• Tidak ada hasil yang ditemukan

WARNA LOKAL DALAM KUMPULAN CERPEN PEREMPUAN DI RUMAH PANGGUNG KARYA ISBEDY STIAWAN ZS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "WARNA LOKAL DALAM KUMPULAN CERPEN PEREMPUAN DI RUMAH PANGGUNG KARYA ISBEDY STIAWAN ZS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

WARNA DALAM LOKAL KUMPULAN CERPEN PEREMPUAN DI RUMAH PANGGUNG

KARYA ISBEDY STIAWAN ZS

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP

(Skripsi)

Oleh Dona Ratnasari

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(2)

ABSTRAK

WARNA LOKAL DALAM KUMPULAN CERPAN PEREMPUAN DI RUMAH PANGGUNG

KARYA ISBEDY STIAWAN ZS

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP

Oleh Dona Ratnasari

Masalah penelitian ini adalah bagaimanakah warna lokal dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan warna lokal dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan dan analisis data dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi dan analisis teks.

(3)

ii

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rama Oetama, Kecamatan Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah, pada tanggal 20 Maret 1992. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Turyono dan Kusmini. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1997 di Taman Kanak-Kanak (TK) Aisiyah dan dilanjutkan di Sekolah Dasar (SD) SDN 1 Rama Oetama pada tahun 1998-2004. Penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) SMPN 1 Seputih Raman dan diselesaikan pada tahun 2007. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) SMAN 1 Kotagajah dan diselesaikan pada tahun 2010.

(9)

v

PERSEMBAHAN

Dengan penuh ketulusan,kupersembahkan karya sederhana ini untuk orang-orang yang berharga dalam hidupku.

1. Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Turyono dan Ibunda Kusmini yang senantiasa sabar, mendoakan, dan menantikan kelulusanku.

2. Kakak dan adikku tersayang, Dedy Kuswoyo dan Tri Mulyono yang selalu memberikan doa, dukungan, dan semangat.

3. Seluruh keluarga yang telah memberikan doa, dukungan, dan semangat.

(10)

MOTO

Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu mengubah

(nasibnya) sendiri.“ (Q.S. Ar-Ra‟d: 11)

“Sesungguhnya sesudah kesulitaan itu ada kemudahan.”

(Q.S. Al-Insyirah: 5)

“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah

(11)

vii

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi dengan judul Warna Lokal dalam Kumpulan Cerpen Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiawan ZS dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMP adalah salah satu syarat untuk memeroleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum. selaku pembimbing utama dan Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Drs. Kahfie Nazaruddin, H.Hum. selaku pembimbing kedua dan Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

(12)

4. Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

5. Drs. Imam Rejana, M.Si. selaku pembimbing akademik.

6. Seluruh dosen pengajar Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 7. Isbedy Stiawan ZS yang telah memperbolehkan penulis untuk

menganalisis karyanya.

8. Ayahanda dan Ibunda tercinta, kakak dan adikku terima kasih atas dukungan, motivasi, dan doanya.

9. Seluruh keluarga besarku yang senantiasa sabar menanti kelulusanku. 10.Seseorang yang menyayangiku, terima kasih atas doa dan dukungannya. 11.Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2010 serta kakak dan adik tingkat

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

12.Sahabat-sahabatku Ade Anggraeni Kartika Devi, Andika Putri, Arifah Nur Isnaini, Arifal Paslah, Devitasari, Eka Rahmatul Fitriani, Janatun Naim, Kalisa Eviyana, Mutiara Dini, Novala Rohmatarofi, Nuraini, Ramanda, Rengga, Ria Anggraeni, Teguh, Tika Arsita , Yuni Setiawati, dan Zusi Ardiana.

13.Teman-teman di kosan Princess (Mbak Ria, Mbak Silvi, Nurul, Nuy, Rika, Desvi, Ayu, Ana, Ela, Ica, dan Sofi) terima kasih atas persahabatan dan kebersamaan kita, kalianlah keluargaku.

(13)

ix

15.Teman-teman KKN-KT (Sarah, Dwi, Galuh, Nani, Erni, Ani, Bahtiar, Edi, dan Luki) terima kasih atas persahabatan dan kebersamaan kita selama KKN.

16.Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

Semoga Allah SWT selalu memberikan balasan yang lebih besar untuk Bapak, Ibu, dan rekan-rekan semua. Hanya ucapan terima kasih dan doa yang bisa penulis berikan. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandarlampung, Oktober 2014 Penulis

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

PERSEMBAHAN ... v

MOTO ... vi

SANWACANA ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 6

1.3Tujuan Penelitian ... 7

1.4Manfaat Penelitian ... 8

1.5Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cerpen ... 10

2.2 Struktur Cerpen ... 11

2.3 Warna Lokal ... 13

2.3.1 Warna Lokal dalam Aspek Pemakaian Bahasa... 15

2.3.1.1 Makna ... 16

2.3.1.2 Kelas Kata ... 19

2.3.1.3 Fungsi Bahasa ... 27

2.4 Pembelajaran Sastra di SMP ... 30

III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode ... 36

3.2 Sumber Data ... 36

(15)

ix

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan... 40 4.1.1 Warna Lokal dalam Kumpulan Cerpen Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiawan ZS dalam Aspek Pemakaian Bahasa ditinjau dari Makna ... 40 4.1.1.1Makna Leksikal yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen

Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiawan ZS .... 40 4.1.1.2Makna Gramatikal yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen

Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiawan ZS .... 50 4.1.1.3Makna Idiomatik yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen

Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiawan ZS .... 51 4.1.1.4Makna Sempit yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen

Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiawan ZS .... 53 4.1.1.5Makna Luas yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Perempuan

di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiawan ZS ... 56 4.1.2 Warna Lokal dalam Kumpulan Cerpen Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiawan ZS dalam Aspek Pemakaian Bahasa ditinjau dari Kelas Kata... 60 4.1.2.1 Kata Benda yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Perempuan

di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiawan ZS ... 60 4.1.2.2 Kata Kerja yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Perempuan

di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiawan ZS ... 67 4.1.2.3 Kata Sifat yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Perempuan di

Rumah Panggung Karya Isbedy Stiawan ZS ... 70 4.1.2.4 Kata Keterangan yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen

Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiawan ZS .... 71 4.1.3 Warna Lokal dalam Kumpulan Cerpen Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiawan ZS dalam Aspek Pemakaian Bahasa ditinjau dari Fungsi Bahasa ... 72 4.1.3.1 Kata atau Bahasa sebagai Warna Lokal dalam Kumpulan

Cerpen Perempuan di Rumah Panggung Berfungsi untuk Memperkuat Tokoh Secara Sosial ... 72 4.1.3.2 Kata atau Bahasa sebagai Warna Lokal dalam Kumpulan

Cerpen Perempuan di Rumah Panggung Berfungsi untuk Memperkuat Latar Sosial ... 87 4.1.3.3 Kata atau Bahasa sebagai Warna Lokal dalam Kumpulan

Cerpen Perempuan di Rumah Panggung Berfungsi untuk Memperkuat Latar Tempat ... 91 4.1.4 Implikasi Warna Lokal dalam Pembelajaran Sastra di SMP ... 91 V.SIMPULAN DAN SARAN

(16)
(17)

DAFTAR SINGKATAN

C1 : Cerpen ke 1

F : Fungsi

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Warna lokal adalah kelokalitasan yang menggambarkan ciri khas dari suatu daerah dalam karya sastra. Warna lokal yang dibangun dengan istilah atau ungkapan dari bahasa daerah tertentu bertujuan untuk meningkatkan corak kedaerahan karya sastra. Selain itu, penggunaan warna lokal dalam karya sastra dimaksudkan penulis untuk memperkenalkan budaya lokal kepada pembaca.

