digunakan dalam proses aerob sebagai pengolahan kedua dalam bak aerob ini. Limbah organik dimasukkan ke dalam tangki dimana kultur bakteri aerob dipertahankan melekat pada media. Lingkungan aerob diperoleh melalui suplai udara dengan menggunakan air blower yang dilengkapi dengan pipa distribusi untuk memasukkan udara yang akan menciptakan gelembung udara di dalam bak aerob.

4. Bak Sedimentasi

Proses dalam bak sedimentasi yaitu terjadi pengendapan lumpur secara gravitasi yang berasal dari proses pengolahan aerob. Sebagian lumpur yang mengendap akan dikembalikan lagi menuju sistem aerob dengan menggunakan bak yang berfungsi untuk memisahkan lumpur dari effluent yang telah diolah dengan sistem aerob. Hal ini dilakukan karena lumpur masih membawa mikroorganisme aktif yang berguna untuk menguraikan bahan organik.

5. Bak Effluent

Bak effluent merupakan tempat penampung sementara sebelum air olahan hasil pengolahan limbah dibuang ke dalam saluran pembuangan atau ke badan air.

2.6 Dampak Limbah Rumah Sakit terhadap Kualitas Lingkungan danKesehatan

Limbah rumah sakit perlu diolah sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir agar tidak mencemari lingkungan. Adapun dampak yang timbul apabila limbah tidak diolah yaitu mencemari air permukaan, air tanah dan badan-badan air, mengganggu biota air, mengganggu estetika, terjadi pendangkalan pada sungai dan badan air, menyebabkan penurunan kesehatan dan kehilangan nyawa, menimbulkan kerugian ekonomi masyarakat dan mengurangi kesejahteraan masyarakat (Depkes RI, 1993).

(34)

terhadap kesehatan seperti iritasi mata dan saluran pernafasan sampai hujan asam dan juga cedera fisik yang dapat timbul karena tertusuk limbah benda tajam. Polutan kimia kemungkinan dapat bersifat karsinogenik dan cedera fisik seperti terbakar karena terkena bahan kimia yang mudah terbakar. Sedangkan polutan biologis dapat menyebabkan resiko terkena infeksi apabila limbah biologis memiliki dosis agen infeksi yang tinggi dan limbah. Resiko ini dapat terjadi pada pemulung dan anak-anak yang ada di sekitar tempat pembuangan. Pada dasarnya, adanya limbah dapat memberi resiko dampak bagi semua orang yang ada di sekelilingnya termasuk pengunjung, masyarakat, pekerja kesehatan dan pemulung (Aqarwal, 2005).

2.7 Upaya Meminimisasi Limbah

Pengolahan limbah merupakan salah satu upaya untuk meminimisasi limbah baik dalam mengurangi jumlah, konsentrasi atau bahaya limbah, pasca produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau secara hayati. Minimisasi limbah meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya dan upaya pemanfaatan limbah. Menurut Soemantojo dalam Djunaedi (2007), terdapat beberapa cara dalam meminimisasi limbah, yaitu :

1. Reduksi pada sumbernya (source reduction) dilakukan dengan cara memilih bahan baku yang relatif aman, melakukan pengolahan bahan dan modifikasi bahan, operasi misalnya housekeeping, segregasi limbah,

preventive maintenance, pengaturan kondisi operasi dan proses pengolahan, modifikasi proses dan perubahan produk. Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah (Hananto, 1999): a) Housekeeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam

menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.

(35)

c) Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.

d) Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.

e) Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi. f) Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya. 2. Re-use atau penggunaan kembali adalah pemanfaatan limbah dengan jalan

menggunakan kembali untuk keperluan yang sama atau fungsinya sama tanpa mengalami pengolahan atau perubahan bentuk. Contohnya, botol infus dapat digunakan kembali sebagai botol infus.

3. Daur ulang atau re-cycle adalah pemanfaatan kembali limbah melalui pengolahan secara fisik, kimiawi untuk menghasilkan produk yang sama atau produk lain. Contohnya, besi bekas dapat digunakan kembali untuk membuat barang berbahan besi.