(19)

2

Sebelumnya, penelitian yang serupa telah dilakukan. Penelitian dengan judul “Warna Lokal dalam Naskah Drama Aruk Gugat Karya Iswadi Pratama dan Kelayakannya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA” telah dilakukan oleh Silviana

Damayanti. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan warna lokal Lampung dalam Naskah Drama Aruk Gugat dan Kelayakannya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa peneliti menemukan delapan aspek warna lokal Lampung. Aspek tersebut berupa pemakaian bahasa, adat istiadat, tingkah laku, cara berpikir, kesenian rakyat, lingkungan hidup, arsitektur rumah, dan mata pencaharian dan peralatan hidup dalam naskah tersebut. Selain itu, penelitian dengan judul “Warna Lokal dalam Novel Maryamah Kaprov Karya Andrea Hirata dan Kelayakanya sebagai Alternatif Bahan Ajar Sastra Indonesia di Sekolah menengah Atas” juga telah

dilakukan oleh Gustira Eka Putri. Tujuan dari penelitian tersebut, yakni mendeskripsikan warna lokal dalam novel Maryamah Kaprov karya Andrea Hirata dan menetapkan kelayakan warna lokal dalam novel Maryamah Kaprov karya Andrea Hirata sebagai alternatif bahan ajar sastra Indonesia di Sekolah Mengengah Atas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis mengenai warna lokal dalam novel Maryamah Kaprov karya Andrea Hirata, warna lokal tersebut terbagi atas empat kategori, yaitu ekspresi, kebiasaan, humoristik, dan penjulukan.

(20)

warna lokal dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMP. Untuk membedakan dengan penelitian sebelumnya, peneliti akan memfokuskan

penelitian pada salah satu aspek warna lokal Lampung, yakni pemakaian bahasa. Pemakaian bahasa dalam penelitian ini lebih difokuskan pada penggunaan kata, frasa, kalausa, dan kalimat dalam bahasa Lampung. Setelah itu, dari aspek pemakaian bahasa tersebut penelitian akan dikembangkan dengan menentukan makna, kelas kata, dan fungsi bahasa. Adapun tujuan penelitian secara rinci untuk membedakan dengan penelitian sebelumnya, yakni (1) mendeskripsikan dan menjelaskan warna lokal dalam aspek pemakaian bahasa ditinjau dari makna; (2) mendeskripsikan dan menjelaskan warna lokal dalam aspek pemakaian bahasa ditinjau kelas kata; (3) mendeskripsikan dan menjelaskan warna lokal dalam aspek pemakaian bahasa ditinjau fungsi bahasa; dan (4) mendeskripsikan dan menjelskan implikasi warna lokal dalam pembelajaran sastra di SMP.

Cerita pendek atau biasanya disingkat cerpen merupakan karya sastra berbentuk prosa naratif, singkat atau pendek, dan bersifat fiktif. Ukuran pendek di sini adalah selesai dibaca dalam sekali duduk, yakni kira-kira kurang dari satu jam (Suyanto, 2012:46). Cerita pendek lebih singkat dan padat untuk menjelaskan unsur-unsur yang terkandung di dalamnya.

(21)

4

Untuk menciptakan sebuah cerita pendek yang menarik, penulis harus

menggunakan bahasa-bahasa yang menarik dan beragam. Penggunaan bahasa yang beragam oleh pengarang bergantung dari faktor penyebabnya, seperti tingkat pendidikan, status sosial, usia para tokoh, dan latar dalam cerpen tersebut. Latar yang menunjukan tempat memengaruhi keragaman bahasa. Misalnya, jika latar tempat dalam cerpen tersebut berada di suatu daerah, biasanya pengarang menggunakan bahasa daerah setempat . Cerita pendek yang kaya akan bahasa daerah tertentu merupakan karya sastra yang diciptakan pengarangnya untuk menggambarkan lingkungan sekitarnya.

Cerita pendek merupakan salah satu karya sastra yang banyak diminati siswa untuk mengapresiasikan jiwa seninya. Selain itu, cerita pendek merupakan salah satu teks yang dibelajarkan dalam Kurikulum 2013. Kumpulan cerita pendek Perempuandi Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS ini mengungkapkan warna lokal Lampung yang ikut melestarikan kebudayaan Indonesia. Seorang pengajar FIB-UI, Maman S Mahayana dalam (Stiawan, 2013) menyatakan bahwa cerpen-cerpen Isbedy Stiawan ini laksana tarik-menarik model naratif yang berkisah dan ekspresi puitik yang metaforis. Ada semangat membumikan

(22)

Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti memilih kumpulan cerpen Perempuan Di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS sebagai objek penelitian. Selain itu, peneliti memiliki alasan lain, yakni (1) pengarang cerpen tersebut merupakan sastrawan Lampung yang karyanya sudah dipublikasikan di sejumlah media masa terbitan daerah dan Jakarta, (2) cerpen tersebut merupakan cerpen terbaru dari pengarang tersebut, (3) Cerpen tersebut mendapatkan tanggapan positif dari para penikmat sastra, dan (4) cerpen tersebut mengandung unsur lokalitas Lampung yang dapat memberikan pengetahuan tentang budaya lokal Lampung kepada pembaca.

(23)

6

Adapun Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) Kelas VIII pada Silabus Kurikulum 2013 yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu Kompetensi Inti 4 Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang atau teori dan pada Kompetensi Dasar 4.2 Menyusun teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik melalui lisan maupun tulisan.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah warna lokal dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Setiawan ZS dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMP?” Rumusan masalah tersebut secara khusus dapat

dirinci sebagai berikut.

1. Bagaimanakah warna lokal kumpulan cerpen Perempuan di Rumah

Panggung karya Isbedy Setiawan ZS dalam aspek pemakaian bahasa ditinjau dari makna?

2. Bagaimanakah warna lokal kumpulan cerpen Perempuan di Rumah

(24)

3. Bagaimanakah warna lokal kumpulan cerpen Perempuan di Rumah

Panggung karya Isbedy Setiawan ZS dalam aspek pemakaian bahasa ditinjau dari fungsi bahasa?

4. Bagaimanakah implikasi warna lokal dalam pembelajaran sastra di SMP.

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dalam penelitian ini adalah mendeksripsikan dan menjelaskan warna lokal dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Setiawan ZS dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMP. Tujuan penelitian ini secara khusus dapat dirinci sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan dan menjelaskan warna lokal Lampung dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Setiawan ZS dalam aspek pemakaian bahasa ditinjau dari makna.

2. Mendeskripsikan dan menjelaskan warna lokal Lampung dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Setiawan ZS dalam aspek pemakaian bahasa ditinjau dari kelas kata.

3. Mendeskripsikan dan menjelaskan warna lokal Lampung dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Setiawan ZS dalam aspek pemakaian bahasa ditinjau dari fungsi bahasa.

(25)

8

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat. Manfaat penelitian ini sebagai berikut.

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi di bidang sastra mengenai warna lokal dalam kumpulan cerpen sehingga dapat memberikan referensi bagi peneliti selanjutnya.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada guru tentang deskripsi warna lokal Lampung dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Setiawan ZS.

3. Penelitian ini diharapkan dapat membantu pemahaman siswa mengenai warna lokal Lampung, yaitu dengan memperkenalkan warna lokal

Lampung dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Setiawan ZS.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut.

1. Subjek dalam penelitian ini adalah cerpen-cerpen dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiawan ZS.

(26)
(27)

10

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1Cerpen

Cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam (Nurgiyantoro, 1994:10). Cerita pendek lebih padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi lainnya yang lebih panjang seperti novel. Ukuran pendek ini lebih didasarkan pada keterbatasan pengembangan unsur-unsurnya (Suyanto, 2012:46).

Selain itu, pengertian mengenai cerpen diambil dari definisi Kamus Istilah Sastra dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cerpen sebagai kisahan yang memberi kesan tunggal yang dominan tentang satu tokoh dalam satu latar dan satu situasi

dramatik; cerpen (Zaidan, dkk., 2004:50). Cerpen harus memperlihatkan kepaduan sebagai patokan dasarnya. Definisi serupa mengenai cerpen, yakni kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi (Depdiknas, 2008:263).

(28)

cerpen mesti terikat pada suatu kesatuan jiwa, yakni pendek, padat, dan lengkap. Tak ada bagian-bagian yang boleh lebih atau bisa dibuang. Berdasarkan pendapat para ahli dapat diambil simpulan mengenai cerpen merupakan karya sastra fiksi yang menceritakan suatu peristiwa cenderung singkat dan padat serta memiliki kesan tertentu dan memungkinkan pembaca untuk menyelesaikan bacaannya dalam sekali duduk . Singkat dan lengkap atau brevity with completeness adalah sifat-sifat pokok cerita pendek (Tarigan, 1985:176).

2.2 Struktur Cerpen

Cerita pendek dibangun oleh unsur-unsur yang saling terpadu. Unsur-unsur tersebut adalah tokoh (dan penokohan), alur, latar, gaya bahasa, dan sudut pandang (Suyanto, 2012:46).

a. Tokoh

Tokoh adalah pelaku cerita. Tokoh tidak selalu berwujud manusia, tapi bergantung pada siapa atau apa yang diceritakannya dalam cerita. Watak atau karakter adalah sifat dan sikap para tokoh tersebut. Adapun penokohan atau perwatakan adalah cara pengarang menamplikan tokoh-tokoh dan watak-wataknya dalam suatu cerita.

b. Alur dan Pengaluran

(29)

12

c. Latar

Latar adalah tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Suyanto, 2012:50). Latar dalam peristiwa dapat diklasifikasikan menjadi: 1) latar tempat, yaitu latar yang berupa lokasi tempat terjadinya peristiwa; 2) latar waktu, yaitu latar yang berhubungan dengan saat terjadinya peristiwa cerita; 3) latar sosial, yaitu keadaan yang berupa adat istiadat, budaya, nilai-nilai yang ada di tempat peristiwa tersebut. Latar merupakan salah satu unsur intrinsik cerpen yang dapat menghidupkan cerita karena tanpa latar yang cocok cerpen tersebut tidak hidup.

d. Gaya Bahasa

Dalam menyampaikan cerita, setiap pengarang ingin ceritanya mempunyai daya sentuh dan efek yang kuat bagi pembaca. Oleh karena itu, sarana karya prosa adalah bahasa. Bahasa akan diolah semaksimal mungkin oleh pengarang dengan memaksimalkan gaya bahasa sebaik mungkin. Gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan bahasa seseorang pengarang untuk mencapai efek estetis dan kekuatan gaya ungkap.

e. Penceritaan

(30)

luar teks) dan menyebut tokoh-tokoh dengan kata ganti orang ketiga atau menyebut nama.

f. Tema

Tema adalah ide atau gagasan yang ingin disampaikan pengarang dalam ceritanya. Dalam sebuah tulisan, sudah pasti mengandung tema, karena dalam sebuah penulisan dianjurkan harus memikirkan tema apa yang dibuat. Jika diibaratkan sebuah rumah, tema merupakan fondasinya. Tema merupakan hal utama yang dilihat oleh pembaca. Apabila temanya menarik, maka akan memberikan nilai lebih pada tulisan tersebut dan menarik minat pembaca. Tema ini akan diketahui setelah seluruh unsur prosa fiksi itu dikaji.

2.3 Warna Lokal

Konsep budaya merupakan totalitas pikiran, karsa, dan hasil manusia yang tidak berakar pada nalurinya. Dengan demikian budaya hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah proses belajar. Berdasarkan hal tersebut, konsep budaya diuraikan ke dalam unsur-unsur. Dalam konsep budaya terdapat delapan unsur, yakni sistem religi, upacara keagamaan, sistem dan organisasi, kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, mata pencaharian, teknologi, dan peralatan (Parwatha, 2002:10).

(31)

14

arsitektur rumah, kebiasaan-kebiasaan, humoristik, dan sebagainya (Sastrowardoyo, 1992:75)

Warna lokal sebagai gambaran daerah tertentu seperti pakaian, sopan santun, dialek, dan sebagainya yang melatari kehidupan tokoh dalam karya sastra dan hanya bersifat dekoratif; warna tempatan. Misalnya: latar Minangkabau dalam beberapa novel Balai Pustaka (Zaidan, dkk., 2004:214).

Dalam konteks sastra sebagai sistem tanda, warna lokal selalu dikaitkan dengan kenyataan hidup di dunia luar yang ditunjuk tanda tersebut, dalam hal tersebut kenyataan hidup itu ialah kenyataan sosial budaya dalam arti yang luas antara lain meliputi aspek-aspek adat istiadat, pemakaian bahasa, kepercayaan, sikap, dan filsafat hidup, kesenian, hubungan sosial, struktur sosial, atau sistem kekerabatan (Mahmud, 1986: 25).