4. Perolehan kembali adalah upaya pemanfaatan limbah dengan jalan memprosesnya guna memperoleh kembali salah satu komponen yang terkandung di dalamnya. Contohnya, pengambilan logam perak dari limbah.

(36)

pengobatannya yang mahal. Bibit penyakit berupa kuman, virus HIV, dan virus hepatitis bila strain ganas bukan lagi menyebabkan kualitas SDM menurun, bahkan menyebabkan maut.

2.8 Aspek Ekonomi dari Pengolahan Limbah Rumah Sakit

Proses minimisasi limbah di rumah sakit bertujuan untuk memperbaiki kualitas lingkungan dan memberikan keuntungan ekonomis seperti mengurangi biaya investasi atau modal dan biaya operasi unit pengolah limbah yang dilakukan di rumah sakit yang bersangkutan, mengurangi biaya pengolahan limbah dan transportasi untuk pengolahan limbah di luar fasilitas rumah sakit, mengurangi biaya untuk perizinan, pemantauan, penegakan dan tanggap darurat, mengurangi biaya penanggulangan kerusakan lingkungan, meningkatkan keuntungan karena penjualan atau pemanfaatan limbah serta menjamin kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat karena terhindar dari kerugian yang dapat ditimbulkan dari limbah.

Limbah yang merupakan eksternalitas negatif dari adanya suatu produksi atau kegiatan dapat diminimisasi dengan suatu pengolahan yang membutuhkan biaya. Biaya yang dikeluarkan untuk menutup eksternalitas negatif atau mengkompensasi kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi disebut dengan

External Cost. Biaya tersebut adalah biaya di luar biaya swasta (Private Cost) yang digunakan dalam menjalankan usaha. Dengan kata lain, keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh suatu unit usaha yang mencakup biaya eksternal disebut dengan biaya sosial (Sosial Cost). Besarnya biaya akan berubah sejalan dengan adanya perubahan aktivitas produksi dari suatu unit usaha. Perubahan biaya tersebut adalah biaya marjinal. Sesuai dengan konsep biaya sosial yang lebih besar dari biaya swasta, besar Marginal Sosial Cost (MSC) juga lebih besar daripada Marginal Private Cost (MPC) karena merupakan penambahan MPC dengan MEC (MarginalExternal Cost).

2.9 Pemanfaatan Limbah

(37)

yang semula tidak mempunyai nilai ekonomis menjadi bahan yang mempunyai nilai ekonomis. Pelaksanaan pemanfaatan limbah dapat berlangsung di dalam ataupun di luar rumah sakit. Pemanfaatan limbah dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu, kegiatan 3R (reuse, recycle dan recovery) (DKSHE IPB, 2008).

Limbah cair rumah sakit dalam bentuk air hasil olahan dapat digunakan kembali. Air hasil olahan dapat dipergunakan untuk menyiram tanaman dan mencuci mobil serta endapannya dapat dijadikan batu bata. Selain itu, air hasil olahan dapat dijadikan pengisi kolam ikan hias atau membuat ternak ikan non konsumtif seperti ikan hias dan ikan sapu-sapu.

Sampah (limbah padat) rumah sakit tidak bisa dimanfaatkan seluruhnya. Hanya sampah non-infeksius yang dapat dimanfaatkan, misalnya sampah tersebut dijadikan kompos untuk dijual sebagai pupuk tanaman. Pemanfaatan sampah infeksius rumah sakit tidak diperkenankan karena mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan penggunanya.

2.10 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang pengelolahan limbah cair serta efektivitasnya dalam menurunkan kadar pencemaran yang dapat dijadikan referensi dalam penelitian ini.

Tabel 3. Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Alat Analisis Hasil Penelitian

(38)

2 Haqq penurunan konsentrasi adalah pada parameter NH3 sebesar 74.1%.  Nilai R-sq untuk setiap parameter:

 BOD = 65,6 %  COD = 69,2 %  TSS = 45,4 %  PO4 = 25,1 %

 Persepsi masyarakat sekitar dalam menilai pengelolaan limbah RS. Telogorejo adalah Baik.