Berdasarkan pendapat para ahli dapat diambil sebuah simpulan bahwa warna lokal merupakan ciri khas yang menggambarkan kekhasan suatu daerah tertentu. Hal tersebut dapat berupa adat istadat, sitem kekerabatan, kesenian, penjulukkan, kepercayaan yang khas, arsitektur rumah, kebiasaan-kebiasaan, humoristik, sistem religi, upacara keagamaan, sistem dan organisasi, kemasyarakatan, sistem

pengetahuan, bahasa, kesenian, mata pencaharian, teknologi, dan peralatan.

(32)

lokal telah memberikan keragaman dan variasi pengucapan. Warna lokal dapat dijadikan sebagai daya tarik dari kemonotonan ekspresi dan persoalan sastra yang sering membosankan pembaca. Selain itu, warna lokal sering dianggap memiliki eksotisitas karena kekhasannya. Banyak kategori yang dapat dijadikan unsur-unsur warna lokal. Namun, penulis hanya mengambil satu kategori yang akan dijadikan unsur warna lokal dalam menganalisis kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS. Unsur tersebut, yakni pemakaian bahasa.

2.3.1 Warna Lokal dalam Aspek Pemakaian Bahasa

Bahasa merupakan alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa juga dapat diartikan sebagai percakapan (perkataan) yang baik; tingkah laku yang baik; sopan santun (Depdiknas, 2008:116). Pemakaian bahasa daerah di lingkungan pedesaan hingga kini masih sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Begitu pun dalam suatu karya sastra, sastrawan yang menggunakan warna lokal yang berupa bahasa daerah dengan tujuan untuk mengangkat unsur-unsur kedaerahan dalam suatu karya sastra. Selain itu, pemakaian bahasa daerah dalam suatu karya sastra hendaknya diharapkan mampu memberikan informasi kepada para pembaca sastra untuk mengenal kebudayaan dari suatu daerah. Karya sastra yang bersifat kedaerahan sebagai sarana ekspresi budaya daerah memiliki fungsi, yakni

(33)

16

2.3.1.1 Makna

Terkait dengan makna dalam penelitian ini, dikemukakan teori jenis-jenis makna sebagai berikut. Jenis makna dapat dibedakan menjadi dua belas, yakni makna sempit, makna luas, makna kognitif, makna konotatif dan emotif, makna

referensial, makna kontrukstif, makna leksikal dan gramatikal, makna idesional, makna proposional, makna pusat, makna piktorial, makna idiomatik

(Djajasudarma, 1993:6). Namun, peneliti membatasi ruang lingkup jenis makna menjadi makna leksikal, makna gramatikal, makna idiomatik, makna sempit, dan makna luas.

1. Makna Leksikal

Makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain-lain; makna leksikal ini dimiliki unsur-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks.Misalnya kata budaya di dalam Kamus Bahasa Indonesia I (p38) budaya adalah nomina, dan maknanya: 1. pikiran; akal budi; 2, kebudayaan; 3. yang mengenai kebudayaan; yang sudah berkembang (beradab, maju). Semua makna baik bentuk dasar maupun turunan dalam kamus disebut makna leksikal.

2. MaknaGramatikal

(34)

(1) Hei mana matamu?

(2) Anak itu ingin telur mata sapi

Pada contoh (1) kata mata secara leksikal adalah alat pada tubuh manusia, berfungsi untuk melihat. Makna pada (1) mata sebagai makna gramatikal yang masih berhubungan erat dengan makna leksikal „berfungsi‟ untuk

melihat; sedangkan makna pada contoh (2) mata sebagai benar-benar makna gramatikal, yakni goreng telur (mungkin rupanya mirip mata sapi-mata milik sapi).

3. Makna Idiomatik

Makna idiomatik adalah makna leksikal terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang disusun dengan kombinasi Kata-kata lain dapat pula menghasilkan makna yang berlainan. Perhatikan contoh berikut.

(1) Ia bekerja membanting tulang brtahun-tahun

Pada contoh tersebut, frasa membanting tulang terdiri atas dua kata yang apabila dipisahkan masing-masing kata memiliki makna sendiri-sendiri, tetapi apabila digabung akan menimbulkan makna lain. Pada contoh tersebut frasa membanting tulang memiliki makna idiom bekerja keras.

4. Makna Sempit

(35)

18

Makna luas dapat meneyempit atau suatu kata yang asalnya memiliki makna luas dapat menjadi memiliki makna sempit karena dibatasi. Kata-kata

bermakna luas di dalam bahasa Indonesia disebut juga makna umum (generik) digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide yang umum. Gagasan atau ide yang umum bisa dibubuhi rincian gagasan atau ide, maka maknanya akan menyempit (memiliki makna sempit). Perhatikan contoh berikut.

(1) Pakaian dengan pakaian wanita (2) Saudara dengan saudara kandung

saudara tiri saudara sepupu

Pada kedua contoh tersebut, yang menunjukkan makna sempit, yakni pakaian wanita dan saudara kandung, sedangkan pakaian dan saudara adalah makna luasnya.

5. Makna luas

Makna luas adalah makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang diperkirakan. Kata-kata yang memiliki makna luas digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide-ide yang umum. Kata-kata yang berkonsep memiliki makna luas dapat muncul dari makna yang sempit. Perhatikan contoh contoh berikut.

(36)

Pada kedua contoh tersebut, kata yang menunjukan makna luas, yakni pakian dan kursi, sedangkan kata yang menunjukkan makna sempit, yakni pakaian dalam dan kursi roda.

Berikut ini merupakan contoh analisis warna lokal dalam aspek pemakaian bahasa ditinjau dari makna.

“Coba kulihat!” kata Sutan mahmud pula. Rukiah membawa jahitannya, lalu memperlihatkannya kepada Sutan Mahmud.

Bagus benar buatanmu ni, “kata Sutan Mahmud. “Untuk siapa baju ini?”

Mendengar pertanyaan sedemikian, terdiamlah Rukiah, lalu tunduk kemalu-malu. “ Untuk siapa-siapa yang suka, “ jawabnya.“Yang suka, tentu banyak. Aku misalnya, ingin memakai baju kerawang yang sedemikian,” kata Sutan Mahmud, akan mempermainkan gadis ini.“Kalu mamanda suka, bolehlah Mamanda ambil. Tetapi rasa hamba baju ini kecil bagi Mamanda.” (Rusli, 2008:14).

Pada data di atas terdapat pemakaian bahasa yang digunakan para tokoh dalam bahasa Padang. Pemakaian bahasa tersebut berupa istilah mamanda. Istilah mamanda secara leksikal memiliki arti paman.

2.3.1.1 Kelas Kata

(37)

20

Kategori sintaktis adalah apa yang sering disebut kelas kata seperti nomina, verba, adjektiva, adverbia, adposisi (preposisi atau posposisi) (Putrayasa, 2008:67). Kelas kata dibagi dalam lima kelas (Putrayasa, 2008:67). Kelas kata tersebut adalah: kata benda (nomina), kata kerja (verba), kata sifat (adjektiva), kata keterangan (adverbia), dan kata tugas.

a. Kata Benda (nomina)

Kata benda atau nomina adalah kata-kata yang termasuk ke dalam nama seseorang, tempat atau benda (Putrayasa, 2008:67). Kata benda adalah kategori yang secara sintaktis (1) tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak, (2) mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari (Putrayasa, 2008:67). Kata benda menyangkut pronomina dan numeralia. Kata benda dapat dilihat dari tiga segi, yakni: segi semantis, segi sintaksis, dan segi bentuk.

Berdasarkan segi semanatisnya, kata benda adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Dengan demikian, kata-kata seperti guru, kucing, meja, dan kebangsaan, termasuk benda

(nomina). Contoh nomina dalam bahasa Lampung, yakni datuk (kakek), kawai (baju), wai (air).

b. Kata Kerja

(38)

umum verba dapat diidentifikasi dan dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama adjektifa karena memiliki ciri-ciri berikut.

1. Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau inti predikat dalam kalimat. Perhatikan contoh berikut.

a. Soraya sedangmembersihkan kelas itu. b. Paman sedangmencari dompetnya.

Verba yang dicetak miring dalam contoh kalimat tersebut adalah predikat. Perhatikan contoh dalam bahasa Lampung.

a. Tian muttil cakkih (mereka memetik cengkih)

Kata muttil pada contoh tersebut merupakan verba yang menduduki fungsi predikat.

2. Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas.

3. Verba, khususnya yang bermakna keadaan tidak dapat diberi prefik ter- yang berarti „paling‟. Verba mati atau suka tidak dapat diuba menjadi

termati atau tersuka.

4. Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan kesangatan. Tidak ada bentuk seperti agak belajar, sangat pergi, dan lain-lain.

c. Kata Sifat (ajektifa)

(39)

22

didampingi partikel seperti: lebih, sangat, agak, (4) mempunyai ciri-ciri morfologis seperti –er (dalam honorer), -if (dalam sensitif), -i (dalam alami), dibentuk jadi nomina dengan konfiks ke-an (dalam keadilan) (Putrayasaa, 2008:75). Contoh adjektifa, yakni: cantik, merah, baik, dan lain-lain.

d. Kata Keterangan (Adverbia)

Kata Keterangan (adverbia) adalah kategori yang dapat mendampingi adjektifa, numeralia, preposisi dalam konstruksi sintaksis (Putrayasa, 2008:77). Kata keterangan adalah kata yang menerangkan (1) kata kerja dalam segala fungsinya, (2) kata keadaan dalam segala fungsinya, (3) kata keterangan, (4) kata bilangan, (5) predikat kalimat, tak peduli jenis kata apa predikat tersebut, (6) menegaskan subyek dan predikat kalimat (Putrayasa, 2008: 77). Contoh adverbia, yakni hanya, sekesar, sering, dan lain-lain.

e. Kata Tugas

Kata tugas adalah kata yang hanya memiliki makna gramatikal dan tidak memiliki makna leksikal. Arti suatu kata tugas bukan oleh kata tersebut secara lepas melainkan oleh kaitannya dengan kata lain dalam frasa atau kalimat. Pada nomina seperti buku dapat diberikan arti berdasarkan kodrat kata itu sendiri. Akan tetapi, kata tugas tidak dapat diperlakukan sama. Kata tugas seperti dan atau ke akan mempunyai arti apabila dirangkai dengan kata lain, misalnya ayah dan ibu dan ke pasar.

(40)

nomina sebab dan verba sampai yang bentuknya sama, tetapi kategorinya berbeda. Berdasarkan perananya dalam frasa atau kalimat, kata tugas dibagi menjadi lima kelompok sebagai berikut.

1. Preposisi

Preposisi adalah kategori yang terletak di depan kategori lain (terutama nomina) sehingga terbentuk frasa eksosentris historis (Putrayasa, 2008:80). Jika ditinijau dari perilaku semantisnya, preposisi yang juga disebut kata depan yang menandai berbagai hubungan makna antara konstituen yang berada di depan preposisi dan kostituen yang berada di belakangnya. Contohnya dalam frasa pergi kek kantor, peposisi menyatakan hubungan makna antara pergi dn kantor. Jika ditinjau dari perilaku sintaksisnya, preposisi berada di depan nomina, adjektiva atau adverbia sehingga terbentuk frasa yang dinamakan frasa preposisional. Contoh frasa preposisional, yakni: ke kantor, sampai penuh, dan dengan segera. Jika ditinjau dari segi bentuknya, terdapat dua macam preposisi, yaitu (1) preposisi tunggal seperti di, ke, dari, pada, selama, mengenai, dan sepanjang, (2) preposisi majemuk seperti daripada, oleh karena, sampai ke, sampai dengan, dan selain dari.

2. Konjungtor

Konjungtor atau kata sambung adalah kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat, yakni kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa (Putrayasa, 2008:81). Perhatikan contoh berikut.

(41)

24

Pada contoh tersebut, kata tugas yang menghubungkan adalah atau. Pada contoh tersebut merupakan contoh kata tugas yang mengabungkan kata dengan kata.

3. Interjeksi

Interjeksi adalah kategori yang bertugas mengungkapakan perasaan pembicara dan secara sintaktis tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam ujaran. Inerjeksi atau kata seru adalah kata tugas yang mengungkapakan rasa hati pembicara. Secara struktural, interjeksi tidak bertalian dengan unsur kalimat yang lain. Menurut bentuknya, terdapat interjeksi berupa bentuk dasar ada bentuk turunan. Berbagai interjeksi dapat dikelompokkan menurut perasaan yang diungkapkannya seperti berikut.

a. Interjeksi kejijikan : bah, cih, ih, idih.

b. Interjeksi kekesalan : brengsek, sialan, buset, keparat. c. Interjeksi kekaguman : aduhai, amboi, asyik.

d. Interjeksi kesukuran : syukur, alhamdullilah e. Interjeksi harapan : insya Allah

f. Interjeksi keheranan : aduh, aih, lo, oi, duilah, eh, oh, ah. g. Interjeksi kekagetan : astaga, masyaallah

(42)

4. Artikula

Artikula adalah kategori yang mendampingi nomina dasar, misalnya: si kancil, sang dewa, para pelajar, nomina deverbal, misalnya si terdakwa, si tertuduh, pronominal, misalnya si dia, sang akui, dan verba pasif misalnya: kaum tertindas (Putrayasa, 2008:82). Artikula dalam kata tugas yang membatasi makna nomina (Putrayasa, 2008:82). Dalam Bahasa Indonesia, terdapat kelompok artikula (1) yang bersifat gelar, (2) yang mengacu pada makna kelompok, (3) yang menominalkan.