(39)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Aktivitas Rumah Sakit sebagai Penghasil Limbah

Rumah Sakit dengan berbagai aktivitas didalamnya memiliki potensi untuk menghasilkan residu yang dapat berdampak negatif pada lingkungan. Berbagai kegiatan yang ada di rumah sakit berlangsung secara terus menerus dan tanpa henti setiap harinya sehingga sangat berpotensi menghasilkan residu dalam jumlah yang tidak sedikit dan jenis residu yang memiliki kandungan berbahaya. Limbah yang dihasilkan tersebut terdiri dari berbagai bentuk dan jenis yang berasal dari aktivitas medis maupun non medis, padatan, cairan maupun gas. Limbah rumah sakit terutama yang berasal dari aktivitas medis berpotensi besar menurunkan kualitas lingkungan, baik lingkungan rumah sakit maupun lingkungan sekitarnya.

Rumah sakit juga merupakan tempat yang sangat potensial bagi transmisi dari berbagai agen penyakit yang ada di rumah sakit yang dapat menginfeksi ke pasien, para pegawai rumah sakit, maupun pengunjung rumah sakit. Berkaitan dengan hal tersebut, berbagai kebijaksanaan pemerintah pusat maupun daerah dalam bidang pengelolaan lingkungan yang tertuang dalam peraturan dan perundang-undangan serta berbagai program lingkungan, selalu melibatkan rumah sakit sebagai sumber pencemar yang harus dikelola dengan baik dan benar (Yayasan Pelangi Indonesia, 2002 dalam Haqq, 2009).

3.1.2 Cost-Effectiveness Analysis

Menurut Levin (1995) cost effectiveness analysis merupakan alat keputusan yang dirancang untuk mencapai tujuan yang paling efisien. Analisis ini mangacu pada pertimbangan alternatif keputusan yang memperhitungkan biaya dan dampak secara sistematis. CEA merupakan metode untuk menilai alternative program mana yang paling murah dalam menghasilkan output tertentu. Caranya dengan membandingkan biaya (cost) dengan output (objective) yang dihasilkan.

(40)

sumberdaya alternatif penggunaan dan mengukur dengn cara yang sama. Namun, analisis biaya-manfaat digunakan untuk mengatasi jenis-jenis alternatif yang hasilnya hanya diukur dari segi nilai moneter.

Beberapa langkah untuk dapat melakukan CEA, sebagai berikut:

a. Identifikasi unsur-unsur biaya dari alternatif program yang akan dianalisis b. Biaya (sama dengan perhitungan biaya pada CBA)

c. Menghitung biaya total

d. Menghitung output yang berhasil (objektive-nya) e. Menghitung Cost Effectiveness Ratio:

g. Membandingkan nilai CER dari masing-masing alternatif program h. Memilih nilai CER yang terkecil untuk direkomendasikan

3.1.3 Uji - t

Menurut Walpole (1993) uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variable bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Uji statistik t untuk mengetahui apakah masing-masing dari variabel bebas/independent memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikatnya/dependent. Menurut Sarwoko (2005), pengujian uji statistik t adalah : H0: βi = 0 atau variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

H 1: βi ≠ 0 atau varibel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat

Jika t hit(n-k) > tα/2, maka terima H1/tolak H0, artinya variabel bebas (Xi)

berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika t hit(n-k) < tα/2 maka terima H0/tolak H1,

artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Limbah merupakan salah satu permasalahan lingkungn yang sangat mendesak untuk dicarikan solusi secara tepat dan efisien. Manusia beraktivitas tanpa henti yang artinya limbah yang dihasilkan terus bertambah setiap harinya sehingga hal ini sangat penting untuk dijadikan perhatian serius dalam menanganinya. Pengolahan limbah yang tidak sesuai baik dalam perencanaan,

CE Ratio = � � � � � � ��

(41)

pelaksanaan dan evaluasi dapat menyebabkan inefisiensi. Jika dikaitkan dengan biaya, adanya inefisiensi pengelolaan limbah dapat meningkatkan biaya lingkungan yang akan menjadi tanggungjawab rumah sakit.

Penelitian ini bermula dari permasalahan yang sering terjadi dalam pengelolaan limbah, yaitu permasalahan yang akan timbul apabila limbah tidak dikelola dengan baik dan tepat. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem pengelolaan limbah. Awal kajian dari penelitian ini adalah melihat dan menganalisis secara deskriptif keragaan pengelolaan limbah rumah sakit, bagaimana pembagian divisi pengelolaan limbah padat dan cair sampai mekanisme pengelolaan. Setelah itu, kajian dilanjutkan dengan meneliti efisiensi dari pengolahan limbah cair dengan menggunakan IPAL. Efisiensi kinerja IPAL secara keseluruhan dapat digambarkan dengan membandingkan kualitas limbah setelah diolah (outlet) dengan yang sebelum diolah (inlet).

(42)
(43)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit X di Jakarta Selatan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit swasta yang telah memiliki sistem pengelolaan limbah cair yang baik. Sementara itu, dalam mengelola limbah padat, pengelola rumah sakit menyerahkannya kepada instansi dan lembaga terkait. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret dan April 2013.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer berupa data penilaian masyarakat terhadap pengelolaan limbah rumah sakit. Data sekunder yang dikumpulkan berupa: penilaian pengelolaan limbah yang telah dilakukan dalam penelitian di bidang kesehatan lingkungan, peraturan atau perundang-undangan mengenai limbah, kondisi umum Rumah Sakit X, pengelolaan limbah di Rumah Sakit X, uji laboratorium inlet dan

outlet limbah Rumah Sakit X dan keseluruhan biaya pengelolaan limbah.

Data primer yang diambil melalui peninjauan langsung di Rumah Sakit X dengan pengelolaan limbah cair yang dihasilkan dari aktivitas rumah sakit serta melalui wawancara langsung kepada masyarakat sekitar Rumah Sakit X. Data primer yang diambil adalah peninjauan langsung di rumah sakit terkait dengan pengelolaan limbah cair yang dihasilkan dari aktivitas rumah sakit. Sedangkan data sekunder diperoleh dari pengelola rumah sakit dan penelitian terdahulu yang terkait.

4.3 Metode Pengumpulan Data

(44)

limbah, unit pelayanan dan unit pengelolaan limbah yang dimiliki serta luas unit pengolahan limbah cair.

Mengenai IPAL, data diambil dengan menggunakan data sekunder dari analisis laboratorium yaitu hasil uji laboraturium terhadap inlet dan outlet limbah cair serta biaya yang diperlukan dalam pengolahan limbah cair. Teknik wawancara secara mendalam dengan Divisi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit X dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas. Data yang diambil mengenai kajian unit pengolahan limbah cair mencakup: tahun pendirian, tipe unit pengolahan limbah buatan dan metodenya, waktu pemeriksaan, kualitas limbah, tempat buangan limbah rumah sakit, sumber air bersih yang dapat digunakan, cara daur ulang, disinfektan, alur pengumpulan, pengangkutan, pembuangan jarum suntik, jaringan tubuh, kasa, bahan infeksius, limbah laboratorium, biaya investasi pengadaan IPAL, biaya pemeliharaan serta biaya operasional.

Data hasil uji laboratorium limbah yang digunakan adalah inlet (sebelum melalui IPAL) dan outlet (setelah melalui IPAL). Data tersebut berupa data sekunder yang ada di Divisi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit X. Data ini merupakan hasil uji laboraturium terhadap sampel limbah cair yang di uji sebelum melalui IPAL dan hasil uji terhadap sampel limbah cair setelah melalui IPAL.

Data mengenai penilaian masyarakat terhadap mengelolaan limbah Rumah Sakit X diambil dengan survey menggunakan kuisioner yang mencakup: nama responden, umur, pekerjaan, pendidikan, pendapatan keluarga, lama mengetahui rumah sakit, pengetahuan tentang limbah rumah sakit dan dampaknya, merasa bau atau tidak dengan adanya pengolahan limbah rumah sakit, perasaan terganggu atau tidak, mengetahui atau tidak adanya pengolahan limbah, merasa ada efek positif atau tidak dari pengolahan limbah tersebut serta penilaian pasien terhadap pengolahan limbah yang dilakukan pihak rumah sakit.