Artikula yang bersifat gelar pada umumnya bertalian dengan orang atau hal yang dianggap bermanfaat. Berikut ini merupakan contoh artikula yang bersifat gelar.

a. Sang Juara, Mike Tyson, dapat merobohkan lawannya. b. Sang Merah Putih berkibar dengan jaya di seluruh tanah air.

Artikula yang mengacu kepada makna kelompok atau makna kolektif adalah para. Artikula tersebut mengisyaratkan ketaktunggalan, maka nomina yang diiringinya tidak dinyatakan dalam bentuk kata ulang. Oleh karena itu, untuk menyatakan kelompok guru sebagai kesatuan bentuk yang dipakai adalah para guru dan bukan para guru-guru.

Artikula yang menominalkan dapat dicontohkan dengan si. Artikula ini mengacu kepada makna tunggal ataupun generik, bergantung pada komteks kalimatnya. Misalnya:

(43)

26

b. Dalam masa krisis ini si miskinlah yang selalu memderita.

Frasa si miskin pada kalimat pertama mengacu pada satu orang yang kebetulan miskin, sedangkan frasa si miskin pada kalimat kedua mengacu pada

pengertian generik, yaitu kaum miskin di dunia.

5. Partikel Penegas

Kategori patikel penegas meliputi kata yang tidak tertakluk pada perubahan bentuk dan hanya berfungsi menampilkan unsur yang diiringinya. Terdapat empat macam partikel penegas, yakni -kah, -lah, -tah, -pun. Tiga macam partikel penegas yang pertama berupa klitika, sedangkan yang keempat bukan. Partikel –kah yang berbentuk klitika dan bersifat manasuka dapat menegaskan kalimat interogatif. Misalnya:

a) Ibukah yang akan berangkat?

Partikel –lah yang juga berbentuk klitika, dipakai dalam kalimat imperatif atau kalimat deklaratif. Misalnya:

a) Berangkatlah sekarang sebelum hujan turun!

Partikel –tah, yang juga berbentuk klitika dipakai dalam kalimat interogatif, tetpai si penanya sebenarnya tidak memerlukan jawaban. Partikel –tah banyak dipakai dalam sastra lama. Misalnya:

a) Apatah artinya hidup ini tanpa dirimu?

Partikel –pun hanya dipakai dalam kalimat deklaratif dan dalam bentuk tulisan, penulisannya dipisahkan dari kata dimukanya. Misalnya:

(44)

Berikut ini merupakan contoh analisis warna lokal dalam aspek pemakaian bahasa ditinjau dari kelas kata.

“Coba kulihat!” kata Sutan mahmud pula. Rukiah membawa jahitannya, lalu memperlihatkannya kepada Sutan Mahmud.

Bagus benar buatanmu ni, “kata Sutan Mahmud. “Untuk siapa baju ini?”

Mendengar pertanyaan sedemikian, terdiamlah Rukiah, lalu tunduk kemalu-malu. “ Untuk siapa-siapa yang suka, “ jawabnya.“Yang suka, tentu banyak. Aku misalnya, ingin memakai baju kerawang yang sedemikian,” kata Sutan Mahmud, akan mempermainkan gadis ini.“Kalu mamanda suka, bolehlah Mamanda ambil. Tetapi rasa hamba baju ini kecil bagi Mamanda.” (Rusli, 2008:14).

Pada kutipan tersebut terdapat pemakaian bahasa yang digunakan para tokoh dalam bahasa Padang. Pemakaian bahasa tersebut berupa kata mamanda. Kata mamanda termasuk ke dalam kelas kata benda karena secara semantis kata tersebut mengacu pada orang atau manusia. Pemakaian bahasa yang terdapat dalam data di atas merupakan unsur warna lokal yang terdapat dalam masyarakat Padang.

1.3.1.3Fungsi Bahasa

(45)

28

tersebut dari kenyataan yang konkret (parole). Ajaran tersebut menjadi dasar dari apa yang disebut pendekatan struktural. Untuk memahami pendekatan tersebut, perlu adanya pemahaman tentang struktur. Struktur adalah suatu tatanan wujud-wujud yang mencakup keutuhan, transformasi, dan bukannya kumpulan semata melainkan karena tiap-tiap komponen struktur itu tunduk kepada kaidah intrinsik dan tidak mempunyai keberadaan bebas di luar struktur. Jadi, pada hakekatnya strukturalisme adalah suatu cara pandang yang menekankan persepsi dan deksripsi tentang struktur tersebut (Saussure, 1988: 25)

Berdasarkan teori tersebut dapat ditarik paradigma tentang fungsi bahasa dalam arti kata, istilah, frasa, klausa, dan kalimat. Fungsi bahasa dalam sastra yang berkaitan dengan penelitian dikategorikan sebagai sarana untuk memperkuat tokoh dan memperkuat latar. Oleh sebab itu, fungsi dalam penelitian ini menggunakan paradigma struktural.

Berikut ini merupakan contoh analisis warna lokal dalam aspek pemakaian bahasa ditinjau dari fungsi.

“Coba kulihat!” kata Sutan mahmud pula. Rukiah membawa jahitannya, lalu memperlihatkannya kepada Sutan Mahmud.

Bagus benar buatanmu ni, “kata Sutan Mahmud. “Untuk siapa baju ini?”

Mendengar pertanyaan sedemikian, terdiamlah Rukiah, lalu tunduk kemalu-malu. “ Untuk siapa-siapa yang suka, “ jawabnya.“Yang suka, tentu banyak. Aku misalnya, ingin memakai baju kerawang yang sedemikian,” kata Sutan Mahmud, akan mempermainkan gadis ini.“Kalu mamanda suka, bolehlah Mamanda ambil. Tetapi rasa hamba baju ini kecil bagi Mamanda.” (Rusli, 2008:14).

(46)

Berdasarkan konteks data tersebut, digambarkan tentang perbincangan antara tokoh Sutan Mahmud dan tokoh Rukiyah. Tokoh sutan Mahmud memuji baju yang dibuat oleh tokoh Rukiyah dan menanyakan untuk siapa baju yang dibuatnya. Mendengar pertanyaan itu, tokoh Rukiyah merasa malu dan mengatakan bahwa baju itu dibuat untuk siapa saja yang suka. Terkait fungsi bahasa dalam sastra, istilah mamanda sebagai warna lokal berfungsi untuk memperkuat identitas tokoh secara adat. Pengarang menggunakan istilah mamanda untuk menerangkan bahwa tokoh Rukiah dan tokoh Sutan Mahmud berasal dari adat Minang karena kata sapaan mamanda berkaitan dengan kata sapaan dalam sistem kekerabatan masyarakat Minang.