(45)

dengan menggunakan kaidah pengambilan sampel sekurang-kurangnya 30 observasi akan mendekati garis normal (Gujarati, 2007).

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling, yaitu pengambilan sampel secara sengaja dengan pertimbangan orang yang menjadi responden mengetahui kompetensi/permasalahan yang terjadi dalam topik (Martono, 2010). Masyarakat yang dijadikan responden yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar Rumah Sakit X dengan kriteria rumah tangga yang tinggal tepat disamping rumah sakit dan dilalui oleh saluran pembuangan rumah sakit sehingga memungkinkan terjadinya interaksi dengan limbah yang dihasilkan rumah sakit.

4.4 Metode Pengolahan Data

Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pada tabel dibawah ini akan diuraikan matriks analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian ini.

Tabel 4. Alat Analisis dan Kebutuhan Data untuk Penelitian No. Tujuan Penelitian Alat

Analisis

IPAL & uji-t Data inlet-outlet Sekunder

(46)

4.4.1 Karakteristik Pengelolaan Limbah dan Penilaian Masyarakat terhadap Pengolahan Limbah Rumah Sakit

Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui deskripsi mengenai pengelolaan limbah rumah sakit. Karakteristik IPAL dengan data yang didapatkan di bagian lingkungan Rumah Sakit X dan pengelolaan limbah padat melalui kerjasama dengan dinas dan instansi terkait akan dikaji secara jelas. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik pengelolaan limbah secara umum.

Penilaian masyarakat terhadap pengolahan limbah diperlukan untuk mengetahui kinerja dari pengelolaan limbah yang dilakukan. Masyarakat dalam penelitian ini merupakan masyarakat sekitar Rumah Sakit X. Data untuk mengetahui penilaian masyarakat diperoleh dengan wawancara kepada 35 masyarakat Jalan Rambai. Analisis yang digunakan dalam tahap ini adalah analisis deskriptif kualitatif.

4.4.2 Evaluasi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

Kemampuan fisik IPAL rumah sakit akan dianalisis berdasarkan kualitas limbah cair yang dihasilkan. Hasil dari tahap ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan pengelolaan IPAL di kemudian hari sebagai masukan dalam pengembangan rumah sakit termasuk perencanaan pengembangan IPAL. Selain itu, nilai efisiensi juga dapat dijadikan bahan pembanding terhadap keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan untuk mengelola limbah cair.

Kemampuan fisik IPAL rumah sakit dievaluasi dengan membandingkan kualitas setiap kadar parameter pencemar limbah rumah sakit sebelum (inlet) dan sesudah masuk IPAL (outlet) menggunakan uji-t pada taraf nyata lima persen. Beban IPAL dihitung berdasarkan tingkat efisiensi, kapasitas IPAL, beban limbah nyata atau beban pencemaran, dan pencapaian baku mutu limbah cair yang berpedoman pada metode yang dikemukakan oleh Soeparman dan Suparmin (2001).

= − 00

Tingkat efisiensi IPAL dikelompokkan sebagai berikut: - Sangat efisien : x > 80%

(47)

Kapasitas=

Beban Pencemaran=

Hasil dari Beban Pencemar Aktual (BPA) dibandingkan dengan Beban Pencemaran Maksimum (BPM) yang dihitung dengan menggunakan standar baku mutu pada masing-masing parameter.

= − 00

Standar target pencapaian BMLC adalah sebagai berikut: - 0 < BMLC < 99 = pencapaian di atas baku mutu - BMLC = 100 = pencapaian sama dengan baku mutu - 101 < BMLC < 200 = pencapaian di bawah baku mutu Keterangan:

BM = Baku Mutu BMLC = Baku Mutu Limbah Cair

Penggunaan uji-t pada penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan nilai rataan baku mutu limbah dengan dua perlakuan, yaitu tanpa pengolahan (memakai nilai inlet) dan dengan pengolahan (memakai nilai outlet). Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah dengan adanya pengolahan nilai outlet akan berada di bawah nilai inlet dan untuk mengetahui signifikan atau tidak penurunan parameter setelah melalui proses pengolahan dengan IPAL. Uji-t dilakukan dengan menggunakan statistik t-paired.

4.4.3 Biaya Efektif Penurunan Baku Mutu Parameter Limbah dengan IPAL

Sebelum menghitung biaya efektif, yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi keseluruhan biaya pengolahan limbah cair. Perhitungan biaya pengolahan limbah dengan IPAL dapat dipergunakan untuk menentukan strategi dalam mengurangi biaya pengolahan limbah cair. Manfaat yang diharapkan dari pengolahan limbah cair dengan menggunakan IPAL adalah berkurangnya konsentrasi dari parameter-parameter yang terdapat pada limbah.

(48)

biaya pengelolaan limbah cair yang dibandingkan dengan manfaat atau output

yang dihasilkan dalam pengolahan tersebut. Manfaat yang dihasilkan adalah penurunan konsentrasi pada masing-masing parameter limbah yang diamati. Nilai rasio yang paling kecil menunjukkan efektivitas biaya yang paling baik. Rasio efektivitas biaya dalam ilmu kesehatan lingkungan khususnya dalam manajemen limbah ditunjukkan dengan rumus biaya penurunan per satuan parameter dengan satuan yang disamakan yaitu satuan per liter.

=

ℎ =

biaya total pengolahan IPAL = biaya instalasi + biaya operasional dan pemeliharaan + biaya lainnya

(Djaja, 2006)

Keterangan: parameter yang diamati adalah BOD, COD, TSS dan .

Seluruh jenis biaya yang dipakai dalam penelitian ini adalah biaya instalasi yang dibagi dengan umur ekonomis IPAL, biaya operasional dan pemeliharaan rutin selama tiga tahun. Data konsentrasi limbah pada masing-masing parameter menggunakan rataan inlet dan 30 sampel outlet. Efektivitas biaya penurunan parameter limbah ditunjukkan dengan membandingkan rasio biaya penurunan pada masing-masing parameter yang diuji. Selain itu, untuk melihat efektivitas biaya juga dapat dilakukan dengan membandingkan nilai rasio efektivitas biaya setiap parameter dalam suatu sistem pengolahan limbah dengan rasio efektivitas biaya setiap parameter dalam suatu sistem pengolahan limbah lain. Hasil perbandingan data akan terlihat rasio biaya penurunan masing-masing parameter yang paling efektif di antara dua sistem pengolahan limbah yang berbeda tersebut. 4.4.4. Unit Daily Cost

Unit Daily Cost (UDC) adalah rata-rata biaya pengelolaan limbah cair yang dikeluarkan per harinya dibagi dengan jumlah kamar pasien (Djaja et al.

(49)

= − ℎ

(50)

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Rumah Sakit X di Jakarta Selatan

5.1.1 Sejarah Berdirinya Rumah Sakit X

Rumah Sakit X merupakan rumah sakit swasta yang didirikan pada tahun 1969. Rumah sakit ini pada awal berdirinya bernama Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Kerjasama yang dilakukan Pimpinan Cabang dengan Yayasan RS Islam di Jakarta dalam pengelolaan BKIA menjadikan BKIA berubah menjadi Rumah Bersalin (RB).

Sejalan dengan perkembangan jumlah dan jenis pelayanan yang semakin meningkat pada tahun 1999 RB mendapat izin operasional sebagai Rumah Sakit Bersalin (RSB). Rumah Sakit ini terus berkembang menjadi rumah sakit khusus yaitu Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) pada tahun 2007 dan pada tahun 2012 untuk memperluas segmentasi pelayanan rumah sakit ini menjadi rumah sakit umum swasta dengan nama Rumah Sakit X.

Rumah Sakit X berkembang tidak hanya dalam hal pengelolaan namun juga dalam hal pelayanan dan fasilitas. Rumah Sakit X yang dahulu berupa klinik bersalin, kini berkembang menjadi rumah sakit yang cukup besar. Rumah sakit ini dilengkapi dengan fasilitas dan sumberdaya manusia yang mendukung, sehingga saat ini Rumah Sakit X tetap konsisten menjalankan misi yang diemban untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu.