2.4Pembelajaran Sastra di SMP

Seiring berjalannya waktu, pendidikian di Indonesia selalu mengalami perkembangan. Salah satun perangkat pembelajaran yang mengalami

perkembangan, yakni penggunaan kurikulum pendidikan. Kurikulum merupakan sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada peserta didik di bawah tanggung jawab sekolah (all of the activities that are provided for the students by the school) (Ruhimat, dkk., 2012:2). Salah satu tujuan dari perubahan kurikulum, yakni untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

(47)

30

berbasis teks dilaksanakan dengan menerapkan prinsip bahwa (1) bahasa hendaknya dipandang sebagai teks, bukan semata-mata kumpulan kata atau kaidah kebahasaan, (2) penggunaan bahasa merupakan proses pemilihan bentuk-bentuk kebahasaan untuk mengungkapkan makna, (3) bahasa bersifat fungsional, yaitu penggunaan bahasa yang tidak pernah dapat dilepaskan dari konteks karena bentuk bahasa yang digunakan itu mencerminkan ide, sikap, nilai, dan ideologi penggunanya, dan (4) bahasa merupakan sarana pembentukan kemampuan berpikir manusia (Kemendikbud, 2013:6). Pelaksanaan proses pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran secara lebih intens, kreatif, dan mandiri.Guru melibatkan peserta didik secara langsung dalam kegiatan

pembelajaran. Dalam hal ini peserta didik diharapkan dapat mengonstruksi ilmu pengetahuannya melalui kemampuan mengobservasi, mempertanyakan,

mengasosiasikan, menganalisis, dan menyajikan hasil analisis secara memadai.

(48)

Pembelajaran sastra harus berjalan dengan baik agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Untuk mewujudkannya, pembelajaran sastra melibatkan guru sastra atau pihak yang mengajarkan sastra dan peserta didik sebagai subjeknya. Dalam hal ini, guru bertugas untuk mengarahkan peserta didik dalam pembelajaran sastra. Guru diharapkan mampu untuk menyajikan

pengajarannya dengan penuh tanggung jawab. Untuk mendukung kegiatan belajar mengajar, guru dapat menggunakan sumber belajar yang berhubungan dengan sastra seperti buku kumpulan puisi, cerpen, novel dan lain-lain. Pemilihan materi pembelajaran yang berkaitan dengan penelitian ini adalah materi pembelajaran tentang unsur ekstrinsik berupa warna lokal dalam karya sastra, khususnya cerpen. Berkaitan dengan itu, metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk

menunjang proses pembelajaran sastra dalam hal ini adalah contextual teaching and learning (CTL). Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan pembelajaran yang di dasarkan pada pendekatan kontruktivisme (Wardoyo, 2013:48). Metode ini menitikberatkan pada tiga konsep dalam pembelajaran, yakni (1) menitikberatkan kepada keterlibatan peserta didik secara aktif, (2) mendorong kepada peserta didik untuk dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi kehidupan nyata yang ada, dan (3) mendorong kepada peserta didik untuk menerapkan kemampuan yang dimilikinya dalam kehidupa sehari-hari (Wardoyo, 2013:49).

Metode pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pemebelajaran sastra khusunya warna lokal karena pendekatan ini melibatkan peserta didik dalam proses

(49)

32

situasi dalam kehidupan nyata. Berdasarkan hal tersebut, peserta didik diharuskan mampu mengaitkan aspek warna lokal dalam kehidupan nyata, misalnya warna lokal dalam segi pemakaian bahasa. Peserta didik dituntut harus dapat mengaitkan warna lokal dalam aspek pemakaian bahasa dalam kehidupan nyata. Peserta didik dapat memanfaatkan kosakata dalam kehidupan nyata sebagai contoh dari warna lokal dalam aspek pemakaian bahasa. Aspek warna lokal dalam penelitian ini berada pada wilayah kultural etnik Lampung. Berdasarkan hal tersebut, peserta didik dituntut agar dapat mengaitkan penggunaan bahasa dalam wilayah etnik kultural Lampung dengan cara memanfaatkan kosakata bahasa Lampung sebagai contoh warna lokal dalam aspek pemakaian bahasa.

Implikasi pembelajaran warna lokal bertujuan agar peserta didik mampu

memahami ciri khas atau kebudayaan dari suatu daerah dalam karya sastra. Selain itu, tujuan dari pengimplikasian warna lokal, yakni sebagai salah satu cara untuk menanamkan rasa cinta kebudayaan kepada peserta didik. Sebagai generasi muda, peserta didik diharapkan tidak akan melupakan kebudayaanya begitu saja.

Berdasarkan hal itu, warna lokal merupakan hal yang penting untuk dipelajarai oleh peserta didik. Pemahaman peserta didik mengenai warna lokal dapat

diterapkan ketika peserta didik menciptakan suatu karya sastra, misalnya cerpen.

(50)

dipertimbangkan dalam pemilihan bahan pengajaran sastra, yakni bahasa, psikologi, dan latar belakang kebudayaan.(Rahmanto, 2005: 17).

a. Bahasa

Perkembangan karya sastra melewati tahap-tahap yang meliputi banyak aspek kebahasaan. Aspek kebahasaan dalam sastra ini tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, tetapi juga fakor-faktor lain seperti cara penulisan yang dipakai pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok pembaca yang ingin dijangkau pengarang. Agar pembelajaran sastra dapat berjalan dengan baik, guru kiranya perlu

mengembangkan keterampilan khusus untuk memilih bahan pengajaran sastra yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa peserta didiknya.

b. Psikologi

Dalam memilih bahan pengajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologis ini hendaknya diperhatikan karena tahap-tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal. Berikut ini merupakan pentahapan yang dapat digunakan guru untuk lebih memahami tingkatan perkembangan psikologi anak-anak sekolah dasar dan menengah:

1. Tahap pengkhayal (8 sampai 9 tahun)

Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata, tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan.

(51)

34

Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mengarah ke realitas. Meski pandanganya tentang dunia ini masih sangat sederhana, tapi pada tahap ini anak telah menyenangi cerita-cerita kepahlawanan, petualangan, dan bahkan kejahatan.

3. Tahap realistik (13 sampai 16 tahun)

Sampai tahap ini anak-anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi, dan sangat berminat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi. Mereka berusaha terus mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan yang nyata. 4. Tahap generalisasi (16 tahun dan selanjutnya)

Pada tahap ini anak sudah tidak lagi hanya berminat pada hal-hal praktis saja, tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis suatu fenomena. Dengan menganalisis fenomena, mereka berusaha menemukan dan merumuskan penyebab utama fenomena itu.