5.1.2 Visi Misi Rumah Sakit X

Rumah Sakit X Memiliki visi “Menjadi Rumah Sakit yang berkualitas dan terpercaya di Jakarta dengan unggulan kesehatan reproduksi dan tumbuh kembang anak”. Diperlukan misi yang mendukung dalam mencapai visi tersebut. Misi dari Rumah Sakit X adalah:

1. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan berkualitas dengan nilai islam yang berorientasi pada kepuasan pelanggan.

2. Menjadikan Sumber Daya Insani yang berkualitas dan kompeten sebagai pembaru dan pencerah pelayanan kesehatan.

(51)

5.1.3 Letak Geografis Rumah Sakit X

Rumah Sakit X merupakan rumah sakit tipe D yang mempunyai luas tanah 2.348 , luas lantai 662 dan luas bangunan 2.348 . Secara geografis, Rumah Sakit X terletak di Jakarta Selatan. Adapun batas-batas Rumah Sakit X adalah sebagai berikut:

Sebelah Barat : Pengadilan Negeri Sebelah Timur : Taman dan Pasar

Sebelah Selatan : Makam wafat tertutup dan Jalan Sebelah Utara : Rumah penduduk

5.1.4. Daya Tampung Pasien Rumah Sakit X

(52)

VI KARAKTERISTIK PENGELOLAAN LIMBAH DAN

PENILAIAN MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP

PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT X

Rumah Sakit X memiliki manajerial pengelolaan limbah yang bertugas dalam pengelolaan limbah rumah sakit. Manajerial pengelolaan limbah rumah sakit ini di dalamnya terdapat sumberdaya manusia yang memiliki tugas masing-masing untuk mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat adanya limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit.

Limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit berupa limbah padat dan limbah cair. Pengolahan limbah cair dilakukan dengan menggunakan IPAL sehingga kadar pencemaran yang terkandung dalam limbah tersebut menjadi berkurang dan dapat dimanfaatkan. Namun, pemanfaatan hasil pengolahan limbah di Indonesia masih sangat minim bahkan hasil pengolahan limbah pada umumnya langsung di buang dan tidak dimanfaatkan sama sekali. Hal tersebut terjadi karena teknologi yang tersedia masih belum mampu mengolah limbah hingga dapat dimanfaatkan atau dikonsumsi. Pengolahan limbah dengan IPAL cenderung hanya untuk menurunkan kadar pencemaran sesuai dengan aturan pemerintah namun, minimnya pengawasan dan evaluasi menjadikan pengolahan limbah dilakukan tidak dengan cara yang sesuai.

6.1 Struktur Manajerial Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X

Penanganan limbah padat dan limbah cair di Rumah Sakit X merupakan tanggung jawab dari divisi sanitasi lingkungan. Divisi ini berada dalam bagian instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit (IPSRS) yang langsung di bawahi oleh

Gambar

Tabel 3. Penelitian Terdahulu
Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 4. Alat Analisis dan Kebutuhan Data untuk Penelitian
Gambar 2. Struktur Managerial Pengolahan Limbah Rumah Sakit X
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari hasil kegiatan observasi dan estimasi, didapatkan jumlah total volume limbah cair yang dihasilkan oleh Rumah sakit Bina Sehat adalah sebesar 90,89

Untuk mengetahui ouput dari pengelolaan limbah cair rumah sakit X kota Medan, memenuhi syarat atau tidak dengan melakukan peneriksaan terhadap Total Coliform, suhu, pH,

Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimia,

Untuk mengetahui ouput dari pengelolaan limbah cair rumah sakit X kota. Medan, memenuhi syarat atau tidak dengan melakukan

Sistem lumpur aktif pada proses pengolahan sekunder limbah cair ini, kecepatan aktivitas bakteri ditingkatkan dengan cara memasukkan udara dan lumpur yang

Berapa dana yang diperlukan untuk pengelolaan limbah cair rumah sakit ?.?. limbah cair

Menurut Kusnoputranto, lumpur aktif dari proses aerasi yang telah mengendap dalam bak pengendapan tidak semuanya dibuang tetapi kurang dari setengahnya dimasukkan kembali ke

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif untuk variabel upaya minimisasi berupa reduksi limbah pada