(52)

c. Latar Belakang Budaya

Latar belakang sastra hampir meliputi semua faktor kehidupan manusia diantaranya geografis, sejarah, seni, legenda, moral, dan etika. Latar belakang budaya yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan peserta didik akan lebih mudah menarik minat peserta didik untuk membaca suatu karya sastra. Oleh karena itu, karya sastra yang akan digunakan sebagai bahan ajar

hendaknya sesuai dengan jangkauan kemampuan yang dimiliki peserta didik. Dalam banyak hal tuntutan untuk berusaha menyajikan sesuatu diluar

jangkauan para peserta didik itu baik. Tuntutan itu dapat mencerminkan kesadaran bahwa suatu karya sastra hendaknya menghadirkan sesuatu yang erat hubungannya dengan kehidupan para peserta didik. Selain itu,

(53)

36

III. METODE PENELITAN

3.1Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Dengan metode tersebut, peneliti hendak mendeskripsikan warna lokal Lampung dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiawan ZS dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMP. Data yang telah dikumpulkan, diidentifikasi, dideskripsikan, dianalisis, lalu diinterpretasikan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2011:6).

Penelitian Kualitatif bersifat deskriptif sehingga dalam penelitian ini data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka hal itu

(54)

sebenarnya. Penggambaran tersebut disertai interpretasi warna lokal dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Pertama (SMP).

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Setiawan ZS yang diterbitkan pada bulan Oktober tahun 2013, berisikan lima belas judul cerpen dengan tebal 151 halaman. Peneliti hanya menganalisis delapan judul cerpen dari kumpulan cerpen tersebut karena hanya delapan cerpen yang mengandung unsur pemakaian bahasa sebagai warna lokal. Cerpen-cerpen tersebut terdiri atas “Karena Ibu”, “Rindang Sedayu”, “Pati Pajurit”, “Perempuan di Rumah Panggung”, “Ambulan Menyeruak Kampung”,

“Aku Jimou Pagar Dewa”,“Sukma Hilang dalam Kabut”, dan “Bujang Lapok”.

Data yang dianalisis dalam penelitian ini berupa kata, istilah, ataupun bahasa yang berkaitan dengan warna lokal berupa pemakaian bahasa dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS dan implikasinya dalam pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Pertama (SMP).

3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

(55)

38

1. Pengumpulan data

Untuk memperoleh data yang diperlukan sebagai bahan penelitian, teknik yang digunakan adalah teknik dokumentasi. Teknik dokumentasi merupakan

pengumpulan data dan dokumen yang diperlukan sebagai bahan penelitian. Dalam hal ini, peneliti menggunakan kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS. Berdasarkan hal tersebut, peneliti mengumpulkan data dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Membaca berulang-ulang kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS.

b. Melakukan pencatatan berupa kata, istilah, atau bahasa yang berkaitan dengan warna lokal Lampung dalam aspek pemakaian bahasa.

c. Melakukan wawancara berkaitan dengan data penelitian.

2. Analisis Data

Dalam hal ini, peneliti melakukan analisis data, deskripsi, dan melakukan interpretasi. Setelah itu, peneliti merumuskan simpulan umum terhadap hasil deskripsi data. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan teknik analisis teks. Berdasarkan hal itu, peneliti menganalisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Mendeskripsikan dan menginterpretasikan data yang menggambarkan aspek warna lokal berupa pemakaian bahasa.

(56)

b. Mendeskripsikan dan menginterpretasikan data yang menggambarkan implikasi warna lokal dalam pembelajaran sastra di SMP.

(57)

116

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis kumpulan cerpen tersebut, penulis menyimpulkan hal-hal sebagai berikut.

1. Pemakaian bahasa sebagai warna lokal yang ditemukan dalam penelitian ditinjau dari makna, yakni makna leksikal, makna gramatikal, makna idiomatik, makna luas, dan makna sempit.

2. Pemakaian bahasa sebagai warna lokal yang ditemukan dalam penelitian ditinjau dari kelas kata, yakni kelas kata benda, kelas kata kerja, kelas kata sifat, dan kelas kata keterangan.

3. Pemakaian bahasa sebagai warna lokal yang ditemukan dalam penelitian ditinjau dari fungsi bahasa sastra, yakni fungsi memperkuat tokoh sosial, fungsi memperkuat latar sosial, dan fungsi memperkuat latar tempat.

(58)

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan tersebut, penulis menyarankan hal berikut.

1. Peneliti memberikan saran kepada guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia agar menggunakan warna lokal khususnya aspek pemakaian bahasa yang terdapat dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiwan ZS sebagai alternatif pembelajaran sastra di SMP.

2. Peneliti merasa bahwa penelitian tentang fungsi bahasa masih bisa

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulah, dkk. 2013. Kamus Bahasa. Bandarlampung: Toko Buku Sahabat.

Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Djajasudarma, Fatimah. 1993. Semantik 2. Bandung: Refika Aditama.

Kemendikbud. 2013. Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik. Jakarta: Politeknik Negeri Media Kreatif.

Moleong, Lexy. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah mada University Press.

Parwatha. 2002. Warna Lokal Bali dalam Novel Sukreni Gadis Bali Karya Arak Agung Panji Tisna. Jakarta: Pusat Bahasa.

Purba. Antilan. 2010. Sastra Indonesia Kontemporer. Medan: Graha Ilmu. Rahmanto, Bernadus. 2005. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisus. Ruhimat, Toto, dkk. 2012. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Rusli, Marah. 2008. Siti Nurbaya. Jakarta: Balai Pustaka.

Sastrowardoyo, Subagio. 1992. Sekilas Soal Sastra dan Budaya. Jakarta: Balai Pustaka.

(60)

Suyanto, Edi. 2012. Perilaku Tokoh Dalam Cerpen Indonesia. Bandar lampung: Universitas lampung.

Tarigan, Henry Guntur. 1985. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Wardoyo, Sigit Mangun. 2013. Pembelajaran Berbasis Riset. Jakarta: Akademia

Permata.

Referensi

Dokumen terkait

Kontribusi yang besar dari pendapatan usahatani bawang merah lahan pasir pantai terhadap pendapatan rumah tangga memiliki implikasi bahwa bawang merah lahan pasir

Qanun Jinayah dalam sistem perundang-undangan nasional memiliki dua kedudukan, yakni Qanun Jinayah sebagai perda sebagaimana perda di provinsi-provinsi lain dan Qanun

Masih rendahnya pemahaman siswa tentang operasi bilangan bulat menyebabkan para siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal operasi bilangan bulat yang

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dan simpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut. 1) Komitmen organisasi terkait merasa rugi

Membaca kritis berarti membaca dengan menganalisis tulisan penulis, lalu mengkritisi menilai baik buruknya suatu bacaan.Penelitian ini bertujuan untuk: 1)

Pertimbangan putusan bahwa MK berwenang menguji Perppu antara lain adalah; pertama , bahwa Perppu dimaksudkan untuk mengganti ketentuan suatu UU sehingga materi muatan

Renstra Kecamatan Lumajang Tahun 2019-2023 adalah Dokumen Perencanaan Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang memuat visi, misi, tujuan, sasaran,

Setelah proses pembelajaran matematika dilakukan, maka untuk melihat perbandingan peningkatan ketuntasan individu dan klasikal hasil belajar siswa berdasarkan